ALSA INDONESIA SEMINAR MATERIALS SET
alsa-indonesia.org
PERANCANGAN KONTRAK Lia Alizia, S.H. Irina Anindita, S.H., LL.M. Makarim & Taira S. 15 November 2020 Seminar dan Workshop Nasional ALSA 2020 - “Sustainable Growth with Equality and Connectivity”, Universitas Brawijaya
PEMBAHASAN
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Pengertian dan Dasar Hukum Syarat Sah Perjanjian Asas-asas Perjanjian
Batalnya Perjanjian Jenis-jenis Perjanjian
Klausula Boiler Plate Wanprestasi Upaya Hukum dalam Praktik
Daftar Pustaka
Pengertian “Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih Pasal 1313 BW (Bab II: Perikatan yang lahir dari kontrak).�
Dasar Hukum Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia (BW)
SYARAT SAH PERJANJIAN Syarat Subjektif Kesepakatan Kesepakatan berarti ada persesuaian kehendak yang bebas antara para pihak mengenai hal-hal pokok yang diinginkan dalam perjanjian. Dalam hal ini, antara para pihak harus mempunyai kemauan yang bebas (sukarela) untuk mengikatkan diri, di mana kesepakatan itu dapat dinyatakan secara tegas maupun diam-diam. Bebas di sini artinya adalah bebas dari kekhilafan, paksaan, dan penipuan. Contoh: Perusahaan dan Pekerja setuju untuk bersama-sama melakukan pemutusan hubungan kerja antara Para Pihak yang berlaku efektif sejak tanggal 30 Juni 2020.
Syarat Objektif Kecakapan
Menurut pasal 1329 BW, pada dasarnya semua orang cakap dalam membuat perjanjian, kecuali ditentukan tidak cakap menurut undangundang. Contoh: Perjanjian yang dilakukan antara pihak yang sudah dewasa 21 tahun (Pasal 330 KUHPerdata) dan tidak ditaruh dibawah pengampuan
Mengenai suatu hal tertentu
Kausa yang halal
Hal tertentu artinya adalah apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak, yang paling tidak barang yang dimaksudkan dalam perjanjian ditentukan jenisnya. Menurut pasal 1333 BW, objek perjanjian tersebut harus mencakup pokok barang tertentu yang sekurangkurangnya dapat ditentukan jenisnya. Pasal 1332 BW menentukan bahwa objek perjanjian adalah barang-barang yang dapat diperdagangkan.
Sebab yang halal adalah isi perjanjian itu sendiri, yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh para pihak. Isi dari perjanjian itu tidak bertentangan dengan undangundang, kesusilaan, maupun dengan ketertiban umum. Hal ini diatur dalam pasal 1337 BW.
Contoh: Pihak Pembeli setuju untuk membeli tanah dari Pihak Penjual dengan luas 500 m2, terletak di Jl. Jenderal Sudirman No 15, Jakarta Selatan.
Contoh: Perjanjian jual beli tanah, perjanjian kerja waktu tertentu, dll.
ASAS-ASAS PERJANJIAN Asas Konsensualisme Bahwa perjanjian terbentuk karena adanya perjumpaan kehendak (concensus) dari pihak-pihak. Perjanjian pada pokoknya dapat dibuat bebas, tidak terikat bentuk dan tercapai tidak secara formil tetapi cukup melalui konsesus belaka.
Psl 1320 (1) BW
Asas Kebebasan Berkontrak Setiap orang bebas mengikat diri dengan siapapun yang ia kehendaki, para pihak juga dapat dengan bebas menentukan cakupan isi serta persyaratan dari suatu perjanjian asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan. Psl 1338 (1) BW
Asas Personalia Pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat oleh seseorang dalam kapasitasnya sebagai individu, subjek hukum pribadi, hanya akan berlaku dan mengikat untuk dirinya sendiri. Psl 1131 BW
Asas Pacta Sunt Servanda Asas Itikad Baik Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Psl 1338 (3) BW
Suatu kontrak yang dibuat secara sah oleh para pihak mengikat para pihak tersebut secara penuh sesuai isi kontrak tersebut, dan secara hukum kekuatannya sama dengan kekuatan mengikat undangundang. Psl 1338 ayat (1) BW
BATALNYA PERJANJIAN • Perjanjian yang tidak memenuhi syarat objektif. Apabila suatu perjanjian batal demi hukum, maka dari semula dianggap tidak pernah ada dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. • Contoh: Perjanjian Perjudian akan mengakibatkan perjanjian tersebut batal demi hukum karena perjudian itu sendiri merupakan Perbuatan Melawan Hukum
• Perjanjian yang tidak memenuhi syarat subjektif. Apabila suatu perjanjian dapat dibatalkan, maka salah satu pihak dapat memintakan pembatalan itu. Perjanjiannya sendiri tetap mengikat kedua belah pihak, selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tadi (pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya secara tidak bebas). • Contoh: Perjanjian yang dibuat atas dasar paksaan
Batal Demi Hukum
Dapat Dibatalkan
JENIS-JENIS PERJANJIAN 1. Perjanjian Timbal Balik Perjanjian yang membebankan prestasi pada kedua belah pihak. Contoh: Perjanjian Jual Beli
3. Perjanjian Bernama (Benoemd) Perjanjian yang sudah mempunyai nama sendiri. Contoh: Perjanjian Pertanggungan, Perjanjian Pengangkutan, Perjanjian Kerja
2. Perjanjian Atas Beban Perjanjian dimana salah satu pihak memberikan keuntungan kepada pihak yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya. Contoh: Perjanjian Pinjam Pakai
4. Perjanjian Tidak Bernama (Onbenoemd Benoemd) Perjanjian yang belum ada pengaturannya secara khusus di dalam undang-undang, karena tidak diatur dalam KUHPerdata dan Kitab UndangUndang Hukum Dagang (KUHD). Contoh: Perjanjian Joint Venture, Perjanjian Pemegang Saham 5. Perjanjian Obligatoir Perjanjian yang mewajibkan seseorang untuk menyerahkan atau membayar sesuatu. Contoh: Perjanjian Beli Sewa
6. Perjanjian Kebendaan Perjanjian dengan mana seseorang menyerahkan haknya atas sesuatu benda kepada pihak lain, yang membebankan kewajiban pihak itu untuk menyerahkan benda tersebut kepada pihak lain. 7. Perjanjian Konsensual Perjanjian yang mengikat sejak kesepakatan dari kedua belah pihak.
adanya
8. Perjanjian Riil Perjanjian disamping ada persetujuan kehendak juga sekaligus masih memerlukan penyerahan suatu benda. Contoh: Perjanjian Jual Beli Barang Bergerak
9. Perjanjian Liberatoir Perjanjian para pihak yang membebaskan diri dari kewajiban yang ada. Contoh: Perjanjian Pembebasan Utang
10. Perjanjian Untung-untungan Perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak, bergantung pada suatu kejadianyang belum tentu. Contoh: Perjanjian Asuransi 11. Perjanjian Publik Perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak yang bertindak adalah pemerintah, dan pihak lainnya swasta. Contoh: Perjanjian Pengadaan 12. Perjanjian Campuran Perjanjian yang mengandung berbagai unsur perjanjian di dalamnya. Contoh: Perjanjian Pemilik Hotel dengan Tamu (sewamenyewa kamar, jual-beli, penyewaan jasa)
KLAUSULA BOILER PLATE Klausula yang sebaiknya ada di dalam kontrak pada umumnya (contoh – contoh klausula) 1. KETERPISAHAN 2. KESELURUHAN PERJANJIAN Contoh Klausula: “Dalam hal satu atau lebih ketentuan dari Contoh Klausula: “Perjanjian ini merupakan perjanjian ini dinyatakan sebagai tidak berlaku, tidak sah atau keseluruhan perjanjian antara kedua pihak tidak dapat diberlakukan berdasarkan hukum atau keputusan berkenaan dengan pokok permasalahan yang yang berlaku, maka keberlakuan, keabsahan dan pelaksanaan diperjanjikan dan menggantikan segala dari ketentuan lainnya dari perjanjian ini tidak akan pernyataan, maksud atau pemahaman terpengaruh atau berkurang karenanya. Para Pihak setuju sebelumnya oleh kedua pihak baik secara lisan untuk dengan segera melakukan perundingan dengan itikad maupun tertulis sehubungan dengan hal baik untuk menggantikan ketentuan yang dinyatakan sebagai tersebut.” tidak berlaku, tidak sah atau tidak dapat diberlakukan tersebut dengan ketentuan dan persyaratan yang sah yang mencerminkan maksud para pihak”
3. PENANDATANGANAN SECARA TERPISAH Contoh Klausula: “Para Pihak dapat menandatangani perjanjian ini secara terpisah dalam beberapa salinan, hal ini akan mempunyai akibat hukum yang sama seakan tandatangan di dokumen yang berlainan secara terpisah itu dilakukan dalam satu salinan yang sama dari Perjanjian ini.”
