ALSA INDONESIA LEGAL OPINION
Tema : Penjabat Gubernur
Legalitas Penunjukan Anggota Polri Sebagai PJ Gubernur yang Dapat Cederai Reformasi dan Konstitusi
Oleh : Indra Wahyu Maulana, Nikita Yuni Lestari, Anneke Kevin Setiawan
ALSA Local Chapter Universitas Jember
A. Pendahuluan Indonesia merupakan Negara yang menerapkan asas otonomi daerah sebagai langkah untuk mengoptimalkan pembangunan dan kesejahteraan daerah. Dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut, baik pemerintah di tingkat pusat, pemerintah tingkat daerah provinsi, dan juga pemerintah tingkat kabupaten/kota saling bersinergi dan mengawal jalannya pemerintahan. Check and Balances antar tingkatan pemerintahan secara vertikal maupun lembaga pemerintahan secara horizontal juga dilakukan untuk selalu memperbaiki kinerja dan pelayanan yang diberikan pemerintah. Kepala Daerah Propinsi disebut Gubernur, yang karena jabatannya adalah juga sebagai wakil Pemerintah 1. Gubernur sebagai kepala daerah tingkat provinsi merupakan salah satu perangkat pemerintah yang memiliki andil penting dalam system pemerintahan di suatu daerah. Secara konstitusional, diatur dalam Undang_undang Dasar NRI 1945 bahwa gubernur sebagai kepala derah tingkat provinsi dipilih secara demokratis dan berarti gubernur dipilih oleh rakyat melalui system pemilihan umum. Dalam menjalankan tugasnya, gubernur menjabat selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan2. Dalam praktiknya seorang gubernur dan wakil gubernur dapat mengajukan cuti di akhir masa jabatannya mana kala petahana yang dalam hal ini di sebut gubernur dan wakil gubernur akan maju kembali dalam pemilihan 1 Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 2 Pasal 162 ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan walikota menjadi Undang-Undang.
umum. Komisioner Divisi Teknis KPU Jawa Barat, Endun Abdul Haq mengatakan, bahwa cuti tersebut diluar tanggungan negara dan diajukan ke instansi yang mengangkatnya. Jika gubernur dan wakil gubernur harus mengajukan cuti kepada Mendagri, sedangkan bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota megajukan cuti ke gubernur3. Mengenai jangka waktu cuti yang diajukan oleh gubernur, bahwasanya telah di atur secara jelas pada saat gubernur akan mencalonkan diri pada pilkada yang akan datang maka seorang gubernur harus melakukan pengajuan cuti selama 129 hari atau selama masa kampanye. Untuk mengisi kekosongan kekuasaan, Mendagri akan melantik wakil gubernur untuk menggantikan gubernur sebagai kepala daerah tingkat provinsi. Hal berbeda akan terjadi disaat gubernur dan wakil gubernur sama-sama mengajukan cuti untuk mencalonkan diri pada pilkada selanjutnya, dalam kasus ini untuk mengisi kekosongan kekuasaan Mendagri akan mengangkat Penjabat Gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan4. Hal tersebut memberikan batasan secara tegas siapa saja yang dapat mengisi kekosongan kekuasaan di tingkat provinsi.
3 â&#x20AC;&#x2DC;KPU Ingatkan Kandidat Pilkada 2018 Terkait Pengajuan Cutiâ&#x20AC;&#x2122; (Pikiran Rakyat, 19 December 2017) <http://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/2017/12/19/kpu-ingatkan-kandidat-pilkada-2018-terkaitpengajuan-cuti-416198> accessed 14 July 2018. 4 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan walikota menjadi UndangUndang.
