Busana Pengantin Surakarta Oleh : Astri Wahyuni Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama Kompas Gramedia Building Blok I Lantai 5 Jl, Palmerah Barat 29-37 Jakarta, 10270 www.gramedia.com Cetakan pertama Jakarta, 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh buku tanpa izin tertulis dari penerbit.
Kata Pengantar Terlebih dahulu izinkan saya mengucapkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menyelesaikan buku tentang busana pengantin Surakarta ini. Keinginan untuk menulis buku ini berawal dari minimnya media informasi yang membahas mengenai makna dan filosofi busana pengantin Surakarta, dan kecenderungan masyakarat yang tidak mengetahui makna dan filosofi yang terkandung dalam busana pengantin Surakarta. Saat ini busana pengantin Solo Basahan dan Solo Puteri memang masih banyak digunakan dalam acara pernikahan, akan tetapi masyarakat cenderung tidak mengetahui apa makna dan folosofi yang terkandung di dalamnya. Bahkan seiring pergeresan budaya saat ini, beberapa pengantin yang berasal dari Jawa memilih menikah dengan mengunakan pakaian nasional dengan anggapan bahwa menikah dengan busana adat jawa terlalu rumit. Dari setiap ragam busana pengantin Surakarta memiliki makna berupa pelajaran-pelajaran yang harus diketahui sepasang pengantin agar setelah menikah mampu membangun keluarga harmonis dan sejahtera dan tetap berpegang teguh pada petunjuk Tuhan yang maha Esa.
Melalui buku ini, masyarakat dapat mengetahui pakem yang sesungguhnya dalam busana pengantin Surakarta, dan dapat mengetahui makna apa saja yang terkandung di dalamnya . Sehingga pesan moral yang ada dalam busana pengantin Surakarta ini dapat ditanamkan dan menjadi pedoman dalam kehidupan rumah tangga. Akhir kata, saya berharap buku ini dapat menjadi sumbangsih kecil dalam melestarikan warisan budaya Indonesia, dan dapat bermanfaat bagi masyarakat untuk memperluas wawasan budaya Indonesia demi menjunjung tinggi karya budaya Indonesia yang penuh nilai-nilai luhur dan sakral serta meningkatkan kecintaan masyarakat terhadap budaya Indonesia yaitu budaya pernikahan tradisional Indonesia.
Jakarta, Juli 2015 Penulis
Daftar Isi 1 ...................................... Kilas Sejarah Surakarta 9 .......................... Busana Pengantin Surakarta 11 .......... Sejarah Busana Pengantin Surakarta Busana Pengantin Surakarta Pada 11 .......................... Tahapan Upacara Pernikahan
1
Busana Pengantin Solo Basahan 19 ............................. A. Busana Pengantin Wanita 23 ...................................... B. Busana Pengantin Pria 27 ............................................................... C. Motif Kain
2
Busana Pengantin Solo Puteri 35 ........................... A. Busana Pengantin Wanita 37 .......................................B. Busana Pengantin Pria 39 .............................................................. C. Motif kain
3
Penataan Rambut A. Pengantin Wanita Solo Basahan ...... 43 B. Pengantin Wanita Solo Basahan ........ 45 C. Pengantin Pria ............................................ 49
4
Tata Rias Wajah A. Paes ................................................................. 53 B. Tata Rias Wajah ........................................ 57
5
Aksesoris Pengantin A. Aksesoris Pengantin Wanita .............. 61 B. Aksesoris Pengantin Pria ........................ 65 Busana Pengantin Surakarta Saat ini ... 71 Penutup ................................................................. 73 Tentang Penulis ................................................. 75 Daftar Pusataka ............................................... 78
1. Kilas Sejarah Kota Surakarta ota Surakarta pada mulanya adalah wilayah kerajaan Mataram. Kota ini bahkan pernah menjadi pusat pemerintahan Mataram. Karena adanya Perjanjian Giyanti (13 Februari 1755) menyebabkan Mataram Islam terpecah karena propaganda kolonialisme Belanda. Kemudian terjadi pemecahan pusat pemerintahan menjadi dua yaitu pusat pemerintahan di Surakarta dan Yogyakarta. Pemerintahan di Surakarta terpecah lagi karena Perjanjian Salatiga (1767) menjadi Kasunanan dan Mangkunegaran.
K
Busana Pengantin Surakarta
1
Pada tahun 1742, orang-orang Tionghoa memberontak dan melawan kekuasaan Pakubuwana II yang bertahta di Kartasura sehingga Keraton Kartasura hancur. Hancurnya bangunan keraton dinilai telah menghilangkan kesaktian keraton karena pemberontak itu telah masuk kedalam keraton, sehingga akan mempengaruhi pamor dan wibawa kerajaan, oleh karena itu bukan hal yang tepat bila harus mempertahankan keraton Kartasura sebagai pusat pemerintahan atau ibu kota kerajaan Mataram.
Berawal dari situ, maka PB II menunjuk beberapa orang narapraja diantaranya: Tumenggung Honggowongso, Adipati Pringgoloyo, Adipati Sindurejo, Tumenggung Mangkuyudo, Tumenggung Pusponegoro, Ngabei Yosodipuro, Mayoor Hogengdarp, yang kemudian ditambah dengan Pangeran Wijil, Tumenggung Tirtiwigunio, Kyai Kalifah Buyut dan Penggulu Fekih Ibrahim, untuk mencari tempat yang akan dijadikan sebagai pusat pemeritahan kerajaan. Setelah melakukan pengembaraan ke berbagai tempat, para narapraja tersebut akhirnya menemukan tiga tempat atau desa yaitu Desa Kadipala, Desa Sala, dan desa Sana Sewu, yang bisa dijadikan sebagai pusat pemerintahan baru. Setelah melakukan perundingan, akhirnya dipilihlah Desa Sala untuk diajukan kepada Sunan PB II sebagai pusat keraton Mataram yang baru. Desa Sala yang letaknya kurang lebih 10 Km sebelah timur kota Kartasura.
2 Busana Pengantin Surakarta
Baginda menyetujui usulan tersebut, yang kemudian oleh Sri Baginda Sunan Paku Buwono II diberi nama Surakarta Hadiningrat. Pada hari rabu tanggal 17 Syura 1670 atau 17 Februari 1745, pindahlah Baginda Sunan Paku Buana II dari Kartasura ke Surakarta Hadiningrat, perpindahan ini dilaksanakan dengan kirab secara besarbesaran. Maka sejak saat itu Ibu kota Kerajaan Mataram pindah dari Kartasura ke Surakarta Hadiningrat. Pada saat itu pula PB II mengganti nama Desa Sala menjadi Surakarta Hadiningrat.