4. KERAHASIAAN Contoh Klausula: “Masing-masing Pihak harus menjaga kerahasiaan Perjanjian ini dan hal-hal yang diatur dalam Perjanjian ini dan tidak diperkenankan mengungkapkan Perjanjian ini atau isinya kepada pihak ketiga manapun, kecuali sebagaimana dimaksudkan dalam Perjanjian ini, atau sebagaimana disyaratkan oleh hukum atau badan pembuat undangundang”
5. PERUBAHAN Contoh Klausula: “Tidak ada perubahan, modifikasi atau pengesampingan atas ketentuan-ketentuan dari Perjanjian ini dan tidak ada persetujuan atas penyimpangan Perjanjian tersebut oleh suatu pihak akan berlaku dan mengikat kecuali dibuat secara tertulis oleh kedua pihak, dan pengecualian atau persetujuan tersebut hanya berlaku dalam situasi tersebut saja dan untuk tujuan tertentu untuk mana persetujuan tersebut diberikan.”
6. KEADAAN MEMAKSA Contoh Klausula: “Para Pihak dalam Perjanjian ini tidak bertanggung jawab terhadap pihak lainnya atau dianggap melanggar Perjanjian ini apabila Keadaan Memaksa mempengaruhi kinerja atau kewajiban salah satu pihak.”
7. PEMBERITAHUAN Contoh Klausula: “Setiap pemberitahuan yang diberikan berdasarkan perjanjian ini harus dilakukan dalam Bahasa Indonesia secara tertulis dan dikirim melalui pos tercatat atau dikirim secara langsung dengan tanda terima, ke alamat sebagai berikut: 12.1 Dalam hal Pembeli, kepada: _______________________ 12.2 Dalam hal Penjual, kepada: _______________________ Setiap pemberitahuan tersebut harus dianggap telah diterima 3 hari kerja setelah tanggal pengiriman melalui pos tercatat, atau pada saat diterimanya, jika dikirimkan secara langsung.” 8. KEBERLAKUAN YANG BERKELANJUTAN Contoh Klausula: “Ketentuan tentang (i) kerahasiaan, (ii) pemberitahuan, (iii) ganti rugi dalam hal wanprestasi, (iv) hukum yang mengatur, dan (v) penyelesian perselisihan, akan tetap berlaku walapun perjanjian ini telah diakhiri.”
9. PENGALIHAN Contoh Klausula: “Pihak pertama dapat mengalihkan haknya berdasarkan Perjanjian ini kepada perusahaan terafiliasi Perusahaan. Perusahaan afiliasi tersebut berhak untuk memaksakan berlakunya dan akan terikat dengan ketentuan-ketentuan dari Perjanjian ini seakanakan mereka adalah Perusahaan yang menandatangani Perjanjian ini pada awalnya. Pihak kedua hanya dapat mengalihkan manfaat dan kewajibannya berdasarkan Perjanjian ini apabila mendapatkan persetujuan secara tertulis sebelumnya dari Pihak pertama.”
10.BAHASA Contoh Klausula: “Perjanjian ini dibuat dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Kedua versi tersebut sama, tetapi apabila terdapat perbedaan antara Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, versi Bahasa Indonesia dari Perjanjian ini yang akan berlaku.”
11.HUKUM YANG MENGATUR Contoh Klausula: “Perjanjian ini tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia”
12.PENYELESAIAN PERSELISIHAN Contoh Klausula: “Setiap masalah yang belum terselesaikan atau pertanyaan mengenai penafsiran atau pelaksanaan yang timbul sehubungan dengan Perjanjian ini harus diselesaikan secara bersama oleh Para Pihak yang berkepentingan, dan jika ada perselisihan atau sengketa antara Para Pihak yang timbul dari atau sehubungan dengan Perjanjian ini atau pelaksanaannya, Para Pihak setuju untuk menyelesaikan perselisihan atau sengketa tersebut di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.”
13.PENGGUNAAN MATA UANG RUPIAH Contoh Klausula: “Setiap Pembayaran Sewa yang dilakukan oleh Pihak Pertama kepada Pihak Kedua harus dilakukan dengan menggunakan Mata Uang Rupiah”
14. PENGESAMPINGAN PASAL 1266 DALAM BW Contoh Klausula:
“Untuk memberlakukan ketentuan dalam pasal ini berkenaan dengan pemutusan Perjanjian, para pihak dengan ini sepakat untuk mengesampingkan berlakunya ketentuan Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang pengakhiran tersebut mensyaratkan putusan pengadilan.” >> Pasal 1266 BW:
“Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan yang timbal balik, andaikata salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Dalam hal demikian persetujuan tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada Pengadilan.”
WANPRESTASI Menurut Ahli Hukum Prof. Subekti, wanprestasi adalah:
1. Tidak apa
melakukan yang disanggupi akan dilakukannya.
Contoh: Pembeli tidak membayarkan barang yang telah diterima dari penjual
2.
Melaksanakan apa yang diperjanjikan tapi tidak sesuai dengan perjanjian. Contoh: Penjual mengirimkan barang yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang disepakati.
apa 3. Melakukan yang diperjanjikan 4.
tetapi terlambat
Contoh: Pengiriman yang terlambat atas produk dari penjual ke pembeli.
Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan Contoh: Seorang agen menginformasikan daftar harga prinsipalnya ke kompetitor.
Daftar Pustaka • Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetnboek]. Diterjemahkan • • • • •
oleh Subekti. Jakarta: Balai Pustaka, 2009. Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, Bandung : Alumni, 1982. Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Bandung : Cipta Aditya Bhakti, 1990 Achmad Busro, Hukum Perikatan, Semarang : Oetama, 1985. Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 1987. Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Yogyakarta : Liberty, 2006.
Terima kasih Pertanyaan? Komentar? Lia.Alizia@makarim.com www.makarim.com
This presentation was prepared by the Indonesian law firm, Makarim & Taira S. It is only intended to provide general information on the topics covered and should not be treated as legal advice or relied upon when making investment or business decisions. If you have any questions or comments about anything in this presentation, please contact your usual M&T contact.
ASPEK HUKUM PERSEROAN TERBATAS Lia Alizia, S.H Irina Anindita, S.H., LL.M Makarim & Taira S. 15 November 2020
Seminar dan Workshop Nasional ALSA 2020 - “Sustainable Growth with Equality and Connectivity”, Universitas Brawijaya
A. PENDIRIAN SUATU PERSEROAN TERBATAS 1.
Langkah Awal a. Persyaratan Perseroan Terbatas (“Perseroan”) 1. Daftar Negatif Investasi Dalam hal pendirian Perseroan penanaman modal asing (“PT PMA”), pendiri Perseroan sebaiknya terlebih dahulu memeriksa ketentuan dalam Daftar Negatif Investasi untuk melihat apakah ada larangan atau pembatasan kepemilikan untuk investor asing dalam kegiatan usaha yang dimaksud. Daftar Negatif Investasi yang berlaku saat ini adalah dalam Peraturan Presiden No. 44 Tahun 2016. Pengelompokan kegiatan usaha diatur dalam Peraturan Badan Pusat Statistik Nomor 2 Tahun 2020 : Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI 2020)
2. Ketentuan Modal
Modal dasar, modal disetor dan ditempatkan (25% dari modal dasar). Besarnya modal dasar akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. 3. Persyaratan BKPM dan Kebijakan Tidak Tertulis
Pendiri dari PT PMA sebaiknya mendiskusikan dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (“BKPM�) atau pihak yang berwenang apakah ada persyaratan lain yang mungkin akan dikenakan saat BKPM akan mengeluarkan izin dari pengajuan permohonan penanaman modal (contoh rasio hutang terhadap modal sendiri untuk modal Perseroan). Hal ini mungkin melibatkan hubungan dengan pejabat dari kementerian teknis. Perlu diingat bahwa biasanya BKPM dan kementrian teknis mempunyai kebijakan-kebijakan yang tidak tertulis dalam peraturan.
