8 minute read

Episode Khusus Mahasiswa Pascasarjana: Tesis

Nurul Aisyah Salman

“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu berat, kecuali bagi orangorang yang khusyu’”

Advertisement

(QS: Al Baqarah ayat 45)

180

Dunia perkuliahan memang sangat berwarna. Selalu ada hal menarik untuk dibagi dan diceritakan. Bagi saya pribadi keberadaan kampus bukan hanya sebatas “tempat untuk belajar mata kuliah” tapi lebih kepada “tempat untuk belajar tentang kehidupan”. Didalamnya ada pembentukan karakter dan mindset, pemahaman sosial, serta pengayaan sudut pandang. Oya, selain hal-hal yang saya sebutkan tadi, terkhusus untuk mahasiswa pascasarjana yang masih jadi “pemain tunggal”, ada poin tambahan lagi yang didapatkan dari hasil survei pribadi, yakni mencari pendamping hidup. Yups, hampir sebagian besar kenalan jomblo berkualitas yang saya jumpai memasukkan indikator ini dalam dialog ringan saat kita berkumpul. Tapi bukan itu yang akan kita bahas, soalnya saya bukan ahlinya hehe.

Diantara banyaknya episode-episode yang saya lalui ditingkat pascasarjana ini, ada satu episode spesial yang ingin saya bagikan ke teman-teman. Episode saat menyusun tugas akhir alias tesis. T-E-S-I-S. Apa sih spesialnya episode ini? Mari kita mulai.

Berawal dari kegalauan untuk mengambil mata kuliah tesis berjumlah 6 SKS di semester tiga atau semester empat. Kasusnya seperti ini:

a) Kalau ngambil program tesis-nya di semester tiga (bersama dengan 2 mata kuliah lainnya), bayar SPP

181

kuliah (yang notabene dibiayai orang tua) bisa cuman bayar setengahnya aja di semester empat nanti. Kelebihannya: meringankan beban orang tua dalam hal biaya di semester empat. Salah satu harapan tentunya kelebihan dalam opsi ini.

b) Kalau ngambil di semester empat (hanya ngambil program tesis aja soalnya mata kuliah kelas udah habis), bayar SPP nya mesti full untuk satu semester. Kelebihan: spare waktu mengerjakan tesis lebih lama dibandingkan saat ngambil di semester tiga. Soalnya program tesis berlaku hingga satu tahun (2 semester).

Nah, berdasarkan kondisi tersebut mulailah otak dan hati ini berdiskusi. Suka nggak suka harus memilih, uang atau waktu. Keduanya punya kelebihan masing-masing. Oya, sebagai catatan tambahan saat di semester tiga itu saya juga sedang mendapatkan amanah yang cukup besar dalam sebuah kegiatan bertaraf nasional. Kegiatan ini menuntut untuk mengambil fokus waktu, tenaga dan pikiran yang banyak juga.

Akhirnya, setelah melalui fase pergolakan batin, istikharah, dan menimbang kondisi-kondisi yang terjadi, maka dengan ucapan bismillaah memutuskan program tesis diambil di semester empat. Alasan pertama karena saya tipe pekerja yang mesti fokus dalam mencapai suatu tujuan sehingga untuk kasus menyandingkan kegiatan

182

nasional dan tesis ini sepertinya cukup berat. Lalu alasan lainnya adalah kegiatan yang ditugaskan ini mengandung amanah yang didalamnya bisa menjadi ladang dakwah lewat keilmuan mahasiswa. Saya selalu percaya bahwa siappaun yang menolong agama Allaah maka tidak akan disia-siakan oleh Allaah. Seiring waktu berlalu, alhamdulillaah kegiatan nasional tadi berjalan dengan baik sambil pelan-pelan juga udah mulai nyusun kerangka dan proposal tesis.

Welcome semester empat. Nah, diawal semester ini (pertengahan bulan Januari) mulailah menggarap dan memantapkan penelitian. Karena sudah tidak ada mata kuliah dan amanah yang lain, jadinya waktu mengerjakan tesis lebih luang dan fleksibel. Niatnya sih mau fokus tapi entah kenapa ada aja yang buat konsentrasi ter-distrack. Rasanya lebih tertarik nonton anime baru yang tayang, diajakin jalan sama teman-teman, baca novel keluaran terbaru atau hanya sekedar menatap langit dan memikirkan hilal calon pendamping masa depan yang tak kunjung tampak. Hahaha yang terakhir bercanda ya.