Busana Pengantin Surakarta
3
Pemberian nama Surakarta Hadiningrat mengikuti naluri leluhur, bahwa Kerajaan Mataram yang berpusat di Karta, kemudian ke Pleret, lalu pindah ke Wanakarta, yang kemudian diubah namanya menjadi Kartasura. Surakarta Hadiningrat berarti harapan akan terciptanya negara yang tata tentrem karta raharja (teratur tertib aman dan damai), serta harus disertai dengan tekad dan keberanian menghadapi segala rintangan yang menghadang (sura) untuk mewujudkan kehidupan dunia yang indah (Hadiningrat). Dengan demikian, kata “Karta� dimunculkan kembali sebagai wujud permohonan berkah dari para leluhur pendahulu dan pendirian kerajaan Mataram.
Peristiwa inilah yang kemudian dijadikan sebagai dasar hari lahir kota Solo. Dari desa Sala tersebut pusat pemerintahan kerajaan Mataram dijalankan dan dikendalikan. Disebut sebagai desa Sala, karena di desa tersebut hidup seorang tokoh masyarakat yang bijaksana bernama KYAI SALA. Selain itu desa ini juga berawa-rawa dan penuh dengan pohon Sala yaitu pohon tom atau nila, namun ada juga yang menyebut pohon sala sejenis pohon pinus. Kendati aslinya bernama Sala (pakai huruf a) namun dalam perkembangannya berubah dan lebih akrab disebut Solo (pakai huruf o), Hal ini terjadi terjadi karena kesalahan orang Belanda dalam menyebut nama kota ini karena memang lidah mereka tidak seluwes lidah orang Indonesia. Sejak saat itu kemudian tidak hanya orang asing saja, akan tetapi masyarakat Indonesia pun menyebut dengan Solo. Penyebutan ini terasa lebih mudah dilafalkan, dicerna dan memiliki makna yang khas dibanding nama resminya.
4 Busana Pengantin Surakarta
Pada kalangan akademis nama Surakarta dan Solo menjadi hal yang pro dan kontra dimana Surakarta kemudian dianggap menceriminkan watak kekuasaan, kapitalis-kolonial, sementara Solo mencerminkan semangat kerakyatan (mengakar sebagaimana asal namanya dari pohon Sala) dan memberi keteduan, keayoman pada rakyat (rimbun dedaunan). Bagi orang Solo, persoalan nama tersebut bukanlah suatu masalah yang berarti, nama Surakarta pun diterima sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan kepada PB II, yang adalah pendahulu, terlepas dari sikap pro kolonial dan lain sebagainya. Dengan demikian baik nama Surakarta maupun Solo keduanya akan senantiasa hadir, mencerminkan hubungan yang saling menghargai antara pemimpin dan rakyat. Pemimpin itu harus senantiasa mengakar dan mengayomi rakyatnya dan harus menjalankan amanat kepemimpinannya untuk sebesarbesar kesejahteraan rakyatnya. Karena itulah, dibalik kepopuleran nama Solo, teringat pula akan pohon Sala yang akan selalu mengakar dan merakyat.
Busana Pengantin Surakarta
5
Pada masa pendudukan Jepang, wilayah Ka residenan Surakarta pernah menjadi Daerah Istime wa yang dikenal dengan Kasunanan Surakarta dan Mangkunegaran. Wilayah Mangkunegaran meliputi daerah Kabupaten Karanganyar, Wonogiri, dan sebagian kota Solo. Sedangkan wilayah Kasunanan Surakarta meliputi daerah Kabupaten Sragen, Klaten, Boyolali, dan Kabupaten Kutha Surakarta. Wilayah-wilayah tersebut kemudian satu persatu melepaskan diri dan bersamaan dengan munculnya gerakan anti Swapraja dan berbagai dukungan untuk membentuk pemerintah Kota Surakarta, akhirnya dengan suatu kebulatan tekad dari “Wong Solo”, mereka menyatakan berdirinya Pemerintah kota Surakarta yang lepas dari Kasunanan pada tanggal 16 Juni 1946. Tanggal ini kemudian menjadi hari lahir Pemerintah Daerah Kotamadya Surakarta. Secara de facto tanggal 16 Juni 1946 terbentuk Pemerintah Daerah Kota Surakarta yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, sekaligus menghapus kekuasaan Kerajaan Kasunanan dan Mangkunegaran.
6 Busana Pengantin Surakarta
Dilihat dari aspek lalu lintas perhubungan di Pulau Jawa, posisi Kota Surakarta tersebut berada pada jalur strategis yaitu pertemuan atau simpul yang menghubungkan Semarang dengan Yogyakarta (JOGLOSEMAR), dan jalur Surabaya dengan Yogyakarta. Dengan posisi yang strategis ini maka tidak heran kota Surakarta menjadi pusat bisnis yang penting bagi daerah kabupaten di sekitarnya. Jika dilihat dari batas kewilayahan, Kota Surakarta dikelilingi oleh 3 kabupaten. Sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Karanganyar dan Boyolali, sebelah timur dibatasi dengan kabupaten Sukoharjo dan Karanganyar, sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten Sukoharjo, dan sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Sukoharjo dan Karanganyar.
Busana Pengantin Surakarta
7
Kota Surakarta ini tak hanya memiliki sejarah yang panjang ini menjadikan Solo merupakan kota penuh nuansa sejarah dan budaya, dan memilki tradisi Jawa yang dibanggakan masyakatnya. Kota Surakarta yang bisas disebut Solo ini tidak bisa lepas dari sejarah Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang merupakan penerus Kerajaan Mataram Islam. Surakarta dikenal sebagai salah satu pusat dan inti dari kebudayaan Jawa kuno karena secara
tradisional merupakan salah satu pusat politik dan pengembangan tradisi Jawa. Kemakmuran wilayah ini sejak abad ke-19 telah mendorong berkembangnya berbagai literatur berbahasa Jawa, tarian, makanan, pakaian, arsitektur, dan beragam hasil budaya indah lainnya. Pada saat perpecahan wilayah Surakarta dan Yogyakarta, pusaka budaya Kerjanaan Mataram diberikan kepada Yogyakarta, kemudian para ahli membuatkan pusaka budaya tradisi baru untuk Surakarta sepeti halnya tarian, gending, keris, batik, dan busana adat. Hal tersebut membuat gaya yang hampir serupa bila membandingkan antara gaya budaya tradisi Yogyakarta dan SurakartaTidaklah mengherankan kemudian melahirkan apa yang dikenal sebagai “gaya Surakarta� dan“gaya Yogyakarta� baik itu dalam busana, tarian, wayang, pengolahan batik, gamelan, dan bentuk budaya lainnya. Banyak asyarakat Solo yang masih memelihara budaya lokalnya. Dari hal ini maka Surakarta dijuluki Solo The Spirit of Java yaitu jiwanya Jawa dan Kota yang mewarisi nilai-nilai budaya Jawa.
