KRIDOSONO CULTURAL CENTRE DAN PUBLIC SPHERE Merancang Cultural Centre yang Ekologis Serta Memiliki Bentuk dan Penampilan yang Mencerminkan Karakter Arsitektur Yogyakarta di Kawasan Kotabaru
KRIDOSONO CULTURAL CENTRE AND PUBLIC SPHERE Designing Ecological Cultural Centre that has Shape and Appearance that Reflect the Character of Yogyakarta’s Architecture in Kotabaru
Disusun Oleh : Aditya Arya Wirawan | 14512171
Dosen Pembimbing PAS : Ir. Handoyotomo, MSA.
JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2017 / 2018
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Alhamdulililahirabbil ‘alamin puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT karena atas segala nikmat yang telah diberikan akhirnya penulis mampu menyelesaiakan Proyek Akhir Sarjana (PAS), yang berjudul “Kridosono Cultural Centre Dan Public Sphere (Merancang Cultural Centre yang Ekologis Serta Memiliki Bentuk dan Penampilan yang Mencerminkan Karakter Arsitektur Yogyakarta di Kawasan Kotabaru)�. Sholawat dan salam kita curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang memberikan teladan hidup bagi semua manusia khususnya bagi penulis sendiri dalam melaksanakan PAS ini. Saya berharap semoga proyek akhir sarjana ini dapat membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pengamatnya, menjadi acuan dan juga bahan pembelajaran serta koreksi sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi dari proyek ini dalam kualitas yang jauh lebih baik lagi untuk ke depannya. Sebagai penulis, saya menyadari bahwa dalam proses pelaksanaan perancangan proyek akhir sarjana dan penyusunan laporan perancangannya ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Ari Hermawanto dan Ibu Miming Djamilah selaku orang tua dari penyusun, serta Ninda Ariesta, S.Ked. selaku kakak dari penulis; 2. Bapak Ir. Handoyotomo, MSA. selaku dosen pembimbing dari penulis atas segala kesabaran dan kelapangan hatinya dalam memberikan bimbingan, ilmu serta masukan-masukan kepada penulis sehingga proyek akhir sarjana ini dapat terselesaikan;
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | iv
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
3. Ibu Ir. Etik Mufida, M.Eng. selaku dosen penguji dari penyusun atas semua kritik dan sarannya yang membangun sehingga penyusun dapat menyelesaikan proyek akhir sarjana ini dengan baik; 4. Bapak Noor Cholis Idham, ST., M.Arch., Ph.D. selaku Ketua Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia; 5. Bapak Dr. Ir. Revianto Budi Santosa, M.Arch. selaku dosen pembimbing akademik yang telah berkontribusi dalam penyelesaian PAS ini. 6. Bapak Rasikh Robbani Sigit, S.T. selaku ahli mekanikal elektrikal bangunan yang telah membimbing penulis terkait dengan menyelesaikan masalah utilitas bangunan. 7. Debby Ayu Leksono, Defri Relia, Nuke Indira P., dan Lalu Erza Aryadhi, S.Ars. selaku rekan-rekan seperjuangan dalam pelaksanaan proyek akhir sarjana ini yang telah memberikan semangat dan bantuannya; 8. Achmad ‘Ucup’ Adhi Nugraha, S.Ars. dan Akhmad Rizky Indagri Putra yang juga telah memberikan semangat dan bantuannya, serta 9. Seluruh pihak yang terlibat dalam pelaksanaan proyek akhir sarjana ini. Saya menyadari masih banyak kekurangan dalam proyek akhir sarjana ini. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun dan dapat memberikan penyempurnaan dalam rancangan dan laporannya ini. Semoga proyek akhir sarjana ini dapat bermanfaat bagi pengamatnya. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Yogyakarta, 27 Agustus 2018
Aditya Arya Wirawan Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | v
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
KRIDOSONO CULTURAL CENTRE DAN PUBLIC SPHERE Merancang Cultural Centre yang Ekologis Serta Memiliki Bentuk dan Penampilan yang Mencerminkan Karakter Arsitektur Yogyakarta di Kawasan Kotabaru Disusun oleh: Aditya Arya Wirawan | 14512171 Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia Surel: 14512171@students.uii.ac.id
Rancangan ini merupakan pengembangan dari Stadion Kridosono yang terletak di Kelurahan Kotabaru, Yogyakarta. Kridosono Cultural Centre dan Public Sphere adalah pusat kegiatan kebudayaan Yogyakarta serta ruang publik di tengah kota. Bangunan ini dirancang diatas tapak seluas 28.000 m². Fungsi rancangan tersebut, yaitu sebagai pusat kebudayaan yang dapat mewadahi berbagai kegiatan kebudayaan, seperti seni pertunjukan tradisional; pameran karya seni lokal, pembelajaran seni tradisional Yogyakarta, perpustakaan budaya Indonesia, kegiatan sosial masyarakat di tengah kota, dan sebagai paru-paru kota Yogyakarta. Perancangan bangunan cultural centre pada lokasi ini diharapkan mampu mencerminkan identitas/ciri khas arsitektur Yogyakarta yang berlokasi di kawasan cagar budaya yang memiliki karakteristik visual arsitektur indische yang kuat dan memiliki nilai sejarah tinggi; memperhatikan kenyamanan pengguna tiap ruang karena bangunan ini memiliki persyaratan dan dampak yang berbeda tiap ruang, khususnya dari segi akustik; serta menerapkan solar panel sebagai sumber energi listrik bangunan untuk menigkatkan efisiensi energi pada bangunan dengan konsep eco-architecture yang merupakan proses adaptasi pada sumber daya alam dan kepedulian akan kondisi lingkungan yang semakin menurun. Dalam perancangan cultural centre dan public sphere ini, perancang melakukan beberapa tahapan metode. Tahapan tersebut dimulai dari identifikasi masalah, penetapan tema perancangan, pengumpulan data-data dan teori, analisis permasalahan dan data-data, konsep, gambar skematik desain, pengujian desain, dan yang terakhir yaitu penyempurnaan desain. Rancangan Kridosono Cultural Centre ini merupakan suatu solusi dari permasalahan pemanfaatan tata guna lahan Kridosono, isu lingkungan, serta penyediaan fasilitas publik untuk memadahi kegiatan budaya Yogyakarta, kegiatan sosial masyarakat, dan sebagai paru-paru kota. Setelah melakukan semua metode perancangan yang tepat, maka dihasilkan suatu bangunan publik yang memiliki identitas lokal, memperhatikan kenyamanan ruang dalam bangunan, serta responsif terhadap lingkungan alam dan sosial. Hal tersebut terbukti dari hasil pengujian desain yang dilakukan menghasilkan tanggapan dari seorang pakar arsitektur Nusantara, hasil perhitungan akustik ruang dalam, dan perhitungan efisiensi penggunaan solar panel pada bangunan. Kata Kunci: Kridosono, Cultural Centre, Public Sphere, Budaya, Yogyakarta
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | vi
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
KRIDOSONO CULTURAL CENTRE DAN PUBLIC SPHERE Designing Ecological Cultural Centre that has Shape And Appearance that Reflect the Character of Yogyakarta’s Architecture in Kotabaru Arranged by: Aditya Arya Wirawan | 14512171 Department of Archutecture, Faculty of Civil Engineering and Planning, Islamic University of Indonesia Email: 14512171@students.uii.ac.id
This design is the development of Kridosono Stadium which is located in Kotabaru, Yogyakarta. Kridosono Cultural Centre and Public Sphere is a centre of Yogyakarta’s cultural activities and a public space in the downtown. This building is designed at the site whose area is about 28,000 m2. The function of this design is as the cultural centre which is able to facilitate various cultural activities, such as traditional performing arts, exhibition of local artworks, learning of Yogyakarta’s traditional arts, library of Indonesia’s cultures, social activities of the downtown’s society, and as the green lungs of the city. The design of the Cultural Centre at this location is expected to reflect the identity/characteristic of Yogyakarta’s architecture which is located in a cultural preservation area which has visual characteristics of indische architecture which is strong and has high historical value; to consider the comfort of the users of each room because this building has different requirements and impacts in each room, specifically in terms of acoustic; and to apply solar panels as the source of the building’s electrical energy to boost the energy efficiency of the building with the concept of eco-architecture which is the process of adaptation to natural resources and the concern about the environmental condition which keeps decreasing. In designing the cultural centre and public sphere, the designer performs several stages of the method ranging from problem identification, design theme settings, data and theory collection, analysis of problems and data, concepts, schematic design drawings, design testing, and final design development. The design of the Kridosono Cultural Centre is a solution to the problems of the utilization of Kridosono’s land uses, environmental issues, and the provision of public facilities to complement Yogyakarta’s cultural activities, social activities of the community, and the green lungs of the city. After applying all the proper design methods, so that a public building which has local identity, pays attention to the comfort of building’s rooms, and also is responsive to natural and social environment could be created well. It is proved by the applied design testings which resulted responses from an expert of Nusantara’s architecture, a result of acoustical calculation of a room In the designed building and also efficiency calculation of the applied solar panels in the building. Keywords: Kridosono, Cultural Centre, Public Sphere, Culture, Yogyakarta
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | vii
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................................................i CATATAN DOSEN PEMBIMBING ....................................................................................................ii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...................................................................................................iii KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ iv ABSTRAK ............................................................................................................................................... vi ABSTRACT ........................................................................................................................................... vii DAFTAR ISI ......................................................................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR .............................................................................................................................xiii DAFTAR TABEL ...................................................................................................................................xix BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................................... 1 1.1. JUDUL ......................................................................................................................................... 1 1.2. DESKRIPSI JUDUL .................................................................................................................... 1 1.2.1. Kridosono Cultural Centre ......................................................................................... 1 1.2.2. Public Sphere................................................................................................................. 1 1.2.3. Karakteristik Budaya Yogyakarta ............................................................................ 1 1.2.4. Kawasan Kotabaru ..................................................................................................... 2 1.2.5. Eco-Architecture (Arsitektur Ekologi) .................................................................... 2 1.3. LATAR BELAKANG ................................................................................................................. 2 1.3.1. Non-Arsitektural ......................................................................................................... 2 1.3.2. Arsitektural ................................................................................................................... 5 1.4. RUMUSAN PERMASALAHAN............................................................................................ 11 1.4.1. Permasalahan Umum ............................................................................................... 11 1.4.2. Permasalahan Khusus .............................................................................................. 11 1.5. TUJUAN PERANCANGAN................................................................................................... 11 1.6. SASARAN PERANCANGAN ............................................................................................... 11 1.7. METODE PERANCANGAN ................................................................................................ 12
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | viii
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
1.7.1. Permulaan................................................................................................................... 13 1.7.2. Persiapan .................................................................................................................... 13 1.7.3. Analisis ......................................................................................................................... 13 1.7.4. Konsep Rancangan .................................................................................................. 14 1.7.5. Desain Awal................................................................................................................ 14 1.7.6. Evaluasi Desain.......................................................................................................... 14 1.7.7. Pengembangan Desain .......................................................................................... 15 1.8. KERANGKA BERPIKIR .......................................................................................................... 16 1.9. KEASLIAN DAN KEBARUAN PENULISAN ......................................................................17 BAB II KAJIAN DAN PENELUSURAN PERSOALAN ............................................................. 19 2.1. DATA LOKASI PERANCANGAN ....................................................................................... 19 2.1.1. Kawasan Makro ......................................................................................................... 19 2.1.2. Kawasan Mikro .......................................................................................................... 21 2.2. KAJIAN CULTURAL CENTRE ............................................................................................. 22 2.2.1. Definisi Umum Kebudayaan ................................................................................. 22 2.2.2. Definisi Umum Pusat Budaya (Cultural Centre) .............................................. 23 2.2.3. Fungsi Cultural Centre ............................................................................................ 23 2.2.4. Persyaratan Ruang Cultural Centre .................................................................... 23 2.3. KAJIAN SENI DAN KEBUDAYAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA .............. 34 2.3.1. Seni Pertunjukan Tradisional ................................................................................ 34 2.3.2. Alat Musik Tradisional ............................................................................................. 35 2.3.3. Seni Tari Tradisional ................................................................................................ 35 2.3.4. Seni Rupa Terapan ................................................................................................... 36 2.4. KAJIAN PENAMPILAN BANGUNAN ............................................................................... 37 2.4.1. Karakteristik Arsitektur Yogyakarta ..................................................................... 37 2.4.2. Karakteristik Arsitektur Kolonial Belanda (Indische) di Kotabaru ............... 39 2.4.3. Teori Pendekatan Merancang Bangunan Baru di Kawasan Heritage ...... 40 2.4.4. Studi Preseden Tipologi Bangunan .................................................................... 42
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | ix
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
2.5. KAJIAN TEMA PERANCANGAN ....................................................................................... 53 2.5.1. Eco-Architecture ........................................................................................................ 53 2.5.2. Energi Ramah Lingkungan Sebagai Sumber Listrik Bangunan .................. 56 2.5.3. Pembangkit Listrik Tenaga Surya ........................................................................ 57 2.5.4. Studi Preseden Tema Perancangan ................................................................... 58 2.6. KAJIAN RUANG TERBUKA PUBLIK .................................................................................. 60 2.6.1. Aktivitas dan Interaksi Sosial ................................................................................. 60 2.6.2. Fungsi Ruang Hijau .................................................................................................. 61 2.7. PETA PERSOALAN ............................................................................................................... 62 BAB III ANALISIS DAN PEMECAHAN PERSOALAN ........................................................... 63 3.1. ANALISIS DAN KONSEP TATA RUANG KRIDOSONO CULTURAL CENTRE ....... 63 3.1.1. Analisis Alur Perilaku Pengguna .......................................................................... 63 3.1.2. Analisis Kebutuhan Ruang ..................................................................................... 65 3.1.3. Analisis Program Ruang ......................................................................................... 67 3.1.4. Konsep Organisasi Ruang Kridosono Cultural Centre ................................... 72 3.2. ANALISIS DAN KONSEP PENAMPILAN BANGUNAN CULTURAL CENTRE ........ 73 3.2.1. Analisis Karakteristik Arsitektur Yogyakarta ..................................................... 73 3.2.2. Analisis Karkateristik Arsitektur Indische di Kotabaru.................................... 76 3.2.3. Konsep Penampilan Bangunan Berdasarkan Pendekatan Kontras Terhadap Konteks Wilayah ............................................................................................... 77 3.3. ANALISIS RUANG DALAM CULTURAL CENTRE.......................................................... 81 3.3.1. Analisis Karakteristik dan Tuntutan Ruang ....................................................... 81 3.3.2. Analisis Pola Layout Ruang Seni Pertunjukan ................................................. 82 3.3.3. Analisis Material Penyerap Bunyi Ruang........................................................... 82 3.3.4. Analisis Pemantulan Bunyi Ruang Seni Pertunjukan ..................................... 84 3.4. ANALISIS DAN KONSEP PENERAPAN ECO-ARCHITECTURE ................................. 86 3.4.1. Pemilihan Solar Panel pada Bangunan Cultural Centre ............................... 86 3.4.2. Analisis Arah Peletakan Solar Panel.................................................................... 87 3.4.3. Perhitungan Output Daya Listrik dari Solar Panel .......................................... 88 Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | x
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
3.4.4. Analisis dan Konsep Peletakan Solar Panel Terhadap Bentuk Bangunan ... ....................................................................................................................................... 90 3.5. ANALISIS DAN KONSEP TAPAK ...................................................................................... 92 3.5.1. Analisis dan Konsep Pola Tapak .......................................................................... 92 3.5.2. Analisis dan Konsep Orientasi dan Tata Massa Bangunan ......................... 94 3.5.3. Analisis dan Konsep Sirkulasi ................................................................................ 95 3.6. RANCANGAN SKEMATIK................................................................................................... 96 3.6.1. Rancangan Skematik Site Plan ............................................................................. 96 3.6.2. Rancangan Skematik Denah Bangunan ............................................................ 99 3.6.3. Rancangan Skematik Selubung Bangunan .................................................... 100 BAB IV HASIL DESAIN ................................................................................................................. 102 4.1. SITUASI .................................................................................................................................. 102 4.2. SITE PLAN ............................................................................................................................. 102 4.3. DENAH BANGUNAN ........................................................................................................ 103 4.4. TAMPAK BANGUNAN ...................................................................................................... 104 4.5. POTONGAN BANGUNAN DAN KAWASAN .............................................................. 106 4.6. SISTEM STRUKTUR BANGUNAN ................................................................................... 107 4.7. SKEMA UTILITAS BANGUNAN ....................................................................................... 108 4.7.1. Skema Sistem Air Bersih....................................................................................... 108 4.7.2. Skema Sistem Sanitasi Bangunan ..................................................................... 109 4.7.3. Skema Jaringan Listrik Utama ............................................................................ 109 4.7.4. Skema Jaringan Solar Panel ................................................................................. 110 4.8. RENCANA BARRIER FREE DESIGN ................................................................................. 112 4.9. RENCANA KESELAMATAN BANGUNAN ..................................................................... 112 BAB V PENGUJIAN DESAIN........................................................................................................ 115 5.1. UJI PENAMPILAN BANGUNAN ...................................................................................... 115 5.2. UJI REVERBERATION TIME DALAM RUANG SENI PERTUNJUKAN ...................... 116 5.3. UJI EFISIENSI SOLAR PANEL PADA BANGUNAN...................................................... 117
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | xi
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
5.3.1. Uji Ketersediaan Solar Panel Terhadap Kebutuhan Energi Listrik Bangunan ...................................................................................................................................... 117 5.3.2. Uji Besar Bayangan yang Jatuh pada Bagian Solar Panel .......................... 118 BAB VI EVALUASI DESAIN ......................................................................................................... 122 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................................xx
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | xii
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Gambar 1. Kawasan Kotabaru, Yogyakarta Tahun 1945. ......................................................... 3 Gambar 2. Pintu Selatan Kridosono……………. ............................................................................. 4 Gambar 3. Panggung Konser Musik di Area Lapangan. ......................................................... 4 Gambar 4. Salah Satu Kuliner di Area Parkir Kridosono. ........................................................ 4 Gambar 5. Taman Kota di Jalan Abu Bakar Ali………… ……. ...................................................... 5 Gambar 6. Bawah Jembatan Layang Lempuyangan...... .......................................................... 5 Gambar 7. Peta Rencana Pola Ruang dan Garis Sempadan Bangunan Kelurahan Kotabaru................................................................................................................................................. 5 Gambar 8. Perspektif Eksterior dan Interior Sheikh Jaber Al Ahmad Cultural Centre. .. 7 Gambar 9. Joyokusuman Cultural Centre Solo. ......................................................................... 7 Gambar 10. Heydar Aliyev’s Concert Hall……. ............................................................................. 8 Gambar 11. Gagosian Gallery Exhibition…….. .............................................................................. 8 Gambar 12. Vennesla Library and Cultural Centre……….. ........................................................ 8 Gambar 13. Sanggar Tari…………………………………………… ............................................................ 8 Gambar 14. Energi Matahari (Solar panel)…………… ................................................................... 9 Gambar 15. Energi Angin (Kincir Angin)…………. ......................................................................... 9 Gambar 16. Pembangkit Listrik Mikrohidro (Tenaga Air)………… ........................................... 9 Gambar 17. Geothermal (Tenaga Panas Bumi)……………………. ................................................ 9 Gambar 18. Tenaga Listrik Biomassa…………. ............................................................................. 10 Gambar 19. Tenaga Listrik Biogas…………… ................................................................................ 10 Gambar 20. Tracing Peta Kelurahan Kotabaru......................................................................... 19 Gambar 21. Peta Intensitas Pemanfaatan Lahan Kawasan Kotabaru. ............................... 20
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | xiii
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Gambar 22. Peta Tipe Kontribusi Pelestarian. .......................................................................... 20 Gambar 23. Peta Eksisting Stadion Kridosono. ........................................................................ 21 Gambar 24. Ukuran Site Kridosono. ............................................................................................ 21 Gambar 25. a) Panggung dengan Hubungan Searah; b) Sebagian Penonton Mengelilingi Panggung Pada Balkon Samping dan Belakang; c) Penonton Mengelilingi Panggung Dengan atau Tanpa Balkon. ..................................................................................... 25 Gambar 26. Spasi Antar Baris Kursi…………................................................................................. 26 Gambar 27. Spasi Antar Kursi…………… ........................................................................................ 26 Gambar 28. Jenis Geometri Penempatan Kursi. ...................................................................... 26 Gambar 29. Gangway pada Baris Kursi. ..................................................................................... 27 Gambar 30. Petunjuk Dimensi Balkon. ....................................................................................... 27 Gambar 31. Tata Letak Loudspeaker. ........................................................................................... 29 Gambar 32. Tanggul Lansekap. .................................................................................................... 30 Gambar 33. Contoh Artificial Lighting pada Ruang Galeri Seni. ......................................... 31 Gambar 34. Contoh Daylighting pada Ruang Galeri Seni. ................................................... 32 Gambar 35. Ragam Bentuk Dasar Atap Rumah Tradisional Yogyakarta. ........................ 38 Gambar 36. Contoh Bangunan Langgam Zaman Kolonial Belanda di Kawasan Kotabaru............................................................................................................................................... 39 Gambar 37. Berbagai Variasi Bentuk Gevel Arsitektur…………….. ......................................... 40 Gambar 38. Berbagai Bentuk Dormer……………………………………. ........................................... 40 Gambar 39. Berbagai Detail Arsitektur Kolonial Belanda ..................................................... 40 Gambar 40. Sheikh Jaber Al Ahmad Cultural Centre. ............................................................ 42 Gambar 41. Aerial View. .................................................................................................................. 43 Gambar 42. Sirkulasi Dalam Bangunan. ..................................................................................... 43