4. Persyaratan Pemegang Saham Hal ini juga perlu diingat bahwa Perseroan dalam prinsipnya harus mempunyai 2 pemegang saham, baik pada saat pendirian dan untuk seterusnya. Jika suatu saat hanya ada satu pemegang saham untuk jangka waktu lebih dari 6 bulan, pemegang saham tersebut akan bertanggung jawab secara pribadi atas segala tindakan dan hutang Perseroan.
b. Joint Venture (Usaha Patungan) Jika terdapat usaha patungan, para investor dapat menyetujui rincian dari usulan usaha patungan berdasarkan suatu perjanjian usaha patungan.
Peraturan BKPM No. 1 Tahun 2020 mengatur persyaratan untuk PT PMA (antara lain) sebagai berikut: 1. Total minimum penanaman modal (tidak termasuk tanah dan bangunan) minimal Rp 10 miliar untuk setiap kegiatan usaha (ditentukan oleh Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (“KBLI�)) per lokasi proyek; dan
2. Modal yang ditempatkan dan disetor dalam Perseroan minimal Rp 2,5 miliar.
2. Akta Pendirian a. Anggaran Dasar Para pendiri Perseroan juga harus mulai menyiapkan draft Anggaran Dasar. Anggaran Dasar akan menjadi bagian dari Akta Pendirian.
Dalam hal usaha patungan, penyusunan dari Anggaran Dasar akan perlu untuk dipertimbangkan secara hati-hati mengingat masalah praktis yang mungkin timbul misalnya pengangkatan anggota Direktur dan anggota Dewan Komisaris. Setelah Anggaran Dasar telah disetujui, para pendiri dapat menandatangani Akta Pendirian (yang berisi Anggaran Dasar dari PT PMA) di hadapan Notaris Indonesia.
b. Pengangkatan Direktur dan Dewan Komisaris Perseroan dikelola oleh Direksi yang diangkat oleh rapat umum pemegang saham, terdiri dari paling sedikit seorang Direktur (beberapa Perseroan harus mempunyai lebih dari satu Direktur). Apabila lebih dari satu Direktur diangkat, salah satunya diangkat sebagai Presiden Direktur/ Direktur Utama. Berdasarkan UUPT, sebuah Perseroan juga harus memiliki Dewan Komisaris. Dewan Komisaris harus terdiri dari paling sedikit satu anggota. Seperti halnya Direktur, anggota Dewan Komisaris hanya dapat diangkat (atau diberhentikan) oleh rapat umum pemegang saham.
c. Status Badan Hukum 1. Meskipun Perseroan sudah berdiri sejak penandatanganan Akta Pendirian, Perseroan hanya akan berstatus sebagai badan hukum sejak tanggal dikeluarkannya bukti pendaftaran oleh Menteri Hukum dan HAM (“Kemenkumham�). 2. Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2016 mengenai Perubahan Modal Dasar mensyaratkan untuk menyerahkan bukti penyetoran yang sah untuk modal kepada Kemenkumham secara elektronik dalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal Akta Pendirian ditandatangani.
3. Proses Setelah Pendirian a. Rapat Umum Pemegang Saham Pertama Dalam waktu 60 hari setelah Perseroan mendapatkan status sebagai badan hukum, Rapat Umum Pemegang Saham Pertama harus dilaksanakan untuk menerima dan mengambilalih setiap dan semua perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pendiri Perseroan untuk kepentingan Perseroan sebelum didirikan atau sebelum Perseroan menjadi badan hukum, jika gagal, Perseroan tidak akan terikat, dan para pendiri Perseroan yang bersangkutan secara pribadi akan bertanggung jawab atas semua perbuatan hukum.
b. Perizinan Setelah didirikan, Perseroan akan mulai memperoleh perizinan. Perizinan umum dari suatu Perseroan meliputi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Izin Usaha terkait, dan Nomor Induk Berusaha (�NIB�).
c. Izin Usaha Perseroan yang siap beroperasi secara komersial harus mendapatkan izin usaha terkait dari pihak yang berwenang. Perlu diingat bahwa, beberapa kementerian mendelegasikan kewenangan mereka untuk mengeluarkan izin untuk PT PMA kepada Lembaga Online Single Submission (“OSS�)/BKPM.
B. PERUBAHAN ANGGARAN DASAR 1. Perubahan Anggaran Dasar
UUPT mengatur bahwa perubahan Anggaran Dasar yang harus disetujui oleh Kemenkumham dan perubahan lainnya yang hanya dilaporkan kepada Kemenkumham. Hanya perubahan atas nama dan/atau kedudukan Perseroan, maksud dan tujuan serta kegiatan Perseroan, jangka waktu berdirinya Perseroan, besarnya modal dasar, pengurangan modal ditempatkan dan disetor, dan perubahan status Perseroan yang tertutup menjadi terbuka atau sebaliknya, yang harus disetujui oleh Kemenkumham.
2.
Prosedur Perubahan Anggaran Dasar a.
Keputusan Pemegang Saham
Proses dari perubahan Anggaran Dasar dimulai dengan pengambilan keputusan oleh pemegang saham untuk perubahan (dengan cara melaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham, atau dengan keputusan yang diedarkan jika semua pemegang saham menyetujui keputusan tersebut). b.
Bekerjasama dengan Notaris Perseroan perlu untuk bekerjasama dengan notaris untuk menyatakan kembali keputusan pemegang saham dalam akta notaris, sebelum disampaikan ke Kemenhukham untuk mendapatkan persetujuan.
c. Persetujuan Kemenkumham Saat akta notaris telah ditandatangani telah diperoleh, notaris akan mengajukan akta notaris kepada Kemenkumham untuk mendapatkan persetujuan atau surat penerimaan pemberitahuan dari Kemenkumham.
C. ORGAN PERSEROAN TERBATAS 1. Organ Perseroan Terbatas Rapat Umum Perseroan Terbatas
Direksi
Dewan Komisaris
Anggota Direksi dan Dewan Komisaris ditunjuk oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Direksi dan Dewan Komisaris akan bertanggung jawab kepada RUPS. Dewan Komisaris akan mengawasi Direksi dalam menjalankan tugas dan fungsinya dalam Perseroan seharihari.
2. Rapat Umum Pemegang Saham a. Pihak yang berhak untuk menjadi Pemegang Saham Hanya badan hukum dan perorangan yang dapat memiliki saham dalam suatu perseroan terbatas, termasuk badan hukum seperti perseroan terbatas, koperasi, dan yayasan. b. Kewenangan Pemegang Saham
Kewenangan RUPS antara lain: untuk mengangkat dan memberhentikan anggota Direksi dan Dewan Komisaris, menyetujui perubahan Anggaran Dasar, menyetujui laporan tahunan. RUPS tidak dapat melakukan tugas dan fungsi dari Direksi dan Dewan Komisaris.
c. Tanggung Jawab Pemegang Saham Pemegang saham Perseroan hanya bertanggung jawab untuk saham yang dimilikinya masing-masing, kecuali jika pemegang saham bertindak selaku Direksi atau Dewan Komisaris Perseroan, contohnya menjalankan kegiatan Perseroan sehari-hari. Dalam hal ini pemegang saham dapat diminta pertanggungjawaban secara pribadi untuk kerugian yang disebabkan oleh pemegang saham (piercing the corporate veil).
