EDISI 004 | 2020
Perubahan Iklim:
tantangan besar bagi sektor pertanian
Laporan Utama
Perubahan Iklim: Tantangan Besar Bagi Sektor Pertanian
DITULIS OLEH Abdul Halim, Millenio Salsabil, dan Annisa Humaira 06 | ReGrow
G
reta Thunberg, seorang anak berumur 12 tahun, tiba-tiba mogok makan dan bicara setelah menonton film dokumenter mengenai dampak perubahan iklim. Berdasarkan hasil pemeriksaan dokter, Greta Thunberg didiagnosis mengidap depresi, sindrom Asperger, gangguan obsesif kompulsif, serta gangguan selective mutism yang timbul karena pemikirannya terhadap kondisi perubahan iklim. Agustus tahun lalu, Greta memulai aksi yang disebut ‘School strike for the climate’ yaitu unjuk rasa perubahan iklim yang dilakukan di depan Gedung parlemen Swedia. Awalnya Ia memulai aksi tersebut sendirian setiap hari jumat, hingga akhirnya pada 15 Maret 2019 aksi ini terjadi di lebih dari 71 negara dan 700 tempat. Hal ini dapat membawa Greta ke aktivisme tentang perubahan iklim di tempat lainnya, seperti parlemen eropa, TEDx, hingga World Economic Forum. Poin yang dibawa oleh Greta mengacu pada laporan IPCC, yaitu apabila kita ingin memiliki 67% peluang untuk membatasi peningkatan suhu global penyebab perubahan iklim di bawah 1.5oC, kita memiliki jatah sebesar 420 gigaton CO2 yang dapat diemisikan, terhitung sejak 1 Januari 2018. Dengan laju emisi yang ada saat ini, maka jatah tersebut akan habis dalam kurun waktu sembilan tahun. Telah dilakukan beberapa upaya untuk mengatasi masalah tersebut, salah satunya adalah persetujuan Paris yang bertujuan membatasi peningkatan suhu pada 1.5oC, walaupun efektivitas implementasinya yang dilakukan cukup rendah. Upaya lain adalah munculnya beberapa ide kebijakan yang ramah lingkungan dan mendukung penekanan kenaikan suhu global seperti carbon pricing, yaitu pengenaan biaya terhadap polusi karbon terhadap pelaku polusi untuk menekan emisi gas rumah kaca. Sejauh ini, carbon pricing telah dilakukan di 40 negara dan lebih dari 20 kota dan provinsi. Namun begitu, tak dapat dipungkiri bahwa berbagai dampak perubahan iklim saat ini sudah terlanjur terjadi dan sulit dihentikan— apalagi terhadap sektor pertanian.
Kerentanan sektor pertanian terhadap perubahan iklim
Perubahan iklim merupakan fenomena berubahnya kondisi lingkungan dunia akibat terjadinya peningkatan temperatur udara, perubahan cuaca yang ekstrem, perubahan curah hujan, dan kenaikan muka air laut. Perubahan iklim diimplikasikan dengan penurunan kualitas maupun kuantitas dari sumber daya alam serta kegiatan sektoral manusia seperti sumber daya air, ekosistem darat dan laut, keanekaragaman hayati, dan salah satunya yaitu ketahanan pangan dalam konteks agrikultur. Perubahan iklim mempengaruhi kegiatan pertanian yang berhubungan langsung dengan ketahanan pangan dan pengentasan kelaparan. Saat ini, angka populasi kekurangan gizi di dunia telah meningkat dari 40 juta populasi menjadi 821 juta populasi, setelah sempat mengalami penurunan di rentang tahun 2015-2017. Berdasarkan hal tersebut, maka diperkirakan produksi pertanian harus meningkat 60% agar memenuhi kebutuhan pangan, namun secara bersamaan diperkirakan akan terjadi penurunan produktivitas pertanian pada tahun 2050 hingga 10% - 25% yang diakibatkan oleh perubahan iklim. Tiga faktor utama terkait perubahan iklim yang sangat berdampak terhadap sektor pertanian diantaranya adalah perubahan pola hujan dan iklim ektrim (banjir dan kekeringan), peningkatan muka laut, serta peningkatan suhu udara. Kejadian iklim ekstrim dapat meningkatkan resiko kegagalan panen tanaman yang menurunkan produktivitas akibat rusaknya sumberdaya lahan pertanian, peningkatan intensitas dan frekuensi kekeringan, peningkatan kelembaban, serta peningkatan intensitas gangguan OPT (organisme pengganggu tanaman).
