Pembaharuan Pemerintahan Desa

Page 1

FLAMMA Edisi Khusus/Th. I/ Agustus - September/2008

kumuliakan diriku dengan ilmu dan perjuangan

PROSES PEMBAHARUAN PEMERINTAHAN DESA


Salam Penanggung Jawab Sigit Giri wibowo

Dewan Redaksi Dedy Ramanta Budhi Pahlevi

Reporter Saepul Ponco Adi Waluyo Wakhida Nurhayati Niswita Putri Acep Atmaja Agus M Ester Syamsi Hs Dedi Rosadi Romli

Administrasi & keuangan Dwita Handayani

Pembantu Umum Siswaya

buletin FlammA Diterbitkan oleh sekolah demokrasi Tangerang atas dukungan komunitas demokrasi Indonesia bekerjasama dengan IRE YogYakarta Sekretariat Redaksi: Ruko Taman Palma Blok F1/15R Citra Raya, Cikupa, Tangerang. Telp: 021 – 5961198, 021 - 98494763

E-mail: simpul_tangerang@yahoo.com

FLAMMA 2

Menuju kesejahteraan masyarakat desa dalam bingkai desentralisasi, otonomi dan demokratisasi desa

D

esentralisasi dan demokratisasi adalah sebuah keniscayaan dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan desa yang baik. Pemerintahan desa meliputi Badan Permusyawaratan desa dan pemerintah desa (kepala desa beserta jajarannya). Gema suara yang menuntut pembaharuan terus membahana, karena posisi desa selama kekuasaan orde baru selalu termarginalkan baik dari aspek regulasi maupun orientasi kebijakan pembangunan yang bersifat sentralistis. Pembaharuan pemerintahan desa adalah dengan upaya mewujudkan tata kelola pemerintahan yang transparan, akuntabel dar responsif dalam menyikapi masalah serta mengelola sumber daya lokal desa. Hal yang lebih penting dalam mewujudkan cita-cita tersebut adalah penguatan partisipasi masyarakat dalam memperkuat peran BPD, serta partisipasi aktif dalam menghidupkan ruh (nilai-nilai) demokrasi lokal yang termanisfestasi dalam berbagai warisan budaya seperti gotong royong, rembug desa yang kini mulai terkikis oleh deru arus globalisasi. Sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di desa. Angka statistik ini bukanlah kategori nominal tetapi memperlihatkan bahwa desa menjadi basis penghidupan sebagian besar rakyat Indonesia dan

desa menjadi komunitas hidup bagi masyarakat grass root. Namun dalam perjalanan sejarah republik ini, posisi desa cenderung termarginalisasikan, sebagian besar masyarakat desa masih belum dapat merasakan manfaat pembangunan bahkan masih banyak yang hidup di dalam garis kemisikinan . Hal tersebut mengundang banyak perhatian dari berbagai kalangan masyarakat, mahasiswa, aktivis lembaga swadaya masyarakat, NGO, dan akademisi. Harapan utama melalui otonomi yang dimiliki desa, pemerintahan desa bisa membuat masyarakat desa lebih sejahtera dalam menjalankan kehidupannya. Upaya untuk mewujudkan cita-cita tersebut semakin mudah dicapai dengan lahirnya UU Nomor 22 Tahun 1999 yang diganti UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah yang memberi ruang khusus kepada desa untuk menata pemerintahannya dalam bingkai demokratisasi dan desentralisasi Buletin Flamma edisi ini hadir memotret fenomena demokratisasi desa di Tangerang. Buletin Flamma dikelola oleh peserta Sekolah Demokrasi Tangerang. Semoga kehadiran kami dapat mengantarkan pemikiranpemikiran progresif sehingga memberikan sumbangsih untuk menata wajah kehidupan desa di Tangerang dalam rangka mewujudkan cita-cita ideal demokrasi yaitu kesejahteraan rakyat. Redaksi

T:

J:

pekerjaan, tapi orang yang batas alokasi anggaran yang kehilangan pekerjaan. Artinya harus dialokasikan perusahaan, kita harus mendata apa pekerjaan menentukan program-program sebelum dan sesudah terjadinya apa yang harus diberikan industrialisasi. Jadi kita punya oleh perusahaan, menentukan data tentang sejumlah orang yang bagaimana mengimplementasikan kehilangan pekerjaan. program dan sebagainya. Kalau Kedua, kita membuka itu diserahkan oleh perusahaan dialog dengan pemerintah maka yang terjadi adalah setempat tentang kemungkinan kekuasaan perusahaan menjadi memecahkan masalah. Dari kita lebih besar dan semakin besar, sendiri tentu bisa menawarkan karena sekarang perusahaan tidak alternatif pemecahan masalah, hanya memiliki usaha profit tapi misalnya memprioritaskan juga dia mengontrol kehidupan pekerjaan yang ada yang muncul sosial masyarakat. dari indutrialisasi kepada orang setempat, itu salah satu T: Bisa diceritakan upaya ELSAM alternatif, atau misalnya juga melakukan advokasi hak-hak pemerintah daerah selain memiliki ekonomi, sosial dan budaya program industrialisasi juga masyarakat desa selama ini? mengalokasikan anggarannya J: Kami mencoba pertama-tama untuk membuka program-program menggali dari masyarakat, apa yang menjamin pekerjaan, yang mereka anggap sebagai misalnya program-program pelanggaran hak ekonomi, sosial pembangunan yang membutuhkan dan budaya. Jadi kami memulai pekerjaan atau membuka programdengan meminta masyarakat program kredit untuk usaha kecil. mendata kira-kira di dalam satu Jadi bagaimana supaya orientasi daerah ada rumah sakit atau tidak, atau prioritas pemerintah di ada sekolah atau tidak. Kira-kira daerah tidak hanya membuka keadaan rumah sakitnya seperti lahan industrialisasi tetapi juga apa, fasilitasnya seperti apa, memikirkan langkah-langkah rumah sakitnya dekat dengan program pembangunan yang masyarakat atau jauh. Apakah lain, dalam hal ini saya kira akan masyarakat perlu mengeluarkan sangat lebih sulit untuk meminta ongkos untuk sampai ke rumah pemerintah untuk menutup industri sakit atau tidak, apakah atau melakukan langkah-langkah masyarakat mengeluarkan biaya deindustrialisasi. Pilihan itu tinggi atau tidak. Jadi keinginan akan lebih sulit karena biasanya kami dalam hal hak-hak ekonomi, industrialisasi itu program sosial dan budaya kita mulai nasional, sehingga pemerintah dengan data dari masyarakat. Apa daerah punya kewajiban untuk yang mereka lihat, mereka alami, melaksanakan, kalau dia dihadapi baik itu pendidikan, kesehatan untuk tidak melaksanakan, ketersedian air dan sebagainya. maka dia dianggap melanggar Setelah itu biasanya datapemerintah. data tersebut kami jadikan laporan untuk disampaikan kepada Dalam dunia industri ada pemerintah daerah, biasanya kami program CSR (Community Social itu mengumpulkan data di daerahResponsibility), anda menyikapi daerah dimana ada investasi program CSR berfungsi selama yang ekonomi besar, misalnya ini? daerah perkebunan, atau daerah Kaya kira CSR hanya mungkin pertambangan. Tujuan kami berfungsi kalau pemerintah adalah kita mau melihat seberapa terlibat di dalamnya menentukan besar usaha-usaha ekonomi

ini dirasakan mamfaatnya oleh masyarakat. Kalau ternyata disitu hasil data-data masyarakat ternyata tidak ada rumah sakit, tidak ada sekolah atau ada tapi kualitasnya sangat buruk, maka kami akan bisa menyampaikan kepada pemerintah bahwa usaha-usaha ekonomi yang diselenggarakan pemerintah ini tidak membawa mamfaat buat masyarakat. masyarakat justru menjadi semakin miskin. Dengan itu kami akan meminta kepada pemerintah untuk memastikan bahwa usaha-usaha ekonomi itu tidak merugikan atau melanggar hak ekonomi, sosial dan budaya. Jadi kami memulai dengan membangun dialog dengan pemerintah, tetapi kami juga mensosialisasikan hasil data-data ini kepada masyarakat . T:

J:

T:

J:

Gerakan sosial apa yang paling efektif untuk menekan pemerintah atau negara untuk mengakui, melindungi bahkan melaksanakan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya ini? Yang paling efektif adalah gerakan sosial yang terorganisir, terpadu, dan menguasai selukbeluk pembuatan kebijakan dan ke pemerintahan. Gerakan sosial yang terlalu jauh dari dunia pembuatan kebijakan dan kepemerintahan biasanya akan mudah ditipu oleh elit-elit pembuat kebijakan. Terakhir, Apa harapan anda dengan penerbitan buletin Flamma dari Sekolah Demokrasi Tangerang ini? Saya berharap media ini menjadi sumber pengetahuan bagi masyarakat luas. Saya berharap bahwa menjadi rujukan utama bagi masyarakat luas dan secara khusus menjadi sumber informasi bagi kelompok perempuan yang selama ini biasanya dalam proses demokrasi selalu tertinggal.