3. Dewan Komisaris a. Perseorangan yang Memenuhi Syarat Perseorangan yang memenuhi syarat untuk menjadi komisaris adalah perseorangan yang dalam 5 tahun terakhir: I Belum pernah dinyatakan pailit oleh keputusan pengadilan; Ii Belum pernah menjadi anggota Direksi atau Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit; dan Iii Belum pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang menyebabkan kerugian keuangan Negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan. b. Tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris
Tugas utama dari Dewan Komisaris adalah untuk melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus, untuk mengawasi kebijakan dan memberikan nasihat kepada Direksi untuk kepentingan Perseroan (Pasal 1 ayat (6), 108 ayat (1) & 2, dan 114). Dewan Komisaris mungkin mempunyai kewenangan tertentu yang didelegasikan kepadanya oleh RUPS, contohnya gaji dan tunjangan untuk Direksi. Adalah penting untuk menyadari bahwa Dewan Komisaris tidak akan terlibat dalam menjalankan kegiatan sehari-hari Perseroan, tindakan ini adalah tanggung jawab dari Direksi.
4. Direksi a. Perseorangan yang Memenuhi Syarat
Perseorangan yang memenuhi syarat untuk menjadi direktur adalah Perseorangan yang dalam 5 tahun terakhir: i. Belum pernah dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan; Ii Belum pernah menjadi anggota Direksi atau Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit; dan Iii Belum pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang menyebabkan kerugian keuangan Negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan. b. Tugas dan Tanggung Jawab Direktur Direksi memimpin, mengelola pengurusan dan usaha Perseroan sehari-hari, di bawah pengawasan Dewan Komisaris (Pasal 1 ayat (5) UUPT). Direksi memulai dan melaksanakan kebijakan dan kegiatan usaha Perseroan. Direktur juga akan mewakili Perseroan dalam hubungan dengan pihak ketiga.
Berikut ini adalah contoh tugas dan tanggung jawab khusus untuk Direksi yang tercantum dalam UUPT: Ketentuan Pendaftaran Merupakan kewajiban khusus bagi Direksi untuk:
(i)
(sebelum diundangkannya Omnibus Law) Mendaftarkan Perseroan dalam Daftar Perseroan yang dikelola oleh Kementerian Perdagangan setempat. Pendaftaran ini disyaratkan dalam UU Nomor 3 Tahun 1982, yang harus dilakukan dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak Perseroan memulai kegiatan operasionalnya; UU No. 3 Tahun 1982 menetapkan sanksi pidana hingga 3 tahun penjara atau dikenakan denda untuk kegagalan atau kelalaian Direksi dalam melaksanakan pendaftaran di atas.
Tanggung Jawab Kesekretariatan (i)
Mengadakan dan menyimpan Daftar Pemegang Saham, risalah rapat Direksi, risalah RUPS (Pasal 50 ayat (1) dan Pasal 100 ayat (1));
(ii)
Mengadakan dan menyimpan Daftar Khusus yang memuat keterangan mengenai saham anggota Direksi dan Dewan Komisaris beserta keluarganya dalam Perseroan (Pasal 50 ayat (2) dan 101);
(iii) mencatat pemindahan hak atas saham dalam daftar yang sesuai (Pasal 56 ayat (3)) dan diberikan bukti pemilikan saham kepada pemegang saham (Pasal 51); dan
(iv) hal-hal spesifik tertentu harus dirujuk kepada RUPS oleh Direksi, sebagai contoh penjualan/pengalihan atau dijadikan jaminan sebanyak lebih dari 50% dari total asset bersih Perseroan dalam satu atau dua transaksi, baik berkaitan maupun tidak (Pasal 102).
D. PELAKSANAAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM 1. Jenis-jenis RUPS a. Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (“RUPSLB”) RUPSLB dapat diselenggarakan kapan saja sesuai dengan kebutuhan Perseroan, sebagai contoh, penggantian direktur atau peningkatan modal Perseroan. b. Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (“RUPS Tahunan”)
RUPS Tahunan diselenggarakan setiap tahun, dalam 6 bulan pertama setelah tahun buku berakhir. Dalam RUPS Tahunan RUPS mengevaluasi kinerja Direksi dan Dewan Komisaris dalam menjalankan tugasnya di tahun buku terakhir. Dalam RUPS Tahunan, Direksi harus menyerahkan laporan tahunan.
2.
Prosedur RUPS
a. Pemanggilan RUPS dapat dilaksanakan atas permintaan Direksi atau Dewan Komisaris. RUPS dapat juga dilaksanakan atas permintaan dari pemegang saham atau anggota pemegang saham yang bersama-sama mewakili paling sedikit 1/10 hak suara saham, kecuali jika ditentukan lain oleh Anggaran Dasar.
b. Kehadiran dan Kuorum Ketentuan umum dalam persyaratan kehadiran dan kuorum untuk RUPS mengambil keputusan ditetapkan oleh UUPT. Anggaran Dasar menjadi perjanjian bagi para pemegang saham, tidak dapat menyimpang dari UUPT. Dalam Anggaran Dasar, kuorum atau persentase yang lebih tinggi dari yang ditetapkan UUPT dapat disetujui.
D.
JOINT VENTURE AGREEMENT
1. Pengertian Joint Venture Agreement (“JVA�) merupakan perjanjian antara beberapa pihak untuk secara bersama menjalankan kegiatan usaha atau untuk mencapai maksud dan tujuan bersama di bawah manajemen bersama, dengan menyerahkan kontribusi berupa modal atau tenaga serta membagi resiko, kerugian dan keuntungan berdasarkan kesepakatan bersama.
3.
Hal-hal yang harus dilakukan sebelum membuat JVA
a. b. c.
Menilai semua pertimbangan hukum dan peraturan-peraturan yang berlaku untuk melakukan bisnis di Indonesia, termasuk ada atau tidaknya batasan kepemilikan saham asing (DNI); Melakukan studi kelayakan dan evaluasi terhadap JV yang ingin dibangun; dan Telah menemukan dan menilai kesesuaian mitra, rekan kerja atau kontraktor.
4.
Tahapan Pembuatan JVA
a.
Pertimbangan awal (i) para pihak dalam JVA; (ii) tujuan pembuatan JVA, negosiasi antara para pihak dalam JVA; (iii) permasalahan teknis hukum dan perpajakan; (iv) pembagian tugas dan tanggung jawab antara para pihak terkait manajemen usaha; (v) penggunaan bahasa / terjemahan bahasa asing.
b. Negosiasi JVA
I. Negosiasi Awal Pendekatan terbaik untuk tahap negosiasi bergantung pada faktor-faktor berikut: (i) (ii) (iii) (iv)
waktu, uang dan personil yang dimiliki masing-masing pihak untuk negosiasi; jumlah persiapan dan penelitian yang telah dilakukan oleh masing-masing pihak; hubungan sebelumnya antara para pihak (jika relevan); dan kompleksitas dari transaksi bisnis yang diusulkan.
Poin-poin yang perlu di bahas oleh para pihak pada negosiasi awal: (i) kesepakatan mengenai keinginan pembuatan JV; (ii) penyusunan proposal yang mencakup komitmen utama para pihak; dan (iii) persiapan dan persetujuan kontrak formal.
Untuk negosiasi awal, para pihak harus menyiapkan setidak-tidaknya informasi sebagai berikut: (i) (ii) (iii) (iv) (v)
tujuan dari JVC; tujuan pribadi sebagai mitra asing/lokal; penilaian terhadap tujuan mitra asing/lokal; kekuatan dan kelemahan; dan penilaian terhadap kekuatan dan kelemahan mitra asing/lokal.
Pada tahap awal ini, perlu dipertimbangkan apakah suatu perjanjian kerahasiaan (confidentiality agreement) harus dilaksanakan. Perjanjian tersebut dilakukan untuk melindungi rahasia kedua belah pihak karena pada saat tahap negosiasi ini, kedua belah pihak berusaha untuk mencari tahu sebanyak mungkin tentang satu sama lain, dan karenanya dapat menyebabkan pertukaran/perolehan informasi yang lebih lengkap dan bebas di antara para pihak. Perjanjian Kerahasiaan biasanya digantikan oleh ketentuan kerahasiaan di JVA, tetapi seringkali lebih baik dilakukan sebelum JVA dinegosiasikan, terutama jika terkait informasi sensitif mengenai teknologi atau keuangan.
II.
