LOMBA
FO TO BERHADIAH PULUHAN
#006
JUTA RUPIAH
Juni 2011
Free!!!
Ganes Th
Bangkitn ya
si butaa
dar i g u hantu
asi puisi Komikalisko Damono
Hujan i n u J n Bula
jo Sapardi D
n Oleh: Ma
AH L I T S I K O G N i MENE l & Kompetis
stiva Anugerah, Fe
iN FrAme
Hujan... Saya yakin kita semua kerap mendengar sajak, nyanyian dan gambar yang merayakan hujan. Kesukaan kita pada proses air yang seolah jatuh dari langit dan menguapkan bau tanah basah itu lantas membuat kita jadi sentimentil, kalau kehujanan kepingin segera berada di rumah dan cukup memandangnya dari jendela namun kalau sedang berada di rumah rasanya ingin kembali bermain hujan-hujanan. Namun, kini masihkah kita sentimentil pada hujan saat ia turun tanpa iklim dan bayangan banjir yang menghantui? Comical Magz mengajak kita semua unt uk merenungkannya, sembari melihat komik-komik apa saja yang asyik dibaca sambil menunggu hujan reda.
DAFtAr isi COMICAL MAGZ #006-Juni 2011
seQueN Hujan Bulan Juni proFiL Ganes Th - Si Buta: Bangkitnya Si Buta dari Gua Hantu
cLosure Menengok Istilah:
Anugerah, Festival & Kompetisi
NumpANg LeWAt Seminar komik Ink Studios dan Palcomtech Japanesia Bedah Buku “Hidup Itu Indah� Hwarakadah!: A Tribute to Dwi Koen Br
persoNAL touch Comic Book Inking: Tools of The Trade
WALL post Jejak si buta dari gua hantu
short comic
Hujan Bulan Juni
Antara Bodoh dan Ngetren
reseNsi pAk rANger Halte Bis Rumpi
huNtiNg Antara Hak Kekayaan Intelektual dan Seni Tradisi Seri Komik Anti Korupsi #2: Kisah Kasus di Sekolah
8 18 16 22 23
30 32 10 14
26 29
iNsert Jam Strip @Pameran Seni Media Launching www.makko.co Indo Cos Gath One Day With Caravan Studio Workshop Kartun dan Karikatur Nongkrong Bareng Man
poJokAN Kumpul Komunitas dan Tnol; Menggagas Pembauran Komunitas
28 29
24
reDAksi PUBLISHER R.A. Heryani Wahyu Ningrum EDITOR IN CHIEF Beng Rahadian EDITORIAL TEAM Ahmad Ikhwanul Muslimin, Sigit Susigit, Tomas Soejakto ART AND CREATIVE Kebo Utomo, Echan CONTRIBUTORS Abah Kuskus Kusmayadi, Mansjur Daman, Hady Sumarna, Lulu Ratna, Gienardy Sanotsa, Erwin Prima Arya, Achmad Dwi Muntaha, Anna Rahmawati, Zeal Fachrudin, Choir DeCartoonist, Agung Supriyanto Widadi, Aconk & Novriyadi TNOL, Imansyah Lubis, Maulina Ratna Kustanti, Stevanus Edwin, Kiki Akbari. COVER Ardiansyaf & Apriyadi Kusbiantoro MARKETING & PROMOTION Errie Crything TEL: 0816 1831 384, e: comicalmagz@gmail.com ALAMAT REDAKSI Jl. Mampang Prapatan XVI no 28, Jakarta Selatan 12760, TEL: 021 9962 6056, e: red_comicalmagz@yahoo.com FACEBOOK: Comical Magz
Dicetak oleh percetakan
gajahjambon@yahoo.com
bagi kamu yang punya uneg-uneg, kritik, saran atau pingin curhat, silahkan kirim e-mail ke: red_comicalmagz@yahoo.com dengan judul: INBOX. Ditunggu, ya, suratnya..^^
Halo, Comical Magz yang makin cihuy dan asoy Gue punya usul nh. Gimana kalo para komikus ngelaunching komik2nya di sekolah juga, atau roadshow gitu. Atau bikin komik yang edukatif dan didistribusiin ke sekolah2. Soalnya gue liat masih banyak orang tua yang ngelarang komik untuk anaknya karna alasan bikin males belajar. Tengkyu atas ruang berkeluh kesahnya. Moga2 Comical Magz tetep oke dan jadi panutan dan curhatan gue didengar :-D Amy – Rawamangun Halo Amy Kami berasumsi bahwa beberapa studio dan LSM banyak yang menyasar sekolahan sebagai target pembacanya, seperti komik yang kami bahas di edisi ini yaitu komik Kisah Kasus di Sekolah terbitan KPK. Tapi kami pikir idemu menarik dengan roadshow itu, karena dengan begitu kita bisa menyadarkan anak2 sekolah, kalau komik juga bisa jadi sarana belajar kan, sip!
Salam Comical Magz Gw suka bnget komiknya Aji Prasetyo yang Hidup Itu Indah. Selain lucu & menggelitik, tapi juga cerdas! Denger2 ‘tuh komik ditarik dari Gramedia, ya? Emang bener? Kalo iya tanyain, dong? Padahal ‘tuh komik ‘high quality’’. Tengkyu. Salam komik, semoga komik Indonesia lainnya gak pada dicabutin kaya komik HII ^^ Lintang – Cibubur
iNBoX
Dearest Comicalmagz, Denger-denger rumor ada pengarang komik lokal yang didukung oleh salah satu penerbit buku besar di Indonesia telah mengadopsi style manga Jepang lalu mengganti identitas nama aslinya menjadi nama Jepang tersebut demi karyanya laku di pasaran. Apa itu benar? lalu gimana Comicalmagz menanggapinya? Cheers, Fransisca Retno-Joglo Dear Retno Setahu kami hal itu memang pernah terjadi, tapi itu dulu. Saat ini komikus Indonesia sudah percaya diri dengan menggunakan namanya sendiri atau nama pena yang tidak dimaksudkan untuk mengelabui pembaca seolah-olah komikus Jepang. Mengenai hal ini kami menanggapinya sebagai dari bagian proses pendewasaan para komikus tanah air. Tapi kalau saat ini masih nemu yang begitu, berarti yang bersangkutan sudah ketinggalan ”kereta” jauh sekali.
Salam, Lintang Ih denger dari siapa tuh? Hehehe... Kami sudah coba konfirmasi hal ini ke penerbit dan distributornya, memang betul sudah tidak masuk jaringan toko itu tanpa kesediaan memberikan alasan, tapi jangan kuatir karena masih ada toko lain yang menjualnya. Kami setuju sama kamu bahwa komik ini mewakili kebebasan ekspresi dan berpendapat (dengan tanggung jawab tentunya), ini juga pertanda bahwa sebagian bangsa kita masih alergi pada kritik :) Comical Magz #006
5
Abah Kuskus Kusmayadi kuskus_kusmayadi@yahoo.com
gAg cArtooN
6
Comical Magz #006
seQueN
j u Hn a l u B Ini
Di tengah iklim global yang kacau sekarang ini, barangkali hujan yang turun di bulan Juni, Juli, atau Agustus sekalipun tidaklah aneh. Beberapa tahun belakangan ini, hujan bisa turun kapan saja bahkan hampir sepanjang tahun. 8
Comical Magz #006
n ja I
tulah mengapa puisi Hujan Bulan Juni (Sapardi Djoko Damono) begitu dalam maknanya pada saat itu di mana hujan tidak turun di bulan Juni (per tengahan tahun). Ketika musim masih relatif teratur, hujan di pertengahan tahun adalah sebuah anomali. Biasanya, hujan turun di sekitar pergantian tahun. Desember dan Januari adalah puncaknya. O r a n g J aw a b i l a n g k a l a u Desember itu adalah gede ning sumber, maksudnya banyak sumber air (gitu kali ya?) Namun saat ini, hujan yang kerap diagungkan oleh para seniman ini, menyimpan ancaman petaka, ialah banjir yang juga terjadi di mana-mana (bukan hanya di kota besar yang tidak mampu menyerap air, tapi juga di pegunungan yang kini tergunduli). Alam sudah tidak ramah lagi kepada manusia. Memang ini ulah manusia yang terlebih dahulu tak ramah pada alam, sehingga rintik hujan yang semestinya indah itu kini bisa menjadi tangis bagi mereka yang harus mengungsi bahkan hingga �keluar dunia�. Benar-benar ironis, ya....
