ASPEK HUKUM FINTECH DAN PENERAPANYA DI INDONESIA COMPARATIVE STUDY : INGGRIS, AMERIKA DAN KOREA SELATAN1 Oleh : Muh. Aditya Wijaya dan Khardin2
I.
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Financial Technology (“FinTech�) mengacu pada penggunaan teknologi untuk memberikan solusi financial. FinTech saat ini sering dipandang sebagai penggabungan unik antara layanan keuangan dan teknologi informasi. Namun, keterkaitan keuangan dan teknologi memiliki sejarah sangat panjang dengan mengikuti revolusi teknologi itu sendiri, lingkungan FinTech kemudian dieksplorasi dalam konteks evolisioner yang lebih luas, yang diperlukan untuk memahami status saat ini dan kemungkinan pengembangan masa depan.3 Jika dijelaskan secara singka terdapat tiga era utama evolusi FinTech yaitu:4 (a). FinTech 1.0 (1866-1967) (b). FinTech 2.0 (1967-2008) (c). FinTech 3.0 (2008-sekarang). Priode Era pertama manusia telah berevolusi dengan menggunakan mata uang (currency), dengan melakukan pedagangan satu sama lain dan Untuk era kedua adalah era pembangunan layanan keuangan digital tradisional. Peluncuran kalkulator dan ATM pada tahun 1967 memulai priode modern FinTech 2.0, dari tahun 1967 sampai 1987. Jasa keuangan beralih dari analaog ke industri digital, perkembangan adalah kunci yang menetapkan fondasi untuk periode kedua globalisasi keuangan, yang disoroti adalah reaksi global terhadap krisis pasar saham Amerika saat itu dan untuk FinTech 3.0 merupakan demokratisasi layanan keuangan, pergeseran pola pikir telah terjadi dari prespektif pelanggan ritel mengenai siapa yang memiliki sumber daya dan legitimasi untuk menyediakan layanan keuangan. Meskipun sulit untuk mengidentifikasi bagaimana dan di mana tren itu dimulai, krisis keuangan golabl tahun 2008 mungkin merupakan titik balik dan mungkin telah mengkatalisasi pertumbuhan era 3.0 FinTech. Maka dengan uraian diatas FinTech telah memiliki sejarah panjang dengan bersentuhan kehidupan sehari-hari manusia dalam berinteraksi. 1
Tulisan ini ditujukan untuk Alsa Legal Review Competition 2017 Penulis adalah mahasiswa dari Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin 3 D.W.Arner, J. Barbies, and R.P. Buckley, The Evolution of FinTech : A News Post-Crisisis Paradigm?,dalam jurnal Georgetown Journal Of International Law, vol. 47 hlm. 1276. 2016 4 Ibid 2
Selanjutnya Indonesia sebagai negara pengguna internet ke 6 (enam) terbesar di dunia5 dapat menjadi target startegis pangsa pasar FinTech dikarenakan beberapa faktor yaitu terdapat sebanyak 80% penduduk Indonesia tidak tersentuh layanan bank konvensional6 dan juga berdasarkan pernyataan Sri Mulyani bahwa “FinTech dapat menjadi kesempatan bagi UMKM yang tidak memiliki akses keuangan�.7 Sehingga FinTech dapat menjadi solusi dari restriksi tersebut. Tetapi sebelum itu Negara berkewajiban menjaga keberlangsungan keamanan FinTech. Jika ditinjau dari segi hukum tata negara Indonesia adalah termasuk tipe negara hukum yang modern atau tipe negara kesejahteraan (walfare state) buka negara jaga malam (nacht waker state) dimana negara ikut campur urusan kesejahteraan rakyatnya.8 Berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 Negara wajib memberikan hak-hak ekonomi (Hak Konstitusional Ekonomi) dengan salah satunya menjamin keberlangsungan perekonomian masyarakatnya 9. Seiring dengan kian majunya sektor Industri keuangan beberbasis IT maka diperlukan perenan negara untuk menjaga kestabilan hak-hak konstitusional ekonomi dan perlindungan bagai para konsumen pengguna FinTech dengan pengawasan atas dasar regulasi