1
Makalah Lomba ALSA Indonesia Legal Review Competition 2018 Piala Prof. Hikmahanto Juwana, S.H., LL.M., Ph.D
REGULASI DAN PERJANJIAN BISNIS TEKFIN-PINJAMAN (P2P LENDING)
Oleh:
CITI RAHMATI SERFIYANI Fak. Hukum Univ. Airlangga NIM : 031 5111 33036
ADINDA BALQIS TEGARMAS G. Fak. Hukum Univ. Airlangga NIM : 031 5111 33086
ANGELA WIDJAJA MELANI Fak. Hukum Univ. Airlangga NIM : 031 5111 33020
Abstrak Penelitian ini bertujuan mengkaji bentuk regulasi dan pengawasan bisnis tekfin (fintech) serta bentuk perjanjian bisnis tekfin-pinjaman (peer-to-peer lending). Penelitian normatif ini memakai pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Hasil penelitian menunjukan BI dan OJK berwenang mengatur dan mengawasi bisnis tekfin di Indonesia. Perjanjian bisnis tekfin-pinjaman berbeda dengan perjanjian bisnis perbankan. Perusahaan tekfin-pinjaman hanya bertindak selaku perantara dan pengelola, sedangkan perjanjian utang-piutang hanya terjadi antara pihak investor/ kreditor dengan pihak debitor. Hal ini berbeda dengan perbankan yang bertindak selaku penyimpan dana publik sekaligus kreditor (pemberi pinjaman) kepada publik. Kata Kunci : tekfin-pinjaman, regulasi, hukum perjanjian
2
BAB 1 : PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi internet dan gawai (gadget) yang sangat pesat memicu revolusi kehidupan manusia modern, tak terkecuali dalam bidang bisnis. Saat ini semakin banyak kegiatan bisnis konvensional di luar jaringan (luring/offline) yang diduplikasi menjadi kegiatan bisnis dalam jaringan internet (daring/online). Generasi muda milenial (lahir 1980-2000) sangat gemar beraktifitas via internet seperti berbelanja dan berjualan di toko daring dan mal daring, membaca koran daring, menonton film dan video musik, mengunggah video, belajar tutorial, dan lain-lain. Munculnya bisnis daring (bisnis online), e-dagang (e-commerce) dan bisnis tekfin (fintech) telah mengubah wajah bisnis global sehingga menjadi kegiatan bisnis milenial yang mudah diakses siapa saja dengan hanya berbekal ponsel pintar. Perubahan pola binis ini meskipun banyak memberikan keuntungan namun dapat mengganggu (disruption) bisnis konvensional. Munculnya toko dan mal daring dapat mengurangi minat konsumen berbelanja di toko dan mal konvensional. Transportasi daring dapat mematikan transportasi konvensional. Lembaga jasa keuangan konvensional kini juga khawatir dengan pesatnya pertumbuhan tekfin. Para pelaku bisnis konvensional yang tidak segera mengikuti perkembangan bisnis digital harus siap menghadapi risiko rugi bahkan bangkrut. Perkembangan teknologi internet dan ponsel pintar merupakan keniscayaan hidup yang harus diterima semua orang, agar tidak kalah bersaing. Hal inilah mendorong Presiden Joko Widodo sangat peduli terhadap pengembangan ekonomi digital agar Indonesia tidak ketinggalan dengan bangsa-bangsa lain. Bisnis berbasis teknologi finansial (tekfin) atau financial technology (fintech) kini semakin banyak bermunculan seiring kemajuan teknologi internet dan ponsel pintar. Berbekal internet dan ponsel pintar, setiap orang bisa mengakses berbagai aplikasi yang dapat digunakan untuk mempermudah kehidupan manusia, termasuk aplikasi tekfin. Bisnis tekfin digemari generasi muda milenial, karena memberikan
3
banyak kemudahan transaksi pembayaran, pinjam-meminjam dan pengumpulan dana publik. Bisnis tekfin menyajikan jasa sistem pembayaran (payment system), jasa pinjam-meminjam uang antar para pihak di masyarakat (peer-to-peer lending / P2P Lending) dan jasa permodalan publik (equity crowdfunding). Bisnis TekfinPembayaran diatur dan diawasi Bank Indonesia (BI), sedangkan bisnis TekfinPinjaman dan Tekfin-Permodalan diatur dan diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Masyarakat dapat melakukan pembayaran via aplikasi dompet elektronik dan meminjam uang via situs P2P Lending. Para pelaku industri kreatif juga dapat mengumpulkan dana publik via internet untuk modal usaha tanpa perlu go public di pasar modal. Hingga awal Januari 2018, baru ada 235 perusahaan tekfin di Indonesia, masih kalah jauh dibandingkan China yang memiliki sekitar 4.000 perusahaan tekfin. Pada tahun 2015-2016 jumlah perusahaan tekfin di Indonesia hanya sekitar 80 perusahaan. Nilai pinjaman meningkat pesat dari sekitar Rp 284 miliar per Desember 2016 menjadi Rp 2,56 triliun per Desember 2017. Ada kecenderungan konsumen perbankan melirik produk tekfin, khususnya untuk layanan ritel. PayPal dan Amazon Cash mendapat peringkat lebih tinggi dibandingkan produk perbankan umum. Ancaman perbankan saat ini bukan lagi perusahaan rintisan melainkan perusahaan digital yang sudah mapan seperti Amazon, Alibaba dan Go-Jek yang ikut menciptakan produk tekfin.1 Perkembangan bisnis tekfin diprediksi akan semakin cerah di masa depan dan menjadi alternatif pendanaan di luar lembaga keuangan konvensional (perbankan, pegadaian, perusahaan pembiayaan, modal ventura, dll). Kolaborasi antara pelaku bisnis tekfin dengan lembaga keuangan konvensional diperlukan agar keduanya dapat saling bersinergi mendorong kemajuan industri jasa keuangan di Indonesia. BI dan OJK mendorong perkembangan bisnis tekfin guna meningkatkan partisipasi masyarakat. Berdasarkan hasil survei Bank Dunia tahun 2014, baru ada 37% penduduk Indonesia yang memiliki rekening bank ; hanya 27% yang memiliki simpanan formal dan hanya 13% yang memiliki pinjaman formal. Pada tahun 2016, OJK menyatakan hanya 28,9% penduduk dewasa yang memahami produk perbankan Indonesia. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan negara lain di Asia. Hal ini
1
Disarikan dari berita berjudul “Tekfin Makin Dilirik�, Koran Kompas, Jumat, 19 Januari 2018, hal.17
4
disebabkan rendahnya akses keuangan dan rendahnya literasi keuangan. Tingkat pemahaman masyarakat terhadap produk keuangan non-bank jauh lebih rendah lagi.2 Penelitian ini bertujuan mengetahui bentuk regulasi dan pengawasan bisnis tekfin di Indonesia yang dilakukan oleh BI dan OJK. Penelitian ini juga bertujuan mengetahui aspek hukum perjanjian bisnis Tekfin-Pinjaman antara pihak investor/kreditor dan debitor serta perusahaan Tekfin-Pinjaman (selaku perantara dan pengelola situs).
1.2. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini meliputi dua hal pokok yaitu: a) Apa bentuk regulasi dan pengawasan bisnis tekfin di Indonesia ? b) Apa bentuk perjanjian bisnis Tekfin-Pinjaman (P2P Lending) ?
1.3. Metode Penelitian Penelitian hukum ini bersifat normatif yang mengkaji isu hukum tentang regulasi, pengawasan dan perjanjian bisnis tekfin. Bahan hukum primer yang digunakan meliputi Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP). Peraturan BI dan Peraturan OJK. Bahan hukum sekunder yang digunakan meliputi buku teks, jurnal ilmiah dan artikel ilmiah di internet. Bahan hukum primer dan sekunder kemudian dianalisa untuk mencari keterkaitan dan kesesuaian dengan rumusan masalah. Metode penelitian dalam penelitian ini meliputi pendekatan undang-undang (statue approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Pendekatan konseptual beranjak dari pandangan dan doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum.3
2 3
“Tingkat Pemahaman Masyarakat Soal Produk Keuangan Masih Rendah�, SindoNews.com, Senin, 22 Mei 2017. Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cetakan ke-12, Penerbit Kencana, Jakarta, 2016, hal.133-136.
5
BAB 2 : PEMBAHASAN 2.1. Regulasi dan Pengawasan Bisnis Tekfin di Indonesia Teknologi Finansial (tekfin) didefinisikan sebagai bisnis berbasis teknologi yang bersaing dan atau berkolaborasi dengan lembaga keuangan. Proses tekfin berkisar dari menciptakan software untuk memproses kegiatan yang biasa dilakukan lembaga keuangan untuk meningkatkan pengalaman konsumen dan mempersingkat proses pembayaran menjadi lebih efisien, atau memungkinkan konsumen memenuhi kebutuhan finansial (menabung, melakukan investasi, melakukan pembayaran).4 Inovasi keuangan tak lagi terbatas pada institusi yang sudah ada. Sektor keuangan terus menyaksikan banyak inovasi dan kemajuan teknologi seperti teknologi tanpa kabel, dompet digital dan mata uang kripto. Namun para inovator sekarang jarang berasal dari bank tetapi justru berasal dari perusahaan start-up di bidang tekfin.5 Fenomena tekfin adalah penyampaian produk layanan keuangan melalui pencampu-ran platform teknologi dan model bisnis inovatif. Asal-usul tekfin berasal dari Silicon Valley, kemudian meluas ke New York, London, Singapura, Hong Kong, dan kota global lainnya. The FinTech 100 berisi daftar 50 perusahaan tekfin terkemuka dan 50 start up paling menjanjikan. Menurut FinTech 100, contoh kisah sukses tekfin antara lain : ZhongAn (perusahaan patungan antara Alibaba Group Holding, Tencent Holdings dan Ping An Insurance yang memanfaatkan data besar untuk menyediakan asuransi properti online), Wealthfront (perusahaan yang memberikan layanan manajemen investasi yang terjangkau namun canggih), dan Kreditech (perusahaan yang menyediakan layanan keuangan dengan fokus akses kredit).6 Bank Indonesia (BI) adalah lembaga negara independen yang memiliki dua tugas utama yaitu: (a) menetapkan dan melaksanakan kebijaksanaan moneter dan (b) mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Sejak pemberlakuan UU 21/ 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tugas dan kewenangan BI dalam 4
Ian Pollari, “The Rise of Fintech Opportunities and Challenges”, The Finsia Journal of Applied Finance, ISSUE 3, 2016 5 Susanne Chishti dan Janos Barberis, 2016, “The Fintech Book : The Financial Technology Handbook for Investors”, Wiley Publisher, hal.20. 6 Ross P. Buckley, “FinTech in Developing Countries: Charting New Customer Journeys” Jurnal : The Capco Institute Journal of Financial Transformation, hal. 153
6
pengaturan dan pengawasan lembaga perbankan dialihkan kepada OJK. OJK juga mengambilalih semua tugas dan kewenangan Bapepam-LK dalam bidang pengaturan dan pengawasan pasar modal, lembaga keuangan non-bank, asuransi dan dana pensiun. OJK adalah lembaga negara independen yang memiliki kewenangan besar (super body) dalam pengaturan dan pengawasan industri jasa keuangan.7 BI dan OJK saat ini giat mendorong pertumbuhan usaha jasa keuangan berbasis teknologi finansial (tekfin) atau financial technology (fintech). Hal tersebut dilakukan guna merespon pesatnya perkembangan “teknologi informasi dan komunikasi” (TIK). Kehadiran inovasi TIK khususnya teknologi internet dan peralatan canggih berbentuk gawai/gadget (ponsel, smartphone, laptop, tablet, PC) berperan besar mendorong kemajuan industri jasa tekfin di seluruh dunia. Perlindungan hukum bagi pelaku usaha dan nasabah bisnis tekfin kini semakin kuat sejak BI dan OJK menerbitkan regulasi bisnis tekfin. BI menerbitkan aturan Tekfin-Pembayaran melalui Peraturan BI nomor 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran. OJK menerbitkan aturan Tekfin-Pinjaman melalui Peraturan OJK nomor 77/ POJK.01/ 2016 tentang Layanan Pinjam-Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. OJK juga berencana menerbitkan aturan Tekfin-Permodalan (equity crowdfunding) pada awal tahun 2018. Pengaturan dan pengawasan bisnis tekfin harus dilakukan berdasarkan UU Bank Indonesia, UU Transfer Dana, UU 21/2011 tentang OJK, UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU 7/2014 tentang Perdagangan, UU 8/2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, UU 40/2007 tentang Perseroan Terbatas, UU 25/ 1992 tentang Perkoperasian, UU 30/1999 tentang Arbitrase dan APS, KUH Perdata dan peraturan terkait lainnya.8 PBI nomor 18/40/PBI/2016 mengatur pihak-pihak yang terlibat dalam pemrosesan transaksi pembayaran yang dibedakan menjadi Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) dan Penyelenggara Penunjang. PJSP adalah pihak-pihak yang melakukan kegiatan dan/atau bertanggung jawab atas pelaksanaan tahap otorisasi, kliring atau penyelesaian (settlement) dalam pemrosesan transaksi pembayaran. PJSP meliputi Prinsipal, Penyelenggara Switching, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara
7
Payment
Gateway,
Penyelenggara
Kliring,
Penyelenggara
R. Serfianto D. Purnomo, Cita Yustisia Serfiyani dan Iswi Hariyani, 2013, “Buku Pintar Pasar Uang & Pasar Valas”, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal.351. 8 Cita Yustisia Serfiyani dan Iswi Hariyani, “Perlindungan Hukum dan Penyelesaian Sengketa Bisnis Jasa PM-Tekfin”, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 14, No. 3, Juni 2017, Ditjen Peraturan Perundang-undangan, Kemenkumham, Jakarta.
7
Penyelesaian Akhir, Penyelenggara Transfer Dana dan Penyelenggara Dompet Elektronik. Permohonan ijin diwajibkan bagi pihak yang akan menjadi PJSP pertama kali. Permohonan persetujuan diwajibkan bagi pihak yang telah memperoleh ijin PJSP dan akan melakukan pengembangan kegiatan jasa sistem pembayaran, pengembangan produk dan aktifitas jasa sistem pembayaran dan/atau melakukan kerja sama dengan pihak lain. PBI nomor 18/40/PBI/2016 mengatur PJSP (Prinsipal, Penyelenggara Switching, Penyelenggara Kliring, dan Penyelenggara Penyelesaian Akhir) wajib dimiliki paling sedikit 80% WNI atau badan hukum Indonesia. Pasal 2 Peraturan OJK nomor 77/POJK.01/2016 mengatur perusahaan Tekfin-Pinjaman dinyatakan sebagai Lembaga Jasa Keuangan Lainnya yang harus berbentuk Perseroan Terbatas atau Koperasi. Peran OJK dalam pengaturan dan pengawasan usaha jasa keuangan via internet sebaiknya dimasukkan dalam rencana revisi UU OJK di masa mendatang. OJK seharusnya diberi kewenangan yang sangat luas untuk mengatur dan mengawasi industri jasa keuangan yang bersifat offline maupun online. Bisnis tekfin banyak dipengaruhi kemajuan bisnis daring dan e-dagang. Generasi muda milenial gemar beraktifitas via internet, termasuk belanja di toko daring. Kegemaran belanja via internet memicu munculnya aplikasi dompet elektronik (e-wallet) yang lebih mudah dan praktis dibandingkan sistem pembayaran dengan uang, cek, bilyet giro atau transfer bank. Transaksi menggunakan dompet elektronik juga dapat meningkatkan penggunaan kartu debit, kartu kredit dan uang elektronik. Saat ini sudah ada beberapa layanan dompet elektronik dari luar negeri yang dapat digunakan untuk melakukan transaksi pembayaran online seperti Paypal, Liberty Reserve, Neteller, Payza, OKpay, Egopay, Solid Trust, dan lain-lain. Paypal adalah layanan dompet elektronik yang paling banyak digunakan di seluruh dunia. Dari dalam negeri juga ada aplikasi dompet elektronik Go-Pay dari Go-Jek, GrabPay, T-Wallet Telkomsel, Doku Wallet, BCA Sakuku, DompetKu Indosat, TokoCash, dll. Aplikasi Go-Pay memungkinkan para pengguna membayar jasa layanan GoJek seperti angkutan orang dan barang, belanja makanan, belanja barang, beli pulsa, dll. Pembayaran via Go-Pay bersifat non-tunai sehingga aman, tepat jumlah, dan lebih murah karena sering mendapatkan diskon. Cara pengisian Go-Pay juga sangat
8
mudah karena bisa dilakukan via driver Go-Jek, ATM, mobile banking dan internet banking. Banyak masyarakat menyamakan dompet elektronik dengan uang elektronik, padahal keduanya memiliki perbedaan. Dompet elektronik bukan alat pembayaran non-tunai tetapi merupakan layanan elektronik penyimpan data alat pembayaran (kartu debit, kartu kredit, uang elektronik) yang berfungsi untuk mela-kukan pembayaran. Dompet elektronik juga dapat menampung dana untuk tujuan pembayaran. Dompet elektronik dapat diibaratkan “dompet” di saku celana yang digunakan untuk menyimpan uang, kartu debit, kartu kredit dan uang elektronik.9 Tekfin-Pinjaman memberikan jasa pinjam-meminjam uang tanpa melibatkan bank. Masyarakat yang memiliki dana dapat menjadi investor dan kreditor ; masyarakat yang membutuhkan dana bertindak sebagai debitor, sedangkan perusahaan Tekfin-Pinjaman berperan sebagai perantara dan pengelola. Sebanyak 77 persen perusahaan tekfin nasional telah berkolaborasi dengan bank, sehingga perkembangan bisnis tekfin seharusnya tidak menjadi ancaman bagi lembaga keuangan konvensional.10 Pelaku industri kreatif dapat menggalang dana publik via Tekfin-Permodalan (equity crowdfunding). Dana publik yang diperoleh digunakan sebagai modal usaha sehingga tidak perlu go public di pasar modal yang rumit dan mahal. Penggalangan dana publik via internet lebih mudah, murah dan cepat dibandingkan via offline. Kegiatan crowdfunding bertujuan bisnis diatur dan diawasi oleh OJK, sedangkan crowdfunding bertujuan sosial diatur dan diawasi oleh Menteri Sosial.
2.2. Aspek Hukum Perjanjian Bisnis Tekfin-Pinjaman Bisnis Tekfin-Pinjaman (P2P Lending) seringkali disebut “bank digital” atau “bank daring” karena memberikan jasa layanan pinjaman sebagaimana bank konvensional. Istilah tersebut tidak sepenuhnya tepat, sebab dasar hukum perjanjian bisnis Tekfin-Pinjaman tidak sama dengan perjanjian bisnis perbankan konvensional.
9
Cita Yustisia Serfiyani dan Iswi Hariyani, 2017, “Perlindungan Hukum dan Penyelesaian Sengketa Bisnis Sistem Pembayaran Berbasis Teknologi Finansial”, Buletin Hukum Kebanksentralan, Volume 14, Nomor 1, Januari-Juni 2017, Bank Indonesia, Jakarta, hal.54 10 Data dikutip dari berita “Industri Tekfin Tumbuh Pesat”, Koran Kompas, 18 Januari 2018, hal.20
9
Dalam bisnis perbankan, masyarakat pemilik dana bertindak sebagai deposan/ penabung yang menyimpan dana di bank. Dana tersebut selanjutnya diputar bank menjadi kredit bagi pengusaha. Sebagian keuntungan bank disisihkan untuk membayar bunga tabungan/deposito. Risiko bisnis bank yang tinggi, mendorong negara membentuk Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai perlindungan dana masyarakat. Perusahaan Tekfin-Pinjaman bertindak layaknya bank namun berbeda karena beroperasi melalui internet dan sumber dananya tidak berasal dari penghimpunan dana masyarakat. Tekfin-Pinjaman tidak boleh menghimpun dana masyarakat melalui tabungan, deposito atau sumbangan. Tekfin-Pinjaman bersifat peer-to-peer lending artinya proses pinjam-meminjam dilakukan para pihak tanpa melibatkan perbankan. Dalam bisnis Tekfin-Pinjaman, masyarakat dapat menjadi pemberi pinjaman atau penerima pinjaman, sedangkan perusahaan penyelenggara bertindak selaku fasilitator dan penghubung/perantara. Perlindungan hukum bagi nasabah Tekfin-Pinjaman merupakan isu utama dalam pengembangan bisnis tekfin yang diatur dan diawasi oleh OJK. Pengguna Tekfin-Pinjaman
terdiri
dari
pihak
investor/kreditor
dan
pihak
debitor.
Investor/kreditor (pemberi pinjaman) harus dilindungi agar dananya tidak hilang dibawa kabur penyelenggara, sedangkan debitor (penerima pinjaman) harus dilindungi agar agunannya tidak hilang dan syarat pinjamannya harus rasional. Sengketa perdata yang terjadi antara investor, debitor dan penyelenggara juga harus dapat diselesaikan secara cepat melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS).11 Bisnis Tekfin-Pinjaman dapat diibaratkan kegiatan pinjam-meminjam para pihak yang terjadi di tengah masyarakat. Pihak yang punya kelebihan uang dapat meminjamkan uangnya kepada pihak lain berdasarkan “asas kebebasan berkontrak” sebagaimana diatur dalam KUH Perdata. Sejak zaman dulu praktik semacam ini sudah lazim terjadi di masyarakat, namun kini semakin masif karena dilakukan melalui jaringan internet sehingga berdampak luas. OJK berkepentingan mengatur dan mengawasi bisnis ini agar tidak ada pihak yang dirugikan. Asas Kebebasan Berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi : ”semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
11
Cita Yustisia Serfiyani dan Iswi Hariyani, “Perlindungan Hukum dan Penyelesaian Sengketa Bisnis Jasa PM-Tekfin”, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 14, No. 3, Juni 2017, Ditjen Peraturan Perundang-undangan, Kemenkumham, Jakarta.
10
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya�. Asas Kebebasan Berkontrak memberikan kebebasan kepada para pihak untuk : a) membuat atau tidak membuat perjanjian b) mengadakan perjanjian dengan siapapun, c) menentukan isi perjanjian, pelaksanaan dan persyaratannya, d) menentukan bentuk perjanjian yaitu tertulis atau lisan.12 Perjanjian utang-piutang (pinjam-meminjam) dalam bisnis perbankan terjadi antara bank (kreditor) dengan nasabah penerima kredit (debitor). Hubungan antara penabung/ deposan dengan bank tidak didasarkan pejanjian utang-piutang, melainkan perjanjian penyimpanan dana. Akibatnya, jika nasabah debitor ingkar janji, maka pihak bank yang harus menanggung risikonya, bukan pihak penabung/deposan. Dalam bisnis Tekfin-Pinjaman, perusahaan P2P Lending hanya bertindak selaku perantara dan pengelola. Perjanjian pinjam-meminjam hanya berlaku antara pihak investor/kreditor (pemilik dana) dengan pihak debitor (penerima utang). Artinya, jika terjadi piutang macet maka risiko terbesar berada di pihak kreditor. Perusahaan P2P Lending hanya bertugas menagih piutang dan memberikan data nasabah debitor yang sesuai dengan fakta di lapangan. Perusahaan P2P Lending juga bertanggung jawab memberikan data nasabah debitor yang layak didanai dan tidak tercantum dalam daftar hitam debitor di BI atau OJK. Kegiatan bisnis tekfin terkait UU 8/ 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Masyarakat konsumen yang membeli produk (barang/jasa) atau melakukan transaksi pembayaran via internet harus mendapatkan perlindungan hukum agar tidak dirugikan oleh pelaku usaha. Masyarakat harus dilindungi dari praktik penipuan dan kejahatan yang marak terjadi dalam bisnis daring dan transaksi elektronik. OJK peduli dengan perlindungan konsumen sehingga menerbitkan Peraturan OJK Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan serta Surat Edaran OJK Nomor 2/SEOJK.07/2014 tentang Pelayanan dan Penyelesaian Pengaduan Konsumen pada Pelaku Usaha Jasa Keuangan. Tindak pidana penipuan dalam bisnis online dan transaksi elektronik perlu penerapan pasal penipuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam penanganan tindak pidana penipuan, pihak konsumen dapat melapor kepada
12
Salim H.S, 2006, “Hukum Kontrak : Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak�, Cetakan ke-3, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 9.