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | xiv
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Gambar 43. Ruang Pertunjukan Teater dan Musik. ...............................................................44 Gambar 44. Ruang Pertunjukan Musik dan Galeri Seni Islam.............................................44 Gambar 45. Ruang Perpustakaan dan Konferensi. .................................................................44 Gambar 46. Cree Cultural Institute. ............................................................................................. 45 Gambar 47. Tampak Depan Cree Cultural Institute................................................................ 46 Gambar 48. Fasad Maupun Interior Bangunan Didominasi Material kayu. .................... 46 Gambar 49. Aerial View. .................................................................................................................. 47 Gambar 50. Waigaoqiao Cultural & Art Centre. ...................................................................... 48 Gambar 51. Ground Floor Plan. ..................................................................................................... 49 Gambar 52. Section 1. ....................................................................................................................... 49 Gambar 53. Section 2. ...................................................................................................................... 49 Gambar 54. Yoyogi Sport Center. ................................................................................................ 50 Gambar 55. Transformasi Bentuk Bangunan. ........................................................................... 51 Gambar 56. Potongan Bangunan. ............................................................................................... 51 Gambar 57. Louvre Museum, Paris. ............................................................................................. 52 Gambar 58. Perspektif Eksterior. .................................................................................................. 52 Gambar 59. Indikator Bangunan Eco-Architecture................................................................. 54 Gambar 60. Dasar-Dasar Eco-Architecture. .............................................................................. 55 Gambar 61. Skema Pembangkit Listrik Tenaga Surya. ........................................................... 57 Gambar 62. Perspektif Bangunan. ............................................................................................... 58 Gambar 63. Perspektif Bangunan. ............................................................................................... 59 Gambar 64. Eksterior Bangunan................................................................................................... 59 Gambar 65. Interior Bangunan. .................................................................................................... 59
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | xv
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Gambar 66. Alur Perilaku Pengunjung. ...................................................................................... 64 Gambar 67. Alur Prilaku Pekerja Seni.......................................................................................... 64 Gambar 68. Alur Prilaku Pengelola. ............................................................................................. 64 Gambar 69. Konsep Organisasi Ruang....................................................................................... 72 Gambar 70. Skema Modifikasi Joglo. .......................................................................................... 74 Gambar 71. Skema Modifikasi Tajug. .......................................................................................... 74 Gambar 72. Alur Pikir Konsep Penampilan Bangunan Berdasarkan Pendekatan Kontras. ................................................................................................................................................................ 78 Gambar 73. Konsep Bentuk, Penampilan, Tata Massa Kridosono Cultural Centre. ...... 80 Gambar 74. (2) Penyebaran Bunyi ; (3) Pemusatan Bunyi. ................................................... 85 Gambar 75. Analisis Arah Datang Matahari di Kridosono, Kotabaru untuk Peletakan Solar panel. .......................................................................................................................................... 88 Gambar 76. Grafik Radiasi Matahari Harian (Horizontal) di Kridosono, Yogyakarta.... 90 Gambar 77. Konsep Bentuk Atap Bangunan. ........................................................................... 91 Gambar 78. Simulasi Jatuh Bayangan Matahari pada Atap Solar Panel. ......................... 92 Gambar 79. Tracing Peta Kawasan Kotabaru. .......................................................................... 93 Gambar 80. Boulevard Jalan I Dewa Nyoman Oka……………................................................. 94 Gambar 81. Kawasan Gereja St. Antonius……………………………… ............................................ 93 Gambar 82. Analisis Orientasi dan Tata Massa Bangunan. .................................................. 94 Gambar 83. Analisis Sirkulasi Site. ................................................................................................ 95 Gambar 84. Skematik Site Plan Awal. ......................................................................................... 97 Gambar 85. Skematik Site Plan. .................................................................................................... 98 Gambar 86. Skematik Denah Bangunan Awal. ...................................................................... 100 Gambar 87. Skematik Denah Bangunan. ................................................................................. 100 Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | xvi
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Gambar 88. Skematik Selubung Bangunan. ............................................................................ 101 Gambar 89. Situasi Sekitar Site.................................................................................................... 102 Gambar 90. Site Plan. ..................................................................................................................... 103 Gambar 91. Denah Lantai Dasar. ................................................................................................ 103 Gambar 92. Denah Basement...................................................................................................... 104 Gambar 93. Tampak Bangunan Sisi Selatan. .......................................................................... 105 Gambar 94. Tampak Bangunan Sisi Barat. .............................................................................. 105 Gambar 95. Tampak Bangunan Sisi Utara. .............................................................................. 105 Gambar 96. Tampak Bangunan Sisi Timur. ............................................................................. 105 Gambar 97. Potongan Bangunan A-A’. .................................................................................... 106 Gambar 98. Potongan Bangunan B-B’. .................................................................................... 106 Gambar 99. Potongan Kawasan. ................................................................................................ 106 Gambar 100. Rencana Struktur Lantai Dasar. ......................................................................... 107 Gambar 101. Rencana Struktur Lantai Basement. .................................................................. 107 Gambar 102. Skema Sistem Air Bersih. ..................................................................................... 108 Gambar 103. Skema Sistem Sanitasi Bangunan. .................................................................... 109 Gambar 104. Skema Jaringan Listrik Utama. ........................................................................... 109 Gambar 105. Rencana Solar Panel. ............................................................................................. 110 Gambar 106. Skema Jaringan Solar Panel. ............................................................................... 111 Gambar 107. Rencana Barrier Free Design. .............................................................................. 112 Gambar 108. Rencana Penanggulangan Kebakaran Lantai 1. ............................................ 113 Gambar 109. Rencana Penanggulangan Kebakaran Basement. ........................................ 114 Gambar 110. Rencana Jalur Evakuasi. ......................................................................................... 114
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | xvii
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Gambar 111. Pengujian Besar Bayangan pada Tanggal 21 Juni Pukul 07.00 WIB. ........ 118 Gambar 112. Pengujian Besar Bayangan pada Tanggal 21 Juni Pukul 12.00 WIB. ........ 118 Gambar 113. Pengujian Besar Bayangan pada Tanggal 21 Juni Pukul 17.00 WIB. ........ 119 Gambar 114. Pengujian Besar Bayangan pada Tanggal 21 Oktober Pukul 07.00 WIB. ............................................................................................................................................................... 119 Gambar 115. Pengujian Besar Bayangan pada Tanggal 21 Oktober Pukul 12.00 WIB.119 Gambar 116. Pengujian Besar Bayangan pada Tanggal 21 Oktober Pukul 17.00 WIB. .............................................................................................................................................................. 120 Gambar 117. Pengujian Besar Bayangan pada Tanggal 21 Desember Pukul 07.00 WIB. .............................................................................................................................................................. 120 Gambar 118. Pengujian Besar Bayangan pada Tanggal 21 Desember Pukul 12.00 WIB. .............................................................................................................................................................. 120 Gambar 119. Pengujian Besar Bayangan pada Tanggal 21 Desember Pukul 17.00 WIB. ............................................................................................................................................................... 121
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | xviii
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Tabel 1. Jenis-Jenis Atap Joglo. ..................................................................................................... 10 Tabel 2. Kebutuhan Ruang Pengunjung. ................................................................................... 65 Tabel 3. Besaran Ruang Cultural Centre. ................................................................................... 67 Tabel 4. Macam Karakteristik Utama Arsitektur Yogyakarta................................................ 75 Tabel 5. Ciri-Ciri Elemen Arsitektur bangunan di Kotabaru. ................................................ 76 Tabel 6. Pendekatan Contrast Berdasarkan Bentuk Massa Bangunan. ............................ 78 Tabel 7. Pendekatan Contrast Berdasarkan Pattern Bangunan. ......................................... 79 Tabel 8. Pendekatan Contrast Berdasarkan Material dan Warna Bangunan. ................ 79 Tabel 9. Pendekatan Contrast Berdasarkan Fasad Bangunan. ............................................ 80 Tabel 10. Analisis Karakteristik dan Tuntutan Ruang Utama Cultural Centre. ................ 81 Tabel 11. Koefisien Penyerapan Bunyi Material Lantai. .......................................................... 83 Tabel 12. Koefisien Penyerapan Bunyi Material Dinding. ...................................................... 83 Tabel 13. Koefisien Penyerapan Bunyi Material Plafon .......................................................... 83 Tabel 14. Koefisien Penyerapan Bunyi Material Kursi Penonton. ....................................... 84 Tabel 15. Spesifikasi Solar panel Poluchrystalline Sinyoku 300WP. ................................... 87 Tabel 16. Data Radiasi Matahari Harian (Horizontal) di Kridosono, Yogyakarta. .......... 89 Tabel 17. Poin-poin Perbaikan..................................................................................................... 122
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | xix
“Architecture is the thoughtful making of space” Louise Khan
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
1.1.
JUDUL KRIDOSONO CULTURAL CENTRE DAN PUBLIC SPHERE Merancang Cultural Centre yang Memiliki Bentuk dan Penampilan yang
Mencerminkan Karakteristik Budaya Yogyakarta di Kawasan Kotabaru Dengan Pendekatan Eco-Architecture. 1.2. DESKRIPSI JUDUL 1.2.1. Kridosono Cultural Centre Cultural
Centre
adalah
organisasi,
bangunan,
atau
kompleks
yang
mempromosikan budaya dan seni. (https://en.wikipedia.org/wiki/Cultural_centre). Kridosono Cultural Centre merupakan sebuah fasilitas publik yang menyediakan sarana pembelajaran seni dan budaya yang rekreatif serta tempat pertunjukan seni tradisional maupun modern. 1.2.2. Public Sphere Public Sphere dapat diartikan sebagai ruang interaksi masyarakat, adalah pemanfaatan lanskap Kridosono sebagai taman tengah kota yang disediakan untuk fungsi sosial masyarakat serta dapat sebagai paru-paru kota Yogyakarta. 1.2.3. Karakteristik Budaya Yogyakarta Karakteristik budaya Yogyakarta adalah suatu ciri khas atau identitas yang melekat dengan kebudayaan di Yogyakarta, baik itu dari segi fisik maupun filosofinya. Contohnya karakteristik yang dapat diterapkan ke dalam desain bangunan, yaitu elemen-elemen dan nilai filosofi arsitektur lokal, transformasi seni dan budaya Yogyakarta, serta ornamen-ornamen khas Yogyakarta.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 1
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
1.2.4. Kawasan Kotabaru Kotabaru merupakan Kelurahan yang berada di Kecamatan Gondokusuman, Kota Yogyakarta. Kawasan ini ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Budaya karena merupakan perwujudan perkembangan permukiman Belanda di Yogyakarta yang memiliki karakteristik arsitektur indische dan bernilai sejarah tinggi. 1.2.5. Eco-Architecture (Arsitektur Ekologi) Ekologi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan lingkungannya. (Frick Heinz, Dasar-dasar Ekoarsitektur, 1998). Arsitektur ekologi (eco-architecture) merupakan pembangunan berwawasan lingkungan dimana memanfaatkan potensi alam semaksimal mungkin. 1.3. LATAR BELAKANG 1.3.1. Non-Arsitektural Kawasan Kotabaru Kawasan Kotabaru merupakan kawasan perumahan bagi orang Belanda yang dibangun setelah Perang Dunia I, atau pada akhir pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwana VII yaitu tahun 1877 - 1921. Pada tahun 1920 Kotabaru atau Nieuwe Wijk, kawasan ini berkembang sebagai konsekuensi padatnya kawasan Loji Kecil. Kemajuan industri gula, perkebunan, pendidikan dan kesehatan, hal tersebut menyebabkan jumlah orang Belanda menetap di Yogyakarta semakin meningkat. Kotabaru menjadi kawasan hunian alternatif yang berfasilitas lengkap. Kotabaru dirancang dengan konsep Garden City. Konsep Garden City mempunyai ciri seperti berikut ruas jalan yang relatif besar dengan area taman dan pohon-pohon besar dan tanaman buah yang banyak terdapat di sepanjang pedestrian. Setiap rumah dan jalan dipenuhi oleh pohon-pohon agar rindang dan nyaman. Kawasan Kotabaru ditetapkan oleh Dewan Pertimbangan Pelestarian Warisan Budaya (DP2WB) DIY sebagai Kawasan Cagar Budaya (KCB) yang harus dijaga nilai historis kawasannya agar tidak pudar atau hilang.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 2
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Gambar 1. Kawasan Kotabaru, Yogyakarta Tahun 1945. Sumber : http://google.co.id/image.
Sesuai Peraturan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Pelestarian Warisan Budaya dan Cagar Budaya, pada pasal 64 menetapkan bahwa “Kawasan Cagar Budaya Kotabaru memakai gaya arsitektur Indis dan Kolonial�. Stadion Kridosono Stadion ini biasa digunakan untuk kegiatan olahraga masyarakat Yogyakarta khususnya olahraga sepak bola, meskipun saat ini intensitas kegiatan olahraga sudah tidak banyak seperti dulu, bahkan sekarang sudah dianggap tidak layak untuk dijadikan lapangan sepak bola. Sekarang telah banyak stadion yang digunakan untuk sepakbola, maka seiring perkembangannya Kridosono yang pernah menjadi ikon olahraga Yogyakarta juga membuka pusat-pusat olahraga lainnya seperti futsal, kolam renang bahkan dahulu bilyar juga ada di sekitar Kridosono. Saat ini stadion tersebut jarang digunakan dan fasilitas pendukung stadion yang tidak dirawat dengan baik memunculkan sifat masyarakat yang enggan untuk menggunakan bahkan berkunjung ke stadion tersebut, kecuali ada suatu event atau pertunjukan seni. Sekarang wilayah Kridosono sering digunakan untuk tempat pertunjukan seni musik nasional maupun
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 3
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
internasional dan event-event yang memerlukan ruang terbuka di tengah kota, karena lokasinya yang sangat strategis dan merupakan ruang terbuka publik yang cukup luas. Di sekeliling stadion ini juga banyak difungsikan untuk aktivitas perekonomian.
Gambar 2. Pintu Selatan Kridosono. Sumber : http://google.co.id/image.
Gambar 3. Panggung Konser Musik di Area Lapangan. Sumber : http://google.co.id/image.
Gambar 4. Salah Satu Kuliner di Area Parkir Kridosono. Sumber : http://kotajogja.com.
Ruang Sosial di Kotabaru Isu mengenai ruang publik di Kota Yogyakarta juga menjadi hal perlu diperhatikan. Keberadaan ruang publik di area perkotaan Yogyakarta, khususnya di kawasan Kotabaru ini dianggap masih sangat minim. Hal ini dapat berdampak pada ancaman sosial masyarakatnya. Taman-taman kota Yogya hanya sebatas fungsi estetika dan penghijauan saja, tidak sebagai fungsi sosial masyarakat. Minimnya Ruang sosial masyarakat pada kawasan Kotabaru ini karena tidak adanya ketersediaan lahan yang cukup luas. Oleh karena itu, perlu adanya pemanfaatan ruang terbuka Kridosono yang cukup luas sebagai ruang sosial bagi masyarakat.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 4
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Gambar 5. Taman Kota di Jalan Abu Bakar Ali Gambar 6. Bawah Jembatan Layang Lempuyangan yang Hanya Berfungsi Sebagai Ruang Hijau. Dimanfaatkan Warga Untuk Menghabiskan Waktu Sore. Sumber : http://google.co.id/image. Sumber : http://jogja.tribunnews.com.
1.3.2. Arsitektural Tata Guna Lahan Stadion Kridosono Sesuai dengan isi Peraturan Walikota Yogyakarta pada Peta Rencana Pola Ruang dan Ketentuan Pemanfaatan Ruang Kridosono diberikan kode SPU-4 yang berarti Sarana Olahraga dan Rekreasi. Kenyataannya Kridosono sebagai ruang publik terlihat tidak terawat fasilitas dan ruang kosongnya yang seharusnya dapat dijadikan sebagai ruang publik, rekreasi, atau pusat kegiatan publik tengah kota. Pada tahun 2010 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Yogyakarta mengkaji upaya pengembangan Stadion Kridosono untuk mengoptimalkan fungsinya sebagai area publik. Dengan menggunakan konsep rekreatif yang saat ini masih kurang keberadaannya, maka eksistensi Kridosono sebagai landmark kota perlu ditata ulang. Sarana rekreasi yang akan dirancang merupakan sebuah fasilitas publik yang dapat mewadahi aktivitas seni, budaya, dan rekreasi.
Gambar 7. Peta Rencana Pola Ruang dan Garis Sempadan Bangunan Kelurahan Kotabaru. Sumber : PERDA RDTR No.1 Tahun 2015-2035 Kota Yogyakarta.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 5
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Dilakukan perancangan di lokasi Stadion Kridosono karena bisa dibilang stadion ini merupakan ruang terbuka di tengah kota yang kurang dimanfaatkan dengan baik. Kridosono yang menjadi titik pusat di Kotabaru seharusnya dapat menjadi pusat aktivitas masyarakat disekitarnya. Identitas Yogyakarta sebagai kota pelajar dan budaya terancam keberadaannya dengan maraknya pembangunan hotel berbintang dan bangunan-bangunan komersial, khususnya di daerah tengah kota seperti Kotabaru. Oleh karena itu, dengan dialihfungsikan Stadion Kridosono menjadi pusat kebudayaan Yogyakarta dan ruang publik bagi masyarakat maka dampak isu-isu terebut dapat diminimalisir. Karakteristik Arsitektur Lokal dan Indische Kawasan Kotabaru memiliki ciri khas atau karakteristik arsitektur kolonial Belanda yang digolongkan menjadi Kawasan Cagar Budaya (KCB) oleh pemerintah Kota Yogyakarta. Pola dan orientasi tata ruang kawasan Kotabaru berbentuk radial, hal ini berbeda dengan konsep kawasan di Yogyakarta lainnya yang berorientasi utaraselatan. Karakter visual kawasan ditentukan oleh bentukan fisik pembentuk ruang yang berada di sisi ruang jalan. Identifikasi ini mewakili kekhasan garden city di kawasan Kotabaru. Lokasi perancangan berada di Stadion Kridosono yang merupakan titik sumbu kawasan Kotabaru. Lokasi ini memiliki potensi sangat besar untuk pembangunan fasilitas publik bagi masyarakat Yogyakarta, tetapi dapat juga menjadi permasalahan baru jika adanya pembangunan bangunan baru yang lokasinya berada di tengahtengah kawasan cagar budaya, seperti Stadion Kridosono ini. Perancangan bengunan Cultural Centre pada lokasi ini dinilai cukup sulit dilakukan karena merancang sebuah bangunan
pusat
kebudayaan,
sehingga
diharapkan
mampu
mencerminkan
identitas/ciri khas budaya Yogyakarta yang berlokasi di kawasan cagar budaya yang memiliki karakteristik visual arsitektur indische yang kuat dan memiliki nilai sejarah tinggi.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 6
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Berikut beberapa contoh bangunan Cultural Centre yang dapat mewakili identitas daerahnya.
Gambar 8. Perspektif Eksterior dan Interior Sheikh Jaber Al Ahmad Cultural Centre. Sumber : http://www.sshic.com/projects/sheikh-jaber-al-ahmad-cultural-centre.
Gambar 9. Joyokusuman Cultural Centre Solo. Sumber : http://google.co.id/image.
Fungsi Ruang Dalam Cultural Centre Bangunan Pusat Kebudayaan memiliki beberapa kebutuhan akan fungsi yang perlu diwadahi, yaitu pementasan, sarasehan, lokakarya, serta acara publikasi lainnya (auditorium/teater dan ruang pertemuan) ; pameran dan pekan seni (galeri dan ruang exhibition) ; menyimpan, mengolah, dan memberikan informasi-informasi terkait seni dan budaya daerah setempat ke masyarakat luas (perpustakaan budaya) ; tempat pembelajaran dan pengenalan seni dan budaya (sanggar tari atau studio seni). Hal tersebut tentu memiliki persyaratan-persyaratan ruang dalam dan dampak yang ditimbulkan dari tiap ruang. Perlu adanya kontrol kualitas pencahayaan, penghawaan, dan akustik ruang dalam yang baik demi kenyamanan pengguna atau pengunjung
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 7
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
bangunan, khususnya akustik ruang yang berpengaruh pada kenyamanan antar ruang. Berikut beberapa contoh ruang dalam bangunan Cultural Centre.
Gambar 10. Heydar Aliyev’s Concert Hall. Sumber : http://google.co.id/image.
Gambar 11. Gagosian Gallery Exhibition. Sumber : http://google.co.id/image.
Concert Hall yang memerlukan desain dan material selubung ruang yang bersifat kedap suara untuk meredam kebisingan dari dalam ke luar dan luar ke dalam seperti pada gambar diatas (gambar 10). Sedangkan galeri seni pada gambar 11 memerlukan sistem pencahayaan yang baik untuk fungsi visual pada karya seni yang dipamerkan.
1
Gambar 12. Vennesla Library and Cultural Centre. Sumber : http://google.co.id/image.
Gambar 13. Sanggar Tari. Sumber : http://google.co.id/image.
Ruang perpustakaan dituntut agar dapat menjaga ketenangan, kenyamanan, dan terhindar dari kebisingan luar ruang (gambar 12). Sedangkan ruang pembelajaran seni, yaitu sanggar tari dan musik tradisional menimbulkan kebisingan, sehingga memerlukan selubung ruang yang kedap suara.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 8
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Bangunan Ramah Lingkungan Seiring pertumbuhan penduduk di Yogyakarta, kualitas lingkungan di kawasan perkotaan semakin mengalami degradasi. Kepadatan kendaraan bermotor di daerah perkotaan, khususnya di kawasan Kotabaru menjadi faktor utama polusi udara. Oleh karena itu, perlu adanya suatu pembangunan berkonsep ekologis yang berdampak baik terhadap lingkungan atau dapat dikatakan ramah lingkungan. Pada perancangan Cultural Centre ini, penulis menerapkan konsep Eco-Architecture yang merupakan proses adaptasi pada sumber daya alam dan kepedulian akan kondisi lingkungan yang semakin menurun. Ramah lingkungan pada dasarnya adalah penerapan konsep “zero waste�, pada konsep tersebut diharapkan mampu mencegah, mengurangi dan menghilangkan terbentuknya limbah sebagai bahan pencemar lingkungan yang dihasilkan oleh bangunan Cultural Centre ini. Berikut beberapa macam sumber energi dari alam yang dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan listrik suatu bangunan.
Gambar 14. Energi Matahari (Solar panel). Sumber : http://google.co.id/image.
Gambar 16. Pembangkit Listrik Mikrohidro (Tenaga Air). Sumber : http://google.co.id/image.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Gambar 15. Energi Angin (Kincir Angin). Sumber : http://google.co.id/image.
Gambar 17. Geothermal (Tenaga Panas Bumi). Sumber : http://google.co.id/image.
Proyek Akhir Sarjana | 9
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
1
Gambar 18. Tenaga Listrik Biomassa. Sumber : http://google.co.id/image.
Gambar 19. Tenaga Listrik Biogas Sumber : http://google.co.id/image.
Dari beberapa pilihan sumber energi alternatif diatas, yang cocok untuk diaplikasikan pada bangunan di perkotaan Yogyakarta adalah pemanfaatan energi surya sebagai sumber tenaga listrik bangunan. Permasalahan yang timbul dari penggunaan solar panel energi ramah lingkungan, yaitu terkait penempatannya yang harus terhindar dari penghalang apapun serta sudut kemiringan solar panel yang disarankan 10ยบ agar memperoleh radiasi sinar matahari yang optimal. Hal tersebut tentu mempengaruhi ciri khas arsitektur tradisional Yogyakarta, khususnya pada bentuk atap yang dominan menggunakan atap joglo dengan kemiringan 30o-60o. Berikut beberapa contoh bentuk atap joglo yang menggambarkan ciri khas arsitektur Yogyakarta. Tabel 1. Jenis-Jenis Atap Joglo.
