PANTASKAH PENYEBARAN FOTO KORBAN KECELAKAAN DI INTERNET Oleh: Jessica Aurelia Primaswasti, Alif Hartama Harahap, dan Aditya Arifandi Muslim ALSA Local Chapter Universitas Brawijaya I.
Kasus Posisi (Facts) Penyebaran foto korban kecelakaan di dunia maya semakin sering terjadi. Hal ini dikarenakan banyak platform di internet yang memudahkan untuk penyebaran foto maupun video yang bisa menjadi viral, atau banyak dilihat dan dibagikan para pengguna media sosial. Platform ini dapat berupa situs maupun aplikasi media sosial. Platform berupa situs contohnya adalah disturbing picture di website Kaskus, maupun di situs tersembunyi di deep web. Di media sosial, banyak tersebar baik melalui obrolan di LINE, Whatsapp, Telegram, Twitter, Facebook dan lainnya. Termasuk official account di LINE yang memang mengkhususkan untuk pembagian foto-foto sadisme, yang salah satunya adalah foto-foto korban kecelakaan. Salah satu kasusnya adalah ketika seorang mahasiswi yang kuliah di Universitas Brawijaya mengalami kecelakaan di Jalan Soekarno Hatta, Malang pada tanggal 1 November 2017. Beredar video kecelakaan tersebut yang diunggah di akun twitter dengan keterangan yang menyebutkan nomor polisi motor korban dengan tujuan untuk mencari tahu keluarga korban karena korban tidak membawa dompet atau HP.1 Kasus lainnya adalah kecelakaan yang juga terjadi di daerah Malang, tepatnya di Karangploso pada tanggal 25 Agustus 2017. Kejadian tersebut direkam dan difoto lalu disebarkan sehingga menjadi viral. Rekaman dan foto-foto tersebut memuat gambar-gambar mengerikan dengan jenazah para korban yang masih berlumuran darah. Rekaman ini banyak diunggah ke situs Youtube maupun disebarkan melalui aplikasi media sosial lainnya.2 1 Adrianus Adhi, Beredar Video Kecelakaan Lalu Lintas di Jalan Soekarno Hatta Malang, Korban Cewek Naik Honda Vario, Surya Malang, 2017, http://suryamalang.tribunnews.com/2017/11/01/beredar-video-kecelakaan-lalu-lintas-di-jalansoekarno-hatta-malang-korban-cewek-naik-honda-vario diakses pada tanggal 14 November 2017 2 Win, Video dan Foto-foto Kecelakaan Maut di Malang Viral di Medsos, Pos Kota News, 2017, http://poskotanews.com/2017/08/26/video-dan-foto-foto-kecelakaan-maut-di-malang-viral-dimedsos/ diakses pada tanggal 14 November 2017
II.
Isu Hukum Dalam penyebaran foto maupun video ini sebenarnya menuai pro dan kontra. Penyebaran foto maupun video dengan konten yang dapat dianggap sebagai disturbing picture bagi sebagian orang ini sebenarnya cukup meresahkan, terutama karena pengguna internet tidak hanya yang sudah dewasa, melainkan terdapat anak-anak dibawah umur. Dengan penyebaran unggahan tersebut akan menyebabkan trauma tersendiri baik bagi keluarga korban maupun orang-orang yang tidak tahan melihat unggahan sadis tersebut. Dan juga, penyebaran foto maupun video berkonten sadis ini dianggap melanggar nilai-nilai keasusilaan dan etika dalam masyarakat. Namun dilain sisi, penyebaran foto maupun video tersebut menurut pihak yang menyebarkan memudahkan pencarian keluarga korban maupun untuk mengingatkan masyarakat agar berhati-hati untuk berlalu lintas. Perekaman video ini memudahkan pihak yang berwenang untuk melakukan proses penyelidikan. Selain itu, hal ini berkaitan dengan kebebasan untuk mendapatkan informasi. Dengan kemudahan penyebaran informasi seperti ini maka masyarakat dimudahkan untuk mendapat informasi yang lebih aktual dan factual. Tetapi, pemerintah masih belum membuat sebuah regulasi yang mengatur penyebaran konten sadis secara khusus sehingga satu-satunya cara adalah dengan pelaporan terhadap situs platform foto ataupun video tersebut diunggah untuk dihapus oleh situs tersebut, dan ini hanya dapat dilakukan apabila hal tersebut merupakan postingan seperti status dalam beranda LINE atau Facebook dan tidak dapat dilakukan apabila hal-hal tersebut diunggah dalam ruang obrolan di media sosial.
III.
Dasar Hukum 1. Undang-Undang Dasar 1945 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik 3. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers 4. Kode Etik Jurnalis
IV.
