Tinjauan terhadap Larangan Penggunaan Virtual Currency: Bitcoin dalam Sistem Pembayaran di Indonesia Oleh: Aufa Auladi1 dan Ezha Nafis Aufa Laili2 Abstract There was a major invention of financial technology in recent years. This invention is a peerto-peer network that enables the transfer of money without involvement from a third party, which is generally regarded as virtual currency. Virtual currency as unit of network are considered to serve as a new form of payment system. Virtual currency offers many benefits as the alternative of payment system including greater speed and efficiency in transferparticularly across borders, however it faces difficulties to fulfill the functions of an instrument of payment and also poses risks. For that matter, the legal and regulatory system in Indonesia begun to address the use of virtual currency in the payment system. Keywords: Virtual currency, payment system, instrument of payment. Abstrak Dewasa ini, muncul sebuah penemuan baru di bidang teknologi keuangan. Penemuan tersebut berupa sebuah jaringan peer-to-peer yang memungkinkan dilakukannya pengiriman uang tanpa adanya keterlibatan dari pihak ketiga, hal ini dinamakan dengan uang virtual. Uang virtual sebagai satuan dari jaringan menjadi sebuah bentuk baru dalam sistem pembayaran. Uang virtual menawarkan berbagai kelebihan sebagai alternatif pembayaran termasuk kecepatan yang lebih besar dan efisiensi pengiriman terutama untuk transaksi lintas negara. Namun, terdapat kesulitan bagi uang virtual untuk dapat memenuhi fungsi dari alat pembayaran serta menimbulkan risiko. Oleh karenanya, hal tersebut mulai diatur oleh sistem hukum dan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Kata kunci: Uang virtual, sistem pembayaran, alat pembayaran.
1
Penulis adalah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Email: aufaauladi@live.com.
2
Penulis adalah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Email: ezha.nafis@gmail.com.
A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia dan pesatnya kegiatan ekonomi yang terselenggara untuk memenuhi kebutuhan tersebut, berdampak pada perkembangan teknologi yang digunakan untuk memfasilitasinya. Salah satu contohnya, dapat dilihat dari jumlah transaksi melalui internet (e-commerce) yang terus mengalami peningkatan.3 Dengan adanya peningkatan e-commerce, membuat masyarakat membutuhkan sebuah teknologi pembayaran yang dapat mempermudah transaksi selain dengan penggunaan alat pembayaran konvensional seperti transfer bank yang saat ini menjadi pilihan pembayaran yang paling banyak digunakan.4 Oleh karenanya, hadir sebuah teknologi untuk memudahkan masyarakat dalam bertransaksi yakni apa yang disebut dengan teknologi finansial. Teknologi finansial telah berkembang menjadi sebuah inovasi dalam pelayanan keuangan saat ini. Salah satu bentuk financial technology yang tengah menjadi perhatian adalah sebuah virtual currency yang dinamakan dengan Bitcoin. Bitcoin menjadi sebuah gambaran mengenai adanya kebaruan, desentralisasi, dan otomatisasi dalam financial technology.5 Bitcoin mulai dikenal luas ketika menjadi alat pembayaran di tempat perdagangan online Silkroad untuk barang-barang ilegal salah satunya yaitu narkotika.6 Indonesia juga menjadi salah satu negara pengguna bitcoin. Hal ini diketahui dari adanya situs jual-beli bitcoin di Indonesia, salah satunya bitcoin.co.id.7 Di
3
Databoks,
“Transaksi
E-Commerce
Global
Mencapai
Rp
60.467
Triliun,”
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2017/12/12/2021-transaksi-e-commerce-global-mencapai-rp-60467triliun, diakses 9 Januari 2018. 4
Kementerian
Komunikasi
dan
Informatika
RI,
“Data
&
Statistik,”
https://statistik.kominfo.go.id/site/data?idtree=430&iddoc=1527, diakses 9 Januari 2018. 5
Joichi Ito, Neha Narula, dan Robleh Ali, “The Blockchain Will Do to the Financial System What the
Internet Did to Media,” Harvard Business Review, (Maret 2017), hlm. 1. 6
Global Drug Policy Observatory, GDPO Situation Analysis: Silkroad and Bitcoin (Swansea:
Research Institute for Arts and Humanities Swansea University, 2013), hlm. 1 - 4. 7
Situs Beli/ Jual Bitcoin, Ethereum dan Digital Asset Lainnya, https://www.bitcoin.co.id/, diakses 9
Januari 2018.