Sumber : http://google.co.id/image.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 10
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
1.4. RUMUSAN PERMASALAHAN 1.4.1. Permasalahan Umum Bagaimana merancang Cultural Centre yang dapat mewadahi berbagai aktivitas seni dan budaya Yogya, mencerminkan identitas Yogya, serta memperhatikan efisiensi energi bangunan? 1.4.2. Permasalahan Khusus • Bagaimana merancang Cultural Centre dengan bentuk dan penampilan yang mencerminkan karakter arsitektur Yogyakarta pada kawasan yang berkarakter arsitektur indische dan memiliki nilai sejarah tinggi? • Bagaimana merancang beberapa ruang dalam dan luar yang memiliki persyaratan dan dampak yang berbeda dengan memperhatikan kenyamanan dalam ruang dan tidak saling menganggu? • Bagaimana merancang Cultural Centre yang menggunakan energi ramah lingkungan, tetapi tidak menghilangkan ciri khas arsitektur lokal? 1.5. TUJUAN PERANCANGAN Cultural Centre yang dapat mewadahi berbagai aktivitas seni dan budaya Yogya, mencerminkan identitas Yogya, serta memperhatikan efisiensi energi bangunan. 1.6. SASARAN PERANCANGAN • Merancang Cultural Centre dengan bentuk dan penampilan yang mencerminkan karakter arsitektur Yogyakarta pada kawasan yang berkarakter arsitektur indische dan memiliki nilai sejarah tinggi. • Merancang beberapa ruang dalam dan luar yang memiliki persyaratan dan dampak yang berbeda dengan memperhatikan kenyamanan dalam ruang dan tidak saling menganggu. • Merancang Cultural Centre yang menggunakan energi ramah lingkungan, tetapi tidak mengganggu penampilan bangunan.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 11
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
1.7. METODE PERANCANGAN Pada perancangan Cultural Centre dan Public Sphere ini, perancang melakukan beberapa tahapan metode mulai dari pengumpulan data hingga proses perancangan. Berikut metode-metode yang dilakukan.
Identifikasi permasalahan, pengenalan dan penetapan tema perancangan.
Pengumpulan data eksisting, kajian tema perancangan, kajian tipologi dan preseden.
Analisa permasalahan, data dari kajian teori, dan hasil survei lapangan.
Ide-ide rancangan berbentuk deskriptif dan sketsa-sketsa. Konsep dirumuskan berdasarkan proses analisa.
Gambar rancangan dalam bentuk digital sesuai dengan konsep perancangan.
Mengevaluasi hasil rancangan awal.
Penyempurnaan rancangan desain cultural centre & public sphere.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 12
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Berikut penjelasan metode perancangan yang dilakukan penulis dalam merancang Kridosono Cultural Centre dan Public Sphere di Kotabaru. 1.7.1. Permulaan Mengidentifikasi masalah dan potensi site dan sekitarnya, sehingga diperoleh fungsi bangunan serta tema dasar apa yang akan dirancang pada lokasi site tersebut. Kemudian merumuskan masalah atau isu yang bersifat non-arsitektural maupun arsitektural. 1.7.2. Persiapan Pengumpulan data-data yang diperlukan, meliputi data primer dan sekunder, yaitu : • Data Primer Data
primer
dikumpulkan
melalui
survey
lapangan
(observasi),
yaitu
pengumpulan data fisik tapak dan aktivitas sekitar tapak. Data yang didapatkan yaitu kondisi kawasan rancangan, batasan site, dan sirkulasi kendaraan eksisting. • Data Sekunder Data sekunder yang dikumpulkan adalah kajian literatur mengenai seni dan budaya Yogyakarta, kebutuhan aktivitas kesenian yang ditampung pada Cultural Centre ini, studi preseden, peta kondisi fisik kawasan, dan teori-teori mengenai tema perancangan eco-architecture. 1.7.3. Analisis • Analisis tata ruang Kridosono Cultural Centre. o
Analisis alur perilaku pengguna bangunan
o
Analisis kebutuhan ruang
o
Analisis program ruang
• Analisis penampilan bangunan Cultural Centre. o
Analisis karakteristik arsitektur Yogyakarta
o
Analisis karakteristik indische pada kawasan Kotabaru
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 13
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
• Analisis ruang dalam Kridosono Cultural Centre. o
Analisis karakteristik dan persyaratan ruang dalam
o
Analisis Material Penyerap Bunyi Ruang
o
Analisis Pemantulan Bunyi Ruang Seni Pertunjukan
• Analisis tema eco-architecture. o
Pemilihan tipe solar panel pada bangunan
o
Analisis arah peletakan solar panel
o
Analisis perhitungan jumlah output daya listrik dari solar panel
o
Analisis peletakkan solar panel terhadap bentuk bangunan
• Analisis tapak Kridosono Cultural Centre. o
Analisis pola tapak
o
Analisis orientasi tata massa bangunan
o
Analisis sirkulasi
1.7.4. Konsep Rancangan Sebuah desain yang baik bermula dari konsep desain yang baik pula. Proses ini merupakan dasar pemikiran penulis untuk memecahkan tuntutan desain dan permasalahan desain. Penulis menggambarkan konsep dengan menuangkannya ke dalam sketsa-sketsa ide dan deskriptif mengenai perancangannya. 1.7.5. Desain Awal Tahap ini adalah proses pengembangan rancangan dengan cara membuat skematik desain sesuai dengan konsep rancangan yang dirumuskan pada tahap sebelumnya dalam bentuk digital menggunakan software BIM. 1.7.6. Evaluasi Desain Desain awal kemudian dievaluasi untuk mengetahui apakah kualitas rancangan sudah baik dan apakah sudah mampu menyelesaikan persoalan yang sudah dirumuskan pada proses sebelumnya. Proses evaluasi desain dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 14
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
•
Simulasi 2D dan 3D bangunan menggunakan software BIM untuk melihat keberhasilan ruang dalam dan luar bangunan.
•
Menggunakan standar dan perhitungan sebagai tolak ukur keberhasilan perancangan solar panel sebagai sumber energi listrik pada bangunan.
1.7.7. Pengembangan Desain Setelah dilakukan evaluasi desain, kemudian rancangan dikembangkan lebih lanjut dan terperinci. Proses ini merupakan tahap akhir perancangan, penyempurnaan terkait detail hingga seluruh aspek bangunan lebih ditampilkan.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 15
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
1.8.
KERANGKA BERPIKIR
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 16
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
1.9. KEASLIAN DAN KEBARUAN PENULISAN 1. Kridosono Sebagai Public Centre di Pusat Kota Yogyakarta/2012 Pendekatan : Edukasi, informasi, dan rekreasi. Oleh
: Yoseph Arator Sabre/2197099/UKDW.
Konsep
: Mendesain Public Centre yang bersifat komersial, edukatif, dan rekreatif.
Kesamaan
: Memiliki kesamaan lokasi site di Kridosono, konsep bangunan mengintegrasikan fasilitas publik dan komersial.
Perbedaan
: Terletak pada fungsi bangunan.
2. Kridosono Sport Centre/2015 Pendekatan : Fleksibilitas ruang. Oleh
: Rizky Atma Satria/11512051/UII.
Konsep
: Rancangan Sport Centre yang bersifat rekreatif dan memperhatikan efektifitas ruang serta kenyamanan dalam dan luar ruang.
Tema
: Flexibilitas Ruang.
Kesamaan
: Lokasi site di Kridosono, rancangan pusat kegiatan di tengah kota, dan konsep dasar perancangan.
Perbedaan
: Fungsi bangunan, pendekatan, dan tema dasar perancangan.
3. Pusat Kebudayaan di Yogyakarta/2014 Pendekatan : Transformasi kebudayaan Yogyakarta. Oleh
: Dimas Wijokongko/08512094/UII.
Konsep
: Mengadaptasi karakteristik budaya Jawa ke dalam bangunan
Kesamaan
: Pendekatan dan fungsi bangunan.
Perbedaan
: Konsep perancangan.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 17
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
4. Medan Cultural Centre (Arsitektur Neo-Vernakuler)/2010 Pendekatan : Mengadaptasi arsitektur Neo-Vernakular. Oleh
: Richardo Sitompul/060406062/USU.
Konsep
: Penerapan bentuk bangunan tradisional Medan ke dalam bentukan modern bangunan.
Tema
: Neo-Vernakular.
Kesamaan
: Fungsi bangunan.
Perbedaan
: Konsep dan tema perancangan.
5. Pusat Komunitas dan Olahraga di Kridosono/2015 Pendekatan : Ekologi Lanskap. Oleh
: Nadya Laxmi Hibbaty/11512054/UII.
Konsep
: Mendesain Pusat Olahraga sebagai Perwujudan RTH.
Kesamaan
: Lokasi perancangan.
Perbedaan
: Fungsi bangunan dan konsep rancangan.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 18
“Each new situation requires a new architecture” Jean Nouvel
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
2.1. DATA LOKASI PERANCANGAN Kridosono Cultural Centre ini berlokasi di kawasan Kridosono, Kelurahan Kotabaru, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. Saat ini kawasan Kridosono difungsikan sebagai fasilitas olahraga, ruang hijau, serta fungsi kuliner. 2.1.1. Kawasan Makro
Gambar 20. Tracing Peta Kelurahan Kotabaru. Sumber : Penulis, 2016.
BATAS WILAYAH :
GEOGRAFIS :
• Batas sisi Utara : Jl. Jendral Sudirman
• Ketinggian : +/- 114M
• Batas sisi Selatan : Rel Kereta Api-
• Curah Hujan : +/- 759-759 mm/th
Stasiun Lempuyangan • Batas sisi Timur : Jl.Dr. Wahidin
• Topografi : Daratan Rendah • Suhu Udara : 25 C
• Batas sisi Barat : Sungai Code
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 19
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Berikut lampiran beberapa peta properti fisik di kawasan Kotabaru.
Gambar 21. Peta Intensitas Pemanfaatan Lahan Kawasan Kotabaru. Sumber : Wibisono, 2014.
Berdasarkan data diatas, Kridosono tergolong RTH 3 (RTH fungsi tertentu) / PFU (penyempurnaan fasilitas umum) dengan KDB 50%, KLB 0,9, dan jumlah lantai 1.
Gambar 22. Peta Tipe Kontribusi Pelestarian. Sumber : Wibisono, 2014. Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 20
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Berdasar peta diatas, area Kridosono ditandai dengan warna biru muda yang diartikan sebagai Kontribusi (3 aspek), yaitu hijau + ruang terbuka + berpotensi arsitektur. 2.1.2. Kawasan Mikro
Legenda : 1. Merapi Resto 2. GOR Umbang Tirta 3. Kolam Renang Umbang Tirta 4. Tribun 5. Food Court (PKL) 6. Lapangan Kridosono
Gambar 23. Peta Eksisting Stadion Kridosono. Sumber : Rizky, 2016.
Gambar 24. Pemetaan Zona Eksisting. Sumber : Chairurrijal, 2016.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Gambar 24. Ukuran Site Kridosono. Sumber : Chairurrijal, 2016.
Proyek Akhir Sarjana | 21
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Regulasi Mengenai Blok Kridosono Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 99 Tahun 2009 tentang Perubahan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 21 Tahun 2009 tentang Penjabaran Status Kawasan, Pemanfaatan lahan, dan Intensitas Pemanfaatan Ruang yang Berkaitan dengan Tatanan Fisik Bangunan di Blok Kridosono, perlu adanya penambahan ketentuan mengenai Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang berfungsi ekologis.
Pengaturan Pembangunan di Kawasan Kridsono: • Koefisien Lantai Bangunan KLB di daerah ini adalah 0,9 dan ketinggian maksimum 14 m. • Koefisien Dasar Bangunan KDB di daerah ini adalah 30% dengan ruang terbuka hijau sebesar 50%. • Sempadan Garis sempadan bangunan adalah 10 meter dari jalan sekunder (as jalan) dan 5 meter dari jalur pedestrian. (Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 99 Tahun 2009). 2.2. KAJIAN CULTURAL CENTRE 2.2.1. Definisi Umum Kebudayaan Pengertian budaya menurut KBBI berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi dan akal) diartikan sebagai
hal-hal
yang
berkaitan
dengan
budi,
akal
manusia.
(http://kbbi.web.id/budaya). Kebudayaan adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia, seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat, keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya
dan
yang
menjadi
pedoman
tingkah
lakunya.
(http://kbbi.web.id/budaya).
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 22
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Dalam ilmu Antropologi, Koentjaraningrat (2009: 144) menjelaskan bahwa “kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. 2.2.2. Definisi Umum Pusat Budaya (Cultural Centre) Pusat budaya menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah tempat membina dan mengembangkan kebudayaan. Pusat budaya juga bisa diartikan sebagai tempat kegiatan pelestarian kebudayaan yang berfungsi untuk menampung berbagai kegiatan yang berkaitan dengan budaya. (http://kbbi.web.id/budaya). 2.2.3. Fungsi Cultural Centre • Tempat untuk mempelajari aspek-aspek kebudayaan, • Tempat bertemu dan mendiskusikan hal-hal yang berhubungan dengan kebudayaan, • Tempat mempertunjukan kegiatan-kegiatan kebudayaan, • Tempat pertukaran kebudayaan antar suatu bangsa, • Sebagai sarana bertemunya dua kebudayaan dalam mewujudkan persahabatan antara kedua bangsa, • Sebagai wadah untuk rekreasi yang bermanfaat dalam usaha mengembangkan kebudayaan masing-masing negara. (Yusmaniar Widya A., 2009). 2.2.4. Persyaratan Ruang Cultural Centre • Ruang Seni Pertunjukan Ruang seni pertunjukan secara umum berfungsi untuk mewadahi aktifitas seni dari seniman perseorangan maupun kelompok dan menyampaikannya kepada penonton dalam bentuk seni drama, tari, dan musik. Sebuah gedung pertunjukan seni harus memiliki syarat kunci (Appleton, 2008:520) yakni sebagai berikut :
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 23
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
o
Setiap perseorangan penonton harus mampu melihat dengan jelas penampilan artis, latar/layar, sebagaimana juga dengan jelas mendengar pidato, musik, dan suara.
o
Desain auditorium harus memikirkan kenyamanan penonton, keamanan terhadap api, kualitas dari akustik, sistem suara, dan juga pencahayaan
o
Teknologi pada panggung dan fasilitasnya akan terus berkembang seiring dengan jaman.
Menurut Quentin Pickard dalam bukunya The Architect Handbook, Dalam sebuah gedung pementasan seni, terdapat 3 kelompok ruang yakni : o
Resepsionis /Front of The house : entrance hall, foyers, ticket box, toilets, koridor dan tangga
o
Auditorium : Studio/ Main Seating Area
o
Panggung/Back Stage : Panggung utama, ruang ganti, area belakang panggung.
Demi terciptanya kenyamanan ruang pertunjukan, perlu adanya persyaratan dan standarisasi mengenai rancangan tersebut. Berikut persyaratan desain dalam ruang seni pertunjukan. Tata Panggung Layout panggung dikombinasikan dengan variasi bentukan geometri seperti gambar dibawah ini.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 24
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Gambar 25. a) Panggung dengan Hubungan Searah; b) Sebagian Penonton Mengelilingi Panggung Pada Balkon Samping dan Belakang; c) Penonton Mengelilingi Panggung Dengan atau Tanpa Balkon. Sumber : Appleton, 2008 : 107.
Kursi Penonton Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merancang kursi penonton ruang seni pertunjukan adalah sebagai berikut : Jarak yang diperhatikan adalah dari sandaran kursi terdepan dengan dudukan bagian depan kursi belakang (Clearway). Minimum jarak 300m dan tidak lebih dari 500mm.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 25
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
1
Gambar 26. Spasi Antar Baris Kursi. Sumber : Appleton, 2008 : 120.
Gambar 27. Spasi Antar Kursi Sumber : Neufert Architect’s Data Edisi 3 : 478.
Layout penempatan kursi penonton dirancang dalam bentuk linear, melingkar, atau bentuk yang lebih komplek, yaitu dengan sudut kemiringan tertentu.
Gambar 28. Jenis Geometri Penempatan Kursi. Sumber : Appleton, 2008 : 121.
Gangways, yaitu dimensi lebar dari gang di dalam layout temat duduk dalam tiap tingkat auditorium detentukan oleh fungsi mereka sebagai jalur evakuasi dan jumlah tempat duduk yang disediakan. Lebar minimum adalah 1.100 mm dan 1.300mm apabila dikondisikan untuk kursi roda. Berikut dibawah ini gambaran gangway pada baris kursi penonton.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 26
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Gambar 29. Gangway pada Baris Kursi. Sumber : Appleton, 2008 : 121.
Dengan jumlah kursi yang banyak maka baris tempat duduk akan sekaligus menjadi panjang sehingga penonton yang duduk dibelakang akan terganggu. Demi menjaga kenyamanan penonton terutama yang duduk di bagian belakang, maka dapat dilakukan dengan menggunakan balkon sebagai berikut.
Gambar 30. Petunjuk Dimensi Balkon. Sumber : Pickard, 2002 : 381.
Perbandingan maksimal dari jarak D:H adalah 1:1 untuk sebuah gedung konser. Garis pandang dari balkon menuju panggung tidak boleh lebih dari 30o dan baris paling belakang harus punya pandangan yang bebas menuju panggung.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 27
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Ruang Belakang Panggung Pengertian ruang ruang adalah sebagai berikut (Appleton,2008 : 176) : Single Room: Ruang ganti tunggal yang biasanya digunakan oleh artis utama dalam sebuah gedung pertunjukkan. Memiliki kapasitas kecil (1–2 orang) dengan fasilitas relaksasi, TV, kamar mandi dalam, dan make up. Luasan dari ruang ini minimal 15 m². Shared Room: Jumlah maksimal pengguna ruang ini adalah 4 orang. Didalamnya terdapat meja, kursi, lemari pakaian, dan lain – lain. selain itu, juga terdapat kamar mandi untuk tiap orang yang ada didalamnya. Luasan Ruang termasuk Shower mencapai 18 m². Communal Room: Jumlah pengguna ruang ini tidak lebih dari 20 orang. Didalamnya terdapat meja, kursi, lemari pakaian, dan lain – lain. Dengan kapasitas kamar mandi adalah 1 kamar mandi untuk 4 orang. Ruang gerak 1.5–3m² per orang. Kombinasi antara 2 communal room dapat membuat ruang yang lebih besar untuk ruang pemanasan dan ruang meeting. Utilitas Terkait Seni Pertunjukan a) Pencahayaan Di dalam ruang pertunjukan seni perlu adanya sistem pencahayaan untuk memberi kesan dramatis dalam sebuah acara. Pencahayaan dalam ruang mencakup : o Pencahayaan pengisi acara, arah dari lighting menuju panggung dengan penerangan yang jelas. o Pencahayaan pada ruang audit, dalam pencahayaan untuk sirkulasi dan area tempat duduk untuk penonton untuk mengitari auditorium. Auditorium biasanya menggunakan teknologi dimmed. o Pencahayaan Darurat, adalah pencahayaan untuk menunjukkan bagaimana sirkulasi menuju pintu darurat terdekat yang ber watt kecil dan diletakkan di lantai ruangan.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 28
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
b) Akustik Ruang Pertunjukan Indoor Berbagai macam posisi speaker di dalam auditorium diletakkan di bagian sisi dan belakang dinding, langit – langit auditoroium, balkon, bahkan mungkin saja diletakkan di bawah lantai dari tempat duduk. Lokasi dari speaker membutuhkan sambungan yang tidak terganggu dari speakers menuju penonton. (Barron, 2009 : 166).
Gambar 31. Tata Letak Loudspeaker. Sumber : (Strong, 2010 : 132).
Untuk membuat suara yang jernih, frekuensi suara yang mampu ditangkap oleh telinga harus mencapai rata – rata 500, 1000, dan 2000 hz. Dan jangkauan suara untuk gedung dengan fungsi musik adalah antara -2 sampai +2 dB. (Barron, 2009 : 198).
c) Akustik Ruang Pertunjukan Outdoor Menonton pertunjukan pada ruang terbuka dapat menyebabkan kurangnya kenyamanan dalam menerima suara dari sumber bunyi serta dapat mengganggu area sekitarnya karena suara mengalami penyebaran suara ke segala arah dengan tidak terbatas. Berikut beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meredam suara dari dalam area pertunjukan ke luar, maupun sebaliknya. o Sekeliling area pertunjukan diberi selubung berupa gundukan dan tanaman dengan ketinggian tertentu. Tanaman dapat mengurangi kebisingan karena adanya proses penyerapan. Variasi tanaman dan tanggul juga cukup dapat mengurangi bising dari luar area pertunjukan.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 29
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Gambar 32. Tanggul Lansekap. Sumber : Doelle, 1986.
o Memiringkan atau mencangkul tanah pada area pertunjukan. Daerah penonton yang curam dapat membantu bunyi mengarah langsung ke penonton. o Pemilihan jenis vegetasi yang tepat untuk mengurangi bising dari dalam area pertunjukan ke luar, maupun sebaliknya. Berikut beberapa pilihan tanaman berdasar tingkat kemampuan serap bunyinya. -
Kemampuan serap tinggi: pohon mimba, mahoni, beringin, waru, sengon, mangga.
-
Kemampuan serap sedang: pohon johar, ketapang, angsana, asam kranji, cengkeh, melinjo, glodogan tiang, bunga mentega.
-
Kemampuan serap rendah: pohon kelapa, aren, sagu, palm kipas, palm raja, palm putri cemara, pinus, pakis, bugenvil.
Meskipun tanaman dengan kemampuan serap bunyi yang rendah, jika ditata cukup rapat dan banyak maka akan meningkatkan kemampuan serapannya. d) Penggunaan Material Penyerap Suara Penggunaan material penyerap bunyi sangat disarankan untuk mendapatkan akustik yang baik dan penerapan dari bahan tersebut dapat dipasang pada dinding ruang ataupun digantung (Doelle 1990 : 33). Material yang memiliki penyerapan bunyi yang baik adalah sebagai berikut. Bahan berpori, contohnya papan serat (fiber board), Plasteran lembut (soft plaster), mineral wools, dan selimut isolasi.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 30
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Panel Penyerap, contoh dari bahan ini adalah: panel kayu, dan hardboard, gypsum board, langit-langit plesteran yang digantung, pleteran berbulu, plastik board, jendela, kaca, pintu, lantai kayu dan panggung. Karpet, Karpet memiliki sifat mereduksi suara yang baik saat digunakan sebagai dinding maupun sebagai alas pada auditorium. Semakin tebal lapisan karpet yang digunakan, maka semakin besar pula daya serapnya terhadap bising yang ditimbulkan.
• Ruang Galeri Seni Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merancang ruang galeri seni adalah sebagai berikut : Sistem pencahayaan dalam ruang untuk memperkuat visual benda seni yang dipamerkan. Dapat menggunakan buatan (artificial lighting) maupun pencahayaan alami (daylight). Tetapi, jika menggunakan sistem daylight harus memperhatikan intensitas panas matahari yang masuk dan mengenai benda seni, seperti lukisan yang memiliki syarat tidak boleh terkena panas matahari yang berlebih.
