Bismillahirrahmanirrahiim
Ar Raafi’ (Yang Mengangkat / Meninggikan) Wafat Nabi Isa a.s. (Pembuktian) Ikhtisar Khutbah Jum’at tanggal 3 Juli 2009 Disampaikan oleh Hadhrat Mirza Masroor Ahmad aba., Imam Jama’at Muslim Ahmadiyyah Sedunia NOTE: Alislam Team ( & Translator) takes full responsibility for any errors or miscommunication in this Synopsis of the Friday Sermon
Kata Bahasa Arab Raafi’ berarti meninggikan atau mengangkat. Kata ini dipakai juga untuk mengangkat tinggi barang-barang secara pisik. Menurut keimanan kami, hanya Wujud Tuhan satu-satunya itulah yang benar-benar Ar Raafi’ (Yang Meninggikan) dan daripada-Nya-lah datang semua pengangkatan tinggi itu. Tuhan adalah Ar Raafi’; kedudukan-Nya berada pada satu ketinggian yang amat tinggi di mana akal manusia tidak dapat membayangkannya. Sebaliknya dari itu, Dia-pun berada sangat dekat dan berada di mana-mana saja, namun Dia itu berada amat jauhnya dan seperti yang disebutkan dalam kata-kata ‘Raafi’ ud darajaat’ Yang Maha Tinggi Derajat-Nya - (Al Mu’min, 40:16) untuk Diri-Nya sendiri. Tidak ada kedudukan yang lebih tinggi dari Dia ini, oleh karena itu Dia juga adalah Tuhan dari ‘Arasy. Hadhrat Masih Mau’ud a.s. mengatakan Tahta Singgasana Ilahi adalah sebuah ciptaan yang paling terjauh di mana ‘Arasy Singgasana Ilahi itu adalah satu ciptaan yang paling terjauh dan yang sama dengan Langit-langit bumi dan semua hamparan bumi. Na-udzubillah, bukannya ‘Arasy Singgasana Tuhan itu adalah lebih dekat ke Langit dan jauh dari bumi. Dalam Surah Al Hadiid ada dinyatakan: ‘….. Wa huwa ma’akum aina maa kuntum ..…’ - “….. Dan Dia beserta dengan kamu di mana pun kamu berada …. (57:5). In Surah Al Mujaadilah dinyatakan: ‘ ……. Ma yakuunu min-najwaa tsalaatsatin illaa huwa raabi’uhum ……’ - “ …. Tidak ada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia yang ke-empatnya …..” (58:8). Dinyatakan di dalam Surah Qaaf: ‘ ….. wa nahnu aqrabu ilaihi min hablil wariid’. - “….. dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya”. (50:17). Hudhur aba. mengatakan kata-kata dari Tuhan itu menjelaskan bahwa betapa pun Dia itu menduduki Tahta Arasy, tapi Dia itu amat sangat dekatnya. Sifat-sifatNya itu lebih dimanifestasikan pada orang-orang yang berada dekat kepada-Nya. Ia meyakinkan kepada mereka akan kedekatan-Nya kepadanya, menyelamatkan dan melindungi mereka terhadap pihak yang menentangnya, serta mengangkat, meninggikan kedudukan mereka. Di tempat lainnya Hadhrat Masih Mau’ud a.s. menulis dengan merujuk pada ayat 3 dari Surah Ar Ra’du; ‘Allaahul ladzii rafa’as samawaati bi ghairi ‘amadin taraunahaa tsummas tawaa ‘alal ‘arsyi ….’ – “Allah, Dia-lah yang meninggikan seluruh langit tanpa tiang di mana kamu dapat melihatnya. Kemudian Dia bersemayam di atas Singgasana ‘Arasy. ….” (13:3). Beliau menerangkan bahwa dalam ayat ini dapat menimbulkan keraguan bahwa Tuhan itu tidak ‘bersemayam’ pada Singgasana-Nya itu sebelum ini. Jawaban untuk ini adalah bahwa Singgasana Tuhan itu adalah bukan sebuah wujud benda secara pisik, tetapi merupakan satu keadaan yang “Keberadaan-Nya” itu sangat jauh, paling jauh. Dia-lah yang menciptakan semua sesuatu itu dan memberikan cahaya kepada matahari, bulan dan bintang-bintang. Dia menciptakan manusia dalam bayang-bayang-Nya sendiri dan memasukkan kualitas kemuliaan-Nya pada orang itu. Jadi Dia itu menciptakan sebuah kiasan-allegory untuk Diri-Nya tetapi dengan menyatakan bahwa Dia itu duduk bersemayam di atas Singgasana-Nya, Dia menyatakan bahwa Dia adalah Maha Tinggi. Hudhur aba. mengatakan jadi inilah Tuhan itu, Yang adalah Pemilik dari Langit di mana betapa pun demikian amat-sangat tingginya kedudukan-Nya itu, Dia itu adalah lebih dekat daripada urat lehernya. Namun. Walaupun Dia itu lebih dekat daripada urat lehernya, pemandangan mata orang tidak sampai kepada Dia. Dia itu mewujudkan Diri-Nya kepada mereka yang berada dekat kepada-Nya. Dia nyatakan: ‘Laa tudrikuhul abshaaru wa huwa yudrikul abshaara ……’ - “Penglihatan mata tidak dapat sampai kepada-Nya tetapi Dia melihat matanya …… ‘. (Al An’aam, 6:104). Tuhan adalah Yang Ghaib – Tidak Terlihat dan tidak akan pernah ada sesuatu konsep dari wujud secara pisik-Nya dia dalam pengertian orang yang bagaimana pun juga. Keyakinan orang-orang Kristiani yang memberikan status ketuhanan kepada Nabi Isa a.s. adalah keliru. Tuhan tidak memerlukan itu, Nabi Isa a.s. dan ibundanya sama-sama menyantap makanan, kewafatannya pun ada dicatat orang-orang dan jadi inilah buktinya bahwa seseorang yang perlu menyantap makanan tidak dapat menjadi Tuhan.
Dikarenakan kurangnya ilmu atau karena mengikuti pemimpin agama yang tidak mendapatkan petunjuk yang benar –misguided- sebagian besar dari dunia Muslim berpendapat bahwa ayat Alqur-aan yang merujuk pada kata Raafi’ yang digunakan untuk Nabi Isa a.s. itu adalah kenaikan secara pisik ke Langit. Mereka bertahan bahwa Nabi Isa itu akan kembali ke dunia untuk mereformasi dunia. Sebelumnya dikatakan bahwa Nabi Isa ini akan datang atau turun pada abad ke-14 (Kalender Islam) tetapi sekarang mereka mengatakan bahwa ia itu akan turun pada dekat-dekat Hari Kiamat. Kesimpulan mereka yang keliru itu justru mendukung faham keyakinan orang Kristiani. Sebagian kalangan orang-orang Muslim terpelajar di dunia, sekarang ini berusaha untuk menyangkal dan membuktikan bahwa idea demikian itu adalah salah. Baru-baru ini Presiden Iran memberikan sebuah statement kepada dunia Kristiani tentang hal ini dan juga memberikan impresinya bahwa ia mempercayai bahwa Nabi Isa itu sudah wafat. Beliau memberi nasihat kepada dunia Kristiani dengan mengingat pada ajaran dari Nabi Isa a.s.. Hudhur aba. mengatakan, ini terpisah dari argumentasi tentang seberapa besarnya-kah Presiden Iran itu sendiri sudah berada pada jalan yang mendapat petunjuk. Hudhur aba. mengatakan orang-orang Jama’at kami di Turki memberitahukan kepada Hudhur bahwa sudah ada banyak terjemahan-terjemahan baru dari Kitab Suci Alqur-aan yang memberikan tafsir dari ayat dimaksud sebagai Nabi Isa a.s. itu sudah wafat. Hudhur aba. mengatakan baru-baru ini