seQueN
Adalah kesempatan kita kini, untuk memaknai bahkan memelihara hujan agar tetap tabah, bijak dan arif seperti gambaran Sapardi Joko Damono dalam puisinya. Peliharalah hujan dengan cara menjaga dan menyayangi lingkungan. Sayangilah alam supaya alam juga menyayangi kita. Sehingga hujan tetap menjadi rahmat yang me nyuburkan sawah dan ladang, memberikan kehidupan bagi seluruh bumi, serta tetap menjadi inspirasi b a gi k i t a semua yang semestinya bers y u k u r b a hw a hujan masih turun di bulan ini ď Š Sigit Susigit & Beng Rahadian
Comical Magz #006
9
short comic Komikalisasi puisi Sapardi Djoko Damono
Hujan Bulan Juni
Oleh: Man
tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni
10
Comical Magz #006
short comic
dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu
Comical Magz #006
11
short comic tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu
12
Comical Magz #006
short comic tak ada yang lebih arif dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu
Comical Magz #006
13
short comic
Antara Bodoh & Ngetren
Hady Sumarna
14
Comical Magz #006
short comic
Comical Magz #006
15
cLosure Oleh: Lulu Ratna
Di Indonesia terdapat berbagai penghargaan di bidang seni populer, seperti AMI (Anugrah Musik Indonesia), FFI (Festival Film Indonesia) hingga dulu pernah diadakan juga Festival Konde 2007 (Komik Indonesia Terbaik Satu Dekade). Berbagai bentuk dan versi ajang penghargaan di berbagai bidang seni juga sudah banyak bermunculan.
H
al ini sah-sah saja karena penting untuk mengukur sebuah pencapaian prestasi serta menentukan tolak ukur yang dapat menggambarkan perkembangan mutakhir seni populer di Indonesia. Walau banyak ajang penghargaan di Indonesia, sayangnya banyak sekali terjadi kerancuan terhadap istilah ’Festival’, ’Kompetisi’ maupun ’Lomba’. Sesuatu yang penting untuk dibahas mengingat pencapaian seni sebenarnya tidak semudah penghargaan yang bersifat kuantitatif, misalnya seperti Artis Sinetron Terfavorit diberikan kepada artis sinetron yang meraih vote sms terbanyak dari pemirsa TV. Dalam tulisan ini, saya lebih banyak menggunakan contoh ajang penghargaan di bidang film, sesuai bidang kerja saya. Ambil saja contoh Academy Awards atau Piala Oscar yang pemenangnya sering menjadi acuan bagi kita menonton film. Terdapat ribuan anggota Academy yang mengisi balon berbagai kategori penghargaan film untuk kemudian dikirim ke penyelenggara Academy Awards. Ribuan balon ini lalu dihitung secara rahasia oleh auditor independen untuk menentukan pemenang Piala Oscar. Melalui sistem ini penghargaan 16
Comical Magz #006
MENENGO Anugerah, Festi Piala Oscar berusaha se-obyektif mungkin menentukan pemenangnya, karena menggunakan sistem suara terbanyak dari anggota Aca demy yang merupakan orangorang kompeten di bidang perfilman di Amerika. Sementara persyaratan filmnya adalah film baru (dirilis maksimal 1 tahun sebelumnya) dan harus beredar secara luas di bioskop Amerika. Sistem inilah yang coba ditiru oleh AMI. Lalu di Indonesia ada FFI, yang mengacu pada sistem seleksi oleh Komite Seleksi dan kemudian dinilai oleh Dewan Juri. Anggota kedua badan ini ditentukan oleh pihak penyelenggara FFI. Tentu sistem ini dapat menjadi sangat subyektif karena pemenang FFI akan sangat bergantung pada selera mereka
yang duduk di Komite Seleksi dan Dewan Juri FFI. Apalagi film yang diseleksi hanyalah film yang didaftarkan kepada penyelenggara FFI. Berbeda dengan JiFFest (Jakarta International Film Festival), yang misinya berawal dari terbukanya akses kepada film-film bermutu tingkat dunia yang tidak masuk ke jalur komersial di bioskop Indonesia dan diputar dalam ajang non-kompetisi. Sejak 2006 JiFFest memulai sebuah kompetisi bagi film Indonesia, selain tetap memutar program non-kompetisinya. Sebuah tim kurator ditunjuk oleh panitia JiFFest untuk menyeleksi 10-15 nominasi film terbaik yang diputar secara gratis kepada publik. Pemenangnya ditentukan oleh Dewan Juri yang beranggotakan 3
K ISTILAH val & Kompetisi orang dari luar Indonesia dengan latar berbagai profesi di bidang film. Melalui pemilihan juri dari luar Indonesia, JiFFest berusaha seobyektif mungkin menentukan peraih penghargaannya. Mengingat persyaratan untuk mengikuti ajang penghargaan JiFFest ini hanyalah film (baru) yang sudah beredar di bioskop Indonesia. Permasalahan mendaftar ataupun tidak mendaftar menjadi penting, mengingat pihak penyelenggara festival sebagai pihak pertama, tentu jadi punya hak atau bahkan seperangkat peraturan untuk menolak sebuah film mengikuti ajang kompetisinya melalui proses pendaftaran ini. Apalagi bila ajang penghargaan ini memakai nama ’Indonesia’, artinya festival itu berskala
nasional, bukan hanya tingkat lokal. Tentunya ajang ini menjadi acuan pencapaian yang maha penting dan mengharuskan adanya pendaftaran dapat mengurangi nilainya. Bahwa penghargaan ini diberikan kepada yang memang terbaik di skala nasional, harusnya tidak mempunyai batasan waktu pendaftaran, persyaratan membayar uang pendaftaran, dan seterusnya, kecuali misalnya persyaratan dasar seperti tahun produksi. Berbeda bila pihak penyelenggara menggunakan kata ’Lomba’ pada unsur namanya. Kata ’Lomba’ secara jelas menyiratkan unsur kompetisi untuk meraih penghargaan (dan hadiah). Artinya pihak pertama berhak menentukan berbagai persyaratan kepada pihak kedua (peserta lomba)
untuk mengikutsertakan karya atau bahkan membuat karya baru (sesuai tema lomba, misalnya). Sebuah festival berskala nasional, haruslah bergerak atas dasar kebutuhan akan adanya sebuah tolak ukur prestasi pada kurun waktu tertentu. Misalnya Festival Konde (Festival Komik Indonesia Terbaik Satu Dekade) dimana saya cukup beruntung menjadi saksi perjalanan festival ini tahap demi tahap. Tim kurator yang ditunjuk oleh penyelenggara festival menyeleksi komik Indonesia terbaik yang pernah diterbitkan dalam satu dekade (1997-2007). Hal ini tidak mudah karena komik yang diterbitkan secara independen (fotokopian atau cetak terbatas) hingga secara online juga diikutsertakan, sehingga tim kurator harus bergerilya untuk mendapatkan berbagai komik ini. Hasilnya lalu dipamerkan kepada publik di Pasar Seni Ancol, lengkap dengan taman bacaan komik, diskusi, bazaar komunitas komik dan kegiatan menggambar bersama. Kemudian tim kurator memilih pemenang berdasarkan 10 kriteria, seperti gambar dan cerita terbaik. Pemberian penghargaan Kosasih Award kepada pemenang kemudian dilakukan pada Pameran Konde di Bentara Budaya Jakarta. Pada pameran ini terbit buku katalog yang berisi pengantar tim kurator, profil komik terpilih, daftar pemenang, hingga foto dokumentasi Festival Konde. Katalog ini menjadi semacam pertanggungjawaban penyelenggara festival kepada publik. Kata ’Festival’ sendiri artinya kegiatan yang bersifat merayakan, bagaikan sebuah pesta besar yang keuntungannya dapat dirasakan bersama bagi semua pihak yang terlibat, bersifat kompetisi maupun tidak. Contoh festival non-kompetisi adalah Java Jazz Festival. Inilah saat semua penggemar jazz berkumpul, ada yang bermain jazz, ada yang menonton, ada pertemuan-pertemuan antar sesama pencinta jazz, semuanya hadir untuk ’berpesta’ jazz bersama. Dan dengan harapharap cemas saya menunggu Festival Komik sekelas Konde agar dapat berpesta komik bersama lagi Comical Magz #006
17
Ganes Th & Si Buta
Postur tegap, berbalutkan baju kulit ular dan tongkat dari batu sebagai senjata utama. Bersama seekor monyet yang setia menemani, pemuda ini malang melintang di dunia persilatan sambil menjelajahi nusantara meski kedua matanya buta. Dialah Barda Mandrawata, alias Si Buta dari Gua Hantu , salah satu tokoh komik Indonesia yang paling populer ciptaan (alm) Ganes Thiar Santoso, atau yang lebih dikenal sebagai Ganes Th.
