Efektivitas Mandatory Consular Notification Dalam Penanganan Kasus Pekerja Migran Indonesia (kasus tuti kursilawati) Oleh: Joudi Natama, A. Rizky Maulidta Ardiana, Reghia Ghina Nabilla, Sharissa Chairani Habibaty, Muhamad Fahriza Aryananta ALSA LOCAL CHAPTER UNIVERSITAS BRAWIJAYA LATAR BELAKANG Perkembangan hubungan antar negara berkembang semakin pesat seiring dengan perkembangan hubungan antar manusia dalam berbagai bidang. Hal tersebut yang menyebabkan hukum internasional memberi ruang khusus yang mengatur mengenai hubungan antar negara dan termasuk warga negaranya. Di samping itu, hak asasi manusia merupakan isu yang sedang berkembang pesat dalam perkembangan hukum internasional. Hak asasi dijunjung tinggi sebagai suatu hal yang wajib diberikan pada semua umat manusia secara merata 1. Seluruh negara di dunia diwajibkan untuk menaati pengakuan terhadap hak asasi bagi semua umat manusia. Pelanggaran terhadap hak asasi di wilayah suatu negara dapat berkembang menjadi isu internasional. Hak asasi saat ini meliputi semua aspek kehidupan manusia saat ini, dari segi pendidikan, pekerjaan, kelayakan hidup, kekerasan, dan aspek-aspek lainnya. Perkembangan mengenai hak asasi ini mencapai juga kepada hak-hak bagi warga asing yang sedang berada di luar teritorial negara asalnya. Warga asing di suatu negara mendapatkan perlindungan melalui Konvensi Wina 1963 mengenai hubungan konsuler dan Konvensi Wina 1961 mengenai hubungan diplomatik. Warga asing harus diperlakukan dengan baik sama seperti perlakuan yang diberikan kepada warga negara asli di negara tersebut. Pemberian hak asasi secara merata diberikan kepada siapa saja, termasuk kepada kriminal yang telah melakukan tindak kejahatan. Hal ini berlaku pula pada warga asing yang telah melakukan tindak kejahatan di wilayah suatu negara. Perlakuan dan kekerasan yang diberikan oleh negara asing harus sesuai dengan hak asasi yang telah diatur dalam hukum internasional. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa hukum nasional negara-negara di dunia berbeda satu sama lain, hal ini menyebabkan perlunya perlindungan dari hukum negara asal kepada warga negaranya tersebut.
1 David H Ott, Public International Law in the Modern Worls, [United Kingdom: Pitman, 1987], hal. 239
Tim penulis mengambil contoh kasus dari media online. Arab Saudi mengeksekusi mati Tuti Tursilawati pada Senin (29/10), setelah tenaga kerja Indonesia asal Majalengka itu menjalani proses hukum selama kurang lebih delapan tahun di negara Timur Tengah tersebut. Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Kementerian Luar Negeri RI, Muhammad Iqbal, mengatakan Retno protes karena ini adalah yang kesekian kalinya pemerintah Saudi melakukan eksekusi terhadap warga Indonesia tanpa pemberitahuan notifikasi kepada perwakilan di Riyadh dan Jeddah. Lalu Muhamad Iqbal, mengatakan perempuan kelahiran 1984 tersebut ditangkap oleh otoritas Saudi pada Mei 2010 karena dituduh melakukan pembunuhan berencana terhadap majikannya, Suud Mulhak Al Utaibi. Suud (majikan Tuti) dikabarkan kerap melakukan pelecehan terhadap Tuti. Iqbal mengatakan Tuti melakukan pembunuhan terhadap Suud ketika laki-laki itu sedang tidak melakukan kekerasan sehingga tidak bisa dijadikan sebagai pembelaan.2 Retno menyampaikan kekecewaan dan protes Indonesia terhadap pemerintahan Raja Salman, terkait eksekusi mati yang dilakukan tanpa notifikasi. Padahal, notifikasi kekonsuleran merupakan salah satu hal yang perlu dilakukan negara-negara yang tergabung dalam Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Kekonsuleran. Konvensi tersebut mengatur kewajiban setiap negara untuk menyampaikan kabar kepada perwakilan negara asing jika ada warganya terjerat kasus hukum di negara tersebut. Selain kasus hukum, notifikasi kekonsuleran juga wajib diberikan negara ketika mengetahui kabar kematian warga asing di negaranya. Indonesia dan Saudi merupakan anggota konvesi tersebut. Namun, konvensi itu memang tidak mengatur kewajiban negara anggotanya untuk menyampaikan notifikasi terkait pelaksanaan hukuman mati bagi warga asing. RUMUSAN MASALAH 1. Mengapa belum terdapatnya MCN Indonesia dengan Arab Saudi? 2. Bagaimana dampak kasus diatas terhadap WNI lainnya di Arab Saudi?