Kadang juga ada kejadian udah siap dan niat ngerjain tesis. Duduk manis depan laptop dan membuka halaman word tapi sama sekali nggak ada ide. Menatap kosong lembar kerja berwarna putih yang minta untuk diisi dan diedit. Lalu karena bingung akhirnya memutuskan untuk

183

rehat sejenak dengan main game. Niatnya sejenak tapi malah keterusan. Akhirnya hari berganti dan itu terus terulang. Astagfirullaah ☹. Kondisi ini berlangsung sekitar dua mingguan. Lama kelamaan pola ini membuat saya menjadi tidak nyaman. Jatuhnya malah merasa terpuruk karena tidak tahu harus mengerjakan apa dan memulai darimana. Sampai akhirnya, ada satu pertanyaan yang muncul dalam diri saya sendiri,

“Kenapa kamu tidak bisa menjiwai dan full focus dengan tesis ini? Apa yang yang kurang dalam hal ini?”

Berbekal sticky note yang memuat arti dari Surah Al Baqarah ayat 45 yang selalu saya tempelkan di meja belajar namun selama ini tidak terbaca karena kesibukan duniawi. Akhirnya saya mengadukan semua perasaan dan harapan ke Allaah. Teman-teman, malam itu tangis saya tumpah ruah di sujud terakhir sepertiga malam. Merasa menjadi hamba yang paling tidak tahu apa-apa dibanding samudera ilmu tak terbatas yang dimilikiNya. Mungkin saya terlalu “angkuh” hanya mengandalkan pengetahuan yang masih sangat sedikit ini untuk menyelesaikan masa studi di tingkat magister. Mungkin juga beberapa orang akan berfikir ini terlalu berlebihan, namun yang saya rasakan adalah tekanan yang entah datangnya darimana atas kondisi yang terjadi. Rasanya campur aduk antara penat, pusing, bingung, dan rasa ingin menyerah.

184

Pengaduan dan penyerahan diri kepada Allaah Yang Maha Perkasa lagi Penyayang malam itu mulai membangkitkan semangat. Semacam ada dorongan dan kekuatan tersendiri saat menggumam dalam hati, “Tenang saja ada Allaah. Semua akan baik-baik aja. Ada Allaah”

Oya, saya merupakan tipe yang membutuhkan alasan (niat) yang kuat sebelum memulai sesuatu. Setelah kejadian malam itu, saya menemukan jawaban bahwa pada hakikatnya landasan niat dan mindset saya untuk mengerjakan tesis ini masih belum benar-benar jelas. Hal ini saya sadari saat sampai pada pertanyaan kepada diri sendiri,

“Tesis ini syarat untuk kelulusan program magister. Lalu selanjutnya apa? Efek jangka panjangnya apa? Untuk pengembangan dalam hal penelitian terkait tema yang dibahas. Oke, hanya itu?”

Lalu semua itu terjawab saat saya menyadari bahwa bagaimana caranya agar Allaah ridho dengan tesis yang saya susun ini?. Segala hal di dunia ini akan musnah kecuali halhal yang diniatkan untuk ridho Allaah, begitu kata Ustadz Adi Hidayat dalam satu kajian. Kalau hanya sekedar menyelesaikan studi magister semua orang juga bisa melakukannya. Semua bisa mendapatkan gelar dunia tapi lupa bagaimana mengikutsertakan ridho Allaah di dalam prosesnya. Dengan pemikiran dan keyakinan itu saya

185

mulai menemukan titik terang. Bismillaah, mindset saya arahkan dengan meniatkan proses penyusunan hingga penyelesaian tesis ini sebagai ladang dakwah. Dakwah dari mulai ketelatenan cara penyusunan, akhlak ke pembimbing, pengambilan data yang jujur, dan hasil akhir untuk kebaikan yang lebih luas kepada ummat. Semoga diterima dan diridhai Allaah. Aamiin

Pelan-pelan akhirnya memulai untuk bangkit dengan menyusun target perencanaan penyelesaian tesis. Dimulai dari membuat timeline setiap pekan hingga ke waktu wisuda yang ditargetkan sampai dengan persiapan terkait lainnya. Timeline target per pekan dan to do list tersebut saya tempel di dinding kamar dan ini benar-benar membantu. Alhamdulillaah setiap pekan mengusahakan mengontak dosen pembimbing dan menyetor hasil perbaikan di pekan selanjutnya. Lalu pada akhir bulan Februari saya memberitahukan niat ke dosen pembimbing untuk bisa menyelesaikan pendidikan di bulan Juli. Meskipun ini termasuk nekat karena waktu yang ada akan sedikit mepet mengingat saya masih pada tahapan awal, tapi bismillaah saja toh tidak ada salahnya dicoba.

Alhamdulillaah atas izin Allaah dosen pembimbing mendukung dan berpesan “Boleh, kita sama-sama usahakan. Namun, Aisyah harus berjuang extra dengan sisa waktu yang ada. Usahanya mesti berkali-kali lipat”.