G
anes Th adalah salah satu maestro komik silat Indonesia di zamannya. Pengaruh Ganes bagi industri komik Indonesia sangat besar. Ketika pasar komik (pertengahan 60-an) masih didominasi oleh komik-komik roman, Ganes membuat gebrakan dengan menciptakan cerita silat melalui tokoh Si Buta dan langsung menjadi hits. Popularitas Si Buta makin menanjak sejalan lesunya pasar komik dan situasi represif (zaman orde lama) yang menganggap sesuatu yang melow dan berbau kebarat-baratan adalah ‘musuh’. Disamping pada saat itu publik merindukan sosok pahlawan. Kesuksesan Ganes disusul kemudian dengan cerita silat lainnya. Sebut saja Si Djampang Jago Betawi dan quadrologi Tuan Tanah Kedawung (Tuan Tanah Kedawung, Tjisadane, Nilam dan Kesumah, Krakatau) 18
Comical Magz #006
Bangkit si buta dari yang juga menjadi masterpiecenya. Selain goresannya yang kuat dan ekspresif, Ganes juga menghadirkan sudut pandang yang filmis pada komiknya. Hal ini tak lepas dari kebiasannya menonton sejak remaja. Bahkan Ganes remaja yang sempat berjualan kacang rebus di kawasan Pecinan Glodok, kerap “mampir” ke bioskop sambil menjajakan dagangannya. Ganes berhenti ngomik sejak tahun 91’ dan lebih sering membuat ilustrasi untuk majalah. Kemudian pada 92’ ia terlibat dalam penulisan naskah sinetron yang diangkat dari komiknya, Si Buta dari Gua Hantu dan Reo Manusia Serigala hingga kepergiannya untuk selamanya pada 95’. Boleh dibilang nasib Si Buta hingga kini masih mengambang. Ia tetap dibiarkan hidup oleh penciptanya tanpa ending yang pasti. Masih terdampar di luasnya rimba nusantara dan entah berakhir di mana
proFiL
a dari Gua Hantu
gua hantu
Ganes Th
Gandhi Prabowo
tnya
KOMIKOGRAFI
perjalanannya. Kini, ‘masa depan’ Si Buta berada di tangan Gienardy Santosa (Gien) anak dari Ganes Th yang sekarang memegang hak waris Si Buta. Beberapa karya Ganes diterbitkan ulang, dan gerakan regenerasi pun perlahan namun pasti dijalankan untuk tetap menghidupkan karakter Si Buta. Berawal dari pameran komik jadul yang diadakan oleh Pengki (Pengumpul Komik Indonesia) di British Council pada Februari 2004, timbul semangat untuk menghidupkan komik -komik lama pada diri Gien dan teman-teman penggemar komik. Apa yang memotivasi ia dan kawan-kawan pecinta komik menghidupkan kembali komik-komik lama lewat penerbitan ulang melalui Penerbit Pluz+ yang dikelolanya? Dan apa tanggapannya mengenai regenerasi komik?
JUDUL-JUDUL KOMIK SI BUTA DARI GUA HANTU - Sibuta Dari Gua Hantu, 1967 (difilmkan dengan judul yg sama) - Misteri di Borobudur, 1967 (difilmkan dengan judul yg sama) - Banjir Darah di Pantai Sanur, 1968 - Manusia Serigala dari Gunung Tambora, 1969 - Prahara di Bukit Tandus, 1969 (ini cerita terpisah/lepas, lokasi di Cadas Pangeran - Jawa Barat) - Badai Teluk Bone, 1972 (difilm kan dengan judul “Lembah Maut”) - Sorga yang Hilang, 1974 (di filmkan dengan judul yg sama dan sequel kedua nya berjudul “Duel di Kawah Bromo”) - Prahara di Donggala, 1975 - Perjalanan ke Neraka, 1976 - Si Buta Kontra Si Buta, 1978 - Kabut Tinombala, 1978 - Tragedi Larantuka, 1979 - Pengantin Kelana, 1981 - Misteri Air Mata Duyung, 1984 - Neraka Perut Bumi, 1986 (difilmkan dengan judul yang sama) - Bangkitnya Si Mata Malaikat, 1987 (diadaptasi menjadi film layar lebar tahun 1988) - Pamungkas Asmara, 1987 (sequel dari “Bangkitnya Si Mata Malaikat”) - Iblis Pulau Rakata, 1988 - Manusia Kelelawar dari Karang Hantu, 1988 - Mawar Berbisa, 1989 JUDUL KOMIK SELAIN SI BUTA DARI GUA HANTU - Kunjungan di Tengah Malam, 1967 - Djampang Jago Betawi - Pendekar Selebor - Pengantin Kelana - Api di Langit Kulon, (sequel “Pendekar Selebor”) - Zomba - Taufan - Cobra - Petualang - Tjisadane, 1968-1969 (diadaptasi menjadi film layar lebar berjudul sama tahun 1971) - Krakatau, 1970 - Tuan Tanah Kedawung, 1970 menjadi film layar lebar tahun 1972 - Nilam dan Kesumah, 1970 - Masih banyak lainnya... Comical Magz #006
19
Ngobrol Bareng Gienardi Santosa atau halaman komik yang kurang baik , akan lebih memerlukan proses lebih lama. Sebelumnya, tentu kita harus sowan/minta ijin dari pemegang hak cipta komik yang akan dicetak ulang tersebut, apakah bersedia atau keberatan (komik nya dicetak ulang).
Bagaimana dengan pencetakan komik remaster? Apakah sama dengan komik baru?
Belajar dari pengalaman yg sudah-sudah, rata-rata kita cetak 1.000 eksemplar dengan target maksimal 1 tahun habis. Apalagi untuk komik remastering kita belum berani cetak lebih dari itu. Saat ini yang istilahnya kita main safe, ya segitu dulu. Kita bisa prediksi angka penjualan setiap bulannya. Bila permintaan terus naik, ya langsung naik cetak lagi. Tapi kalau untuk komik Si Buta, saat itu kita cetak 3.000 eksemplar, karena pemikiran
Gienardy di antara komik-komik silat terjemahan di toko Pluz+.
Bagaimana awal mula menerbitkan komik-komik lama?
Mulanya 2004 pertengahan. Diprakarsai oleh teman-teman di komikindonesia.com (Iwan Gunawan, Surjorimba Suroto, Andy Wijaya, Syamsudin) yang kembali mengaktifkan perburuan komik-komik lama. Disamping itu mulai didengungkan usaha m e remastering k o m i k l a m a untuk kemudian bisa dicetak ulang sebagai salah satu bentuk pelestarian komik Indonesia.
Komik remaster yang pertama kali cetak ulang?
Awalnya Si Buta dan Gundala. Pertimbangannya karena kita menganggap kedua tokoh itu adalah ikon pada tahun 70-an. Si Buta mewakili komik silat, diterbitkan ulang oleh Pustaka Satria Sejati. Dan Gudala mewakili komik superhero, diterbitkan oleh PT Bumi Langit (pemegang hak cipta Gundala) dan mulai diterbitkan berturut-urut sejak awal 2005. Tanggapan masyarakat/ pembaca cukup bagus dan banyak dari media yang meliput.
Apa hambatan dalam membuat komik remaster?
Proses pengerjaannya memakan waktu cukup lama. Umpama, jika standarnya satu hari bisa 5 sampai 8 halaman, kalau satu bulan baru 240 halaman. Belum lagi kondisi naskah asli 20
Comical Magz #006
Serial Si Buta yang kedua.
saya dan teman-teman, tokoh Si Buta ini cukup terkenal. Masak, sih, nggak ada 3.000 orang pembaca komik (Si Buta) yang dulu pernah baca, sekarang nggak baca lagi ? Tapi setelah dimulai sejak 2005 sampai sekarang, kesimpulannya adalah sirkulasi untuk komik masih lambat. Kalau bicara proďŹ t sih pasti ada, karena setiap buku
yang terjual menghasilkan proďŹ t. Tapi kalau dihitung-hitung (karena sirkulasi masih lambat), kadang sudah tidak sesuai dengan biaya produksi yang harus beres dalam tempo maksimal 2 bulan. Di dunia penerbitan ada sebutan 3-1 ; 4-1, yang artinya kita mempersiapkan biaya keluar 3-4 judul, dan 1 judul pendapatan masuk. Tapi kita juga jangan terjebak dengan eforia booming komik masa lalu.
Ada rencana Si Buta di-regenerasikan kepada komikus zaman sekarang?