Greta Thunberg pada Konferensi Perubahan Iklim oleh PBB di Madrid, Spanyol
SUMBER www.polsatnews.pl/
Peningkatan muka laut juga telah terbukti menyebabkan penciutan lahan pertanian pesisir, merusak infrastruktur pertanian, meningkatkan salinitas tanah dan air yang merusak tanaman. Di Indonesia sendiri pada periode 1925-1989 saja muka air laut telah naik sebesar 4,38 mm/tahun di Jakarta, 9,27 mm/tahun di Semarang, dan 5,47 mm/tahun di Surabaya. Sedangkan peningkatan suhu udara menyebabkan meningkatnya transpirasi tanaman yang menurunkan produktivitasnya, meningkatkan konsumsi air, mempercepat pematangan buah dan biji, menurunkan mutu hasil, serta berkembangnya berbagai hama penyakit yang lebih ganas. Peningkatan suhu udara global selama 100 tahun terakhir telah mencapai 1°C lebih. Walaupun terlihat sedikit, perubahan 1 derajat saja bagi pertanian dapat menurunkan hasil sebanyak 0,6 ton/ha serta menurunkan hasil tanaman padi sebesar 10%. Berbagai daerah di Indonesia dapat mengalami penurunan produksi pangan strategis secara signifikan akibat naiknya suhu udara, misalnya pada komoditas jagung yang ditunjukan pada tabel berikut.
rumah kaca dihasilkan oleh pertanian. Emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan adalah 54% emisi metana, 80% emisi nitrogen oksida, dan seluruh karbon dioksida yang terkait dengan pemanfaatan lahan. Hal ini tidak terlepas dari meningkatnya jumlah penduduk yang juga meningkatkan permintaan terhadap jumlah pangan. Maka dari itu, sektor pertanian memiliki tantangan yang berat dalam menghadapi perubahan iklim. Tantangan tersebut yaitu 1) bagaimana caranya menghasilkan pangan sebanyak mungkin yang dapat mencukupi kebutuhan manusia yang terus meningkat; serta 2) bagaimana caranya menekan emisi GRK dan kerusakan sumberdaya lainnya seminimal mungkin yang berpotensi memperburuk perubahan iklim.
Proyeksi penurunan hasil panen pada tanaman jagung akibat peningkatan laju respirasi tanaman yang disebabkan oleh kenaikan suhu pada tahun 2050
Sumber IPCC (2014) berdasarkan data emisi global pada tahun 2010
Tantangan sektor pertanian akibat perubahan iklim
Pertanian merupakan tumpuan dalam produksi pangan serta pakan, dan keberhasilannya dalam mencukupi kebutuhan manusia terancam oleh perubahan iklim. Namun dibalik itu, pertanian juga menjadi salah satu penyebab perubahan iklim. Sekitar 24% emisi gas rumah kaca penyebab pemanasan global dan perubahan iklim di seluruh dunia disebabkan oleh pertanian (termasuk peternakan) dan alih fungsi lahan hutan menjadi pertanian. Nilai ini berarti hampir Âź emisi gas
08 | ReGrow
SUMBER https://www.pexels.com/