B. Dasar Hukum 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia. 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 5. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. 6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah. 7. Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2017. 8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun 2018 tentang Cuti di Luar Tanggungan Negara. C. Tujuan Penulisan Tulisan ini bertujuan untuk memberikan alasan mengenai kekhawatiran atas ditunjuknya Polri sebagai PJ Gubernur untuk menghentikan lahirnya Dwi Fungsi ABRI serta mengehentikan tindakan inkonstitusi sebagai wujud pengawalan konstitusi di Era Reformasi. D. Pembahasan Dilantiknya dua anggota polri sebagai Penjabat Gubernur di Jawa Barat dan Sumatera Utara sempat menjadi topic hangat di masyarakat dan sejumlah pengamat hukum. Kementrian Dalam Negeri pada saat itu sempat memberikan wacana mengenai pengangkatan keduanya menjadi PJ Gubernur selama masa kampanye menjelang Pemilihan Kepala Daerah serentak tahun 20185. Hal seperti ini sebenarnya tidak asing terjadi di Indonesia, sebelumnya Penempatan anggota TNI/Polri sebagai Penjabat Gubernur sendiri sudah terjadi di beberapa daerah , Aceh yang dipimpin sementara waktu oleh seorang Mayjen TNI dan di Sulawesi Barat yang dipimpin sementara oleh perwira tinggi Polri6. Adapun yang menjadi permasalahan pertama dalam konteks ini adalah mengapa Iriawan yang notabene masih berstatus sebagai perwira aktif polisi yang justru diangkat oleh Menteri Dalam Negeri? Padahal pengangkatan tersebut memicu kekhawatiran dalam benak masyarakat yakni dapat menumbuhkembangkan kembali dwi fungsi ABRI yang pada saat itu pernah ada di Era Orde Baru. Dihapuskannya Dwi Fungsi ABRI 7 pada saat itu tidak hanya langkah dari pemerintah untuk memisahkan kekuasaan TNI sebagai alat pertahanan Negara dan Polri sebagai Alat untuk menjaga keamanan Negara tapi juga 5 Kompas Cyber Media, ‘Tunjuk Petinggi Polri Jadi Penjabat Gubernur, Mendagri Siap Diberi Sanksi’ (KOMPAS.com, 28 January 2018) <https://nasional.kompas.com/read/2018/01/28/08103841/tunjuk-petinggi-polri-jadi-penjabatgubernur-mendagri-siap-diberi-sanksi> accessed 15 July 2018. 6 Fransica Adelina and Universitas Bung Karno, ‘LEGALITAS PENUNJUKAN PEJABAT POLRI MENJADI PELAKSANA TUGAS GUBERNUR PADA MASA KAMPANYE PEMILIHAN KEPALA DAERAH’ (2018) 15 10. 7 Dede Wahyu Firdaus, ‘KEBIJAKAN DWIFUNGSI ABRI DALAM PERLUASAN PERAN MILITER DI BIDANG SOSIALPOLITIK TAHUN 1966-1998’ 13.: Dwi fungsi ABRI adalah ABRI tidak hanya sebagai alat untuk menjaga stabilitas nasional tapi juga berperan aktif dalam hal-hal bersifat non-hamkam (ekonomi, social dan politik).
untuk menjaga netralitas kedua lembaga tersebut. Hal ini menjadi sangat penting mengingat keduanya berfungsi sebagai lembaga yang menjaga perdamaian dan konsistensi nasional harus memprioritaskan kepentingan rakyat dan Negara di atas kepentingan lainnya. Dengan terpilihnya anggota Polri sebagai Gubernur akan menimbulkan tanda tanya dalam masyarakat mengenai indepensinya. Mengingat jabatan sebagai Gubernur syarat akan kepentingan politik, sedangkan tugas dan wewenang Polri sangat berbanding terbalik dengan kewajiban Gubernur sebagai kepala daerah. Hal yang demikian telah tersirat dalam konstitusi Negara Republik Indonesia8 yang telah mengatur dengan jelas bahwa aparat kepolisian hanya bertugas diluar garis politik praktis karena tugasnya yang netral sebagai pelindung, pengayom, pelayan dan penegak hukum, bukan sebagai pelaku perpolitikan. Wacana mengenai pelantikan tersebut di atas memunculkan pro dan kontra di masyarakat. Pasalnya diangkatnya anggota Polri sebagai PJ Gubernur juga dirasa inskonstitusional9. Sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya akan disebut UU ASN bahwasanya TNI dan Polri memang bisa menduduki jabatan Aparatur Sipil Negara. Sedangkan jabatan pimpinan tinggi yang selama ini menjadi satu-satunya jabatan yang bisa mengisi kursi PJ Gubernur adalah sekelompok jabatan tinggi pada instansi pemerintah yang juga merupakan pegawai ASN yang menduduki jabatan pimpinan tinggi10. Itulah yang menjadi dasar anggota Polri masuk ke dalam golongan Pejabat Tinggi Madya. Namun dijelaskan juga bahwa jabatan yang diisi oleh anggota TNI atau Polri adalah jabatan tertentu di lingkup instansi pusat atau yang telah diatur dalan Undang-Undang TNI dan Polri. Jabatan tertentu tersebut terlebih dahulu telah dijelaskan dalam Undang-Undang ASN yang kemudian dijabarkan dalam PP Nomor 11 Tahun 201711. Selain itu aturan yang dijadikan dasar pegangkatan anggota Polri sebagai PJ Gubernur adalah Pasal 4 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun 2018 tentang Cuti di Luar Tanggungan Negara yang berbunyi "Penjabat gubernur berasal dari pejabat pimpinan tinggi madya/setingkat di lingkup pemerintah pusat atau pemerintah daerah provinsi". Kata ‘setingkat’ di sini akan menimbulkan multitafsir dimana keseluruhan anggota Polri dapat menjadi PJ Gubernur sekaligus mencederai isi dari UU ASN yang mengatur syarat-syarat anggota Polri dapat menduduki jabatan pimpinan tinggi madya. Fakta ini menjadi penguat argumen masyarakat bahwa diangkatnya anggota Polri sebagai PJ Gubernur melawan konstitusi yang ada. Dalam Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia saja misalnya, terdapat pasal yang 8 Selengkapnya lihat Pasal 30 ayat ( 4 ) Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. 9 Pasal 147 Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2017: “Jabatan ASN tertentu di lingkungan instansi pusat tertentu dapat diisi oleh prajurit TNI dan anggota Polri sesuai dengan kompetensi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.” 10 Selengkapnya lihat dalam Pasal 1 bagian ke 7 dan 8 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 11 Pasal 148 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017: “Jabatan ASN tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada di instansi pusat dan sesuai dengan Undang-undang TNI dan Undang-undang Polri.”