Ide itu sebetulnya pernah tercetus 2-3 tahun lalu. Kita melihat dari industri komik luar, seperti Superman dan Batman. Regenerasinya ada dan nggak harus orang Amerika yang buat. Kalau untuk gambar (Si Buta), toh sudah ada pakemnya. Profilnya seperti ini, bajunya kulit ular, pakai tongkat. Tinggal pengembangan saja untuk para komikus baru. Regenerasi perlu, kalau kita mau karya ini abadi.
Sudah ada komikus yang membuat Si Buta hasil regenerasi?
Ini kita lagi rintis melalui terbitan Si Buta yang judulnya Manusia Serigala dari Gunung Tambora. Di back cover ada pin-up buatan dua komikus yang menurut saya cukup mumpuni dibidangnya dan punya ciri khas: Apri (Apriyadi Kusbiantoro) dan Ardiansyaf (Ardiansyah Ersyaf). Menurut saya, ketokohan Si Buta dari Gua Hantu ini bukan hanya milik Ganes Th sebagai kreatornya dan ahli warisnya saja, meski sudah terdaftar di hak cipta dan paten RI. Tapi lebih luasnya adalah milik masyarakat Indonesia, khususnya penggemar komik lokal.
Apa pendapat Anda mengenai gap generation antara pembaca komik sekarang dengan komik-komik lama?
Gap pasti ada. Karena pembaca muda yang kelasnya remaja terlanjur akrab dengan buku-buku yang sudah merajai pasar seperti komik Jepang, Eropa atau Amerika. Mereka bisa begitu karena ketika datang ke toko buku, komik kita
proFiL
Wawasan Nusantara Pada Komik Ganes
S
Si Buta dari Gua Hantu cetakan pertama.
nggak ada atau kalah banyak dari komik-komik luar tersebut. Sedangkan misi-visinya saya bersama teman-teman di Pluz+ ialah untuk melestarikan komikkomik lokal dan menerbitkannya. Baik itu komik yang dulu pernah top a t a u p u n k o m i k b a r u yang dianggap berbobot dan memuaskan penggemarnya. Selain sebagai sarana nostalgia, minimal kita berupaya menggeliatkan kembali denyut komik lokal yang pernah dianggap mati suri. Tapi perlu diingat, untuk mewujudk annya merupak an tanggung jawab bersama dan perlu partisipasi nyata dari semua pihak. Selain penerbit, komponen lainnya yang tak kalah pentingnya adalah penggemar yang selalu mensuppor t secara militan. Pembaca kita saat ini berbeda dengan pembaca (zaman) dulu, pembaca zaman sekarang lebih selektif memilih. Kalau saya pribadi obsesinya sih, ke komik-komik bernuansa klasik. Seperti komik wayang, silat, sejarah atau legenda. Kenapa nggak yang fantasi/futuristik/non klasik? Saingannya banyak dan kita masih belum mampu menyaingi komik-komik luar tersebut saat ini. Banyak konsumen Pluz+ (dari luar negeri) membeli komik lokal klasik untuk dibawa ke negaranya
i Buta dari Gua Hantu, terkenal doyan “jalan-jalan”. Jagoan Banten ini, setidaknya telah melanglang buana ke penjuru nusantara seperti :Banten & Priangan (Jawa Barat), Borobudur (Jawa Tengah), Sanur (Bali), Sumbawa (Nusa Tenggara Barat), Donggala (Sulawesi Tengah), Flores (Nusa Tenggara Timur) hingga ke pedalaman Kalimantan. Lukisan Ganes Th bersama karakter ciptaannya. Kemampuan Ganes menampilkan wawasan nusantara ke dalam karyanya tak lepas dari kekayaan referensi yang ia miliki. Diceritakan oleh Gien, Ganes memiliki setengah lemari buku yang berisi buku-buku referensi tentang adat istiadat dan kebudayaan Indonesia. Sehingga selain “singgah”, Ganes juga menampilkan beragam budaya lokal dari daerah yang ditampilkannya, mulai dari dialek, pakaian, atau senjata. Kekayaan lokal juga sangat kental pada karya Tuan Tanah Kedawung dan Si Djampang, yang berlokasi di seputaran Banten dan notabene masih kental budaya Betawinya. Bahkan tokoh Si Djampang --tokoh mitos Betawi yang juga dikomikkan oleh beberapa komikus lain- versinya Ganes, adalah versi Si Djampang yang paling medok Betawinya dan paling disukai para pembaca. Bukan dari gaya bahasa saja, melainkan dari penggambarannya sebagai centeng berbadan besar dengan kumis melintang dan dada berbulu. foto: Comical Magz teks: Ahmad I.M
sebagai cinderamata. Kalau gaya gambarnya sama atau mirip dengan gaya mereka, untuk apa mereka beli, di negaranya saja bejibun. Kompetitor lainnya adalah keseharian kita di abad teknologi canggih saat ini tidak lepas dari alat-alat atau gadget terbaru. Dunia hanya sejangkauan tangan, jadi komik tersebut harus bisa menyamai bahkan melampaui zamannya. Seperti komik Flash Gordon, bisa laku keras karena menawarkan suatu lompatan mimpi saat itu. Lihat silm-film James Bond, perangkat yg digunakan melampaui teknologi saat ini.
Sekarang, ada komik baru genre fantasi. Gambar motornya saja masih kalah bagus dengan motor sport, dan tidak menawarkan mimpi kecanggihan. Berbeda dengan yang saya alami dulu, tahun 70-an, ketika membaca Gundala ,Godam dan sebagainya. Tapi berbeda kalau klasik. Selain tidak ada expirednya, di dalamnya ada gambar panorama perkampungan, gunung, sawah. Itu ‘kan sesuatu yang nggak merek a lihat setiap hari, setiap minggu buat masyarakat metropolitan. Hal-hal yang istilahnya nggak biasa, lepas dari keseharian mereka. Comical Magz #006
21
NumpANg LeWAt
Peserta seminar ketika sedang ngomik.
Begitulah judul buku yang ditulis oleh Aji Prasetyo. Terkesan simpel namun memiliki makna yang dalam. Pada Jumat, 29 April 2011 pukul 19.00, Aji Prasetyo hadir dalam acara bedah bukunya bersama budayawan Malang dan dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya, Agus Sunyoto.
B
edah buku yang diselenggarakan di Ruang Sidang Gedung Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya ini merupakan rangkaian acara “Parade Budaya 2011”, yang diadakan oleh BEM Fakultas Ilmu Budaya. Acara juga diisi dengan diskusi yang dimoderatori oleh Pak Taufan, dosen Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya. Aji mengaku, semula hanya iseng mem-posting sebuah karikatur di blognya. Karikatur itu sendiri merupakan luapan kejengkelannya terhadap realita yang tengah terjadi dalam masyarakat Indonesia. Hasil karyanya pun mendapat 22
Comical Magz #006
Seminar Komik I
NK Studios berkesempatan menjadi pembicara di Seminar komik yang bertemakan PENDIDIKAN. Acara yang bertajuk “Ngobrol Komik” berlangsung di Aula lt. 4 gedung Palcomtech selama satu jam. Seminar yang diikuti sekitar 80 orang ini meliputi kalangan pelajar, mahasiswa dan umum. Seminar berisikan berbagi tips membuat komik. Juga diisi dengan diskusi, sharing cerita tentang komik-komik lokal dan komikkomik luar, serta teknik-teknik dasar membuat komik. Mulai dari genre,
pembuatan karakter hingga proses pengerjaan. Selain seminar komik, berlangsung juga lomba komik yang berhadiahkan pen tablet. Event ini bertujuan sebagai langkah awal menyambut pergerakan komik-komik lokal dan khususnya untuk para penikmat dan pembuat komik di kota Palembang. Serta diharapkan dalam masa-masa kedepannya dapat menghasilkan karya yang bisa dinikmati dan dapat menyelenggarakan event-event lainnya. MAJU TERUS KOMIK INDONESIA Salam INK Studios. Hady Sumarna
foto: dok. Palcomtech
Ink Studios Bareng Palcomtech Palembang
“Hidup Itu Indah!” Aji Prasetyo (tengah) dalam sesi bedah buku.
sambutan hingga ia dilamar oleh sebuah penerbit Masalah yang diangkat beragam, mulai masalah sosial, budaya, politik hingga kekerasan yang mengatasnamakan agama. Kritikan tersebut disajikan dalam bentuk komik yang jenaka sehingga menarik perhatian masyarakat dan lebih mudah dipahami. Dalam diskusi ini, muncul pertanyaan dari peserta yang cukup menggelitik, “Mengapa buku ini berjudul Hidup Itu Indah ? Padahal dalam buku ini banyak sekali diungkapkan hal – hal yang menjadi masalah yang justru tidak indah“.
