Kontradiksi Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Masyarakat(Kasus Pembubaran HTI) A. Pendahuluan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 (yang selanjutnya disebut Perppu Ormas) tentu ada berkaitan dengan kasus organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Jika ingin membahas mengenai Perppu Ormas, tentu kita harus mengenal terlebih dahulu apa itu organisasi HTI yang kemungkinan menjadi salah satu sebab yang berkaitan dengan munculnya Perrpu Ormas. Organisasi Hizbut Tahrir adalah organisasi politik internasional Pan Islamis dan fundamentalis yang mendeskripsikan ideologi keislamannya, dan bertujuan untuk menegakkan Kekalifahan Islam atau negara Islam. Mengutip perkataan Presiden Joko Widodo di JCC senayan pada hari Rabu(18/7/2017) kepada okezone.com, bahwa pembubaran HTI sudah melewati pengkajian dan pengamatan yang lama dan saran dari kalangan ulama dan masyarkat. Maka dari itu,,dikatakan penerbitan Perppu Ormas oleh menteri Koordinator Bidang Hukum dan Keamanan,Wiranto sebagai langkah dalam melindungi dari segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia untuk menghindari organisasi masyarakat yang anti-Pancasila1. Namun, pada realitanya, penerbitan Perppu Ormas justru menjustifikasi akan ada Ormas yang akan menjelma menjadi ancaman bagi negara, padahal pada faktanya HTI berasaskan Pancasila dan tercatat di kementrian Hukum dan HAM semenjak dikeluarkannya Surat Keputusan Kementrian Hukum dan HAM No. AHU-00282.60.10.2014 yang mengenai Pengesahan HTI sebagai badan hukum.2 Salah satu alasan kami mengangkat Tema mengenai Perppu Ormas (Kasus Pembubaran HTI) adalah kami melihat bahwa Perppu ini berpotensi menimbulkan pasal karet yang nantinya juga bisa menjadi alat kesewenangan Pemerintah dalam bertindak dan juga berpotensi untuk menjadi senjata bagi masyakarat yang ingin berpendapat dan berserikat.
1
Dedy Afrianto, https://news.okezone.com/read/2017/07/19/337/1739900/top-news-8-hti-dibubarkan-inikomentar-presiden-jokowi, pada tanggal 13 September 2017 pukul 21.37
B. ISI Sebelum kami lebih lanjut membahas mengenai Perppu Ormas. Perppu sendiri diatur di dalam Pasal 22 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUD NRI 1945). Dalam Pasal 22 UUD NRI 1945 menjelaskan bahwa Perppu adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. Dijelaskan juga dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dijelaskan bagaimana mekanisme penyusunan Perppu yang salah satunya dijelaskan pada Pasal 52 ayat (1) bahwa Perppu harus diajukan ke DPR dalam persidangan yang berikut. Dalam Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 (yang selanjutnya disebut UU Ormas) disebutkan bahwa Organisasi Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut Ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Diatur pula di dalam Pasal 9 bahwa Ormas didirikan oleh 3 (tiga) orang warga negara Indonesia atau lebih, kecuali Ormas yang berbadan hukum yayasan. Setelah didirikan, Ormas haruslah didaftarkan kepada pemerintahan setempat, baik ormas berbadan hukum maupun ormas yang tidak berbadan hukum sesuai Pasal 15 sampai Pasal 19 UU Ormas. Didalam UU Ormas tidak dilakukan pengaturan tentang penghentian kegiatan. Ormas ketika melakukan pelanggaran hanya dapat dikenakan sanksi administratif saja yang berupa : a.peringatan tertulis; b.penghentian bantuan dan/atau hibah; c.penghentian sementara kegiatan;dan/atau d.pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum. Pemberian Sanksi Ormas yang terdapat dalam UU Ormas dilakukan secara berkala. Apabila Ormas melakukan hal yang dilarang didalam UU Ormas Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat memberikan peringatan tertulis pertama dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari, lalu apabila Ormas tersebut tetap tidak mematuhinya dan tetap melanggar perbuatan yang dilarang, maka disini pemerintah atau pemerintah daerah dapat memberikan peringatan tertulis
yang kedua dalam janga waktu 30 (tiga puluh) hari juga, dan apabila ormas tersebut tetap tidak mematuhi peringatan tertulis yang sudah diberikan maka pemerintah atau pemerintah daerah juga dapat memberikan peringatan tertulis ketiga dalam jangka waktu yang sama yaitu 30 (tiga puluh) hari, lalu apabila ormas tersebut tetap tidak mematuhi peringatan tertulis ketiga pemerintah atau pemerintah daerah dapat menjatuhkan sanki berupa : a.penghentian bantuan dan/atau hibah dan/atau b.penghentian sementara kegiatan. Disini kita lihat rumusan yang tertera dalam huruf b adalah “penghentian sementara kegiatan� jangka waktu penghentian sementara kegiatan adalah paling lama 6 (enam) bulan. Lalu apabila Ormas tersebut tetap tidak mematuhi sanksi penghentian sementara kegiatan dibedakan menjadi penghentian sementara kegiatan Ormas yang berbadan hukum dan penghentian sementara kegiatan ormas yang tidak berbadan hukum. Apabila ormas berbadan hukum tetap melanggar sanksi dalam bentuk penghentian sementara kegiatan maka dilakukan pencabutan status pencabutan badan hukum dari pemerintah yang dilakukan setelah adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap tentang