1 ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
PROPOSAL
PENULISAN BUKU SEJARAH ARAB DALAM PERANG KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN. Indra Wardhana & Team
2 ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
DAFTAR ISI SEJARAH MASUKNYA KAUM ARAB DI INDONESIA I. Pendapat Tentang Awal Masuknya Islam di Indonesia a. Teori Mekkah/Arab b. Teori Persia c. Teori China d. Teori Gujarat/India e. Faktor penyebaran Islam Bangsa Arab i. Faktor Dakwah ii. Faktor Kemudahan dalam masuk Islam iii. Faktor kesamaan derajat dalam Islam iv. Faktor Persuasif v. Faktor keteladanan para Ulama vi. Faktor Keseluruhan ajaran Islam dipandang sesuai kepribadian bangsa Indonesia. II.
III. IV. V.
VI.
Teori Masuknya Islam di Indonesia Menurut Sarjana-Sarjana Barat i. T.W. ARNOLD MA. C.I.F - Profesor Bahasa Arab, Universitas London ii. Snouck Hurgronje iii. Tidak jelas siapa iv. . v. . Rute dari China ke Jawa Pelayaran CHENG HO Kerajaan – Kerajaan Islam a. Kerajaan-Kerajaan Islam di Semenanjung b. Kerajaan Islam Johor c. Kerajaan-kerajaan Islam di Sumatera i. Kerajaan Islam samudera Pasai ii. Kerajaan Islam Aceh iii. Kerajaan Islam Palembang iv. Kerajaan Islam Jambi v. Kerajaan Islam Siak Sri Indrapura d. Kerajaan Kerajaan Islam di Jawa i. Kerajaan Islam Jawa Timur ii. Kerajaan Islam Demak iii. Kerajaan Islam Pajang iv. Kerajaan Islam Mataram v. Kerajaan Islam Banten Peninggalan Artefak Islam
3 ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
PERIODE PERANG KEMERDEKAAN VII. VIII. IX. X. XI.
Perjalanan Panjang Kaum Arab Analasis Historis Peran Islam dalam Kebangkitan Nasional Komunitas Hadrami Pergerakan dan Nasionalisme Kaum Arab AR. Baswedan
PERIODE SETELAH KEMERDEKAAN
PENGANTAR
4 ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
Dalam penulisan Sejarah ini penulis menggunakan metode penelitian sejarah yang difokuskan pada upaya pengungkapan sejarah. Langkah pertama yang dilakukan penulis adalah pengumpulan sumber (teori heuristik). Dalam proses ini sumber-sumber yang di-kumpulkan terdiri dari sumber primer dan sekunder, kemudian diambil dari berbagai perpustakaan. Sumber lainnya diperoleh dari sejumlah buku, artikel, majalah, tesis, serta tulisan lainnya yang berkenaan dengan tema penulisan ini. Berbagai sumber di atas digunakan sebagai bahan perbandingan demi membantu eksplanasi sejarah dalam buku ini. Langkah kedua adalah dengan melakukan penilaian serta kritik terhadap sumber yang telah dikumpulkan. Berhubung penulisan buku ini berdasarkan penelitian sejarah, maka sumber utama yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah sumber tertulis. Sedangkan sumber lisan berupa hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis beserta team. Langkah terakhir adalah dengan melakukan interpretasi atau analisis yang bertujuan untuk mendapatkan sejumlah fakta, yang terkandung dalam berbagai sumber. Fakta tersebut selanjutnya disusun dalam kesatuan yang serasi dan logis, sehingga menghasilkan cerita sejarah. Beberapa Pendapat Tentang Awal Masuknya Islam di Indonesia. 1. Islam Masuk ke Indonesia Pada Abad ke 7: 1. Seminar masuknya islam di Indonesia (di Aceh), sebagian dasar adalah catatan perjalanan Al mas’udi, yang menyatakan bahwa pada tahun 675 M, terdapat utusan dari raja Arab Muslim yang berkunjung ke Kalingga. Pada tahun 648 diterangkan telah ada koloni Arab Muslim di pantai timur Sumatera. 2. Dari Harry W. Hazard dalam Atlas of Islamic History (1954), diterangkan bahwa kaum Muslimin masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M yang dilakukan oleh para pedagang muslim yang selalu singgah di sumatera dalam perjalannya ke China. 3. Dari Gerini dalam Futher India and Indo-Malay Archipelago, di dalamnya menjelaskan bahwa kaum Muslimin sudah ada di kawasan India, Indonesia, dan Malaya antara tahun 606-699 M. 4. Prof. Sayed Naguib Al Attas dalam Preliminary Statemate on General Theory of Islamization of Malay-Indonesian Archipelago (1969), di dalamnya mengungkapkan bahwa kaum muslimin sudah ada di kepulauan Malaya-Indonesia pada 672 M. 5. Prof. Sayed Qodratullah Fatimy dalam Islam comes to Malaysia mengungkapkan bahwa pada tahun 674 M. kaum Muslimin Arab telah masuk ke Malaya. 6. Prof. S. muhammmad Huseyn Nainar, dalam makalah ceramahnay berjudul Islam di India dan hubungannya dengan Indonesia, menyatakan bahwa beberapa sumber tertulis menerangkan kaum Muslimin India pada tahun 687 sudah ada hubungan dengan kaum muslimin Indonesia. 7. W.P. Groeneveld dalam Historical Notes on Indonesia and Malaya Compiled From Chinese sources, menjelaskan bahwa pada Hikayat Dinasti T’ang memberitahukan adanya Aarb muslim berkunjung ke Holing (Kalingga, tahun 674). (Ta Shih = Arab Muslim).
5 ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
8. T.W. Arnold dalam buku The Preching of Islam a History of The Propagation of The Moslem Faith, menjelaskan bahwa Islam datang dari Arab ke Indonesia pada tahun 1 Hijriyah (Abad 7 M). 1. Islam Masuk Ke Indonesia pada Abad ke-11: 1. Satu-satunya sumber ini adalah diketemukannya makam panjang di daerah Leran Manyar, Gresik, yaitu makam Fatimah Binti Maimoon dan rombongannya. Pada makam itu terdapat prasati huruf Arab Riq’ah yang berangka tahun (dimasehikan 1082) 2. Islam Masuk Ke Indonesia Pada Abad Ke-13: 1. Catatan perjalanan marcopolo, menyatakan bahwa ia menjumpai adanya kerajaan Islam Ferlec (mungkin Peureulack) di aceh, pada tahun 1292 M. 2. K.F.H. van Langen, berdasarkan berita China telah menyebut adanya kerajaan Pase (mungkin Pasai) di aceh pada 1298 M. 3. J.P. Moquette dalam De Grafsteen te Pase en Grisse Vergeleken Met Dergelijk Monumenten uit hindoesten, menyatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 13. Beberapa sarjana barat seperti R.A Kern; C. Snouck Hurgronje; dan Schrieke, lebih cenderung menyimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke13, berdasarkan saudah adanya beberapa kerajaaan islam di kawasan Indonesia. Dari beberapa teori di atas, buku ini mencoba mengkaji dan melakukan analisa untuk mengetahui yang mana di antara beberapa teori di atas yang lebih terkait sesuai fakta sejarah ini berkaitan dengan kedatangan kaum Arab ke wilayah Nusantara dalam melakukan penyebaran Agama Islam serta keterlibatan kelompok tersebut untuk ikut dalam meraih kemerdekaan bersama saudara-saudara dalam satu aqidah atas tema kebangsaan yang selama ini selalu kita dengungkan. ((، وأشهد أن ال إله إال هللا وحده ال شريك له، أحمده تعالى على نعمه وآالئه، وهدى اإلنسان ليتعلم ما هو أنفع،الحمد هلل الذي خلق الخلق وأبدع ْ صغ ُار ، سبحانه ال يكون في ملكه إال ما يشاء، ))ين ِ س ام ااوا َّ ع ْنهُ مِ ثْقاا ُل ذا َّرةٍ فِي ال ٍ مِن ذالِكا او اال أ ا ْكبا ُر ِإ َّال فِي ِكت اا ْ ض او اال أ ا ِ ت او اال فِي ْاْل ا ْر اال يا ْع ُزبُ ا ٍ ِب ُمب فاللهم صل وسلم وبارك، وفتح آفاق الفكر، وتعلم وعلم، خير من أعطى وقدم،وأشهد أن سيدنا محمدا عبد هللا ورسوله وصفيه من خلقه وخليله . ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين،على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين ( يا أيها الذين آمنوا اتقوا هللا ولتنظر نفس ما قدمت: قال سبحانه وتعالى، فأوصي ونفسي و إياكم ياعباد الرحمن بتقوى هللا عز وجل:أما بعد .)لغد واتقوا هللا إن هللا خبير بما تعملون “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (al-Hasyr :18) ّ اذا ع: وقال النبي صلى هللا عليه وسلم ظمت أمتي الدنيا نُزعت منها هيبت االسالم واذا تركت االمر بالمعروف والنهي عن المنكر حرمت )بركة الوحي واذا تسابت أمتي سقطت من عين هللا (الحاكم و الترمذي
6 ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
Rasulullah saw bersabda: “Apabila umatku sudah mengagungkan dunia maka akan dicabutlah kehebatan Islam; dan apabila mereka meninggalkan aktivitas amar ma’ruf nahi munkar, maka akan diharamkan keberkahan wahyu; dan apabila umatku saling mencaci, maka jatuhlah mereka dalam pandangan Allah.”
LINI WAKTU PENYEBARAN ISLAM https://www.thinglink.com/scene/719420945156014080
7 ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
SEJARAH ARAB, DALAM PERANG KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN Indra WARDHANA PENDAHULUAN Prof. Muhammad Naquib al-Attas sudah kesohor sebagai salah satu “pendekar Cendikia Islam”. Selama berpuluh tahun, ia berusaha keras untuk meluruskan pendidikan sejarah yang selama ini didominasi oleh pemikiran orientalis. Sejak tahun 1980-an, bukunya, Islam and Secularism, sudah diterjemahkan dalam puluhan bahasa. Buku ini sudah memuat penjelasan proses Islamisasi di wilayah Nusantara. Bukunya yang lain, Islam dalam Sejarah Kebudayaan Melayu, juga mengklarifikasi dan mengkritik sejumlah pendapat para orientalis tentang perkembangan Islam di Nusantara. Saat ini umur Prof. S.M. Naquib al-Attas sudah menginjak 80 tahun. Beliau lahir di Bogor, tahun 1931. S.M. Naquib al-Attas adalah cucu seorang ulama besar di Bogor, Abdullah bin Muhsin al-Attas, yang juga guru sejumlah ulama terkenal di Jabodetabek, seperti KH Abdullah Syafii, dan sebagainya. Tapi, di usianya yang sudah sangat lanjut itu, Prof alAttas masih berhasil menerbitkan sebuah buku yang luar biasa, berjudul Historical Fact and Fiction. Hingga kini, buku ini tampaknya merupakan puncak karya Naquib al-Attas tentang sejarah Melayu selama ini. Sama dengan buku Islam dalam Sejarah Kebudayaan Melayu, seolah menegaskan pendapatnya selama ini, buku Historical Fact and Fiction ini pun bergambar sampul kaligrafi “ayam jago”, simbol awal kehidupan baru. De Graaf, HJ (2002). Indonesia dan Malaya: The Great Muslim Empires [peta]. 1: 16.100.000. Dalam Hugh Kennedy (ed.), An Atlas Sejarah Islam. (2, revisi red.) Leiden: Brill, 2002 (hal. 66).
Buku ini memang fantastis, melihat ketajaman analisis dan kekayaan referensi yang digunakannya. Melalui buku ini, al-Attas berhasil membalik berbagai pandangan umum tentang sejarah Islam dan Melayu yang sudah dianggap mapan, sebagaimana yang ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
8
selama ini diteorikan oleh sejarawan lain. Al-Attas, misalnya, memperjelas kembali gambaran bagaimana keberhasilan para pendakwah Islam (digunakan istilah “misionaris Islam”) dalam mengangkat dan mengislamkan bahasa Melayu, sehingga berhasil menjadi bahasa persatuan di wilayah Nusantara. Bahasa Melayu yang semula hanya digunakan oleh sebagian kecil masyarakat Sumatra, kemudian diangkat, di-Islamisasi, dan digunakan sebagai bahasa pengantar dalam dunia ilmiah di wilayah Nusantara ini. Karena itulah, simpul al-Attas, bahasa Melayu dan agama Islam,merupakan dua faktor penting yang berjasa dalam upaya penciptaan semangat kebangsaan dan persatuan di wilayah Nusantara. (The spread of the new and vibrant Malay language and literature as a vehicle of Islam and knowledge presently used by more than two hundred million people in the Malay Archipelago is one of the most important factors in the creation of nationhood, the other factor being the religion of Islam itself. Historians of the Archipelago have never considered language as an important source material for the study of history. hal. xvi). Analisis al-Attas itu menarik. Sebab, selama ini bangsa Indonesia sudah sangat akrab dengan satu “dogma” pelajaran sejarah, bahwa yang berjasa besar dalam penyatuan Nusantara adalah Kerajaan Hindu Majapahit, terutama di era pemerintahan Hayam Wuruk dan Gajah Mada. Berbagai buku sejarah menulis, bahwa hanya pernah ada dua Kerajaan di Indonesia yang bersifat Nasional, yaitu Kerajaan Sriwijaya (Budha) dan Kerajaan Majapahit (Hindu). Islam belum pernah menyatukan Nusantara. Itulah informasi yang mudah kita jumpai di berbagai buku sejarah.
Tokoh Kristen di Indonesia, TB Simatupang, pernah menulis bahwa Indonesia tidak pernah mengalami adanya sebuah kerajaan Islam yang mencakup seluruh Indonesia, seperti di zaman Mogul di India. Menurutnya, Kerajaan Sriwijaya yang Budha dan
9 ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
Majapahit yang Hindu, pernah mempersatukan sebagian besar wilayah Nusantara. “Tetapi tidak pernah ada jaman Islam dalam arti kerajaan yang mencakup seluruh negeri,” tulis TB Simatupang. Begitulah, lanjutnya, dalam arti tertentu, yang menggantikan Majapahit adalah pemerintahan kolonial Belanda dan yang menggantikan yang terakhir tersebut adalah pemerintahan Republik Indonesia. (Lihat, T.B. Simatupang, Iman Kristen dan Pancasila, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997). hal. 11). Pendeta Dr. Eka Darmaputera, balam bukunya, mengakui, dibandingkan dengan kebudayaan asli dan Hindu, Islam jauh lebih berhasil menanamkan pengaruhnya pada seluruh lapisan masyarakat. Ia berhasil mencapai rakyat biasa dan menjadi agama dari mayoritas penduduk Indonesia. “Namun demikian, ia tidak menciptakan suatu peradaban baru. Sebaliknya, dalam arti tertentu, ia harus menyesuaikan diri dengan peradaban yang telah ada,” tulis Eka Darmaputera. (Lihat, Eka Darmaputera, Pancasila: Identitas dan Modernitas, (Jakarta: Badan Penerbit Kristen Gunung Mulia, 1997), hal. 34). Doktrin tentang “penyatuan Nusantara” oleh Kerajaan Budha dan Hindu seperti itulah yang selama ini diajarkan di sekolah-sekolah, bahkan kadangkala juga di berbagai pondok pesantren, melalui pengajaran Sejarah. Kita pernah mengungkap contoh, sebuah buku Sejarah untuk SMA Kelas X, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006), yang menulis, bahwa saat pelantikannya sebagai Patih Amangkubhumi Majapahit, Gajah Mada mengucapkan sumpahnya yang terkenal dengan nama Sumpah Palapa (Tan Amukti Palapa) yang menyatakan bahwa Gajah Mada tidak akan hidup mewah sebelum Nusantara berhasil disatukan di bawah Panji Kerajaan Majapahit. Ditulis: “Bahkan Kerajaan Majapahit dapat disebut sebagai kerajaan nasional setelah Kerajaan Sriwijaya. Selama hidupnya, Patih Gajah Mada menjalankan politik persatuan Nusantara. Cita-citanya dijalankan dengan begitu tegas, sehingga menimbulkan Peristiwa Sunda yang terjadi tahun 1351 M.” (hal. 48). Jadi, disimpulkan, bahwa Indonesia pernah jaya dan hebat di zaman Hindu. Kemudian, dikatakan, datanglah Islam, yakni Kerajaan Demak di bawah kepemimpinan Raden Patah, untuk menghancurkan kejayaan Indonesia itu. Jadi, Islam datang untuk menghancurkan kejayaan Indonesia. Logikanya, kalau mau mengalami kejayaan, Islam harus disingkirkan dari simbol-simbol dan lambang kenegaraan. Kembalilah ke Majapahit! Kembalilah ke Hindu, jika ingin meraih kejayaan! Islam ditempatkan sebagai “musuh persatuan”. Raden Patah digambarkan sebagai penghancur prestasi Gajah Mada yang berhasil menyatukan Nusantara! Itulah yang ditulis oleh Buya Hamka dalam Tafsir al-Azhar, bahwa bangsa Indonesia selama ini dididik untuk menjauhkan nasionalisme dengan Islam dan hendaklah bangsa ini lebih mkencintai Gajah Mada ketimbang Raden Patah. “Diajarkan secara halus apa yang dinamai Nasionalisme, dan hendaklah Nasionalisme diputuskan dengan Islam. Sebab itu bangsa Indonesia hendaklah lebih mencintai Gajah Mada daripada Raden Patah.” (Lihat, Hamka, Tafsir al-Azhar — Juzu’ VI, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984), hal. 300.) Sebagai salah satu contoh, Cobalah tanyakan kepada siswa atau anak-anak kita, apakah mereka lebih kenal dan kagum pada Gajah Mada atau Raden Patah? Sekitar 50 tahun lalu, Buya Hamka sudah menulis dalam Tafsir al-Azhar-nya tentang fenomena pendidikan sejarah di Indonesia tersebut! Bagaimana agar anak-anak kita lebih mengenal dan mencintai Gajah Mada ketimbang Raden Patah, Sultan Agung, dan sebagainya!