kalau kamu punya liputan acara/kegiatan seputar komik atau seni visual naratif dan ingin ditampilkan di Comical Magz, kirim liputanmu ke: red_comicalmagz@yahoo.com dengan judul: Numpang Lewat
Menurut Aji, judul itu digunakan agar kita masih bersyukur dengan mengatakan “Hidup Itu Indah”, setelah mengetahui berbagai macam masalah yang hadir dalam masyarakat kita saat ini. Kritikan yang ditulis Aji merupakan wujud kepeduliannya terhadap realita masyarakat Indonesia. Jika ditelaah lebih dalam, ada banyak pelajaran yang dapat diambil. Hal ini dapat menjadi sarana meningkatkan kesadaran masyarakat menuju Indonesia yang lebih baik di masa mendatang. Beberapa gambar dalam buku tersebut juga ditampilkan dalam pameran karikatur selama “Parade Budaya 2011” sejak tanggal 29 April – 1 Mei 2011. Anna Rahmawati
foto: Zeal Fachrudin
Pada akhir April 2011 kemarin, tepatnya tanggal 30 April 2011, untuk pertama kalinya INK Studios diikutsertakan dalam Seminar dan Diskusi Komik, bekerja sama dengan PALCOMTECH Palembang dalam acara “J-Fun Attack Palcomtech; Seminar Pembuatan Komik”.
D
iselenggarakan di Lobi Kompas Gramedia, Jl. Palmerah Selatan, Jakarta Barat. Berlangsung selama tiga hari 13-15 Mei 2011, pameran menampilkan komik strip Panji Koming dan karikatur wajah Dwi Koen. Ide pameran bermula ketika Pak Deka (sapaan akrab Dwi Koen)
NumpANg LeWAt
Hwarakadah! A Tribute to Dwi Koen Br:
Pameran 3 Dekade Komik Strip Panji Koming mengutarakan keinginannya berkumpul bersama anak-anak Pakarti di hari ulang tahunnya. Akhirnya, dengan kerjasama Kompas dan seluruh keluarga Dwi Koen, Pakarti pun membuat pameran komik strip Panji Koming yang sudah 32 tahun menemani pembaca Kompas Minggu sebagai tema acara. Disamping me-
Tokoh-tokoh Komik Strip Panji Koming “menyambut” para hadirin di pintu masuk pameran.
ngundang para kartunis untuk berkontribusi dengan membuat karikatur wajah Dwi Koen. Dari 58 komik strip yang dipamerkan, menampilkan metamorfosis Panji Koming dan dikelompokkan ke dalam 3 dekade: dekade represi, dekade transisi dan dekade depresi. Sedangkan karikatur berjumlah 103 karya yang dibuat oleh 83 kartunis dari seluruh Indonesia. Tu j u a n m e n g a j a k p a r a kartunis untuk berkontribusi, dijelaskan oleh Yan Praba, ketua
Pakarti wilayah Jakarta, “Kita mau menyebarkan virus kartun sebanyakbanyaknya kepada generasi muda. Biar nggak putus nanti, generasi kartunis-kartunis”. Senada dengan itu, diselenggarakan workshop kartun dan karikatur bersama Jitet Koestana dan Toni Malakian, Sabtu (14/5) jam 4 sore di tempat pameran berlangsung. Menanggapi pameran ini, Dwi Koen mengaku sangat bahagia, karena akhirnya Panji Koming bisa tampil secara utuh dalam pameran tunggal. Ia juga menyampaikan harapannya untuk dunia kartun dan komik Indonesia supaya lebih bagus, maju dan yang terpenting jangan berhenti berkarya. Terus berkarya selama 32 tahun bukanlah hal mudah. Karena butuh konsistensi dan kesetian pada profesi. Selamat ulang tahun, mbah. Semoga semangatnya dapat diteruskan oleh generasi berikutnya. Salam Hwarakadah! Ahmad IM
foto: dok. Comical Magz
“Umur Boleh Bertambah, Tapi Berkaryalah Seumurumur”. Kira-kira itulah kalimat yang tepat untuk menggambarkan perjalanan Dwi Koendoro Brotoatmojo, atau yang lebih dikenal sebagai Dwi Koen. Memperingati ulang tahunnya yang ke-70, diselenggarakan pameran tunggal bertajuk “Hwarakadah! A Tribute to Dwi Koen Br” yang digagas oleh Persatuan Kartunis Indonesia (Pakarti).
Sebelum pameran resmi dibuka. Comical Magz #006
23
poJokAN
kumpul komun itas & tnol:
menggagas pembauran komun itas
“Komunitas”. Mungkin kesan yang ditangkap ketika mendengar kata tersebut adalah sekumpulan orang dari minat atau hobi yang sama, kemudian melakukan kegiatan yang difoksukan kepada para anggotanya sehingga terdengar eksklusif.
t
api tidak halnya dengan kegiatan yang diselenggarakan oleh portal komunitas TNOL di Villa Mira, Jl. Puncak, Cisarua, Bogor pada Sabtu dan Minggu, 7-8 Mei 2011. Acara yang dinamakan “Temu TNOL dan Komunitas” dihadiri oleh 28 komunitas yang tersebar di wilayah Jabodetabek. Kumpul komunitas yang sudah kali keempat digelar, mengumpulkan komunitas-komunitas yang telah hadir pada tiga pertemuan sebelumnya. Beragam komunitas dari ranah yang berbeda berkumpul, mulai komunitas pecinta motor, sepeda, sejarah, sastra, menulis, membaca, komik, hingga penggemar gadget dan fans grup musik Soneta tumpah ruah menjadi satu. Seakan melupakan kalau tiap komunitas bergerak dan punya dunianya sendiri-sendiri. Selain perkenalan komunitas, acara diisi juga dengan games, pertunjukan musik, tukar kado antar 24
Comical Magz #006
komunitas, diskusi hingga pembagian door prize prize. Sedangkan pada Minggu siang digelar dua diskusi dengan tema “TNOL Sebagai Bagian Komunitas dan Komunitas Bagian dari TNOL” dan “Menjadi Komunitas yang Eksis dan Beretika”. Sesi diskusi membahas antara lain bagaimana sebuah komunitas, selain bermanfaat bagi anggota komunitasnya juga bermanfaat bagi masyarakat. Meski begitu, dalam dua sesi diskusi tersebut tidak dibahas terlalu mendalam tentang komunitas. Baik peran dan kontribusi masyarakat terhadap anggota maupun masyarakat, serta bagaimana menjadi komunitas yang ngeksis dan beretika. Mengingat banyaknya peserta dan waktu yang terbatas, jadi agak sulit untuk bisa fokus. Namun di luar itu, banyak manfaat yang didapat. Selain menambah relasi antar komunitas, tiap komunitas juga berbagi pengalaman
poJokAN
Sesi diskusi dan perkenalan masing-masing komunitas.
tnol: lahir dari kegelisahan
dan wawasan yang dimilikinya. Sehingga selain saling mengenal, ada juga momen untuk saling belajar. Akhirnya, setelah acara selesai suasana keakraban masih terasa. Bukan hanya bertukar kontak, tiap komunitas juga bertukar iinformasi dan kegiatan komunitas, bahkan ada yang sudah janjian untuk melakukan kegiatan bersama. Menjadi ekslusif dengan komunitas? Nggak jaman lagi. Sekarang saatnya komunitas “jalan bareng�.