11
Kepolisian, sedangkan penyelesaian sengketa konsumen dengan pelaku usaha dapat diselesaikan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).13 UU Perlindungan Konsumen (UUPK) belum melindungi konsumen dalam transaksi e-commerce karena keterbatasan pengertian pelaku usaha yang hanya lingkup wilayah Republik Indonesia, dan keterbatasan hak-hak konsumen yang diatur dalam UUPK. Perlindungan hukum terhadap konsumen yang seharusnya diatur meliputi dari sisi pelaku usaha, konsumen, produk, dan transaksi. Permasalahan yang timbul mencakup permasalahan yuridis dan non-yuridis. Permasalahan yuridis meliputi keabsahan perjanjian menurut KUH Perdata, penyelesaian sengketa transaksi e-commerce, UUPK yang tidak akomodatif, dan tidak adanya lembaga penjamin toko daring. Permasalahan non-yuridis meliputi kemanan transaksi serta tidak pahamnya konsumen dalam transaksi e-commerce.14 Bisnis Tekfin-Pinjaman tidak boleh bertentangan dengan UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pelaku usaha yang menawarkan produk (barang/jasa) melalui Sistem Elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan. “Informasi yang lengkap dan benar” meliputi: a) informasi yang memuat identitas serta status subjek hukum dan kompetensinya, baik sebagai produsen, pemasok, penyelenggara maupun perantara; b) informasi lain yang menjelaskan hal tertentu yang menjadi syarat sahnya perjanjian serta menjelaskan barang dan/atau jasa yang ditawarkan, seperti nama, alamat, dan deskripsi barang/jasa.15 Aspek perlindungan konsumen dalam bisnis online dan transaksi elektronik juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE). Pasal 49 PP 82/ 2012 menyatakan bahwa: a) Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui sistem elektronik wajib menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan.
13
Cita Yustisia Serfiyani, dkk, 2013, “Buku Pintar Bisnis Online dan Transaksi Elektronik”, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal.121 14 Bagus Hanindyo Mantri, 2007, “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Transaksi E-Commerce”, Tesis, Program Magister Ilmu Hukum, Universitas Diponegoro, Semarang 15 Pasal 9 UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik beserta Penjelasannya.
12
b) Pelaku usaha wajib memberikan kejelasan informasi tentang penawaran kontrak atau iklan. c) Pelaku usaha wajib memberikan batas waktu kepada konsumen untuk mengembalikan barang yang dikirim apabila tidak sesuai dengan perjanjian atau terdapat cacat tersembunyi. d) Pelaku usaha wajib menyampaikan informasi mengenai barang yang telah dikirim. e) Pelaku usaha tidak dapat membebani konsumen mengenai kewajiban membayar barang yang dikirim tanpa dasar kontrak.
13
BAB 3 : PENUTUP
3.1. Kesimpulan Hasil penelitian ini menghasilkan dua kesimpulan utama yaitu: a) BI dan OJK berwenang mengatur dan mengawasi bisnis tekfin di Indonesia. BI berwenang mengatur dan mengawasi bisnis Tekfin-Pembayaran sedangkan OJK berwenang mengatur dan mengawasi Tekfin-Pinjaman (P2P Lending) dan TekfinPermodalan (Equity Crowdfunding). b) Perjanjian bisnis Tekfin-Pinjaman berbeda dengan perjanjian bisnis perbankan. Perusahaan Tekfin-Pinjaman hanya bertindak selaku perantara dan pengelola, sedangkan perjanjian utang-piutang hanya terjadi antara investor/ kreditor dengan pihak debitor. Hal ini berbeda dengan perbankan yang bertindak selaku penyimpan dana publik sekaligus kreditor (pemberi pinjaman) kepada publik. Risiko piutang macet di bisnis perbankan sepenuhnya menjadi tanggungan pihak bank, bukan pihak penabung/deposan. Di sisi lain, risiko piutang macet di Tekfin-Pinjaman ditanggung penuh oleh investor/kreditor, sedangkan pihak perusahaan P2P Lending hanya menjadi juru tagih piutang macet tersebut.