Negosiasi Formal
Negosiasi Formal untuk pembentukan JVC dan perumusan JVA dapat dibagi 2 (dua) tahapan sebagai berikut: (i)
Pembahasan struktur bisnis JVC dan tanggung jawab utama masing-masing pihak. Tahap ini harus didokumentasikan dan diharapkan akan menghasilkan suatu perjanjian awal atau Letter of Intent.
(ii)
Persiapan dan persetujuan kontrak akhir dan perjanjian tambahan.
Penggunaan teknik negosiasi dua tahap tersebut membantu para pihak dalam mencapai kesepakatan yang seimbang dan dapat diterapkan secara efisien. Diskusi awal tersebut dapat membuahkan hasil tanpa terjebak dalam pembahasan detail teknis. Setelah dasar-dasar JVA telah disetujui, perjanjian awal atau Letter of Intent dapat memberikan panduan yang jelas untuk negosiasi yang lebih rinci di kemudian hari. Jika perselisihan muncul, dokumen-dokumen yang telah dibuat sebelumnya dalam tahap ini dapat membantu menjaga diskusi tetap pada kesepakatan awal antara para pihak.
b. Menyusun JVA Dalam merumuskan JVA, JVA dapat mencakup poin-poin sebagai berikut: 1. Para Pihak
6. Kontribusi Aset
11. Pasokan Produk (apabila relevan)
16.Perpajakan
21. Pengakhiran
2. Pendahuluan
7. Manajemen/ Administratif
12. Pengaturan Dividen
17. Kerahasiaan Informasi
22. Pemberitahuan
3. Definisi
8. Metode Pembiayaan
13. Prasyarat (Conditions Precedent)
18. Penugasan dan Manfaat
23. Keadaan Memaksa
4. Pendirian Usaha
9. Kewajiban Pihak Lokal
14. Biaya dan Remunerasi Direktur
19. Ganti Rugi
24. Keberlakuan dan Hukum yang Mengatur
5. Modal
10. Manajemen Teknis, Perizinan, Know-How
15. Pekerjaan yang dilakukan oleh Pihak Asing di luar Indonesia
20. Pengesampingan Kewajiban
26. Penyelesaian Sengketa
Ketentuan dalam UUPT yang paling penting dalam membuat suatu JVA:
(i) (ii) (iii) (iv) (v) (vi)
Modal saham; Hak untuk memesan terlebih dahulu dan pengalihan saham; Laporan Tahunan dan pembagian dividen; RUPS; Direktur dan Komisaris; dan Pembubaran dan Likuidasi.
Pengaturan mengenai pengendalian dan manajemen yang harus diperhatikan:
(i) (ii) (iii) (iv) (v) (vi) (vii)
Hak untuk menerima informasi; Hak untuk memberikan informasi; Perwakilan oleh Direksi dan pengawasan; Alokasi tugas / pembatasan kewenangan; Kepemilikan saham; Ketentuan pengakhiran; dan Ketentuan penyelesaian sengketa.
THANK YOU Do you have any questions? LIA ALIZIA Lia.Alizia@makarim.com www.makarim.com This presentation was prepared by the Indonesian law firm, Makarim & Taira S. It is only intended to provide general information on the topics covered and should not be treated as legal advice or relied upon when making investment or business decisions. If you have any questions or comments about anything in this presentation, please contact your usual M&T contact.
Penyelesaian Perkara Perdata Di Pengadilan (Prinsip-prinsip Dasar) Lia Alizia, S.H. Makarim & Taira S. 15 November 2020
Seminar dan Workshop Nasional ALSA 2020 - “Sustainable Growth with Equality and Connectivity�, Universitas Brawijaya
Topik 1.
Klausul Penyelesaian Sengketa
2.
Somasi
3
Penyelesaian Sengketa di Pengadilan
Klausul Penyelesaian Sengketa (1) •
Terdapat potensi sengketa? Periksa klausul di Perjanjian:
•
Apa saja yang dapat diajukan klaim?
•
Kapan klaim bisa diajukan ?
•
Kepada siapa klaim tersebut harus diajukan ?
•
Apabila klaim tidak bisa diselesaikan, institusi mana yang berwenang menyelesaikan perselisihan ?
Klausul Penyelesaian Sengketa (2) Contoh Klausul Penyelesaian Sengketa (Sebelum diajukan ke Pengadilan/Arbitrase): “Jika terdapat perselisihan antara Para Pihak, maka salah satu Pihak yang memulai dapat memberikan notifikasi tertulis kepada Pihak lainnya dan memberikan rincian tentang perselisihan tersebut (“Notifikasi�). Dalam jangka waktu 5 hari kerja sejak Pihak lainnya menerima Notifikasi tersebut, perwakilan para Pihak akan bertemu dan berusaha untuk menyelesaikan perselisihan dalam jangka waktu 5 hari kerja. Apabila para Pihak tidak dapat menyelesaikan perselisihan tersebut, maka Manager Umum atau posisi yang setara atau lebih senior dari Para Pihak akan bertemu dan berupaya untuk menyelesaikan perselisihan tersebut dalam jangka waktu 7 hari kerja. Kecuali disepakati oleh para Pihak, maka seluruh proses penyelesaian perselisihan tersebut tidak akan melebih jangka waktu 30 hari kerja sejak tanggal diterimanya Notifikasi dimaksud diatas. Apabila perselisihan tersebut tidak dapat diselesaikan secara musyawarah oleh para pihak, maka salah satu pihak dapat mengajukan upaya hukum selanjutnya sesuai dengan ketentuan dalam Perjanjian ini�
Klausul Penyelesaian Sengketa (3) Arbitrase atau Pengadilan Negeri ?: •
Contoh Klausula Pengadilan Negeri “Segala sengketa yang timbul dari perjanjian ini akan diselesaikan dan diputus oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat”
•
Contoh Klausula Arbitrase (BANI) “Segala sengketa yang timbul dari perjanjian ini, akan diselesaikan dan diputus oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) menurut peraturanperaturan administrasi dan peraturan-peraturan prosedur arbitrase BANI, yang keputusannya mengikat kedua belah pihak yang bersengketa sebagai keputusan tingkat pertama dan terakhir.”
Klausul Penyelesaian Sengketa (4) Tips Menentukan Arbitrase atau Pengadilan Negeri dalam membuat Perjanjian. Pertimbangkan: -
Nilai Kontrak. Kompleksitas Masalah yang mungkin timbul. Resiko yang mungkin terjadi untuk Perusahaan. Kepatuhan Para Pihak Untuk Mematuhi Putusan Final. Lokasi Para Pihak (Termasuk Lokasi Aset). Biaya Perkara yang mungkin timbul.
Somasi (1) Somasi •
Dasar Hukum: Pasal 1238 KUHPerdata.
•
Somasi merupakan pemberitahuan atau pernyataan dari kreditur kepada debitur yang meminta debitur untuk melaksanakan kewajibannya berdasarkan perjanjian atau melaksanakan tindakan tertentu sebagaimana disampaikan dalam somasi.
•
Dalam praktek, 3 somasi diperlukan sebelum kreditur melakukan langkah-langkah hukum lebih lanjut terhadap debitor.
•
Tujuan: Menghindari klaim dianggap Premature
Somasi (2) Tips Mempersiapkan Somasi: 1. Perhatikan ketentuan dan syarat dalam perjanjian (misalkan: alamat dan tata cara surat menyurat dalam Perjanjian; apakah surat tersebut juga perlu dikirim via email). 2. Uraikan dengan jelas dasar dan jumlah klaim (misalkan: peringatan untuk membayar invoice sebesar Rp. X yang sudah jatuh tempo berdasarkan ketentuan suatu perjanjian). 3. Jangka waktu yang wajar untuk memberikan tanggapan (misalkan 2 – 7 hari). 4. Apabila terdapat lebih dari satu klaim berdasarkan Perjanjian yang berbeda, maka disarankan untuk tidak menggabung seluruh klaim tersebut dalam satu surat somasi. 5. Somasi diberikan 3 kali, kecuali diatur lain dalam Perjanjian.