8 Busana Pengantin Surakarta
2. Busana Pengantin Surakarta i Indonesia setiap detail tata rias dan busana pengantin mempunyai perlambang khusus yang pada intinya merupakan sebuah harapan agar kedua mempelai dapat menjalani kehidupan perkawinan yang bahagia, sejahtera, dan langgeng. Biasanya setiap jenis tata rias dan busana pengantin melibatkan banyak pernak-pernik dan aksesoris mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki.
D
Salah satu jenis busana pengantin adat yang terindah dan terlengkap di Indonesia terdapat di Surakarta, Jawa Tengah, karena setiap jenis busana tersebut menunjukkan tahapan-tahapan tertentu dan menunjukkan siapa pemakainya (Harmoko, 1999:150). Awalnya busana pengantin Surakarta ini merupakan jenis tata rias dan busana pengantin yang ada di dalam lingkungan Keraton Surakarta. Namun, saat ini sudah banyak kalangan rakyat biasa yang mengenakannya.
Busana Pengantin Surakarta
9
Busana pengantin Surakarta ini merupakan gaya busana yang terinspirasi dari gaya busana para bangsawan dan raja di Keraton Kasunanan Surakarta, dan Istana Mangkunegaraan, Jawa Tengah. Busana Pengantin Surakarta ini memiliki 2 gaya busana yang telah dibakukan, yaitu Gaya Solo Puteri dan Gaya Solo Basahan, dimana corak Puteri lebih sederhana dibanding Corak Solo Basahan. Dalam tata rias dan busana pengantin Surakarta, baik busana Solo Basahan dan Solo Puteri keduanya memiliki arti perlambang masing-masing dalam tata rias wajah, penataan rambut, dan juga tata busananya. Dalam hal ini pula pesan dan pengalaman berupa lambang yang terkandung dalam busana pengantin Surakarta perlu diwariskan kepada generasi muda agar mengetahui akar budaya bangsanya sendiri yang tak kalah adiluhungnya dengan budaya bangsa lain.
10 Busana Pengantin Surakarta
3. Busana Pengantin Surakarta Pada Tahapan Upacara Pernikahan alam prosesi pernikahan adat Surakarta ini terdapat dua aspek, yakni tatacara (alur atau tahapan-tahapan yang dijalani) dan upacara (barang-barang yang perlu disiapkan dalam tatacara yang dilangsungkan). Terdapat serangkaian upacara sebelum pernikahan tiba di antaranya, lamaran, peningset, pasang tarub, siraman, midodareni, akad nikah, dilanjutkan dengan prosesi temu manten atau panggih, dan diakhiri dengan acara wilujengan yang dikenal sebagai resepsi.
D
Busana Pengantin Surakarta
11
Busana yang dipakai pada akad nikah adalah busana Solo Puteri yang melambangkan wujud dari keramahtamahan dan citra dari sopan santun masyarakat jawa. Sedangkan busana Solo Basahan yang merupakan busana kebesaran Surakarta ini dikenakan pada waktu upacara panggih dan wilujengan atau resepsi. Busana Solo Basahan ini merupakan wujud dari kehidupan yang makmur, sentosa, dan berpegang teguh pada ajaran Tuhan Yang Maha Esa.
4. Sejarah Busana Pengantin Surakarta ejarah busana pengantin Surakarta ini bermula ketika runtuhnya Dinasti Mataram Islam. Sebelum Dinasti Mataram runtuh, sebenarnya sudah ada cirri khas busana untuk pernikahan adat yang dikenal dengan nama Paes Ageng. Kemudian, ketika Perjanjian Giyanti diadakan pada tahun 1755 yang menetapkan pemisahan wilayah Mataram menjadi Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Paes Ageng yang merupakan pusaka budaya tentang busana pernikahan adat Mataram diminta oleh Pangeran Mangkubumi yang kemudian menjadi raja di Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dengan gelar Sri Sultan Hamengkubuwono I. Sementara itu, Sri Susuhunan Pakubuwono II yang bertahta di Kasunanan Surakarta Hadiningrat kemudian merancang busana pengantin yang baru untuk menggantikan Paes Ageng. Busana tersebut dikenal dengan nama Solo Basahan dan digunakan sebagai pakaian adat resmi kerajaan dalam upacara pernikahan di Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
S
12 Busana Pengantin Surakarta
Hal tersebut menyebabkan busana Pengantin Yogyakarta atau yang dikenal dengan nama Paes Ageng memiliki gaya yang serupa dengan Solo Basahan. Walaupun memiliki gaya yang serupa, terletak banyak perbedaan antara busana Paes Ageng dan Solo Basahan. Selain berbeda pada busana, tata rias, dan penataan rambut, unsur lain yang membedakan busana Paes Ageng dan Solo Basahan adalah motif pada busana yang digunakan, yaitu bila busana Paes Ageng menggunakan motif tanaman yang baru bersemi, sedangkan Solo Basahan menggunakan motif alas-alasan (tanaman atau binatang hutan). Dari masing-masing motif yang digunakan memiliki filosofi yang berbeda, bila motif yang digunakan Paes Ageng melambangkan keagungan, sementara motif Solo Basahan merupakan simbol tentang kehidupan yang makmur dan sentosa.
Busana Pengantin Surakarta
13
Pada awal busana pengantin Surakarta dibuat, busana ini hanya dikenakan bagi kalangan raja dan bangsawan. Busana pengantin Solo Basahan digunakan dikenakan saat putra-putri raja menikah di keraton, sementara busana pengantin Solo Puteri dikenakan saat para bangsawan melaksanakan berbagai upacara di Keraton. Pada saat ini masyarakat umum sudah dapat mengenakannya. Meskipun demikian tetap ada beberapa bagian busana dan adat yang tidak boleh
disamakan antara mayarakat umum dan kalangan bangsawan di keraton, salah satunya untuk busana Solo Basahan bagi para putra putri raja harus berwarna biru, sedangkan untuk masyarakat umum dapat mengenakan corak warna lain seperti hijau, kuning, atau merah. Busana pengantin Surakarta dikatakan sebagai budaya tradisi karena merupakan karya budaya yang merupakan warisan turun-temurun bagi masyarakat Jawa yang dapat digunakan hingga kini dan nanti, yang didalamnya terkandung pedoman bagi kehidupan masyarakat yang di transmisikan melalui lambang simbolik. Sebuah simbol atau lambang-lambang tersebut merupakan karakteristik yang menonjol dari kebudayaan Jawa, hal ini disebabkan karena manusia di masa lampau belum terbiasa berpikir abstrak. Segala ide diungkapkan dalam bentuk simbol yang lebih kongkret (Simuh, 1988-131). Pada dasarnya tradisi dalam masyarakat dapat berubah-ubah, namun nilai-nilai budaya yang dianggap adiluhung tetap harus dilestarikan. Dengan demikian keseluruhan detail busana dan tata rias pengantin Surakarta dalam setiap ragamnya memiliki nilai-nilai filosofi kehidupan masyarakat yang perlu diketahui.