3.2. Saran Saran-saran dalam penelitian ini meliputi: a) Pemerintah dan DPR harus merevisi UU OJK guna mempertegas peran OJK sebagai pengawas lembaga jasa keuangan offline maupun online. b) OJK perlu memperbanyak penyuluhan kepada masyarakat pengguna jasa Tekfin-Pinjaman agar menyadari risiko berinvestasi di bisnis ini. c) BI dan OJK harus menerbitkan aturan pembentukan Lembaga Penyelesaian Sengketa Daring yang khusus menangani sengketa bisnis tekfin di Indonesia.
14
DAFTAR PUSTAKA I. BUKU TEKS :
Cita Yustisia Serfiyani, dkk, 2013, “Buku Pintar Bisnis Online dan Transaksi Elektronik”,Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Peter Mahmud Marzuki, 2016, Penelitian Hukum, Cetakan ke-12, Penerbit Kencana, Jakarta. R. Serfianto D. Purnomo, Cita Yustisia Serfiyani dan Iswi Hariyani, 2013, “Buku Pintar Pasar Uang & Pasar Valas”, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Salim H.S, 2006, “Hukum Kontrak : Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak”, Cetakan ke-3, Sinar Grafika, Jakarta. II. SUMBER HUKUM Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. Peraturan Bank Indonesia Nomor16/1/PBI/2014 tentang Perlindungan Konsumen Penyelenggara Sistem Pembayaran. Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.
15
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam-Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 2/SEOJK.07/2014 tentang Pelayanan dan Penyelesaian Pengaduan Konsumen pada Pelaku Usaha Jasa Keuangan. Keputusan Otoritas Jasa Keuangan Nomor Kep-01/ D.07/ 2016 Tanggal 21 Januari 2016 tentang Pengesahan Lembaga APS di Sektor Jasa Keuangan III. TESIS Bagus Hanindyo Mantri, 2007, “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Transaksi E-Commerce”, Tesis, Program Magister Ilmu Hukum, Universitas Diponegoro, Semarang.
IV. MAKALAH DAN JURNAL ILMIAH Cita Yustisia Serfiyani dan Iswi Hariyani, “Perlindungan Hukum dan Penyelesaian Sengketa Bisnis Jasa PM-Tekfin”, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 14, No. 3, Juni 2017, Ditjen Peraturan Perundang-undangan, Kemenkumham, Jakarta. Cita Yustisia Serfiyani dan Iswi Hariyani, 2017, “Perlindungan Hukum dan Penyelesaian Sengketa Bisnis Sistem Pembayaran Berbasis Teknologi Finansial”, Buletin Hukum Kebanksentralan, Volume 14, Nomor 1, Januari-Juni 2017, Bank Indonesia, Jakarta. Ian Pollari, “The Rise of Fintech Opportunities and Challenges”, The Finsia Journal of Applied Finance, ISSUE 3, 2016 Ross P. Buckley, “FinTech in Developing Countries: Charting New Customer Journeys” Jurnal : The Capco Institute Journal of Financial Transformation. Susanne Chishti dan Janos Barberis, 2016, “The Fintech Book : The Financial Technology Handbook for Investors”, Wiley Publisher. V. KORAN Data dikutip dari berita “Industri Tekfin Tumbuh Pesat”, Koran Kompas, 18 Januari 2018. Disarikan dari berita berjudul “Tekfin Makin Dilirik”, Koran Kompas, Jumat, 19 Januari 2018.
16
VI. INTERNET “Tingkat Pemahaman Masyarakat Soal Produk Keuangan Masih Rendah”, SindoNews.com, Senin, 22 Mei 2017.