10 ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
Rute pelayaran armada Cheng Ho
LATAR BELAKANG BUKU ARAB SEJARAH DALAM PERANG KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN Di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, saya tanyakan, mengapa kampus besar ini diberi nama “Universitas Gajah Mada” dan bukan “Universitas Sultan Agung”. Padahal, Raja Mataram Yogya tersebut memiliki prestasi besar dalam mengusir Penjajah Portugis dari Batavia! Kita bukan ingin mengecilkan Gajah Mada. Tetapi, sebagai Muslim, kita diajarkan untuk bersikap adil dan beradab, mampu memandang dan menempatkan segala sesuatu sesuai dengan harkat dan martabat yang ditentukan Allah SWT. Karena opini tentang kehebatan Majapahit tersebut sudah begitu dominan, bisa dimaklumi, bahwa sebagian kaum Hindu di Indonesia berpikir, bahwa bangsa ini harus kembali menjadi Hindu, bila ingin menjadi bangsa besar. Majalah Media Hindu (edisi Oktober 2011), menurunkan laporan utama berjudul: “KEMBALI KE HINDU, BILA INDONESIA INGIN BERJAYA KEMBALI SEPERTI MAJAPAHIT”. Menurut majalah ini, agama Islam dianggap sebagai agama yang menggusur nilai-nilai budaya bangsa, sehingga menghambat kemajuan Indonesia. “Namun atas dasar pendapat tersebut di atas, mustahil suatu bangsa menjadi maju apabila meyoritas rakyatnya masih menganut agama yang faktanya menggusur budaya dan nilai-nilai luhur bangsa.” Lalu, disimpulkan oleh Media Hindu: “Kembali menjadi Hindu adalah mutlak perlu bagi bangsa Indonesia apabila ingin menjadi Negara Adidaya ke depan, karena hanya Hindu satu-satunya agama yang dapat memelihara & mengembangkan Jatidiri bangsa sebagai modal dasar untuk menjadi negara maju.” Prof. Hamka pernah menulis sebuah artikel berjudul “Islam dan Majapahit”, yang
11 ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
dimuat dalam buku Dari Perbendaharaan Lama (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982). Hamka menulis: “Marilah kita jadikan saja segala kejadian itu, menjadi kekayaan sejarah kita, dan jangan dicoba memutar balik keadaan, agar kokohkan kesatuan bangsa Indonesia, di bawah lambaian Merah Putih! Kalau tuan membusungkan dada menyebut Gajah Mada, maka orang di Sriwijaya akan berkata bahwa yang mendirikan Candi Borobudur itu ialah seorang Raja Budha dari Sumatra yang pernah menduduki pulau Jawa… Kalau tuan membanggakan Majapahit, maka orang Melayu akan membuka Sitambo lamanya pula, menyatakan bahwa Hang Tuah pernah mengamuk dalam kraton sang Prabu Majapahit dan tidak ada kstaria Jawa yang berani menangkapnya. Memang, di zaman jahiliyah kita bermusuhan, kita berdendam, kita tidak bersatu! Islam kemudiannya adalah sebagai penanam pertama jiwa persatuan. Dan Kompeni Belanda kembali memakai alat perpecahannya, untuk menguatkan kekuasaannya.” Begitulah imbauan Buya Hamka. Penyesalan dan dendam tentang pengislaman Nusantara seyogyanya tidak perlu dipelihara. Apalagi, kemudian mengikuti kemauan dan skenario penjajah untuk mengerdilkan peran Islam dan memposisikan Islam sebagai agama yang “anti-budaya bangsa”, sebab budaya bangsa sudah dipersepsikan identik dengan ke-Hindu-an atau ke-Budha-an. Hukum adat dan warisan kolonial dianggap sebagai pemersatu, sebaliknya syariat Islam diposisikan sebagai pemecah belah bangsa. Kini, sebagian kalangan, masih saja berpikir, bahwa Islam bukanlah jatidiri bangsa Indonesia. Islam tidak bersifat universal. Islam hanya untuk orang Islam. Yang bersifat universal adalah nilai-nilai sekular di luar agama. Upaya untuk menjauhkan Islam dari kaum Muslim akan berujung kepada pengerdilan bangsa Indonesia sendiri. Itulah teori kaum orientalis, sebagaimana pernah ditulis oleh Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas: “Banyak sarjana yang telah memperkatakan bahwa Islam itu tidak meresap ke dalam struktur masyarakat Melayu-Indonesia; hanya sedikit jejaknya di atas jasad Melayu, laksana pelitur di atas kayu, yang andaikan dikorek sedikit akan terkupas menonjolkan kehinduannya, kebudhaannya, dan animismenya. (Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu), Jika nilai-nilai Islam disingkirkan, dan “nilai-nilai di luar Islam” ditempatkan sebagai jati diri dan simbol-simbol kebangsaan Indonesia, maka Muslim Indonesia didorong untuk tidak memiliki perasaan memiliki terhadap negeri ini. Padahal, mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim. Itulah yang – misalnya – selama ini terjadi dalam kasus Pancasila. Banyak kaum Muslim tidak merasa memiliki Pancasila karena Pancasila diajarkan di sekolah-sekolah dalam perspektif sekular untuk menggantikan Islam.
12 ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
cartoMisson [pembuat peta]. (2015). Islam di Asia Tenggara [peta]. Skala tidak diberikan. Diperoleh dari https://cartomission.com/2015/08/28/islam-in-south-easternasia/.
Tuhan Yang Maha Esa dalam Pancasila (dan Pembukaan UUD 1945) jelas-jelas bernama Allah SWT, dikaburkan makna dan nama-Nya, menjadi “Tuhan apa pun”. Padahal, Allah SWT adalah Tuhan kaum Muslim. Satu-satu-Nya kitab suci di Indonesia yang sejak awal hingga kini memuat nama Tuhan bernama Allah, hanya al-Quran. Kaum Kristen di Indonesia kemudian meminjam kata Allah itu untuk menyebut Tuhan mereka dengan Allah. Tetapi, Allah yang disebut kaum Kristen memiliki sifat yang sangat berbeda dengan Allah-nya orang Islam. Sebab, Allah dalam al-Quran tidak pernah mengangkat manusia menjadi Tuhan. Jadi, Tuhan yang resmi disebut nama-Nya dalam Kosntitusi UUD 1945 adalah Allah SWT. Guru besar Ilmu hukum Universitas Indonesia, Prof. Hazairin (alm.), dalam bukunya, Demokrasi Pancasila, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990, cet.ke-6), menulis: “bahwa yang dimaksud dengan Tuhan Yang Maha Esa itu ialah Allah, dengan konsekuensi (akibat mutlak) bahwa “Ketuhanan Yang Maha Esa” berarti “Kekuasaan Allah” atau “Kedaulatan
13 ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
Allah”. (hal. 31). “Negara RI, wajib menjalankan syariat Islam bagi orang Islam, syariat Nasrani bagi orang Nasrani dan syariat Hindu Bali bagi orang Bali, sekedar menjalankan syariat tersebut memerlukan perantaraan kekuasaan Negara.” (hal. 34). Penafsiran Pancasila seperti Prof. Hazairin tersebut sejalan dengan uraian Prof. al-Attas dalam kajiannya tentang sejarah Islam di wilayah Melayu, yang menempatkan Islam sebagai factor penting dalam perjalanan sejarah bangsa ini. Kedatangan Islam-lah yang telah memberikan makna yang sangat tinggi bagi Melayu di wilayah Nusantara ini. “Together with the historical factor, the religious and language factors began setting in motion the process towards a national consciousness. It is the logical conclusion of this process that created the evolution of the greater part of the Archipelago into the modern Indonesian nation with Malay as its national language… The coming of Islam constituted the inauguration of a new period in the history of the Malay-Indonesian Archipelago” (Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam and Secularism, (Kuala Lumpur: ISTAC, 1993), hal. 178) Sejarah menunjukkan, penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa Persatuan sempat ditolak oleh kaum Kristen. J.D. Wolterbeek dalam bukunya, Babad Zending di Pulau Jawa, mengatakan: “Bahasa Melayu yang erat hubungannya dengan Islam merupakan suatu bahaya besar untuk orang Kristen Jawa yang mencintai Tuhannya dan juga bangsanya.” Senada dengan ini, tokoh Yesuit Frans van Lith (m. 1926) menyatakan: “Melayu tidak pernah bisa menjadi bahasa dasar untuk budaya Jawa di sekolah-sekolah, tetapi hanya berfungsi sebagai parasit. Bahasa Jawa harus menjadi bahasa pertama di Tanah Jawa dan dengan sendirinya ia akan menjadi bahasa pertama di Nusantara. (Seperti dikutip oleh Karel A. Steenbrink, dalam bukunya, Orang-Orang Katolik di Indonesia. Lihat juga buku Van Lith, Pembuka Pendidikan Guru di Jawa, Sejarah 150 th Serikat Jesus di Indonesia (2009). Salah satu kesimpulan penting dari buku Historical Fact and Fiction adalah, bahwasanya penyebaran Islam di Nusantara ini utamanya bukan dilakukan oleh pedagang, tarekat sufi, atau kaum Syiah, secara sambilan atau asal-asalan. Dengan bukti-bukti yang kuat dari karya para penulis Muslim klasik, sumber-cumber China dan Eropa, al-Attas sampai pada kesimpulan bahwa Islamisasi di Nusantara ini dilakukan dengan cara yang sistematis, terencana, konsisten, dan dilakukan oleh para misionaris Islam yang hebat. Islamisasi di wilayah seluas ini bukanlah pekerjaan sambilan dan asal-asalan: “the spread of Islam by these Arab missionaries in the Malay world was not a haphazard matter, a disorganized sporadic affair … It was a gradual process, but it was planned and organized and executed in accordance with timelines and situation.” (hal. 32). Buku Historical Fact and Fiction ini diakui oleh Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud sebagai salah satu karya besar dari al-Attas. Dengan karya ini, menurut Prof Wan Mohd Nor, alAttas pantas disebut sebagai salah satu ahli falsafah sejarah di dunia Islam. Tokoh lain adalah Almarhum Malek Bennabi dari Aljazair (m. 1973). “Buku terbaru SMN al-Attas, Historical Fact and Fiction (HFF), meneguhkan kembali kepeloporan dan kependekaran beliau dalam masalah sejarah, khususnya sejarah di alam Melayu, yang dipeganginya selama lebih 40 tahun secara penuh istiqamah,” tulis Prof. Wan Mohd Nor (Republika, 20 Oktober 2011). Melalui buku terbarunya, Prof. Naquib al-Attas kembali menegaskan bahwa jati diri bangsa Melayu-Indonesia sejatinya adalah Muslim. Mereka adalah bangsa Muslim. Identitas dan jati diri Melayu-Islam itu seharusnya dimanfaatkan oleh bangsa MelayuIndonesia untuk membangun negeri mereka secara sungguh-sungguh sehingga mampu tampil sebagai salah satu peradaban yang kuat di muka bumi. Wallahu a’lam ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
14
bil-shawab.
Peta Indonesia berkisar tahun 1674-1745 oleh Katip Çelebi (seorang geografer asal Turki Utsmani)
Beberapa Pendapat Tentang Awal Masuknya Islam di Indonesia. Islam Masuk ke Indonesia Pada Abad ke 7: 1. Seminar masuknya islam di Indonesia (di Aceh), sebagian dasar adalah catatan perjalanan Al mas’udi, yang menyatakan bahwa pada tahun 675 M, terdapat utusan dari raja Arab Muslim yang berkunjung ke Kalingga. Pada tahun 648 diterangkan telah ada koloni Arab Muslim di pantai timur Sumatera. 2. Dari Harry W. Hazard dalam Atlas of Islamic History (1954), diterangkan bahwa kaum Muslimin masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M yang dilakukan oleh para pedagang muslim yang selalu singgah di sumatera dalam perjalannya ke China. 3. Dari Gerini dalam Futher India and Indo-Malay Archipelago, di dalamnya menjelaskan bahwa kaum Muslimin sudah ada di kawasan India, Indonesia, dan Malaya antara tahun 606-699 M. 4. Prof. Sayed Naguib Al Attas dalam Preliminary Statemate on General Theory of Islamization of Malay-Indonesian Archipelago (1969), di dalamnya mengungkapkan bahwa kaum muslimin sudah ada di kepulauan MalayaARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
15
5. 6.
7.
8.
Indonesia pada 672 M. Prof. Sayed Qodratullah Fatimy dalam Islam comes to Malaysia mengungkapkan bahwa pada tahun 674 M. kaum Muslimin Arab telah masuk ke Malaya. Prof. S. muhammmad Huseyn Nainar, dalam makalah ceramahnay berjudul Islam di India dan hubungannya dengan Indonesia, menyatakan bahwa beberapa sumber tertulis menerangkan kaum Muslimin India pada tahun 687 sudah ada hubungan dengan kaum muslimin Indonesia. W.P. Groeneveld dalam Historical Notes on Indonesia and Malaya Compiled From Chinese sources, menjelaskan bahwa pada Hikayat Dinasti T’ang memberitahukan adanya Aarb muslim berkunjung ke Holing (Kalingga, tahun 674). (Ta Shih = Arab Muslim). T.W. Arnold dalam buku The Preching of Islam a History of The Propagation of The Moslem Faith, menjelaskan bahwa Islam datang dari Arab ke Indonesia pada tahun 1 Hijriyah (Abad 7 M).
Islam Masuk Ke Indonesia pada Abad ke-11: 1. Satu-satunya sumber ini adalah diketemukannya makam panjang di daerah Leran Manyar, Gresik, yaitu makam Fatimah Binti Maimoon dan rombongannya. Pada makam itu terdapat prasati huruf Arab Riq’ah yang berangka tahun (dimasehikan 1082)
SITUS MAKAM FATIMAH BINTI MAIMUN PADA JA RAK YANG LEBIH DEKAT. SUMBER GAMBAR: LAURENTIADEW I.COM
16 ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
SITUS MAKAM FATIMAH BINTI MAIMUN.