14 Busana Pengantin Surakarta
1 BUSANA PENGANT I N
SOLO BASAHAN Simbol kehidupan makmur, sentosa, dan berpegang teguh pada ajaran Tuhan Yang Maha Esa
Busana Pengantin Surakarta
17
Busana pengantin Solo Basahan Sumber: dokumentasi pribadi
1. Busana Pengantin Solo Basahan etail busana Solo basahan memang cukup rumit,baik busana pengantin wanita dan pengantin pria banyak terdapat pernak-pernik dari mulai ujung rambut hingga ujung kaki. Busana Solo Basahan berupa dodot atau kampuh dengan pola batik warna gelap bermotif alasalasan (binatang) dan tetumbuhan hutan.
D
18 Busana Pengantin Surakarta
Seiring berjalanya waktu, pilihan motif dan corak warna dodot semakin beragam namun pilihan motif kain dodot/kain kampuh tetap berpegang pada filosofi derajat mulia yang layak dikenakan pasangan pengantin. Makna dari busana basahan adalah wujud berserah diri kepada kehendak Tuhan akan perjalanan hidup yang akan datang dan berupa simbol dari kehidupan makmur, dan berpegang teguh pada ajaran Tuhan Yang Maha Esa, Di dalamnya tertuang pelajaranpelajaran yang harus diketahui sepasang pengantin setelah menjalani rumah tangga agar mampu membina rumah tangga yang harmonis, sejahtera, selaras dengan alam, dan tetap berpegang teguh pada petunjuk Tuhan.
A. Busana Pengantin Wanita usana Solo Basahan pada pengantin wanita yaitu mengenakan kain dodot atau yang disebut kain kampuh dengan motif alas-alasan (binatang hutan), dan kain cinde sekar abrit berwarna merah dengan panjang 3,5m. Pengantin wanita juga mengenakan udet semacam selendang kecil bercorak cinde, yang fungsinya untuk sabuk atau ikat pinggang. Panjang udet kira-kira 2,5 m dan lebarnya 1,25 m. Stagen semacam ikat pinggang yang terbuat dari kain tenun, dan panjangnya lebih dari 5 m.
B
Busana Pengantin Surakarta
19
Kampuh gadung melati dengan motif alas-alasan melambangkan simbol kesuburan dan kemakmuran. Selendang udet/pending januran dibagian tengah, melambangkan petunjuk dari tuhan harus diikat kuat agar tidak terlepas. Kain/udet cinde motif cakar melambangkan kerajinan dalam bekerja dan hidup mandiri. Selop putri melambangkan agar pengantin dapat melangkah pada jalan yang baik
Selendang udet / pending januran Kampuh/dodot motif alas-alasan
20
Selop puteri bordir Busana pengantin Solo Basahan wanita Sumber: dokumentasi pribadi
Busana Pengantin Surakarta
Kain cinde
Bentuk songgo bocong
Buntal udan mas
Busana Pengantin Surakarta
21
Busana pengantin Solo Basahan wanita Sumber: dokumentasi pribadi
Bentuk kampuh pengantin wanita ini dibagian belakang dibentuk dengan bentuk songgo bocong yang merupakan lambang bahwa pengantin wanita yang nantinya akan menjadi seorang isri harus berhati-hati soal perekonomian.
22 Busana Pengantin Surakarta
Dibagian pinggang dilingkarkan buntal yang merupakan rangkaian hiasan bunga bawang sebungkul yang panjangnya sekitar 140 cm. Buntal udan mas terdiri dari daun-daunan yang memiliki makna simbolis yaitu: - Daun krokot melambangkan ketetapan hati. - Daun pupus pisang melambangkan cinta kasih. - Daun beringin melambangkan sebuah perlindungan. - Daun bayam melambangkan kedamaian. - Daun pandan melambangkan kesepadanan. - Bunga kenikir melambangkan masuk akal. - Bunga melati melambangkan kesucian hati. - Bunga kantil melambangkan kehidupan yang rukun hingga akhir hayat.
B. Busana Pengantin Pria usana pengantin pria pada gaya pengantin Solo Basahan ini pada dasarnya lebih sederhana dibanding pengantin wanita. Pengantin pria juga mengenakan motif dan warna yang sepadan dengan pengantin wanita.
B
Pengantin pria Solo Basahan juga mengenakan dodot (kampuh) corak alas-alasan, sama dengan pengantin wanita. Pada kain kampuh motif alas-alasan melambangkan kesuburan dan kemakmuran. Bila pada pengantin wanita menggunakan kain cinde, maka pengantin pria menggunakan celana cinde. Perbedaan detail busana kampuh pada busana pria yaitu pada busana pria mengenakan sabuk timang,
Busana Pengantin Surakarta
23
Sabuk timang yang dilengkapi dengan tiga buah ukup ini berfungsi untuk mengikat pinggang yang melambangkan permohonan agar kedua mempelai dapat bersatu selamanya.
Sabuk timang
3 buah ukup
Kain dodot/Kampuh bermotif alas-alasan
24
Selop kakung bordir Busana pengantin Solo Basahan pria Sumber: dokumentasi pribadi
Busana Pengantin Surakarta
Celana cinde
Keris ladrang dengan ronce melati
Bentuk ngumbar kunco
Busana Pengantin Surakarta
25
Busana pengantin Solo Basahan pria Sumber: dokumentasi pribadi
Keris Ladrang Sumber: dokumentasi pribadi
26 Busana Pengantin Surakarta
Dibagian belakang kampuh busana pengantin pria terdapat keris ladrang melambangkan kekuatan jiwa si pemakai dan melambangkan sopan santun. Disamping itu kain kampuh dibuat dengan bentuk yang dinamakan ngumbar kunco yang melambangkan bahwa pengantin pria yang nantinya akan menjadi seorang suami tidak boleh menyembunyikan sesuatu.
Busana Pengantin Surakarta
27 Kain motif alas-alasan Sumber: dokumentasi pribadi
C. Motif Kain Motif kain yang digunakan dalam gaya busana pengantin Surakarta alah kain dengan corak alas-alasan. Alas-alasan yang berarti hutan, alas-alasan dapat diartikan sebagai hutan-hutanan atau seperti hutan. pada pola motif ini terdapat berbagai macam jenis binatang, dari binatang kecil hingga binatang yang cukup besar ditampilkan sebagai bagian dari pola. Binatang-binatang tersebut melambangkan kesuburan dan kemakmuran. Makna dan filosofi dari kain ini dapat kita lihat dari pola tersebut, motif alas-alasan adalah gambaran dari kehidupan masyarakat hutan dengan segala macam potensinya. Gambaran motif Alas-alasan mengajak manusia untuk membaca ulang dan selalu mawas diri, arif dan bijaksana dalam menjalani kehidupan pada “hutan�nya manusia yang penuh dengan tantangan.