Gambar 33. Contoh Artificial Lighting pada Ruang Galeri Seni. Sumber : Neufert Architect’s Data.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 31
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Gambar 34. Contoh Daylighting pada Ruang Galeri Seni. Sumber : Neufert Architect’s Data.
• Ruang Perpustakaan / Galeri Sastra Adapun ruangan yang minimal harus dimiliki sebuah perpustakaan adalah sebagai berikut: a. Ruang koleksi, adalah tempat penyimpanan koleksi perpustakaan. Luas ruangan ini tergantung pada jenis dan jumlah bahan pustaka yang dimilki serta besar kecilnya luas bangunan perpustakaan. b. Ruang baca, adalah ruang yang dipergunakan untuk membaca bahan pustaka. Luas ruangan ini tergantung pada jumlah pembaca, pemakai jasa perpustakaan. c. Ruang pelayanan, adalah tempat penyimpanan dan pengembalian buku, meminta keterangan pada petugas, menitipkan barang atau tas, dan mencari informasi dan buku yang diperlukan melalui katalog. d. Ruang kerja/teknis administrasi, adalah ruangan yang dipergunakan untuk melakukan kegiatan pemerosesan bahan pustaka, tata usaha untuk kepala perpustakaan dan stafnya, perbaikan dan pemeliharaan bahan pustaka, diskusi, dan pertemuan (Perpustakaan Nasional, 1992). Ada 3 hal yang sebaiknya diperhatikan dalam merancang gedung perpustakaan, yaitu:
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 32
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
a. Hanya ada satu jalan masuk dan satu jalan keluar untuk memudahkan pengawasan terhadap pengunjung. b. Pintu dan jendela harus diamankan dengan memasang kawat atau kasa untuk menghindari pencurian koleksi. c. Tinggi rak buku haruslah dalam batas normal para pengunjung, misalnya untuk orang Indonesia tidak lebih dari 175 cm. Dengan demikian, pengunjung akan lebih mudah mengambil koleksi. • Ruang Sanggar Budaya Ruang sanggar budaya atau dapat dikatakan studio budaya ini memerlukan penghawaan, pencahayaan, serta kelembaban ruang yang baik agar pengguna ruang tersebut dapat melakukan aktivitas seni dengan baik dan nyaman. Ruang ini merupakan salah satu fasilitas di Kridosono Cultural Centre yang mewadahi aktivitas pembelajaran terkait seni tari dan musik Yogyakarta. Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa ruang dalam perlu menggunakan material penyerap suara, sistem pencahayaan yang nyaman, serta penghawaan buatan agar dapat mengkontrol suhu dan kelembaban ruang agar menciptakan sebuah ruang pembelajaran yang nyaman.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 33
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
2.3. KAJIAN SENI DAN KEBUDAYAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Daerah Istimewa memiliki aneka ragam kesenian, baik itu kesenian budaya seperti seni pertunjukan, tari-tarian, alat musik tradisional, serta seni rupa terapan seperti batik, wayang, topeng, perak, dan keramik. Dengan mengetahui berbagai kegiatan seni dan budaya Yogyakarta, maka akan memudahkan dalam proses desain ruang dalam bangunan terkait dimensi, bentuk, dan persyaratan ruang yang harus dipenuhi agar terciptanya ruang yang nyaman bagi penggunanya. Berikut kegiatan-kegiatan dan benda-benda seni yang dapat diwadahi di bangunan Cultural Centre tersebut. 2.3.1. Seni Pertunjukan Tradisional • Wayang Kulit, Wayang dalam bentuk yang asli merupakan kreasi budaya orang Jawa yang berisi berbagai aspek kebudayaan Jawa. Pementasan wayang selalu diiringi dengan musik gamelan. • Langen Mandra Wanara, merupakan kombinasi antara berbagai jenis tarian, tembang, drama dan irama gamelan adalah salah satu bentuk kesenian tradisional Yogyakarta. • Ketoprak, adalah kesenian tradisional yang penyajiannya dalam bahasa Jawa ceritanya bermacam-macam berisi dialog tentang sejarah sampai cerita fantasi serta biasanya selalu didahului dengan tembang Jawa, jalan cerita serta selalu diiringi dengan irama gamelan. • Jatilan, Merupakan tarian yang penarinya menggunakan kuda kepang dan dilengkapi unsur magis. Tarian ini digelar dengan iringan beberapa jenis alat gamelan seperti Saron, kendang dan gong. • Karawitan, Musik gamelan tradisional Jawa yang dimainkan oleh sekelompok Wiyaga dan diiringi oleh nyayian dari Waranggono dan Wiraswara. (Prabowo, 2011).
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 34
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
2.3.2. Alat Musik Tradisional • Krumpyung, Seni musik ini dimainkan bersamaan dengan iringan alat musik yang dulunya semua terbuat dari bambu. Lagu yang diiringi oleh kesenian ini biasanya adalah Langgam Jawa, yang merupakan bentuk adaptasi musik keroncong ke dalam idiom musik tradisional Jawa. • Demung, adalah alat musik tradisional sekaligus menjadi salah satu instrumen gamelan yang masih termasuk keluarga balungan. Dalam sebuah set gamelan, umumnya terdapat 2 buah Demung (Pelog dan Slendro). • Gejog Lesung, seni ini muncul karena merupakan salah satu bentuk ucapan syukur kepada Dewi Sri / Dewi Padi atas rezeki yang diberikan kepada masyarakat di daerah tersebut. • Peking, adalah alat musik tradisional gamelan jawa yang sejenis dengan Saron. Dalam gamelan Jawa, alat musik ini sering disebut dengan “Saron Penurun”. Peking memiliki nada suara yang paling tinggi. (Admin, 2018). 2.3.3. Seni Tari Tradisional • Tari Golek Ayun-Ayun, Tarian ini ditampilkan untuk menyambut tamu kehormatan dan biasanya dibawakan oleh dua orang penari. • Tari Beksan Srikandi Suradewati, tari ini menceritakan tentang peperangan Dewi Suradewati dengan Dewi Srikandhi yang diambil dari serat Mahabaratha. • Tari Arjuna Wiwaha, tarian ini biasanya dipentaskan di Kraton Yogyakarta. Tari Arjuna Wiwaha menceritakan ketika Arjuna yang bertapa di Indrakila mengalami berbagai macam godaan. • Tari Angguk, Kesenian angguk berbentuk tarian disertai dengan pantun-pantun rakyat yang berisi berbagai aspek kehidupan manusia. • Tari Golek Menak, merupakan jenis tarian klasik, gaya Keraton Yogyakarta. Tari Golek Menak, mengandung arti menarikan Wayang Golek Menak. (Mahmud, 2016).
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 35
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
2.3.4. Seni Rupa Terapan • Batik, adalah salah satu kerajinan khas Indonesia terutama daerah Yogyakarta. Batik yogya terkenal karena keindahannya, baik corak maupun warnanya. Menurut tekniknya, batik dibagi menjadi tiga, yaitu batik tulis, batik cap, batik lukis. • Perak, Kerajinan perak di Yogyakarta terkenal karena kekhasannya. Kerajinan ini berpusat di Kotagede, dimana hampir seluruh masyarakat di daerah ini menjadi pengrajin dan penjual perak. • Wayang, Seni wayang banyak terdapat di daerah jawa, khususnya jogjakarta, para pengrajin maupun pendalang sudah diwariskan secara turun temurun. Bahan-bahan dari wayang ini terbuat dari kulit sapi atau kerbau, sehingga tidak mudah rusak dan awet. (Varianggi, 2012). • Topeng Jogja, Dalam pagelaran Wayang Wong yang diciptakan oleh Hamengku Bhuwono I (1755-1792) dalam pengekspresian karakter gerak tari tokoh-tokoh wayang untuk peran kera dan raksasa dalam pentas Ramayana maupun Mahabharata pemainnya dilengkapi dengan pemakaian topeng. (Alfayit, 2015). • Keramik, kerajinan ini merupakan salah satu seni terapan Yogya yang terbuat daru tanah liat, memiliki desain dan bentuk khas, unik, dan menarik. Sentra keramik atau gerabah ini dapat dijumpai di daerah Kasongan, Yogyakarta.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 36
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
2.4. KAJIAN PENAMPILAN BANGUNAN 2.4.1. Karakteristik Arsitektur Yogyakarta Ciri-Ciri Bentuk dan Tata Ruang dalem Berikut ciri-ciri spesifik bentuk dan tata ruang bangunan dalem (rumah) sebagai bangunan tradisional Jawa. a) Adanya orientasi arah utara-selatan yang dipakai sebagai patokan tata ruang dalem. b) Adanya sumbu imajiner utara-selatan yang selalu konsisten terhadap gubahan ruang. c) Unsur simetri dalam hal bentuk dan besaran ruang atau bangunan diantara garis imajiner tersebut. d) Adanya hirarki ruang, semakin ke dalam semakin penting keberadaan ruangnya serta semakin privat dan sakral, dan sebaliknya semakin ke luar semakin publik. e) Adanya pusat/inti ruang atau bangunan yang mengikat seluruh gubahan ruang dan bangunan. Sebagai pusat adalah ‘dalem ageng’. f) Gubahan ruang tersusun dari bentuk dasar segi empat. g) Proporsi horizontal menonjol, tinggi teritis (dimensi vertikal) lebih kecil dari panjang atau lebar seluruh bangunan (dimensi horizontal). Tipologi Arsitektur Tradisional Yogyakarta Tipologi arsitektur Jawa diklasifikasi terutama dalam karakter atap dan pembagian ruang. Bentuk bangunan terbagi dalam susunan mulai dari tingkatan yang tertinggi yaitu tajug (masjid), joglo (golongan ningrat), limasan (golongan menengah), kampung (rakyat biasa), dan panggang pe (rakyat biasa). Rumah-rumah tersebut memiliki jenis atap yang berbeda untuk menunjukkan kedudukan sosial dan ekonomi pemilik rumah.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 37
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Joglo
Tajug 1
Kampung
Limasan
Panggang Pe Gambar 35. Ragam Bentuk Dasar Atap Rumah Tradisional Yogyakarta. Sumber : Tjahjono, 1989.
1
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 38
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
2.4.2. Karakteristik Arsitektur Kolonial Belanda (Indische) di Kotabaru Menurut buku “Architecture and Interior Design- From Colonial Era to Today� (Ball, 1980 : 12-17) mengenai arsitektur Kolonial Belanda sebagai berikut. Arsitektur Kolonial Belanda adalah gaya desain yang cukup popular di Netherland tahun 1624-1820. Ciri-cirinya yakni (1) fasad simetris, (2) material dari batu bata atau kayu tanpa pelapis, (3) entrance mempunyai dua daun pintu, (4) pintu masuk terletak di samping bangunan, (5) denah simetris, (6) jendela besar berbingkai kayu, (7) terdapat dormer (bukaan pada atap). Berikut adalah contoh bangunan asli dengan arsitektur Kolonial Belanda yang ada di Kawasan Kotabaru.
Gambar 36. Contoh Bangunan Langgam Zaman Kolonial Belanda di Kawasan Kotabaru. Sumber : Kristiawan, 2013.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 39
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Menurut Handinoto (1996 : 165-178) mengenai elemen-elemen bangunan bercorak Belanda adalah sebagai berikut :
Gambar 37. Berbagai Variasi Bentuk Gevel Arsitektur Kolonial Belanda. Sumber : http://google.co.id/image.
Gambar 38. Berbagai Bentuk Dormer Arsitektur Kolonial Belanda. Sumber : http://google.co.id/image.
Gambar 39. Berbagai Detail Arsitektur Kolonial Belanda Sumber : http://google.co.id/image.
2.4.3. Teori Pendekatan Merancang Bangunan Baru di Kawasan Heritage Rancangan Cultural Centre ini berlokasi di Kawasan Cagar Budaya, sehingga perlu adanya dasar teori pendekatan bangunan terhadap konteks wilayah tersebut. Menurut Brent C. Brolin, Arsitektur kontekstual dibagi menjadi dua kelompok yaitu :
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 40
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
a. Contrast (kontras / berbeda) Kontras dapat menciptakan lingkungan urban yang hidup dan menarik, namun dalam pengaplikasiannya diperlukan kehati – hatian hal ini agar tidak menimbulkan kekacaun. Hal ini sesuai dengan pendapat Brent C. Brolin, bahwasannya kontras bangunan modern dan kuno bisa merupakan sebuah harmosi, namun ia mengatakan bila terlalau banyak akan mengakibatkan �shock effect� yang timbul sebagai akibat kontas. Maka efektifitas yang dikehendaki akan menurun sehingga yang muncul adalah chaos. b. Harmony (harmoni / selaras) Ada kalanya suatu lingkungan menuntut keserasian / keselarasan, hal tersebut dilakukan dalam rangka menjaga keselarasan dengan lingkungan yang sudah ada. Bangunan baru lebih menghargai dan memperhatikan konteks / lingkungan dimana bangunan itu berada. Sehingga kehadiran satu atau sekelompok banguanan baru lebih menunjang dari pada menyaingi karakter bangunan yang sudah ada walupun terlihat dominan (secara Kuantitatif). Penulis ingin merancang bangunan Cultural Centre ini yang memiliki identitas budaya lokal Yogyakarta, serta menyediakan visualisasi bangunan yang berbeda dengan bangunan sekitar (indische). Sehingga dipilihnya pendekatan contrast.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 41
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
2.4.4. Studi Preseden Tipologi Bangunan SHEIKH JABER AL AHMAD CULTURAL CENTRE
Gambar 40. Sheikh Jaber Al Ahmad Cultural Centre. Sumber : http://www.sshic.com/projects/sheikh-jaber-al-ahmad-cultural-centre.
Sheikh Jaber Al Ahmad Cultural Centre adalah fasilitas publik yang berfungsi sebagai sarana pertunjukan seni yang memiliki beberapa ruang teater kelas dunia. Bangunan ini terkenal sebagai cultural centre dan opera house terbesar di Timur Tengah. Cultural centre memiliki lanskap taman yang luas dan membentuk satu kawasan/distrik budaya nasional di Kuwait. Rancangan tersebut memiliki 4 gubahan massa dan dijuluki sebagai “a world class theatre quarter”. Distrik budaya akan mencakup teater-teater mutakhir, gedung konser, bioskop, ruang konferensi dan pameran, dan arsip perpustakaan. Keempat gedung akan diakses dari halaman pintu masuk yang luas dan akan “duduk” seperti permata di taman umum yang lebih besar.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 42
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
1
Gambar 41. Aerial View. Sumber : http://www.sshic.com/projects/sheikh-jaber-al-ahmad-cultural-centre.
Bentuk-bentuk geometris kompleks yang terinpirasi oleh arsitektur Islam akan menciptakan kulit luar yang bertekstur mewah di setiap bangunan dan menciptakan ruang publik dramatis di dalamnya yang mendapat manfaat dari interaksi cahaya dan bayangan. Pengunjung akan bersirkulasi melalui lift dan travelator ber-AC. Ruang utama dari keempat massa bangunan tersebut, yaitu pusat teater, pusat musik, pusat konferensi, perpustakaan nasional untuk dokumen sejarah, dan taman yang luas bagi masyarakat umum Kuwait.
Gambar 42. Sirkulasi Dalam Bangunan. Sumber : http://www.sshic.com/projects/sheikh-jaber-al-ahmad-cultural-centre.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 43
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
1
Gambar 43. Ruang Pertunjukan Teater dan Musik. Sumber : http://www.sshic.com/projects/sheikh-jaber-al-ahmad-cultural-centre.
Gambar 44. Ruang Pertunjukan Musik dan Galeri Seni Islam. Sumber : http://www.sshic.com/projects/sheikh-jaber-al-ahmad-cultural-centre.
Gambar 45. Ruang Perpustakaan dan Konferensi. Sumber : http://www.sshic.com/projects/sheikh-jaber-al-ahmad-cultural-centre.
Kesimpulan yang dapat diambil dari penjelasan studi kasus diatas: • Arsitek menggabungkan elemen-elemen arsitektur Islam dan arsitektur modern, sehingga bangunan tetap memiliki identitas Islam yang kuat dan futuristik, yaitu elemen geometris Islam yang diterapkan ke dalam bentuk dan penampilan bangunan.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 44
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
• Cultural centre ini menyatukan berbagai fasilitas seni, budaya, pendidikan, pertemuan besar, serta sosial dalam satu kawasan yang terbagi dalam 4 massa bangunan dan taman umum yang luas dengan memperhatikan kenyamanan dan privasi tiap ruang. • Bangunan mampu menciptakan suasana ruang dalam yang dramatis dan berkarakter tinggi karena efek interaksi cahaya dan jatuh bayangan dari bukaan dengan bentuk geometris kompleks di hampir seluruh sisi fasad bangunan. AANISCHAAUKAMIKW CREE CULTURAL INSTITUTE
Gambar 46. Cree Cultural Institute. Sumber : https://www.designboom.com/.
Di sebelah utara Desa Ouje-bougoumou, Kota Quebec, Canada arsitek Rubin dan Rotman telah merancang pusat kebudayaan yang memberi penghormatan pada arsitektur vernakular kawasan desa tersebut, yaitu Rumah Panjang Tradisional (The Traditional Longhouse). Selain sebagai pusat komunitas, Cree Cultural Centre juga terdiri dari ruang pameran yang dibangun sesuai standar internasional, memastikan bahwa bangunan berfungsi baik sebagai museum dan tempat pertemuan untuk beragam pengunjung.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 45
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
1
Gambar 47. Tampak Depan Cree Cultural Institute. Sumber : https://www.designboom.com/.
Pada seluruh proyek, material kayu digunakan secara ekstensif (keseluruhan), merujuk pentingnya hutan bagi penduduk setempat, sementara elemen simbolik yang merujuk pada habitat tradisional telah dialihkan di seluruh desain.
Gambar 48. Fasad Maupun Interior Bangunan Didominasi Material kayu. Sumber : https://www.designboom.com/.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 46
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
1
Gambar 49. Aerial View. Sumber : https://www.designboom.com/.
Kesimpulan yang dapat diambil dari penjelasan studi kasus diatas: • Arsitek menghargai budaya lokal setempat dengan mentransformasikan arsitektur vernakular ke dalam desain bangunan, sekaligus memperkenalkan budaya (arsitektur) lokal desa tersebut. • Pemilihan material bangunan secara ekstensif berdasar potensi kawasan disana, yaitu material kayu. • Dari gambar perspektif aerial view diatas, dapat dilihat tidak adanya pembatas site sehingga memberi kesan terbuka untuk masyarakat umum dan menegaskan bahwa kawasan tersebut merupakan fasilitas publik yang berbasis budaya lokal.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 47
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
WAIGAOQIAO CULTURAL & ART CENTRE
Gambar 50. Waigaoqiao Cultural & Art Centre. Sumber : http://aasarchitecture.com.
Shanghai Waigaoqiao Cultural & Art Centre berlokasi di tengah Kota Baru Waigaoqiao, Shanghai, China. Pihak berwenang menekankan dalam rencana induknya untuk Kota Baru yang mengharapkan situs tersebut menjadi distrik bisnis pusat dengan blok kantor, hotel, pusat bisnis, pusat konferensi dan sebagainya. Proyek ini diharapkan untuk menciptakan pusat budaya dan seni multi-tujuan untuk menyelenggarakan pertunjukan sastra dan seni, konferensi, pemutaran film, pameran seni, budaya, pendidikan sains, membaca dan kegiatan publik lainnya. Berikut beberapa gambar teknik sebagai penjelasan tata ruang dalam bangunan.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 48
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Gambar 51. Ground Floor Plan. Sumber : http://aasarchitecture.com.
Gambar 52. Section 1. Sumber : http://aasarchitecture.com.
Gambar 53. Section 2. Sumber : http://aasarchitecture.com.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 49
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Kesimpulan yang dapat diambil dari penjelasan studi kasus diatas: • Arsitek dapat merancang tata ruang bangunan yang memiliki berbagai fungsi dan persyaratan ruang yang berbeda dalam satu massa bangunan dengan baik. • Rancangan Cultural Centre ini berlokasi di tengah kota dengan berbagai bangunan komersial, bisnis, perhotelan, dan sebagainya dengan alasan dapat menumbuhkan kepedulian masyarakat kota terhadap seni dan budaya. • Desain bangunan tidak mengadaptasi arsitektur lokal (modern) karena menyesuaikan konteks kawasan yang dominan bangunan tinggi bergaya modern. YOYOGI SPORT CENTER, TOKYO
Gambar 54. Yoyogi Sport Center. Sumber : http://google.co.id/image.
Bangunan ini berada di sekitar salah satu taman terbesar di wilayah metropolitan Tokyo, Kenzo Tange (Arsitek) memanfaatkan konteks site dengan mengintegrasikan desain bangunan dengan tapaknya. Tange mengekspresikan arsitektur tradisional Jepang dengan mengadaptasi bentuk atap rumah tradisional Jepang. Yang paling menarik dari rancangan Tange tersebut adalah penggunaan struktur kabel baja dan beton pada atap yang membentuk seperti tulang rusuk manusia dan memiliki ciri atap tradisional Jepang (seperti gambar 61 dan 62).
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 50
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Gambar 55. Transformasi Bentuk Bangunan. Sumber : http://google.co..id/images dan http://archdaily.com.
Gambar 56. Potongan Bangunan. Sumber : http://archdaily.com.
Kesimpulan yang dapat diambil dari penjelasan studi kasus diatas: • Arsitek cenderung menekankan pada teknologi tinggi bangunan dengan bergaya modern, tetapi tetap meninggalkan karakter arsitektur lokal di dalamnya. • Kenzo Tange mengetahui bahwa di masa depan arsitektur tradisional akan semakin ditinggalkan karena tersaingi oleh arsitektur modern pada masanya, sehingga beliau mencoba menghadirkan arsitektur tradisional ke dalam bangunan modern agar arsitektur tradisional akan tetap hadir sepanjang masa dan dapat bernilai tinggi bagi masyarakat umum. • Arsitek berhasil memperlihatkan karakter arsitektur tradisional ke dalam bangunan dengan menggunakan transformasi dari bentuk dasar atap tradisional, tetapi menggunakan material modern seperti baja dan metal.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 51
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Le Grande Louvre Museum, Paris
Gambar 57. Louvre Museum, Paris. Sumber : http://google.co.id/image.
Museum Louvre merupakan museum seni yang berlokasi di tengah-tengah bangunan museum bergaya monumental (Cour Napoleon) yang memiliki nilai sejarah tinggi, yang terletak di Rive Droite Seine, paris dan memiliki luas area 60.600 meter persegi. Museum ini berada di bawah tanah yang pada lantai dasar merupakan lobby dengan selubung bangunan berbentuk piramida berangka kaca. Bangunan piramida kaca tersebut merupakan penambahan dan relokasi ruang pendukung museum yang lebih memfokuskan pada ruang galeri seni.