FLAMMA

27


beranda Pembaharuan Pemerintahan Desa Sebuah Kebutuhan Dalam Menjawab Tantangan Zaman

” Ada fakta bahwa mayarakat desa termarginalkan” Dra. I Gusti Agung Putri Astrid Kartika, MA. (Direktur Eksekutif ELSAM)

A

da wacana pembangunan telah memarginalkan masyarakat desa. Dalam konteks lokal Tangerang T: terjadi banyak pengalih fungsian tanah menjadi industri. Adakah indikasi pelanggaran HAM khususnya dalam konteks hak ekonomi, sosial dan budaya? Berikut ini wawancara Romli, J: Reporter buletin Flamma dengan direktur ELSAM, Dra. I Gusti Agung Putri Astrid Kartika, MA Sabtu (27/07) di Sekolah Demokrasi Tangerang T: J:

T: J:

Apa yang dimaksud hak ekonomi, sosial dan budaya itu? Hak ekonomi, sosial, budaya, itu hak manusia yang diakui oleh masyarakat dunia khususnya di bidang ekonomi, sosial dan budaya. Apa kewajiban negara terkait dengan hak ekonomi, sosial dan budaya tersebut? Kalau kita melihat bagaimana T: masyarakat internasional memutuskan apa yang menjadi kewajiban negara itu tercantum di konvensi internasional tentang hak sosial, ekonomi dan budaya, disitu dirumuskan ada J: tiga kewajiban dasar negara. pertama adalah kewajiban negara untuk menghargai hak ekonomi, sosial, dan budaya. Kedua kewajiban negara untuk memenuhi hak ekonomi sosial budaya. Ketiga kewajiban negara

FLAMMA

26

untuk melindung (jaminan) atas hak ekonomi, sosial dan budaya. Ada wacana selama ini masyarakat desa termarginalkan akibat kebijakan negara, bagaimana anda menyikapi hal tersebut dari perspektif HAM? Saya kira, ada fakta bahwa mayarakat desa termarginalkan itu diakui baik oleh masyarakat maupun pemerintah itu sendiri. Dan ini sumbernya sebagian besar orientasi pembangunan kita yang terutama bukan diarahkan T: memperkuat ketahanan lokal tapi orientasinya adalah menghasilkan barang-barang yang bisa dijual di pasar internasional. Dengan orientasi pembangunan seperti itu J: maka titik beratnya pembangunan bukan masyarakat desa, tapi titik beratnya adalah lembagalembaga atau institusi yang bisa menghasilkan keuntungan. Ketika industrialisasi masuk desa, terjadi pengalihfungsian tanah. Sawah menjadi perumahan dan industri. Adakah indikasi pelanggaran hak ekonomi, sosial dan budaya? Saya kira pengalihanfungsi tanah T: menjadi industri itu sendiri belum bisa dikatakan pelanggaran hak ekonomi sosial, dan budaya. J: Selama di dalam pengalihanfungsi itu ada jaminan bagi masyarakat akan hak atas pangan, hak atas pekerjaan, hak atas pendidikan,

hak atas jaminan sosial dan sebagainya, ada sekitar sepuluh hak yang diakui di konvensi hak ekonomi, sosial dan budaya. Jadi alih fungsi itu sendiri belum merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Hanya ketika alih fungsi tersebut membawa akibat pada kurangnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi hak ekonomi, sosial, budaya, maka alih fungsi itu menjadi masalah hak asasi manusia Ketika terjadi penggangguran di desa akibat pengalihfungsian tanah tersebut, apa itu termasuk pelanggaran hak asasi manusia? Iya, terjadi pelanggaran hak atas pekerjaan, karena di dalam konvensi itu dikatakan bahwa negara berkewajiban memberi akses seluruh masyarakat kepada hak atas pekerjaan, kalau akses itu dihilangkan maka dengan sendirinya negara telah melanggar hak ekonomi, sosial dan budaya, kecuali pengalihan fungsi itu tidak menutup akses terhadap masalah pekerjaan. Bagaimana upaya advokasi terhadap korban dari hal tersebut? Saya kira ada beberapa tahap yang harus dilakukan. Pertama kita harus mendata jumlah orang yang kehilangan pekerjaan , jadi bukan orang yang tidak punya

Pilkades adalah salah satu wujud demokratisasi desa

P

asca suara

reformasi bergulir, tuntutan pembaharuan

pemerintahan desa semakin kuat. Pola pikir masyarakat mulai kritis dan terbuka, demikian halnya juga dengan masyarakat desa. Hal tersebut tidak terlepas dari kondisi tata pemerintahan desa yang dinilai masih kurang baik dan tidak sesuai dengan tuntutan dan perkembangan kebutuhan masyarakat. Pemerintahan desa itu sendiri didalamnya meliputi kepala desa dan BPD. Iik, mahasiswa salah satu perguruan tinggi swasta di Tangerang, mengatakan kekecewaannya terhadap aparatur desa tempat dia akan melaksanakan program Kuliah Kerja Kemasyarakatan. Iik mengatakan, ketika melakukan kunjungan ke kantor desa, kepala desa tempat dia melaksanakan program Kuliah Kerja kemasyarakatan tersebut tidak pernah ada di tempat, padahal dia dan kawan-kawannya mengharap bisa bertemu dan menyampaikan program kegiatannya di desa tersebut. ”Beberapa kali saya datang ke desa tersebut dalam rangka persiapan melaksanakan kegiatan K3 ini (Kuliah kerja

FLAMMA

3

Kemasyarakatan), pak lurah tidak pernah ada di tempat,” katanya kepada Flamma. Menyikapi hal tersebut, Iik sangat mengharapkan terjadi perubahan sikap serta mentalitas aparatur desa tersebut. ”Walau bagaimanapun mereka adalah pelayan masyarakat yang harus melaksanakan tugasnya, saya berharap ke depan terjadi perubahan, tidak seperti saat ini,” tambahnya Upaya Pembaharuan Pembaharuan pemerintahan desa adalah sebuah keniscayaan. Pintu perubahan telah terbuka lebar di era reformasi ini. Berbagai gerakan masyarakat desa bersuara membahana menuntut perhatian pemerintah pusat untuk melakukan berbagai perubahan terkait dengan pemerintahan desa. Wacana desentralisasi dan demokratisasi desa terus menguat. Salah satu faktor terpenting adalah upaya pembaharuan pemerintahan desa sehingga menghasilkan tata pemerintahan desa yang baik (good governance). Benyamin Davnie, Kepala Bappeda Kabupaten Tangerang mengatakan demokrasi ditingkat pedesaan sangat penting, karena akan menjadi modal utama bangsa ini. “Di tingkat desa kita harapkan tentunya demokrasi ini akan terus mewarnai kehidupan pemerintahan desa. Modal utama bangsa ini justru ada di tingkat desa, kehidupan masyarakat di tingkat desa, musyawarah, gotong royong, mufakat, tolong menolong, swadaya, itu merupakan akar atau sendi-sendi otonomi di tingkatan yang lebih tinggi lagi, atau demokrasi di tingkat lebih tinggi lagi. Jangan ada upaya-upaya untuk menihilkan hal-hal yang tadi, jangan ada upaya untuk

menghilangkan adat istiadat atau sendisendi demokrasi yang ada di tingkat desa, karena itu akan membunuh secara perlahan demokrasi di tingkat yang lebih tinggi lagi,” Ujarnya. Good governance lebih populer dipahami sebagai pengelolaan pemerintahan yang menjujung tinggi transparansi, akuntabilitas dan responsivitas, rule of law, serta berbasis pada partisipasi masyarakat. Sarda Syarif, kepala desa Gembong, Balaraja yang berhasil mengantarkan desanya menjadi juara satu lomba antar desa tingkat provinsi Banten mengatakan pembaharuan bisa dimulai dengan perubahan paradigma berfikir kepala desa. Dari paradigma berfikir konservatif yang menganggap kepala desa sebagai penguasa ke paradigma progresif, yaitu kepala desa sebagai pelayan masyarakat. ”Kepala desa adalah abdi masyarakat. Kepemimpinan kepala desa harus diawali dengan niat yang baik serta tulus dan diiringi oleh cinta, yaitu untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik, membangun kerja sama yang baik dengan BPD serta mampu mengayomi masyarakat dengan memberikan pelayanan optimal,” tuturnya Pendapat Sarda Syarif tersebut diamini oleh Haji Andi, Sekretaris BPD desa Gembong. Andi mengatakan bahwa pembaharuan itu sangat penting. Perubahan tipe kepemimpinan dari pendekatan klasik kepada tipe kepemimpinan yang bersifat progresif. ”Sekarang ini kantor pemerintahan desa slogannya pusat pemerintahan desa, ke depan harus diganti dengan slogan pusat pelayanan masyarakat,” paparnya sambil tersenyum


Agenda Pembaharuan Tata pemerintahan desa yang baik yang mengedepankan transparansi, akuntabilitas serta partisipasi masyarakat tidak mungkin begitu saja terjadi tanpa peran aktif dari semua elemen masyarakat. Menyikapi hal tersebut, Nawawi salah satu peserta Sekolah Demokrasi Tangerang kepada Flamma menyatakan setidaknya ada beberapa agenda yang bisa diusung oleh masyarakat jika menginginkan terjadi pembaharuan dalam pemerintahaan desa. ”Saya setuju dengan agenda pembaharuan yang ditawarkan kawan-kawan IRE (Institute Research and Empowerement) Yogjakarta. IRE telah membuat formulasi agenda pembaharuan pemerintahan desa yang sangat baik sekali, jika itu bisa diimplementasikan, hasilnya akan cukup memuaskan,” imbuhnya. Berpijak pada perspektif good governance, IRE mengedepankan sejumlah agenda strategis pembaharuan pemerintahan desa. Pertama, mendorong akuntabilitas, transparansi dan responsivitas penyelenggaraan pemerintahan desa. Sebagai pamong praja yang diberi mandat oleh masyarakat, kepala desa beserta perangkat desa harus sensitif menerapkan prinsip akuntabilitas, transparansi dan responsivitas dalam penyelenggaraan pemerintahan (kebijakan, keuangan dan pelayanan publik). Kedua, memperkuat kapasitas (capacity building) pemerintahan desa dalam mengelola kebijakan, keuangan, pembangunan dan pelayanan publik. Pemerintah desa yang mempunyai kapasitas memadai bukan saja akan memperkuat legitimasinya, tetapi juga mendukung efektivitas dan kinerja penyelenggaraan pemerintahan serta membawa kemajuan desa. Ketiga, membuat parlemen desa (BPD) bekerja lebih baik. BPD harus ditempa kapasitasnya sebagai agen artikulasi kepentingan masyarakat, pembuat kebijakan

FLAMMA

4

desa dan kekuatan kontrol kepada pemerintah desa. Sebagai institusi demokrasi desa, BPD harus menjadi kekuatan perwakilan untuk membangun pemerintahan secara partisipatif ”dari’ rakyat, dikelola secara akuntabel dan transparan ’oleh’ rakyat, dan dimanfaatkan secara responsif ”untuk” rakyat. BPD juga sebagai mediator dan katalisator yang harus berpihak dan berorientasi kepada masyarakat. Keempat, memperkuat partisipasi masyarakat desa dalam konteks pembangunan dan pemerintahan desa. Partisipasi secara subtansif adalah voice, akses dan kontrol masyarakat. Voice terkait dengan penyampaian aspirasi masyarakat (cara, metode dan wadahnya) untuk menentukan dan mempengaruhi kebijakan. Akses terkait dengan ruang bagi masyarakat untuk bisa masuk ke arena pembuatan keputusan maupun menikmati hasil-hasil kebijakan. Akses terkait juga dengan inklusi (siapa saja yang terlibat, yang berarti memasukkan orang-orang lemah, perempuan dan pemuda) serta involvement (bagaimana masyarakat terlibat dalam proses pemerintahan dan pembangunan). Sedangkan kontrol terkait dengan keterlibatan masyarakat mengawasi dan menilai kinerja pemerintah desa maupun BPD. Kelima, membuat dan memperkuat masyarakat sipil (civil society) di tingkat desa. Bagaimanapun civil society yang kuat adalah pilar demokrasi desa. Desa sebenarnya mempunyai elemen-elemen civil society yang sangat beragam, baik dari sisi aktor (organisasi sosial lokal) maupun sisi arena (forum-forum warga maupun gotong royong). Aktor dan arena masyarakat sipil itu jika diperkuat akan menumbuhkan keswadayaan, kebersamaan, kemandirian dan basis partisipasi masyarakat. Keenam, membangun kemitraan antara pemerintah desa, BPD dan masyarakat. oposisi dan kontrol terhadap pemerintah desa (yang mengelola kekuasaan, kewenangan dan

kekayaan) memang sangat diperlukan. Tetapi hal itu tidak dilakukan secara konfrontatif. Yang jauh lebih penting, demokrasi selalu mengajarkan prinsip kebersamaan, kepercayaan dan kemitraan. Ketujuh, membangkitkan rembug desa, sebuah arena demokrasi yang sudah lama hilang karena korporasi negara. Meski desa sudah memiliki BPD, tetapi rembug desa tetap relevan untuk membangun demokrasi, civil society dan good governance di desa. Rembug desa adalah ruang untuk deliberasi (musyawarah) dan komunikasi bersama (pemerintah desa, BPD dan masyarakat) yang akan mendorong akuntabilitas, transparansi dan responsivitas pemerintah desa serta memperkuat partisipasi masyarakat desa. Kedelapan, membuat pengelolaan keuangan desa lebih baik. Kebijakan tidak bermakna apa-apa tanpa dukungan keuangan. Uang adalah alat untuk mewujudkan kebijakan. Tetapi uang bukanlah uang semata, bukan barang administratif. Menyusun anggaran desa bukanlah pekerjaan administratif mengisi blangko yang telah disediakan oleh pemerintah. Uang adalah barang politik langka yang harus dikelola dengan baik berdasarkan prinsip akuntabilitas, transparansi, responsivitas dan partisipasi. Kesembilan, membuat regulasi desa secara baik. Tugas utama pemerintah desa adalah melakukan pengaturan (regulasi) terhadap barang-barang publik maupun masyarakat. Pengaturan yang baik memang harus memperhatikan domensi konteks (relevan dengan kebutuhan masyarakat), konten (mengandung prinsip demokrasi serta memberi ruang untuk kreasi dan partisipasi masyarakat), serta proses (proses penyusunan regulasi berlangsung secara partisipasif. ”Kesembilan agenda tersebut adalah resep untuk mewujudkan pemerintahan desa menjadi demokratis,” tambah Nawawi sambil tersenyum. (**RBL)

perangkat pemerintahan daerah di dinas, badan, kantor dan seterusnya juga mempunyai kesempatan untuk menyikapi atau menampung aspirasi masyarakat. Diolah sedemikian rupa sehingga akhirnya dalam musrenbang kabupaten, dua formula tadi, hasil musrenbang kecamatan dan hasil forum SKPD disatupadukan atau diharmonisasi di tingkat musrenbang kabupaten. Hal-hal yang dapat ditampung oleh APBD kabupaten akan masuk dalam tahapan kegiatan survey, hal-hal yang masuk provinsi akan kita masukan provinsi. Demikian upayaupaya untuk menampung aspirasi masyarakat. T:

Apa hambatan untuk menyelenggarakan rencana pembangunan yang sesuai kebutuhan masyarakat? J: Jumlah anggaran yang terbatas selalu menjadi kendala dalam mewujudkan (memenuhi) kebutuhan masyarakat. Bagaimanapun kabupaten Tangerang dengan 3,4 juta jiwa dengan luas 111.000 hektar, tentunya kebutuhan anggaran dari tahun ke tahun selalu meningkat. Kendala yang lain adalah partisipasi masyarakat dalam mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku. Misalnya kalau untuk kelas jalan tertentu untuk kelas tonase dibawah satu ton, maka kita harapkan ada kepatuhan dari masyarakat untuk tidak melewati dengan kendaraan diatas satu ton. Aparat kita juga harus ditingkatkan kompetensinya untuk menerapkan sanksi bagi masyarakat yang melanggar aturan-aturan yang sudah disepakati tadi. Baik dari pemerintah daerah maupun masyarakat masingmasing harus terus merevitalisasi peran-perannya, meminimalisir kendala-kendala, terus meningkatkan kemampuan menguasai teknologi, meningkatkan kemampuan sumber daya manusia untuk menjawab tantangan pembangunan. T: J:

Apa tujuan dan sasaran rencana pembanguna di Kabupaten Tangerang? Tujuan pembangunan di kabupaten Tangerang adalah untuk menjawab tantangan-tantangan pembangunan.

Ada kurang lebih sembilan tantangan pembangunan yang merupakan isu strategis di kabupaten Tangerang ini, antara lain masalah pengangguran, kemiskinan, pendidikan, kesehatan, pembangunan infrastrukur, layanan pemerintah daerah, kesenjangan pembangunan dan lain-lain yang merupakan sasaran-sasaran pembangunan kita. Tujuan pembangunan kabupaten Tangerang secara maksimal tentunya ingin menciptakan kesejahteraan masyarakat melalui kegiatan atau program-program pembangunan di berbagai sektor, terutama yang sudah diamanatkan oleh ketentuan perundang-undangan khususnya ketentuan-ketentuan pedoman penyusunan APBD. Mudahmudahan tujuan-tujuan pembangunan tadi dapat diwujudkan dalam waktu yang tidak terlampau lama. Tapi kami menyadari bahwa peradaban manusia menyebabkan tantangan-tantangan pembangunan yang ada di kabupaten Tangerang ini terus berubah, sehingga hal yang kami lakukan selain menjawab tantangan pembangunan adalah mempersiapkan untuk menjawab tantangan kemajuan peradaban zaman tadi. T:

Bagaimana upaya untuk mengoptimalkan fungsi musrenbang? J: Peran masyarakat dari sisi kehadiran di musrenbang pada dasarnya sudah sangat baik, sudah katakanlah mencapai sembilan puluh persen dari stakeholder yang semestinya hadir dan di undang oleh penyelenggara musrenbang baik di tingkat desa maupun di tingkat kecamatan. Persoalannya adalah pada bagaimana mereka mampu menyuarakan kebutuhan pembangunan di lingkungan tempat mereka tinggal. Jadi dari aspek kualitas, musrenbang masih harus terus ditingkatkan. Kami mencoba untuk meluncurkan program-program yang dapat dilaksanakan oleh tingkat desa dan tingkat kecamatan, agar musrenbang ini bisa menjawab kebutuhankebutuhan pembangunan. Masyarakat kita harapkan dapat berperan aktif, karena masyarakatlah yang paling tahu kebutuhan pembangunan yang

ada di lingkungannya. Persoalannya adalah bagaimana masyarakat mampu membawa kebutuhan itu ditataran musyawarah perencanaan pembangunan. T:

Apa harapan anda dari demokratisasi di desa? J: demokrasi itu tentunya milik kita semua. Demokrasi adalah bagaimana masyarakat, setiap stakeholder mampu mengekspresikan apa yang ada di dalam pikiran-pikirannya, baik di dalam memilih pimpinan, menentukan jalannya arah suatu negara, membuat perencanaan dan banyak lagi halhal yang sejatinya diinginkan oleh demokrasi itu sendiri. Tetapi tentunya demokrasi dapat tumbuh dan berkembang ditunjang oleh paling tidak dua hal penting, yang pertama pendidikan dan yang kedua kesejahteraan (ekonomi). kalau dua hal ini terus kita bangun, suatu saat akan mencapai titik ekuilibirumnya (keseimbangan). Maka demokrasi akan tumbuh, masyarakat tidak perlu lagi melihat kampanye arak-arakan yang besar-besaran yang menghabiskan energi, tapi masyarakat cukup melihat programnya. Di tingkat desa kita harapkan tentunya demokrasi ini akan terus mewarnai kehidupan pemerintahan desa. Modal utama bangsa ini justru ada di tingkat desa, kehidupan masyarakat di tingkat desa, musyawarah, gotong royong, mufakat, tolong menolong, swadaya, itu merupakan akar atau sendi-sendi otonomi di tingkatan yang lebih tinggi lagi, atau demokrasi di tingkat lebih tinggi lagi. Jangan ada upaya-upaya untuk menihilkan halhal yang tadi, jangan ada upaya untuk menghilangkan adat istiadat atau sendisendi demokrasi yang ada di tingkat desa, karena itu akan mebunuh secara perlahan demokrasi di tingkat yang lebih tinggi lagi.

FLAMMA

25


beranda

”Jangan ada upaya untuk menghilangkan adat istiadat atau sendi-sendi demokrasi yang ada di tingkat desa”

PARLEMEN DESA Upaya Menghidupkan Ruh Demokratisasi di Desa

BENYAMIN DAVNIE (Kepala Bappeda Kabupaten Tangerang)

Proses demokrasi terjadi dalam kegiatan rencana pembangunan yang diimplementasikan dalam musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang). Namun sejauh mana efektifitas musrenbang dalam menampung aspirasi masyarakat, berikut wawancara Reporter buletin Flamma Saepul dengan Benyamin Davnie, Kepala Bappeda Kabupaten Tangerang, Sabtu (02/08) di Sekolah Demokrasi Tangerang.

T: J:

T: J:

Sejauh mana proses keterlibatan desa (kelurahan) dalam perencanaan pembangunan? Perencanaan anggaran di tingkat desa atau kelurahan dituangkan (diwadahi) dalam musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) di tingkat desa (kelurahan). Disana seluruh stakeholder terlibat dan berperan secara aktif untuk merumuskan kebutuhankebutuhan pembangunan di tingkat desa. Mereka yang akan mengambil keputusan mengenai apa saja yang akan dilaksanakan oleh swadaya masyarakat dan apa saja yang akan diajukan ke tingkat yang lebih tinggi. Sejauhmana peran desa dalam upaya pengentasan pengangguran dan kemiskinan? Peran desa sebetulnya sangat besar sekali. Pertama dari sisi pendataan. Mereka mempunyai peran untuk melakukan pendataan, siapa dan dimana masyarakat yang miskin dan masyarakat yang menganggur. Kedua, melalui musrenbang (musyawarah rencana pembangunan), mereka harus mengusulkan program-program kegiatan yang menyelesaikan dan memberikan pekerjaan bagi masyarakat

FLAMMA

24

miskin dan menganggur tadi. Kabupaten (Pemda Kabupaten Tangerang) sudah menyiapkan program yang namanya replikasi PNPM mandiri dengan basis padat karya dan partisipasi masyarakat. Dengan data yang tepat, kemudian diharmonisasi dengan program Pemerintah Daerah (Kabupaten Tangerang) kami yakini bahwa itu akan menyelesaikan atau mengatasi program-program pengangguran dan kemiskinan. Tapi lagi-lagi harus diawali dari data yang sangat akurat. T:

Sejauhmana tugas pembantuan atau kewenangan desa di sektor kesehatan dan pendidikan? J: Di sektor pendidikan dan kesehatan, secara mendasar menjadi tugas utama pemerintah daerah. Dimanapun pemerintah itu berada, khususnya pemerintah daerah kabupaten atau kota berada.Tapi tidak lepas tentunya dari peran pemerintah desa untuk mendorong penyelenggaraan sektor pendidikan dan kesehatan. Ada beberapa hal yang harus dilakukan pemerintahan desa. Pertama, seringkali pembangunan fisik (bangunan pendidikan dan bangunan kesehatan) terkendala oleh masalah tanah. Kami berharap kepala desa atau pemerintahan desa dapat menyiapkan alokasi tanah untuk dibangun sekolah baik tingkat SD, SLTP maupun SLTA. Kedua, Pemerintah Daerah juga sudah memiliki programprogram wajib belajar sembilan tahun. Kami harapkan kepala desa dapat mengerahkan, dapat mensosialisasikan, dapat mendorong masyarakatnya untuk mengikuti program wajib belajar sembilan tahun. Jadi tidak ada lagi anak didik kita yang tidak bisa bersekolah, karena pemerintah sudah menyediakan

ejak berlakunya UU Nomor 22 Tahun 1999, harapan publik akan terjadinya demokratisasi di level desa menguak demikian kuat. Terutama ketika secara formal partisipasi masyarakat desa diwadahi dalam lembaga yang bernama Badan Perwakilan Desa (BPD) sebagai pengganti Lembaga Musyawarah Desa (LMD). Keberadaan lembaga demokrasi desa memang memberi jaminan berjalannya prosedur demokrasi dilevel desa. Saluran partisipasi yang dulu tersumbat, kini mulai bisa disalurkan melalui lembaga tersebut. Mekanisme checks and balances sedikit banyak juga mulai berjalan.

saluran-saluran formal karena adanya ruang demokrasi secara formal-prosedural belum tentu menjamin terwujudnya demokrasi secara substansif. BPD menjadi arena baru bagi kekuasaan, representasi dan demokrasi desa. BPD dilahirkan sebagai bentuk kritik terhadap LMD. Pembentukan BPD melibatkan secara aktif partisipasi masyarakat. Ia menjadi arena demokrasi perwakilan yang lebih baik ketimbang LMD. Berbeda dengan LMD masa lalu yang ditunjuk oleh lurah, BPD sekarang dipilih dengan melibatkan masyarakat. Ajhari, S.Pd, Ketua Badan Perwakilan desa (BPD) Desa Lengkong Kulon,

legislatif desa, karena menjadi wahana serta sarana perjuangan kepentingan masyarakat terkait dengan upaya memperkuat proses demokratisasi di tingkat desa. “Secara normatif, BPD dikonsepkan sebagai lembaga perwakilan masyarakat desa yang memiliki fungsi mengayomi adat istiadat, membuat peraturan desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintah desa,” katanya. Sementara itu, Alan, salah seorang aktivis Jaringan Intelektual Muda Desa (JIMDA) mengatakan, idealnya kehadiran BPD akan membawa perubahan dinamika sosial dan politik di tingkat desa, karena selama pemerintahan orde baru, pemerintahan desa bergerak secara sentralistis tanpa mekanisme kontrol yang terbukti memandulkan partisipasi masyarakat. “Jika pun ada ada lembaga yang mengatasnamakan masyarakat dalam struktur pemerintahan desa pada masa orde baru, semua tidak berfungsi optimal, pemerintahan desa terkesan elitis dan tidak mampu mengayomi kepentingan masyarakat secara luas,” paparnya. H. Andi, Sekretaris BPD Desa gembong mengatakan, BPD selain memiliki fungsi legislatif juga sebagai mitra pemerintah desa (kepala desa-red) dalam menjalankan pemerintahan, dalam konsep kemitraan tersebut adanya konsep kesejajaran, “Dua hal yang senantiasa kita terapkan adalah koordinasi dan konsultasi dalam menyikapi

Tetapi mendorong demokratisasi desa tidak bisa semata-mata hanya disandarkan pada

Kecamatan Pagedangan mengatakan BPD memiliki posisi strategis sebagai lembaga

permasalahan yang ada diwilayah berkaitan dengan aspirasi masyarakat. Namun,

subsidi dan beasiswa untuk mereka. T:

Kenapa transparansi di pemerintahan desa terkesan belum terealisasi? J: Memang transparansi di tingkat Pemerintahan Desa harus terus di dorong. Itulah salah satu tujuan pemerintah mengadakan badan yang namanya Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Ditingkat badan ini yang menjadi mitra adalah Kepala Desa. Dimusyawarahkan berbagai macam kegiatan termasuk laporan pertanggungjawaban Kepala Desa kepada masyarakat melalui badan ini. Jadi transparansi di tingkat pemerintahan desa harus diolah, diselenggarakan melalui Badan Permusyawaratan Desa. Kepala Desa juga memiliki kewajiban untuk membuat laporan kepada kecamatan. Tapi sering kali ini yang menjadi kendala adalah kemampuan sumber daya manusia ditingkat desa yang belum merata. Ada desa yang bagus sumber daya manusianya, dari mulai kepala desa sampai kepada perangkatperangkat dibawahnya. Ada juga desa yang sumber daya manusianya sangat terbatas. Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang sudah meluncurkan berbagai macam program dan kegiatan untuk pelatihan-pelatihan bagi sumber daya manusia perangkat pemerintahan desa ini antara lain peningkatan kompetensi kepala desa terpilih dan sudah terpilih. T: J:

Apakah dalam penganggaran pembangunan ada program yang diprioritaskan? Musrenbang tentunya menjadi alat utama kita untuk menyerap aspirasi masyarakat. Diluar musrenbang ada yang namanya forum SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah). Perangkat-

Partisipasi warga sangat dibutuhkan dalam menentukan kebijakan desa

S

FLAMMA

5


Membutuhkan kerja keras Sebagai elemen penting yang dianggap menjadi penggerak demokrasi desa, kehadiran dan kinerja BPD ternyata masih dilingkupi sejumlah problem yang berpotensi menjadi bumerang bagi proses demokratisasi. Dalam beberapa kasus, kehadiran BPD justru dianggap menimbulkan keruwetan pada kehidupan poltiik desa. BPD dianggap menjadi hambatan bagi pemerintah desa. Salah satu hambatan tersebut muncul dari sikap kepemimpinan kepala desa. “Masalah biasanya muncul dari sosok kepala desa itu sendiri (sikap dan karakter kepala desa-red). Ada kepala desa yang tidak menerima masukan BPD atau apriori terhadap BPD yang menganggap BPD hanya membuat ruwet saja. Tapi khususnya di desa saya dan kecamatan Pagedangan, hubungan antara kepala desa dengan BPD cukup harmonis,” imbuh Ajhari. Indikasi masalah lain yang muncul adalah intervensi politik kepala desa terhadap BPD, mulai dari rekrutmen sampai proses pembentukan BPD. Upaya intervensi memasukkan individu-individu yang loyal terhadap dirinya untuk terlibat dalam panitia pemilihan BPD, melakukan pendekatan ke tokoh-tokoh masyarakat di tingkat kejaroan serta sosialisasi tentang BPD secara minimal. Hal tersebut sebagai ekspresi kekhawatiran kepala desa terhadap BPD yang dianggap memiliki kekuasaan politik yang lebih besar ketimbang kekuasaan dirinya. Dedi, peserta Sekolah Demokrasi Tangerang mencermati hal tersebut sebagai kurang pahamnya pemerintah desa (kepala desa-red) sebagai pejabat publik yang memiliki fungsi dan tugas melayani masyarakat yang dituntut profesional dengan mengedepankan aspek akuntabiltas,

FLAMMA

6

transparansi dan responsivitas. “Ada kepala desa yang belum memahami konsep-konsep pemerintahan, yang menyebabkan upaya untuk membangun tata pemerintahan yang baik ditingkat desa tersumbat, salah satu contohnya, mereka masih memposisikan BPD sebagai lawan politik, bukan mitra kerja mereka, sehingga

Ada kepala desa yang

belum memahami konsepkonsep pemerintahan, yang menyebabkan upaya untuk membangun tata

kedekatan BPD dengan kepala desa kita tidak mematikan sikap kritis kita” imbuhnya.

pemerintahan yang baik

hal ini membutuhkan kerja keras merubah paradigma tersebut,” katanya. Dedi menambahkan, dampak intervensi kepala desa terhadap BPD sangat mempengaruhi kerja-kerja BPD. Fungsi kontrol tidak akan berjalan optimal karena hambatan komunikasi personal maupun kelembagaan antara BPD dengan kepala desa, “Bagaimana BPD bisa bekerja optimal, jika masih ada hambatan internal dalam pemerintahan desa,” tegasnya. Harapan Terhadap BPD Dalam tradisi demokrasi, kehadiran lembaga perwakilan desa tak bisa dielakkan. Lembaga perwakilan adalah salah satu institusi penting untuk membangun mekanisme checks and balances dalam logika kekuasaan. Konsep demokrasi tentang pemisahan kekuasaan

mengandaikan pentingnya desentralisasi kekuasaan secara horizontal. Dalam konteks ini, BPD hadir untuk mendesntralisasikan kekuasaan poltik dilevel desa yang sekian lama bersifat sentralistis. Hal tersebut membutuhkan kerangka pemikiran tentang bagaimana membuat fungsi Badan Perwakilan Desa optimal. Ipul salah satu pengamat pemerintahan desa mengatakan, bahwa ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk memperkuat serta mengoptimalkan peran serta fungsi BPD, salah satu peserta Sekolah Demokrasi Tangerang ini mengatakan ada beberapa poin penting yang bisa menjadi gagasan ideal tentang eksisitensi BPD. Pertama, BPD harus menjadi lembaga independen yang mampu menyuarakan kepentingan masyarakat secara luas. BPD tidak boleh menjadi ajang pertarungan politik bagi elite yang justru akan menjerumuskan masyarakat dalam konflik horizontal. BPD semestinya bisa menjadi jembatan untuk menghubungkan kepentingan masyarakat desa maupun pelaku-pelaku lain di luar desa, seperti Pemerintah Daerah. Kedua, BPD idealnya mampu menjadi lembaga yang memenuka peluang partisipasi masyarakat untuk terlibat aktif dalam proses politik desa. BPD harus mampu membuka akses bagi masyarakat desa untuk menentukan kebijakan desa. Ketiga, BPD mesti memaksimalkan perannya bersama masyarakat untuk mengkontrol jalannya pemerintahan desa. Kalau kontrol gagal dijalankan maka transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan desa tidak akan pernah tercapai. Kontrol menjadi penting agar praktek-praktek KKN bisa diminimalisir. ”Jika hal tersebut bisa terealisasi, saya yakin BPD bisa menjadi lembaga perwakilan desa yang mampu menciptakan perubahan dalam upaya pembaharuan pemerintahan desa,” kata Ipul ***(Ester)

T: J:

T: J:

T: J:

T: J:

Bagaimana keadaan desa terkait aspek kesehatan? Alhamdulillah, di desa Gembong ini kami memiliki Puskesmas desa. Kami selalu melakukan koordinasi yang baik dengan pihak Puskesmas. Saat ini sudah terjadi peningkatan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat. Bagaimana dengan kondisi infrastruktur desa, khususnya kondisi jalan? Untuk kondisi jalan desa kami masih tertinggal. Jalan desa masih banyak yang rusak parah. Kalau pembangunannya kami alokasikan dari APBDes tentu tidak mencukupi, jadi kami serahkan kepada pemerintah daerah. Kalau untuk jalan setapak kami masih bisa alokasikan dari APBDes. Saya sangat mengharapkan kepada pemerintah daerah untuk memperhatikan kondisi jalan di desa Gembong ini.

T:

J:

T:

J:

Bagaimana upaya mengoptimalkan BUMDes (Badan Usaha Milik Desa)? Kami upayakan BUMDes optimal mengelola sektor ekonomi karena potensi ekonomi kami cukup bagus. Ada pasar desa, lahan-lahan, industri, saluran irigasi induk Cidurian yang rencananya akan dimanfaatkan untuk pertanian, peternakan dan budi daya ikan. Bagaimana dengan pembinaan aparatur desa? Terkait aparatur desa, petunjuk Tupoksinya sudah jelas. Ada Perda Nomor 7 Tahun 2006, Kepmendagri, dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Setiap seminggu sekali kami mengadakan rapat mingguan untuk mengevalusi kinerja seminggu terakhir. Dengan para Ketua RT kami adakan rapat sebulan sekali, disini kami menjelaskan fungsi dan tugas RT. Kemudian dengan LPM dan BPD juga kami selalu mengadakan pertemuan. Dan kami juga mengadakan pertemuan setiap tiga bulan sekali dengan tokoh masyarakat dan pemuda.

T: J:

T: J:

Saya mendapatkan informasi bahwa anda terkadang sampai larut malam bekerja di kantor, bahkan mungkin anda siap melayani masyarakat 24 jam? Ya ini bisa saya rasakan selama satu tahun terakhir ini. Bisa dikatakan aktivitas saya terkait pelayanan terhadap masyarakat cukup padat. Waktu istirahat saya sekitar dua sampai tiga jam sehari. Ya itu tadi, di luar jam kantorpun, kalau ada masyarakat yang membutuhkan pelayanan, mereka datang ke rumah. Di samping itu ada juga kegiatan rutin lainnya, misalnya pengajian, PHBI (Perayaan Hari Besar Islam) dan lain sebagainya. Bagaimana cara anda menyelesaikan jika terjadi konflik horizontal di masyarakat? Yang kami dengar hal kecilpun mereka bawa ke kepala desa? Ya itu sudah menjadi kebiasaan, karena tumpuan (harapan) masyarakat itu ujung-ujungnya kepala desa. Tapi sekarang ini kami sudah memiliki pembagian tugas masing-masing sesuai dengan Tupoksi. kalau masalah kemasyarakatan silahkan ke Kaur Kesra. Kalau masalah pemerintahan ke Kaur Pemerintahan. Masalah pembangunan ke Kaur Pembangunan. Masalah yang perlu dimusyawarahkan silahkan datang ke BPD dulu. Kami tinggal memanage saja. Tapi kalau belum tercapai penyelesaian, ujungujungnya bermuara ke kepala desa juga. Selain Kepala Desa Gembong, apakah anda memiliki jabatan lain, misalnya di Forum Kepala Desa? Alhamdulillah, saya dipercaya oleh rekan-rekan menjadi Ketua Forum Kepala Desa Kecamatan Balaraja. Ada pesan untuk para Kepala Desa lain? Saya tidak bermaksud menggurui. Tapi saya hanya ingin berbagi sehingga ada perubahan paradigma terkait pemerintahan desa. Menjadi kepala desa itu jangan hanya

sebatas sebuah nama. Harus ada perubahan paradigma, kita ini pelayan masyarakat, bukan ingin dilayani. Kita bekerja diawali niat yang ikhlas, semata-mata untuk beribadah dan harus mau berkorban. Semua diawali cinta dulu, kalau diawali cinta pasti mau berkorban. Kita bekerja dibingkai oleh aturan yang jelas, baik itu aturan agama maupun aturan negara. Dilandasi oleh akhlakul karimah juga, karena setiap pemimpin pasti akan dimintai pertanggungjawaban, tidak hanya di akhirat, tetapi di duniapun sudah diminta pertanggungjawaban. T: J:

Apa harapan anda dari Pemerintah Daerah? Untuk Pemerintah Daerah, demi efektifitas di sektor ekonomi kami mengharapkan perhatian terutama untuk masalah infrastruktur yaitu jalan desa. Tujuh puluh lima persen jalan kami belum dibangun. Karena kami memiliki program-program pembangunan dalam aspek ekonomi yaitu pengembangan (pemanfaatan) lahan-lahan di bantaran irigasi Cidurian untuk peternakan dan perikannan. Selain itu, kami juga memiliki program penanaman lima ribu pohon mangga. Setiap keluarga kami programkan memiliki minimal dua pohon mangga. Karena menurut hemat kami, pohon mangga itu memiliki manfaat yang cukup tinggi. Bisa ditanam dimanapun, serta kalau sudah berbuah bisa memberikan nilai (manfaat) ekonomis. Ke depan kami juga ingin membudidayakan itik penghasil telor. Jika di Brebes saja bisa, kenapa kita tidak? Oleh karena itu, kami mengharapkan bantuan dari dinas-dinas terkait, baik Dinas Pertanian dan Peternakan, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Perikanan dan Kelautan serta instansi terkait lainnya. (**RBL)

FLAMMA

23


beranda WARGA YANG AKTIF: PRASYARAT PENTING MEWUJUDKAN DEMOKRASI

“Menjadi kepala desa itu jangan hanya sebatas sebuah nama” Sarda Syarif (Kepala Desa Gembong, Balaraja)

Dalam tempo waktu yang relatif singkat (satu tahun), Pemerintahan Desa Gembong telah menghasilkan prestasi yang besar, yaitu juara satu lomba antar desa seprovinsi Banten, saat ini desa Gembong mewakili Provinsi Banten ditingkat nasional dalam even lomba tersebut. Apa saja kiat keberhasilan desa Gembong tersebut? Berikut ini hasil wawancara Reporter buletin Flamma, Romli dengan kepala desa Gembong, Sarda Syarif, di kantor desa Gembong Kamis (21/07). T: J:

T: J:

T: J:

Apa visi kepemimpinan anda? Visi kepemimpinan saya cukup sederhana. Diawali dengan niat yang tulus, ikhlas kemudian dengan kebersamaan. Insyaallah ke depan menuju desa Gembong yang lebih bermartabat.

dalam menyikapi permasalahan tersebut secara arif dan bijak agar mendapatkan solusi terbaik. T: J:

T: J:

Bagaimana program desa Gembong dirancang? Kami memiliki program kerja yang cukup jelas. Program jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek. Untuk jangka panjang dan menengah sudah jelas tercantum dalam RPJMDes (Rencana Program Jangka Menengah Desa). Program kami tidak mulukmuluk, tetapi yang membumi, yang dapat dirasakan mamfaatnya oleh masyarakat desa Gembong khususnya dan masyarakat luas umumnya. Ada hambatan tidak dapat merealisasikan program tersebut? Hambatan pasti ada. Namun hambatan itu tidak kami jadikan ganjalan besar, tapi kami jadikan sebagai pemicu untuk membangkitkan motivasi kami

FLAMMA

22

T: J:

Bagaimana anda membangun hubungan yang baik dengan BPD? Sejak awal kami mengedepankan perubahan paradigma Pemerintahan Desa sesuai dengan UndangUndang. Keberadaan BPD mungkin menyeramkan bagi sebagian orang (kepala desa) lain. Tapi bagi saya Alhamdulillah tidak. Kadang terjadi perbedaan pendapat, namun itu hal yang wajar-wajar saja. Perbedaan pendapat jangan dijadikan musibah, tapi diambil hikmahnya. Bagaimana desa Gembong mengelola keuangan desa? Pada konsep Pemerintahan Desa yang klasik, APBDes (Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa) sering terabaikan. Kalau kita bekerja di Pemerintahan Desa, antara APBDes dan Perdes (Peraturan Desa) hal pertama yang dilaksanakan bersama BPD. Kami bekerja berdasarkan APBDes dan Perdes. Berbagai sumber keuangan yang digali dari PADes (Pendapatan Asli Desa) peruntukannya sudah jelas, mana untuk belanja barang, honor aparat desa, pembangunan, semuanya sudah jelas tercantum dalam APBDes, kami hanya tinggal melaksanakan saja. Sejak tahun 2007-2008 keuangan desa mulai dikelola dengan baik. Bisakah anda menjelaskan terkait program di aspek pendidikan? Sejak awal Pemerintahan Desa sekarang ini, program untuk dunia pendidikan menjadi prioritas

T: J:

kami. Implementasi dari program tersebut, saya bersama rekanrekan membentuk tim yang disebut GEMAR (Generasi Muslim Rabbani). Tim ini yang khusus membidangi masalah sosial dan pendidikan. Biayanya sebagaian dialokasikan dari APBDes, partisipasi masyarakat dan baitul maal. Alhamdulilah saat ini kami sudah sudah memiliki dua TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an) dengan jumlah siswa sekita tiga ratus orang. Kami memandang penting masalah pendidikan. Karena pendidikan adalah tanggungjawab tiga unsur, yaitu orang tua, masyarakat dan pemerintah. Kami sebagai pemerintah (pemerintahan desa) merasa berkewajiban dalam hal dunia pendidikan, sehingga membentuk tim GEMAR tersebut. Alhamdulilah, desa Gembong sudah selangkah lebih maju dalam dunia pendidikan, sekarang sudah ada PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini ) dan TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an). Semua berkat adanya kebersamaan antara pemerintah desa dengan masyarakat. Bagaimana program untuk pelayanan publik? Sebagai abdi masyarakat kami mempunyai semangat kebersamaan untuk memberikan pelayanan optimal kepada masyarakat. Tentunya semua itu dilandasi semangat dan disiplin kerja, manajemen pelayanan yang baik sesuai dengan Tupoksi masingmasing.

Peran aktif ibu-ibu PKK disalahsatu desa

P

artisipasi warga merupakan prasyarat dalam sistem demokrasi dan pembangunan. Namun secara tidak otomatis ia akan hadir dalam dalam sistem politik yang berubah seperti saat ini tanpa ada upaya-upaya yang dilakukan untuk membangkitkan dan memperkuat partisipasi warga desa dalam kerangka demokratisasi dan desentralisasi.

untuk memperkuat partisipasi warga di tingkat desa. Karena hampir sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di pedesaan, maka proses melembagakan nilai-nilai demokrasi yang terpenting pada level desa. “Lebih dari 60 persen penduduk Indonesia tinggal di desa.oleh karenanya proses membumikan demokrasi harus dimulai pada level grass

warga untuk aktif dalam proses pemerintahan di desa,” tegasnya. Namun menurut Helmi, fenomena yang terjadi di masyarakat desa bila berbicara tentang partisipasi masyarakat, yang muncul dalam benak mereka adalah keterlibatan mereka dalam mendukung program pembangunan atau perbaikan fisik di desa saja yang berupa dalam bentuk bantuan

aktivis salah satu organisasi buruh memotret upaya partisipasi warga di tingkat desa masih memiliki kendala yang cukup serius. Hal utamanya adalah belum terbentuknya pemahaman serta kesadaran kolektif masyarakat yang disebabkan minimnya pendidikan politik yang mereka terima “Ya maklumlah, selama pemerintahan orde

root

desa-red).

dana dan materi (bahan-bahan

baru, sistem kekuasaan terlalu

Namun dalam perjalanan sejarah republik ini, posisi desa cenderung termarginalisasikan, yang disebabkan berbagai kebijakan pemerintah yang tidak berpihak, alhamdulilah di era reformasi ini, lambat laun sudah terjadi perubahan dari aspek regulasi, sekarang hanya tinggal mendorong partispasi

bangunan-red). Partisipasi dalam bentuk ide atau gagasan hampir ‘dikuasai’ oleh elit atau yang lebih dikenal dengan sebutan tokoh masyarakat. Tidak semua orang mampu memahami konteks warga yang aktif sebagai prasyarat terwujudnya demokratisasi di desa. Sementara itu, Titin,

sentralistis, yang menyebabkan kesadaran masyarakat akan hakhak serta kewajibannya kurang dipahami, ketika reformasi bergulirpun, kita masih membutuhkan kerja keras untuk membentuk pemahaman akan pentingnya partisipasi warga dalam konteks demokrasi,” paparnya.