Penyelesaian Sengketa di Pengadilan (1) Peraturan Dasar & Terkait
1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)
HIR (Herzeine Indlandsch Reglement), untuk Jawa dan Madura; RBg (Reglement voor de Buitengewesten), untuk luar Jawa dan Madura; RV (Reglement op de Burgelijk Rechtsvording), sebelumnya berlaku untuk Orang Eropa; Undang-undang No. 20/1947 tentang Peradilan Ulangan; Undang-undang No. 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman; Undang-undang No. 14/1985, yang terakhir kali diubah dengan Undangundang No. 3/2009, tentang Mahkamah Agung; Undang-undang No. 2/1986, yang terakhir kali diubah dengan Undangundang No. 49/2009, tentang Peradilan Umum;
Penyelesaian Sengketa di Pengadilan (2) Peraturan Dasar & Terkait 8) 9) 10) 11) 12)
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (“KUH Perdata�); Peraturan / Surat Edaran Mahkamah Agung; Yurisprudensi; Perjanjian Internasional; Doktrin/Pendapat Ahli Hukum.
Penyelesaian Sengketa di Pengadilan (3) Prinsip Dasar 1)
Karakteristik Pengadilan untuk Perkara Perdata
● ● ● ●
(Para) Penggugat v. (Para) Tergugat; Turut Tergugat; Gugatan dapat diajukan secara lisan, tapi pada prakteknya, Penggugat mengajukan gugatan secara tertulis; Pada persidangan, para pihak saling menyampaikan dokumen tertulis, kecuali pada saat pemeriksaan saksi/ahli.
Penyelesaian Sengketa di Pengadilan (4) Prinsip Dasar
2)
Prinsip Persidangan Perkara Perdata: • • • • • • •
Majelis Hakim wajib merujuk para pihak yang berperkara untuk menempuh mediasi; Persidangan terbuka untuk umum; Majelis Hakim harus mendengar para pihak yang berperkara; Putusan harus berdasarkan alasan dan dasar hukum serta dibacakan pada persidangan yang terbuka untuk umum; Terdapat biaya perkara yang harus dibayarkan; dan Tidak ada kewajiban untuk diwakili oleh kuasa hukum. Opsi untuk menggunakan fasilitas e-court (Perma 1/2019)
Penyelesaian Sengketa di Pengadilan (5) Pengadilan Yang Berwenang •
Pasal 118 HIR dan Pasal 142 RBg, penggugat dapat mengajukan gugatan di pengadilan negeri (tingkat pertama) yang memiliki yurisdiksi pada:
1) tempat domisili Tergugat atau salah satu Tergugat; 2) tempat domisili Penggugat jika tempat domisili Tergugat tidak diketahui; 3) tempat kedudukan aset (benda tidak bergerak); atau 4) tempat yang disepakati oleh para pihak di dalam perjanjian.
Penyelesaian Sengketa di Pengadilan (6) Jenis Gugatan pada Perkara Perdata
1)
Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Pasal 1365 KUHPerdata, pihak yang melakukan perbuatan melawan hukum, dan mengakibatkan kerugian bagi pihak lain, wajib memberikan ganti kerugian kepada pihak yang dirugikan tersebut.
2)
Gugatan Wanprestasi (Cidera Janji). Wanprestasi adalan suatu kondisi (yang disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan, dan bukan karena keadaan memaksa) yang mengakibatkan debitur tidak dapat melaksanakan kewajibannya berdasarkan perjanjian.
Flow Chart Pemeriksaan Perkara Perdata
Penyelesaian Sengketa di Pengadilan (7) Mediasi: • 30 Hari kerja dan dapat diperpanjang • Para Pihak wajib beritikad baik • Prinsipal wajib menghadiri pertemuan mediasi Sita Jaminan • Permohonan sita dapat diajukan agar Tergugat tidak mengalihkan atau memindahkan aset Tergugat. • Permohonan sita tidak mencegah Tergugat untuk menggunakan asetnya. • Bertujuan agar putusan pengadilan tidak bersifat “kosong”.
Penyelesaian Sengketa di Pengadilan (8) Pelaksanaan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (BHT) •
Penggugat dapat melaksanakan putusan (BHT) terhadap aset Tergugat apabila Tergugat tidak melaksanakan isi putusan secara sukarela.
•
Penetapan Eksekusi terhadap aset Tergugat akan dikeluarkan oleh pengadilan.
•
Aset Tergugat akan dijual melalui lelang.
THANK YOU Do you have any questions? LIA ALIZIA Lia.Alizia@makarim.com www.makarim.com This presentation was prepared by the Indonesian law firm, Makarim & Taira S. It is only intended to provide general information on the topics covered and should not be treated as legal advice or relied upon when making investment or business decisions. If you have any questions or comments about anything in this presentation, please contact your usual M&T contact.
PERIZINAN DALAM BERUSAHA Lia Alizia, S.H. Irina Anindita, S.H., LL.M. Makarim & Taira S. 15 November 2020 Seminar dan Workshop Nasional ALSA 2020 - “Sustainable Growth with Equality and Connectivity”, Universitas Brawijaya
1
Sistem OSS Dasar Hukum
Prosedur Perizinan Berusaha Melalui Sistem OSS
Pembahasan
2 3
Definisi dan Fungsi NIB Izin Usaha Tahapan Memperoleh Izin Usaha Perizinan Perusahaan Secara Umum
4
Izin Operasional dan Komersial Tahapan Memperoleh Izin Opersional dan Komersial
Perizinan Teknis
Sistem OSS Pada tahun 2018, Pemerintah menerbitkan suatu sistem untuk penerbitan perizinan berusaha kepada pelaku usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi yang saat ini dikenal sebagai One Single Submission (“OSS”) yang dikelola oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (“BKPM”) dengan tujuan untuk percepatan dan peningkatan penanaman modal dan berusaha pelayanan yang lebih efisien, melayani dan modern, dan berlaku untuk semua sektor usaha kecuali (i) Mineral dan batu bara; (ii) Minyak dan gas; dan (iii) Keuangan (perbankan dan asuransi).
Dasar Hukum 1.
Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (“PP 24/2018”), berlaku efektif sejak 21 Juni 2018;
3. Peraturan Kepala BKPM No. 7 tahun 2018 tentang Pedoman dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal, berlaku efektif sejak 20 Juli 2018;
2.
Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (“BKPM”) No. 6 tahun 2018 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Fasilitas Penanaman Modal, berlaku efektif sejak 20 Juli 2018;
4. Peraturan Kepala BKPM No. 1 of 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (“Peraturan No. 1/2020”), berlaku efektif sejak 1 April 2020.
Prosedur Perizinan Berusaha Melalui Sistem OSS
Pembuatan dan Aktivasi Akun OSS
Pendaftaran legalitas pelaku usaha (data dan dokumen pendirian);
Memperoleh Nomor Induk Berusaha (“NIB�)
Permohonan Izin Usaha
Permohonan Izin Komersial atau Operasional
Definisi dan Fungsi NIB “NIB merupakan identitas pelaku usaha setelah pelaku usaha terdaftar pada Sistem OSS. NIB wajib dimiliki pelaku usaha untuk mengajukan permohonan perizinan berusaha pada Sistem OSS.” NIB juga berlaku sebagai: • Tanda Daftar Perusahaan
TDP
• Angka Pengenal Importir
API
• Akses Kepabeanan
Izin Usaha “Izin Usaha adalah izin yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota setelah Pelaku Usaha melakukan pendaftaran dan untuk memulai usaha dan/atau kegiatan sampai sebelum pelaksanaan komersial atau operasional dengan memenuhi persyaratan dan/atau komitmen.�
Izin usaha otomatis diterbitkan setelah pelaku usaha menyatakan komitmen penyelesaian izin prasyaratnya (eg Izin Lokasi, Izin Lingkungan, IMB, dll).
3.
2.
1.
Tahapan Memperoleh Izin Usaha
Setelah mendapatkan Izin Usaha, pelaku usaha dapat melakukan kegiatan persiapan usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 38 PP 24 tahun 2018
Pelaku usaha menerima notifikasi dari OSS bahwa Izin Usaha telah diaktivasi setelah pemenuhan komitmen, termasuk pembayaran.