17 ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
SUASANA DI DALAM SITUS MAKAM FATIMAH BIN TI MA IMUN
18 ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
PRASASTI BATU NISAN LEREN. NISAN INI K IN I TERSIMPAN DI MUSEU M TROW ULAN
19 ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
IN ILAH PENAMPAKAN MA KAM SITI FATIMAH BIN TI MA IMUN SAAT PERTA MA KALI DI TEMUKAN. SUMBER GAMBAR: IN IGR ESIK.COM
Islam Masuk Ke Indonesia Pada Abad Ke-13: Catatan perjalanan marcopolo, menyatakan bahwa ia menjumpai adanya kerajaan Islam Ferlec (mungkin Peureulack) di aceh, pada tahun 1292 M. . K.F.H. van Langen, berdasarkan berita China telah menyebut adanya kerajaan Pase (mungkin Pasai) di aceh pada 1298 M. 3. J.P. Moquette dalam De Grafsteen te Pase en Grisse Vergeleken Met Dergelijk Monumenten uit hindoesten, menyatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 4. Beberapa sarjana barat seperti R.A Kern; C. Snouck Hurgronje; dan Schrieke, lebih cenderung menyimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke13, berdasarkan sesudah adanya beberapa kerajaaan islam di kawasan Indonesia.
20 ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
Teori GUJARAT Jalur Islam diperkenalkan ke Indonesia pada akhir abad ke-13 oleh pedagang Hu Chala (Gujarat) di India barat. Sumber: SOHU , China News
III. Rute China ke Jawa Sejak abad ke-1 SM, perdagangan antara Dinasti Han dan Roma Timur melewati Laut Cina Selatan.Orang Sri Lanka, Arab, Yahudi, India, dan Melayu semuanya bepergian melalui Laut Cina Selatan ke Cina. Pulau itu kemudian menjadi bagian dari kesadaran geografis Cina, dan Laut Cina Selatan menjadi salah satu peta dunia yang diterbitkan oleh Tiongkok. Namun sebagian, ini tidak memiliki garis laut yang lebih jelas sampai setelah abad ke-17 23 Dinasti Han Barat pada tahun 2 M: 1) wilayah yang berwarna biru tua mencakup kerajaan semiotonom dan jun yang diperintah langsung dari pusat kekaisaran; 2) wilayah dengan warna biru muda menunjukkan luasnya Protektorat Kawasan Barat di Cekungan Tarim.
23
. https://id.wikipedia.org/wiki/Dinasti_Han#Han_Barat
21 ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
Mengenai hubungan historis antara Laut Cina Selatan dan Tiongkok, ada berbagai catatan. tentang "Laut" Cina Selatan ini. Dicirikan memiliki gelombang besar di wilayah laut tersebut dan tidak stabil, kapal yang berlayar di wilayah laut ini, akan merasakan gelombang besar. Selama Dinasti Han Barat jalur tersebut tetap aktif, karena kebutuhan akan jaringan transportasi, Cina dan India maka Sebuah rute laut dibuka antara semenanjung, melalui laut jika kondisi laut naik. Selama Dinasti Han Timur, administrator lokal Cina telah dimulai dan mulai menJelajah di sekitar laut yang sedang pasang (lihat Taiping Yulan, Vol. 60, dikutip dalam Hie Hanshu karya Xie Cheng) . 3 Samuels (Marwyn S. Samuels) berpikir
22 ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
Peta pengaruh Dinasti Han https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Han_commanderies_and_kingdoms_CE_2.jpg
23 ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
Dinasti Han abad 87 Masehi https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Han_map.jpg
https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:End_of_Han_Dynasty_Warlords.png Dinasti Han pada tahun 189–220 Masehi
24 ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
IV.
Pelayaran CHENG HO
Cheng Ho atau Zheng He (Hanzi tradisional:鄭和, Hanzi sederhana: 郑和, Arab: تشنغ هو, Hanyu Pinyin: Zhèng Hé, Wade-Giles: Cheng Ho; nama asli: 马三宝 Hanyu Pinyin: Ma Sanbao) (Nama Arab: ;حاجي محمود شمسHaji Mahmud Shams) (1371 - 1433), adalah seorang pelaut dan penjelajah Tiongkok terkenal. Di antara penjelajahannya adalah ekspedisi ke Nusantara antara tahun 1405 hingga 1433. https://id.wikipedia.org/wiki/Cheng_Ho Pelayaran
Waktu
Daerah yang dilewati[2]
Pelayaran ke-1
1405-1407
Champa, Jawa, Palembang, Malaka, Aru, Sumatra, Lambri, Ceylon, Kollam, Cochin, Calicut
Pelayaran ke-2
1407-1408
Champa, Jawa, Siam, Sumatra, Lambri, Calicut, Cochin, Ceylon
Pelayaran ke-3
1409-1411
Champa, Java, Malacca, Sumatra, Ceylon, Quilon, Cochin, Calicut, Siam, Lambri, Kaya, Coimbatore, Puttanpur
25 ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
Pelayaran ke-4
1413-1415
Champa, Java, Palembang, Malacca, Sumatra, Ceylon, Cochin, Calicut, Kayal, Pahang, Kelantan, Aru, Lambri, Hormuz, Maladewa, Mogadishu, Brawa, Malindi, Aden, Muscat, Dhuf ar
Pelayaran ke-5
1416-1419
Champa, Pahang, Java, Malacca, Sumatra, Lambri, Ceylon, Sharwayn, Cochin, Calicut, Hormuz, Maldives, Mogadishu, Brawa, Malindi, Aden
Pelayaran ke-6
1421-1422
Hormuz, Afrika Timur, negara-negara di Jazirah Arab
Pelayaran ke-7
1430-1433
Champa, Java, Palembang, Malacca, Sumatra, Ceylon, Calicut, Hormuz... (17 politics in total)
Delapan puluh tahun sebelum kedatangan Vasco da Gama di India Barat, seorang lelaki yang tangguh berasal dari kesatuan Angkatan Laut Cina telah memegang dan menguasai Laut Cina dan Samudra Hindia, dari Asia Tenggara hingga Teluk Persia dan Afrika Timur. Antara periode dari 1405 hingga 1433, saat berkuasannya dinasti Ming yang telah meluncurkan tujuh pelayaran yang dipimpin oleh Laksamana Zheng He menjelajahi lautan luas tersebut, yang dikenal kemudian oleh orang Cina sebagai "Samudra Barat." Salah satu pelayaran tersebut biasanya menampilkan lebih dari 300 kapal, termasuk sejumlah "kapal harta karun" sepanjang 400 kaki, disertai oleh legiun pasokan kapal, tanker air, kapal perang dengan kanon, dan multioared kapal patroli; total personel dalam armada berjumlah lebih dari 28.000. 1. Seperti yang telah ditunjukkan, “Itu adalah armada unik dalam sejarah Tiongkok—dan dunia — tidak akan dilampaui sampai armada invasi Perang Dunia I berlayar di lautan. 2. Agak berbeda dari orang Eropa, armada Tiongkok tidak pernah berusaha untuk Mendirikan pemerintahan kolonial atas lautan yang mereka kuasai dengan kekuatan militer. Itu pada umumnya dimaksudkan untuk memfasilitasi hubungan diplomatik dan perdagangan yang damai dengan negara asing. Supremasi maritim Tiongkok lenyap tiba-tiba di tahun 1430-an karena urusan domestik, dan ekspedisi ke luar negeri akhirnya diakhiri oleh pengadilan. Semua ini terjadi hanya beberapa dekade sebelum munculnya zaman besar penemuan dan penjelajahan Eropa. Laksamana Kasim Dinasti Ming (1368–1644) didirikan setelah pemberontakan Tiongkok melawan bangsa Mongol yang memerintah Tiongkok pada abad sebelumnya. Pada 1368, setelah mendirikan dinasti baru di Nanjing, Zhu Yuanzhang, sang pemimpin pemberontak , memerintahkan pasukannya untuk menyerang Beijing dan menggulingkannya, dimana orang-orang Mongol yang melarikan diri kembali ke padang Mongolia di luar Tembok Besar. Serta para Loyalis setelah jatuhnya Dinasti Mongol Yuan tetap di provinsi seperti Yunnan, yang terletak di Cina Barat Daya.
26 ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
Cheng Ho, semasa kecil bernama Ma He, Cheng Ho/Zheng He lahir dari seorang keluarga Muslim di Yunnan. Keluarga tersebut telah bermigrasi ke Cina, dari Asia Tengah serta pernah bertugas di pemerintahan Mongol di wilayah tersebut. Keduanya Ayah Zheng dan kakeknya menyandang gelar haji, menunjukkan bahwa mereka telah pergi ziarah ke Mekah. Pada 1381, ketika tentara Ming menyerbu Yunnan untuk menaklukkan sisa-sisa bangsa Mongol di sana, Ma He yang berumur sebelas tahun ditangkap. Tawanan perang muda dikebiri dan dijadikan, sebagai pelayan pengadilan yang di pimpin oleh Pangeran Yan, Zhu Di. Karena hidup lama di sana, terpupuklah kepercayaan seumur hidup pada Pangeran Yan tersebut. Pada 1399, Zhu Di melancarkan pemberontakan terhadap keponakannya, sang kaisar Jianwen, dan merebut tahta tiga tahun kemudian sebagai kaisar Yongle. Setelah aktif membantu Zhu Di dalam perang saudara, Ma He diberi nama yang baru yaitu Zheng He oleh tuannya untuk jasa militernya. Kaisar yang dicopot karena pemberontakan, Jianwen hilang dalam pertempuran terakhir. Rumor mengatakan bahwa dia melarikan diri luar negeri. Beberapa sumber menginformasikan bahwa kekaisaran baru telah membentuk ekspedisi maritim untuk melacak keberadaan Jianwen. Tetapi kebanyakan sejarawan menolak cerita ini, karena jelas tidak perlu meluncurkan tujuh ekspedisi pelayaran untuk tujuan ini. Salah satu alasannya terlalu mahal. Kekuatiran ekpedisi tersebut dimotivasi misi, dan niat untuk menampilkan kecakapan militer China; dan memperluas pengaruh politik kaisar baru tersebut; mencari peluang perdagangan dan sekutu strategis untuk melawan Kekaisaran Timurid di Asia Tengah; memudahkan sebuah tatanan internasional yang ditandai oleh perdamaian yang harmoni; dan mungkin sebagian besar Yang terpenting, upaya untuk mendorong upeti dari berbagai bangsa asing. Perebutan takhta oleh Zhu Di menemui perlawanan dari para pejabat ortodoks Konfusianisme; sebagai gantinya, penguasa baru mempercayakan kasim untuk misi penting sebagai agen kekaisaran. Selain memiliki kepercayaan dari Kaisar, Zheng He dikenal karena bakat militernya, pengetahuannya klasik, wawasan strategis, dan kepribadian yang matang. Meskipun lahir dari seorang Keluarga Muslim, Zheng He dilaporkan juga seorang Buddha. Ia juga cermat melakukan pengorbanan ritual negara untuk dewi selestial, tianfei, dewa populer yang dipercaya memberikan perlindungan bagi pelaut. Cheng Ho seorang penganut Budha Nama resmi Buddha Zheng He/Cheng Ho adalah 'Fujixiang,' dan Zheng He pernah memuja biksu tertua Yongle Yao Guangxiao sebagai gurunya, dan nama resminya adalah 'Fushan', tetapi Zheng He umumnya menyebut dirinya 'Fujixiang'. Banyak orang tahu bahwa leluhur Zheng He berasal dari Wilayah Barat, tetapi dia sendiri kemudian juga percaya pada agama Buddha. Selama perjalanan Cheng Ho ke barat, setiap kali dia bertemu kuil Buddha, dia akan menyembah Buddha dan memberikannya ke kuil. Misalnya, selama pelayaran kedua ke Samudra Barat, armada datang ke Gunung Ceylon (sekarang Sri Lanka). Zheng He memberikan uang kepada kuil Budha setempat untuk menyembah leluhur. Banyak peninggalan Buddha di Nanjing terkait dengan Zheng He: Zheng He mengawasi Kuil Dabao'en yang terkenal di dunia di wilayah Nanjing. Kuil Jinghai dibangun pada masa Ming Cheng Zu Zhu untuk memuji prestasi pelayaran Cheng Ho. Pagoda Jinjin Lama yang digali dari Istana Pagoda Kuil Hongjue di Gunung Niushou dianggap oleh beberapa sarjana berhubungan dengan Zheng He, dan beberapa bahkan berpikir bahwa peninggalan di dalam menara adalah abu Zheng He. Tiga kepala biara dan Zheng He dari Kuil Bifeng di selatan Nanjing adalah
27 ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
kawan karibnya. Sebagai seorang Buddhis, Zheng He mengumpulkan pahala untuk dirinya sendiri, menulis kitab suci Buddha dan menyumbang ke kuil dengan berbagai cara, yang juga merupakan cara untuk mencerminkan pengabdiannya kepada Buddha. Kuil Bifeng di Nanjing dulunya adalah tempat di mana Zheng He tinggal di tahun-tahun terakhirnya. Sekitar 1340, Zheng He tinggal di sana sampai kaisar memerintahkan Zheng He yang berusia 60 tahun untuk pergi ke barat untuk ketujuh kalinya. Setelah menerima dekrit tersebut, Zheng He berpikir bahwa tubuhnya tidak sebagus sebelumnya, dan bahwa ia mungkin tidak dapat kembali, jadi ia membuat surat wasiat di bawah kesaksian saudara dan teman. Tanpa diduga, firasatnya menjadi kenyataan. Zheng He meninggal karena sakit pada usia 62 pada perjalanan ketujuh. Apa sebenarnya kehendak Cheng Ho? Zheng Kuantao mengatakan kepada wartawan bahwa Zheng He adalah seorang penganut agama Buddha, ia menyumbangkan banyak patung Buddha sepanjang hidupnya, ia mengatakan dalam wasiatnya bahwa ia akan menyumbangkan semua peralatan Buddha ke Kuil Bifeng ketika ia kembali. Setelah Zheng He jatuh sakit di laut, keturunan dan teman-temannya membantunya mewujudkan keinginannya. Reporter diberitahu bahwa sumber utama konten ini pada silsilah adalah dari "Catatan Dupa Non-Sihir." Buku ini menggunakan ratusan kata untuk menggambarkan masalah ini. Abu Cheng Ho disembunyikan di Istana Gunung Niushou Gunung Niushou terletak di selatan Nanjing. Saat itu, Pagoda Buddha di Kuil Hongjue masih ada. Zheng Kuantao mengatakan bahwa abu di pot istana bawah tanah di bawah menara mungkin adalah abu milik Cheng Ho, tetapi karena penutup pada istana bawah tanah telah hilang, dinding istana bawah tanah tidak memiliki prasasti. Jadi, pernyataan ini dianggap hanya spekulasi. Apa alasan dugaan Zheng Kuantao? Reporter itu mendapat jawaban bahwa Zheng He telah menyumbangkan banyak uang untuk membangun Kuil Hongjue, dan makam Zheng He, Zhenghe's Shinto, dan menara Kuil Hongjue berada di poros tengah, yang seharusnya bukan hanya kebetulan. Selain itu, ada informasi bahwa peralatan Buddha di sekitar abu di istana disumbangkan oleh kasim Ming Fu, Li Fushan, dan Li Fushan adalah sahabat Zheng He selama masa hidupnya. Setelah kematian Cheng Ho, Li Fushan datang untuk menjadi tuan rumah pemakaman Zheng He. Masuk akal. Selain itu, keluarga Zheng sangatlah tidak bersemangat pada saat itu, dan dimungkinkan untuk membangun makam tersembunyi untuk Zheng He. Meskipun demikian, keturunan Zheng belum menemukan data yang jelas untuk membuktikan kesimpulan ini. http://tech.sina.com.cn/d/2005-06-08/1459630242.shtml