Analisa Dewasa ini perkembangan penduduk semakin pesat, apalagi yang berada di kota-kota besar. Menurut Laporan PBB per Juni 2017, populasi dunia saat ini sudah mencapai 7,6 miliar orang. Meningkatnya jumlah populasi dunia juga disertai dengan meningkatnya populasi di berbagai kota besar di dunia. Contohnya, Jakarta yang mengalami kenaikan populasi dari 8 juta warga menjadi 28,5 juta warga dalam kurun waktu 1970 hingga 20143. Perkembangan populasi kota besar berhubungan dengan kebutuhan akan moda transportasi yang menunjang mobilitas warga kota. Hal ini pula yang membuat kebutuhan akan tersedianya fasilitas penunjang mobilitas warga untuk menjalankan kegiatannya sehari-hari menjadi sebuah keharusan. Bahkan menjadi tolak ukur maju atau tidaknya sebuah kota di dunia. Pesatnya perkembangan kendaraan bermotor yang berada di kota-kota besar menyebabkan lalu lintas perkotaan yang semakin padat, dan menambah kesemrawutan lalu lintas yang terjadi di jalan raya. Kesemrawutan lalu lintas di jalan raya timbul akibat beberapa faktor. Salah satunya adalah kurangnya kapasitas jalan raya dan fasilitas penunjang pada jalan raya seperti lahan parkir, rambu lalu lintas dan lampu penerangan jalan raya. Dengan keadaan seperti ini, maka pelanggaran-pelanggaran lalu lintas semakin banyak terjadi dan kesadaran berkendara dengan aman semakin tidak dihiraukan oleh masyarakat. Hal-hal seperti ini yang mendorong maraknya kasus kecelakaan lalu lintas, baik kecelakaan ringan maupun kecelakaan berat. Sehingga, korban kecelakaan mengalami luka luka dengan berbagai kondisi, terutama dalam kondisi luka berat atau tewas. Tetapi, akibat maraknya peristiwa kecelakaan lalu lintas muncul sebuah fenomena baru ditengah masyarakat kita. Masyarakat acapkali mengabadikan peristiwa tersebut dalam sebuah potret yang diambil dengan handphone mereka. Potret yang menggambarkan kondisi mengenaskan korban acapkali disalahgunakan oleh beberapa kalangan untuk koleksi pribadi, bahkan disebarluaskan di beberapa media sosial untuk sekadar memenuhi kegemaran mereka atas foto-foto sadis (disturbing pictures) meskipun ada beberapa warga yang menggunakan potret tersebut untuk kepentingan mencari keluarganya dengan menggunakan social media effect yang sangat cepat ataupun sekadar memberitakan terjadinya sebuah insiden kecelakaan.
3 Puslitbang Ekonomi dan Pembangunan, Perubahan Pemanfaatan Tanah di Jabotabek, Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 1998.
Menurut Kode Etik Jurnalistik, penyebaran konten sadis ini dilarang (Pasal 4). Dalam UU ITE sendiri, terutama dalam Pasal 27 ayat 1, setiap orang yang tanpa hak dilarang untuk mendistribusikan, mentransmisikan, dan membuat dapat diaksesnya informasi elektronik atau dokumen elektronik yang melanggar kesusilaan. Hal ini disebabkan karena penyebaran konten sadis ini dianggap melanggar norma kesusilaan dan etika. Penyebaran konten ini tidak menunjukkan rasa kemanusiaan karena tidak menunjukkan rasa empati kepada korban maupun keluarganya. Hal ini terlihat dari efek jangka panjangnya dimana keluarga korban akan selalu diingatkan akan kejadian tragis yang menimpa keluarganya setiap melihat unggahan foto maupun video yang tersebar di internet. Selain itu, hal ini dapat membawa perasaan takut yang berlebihan (phobia). Berkaca pada beberapa hal yang sudah dijabarkan, maka penyebaran konten/foto korban kecelakaan seharusnya dilakukan dengan bijak bagi para pengunggah konten dan tidak untuk disalahgunakan pengunggah untuk disebarluaskan atau dimasukan dalam konten sadis yang tidak bertanggungjawab sehingga perlu diatur mengenai penyebarluasan konten tersebut dalam UU ITE agar lebih jelas lagi pengaturan. Karena UU ITE belum mewadahi penyebaran dan belum mengatur lebih jelas sehingga ada kekosongan hukum dalam kasus penyebarluasan konten tersebut. Sehingga sampai saat ini pun masih banyak orang-orang yang seenaknya mempublikasikan gambar sadis tersebut melalui sosial media ataupun website yang bukan sosial media. Namun, menurut penulis, walaupun belum ada pengaturan yang paten terkait masalah tersebut seharusnya kita sebagai manusia yang bermoral menjaga privasi dari konten tersebut dan tidak seharusnya kita mempublikasikan nya ke sosial media. Di satu sisi, penyebaran konten tersebut menurut para pengunggah agar konten mereka dilihat banyak orang dan banyak orang berempati pada kejadian tersebut, dan tergerak untuk membantu. Jiwa sosial yang patut dibanggakan tetapi tidak seperti itu cara penyampaiannya, ada etika dan aturanaturan yang harus ditaati mengenai hal tersebut. Dan juga penyebaran informasi tersebut membuat penyebarannya lebih cepat sehingga terjadi transparasi informasi dan meningkatkan ke faktualan berita. Karena berita tersebut dapat dilihat dari perspektif lain dan disokong oleh bukti yang kuat.
V.
Kesimpulan Karena belum adanya regulasi yang mengatur hal tersebut secara khusus dalam undangundang ITE, maka penegakkan dan pembatasan penyebaran foto maupun video ini masih kurang. Dalam pembatasannya dapat dilakukan dengan membuat peraturan khusus mengenai kasus ini ataupun merevisi aturan-aturan yang sudah ada. Dalam hal ini foto-foto yang mengerikan tersebut seharusnya tidak boleh disebarluaskan secara bebas di media sosial maupun platform internet lainnya. Kalaupun ditampilkan, maka konten tersebut setidaknya disamarkan, hanya memberikan informasi yang perlu tanpa memuat konten yang mengerikan ataupun konten yang dapat menimbulkan ketakutan kepada masyarakat luas, dan menyerahkan foto yang tidak di sensor kepada kepolisian agar segera dilakukan penyelidikan dan tidak diunggah ke internet. Dan bagi penulis, mempublikasikan konten-konten tersebut ke internet merupakan perbuatan jahat yang tidak menghormati rasa kemanusiaan. Sekalipun tujuannya baik tetapi cara melakukannya adalah sebuah kesalahan besar.