Cikal-bakal berdirinya TNOL berkaitan dengan sebuah koran sekolah di SMAN 3, Setiabudi, Jakarta, yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1981. Koran itu bernama TULIP – kependekan dari Tulisan Ilmiah Pelajar. Sayangnya, koran tersebut hanya bertahan 5 tahun, karena koran itu dibiayai secara independen, bukan dari subsidi sekolah. Dua puluh delapan tahun kemudian, penggagas Koran TULIP bermaksud menghidupkannya kembali dalam bentuk media online. Maka kemudian terbentuklah TNOL (Tulip News Online). Namun pada perkembangan selanjutnya, TNOL ditetapkan sebagai nama brand yang berdiri sendiri, bukan lagi kependekan dari Tulip News Online. Berangkat dari semangat berkumpul dan kegelisahan para anggotanya yang juga anggota komunitas (Ikatan Alumni SMAN 3 Angkatan ’83), TNOL sengaja dibentuk untuk menghimpun, merangkul dan mengajak komunitas untuk saling berinteraksi. Namun bukan hanya mengumpulkan, TNOL sebenarnya bermaksud mengajak komunitas untuk secara nyata memberikan sumbangsih kepada masyarakat melalui program-program yang dimilikinya, salah satunya melalui program TNOL peduli. Secara berkala, TNOL telah mengadakan bakti sosial beberapa kali dengan partisipasi para komunitas. Diantaranya bakti sosial berupa pengobatan gratis untuk korban gempa di Pangalengan, Jawa Barat, sunatan masal, hingga santunan yatim-piatu dan anak jalanan. Meski begitu, TNOL mengaku mereka tetap memiliki keterbatasan dan tidak bisa berjalan sendiri, karena posisi TNOL disini hanyalah sebagai mediator bagi komunitas. Yang terpenting adalah peran dan andil dari komunitas. TNOL juga sangat terbuka atas masukan dan kegiatan-kegiatan dari para komunitas. Hingga saat ini, sudah lebih 300-an komunitas yang join di TNOL. Nah, kalau mau tahu tentang TNOL lebih lanjut, berkunjunglah ke: www.tnol.co.id
Comical Magz #006
25
resensi pak ranger
HALTE B IS
RU MPI
si yang sempat Saya termasuk genera mpi, sebuah Ru g on Len menikmati acara ayangkan dit nah per program komedi yang n televisi siu sta u sat ah sal di r secara regula ggagas pen u sat ah sal , swasta. Harry De Fretes kunci di balik oh tok n aka rup me ut, acara terseb i ini. Eh, penonton… komik Halte Bis Rump pi sih ni komik? Nyok sebenernye, seberape rum k! kita liat same-same nyo
K
omik trilogi Halte Bis Rumpi ini membingkai peristiwa-peristiwa keseharian masyarakat urban yang terjadi pada sebuah halte bis di Jakarta. Seluruh peristiwa berpusat pada tempat tersebut, dari pagi hingga malam. Tokoh utamanya, Boim dan Bang Somad merupakan pedagang asongan yang biasa mangkal di halte tersebut. Interaksi mereka dengan orang-orang yang datang dan pergi seiring dengan bergulirnya hari memiliki potensi naratif yang menarik untuk dituturkan lebih jauh… dan ini diawali dengan datangnya Rohaya, seorang gadis remaja lugu dari Tambun. Ia mencari teman sekampungnya, Mumun, yang mengadu nasib di Jakarta. Kisah mulai bergulir… Tiga halaman adegan pembuka jilid pertama terasa amat… lenong. Harry De Fretes selaku penulis cerita memperlakukan halte tersebut seolah-olah panggung lenong. Sebenarnya tidak terlalu masalah, apalagi bagi mereka yang menggemari – minimal, 26
Comical Magz #006
pernah melihat – lenong. Namun, bagi mereka yang tidak akrab dengan jenis komedi rakyat ini, adegan pembuka ini akan terasa seperti kelucuan yang dipaksakan. Selain yang disebutkan di atas, tokoh-tokoh yang ‘numpang lewat’ dan berinteraksi dengan Boim dan Bang Somad cukup variatif. Dialog menggunakan dialek dan bahasa daerah masing-masing terasa wajar dan apa adanya. Memang begitulah percakapan sehari-hari. Interaksi yang dibangun antar tokoh pun terasa mengalir dengan lancar. Banyak pesan sosial positif yang tersurat dan tersirat dalam komik ini. Selain fenomena urbanisasi, ada pesan berupa kampanye anti human trafficking dan kampanye penggunaan transportasi publik (terutama bus way). Selain itu, beberapa pesan subliminal seperti himbauan agar para remaja (daerah) tidak memilih jalan instan untuk menjadi selebiritis, perilaku hedonis dan materialistis pelajar sekolah menengah, hingga gaya seling-
: Harry De Fretes Kreator Ilustrator : Redi Priyo : M. Tauhid Editor : Dian Andiani k leta a Tat : Feliz Books, 2010 Penerbit pages/BOIM: http://www.facebook.com/ Web 54 713 282 463 507 Komik/1 kuh kaum mapan. Tentunya hal ini harus kita hargai, bahwa ternyata masih ada komik ‘membumi’ yang memikirkan orang lain selain asyik dengan dirinya sendiri. Namun demikian, komik ini bukan tanpa cacat… bahkan beberapa di antaranya menurut saya fatal. Secara pribadi, saya selalu menyukai gaya gambar ‘bersih’. Ilustrasi Redi Priyo yang mengingatkan saya akan goresan Meol’s Mulyana, Bambang Oeban, dan – tentu saja – Drs. Suyadi alias Pak Raden (the master of clean lines… hail
him!) langsung membuat saya jatuh cinta pada pandangan pertama. Bahasa tubuh tokoh-tokoh yang digambarnya tampak plastis dan enak dilihat, demikian juga dengan pembagian latar depan dan belakang. Di sisi lain, saya cukup terusik dengan pembubuhan warna yang rasanya kurang pas. Struktur anatomi wajah para tokohnya pun terasa datar. Oh, come on… masa iya seorang pemuda Batak punya struktur rahang dan bentuk mata yang sama dengan seorang Tionghoa yang sedang menjalani
resensi pak ranger puber keduanya? Saya tidak suka true type font Comic Sans. Tipografi – dan comic lettering – adalah seni, namun menggunakan sebuah huruf yang secara otomatis ter-install dalam komputer yang Anda pakai tidak serta merta menjadikan Anda seorang seniman. Pengguna komputer awam akan menggunakan huruf apa pun yang ada di dalam komputernya, tidak mengerti atau bahkan tidak peduli apakah huruf tersebut bagus atau tidak. Namun demikian, apakah seorang perupa komik – dalam hal ini letterer - seawam itu? Tentu tidak. Terlalu banyak keburukan jenis huruf sok gaul ini, dan rasanya tidak pada tempatnya untuk dibahas di sini. Begitu banyak dialogue true type fonts lainnya yang jauh lebih bagus dan jauh lebih layak tayang ketimbang huruf ini, jika saja kita tidak terlalu malas untuk mencarinya dan atau tidak terlalu cepat puas dengan hasil lettering dengan menggunakan-
nya. Singkatnya, jika saya boleh mengharamkan sesuatu, saya akan mengharamkan pemakaian Comic Sans untuk lettering… oh, sebentar. Saya akan mengharamkan pemakaian huruf ini untuk apa pun. Selamanya. Saya tidak tahu perangkat lunak apa yang digunakan untuk mendesain komik ini. Tidak terlalu masalah, karena humanware yang terdiri dari brainware dan heartware jauh lebih penting ketimbang sekadar pamer software versi terbaru atau hardware termahal. Yang saya tahu, iklan-iklan yang terpampang dalam komik ini telah direnggut kehormatannya dengan paksa. Entahlah itu dirancang dengan apa adanya (menghindari penggunaan kata ‘asal-asalan’), di-stretch tanpa mengindahkan kaidah skala, atau dipasang tidak sesuai dengan orientasinya. Jika saya merupakan salah satu pemasang iklan di komik ini, setelah melihat bagaimana sang penata halaman menyusun iklan dalam komik ini, saya tidak akan mau lagi menjadi sponsor bagi proyek-proyek mereka berikutnya. Tata letak halaman – bukan bagaimana sang komikus menyusun panelnya – yang te r l a l u b i a s a (dalam beberapa kesempatan, cenderung dipaksakan) pun membuat komik yang seharusnya punya potensi untuk menjadi