ada seorang ghair-Ahmadi dari Pakistan yang datang mengunjungi beliau. Ia mengatakan bahwa wafatnya Nabi Isa itu tidak ada buktinya di dalam Kitab Suci Alqur-aan. Hudhur aba. memberikan kepadanya rujukan-rujukannya. Ia mengatakan karena sekarang waktunya sempit maka ia akan datang kembali untuk membicarakan hal ini. Hudhur aba. mengatakan sudah bulan-bulan berlalu tetapi ia tidak kembali juga. Para ahli tafsir yang keliru telah menanamkan idea yang salah terutama setelah dating diturunkannya Hadhrat Masih Mau’ud a.s. Namun, Hudhur aba. mengatakan mereka yang memiliki fitrat yang shaleh, tidak jadi soal apa keimanan agama mereka, dibimbing oleh Tuhan. Baru-baru ini seorang Kristiani Bangsa Inggris yang sudah menamatkan atau sedang study untuk PhD, ia sangat tertarik pada Ahmadiyyah. Ia mengatakan kepada Hudhur aba. bahwa ia tidak dapat menerima ke-tuhan-annya Nabi Isa a.s. atau mengenai konsep penebusan dosa dan justru inilah sebabnya mengapa ia lebih dekat pada Islam. Hudhur aba. mengatakan orang-orang yang shaleh di antara orang Kristiani sudah lebih dekat lagi pada kebenaran di mana mereka orang-orang yang semestinya membelanya membenarkan pihak penentangnya. Banyak orang Kristiani yang datang masuk ke dalam Islam melalui Ahmadiyyah menganggap Nabi Isa itu adalah seorang manusia dan seorang Utusan Tuhan yang pernah hidup dan sekarang sudah wafat meninggalkan dunia ini. Kepercayaan orang-orang Muslim adalah berdasarkan ayat-ayat dari Kitab Suci Alqur-aan yang berikut: ‘Idz qaalallaahu ya ‘iisa inni mutawafiika wa raafi’uka illaya wa muthahhiruka minal ladziina kafaruu wa jaa’ilul ladziinat taba’uuka fauqal ladziina kafaruu ilaa yaumil qiyaamati tsumma ilayya marji’ukum fa ahkumu bainakum fii maa kuntum fiihi takhtalifuun’ – “Ingatlah ketika Allah berfirman ‘Hai Isa, sesungguhnya Aku akan mematikan engkau secara wajar dan akan meninggikan derajat engkau di sisi-Ku dan akan membersihkan engkau dari tuduhan orang-orang yang ingkar dan akan menjadikan orang-orang yang mengikut engkau berada di atas orang-orang yang ingkar sampai Hari Kiamat; kemudian kepada Aku-lah engkau kembali, lalu Aku akan menghakimi di antaramu tentang apa yang kamu perselisihkan.” (Surah Aali ‘Imraan, 3:56). ‘Wa qaulihim innaa qatalnal masiiha ‘iisabna maryama rasuulallaahi wa maa qataluuhu wa maa shalabuuhu walaakin syubbiha lahum wa innal ladziinakh talafuu fiihi lafii syakkim minhu maa lahum bihii ‘ilmin illat tibaa’azh zhaani wa maa qataluuhu yaqiinaa’. – “Dan ucapan mereka, ‘Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa Ibnu Maryam, Rasul Allah, padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak pula mematikannya di atas salib, akan tetapi disamarkannya kepada mereka seperti telah mati di atas salib. Dan, sesungguhnya orang-orang yang berselisih dalam hal ini niscaya ada dalam keraguan tentang ini; mereka tidak mempunyai pengetahuan yang pasti tentang ini melainkan menuruti dugaan, dan mereka tidak membunuhnya dengan yakin;”(Surah An Nisaa’, 4:158). Dalam menjelaskan ayat