PERATURAN TERKAIT 2 https://www.cnnindonesia.com/internasional/20181030200206-106-342747/kronologi-kasus-tuti-hinggadieksekusi-mati-di-saudi
1. Vienna Convention on Consular Relation (VCCR) 1963, Pasal 5 dan 36 2. Undang-Undang No 1 Tahun 1986 tentang Ratifikasi Wiena 1963 PEMBAHASAN Mandatory Consular Notification adalah sebuah perjanjian bilateral antara negara yang mengirimkan
dan menerima
notifikasi
tersebut,
perjanjian
ini
adalah
bukti
untuk
memaksimalkan realisasi dari notifikasi konsular yang melalui prosedur dan sesuai dengan ketentuan konvensi wina megenai konsular relasi. Dalam Mandatory Consular Notification harus mempunyai tiga prinsip wajib yaitu obligatory yang merupakan sebuah berita yang diberikan pada negara asing dan prinsip yang kedua adalah harus adanya sebuah perjanjian antara negara yang menerima dan negara yang mengirim, terakhir adalah prinsip reciprocity yang merupakan peran dari petugas yang berkualifikasi yang mempunyai keyakinan untuk mengeluarkan notifikasi konsular apabila sebuah negara telah melakukan penangkapan bagi orang tersebut. MCN ini mempunyai peran dalam beberapa hal seperti yang tertera dalam pasal 36 dalam konvensi wina dimana suatu negara yang melakukan penahanan warga asing karena suatu tindak kejahatan wajib melakukan pemberitahuan konsuler mengenai masalah penangkapan yang telah dilakukan tersebut. 3 Tujuan dari pemberitahuan konsuler ini adalah agar pemerintahan dari negara asal mengetahui mengenai masalah tersebut dan dapat meberikan perlindungan bagi warga negaranya tersebut. Hal tersebut mencegah adanya pelanggaran kepentingan hak bagi warga tersebut. Saat ini, banyak perkembangan mengenai masalah pelaksaaan hukuman kepada warga asing suatu negara tanpa adanya pemberitahuan kepada negara asalnya. Hal tersebut menyebabkan negara asal tidak dapat melindungi hak-hak warga negaranya dan perlakuan yang tidak sesuai terutama bagi warga asing yang miskin dan bekerja di negara lain. Hukuman yang diberikan beraneka ragam dari penyiksaan sampai hukuman mati. Hukum internasional tidak memiliki daya paksa seperti yang terdapat dalam hukum nasional suatu negara. Akan tetapi, pelaksanaan hukum internasional dapat tercapai dengan kesepakatan yang terbentuk antara negara-negara di seluruh dunia. Pemerintah Indonesia sedang menjajaki rencana untuk membentuk perjanjian dengan Arab Saudi terkait kewajiban memberi notifikasi kekonsuleran atau Mandatory Consular Notification (MCN) soal eksekusi mati. Perjanjian itu dibentuk untuk mengikat Saudi agar berkewajiban memberikan notifikasi kekonsuleran setiap ada WNI yang terjerat kasus hukum di
negara tersebut, terutama yang akan menjalankan hukuman mati, namun hingga saat ini Arab Saudi belum menyepakati perjanjian Mandatory Consular Notification dengan Indonesia dikarenakan Arab Saudi memang tidak memiliki ketentuan hukum yang mewajibkan pihak berwenang memberikan pemberitahuan kepada perwakilan pemerintah sebelum melakukan eksekusi terhadap warga negara asing. Peristiwa tersebut tidak hanya berlaku bagi warga negara Indonesia saja, melainkan juga terhadap warga negara lain yang menerima vonis hukuman mati di Arab Saudi. Bahkan, dalam konteks hukuman mati yang dilakukan terhadap warga negaranya sendiri, Pemerintah Arab Saudi tidak wajib memberitahu pihak