28 Busana Pengantin Surakarta
Corak kain pada selendang pengantin wanita Solo Basahan, dan celana yang dipakai pengantin pria Solo Basahan berupa kain cinde atau kain yang terbuat dari sutera. Motif cinde yang digunakan adalah motif cakar atau yang disebut dengan motif nitik cakar.
Busana Pengantin Surakarta
29
Nitik cakar yang sering digunakan pada upacara adat perkawinan ini diberi nama demikian karena pada bagian motifnya terdapat ornamen yang berbentuk seperti cakar. Cakar yang dimaksud adalah cakar ayam atau kaki bagian bawah. Cakar ini digunakan untuk mengais tanah mencari makanan atau sesuatu untuk dimakan. Motif nitik cakar dikenakan pada upacara adat perkawinan, dimaksudkan agar pasangan yang menikah dapat mencari nafkah dengan halal, sepandai ayam mencari makan dengan cakarnya.
30 Busana Pengantin Surakarta
Kain cinde motif cakar Sumber: dokumentasi pribadi
2 BUSANA PENGAN T I N
SOLO PUTERI Simbol keharmonisan rumah tanga, dan wujud kesopansantunan masyarakat Jawa
2. Busana Pengantin Solo Puteri aya busana pengantin Solo Puteri lebih sederhana dibading dengan gaya busana pengantin Solo Basahan. Pada busananya, kedua pengantin mengenakan kebaya beludru berwarna hitam, kain jarik, dan selop.
G
Busana Pengantin Surakarta
33
Penataan rambut dan tata rias wajah pengantin Solo Puteri memilki kemiripan dengan Solo Basahan. Busana pengantin ini memilki makna berupa wujud kesopansantunandan keramahtamahan masyarakat Jawa, dan dalam kesemua detail tata rias dan busana pengantin Solo Puteri ini tertuang pelajaran-pelajaran yang harus diketahui sepasang pengantin agar dapat membina rumah tangga yang harmonis dan sejahtera,
34 Busana Pengantin Surakarta
Busana pengantin Solo Puteri Sumber: dokumentasi pribadi
A. Busana Pengantin Wanita engantin wanita mengenakan kebaya beludru, dimana kebaya beludru melambangkan kemewahan dan kecantikan. Pada bagian bawah kebaya biasanya terdapat motif merak yang melambangkan keindahan. Bahan beludru pada kebaya menambah kesan glamor dan elegan bagi sang pengantin. Kebaya yang digunakan adalah kebaya panjang hingga lutut pengantin dan pada bagian depan memakai Bef atau Kutu Baru. Pada Kutu Baru dipasang bros renteng atau susun tiga sehingga terlihat indah.
P
Busana Pengantin Surakarta
35
Warna yang digunakan pada pakemnya adalah warna hitam yang memiliki makna keanggunan, dan kekuatan. Namun saat ini terdapat pula kebaya beludru Solo Puteri dengan warna merah, maroon, dan biru. Pengantin wanita memakai selop bodir dengan warna yang sama dengan kebaya. Selop ini memiliki makna agar pengantin dapat melangkah ke jalan yang benar.
Bef atau Kutu Baru
Kebaya beludru
36
Kebaya dan selop pengantin wanita Solo Puteri Sumber: dokumentasi pribadi
Busana Pengantin Surakarta
Selop wanita
Beskap Langeharjan
Sabuk/timang
Stagen
Busana Pengantin Surakarta
37
Keris
Beskap, sabuk, stagen, keris dan selop pengantin pria Solo Puteri Sumber: dokumentasi pribadi
Selop pria
B. Busana Pengantin Pria engantin pria mengenakan beskap Langenharjan atau dan di dalamnya baju teni berwarna putih yang melambangkan ketulusan hati pengantin pria dalam menjalankan niatnya untuk menikahi pengantin wanita.
P
Dibagian pinggang, pengantin pria mengenakan stagen yang dilengkapi dengan timang melambangkan permohonan agar kedua mempelai dapat bersatu selamanya. Sebagai perlambang kegagahan, pengantin pria mengenakan keris berbentuk Ladrang dan diberi Bunga Kolong Keris. Keris Ladrang diberi ukiran di tangkai yang disebut pendok, keris ini diselipkan di bagian belakang sabuk. Keris juga melambangkan kekuatan si pemakainya dan melambangkan sopan santun.
38 Busana Pengantin Surakarta
Pengantin pria memakai selop bodir dengan warna yang sama dengan kebaya. Selop ini memiliki makna agar pengantin dapat melangkah ke jalan yang benar.
C. Motif Kain ain yang dipadukan berupa jarik dengan motif batik Surakarta yang berawalan “sido” yang memiliki arti “jadi” atau “terus-menerus”. Corak batik yang biasa digunakan adalah sidomukti, sidoasih, sidoluhur, dan sidomulyo.
B
Sidomukti memiliki makna berupa harapan akan masa depan yang baik, penuh kebahagiaan untuk kedua mempelai. Sidoasih memiliki makna agar dalam berumah tangga selalu dilimpahi rasa kasih sayang. Sidomulyo memiliki makna yaitu harapan bahwa kelak keluarga yang dibina akan terus menerus mendapatkan kemuliaan. Sedangkan sidoluhur agar sang pemakai berbudi luhur, senantiasa berdoa, mengingat, dan tak lupa bersyukur kepada Tuhan.
Busana Pengantin Surakarta
39
Saat ini batik yang digunakan beragam namun tetap berpegang pada pakem yang ada seperti menggunakan batik sidomukti sidoasih, sidoluhur, dan sidomulyo. Dibagian tengah kain terdapat wiron berkisar 9, 11 atau 13 jumlahnya, yang memiliki makna saling mencintai dengan pasangannya.