Dampak perubahan iklim perlu diantisipasi dengan upaya mitigasi dan adaptasi agar kebutuhan pangan yang terus meningkat dapat terpenuhi. Upaya mitigasi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Contoh mitigasi yang dapat diterapkan di Indonesia adalah dengan penanaman varietas tanaman padi rendah emisi, karena di Indonesia tanaman padi menjadi sumber utama gas metana dengan sumbangan metana sebesar 20-100 Tg. Contoh varietas padi rendah emisi adalah varietas Maros, Way Rarem, Limboto, dan Ciherang. Selain itu, penggunaan pupuk ZA sebagai pengganti urea yang dapat menurunkan emisi gas metana hingga 62%. Cara lainnya yaitu penerapan teknologi tanpa olah tanah (no tillage), karena perombahan bahan organik berlangsung secara aerobik sehingga C yang terlepas dalam bentuk CO2 lebih rendah tingkat pemanasannya dibanding CH4. Namun jika ingin melakukan pengolahan tanah, pengolahan dapat dilakukan pada tanah yang bertekstur remah dan memiliki jumlah gulma yang relatif sedikit. Cara selanjutnya yaitu teknik irigasi berselang atau pengairan dan pengeringan lahan secara berkala dalam rentang waktu tertentu. Upaya adaptasi, dapat dilakukan dengan penyesuaian waktu dan pola tanam agar dampak perubahan iklim dari perubahan musim dan pola curah hujan dapat diminimalisir. Penyesuaian waktu dan pola tanam dapat dibantu dengan atlas peta kalender tanam yang menggambarkan potensi sumber daya air dan iklim perdaerah. Iklim kering dapat diantisipasi dengan penggunaan varietas unggul tahan kekeringan, rendaman, dan salinitas. Kebutuhan air pada kondisi terbatas dapat dipenuhi dengan teknologi irigasi seperti sumur renteng, irigasi kapiler, irigasi tetes.
SUMBER https://www.pexels.com/
Selain upaya adaptasi dan mitigasi dari sistem produksi, dapat dilakukan upaya mengefisienkan energi saat mengantarkan produk dari produsen kepada konsumen. Hal tersebut dilakukan dengan cara mengembangkan produksi secara lokal, sehingga konsumen tidak lagi bergantung pada produk dari belahan dunia lain yang memerlukan energi yang lebih banyak. Upaya terakhir yaitu konsep circular economy atau ekonomi keberlanjutan. Konsep tersebut dapat diterapkan dengan melakukan beberapa metode pendekatan seperti memperbaiki, remanufaktur, pendauran ulang, serta penggunaan kembali. Banyak material pertanian ataupun peternakan yang seringkali dianggap limbah, namun sebenarnya memiliki nilai potensial yang tinggi pada sistem pertanian. Contohnya adalah kotoran hewan, serasah, serta kulit buah. Penerapan konsep ekonomi berkelanjutan pada pengolahan limbah tersebut, akan mengurangi biaya operasi dan emisi karbon. Upaya-upaya antisipasi, adaptasi, dan mitigasi terhadap perubahan iklim pada sektor pertanian tidak hanya menjadi tanggung jawab petani serta pemerintah sebagai pemangku kebijakan, namun juga menjadi tanggung jawab mahasiswa khususnya mahasiswa yang mendalami bidang pertanian untuk mengembangkan teknologi inovatif yang dapat mengurangi dampak perubahan iklim sehingga kondisi kehidupan di seluruh dunia dapat ditingkatkan serta impian PBB yang tertuang dalam kesepakatan paris dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB dapat terwujud.