186

Dengan mantap saya menjawab “Baik Bu, siap. Terimakasih banyak”. Hari itu rasanya senyum saya tidak berhenti terkembang. Bismillaah here we go.

Setelah malam-malam panjang dan kepadatan harian demi mencapai target menyelesaian survey, pengambilan data, hingga analisis data maka tibalah tahap sidang 1 di akhir bulan Mei. Oya sekedar informasi pada sidang 1 di jurusan saya itu sudah mulai membahas dari bab satu hingga akhir. Pada tahapan ini sejujurnya ada banyak sekali masukan, komentar, dan saran dari para dosen penguji dan pembimbing. Meskipun bisa dikatakan pada sidang ini ada “pembantaian” namun ada kelegaan tersendiri karena sudah melalui satu tahap penting. Berselang beberapa waktu pada minggu kedua bulan Juni, akhirnya sidang ujian yang merupakan tahapan akhir pun terlaksana dengan baik atas izin Allaah. Alhamdulillaah officially M.PWK ��.

Ada beberapa hal penting juga yang saya rasa baik untuk dibagi kepada teman-teman. Pertama, selalu niatkan segala hal yang akan dikerjakan apapun bentuknya dan sekecil apapun hal itu dengan niat ibadah kepada Allaah. Libatkan Allaah selalu sebab dengan mengikutsertakan Allaah dalam kegiatan akan selalu ada berkah dan kualitas yang dikejar dibandingkan hanya sekedar kuantitas. Dalam kasus saya, saat selesai sidang ujian akhir dan

187

mengurus kelengkapan berkas untuk persiapan wisuda, pihak pegawai tata usaha alhamdulillaah memberi ucapan selamat karena nilai yang saya peroleh dari semua dosen penguji dan pembimbing sempurna. MasyaaAllaah, rasanya pengen jatuh lemas saking bahagianya setelah semua perjuangan dibalas Allaah dengan hadiah ini.

Kedua, doa adalah senjata paling ampuh. Dengan doa, ada harapan-harapan yang disuarakan hati meski tak diutarakan bibir. Saat seorang hamba memohon dan hanya berharap kepada Sang Pencipta Alam Semesta, yakinlah bahwa semua itu didengarkanNya. Allaah Maha Tahu yang terbaik untuk hambaNya. Alhamdulillaah dengan kasih sayang dan izin Allaah saya lulus dengan predikat Cumlaude. Predikat yang sejak awal menempuh pendidikan yang diniatkan untuk dihadiahkan kepada orangtua dan keluarga. Dalam doa-doa saya waktu itu menyebutkan tanggal wisuda bulan Juli yang saya temukan di kalender akademik kampus lalu dilingkari dan ditempelkan di papan belajar.

Ketiga, selalu berprasangka baik dengan semua takdir Allaah. Mengelola pikiran dan hati kea rah positif untuk setiap kondisi yang dialami itu penting sekali. Sebab pola pikir akan sangat berdampak dalam tumbuh kembang manusia. Untuk mencapai itu tentunya perlu ada “asupan” positif pula ke diri sendiri yang bisa didapatkan misalnya

188

dari bacaan, teman bergaul, dan lingkungan sehari-hari. Sebuah pepatah Cina menyatakan “daripada mengutuki kegelapan, lebih baik ambil sebatang lilin dan nyalakan”. Dalam episode tesis ini pun ada banyak jatuh bangun yang saya rasakan sebelum mencapai hasil yang disebutkan sebelumnya. Namun, semampu mungkin saya yakinkan ke diri sendiri bahwa apapun yang terjadi di dalamnya ada hikmah terbaik yang Allaah titipkan.

Semoga pengalaman yang saya bagikan ini bisa mengundang ridha Allaah dan memberi manfaat bagi kita semua khususnya untuk diri saya pribadi ke depannya. Aamiin. Dan kepada para pejuang tesis, semangatnya semoga selalu dijaga dan bernilai pahala. Barakallaahu fiikum.

189

Tentang Penulis

Penulis bernama lengkap NURUL AISYAH SALMAN berkuliah di jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota (SAPPK ITB) dengan konsenrtasi keahlian Sistem Infrastruktur dan Transportasi. Kegemaran dalam dunia literasi utamanya menulis dan membaca dapat ditelusuri jejaknya di halaman web icais.wordpress.com. Hasil tes MBTI menunjukkan kategori INFJ dan senang terlibat dalam kegiatan-kegiatan bersifat sosial (utamanya untuk anak-anak dan dunia psikologi).

190

This article is from: