AIL - ALSA LC UJ (Bawaslu Loloskan Caleg Eks Koruptor, Kok Bisa?)

Page 1

Bawaslu Loloskan Caleg Eks Koruptor, Kok Bisa? Fahmi Ramadhan Firdaus Faculty of Law, University of Jember, Indonesia fhmiramadhan@gmail.com

Menjelang Pemilu 2019, terjadi banyak dinamika yang mewarnainya. Diantaranya, disahkannya Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menjadi pro kontra dengan diaturnya Presidential Threshold dimana Gabungan partai politik harus mengantongi 20 persen kursi atau 25 persen suara sah nasional pada pemilu 2014 lalu untuk bisa mengusung pasangan capres dan cawapres. Selanjutnya diundangkannya Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 yang diawal menimbulkan pro kontra, karena mantan Koruptor tidak boleh mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Perdebatan kembali terjadi, Bawaslu tidak setuju dengan aturan ini karena dianggap bertentangan dengan UU Pemilu dimana tak diatur eks koruptor mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Harus kita pahami pembentukan PKPU Nomor 20 Tahun 2018 didasari untuk menciptakan pemilu yang bersih dimana masyarakat memilih wakil mereka yang tidak pernah berkhianat kepada rakyat alias mantan koruptor. Seperti kita ketahui, Bawaslu baru saja meloloskan lima orang mantan koruptor untuk menjadi bakal caleg di 2019. Mereka berasal dari Toraja Utara, Aceh, Sulawesi Utara, Rembang, Bulukumba, dan Pare Pare. Sebelumnya pada masa pendaftaran bacaleg, lima orang mantan koruptor tersebut dinyatakan tidak memenuhi syarat oleh KPU karena merupakan eks koruptor. Para pihak yang tidak terima dengan keputusan KPU tersebut akhirnya mengajukan sengketa pendaftaran ke Bawaslu. Dasar Bawaslu meloloskan kelima calon itu karena Bawaslu berpedoman pada Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 bukan PKPU Nomor 20 Tahun 2018. Sampai saat ini ada 11 gugatan sengketa pendaftaran yang diajukan, masih ada 6 sengketa yang belum diputuskan dan diprediksi akan bertambah banyak yang akan mengajukan gugatan, bisa saja yang diloloskan oleh KPU akan semakin banyak. Banyak pihak yang menyayangkan keputusan Bawaslu karena dinilai mencederai semangat untuk menciptakan pemilu yang bersih. Sebenarnya ada cara yang lebih fair yang bisa dilakukan Bawaslu apabila tidak setuju dengan PKPU Nomor 20 Tahun 2018 yaitu dengan mengajukan uji materi terhadap PKPU ke Mahkamah Agung. Bawaslu hanya perlu menunggu karena sesungguhnya Mahkamah Agung sedang proses uji materi PKPU yang diajukan oleh Mantan Koruptor yang ingin menjadi wakil rakyat. Polemik yang ditimbulkan oleh kedua lembaga negara ini menimbulkan kebingungan masyarakat, dikhawatirkan hal ini akan membuat pesimistis publik terhadap pemilu 2019 karena dianggap penyelenggara pemilu belum beres dengan urusan mereka sendiri. KPU sendiri harus menunda putusan Bawaslu sampai adanya putusan uji materi PKPU di Mahkamah Agung.


Sudah seharusnya sebagai masyarakat yang menginginkan pemilu ini menghasilkan wakil-wakil rakyat yang bersih dan berintegritas, mendukung PKPU Nomor 20 Tahun 2018 karena ini adalah upaya yang belum pernah dilaksanakan sebelumnya yang memberi jaminan koruptor tak akan menjadi wakil rakyat kembali. Beberapa kali negara ini melaksanakan pemilu, selalu saja kecolongan dengan terpilihnya kembali mantan koruptor.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.