Sidomukti
Sidoluhur
40 Sidomulyo
Motif kain jarit busana pengantin Solo Puteri Sumber: dokumentasi pribadi
Busana Pengantin Surakarta
Sidoasih
3 PENATA AN RA M BU T PENGANT I N
SOLO BASAHAN & SOLO PUTERI
A. Penataan Rambut Pengantin Solo Basahan alam penataan rambut pengantin wanita Solo Basahan terdapat cunduk mentul yang melambangkan pengharapan agar mampu menghadapi kehidupan dengan bijaksana. Terdapat centung dan cunduk jungkat melambangkan kesucian wanita, Sasakan sanggul dibuat sedemikian rupa yang dinamakan sunggar, ini memiliki makna bahwa pengantin harus selalu mendengarkan hal yang baik
D
Busana Pengantin Surakarta
43
Ronce melati tibo dodo yang menjulur dari bawah sunggar sebelah kanan hingga ke bagian perut dengan dihiasi bunga mawar yang melambangkan kejujuran dan bertanggung jawab, dan sisir atau keket dari ronce melati Lar Laran melambangkan kesetiaan kepada suami, dan bunga mawar yang menghiasi ronce melati tibo dodo memiliki makna simbolik bahwa sebagai istri harus dapat mengharumkan nama baik suami. Selanjutnyya ronce melati di bagian bawah sunggar sebelah kiri yang menjulur hingga ke bahu bernama sinthingan yang melambangkan kesetiaan kepada suami.
Cunduk Mentul
Cunduk Jungkat Centhung Sisir/ Keket ronce melati Lar Laran
Sunggar
Sinthingan
Ronce Melati Tibo Dodo
44 Busana Pengantin Surakarta
Penataan rambut pengantin wanita Solo Basahan Sumber: dokumentasi pribadi
Cunduk Mentul
Cunduk Jungkat Centhung Sisir/ Keket ronce melati Lar Laran
Sunggar
Sinthingan
Ronce Melati Cengkehan
Busana Pengantin Surakarta
45
Penataan rambut pengantin wanita Solo Puteri Sumber: dokumentasi pribadi
B. Penataan Rambut Pengantin Solo Puteri enataan rambut pengantin Solo puteri depan memilki kesamaan dengan penataan rambut pengantin wanita Solo Basahan. Dalam penataan rambut pengantin wanita Solo Puteri ini juga terdapat cunduk mentul, cunduk jungkat, sisir/keket dari ronce melati Lar Laran, centung, dan sunggar. Kesemua detail tersebut juga memiliki nilai simbolik yang sama.
P
46 Busana Pengantin Surakarta
Perbedaaanya terdapat pada jumlah cunduk mentul, di penataan rambut Solo Puteri ini terdapat 7 buah cunduk mentul. Perbedaan lain, dalam dalam gaya penataan rambut Solo Puteri ini ronce melati yang dipakai ada 2 pilihan yaitu ronce melati tibo dodo dan ronce melati tibo dodo cengkehan yang memiliki makna agar cahaya yang diberikan Tuhan harus diresapi ke dalam dada.
Pada bagian belakang pengantin wanita di sanggul bentuk bangun tulak yang memiliki makna penolak bala. Bentuk bangun tulak ini dipasangkan ronce melati motif truntum yang memiliki makna agar mendapat pertolongan dari Tuhan. Sanggul ini dinamakan sanggul bokor mengkurap yang juga memiliki makna agar dapat mandiri setelah berumah tangga.
Busana Pengantin Surakarta
47
Untuk membatasi antara sanggul dan sasakan sunggar digunakan sisir atau keket dari roncean melati yang disebut lar laran yang memiliki makna kesetiaan kepada suami. Dibagian tengah sanggul dipasangkan bros yang dinamakan semyok. Semyok yang digunakan biasanya bermotif kupukupu atau burung garuda. Semyok ini memiliki makna agar dapat waspada dari permasalahan yang datang tak terduga.
Sisir/ Keket
Semyok
Sanggun bokor mengkurap
48 Busana Pengantin Surakarta
Penataan rambut pengantin wanita Solo Puteri - tampak belakang Sumber: dokumentasi pribadi
Nyamat
Kuluk Mathak
Destar/ Blangkon
Busana Pengantin Surakarta
49 Sumping bunga melati
Kuluk mathak dan blangkon pengantin pria Sumber: dokumentasi pribadi
C. Penataan Rambut Pengantin Pria alam penataan rambut pengantin Pria pada busana Solo Basahan dan Solo Puteri lebih sederhana dibanding penataan rambut pengantin wanita. Pada gaya busana pengantin Solo Basahan, pengantin pria menggunakan Kuluk Mathak berwarna biru, yang melambangkan perwujudan sikap dan tata krama yang baik.
D
Sedangkan pada gaya busana pengantin Solo Puteri pengantin pria mengenakan destar/blangkon yang berwarna cokelat dengan paduan motif batik yang juga melambangkan perwujudan sikap tata krama yang baik. Pada pemakaian kuluk dan blangkon disumpingkan bunga melati di telinga. Sumping bunga melati ini melambangkan kesucian hati,
50 Busana Pengantin Surakarta
4 TATA R I AS WA JA H PENGANT I N
SOLO BASAHAN & SOLO PUTERI
A. Paes iasan dahi pada wajah pengantin wanita Surakarta adalah hal yang paling identik dari corak tata rias pengantin Jawa. Riasan di dahi atau biasa disebut paes adalah perlambang kecantikan dan simbol membuang perbuatan buruk. Selain itu, merupakan awal si pengantin menuju kedewasaan. Paes pengantin Solo Putri berwarna hitam dan terdiri dari 4 bentuk cengkorongan yaitu bentuk Gajahan, bentuk Pengapit, Penitis, dan Godeg.
R
Busana Pengantin Surakarta
53
Keempat bentuk cengkorongan tersebut masing-masing memiliki makna simbolis di dalamnya. Gajahan memiliki makna agar mampu menjadi manusia yang berilmu, pengapit memiliki makna agar mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, penitis memiliki makna agar dapat memilih yang tepat, sedangkan godeg memiliki makna agar dapat memiliki keturunan yang dapat melanjutkan ilmu dan kehidupan. Pada gaya busana pengantin Solo Puteri, pengantin wanita dihias dengan paes berwarna hitam pekat, yang melambangkan kesempurnaan. Alis dibentuk dengan mangot (bentuk yang indah) agar pengantin cantik seperti bidadari.
Gajahan
Pengapit Penitis
Alis mangot Godeg
54 Busana Pengantin Surakarta
Paes pengantin wanita Solo Puteri Sumber: dokumentasi pribadi
Gajahan
Penitis alis menjangan meranggah
Laler menclok
Penitis
55 Busana Pengantin Surakarta
Pengapit
Tata rias pengantin wanita Solo Puteri Sumber: dokumentasi pribadi
Pada busana pengantin Solo Basahan, riasan paes sama dengan gaya Solo Puteri, yang juga terdiri dari 4 cengkorongan yaitu gajahan, pengapit, penitis, dan godeg. Perbedaannya adalah paes berwarna hijau yang melambangkan agar selalu berpikir positif dan banyak ide. Riasan alis pada pegantin wanita Solo Basahan dirias dengan bentuk menjangan meranggah, yang memiliki makna keindahan dan agar selalu bersemangat serta ceria. Pada bagian tengah dahi diantara kedua alis terdapat laler menclok berbentuk wajik, yang memiliki makna yaitu ilmu harus berfokus pada kebenaran dan ketetapan hati.