Secara simbolis Indonesia sudah memastikan Cheng Ho adalah pemeluk Islam melalui pembangunan Masjid Cheng Ho yang tersebar di pelbagai daerah. Namun, di Cina yang merupakan negeri asalnya, apa sebenarnya agama yang dianut laksamana Dinasti Ming itu, masih terus dipertanyakan oleh para sejarawan sampai sekarang. Pada 19 Maret 2015, teks Buddhis yang diyakini ditulis oleh Cheng Ho, berhasil dibeli seorang
28 ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
kolektor barang antik bernama Liu Yiqian dengan harga USD 14,026 juta dalam acara lelang yang berlangsung di balai Sutheby’s, New York. Bagi yang meyakini Cheng Ho beragama Buddha, otomatis bertambah satu lagi literatur yang dapat digunakan untuk mendukung tesisnya. Betapa tidak, di bagian akhir naskah yang kini disimpan di Museum Long, Shanghai, tersebut, Cheng Ho pada 1414 membuat ikrar akan menulis Vajracchedika Prajnaparamita Sutra (Jin Gang Jing), Guanyin Sutra (Guanyin Jing), Amitabha Sutra (Mituo Jing), Marici Bodhisattva Sutra (Molizhitian Jing), Prajnaparamitahrdaya (Xin Jing), Surangama Sutra (Leng Yan Jing), Nilaka??ha Dhara?i (Da Bei Zhou), Sarvadurgatiparisodhana Tantra (Zun Sheng Zhou), dan Mantra Sataksara (Bai Zi Shen Zhou). (Souce: http://www.orangenews.hk/culture/system/2015/03/24/010010534.shtml )
Penulisan itu dilakukan Cheng Ho sebagai bentuk syukur karena, sebagaimana diakuinya di sana, “setiap mendapatkan perintah untuk melanglang buana, senantiasa memperoleh karunia dari San Bao.” “San Bao” atau kita lebih mengenalnya sebagai “Sam Poo” –sebagaimana Klenteng Sam Poo Kong di Semarang yang konon merupakan peninggalan Cheng Ho– adalah bahasa Mandarin yang artinya Tiga Mustika. Merujuk kepada Tri Ratna: Buddha, Dharma, dan Sangha. Menariknya, Cheng Ho mengawali pernyataannya dengan memperkenalkan diri sebagai “da Ming Guo taijian Zheng He, faming Fu Jixiang”: kasim Negara Ming agung yang mempunyai nama dharma Fu Jixiang. Dengan begitu, meski tidak menyebut apa agamanya, Cheng Ho telah secara implisit mengamini kesaksian Yao Guangxiao pada 1403 dalam catatan penutup untuk Marici Bodhisattva Sutra (Fo Shuo Molizhi Tianzhi Jing). Patut diketahui, Yao adalah biksu ternama yang dihormati bahkan oleh penguasa kekaisaran kala itu. Dalam struktur pemerintahan, dia menjabat sebagai kepala Kantor Administrasi Biksu (Senglu Si) Dinasti Ming. Cheng Ho, sebagaimana diakui Yao di sana, adalah “Pusa jie dizi”: siswa yang tengah menjalani disiplin moral (sila) Bodhisattva. Cheng Ho menghibahkan hartanya untuk mencetak dan menyebarluaskan Sutra dimaksud. Berbeda dengan keterangan di Sutra dari Amerika itu, pada bagian akhir Sramanerikasila Sutra (Shamini Lijie Wen) yang dibuat pada 1420, Cheng Ho secara blak-blakan menyebut dirinya “da Ming Guo feng Fo xin guan taijian Zheng He, faming Fu Jixiang”: kasim Negara Ming agung yang menganut Buddha. Sutra ini bisa ditengok di Perpustakaan Provinsi Yunnan. Pernyataan yang sama tentang agama yang dianutnya diulangi kembali oleh Cheng Ho dalam catatan di Upasakasila Sutra (Youposai Jie Jing) yang ditemukan sejarawan Deng Zhicheng pada 1947. Dalam Saddharma Pundarika Sutra (Miaofa Lianhua Jing) yang ditemukan di Vihara Baoben, Pinghu, Zhejiang, saat pemugaran pada 11 September 2002, Cheng Ho lagi-lagi menyatakan dirinya “kasim negara Ming agung yang menganut Buddha.” Lalu, apakah klaim yang menyebut Cheng Ho adalah seorang muslim akan runtuh karenanya? Jawabannya bergantung pada seberapa meyakinkan literatur yang menjadi rujukan mereka. Sebab, harus diakui, selama ini belum ditemukan catatan klasik yang secara benderang menyebut Cheng Ho adalah penganut Islam laiknya beragam Sutra kuno yang menyebut Cheng Ho adalah penganut Buddha seperti disebut di atas. ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
29
Hingga kini, sandaran utama sejarawan yang menyimpulkan Cheng Ho muslim adalah Epitaf Almarhum Ma Gong (Gu Ma Gong Muzhiming) yang ditulis oleh Li Zhigang pada 1405. Ringkasnya, di batu nisan itu tertulis Ma adalah seorang haji dari Yunnan yang mempunyai dua anak laki-laki dan empat anak perempuan. Kasim Cheng Ho adalah putranya yang nomor dua. Sama sekali tak ada keterangan mengenai apa agama Cheng Ho. Dari epitaf itu lantas ditarik kesimpulan bahwa Cheng Ho juga seorang muslim karena leluhurnya adalah penganut Islam yang bahkan sudah melaksanakan ibadah haji ke tanah suci. Padahal, kita tidak bisa serta-merta memastikan anak penganut Islam akan turut menganut Islam pula. Apalagi, Cheng Ho mulai menjadi “abdi dalem� Dinasti Ming sejak umurnya masih sekitar sepuluh tahun. Dan, sejak awal berdiri, Dinasti Ming sudah tidak begitu ramah terhadap Islam. Pada 1368, Hongwu, kaisar pertama Dinasti Ming mengeluarkan titah yang melarang kaum muslim untuk memakai nama, bahasa, dan mengenakan pakaian atau atribut lain yang berkorelasi dengan Islam. Jenggot pun wajib dipotong. Kendati Cheng Ho lahir sebagai muslim, di usianya yang belum akil balig itu, situasi dan kondisi yang sedemikian runyam di negerinya tak bisa dikesampingkan sebagai premis yang bisa saja menggoyahkan keimanan Cheng Ho selama berada di istana.
30 ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
Gambar. Teks Budha yang diyakini ditulis oleh Cheng Ho, berhasil dibeli seorang kolektor barang antik bernama Liu Yiqian dengan harga USD 14,026 juta dalam acara lelang yang berlangsung di balai Sutheby’s, New York
31 ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
Zheng He percaya pada agama Buddha. Saya berdoa kepada Sang Buddha untuk perlindungan, Ia menerbitkan sejumlah besar kitab Buddha dan menyumbangkannya ke kuil-kuil di berbagai tempat. Pembangunan Kuil Nanjing Dabao'en dan Kuil Jing'an semuanya terkait dengan Zheng He. Sejumlah besar kitab suci Buddha buatan Cheng Ho yang ada di Museum Klasik Nasional “Memori Nasional, Tanah Air Spiritual
32 ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
TUJUAN PENYUSUNAN BUKU Menyajikan Buku yang berkualitas tentang Fakta Sejarah Arab yang sebenarnya,selama Perjuangan Bangsa Indonesia dan setelahnya berdasarkan dokumen-dokumen terseleksi dari berbagai penjuru daerah diseluruh Indonesia dan belahan dunia lainnya yang dikemas secara ilmiah. TEKNIK PENYUSUNAN BUKU Metode penyusunan buku terdiri dari empat tahap yaitu: Heuristik, Kritik, Interpretasi, dan Historiografi. Yakni sebagai berikut: 1. Heuristik, yaitu suatu usaha mencari dan menemukan sumber sejarah. Secara sederhana, sumber-sumber sejarah itu dapat berupa: sumber benda, sumber tertulis dan sumber lisan. Secara luas lagi, sumber sejarah juga dapat dibeda-bedakan ke dalam sumber resmi formal dan informal. Selain itu dapat diklasifikasikan dalam sumber primer dan sekunder. 2. Kritik atau analisis, yaitu usaha menilai sumber-sumber sejarah. Semua sumber dipilih melalui kritik eksternal dan internal sehingga diperoleh fakta yang sesuai dengan permasalahan penelitian. Fungsi dari proses ini adalah untuk mengetahui apakah sumber yang diperoleh itu relevan atau tidak dengan permasalahan yang penulis kaji. 3. Interpretasi atau penafsiran, yaitu sebagai usaha memahami dan mencari hubungan antar fakta sejarah sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh dan rasional. 4. Historiografi atau penulisan sejarah, yaitu proses penyusunan hasil penelitian yang telah diperoleh sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh dalam bentuk buku, sehingga dihasilkan suatu tulisan yang logis dan sistematis, dengan demikian akan diperoleh suatu karya ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya SASARAN PENYUSUNAN BUKU Membuat buku yang berisikan dari berbagai sumber seluruh Nusantara dan berbagai sumber dari belahan dunia lainnya. Upaya pengayaan bagi Ilmu dan pengetahuan dengan Fakta ilmiah MANFAAT YANG DIHARAPKAN Terbahasnya Sejarah ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN yang dapat menjadi pegangan dalam Sejarah Nasional Terdokumentasinya buku sejarah ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN yang padat dan baku Meningkatkan apresiasi terhadap KELOMPOK ARAB secara Nasional
33 ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
STRUKTUR BUKU Seseorang atau berkelompok, melakukan dan mendokumentasi arsitektur daerah dalam format buku teks. Kertas kerja tersebut akan disatukan dengan teknis penulisan yang terukur sesuai dengan pedoman penulisan yang akan ditentukan lebih lanjut. Setiap kertas kerja terdiri atas narasi, foto dan gambar Urutan, yang sistematis agar berdaya pikat bagi pembaca. Gambar, foto dan narasi padu sehingga menyenangkan pembaca. Selain menggunakan media yang baik dengan format yang menarik, penulisan isinyapun disusun secara cermat dan kreatif. SAMPUL Berwarna dengan penampilan Merah dan Putih disertai Ilustrasi, gambar, dalam grafis yang kreatif. Pilihan Tipografi disesuaikan dengan gambar sampul secara keseluruhan. Kertas tebal agar awet dengan permukaan berkilat, glossy. dengan logo mengingat buku ini akan dipasarkan untuk masyarakat luas Pada halaman depan tertulis: � SEJARAH ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN� Gambar1. Sampul Depan dan Belakang
Contoh DRAFT, bisa berubah sewaktu-waktu
34 ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
HALAMAN PERSEMBAHAN Gambar Sampul dengan narasi dari penulis dan Tim Ahli / Dewan Pakar PENGANTAR Berisi tentang filsafat, teori dan Metodologi Penulisan Situasi Bangsa Arab pada masing-masing periode sejarahnya abad 7-15, Perjuangan Kemerdekaan dan Setelah Kemerdekaan
ISI BUKU
Buku yang berjudul “Sejarah Perjuangan Kaum Arab, dalam pergerakan Kemerdekaan 1945 dan setelah Kemerdekaan” ini menceritakan tentang sejarah awal bangsa Arab berada di Indonesia dengan segala kehidupan HALAMAN PERSEMBAHAN, EDITORIAL, PENGANTAR Background siluet foto bangunan dengan narasi dari beberapa personil yang dipilih oleh tim editor. Berisi tentang keterkaitan puisi dengan arsitektur Puisi sebagai isi, konten, dari sebuah ruang bangunan dan kota Ucapan terima kasih dan pesan-pesan dari IPLBI ISI BUKU Susunan buku ini menggunakan pedoman penulisan baku yang dirancang dalam format buku ilmiah populer. Sistematika penulisan diurutkan sebagaimana disebutkan di butir ’struktur buku’. Tulisan dan gambar menyatu agar menjadi daya tarik buku itu sendiri. Penulis dapat menyertakan puisi bersama foto dan sketsa untuk memberikan dan memperkuat daya hidup puisinya. Apabila diharapkan penulis, tim penyusun buku akan mencarikan ilustrasi yang dirasa sesuai.
ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
35
FORMAT BUKU TAMPILAN BUKU Buku dicetak dalam edisi luks menggunakan kertas paper matt. Halaman yang bergambar akan dibuat berwarna. Tampilan sebagai buku teks, yang akan dibaca oleh peneliti, mahasiswa dan khalayak ramai. Format dan tampilan sebagai berikut. Setiap bab jumlah halamannya 35- 40 halaman termasuk gambar, tabel, diagram dan foto Menggunakan huruf Tahoma, dibedakan antara bahasa Indonesia dan Inggris. Ukuran huruf 11, jarak satu setengah spasi. Margin: Kiri 10 cm. Kanan, atas dan bawah 2,54 cm. Posisi miror margins. Menggunakan kertas berkualitas baik, paper art, dalam ukuran 29 x 29 cm. Pada halaman akhir dimuat data diri singkat para penulisnya. INDIKATOR OUTCOMES Terwujudnya buku Sejarah Kaum Arab, masa perjuangan kemerdekaan dan setelah kemerdekaan Menjadi buku pegangan sejarah nasional. PENULIS DAN KARYANYA Penulis adalah peneliti, dan profesional TIM REDAKSI DAN TIM AHLI TIM REDAKSI 1. Indra Wardhana 2. M Hatta Taliwang. 3. Sigit P 4. Ian B. TIM AHLI 1. Habib 2. Dr. 3. Prof. 4. Prof. Ir. 5. Prof. Dr. Ir. 6. Prof. Dr. Ir. Tim Ahli bertugas memberikan arahan dan masukan. Menyetujui materi berdasarkan konsultasi dengan para penulis pada tahap akhir penulisan.
ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
36
WAKTU KEGIATAN Penulisan buku dirancang selama 6 [enam] bulan mulai pada bulan Januari 2019, dan akan berakhir pada bulan Desember 2019. Dengan masa tenggang 1 tahun. Buku akan selesai Pengumuman : 1 Juli 2020 Pengumpulan naskah : 1 Juni 2020 Diskusi dan Presentasi : 1 September 2020
ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
37
Cetak Buku
: 10 Juli 2020
JADWAL PENULISAN DAN PRODUKSI
ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
38
LAMPIRAN Dalam melakukan dan mencari sumber-sumber histografi maka pengunaan metode heuristik maka diperlukan penggunaan metode kepustakaan atau arsip nasional dimana beberapa sumber penulisan berasal, untuk melengkapi data sehingga diperoleh data yang baik dan lengkap juga dapat menunjang terwujudnya sejarah yang mendekati kebenaran. Beberapa sumber heuristik meliputi beberapa negara sehubungan dengan pencarian data yang di inginkan tersebut sebagai berikut. Diantaranya : 1. Leiden University, Leiden - Belanda
Biaya Tiket pesawat udara p.p. Jakarta-Eropa Airport tax International & Jakarta, fuel surcharge, dan tax lainnya. Asuransi perjalanan Biaya dokumen perjalanan seperti : paspor, visa, entry permit, dll. Pengeluaran pribadi seperti : telepon, room service, laundry, mini bar, tambahan makanan dan minuman serta pengeluaran lainnya. Biaya Single Supplement. Tips untuk Lokal Guide, Tour Leader, Pengemudi, Pelayan restoran, dan Porter (jika ada) di Hotel dan Bandara. Hotel,
Harga @13000000 26000000 1000000 1000000
=
1000000 2000000 5000000
1500000 – 2000000 x 5 hari = 7.5 – 10 juta
shorturl.at/jmTZ5
TOTAL 45 juta hingga 50 juta
2. observasi dan pengumpulan sumber-sumber sejarah termasuk literatur khususnya budaya China sejak mereka masuk ke Indonesia dan dalam tujuan penyebaran Agama Islam. Biaya belum di isi, (menyusul) N/A 3. observasi dan pengumpulan sumber-sumber sejarah termasuk literatur khususnya budaya Arab sejak mereka masuk ke Indonesia dan dalam tujuan penyebaran Agama Islam. ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
39
Biaya belum di isi, (menyusul) N/A
Penulisan ini difokuskan pada sejarah kaum Arab. Berikut urutannya; 0. JUDUL 1. ABSTRAK, SINOPSIS, PARAFRASE Ringkasan tulisan 2. PENDAHULUAN 3. DAFTAR PUSTAKA 4. RIWAYAT HIDUP SINGKAT PARA PENULIS 5. LEMBAGA, AFILIASI PARA PENULIS
DAFTAR PUSTAKA YANG SAAT INI DIPERGUNAKAN ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
40
(AKAN BERTAMBAH SEIRING PROSES PEMBUATAN BUKU TERSEBUT) ARAB ISLAMIC GEOGRAPHY - ARAB Sezgin, Fuat: Geschichte des arabischen Schrifttums. Vol. X. Mathematische Geographie und Kartographie im Islam und ihr Fortleben im Abendland. Historische Darstellung. 1. Teil. 664 pp. 2000. ISBN 3-8298-0056-8. Vol. XI: Mathematische Geographie und Kartographie im Islam und ihr Fortleben im Abendland. Historische Darstellung. 2. Teil. 723 pp. 2000. ISBN 3-8298-0057-6. Vol. XII: Mathematische Geographie und Kartographie im Islam und ihr Fortleben im Abendland. Kartenband. 347 pp. with 447 maps. 2000. ISBN 3-8298-0058-4. Set of 3 vols. ISBN 3-8298-0064-9. Sezgin, Fuat: Mathematical Geography and Cartography in Islam and their Continuation in the Occident. Translated by Guy Moore and Geoff Sammon. Vol. I. Historical Presentation. Part 1. Being an English Version of Volume X of Geschichte des Arabischen Schrifttums. 664 pp. 2005. ISBN 3-8298-0060-6. Vol. II: Historical Presentation. Part 2. Being an English Version of Volume XI of Geschichte des Arabischen Schrifttums. 702 pp. 2007. ISBN 3-8298-0061-4. Vol. III: Book of Maps. Being an English Version of Volume XII of Geschichte des Arabischen Schrifttums. 378 pp. with 447 maps. 2000. ISBN 3-8298-0062-2. Set of 3 vols. ISBN 3-8298-0063-0. Sezgin, Fuat: Geschichte des arabischen Schrifttums. Gesamtindices zu Band I-IX. 610 pp. 1995. ISBN 3-8298-0055-X. Sezgin, Fuat: Mukhtârât min al-jughrâfiyâ al-riyyâdiyya wa 'l-kartûghrâfiyâ 'inda 'l'arab wa 'l-muslimîn wa 'stimrâruhâ fî 'l-gharb. Naqalahâ min al-almâniyya: Mâzin 'Amâwî. Frânkfûrt: Ma'had târîkh al-'ulûm al-'arabiyya wa 'l-islâmiyya 1421 AH/2000 AD. 95 pp., 15 plates. ISBN 3-8298-0066-5. Wissenschaft und Technik im Islam. Ed. F. Sezgin. Vols. I-V. (English translation in preparation.) Vol. I. Sezgin, Fuat: Einführung in die Geschichte der Arabisch-Islamischen Wissenschaften. 232 pp., 2 maps. 2003. ISBN 3-8298-0067-3. Vols. II-V. Sezgin, Fuat in Zusammenarbeit mit Eckhard Neubauer: Katalog der Instrumentensammlung des Institutes für Geschichte der Arabisch-Islamischen Wissenschaften. Vol. II. [1.] Astronomie. 232 pp., col. plates. 2003. ISBN 3-8298-0068-1. Vol. III. 2. Geographie. 3. Nautik. 4. Uhren. 5. Geometrie. 6. Optik. 218 pp., col. plates. 2003. ISBN 3-8298-0069-X. Vol. IV. 7. Medizin. 8. Chemie. 9. Mineralien. 242 pp., col. plates. 2003. ISBN 3-82980070-3. Vol. V. 10. Physik und Technik. 11. Architektur. 12. Kriegstechnik. 13. Antike Objekte. 233 pp., col. plates. 2003. ISBN 3-8298-0071-1. Set of 5 vols. in box. ISBN 3-8298-0072-X. Science et technique en Islam. Ed. F. Sezgin. Trad. Farid Benfeghoul. Vol. I. Sezgin, Fuat: Introduction à l'histoire des sciences arabo-islamiques. 232 pp., 2 maps. 2003. ISBN 3-8298-0073-8. Vols. II-V: Sezgin, Fuat en collaboration avec Eckhard Neubauer: Catalogue de la collection de l'Institut d'Histoire des Sciences Arabo-Islamiques. Vol. II. 1. Astronomie. 232 pp., col. plates. 2003. ISBN 3-8298-0074-6. Vol. III. 2. Géographie. 3. Navigation. 4. Horloges. 5. Géométrie. 6. Optique. 218 pp., col. plates. 2003. ISBN 3-8298-0075-4. Vol. IV. 7. Médicine. 8. Chimie. 9. Minéraux. 242 pp., col. plates. 2003. ISBN 3-82980076-2. Vol. V. 10. Physique et technique. 11. Architecture. 12. Technique militaire. 13. Objets antiques. 2003. VI, 227 pp., col. plates. ISBN 3-8298-0077-0. EUR 27,00 / 41,00 Set of 5 vols. in box. ISBN 3-8298-0078-9. Facsimile Editions: Al-Idrîsî (d. ca. 1165): Uns al-muhaj wa-rawd al-furaj / The Entertainment of Hearts, and Meadows of Contemplation. Ed. F. Sezgin. 586 pp. 1984 (= Series C - 7). ISBN 3-
ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
41
8298-0207-2. Abû Bakr al-Hâzimî (d. 1188): Mâ'ttafaqa lafzuhû wa 'ftaraqa musammâhu fî'l-amâkin wa'l-buldân al-mushtabiha fî'l-khatt / Book on Homonymous Place-Names. Ed. F. Sezgin. 442 pp. 1986 (= Series C - 35). ISBN 3-8298-0238-2. Qudâma ibn Ja'far (d. 930): Kitâb al-Kharâj wa-sinâ'at al-kitâba / Book on Taxation and Official Correspondence. Ed. F. Sezgin. 458 pp. 1987 (= Series C - 42). ISBN 3-82980245-5. Abû'l-Fath al-Iskandarî Nasr ibn 'Abd al-Rahmân (d. 1166): Kitâb al-Amkina wa 'lmiyâh wa 'ljibâl / Book on Place-Names. Ed. F. Sezgin. 352 pp. 1990 (= Series C 53). ISBN 3-8298-0282-X. 'Alî Akbar Khitâ'î (d. after 1516): Khitâynâma / The Book on China. Ed. F. Sezgin. 281 pp. 1994 (= Series C - 56). ISBN 3-8298-0085-4. Sîdî 'Alî Ibn Husain Kâtib-i Rûmî (d. 1562): Kitâb al-Muhît / Book of the Ocean. Ed. F. Sezgin. 298 pp. 1997 (= Series C - 60). ISBN 3-8298-0289-7. Comprehensive Series: Al-Sharif: Al Sharif al-Idrisi - Kitab nuzhat al-Mushtaq. Ed. F. Sezgin. 1992. (Islamic Geography. 1). Jaubert, Amédée P.: Géographie d'Edrisi traduite de l'arabe en français. Vol. I-II. Ed. F. Sezgin. 552 + 510 pp. 1992. (Islamic Geography. 2-3). de Goeje, M. J.: Description de l'Afrique et de l'Espagne par Edrisi. Ed. F. Sezgin. 642 pp. 1992. (Islamic Geography. 4). Studies on al-Idrisi reprinted. Vol. I-IV. Ed. F. Sezgin. 418 + 413 + 385 + 461 pp. (Islamic Geography. 5-8). de Sacy, Silvestre: Relation de l'Egypte par Abd-Allatif, médecin arabe de Bagdad (1162-1231 A.D.). Vol. I-II. Ed. F. Sezgin. 454 + 157 + 455-753,VIII pp. 1992. (Islamic Geography. 9-10). Mathematical geography and cartography. Vol. I-XXVII. Ed. F. Sezgin. 1992. (Islamic geography. Vol. 11-27). General outlines of Islamic geography. Ed. F. Sezgin. 436 pp. 1992. (Islamic Geography. 28). Studies on Ibn Hurradadbih (d. after 902) and al-Gaihani (d. after 978). Ed. F. Sezgin. 343 pp. 1992. (Islamic geography. 29). The oriental geography of Ebn Haukal. Translated by William Ouseley. Ed. F. Sezgin. 327 pp. 1992. (Islamic Geography. 30). Studies on Ibn Hauqal (2nd half 10 cent.) and al-Istahri (1st half 10 cent.). Ed. F. Sezgin. 347 pp. 1992. (Islamic geography. 31). Studies on al-Ya'qubi, Ibn Rustah, and al-Maqdisi (al-Muqaddasi). (d.about 1000). Ed. F. Sezgin. 327 pp. 1992. (Islamic geography. 32). Studies on Qudama ibn Ga'far and al-Mas'udi. (d. after 932) and al-MasŒdi (d. 956). Ed. F. Sezgin. 333 pp. 1992. (Islamic geography. 33). Al- Istakhri, Abu Ishak al- Farisi: Viae regnorum. Descriptio ditionis moslemicae auctore Abu-Ishak al-Farisi al-Istakhri. Ed. F. Sezgin. XI+328 pp. 1992. (Islamic geography. 34). Ibn Haukal: Opus geographicum, auctore Ibn Haukal (K. Surat al-ard). Ed. F. Sezgin. 528 pp. 1992. (Islamic Geography. 35). Al- Moqaddasi: Descriptio imperii moslemici, auctore al-Moqaddasi. Ed. F. Sezgin. VII,498 pp. 1992. (Islamic geography. 36). de Goeje, M. J.: Biblioteca geographorum arabicorum. Pars quarta continens:Indices, glossarium et addenda et emendanda. Ad part 1-3. Ed. F. Sezgin. 444 pp. (Islamic geography. 37). Compendium libri Kitâb al-Boldân, auctore Ibn al-Fakih al-Hamadhani. Ed. F. Sezgin. LIII+365 pp. 1992. (Islamic geography. 38). Ibn Khordadhbeh, Abu`l-Kasim Obaidallah: Kitab al-Masalik wa'l-Mamâlik, auctore Ibn Khordâdbeh Accedunt excerpta e Kitab al-Kharadj auctore Kodama ibn Dja`far. Ed. F. Sezgin. 216,308 pp. 1992. (Islamic Geography. 39). Ibn Rosteh, Abu Ali Ahmed ibn Omar: Kitâb al-A'lâk an-Nafîsa VII, auctore Ibn Rosteh et Kitâb al-Boldân, auctore al-Jakubi. Ed. F. Sezgin. VIII, 383pp. 1992. (Islamic Geography. 40). Al- Masudi: Kitâb at-Tanbî wa'l-Ischraf, auctore al-Mas¾di, accedunt indices et
ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
42
glossarium ad tomos VII et VIII (40,41). Ed. F. Sezgin. XLIII, 508 pp. 1992. (Islamic geography. 41). Al- Belùdsori, Imùmo Ahmed ibn Jahja ibn Djabir: Liber expugnationis regionum, auctore al-Beladsori (Futuh al-Buldan). Ed. F. Sezgin. 228 + 539 pp. 1992. (Islamic geography. 42). Ibn Mammati: Kitab Qawanin al-Dawawin by Ibn Mammati (d. 1209) the Aiyubid Minister (ob. 606 A.H./1209 A.D.) Ed. F. Sezgin. 469 pp. 1992. (Islamic geography. 43). The churches and monasteries of Egypt and some neighbouring countries. Ed. F. Sezgin. XXV, 381+142 pp. 1992. (Islamic geography. 44). Texts and studies on the historical geography and topography of Egypt. Vol. I-V. Ed. F. Sezgin. 400 + 364 + 366 + VI, 342 + 369 pp. 1992. (Islamic geography. 45-49). Al- Gai`an, Yahya B. Sakir B.: K. at-Tuhfa as saniya bi-asma' al-bilad al-misriya by Yahiya b. Sakir b. al-Gai'an (d. 1480). Ed. F. Sezgin. IV, 196+ (71) pp. 1992. (Islamic Geography. 50). Duqmaq, Ibrahim b. Muhammad: K. al-Intisar li-wasitat 'iqd al-amsar. (Fourth and fifth parts). Ed. F. Sezgin. 136, 111 pp. 1992. (Islamic Geography. 51). Two studies on the geography and administration of Egypt according to al-Qalqasandi (d. 1418). Ed. F. Sezgin. 245 pp. 1992. (Islamic Geography. 52). Björkman, Walther: Beiträge zur Geschichte der Staatskanzlei im islamischen Aegypten. Ed. F. Sezgin. 217 pp. 1992. (Islamic Geography. Vol. 053). An-Nabulusi, Abu `Utman: Studies on the Faiyum together with Tarih al-Fayum wa biladihi (d.1261). Ed. F. Sezgin. 155 + (204) pp. 1992. (Islamic geography. 54). Az-Zaiyat, Muhammad b.: K. al-Kawakib as-saiyara fi tartib az-ziyara fi l-Qarafatain al-kubra wa-s-sugra (d. 1402). Ed. F. Sezgin. 410 pp. 1992. (Islamic Geography. 55). Casanova, Paul: Two studies on the history and topography of Cairo. Ed. F. Sezgin. 377 pp. 1992. (Islamic Geography. 56). Studies on Taqiyaddin al-Maqrizi (d. 1442). Vol. I-II. Ed. F. Sezgin. 349 + 322 pp. 1992. (Islamic geography. 57-58). Maqrizi - Description topographique et historique de l'Egypte. PremiÕre partie. Ed. F. Sezgin. 370 + 371-748 + III, 328 + XII, 144, XIV, 95 pp. 1992. (Islamic Geography. 59-62). Maspero, Jean: Matériaux pour servir ù la géographie de l'Egypte. Ed. F. Sezgin. 282 pp. 1992. (Islamic Geography. 63). As-Sahawi, Muhammad b.'Abdarrahman: Tuhfat al-ahbab wa-bugyat at-tullab fi l-hitat wa-l-mazarat wa-t-taragim wa-l-biqa' al-mubarakat (d. 1497). Ed. F. Sezgin. 407 pp. 1992. (Islamic Geography. 64). Toussoun, Omar Prince: Mémoire sur les anciennes branches du Nil par le Prince Omar Toussoun. Ed. F. Sezgin. 212 pp. 1992. (Islamic Geography. 65). Toussoun, Omar Prince: Mémoire sur l'histoire du Nil. Vol. I-III. Ed. F. Sezgin. 264 pp. 1992. (Islamic Geography. Vol. 66-67). Toussoun, Omar Prince: La géographie de l'Egypte ù l'époque arabe. Partie. Vol I-III. Ed. F. Sezgin. 214 pp. 1992. (Islamic Geography. 68-69). Strange, Guy le: Palestine under the Moslems: a description of Syria and the Holy Land from 650 to 1500 A.D. Ed. F. Sezgin. 378 pp. 1993. (Islamic Geography. 70). Strange, Guy le: Palestine under the Moslems: a description of Syria and the Holy Land from 650 to 1500 A.D. Ed. F. Sezgin. 379-604 pp. 1993. (Islamic Geography. 71). Sauvaire, Henry: Histoire de Jérusalem et d'Hébron depuis Abraham jusqu'ù la fin du XVe siocle de J.C. Ed. F. Sezgin. 346 pp. 1993. (Islamic Geography. 72). Texts and studies on the historical geography and topography of Palestine. Vol. I-II. Ed. F. Sezgin. 312 pp. 1993. (Islamic geography. 73-74). Gaudefroy-Demombynes, Maurice: La Syrie ù l'époque des Mamelouks d'apros les auteurs arabes. Ed. F. Sezgin. 288 pp. 1993. (Islamic geography. 75). Sauvaget, Jean: Les perles choisies d'Ibn ach-Chihna. Matériaux pour servir ù l`histoire de la ville d`Alep. Vol I. Ed. F. Sezgin. 223 pp. 1993. (Islamic geography. 76). Studies on 'Abdalgani an-Nibulusi (d. 1731) and his travels. Ed. F. Sezgin. 234 pp. 1993. (Islamic Geography. 78). Khalîl b. Shâhîn az-Zâhirî (d. 1468): K. Zubdat Kashf al-mamâlik, together with two studies thereupon. Collected and Reprinted. Ed. F. Sezgin. 325 pp. 1993 (Islamic
ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
43
Geography. 79). ISBN 3-8298-1080-6. Contents: A.-I. Silvestre de Sacy (Transl., ed.): Extrait du Livre intitulé la Crème de l'exposition ... (1806) R. Hartmann: Die geographischen Nachrichten über Palästina und Syrien in Halîl azZâhirî's zubdat kasf al-mamâlik. (1907) P. Ravaisse (Ed.): Kitâb Zubdat Kasf al-mamâlik ... (1894) Sauvaire, Henri: Description de Damas. Paris 1894-1896. Part I-III. Followed by Index général de la "Description de Damas" de Sauvaire by Émilie E. Ouéchek. Institut Français de Damas 1954. 330 + 366 + 267 pp. Repr. 1993 (Islamic Geography. 80-82). Set of 3 vols. ISBN 3-8298-1081-4. Contents: Vol. 1: Muhtasar Tanbîh at-tâlib, by 'Abdalbâsit ad-Dimasqî al-'Almâwî, French translation, first part. Vol. 2: Muhtasar Tanbîh at-tâlib, by 'Abdalbâsit ad-Dimasqî al-'Almâwî, French translation, second part. Vol. 3: 'Oyoûn et-tawârîkh (Les sources des chroniques) par Mohammad ebn Châker. [French translation.] Tohfat el anâm fî fadâil ech-Châm par Chams ed-Dîn Abou'l 'Abbâs Ahmad ebn Mohammad el Bosrawy. [French translation.] Kétâb Nozhat el anâm fî mahâsen ech-Châm par Abou'l Baqâ 'Abd Allah ebn Mohammad el Badry ed-Démachqy. [French translation.] E.E. Ouéchek: Index général de la "Description de Damas" de Sauvaire. Texts and studies on the Historical geography and Topography of Iraq. Ed. F. Sezgin. 423 pp. 1993. (Islamic Geography. 83). Strange, Guy Le: Baghdad during the Abbasid Caliphate from Contemporary Arabic and Persian Sources. Ed. F. Sezgin. XII+381 pp. 1993. (Islamic Geography. 84). Strange, Guy le: The Lands of the Eastern Caliphate. Mesopotamia, Persia and Central Asia from the Moslem conquest to the tme of Timur. Ed. F. Sezgin. 536 pp. 1993. (Islamic Geography. 85). Salmon, Georges: L'Introduction topographique à l'Histoire de Baghdâd d'Aboû Bakr Ahmad ibn Thâbit al-Khatîb al-Baghdâdî (393-463 H. = 1002 1071 J.-C.). Paris 1904. 312 pp. Repr. 1993 (Islamic Geography. 86). ISBN 3-82981085-7. Musil, Alois: The Middle Euphrates: A Topographical Itinerary. New York 1927. 445 pp., 3 maps. Repr. 1993 (Islamic Geography. 87). ISBN 3-8298-1086-5. Müller, David Heinrich: Al Hamdani`s Geographie der Arabischen Halbinsel. Vol. I-II. Ed. F. Sezgin. 279 + 171 + 242 pp. 1993. (Islamic Geography. 88-89). Studies on Al-Hasan B. Ahmad Al-Hamdani (d. 945). Ed. F. Sezgin. 436 pp. 1993. (Islamic geography. 90). Texts and Studies on the Historical Geography and Topography of Central and South Arabia. Vol. I-II. Ed. F. Sezgin. 275 + 272 pp. (Islamic Geography. 91-92). Texts and Studies on the Historical Geography and Topography of Asia Minor. Vol. III. - Ed. F. Sezgin. 288 + 295 pp. (Islamic Geography. 94-95). Texts and Studies on the Historical Geography and Topography of the Caucasus and Adjacent Regions. 01-02. Ed. F. Sezgin. 162 + 303 pp. 1993. (Islamic Geography. 96-97). Texts and Studies on the Historical Geography and Topography of Iran and Transoxania. Vol. I-III. Ed. F. Sezgin. 269 + 364 + 351 pp. 1993. (Islamic Geography. 98-100). Al- `Alam, Hudud: Hudud al-`Alam "The Regions of the World". A Persian Geography: 372 A.H 928 A.D. Ed. F. Sezgin. 524 pp. 1993. (Islamic Geography. 101). Mustawfi, Hamd-Allah: The Geographical Part of the Nuzhat-al-Qulub composed by Hamd-Allah Mustawfi of Qazwin in 740 (1340). Ed. F. Sezgin. 378 pp. 1993. (Islamic Geography. 102). Mustawfi, Hamd-Allah: The Geographical Part of the Nuzhat-Al-Qulub composed by Hamd-Allah Mustawfi of Qazwin in 740 (1340). Ed. F. Sezgin. 322 pp. 1993. (Islamic
ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
44
Geography. 103). The Farsnama of Ibnu l`Balkhi. Ed. F. Sezgin. 199 pp. 1993. (Islamic Geography. 104). Alberuni`s India. An Account of the Religion, Phylosophy, Literature, Chronology, Astronomy... of India about A.D. 1030. Ed. F. Sezgin. 390 pp. 1993. (Islamic Geography. 105). Sachau, Edward: Alberuni's India. An Account of the Religion, Philosophy, Literature, Chronology, Astronomy, Customs, Laws and Astrology of India about A.D. 1030. An English Edition with Notes and Indices. I-II. London 1910. 464 + 440 pp. Repr. 1993 (Islamic Geography. 106-107). Set of 2 vols. ISBN 3-8298-1108-X. Schwarz, Paul: Iran im Mittelalter nach den arabischen Geographen. Leipzig 18961929. Stuttgart, Berlin 1934-1936. 298 + 389 + 384 + 646 pp. Repr. 1993 (Islamic Geography. 108-111). Set of 4 vols. ISBN 3-8298-1109-8. Sprenger, Alois: Die Post- und Reiserouten des Orients. Leipzig 1864. 190 pp., 16 maps. Repr. 1993 (Islamic Geography. 112). ISBN 3-8298-1110-1. Livre des Merveilles de l'Inde par le capitaine Bozorg fils de Chahriyar de Ramhormoz. Ed. F. Sezgin. 310 pp. 1993. (Islamic Geography. 113). The Áín-i-Akbarí by Abul-Fazl-i-'Allámí. Ed. in the Original Persian by H. Blochmann. I,1,2-II. Calcutta 1872-1877. 296 + 404 + 343 pp., 5 plates. Repr. 1993. Set of 3 vols. (Islamic Geography. 114-116). ISBN 3-8298-1112-8. The Ain-i-Akbari by Abul Fazl 'Allami. Transl. from the Original Persian by H. Blochmann. Vol. I. Calcutta 1873. 748 pp., 17 plates. Repr. 1993 (Islamic Geography. 117). ISBN 3-8298-1113-6. 'Ain-i-Âkbari of Abul Fazl-i 'Âllami. Transl. into English by H.S. Jarrett. Second Edition corrected and further annotated by Jadu-Nath Sarkar. [= Vol. II. Vol. III.] Calcutta 1948-1949. 433 + 542 pp. Repr. 1993 (Islamic Geography. 118-119). Set of 2 vols. (Islamic Geography. 118-119). ISBN 3-8298-1114-4. Nainar, Husayn Muhammad S.: Arab geographers' Knowledge of Southern India. Ed. F. Sezgin. 241 pp. 1993. (Islamic Geography. 120). Texts and Studies on the Historical Geography and Topography of India and South East Asia. Collected and reprinted. Vol. I-II. Ed. F. Sezgin. II, 397 + 370 pp. 1993. (Islamic Geography. 121-122). Reinaud, Joseph-Toussaint: Fragments arabes et persans inédits relatifs à l'Inde antérieurement au XIe siècle de l'ère chrétienne. Paris 1845. 267 pp. Repr. 1993 (Islamic Geography. 123). ISBN 3-8298-1119-5. Reinaud, Joseph-Toussaint: Memoire géographique, historique et scientifique sur l'Inde antérieurement au milieu du XIe siècle de l'ère chrétienne d'après les écrivains Arabes, Persans et Chinois. Paris 1849. 412 pp. Repr. 1993 (Islamic Geography. 124). ISBN 38298-1120-9. Sharaf Al-Zaman Tahir Marvazi on China, the Turks and India. 223 pp. 1942. (Islamic Geography 125). Texts and Studies on this historical Geography and Topography of East Asia. 419 pp. 1993. (Islamic Geography 126). The Geographical Works of Sádik Isfaháni. Transl. by J. C. Followed by: A Critical Essay on Various Manuscript Works, Arabic and Persian. Transl. by J. C. London 1832. 252 pp. Repr. 1993 (Islamic Geography. 127). ISBN 3-8298-1123-3. Schefer, Charles [Ed.]: Description topographique et historique de Boukhara par Mohammed Nerchakhy suivie de textes relatifs à la Transoxanie. Paris 1892. 304 pp. Repr. 1993 (Islamic Geography. 128). ISBN 3-8298-1124-1. Geographie du Moyen Age etudies par Joachim Lelewel. Vol I-III + epilogue. 1857. Repr. 1993. (Islamic Geography 129-132). Lelewel, Joachim: Géographie du Moyen Age. Ed. F. Sezgin. XIV, XLIX, 30 pp. 1993. (Islamic Geography. 133). de Slane, William Mac Guckin [Ed.]: Description de L'Afrique septentrionale par AbouObeid-elBekri. Texte arabe. Alger 1857. 232 pp. Repr. 1993 (Islamic Geography. 134). ISBN 3-8298-1126-8. Description de l’Afrique septentrionale par El-Bekri. 405 pp. 1993.(Islamic Geography 135). Description de l’Afrique tierce partied u monde escrite par Jean Leon African. Vol. I-III. 1896. Repr. 1993. (Islamic Geography 136-138).
ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
45
Massignon, Louis: Le Maroc dans les premières années du XVIe siècle. Tableau géographique d'après Léon l'Africain. Alger 1906. Repr. 1993 (Islamic Geography. 139). ISBN 3-8298-1129-2. L’Afrique septentrionale au XIIe siecle de notre erc description extradite du kitab alistibsar et traduite par E. Fagnan. 229 pp. 1993. (Islamic Geography 140). Extraits inedits relaties Maghreb traduits de l’arabe et annotes par E. Fagnan. 492 pp. 1993. (Islamic Geography 141). Ibn Fadl Allah al-'Omarî: Masâlik el absâr fi mamâlik el amsâr. I. L'Afrique, moins l'Égypte. Trad. et annoté par Gaudefroy-Demombynes. Paris 1927. 360 pp., 5 maps. Repr. 1993 (Islamic Geography. 142). ISBN 3-8298-1132-2. Texts and Studies on North Africa. Vol . I-II. 428 + 397 pp. 1993. (Islamic Geography 143-144). Texts und Studies on historical Geography and Topography of Africa. 399 pp. 1993. (Islamic Geography 145). Wappäus, Johann Eduard: Untersuchungen über die Negerländer der Araber und über den Seehandel der Italiener, Spanier und Portugiesen im Mittelalter. Göttingen 1842. 389 pp. Repr. 1993 (Islamic Geography. 146). ISBN 3-8298-1137-3. Devic, L. Marcel: Le pays des Zendjs ou la côte orientale d'Afrique au Moyen-Age d'après les écrivains arabes. Paris 1883. 284 pp. Repr. 1993 (Islamic Geography. 147). ISBN 3-8298-1138-1. Simonet, Francisco Javier [Ed.]: Descripción del Reino de Granada, sacada de los autores arábigos. Segunda edición. Granada 1872. Together with Sifat Mamlakat Gharnâta by Ibn al-Khatîb. Madrid 1860. 360 pp. Repr. 1993 (Islamic Geography. 148). ISBN 3-82981139-X. Pons Boigues, Francisco: Ensayo bio-bibliográfico sobre los historiadores y geógrafos arábigo-españoles. Madrid 1898. 523 pp. Repr. 1993 (Islamic Geography. 149). ISBN 38298-1140-3. Lévi-Provençal, Evariste [Ed., Transl.]: La Péninsule Ibérique au Moyen-Age d'après le Kitâb ar-Rawd al-mi'târ fî khabar al-aqtâr d'Ibn 'Abd al-Mun'im al-Himyarî. Texte arabe avec une traduction. Cairo, Leiden 1937-1938. 590 pp. Repr. 1993 (Islamic Geography. 150). ISBN 3-8298-1141-1. Texts and Studies on the historical Geography and Topography of Al-Anadalus. Vol. I-II. 269 + 386 pp. 1993. (Islamic Geography 151-152). Amari, Michele [Ed.]: Biblioteca arabo-sicula, ossia raccolta di testi arabici che toccano la geografia, la storia, le biografie e la bibliografia della Sicilia. Leipzig 1857. 446 + 543 pp. Repr. 1993 (Islamic Geography. 153-154). Set of 2 vols. ISBN 3-8298-1145-4. Amari, Michele: Biblioteca arabo-sicula. Versione Italiana. Together with the Appendice (Torino 1889). Roma 1880-1881. 657 + 500 + 462 pp. Repr. 1993 (Islamic Geography. 155-157). Set of 3 vols. ISBN 3-8298-1146-2. Texts and Studies on the historical Geography and Topography of Southern and Western Europe. 440 pp. 1994. (Islamic Geography 158) Studies on Ibrahim Ibn Ya’qub (2nd 10th century) and on his accaount of Eaestern Europe. 416 pp. 1994. (Islamic Geography 159). Texts and Studies on the historical Geography and Topography of Northern and Eastern Europe. I-III. Vol. Repr. 1994. (Islamic Geohraphy 160-162). Marquart, Joseph: Osteuropäische und ostasiatische Streifzüge. Ethnologische und historisch-topographische Studien zur Geschichte des 9. und 10. Jahrhunderts (ca. 840940). Leipzig 1903. 606 pp. Repr. 1994 (Islamic Geography. 163). ISBN 3-8298-1153-5. Reinaud, Joseph-Toussaint [Ed.]: Relation des voyages faits par les Arabes et les Persans dans l'Inde et à la Chine dans le IXe siècle de l'ère chrétienne. [Texts of Sulaimân at-Tâjir and Abû Zaid as-Sîrâfî.] Paris 1845. 210 pp. Repr. 1994 (Islamic Geography. 164). ISBN 3-8298-1154-3. Translations of the Travel Accounts of Sulaiman At-Tagir (1st half 9th cent.) and Abu Zaid As-Sirati (1st half 10th cent.) 224 pp. 1994. (Islamic Geography. 165). Studies on the travel accounts of Sallom Al-Tarquman (before 864), Harun B. Yayha (about 912) and As-Sindibad Al-Bahri (about 912). 349 pp. 1999. (Islamic Geography 166). Frähn, Christian Martin: Ibn-Foszlan's und anderer Araber Berichte über die Russen älterer Zeit. Text und Übersetzung mit kritisch-philologischen Anmerkungen nebst drei
ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
46