ReGrow | 09
10 | ReGrow
ReGrow | 11
12 | ReGrow
ReGrow | 13
14 | ReGrow
ReGrow | 15
16 | ReGrow
ReGrow | 17
18 | ReGrow
ReGrow | 19
Agritech Review “Jumlah lahan pertanian dan peternakan di seluruh dunia adalah sekitar 570 juta dan lebih dari 90% dari lahan tersebut dimiliki oleh individu atau keluarga. Jumlah lahan pertanian dengan luas kurang dari satu hektar adalah 72%, lahan dengan luas antara satu hingga dua hektar adalah 12%, dan hanya 1% lahan pertanian dengan luas lebih dari 50 hektar.� - FAO, 2014
B Program
dari Microsoft untuk Pertanian di Seluruh Dunia DITULIS OLEH Mutiara A N
20 | ReGrow
erdasarkan data FAO (2014), petani dengan lahan kurang dari satu hektar biasanya tidak memiliki teknologi yang canggih seperti sensor dan drone untuk mengolah lahan pertaniannya. Hal tersebut cukup wajar terjadi, mengingat alatalat tersebut cukup mahal dan tidak banyak petani yang memiliki pengetahuan tentang teknologi. Dalam sistem pertanian tradisonal pun terkadang petani tidak membuat crop planning yang detail dan masih mengikuti sistem pertanian yang diturunkan dari generasi-generasi sebelumnya. Disisi lain, Dinas Pertanian Indonesia telah menghimbau para petani untuk mengikuti pola tanam dan jadwal tanam yang dianjurkan sesuai dengan kondisi pada wilayah masing-masing. Namun kebanyakan petani masih mengikuti prakiraannya masing-masing, sehingga jadwal tanam tidak serempak dan banyak yang mengalami kegagalan. Oleh karena itu, diperlukan crop planning yang lebih baik dan dapat menguntungkan. Crop planning yang baik dapat dibuat dengan bantuan data pertanian dari berbagai sumber. Data tersebut dapat diperoleh dengan bantuan program FarmBeats yang dibuat oleh Microsoft. FarmBeats adalah program yang memanfaatkan sistem Internet of Things (IoT) untuk menghasilkan analisa data pada bidang pertanian. Data ini nantinya dapat digunakan pada sistem pertanian untuk meningkatkan produksi serta menurunkan penggunaan sumber daya, sehingga dapat mempermudah petani dalam mengelola lahan pertaniannya secara efektif dan efisien. FarmBeats ini dibuat karena hanya 20% petani yang menggunakan sensor dan teknologi pendukung untuk membuat crop planning yang baik.
FarmBeats telah dicoba pada lahan pertanian seluas 4000 acre atau sekitar 1618 hektar di Maryland. FarmBeats menghubungkan kamera, sensor, dan drone yang dapat mengoleksi data secara seamless dengan sumber tenaga dari baterai bertenaga surya. Data tersebut diperoleh dari kontroler, dimana kontroler menerima data-data dari drone dan sensor pada lapangan yang dibantu dengan sinyal WiFi dan TV white spaces. Sensor yang ada dilapangan akan memberikan data pH, temperatur tanah, kadar karbon dioksida, dan kelembaban. Drone akan menghasilkan hasil pembacaan sensor berupa kadar air, kelembaban, dan temperature dari video yang didapatkan dengam cara merekam seluruh area lahan pertanian. Keberadaan FarmBeats ternyata membuahkan hasil, menurut pengamatan Tim FarmBeats pemakaian bahan kimia yang bernilai tinggi mengalami penurunan sebanyak 90%, dapat menghemat pengeluaran hingga 15%, serta dapat memberitahu petani akan adanya deep freezing yang menyebabkan penurunan temperatur dibawah titik beku dalam waktu 24 jam. Selain itu, dari rekaman yang didapat menggunakan drone, hama dan gulma dapat teridentifikasi. Tidak hanya itu, keberadaan FarmBeats dapat menjadikan sistem pertanian lebih presisi, karena data yang ada didalam program
FarmBeats memberikan informasi mengenai kondisi lahan pertanian yang diamati. Teknologi pertanian presisi merupakan konsep yang dihasilkan dari observasi lahan dan respon dari observasi itu sendiri, sehingga didapat teknik pengelolaan yang tepat sesuai dengan respon variabilitas spasial dan temporal pada tanaman. Pelaksanaan pertanian presisi menggunakan alat-alat seperti sensor untuk mengetahui data dari variabilitas pada tanaman yang diamati. Banyak kelebihan dari adanya pertanian presisi ini, diantaranya adalah meningkatkan produktivitas dan efektivitas tanaman serta menjaga sustainabilitas. Peningkatan produktivitas dan efektivitas tanaman dapat diperoleh melalui hasil variabilitas pada tanah, tanaman, dan organisme pengganggu tanaman. Sedangkan sustainabilitas diperoleh dengan penggunaan air yang tepat dan penggunaan pestisida dengan dosis dan waktu yang tepat. Penggunaan FarmBeats tidak hanya menjadikan sistem pertanian menjadi presisi, tetapi akan mempermudah perancangannya. Sehingga pengeluaran biaya operasional dan penggunaan bahan kimia yang berlebihan dapat ditekan. Namun, data yang ada dalam program FarmBeats harus diambil pada wilayah yang sama, sehingga tidak terdapat banyak perbedaan geografis dan iklim.