Warga yang aktif menjadi

prasyarat utama mengawal proses demokratisasi di desa, tanpa itu semua harapan serta cita-cita menghidupkan ruh demokrasi di desa hanya angan-angan semata. Hal tersebut ditegaskan Helmi Bustomi salah satu peserta Sekolah Demokrasi Tangerang. Dalam perspektif Helmi, dibutuhkan satu kerangka agenda

FLAMMA

7

(masyarakat


Partisipasi Warga Masih lemah Indikasi masih lemahnya partisipasi warga di tingkat pedesaan mendapat sorotan masyarakat, masih terjadi kendala yang sangat serius. Dalam berbagai praktek kehidupan sehari-hari, warga desa belum mampu memainkankan perannya secara optimal. Baik dalam kehidupan sosial dan ekonomi, terlebih lagi menyangkut persoalan politik, partisipasi warga desa masih sangat terbatas. Sebagian besar keterlibatan warga desa dalam proses pengambilan kebijakan (keputusan) yang menyangkut kepentingan publik masih dijalankan dengan tradisi komando dan instruksi. Sebut saja mengenai besarnya peran pemerintah desa. Sebagai birokrasi terbawah dalam sistem pemerintahan, terbukti masih berperan dominan, khususnya peran kepala desa. Dalam hal pembangunan desa misalnya, dapat diukur dari mulai proses perencanaan, pelaksanaan, pemamfaatan hasil sampai dengan evaluasi pembangunan. Sebagian besar hal seperti itu masih dijalankan dengan sistem dari atas ke bawah (top down). Tak pelak lagi, pola komando atau instruksi seperti ini dapat berjalan dengan cara-cara mobilisasi. Tingkat keterlibatan warga dalam berbagai kegiatan desa tidak dilandasi oleh kesadaran asli dan inisiatif mandiri warga untuk menjalankan pembangunan. Pernyataan itu

FLAMMA

8

disampaikan Ahmad Nawawi, salah satu peserta Sekolah Demokrasi Tangerang kepada Flamma. Ahmad Nawawi mengkritisi proses pemerintahan yang terjadi di sebagian besar wilayah pedesaan. Pernyataan Nawawi diamini oleh Ipung, yang memandang bahwa hal tersebut adalah realita yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat desa.

”Ini adalah penyakit lama yang di derita masyarakat desa akibat selama rezim orde baru di kungkung oleh sistem kekuasaan otoriter,” kata aktivis mahasiswa Tangerang tersebut. Membumikan nilai-nilai partisipasi Walau bagaimanapun, partisipasi warga yang aktif sangat dibutuhakan untuk mewujudkan demokratisasi di level desa. Keterlibatan rakyat dalam proses pembuatan keputusan, dalam melaksanakan program, andil mereka dalam memanfaatkan program pembangunan dan keterlibatan masyarakat dalam

Partisipasi juga berkaitan dengan usaha terorganisir untuk meningkatkan kontrol atas sumber daya dan institusi regulasi dalam situasi sosial tertentu. Pembangunan yang partisipatif merupakan bentuk kemitraan yang dibangun berdasarkan dialog diantara berbagai macam pelaku, yang selama dialog tersebut, agenda disusun bersama. ”Kami sangat mendukung bahkan mendorong partisipasi aktif masyarakat di desa. Di desa Gembong, ada program Jum’at Bersih, untuk pendidikan ada organisasi masyarakat yang konsen terhadap dunia pendidikan dengan pembiayaannya dialokasikan dari APBDes, mengaktifkan kegiatan PKK, pengajian-pengajian serta membuka ruang yang lebih luas dalam keterlibatan masyarakat dalam menentukan kebijakankebijakan desa,” tutur Syarda Sarif Kepala Desa Gembong Budi, aktivis sekolah demokrasi Tangerang mengatakan bahwa, partisipasi warga dapat dibangun melalui landasan nilai-nilai ideal yang diantaranya adanya unsur kesadaran yang lahir dari dalam diri warga desa secara otentik untuk terlibat dalam proses politik dan pembangunan. ”Nilai inilah yang membedakan partisipasi dengan mobilisasi atau intruksi,” katanya. Selain itu, warga harus

”Karena selama ini kan terkesan warga selalu menjadi objek pembangunan, yang pada akhirnya mereka termarginalkan akibat kekuatan eksternal,” tambahnya Dalam pandangan Budi, nilai-nilai yang harus ditanamkan yaitu peran aktif warga yang sifatnya dialogis, sehingga menjamin kesetaraan warga.. hal ini mencakup tidak adanya tingkatan (stratifikasi) berdasarkan apapun dalam mengukur keterlibatan warga, tidak mengenal tingkat pendidikan, kekayaan, agama, suku maupun kelompok manapun, sehingga akan menghindari adanya diskriminasi. Nilai-nilai lain yang patut ditanamkan adalah Suasana kebersamaan (kolektif) antar warga sebagai jalinan solidaritas sosial. Dengan demikian partisipasi didekatkan dengan semangat kebersamaan warga desa, tidak terbatas pada tingkat peran individual semata tetapi bersikap kolektif. Terakhir, menurut Budi, adalah pelembagaan dan keberlanjutan. Maksudnya adalah terbangunnya kerangka aturan main dan koridor hukum yang disepakati bersama serta memiliki daya kekuatan yang panjang dalam memformulasikan partisipasi warga. Budi menyakini, jika nilai-nilai ini termanifestasikan, maka cita-cita menumbuhkan warga yang aktif di pedesaan dalam rangka proses

usaha itu.

menempatkan diri sebagai subjek kebijakan dan pembangunan.

demokratisasi desa lambat laun dapat terealisasi. ****(Acep)

”Ini adalah penyakit lama yang di derita masyarakat desa akibat selama rezim orde baru di kungkung oleh sistem kekuasaan otoriter.”

mengevaluasi

program

musyawarah dan mufakat tidak seperti undang-undang nomor 19 tahun 1999 yang dipilih secara langsung oleh masyarakat. Dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 2004 anggota BPD dipilih diwilayah masing-masing

T: J:

Jadi itu sudah mewakili semua unsur di desa tersebut? Jadi begini, misal di wilayah Kejaroan satu. Tokoh-tokoh masyarakat dikumpulkan. Mereka memilih siapa yang akan dimuncukan sebagai anggota BPD, dengan kriteria memiliki kredibilitas, kemampuan

dan pengabdian mereka terhadap masyarakat T: J:

Ada intervensi politik kepala desa terhadap BPD tidak? Tidak ada. dikecamatan pagedangan sudah berjalan dengan demokratis ***(Dedi)

kesaksian

”Hingga saat ini, buruh tetap saja sebagai pihak yang tertindas” Samsu Ilyasa (Ketua DPC SBSI Kabupaten Tangerang)

K

arena kondisi biaya yang tidak dapat aku tanggung saat aku memasuki daftar ulangku di Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya, memaksaku untuk meninggalkan kampung halamanku di Madiun, Jawa Timur. Tepatnya tahun 1992 aku melangkahkan dan menginjakkan kakiku di kota 1001 industri Tangerang. Tangerang yang saat itu masih menjadi bagian dari propinsi Jawa Barat telah memaksaku hidup dalam dunia kerja yang penuh dengan intrik, kekjaman, kesewenang-wenangan bahkan pengebirian hak asasi manusia. Mulai dari PT. Starwin Indonesia, PT. Pratama Abadi Industri sampai akhirnya aku bekerja di PT. Gajah Tunggal. Semuanya selalu diakhiri dengan PHK tanpa pesangon. Tahun 1997 awal mula aku mengenal dunia organisasi, aku bergabung dengan organisasi yang pada waktu masa kekuasaan orde baru dianggap gerakan

kiri atau komunis. Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI). Disini aku belajar dan mulai mengetahui hak-hak aku sebagai buruh. Kejadian demi kejadian hampir tiap bulan aku alamiselama bekerja di perusahaan ban terbesar di Tangerang. Dicap sebagai anggota PKI, diusir oleh orang tua dari rumah, hingga dikejar-kejar oleh aparat bahkan sampai aku terpisah dengan istri tercinta pada tahun 1999. Saat gerakan reformasi bergulir sidang PHKnya aku di PT. Gajah Tunggal. Semua terjadi sehubungan keanggotaanku di serikat buruh yang waktu itu dimotori oleh Muktar Pakpahan. Namun kejadiankejadian tersebut justru menambah semangat pergerakan aku di oranisasi buruh SBSI hingga saat ini. Ternyata pasca reformasi tantangan bahkan tekanan terhadap gerakan buruh tidak pernah sirna, bahkan semakin menggila. Mulai dari tindakan sepihak perusahaan yang dibekingi

pihak aparat hingga adu fisik dengan pihak preman yang mungkin dibayar perusahan untuk mematahkan gerakan aku bersama kawan-kawan buruh. Pada saat anggota SBSI di PT. HORMING Indonesia di wilayah Cikupa menuntut haknya, seorang preman melayangkan senjata cerulit ke leher saya. Namun, aparat sebagai pihak keamanan hanya menjadi penonton saja. Begitu pula di PT. SANEX STEEL Indonesiaketika anggota aku menuntut haknya, aku harus berhadapan dengan preman bahkan pihak Kades setempat yang berpihak kepada pihak perusahaan. Hingga saat ini, buruh tetap saja sebagai pihak yang tertindas. Demokrasi, HAM bagi saya sebagai kaum buruh ibarat tong kosong yang nyaring bunyinya. Setiap proses penyelesaian perselisihan tetap saja buruh menjadi pihak yang dikalahkan oleh pengusaha yang berkantong tebal. ***(Ponco) FLAMMA