56 Busana Pengantin Surakarta
B. Tata Rias alam riasan pengantin gaya Solo Basahan maupun Solo Puteri, pengantin wanita dan pria dirias dengan bedak berwarna kekuningan, agar memunculkan aura pengantin. Kemudian pengantin wanita dirias dengan eye shadow berwarna hijau atau cokelat yang melambangan kesuburan dam kemakmuran.
D
Busana Pengantin Surakarta
57
Dibagian pipi pengantin wanita, dirias dengan blush on merah merona dan lipstick merah agar pengantin terlihat cantik seperti bidadari. Beberapa anggapan menyatakan bahwa riasan pengantin jawa membuat si pengantin terlihat manglingi, namun yang membuat manglingi sebenanya adalah dari aura masing-masing pengantin, Bila ia merasa bahagia maka ia akan terlihat lebih cantik dan berbeda dari biasanya atau yang disebut manglingi.
58 Busana Pengantin Surakarta
Tahapan rias pengantin Solo Puteri Sumber: dokumentasi pribadi
5 A KSESOR IS PENGANT I N
SOLO BASAHAN & SOLO PUTERI
A. Aksesoris Pengantin Wanita ksesoris yang digunakan pengantin wanita baik dalam gaya busana Solo Basahan maupun Solo Puteri salah satunya adalah bros. Bros yang digunakan adalah bros susun 2 atau 3. Pada gaya busana Solo Basahan, bros dipasang pada bagian selendang udet, sedangkan pada gaya busana Solo Puteri bros dipasangkan pada bagian bef atau kutubaru.
A
Bros memang dijadikan sebagai perhiasan yang mendukung tata busana pengantin namun dalam busana pengantin Surakarta, bros pada busana pengantin wanita memiliki makna simbolis berupa pelindung dari bahaya yang tak terlihat.
Busana Pengantin Surakarta
61
Bros susun
62 Busana Pengantin Surakarta
Bros susun yang digunakan pengantin wanita Sumber: dokumentasi pribadi
Aksesoris lain yang digunakan pengantin wanita dalam busana Solo Basahan dan Solo Puteri adalah kalung, gelang, cincin, dan giwang yang biasanya berwarna keemasan atau silver, Kesemua akesoris tersebut melambangkan kekayaan dan kejayaan. Selain itu memiliki makna simbolis agar pengantin setelah berumahtangga dapat hidup berlimpah dengan kemakmuran dan kesejahteraan.
Busana Pengantin Surakarta
63
Kemewahan dan kemegahan busana pengantin gaya Surakarta semakin lengkap dengan adanya detail aksesoris berupa perhiasan ini.
Kalung
Cincin
Giwang
64
Aksesoris pengantin wanita Sumber: dokumentasi pribadi
Busana Pengantin Surakarta
Gelang
Sumping bunga melati
Bros
Kalung ronce melati
Kalung ulur
Busana Pengantin Surakarta
65
Aksesoris pengantin pria Sumber: dokumentasi pribadi
A. Aksesoris Pengantin Pria ksesoris yang digunakan pengantin pria lebih sederhana dibanding yang dikenakan pengantin wanita. Pengantin pria dalam busana pengantin Solo Basahan dan juga Solo Puteri memakai asksesoris yang sama diantaranya, sumping bunga melati, bros, kalung ulur, dan ronce bunga melati.
A
66 Busana Pengantin Surakarta
Pengantin pria mengenakan sumping bunga melati pada kedua telinga yang merupakan simbol kesucian hati. Aksesoris lain yang digunakan adalah kalung ulur dan kalung ronce melati. Kalung ulur ini berupa manik-manik atau untaian yang dikalungkan di leher memanjang sampai pinggang. Di tengah kalung (posisi dada) dihiasi motif batu permata. Kalung ini memiliki simbol kegagahan dan kewibawaan pria sebagai sosok suami. Sedangkan kalung ronce melati ini melambangkan ketulusan dan simbol kesetiaan suami kepada istri. Sementara pemaikaian bros pada busana pengantin memiliki makna berupa pelindung dari bahaya yang tak terduga.
Aksesoris pelengkap lainnnya yang digunakan oleh pengantin pria baik dalam gaya busana Solo Basahan maupun Solo Puteri adalah rangkaian bunga melati pada keris. Rangkaian bunga pada keris dinamakan bunga kolong keris, disebut juga bunga manggaran yaitu rangkaian bunga untuk kolong keris pengantin pria yang terbuat dari bunga melati.
Busana Pengantin Surakarta
67
Sementara pada rangkaian bunga gembyok keris terbuat dari 2 jenis bunga melati yang masih kuncup dan setengan mekar, bunga kantil, bunga aster dan bunga mawar merah. Terdapat juga bunga gombyok keris yaitu rangkaian melati yang dibuat dengan model usus ususan atau bawang sebungkul yang dipasang pada roncean kolong keris dan pada sambungannya biasanya diberi mawar merah. Rangkaian bunga pada keris bukan hanya sekedar hiasan, melainkan mengandung makna untuk mengingatkan orang agar jangan memiliki watak buruk, emosional, pemarah, egois, dan sewenang-wenang.
Bunga kolong keris
Bunga gembyok keris
68 Busana Pengantin Surakarta
Keris ladrang dengan ronce melati Sumber: dokumentasi pribadi
PENUTUP
Busana Pengantin Surakarta Saat Ini usana pengantin gaya Surakarta saat ini masih sering digunakan dalam acara pernikahan adat Surakarta, terutama busana pengantin Solo Puteri. Walaupun tata rias dan busana pengantin Surakarta sudah banyak diaplikasikan oleh para perias namun hanya para perias pengantin Jawa sesepuh yang mengetahui apa makna dan filosofi yang terkadung dalam tata rias dan busana pengantin Surakarta, bahkan perias pengantin Jawa yang sesepuh saat ini sudah jarang sekali ditemui. Hal tersebut menyebabkan para perias muda hanya dapat mengaplikasikan tata cara merias sesuai pakem tanpa mengetahui secara detail makna dibalik tata rias dan busananya.
B
Busana Pengantin Surakarta
71
Kondisi yang ada saat ini generasi muda cenderung kurang peduli dengan budaya tradisi. Banyak generasi muda saat ini yang terancam tercerabut dari akar budayanya sendiri dan akibat seringnya menyerap nilai-nilai budaya pop yang diserapnya melalui aneka media informasi. Maka dari itu, antusiasme terhadap tata rias pengantin tradisional mulai berkurang. Selain itu, saat ini banyak terjadi pergeseran tata rias dan busana pengantin dengan adanya tata rias dan busana pengantin modifikasi.