Perizinan Perusahaan Secara Umum
E-Commerce Distributor
Surat Izin Usaha Perdagangan (“SIUP”)
Pedagang Eceran SIUP
Surat Izin Usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (“SIUPMSE”)
Jasa Konsultasi dan Manajemen SIUP
Industri
Izin Usaha Industri (“IUI”) dan Izin Perluasan
Izin Operasional atau Komersial
“Izin Komersial atau Operasional adalah izin yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota setelah Pelaku Usaha mendapatkan Izin Usaha dan untuk melakukan kegiatan komersial atau operasional dengan memenuhi persyaratan dan/atau komitmen.�
Pelaku usaha melaksanakan pemenuhan standar atau persyaratan operasional/ komersial
Sistem OSS mengaktivasi Izin Operasional/ Komersial
4.
Setelah mengisi pernyataan komitmen, Sistem OSS otomatis menerbitkan Izin Operasional/ Komersial
3.
Pelaku usaha mengisi pernyataan komitmen untuk menyelesaikan Izin Komersial/ Operasional dalam jangka waktu tertentu.
2.
1.
Tahapan Memperoleh Izin Operasional/Komersial
Perizinan Teknis Berikut ini merupakan contohcontoh perizinan teknis suatu bidang usaha:
1.
Perdagangan Besar Kosmetik a. Surat Keterangan Ekspor (SKE) Kosmetik dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (“BPOM�); b. Surat Keterangan Impor (SKI) Kosmetik dari BPOM.
2. Perdagangan Eceran Barang Farmasi di Apotik a. Izin Toko Obat dari Kementerian Kesehatan; b. Sertifikasi Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) dari BPOM.
3.
Industri Produk Farmasi Untuk Manusia a. Izin Edar Suplemen Kesehatan dari BPOM; b. Sertifikasi Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) dari BPOM.
THANK YOU Do you have any questions? LIA ALIZIA, S.H. Lia.Alizia@makarim.com www.makarim.com This presentation was prepared by the Indonesian law firm, Makarim & Taira S. It is only intended to provide general information on the topics covered and should not be treated as legal advice or relied upon when making investment or business decisions. If you have any questions or comments about anything in this presentation, please contact your usual M&T contact.
Aspek Hukum Ketenagakerjaan Lia Alizia, S.H. Makarim & Taira S. 15 November 2020 Seminar dan Workshop Nasional ALSA 2020 - “Sustainable Growth with Equality and Connectivity�, Universitas Brawijaya
PENDAHULUAN
1.
Pengenalan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UUTK”)
2.
Hubungan Kerja Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dan Outsourcing
3.
Pengantar Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Berdasarkan Undang – Undang No. 2 tahun 2004 tentang tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU PPHI”)
4.
Perubahan UUTK dengan adanya UU Cipta Kerja (“UUCK”)
PENGENALAN UUTK 1.
Hukum Ketenagakerjaan: hukum privat yang memiliki unsur hukum publik. Mengatur jenis sanksi: sanksi administratif, sanksi pidana penjara, kurungan atau denda.
2. Perlindungan kepada pekerja Indonesia.
3. Pelajari putusan Mahkamah Konstitusi juga yang telah mencabut/mengubah beberapa ketentuan dalam UUTK. 4. Pahami juga hukum keimigrasian terutama ttg Tenaga Kerja Asing. 5. Mempunyai sistem dan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang bersifat khusus diatur di UU PPHI.
HUBUNGAN KERJA Pengertian PERJANJIAN KERJA “Perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.
PEKERJA/BURUH “orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.”
Jenis 1. 2.
PEMBERI KERJA “Orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya (termasuk badan usaha yang berada di luar negeri) yang mempekerjakan tenaga kerja Indonesia dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.”
Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)
PENGERTIAN DAN KETENTUAN PKWT “Perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu.�
KETENTUAN
1. Harus dibuat secara tertulis serta menggunakan Bahasa Indonesia dan huruf latin.
7.
PKWT didasarkan atas jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu (ditentukan berdasarkan perjanjian kerja). Ketentuan lebih lanjut mengenai PKWT berdasarkan jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu diatur dalam Peraturan Pemerintah.
8.
Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan, jangka waktu, dan batas waktu perpanjangan perjanjian kerja waktu tertentu diatur dalam Peraturan Pemerintah.
9.
Apabila ketentuan pada poin 1 dan 4 tidak dipenuhi/dilanggar, maka PKWT akan berubah menjadi PKWTT.
2. Apabila dibuat dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa asing, maka yang berlaku adalah Bahasa Indonesia. 3. Dilarang mencantumkan masa percobaan. Pelanggaran ketentuan ini akan menyebabkan pasal ttg masa percobaan batal demi hukum dan masa kerja tetap dihitung.
4. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap dan hanya dapat dilakukan untuk jenis pekerjaan tertentu, yaitu: a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya; b. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 tahun; c. pekerjaan yang bersifat musiman; atau d. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan. e. pekerjaan yang jenis dan sifat atau kegiatannya bersifat tidak tetap.
PENGERTIAN DAN KETENTUAN PKWTT “Perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap (tidak ada pembatasan waktu).�
KETENTUAN 1.
Dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3 bulan selama tercantum secara jelas di perjanjian kerja dan UMP berlaku.
2. Ditandatangani rangkap PKWTT.
2
3. PKWTT dibuat secara lisan, wajib ada surat pengangkatan sekurang-kurangnya memuat: a. nama dan alamat pekerja/buruh; b. tanggal mulai bekerja; c. jenis pekerjaan; dan d. besarnya upah.
OUTSOURCING “Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh� (ex pasal 64 UUTK)
Dasar Hukum: a. Pasal 66 UUTK (sebagaimana diubah dengan UUCK). b. Peraturan Menteri No. 19 Tahun 2012 tentang Syarat-syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri No. 27 tahun 2014 dan Peraturan Menteri No. 11 Tahun 2019. c. Surat Edaran No. SE.04/MEN/VIII/2013 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Menteri No. 19 Tahun 2012. (belum terdapat kejelasan apakah peraturan pada poin b dan c tetap berlaku)
KEWAJIBAN PERUSAHAAN OUTSOURCING 1. Melaksanakan perlindungan pekerja outsourcing, pemberian upah dan keserjahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul, sekurang-kurangnya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan
2. Apabila perusahaan outsourcing mempekerjakan pekerja berdasarkan PKWT, perjanjian tersebut harus mensyaratkan pengalihan pelindungan hak-hak bagi pekerja/buruh apabila terjadi pergantian perusahaan alih daya dan sepanjang objek pekerjaannya tetap ada. 3. Perusahaan outsourcing harus berbentuk badan hukum dan wajib memenuhi perizinan berusaha yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat. 4. Perizinan berusahan harus memenuhi norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
PENGENALAN PERATURAN PERUSAHAAN (“PP�) Kecuali telah memiliki Perjanjian Kerja Bersama, Perusahaan yang mempekerjakan minimal 10 pekerja wajib membuat PP.
PP wajib didaftarkan oleh Perusahaan dan disahkan Menteri/instansi ketenagakerjaan terkait.
PP setidak-tidaknya memuat:
a. hak
b. c. d. e.
dan kewajiban pengusaha; hak dan kewajiban pekerja/buruh; syarat kerja; tata tertib perusahaan; dan jangka waktu berlakunya PP.
PP berlaku paling lama 2 tahun dan wajib mengajukan pembaharuan PP paling lama 30 hari kerja sebelum habis masa berlakunya. Dalam hal Perusahaan yang mempekerjakan minimal 10 pekerja, tidak memiliki PKB dan tidak membuat PP, maka dikenakan sanksi pidana denda paling sedikit Rp 5.000.000 dan paling banyak Rp 50.000.000.
PENGENALAN PERATURAN KERJA BERSAMA (“PKB�) 1. PKB dibuat oleh serikat pekerja atau beberapa serikat pekerja yang telah tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau beberapa pengusaha.
3.
PKB setidak-tidaknya memuat:
o o
o o
2. PKB harus dibuat secara tertulis dengan huruf latin dan menggunakan Bahasa Indonesia. Jika tidak dibuat dalam Bahasa Indonesia, maka PKB tersebut harus diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia oleh penerjemah tersumpah.
4.
5.