Beilagen. St. Petersburg 1823. 371 pp. Repr. 1994 (Islamic Geography. 167). ISBN 38298-1157-8. A. Zeki Vahidi Togan. Ibn Fadlanis reisebericht. 1939. 336 pp. Repr. 1994. (Islamic Geography. 168). Studies on the travel accounts of Ibn Fadlan (1st half 10th cent.) and Abu Fulat (1st half 10th cent.). 136 pp. Repr. 1994. (Islamic Geography. 169). Schefer, Charles [Ed., Transl.]: Sefer Naméh. Relation du Voyage de Nassiri Khosrau en Syrie, en Palestine, en Égypte, en Arabie et en Perse pendant les années de l'Hégire 437444 (1035-1042). Paris 1881. 513 pp. Repr. 1994 (Islamic Geography. 170). ISBN 38298-1160-8. Derenbourg, Hartwig: Ousâma ibn Mounkidh. Un émir syrien au premier siècle des Croisades (1095-1188). II. Texte arabe de l'autobiographie d'Ousâma publié d'après le manuscrit de l'Escurial. Leiden 1884, Paris 1886. 199 pp. Repr. 1994 (Islamic Geography. 171). ISBN 3-8298-1161-6. Wright, William: The Travels of Ibn Jubayr. Edited from a ms. in the University Library of Leyden. Second Ed. revised by M.J. de Goeje. Leiden, London 1907. 508 pp. Repr. 1994 (Islamic Geography. 172). ISBN 3-8298-1162-4. Studies on Ibn Gubair (d. 1217). 217 pp. 1994. (Islamic Geography. 173). Studies on the Rihla of Al-‘Abdari (1289). 119 pp. Repr. 1994. (Islamic Geography. 174). Voyage d’Ibn Batoutah. 1879. I-IV vol. 442 + 465 + 475 + 570 pp. Repr. 1994. (Islamic Geography. 175-178). von Mzik, Hans: Die Reise des Arabers Ibn Batûta durch Indien und China (14. Jahrhundert). Bearbeitet. Hamburg 1911. 494 pp. Repr. 1994 (Islamic Geography. 179). ISBN 3-8298-1166-7. Studies on Ibn Battuta (d. 1377) I-IV vol. 204 + 325 + 534 + 314 pp. Repr. 1994. (Islamic Geography. 180-183). Studies on Abu Hamid Al-Garnati (d. 1170). 316 pp. Repr. 1994. (Islamic Geography. 184). 'Abdalwahhâb, Hasan Husnî [Ed.]: Rihlat at-Tijânî (Abû Muhammad 'Abdallâh b. Muhammad b. Ahmad at-Tijânî). Tunis 1958. 557 pp. Repr. 1994 (Islamic Geography. 185). ISBN 3-8298-1173-X. Rousseau, Alphonse [Transl.]: Voyage du Scheikh et-Tidjani dans la Régence de Tunis pendant les années 706, 707 et 708 de l'Hégire (1306-1309). Traduit de l'arabe. In: Journal Asiatique, Paris 1852-1853. 302 pp. Repr. 1994 (Islamic Geography. 186). ISBN 3-8298-1174-8. Brunschvig, Robert: Deux récits de voyage inédits en Afrique du Nord au XVe siècle: 'Abdalbâsit b. Halîl et Adorne. Paris 1936. 282 pp. Repr. 1994 (Islamic Geography. 187). ISBN 3-8298-1175-6. de Castries, Henry [Transl.]: Abou-l-Hasan Ali ben Mohammed et-Tamgrouti: En-Nafhat al-miskiya fi-s-sifarat et-tourkiya. Relation d'une ambassade marocaine en Turquie 15891591. Paris 1929. 154 pp. Repr. 1994 (Islamic Geography. 188). ISBN 3-8298-1176-4. Peiser, Felix Ernst [Ed., Transl.]: Der Gesandtschaftsbericht des Hasan ben Ahmed ElHaimî. Berlin 1894. Zur Geschichte Abessiniens im 17. Jahrhundert. Der Gesandtschaftsbericht des Hasan ben Ahmed El-Haimî. Berlin 1898. 230 pp. Repr. 1994 (Islamic Geography. 189). ISBN 3-8298-1177-2. Sauvaire, Henry [Transl.]: Voyage en Espagne d'un ambassadeur marocain (1690-1691). [Partial translation of Rihlat al-wazîr fi 'ftikâk al-asîr by al-Wazîr al-Ghassânî, d. 1707.] Paris 1884. 260 pp. 1994 (Islamic Geography. 190). ISBN 3-8298-1178-0. Pérès, Henri: L'Espagne vue par les voyageurs musulmans de 1610 à 1930. Paris 1937. 215 pp. Repr. 1994 (Islamic Geography. 191). ISBN 3-8298-1179-9. Ben Cheneb, Mohammed [Ed.]: Nuzhat al-anzâr fî fadl 'ilm at-târîkh wa-l-akhbâr almashhûra bi-r-Rihla al-Warthîlânîya by al-Husain b. Muhammad al-Warthîlânî. I-II. Alger 1908. 490 + 341 pp. Repr. 1994 (Islamic Geography. 192-193). Set of 2 vols. ISBN 3-8298-1180-2. The Way to Mecca from the sixteenth to the nineteenth centry. Studies and translations. 171 pp. Repr. 1994. (Islamic Geography. 194). Garcia de Herreros, Enrique: Quatre voyageurs espagnols à Alexandrie d'Égypte: Benjamin de Tudela 1166-71, Ibn Goubair 1183-85, Pero Tafur 1435-39, Ali Bey el
ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
47
Abbassi (Domingo Badia) 1803-7. Alexandria 1923. 200 pp. Repr. 1994 (Islamic Geography. 195). ISBN 3-8298-1182-9. L’abrege des Merveilles. 1898. 413 pp. Repr. 1994. (Islamic Geography. 196). Wüstenfeld, Ferdinand [Ed.]: El-Cazwini's Kosmographie. Erster Theil: K. 'Agâyib almahlûqât - Die Wunder der Schöpfung. Göttingen 1849. 468 pp. Repr. 1994 (Islamic Geography. 197). ISBN 3-8298-1184-5. Wüstenfeld, Ferdinand [Ed.]: El-Cazwini's Kosmographie. Zweiter Theil: K. Âtâr albilâd - Die Denkmäler der Länder. Göttingen 1848. Repr. 1994 (Islamic Geography. 198). X, 418, 4 pp. ISBN 3-8298-1185-3. Ethé, Hermann [Transl.]: El-Cazwîni's Kosmographie. Nach der Wüstenfeldschen Textausgabe übers. Die Wunder der Schöpfung. Leipzig 1868. 548 pp. Repr. 1994 (Islamic Geography. 199). ISBN 3-8298-1186-1. Ideler, Ludwig: Untersuchungen über den Ursprung und die Bedeutung der Sternnamen. [Partial Edition with Translation and Commentary of 'Ajâ'ib al-Makhlûqât by Zakarîyâ' b. Muhammad al-Qazwînî.] Berlin 1809. Repr. 1994 (Islamic Geography. 200). ISBN 38298-1187-X. Studies on Zakariya'b. Muhammad al-Qazwini (d. 1283). Vol. I-II. Ed. F. Sezgin. 308 pp. 1993. (Islamic Geography. 201-202). Mehren, M.A.F.: Cosmographie de Samsaddin Abu `Abdallah Muhhamad ad-Dimasqi. Ed. F. Sezgin. XC, 552 pp. 1994. (Islamic Geography. 203). Ad-Dimasqi, Samsaddin Abu`Abdallah Muhammad: Manuel de la Cosmographie du Moyen Age / Nugbat ad-dahr fi`aga'ib al-barr wa-l-bahr. Ed. F. Sezgin. 443 pp. 1994. (Islamic Geography. 204). Studies on al-Watwat(d. 1318), ad-Dimasqi(d. 1327), Ibn al-Wardi(d. c. 1446) and alBakuwi (15th cent.) Ed. F. Sezgin. 355 pp. 1994. (Islamic Geography. 205). Az-Zamahsari, Mahmud b. 'Umar: K. al-Gibal wa-l-amkina wa-l-miyah. Ed. F. Sezgin. 31, 201 pp. 1994. (Islamic Geography. Vol. 208). Studies on Yaqut al-Hamawi (d. 1229). Vol. I-II. Ed. F. Sezgin. VI, 227 + 264 pp. 1994. (Islamic Geography. 223-224). Han, Abu l-Gazi Bahadur: Histoire des Mogols et des Tartares. Vol. I-II. Texte. Ed. F. Sezgin. II,386 + IV, 393 pp. 1994. (Islamic Geography. Vol. 225-226). Haidar, Mirza Muhammad: The Tarih-i Rasidi. A History of the Moghuls of Central Asia. Vol. I-II. Ed. F. Sezgin.XXIII,128,4,149 + 150-535 pp. 1994. (Islamic Geography. Vol. 227-228). Eransahr nach der Geographie des Ps. Moses Xorenac`i. Ed. F. Sezgin. 358 pp. 1994. (Islamic Geography. 229). Studies by Jean Sauvaget on the Historical Geography and Topography of Syria. Ed. F. Sezgin. VI, 462 pp. 1994. (Islamic Geography. 230).
___________________________________________________________________ ________________ References :
Abdul Aziz Mat Ton, 2000, Politik al-Imam. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. `Abduh, Muhammad, 1981 (c.1906), 'Ra`iyyat al-muslim', in: Dar al-Ifta' al-Misriyya, 1981, al-Fatawa al-islamiyya, vol.4 pp. 1527–1530. Cairo: al-Majlis al-A`ala li al-Shu'un al-Islamiyya,Wizarat alAwqaf. Abdullah bin Abd al-Qadir, Munshi, 1997, Hikayat Abdullah. (7th Edition). Kuala Lumpur: Pustaka Antara. Ahmat b. Adam, 1995, The vernacular press and the emergence of modern Indonesian consciousness (1855–1913). Ithaca: SEAP, Cornell University. Anderson, Benedict, 1991 [1983], Imagined communities; Reflections on the origin and spread of nationalism, (Revised Edition). London: Verso. Ariffin Omar, 1993, Bangsa Melayu; Concepts of democracy and community among the Malays, 19451950. Kuala Lumpur ; New York: Oxford University Press. Asad, Talal, 1986, The idea of an anthropology of Islam. Washington: Georgetown University. Azra, Azyumardi, 1992, The transmission of Islamic reformism to Indonesia; Networks of Middle Eastern and Malay-Indonesian `ulama in the seventeenth and eighteenth centuries. Unpublished doctoral dissertation, Columbia University.
ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
48
Azra, Azyumardi, 1999, Renaisans Islam Asia Tenggara; Sejarah wacana dan kekuasaan. Bandung; Rosdakarya. al-Bustani, Salah al-Din (ed.), 1957, al-`Urwa al-wuthqa wa al-thawra al-tahririyya al-kubra li al-sayyid jamal al-din al-afghani wa al-shaykh muhammad `abduh. Cairo: Dar al-`Arab. Boland, B.J., 1982, The struggle of Islam in modern Indonesia (revised edition). The Hague: Nijhoff. Brown, C.C., 1952, 'Sejarah Melayu or "Malay Annals"', JMBRAS 25—2, 3. Bruinessen, Martin van, 1995, 'Muslims of the Dutch East Indies and the caliphate question', Studia Islamika 2--3: 115--140. [Buchari Jauhari], 1866, Tadjoe's salatin ja-itoe makoeta segala radja-radja. Semarang: van Dorp. Cortesão, Armando, trans and ed, 1944, The Suma Orietal of Tomé Pires (...) and the book of Fransisco Rodriguez (...), The Hakluyt Society, second series no. 89. London. Dijk, C. van, 1981, Rebellion under the banner of Islam; The Darul Islam in Indonesia. The Hague: Nijhoff. Drewes, G.W.J., 1968, 'New light on the coming of Islam to Indonesia?', BKI, 124:433-459. EI2 Encyclopaedia of Islam: New edition, 1971–. Leiden: Brill. Farooqi, Naimur Rahman, 1986, Mughal-Ottoman relations; A study of political and diplomatic relations between Mughal India and the Ottoman Empire, 1556–1748. Unpublished doctoral dissertation, the University of Wisconsin-Madison. Fealy, G., 1996, 'Wahab Chasbullah', in :Barton, G. and Fealy, G. (eds), 1996, Nahdlatul Ulama; Traditional Islam and modernity in Indonesia. Clayton: Monash Asia Institute. Fealy, G., [2001], 'Creating "Complete" Muslims: The Tarbiyah Movement and the rise of Neo-Revivalism in Indonesian Islam'. Paper presented to department of Pacific & Asian History, RSPAS, ANU, 17 July 2001. Federspiel, Howard M., 1977, 'Islam and nationalism; An annotated translation of and commentary on Islam dan kebangsaan, a religious-political pamphlet published by Al-Lisaan in the Netherlands East Indies in 1941', Indonesia 24:39–85. Gallop, A. Teh (with E. Ulrich Kratz), 1994, The legacy of the Malay letter: Warisan warkah Melayu. London: British Library for the National Archives of Malaysia. Gallop, Annabel Teh, 2002, 'Malay seal inscriptions: a study in Islamic epigraphy from Southeast Asia'. Phd Thesis submitted to the School of Oriental and African Studies, University of London. Gonda, J., 1952, Sanskrit in Indonesia. Nagpur: International Academy of Indian Culture. Haim, Sylvia G., 1962, Arab nationalism; An anthology. Berkeley and Los Angeles: University of California Press. Hill, A.H., 1960, 'Hikayat raja-raja Pasai; A revised romanised version of Raffles MS 67, together with an English translation an introduction and notes', JMBRAS 33-2. Hourani, Albert, 1983, Arabic thought in the liberal age 1798–1939 (2nd ed.). London: Cambridge University Press. Humphreys, R. Stephen, 1999, Islamic history; A framework for enquiry. Revised edition, London and New York: Taurus. IPO (Overzicht van de Inlandsche en Maleisch-Chinese Pers). Weltevreden, 1918Jones, Russel, 1978, Arabic loan-words in Indonesian; A check-list …, London: Cahier D'Archipel/SOAS. Jones, Russel, 1979, 'Ten conversion myths from Indonesia', in Nehemia Levtzion (ed.) Conversion to Islam, London: Methuen, 129--58. Kathirithamby-Wells, J., 1986, 'The Islamic city: Melaka to Jogjakarta, c.1500-1800', Modern Asian Studies 20—2:333—51. Kempe, J.E. and Winstedt, R.O., 1948, 'A Malay digest compiled for `Abd al-Ghafur Muhaiyddin Shah, Sultan of Pahang', JMBRAS 21. Klinkert, H.C., 1930 [1885], Nieuw Maleisch-Nederlandsch worrdenboek met Arabisch karakter naar de beste en laatste bronnen bewerkt. Leiden: Brill. Kumar, Ann, 1997a, Java and modern Europe; Ambiguous encounters. Richmond: Curzon. Kumar, Ann, 1997b, 'Pancasila plus, Pancasila minus', in: Riddell, P.G. and Street, A.D, 1997, Essays on scripture, thought and society; A festschrift in honour of Anthony Johns, pp. 253-76. Leiden: Brill. Kurzman, C., 2002, Modernist Islam, 1840-1940; A source-book. Oxford etc.: Oxford University Press. Laffan, Michael F., 1996, 'Watan and negeri; Mustafa Kamil's 'Rising sun' in the Malay World', Indonesia Circle 69:156–175. Laffan, Michael F., 1999, 'Mustafa and the Mikado; A Francophile Egyptian's turn to Meiji Japan', Japanese Studies 19–3:269–86.
ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
49
Laffan, M.F., 2002, Islamic nationhood and colonial Indonesia: The umma below the winds. London: Routledge-Curzon. Lane, Edward William, 1956 [1863], Arabic-English lexicon: Derived from the best and most copious Eastern sources. New York: Frederick Unger. Lewis, Bernard, 1988, The political language of Islam. Chicago: University of Chicago Press. Levtzion, Nehemia (ed.), 1979, Conversion to Islam. London: Methuen. Madelung, Wilferd, 1997, The succession to Muhammad: A study of the early caliphate. Cambridge University Press. Milner, A.C., 1981, 'Islam and Malay kingship', Journal of the Royal Asiatic Society:46-70. Milner, A.C., 1995, The invention of politics in colonial Malaya; Contesting nationalism and the expansion of the public sphere. Cambridge: Cambridge University Press. Mitchell, Timothy, 1988, Colonising Egypt. New York etc.: Cambridge University Press. Mobini-Kesheh, Natalie, 1999, The Hadrami awakening; Community and identity in the Netherlands East Indies, 1900–1942. Cornell: SEAP. Montana, Suwedi, 1997, 'Nouvelles donées sur les royaumes de Lamuri et Barat', Archipel 53:85–95. Nieuwenhuijze, C.A.O. van, 1958, Aspects of Islam in post-colonial Indonesia. The Hague: van Hoeve. Platzdach, Bernhard, 2001, 'Radical or reformist? How Islamic will the new movements make Indonesia?', Inside Indonesia 68:27-28. Poeze, Harry A., 1989, 'Early Indonesian emancipation; Abdul Rivai, van Heutsz and the Bintang Hindia', BKI 145–1:87–106. Reid, Anthony, 1988-1993, Southeast Asia in the age of commerce. 2 vols, New Haven: Yale University Press. Ricklefs, M.C., 1979, 'Six centuries of Islamization in Java', in Nehemia Levtzion (ed.) Conversion to Islam, New York: Holmes and Meier, 100--29. Ricklefs, M.C., 1993, A history of modern Indonesia since c.1300, (second edition). London: Macmillan and Company. Rida, Muhammad Rashid, 1923, al-Khilafa aw al-imama al-`uzma; mabahath shar`iyya siyasiyya ijtima`iyya islahiyya. Cairo: Matba`at al-Manar. Salvatore, Armando, 2001, '"Public Islam" and the nation-state in Egypt', ISIM Newsletter 8-1:20. Schrieke, B., 1957, Indonesian sociological studies; Selected writings of B. Schrieke; Part two; Ruler and realm in early Java. The Hague etc.: van Hoeve. Wall, H. von de, with H.N. van der Tuuk, 1877, Maleisch-Nederlandsch woordenboek. Batavia: Landsdrukkerij. Wilkinson, R.J., 1903, A Malay-English dictionary. Singapore: Kelly and Walsh. Wilkinson, R.J., 1959 [1932], A Malay-English dictionary. London: Macmillan; New York: St. Martin's Press, Two Vols. Winstedt, R., 1952, A practical modern Malay-English dictionary. Singapore. Hill, A.H., “Hikayat Raja-Raja Pasai, a revised romanised version”, Journal of the Malaysian Branch, Royal Asiatic Society 33.2 (1960). Jones, Russell, “The Texts of the Hikayat Raja Pasai, A Short Note”, Journal of the Malaysian Branch, Royal Asiatic Society 53.1 (1980): 167-71. Braginsky, V., The Heritage of Traditional Malay Literature: A historical survey of genres, writings and literary views, Leiden: KITLV Press, 2004 (Verhandelingen van het Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde, 214), pp.103-111 (date), 183-186 (contents). A comprehensive bibliography will be found in Jones’ 1987 edition.