1
Gambar 58. Perspektif Eksterior. Sumber : Sumber : http://archdaily.com.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 52
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Kesimpulan yang dapat diambil dari penjelasan studi kasus diatas : • Arsitek merancang dengan pendekatan kontras, yaitu memiliki selubung bangunan bermaterial rangka kaca, transparan, ringan, dan bersudut. Hal ini dilakukan untuk memperkuat visual dan tidak menutupi bangunan lama. • Perbedaan arsitektur bangunan merupakan salah satu cara menghargai bangunan bersejarah tersebut. • Desain arsitek Pei ini merancang selubung bangunan dengan material kaca dengan rangka baja yang berfungsi untuk memberikan cahaya ke ruang bawahnya. Menurut Pei, pemilihan material dengan karakter ringan dan transparan dapat memperkuat visual bangunan lamanya. 2.5. KAJIAN TEMA PERANCANGAN 2.5.1. Eco-Architecture Sesuai hasil kesimpulan analisis yang dilakukan berdasarkan data-data literatur, lapangan, dan merupakan suatu solusi dalam menyelesaikan isu terkait pemanfaatan lahan di tengah kota yang memiliki citra kawasan Indische sebagai pusat budaya serta isu menurunnya kualitas lingkungan perkotaan. Maka, penulis mencoba mengangkat tema dasar perancangan cultural centre ini, yaitu Eco-Architecture. Eco-Architecture atau Arsitektur Ekologis adalah salah satu bentuk konsep desain arsitektur yang memperhatikan masalah energi bangunan dan berwawasan lingkungan. Perwujudan dari desain ekologi arsitektur adalah bangunan yang berwawasan lingkungan yang sering disebut dengan green building. Hal ini erat kaitannya dengan konsep arsitektur hijau yang merupakan bagian dari arsitektur berkelanjutan (sustainable architecture). Desain hemat energi diartikan sebagai perancangan bangunan untuk meminimalkan penggunaan energi tanpa membatasi fungsi bangunan maupun kenyamanan atau produktivitas penghuninya.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 53
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Gambar 59. Indikator Bangunan Eco-Architecture. Sumber : Modifikasi Penulis dari http://google.co.id/image.
Ekologi biasanya dimengerti sebagai hal-hal yang saling mempengaruhi segala jenis makhluk hidup (tumbuhan, binatang, manusia) dan lingkungannya (cahaya, suhu, curah hujan, kelembapan, topografi, dsb). Definisi ekologi menurut Otto Soemarwoto adalah “ilmu tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya�. Dalam eko-arsitektur terdapat dasar-dasar pemikiran yang perlu diketahui, antara lain : 1. Holistik, Dasar eko-arsitektur yang berhubungan dengan sistem keseluruhan, sebagai satu kesatuan yang lebih penting dari pada sekedar kumpulan bagian. 2. Memanfaatkan pengalaman manusia, Hal ini merupakan tradisi dalam membangun dan merupakan pengalaman lingkungan alam terhadap manusia. 3. Pembangunan sebagai proses dan bukan sebagai kenyataan tertentu yang statis. 4. Kerja sama antara manusia dengan alam sekitarnya demi keselamatan kedua belah pihak.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 54
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
1
Gambar 60. Dasar-Dasar Eco-Architecture. Sumber : http://sigitwijionoarchitects.blogspot.co.id/2012/04/arsitektur-ekologi-eco-architecture.html.
Adapun pola perencanaan eko-arsitektur yang berorientasi pada alam secara holistik adalah sebagai berikut : a. Penyesuaian pada lingkungan alam setempat. b. Menghemat energi alam yang tidak dapat diperbaharui dan mengirit penggunaan energi. c. Memelihara sumber lingkungan (air, tanah, udara). d. Memelihara dan memperbaiki peredaran alam dengan penggunaan material yang masih dapat digunakan di masa depan. e. Mengurangi ketergantungan pada pusat sistem energi (listrik, air) dan limbah (air limbah, sampah). (SigitWijionoArchitects.studio, 2017). Dari kajian teori diatas mengenai eco-architecture, maka dapat disimpulkan bahwa bangunan dengan konsep ekologis adalah bangunan yang berwawasan lingkungan, meminimalisir penggunaan energi dengan syarat tetap memperhatikan kualitas ruang dalam bangunan. Dari banyaknya aspek arsitektural dalam konsep ecoarchitecture, penulis merancang Cultural Centre ini dengan memfokuskan pada pemanfaatan energi matahari, yaitu memaksimalkan efisiensi energi bangunan
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 55
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
dengan menerapkan tenaga listrik alternatif sebagai sumber listrik utama pada sistem pencahayaan dan penghawaan bangunan. 2.5.2. Energi Ramah Lingkungan Sebagai Sumber Listrik Bangunan Energi ramah lingkungan atau alternatif adalah energi yang terbarukan hasil dari perkembangan teknologi yang telah dilakukan. Sumber energi listrik tersebut menggunakan sumber daya alam yang tidak ada habisnya, serta tidak memberi dampak bagi kerusakan lingkungan disekitarnya. Pembangkit listrik ramah lingkungan yang dimaksud, yaitu pembangkit listrik tenaga surya, pembangkit listrik tenaga angin, pembangkit listrik tenaga air, pembangkit listrik tenaga panas bumi (geothermal), pembangkit listrik tenaga bimassa (limbah organik), dan pembangkit listrik tenaga biogas (kotoran terak sapi). Dari macam-macam pembangkit listrik tenaga ramah lingkungan yang sudah disebutkan diatas, pemanfaatan energi surya dengan menggunakan solar panel, lebih tepat untuk menjadi sumber listrik bangunan Cultural Centre. Pemilihan solar panel sebagai sumber listrik utama Cultural Centre ini karena : • Solar panel yang memanfaatkan panas matahari yang merupakan energi paling berlimpah di planet ini, hal tersebut didukung juga dengan Indonesia yang beriklim tropis. • Solar panel mudah dipasang dan memiliki biaya pemeliharaan yang sangat rendah karena tidak ada bagian yang bergerak. • Solar panel tidak menimbulkan polusi suara dan bekerja dengan sangat diam.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 56
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
2.5.3. Pembangkit Listrik Tenaga Surya Pembangkit listrik tenaga surya adalah pembangkit listrik yang mengubah energi surya menjadi energi listrik. Pembangkitan listrik bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu secara langsung menggunakan fotovoltaik dan secara tidak langsung dengan pemusatan energi surya. Fotovoltaik mengubah secara langsung energi cahaya menjadi listrik menggunakan efek fotoelektrik. Pemusatan energi surya menggunakan sistem lensa atau cermin dikombinasikan dengan sistem pelacak untuk memfokuskan energi matahari ke satu titik untuk menggerakan mesin kalor. (Admin, 2017).
Gambar 61. Skema Pembangkit Listrik Tenaga Surya. Sumber : http://kelas-fisika.com/2017/04/18/pembangkit-listrik-tenaga-surya-pengertian-cara-kerja-dankelebihan-dan-kekurangannya/.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan solar panel pada bangunan agar penggunaannya menjadi efisien dan maksimal, yaitu yang terkait dengan arsitektural adalah efisiensi sudut kemiringan dan penempatan solar panel, serta luas permukaan panel yang dibutuhkan untuk memenuhi penggunaan energi listrik bangunan. Sudut Kemiringan Solar panel Intensitas cahaya matahari yang diterima oleh solar panel dapat dimaksimalkan dengan cara memasang solar panel dengan sudut kemiringan yang tepat sehingga akan diperoleh daya keluaran yang maksimal. Untuk mengetahui sudut kemiringan terbaik dilakukan optimasi pada sudut 10º, 20º, 25º, dan 40º. Berdasarkan penelitian tersebut didapatkan sudut kemiringan solar panel yang menghasilkan tegangan dan arus dalam jumlah yang lebih besar adalah pada sudut 10º. (S. Tamimi, W. Indrasari, B. H. Iswanto, 2016).
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 57
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Luas Permukaan yang dibutuhkan Solar panel Pada umumnya suatu solar panel memiliki efisiensi hanya sekitar 20-30%, yang berarti secara mudahnya suatu solar panel hanya dapat mengkonversi sekitar 20% saja dari seluruh energi cahaya yang diterima oleh solar panel. Sedangkan sisanya dipantulkan kembali ke udara. Sehingga dalam kondisi standar, panel surya dengan luas sekitar 1 meter persegi dapat menghasilkan energi sekitar 200 W perjam operasinya. Namun hal ini tidak begitu pasti juga, sebab untuk daerah dengan paparan sinar matahari yang cukup tinggi panel surya dapat menyerap lebih banyak energi bahkan hingga 3000 Watt perjam. Berikut cara menghitung efisiensi solar panel.
(http://kelompokhijau.com/post/efisiensi-solar/). 2.5.4. Studi Preseden Tema Perancangan SHIGERU BAN AND JEAN DE GASTINES' SOLAR-POWERED SEINE MUSICALE
Gambar 62. Perspektif Bangunan. Sumber : http://archdaily.com.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 58
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Gambar 63. Perspektif Bangunan. Sumber : http://archdaily.com. 1
Rancangan ini merupakan kolaborasi dua arsitek, yaitu Shigeru Ban dan Jean de Gastines. Fungsi bangunan tersebut adalah Music and Cultural Centre yang terletak di pinggiran barat Boulogne-Billancourt di Paris. Terdapat beberapa fasilitas dalam bangunan ini, yaitu ruang concert hall multi-fungsi dengan kapasitas 4.000 penonton, classical music hall dengan 1.150 kursi, ruang latihan dan rekaman untuk musisi, dan area outdoor yang cukup luas untuk masyarakat umum dan para musisi.
Gambar 64. Eksterior Bangunan. Sumber : http://archdaily.com.
Gambar 65. Interior Bangunan. Sumber : http://archdaily.com. Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 59
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Jika dilihat dari luar bangunan, kombinasi antara rangka kayu dan selubung kaca cukup unik dan menarik perhatian. Rangka kayu tersebut berperan sebagai struktur bentuk bola yang membentuk pola heksagonal. Selubung bangunan berbentuk seperti cangkang dan langit-langit dalam bangunan seperti sarang lebah yang bergelombang (seperti gambar diatas). Bangunan Cultural Centre ini menggunakan solar panel sebagai sumber listrik ramah lingkungan. Solar panel dipasang pada struktur shell grid yang menyelimuti fasad bangunan seperti pada gambar diatas. Selubung solar panel tersebut dapat bergerak mengikuti sun path, sehingga memungkinkan peningkatan efisiensi solar panel serta dapat berperan sebagai pelindung panas matahari untuk ruang lobi yang fasadnya berbahan kaca. Kesimpulan yang dapat diambil dari penjelasan studi kasus diatas : • Bangunan ini menerapkan salah satu aspek sustainable building dengan memanfaatkan energi surya sebagai sumber energi listrik. • Arsitek dapat memanfaatkan solar panel sebagai selubung di luar fasad bangunan sebagai pelindung dan penyerap panas matahari. • Bangunan ini berteknologi tinggi, yaitu solar panel yang dipasang pada struktur grid shell baja tersebut dapat merespon arah jalur matahari dan bergerak mengikutinya. • Penampilan bangunan tidak terganggu atau tertutupi oleh fotovoltaik, bahkan fotovoltaik tersebut menjadi sesuatu yang menarik dari bangunan ini dan memanfaatkannya sebagai fungsi estetika. 2.6. KAJIAN RUANG TERBUKA PUBLIK 2.6.1. Aktivitas dan Interaksi Sosial Aktivitas sosial dapat diartikan sebagai kegiatan yang membutuhkan kehadiran orang lain (Zhang dan Lawson, 2009). Penanganan ruang publik yang kreatif dapat mendukung terbentuknya aktivitas sosial antara orang-orang yang tidak saling mengenal sebelumnya. Adanya pementasan kesenian di taman kota dapat menjadi Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 60
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
contoh. Kegiatan-kegiatan kreatif tersebut dapat mendorong warga untuk saling berbincang atau sekedar saling mengomentari kegiatan kreatif tersebut, demikian juga dengan pemasangan karya seni instalasi di ruang publik. Berdasar Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 21 Tahun 2009, mengenai penetapan KDB 30% dan RTH yang bersifat ekologis adalah sebesar 50%. Karena hal tersebut, penulis merancang sebuah taman kota di sekitar bangunan Cultural Centre dengan fungsi sebagai RTH dan ruang interaksi bagi masyarakat umum. 2.6.2. Fungsi Ruang Hijau Dalam peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan, RTH memiliki fungsi utama (intrinsik), yaitu fungsi ekologis : • Memberi jaminan pendaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara (paruparu kota); • Pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar; • Sebagai peneduh; • Produsen oksigen; • Penyerap air hujan; • Penyedia habitat satwa; • Penyerap polutan media udara, air dan tanah, serta; • Penahan angin.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 61
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
2.7. PETA PERSOALAN
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 62
“Good buildings come from good people, and all problems are solved by good design� Stephen Gardiner
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
3.1. ANALISIS DAN KONSEP TATA RUANG KRIDOSONO CULTURAL CENTRE 3.1.1. Analisis Alur Perilaku Pengguna Pengguna Bangunan Cultural Centre ini terdiri dari : 1. Pengunjung Bangunan Pengunjung yang dimaksud adalah para wisatawan dan masyarakat Yogyakarta yang ingin menikmati atau belajar seni dan budaya lokal. Aktivitas yang dilakukan, yaitu menonton pertunjukan seni, melihat koleksi seni, memperlajari sastra budaya, belajar seni tari dan musik tradisional, aktivitas ibadah, aktivitas sanitasi, atau hanya beraktivitas di taman luar bangunan saja. 2. Pekerja Seni Merupakan kolompok seniman yang mengisi acara di Cultural Centre ini, yaitu para penari, pemain musik, dan pelaku seni tradisional lainnya. Aktivitas yang dilakukan, antara lain : persiapan tampil, pementasan, pengajaran, ibadah, dan aktivitas sanitasi. 3. Pengelola Aktivitas pengelola mencakup kegiatan pengelolaan dan pemeliharaan bangunan, yang terdiri dari pengelola bangunan, administrasi, keamanan, kebersihan, pengatur akustik dan tata lampu seni pertunjukan, dan mekanikal elektrikal.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 63
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
PENGUNJUNG
Gambar 66. Alur Perilaku Pengunjung. Sumber : Analisis Penulis, 2018.
PEKERJA SENI
Gambar 67. Alur Prilaku Pekerja Seni. Sumber : Analisis Penulis, 2018.
PENGELOLA
Gambar 68. Alur Prilaku Pengelola. Sumber : Analisis Penulis, 2018. Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 64
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
3.1.2. Analisis Kebutuhan Ruang Tabel 2. Kebutuhan Ruang Pengunjung.
Pelaku
Kegiatan
Kegiatan
Sifat Ruang
Parkir
Tempat parkir umum
Publik
Mencari informasi
Lobby / Resepsionis
Publik
Membeli tiket masuk
Loket / Administrasi
Publik
Menonton pertunjukan
Ruang seni pertunjukan
Melihat benda-benda seni & budaya lokal Pengunjung
Kebutuhan Ruang
SemiPublik Semi-
Galeri seni
Privat
Mempelajari sastra budaya
Perpustakaan
Belajar tari tradisional
Sanggar tari
Belajar musik tradisional
Sanggar Musik
Berkumpul
Hall
Publik
Beribadah
Musholla
Publik
Sanitasi
Lavatori pengunjung
Servis
Parkir
Tempat parkir staf
Publik
Ibadah
Musholla
Publik
Pekerja Seni Persiapan tampil Istirahat
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Backstage (Rg. Ganti/rias) Backstage
Publik SemiPublik SemiPublik
Privat Privat
Proyek Akhir Sarjana | 65
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Menyimpan perlengkapan panggung Sanitasi Mengajar seni tari & musik tradisional Menyimpan alat-alat seni
Staf
Privat
Lavatori
Servis
Sanggar budaya
Semipublik
Rg. Penyimpanan
Privat
Istirahat
Rg. Pengajar
Privat
Sanitasi
Lavatori
Servis
Parkir
Tempat parkir staf
Publik
Beribadah
Musholla
Publik
Melayani bag. informasi
Rg. Resepsionis
Privat
Mengurus administrasi
Loket tiket
Privat
Mengelola seluruh fasilitas
Rg. Manager
Privat
Istirahat/Rg. Kerja Staf
Kantor
Privat
Sanitasi
Lavatori staf
Servis
Rg. Kontrol
Privat
Istirahat
Backstage
Privat
Sanitasi
Lavatori
Servis
Gudang perpustakaan
Privat
Rg. Staf
Privat
tari dan musik
Pengelola /
Rg. Penyimpanan
Mengontrol akustik & tata lampu panggung
Mengelola/Menyimpan buku-buku Istirahat
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 66
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Sanitasi Mengontrol keamanan seluruh ruang Persiapan staf kebersihan Menyimpan barang kebersihan Sanitasi
Lavatori
Servis
Rg. Pusat Keamanan
Privat
Rg. Staf kebersihan
Privat
Janitor
Privat
Lavatori
Servis
Sumber : Analisis Penulis, 2018.
3.1.3. Analisis Program Ruang Luas Tapak : 28.000 m²
KDB : 30%
KLB : 0,9
28.000m² x 30% = 8.400 m² (lahan yang bisa dibangun) 28.000m² x 0,9 = 25.200 m² 25.200m² : 8.400m² = 4 Artinya di lahan seluas 28.000m² ini tidak boleh membangun lebih dari 4 lantai serta luas maksimal lantai 1 sebesar 8.400m². Berikut analisa besaran ruang Cultural Centre berdasar standar ruang dan hasil studi yang dilakukan dengan pertambahan sirkulasi 30%. Tabel 3. Besaran Ruang Cultural Centre.
Jenis Fasilitas
Nama Ruang
Kapasitas
Lobby utama
100 orang
Fasilitas Umum Kridosono
Musholla
30 pria,
Sholat
30 wanita
Wudhu
Cultural Centre
Rg.
5 pria, 5 wanita
Standar
Luas
Luas
Ruang
(m²)
Total
0,5m²/orang
50m²
60m²
NAD
1,5m x 0,6m
54m²
65m²
NAD
1m²
10m²
12m²
NAD
15,4m²
18m²
NAD
Lavatori
4 bilik
2m²/unit
pengunjung pria
4 urinoir
1,1m²/unit
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Sumber
Proyek Akhir Sarjana | 67
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Lavatori pengunjung wanita
3 wastafel
1m²/unit
5 bilik
2m²/unit
4wastafel
1m²/unit
14m²
18m²
NAD
Luas Total Fasilitas Umum = 173 m² Rg. kepala KCC Rg. staf seni
1 orang
11,5 14m²/orang
14m²
16m²
NMH
5 orang
5,5m²/orang
27,5m²
35m²
NAD
5 orang
5,5m²/orang
27,5m²
35m²
NAD
5 orang
5,5m²/orang
27,5m²
35m²
NAD
5 orang
5,5m²/orang
27,5m²
35m²
NAD
Rg. rapat
20 orang
45m²
45m²
54m²
NAD
Rg. informasi
2 orang
1,5m²/orang
3m²
3,6m²
studi
4,46m²
5,5m²
studi
pertunjukan Rg. staf urusan aset/barang Rg. staf pembinaan & pelatihan seni Rg. staf dokumentasi & informasi seni Fasilitas Pengelola Kridosono Cultural Centre
Administrasi/Loket tiket Rg. pusat keamanan Rg. staf kebersihan
2 orang
2,23m²/ orang
10 orang
1m²/orang
10m²
12m²
NAD
10 orang
1m²/orang
10m²
12m²
NAD
3 bilik
2m²/unit
2 urinoir
1,1m²/unit
1 wastafel
1m²/unit
Lavatori staf
4 bilik
2m²/unit
wanita
2 wastafel
1m²/unit
Janitor
1 unit
Lavatori staf pria
Aditya Arya Wirawan | 14512171
disesuaikan
NAD 9,2m²
12m²
NAD NAD
10m²
12m²
3m²
3m²
NAD NAD studi
Proyek Akhir Sarjana | 68
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Luas Total Fasilitas Pengelola = 270 m² Foyer
100 orang
Auditorium
500orang 0,9m²/orang
Panggung
10-20 org
Rg. instrumen Rg. kontrol panggung Rg. ganti/rias (shared room) Fasilitas Seni
Rg. Istirahat
Pertunjukan
pemain
Kridosono
Rg. persiapan
Cultural
(sebelum menuju
Centre
panggung) Rg. penyimpanan
Lavatori staf pria
0,5m²/orang
50m²
60m²
studi
900
1.080m²
studi
100m²
100m²
100m²
NAD
10-20 org
20m²
20m²
20m²
studi
1-5 orang
32m²
32m²
32m²
studi
2 ruang
18m²
36m²
36m²
10-20 org
36m²
36m²
36m²
Studi
10-20 org
20m²
20m²
20m²
studi
1 ruang
20m²
20m²
20m²
studio
8,2m²
10m²
NAD
6m²
8m²
NAD
2 bilik
2m²/unit
2 urinoir
1,1m²/unit
2 wastafel
1m²/unit
Lavatori staf
2 bilik
2m²/unit
wanita
2 wastafel
1m²/unit
Appleton, (2008:176)
Luas Total Fasilitas Seni Pertunjukan = 1.412 m² Rg. galeri
1 ruang
200m²
200m²
200m²
NAD
Rg. penyimpanan
1 ruang
20m²
20m²
20m²
studi
Cultural
Rg. staf galeri
3-4 org
20m²
20m²
20m²
studi
Centre
Lavatori staf
1 orang
3m²
3m²
3m²
studi
Fasilitas Galeri Seni Kridosono
Luas Total Fasilitas Galeri Seni = 243 m²
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 69
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Rg. baca
100 orang
1,4m²/ 2 org
70m²
+ 0,5m²/ 1
+ 10m²
rak buku
=80m²
14m²
96m²
NAD
14m²
14m²
studi
1,5m²/loker
17,5m²
20m²
NAD
16m²
16m²
16m²
studi
5m²
6m²
NAD
5m²
6m²
NAD
Gudang buku
1 ruang
Rg. loker
20 org +
pengunjung
5 loker
Rg. staf perpus
2-3 orang
Cultural
Lavatori
2 bilik
2m²/unit
Centre
pengunjung pria
1 wastafel
1m²/unit
Lavatori
2 bilik
2m²/unit
Fasilitas Perpustakaan Budaya Kridosono
pengunjung wanita
1 wastafel
1m²/unit
Luas Total Fasilitas Perpustakaan = 158 m²
Fasilitas
Rg. sanggar tari
20 orang
80m²/unit
80m²
80m²
studi
Rg. sanggar musik
20 orang
5m²/orang
100m²
120m²
NAD
Rg. loker
20 org +
pengunjung
10 loker
1,5m²/loker
25m²
30m²
NAD
Rg. pengajar
1-2 orang
12m²
12m²
12m²
ass
1 ruang
20m²
20m²
20m²
studi
1 orang
3m²
3m²
3m²
studi
1 orang
3m²
3m²
3m²
Studi
1 orang
2m²
2m²
2m²
studi
Sanggar
Gudang alat-alat
Budaya
seni
Kridosono Cultural Centre
Lavatori pengunjung pria Lavatori pengunjung wanita Lavatori staf
Luas Total Fasilitas Sanggar Budaya = 270 m² Parkir roda 2
500
Parkir
(pengunjung)
motor
Kridosono
Parkir roda 4
Fasilitas
Cultural
(pengunjung)
Aditya Arya Wirawan | 14512171
100 mobil
1,6m²/motor
800m²
1.040m²
NAD
7,8m²/mobil
780m²
1.014m²
NAD
Proyek Akhir Sarjana | 70
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Parkir roda 2 (staf & pelaku seni) Centre
Parkir roda 4 (staf & pelaku seni)
50 motor
1,6m²/motor
80m²
96m²
NAD
30 mobil
7,8m²/mobil
234m²
280m²
NAD
Luas Total Fasilitas Parkir = 2.430 m² Rg. panel utama
1 ruang
disesuaikan
50m²
50m²
studi
Rg. trafo
1 ruang
disesuaikan
30m²
30m²
studi
Utilitas
Rg. Engineer ME
1 ruang
disesuaikan
20m²
20m²
studi
Kridosono
Rg. pompa air
1 ruang
disesuaikan
35m²
25m²
studi
1 ruang
disesuaikan
30m²
30m²
studi
Ruang
Cultural Centre
bersih Rg. genset
Luas Total Fasilitas Ruang Utilitas (Basement) = 155 m² LUAS TOTAL KRIDOSONO CULTURAL CENTRE (+Parkir & Basement) = 5.111 m² Sumber : Analisis Penulis, 2018.
