Apakah Energi Geothermal Merugikan Masyarakat ? Oleh : Khairunnisa, Annisa Tri Wulandari, dan Talia Sartika Bara W. Kasus Posisi Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi di Gunung Talang Bukit Kili, Kecamatan Lembang Jaya, Kabupaten Solok, Sumatera Barat, diwarnai aksi penolakan dari masyarakat. Pada
Pertengahan September 2017, ratusan warga yang
tergabung dalam Salingka
Gunung Talang berunjuk rasa ke Kantor Bupati Solok. Masyarakat dari empat kecamatan di 12 nagari yang mengatasnamakan Himpunan Masyarakat Pecinta Gunung Talang, khawatir pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi ini berdampak bagi lingkungan dan sektor pertanian. Sebelumnya, penolakan juga dilakukan 22 Agustus 2017 kala perusahaan mengundang beberapa perwakilan masyarakat, guna menghadiri rapat penyiapan lahan untuk Kantor PT Hitay Daya Energi di Kantor Wali Nagari. Tuntutan masyarakat Gunung Talang adalah meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kembali dampak pembangunan energi geotermal terhadap masyarakat dan lingkungan, sebelum menyetujui pembangunan PLTB, karena dirasa pembangunan energi gheotermal akan berdampak negatif
bagi pertanian, seperti muncul kekhawatiran akan kekurangan air untuk mengairi sawah
mereka karena digunakan untuk membangun PLTB, perubahan tata guna lahan dari sektor pertanian menjadi wilayah kerja pengusahaan energi gheotermal, perubahan bentang alam karena perbukitan akan didatarkan, dan rasa khawatir eksploitasi sekitar Gunung Talang berdampak terhadap keasrian alam kawasan. Pembangunan pembangkit ini di Solok, merupakan bagian dari target proyek energi nasional sebesar 35000 MW. Wilayah kerja Gunung Talang –Bukit Kili ditetapkan di lahan seluas 27000 hektar dengan potensi energy diperkirakan sebesar 58 MW. Pada 3 Juli 2017, LBH Padang menerima pengaduan dari masyarakat Nagari Batu Bajanjang, sehubungan dengan penerbitan izin panas bumi di Gunung Talang–Bukit Kili, Solok oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal. Tepatnya, surat izin No 2/1/IPB/PMA/2017 kepada perusahaan asal Turki PT Hitay Daya Energiberdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 7257 K/30/MEM/2016 tertanggal 3 Oktober 2016, dengan wilayah kerja seluas 27.000 hektar untuk 37 tahun.
Dasar Hukum
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi
Isu Hukum Sebagian besar masyarakat menolak Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi karena menurut mereka, pembangunan ini tidak memiliki izin yang jelas dan merupakan hal baru yang ada di lingkungan mereka yang mengancam eksistensi sektor pertanian yang ada di wilayah tersebut. Sehingga, mereka khawatir hal tersebut akan berdampak buruk pada mereka. Sementara PT Hitay Daya Energi telah memperoleh izin, dengan penerbitan surat izin Nomor 2/1/IPB/PMA/2017. Analisa Geotermal adalah sebuah sumber daya energi yang berasal dari perut bumi yang termasuk sumber energi baru saat ini. Nama gheotermal sendiri diambil dari Bahasa Yunani yaitu geo yang berarti “panas”, sedangkan thermal yang berarti “bumi”. Jadi secara umum pengertian dari geothermal adalah energi panas yang dihasilkan dari panas bumi. Energi geothermal adalah sumber energi yang relatif ramah lingkungan karena berasal dari panas dalam bumi. Air yang dipompa ke dalam bumi oleh manusia atau sebab-sebab alami (hujan) dikumpulkan ke permukaan bumi dalam bentuk uap, yang bisa digunakan untuk menggerakkan turbinturbin untuk memproduksi listrik. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi yang selanjutnya disebut UU Panas Bumi yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) menyatakan, ”Panas bumi adalah sumber energi panas yang terkandung dalam air panas, uap air, serta batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara genetic tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem panas bumi”. Berdasarkan fakta hukum yang ada berkenaan dengan pengusahaan panas bumi, penetapan potensi pembangkit listrik berdasarkan hasil survei pendahuluan, maka oleh pemerintah ditetapkan wilayah Gunung Talang, Bukit Kili, Kabupaten Solok sebagai wilayah Kuasa Panas Bumi (WKP) pada 2014, berdasarkan Keputusan Menteri ESDM No. 2777 K/30/MEM/2014. Berdasarkan UU Panas Bumi, survei pendahuluan adalah kegiatan yang meliputi pengumpulan, analisis, dan penyajian data yang berhubungan dengan informasi kondisi geologi, geofisika, dan geokimia, serta survei ladaian suhu
apabila diperlukan, untuk memperkirakan letak ada serta tidak adanya sumber daya panas bumi. Penetapan ini, kemudian ditindaklanjuti dengan lelang, melalui pengumuman WKP Nomor 03/10.10/WKP-4/KESDM/2016, pada 25 April 2016. Berdasarkan pertimbangan teknis, adminstrasi, keuangan dan penawaran harga tenaga listrik, diputuskan pemenang lelang konsorsium yaitu PT. Hitay Daya Energi, berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 7257 K/30/MEM/2016 tertanggal 3 Oktober 2016. Hal ini menginstruksikan bahwa mereka memiliki izin pengembangan energi geotermal di Gunung Talang, Bukit Kili, Solok. Pada 23 Februari 2017, terbit izin panas bumi kepada PT Hitay. PT Hitay sebagai Independen Power Producer (IPP) yang resmi mendapatkan penugasan pemerintah untuk penyediaan listrik kapasitas 20 MW. Dengan keluarnya surat izin No 2/1/IPB/PMA/2017 kepada PT Hitay Energi dengan wilayah kerja seluas 27.000 