1
Indonesia pun, bitcoin digunakan baik sebagai alat pembayaran maupun objek spekulasi.8 Dapat kita ketahui minat masyarakat terhadap bitcoin terus meningkat. Namun, di sisi lain kehadiran dan perkembangan penggunaan virtual currency: bitcoin tidak bisa berjalan dengan mulus karena adanya berbagai permasalahan, apalagi tidak disertai adanya payung hukum yang mengaturnya. Permasalahan terhadap penggunaan bitcoin ini pun menjadi kekhawatiran tersendiri bagi masyarakat Indonesia, di satu sisi banyak masyarakat yang berminat untuk menggunakan bitcoin, tetapi di sisi lain masyarakat khawatir akan konsekuensi hukum yang tidak jelas dan belum tentu dapat dipertanggungjawabkan apabila suatu saat timbul risiko dalam penggunaannya. Oleh karena, perlu adanya peraturan yang memberikan perlindungan bagi masyarakat untuk menggunakan bitcoin. Sebagai contoh yaitu di Jepang yang telah memberikan legalitas penggunaan virtual currency.9 Pada tahun 2017, Indonesia telah mengeluarkan produk perundangundangan pertama kali yang mengatur mengenai financial technology, yakni melalui Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial.10 Tentu saja dengan adanya peraturan perundang-undangan tersebut diharapkan hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan financial technology kini dapat memiliki payung hukum yang jelas. Begitu pula dengan aspek yang berkenaan dengan virtual currency. Namun, yang menjadi permasalahan adalah alih-alih memberikan jawaban terhadap kekhawatiran masyarakat dalam menggunakan bitcoin, pemerintah Indonesia justru memilih untuk menolak kehadiran bitcoin di Indonesia. Melalui 8
Martha Ruth Thertina, “Sebagian Besar Transaksi Bitcoin di Indonesia untuk Spekulasi,”
https://katadata.co.id/opini/2017/10/29/sebagian-besar-transaksi-bitcoin-di-indonesia-untuk-spekulasi, diakses 9 Januari 2018. 9
P.C.L. te Beest, “Bitcoin: Explaining Variations in Regulatory Approaches,” (Skripsi Sarjana
Universitas Leiden, Leiden, 2017), hlm.5-6. 10
Indonesia, Peraturan Bank Indonesia tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial, “PBI Nomor
19/12/PBI/2017,” LN No. 245 Tahun 2017, TLN No. 6142.
2
PBI No. 19/12/PBI/2017, penyelenggara teknologi finansial dilarang untuk menggunakan virtual currency yang salah satunya merupakan bitcoin ini dalam sistem pembayaran pun memberikan sanksi administratif bagi phak yang melanggar larangan tersebut. Satu-satunya hal yang menjadi dasar dari adanya ketentuan larangan penggunaan virtual currency tersebut adalah karena virtual currency bukan merupakan alat pembayaran yang sah. Dari adanya ketentuan terhadap virtual currency tersebut, Penulis merasa perlu untuk meninjau lebih lanjut apakah tindakan hukum yang telah diambil oleh pemerintah tersebut telah tepat dalam merespon pertumbuhan virtual currency yang menjadi permasalahan di berbagai negara.
2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, melalui tulisan ini Penulis akan membahas beberapa permasalahan, antara lain: a. Apakah bitcoin dan virtual currency lainnya memenuhi unsur-unsur uang sebagai alat pembayaran? Serta bagaimana perbandingannya dengan alat pembayaran lainnya di Indonesia? b. Bagaimana pengaturan mengenai penggunaan bitcoin dan virtual currency dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia? B. Pembahasan 1. Sistem dan Alat Pembayaran di Indonesia Sistem pembayaran adalah suatu sistem yang mencakup seperangkat aturan, lembaga, dan mekanisme, yang digunakan untuk melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi.11 Pengaturan mengenai sistem pembayaran merupakan hal yang penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia yakni digunakan untuk memelihara kestabilan nilai Rupiah. Hal ini dikarenakan sistem pembayaran menjadi penghubung aktivitas ekonomi dengan uang, sehingga efektivitas penggunaan uang 11
Indonesia, Undang-Undang Bank Indonesia, “UU No. 23 Tahun 1999,� LN No. 66 Tahun 1999,
TLN No. 3843, Ps. 1 angka 6.
3
bergantung pada sistem pembayaran.12. Untuk itu, Bank Indonesia hadir sebagai lembaga yang mengatur dan menjaga sistem pembayaran, yang berwenang untuk:13 a. Melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran; b. Mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan tentang kegiatannya; c. Menetapkan penggunaan alat pembayaran. Melalui kewenangan tersebut, Bank Indonesia menetapkan berbagai kebijakan mengenai sistem pembayaran, khususnya pengaturan mengenai alat pembayaran apa yang boleh dipergunakan di Indonesia serta pihak-pihak yang dapat menerbitkan dan/atau memproses alat-alat pembayaran tersebut.14 Peraturan perundangan-undangan Indonesia telah menetapkan uang sebagai alat pembayaran yang sah sebagaimana tercantum dalam pasal 1 angka 2 UndangUndang No. 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang.15 Namun, mengikuti perkembangan teknologi Bank Indonesia tidak hanya membatasi alat pembayaran dengan bentuk uang tunai saja. Hingga saat ini, Bank Indonesia mengakui beberapa bentuk uang non tunai yang dapat dipakai sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia yaitu kartu kredit, kartu debit, cek, bilyet giro, nota debet, dan uang elektronik.16 Tentunya, Bank Indonesia tetap memastikan bahwa seluruh uang non tunai tersebut menggunakan mata uang Rupiah, karena stabilitas dari nilai Rupiah adalah tujuan dari pembentukan Bank Indonesia.17 Kewajiban penggunaan mata uang Rupiah 12
Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran Biro Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional,
Menguak Potensi Sistem Pembayaran Bagi Perekonomian (Jakarta: Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran, 2012), hlm. 10. 13
Indonesia, Undang-Undang Bank Indonesia, Ps.15.
14
Bank Indonesia, “Sistem Pembayaran di Indonesia,” http://www.bi.go.id/id/sistem-pembayaran/di-
indonesia/peranbi/Contents/Default.aspx, diakses 12 Januari 2018. 15
Indonesia, Undang-Undang Mata Uang, “UU No. 7 Tahun 2011,” LN No.64 Tahun 2011, TLN
No.5223, Ps. 1 angka 2. 16
Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran Biro Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional,
Pengantar Sistem Pembayaran & Instrumen Pembayaran (Jakarta: Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran, s.a.), hlm, 2. 17
Indonesia, Undang-Undang Bank Indonesia, Ps. 7.
4
dalam transaksi keuangan, juga diamanatkan dalam Pasal 21 ayat (1) UndangUndang No. 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang yang berbunyi :18 (1)Rupiah wajib digunakan dalam: a. setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran; b. penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang; dan/atau c. transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sehingga, seluruh bentuk alat pembayaran baik tunai maupun non tunai tetap harus menggunakan mata uang Rupiah. Penggunaan alat pembayaran sebagai bagian dari sistem pembayaran tersebut, baik tunai maupun non tunai berada di bawah pengaturan dan pengawasan Bank Indonesia. Tetapi, tidak seluruh sistem pembayaran diselenggarakan dan dilaksanakan
oleh
Bank
Indonesia
itu
sendiri.
Bank
Indonesia
hanya
menyelenggarakan beberapa sistem pembayaran saja, seperti Bank Indonesia -Real Time Gross Settlement System (BI-RTGS) dan Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) yang tidak meliputi penggunaan seluruh alat pembayaran.19 Sedangkan, dengan banyaknya jenis alat pembayaran non tunai timbul kebutuhan untuk adanya penyelenggara jasa sistem pembayaran lainnya. Oleh karena itu, sebagai regulator sistem pembayaran Bank Indonesia mengeluarkan beberapa peraturan mengenai lembaga yang dapat berperan sebagai penyelenggara jasa sistem pembayaran. Dengan pesatnya perkembangan sistem pembayaran yang berbasis teknologi finansial, salah satu peraturan terbaru dari Bank Indonesia mengatur mengenai penyelenggaraan teknologi finansial melalui Peraturan Bank Indonesia No.19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial. 2. Virtual Currency: Bitcoin Bitcoin dan virtual curreny merupakan sebuah jaringan peer-to-peer yang beroperasi tanpa adanya otoritas pusat contohnya yaitu Bank Sentral. Bitcoin beroperasi secara kolektif dengan sistem desentralisasi yang memungkinkan 18
Indonesia, Undang-Undang Mata Uang, Ps. 21 ayat (1).
19
Bank Indonesia, “Sistem Pembayaran di Indonesia,� diakses 12 Januari 2018.
5
partisipan dalam jaringan untuk memverifikasi transaksi yang telah dilakukan.20 Hal tersebut memungkinkan pengiriman uang tanpa diperlukan suatu institusi keuangan.21 Untuk menggunakan Bitcoin , seorang pengguna memasukan nomor akun (Public Key) dan sandi (Private Key) untuk diverifikasi di dalam sebuah ledger publik yang biasa disebut sebagai Blockchain.22 Berikut adalah penggambaran cara kerja transaksi menggunakan bitcoin yang menggunakan sistem desentralisasi dibandingkan dengan transaksi menggunakan sistem yang tersentralisasi:23
20
Dong He, et.al., “Virtual Currencies and Beyond: Initial Considerations,” IMF Staff Discussion Note,
(January 2016), hlm. 9. 21 22 23
Satoshi Nakamoto, “Bitcoin: A Peer-to-Peer Electronic Cash System,” (s.l.: s.n., s.a.), hlm. 1. Ibid Dong He, “Virtual Currencies,” hlm 20.
6
Tentunya, transaksi menggunakan bitcoin memiliki kelebihan maupun kekurangan yaitu :24 Kelebihan
Kekurangan
Tidak adanya otoritas pusat seperti
Tidak ada pihak yang dapat dimintai
Bank Sentral yang terlibat dalam
pertanggungjawaban
transaksi.
kerugian dalam penggunaannya
(Mengurangi
biaya
apabila
terjadi
pengiriman terutama untuk transaksi lintas negara). Transaksi
dapat
dilakukan
secara
Rawan
disalahgunakan
karena
‘pseudo-anonymous’ (hanya diketahui
transaksi yang dilakukan tidak diawasi
alamat VC) sehingga transaksi tidak
oleh lembaga keuangan.
bisa dikaitkan dengan identitas asli dari pengguna. Walaupun transaksi tersebut dapat
dilihat
oleh
orang
lain
dikarenakan blockchain bersifat publik.
Dapat diperoleh dari berbagai cara: Nilai Bitcoin cenderung tidak stabil dan terus berubah setiap waktunya. penukaran uang asli, pembelian dari platform penjual, pembelian secara langsung oleh pengguna VC lainnya. Jumlah penerbitan Bitcoin dan VC lainnya yang terbatas dalam jumlah tertentu
3. Virtual Currency: Bitcoin dalam Sistem Pembayaran di Indonesia Dalam transaksi terdapat 2 (dua) komponen utama, yakni: a) pengiriman/ penyerahan (baik secara virtual maupun nyata) suatu barang maupun jasa; dan b) pembayaran. Pembayaran dilakukan dengan sistem pembayaran yaitu seperangkat 24
Dong He, “Virtual Currencies,� hlm 9 - 10.
7
aturan, lembaga, dan mekanisme, yang digunakan untuk melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi.25 Sedangkan, untuk melaksanakan pemindahan dana tersebut diperlukan suatu media yang disebut sebagai alat pembayaran.26 Alat pembayaran diklasifikasikan menjadi 2 bentuk, yaitu tunai dan non tunai. Alat pembayaran tunai adalah uang kartal yang terdiri dari uang kertas dan uang logam. Sedangkan alat pembayaran non-tunai dapat dibagi menjadi: a) alat pembayaran non-tunai dengan media kertas (paper-based instrument) yang terdiri dari cek, bilyet giro, wesel, dll; dan b) alat pembayaran non-tunai dengan media kartu (card-based instrument) yang terdiri dari kartu debit, kartu kredit, dll.27 Setidaknya pada tahun 2006, melalui Bank Swasta Nasional dikembangkan sistem pembayaran baru dengan menggunakan teknologi micro-chips yaitu electronic money.28 Dengan demikian, dapat diketahui bahwa dalam suatu transaksi memerlukan adanya kegiatan pembayaran dengan menggunakan alat pembayaran baik tunai maupun non-tunai yang kemudian sering kita sebut sebagai uang. Tidak ada definisi hukum tertentu mengenai uang. Agar suatu benda dapat disebut sebagai uang dan digunakan sebagai alat pembayaran, maka menurut hemat Penulis terdapat unsur-unsur sebagai berikut: 1. Berfungsi sebagai alat pertukaran (medium of exchange) Suatu benda harus dapat melakukan alokasi sumber daya secara optimum, menyalurkan barang dan jasa secara efisien, dan membuka kebebasan dalam perekonomian untuk memperoleh barang dan jasa. Dengan adanya benda tersebut, seseorang dapat secara langsung menukarkannya dengan barang yang dibutuhkannya kepada orang lain yang menghasilkan barang tersebut.
25 26
Indonesia, Undang-Undang Bank Indonesia, Ps.1 angka 6. Bank Indonesia, “Sistem Pembayaran di Indonesia,� diakses 12 Januari 2018.
27
Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran, Pengantar Sistem Pembayaran, hlm. 2.
28
Bank Indonesia, E-Money Tren Pembayaran ke Depan (Jakarta: Bank Indonesia, 2006), hlm. 12.
8
Namun, bitcoin memiliki kelemahan sebagai benda untuk berfungsi sebagai alat pertukaran. Tercatat dari 70.000 (tujuh puluh ribu) transaksi bitcoin per harinya hanya sejumlah 15.000 bitcoin digunakan sebagai pembayaran barang dan/atau jasa.29 Kelemahan lainnya adalah untuk dapat menerima bitcoin sebagai pembayaran maka haruslah sesama seorang pengguna bitcoin pula yang sudah teregristrasi dalam jaringan bitcoin. 2. Unit penghitung (unit of account) Benda harus dapat membantu dalam pengambilan keputusan ekonomi, yakni sebagai pengukur unit (Dollar, Rupiah, dll) yang kemudian dikenal sebagai harga, penerimaan, biaya, dan pendapatan. Dengan adanya benda tersebut dapat memudahkan dalam tukar menukar dan penilaian terhadap suatu barang dan/atau jasa. Namun, bitcoin memiliki kelemahan sebagai unit penghitung, yaitu nilai dari bitcoin yang mengalami fluktuasi tajam. Oleh karenanya, apabila melakukan transaksi barang dan/jasa dengan menggunakan bitcoin, penjual yang menerima pembayaran dengan menggunakan bitcoin perlu menghitung kembali nilai bitcoin yang diterimanya. 3. Penyimpanan nilai (store of value) Suatu benda harus memiliki kemampuan untuk menjadi alat penyimpanan dalam jangka waktu yang tidak terbatas dan pada suatu waktu tertentu dapat ditukarkan dengan barang dan/atau jasa.30 Bitcoin juga tidak memiliki nilai intrinsik seperti uang kartal maupun emas, sehingga nilai bitcoin bergantung pada diterimanya bitcoin oleh masyarakat.31 Benda tersebut juga harus dapat dilindungi atau diamankan. Protokol bitcoin memanglah sangat aman, tetapi tempat 29
David Yermack, “Is Bitcoin a Real Currency? An Economic Appraisal,” NBER Working Paper
Series, (Desember 2013), hlm. 10. 30 31
David Yermack, “Is Bitcoin a Real Currency? An Economic Appraisal,” hlm.13. Stephanie Lo dan J. Christina Wang, “Bitcoin as Money?” (Boston: Federal Reserve Bank of Boston,
2014), hlm. 11.
9
penyimpanan atau bitcoin wallet rentan terhadap serangan cyber seperti yang terjadi terhadap Mt. Gox yang kehilangan bitcoin senilai 468 juta Dollar US.32 4. Diterima secara umum (acceptability) Menurut pendapat Stephen M. Goldfeld dan Lester V. Chandrel, uang didefinisikan sebagai apa yang dikatakan dan dirumuskan dalam suatu undang-undang, yaitu sebagai alat pembayaran yang sah di suatu wilayah (legal tender).33 Suatu benda akan sulit memperoleh penerimaan secara umum di masyarakat untuk pembayaran apabila secara tegas undang-undang melarang penggunaannya untuk tujuan tersebut. Hal ini dikarenakan undang-undang memiliki kemampuan untuk menciptakan penerimaan umum dan dapat memberikan kekuatan legal tender dari suatu benda menjadi alat pembayaran. 5. Terbuat dari bahan yang bisa tahan lama (durability); Berbeda dari bentuk uang pada umumnya, bitcoin memiliki bentuk virtual. Dikarenakan bitcoin merupakan data komputer yang dapat disimpan dalam perangkat elektronik ataupun dalam server (digital wallet) dan diakses dalam jaringan. Layaknya uang pada umumnya, bitcoin dapat hancur atau hilang. Hal ini dapat terjadi apabila perangkat elektronik seperti komputer maupun hard drive tempat bitcoin tersebut disimpan rusak.34 6. Jumlahnya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan uang tersebut; Uang sebagai alat pembayaran yang dipakai masyarakat secara umum, tentunya harus memenuhi jumlah permintaan yang ada. Tertanggal 1 Januari 2018 terdapat sejumlah 16. 776. 450 bitcoin yang berada dalam peredaran.35 Jumlah tersebut bukanlah jumlah yang besar, lebih lagi algoritma bitcoin memastikan bahwa hanya terdapat 32
Ibid, hlm.14.
33
Stephen M. Goldfeld dan Lester V. Chandler, Money, Banks and Banking [Ekonomi, Uang dan
Bank], diterjemahkan oleh Danny Hutabarat (Jakarta: Bina Aksara, 1996), hlm. 13. 34
Satoshi Nakamoto, “Bitcoin: A Peer-to-Peer Electronic Cash System,� hlm. 1.- 8.
35
https://blockchain.info/charts/total-bitcoins, diakses 1 Januari 2018
10
20,999,999.9769 yang dapat ditambang dan berada di dalam peredaran. 36
Hal ini tentu menjadi masalah ditengah meningkatnya popularitas
bitcoin.37 Lebih lagi belum terdapat kejelasan mengenai apakah yang akan terjadi saat jumlah bitcoin tersebut telah dicapai.38 7. Langka (scarcity); Bagi sebuah benda untuk dapat dijadikan sebagai alat pembayaran, benda tersebut haruslah memiliki nilai instrinsik atau nilai ekonomi dikarenakan sifatnya yang susah didapatkan. Bitcoin memiliki kelangkaan yang berasal dari algoritma bitcoin itu sendiri, yang membatasi jumlah dari bitcoin yang ada itu sendiri sehingga secara teori pola kelangkaan bitcoin meniru pola kelangkaan pada logam mulia.39 8. Mudah dibawa (portable)40; Uang harus mudah dibawa kemana saja, karena uang merupakan aktiva likuid yang dapat digunakan dimana saja dan kapan saja. Hal ini juga menimbulkan konsekuensi bahwa uang dapat dialihkan penguasaannya hanya dengan melalui penyerahan fisik (levering). Sedangkan, pada bitcoin merupakan data komputer yang dapat disimpan dalam perangkat elektronik ataupun dalam server (digital wallet) dan diakses dalam jaringan. 9. Mudah dibagi tanpa mengurangi nilai (divisibility); 36
Bitcoin Wiki, “Controlled Suply,” https://en.bitcoin.it/wiki/Controlled_supply, diakses 1 Januari
37
BitInfoCharts,“Bitcoin Transactions Historical Chart,” https://bitinfocharts.com/comparison/bitcoin-
2018 transactions.html, diakses 3 Januari 2018 38
Nathan
Reiff,
“What
Happens
to
Bitcoin
After
All
21
Millions
Are
Mined”,
https://www.investopedia.com/news/what-happens-bitcoin-after-all-21-million-are-mined/, diakses 4 Januari 2018 39
Anne Haubo Dyhrberg, “Hedging Capabilities of Bitcoin. Is it the virtual gold?” UCD Centre For
Economic Research Working Paper Series, (Oktober 2015), hlm. 1. 40
Farmer Jr dan Paul H., “Speculative Tech: The Bitcoin Legal Quagmire & the Need for Legal
Innovation,” Journal of Business & Technology Law 9 (2014), hlm. 93.
11
Bitcoin yang berbentuk virtual dan merupakan data komputer dapat dibagi menjadi uni-unit yang lebih kecil dengan mudah. Bahkan, algoritma bitcoin memungkinkan transaksi bitcoin hingga sekecil 0.00000001 BTC (10-8) yang dinamakan sebagai 1 Satoshi.41 10. Diterbitkan dan dikontrol oleh lembaga yang berwenang; Bitcoin tidak melibatkan suatu lembaga keuangan apapun seperti yang ditemukan dalam sistem pembayaran lainnya. Dalam sistem pembayaran di Indonesia, Bank Indonesia memegang peranan sebagai bank sentral yang menyelenggarakan, mengatur, dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.42 Sedangkan bitcoin, tidak ada organisasi atau individu yang dapat mengontrolnya, karena operasi dilakuka secara peer-to-peer dalam block chain. Setiap orang dapat melaksanakan transaksi pembayaran secara langsung tanpa perlu adanya pihak ketiga.43 11. Memiliki nilai yang cenderung stabil dari waktu ke waktu (stability of value). Uang harus memiliki kandungan nilai yang cenderung stabil, dimana nilai tersebut tidak mengalami fluktuasi secara cepat dan tajam. Sedangkan, bitcoin memiliki jumlah yang terbatas dan nilai yang bergantung pada permintaan pasar. Nilai tersebut ditentukan oleh pemintaan dan penawaran dalam suatu Bursa bitcoin yang berperan sebagai perantara penjual dan pembeli.44 Bursa bitcoin akan mempertemukan nilai permintaan dan penawaran yang sesuai, yang kemudian akan dihitung dan didapatkan harga dari Bitcoin.45 Dengan
41
Dorit Ron dan Adi Shamir, Quantitative Analysis of the Full Bitcoin Transaction Graph (Israel: The
Weizmann Institute of Science Department of Computer Science and Applied Mathematics, 2012), hlm. 8-9. 42
Indonesia, Undang-Undang Bank Indonesia, Ps.8.
43
Satoshi Nakamoto, “Bitcoin: A Peer-to-Peer Electronic Cash System,” hlm. 1.
44
Daniel Forrester dan Mark Solomon, Bitcoin Exposed: Today’s Complete Guide to Tomorrow’s
Currency (New York: CreateSpace Independent Publishing Platform, 2013), hlm. 61. 45
Peter Surda, “Economics of Bitcoin: Is Bitcoin an Alternative to Fiat Currencies and Gold?,” (Tesis
Diploma, Vienna University of Economics and Business, Vienna, 2013), hlm. 53.
12
demikian, nilai bitcoin selalu mengalami fluktuasi dan tidak dapat dikatakan stabil.46 Selain itu, virtual currency seringkali didefinisikan sebagai bentuk yang lebih spesifik dari uang eletronik yang digunakan untuk melakukan transaksi dalam jaringan.47 Tetapi, nyatanya virtual currency bukanlah sebuah bentuk dari uang elektronik. Berikut adalah perbandingan antara keduanya:48 Uang Elektronik
Uang Virtual
Bentuk
Digital
Digital
Satuan
Mata Uang Tradisional
Mata Uang Ciptaan
Penerimaan
Diterima oleh publik
Biasanya hanya diterima komunitas virtual tertentu
Status Hukum
Diatur
Tidak diatur
Penerbit
Institusi resmi yang memiliki izin khusus
Perusahaan NonKeuangan
Persediaan Uang
Tetap
Tidak Tetap
Jaminan Penukaran Kembali Uang
Dijamin
Tidak Dijamin
Pengawasan
Diawasi
Tidak Diawasi
Dengan melihat aspek-aspek di atas Virtual Currency: Bitcoin tidak memenuhi unsur-unsur dari uang. Sedangkan, dibandingkan dengan alat pembayaran non-tunai yang berupa paper-based instrument dan card-based instrument dari segi wujudnya, virtual currency: bitcoin sudah tidak dapat memenuhi kriteria tersebut. Dengan demikian, bitcoin dan virtual currency lainnya tidak memenuhi kriteria sebagai suatu alat pembayaran baik tunai maupun non-tunai. 46
https://blockchain.info/charts/market-price, diakses 7 Januari 2018.
47
European Central Bank, Virtual Currency Schemes (Frankfurt: European Central Bank, 2012), hlm.
48
Ibid.
16.
13
Sejatinya, Indonesia mulai mengatur mengenai penggunaan bitcoin dan virtual currency ini dalam peraturan perundang-undangan. Pada awalnya, Indonesia telah menetapkan alat pembayaran yang sah yang dapat digunakan dalam sistem pembayaran di Indonesia. Hal ini sebagaimana tercantum di dalam Pasal 2 UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang menyebutkan bahwa:49 (2) Uang rupiah adalah alat pembayaran yang sah di wilayah negara Republik Indonesia. (3) Setiap perbuatan yang menggunakan uang atau mempunyai tujuan pembayaran atau kewajiban yang harus dipenuhi dengan uang...wajib menggunakan uang rupiah... Selanjutnya mengenai alat pembayaran yang sah juga telah diatur di Indonesia dalam UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Dalam UU Mata Uang menyatakan bahwa, uang adalah alat pembayaran yang sah, dimana uang tersebut merupakan mata uang rupiah.50 Selanjutnya dalam Pasal 21 menyatakan:51 (1) Rupiah wajib digunakan dalam: a. Setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran b. … c. … Hal inilah yang menjadi latar belakang dari tindakan antisipatif pemerintah terhadap penggunaan Virtual Currency: Bitcoin dalam sistem pembayaran. Tindakan pemerintah terhadap Bitcoin pertama kali dapat ditemukan dalam siaran pers Bank Indonesia, dimana Bank Indonesia memberikan pernyataan berikut:52 Memperhatikan Undang-undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang serta UU No. 23 Tahun 1999 yang kemudian diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang No. 6 Tahun 2009, Bank Indonesia menyatakan bahwa Bitcoin dan virtual currency lainnya bukan merupakan mata uang atau alat pembayaran yang sah di Indonesia. Masyarakat diimbau untuk berhati-hati terhadap Bitcoin dan virtual currency lainnya. Segala risiko 49 50
Indonesia, Undang Undang Bank Indonesia, Ps.2. Indonesia, Undang-Undang Mata Uang, Pasal 1 angka 1 jo. Pasal 1 angka 2.
51 52
Bank Indonesia, “Pernyataan Bank Indonesia Terkait Bitcoin dan Virtual Currency Lainnya,”
http://www.bi.go.id/id/ruang-media/siaran-pers/Pages/sp_160614.aspx, diakses 8 Januari 2018.
14
terkait
kepemilikan/penggunaan
Bitcoin
ditanggung
sendiri
oleh
pemilik/pengguna Bitcoin dan virtual currency lainnya. Apabila kita meninjau pernyataan tersebut, Bank Indonesia menegaskan bahwa bitcoin bukanlah uang atau alat pembayaran yang sah di Indonesia, oleh karenanya tidak ada perlindungan yang dapat diberikan oleh pemerintah terhadap penggunaannya. Hal ini seolah-olah wujud kekhawatiran karena ketidakpastian dari penggunaan bitcoin yang telah Penulis uraikan di atas. Jelas bahwa pemerintah takut terhadap adanya suatu kemajuan teknologi dari sebuah sistem pembayaran. Kemudian, 3 tahun setelah pernyataan tersebut pemerintah melimitasi penggunaan Bitcoin dan virtual currency lainnya dengan mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial. Dalam Pasal 8 ayat (2), menyatakan bahwa:53 “Selain kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyelenggara Teknologi Finansial
dilarang
melakukan
kegiatan
sistem
pembayaran
dengan
menggunakan virtual currency.” Kemudian dalam penjelasannya menyatakan: “Yang dimaksud dengan “virtual currency” adalah uang digital yang diterbitkan oleh pihak selain otoritas moneter yang diperoleh dengan cara mining, pembelian, atau transfer pemberian (reward). Larangan melakukan kegiatan sistem pembayaran dengan menggunakan virtual currency karena virtual currency bukan merupakan alat pembayaran yang sah di Indonesia.” C. Penutup 1. Kesimpulan Berdasarkan hal-hal yang telah Penulis uraikan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Untuk dapat berfungsi sebagai alat pembayaran, virtual currency lainnya harus memenuhi unsur-unsur dari uang. Bitcoin dan VC lainnya tidak memenuhi beberapa unsur dari uang, yakni nilainya tidak stabil sehingga naik turunnya 53
Indonesia, Peraturan Bank Indonesia tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial, Ps. 8 ayat (2).
15
harga menimbulkan permasalahan terhadap pertukaran barang dan/atau jasa dengan nilainya sendiri; tidak adanya otoritas pusat yang mengaturnya sehingga meskipun mempermudah dilakukannya transaksi, tetapi rawan menimbulkan risiko karena tidak adanya pengawasan dan setiap orang dapat mengatur transaksi bitcoin; tidak diterima secara publik, hanya pengguna bitcoin dan VC lainnya yang menerima transaksi. 2. Selain tidak memenuhi unsur-unsur uang, bitcoin juga bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan Indonesia, yang mengatur bahwa alat pembayaran yang sah adalah Uang Rupiah. Oleh karenanya, pelaksanaan sistem pembayaran dengan menggunakan uang bukan Rupiah tidak dapat dibenarkan.
16
D. Daftar Pustaka 1. Peraturan Perundang-Undangan Indonesia. Undang-Undang Bank Indonesia, UU No. 23 Tahun 1999, LN No. 66 Tahun 1999, TLN No.3843. _______. Undang-Undang Mata Uang, UU No. 7 Tahun 2011, LN No. 64 Tahun 2011, TLN No. 5223. _______. Peraturan Bank Indonesia Penyelenggaraan Teknologi Finansial, PBI Nomor 19/12/PBI/2017, LN No. 245 Tahun 2017, TLN No. 6142. 2. Buku Bank Indonesia. E-Money Tren Pembayaran ke Depan. Jakarta: Bank Indonesia, 2006. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran Biro Pengembangan Sistem Pembayaran
Nasional,
Menguak
Potensi
Sistem
Pembayaran
Bagi
Perekonomian. Jakarta: Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran, 2012. __________________________________________________________________, Pengantar Sistem Pembayaran & Instrumen Pembayaran. Jakarta: Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran, s.a. European Central Bank. Virtual Currency Schemes. Frankfurt: European Central Bank, 2012. Forrester, Daniel dan Mark Solomon. Bitcoin Exposed: Today’s Complete Guide to Tomorrow’s Currency. New York: CreateSpace Independent Publishing Platform, 2013. Global Drug Policy Observatory. GDPO Situation Analysis: Silkroad and Bitcoin. Swansea: Research Institute for Arts and Humanities Swansea University, 2013. Lo, Stephanie dan J. Christina Wang. Bitcoin as Money? Boston, Federal Bank of Boston, 2014.