ataupun sistem pengawasan. Oleh karena itu dengan melakukan pendekatan perbandingan (comparative approach). Pemilihan pendekatan ini dilakukan untuk melihat regulasi dan sistem pengaturan FinTech di Inggris, Amerika dan Korea Selatan dikarenakan FinTech telah banyak berkembang dengan inovasi produknya di negara-negara tersebut, yang mana telah terlebih dahulu mengalami masalah-masalah hukum terkait FinTech. Dengan melakukan pendekatan perbandingan (comparative approach) ini guna memperkaya pertimbangan-pertimbangan hukum yang tepat untuk menghadapi permasalahan hukum yang di hadapi.10
5
Pengguna Internet Indonesia Nomor Enam Dunia, https://kominfo.go.id/content/detail/4286/pengguna-internet-indonesia-nomor-enam-dunia/0/sorotan_media 6 Sebanyak 80 persen penduduk Indonesia tidak tersentuh layanan keuangan bank, http://www.tribunnews.com/bisnis/2016/03/07/sebanyak-80-persen-penduduk-indonesia-tidak-tersentuhlayanan-keuangan-bank 7 Menurut Sri Mulyani, “FinTech� jadi kesempatan bagi UMKM, http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/08/30/124000126/menurut.sri.mulyani.FinTech.jadi.kesempatan.b agi.umkm 8 Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: PT. Rajawali Perss 2010) hml. 14 9 Burns H Weston, Hak-Hak Asasi Manusia Dalam Masyarakat Dunia, Isu dan Tindakan, (Jakarta: Yayasan obor Indonesia,1993) hlm. 12 10 Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-Press 2006) hlm. 10.10
1.2 Rumusan Masalah: Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka permasalahan penelitian yang dirumuskan yaitu: 1. Bagaimana Regulasi dan Sistem pengaturan
pengawasan Financial
Technology diterapkan di Inggris, Amerika, dan Korea Selaatan? 2. Bagaimana kemungkinan Penerapan Regulasi dan Sistem pengaturan Financial Technology di Indonesia?
II.
PEMBAHASAN 2.1 Konsep Hukum dan Sistem Pengaturan FinTech di Inggris, Amerika dan Korea Selatan 2.1.1 Konsep Regulasi dan Penerapanya FinTech di Inggris, Amerika dan Korea Selatan Pada dewasa ini Teknologi telah merambat kehidupan manusia dengan mempermudah segala aktivitas yang dijalani dengan tidak harus melakukan serangkaian aktivitas fisik (faceless).11 Salah satunya adalah FinTech dengan segala inovasi produknya yang mempermudah kehidupan kita,12 tetapi keuntungan itu juga dapat menjadi kerugian bila tidak diikuti dengan regulasi dan pengaturan sistem terkait FinTech. Oleh karena itu diperlukan hukum sebagai pemberi kepastian jaminan atas hak-hak para pihak yang terlibat didalamnya. Inggris sebagai sebagai salah satu negara dengan peningkatan industri FinTech tertinggi telah membuat payung hukum (umbrella law) keuangan sejak tahun 2000 atau Finance Act 2000 selain itu Infrastruktur hukum, kelembagaan hukum juga dibangun oleh Inggris dengan mendirikan ombudsman financial pada tahun 2001, dengan dukungan sarana prasarana hukum maka membuat Inggris membuat kandali atas meningkatnya industri FinTech.13 Pada tahun 2005 terdapat Zopa (Zone of Possible Agreement) yang menjadi layanan pertama P2P lending berbasis internet dan pada tahun yang sama 11
The „Facelessâ€&#x; Tomorrow of Financial Service, https://www.relendex.com/FinTech/the-facelesstomorrow-of-financial-services 12 FinTech sang pembuat keseimbangan baru, https://www.kompasiana.com/triyono_abdul_gani/5a0d54ed51699547765b8102/FinTech-sang-pembuatkeseimbangan-baru 13 Ekaterina Kalmykova dan Anna Ryabova, FinTech Market Development Prespective, Tomsk Polytechnic University, https://www.shs-conferences.org/articles/shsconf/abs/2016/06/contents/contents.html