yang pertama tadi, Hadhrat Masih Mau’ud a.s. mengatakan bahwa Tuhan menyatakan empat dari perbuatan-Nya dalam urutannya yang benar di sini. Yakni, Dia telah me-wafatkan Nabi Isa, mengangkat, meninggikan dan membawanya kepada-Nya, membersihkannya dari tuduhantuduhan orang-orang yang ingkar serta menempatkan orang-orang yang mengikuti Nabi Isa ini berada di atas orang-orang yang ingkar. Hudhur mengatakan, dengan secara jelas urutan kejadian tersebut telah disebutkan dalam urutan yang benar. Satu, orang yang dipanggil kepada Tuhan itu pertama-tama harus mengalami kematian; setelah kejadian ini barulah ia itu diangkat. Sebagaimana ayat 29 dari Surah Al Fajr (89) menyatakan: ‘Ijri’ii ilaa rabbiki raahiyatam mardhiyyah’. – “Kembalilah kepada Tuhan-mu dengan ridha dan diridhai”. Tuhan telah membuat Nabi Isa a.s. itu wafat kemudian mengangkatnya, meninggikannya. Dikatakan tentang orang-orang yang shaleh bahwa Tuhan mengangkat orang itu kepada-
Nya. Tuhan itu berada di mana-mana, mengapa lalu orang ber-asumsi bahwa orang-orang ini secara pisik naik ke Langit? Tuhan berfirman kepada Nabi Isa a.s. bahwa Dia akan membersihkan Nabi Isa terhadap tuduhantuduhan yang dilemparkan kepada beliau. Ini merujuk pada orang-orang Yahudi yang menginginkan beliau itu mati dalam kematian yang terkutuk [yaitu pada Tiang Salib, sesuai Kitab mereka]. Ayat-ayat Alqur-aan ini memberikan khabar suka kepada Nabi Isa a.s. bahwa beliau akan wafat dengan secara pisik dan akan dibawa naik kepada Tuhan serta dibersihkan dari semua tuduhan-tuduhan tersebut. Kata Bahasa Arab ‘tawaffi’ yang ada dalam ayat tersebut dengan secara melimpah berarti satu kematian yang wajar, berlainan dengan mati karena kecelakaan dll. Hudhur aba. mengatakan, orang tidak akan dapat mengerti Tafsir Alqur-aan yang ditulis oleh Hadhrat Masih Mau’ud a.s., kecuali kalau dibaca dengan hati yang bersih. Hudhur aba. menjelaskan bahwa Hadhrat Masih Mau’ud a.s. juga telah menguraikan bahwa para imam pemimpin agama yang prejudiced atau berprasangka di zaman ini, adalah persis seperti orang-orang Yahudi [zaman dahulu], yang meng-interpolasi Kata-kata dari Tuhan dalam ayat yang disebutkan tadi untuk membuktikan bahwa Nabi Isa itu masih hidup. Mereka mengatakan bahwa urutan di mana ‘mati secara wajar’ dan ‘di-angkat ke atas’ itu [dalam QS 3:56] dibacanya dengan tidak benar, di mana “mati”itu harus disebut setelahnya “di-angkat”. Sangat disayangkan sekali bahwa mereka itu telah mengotori Kata-kata dari Tuhan yang paling elokuen – yang paling mengesankan itu. Walaupun mereka itu telah meniru usaha-usaha seperti yang dilakukan orang Yahudi, mereka itu tidak pernah berhasil. Hudhur aba. selanjutnya membaca tulisan-tulisan Hadhrat Masih Mau’ud a.s. dengan merujuk pada riwayat Hadhrat Ibnu Abbas r.a. seorang Ahli Tafsir Kitab Suci Alqur-aan peringkat pertama yang menyatakan bahwa Nabi Isa a.s. itu wafat dalam kemtian alamiah. Hadhrat Masih Mau’ud a.s. menyatakan bahwa setiap penyebutan kata tawaffi di dalam Kitab Suci Alqur-aan memberi arti kematian