Keterangan : NAD = Neufert Architect Data ; NMH = New Matric Handbook ; studi = hasil perbandingan dari beberapa preseden yang didapat. Dari analisis program ruang diatas, diperoleh total luas bangunan Kridosono Cultural Centre sebesar 3.110,4 m² + parkir 7.604,1 m² & Basement 2.117,4 m². Dengan total luas lantai dasar tersebut, maka bangunan Kridosono Cultural Centre ini dapat dirancang karena sudah memenuhi peraturan pemerintah yang menetapkan KDB Kridosono sebesar 30%, yaitu 8.400 m².
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 71
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
3.1.4. Konsep Organisasi Ruang Kridosono Cultural Centre
Gambar 69. Konsep Organisasi Ruang. Sumber : Penulis, 2018.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 72
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
3.2. ANALISIS DAN KONSEP PENAMPILAN BANGUNAN CULTURAL CENTRE 3.2.1. Analisis Karakteristik Arsitektur Yogyakarta Identitas budaya tidak harus ditafsirkan sebagai fenomena statis (tidak menyesuaikan dengan keadaan zaman). Semua itu dapat berkembang seiring perkembangan waktu. Saya percaya dengan memberi perancang kesempatan yang adil untuk menguasai jalur kebudayaannya, mereka menemukan solusi dari masalah dalam membangun sebuah bentukan yang dapat diterima seiring perkembangan modernisasi.
Ada
kemungkinan
masa
depan
arsitektur
lokal
Jawa
tidak
diidentifikasikan dalam bentuk dan susunan aslinya, tetapi dalam berbagai macam bentuk dan denah yang tetap mengandung dan menampilkan elemen-elemen utama arsitektur Jawa. (Tjahjono, 1989 : 280). Elemen-elemen utama yang disebutkan diatas adalah cosmos, centre dan duality. Gagasan ini yang menjadi dasar membangun lingkungan binaan Jawa. Cosmos dikonseptualisasikan melalui komposisi arsitektur yang aturannya didasarkan pada center dan duality. Center sering diidentifikasikan dan ditekankan secara geometris, sedangkan duality diterapkan dalam urutan pembagian ruang dalam dan ruang dari domain pada suatu sumbu. (Tjahjono, 1989 : 290). Cosmos: Secara horizontal, struktur cosmos Jawa berpola konsentris (terpusat) yang terkoordinasi oleh empat arah utama (utara, selatan, barat, timur). Sedangkan secara vertikal, cosmos terdiri dari tiga dunia utama, yaitu bagian atas (Ketuhanan), bagian tengah (ras manusia), dan bagian bawah (iblis). Tiga tingkatan tersebut dibagi ke dalam beberapa lapisan yang jika dalam arsitektur tradisional Jawa diintepretasikan sebagai bentuk atap Joglo. (Tjahjono, 1989 : 218). Duality: Tidak diartikan sebagai bentuk individu bangunan, tetapi melalui hubungan pendopo (fungsi sosial), omah (fungsi utama bangunan), dan fasad yang simetris. (Tjahjono, 1989 : 282). Center: Diartikan sebagai pusat dari sebuah bangunan yang dapat menyatukan, menstabilkan, membagi, dan memusatkan sekitarnya. (Tjahjono, 1989 : 236). Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 73
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Ada beberapa kemungkinan untuk merancang sebuah bangunan yang menerapkan karakteristik arsitektur tradisional Yogyakarta. Berikut merupakan beberapa penerapan arsitektur tradisional ke dalam bangunan baru. Dalam merancang bentukan bangunan beratap joglo atau atap tradisional lainnya, tidak diharuskan mengikuti bentuk dasarnya yang berbentuk segi 4. Pada gambar disamping menjelaskan tentang Gandoks (perluasan
struktur)
yaitu
penambahan
bentuk bangunan dengan atap joglo yang tetap menjadi pusatnya. ` Gambar 70. Skema Modifikasi Joglo. Sumber : Tjahjono, 1989.
Berikut
merupakan
opsi
bentukan
bangunan publik dengan mengadaptasi arsitektur rumah tradisional Yogyakarta. Racangan ini sesuai dengan fasilitas publik berbagai
yang
dapat
fungsi
ruang
menampung didalamnya.
Orientasi 3 bangunan tersebut yaitu terpusat. Gambar 71. Skema Modifikasi Tajug. Sumber : Tjahjono, 1989. Aditya Arya Wirawan | 14512171
Rancangan
tersebut
terinspirasi dari arsitektur tajug (masjid) yang merupakan fasilitas publik. Proyek Akhir Sarjana | 74
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Opsi rancangan diatas hanya sebagai guideline penulis untuk merancang Cultural Centre yang tetap mencerminkan karakteristik arsitektur lokal dengan mengambil atau mengaplikasikan beberapa elemen-elemen penting dalam arsitektur Yogyakarta. Kesimpulan: Seiring perkembangan modernisasi, bangunan tradisional pada daerah ini kurang mendapat perhatian dan masyarakat lebih cenderung pada arsitektur modern. Sehingga, menampilkan karakteristik Yogyakarta pada sebuah bangunan, khususnya bangunan publik tidak harus mengikuti persis arsitektur tradisional Yogyakarta. Dalam hal ini, arsitektur lokal Yogya dapat diidentifikasikan dalam bentuk, penampilan, maupun denah yang tetap mengandung dan menampilkan elemen-elemen utama arsitektur Jawa. Konsep Karakteristik Arsitektur Yogyakarta pada Bangunan Tabel 4. Macam Karakteristik Utama Arsitektur Yogyakarta.
Sumber : Penulis, 2018. Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 75
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Penulis merancang Kridosono Cultural Centre dengan menggunakan beberapa elemen arsitektur lokal yang memiliki karakteristik yang khas. Konsep tersebut bertujuan untuk mempertahankan ciri khas arsitektur lokal pada bangunan yang berarsitektur modern. Konsep tersebut diambil berdasarkan teori pendekatan critical regionalism. 3.2.2. Analisis Karkateristik Arsitektur Indische di Kotabaru Kotabaru merupakan salah satu kelurahan di Yogyakarta yang identik dengan bangunan-bangunan
arsitektur
kuno
bergaya
Eropa
peninggalan
Belanda.
Keberadaan bangunan peninggalan Belanda ini menjadikan kawasan Kotabaru sebagai kawasan heritage karena memiliki nilai sejarah yang tinggi. Desain semua bangunan di kawasan ini disesuaikan dengan iklim tropis Indonesia. Pintu dan jendela dibuat berukuran besar dan langit-langit yang tinggi sehingga sirkulasi udara menjadi baik. Bangunan di Kotabaru sekarang disebut arsitektur indische karena pencampuran antara budaya lokal dan budaya Eropa. Berikut ciri-ciri elemen arsitektural bangunan indische. Tabel 5. Ciri-Ciri Elemen Arsitektur bangunan di Kotabaru.
NO. Elemen-Elemen Arsitektur Indische
Gambar
Dominan bangunan bermassa tunggal dan 1.
berdinding masif (dinding dari satu bahan bangunan saja). Sumber : Penulis, 2017.
2.
Pattern fasad terbagi secara vertikal dengan aksen linear Sumber : Penulis, 2017.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 76
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
3.
Fasad bangunan memiliki ornamen 3D
Sumber : Penulis, 2017.
Fasad sebagian dinding dominan 5.
menggunakan finishing batu alam/permukaan kasar Sumber : Penulis, 2017.
6.
Bangunan hanya memiliki sedikit elemen arsitektural dan sedikit variasi warna Sumber : Penulis, 2017.
7.
Bukaan besar berbingkai kayu
Sumber : Penulis, 2017.
8.
Dominan komposisi atap asimetri dengan bentuk dasar limasan Sumber : Penulis, 2017.
Sumber : Analisis Penulis, 2018.
3.2.3. Konsep Penampilan Bangunan Berdasarkan Pendekatan Kontras Terhadap Konteks Wilayah Berdasarkan teori arsitektur kontekstual yang dijelaskan pada bab sebelumnya, penulis menggunakan pendekatan contrast untuk merancang bangunan baru di Kawasan Cagar Budaya, Kotabaru.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 77
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Gambar 72. Alur Pikir Konsep Penampilan Bangunan Berdasarkan Pendekatan Kontras. Sumber : Analisis Penulis, 2018.
Berikut merupakan penerapan contrast terhadap elemen-elemen utama arsitektur indische di Kotabaru yang akan diterapkan pada rancnagan penampilan dan bentuk Kridosono Cultural Centre. Tabel 6. Pendekatan Contrast Berdasarkan Bentuk Massa Bangunan.
Bangunan Indische Kotabaru
Contrast
Massa bangunan cenderung masif dan bersudut.
Massa bangunan tidak masif dan berbentuk melengkung.
Atap terhadap massa bangunan asimetris.
Atap terhadap massa bangunan simetris.
Sumber : Penulis, 2018.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 78
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere Tabel 7. Pendekatan Contrast Berdasarkan Pattern Bangunan.
Bangunan Indische Kotabaru
Contrast
Pattern pada penampilan fasad dan bentuk bangunan dominan terbagi secara vertikal.
Pattern pada penampilan fasad dan bentuk bangunan dominan terbagi secara horizontal.
Sumber : Penulis, 2018.
Tabel 8. Pendekatan Contrast Berdasarkan Material dan Warna Bangunan.
Bangunan Indische Kotabaru
Contrast
Bangunan hanya memiliki sedikit elemen arsitektural dan sedikit variasi warna.
Bangunan memiliki variasi elemen arsitektural dan warna, yaitu penggunaan curtain wall;bukaan jendela;serta atap solar panel.
Bangunan dominan menggunakan material berkarakter berat, yaitu dinding beton dan fasad batu alam.
Bangunan dominan menggunakan material berkarakter ringan, yaitu kayu dan kaca.
Sumber : Penulis, 2018.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 79
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere Tabel 9. Pendekatan Contrast Berdasarkan Fasad Bangunan.
Bangunan Indische Kotabaru
Contrast
Estetika bangunan lebih bergantung pada hiasan ornamen fasad karena bentuk bangunan yang sederhana.
Estetika bangunan lebih bergantung pada bentuk bangunan serta tidak memiliki hiasan ornamen pada fasad.
Dari semua perbedaan elemen arsitektur indische diatas, kemudian ditransformasikan ke dalam karakteristik elemen fisik arsitektur tradisional Yogyakarta. Berikut merupakan konsep transformasi desain sebagai guideline perancangan terkait penampilan Cultural Centre berdasarkan karakter arsitektur Yogyakarta dan pendekatan kontras dengan arsitektur bangunan (indische) sekitarnya.
Gambar 73. Konsep Bentuk, Penampilan, Tata Massa Kridosono Cultural Centre. Sumber : Penulis, 2018.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 80
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
3.3. ANALISIS RUANG DALAM CULTURAL CENTRE 3.3.1. Analisis Karakteristik dan Tuntutan Ruang Untuk memenuhi kenyamanan dan standar ruang, maka perlu adanya analisis tiap ruang. Berikut pengelompokan karakter dan persyaratan ruang utama pada Kridosono Cultural Centre. Tabel 10. Analisis Karakteristik dan Tuntutan Ruang Utama Cultural Centre.
NO.
Kegiatan Pengguna
Nama Ruang
Menonton 1.
Tuntutan Ruang
Tenang
Kedap suara
Bising
Kedap suara
Aula Seni Pertunjukan
Menampilkan seni tari, musik, drama Menikmati pameran
2.
Karakteristik Ruang
Galeri Seni Peletakan Benda Seni
Tenang Terdapat banyak benda seni untuk didisplay
Pencahayaan yang terang untuk display Terhindar paparan sinar matahari Pencahayaan terang di
3.
Ruang Baca Perpustakaan
seluruh ruang Membaca & belajar
Tenang Terhindar dari kebisingan luar
4.
5.
Sanggar Tari
Sanggar Musik
Belajar menari tari
Bising
Kedap suara
tradisional
Banyak gerakan
Perlu ruang yang luas
Bising
Kedap suara
Belajar bermusik tradisional
Terdapat banyak instrumen musik
Perlu ruang yang luas Layout ruang
6.
Musholla
Wudhu, sholat
Tenang
menyesuaikan arah kiblat
Sumber : Analisis Penulis, 2018. Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 81
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Dari analisis ruang diatas diperoleh persyaratan ruang apa saja yang harus dipenuhi untuk memberi solusi permasalahan ruang dalam dan acuan desain Cultural Centre ini, khususnya terkait kenyamanan akustik ruang. Kenyamanan ruang yang menjadi fokus bagi penulis adalah kenyamanan akustik dalam ruang seni pertunjukan dan sanggar budaya (tari dan musik). 3.3.2. Analisis Pola Layout Ruang Seni Pertunjukan Dari kajian seni pertunjukan yang telah disebutkan pada bab sebelumnya, disimpulkan bahwa tiap pertunjukan memiliki pola pergerakan dan arah visual penonton yang berbeda. Berikut pengelompokan layout panggung berdasarkan jenis seni yang ditampilkan dalam Kridosono Cultural Centre ini.
Panggung 1 Arah
- Langen
mandra
wanara - Ketoprak
Panggung 2 Arah
Panggung Arena
- Wayang kulit
- Jatilan
- Berbagai seni tari
- Berbagai seni tari
tradisional
tradisional
- Karawitan - Berbagai seni tari tradisional - Wayang wong
3.3.3. Analisis Material Penyerap Bunyi Ruang Cara untuk meredam kebisingan dan meminimalkan dengung pada ruang pertunjukan ini, yaitu dengan menggunakan material-material yang memiliki karakteristik menyerap suara atau bunyi. Tingkat koefisien dari tiap material berbedabeda, semakin tinggi nilai koefisiennya akan semakin efektif menyerap suara. Berikut
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 82
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
beberapa pilihan material yang dapat digunakan sebagai material lantai, dinding, ceiling, maupun kursi penonton pada ruang pertunjukan. Tabel 11. Koefisien Penyerapan Bunyi Material Lantai.
Material
125 Hz
250 Hz
500 Hz
1k Hz
2k Hz
4k Hz
Carpet
0,01
0,02
0,06
0,15
0,25
0,45
Wood Parquet on concrete
0,04
0,04
0,07
0,06
0,06
0,07
Concrete (painted)
0,01
0,01
0,02
0,02
0,02
0,02
0,02
0,03
0,03
0,03
0,03
0,02
0,01
0,01
0,01
0,01
0,02
0,02
Vinyl Tile or linoleum on concrete Marble or glazed tile
Sumber : https://www.acoustic-supplies.com. Tabel 12. Koefisien Penyerapan Bunyi Material Dinding.
Material
125 Hz
250 Hz
500 Hz
1k Hz
2k Hz
4k Hz
0,17
0,36
0,66
0,65
0,62
0,68
Fiberglass board (3″ thick)
0,53
0,99
0,99
0,99
0,99
0,99
Fiberglass board (1� thick)
0,08
0,32
0,99
0,76
0,34
0,12
Plywood 10mm
0,28
0,22
0,17
0,09
0,1
0,11
Glass (small pane)
0,04
0,04
0,03
0,03
0,02
0,02
0,1
0,07
0,05
0,04
0,04
0,04
Acoustical plaster, approx. 25 mm thick, 3.5 kg/m2/cm
Doors (solid wood panel)
Sumber : https://www.acoustic-supplies.com. Tabel 13. Koefisien Penyerapan Bunyi Material Plafon
Material Plasterboard in suspended ceiling grid Underlay in perforated metal panels
Aditya Arya Wirawan | 14512171
125 Hz
250 Hz
500 Hz
1k Hz
2k Hz
4k Hz
0,15
0,11
0,04
0,04
0,07
0,08
0,51
0,78
0,57
0,77
0,9
0,79
Proyek Akhir Sarjana | 83
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Wood tongue-and-groove roof decking Plaster gypsum with timber finish
0,24
0,19
0,14
0,08
0,13
0,1
0,14
0,1
0,06
0,05
0,04
0,04
Sumber : https://www.acoustic-supplies.com. Tabel 14. Koefisien Penyerapan Bunyi Material Kursi Penonton.
Material Benches (wooden, fully occupied) Benches (cushioned seats and backs, fully occupied) Theater seats (wood, fully occupied) Seats (fabric-upholsterd, fully occupied)
125 Hz
250 Hz
500 Hz
1k Hz
2k Hz
4k Hz
0,5
0,56
0,66
0,76
0,8
0,76
0,5
0,64
0,76
0,86
0,86
0,76
0,5
0,3
0,4
0,76
0,8
0,76
0,6
0,74
0,88
0,96
0,93
0,85
selubung
dalam
Sumber : https://www.acoustic-supplies.com.
Pemilihan
material
atau
finishing
pada
ruangan
berdasarkan pertimbangan nilai koefisien penyerapan bunyi seperti tabel diatas. Karena pengujian desain menggunakan perhitungan reverberation time, yaitu menghitung waktu dengung ruang, yang mana standar SNI 03-6386-2000 waktu dengung ruang audio visual yang dianjurkan sebesar 0,6-0,8 detik. 3.3.4. Analisis Pemantulan Bunyi Ruang Seni Pertunjukan Pada ruangan ini memang perlu diperhatikan kenyamanan akustiknya karena hal tersebut merupakan faktor utama keberhasilan merancang ruang pertunjukan. Bunyi yang dikeluarkan dari area panggung harus bisa sampai ke area penonton dengan baik. Maka selain perlu adanya material penyerapan bunyi, perlu juga material pemantul bunyi agar dapat sampai ke pendengar, yaitu dengan cara penempatan material pemantul bunyi pada langit-langit atau dinding ruangan.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 84
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Permukaan pemantul cembung cenderung menyebarkan gelombang bunyi, sedangkan permukaan cekung cenderung mengumpulkan gelombang bunyi pantul dalam ruang, seperti pada ilustrasi gambar dibawah ini. Semakin keras permukaan bidang, maka semakin banyak energi bunyi yang dipantulkan.
Gambar 74. (2) Penyebaran Bunyi ; (3) Pemusatan Bunyi. Sumber : http://google.co.id/image.
Apabila struktur atap terlalu tinggi maka plafon sebaiknya digantungkan suspended ceiling agar jarak pantulan tidak terlalu panjang (agar lebih jelas dapat dilihat pada gambar di atas). Sedangkan untuk bentuk plafon sendiri yang akan dipakai adalah bentuk plafon cembung, karena bentuk cembung merupakan bentul pemantul suara yang baik. Bentuk cembung memiliki keuntungan bisa menciptakan kejelasan suara dari berbagai arah yang cukup luas dan menyebar. Jadi, kesimpulan yang dapat diambil dari dua sub-bab diatas adalah penggunaan material pemantulan bunyi sebaiknya ditempatkan pada plafon ruang dan area panggung agar bunyi dapat tersampaikan langsung ke arah penonton. Sedangkan untuk material penyerapan bunyi agar tidak terjadi dengung, dapat ditempatkan pada area pendengar atau penonton.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 85
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
3.4. ANALISIS DAN KONSEP PENERAPAN ECO-ARCHITECTURE 3.4.1. Pemilihan Solar Panel pada Bangunan Cultural Centre Dian Furqani Alifyanti dan Juara Mangapul Tambunan dalam jurnalnya yang berjudul Pengaturan Tegangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) 1000 watt menuliskan bahwa perbedaan utama dari panel sel surya adalah bahan produksi dari sel surya. Bahan sel surya yang paling umum adalah crystalline silicon. Bahan crystalline dapat terdiri dari monocrystalline dan polycrystalline. 1). Polycrystalline berwarna kebiruan dengan bercak-bercak biru muda dan biru tua. Jenis ini yang paling banyak digunakan pada pembangkit listrik tenaga surya skala kecil. Efisiensinya yaitu sekitar angka belasan persen. 2). Monocrystalline, mempunyai efisiensi lebih baik lagi tetapi harganya juga relatif lebih mahal. Jenis ini dapat dikenali dengan warnanya yang kebiruan polos tanpa bercak. Dalam blog Priyo Adi Sesotyo yang berjudul Perbandingan Spesifikasi Solar panel, menyebutkan bahwa panel yang berkapasitas tanggung, seperti 250WP memiliki nilai efisiensi lebih rendah dibanding yang berukuran genap, seperti 100WP, 200WP, dst. Nilai efisiensi antara monochrystalline dan polychrystalline bernilai sama pada panel yang berkapasitas besar (300WP), yang mana biasanya nilai efisiensi monochrystalline pada panel lebih kecil daripada 300WP (watt peak) bernilai lebih tinggi daripada panel polychrystalline. Dalam hal ini, penulis merancang Cultural Centre menggunakan fotovoltaik polycrystalline
berkapasitas
300WP.
Karena
bangunan
Cultural
Centre
memerlukan supply energi yang cukup besar, sehingga perlunya perhatian dalam memilih spesifikasi yang dinilai tepat dalam hal efisiensi energi dan efisiensi harganya. Nilai efisiensi tersebut juga berpengaruh pada berat solar panel, semakin besar kapasitasnya akan semakin ringan (300WP lebih ringan dibanding 100WP dikali 3 buah).