telah banyak lahir perusahaan yang berbasis FinTech oleh karena itu adalah hal yang sulit mengontrol semua inovasi dan perkembangan dalam aspek hukum.14 Inggris memiliki intstitusi khusus unutuk mengontrol perusahaan yang bergerak di bidang pendanaan yaitu FCA (Financial Conduct Authority) adalah lembaga yang otonom, FCA memiliki kewenangan untuk membuat regulasi terkait perusahaan dalam sektor finansial dan tanggung jawabnya untuk membuat standar dan persyaratan terkait FinTech.15 Sama halnya dengan di Inggris dikarenakan industri FinTech yang menguasai industri perbankan membuat Amerika juga telah menggagas regulasi terkait FinTech.16 Pada tahun 2015 , Office of the Comptroller of Currency (OCC) Amerika Serikat tengah merumuskan rancangan regulasi FinTech yang salah satu fokus dari perhatian OCC adalah perlindungan nasabah FinTech dan potensi resikonya terhadap sistem finansial.17 Dalam merancang aturan main FinTech, lembaga yang bermarkas di Washington DC ini berdiskusi dengan Consumer Financial Protection Bureau. Aksi OCC itu mendapat respon positif dari pelaku industri. Misalnya, American Bankers Association (ABA) dan Consumer Bankers Association (CBA).18 Selanjutnya hasil diskusi tersebut memiliki hasl bahwa pembuatan peraturan keuangan didasarkan pada sistem negatif yag mencegah intervensi sebelumnya oleh otoritas keuangan. Selain itu, sistem “no action letter” dioperasikan untk menghapus peraturan yang tidak pasti.19 Amerika tidak memiliki regulasi khusus terkait FinTech tetapi memiliki beberapa regulasi terkait keuangan dan konsumen seperti Gramm-LeachlBilley Act (GLBA), Fair Credit Reporting Act (FCRA), Federal Trade Commision Act (FTC Act). Berbeda dengan Amerika dengan mengalihkan sistem peraturan negatif atau sistem peraturan ex-post regulasi terkait FinTech di Korea Selatan didasari atas pendekatan ex- ante. Hal ini juga didasari atas Korea Selatan yang memiliki industri FinTech yang berkembang sangat cepat mengambil kebijakan dan sistem hukum yang terkait
14
Ibid Ibid 16 “Amerika Bakal meliris aturan khusus FinTech”, http://internasional.kontan.co.id/news/amerikabakal-merilis-aturan-khusus-FinTech, 17 Ibid 18 Ibid 19 Herry Candra Sihombing, Hukum dan Regulasi Startup FinTech di Indonesia: Tantangan dan Peluang, lesson learning dari negara lain , (Bandung: Universitas Mercu Buana 2015) hlm. 4 15
dengan industri ini juga mengalami transformasi yang dipercepat, dengan kepatuhan penuh kepada reformasi peraturan keuangan pemerintah.20 Korea Selatan mengadopsi pedekatan peraturan ex-ante sebagai dasar sistem hukum keuangan dan lingkungan hukum tersebut menjadi kendala dalam pengembangan layanan keuangan baru. The Electronic Financial Technology Act (EFTA) umumnya mengatur semua transaksi keuangan elektronik di Korea Selatan. Secara khusus bertujuan untuk mengkontribusi memastikan keamanan dan manfaat dengan berbasis pengembangan fondasi industri elektronik keuangan.21 Kegiatan keuangan yang berbasis EFTA: (a) penerbitan dan pengelolaan mata uang elektronik; (b) layanan pemindahan dana elektronik; (c) penerbitan dan pengelolaan layanan pembayaran debit elektronik; (d) penerbitan dan pengelolaan layanan prabayar elektronik; (e) Pembayaran jasa agen penyelesaian elektronik; (f) layanan penyimpanan untuk penyelesaian transaksi; dan (g) layanan pengumpulan dan pembayaran elektronik perantara antara payors dan penerima pembayaran.22 Korea Selatan yang memiliki teknologi TI yang sangat maju dan industri FinTech telah berkembang pesat. Kebijakan dan sistem hukum yang terkait dengan industri ini juga mengalami