pembubaran ormas. Mekanisme pembubaran Ormas pun harus melalui peradilan umum dan disini ormas diberikan hak untuk membela diri. Dalam hal Ormas tidak berbadan hukum tetap melanggar sanksi dalam bentuk penghentian sementara kegiatan maka dilakukanlah pencabutan surat keterangan terdaftar yang dilakukan oleh pemerintah atau pemerintah daerah dengan pertimbangan hukum oleh Mahkamah Agung. Mekanisme ini sangatlah berbeda dengan Perppu Ormas. Penjatuhan sanksi dalam Perppu Ormas, didalam Perppu tersebut pengaturan mengenai Sanksi Administratif diubah menjadi: a. peringatan tertulis; b. penghentian kegiatan; dan/atau c. pencabutan surat keterangan terdaftar ataupencabutan status badan hukum Apabila Ormas melanggar larangan yang ada didalam Perppu Ormas akan diberikan peringatan tertulis namun dalam hal ini peringatan tertulis hanya diberikan sekali saja dan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal diterbitkan peringatan. Hal ini pun berbeda dan membuat sangatlah mudah untuk menghentikan kegiatan ormas, tidak seperti yang tertera dalam UU Ormas dimana apabila peringatan tertulis tidak dipatuhi maka diberikanlah peringatan tertulis kedua dan apabila tidak dipatuhi lagi diberikan lagi peringatan tertulis ketiga. Lalu, dalam Perppu Ormas diatur juga apabila Ormas tidak mematuhi peringatan tertulis
maka diberikanlah sanksi penghentian kegiatan. Berbeda dengan penghentian kegiatan sementara waktu. Dalam hal ini, penghentian kegiatan tidak ada jangka waktu penghentian kegiatanya seperti dalam UU Ormas. Lalu, dalam Perppu ini juga diatur apabila Ormas yang sudah diberikan sanksi penghentian kegiatan melanggar sanksi tersebut maka dilakukanlah pencabutan status badan hukum apabila Ormas tersebut berbadan hukum atau pencabutan surat keterangan terdaftar apabila ormas tersebut tidak berbadan hukum. Pencabutan status badan hukum didalam Perppu Ormas tidak seperti didalam UU Ormas dimana pencabutan status badan hukum harus disertai putusan pengadilan negeri yang berkekuatan hukum tetap. Berdasarkan pasal 80A Perppu Ormas, Apabila Ormas tersebut berbadan hukum dan dilakukan pencabutan status badan hukum, secara tidak langsung dinyatakan bubar dan Berdasarkan Pasal 62 ayat (3) Perppu Ormas, yang melakukan pencabutan status badan hukum itu adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang dalam negeri dan Menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang hukum dan hak asasi manusia. Didalam Perppu Ormas pembubaran Ormas tidak dikenal mekanisme pembubaran melalui pengadilan. Implikasi dari hal ini adalah Ormas yang dianggap melakukan pelanggaran terhadap larangan sebagaimana diatur dalam Pasal 59 Perppu Ormas dapat langsung dibubarkan tanpa adanya mekanisme pengadilan atau tanpa adanya kesempatan untuk membela dirinya. Hal tersebut membuat Pemerintah sewenang-wenang untuk melakukan pembubaran Ormas. Kemudian, Pasal 82A Perppu Ormas mengatur tentang ketentuan pidana, sebaliknya dalam UU Ormas tidak pernah ditentukan Ketentuan Pidana. Pada dasarnya perubahan Undang-Undang ini menimbulkan banyak perdebatan, banyak masyarakat yang menganggap dikeluarkanya Perppu Ormas ini membatasi masyarakat dalam berserikat, yang diatur didalam Pasal 28E ayat (3) UUD NRI 1945. Implikasi dari diundangkanya Perppu Ormas, terjadinya ketakutan akan dibubarkanya ormas, semakin terbatas pula kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Ormas. Sedangkan, menurut pasal 6 UU Ormas, fungsi dari Ormas itu sendiri adalah : a.penyalur kegiatan sesuai dengan kepentingan anggota dan/atau tujuan organisasi; b.pembinaan dan pengembangan anggota untuk mewujudkan tujuan organisasi; c.penyalur aspirasi masyarakat; d.pemberdayaan masyarakat; e.pemenuhan pelayanan sosial;
f.partisipasi masyarakat untuk memelihara, menjaga, dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa; dan/atau g.pemelihara dan pelestari norma, nilai,dan etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. C. PENUTUP Terdapat penjelasan tentang paham yang bertentangan dengan ideologi Pancasila sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 59 ayat (4) Perppu Ormas yang menyatakan bahwa “Antara lain ajaran ateisme, komunisme/marxisme-leninisme, atau paham lain yang bertujuan mengganti/mengubah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945." Kami menilai pasal ini berpotensi menjadi pasal karet karena makna ‘paham lain yang bertujuan mengganti/mengubah Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945’ bisa ditafsirkan secara luas dan sepihak. Sehingga, kami menimbang dari isu hukum diatas, tidak seharusnya Perppu Ormas tersebut dikeluarkan karena telah memberangus kebebasan berekspresi dan berserikat masyarakat yang juga dijamin oleh Konstitusi, selain itu pula bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi yang menjadi "ruh� bangsa dan Negara Indonesia serta ketakutan bahwa dengan dikeluarkanya Perppu ini dapat berpotensi untuk disalahgunakan oleh rezim penguasa baik sekarang maupun di masa yang akan datang guna melarang ormas-ormas yang dipandang oleh pemerintah telah bertentangan dengan Pancasila dan UUD NRI 1945.