Abdul Halim Bin Mat Diah (1987), Suatu Contoh Tentang Huraian Metodologi, Kuala Lumpur: Akademi Pengajian Islam Universiti Malaya. A. Hasjmy (1977), Sumbangan Kesusastraan Acheh Dalam Pembinaan Kesusastraan Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang. _______ (1976), 59 Tahun Aceh Merdeka dibawah Pemerintahan Ratu, Jakarta: Bulan Bintang. _______ (1981), Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia. (Kumpulan prasaran pada seminar di Aceh). Bandung: Pt. Alma’arif penerbit percetakan offset. _______ et.al. (1981), “Nafas Islam Dalam Dalam Kesusasteraan Aceh” Dari Sini Ia Bersemi, Panitia Penyelenggara Musabaqah Tilawatil Qur’an Tingkat Nasional ke 12 Tahun 1981 Banda Acheh, Pemerintah Daerah Istimewa Acheh. _______ at.al (1995), 50 Tahun Aceh Membangun. Banda Aceh: Majelis Ulama
ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
50
Indonesia Daerah Istimewa Aceh bekerja sama dengan Pemerintah Daerah Istimewa Aceh. _______ (1977), Apa Sebab Rakyat Aceh Sanggup Berperang Puluhan Tahun Melawan Agresi Belanda, Jakarta: Bulan Bintang. A.Hasymy (1987), “ Sari Sastra ‘ 87” (Kertas Kerja Seminar, Sempena Perayaan Kesultanan Melayu Negeri Pahang Darul Makmur Ke Seratus Tahun Pada 1518 Oktober 1987) A. Mukti Ali (1964), Alam Pikiran Modern di Indonesia, Jakarta: Tinta Mas Abdul Rahman Haji Abdullah (2007), Pengantar Ilmu Sejarah, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. _______ (1990) Pemikiran Ummat Islam di Nusantara: Sejarah dan Perkembangannya Hingga Abad ke-19. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Abu Bakar Atjeh (1971), Sekitar Masuknya Islam ke Indonesia, Solo: Ramadhani. Ahmad Mahdzan Ayub (1985), Kaedah Penyelidikan Sosio Ekonomi: Satu Pengenalan Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Ajib Rosidi (1985), Kapan KesuSastraan Indonesia Lahir ?. Jakarta: Pt. Agung. 188 Al-Chaidar (1999), Gerakan Aceh Merdeka, Jihat Rakyat Aceh Mewujudkan Negara Islam, Jakarta: Madani Press. Anzib Lamnjong (1964), Hikajat Putroë Gumbak Meuh. Banda Atjeh: Anzib Lamnjong. _______( 1980), Hikayat Prang Sabi, Masa Prang Acheh ngon Belanda. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah. ________(1963), Hikajat Prang Sabi Prang Atjeh Beulanda 1873-1904, Banda Atjeh: Anzib Lamnjong, Arba’iyah Mohd Noor (2002), Ilmu Sejarah dan Pensejarahan, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa Dan Pustaka. Ariel Haryanto (1985), “Sastera dan Politik (Sebuah Upaya Memahami Persoalan Kesustraan Mutakhir di Indonesia,” dalam Ariel Haryanto (ed.), Perdebatan Sastera Kostekstual. Jakarta: Rajawali. Badri Yatim (1997), Historiografi Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu. Bakar Hatta (1984), Sastra Nusantara Suatu Pengantar Studi Sastra Melayu, Galia Indonesia, Jakarta. B. Setiawan (1986), Ensiklopedi Nasional Indonesia. Jilid VI, Jakarta : Cipta Abadi Pustaka. Boris Parnickel (1995), Perkembangan Sastra Nusantara Serumpun (Abad Ke-7–Ke19), Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia. Buyung Adil (1971), Dewan Bahasa dan Pustaka, Kementerian Pelajaran Malaysia. C.Van Dijk (1983), Darul Islam : Sebuah Pemberontakan, Jakarta: Grafitti Press. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1984), Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. _______ (1988), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka. _______ (1989) Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka. Edi S. Ekadjati, (1975), Penyebaran Agama Islam Di Pulau Sumatera, Bandung: Pt Sanggabuwana. Edward Djamaris (2007), Sastra Lama Berisi Sejarah Ringkasan Isi Cerita Serta Desripsi Latar dan Tokoh. Jakarta: Pusat Bahasa, 189 H.A. Nawawi Rambe (1979), Sejarah Da’wah Islam, Jakarta : Wijaya. Haji Abdullah Ishak (1990), Islam Di Nusantara (Khususnya Tanah Melayu), Malaysia: Al-Rahmah. H. Kreamer, Prof. Dr. dan Dr. C.A.O. Van Reiwenhiujze (1952), Agama Islam, Jakarta: Penerbit Kristen. Haji Buyong Adil (1972), Sejarah Pahang, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. ________(1971), Sejarah Johor, Dewan Bahasa dan Pustaka, Kementerian Pelajaran Malaysia
ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
51
H. K. J. Cowan ( 1937) De Hikajat Malem Dagang, Land end Volkenkunde van Nederland-Indie: Het Koningklijk voor die taal. Hamka (1961), Sejarah Umat Islam, Bukit tinggi, Jakarta: N.V. Nusantara. _______ (1962), “Mazhab Syafi’i di Indonesia”,Gema Islam. VII, No.7, May 1962 _______ (1963) “Masuk dan Berkembangnya Agama Islam di Daerah Pesisir Sumatera” (Kertas Kerja Seminar Masuknya Islam ke Indonesia di Medan 1720 Maret 1963) _______(1976), “Pengaruh Islam Dalam Sastera Melayu “dalam Islam dan Kebudayaan Melayu, Malaysia : Kementerian Kebudayaan Belia dan Sukan. _______ (Edisi Baru), Sejarah Ummat Islam, Kuala Lumpur: Pustaka Antara. Harun Jafar (2004), Ikhtisar Kebudayaan Dan Prosa Melayu Klasik. Universiti Sultan Idris Tanjong Malim. Harun Mat Piah et.al. (2000), Kesusasteraan Melayu Tradisional, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Hasan Usman (1986), Metode Penelitian Sejarah. Perguruan Tinggi Agama / IAIN (terj.), Jakarta: Departemen Agama Republik Indonesia. . Hasanuddin Yusuf Adan (2005), Sejarah Aceh Dan Tsunami, Jogjakarta: Ar-Ruzza Media. Hasyim Awang (1955), ”Sastera Rakyat Malaysia” dalam Warisan Dunia MelayuTeras Peradaban Malaysia, KL: Biro Penerbitan Gapena. Hoesein Djajadiningrat (1982), Kesultanan Aceh (Suatu pembahasan Tentang Kesultanan Aceh Berdasarkan Bahan-bahan Yang Terdapat Dalam: Karya Melayu), Banda Aceh: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Proyek Pengembangan Permeseuman Daerah Istimewa Aceh. Hugiono (1992), Pengantar Ilmu Sejarah, Jakarta: Pt. Renika Cipta. 190 Ibn Batutah (2006), Pengembaraan Ibn Batutah, “Pengembaraan Agung, Karya Terulung, Menyingkapi Wajah Dunia”, Syed Nurul Akla, Nurul Syed Abdullah dan Adi Setia Mohd Dom (terj.), Kuala lumpur: MPH Group Printing, Sdn. Bhd. Ibrahim Syukri (1985), History of the Malay Kingdom of Patani, Corner Bailey dan John N.Miksic (terjemahan). Ohio University Press. Imam Barnadid (1982), Metode Penelitian Sejarah, Yogya: Insani Press. Imran Teuku Abdullah (1991), Hikayat Meukuta Alam, Jakarta: Intermasa. Ishak Saat ( 2007), Ilmu Sejarah Antara Tradisi dan Moden. Shah Alam: Karisma Publication Sdn.Bhd. Ismail Hamid (2001), Perkembangan Kesusasteraan Melayu Lama. Kuala Lumpur: Person Education Malaysia Sdn. Bhd. Jan Van Luxemburg (1992), Pengantar Ilmu Sastra. Dick Hartoko (terj.), Jakarta: Pt.Gramedia. Jones Russell (1997), Hikayat Raja Pasai, Syah Alam, Selangor: Penerbit Fajar Bakti Sdn.Bhd. Kamus Dewan Edisi ketiga (2002) Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Khatib A. Latif (1983), “Aceh Dalam Perspektif Sejarah”, (Kertas kerja Seminar yang disampaikan pada pertemuan pengenalan Acheh kepada rombongan pelancong Majlis Agama Islam, Port Klang Ogos 1993). Khoo Kay Kim dan Mohd Fadzil Uthman (1980), Sastera dan Sasterawan. Kuala Lumpur: Persatuan Sejarah Malaysia. Louis Gottschalk (1975), Mengerti Sejarah. Nugroho Notosusanto (terj.) Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas Indonesia. M. Yunus Jamil (1968), Tawarich Raja-raja Kerajaan Atjeh. Banda Aceh : Kodam Iskandar Muda. M. Zainuddin (1957), Singa Aceh, Biografi Sultan Iskandar Muda, Medan: Balai Pustaka. _______ (1961), Tarich Aceh dan Nusantara. Medan: Pustaka Iskandar Muda. M.Arifin Amin, et.al. ( 1972), “Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Aceh” (Risalah Seminar Sejarah Masuk Islam di Aceh Timur 1972), Majlis Ulama Aceh Timur.
ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
52
M.D. Mansoer (1962), Masuk dan Berkembangnya Agama Islam, Gema Islam. 191 Mahyuddin Hj Yahya (1997), Sejarah Islam, Kuala Lumpur: Fajar bakti Sdn. Majalah Sinar Darussalam (1987), Majalah Pengatahuan Dan Kebudayaan. Banda Acheh : IAIN Ar-Raniry. Mohammad Said (1961), Aceh Sepanjang Abad, Medan: Waspada. Mohd. Ali (1963), Peranan Bangsa Indonesia Dalam Sejarah Asia Tenggara. Jakarta: Bratara. Mohd. Taib Osman dalam Umar Yunus (1996), Teori Moden Sastera dan Permasaalahan Sastera Melayu. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Muhammad Gade Ismail (1992), Metode Penelitian Sejarah. Darussalam Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala. Muhammad Said (1981), Aceh Sepanjang Abad. Jilid I, Medan: P.T Percetakan dan Penerbitan Waspada. Muhammad Umar (2002), Darah Dan Jiwa Aceh “Mengungkap Falsafah Hidup Mayarakat Aceh”, Banda Acheh: Yayasan Busafat. Muhammad Yamin (1960), Gajah Mada, Jakarta: Balai Pustaka. Mustafa Hj. Daud (1991), Tamadun Islam. Kuala Lumpur: Utusan Publication & Distribution, Sdn.Bhd. Noeng Muhajir (1998), Metodelogi Penelitian Kualitatif, Yokjakarta: Reka Sarain, hal. N.K. Koenjaraningrat (1986), Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: P.T Gramedia. N.J. Kroom (1970), Zaman Hindu, Arief Effendi (terj.), Jakarta: Pustaka Sarjana. P.A. Hosein Djajadiningrat (1963), “Islam di Indonesia”, dalam Kenneth Morgan (ed.), Islam Djalan Mutlak, Abu Salamah (terj.), Jakarta: PT. Pembangunan. P.E. De Josselin De Jong (1965), Agama2 Di Gugusan Pulau2 Melayu, Abdullah Hussain (terj.) Kuala Lumpur: Oxford University Press. P.J. Veth (1987), Atchin en Zijne Betrekkingen tot Nederland. Leiden: Geralth Kolff. Panitia Seminar Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia (1963), Risalah Seminar Masuknya Islam ke Indonesia, Medan. Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh (1977), Perang Kolonial Belanda di Aceh, Banda Aceh : Pusat dokumentasi dan Informasi Aceh. Ramli Harun (1981), Hikayat Pocut Muhammad, Jakarta: Pendidikan dan Kebudayaan. 192 Rusdi Sufi (1981), Dari Sini Ia Bersemi. Banda Aceh: Panitia MTQ-12, TK Nasional. Sabaruddin Ahmad (1977), Pengantar Sastra Indonesia, Medan : Saiful. S. M. Amin et.al (1980), “Sejenak Memonitor Aceh Serambi Mekkah”, Bunga Rampai Tentang Acheh, Jakarta : Brata Karya Aksara. Sartono Kartodirdjo (1993), Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Motodologi Sejarah. Jakarta : Gramedia Pustaka utama. Sidi Gazalba (1981), Pengantar Sejarah Sebagai Ilmu. Jakarta: Bhratara Karya Aksara. Sidik Haji Baba (1993), “Aceh: Pusat Dakwah Islamiyah Pada Abad Ke 16 dan 18”, Jurnal Usuluddin. Bil.1 Oktober 1993. Siti Hawa Saleh(1992), Bustan Al-Salatin. Kuala Lumpur. Sofyan Tanjung (1986), Sastera Sebuah Kejujuran Masa Lalu, Harian Waspada. Supardi Djoko Damono (1978) Sosiologi Sastera Sebuah Pengantar Ringkas, Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sutan Takdir Alisyahbana (1934), Pujangga Baru Tahun 1934, Jakarta: Pustaka Rakyat. Tarjan Hadi Jaya (1951), Sejarah Melayu, Jakarta: Sapta Darma. Teuku Ibrahim Alfian (1981), Perang Di Jalan Allah : Aceh 1873-1912, Desertasi Doktot Falsafah University Gajah Mada, Yogyakarta. _______ (ed.) (1981), Dari Sini Ia Bersemi, Panitia Penyelenggara Musabaqah Tilawatil Qur’an Tingkat Nasional ke 12 Tahun 1981 Banda Acheh, Pemerintah Daerah Istimewa Acheh. _______(1999), Wajah Aceh Dalam Lintasan Sejarah. Banda Aceh: Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh. Teuku Iskandar (1966), Bustanus Salatin. Kuala-Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. _______ (1991), Kamus Dewan, (Edisi Baru). Cet II. Kuala Lumpur: DBP.
ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
53
Teungku Chik Pante Kulu ( 1980), Hikayat Prang Sabi, Masa Prang Acheh ngon Belanda. Penyalin Anzib, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, Jakarta. Wan Muhammad Shaghir Abdullah (1996), Tafsir Puisi Hamzah Fansuri. Kuala Lumpur: Khazanah Fathaniyah. Winarno Surachmad (1982), Pengantar Penulisan Dasar dan Metode, dan Teknis, Bandung: PN. Transito. 193 Zainuddin (1961), Tarich Atjeh Dan Nusantara, Medan: Pustaka Iskandar Muda. Zakaria Ahmad (1972), Sekitar Keradjaan Atjeh Dalam Tahun 1520-1675, Monora Medan.
ARAB serta PERJUANGAN PADA MASA KEMERDEKAAN dan SETELAH KEMERDEKAAN
54