transformasi yang dipercepat, dengan kepatuhan penuh kepada reformasi peraturan keuangan pemerintah.23 Pada tanggal 27 Januari 2015, Komisi Jasa Keuangan Korea mengumumkan “Rencana Dukungan Konvegurasi TIKeuangan”, yang menyangkut kebijakan:24 1) Mengubah paradigma regulasi pembiayaan elektronik; 2) Mereformasi sistem keuangan yang berorientasi offline saat ini; 3) Mendukung pengembangan industri FinTech; dan 4) Melindungi konsumen keuangan melalui peningkatam keamanan finansial dan tindakan keuangan lainya. Pada tanggal 15 Juli Tahun 2015, Komisi Jasa Keuangan Korea juga mengumumkan tujuanya untuk meluncurkan “Platform Terbuka FinTech” melalui pembentukan platform terbuka untuk Application Programming Interface (API) Perbankan Application Programming Interface (API) Investasi Keuangan, untuk 20
Ibid Art . 1 The Electonic Financial Technology Art 22 Jung Min Lee dan Samueal Yim Korea areas/FinTech/FinTech-2017/korea 23 Op Cit., hlm. 5 24 Ibid 21
FinTech
2017,
https://iclg.com/practice-
pertama kalinya di dunia. Sebanyak 17 bank umum dan 15 perusahaan keamanan akan berpartisipasi dala FinTech Open Platform. Dimulai dengan persetuuan awal untuk bank utama, juga disebut sebagai “Bank di Tangan Saya” pada 29 November 2015. Kemudian layanan keuangan berdasarkan verifikasi nama asli tanpa tatap muka telah diberikan sejak Januari 2016. Layanan pengelolaan aset pribadi, transfer uang sederhana, pembayaran sederhana dan penasihat Robot, diharapkan diperluas lebih lanjut.25 Karena rezim peraturan di bawah sistem hukum keuangan Korea Selatan ini didasarkan pada pendekatan ex-ante, tidak akan praktis untuk mengalihkan sistem hukum ke dalam sistem peraturan negatif atau sistem peraturan ex-post. Namun, karena pemerintah telah menyatakan keinginanya untuk meminimalkan peraturan exante dan mengubah karangka peraturanya terhadap peraturan berbasis prinsip berdasarkan “Rencana Dukungan Konvergensi TI-Keuangan,” Maka telah secara jelas ketiga negara ini mendukung industri FinTech itu menyikapinya melalui koordinasi dengan lembaga konvensional tetapi untuk penerapan regulasi nya diterapkan menyesuaikan dengan seberapa urgensi industri FinTech dan atas kosep hukum tata negara tersebut
2.1.2 Konsep Sistem Pengaturan FinTech di Inggris, Amerika dan Korea Untuk konsep sistem pengaturan terkait industri FinTech setiap negara menerapkan The Regulatory Sandbox (“sandbox”)26 merupakan bagian dari inovasi, yang bertujuan untuk mengizinkan perusahaan mencoba inovasi produk, pelayanan dan model bisnis dalam lingkungan pasar untuk memastikan telah sesuai dengan standar keamanan pasar. Sistem ini telah di terapkan di Inggris, Amerika dan Korea Selatan. Untuk di Inggris sistem ini didirikan mengikuti laporan di bulan November 2015 FCA’s objective of promoting effective competition in the intersts counsumers.27 Sistem ini dipelopori oleh Inggris dengan nama regulatory sandbox atau program uji coba bagi start-up FinTech. Maksud dari sandbox adalah agar para pelaku FinTech 25
Ibid. Regulatory sandbox lessons learned report, https://www.fca.org.uk/publication/research-anddata/regulatory-sandbox-lessons-learned-report.pdf 27 Regulatory sanbox, www.fca.org.uk/publication/research/regulatory-sandbox.pdf 26
dapat menguji sistem dan bisnisnya dengan rentang waktu antara 6 bulan sampa 12 bulan sebelum bisnisnya dioperasikan secara penuh. Dalam masa uji coba ini, perusahaan FinTech akan didampingi oleh pemerintah secara administrasi hukum dan operasional sistem, sehingga tidak ada aturan yang dilanggar oleh perusahaan.28 Melalui program sandbox Inggris dianggap sebagai negara yang berhasil melahirkan start-up FinTech. Perlu diketahui sebelum inggris mengeluarkan program sandbox, Inggris terlebih dahulu membuat payung hukum (umbrella law) keuanganya pada tahun 2000. Selain Infarsruktur hukum, kelembagaan hukum juga dibangun oleh Inggris dengan mendirikan ombudsman financial pada tahun 2001, Dengan dukungan sarana prasaranan hukum maka tentunya program sandbox menjadi program pendukung untuk mempercepat pertumbuhan FinTech. Kunci utama dari keberhasilan sistem sandbox terletak pada pendampingan pemerintah. Oleh sebab itu, sandbox hanyalah sebuah nama program yang bertujuan untuk mengembangkan perusahaan-perusahaan FinTech, melalui pendampingan hukum dan pendampingan teknis, maka FinTech akan teruji sebelum beroperasi di masyarakat. Setelah pendampingan teknis, maka FinTech akan teruji sebelum beroperasi di masyarakat. Setelah pendampingan kemudian pemerintah menetapkan ijin operasional dan standar pelayanan. Tujunan utama dari program sandbox adalah kepercayaan publik bahwa FinTech yang lahir itu akan aman dalam beroperasi. Dengan adanya kepercayaan masyarakat maka tentunya pengguna akan lebih banyak. Ini menunjukan bahwa instrumen hukum keuangan Inggris dirancang sedemikian rupa dengan berorientasi kepada pasar (market-oriented). Meski berorientasi pada pasar tentunya secara nasionalisme juga tetap dijaga keseimbanganya, yaitu dengan menjaga agar industri keuanganya tetap kuat untuk berkompetisi di negara-negara Uni Eropa.29
28
Our Mission 2017, www.fca.org.uk/publication/corporate/our-mission-2017.pdf Mengenal Regulatory Sandbox Pada FinTech, http://business-law.binus.ac.id/2016/09/29/mengenalregulatory-sanbox-pada-FinTech/ 29
2.2 Kemungkinan Penerapan Konsep Hukum dan Sistem Pengaturan FinTech Indonesia Saat ini, ada sekitar 130 perusahaan FinTech yang aktif di Indonesia. Sekitar 80% dari total tersebut beroperasi pada tahun 2015. Sementara yang beroperasi dengan model peer to peer lending muncul tahun itu.30 Berdasarkan data Statistik, transaksi FinTech di Indonesia mencapai US$ 14,8 miliar, sebesar 44% diantaranya didominasi transaksi pembayaran. Lalu 15% merupakan transaksi pinjaman dan 15% adalah agregator. Sisanya transaksi lain-lain.31 Potensi pengembangan bisnis FinTech masih sangat besar. Tahun 2016, total investasi yang telah digelontorkan ke perusahaan FinTech di dunia mencapai US$ 2,4 miliar. Indonesia disebut menjadi pasar yang paling berpotensi dalam pengembangan FinTech. Sampai saat ini terdapat 140 pengguna FinTech di Indonesia dengan 55 dari pengguna telah menjadi anggota organisasi. Pada 2016, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Indonesia (POJK) mengeluarkan kebijakan peraturan baru mengenai FinTech tentang peminjaman off balance sheet oleh pasar dan oleh proses transaksi pembayaran oleh Bank Indonesia.32 Potensi pengembangan bisnis FinTech masih sangat besar. Tahun 2016, total investasi yang telah digelontorkan ke perusahaan FinTech di dunia mencapai US$ 2,4 miliar. Indonesia disebut menjadi pasar yang paling berpotensi dalam pengembangan FinTech. Data menunjukkan bahwa hanya kurang dari 50% orang dewasa memiliki akun bank. Lebih lagi, masih terdapat 49 perusahan kecil dan sedang yang belum memenuhi persyaratan bank. Ranah pinjam meminjam (peer-to-peer lending – P2P) masih dibawah IDK 150 juta dan terdapat celah IDK 988 triliun dalam perkembangan finansial. POJK atau (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan) mengeluarkan satu peraturan, yaitu POJK No.77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi beserta penjelasannya. Hal ini merupakan panduan pelaksanaan bisnis FinTech P2P. Pemerintah mengatur kegiatan usaha, pendaftaran perizinan, mitigasi risiko, pelaporan dan tata kelola sistem teknologi informasi terkait dengan P2P. Peraturan ini berlaku untuk menjaga konsumen dan institusi keuangan. POJK berharap pemegang saham, termasuk pemerintah dan pihak 30