21


wawancara

opini

�CIPTAKAN HUBUNGAN YANG HARMONIS ANTARA BPD DENGAN KEPALA DESA� Ajhari, S.Pd (Sekjen Forum BPD Kecamatan Pagedangan) Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah lembaga legislatif di tingkat desa sebagai tempat menyalurkan aspirasi serta kepentingan masyarakat dalam rangka memperkuat proses demokratisasi di tingkat desa. Bagaimana peran serta fungsi yang dijalankan lembaga tersebut, berikut ini wawancara Dedi Rosadi, Reporter buletin Flamma dengan Ajhari, S.Pd. Sekjen Forum BPD Kecamatan Pagedangan dan juga Ketua BPD Desa Lengkong Kulon. Ajhari juga tercatat sebagai peserta Sekolah Demokrasi Tangerang angkatan kedua Tahun 2008 ini. T: J:

T: J:

Bagaimana upaya BPD melaksanakan tugasnya sebagai lembaga kontrol pemerintah desa? BPD sebenarrnya mempunyai peranan yang sangat penting, kami sebagai BPD, yaitu menciptakan hubungan yang harmonis antara BPD dengan kepala desa. Ini sebagai kunci. Dalam upaya menciptakan hubungan yang harmonis tersebut kami melakukan pendekatan, baik secara personal maupun kelembagaan. Seberapa sering BPD dengan desa mengadakan rapat atau pertemuan? Kami agendakan minimal tiga bulan sekali dengan aparat desa termasuk lurah dengan perangkatnya, kami adakan berkala tiga bulan sekali. Dalam rapat tersebut kami membahas program-program dan pengevalusian selama tiga bulan terakhir ini. Kedua, rapat-rapat yang bersifat spontan, tergantung permasalahan dan situasi yang terjadi. Misalnya ada permasalahan yang harus dipercepat, kami dengan kepala desa mengadakan musyawarah antara BPD dengan kepala desa.

FLAMMA 20

T: J:

T:

J:

T: J:

Biasanya yang hadir dalam rapat tersebut siapa saja? Kalau intern BPD, biasanya anggota BPD dengan kepala desa, tapi jika bersifat umum, kami mengundang dan meminta masukan dari tokoh masyarakat juga elemen-elemen lain pemerintahan desa seperti LPM, PKK dan organisasi Karang Taruna dan sebagainya tidak hanya BPD. Sebab menurut hemat kami BPD wadah aspirasi masyarakat dan tidak seluruh keputusan itu hanya dibuat BPD dan beberapa orang saja tapi atas dasar masukan-masukan dari masyarakat itu sendiri. Bagaimana metode penyusunan program desa? Apa saja kontribusi yang diberikan BPD sebagai lembaga legislatif desa? Sesuai dengan amanat undangundang, BPD adalah penyelenggara pemerintahan desa beserta kepala desa yang memiliki fungsi kontrol kepada kepala desa. Tentunya kami memberikan masukan-masukan dan arahan kepada kepala desa, dalam hal menyusun program desa, RAPBDes, Perdes dan peraturan kepala desa. dan juga program-program apa saja yang menjadi skala prioritas di desa itu. Ada hambatan tidak dalam melaksanakan tugas BPD sebagai badan legislatif desa? Hambatan pasti ada. Biasanya kami melihat secara subjektif bagaimana sosok kepala desa itu sendiri, sikap dan karakter kepala desa. Ada kepala desa yang tidak menerima masukan BPD atau apriori terhadap BPD yang menganggap BPD membuat

ruwet saja. Tapi khususnya di desa saya dan kecamatan Pagedangan, hubungan antara kepala desa dengan BPD cukup harmonis. T:

J:

T: J:

T: J: T: J:

Bagaimana proses kontrol yang dilakukan BPD terhadap pemerintah desa terkait dengan kebijakan dan keuangan desa? Dalam hal keuangan, kembali kepala kepala desa apakah dia mau bersikap terbuka? tetapi memang harus terbuka. Namun masalah APBDes dan dana bantuan dari pemerintah, kepala desa membuat laporan kepada masyarakat, sebelum kepada masyarakat kepada BPD terlebih dahulu. Laporan disampaikan secara terbuka kepada masyarakat. Terus BPD sendiri cara mengkontrolnya bagaimana? Ada yang namanya laporan pertanggungjawaban. laporan pertanggungjawaban disampaikan kepada bupati. Sebelum ke bupati melaporkan kepada BPD dan dalam prakrteknya dilaporkan ke masyarakat. Tapi tidak ada otoritas BPD untuk ikut menandatangani atau melegitimasi laporan tersebut. Bagaimana proses rekrutmen anggota BPD? Proses rekrutmen terjadi lima tahun sekali Maksud saya bagaimana mekanisme rekrutmen anggota BPD? Proses rekruitmen anggota BPD mengacu kepada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 yang menyatakan BPD dipilih berdasarkan


Opini

seputar tangerang

FORUM OTISTA AKAN MENGGELAR SEMINAR PENDIDIKAN

Suasana rapat persiapan (27/7) di kantor Forum OTISTA Cikupa

S

alah satu isi pembukaan konstitusi Republik Indoensia ini adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, namun dalan upaya mewujudkan cita-cita tersebut tidak semudah membalikkan telapak tangan. Masih rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah bukti bahwa negara belum berhasil merealisasikan amanat konstitusi tersebut. Dunia pendidikan Indonesia dihimpit berbagai permasalahan, salah atunya adalah tingginya biaya yang memberatkan orang tua siswa. Hal tersebut disadari betul oleh sebagian besar orang tua siswa di Tangerang ini. Berbekal semangat untuk turut serta berperan aktif dalam membenahi dunia pendidikan di Indonesia, beberapa orang tua siswa di Tangerang mendirikan organisasi sebagai wadah perjuangan yang mereka bingkai dalam Forum Orang Tua Siswa Tangerang (Forum OTISTA) pada 27 April 2008 lalu. Agus F. Hidayat selaku ketua Forum ini menegaskan, bahwa tanggung jawab membenahi dunia pendidikan bukan semata-

FLAMMA 19

mata hanya tugas pemerintah, tapi tugas semua elemen masyarakat, terutama orang tua siswa. Karena orang tua siswa yang paling merasakan dampak ketika terjadi kebijakan yang merugikan mereka, salah satunya adalah tingginya biaya pendidikan. Idealnya, pendidikan itu bisa digratiskan, karena ini menyangkut investasi masa depan bangsa, tapi ketika negara belum mampu merealisasikan hal tersebut, minimal biaya pendidikan tidak memberatkan beban ekonomi keluarga di tengah kesulitan ekonomi seperti sekarang ini. ”Oleh karena itu, Forum OTISTA ini lahir atas dasar prakarsa orang tua siswa dalam rangka memperjuangkan kepentingan orang tua siswa yang terkadang termarginalkan oleh kebijakan pemerintah, karena tidak ada suara yang mampu mempengaruhi ketika terjadi pembahasan rencana kebijakan pemerintah dalam dunia pendidikan,” tegasnya. Forum yang memiliki visi utama adalah mewujudkan pendidikan murah dan berkualitas ini membuka kesempatan keanggotaan secara luas kepada masyarakat

di kabupaten Tangerang yang peduli dengan pembenahan dunia pendidikan di Indonesia, terutama orang tua siswa Forum OTISTA yang kini berkantor di Komplek pertokoan Cikupa niaga Mas Blok C No. 29, Cikupa ini rencananya pada 28 Agustus 2008 nanti akan menyelenggarakan kegiatan seminar sekaligus deklarasi organisasi. Kegiatan seminar yang bertema ”Pendidikan Murah dan Berkualitas Tanggung Jawab Siapa?” itu akan menghadirkan pembicara H. Suwandi, SH, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang, Drs Anugerah, Ketua Komisi B DPRD Kabupaten Tangerang, Dedi A. Rahim dari Komisi Pemberantasan korupsi (KPK), Ade Irawan dari manajer Pelayanan Publik Indonesia Corruption Watch (ICW), Loddy F. Paat (Ketua Koalisi Pendidikan) dan Drs. Handaru Wijatmiko, Ketua Aliansi Orang Tua Peduli Transparansi Dana Pendidikan (AUDITAN, Jakarta). Kegiatan tersebut dalam penyelenggaraannya bekerjasama dengan Forum Anti Korupsi Tangerang (FAKTA). Kegiatan yang rencananya akan digelar di Gedung Serba Guna (GSG) Tigaraksa tersebut akan dibuka Bupati Tangerang dengan peserta dari kalangan praktisi pendidikan di kabupaten Tangerang, Komite sekolah, orang tua siswa, LSM serta masyarakat umum. Agus mengharapkan, kegiatan ini bisa terealisasi dengan baik, karena melalui kegiatan seperti ini diharapkan orang tua siswa bisa lebih memahami kebijakan pemerintah di bidang pendidikan, serta bisa berperan aktif dengan terlibat secara langsung dalam mengawal proses reformasi sistem pendidikan di Indonesia. ”Dengan hadirnya Forum OTISTA, kami mengharapkan orang tua siswa dapat berjuang bersama untuk mengawasi kebijakan pemerintah dalam hal penetapan kebijakan dunia pendidikan terutama mengkontrol transparansi dana pendidikan,” ujarnya sambil menutup pembicaraan dengan tim buletin Flamma. ****(pardi)


pojok kampus

opini


opini

pojok kampus


pojok kampus

opini


pojok kampus pojok kampus



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.