bagus ini terlihat monoton. Saya juga terganggu dengan kualitas cetakan yang buruk. Komik adalah karya v i s u a l, ya n g laiknya kita nikmati secara indrawi. Cetakan bermutu baik adalah sebuah condition sine qua non, syarat mutlak yang tidak bisa ditawar bagi kenikmatan membaca komik. Sebagus apa pun sebuah komik dari segi cerita dan gambar, akan menjadi hambar bila tidak didukung oleh hasil cetakan yang prima. Tentunya hal ini sebenarnya bisa diantisipasi oleh kejelian editor. Saya kuatir, jangan-jangan proses proof read pra cetak terlewatkan dalam membuat komik ini. Gambar-gambar apik sang komikus tidak mendapatkan tempat yang selayaknya karena buruknya kualitas cetakan ini. Sayang sekali. Sementara itu, testimonial dari para pesohor bisa menjadi pedang bermata dua. Untungnya, beberapa dari mereka berkata benar dan relevan dengan komik yang mereka komentari. Terus terang, saya agak kaget karena ada 3 orang anak (baca: selebritis : P) cilik yang membaca komik ini. Menurut saya, tema komik ini kurang cocok dengan usia mereka. Terutama karena komik ini menampilkan hedonisme pelajar dan sekuensial perselingkuhan secara ek-
splisit. Tanpa melihat adanya petunjuk rating sama sekali pada sampul luar ketiga buku ini, tidak terlalu heran jika ilustrasinya yang cartoony lebih menarik perhatian para pembaca muda. Tentunya hal ini harus lebih dicermati oleh penerbit, jika mereka merasa memiliki tanggung jawab moral atas karya terbitannya. Dengan sponsor / iklan sebanyak ini, seharusnya harga komik ini bisa lebih terjangkau. Bisa jadi komik ini akan lebih apik jika terbit dalam bentuk tebal (3 jilid dijadikan 1) dan dalam tata warna grayscale. Secara otomatis, akan menjadi lebih ekonomis bagi mereka yang ingin memilikinya. Akhirnya, komik ini hanya membuktikan bahwa sesuatu yang dibuat hanya dengan mengandalkan idealisme nama besar seseorang yang pernah populer di masanya, belum tentu bagus. Bapakranger Immy imansyah.lubis@gmail.com Comical Magz #006
27
foto: Maulina Ratna Kustanti
iNsert
Indo COS-GATH (In donesia Cosplay Ga 2011. pk. 10:00 - 20 :00 WIB, Gambir Ex thering) Cosplay performance, live mu po, Arena PRJ Kema sic performance, ba yoran, Jakarta zaar. 7 & 8 Mei
shop dan lomba digital Seminar industri desain&ilustrasi, work One Day With Caravan Studio @ UC Universitas Ciputra, Surabaya painting. 14 Mei 2011, Auditorium lt.7
speed
Workshop Kartun dan Karikatur bersama Jitet Koestana & Toni Malakian “Hwarakadah! A Tribute to Dwi Koen Br: Pameran 3 Dekade Komik Strip Panji Koming�. 14 Mei 2011, Lobi Kompas Gramedia Jl. Palmerah Selatan, Jakarta Barat 28
Comical Magz #006
foto: dok. Skoater Akademi
Launching Makko Publishing Dreams The Coolest Online Comic and Pop Culture Magazine 9 Mei 2011, Twitter: @MAKKO, www.makko.co
foto: dok. Pakarti
foto: dok. Himpunan Mahasiswa DKV Universitas Ciputra
2011 i M e d ia is a ta , n e S n P a m e r a a a n d a n Pa r iwn Film r ip @ a J a m S t r ia n Ke b u d a y Budaya, Seni d - 3 0 6 i te Ke m e n t Jenderal Nila e ra n K a r y a , 2 2 0 1 1 , m ra Direkto t Kesenian Pa is k u s i 2 7 M e i ra m , D ta ra Direkto . J a m S tr ip & a h it N o. 2 M a p 11 M e i 2 0 u d a y a J l. M a ja B Ta m a n ggara Barat n Nusa Te
iNsert
Komik Memahami Hak Kekayaan Intelektual
dok. Akademi Samali
Nongkrong Bareng Man @ Ultah Aksam ke-6 Ngobrol Santai , Ultah Aksam ke-6. 29 Mei 2011, Akademi Samali, Jl. Mampang Prapatan XVI No. 28, Jakarta Selatan
huNtiNg
Penulis: Prof.Dr Agus Sardjono SH.,M.H Komikus: Toto Mujio Mukmin Penerbit: Lembaga Studi Pers & Pembangunan Kontak: www.lspp.org
J
udul besarnya: “Antara Hak Kekayaan Intelektual dan Seni Tradisi”. Dari judul ini kita sudah bisa mendapatkan gambaran isi komiknya. Kita bisa memahami dengan relatif mudah mengenai kerumitan masalah penggunaan, pencomotan elemen-elemen hingga pendokumentasian seni tradisi termasuk folklore. Sebuah gagasan yang menarik dan sudah seharusnya komik dapat mempermudah pemahaman teks yang rumit. Namun di luar itu, saya masih kurang sreg dengan visualisasi dan ada katakata umpatan dalam dialog yang seharusnya tidak vulgar ditampilkan, seperti kata p***mak (hal 94). Tapi tetap saja komik ini penting.
Seri Komik Anti korupsi #02 ”Kisah Kasus Di Sekolah” Penulis: Sonny Wibisono, Dhian Prasetya Komikus: Dwi Bondan, Dhian P & Deny Hilman Penerbit: Komisi Pemberantasa Korupsi
K
omik ini untuk remaja, dengan tujuan menjelaskan kasus korupsi serta penanganannya dalam bentuk fiksi yang menghibur. Komik ini sangat dianjurkan untuk dibajak agar pesan dalam komik gratisan ini tersebar. Sayangnya tidak ditampilkan format yang memudahkan, seperti kontak pengambilan buku, layanan download atau bentuk-bentuk sosialisasi yang lain (atau mungkin dalam skala kecil sudah, yang saya tidak tahu), mengingat korupsi ini ”penyakit turunan menahun” bangsa ini, maka sasaran pembaca remaja sudah sangat tepat. Mau ngopy? Datang aja ke redaksi Comical Magz #006
29
persoNAL touch
COMIC BOOK Oleh: Tomas Soejakto
“A good inker can make boring pencils beautiful, while a poor inker could make beautiful pencils boring.� (How To Create Action, Fantasy and Adventure Comics - Tom Alvarez)
M
enintai gambar bisa dilakukan dengan langsung menimpa garisgaris sketsa pensil, atau dijiplak di kertas lain dengan lightbox. Pada awalnya, proses ini dilakukan komikus agar karyanya dapat terreproduksi dengan baik (dan murah) di media massa. Sekarang, alasanalasan tersebut mungkin sudah tidak relevan lagi, tapi proses meninta gambar komik keburu menjadi lumrah, bahkan sudah menjadi profesi tersendiri yang digeluti banyak artis komik profesional. Jangan salah lho: tugas seorang inker tidak hanya sekadar menjiplak. Ia harus mampu ‘menggambar ulang’ dari sketsa pensil yang ada, yang hasilnya dapat mempertahankan, bahkan mengembangkan energi serta mood sketsa tersebut. Seorang inker tetap harus bisa menggambar dan menguasai setiap aspek pembuatan komik. Itulah sebabnya mereka tetap disebut artist ;) Berikut adalah beberapa jenis alat yang dapat dipakai untuk menintai komik: 30
Comical Magz #006
persoNAL touch Legend: (=) – karakter alat, (+) – kelebihan, (-) - kekurangan
SPIDOL HITAM ((felt-tip marker)
KUAS HALUS (sable brush)
Sample Brand: Spidol hitam Snowman
Sample Brand: Winsor & Newton series 111 size 2
(=) Bisa menghasilkan garis ekspresif; variasi ketebalan sangat terbatas. Sangat populer di kalangan komikus lokal; kerap digunakan untuk seluruh proses penintaan komik. (+) Bisa dipakai menggambar cepat. Ringan, sangat murah, mudah didapat, dan dapat dipakai untuk meninta mulai dari obyek, background, karakter; sampai ke lettering, paneling, efek arsir dan blok hitam. (-) Ujung spidol cepat menjadi tumpul, dan tintanya adalah tinta non-waterproof kualitas rendah. Kehitaman tidak konsisten dan akan memudar. Kurang tepat kalau kamu menginginkan garisgaris yang halus dan bersih.
(=) Garis yang diciptakannya sangat bervariasi, elegan dan hidup. Tidak ada alat meninta yang mampu menghasilkan hasil yang bisa didapat oleh tarikan sebuah kuas. Direkomendasikan untuk meninta figur dan obyek organik. (+) Memiliki jangkauan ketebalan garis yang luas. Dapat mengerjakan apa yang dapat dikerjakan alat meninta lain dengan hasil yang lebih berkarakter dan profesional. Sangat awet bila dirawat dengan benar. (-) Butuh perawatan yang teliti. Paling sulit dikuasai. Ketika dipakai, butuh waktu lebih lama dari pada alat lainnya. Kuas harus ‘diisi’ dengan tinta berulang kali selama menggambar. Harga tergolong mahal.
DRAWING PEN
Di edisi-edisi mendatang, kita akan membahas alat-alat di atas, satu-persatu, secara lebih mendalam. Sementara itu, keep ngomik-laaah! Semangaaat!
Sample Brand: Snowman Drawing Pen
(=) Garis-garis drawing pen stabil dan konstan, sehingga disediakan dalam berbagai ukuran ketebalan (0.1, 0.2, dst). Sangat ideal untuk bentuk-bentuk geometris, mekanik dan garis panel. (+) Gampang dipakai. Relatif murah dan mudah didapat, juga tahan cukup lama. Tintanya waterproof dengan kepekatan dan kualitas yang memadai. (-) Harus mengulang sebuah garis berkali-kali untuk variasi ketebalan, atau menggunakan beberapa ukuran drawing pen dalam sebuah karya. Tidak bisa diisi ulang.