melarang petugas polisi aktif mengisi jabatan di luar kepolisian dan melarang petugas polisi aktif terlibat politik praktis.12 Pemerintah berdalih, Iriawan sudah menjabat sebagai sekretaris utama Lembaga Ketahanan Nasional saat ditunjuk mengisi jabatan PJ Gubernur Jabar. Namun, sejauh ini Iriawan belum pensiun atau mengundurkan diri dari kepolisian. Status itu yang membuat para pengkritik yang terdiri dari pengamat hukum dan akademisi menilai penunjukan Iriawan tak bisa disamakan dengan penunjukan sejumlah perwira TNI pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang tak lagi aktif di TNI saat ditunjuk sebagai PJ Gubernur.13 Apabila semakin banyaknya anggota Polri yang menjabat dalam jajaran pemerintahan dalam negeri, maka wibawa dan kredibilitas Polri akan dipertanyakan. Hal ini dapat menciptakan celah untuk memasukkan unsur kepentingan di dalam tubuh Polri. Kemudian kondisi tersebut juga akan membuka kemungkinan munculnya peraturanperaturan baik dari pemerintah maupun Mendagri yang membuat instansi Kepolisian Daerah terkesan berada di bawah Kementerian Dalam Negeri.
E. Kesimpulan dan Rekomendasi 1. Bahwa penunjukan anggota Polri sebagai PJ Gubernur dirasa kurang tepat mengingat keputusan tersebut tidak hanya mencederai semangat reformasi tetapi juga mengingkari regulasi terkait. 2. Penunjukan tersebut juga akan berakibat buruk pada citra Polri sebagai lembaga yang independen.
12 Lihat Undang â&#x20AC;&#x201C; Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia 13 Debbie Sutrisno, â&#x20AC;&#x2DC;Lempar-Lemparan Tanggung Jawab Pelantikan Pj Gubernur Jabarâ&#x20AC;&#x2122; Republika Online (22 June 2018) <https://republika.co.id/share/paox1x440> accessed 27 June 2018.
3. Menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap Polri juga akan berakibat fatal mengingat posisi Polri dan TNI yang sangat krusial dalam negeri. 4. Kredibilitas anggota Polri sebagai Penjabat Gubernur dapat dipertanyakan mengingat jabatan sebagai anggota Polri dan Gubernur sangat berbanding terbalik. 5. Diperlukannya pengkajian ulang Permendagri Nomor 11 Tahun 2018 mengingat terdapat adanya tumpang tindih dengan regulasi yang lain.
DAFTAR PUSTAKA Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2017.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun 2018 tentang Cuti di Luar Tanggungan Negara. ‘KPU Ingatkan Kandidat Pilkada 2018 Terkait Pengajuan Cuti’ (Pikiran Rakyat, 19 December 2017) <http://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/2017/12/19/kpuingatkan-kandidat-pilkada-2018-terkait-pengajuan-cuti-416198> accessed 14 July 2018. Dede Wahyu Firdaus, ‘KEBIJAKAN DWIFUNGSI ABRI DALAM PERLUASAN PERAN MILITER DI BIDANG SOSIAL-POLITIK TAHUN 1966-1998’ Debbie Sutrisno, ‘Lempar-Lemparan Tanggung Jawab Pelantikan Pj Gubernur Jabar’ Republika Online (22 June 2018) <https://republika.co.id/share/paox1x440> accessed 27 June 2018.