Indonesia dan Korsel jajaki kerja FinTech, http://keuangan.kontan.co.id/news/indonesia-dan-korseljajaki-kerja-sama-FinTech, 31 Ibid. 32 Ibid
yang terkait lainnya dapat menciptakan lingkungan FinTech yang kondusif.33 Selain itu, melalui Bank Indonesia sebagai otoritas sistem pembayaran telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) mengenai
Teknologi
Finansial
dan
Regulatory
Sandbox.34
Melalui
PBI
No.19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial, Bank Indonesia mengatur mengenai kewajiban pendaftaran di Bank Indonesia bagi Penyelenggara Teknologi Finansial yang melakukan kegiatan sistem pembayaran. Kewajiban pendaftaran tersebut dikecualikan bagi Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia dan bagi Penyelenggara Teknologi Finansial yang berada dibawah kewenangan otoritas lain.35 Mengenai FinTech di Indonesia, negara melalui OJK telah menerbitkan regulasi dan sistem pengawasan. Tetapi terkait regulasi masih memiliki beberapa permasalahan yaitu lanskap dari masig-masing startup penyedia solusi FinTech yang berbeda-beda. Berdasarkan Pernyataan Tritono Gani menyatakan “variasi semcam ini harus dicermati lebih lanjut. Karena itu kami sebagai regulator harus menata ulang�.36 Hal ini dikarenakan FinTech merupakan model bisnis yag memiliki perubahan agresif lanskapnya, contoh saja Gojek. Enam tahun lalu hanya penyedia transportasi online. Sekarang sudah berubah dengan inovasi produknnya. 37 Oleh karena itu OJK menawarkan solusi bertindak sebagai mediator yang yag dapat diperkenaklan FinTech ke lembaga pemerintah dan regulator lainya agar bisa duduk bersama dan menciptakan sandbox regulator. Selain itu permasalahan dalam dunia yang saat ini sedang booming yaitu Cryptocurrency atau (mata uang virtual) dikarenakan tidak memiliki restriksi kebijakan moneter dari negara manapun, sedangkan Mata uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diselanjutnya disebut rupiah38 dan Uang rupiah adalah alat pembayaran yang sah di wilayah Negara Republik Indonesia.
39
Dari dua definisi
tersebut Cryptocurrency sudah pasti tidak resmi karena tidak dikeluarkan oleh NKRI
33
Ibid. Bank Indonesia Teknologi Finansial, http://www.bi.go.id/id/sistempembayaran/FinTech/Contents/default.aspx, 35 Ibid. 36 OJK Blak-blakan Masalah yang Dihadapi FinTech, https://www.viva.co.id/digital/startup/961064ojk-blak-blakan-masalah-yang-dihadapi-FinTech 37 Ibid 38 UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, Pasal 1 ayat 1 39 UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Pasal 2 ayat 2 34
dan bukan alat pembayaran yang sah dikarenakan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI tentang Penyelenggaraan Transaksi Pembayaran juga dijelaskan bahwa seluruh penyelenggara jasa sistem pembayaran dilarang menggunakan mata uang virtual. Selain itu Bitcoin merupakan salah satu mata uang virtual dengan penyebaran pemakaian hingga 646.600 US$40 dengan menargetkan sektor pembayaran tetapi selain manfaat dan kemudahan yang diberikan terdapat juga sisi buruk dari Bitcoin itu sendiri karena terdapat bukti bahwa bitcoin dapat memberikan konstribusi meningkatnya pasar