PRACTICE
YOUR
PERSONAL
TOUCH
PENA CELUP ((dip pen) Sample Brand: Gillot no.1290 atau sekelasnya
(=) Tergantung mata penanya, ia memberikan garis yang ekspresif. Dapat juga untuk garis-garis stabil. Baik untuk detail-detail kecil seperti wajah, tangan dan background; juga untuk lettering. (+) Lebih mudah dikendalikan dari pada kuas. Mata pena dapat diganti-ganti. Perawatan mudah. Harga relatif murah. Baik digunakan pada kertas dengan permukaan halus dan tebal seperti HVS 100gram atau vellum 120gram ke atas. (-) Butuh latihan untuk bisa digunakan dengan baik. Tinta cepat habis dan harus sering dicelup ulang. Apabila digunakan dengan tidak semestinya, mata pena akan cepat rusak.
Gunakan satu atau kombinasi dari beberapa alat di atas untuk meninta sebuah sketsa pensil, lalu pelajari apa saja yang bisa kamu hasilkan dari setiap alat di elemen-elemen gambar tersebut. Have fun!
Untuk blok-blok hitam yang luas, superstar komik Jim Lee terkadang meneteskan tinta langsung di atas gambar, lalu meratakannya dengan kuas.
Comical Magz #006
31
WALL post
Jejak
Si Buta dari Gua Hantu Banyak hal menarik dari Si Buta dari Gua Hantu. Mulai dari hubungannya dengan jago silat lain, sahabat, hingga popularitasnya. Berikut fakta tentang Si Buta yang berhasil kami rangkum. Saking tenarnya, Si Buta dari Gua Hantu pernah ‘dibuat ulang’ (baca: dijiplak) oleh Tatang S., hanya dengan mengganti namanya menjadi Si Gagu*. Si Buta dari Gua Hantu adalah salah satu komik yang paling sering diangkat ke layar lebar maupun layar kaca. Berikut daftar film yang diangkat dari komik Si Buta dari Gua Hantu (dan beberapa karya Ganes Th lainnya)**. LAYAR PERAK:
Si Buta pernah duel dengan Jaka Sembung di komik Si Buta VS Jaka Sembung, buatan Djair Warni
Si Buta sempat muncul di Komik Tuan Tanah Kedawung nomor 5 mulai halaman 28-33 menyelamatkan tokoh utama, centeng bernama Samolo.
Nama monyet kawan Si Buta versi layar lebar dan sinetron berbeda. Di layar lebar namanya Wanara (mengikuti komiknya) dan di sinetron bernama Kliwon. 32
Comical Magz #006
1. Si Buta Dari Gua Hantu - 1970 - Ratno Timur 2. Misteri di Borobudur - 1971 - Ratno Timur 3. Tuan Tanah Kedawung 1970 - Dicky Suprapto & Suzanna 4. Beranak Dalam Kubur - 1970 - Dicky Suprapto & Suzanna 5. Tjisadane - 1971 - Menzano 6. Rajawali Sakti - 1976 - Advent Bangun 7. Cobra - 1977 - Steven Lee 8. Krakatau - 1977 - WD Mochtar & Dicky Zulkarnaen 9. Reo Manusia Serigala - 1977 - Ratno Timur 10. Sorga Yang Hilang - 1977 - Ratno Timur 11. Duel di kawah Bromo - 1977 - Ratno Timur 12. Hukum Karma - 1982 - Marisa Haque & Hendra Cipta 13. Pandawa Lima - 1983 - Hary Capri 14. Bercinta - 1985 - Richie Ricardo 15. Neraka Perut Bumi - 1985 - Ratno Timur 16. Siluman Serigala Putih - 1987 - Barry Prima & Advent Bangun 17. Bangkitnya Mata Malaikat - 1988 - Advent Bangun 18. Jampang - 1989 - Barry Prima 19. Lembah Maut - 1990 - Ratno Timur LAYAR KACA : 1. Si Buta Dari Gua Hantu - 1992 - Hadi Leo - RCTI 53 episode 2. Reo Manusia Serigala - 2003 - Tyas Wahono (Si buta) - Trans TV - 26 episode *Sumber: multiply Erwin Prima Arya, http://erwinprima.multiply.com/ **Sumber: Gienardy santosa
pick-up point JAKARTA THAT’S LIFE COFFE Jl. Gunawarman No. 24, 2nd Floor, Jakarta Selatan COMIC CAFE Jl. Tebet Raya No.53D, Jakarta Selatan COFFEEWAR Jl. Kemang Timur 15 A, Jakarta Selatan TOYZAHOLIC Jl. Benhil Raya 19 Lantai 3, (Ged. Circle K) Jakarta Pusat PLUZ+ Mall Plaza Semanggi Lt. 2 Blok B No. 126, Jakarta RUANGRUPA Tebet Timur Dalam Raya No. 26, Jakarta Selatan 12810 KOPITIAM “OEY” Jl. H. Agus Salim 18, Kebon Sirih, Jakarta Pusat 10340 ANJAYA BOOK Mal ITC Kuningan (Sebelah Mal Ambasador), Lantai 4 Blok B1 No. 9, Jakarta Selatan 12920 AK.’SA.RA JL. Kemang Raya No. 8B, jakarta 12730 OKTAGON Jl. Gunung Sahari No. 50 A, Jakarta Pusat 106 10 MAROS Jl. Bhayangkara No.14 Cilandak Barat, Fatmawati, Jakarta Selatan TANGERANG KOPITIAM “OEY” Ruko Sentra Menteng Blok MN 88 C, sektor 7, Bintaro (seberang baraya travel), Tangerang DEPOK zoé Jl. Margonda Raya No. 27, Depok 16424 TOKO BUKU LEKSIKA LENTENG JL. Raya Lenteng Agung No. 101, (Deket DPP PDIP), Jakarta Selatan Campus Bookstore Univ. Tarumanegara Jl. S. Parman No.1, Jakarta Barat Univ. Mercubuana Jl. Raya Meruya Selatan No.1 Kembangan, Jakarta Selatan BANDUNG zoé Jl. Pager Gunung No. 3, Bandung 40132 TOBUCIL Jl. Aceh 56, Bandung
Bagi Anda yang ingin berpartisipasi dalam distribusi dan pick-up point Comical Magz, kirim e-mail ke: comicalmagz@gmail.com
34
Comical Magz #006
SEMARANG PAPILLON Perum Bukit Sendang Mulyo, Jl. Bkt Cempaka 2/52, Semarang SURABAYA C2O LIBRARY Jl. Dr. Cipto 20, Surabaya
KALIMANTAN TENGAH RUMAH BUKU SELEKTA POP Jl. Iskandar Gg.Kuini Rt.07 No.21 Kel. Madurejo Pangkalan Bun Kalimantan Tengah PONTIANAK RUMAH MIMPI Komp. Taman Gita Nanda Jl. Kol. Sugiono (samping gor pansuma) Pontianak. SOLO KOPITIAM “OEY” Jl. Perintis kemerdekaan 35 , Kabangan, Solo GEDUNG KESENIAN SOLO Jl. Slamet Riyadi 275 Sriwedari Surakarta, 57141 YOGYAKARTA DGTMB SHOP / FFR Jl. Parangtritis No. 26, Yogyakarta IVAA JL. Ireda, Kampung Dipowinatan 188 A/B RT 14 RW 03, Keparakan Mergangsan, Yogyakarta TB.DISKON TOGAMAS Jl. Affandi 5 Condong Catur Yogyakarta MALANG Malang Illustrator United JL Bantaran barat I,no 19.RT/RW 01/19 kelurahan Tulusrejo, Malang, Jawa-timur.65141 East Studio Jl.Tlogosari No. 29 Malang MEDAN TOKO BUKU BINA USAHA Jl. Banda Aceh no 18/86 G BALI KOPITIAM “OEY” Jl. Teuku Umar No. 231, Denpasar BOG BOG Jl. Veteran 39A Denpasar BALI COMIC Perumahan Barito Putra Garden Kav-4, Jl. Tukad Barito II, Panjer, Denpasar - Bali. PALEMBANG INK STUDIO Jl. Hulubalang II Gg. Lebak Sari No. 3522 RT.03 RW.02 Kel. bukit besar palembang 30139 MAKASSAR KAMPUNG BUKU Jl Abdulla Daeng Sirua No 19 E, Makassar 90234 ACEH TOKO BUKU & SEKOLAH MENULIS DOKARIM Jl Lamreung No 20, Ulee Kareng Banda Aceh 23117