hektar untuk 37 tahun. Berdasarkan Pasal 23 ayat (1) dan (2) UU Panas Bumi dikatakan, badan usaha yang melakukan pengusahaan panas bumi untuk pemanfaatan tidak langsung wajib terlebih dahulu memiliki izin panas bumi yang diberikan oleh menteri kepada badan usaha berdasarkan hasil penawaran wilayah kerja, dengan keluarnya surat izin pemanfaatan tidak langsung energy geothermal, maka PT Hitay Daya Energi dapat melakukan kegitan pengusahaan panas bumi di Gunung Talang, Solok berdasarkan wilayah kerja yang sudah ditentukan dengan melakukan kegiatan pengusahaan panas bumi secara terpadu berupa kegiatan eksplorasi, eksploitasi, dan pemanfaatan, sesuai dengan ketentuan yang tertera pada UU Panas Bumi Pasal 20 ayat (1). Menteri ESDM menetapkan wilayah kerja berdasarkan survei pendahuluan atau survei pendahuluan dan eksplorasi, dan setelah melalui serangkaian prosedur yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan panas bumi. Dalam menentukan izin pemberian pengusahaan panas bumi dari menteri kepada badan usaha dilakukan berdasarkan hasil penawaran wilayah kerja, melalui beberapa syarat dan ketentuan seperti pemanfaatan panas bumi tidak langsung berada pada kawasan hutan. Pemegang izin panas bumi wajib mendapatkan izin pinjam pakai untuk menggunakan kawasan hutan produksi atau kawasan hutan lindung, selanjutnya dikatakan melaksanakan kegiatan pengusahaan panas bumi dengan memperhatikan tujuan utama pengelolaan hutan lestari sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang disebut dilakukan melalui izin pemanfaatan jasa lingkungan seperti yang tercantum dalam Pasal 24 ayat (2) dan (3) UU Panas Bumi. Berdasarkan data-data yang ada dapat dipahami bahwa dalam menentukan wilayah kerja dan pemberian izin Panas Bumi harus melewati serangkaian prosedur yang terdapat dalam UU Panas Bumi
serta Peraturan Pelaksana UU tersebut, sehingga dapat dipastikan bahwa izin pembangunan PLTB yang diberikan bukanlah hal main-main tanpa pertimbangan yang matang yang diterbitkan oleh kementrian dan
dilakukan
berdasarkan
survei
dan
eksplorasi,
sehingga
keputusan
tersebut
dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan sesuai dengan ketentuan hukum positif yang ada, dan tidak melawan hukum. maka hal ini dapat dianalogikan dengan pemberian izin pengusahaan energi gheotermal yang terjadi di Solok. Berdasarkan perkembangan kegiatan pengusahaan energi geothermal di Gunung Talang saat ini, ada pada tahap eksplorasi sekaligus studi kelayakan yaitu kajian untuk memperoleh informasi secara terperinci terhadap seluruh aspek yang berkaitan, untuk menentukan kelayakan teknis, ekonomis, dan lingkungan atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan pemanfaatan panas bumi yang diusulkan. Setelah hasil studi kelayakan itu didapatkan maka harus disampaikan kepada menteri untuk mendapatkan persetujuan, apakah kegiatan pemanfaatan panas bumi dilanjutkan pada tahap eksploitasi atau tidak. Pemanfaatan energi geothermal sangat penting dilakukan di Indonesia, karena peningkatan kebutuhan akan sumber daya energi di Indonesia. Selain itu, panas bumi merupakan Sumber Daya Alam terbarukan dan merupakan kekayaan alam yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai peranan penting untuk menunjang pembangunan nasional yang berkelanjutan guna mewujudkan kesejahteraan rakyat, pertimbangan lainnya adalah panas bumi merupakan energi yang ramah lingkungan yang potensinya besar dan pemanfaatannya belum optimal sehingga perlu didorong dan ditingkatkan secara terencana dan terintegrasi guna mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil. selanjutnya untuk menjaga keberlanjutan dan ketahanan energi nasional serta efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan Panas Bumi untuk pemanfaatan tidak langsung sebagai sebagai pembangkit tenaga listrik, kewenangan penyelenggaraanya perlu dilaksanakan oleh pemerintah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Pertamina, energi geothermal merupakan salah satu sumber energi paling bersih dan tidak menyebabkan pencemaran karena limbah yang dihasilkan hanya berupa uap air, dan energi geothermal lebih bersih dari energi fosil yang menyebabkan polusi dan emisi gas rumah kaca, Geotermal juga merupakan jenis energi terbarukan yang relatif tidak akan habis. Berdasarkan pemaparan yang telah disampaikan sebelumnya, dirasa
pemanfaatan energi
geotermal perlu diusahakan di Indonesia, dengan adanya upaya untuk menekan sisi negative yang mungkin ditimbulkan.
Kesimpulan Walaupun upaya pembangunan Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTB) masih memunculkan perdebatan dan penolakan dari sebagian masyarakat, namun dampak positif dan keuntungan yang akan didapatkan menjadi dasar pertimbangan mengapa pembangunan/pemanfaaan energi geothermal terus dilanjutkan ditengah penolakan yang ada. Namun, pembangunan harus mengikuti prosedur yang tertuang dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada, pemerintah harus terus mengawal setiap kegiatan atau proses pengusahaan panas bumi, terus melakukan pendekatan dan komunikasi yang lebih intens kepada masyarakat dalam setiap kegiatan pengusahaan panas bumi, dan sudah seharusnya juga pengelolaan energi panas bumi dilakukan oleh peusahaan nasional dengan menggunakan tenaga ahli Indonesia yang diakui kepakarannya.