gelap, pencurian, dan penggelapan pajak41 2.3 Analisis Berdasarkan uraian di atas, Penulis berpandangan bahwa aspek hukum terkait FinTech merupakan masalah yang bersifat universal. Masalah regulasi dan penerapan sistem pengaturan tampaknya sama dengan negara lain dikarenakan FinTech adalah objek yang universal dengan perkembangan inovasi yang tidak memiliki batas tetapi pada saat ini. Cryptocurrency (mata uang virtual) memiliki sederet permasalahan dikarenakan tidak ada restriksi terkait pengeluaran dan tidak ada yurisdiksi yang membatasi. Selain itu, pencucian Uang adalah masalah hukum utama dengan Bitcoin karena kemudahan memindahkan uang antar negara, dalam hitungan detik tanpa pemantauan. Meskipun dapat melacak pembelian Bitcoin melalui bank, tetapi saat uang tunai atau metode lain yang sulit dilacak digunakan untuk mendapatkan uang logam, maka hal tersebut dapat dipindahkan.42 Subjek perpajakan menjadi isu utama yang sering muncul. Karena anonimitas pseudo Bitcoin jika digunakan dengan benar, penggunaan Bitcoin untuk menyembunyikan aset dan membantu mengurangi perpajakan tidak terlalu sulit asalkan orang tersebut mengikuti tindakan pencegahan untuk melakukannya. Bitcoin sering digolongkan sebagai aset di banyak negara untuk tujuan perpajakan, seperti di Amerika Serikat.43 Indonesia sebagai salah satu negara yang sampai sekarang belum mengatur mengenai Cryptocurrency ini, maka tentu pemerintah Indonesia belum memiliki definisi resmi untuk mata uang digital (Cryptocurrency) tersebut. Namun, 40
http://www.bi.go.id/id/ruang-media/siaran-pers/Pages/SP_160614.aspx Mariske Myeke Tampi Legal Protecting For Bitcoin Investor In Indonesia: To Move Beyond The Current Exchange System, dalam jurnal Jurnal Hukum & Pembangunan. Vol 47, No. 1. 2017 42 Bitconnect, Legalitas Bitcoin dan Cryptocurrency, https://bccindonesia.co/bitcoin-Cryptocurrencylegality/# 43 Ibid 41
berdasarkan pernyataan yang dikututip dari undang-Undang No 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, UU No. 23 Tahun 1999, dan Undang-Undang No.6 Tahun 2009 inilah Peter Jacobs menyatakan “bahwa bitcoin dan virtual currency lainya bukan mata uang atau alat pembayaran yang sah di Indonesia. Maka terkait bitcoin serta virtual currency lainya negara Indonesia tidak mengakuinya.
III. PENUTUP 3.1 KeKesimpulan Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa : 1. Dalam penerapan Financial Technology atau yang disingkat dengan FinTech, diperlukan hukum yang merupakan permasalahan universal sebagai pemberi kepastian jaminan atas hak-hak para pihak yang terlibat didalamnya; 2. Pada dasarnya pengembangan bisnis FinTech di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar, di samping banyaknya perusahaan FinTech yang aktif di Indonesia, pengembangan bisnis FinTech di Indonesia juga didukung dengan transaksi FinTech yang terbilang cukup besar; 3. Selain permasalahan mengenai regulasi terhadap penerapan FinTech, terdapat pula permasalahan lain yakni masalah transaksi keuangan menggunakan mata uang virtual atau Cryptocurrency
dikarenakan tidak ada restriksi terkait
pengeluaran dan tidak ada yurisdiksi yang membatasi. Salah satu contoh yakni bitcoin, yang mana karena kemudahannya memindahkan uang antar negara dalam bentuk Virtual (nonfisik), memungkinkan peluang terjadinya pencucian uang dan penyembunyian aset dan pengurangan perpajakan sangat besar; 4. Apabila mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, maka tidak ada satupun peraturan yang mengatur bahwa Cryptocurrency
atau Virtual Currency sebagai
pembayaran yang sah.