Dalam 1 perusahaan hanya dapat dibuat 1 PKB yang berlaku bagi seluruh pekerja di perusahaan.
6.
Masa berlakunya PKB maksimal 2 tahun, dan dapat diperpanjang masa berlakunya paling lama 1 tahun berdasarkan kesepakatan tertulis antara pengusaha dan serikat pekerja.
hak dan kewajiban pengusaha; hak dan kewajiban serikat pekerja serta pekerja; jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya PKB; dan tanda tangan para pihak pembuat PKB.
Apabila terdapat lebih dari 1 serikat pekerja dalam 1 perusahaan, maka jumlah serikat pekerja yang berhak mewakili dalam melakukan perundingan dengan pengusaha adalah maksimal 3 serikat pekerja atau gabungan serikat pekerja yang jumlah anggotanya minimal 10% dari seluruh pekerja yang ada dalam perusahaan.
PENGANTAR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL BERDASARKAN UU PPHI JENIS a. Perselisihan Hak • timbul karena tidak dipenuhinya hak; • akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, PP, atau PKB b. Perselisihan Kepentingan • tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan dan/atau; • perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
c. Perselisihan PHK • tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai PHK yang dilakukan oleh salah satu pihak. d. Perselisihan Antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh • antara serikat pekerja dengan serikat pekerja lain hanya dalam satu perusahaan • karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatpekerjaan.
TAHAPAN PPHI 1. PERUNDINGAN BIPARTIT •
Perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha. Segala diskusi dan keputusan dicatat dalam risalah perundingan.
•
Harus diselesaikan paling lama 30 hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan.
•
Apabila tercapai kesepakatan, maka ditandatangani Perjanjian Bersama, harus didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial.
•
Dalam jangka waktu 30 hari kerja salah satu pihak menolak untuk berunding atau tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal.
2. PERUNDINGAN TRIPARTIT [penjelasan pada slide selanjutnya]
3. PENGADILAN •
PHI berwenang untuk memeriksa dan memutus semua jenis perselisihan hubungan industrial. Hukum Acara Perdata, kecuali yang diatur secara khusus dalam UU PPHI.
•
Putusan PHI atas: (i) perselisihan hak dan (ii) perselisihan PHK dapat diajukan kasasi; sedangkan putusan atas (i) perselisihan kepentingan dan (ii) perselisihan antar serikat pekerja tidak dpt diajukan kasasi.
•
Gugatan harus melampirkan risalah penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi.
•
Pihak yang berperkara tidak dikenakan biaya termasuk biaya eksekusi yang nilai gugatannya di bawah Rp.150.000.000,00.
•
PHI harus memutus perkara dalam waktu 50 hari kerja, sedangkan MA harus memutus perkara dalam waktu 30 hari kerja.
PERUNDINGAN TRIPARTIT I.
Mediasi Dalam praktik, lembaga tripartit yang paling sering dipilih adalah mediasi yang diadakan oleh dinas ketenagakerjaan •
Dilakukan oleh mediator pada Disnaker Kabupaten/Kota;
•
Tidak dipungut biaya;
•
Maksimal 7 hari kerja setelah menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan, mediator harus sudah meneliti duduknya perkara dan segera mengadakan sidang mediasi;
•
Mediator menyelesaikan tugasnya dalam waktu maksimal 30 hari kerja terhitung sejak menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan
•
Dalam hal terjadi kesepakatan dalam mediasi, maka dibuat Perjanjian Bersama serta didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial;
•
Dalam hal tidak tercapai kesepakatan, maka mediator akan mengeluarkan anjuran tertulis dalam bentuk risalah rapat yang harus sudah disampaikan kepada para pihak maksimal 10 hari kerja sejak sidang mediasi pertama;
•
Para pihak harus sudah memberikan jawaban secara tertulis kepada mediator yang isinya menyetujui atau menolak anjuran tertulis maksimal dalam 10 hari kerja setelah menerima anjuran tertulis;
•
Apabila para pihak menyetujui anjuran tertulis dari mediator, maka maksimal dalam 3 hari kerja sejak anjuran tertulis disetujui, mediator harus sudah selesai membantu para pihak membuat Perjanjian Bersama untuk kemudian didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial.
II.
Konsiliasi
Penyelesaian melalui konsiliasi dilakukan oleh konsiliator yang ditunjuk dan disepakati oleh para pihak untuk: i. ii. iii.
penyelesaian perselisihan kepentingan; perselisihan PHK; atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh.
Dalam proses konsiliasi tidak ada kesepakatan, salah satu pihak dapat mengajukan gugatan kepada PHI.
III. Arbitrase
Penyelesaian melalui arbitrase dilakukan oleh arbiter yang dapat ditunjuk oleh para pihak untuk: i. ii.
penyelesaian perselisihan kepentingan; atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh.
Penyelesaian melalui arbitrase harus didahului dengan suatu perjanjian arbitrase.
Putusan arbitrase bersifat final dan mengikat para pihak, namun dapat dimohonkan pembatalannya ke Mahkamah Agung dalam waktu paling lambat 30 hari kerja sejak ditetapkannya putusan arbitrase apabila, salah satunya, karena putusan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
PERUBAHAN UUTK DENGAN ADANYA UUCK SECARA UMUM Pasal yang Diubah Pasal 13, pasal 14, Pasal 37, Pasal 42, Pasal 45, Pasal 47, Pasal 49, Pasal 56, Pasal 57, Pasal 58, Pasal 59, Pasal 61, Pasal 66, Pasal 77, Pasal 78, Pasal 79, Pasal 88, Pasal 92, Pasal 94, Pasal 95, Pasal 98, Pasal 151, Pasal 153, Pasal 156, Pasal 157, Pasal 160, Pasal 185, Pasal 186, Pasal 187, Pasal 188, Pasal 190
Pasal yang Dihapus Pasal 43, Pasal 44, pasal 46, Pasal 48, Pasal 64, Pasal 65, Pasal 89, Pasal 90, Pasal 91, Pasal 96, Pasal 97, Pasal 152, Pasal 154, Pasal 155, Pasal 158, Pasal 159, Pasal 161, Pasal 162, Pasal 163, Pasal 164, Pasal 165, Pasal 166, Pasal 167, Pasal 168, Pasal 169, Pasal 170, Pasal 171, Pasal 172, Pasal 184
Pasal yang Ditambah Pasal 61A, Pasal 88A, Pasal 88B, Pasal 88C, Pasal 88D, Pasal 88E, Pasal 90A, Pasal 90B, Pasal 92A, Pasal 151A, Pasal 154A, pasal 157A, Pasal 191A
POIN PENTING PERUBAHAN UUTK DENGAN ADANYA UU CK 1. Tenaga Kerja Asing Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing tidak diperlukan bagi: a. direksi atau komisaris dengan kepemilikan saham tertentu atau pemegang saham; b. pegawai diplomatik dan konsuler pada kantor perwakilan negara asing; atau c. tenaga kerja asing yang dibutuhkan oleh pemberi kerja pada jenis kegiatan produksi yang terhenti karena keadaan darurat, vokasi, perusahaan rintisan (start-up) berbasis teknologi, kunjungan bisnis, dan penelitian untuk jangka waktu tertentu.
2. PKWT Jangka waktu PKWT ditentukan berdasarkan perjanjian kerja. 3. Outsourcing Ketentuan bahwa Outsourcing hanya dapat digunakan untuk jasa atau kegiatan pendukung yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi dihapus.
4. PHK Tidak ada lagi pengganda untuk pesangon sehubungan dengan PHK dalam keadaan tertentu (misalnya, dalam hal efisiensi atau merger perusahaan). Perubahan penting lainnya adalah bahwa bukti kerugian dua tahun dalam laporan keuangan yang diaudit tidak lagi diperlukan dalam PHK karena tujuan efisiensi dengan atau tanpa penutupan perusahaan.
Terima kasih Pertanyaan? Komentar? Lia.Alizia@makarim.com www.makarim.com
This presentation was prepared by the Indonesian law firm, Makarim & Taira S. It is only intended to provide general information on the topics covered and should not be treated as legal advice or relied upon when making investment or business decisions. If you have any questions or comments about anything in this presentation, please contact your usual M&T contact.