17
M. Goldfeld, Stephen dan Lester V. Chandler. Money, Banks and Banking [Ekonomi, Uang dan Bank]. Diterjemahkan oleh Danny Hutabarat. Jakarta: Bina Aksara, 1996. Ron, Dorit dan Adi Shamir. Quantitative Analysis of the Full Bitcoin Transaction Graph. Israel: The Weizmann Institute of Science Department of Computer Science and Applied Mathematics, 2012. 3. Artikel Dyhrberg, Anne Haubo. “Hedging Capabilities of Bitcoin. Is it the virtual gold?” UCD Centre For Economic Research Working Paper Series. (Oktober 2015), hlm. 1 - 14. Doguet, Joshua J. “The Nature of the Form: Legal and Regulatory Issues Surrounding the Bitcoin Digital Currency System.” Lousiana Law Review. Vol. 73 No. 4 (2013). Hlm. 1120 - 1153. He, Dong, et.al. “Virtual Currencies and Beyond: Initial Considerations.” IMF Staff Discussion Note (January 2016). Hlm. 1 - 42. Ito, Joichi, Neha Narula, dan Robleh Ali. “The Blockchain Will Do to the Financial System What the Internet Did to Media.” Harvard Business Review (Maret 2017). Hm. 1. Jr, Farmer dan Paul H. “Speculative Tech: The Bitcoin Legal Quagmire & the Need for Legal Innovation.” Journal of Business & Technology Law 9 (2014). Hlm. 85 - 106. Nakamoto, Satoshi. “Bitcoin: A Peer-to-Peer Electronic Cash System.” (s.l.: s.n., s.a.), hlm. 1 - 8. Yermack, David. “Is Bitcoin a Real Currency? An Economic Appraisal.” NBER Working Paper Series (Desember 2013). Hlm. 31 - 44. 4. Skripsi/Tesis/Disertasi Haryono, Aby. “Analisis Yuridis Bitcoin Terhadap Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia.” Skripsi Sarjana Universitas Indonesia, Depok, 2014.
18
Surda, Peter. “Economics of Bitcoin: Is Bitcoin an Alternative to Fiat Currencies and Gold?” Tesis Diploma Vienna University of Economics and Business, Vienna, 2013. te Beest, P. C. L. “Bitcoin: Explaining Variations in Regulatory Approaches.” Skripsi Sarjana Universitas Leiden, Leiden, 2017. 5. Internet Bank Indonesia. “Pernyataan Bank Indonesia Terkait Bitcoin dan Virtual Currency Lainnya.”
http://www.bi.go.id/id/ruang-media/siaran-
pers/Pages/sp_160614.aspx. Diakses 8 Januari 2018. _____________.
“Sistem
Pembayaran
di
Indonesia.”
http://www.bi.go.id/id/sistem-pembayaran/diindonesia/peranbi/Contents/Default.aspx. Diakses 12 Januari 2018. Bitcoin Wiki. “Controlled Suply.” https://en.bitcoin.it/wiki/Controlled_supply. Diakses 1 Januari 2018. BitInfoCharts,
“Bitcoin
Transactions
Historical
https://bitinfocharts.com/comparison/bitcoin-transactions.html.
Chart,” Diakses
3
Januari 2018. Blokchain. “Average USD market price across major bitcoin exchanges.” https://blockchain.info/charts/market-price. Diakses 7 Januari 2018 ________. “Bitcoins in Circulation.” https://blockchain.info/charts/total-bitcoins. Diakses 1 Januari 2018. Databoks. “Transaksi E-Commerce Global Mencapai Rp 60.467 Triliun.” https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2017/12/12/2021-transaksi-ecommerce-global-mencapai-rp-60467-triliun. Diakses 9 Januari 2018. Kementerian
Komunikasi
dan
Informatika
RI.
“Data
&
Statistik,”
https://statistik.kominfo.go.id/site/data?idtree=430&iddoc=1527. Diakses 9 Januari 2018.
19
Reiff, Nathan. “What Happens to Bitcoin After All 21 Millions Are Mined.” https://www.investopedia.com/news/what-happens-bitcoin-after-all-21million-are-mined/. Diakses 4 Januari 2018. Situs
Beli/
Jual
Bitcoin,
Ethereum
dan
Digital
Asset
Lainnya.
https://www.bitcoin.co.id/. Diakses 9 Januari 2018. Thertina, Martha Ruth. “Sebagian Besar Transaksi Bitcoin di Indonesia untuk Spekulasi.”
https://katadata.co.id/opini/2017/10/29/sebagian-besar-transaksi-
bitcoin-di-indonesia-untuk-spekulasi. Diakses 9 Januari 2018.
20