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 86
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Penulis merencanakan penggunaan panel surya dengan merek Sinyoku dengan kapasitas 300WP berbahan polychrystalline. Berikut katalog mengenai spesifikasi solar panel tersebut yang didapat dari jaringan perusahaan penjualan panel surya bernama Panel Surya Jakarta. Tabel 15. Spesifikasi Solar panel Poluchrystalline Sinyoku 300WP. Spesifikasi
Keterangan
Max. Power (Pmax)
300WP
Max. Power Voltage (Vmp)
36.2V
Max. Power Current (Imp)
8.28A
Open Circuit Voltage (Voc)
43.4V
Short Circuit Current (Isc)
9.27A
Nominal Operating Cell Temp (NOCT)
45¹2°C
Max. System Voltage
1000V
Max. Series Fuse
16A
Weight
20.65Kg
Dimension
1956 x 992 x 40 mm
Sumber: Panel Surya Jakarta, 2016.
3.4.2. Analisis Arah Peletakan Solar Panel Salah satu cara untuk mengetahui peletakan solar panel, yaitu dengan analisis arah datang matahari yang menggunakan media sun chart sebagai berikut.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 87
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Gambar 75. Analisis Arah Datang Matahari di Kridosono, Kotabaru untuk Peletakan Solar panel. Sumber : Modifikasi penulis dari http://sunearthtools.com.
Dari gambar diatas, dapat disimpulkan bahwa waktu kritis dalam satu tahun yaitu 21 Juni, 22 Oktober, dan 21 Desember pada pukul 10.00-16.00 WIB. Jam tersebut ditentukan berdasar jam kritis harian. Apabila solar panel diletakkan menghadap timur dan barat seperti pada arsiran merah pada gambar diatas, maka solar panel tidak akan bekerja maksimal sepanjang hari untuk mendukung suplai energi listrik bangunan. Konsep : Dengan demikian, solar panel harus diletakkan menghadap arah utara dan/atau selatan dan tidak terhalang oleh apapun karena solar panel akan bekerja secara maksimal apabila panel-panelnya terpapar sinar matahari secara keseluruhan (Sigit, 2018). 3.4.3. Perhitungan Output Daya Listrik dari Solar Panel Cultural Centre merupakan bangunan publik yang pastinya memerlukan konsumsi energi listrik yang besar, untuk itu maka diperlukan pemanfaatan energi alternatif yang mampu menyuplai konsumsi energi listrik tersebut. Dengan demikian,
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 88
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
pengeluaran konsumsi listrik bangunan serta emisi energi listrik dari PLN dapat berkurang. Berikut merupakan data radiasi matahari harian (horizontal) di lokasi site menurut NASA dari software RETScreen Expert yang dapat dijadikan sebagai dasar dalam menghitung output daya listrik yang dihasilkan dari solar panel. Tabel 16. Data Radiasi Matahari Harian (Horizontal) di Kridosono, Yogyakarta.
Bulan
Radiasi Matahari Harian (Horizontal)
Januari
4,28 kWh/m²/d
Februari
4,47 kWh/m²/d
Maret
4,59 kWh/m²/d
April
4,72 kWh/m²/d
May
4,73 kWh/m²/d
Juni
4,55 kWh/m²/d
Juli
4,80 kWh/m²/d
Agustus
5,25 kWh/m²/d
September
5,54 kWh/m²/d
Oktober
5,39 kWh/m²/d
November
4,71 kWh/m²/d
Desember
4,57 kWh/m²/d
Annual
4,8018 kWh/m²/d
Sumber : NASA, 2018 dalam software RETScreen.
Gambar 76. Grafik Radiasi Matahari Harian (Horizontal) di Kridosono, Yogyakarta. Sumber : NASA, 2018 dalam software RETScreen.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 89
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Dari data diatas diambil data radiasi matahari di bulan Januari yang merupakan bulan dengan tingkat radiasi terendah, yaitu sebesar 4,28 kWh/m²/d. Berikut merupakan perhitungannya. Perhitungan Kebutuhan Energi Listrik Bangunan Kridosono Cultural Center IKE = 450 kWh/m2/tahun Energi listrik per tahun
Luas total bangunan = 3.110,4 m2
= IKE x Luas bangunan = 450 kWh/m2/year x 3.110,4 m2 = 1.399.680 kWh/tahun
Energi listrik per hari
= 1.399.680 kWh/tahun / 365 hari = 3.834,7 kWh/hari
30% x 3.834,7 kWh/hari = 1.150,4 kWh Dari perhitungan diatas, diperoleh hasil perhitungan kebutuhan daya listrik bangunan sebesar 30% dari total kebutuhan daya listrik seluruh bangunan. Hasil perhitungan yang diperoleh, yaitu sebesar 1.150,4 kWh. 3.4.4. Analisis dan Konsep Peletakan Solar Panel Terhadap Bentuk Bangunan Kridosono Cultural Centre merupakan sebuah bangunan publik yang memiliki fasilitas rekreasi berbasis budaya, sehingga bentuk dan penampilannya perlu mencerminkan ciri khas arsitektur lokal. Untuk meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan, maka diterapkan konsep eco-architecture pada bangunan ini. Konsep tersebut diimplikasikan dalam bentuk pemanfaatan energi alternatif, yaitu dengan menerapkan sistem solar panel. Penerapan solar panel memiliki beberapa persyaratan yang perlu dipenuhi untuk mencapai nilai optimasi penangkapan energi matahari, diantaranya yaitu sudut kemiringan solar panel sebesar 10o, peletakannya yang semestinya tidak terhalang oleh apapun, dan orientasinya menghadap ke arah utara dan/atau selatan. Persyaratan-
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 90
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
persyaratan tersebut kontras dengan arsitektur Yogyakarta yang memiliki ciri khas atap joglo dengan kemiringan 30o-60o. Berdasarkan analisis yang dilakukan, diperoleh konsep bentuk atap bangunan Kridosono Cultural Centre sebagai berikut :
Bentuk Atap Joglo
Atap 10o Sebagai Area Peletakan Solar Panel
Gambar 77. Konsep Bentuk Atap Bangunan. Sumber : Penulis, 2018.
Untuk memenuhi persyaratan peletakan solar panel serta memiliki identitas Yogyakarta, maka atap bangunan yang menumpu solar panel (atap sisi utara dan selatan) dirancang dengan kemiringan 10o dan diberi selubung rangka kayu yang membentuk atap tradisional Yogyakarta dengan kemiringan 30o dan 60o. Solusi tersebut merupakan cara agar bangunan tidak kehilangan ciri khas Yogyakarta, tetapi tetap memenuhi standar optimasi solar panel. Dipilih material rangka kayu sebagai selubung atap agar tidak menutupi panas matahari terhadap panel fotovoltaik serta material Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 91
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
kayu merupakan salah satu material dominan pada bangunan tradisional Yogyakarta, sehingga lebih dapat menguatkan karakteristik arsitektur Yogyakarta. Berikut merupakan simulasi arah jatuh bayangan rangka kayu yang menyelubungi area atap penumpu solar panel.
Pagi Hari (09.00)
Siang Hari (12.00)
Sore Hari (16.00)
Gambar 78. Simulasi Jatuh Bayangan Matahari pada Atap Solar Panel. Sumber: Penulis, 2018.
Pada percobaan seperti gambar diatas, dapat diketahui bahwa jatuh bayangan rangka selubung ke permukaan atap sepanjang hari tidak terlalu mengganggu solar panel, sehingga solar panel masih dapat bekerja secara optimal. 3.5. ANALISIS DAN KONSEP TAPAK 3.5.1. Analisis dan Konsep Pola Tapak Kawasan Kotabaru dibangun dengan konsep garden city oleh arsitek ternama pada zamannya, yaitu Thomas Karsten. Mengusung konsep garden city, kawasan Kotabaru dilengkapi dengan boulevard dan banyak jalan-jalan arteri yang dilengkapi pohon-pohon besar (pohon tanjung) serta pohon-pohon buah yang masih ada di sekitar bangunan warga. Pola tata ruang kawasan Kotabaru adalah radial yang titik pusatnya adalah Kridosono, seperti pada gambar peta dibawah ini yang ditandai dengan warna kuning.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 92
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Gambar 79. Tracing Peta Kawasan Kotabaru. Sumber : Penulis, 2016.
Gambar 80. Boulevard Jalan I Dewa Nyoman Oka. Sumber : http://google.co.id/image.
Gambar 81. Kawasan Gereja St. Antonius. Sumber : Penulis, 2017.
Konsep: Pola Kotabaru yang memusat seperti penjelasan diatas, ditampilkan dalam desain tapak Cultural Centre. Alasannya karena penulis ingin menyelaraskan rancangan tersebut dengan lingkungan tapak disekitarnya serta menghadirkan desain tapak yang ekologis seperti konsep garden city yang memperhatikan kelestarian alam dan RTH.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 93
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
3.5.2. Analisis dan Konsep Orientasi dan Tata Massa Bangunan
Gambar 82. Analisis Orientasi dan Tata Massa Bangunan. Sumber : Modifikasi Penulis dari http://sunearthtool.com.
Berdasarkan gambar sun chart diatas, dapat disimpulkan bahwa sinar matahari terang jatuh dari sudut azimuth 50o hingga 97o dan -118o hingga -82o sepanjang tahun pada jam-jam kritis. Sehingga perlu diperhatikan orientasi bangunan dan bukaan pada bangunan agar terhindar dari panas matahari yang berlebih. Konsep: Sebisa mungkin meminimalkan luas sisi bangunan pada arah jatuh matahari (seperti gambar 82) agar meminimalisasi panas matahari yang masuk ke dalam bangunan. Massa bangunan dibagi berdasarkan 5 fungsi utama bangunan, yaitu lobby, seni pertunjukan, galeri seni, perpustakaan budaya, dan sanggar budaya. Tata massa bangunan membentuk pola radial yang diadaptasi dari pola tapak kawasan Kotabaru.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 94
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
3.5.3. Analisis dan Konsep Sirkulasi
Gambar 83. Analisis Sirkulasi Site. Sumber : Analisis Penulis, 2018.
Dari survei lapangan yang dilakukan, diperoleh data titik kepadatan dan kemacetan pada ruas jalan di lingkar Jalan Yos Sudarso, yang ditandai dengan arsiran seperti gambar diatas. Jalan Yos Sudarso, yaitu jalan melingkar yang mengitari site rancangan ini memiliki lebar jalan yang berbeda di tiap sisinya, serta perbedaan kepadatan kendaraan di tiap titiknya. Terdapat tiga titik kepadatan jalan, yaitu di sebelah utara yang merupakan pertemuan dua jalur kendaraan, jalan sisi selatan yang kerap macet pada sore hari dan hari libur karena adanya jalur kereta api di batas selatan Kotabaru tepatnya di dekat Stasiun Lempuyangan, dan jalan sisi barat yang mengarah ke gereja besar Katolik St. Antonius serta malioboro yang merupakan pusat keramaian kota Yogyakarta serta destinasi utama wisatawan, titik tersebut mengalami kemacetan pada sore hingga malam hari di hari-hari libur dan hari ibadah bagi warga
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 95
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Katolik. Dari ketiga titik jalan tersebut, intensitas kepadatan yang paling tinggi dan sering terjadi berada di jalan sisi barat yang mengarah ke Jalan Abu Bakar Ali. Konsep: Akses masuk kendaraan pada site ini dibagi dua agar lebih memudahkan pengunjung mengakses area parkir yang rencananya tidak hanya diletakkan di satu titik dalam site saja, karena massa bangunan yang terpisah sesuai fungsinya yang sudah dijelaskan pada sub bab sebelumnya. Akses masuk (entrance) dan akses keluar (exit) ditempatkan di titik-titik jalan yang lebar dan bebas dari kepadatan kendaraan (seperti pada gambar 84). 3.6. RANCANGAN SKEMATIK Setelah melakukan analisis dan merumuskan konsep, diperoleh rancangan skematik. Rancangan skematik merupakan proses sebelum akhirnya memperoleh hasil akhir rancangan. Berikut proses rancangan skematik Kridosono Cultural Centre. 3.6.1. Rancangan Skematik Site Plan Kridosono Cultural Centre dirancang di atas lahan seluas 2,8 hektar dengan 18% area difungsikan sebagai bangunan dan 82% dimanfaatkan sebagai area terbuka dan parkir. Orientasi dan peletakan bangunan pada tapak didasari oleh aspek kenyamanan akustik antar ruang dan pergerakan arah sinar matahari, sedangkan pola tapak diadaptasi dari pola radial kawasan Kotabaru. Berikut proses rancangan site plan Kridosono Cultural Center.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 96
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Gambar 84. Skematik Site Plan Awal. Sumber : Penulis, 2018.
Bangunan ini terdiri dari beberapa massa yang saling terintegrasi dan aksesibel. Kawasan Kridosono Cultural Centre ini memiliki dua akses masuk (entrance) dan satu akses keluar (exit) yang ditempatkan di titik-titik ruas jalan yang cukup lebar dan memiliki intensitas kepadatan kendaraan rendah. Dari area parkir, pengunjung dapat mengakses langsung ke setiap bangunan atau dapat melewati pintu masuk utama, yaitu lobby yang berada di sisi utara dan selatan.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 97
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Site plan di atas dinilai masih kurang mencerminkan arsitektur Yogyakarta karena proporsi dan sumbu pada bangunan yang tidak simetris, serta terdapat penempatan ruang pada tapak yang kurang tepat. Oleh karena itu, diperoleh rancangan skematik site plan sebagai berikut.
Gambar 85. Skematik Site Plan. Sumber : Penulis, 2018.
Bangunan ini terdiri dari beberapa fungsi ruang berbeda yang menyatu dalam satu sumbu simetris dan membentuk pola konsentris. Bangunan dirancang tepat di tengah site untuk meminimalisir kebisingan kendaraan dari jalan. Kawasan ini memiliki dua akses masuk dan dua akses keluar yang ditempatkan sesuai analisis tapak yang dilakukan. Area hijau disekitar bangunan dirancang sebagai paru-paru kota, mereduksi kebisingan kendaraan, serta sebagai public sphere, yaitu sebuah wadah yang dirancang sebagai fungsi sosial bagi pengunjung dan masyarakat sekitar.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 98
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
3.6.2. Rancangan Skematik Denah Bangunan Berdasarkan analisis yang dilakukan sebelumnya, telah ditentukan zonasi dan penempatan ruang yang menghasilkan tata ruang Cultural Centre yang memiliki lima fungsi utama, yaitu lobby, gedung seni pertunjukan, galeri seni, perpustakaan, dan sanggar budaya. Berikut skematik denah pertama yang penulis buat menggunakan software BIM (Building Information Modeling).
Gambar 86. Skematik Denah Bangunan Awal. Sumber : Penulis, 2018.
Bangunan ini memiliki luas lantai dasar bangunan sebesar 2.526 m². Lobby berada di sisi utara dan selatan sebagai pintu utama serta fungsi pendukung bangunan Cultural Centre. Akses antar bangunan dihubungkan oleh selasar-selasar yang terhubung dengan bangunan lobby. Denah tersebut masih memiliki beberapa kekurangan, yaitu peletakan musholla yang tidak berorientasi ke barat, ruang galeri yang kurang dapat menarik perhatian pengunjung, serta sumbu dan pola tapak bangunan yang tidak mencerminkan ciri arsitektur Yogyakarta. Maka, dibuatnya rancangan denah bangunan hasil dari perbaikan denah bangunan awal. Berikut skematik denah bangunan yang dibuat dengan software BIM.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 99
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Gambar 87. Skematik Denah Bangunan. Sumber : Penulis, 2018.
Denah ini memiliki total luas sebesar 3.110,4 m2. Akses masuk utama yaitu ruang lobby di utara dan selatan. Seluruh fungsi ruang bangunan dihubungkan melalui koridor yang berada di sekitar seni pertunjukan outdoor. Denah tersebut dirancang berdasarkan ciri utama arsitektur Yogyakarta, yaitu sumbu utara-selatan dan pola tapak yang simetris. Seluruh fungsi ruang disatukan dalam satu kawasan yang berbentuk melingkar agar lebih memudahkan aksesibilitas pengunjung. 3.6.3. Rancangan Skematik Selubung Bangunan Selubung bangunan dirancang berdasar analisis ciri arsitektur Yogyakarta serta fungsi luar dan dalam bangunan. Rancangan skematik selubung bangunan masih dalam bentuk sketsa tangan yang akan dikembangkan lebih detail lagi dengan menggunakan software BIM. Berikut sketsa rancangan skematik selubung bangunan Kridosono Cultural Centre.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 100
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Gambar 88. Skematik Selubung Bangunan. Sumber : Penulis, 2018.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 101
“Architecture should speak of its time and space, but yearn for timelessness� Frank Gehry
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
4.1. SITUASI
Gambar 89. Situasi Sekitar Site. Sumber : Penulis, 2018.
Berdasarkan gambar diatas, dapat dilihat bahwa site terletak diantara enam jalan, yaitu Jalan Abu Bakar Ali, Jalan Faridan M. Noto, Jalan Suroto, Jalan Wardhani, Jalan Atmosukarto, dan Jalan Tukangan, yang dihubungkan oleh jalan satu arah, yaitu Jalan Yos Sudarso. Disekitar site tersebut didominasi oleh bangunan komersial dan perkantoran. Site tersebut merupakan pengembangan dari Stadion Kridosono yang tepatnya berada di pusat Kelurahan Kotabaru yang memiliki pola radial konsentris. 4.2. SITE PLAN Tapak tersebut memiliki luas total 28.000 m2, yang dirancang dengan memaksimalkan ruang terbuka hijau. Pola tapak dirancang mengikuti pola garden city Kotabaru, yaitu radial (memusat). Tata letak massa bangunan berada di tengah tapak
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 102
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
agar terhindar dari kebisingan kendaraan. Disekitar bangunan dirancang ruang hijau dan public sphere.
Gambar 90. Site Plan. Sumber : Penulis, 2018.
4.3. DENAH BANGUNAN
Gambar 91. Denah Lantai Dasar. Sumber : Penulis, 2018.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 103
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Seluruh fasilitas bangunan berada di lantai dasar, yaitu lobby, ruang pertunjukan, galeri seni, perpustakaan, musholla, sanggar budaya, dan amphitheater. Seluruh fungsi bangunan dihubungkan dengan koridor yang berada di sekitar arena amphitheater.
Gambar 92. Denah Basement. Sumber : Penulis, 2018.
Lantai basement difungsikan khusus untuk area staf. Ruang-ruangnya terdiri dari area parkir kendaraan staf, ruang kontrol MEP (Mechanical Engineering and Plumbing), ruang pompa dan ground water tank, ruang panel, ruang trafo, dan ruang tangga staf yang langsung menuju area kantor di lantai atasnya. 4.4. TAMPAK BANGUNAN Konsep bangunan Kridosono Cultural Centre ini diadaptasi dari elemen-elemen utama arsitektur Yogyakarta, yaitu cosmos, duality, dan center. Sehingga diperoleh bentuk bangunan yang berorientasi memusat serta memiliki proporsi vertikal dan horizontal yang simetris. Berikut tampak bangunan Kridosono Cultural Centre dari empat sisi mata angin.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 104
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Gambar 93. Tampak Bangunan Sisi Selatan. Sumber : Penulis, 2018.
Gambar 94. Tampak Bangunan Sisi Barat. Sumber : Penulis, 2018.
Gambar 95. Tampak Bangunan Sisi Utara. Sumber : Penulis, 2018.
Gambar 96. Tampak Bangunan Sisi Timur. Sumber : Penulis, 2018.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 105
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
4.5. POTONGAN BANGUNAN DAN KAWASAN Sistem struktur, material selubung, dan ruang dalam bangunan ditunjukkan dengan gambar potongan bangunan. Berikut merupakan potongan bangunan Kridosono Cultural Centre yang dirancang menggunakan software BIM (Building Information Modelling).
Gambar 97. Potongan Bangunan A-A’. Sumber : Penulis, 2018.
Gambar 98. Potongan Bangunan B-B’. Sumber : Penulis, 2018.
Gambar 99. Potongan Kawasan. Sumber : Penulis, 2018.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 106
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
4.6. SISTEM STRUKTUR BANGUNAN
Gambar 100. Rencana Struktur Lantai Dasar. Sumber : Penulis, 2018.
Gambar 101. Rencana Struktur Lantai Basement. Sumber : Penulis, 2018. Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 107
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa bangunan terancang menggunakan sistem struktur kolom dan balok serta beberapa truss pada atapnya. Sistem struktur tersebut disusun dengan tatanan radial konsentris, sehingga terbentuklah tata massa yang melingkar. 4.7. SKEMA UTILITAS BANGUNAN 4.7.1. Skema Sistem Air Bersih Sistem air bersih pada bangunan menggunakan sistem upfeed. Sumber air bersih berasal dari PDAM yang disimpan di ground water tank yang berada di basement, kemudian dipompa menuju tiap fixture pada tiap ruang bangunan di lantai dasar. Berikut skemanya:
Gambar 102. Skema Sistem Air Bersih. Sumber : Penulis, 2018.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 108
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
4.7.2. Skema Sistem Sanitasi Bangunan
Gambar 103. Skema Sistem Sanitasi Bangunan. Sumber : Penulis, 2018.
Pembuangan air kotor pada bangunan mengarah langsung menuju septic tank yang disebar di empat titik sekitar bangunan, yang kemudian diteruskan ke drainase kota. 4.7.3. Skema Jaringan Listrik Utama
Gambar 104. Skema Jaringan Listrik Utama. Sumber : Penulis, 2018.
Sumber listrik utama bangunan berasal dari PLN. Daya listrik dari PLN disalurkan ke ruang trafo, lalu disalurkan ke panel utama yang berada di basement. Kemudian dari panel utama, daya listrik mengarah ke sub panel di lantai dasar yang disebar
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 109
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
menjadi empat ruang panel. Bangunan ini juga dilengkapi juga dengan generator set sebagai penyedia sumber listrik cadangan ketika sedang terjadi pemadaman listrik. 4.7.4. Skema Jaringan Solar Panel
Gambar 105. Rencana Peletakan Solar Panel. Sumber : Penulis, 2018.
Bangunan dirancang menggunakan solar panel. Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa jumlah panel fotovoltaik yang terpasang pada atap bangunan sebanyak 331 unit. Solar panel dipasang diatas atap dengan kemiringan 10o yang menghadap utara dan selatan serta pada atap tiap bangunan food court yang tersebar sekitar bangunan. Untuk menjelaskan mengenai skema jaringan solar panel, dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 110
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Gambar 106. Skema Jaringan Solar Panel. Sumber : Penulis, 2018.