Modifikasi busana pengantin Surakarta saat ini semakin beragam, misalnya busana pengantin Solo Basahan dengan kain kampuh alas-alasan dengan warna yang beragam, tidak hanya warna hijau. Selain itu modifikasi busana pengantin Surakarta gaya Solo Puteri dihadirkan dengan kebaya lace atau beludru panjang dengan warna yang beragam seperti maroon, biru, dan merah. Modifikasi tak hanya muncul dari segi pakaian namun juga dalam tatarias wajah seperti perpaduan riasan eyeshadow dan lipstick yang semakin beragam. Modifikasi awalnya dilakukan dengan tujuan menciptakan keragaman nilai untuk penilaian dalam hal tata rias, namun pada dasarnya sebelum perias tersebut menciptakan modifikasi, perias tersebut harus memahami tata rias dan tata busana pakemnya terlebih dahulu. Kenyataan yang ada saat ini setelah terciptanya tata rias dan busana pengantin modifikasi banyak para perias melupakan pakem tata rias dan busana pengatin tradisional yang sesugguhnya. Oleh karena itu makna simbolis dibalik detail busana pengantin Surakarta harus diketahui oleh masyarakat untuk menjaga kelestariannya.
72 Busana Pengantin Surakarta
Penutup usana pengantin Surakarta merupakan karya budaya Jawa, dimana hal yang paling menonjol dari suatu kebudayaan Jawa adalah simbol atau lambanglambang. Hal ini dimungkinkan karena masyarakat Jawa pada masa lampau belum terbiasa berpikir abstrak, sehingga segala sesuatu diungkapkan melalui simbol yang lebih kongkret. Dalam hal ini, setelah mengetahui apa saja makna dibalik busana pengantin Surakarta, terdapat filosofi kehidupan yang begitu mendalam mengenai pedoman hidup yang harus ditanamkan dan diterapkan dalam kehidupan rumah tangga.
B
Busana Pengantin Surakarta
73
Melihat kondisi saat ini yaitu masyarakat yang cenderung tidak mengetahui makna dibalik busana pengantin Surakarta, maka perias pengantin Jawa juga memegang peranan penting dalam hal ini. Tidak hanya sekedar merias pengantinnya namun juga memberikan pengetahuan terhadap makna-mana dibalik busana pengantin Surakarta. Tugas perias pengantin bukan hanya merias saja namun juga memberikan wejangan kepada calon pengantin sebelum melangkahkan kaki ke kehidupan pernikahan dan juga menjaga calon pengantin dari pengaruh yang tidak baik menjelang hari pernikahan.
Selain itu masyarakat sebaiknya jangan hanya mengenal atau mengenakan busana pengantin Surakarta saja, namun sebaiknya perlu memahami makna filosofi yang terkandung di dalamnya. Hal ini disebabkan karena busana pengantin Surakarta ini sebagai warisan budaya yang patut kita jaga dan juga sebagai warisan turun-temurun bagi masyarakat Jawa yang dapat digunakan sebagai busana di hari pernikahan hingga kini dan nanti. Di zaman yang serba modern ini tradisi masyarakat memang selalu berubah, namun nilai-nilai budaya yang dianggap adiluhung patut dilestarikan, salah satunya busana pengantin Surakarta berikut nilai filosofi yang terkandung didalamnya.
74 Busana Pengantin Surakarta
Tentang Penulis Astri Wahyuni dilahirkan di Jakarta pada 3 November 1992. Wanita yang berasal dari Kota Magelang ini tinggal di Kota Jakarta sejak kecil, namun ia begitu mencintai kebudayaan asal daerahnya, Jawa. Minatnya adalah di dunia seni, sehingga pada akhirnya tahun 2011 ia memutuskan melanjutkan pendidikan di program studi Desain Komunikasi Visual pada Universitas Indraprasta PGRI Jakarta. Kecintaan akan budaya tradisi Indonesia semakin bertambah ketika ia berkarir sebagai jurnalis di salah satu media pernikahan Indonesia. Mengenal berbagai tradisi pernikahan di Indonesia mulai dari busana dan adat istiadatnya adalah suatu hal yang menarik baginya, terutama pada pengantin Surakarta yang memiliki gaya busana istimewa.
Busana Pengantin Surakarta
75
Dengan kemampuan Desain Komunikasi Visual yang ia memiliki, tergagas olehnya untuk membuat buku Busana Pengantin Surakarta. Ini merupakan buku pertama yang ia rancang, dengan harapan dapat menambah informasi, wawasan, serta menambah kecintaan terhadap warisan budaya Indonesia. Penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing yang telah membimbing dan memberikan masukan dalam perancangan buku ini, kepada narasumber yang membantu penulis melengkapi data, serta para model dan pengantin yang bersedia dipublikasikan ke dalam buku ini. Penulis memohon maaf bila dalam penyusunan buku ini masih belum sempurna, untuk itu kritik dan saran yang membangun perlu diberikan agar dapat lebih baik pada hasil cetakan berikutnya. Penulis berharap kedepannya akan banyak penelitian yang membahas mengenai makna busana pengantin Surakarta demi menambah data yang sudah ada.
76 Busana Pengantin Surakarta
Sumber Foto : Dokumen pribadi Model : Tia & Fadli - Pengantin Solo Basahan (10-17) Tika & Jaka - Pengantin Solo Putri (26) Eka - Pengantin wanita Solo Puteri (37) Cindy - Pengantin wanita Solo Puteri (45) Fanya - Pengantin wanita Solo Puteri (49) Ruri - Pengantin pria Solo Puteri (57)
Busana Pengantin Surakarta
77
Daftar Pustaka Harmoko. 1998. Indonesia Indah: Busana Tradisional. Jakarta: Yayasan Harapan Kita. Irawan, Bambang. 2015. Tata Upacara Adat Pernikahan Wayah Dalem Keraton Surakarta Hadiningrat. Surakarta: Sinergi Mediawisata. Kartika, Dharsono Sony. 2007. Estetika. Bandung: Rekayasa Sains. Prajikno, dkk. 1990. Arti Perlambang dan Fungsi Tata Rias Pengantin dalam Menanamkan Nilai-Nilai Budaya Daerah Jawa Tengah. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Santoso, Tien. 2010. Tata Rias & Busana Pengantin Seluruh Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
78 Busana Pengantin Surakarta
Saryoto, Nanik. 2012. Tata Rias Pengantin dan Adat Istiadat Pernikahan Surakarta Klasik: Solo Puteri. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Artikel Online Jati, Roko Patria. Awal Mula Solo (Surakarta). http://www.kompasiana.com/roko/ awal-mula-solo-surakarta, diakses pada 10 Juni 2015.
Busana Pengantin Surakarta
79