Nama : Aini Fazrin (2016) Divisi : Funding LEGAL REVIEW
Strategi Membangun Pertahanan dan Keamanan Nasional dari Ancaman Cyber Attack di Era Post-Truth Hadirnya internet sebagai bentuk teknologi baru menyebabkan manusia tidak mampu terlepas dari arus komunikasi dan informasi. Internet telah menyebabkan terjadinya satu lompatan besar dalam kehidupan. Sama halnya dengan teknologi lainnya, internet tidak bebas nilai. Teknologi akan menjadi efektif jika kita memberi perhatian pada kegunaan dari teknologi yang disesuaikan dengan nilai-nilai sosial maupun pribadi serta adanya peraturan pemerintah yang melindungi masyarakat dari dampak negatif yang ditimbulkannya. Namun kenyamanan serta kemudahan yang ditawarkan di abad informasi ini sekaligus mengundang terjadinya tindakan kejahatan atau kriminalitas di dunia maya atau dunia siber yang kita sebut dengan cyber crimes oleh para pelaku yang ingin mengambil kesempatan dan keuntungan dalam dunia maya tersebut. Sebagai contoh misalnya: serangan-serangan dan pencurian data terhadap berbagai situs baik milik pemerintah maupun situs-situs komersial dan perbankan tidak terkecuali kemungkinan serangan terhadap situs-situs milik institusi strategis di Indonesia, seperti situs-situs milik sejumlah lembaga strategis tertentu. Post-truth
menunjukkan suatu keadaan dimana fakta objektif kurang
berpengaruh dalam membentuk opini publik bila dibandingkan dengan emosi dan keyakinan pribadi. Era post-truth dapat disebut sebagai pergeseran sosial spesifik yang melibatkan media arus utama dan para pembuat opini. Fakta-fakta bersaing dengan hoax dan kebohongan untuk dipercaya publik. Media mainstream yang dulu dianggap salah satu
sumber kebenaran harus menerima kenyataan semakin tipisnya pembatas antara kebenaran dan kebohongan, kejujuran dan penipuan, fiksi dan nonfiksi. Trend ancaman serangan siber akan berkembang terus sesuai perkembangan teknologi informasi, oleh karenanya perlu dilakukan riset secara terus-menerus untuk mampu mengatasi berbagai teknik, taktik dan, strategi pertahanan siber yang akan terus berkembang ke depan. Bila kita berbicara pertahanan, maka terlebih dahulu harus ditetapkan ancaman. Dalam UU No 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, telah ditetapkan bahwa ancaman dalam sistem pertahanan negara terdiri dari ancaman militer dan ancaman non militer, termasuk diantaranya ancaman siber. Salah satu efek samping negatif dari perkembangan dunia siber melalui internet antara lain adalah kejahatan dalam bentuk pelanggaran hukum (cyber crime), dimana bila terjadi secara meluas dapat mengancam kedaulatan negara, keutuhan wilayah maupun keselamatan bangsa. Sebagai upaya penanggulangan terhadap serangan-serangan di dunia maya ini, diperlukanlah sebuah lembaga yang bertugas menjadi benteng pertahanan dunia siber (cyber defense). Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Internet & Transaksi Elektronik (ITE) Undang-undang ini, yang telah disahkan dan diundangkan pada tanggal 21 April 2008, walaupun sampai dengan hari ini belum ada sebuah PP yang mengatur mengenai teknis pelaksanaannya, namun diharapkan dapat menjadi sebuah undangundang cyber atau cyberlaw guna menjerat pelaku-pelaku cybercrime yang tidak bertanggungjawab dan menjadi sebuah payung hukum bagi masyarakat pengguna teknologi informasi guna mencapai sebuah kepastian hukum. Selain mengatur tindak pidana siber materil, UU ITE mengatur tindak pidana siber formil, khususnya dalam bidang penyidikan. Pasal 42 UU ITE mengatur bahwa penyidikan terhadap tindak pidana dalam UU ITE dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP�) dan ketentuan dalam UU ITE. Artinya, ketentuan penyidikan dalam KUHAP tetap berlaku sepanjang tidak diatur lain dalam UU ITE. Kekhususan UU ITE dalam penyidikan antara lain:
1. Penyidik yang menangani tindak pidana siber ialah dari instansi Kepolisian Negara RI atau Kementerian Komunikasi dan Informatika; 2. Penyidikan dilakukan dengan memperhatikan perlindungan terhadap privasi, kerahasiaan, kelancaran layanan publik, integritas data, atau keutuhan data; 3. Penggeledahan dan atan penyitaan terhadap Sistem Elektronik yang terkait dengan dugaan tindak pidana harus dilakukan atas izin ketua pengadilan negeri setempat; 4. Dalam melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan Sistem Elektronik, penyidik wajib menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan umum. Pemerintah dan aparat penegak hukum menerapkan tindakan dalam menanggapi era "post-truth". Pendekatan keras dilakukan pemerintah Indonesia bila fenomena "post-truth masuk dalam katagori ujaran kebencian seperti termuat dalam KUHAP (Pasal 156-157). Beberapa undang-undang dan ketentuan lain juga bisa menjadi landasan mempidanakan ujaran kebencian seperti UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial, dan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2013 tentang Teknis Penanganan Konflik Sosial. Pemerintah juga mewajibkan setiap pemilik nomor telepon selular melakukan registrasi ulang dengan menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Kartu akan otomatis nonaktif setelah masa registrasi berakhir pada Maret mendatang. Lebih dari seratus juta pengguna kartu selular di Indonesia. Pemerintah berkewajiban melindungi warga negara dan kebinekaan bangsa dari ujaran kebencian, berita palsu dan "hoax" yang memecah belah masyarakat. Fenomena "post-truth" memberikan tantangan pada pemerintah dan masyarakat bahwa media sosial dapat digunakan dengan bijak tetapi juga bisa menjadi sumber masalah baru.