terpidana mati. Menurut Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri RI, hanya ada empat pihak yang menerima notifikasi sebelum eksekusi dilakukan, yakni ahli waris korban, jaksa penuntut umum, kepala penjara, dan Lembaga permaafan. Selain faktor hukum dalam negeri, Pemerintah Arab Saudi juga belum pernah membuat perjanjian mandatory consular notification dengan negara manapun. Melihat dari penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa negara Arab Saudi memiliki perlindungan HAM yang rendah dan menjalankan hukum sekehendak mereka sendiri atau tanpa adanya persetujuan dari negara yang bersangkutan. Arab Saudi sudah melanggar etika diplomasi dan hukum kebiasaan internasional, seperti dan melanggar konvensi Wina tahun 1963 yang mengharuskan satu negara memberitahukan penahanan, penyelidikan, sidang pengadilan sampai eksekusi hukuman atas warga negara lain. Dampak kasus diatas terhadap WNI yang lain di Arab Saudi jika pemerintah Indonesia tidak berlaku tegas terhadap pemberlakuan Mandatory Consular Notification adalah tidak menutup kemungkinan bahwa akan terjadi kasus – kasus lain yang serupa dengan kasus Tuti ini akan terulang kembali. Pemerintah Indonesia harus segera membuat MCN dengan Arab Saudi mengigat perjanjian ini sangat mendesak agar Warga Negara Indonesia yang mengalami masalah hukum di Arab Saudi diberitahukan terlebih dahulu ke pemerintah Indonesia sebelum dieksekusi oleh pemerintah Arab Saudi.
Perjanjian ini akan sangat bermanfaat bagi pemerintah Indonesia maupun Arab Saudi karena dengan adanya perjanjian berarti menyatakan kesepakatan kedua Negara. Dan juga sangat penting bagi Indonesia mengingat banyaknya WNI yang bekerja menjadi TKI di Arab Saudi. Dengan adanya perjanjian ini, meminimalisir agar kejadian seperti kasus Tuti tidak terulang kembali. Jika perjanjian ini tidak ada, Arab Saudi merasa benar melakukan eksekusi terhadap WNI walau mereka tidak memberitahu terlebih dahulu. Jadi, dengan adanya perjanjian ini, pemerintah Indonesia bisa memaksa Arab Saudi untuk memberitahu sebelum melakukan eksekusi, sehingga pemerintah Indonesia bisa menyiapkan upaya – upaya negosiasi agar eksekusi tidak terjadi. KESIMPULAN Indonesia bisa memberikan sanksi bagi Arab Saudi, untuk eksekuti mati buruh migran asal Majalengka, Tuti Tursilawati yang dieksekusi, Senin, 29 Oktober 2018. Menurut dia soal hubungan kedaulatan negara, Indonesia kurang punya daya tekan terhadap Arab Saudi. Malah Arab yang dinilainya jauh lebih superior. "Power atau kekuatan itu yang bermain, kalau kita punya kekuatan yang sangat tinggi." Indonesia dengan populasi muslim terbesar di dunia punya ketergantungan yang tinggi terhadap Arab Saudi. Terutama soal ibadah haji dan umroh. Setiap tahun, Indonesia selalu meminta tambahan kuota haji. Hal ini bisa menjadi instrumen kekuatan bagi Arab Saudi terhadap Indonesia, sehingga Indonesia tak bisa berbuat banyak. "Jika Indonesia tidak memenuhi kuota (haji) juga Arab Saudi bisa memindahkan kuota ke negara lain." Di sisi lain, kondisi internal dalam negeri Indonesia membuat pemerintah kesulitan memberi sanksi Arab Saudi. Indonesia bisa saja moratorium sementara terhadap pengiriman buruh migran ke Arab Saudi. Tapi ini bukan solusi karena menimbulkan masalah baru dengan menjamurnya buruh migran ilegal.