Dari gambar skema diatas, dapat diketahui bahwa energi panas matahari yang ditangkap oleh solar panel diteruskan menuju baterai yang berada di ruang inverter, lalu diubah menjadi energi listrik di ruang panel yang berada di lantai basement (tepat dibawah ruang inverter), kemudian energi listrik disebar ke sub panel di lantai dasar dan akhirnya didistribusikan ke setiap ruang bangunan. Karena keterbatasan area penempatan solar panel, maka bangunan ini hanya dapat menyuplai kebutuhan listrik bangunan sebesar 30%. Tetapi, dengan penghematan energi sebesar 30%, bangunan Kridosono Cultural Centre ini sudah tergolong bangunan yang ekologis.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 111
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
4.8. RENCANA BARRIER FREE DESIGN Barrier free design merupakan fasilitas bagi penyandang kaum difabel yang harus ada di setiap bangunan, khususnya bangunan publik seperti Kridosono Cultural Centre ini. Fungsi barrier free design adalah untuk memberi kenyamanan serta memudahkan aksesibilitas kaum difabel. Fasilitas barrier free yang ada pada kawasan cultural centre ini, yaitu ramp di dalam dan luar bangunan (warrna arsiran biru), toilet difabel di beberapa ruang (warna arsiran kuning), dan penyediaan ruang kursi roda di area penonton ruang pertunjukan. Berikut rencana barrier free design bangunan Kridosono Cultural Centre.
Gambar 107. Rencana Barrier Free Design. Sumber : Penulis, 2018.
4.9. RENCANA KESELAMATAN BANGUNAN Keselamatan dalam bangunan merupakan salah satu aspek terpenting yang harus direncanakan dengan baik pada tahap perancangan bangunan, khususnya pada bangunan publik seperti Kridosono Cultural Centre ini, karena hal ini menyangkut nyawa penggunanya.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 112
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Terkait sistem keselamatan dalam bangunan, fasilitasnya terdiri dari sprinkler radius 3m dengan jarak 3m, APAR di setiap 10m dalam bangunan, hydrant yang berada di luar dan dalam bangunan, serta signage jalur evakuasi yang mengarah langsung keluar bangunan. Berikut rencana penanggulangan kebakaran dan jalur evakuasi bangunan.
Gambar 108. Rencana Penanggulangan Kebakaran Basement. Sumber : Penulis, 2018.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 113
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Gambar 109. Rencana Penanggulangan Kebakaran Lantai 1. Sumber : Penulis, 2018.
Gambar 110. Rencana Jalur Evakuasi. Sumber : Penulis, 2018.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 114
“Life is architecture and architecture is the mirror of life� I.M. Pei
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
5.1. UJI PENAMPILAN BANGUNAN Untuk membuktikan bahwa bangunan Kridosono Cultural Centre sudah mencerminkan ciri arsitektur Yogyakarta, maka dilakukan metode kuisioner kepada pakar arsitektur nusantara, yaitu Revianto Budi Santosa. Berikut merupakan pertanyaan yang diajukan dalam kuisioner tersebut. 1. Apakah desain tersebut sudah mencerminkan karakteristik arsitektur tradisional Jogja dengan pendekatan critical regionalism? 2. Apakah desain tersebut sudah memenuhi kriteria pendekatan kontras terhadap konteks wilayah Kotabaru berdasarkan teori Brent C. Brolin mengenai arsitektur kontekstual? Dari metode kuisioner yang telah dilakukan, diperoleh jawaban yang merupakan hasil pengujian rancangan terkait penampilan bangunan sebagai berikut. 1. “Sudah mencerminkan karakteristik arsitektur tradisional jogja dengan pendekatan critical regionalism (walau kurang mencerminkan arsitektur Kotabaru), terutama untuk aspek tapak dan tektonika�. 2. “Kurang
memenuhi
kontekstual)
kriteria
Brolin
pendekatan
kontras
(yang
berdasar teori Brolin, khususnya pada aspek massing,
height, proportion, dan material (meskipun cukup bagus dalam set back, orientation, dan scale)�. Jadi, setelah melakukan uji desain dengan metode kuisioner diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa rancangan bangunan Cultural Centre ini sudah memiliki ciri khas arsitektur Yogyakarta, tetapi dari segi pendekatan arsitektur kontekstual terkait pendekatan kontras terhadap kawasan heritage Kotabaru masih kurang memenuhi.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 115
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
5.2. UJI REVERBERATION TIME DALAM RUANG SENI PERTUNJUKAN Perhitungan reverberation Time adalah salah satu cara mengetahui tingkat kenyamanan akustik suatu ruang, yaitu menggunakan perhitungan reverberation time. Dalam menghitung besarnya reverberation time dalam suatu ruang diperlukan datadata seperti dimensi ruang, frekuensi bunyi di dalam ruang dan material yang digunakan dalam interior ruang tersebut. Ketiga hal tersebut mempengaruhi besarnya reverberation time. Data frekuensi bunyi di dalam ruang dan material yang digunakan dalam interior ruang dapat digunakan untuk mengetahui koefisien penyerapan suara. Berikut rumus perhitungan reverberation time.
��60 =
(0,161 đ?‘Ľ đ?‘‰) ∑(đ?‘† đ?‘Ľ đ?›ź)
RT60 : Reverberation Time 60 (detik) V
: Volume (mÂł)
S
: Luas Permukaan (m2)
Îą
: Koefisien Serap Material (m/detik)
Berikut perhitungan reverberation time ruang seni pertunjukan proscenium. RT60
=
(0,161 x đ?‘‰) ∑(đ?‘† x đ?›ź )
=
(0,161 x 3.095 m3) (đ?‘† x đ?›ź)đ?‘?đ?‘™đ?‘Śđ?‘¤đ?‘œđ?‘œđ?‘‘ + (đ?‘† x đ?›ź)đ?‘¤đ?‘œđ?‘œđ?‘‘ đ?‘?đ?‘Žđ?‘&#x;đ?‘žđ?‘˘đ?‘’đ?‘Ąđ?‘Ąđ?‘’ đ?‘œđ?‘› đ?‘?đ?‘œđ?‘›đ?‘?đ?‘&#x;đ?‘’đ?‘Ąđ?‘’ + (đ?‘† x đ?›ź)đ?‘Žđ?‘?.đ?‘Ąđ?‘–đ?‘™đ?‘’đ?‘ + (đ?‘† x đ?›ź)đ?‘?đ?‘™đ?‘Žđ?‘ đ?‘Ąđ?‘’đ?‘&#x;đ?‘?đ?‘œđ?‘Žđ?‘&#x;đ?‘‘ đ?‘?đ?‘’đ?‘–đ?‘™đ?‘–đ?‘›đ?‘”+(đ?‘† đ?‘Ľ đ?›ź)đ?‘?đ?‘Žđ?‘&#x;đ?‘?đ?‘’đ?‘Ą + (đ?‘† đ?‘Ľ đ?›ź)đ?‘?đ?‘’đ?‘›đ?‘?â„Žđ?‘’đ?‘
=
498,3 đ?‘š3 (181,7 m2 x 0,09) + (71,5 m2 x 0,06) +(625 đ?‘Ľ 0,65)+ (122 m2 x 0,04) + (550 m2 x 0,15)+(354 đ?‘˜đ?‘˘đ?‘&#x;đ?‘ đ?‘–+0,86)
=
= =
498,3 đ?‘š3 m3 m3 m3 16,4 + 4,3 + 406,25 detik detik detik m3 m3 m3 4,88 + 82,5 + 304,4 detik detik detik
498,3 đ?‘š3 818,73
m3 detik
0,608 detik
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 116
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Dari perhitungan diatas dapat disimpulkan bahwa waktu dengung ruang seni pertunjukan tersebut jika mengacu pada SNI 03-6386-2000, tergolong baik dengan standar 0,6 – 0,8 detik. Dengan demikian, kualitas akustik dalam ruang seni pertunjukan cukup baik dan nyaman. 5.3. UJI EFISIENSI SOLAR PANEL PADA BANGUNAN 5.3.1. Uji Ketersediaan Solar Panel Terhadap Kebutuhan Energi Listrik Bangunan Perhitungan Energi Listrik yang dihasilkan Solar Panel : Jumlah solar panel
= 331 (berdasar layout pada atap bangunan)
Radiasi matahari harian = 4,28 kWh/m2/hari (data bulan Januari) Luas panel fotovoltaik = 1,956m x 0,992m = 1,94m2
Output solar panel
= Jumlah panel x Radiasi matahari harian x Luas per panel = 331 x 4,28 kWh/m2/hari x 1,94m2 = 2.748,4 kWh/hari
Berdasarkan perhitungan kebutuhan daya listrik bangunan yang telah terdapat pada sub sub bab 3.4.3., diketahui bahwa 30% kebutuhan daya listrik bangunan (indikator efisiensi bangunan ramah lingkungan) sebesar 1.150,4 kWh. Sesuai perhitungan diatas, penggunaan solar panel pada bangunan sudah melebihi indikator efisiensi tersebut. Sehingga, dapat diketahui bahwa jumlah output energi listrik yang dihasilkan dari solar panel dapat memenuhi kebutuhan listrik bangunan sebesar 71,6% (belum termasuk pengurangan efisiensi yang disebabkan oleh bagian solar panel yang terhalang bayangan elemen bangunan). Dari perhitungan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa bangunan ini sudah menghemat energi listrik dengan menggunakan energi alternatif berupa panas
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 117
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
matahari sebesar 30%. Dari persentase efisiensi tersebut, Kridosono Cultural Centre sudah dapat dikatakan sebagai bangunan ramah lingkungan. 5.3.2. Uji Besar Bayangan yang Jatuh pada Bagian Solar Panel Peletakan beberapa unit solar panel pada bangunan terancang menyebabkan bayangan dari elemen-elemen bangunan menghalangi beberapa bagian dari beberapa solar panel tersebut. Sehingga nilai efisiensi pemanfaatan solar panel tersebut pun berkurang. Untuk menunjukkan besar bayangan yang jatuh pada bagian solar panel pada bangunan utama, disajikan pengujiannya pada waktu-waktu kritis tahunan sebagai berikut. o 21 Juni
Gambar 111. Pengujian Besar Bayangan pada Tanggal 21 Juni Pukul 07.00 WIB. Sumber : Penulis, 2018
Gambar 112. Pengujian Besar Bayangan pada Tanggal 21 Juni Pukul 12.00 WIB. Sumber : Penulis, 2018
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 118
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Gambar 113. Pengujian Besar Bayangan pada Tanggal 21 Juni Pukul 17.00 WIB. Sumber : Penulis, 2018
o 21 Oktober
Gambar 114. Pengujian Besar Bayangan pada Tanggal 21 Oktober Pukul 07.00 WIB. Sumber : Penulis, 2018
Gambar 115. Pengujian Besar Bayangan pada Tanggal 21 Oktober Pukul 12.00 WIB. Sumber : Penulis, 2018
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 119
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Gambar 116. Pengujian Besar Bayangan pada Tanggal 21 Oktober Pukul 17.00 WIB. Sumber : Penulis, 2018
o 21 Desember
Gambar 117. Pengujian Besar Bayangan pada Tanggal 21 Desember Pukul 07.00 WIB. Sumber : Penulis, 2018
Gambar 118. Pengujian Besar Bayangan pada Tanggal 21 Desember Pukul 12.00 WIB. Sumber : Penulis, 2018
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 120
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Gambar 119. Pengujian Besar Bayangan pada Tanggal 21 Desember Pukul 17.00 WIB. Sumber : Penulis, 2018
Berdasarkan pengujian di atas dapat dilihat bahwa bayangan yang menghalangi solar panel berasal dari elemen rangka kayu pada atap bagian utara dan selatan serta dari massa bangunan sisi barat dan timur. Bayangan terbesar yang mengenai bagian solar panel muncul pada pukul 17.00 WIB, sedangkan bayangan terkecil muncul pada pukul 12.00 WIB. Untuk meningkatkan nilai efisiensi pemanfaatan solar panel pada bangunan terancang yang berkurang karena adanya penghalangan bagian-bagian solar panel, maka dilakukan penambahan beberapa unit solar panel pada beberapa titik lain pada site, tepatnya pada atap-atap bangunan food court.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 121
“Whatever good things we build end up building us” Jim Rohn
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Setelah dilakukan proses evaluasi tahap pendadaran diperoleh beberapa poin penting yang perlu diperbaiki. Poin-poin tersebut dikemas dalam tabel 13 dibawah ini. Tabel 17. Poin-poin Perbaikan
No.
Sebelum Dilakukan Perbaikan
Setelah Dilakukan Perbaikan
Kemiringan atap bertingkat yaitu sebesar 10o, 20o, dan 30o. Sehingga tinggi maksimum bangunan menjadi 17 m dari permukaan tanah. Dengan demikian tinggi bangunan tersebut melebihi regulasi terkait ketinggian bangunan di blok Kridosono yang mengharuskan tinggi maksimum bangunan sebesar 14 m.
Kemiringan atap bertingkat diubah menjadi 10o, 15o, dan 20o. Sehingga tinggi maksimum bangunan menjadi sebesar 14 m dari permukaan tanah.
1
2
Panjang teritisan pada bagian yang Teritisan pada bagian yang ditunjuk ditunjuk pada gambar di atas yaitu pada gambar di atas diperpanjang sebesar 1,5 m dari as kolom. menjadi sepanjang 3 m dari as kolom.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 122
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
3
Jumlah solar panel yang diterapkan yaitu sebanyak 154 unit. Tetapi karena berdasarkan hasil uji bayangan elemen bangunan pada unit-unit solar panel menunjukkan sebagian area solar panel dilalui bayangan pada jam-jam tertentu. Sehingga dinilai kurang efektif untuk menerima panas matahari.
Jumlah solar panel ditambahkan menjadi total 331 unit. Penambahan unit-unit solar panel diaplikasikan pada atap-atap bangunan food court di luar bangunan utama. Dari penambahan ini pastinya menghasilkan energi listrik yang lebih besar untuk menyuplai kebutuhan daya listrik bangunan mencapai 71,6%. Dengan demikian kalaupun terjadi pengurangan efisiensi yang disebabkan oleh bayangan yang menghalangi beberapa area unit solar panel, nilai efisiensi total tetap lebih besar dari 30%.
Sumber : Penulis, 2018.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | 123
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Admin. (2014). Tempat-Tempat Menarik Untuk Dikunjungi di Esplanade. Diambil kembali dari Wisata Singapura: http://tempatwisatadisingapore2.blogspot.co.id/2013/07/tempat-tempatmenarik-untuk-dikunjungi.html Admin. (2017, Oktober 5). Pembangkit Listrik Biomassa, pengertian dan cara kerja. Diambil kembali dari Kelas-Fisika: http://kelasfisika.com/2017/10/05/pembangkit-listrik-biomassa-pengertian-dan-carakerja/ Admin. (2017, April 18). Pembangkit listrik tenaga surya , Pengertian, cara kerja dan kelebihan dan kekurangannya. Diambil kembali dari Kelas-Fisika: http://kelasfisika.com/2017/04/18/pembangkit-listrik-tenaga-surya-pengertian-cara-kerjadan-kelebihan-dan-kekurangannya/ Admin. (2018, Februari 12). Alat Musik Tradisional Yogyakarta. Diambil kembali dari Alat Musik Indonesia: https://alatmusikindonesia.com/alat-musik-tradisionalyogyakarta/#Alat_Musik_Tradisional_Yogyakarta Alamendah. (2014, September 9). 8 Sumber Energi Terbarukan di Indonesia. Diambil kembali dari Alamendah's Blog: https://alamendah.org/2014/09/09/8-sumberenergi-terbarukan-di-indonesia/ Alfayit, A. P. (2015, Maret 7). Jenis-jenis Topeng Menurut Asal Daerahnya. Diambil kembali dari Blogspot: http://kerajinantopengaldipenta.blogspot.co.id/ Appleton, I. (2008). Buildings For the Performing Arts, 2nd Edition. UK: Elsevier Limited. Ball, V. K. (1980). Architecture and Interior Design. New York: Wiley.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | xx
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Barron, M. (2010). Auditorium acoustics and architectural design 2nd Edition. USA: Spon Press. Brolin, B. C. (1980). Architecture In Context : Fitting New Buildings With Old. New York: Van Nostrand Reinhold. Castro, F. (2017, Juni 5). Shigeru Ban and Jean de Gastines' Solar-Powered Seine Musicale. Diambil kembali dari Archdaily: https://www.archdaily.com/872776/photographed-shigeru-ban-and-jean-degastines-solar-powered-seine-musicale Chairurrijal, A. (2016, Juli 2). EVALUASI KRIDOSONO SEBAGAI RUANG PUBLIK KOTA DI YOGYAKARTA. Diambil kembali dari issue: https://issuu.com/rizalacr/docs/final_laporan Dewabrata, M. (2017, April 23). Graha Bhakti Budaya, Gedung Pertunjukan Klasik di Area Taman Ismail Marzuki. Diambil kembali dari Book My Show: https://id.bookmyshow.com/blog-hiburan/graha-bhakti-budaya-gedungpertunjukan-klasik-taman-ismail-marzuki/ Doelle, L. L. (1986). Akustik Lingkungan. Jakarta: Erlangga. Group, J. (2018). Absorption Coefficient Chart. Diambil kembali dari JCW Acoustic Supplies: https://www.acoustic-supplies.com/absorption-coefficient-chart/ Handinoto. (1996). Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Surabaya 1870-1940. Yogyakarta: Andi Offset. Handoyotomo. (1996). Kontinuitas dan Perubahan Makna Bangunan Dalem Bagi Bangsawan di Yogyakarta. Tesis. Hijau, K. K. (t.thn.). Cara Menghitung Efisiensi Solar Cell. Diambil kembali dari Kelompok Hijau: http://kelompokhijau.com/post/efisiensi-solar/
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | xxi
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
Kristiawan, Y. B. (2013). Konsep Garden City di Kawasan Kotabaru Yogyakarta. Dalam U. A. Yogyakarta, Konservasi Arsitektur Kota Yogyakarta (hal. 168-195). Yogyakarta: KANISIUS. Kroll, A. (2011, Februari 15). Yoyogi National Gymnasium / Kenzo Tange. Diambil kembali dari Archdaily: https://www.archdaily.com/109138/ad-classics-yoyoginational-gymnasium-kenzo-tange Lawson, Z. d. (2009). Meeting and greeting: activities in public outdoor spaces outside highdensity urban residential communities. Urban design international. Mahmud, D. (2016, Oktober 6). 6 Tari Tradisional Yogyakarta. Diambil kembali dari Tradisi Kita: http://www.tradisikita.my.id/2016/10/6-tari-tradisionalyogyakarta.html Misa, D. (2015, Mei 28). PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOGAS (PLTBG) DARI KOTORAN TERNAK SAPI. Diambil kembali dari Blogspot: https://dodymisa.blogspot.co.id/2015/05/pembangkit-listrik-tenaga-biogaspltbg.html Muawanah, A. (2013, Juli 31). POTENSI DAN PERMASALAHAN KOTA YOGYAKARTA. Diambil kembali dari Wordpress: https://annisamuawanah.wordpress.com/2013/07/31/potensi-danpermasalahan-kota-yogyakarta/ Neufert, E. a. (2000). Neufert Architects’ Data Third Edition. UK: Blackwell Science. Pickard, Q. (2002). The Architects’ Handbook. USA: Blackwell Science. Portal, C. (2018). Sheikh Jaber Al Ahmad Cultural Centre. Diambil kembali dari SSH Project: http://www.sshic.com/projects/sheikh-jaber-al-ahmad-cultural-centre Prabowo, A. (2011, Oktober 5). KEBUDAYAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Diambil kembali dari Blogspot:
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | xxii
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
http://ariiprabowo.blogspot.co.id/2011/10/kebudayaan-daerah-istimewayogyakarta.html Prima, A. R. (2016, November 14). Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). Diambil kembali dari Persatuan Insinyur Indonesia: https://pii.or.id/pembangkit-listrik-tenaga-panas-bumi-pltp PustakaPusdokinfo. (2013, September 25). TATA RUANG GEDUNG PERPUSTAKAAN. Diambil kembali dari Pustaka Pusdokinfo: https://pustakapusdokinfo.wordpress.com/2013/09/25/tata-ruang-gedungperpustakaan/ Rinaldi, M. (2017, Januari 21). WAIGAOQIAO CULTURAL & ART CENTRE BY TIANHUA ARCHITECTURE PLANNING & ENGINEERING. Diambil kembali dari aasarchitecture: http://aasarchitecture.com/2017/01/waigaoqiao-cultural-artcentre-tianhua-architecture-planning-engineering.html S. Tamimi, W. I. (2016). Optimasi Sudut Kemiringan Panel Surya Pada Prototipe Sistem Penjejakan Matahari Aktif. Prosiding. Satria, R. A. (2016). Kridosono Sport Center (Pusat Olahraga dengan Pendekatan Fleksibilitas Ruang). Laporan Akhir Sarjana Arsitektur. Stevens, P. (2014, Juli 3). cree cultural institute in quebec by rubin & rotman architects. Diambil kembali dari Designboom: https://www.designboom.com/architecture/rubin-rotman-architectsaanischaaukamikw-cree-cultural-institute-canada-07-03-2014/ Strong, J. (2010). Theatre Buildings, A Design Guide from Association of British Theatre Technicians. UK: Routledge : Oxon. Tegar. (2015, Agustus 30). Pengertian Pembangkit Listrik tenaga Air (PLTA). Diambil kembali dari Blogspot:
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | xxiii
Kridosono Cultural Centre and Public Sphere
http://tegarubolaksono.blogspot.co.id/2015/08/pengertian-pembangkitlistrik-tenaga.html Tjahjono, G. (1989). Cosmos, Center, and Duality in Javanese Architectural Tradition : The Symbolic Dimensions of House Shapes in Kota Gede and Surroundings. Disertasi. Varianggi, G. A. (2012, November 25). KEBUDAYAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Diambil kembali dari Wordpress: https://gabriellaaningtyas.wordpress.com/2012/11/25/kebudayaan-daerahistimewa-yogyakarta/ Wijiono, S. (2012, April 14). ARSITEKTUR EKOLOGI (ECO-ARCHITECTURE). Diambil kembali dari Blogspot: http://sigitwijionoarchitects.blogspot.co.id/2012/04/arsitektur-ekologi-ecoarchitecture.html Yogyakarta, W. (2009). Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 21 Tahun 2009 tentang Penjabaran Status Kawasan, Pemanfaatan lahan, dan Intensitas Pemanfaatan Ruang. Yogyakarta. Yogyakarta, W. (2014). Peraturan Walikota Kota Yogyakarta Tentang Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kawasan Kotabaru Kota Yogyakarta. Pemerintah Daerah Kota Yogyakarta. Yogyakarta: Pemerintah Kota Yogyakarta. Yogyakarta, W. (2015). RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2015 – 2035. Pemerintah Daerah Kota Yogyakarta (hal. Lampiran III C). Yogyakarta: Pemerintah Kota Yogyakarta.
Aditya Arya Wirawan | 14512171
Proyek Akhir Sarjana | xxiv
“My architecture is easy to understand and enjoy, I hope it also is hard to forget� Oscar Niemeyer