alamiah. Ia mengatakan jika Nabi Isa a.s. itu di-angkat ke Langit maka penyusunan kata-katanya –phraseology- akan berbeda. Pertamatama akan disebutkan kematian, kemudian dihidupkan kembali, lalu diangkat ke Langit. Namun, tidaklah begitu urutannya dalam ayat Alqur-aan itu, Oleh karena itu, ini membuktikan bahwa Nabi Isa a.s. wafat dalam kematian yang natural dan kata ‘Raafi’’ di sana berarti pengangkatan ruh atau jiwanya. Hudhur aba. mengatakan Hadhrat Masih Mau’ud a.s. telah banyak menulis dengan secara lengkap dan mendalam perihal wafatnya Nabi Isa a.s. Semoga Tuhan memberikan kepada orang-orang Muslimin pikiran yang sehat untuk meninggalkan konsep “naik ke Langit” itu dan mengikuti Al-Masih-nya Muhammad, memenuhi kata-kata dari Y.M. Nabi Muhammad s.a.w. untuk menyampaikan - ucapan Salaam – beliau s.a.w. kepada Al-Masih. Orang-orang Ahmadi juga harus diingatkan bahwa adalah dengan melalui buku-buku-nya Hadhrat Masih Mau’ud a.s., mereka ini dapat menemukan argumentasi, bukti-bukti dan alasan untuk membuktikan kewafatannya Nabi Isa a.s.. Hudhur aba. mengatakan ada orang-orang yang sudah ber-asimilasi dengan keadaan lingkungannya di sini yang berpikiran bahwa buku-bukunya Hadhrat Masih Mau’ud a.s. barangkali sulit untuk dapat dimengerti, oleh karena itu literature lainnya harus dipersiapkan. Hudhur aba. mengatakan bahwa ini bisa saja dikerjakan dengan baik asal didasarkan atas tulisan-tulisannya Hadhrat Masih Mau’ud a.s.. Adalah salah untuk memiliki pikiran bahwa dikarenakan buku-buku tersebut sulit untuk dapat dimengerti sehingga para pemuda-pemudinya tidak dapat mempelajarinya di mana literature itu hanyalah sarana yang tersedia di sub-continent ini. Hudhur aba. mengatakan, adalah untuk Jama’at dan untuk Organisasi Badan-badan Jama’at untuk menarik perhatian atas tulisan-tulisan ini, sebab kalau tidak begitu maka secara sedikit demi sedikit mereka akan hanyut menjadi jauh dari tulisan-tulisan ini. Ke-agungan dari kata-kata yang asli dari Hadhrat Masih Mau’ud a.s. ini tidak dapat diterbitkan dalam bentuk intisari, ringkasan dsb. Tulisan-tulisan beliau ini sedang diterjemahkan dan lima jilid ‘Essence of Islam’ sudah selesai. Anggota-anggota Jama’at yang bisa ber-bahasa Inggris harus membaca buku-buku ini. Tidak jadi persoalan betapa banyak yang hilang dalam terjemahan buku-buku tersebut, yang sudah diterjemahkan ini harus dibaca. Hudhur aba. berharap terjemahan buku-buku ‘Baraheen e Ahmadiyya’ [karya-saintifik-art, magnum opus-nya Hadhrat Masih Mau’ud a.s.] akan selesai tidak lama lagi. Mereka yang bisa ber-Bahasa Urdu haruslah memiliki complete set buku-buku Hadhrat Masih Mau’ud a.s. ini. Edisi barunya sedang diterbitkan dan diharapkan sudah akan siap pada Jalsah Salanah nanti, Insya Allah. Hudhur aba. mengatakan adalah sangat penting untuk membaca tulisan-tulisan dari Hadhrat Masih Mau’ud a.s. agar benar-benar mengerti Kitab Suci Alqur-aan. Semoga Allah SWT. memberi taufik dan kemampuan kepada kita semua untuk dapat mengamalkan hal ini. PPSi / Mersela, 8-7-2009