22 | ReGrow
ReGrow | 23
24 | ReGrow
26 | ReGrow
ReGrow | 27
28 | ReGrow
ReGrow | 29
30 | ReGrow
ReGrow | 31
Agrapana Bersua
Memberi Manfaat pada Sesama dan Menguntungkan Petani DITULIS OLEH Abdul Halim
Minggu (01/09), HIMAREKTA “Agrapana� ITB berkesempatan mengunjungi Rekatani yang berlokasi di Cibodas, Kab. Bandung Barat. Udara yang sejuk namun terik serta tanaman hijau menyambut kedatangan kami. Rekatani adalah usaha pertanian berbasis lahan dan hidroponik yang dikelola oleh 4 orang alumni ITB, salah satunya adalah kak Aya (alumni BA’14). Rekatani sudah berdiri sejak dua tahun yang lalu. Saat ini, Rekatani fokus pada dua basis pertanian, yaitu lahan dan hidroponik. Pertanian berbasis lahan sudah berjalan cukup lama yakni dua tahun, sementara pertanian berbasis hidroponik tergolong fokus Rekatani yang terbaru. Meskipun begitu, proyek ini telah mampu menyuplai untuk rumah makan Bellamie. Selama satu pekan, Rekatani sudah mampu menghasilkan sayuran dengan total berat berkisar antara 400 s.d. 800 kg.
32 | ReGrow
“Karena pada dasarnya, hidup adalah memberi manfaat. Sebaik-baiknya orang adalah yang memberi manfaat bagi orang lain” Konsep ini dibawa oleh Rekatani dalam menjalankan usahanya dan menjadi tujuan utama saat awal pembentukan. Hebatnya, konsep tersebut tak hanya sekedar ucapan belaka. Konsep itulah yang menjadi semangat dalam memajukan Rekatani.
Tak cukup sampai disitu, kedepannya Rekatani akan memproyeksikan kerjasama dengan perusahaan PT. BIOPS Agrotekno yang bergerak dalam bidang teknologi pertanian. Salah satu produk dari PT. BIOPS Agrotekno yakni “Encomotion”. “Encomotion” dapat memantau kondisi lingkungan di sekitar tanaman secara real-time, sehingga masing-masing tanaman dapat diberikan tindakan yang tepat sesuai jenis tanamannya. Rekatani semakin menegaskan posisinya sebagai perusahaan yang progresif dan berorientasi pada pertanian presisi, sehingga Rekatani dapat memberikan keuntungan dan manfaat lebih terhadap sesama manusia dengan terus menjalankan konsep usahanya dan menegaskan posisinya. Semoga impian Rekatani untuk melariskan serta membahagiakan petani dapat terwujud. Terima kasih atas pembelajarannya, Rekatani!
Lalu bagaimana hubungan Rekatani dengan petani? Apakah merugikan? Tentu tidak! Rupanya, Rekatani menjalin hubungan yang baik dengan petani. Hal ini dicerminkan Rekatani dalam mengadakan pelayanan pinjaman pertanian, pendampingan budidaya dari tahap penyemaian hingga pemanenan, sehingga sayuran yang dihasilkan oleh petani memiliki mutu yang tinggi. Selain itu, Rekatani juga memiliki jaringan distribusi yang baik sehingga harga yang diberikan kepada petani dianggap memuaskan dan lebih terjamin. Hal tersebut menunjukkan Rekatani sebagai pemberi layanan end-to-end di bidang pertanian.
ReGrow | 33
34 | ReGrow
ReGrow | 35
Foto oleh Nida R U
Foto oleh Nida R U
ReGrow | 41
HIMAREKTA AGRAPANA ITB http://himarekta.sith.itb.ac.id/ himarekta_agrapana agrapanaitb