mata uang atau alat
3.2 Saran Diperlukan koordinasi antara lembaga legislatif dan eksekutif bersama dengan bank sentral, perusahaan pemula, dan seluruh pemegang kepentingan terkit jasa keuangan dan teknologi informasi harus dapat duduk bersama untuk merumuskan kesepakatan dan panduan pertumbuhan dan perkembangan industri FinTech di Indonesia. Sehingga akan memberikan keleluasaan untuk dapat bertumbuh lebih cepat lagi, disamping juga memberikan kepastian hukum bagi setiap pelaku disamping jua memberikan kepastian perlindungan terhadap pengguna FinTech. Pembuatan regulasi terkait FinTech dapat menyentuh hal-hal teknis terkait mekanisme produk-produk inovasi dari FinTech
DAFTAR PUSTAKA
UNDANG-UNDANG DAN PERATURAN LAINYA
UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia [Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 1999 No. 66] UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang [Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 5223] The Electronic Financial Technology Act (“EFTA”) BUKU HR, R. (2010). Hukum Adminstrasi Negara. Jakarta: PT. Rajawali Press. Soekanto, S. (2006). Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI-Press. Weston, B. H. (1993). Hak-Hak Asasi Manusia Dalam Masyarakat Dunia, Isu dan Tindakan. Jakarta: Yayasan obor Indonesia. JURNAL DAN MAKALAH D.W. Amer, J. B. (2016). The Evolution of FinTech. Georgetown Journal Of International Law, 1276. Our Mission 2017. (n.d.). www.fca.org.uk/publication/corporate/our-mission-2017.pdf. report,
R. S. (n.d.). https://www.fca.org.uk/publication/research-and-data/regulatorysandbox-lessons-learned-report.pdf.
Ryabova, E. K. (n.d.). FinTech Market Development Prespecctive. https://www.shsconferences.org/articles/shsconf/abs/2016/06/contents/contents.html. Sandbox, R. (n.d.). www.fca.org.uk/publication/research/regulatory-sandbox.pdf . Sihombing, H. C. (2015). Hukum dan Regulasi Startup FinTech di Indonesia: Tantangan dan Peluang, lesson learning dari negara lain. (p. 4). Universitas Mercu Bauana. TAMPI, M. (2017. Legal Protecting For Bitcoin Investor In Indonesia: To Move Beyond The Current Exchange System. Jurnal Hukum & Pembangunan. Vol 47, No. 1.
WEBSITE Amerika Bakal Merilis aturan khusus FinTech. (n.d.). http://internasional.kontan.co.id/news/amerika-bakal-merilis-aturan-khusus-FinTech, . Bank
Indonesia, "Teknologi Finansial". (n.d.). pembayaran/FinTech/Contents/default.aspx, .
Bitconnect, "Legalitas Bitcoin Cryptocurrency-legality/#.
dan
Cryptocurrency.
http://www.bi.go.id/id/sistem-
https://bccindonesia.co/bitcoin-
FinTech sang pembuat keseimbangan baru. (n.d.). https://www.kompasiana.com/triyono_abdul_gani/5a0d54ed51699547765b8102/FinT ech-sang-pembuat-keseimbangan-baru. Indonesia dan Korsel jajaki kerja FinTech. (n.d.). http://businesslaw.binus.ac.id/2016/09/29/mengenal-regulatory-sanbox-pada-FinTech/. Mengenal Regulatory Sandbox pada FinTech. (n.d.). http://businesslaw.binus.ac.id/2016/09/29/mengenal-regulatory-sanbox-pada-FinTech/. Menururt Sri Mulyani "FinTech jadi kesempatan bagi UMKM . http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/08/30/124000126/menurut.sri.mulyani. FinTech.jadi.kesempatan.bagi.umkm. OJK
blak-blakan masalah yang dihadapi FinTech. (n.d.). https://www.viva.co.id/digital/startup/961064-ojk-blak-blakan-masalah-yangdihadapi-FinTech.
Pengguna Internet Indonesia Nomor Enam Dunia. https://kominfo.go.id/content/detail/4286/pengguna-internet-indonesia-nomor-enamdunia/0/sorotan_media. Pernyataan Bank Indonesia Terkait Bitcoin dan Virtual Currency http://www.bi.go.id/id/ruang-media/siaran-pers/Pages/SP_160614.aspx Sebanayak 80 persen penduduk Indonesia tidak tersentuh layanan keuangan bank konvensional. http://www.tribunnews.com/bisnis/2016/03/07/sebanyak-80-persenpenduduk-indonesia-tidak-tersentuh-layanan-keuangan-bank. The 'Faceless' Tomorrow of Financial Service. (n.d.). https://www.relendex.com/FinTech/thefaceless-tomorrow-of-financial-services. Yim, J. M. (2017). Korea FinTech 2017. https://iclg.com/practice-areas/FinTech/FinTech2017/korea.