Regulatory Sandbox sebagai Upaya Akselerasi Hukum terhadap Inovasi dalam bidang Financial Technology: Quo Vadis? Oleh: Rizkina Aliya, Satria Afif Muhammad, dan Irawati Puteri Fakultas Hukum Universitas Indonesia
I.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mayoritas masyarakat dunia, khususnya dalam kelompok negara berkembang, belum
memiliki akses terhadap layanan keuangan. Hingga saat ini, 2,7 milyar penduduk dunia tidak memiliki akses kredit, asuransi, dan tabungan.1 Di Indonesia, survei yang dilakukan oleh World Bank maupun Bank Indonesia dalam Survei Neraca Rumah Tangga menemukan bahwa persentase rumah tangga yang menabung di lembaga keuangan formal dan non lembaga keuangan baru sebesar 48 persen.2 Belum inklusifnya akses terhadap layanan keuangan ini disebabkan karena beragam faktor, mulai dari rendahnya pendapatan hingga minimnya edukasi seputar keuangan dan perbankan, namun yang paling masif ialah aksesibilitas dan birokrasi bank bagi masyarakat marjinal.3 Demi mewujudkan sistem keuangan yang inklusif bagi seluruh lapisan masyarakat dan menciptakan stabilitas sistem keuangan di Indonesia, pemerintah pun merumuskan Strategi Nasional Keuangan Inklusif melalui Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2016 (PP SNKI).4 Keuangan inklusif dirancang agar penduduk Indonesia mudah mengakses layanan keuangan seperti tabungan, kredit, asuransi, dana pensiun dan beragam fasilitas pembayaran lainnya. Dengan demikian, secara gradual, pasar keuangan dapat menjadi jantung bagi perekonomian yang dapat
Rakhmindyarto dan Syaifullah, “Keuangan Inklusif dan Pengentasan Kemiskinan�, https://www.kemenkeu.go.id/media/4459/keuangan-inklusif-dan-pengentasan-kemiskinan.pdf diakses pada 14 Januari 2018. 2 Bank Indonesia, Booklet Keuangan Inklusif, (Jakarta: Departemen Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM, 2014), hlm. 4. 3 Ibid. 4 Indonesia, Peraturan Presiden tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif, Perpres No. 82 Tahun 2016, Ps. 1. 1
1
berkontribusi pada kesejahteraan ekonomi dengan memobilisasi tabungan, menyediakan kredit untuk bisnis, manajemen risiko, dan akselerasi dunia usaha dengan menyediakan fasilitas transfer dan pembayaran. Strategi nasional ini sudah tidak lagi berpusat pada pemeran keuangan klasik dengan sistem perbankan konvensional, namun juga diwarnai oleh kontribusi signifikan financial technology (fintech) yang kian eksis melalui bisnis rintisan (start up). Fenomena fintech berhasil meruntuhkan sekat-sekat bisnis keuangan dan mengubah percaturan industri finansial yang selama ini bersifat oligopoli dan didominasi oleh perbankan, asuransi, dan pasar saham konvensional. Dalam hukum positif Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial mendefinisikan Teknologi Finansial dalam Pasal 1 ayat (1) sebagai penggunaan teknologi dalam sistem keuangan yang menghasilkan produk, layanan, teknologi, dan/atau model bisnis baru serta dapat berdampak pada stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, dan/atau efisiensi, kelancaran, keamanan, dan keandalan sistem pembayaran.5 Fintech Report 2017 yang dikeluarkan oleh Asosiasi Fintech Indonesia mengemukakan bahwa pada tahun 2015-2016, pertumbuhan perusahaan fintech di Indonesia mencapai angka 78 persen.6 Inovasi teknologi yang terintegrasi dalam layanan keuangan digital tersebut digemari oleh masyarakat karena dianggap memudahkan transaksi, efisien biaya, dan dapat menjangkau kelompok masyarakat yang tidak terlayani sektor keuangan formal. Namun, keunggulan yang dimiliki oleh fintech tentunya tidak melepaskan fintech dari beragam risiko yang melekat pada inovasi dan model bisnisnya. Meskipun fintech lebih banyak digandrungi oleh bisnis-bisnis pemula, risiko terburuk yang dapat terjadi pada industri ini dapat berdampak makro pada kondisi stabilitas moneter Indonesia dan masyarakat.7 Risk Mapping berikut dapat menggambarkan risiko-risiko yang ada pada bisnis fintech: No.
Fintech Business Model
Risiko
5 Indonesia, Peraturan Bank Indonesia tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial, PBI No. 19/12/PBI/2017, Ps. 1 (1). 6 DailySocial.id, “Fintech Report 2017”, DailySocial.id (2017), hlm. 3. 7 Bank Indonesia, “Analisa Peluang Indonesia dalam Era Ekonomi Digital dari Aspek Infrastruktur, Teknologi, SDM, dan Regulasi Penyelenggara dan Pendukung Jasa Sistem Pembayaran”, Temu Ilmiah Nasional Peneliti 2016 – Kemenkominfo, hlm. 20.
2
1.
Deposits, Lending, Capital a. Kredit: gagal bayar karena buruknya kualitas kredit, Raising
rendahnya collection, tanpa agunan; b. Likuiditas:
ketidakcukupan
likuiditas
untuk
penarikan dalam jumlah besar; c. Fraud: pencurian data, peminjam palsu, kerahasiaan data nasabah; d. Kualitas Kredit: credit scoring yang buruk, lending standard yang longgar; 2.
Payment,
Clearing
Settlement
and a. Settlement: transaksi gagal settle; b. Fraud: Penyelenggara teknologi finansial tidak meneruskan dana ke peminjam dan lender; c. Operasional: keandalan sistem; d. Perlindungan
Konsumen:
berdasarkan
prinsip
fairness, transparansi, serta penanganan gangguan yang efektif; 3.
Investment Management
a. Market Risk: Volalitas harga; b. Perlindungan Konsumen: nasabah tidak mengetahui konsekuensi transaksi; c. Operasional: delay dalam eksekusi transaksi; d. Liquidity Risk: maturity mismatch khususnya fintech yang bergerak di bidang manajemen investasi;
4.
Market Provisioning
a. Operasional: data loss dan terekspos ke pihak luar dan data dihasilkan dengan algoritma yang salah; b. Proteksi Data: penyalahgunaan dan pencurian data oleh penyedia layanan termasuk jual-data dengan pihak lain; c. Integrity Data: ketidakakuratan data, data tidak lengkap atau tidak mewakili populasi;
oleh karena itu, otoritas perlu merespon perkembangan financial technology untuk memitigasi risiko stabilitas sistem keuangan (SSK) dan perekonomian secara menyeluruh. 3
Secara responsif, Bank Indonesia mengusung konsep regulatory sandbox melalui Peraturan Anggota Dewan Gubernur No. 19/14/PADG/2017 tentang Ruang Uji Coba Terbatas (Regulatory Sandbox). yang memperkenankan perusahaan yang membawa inovasi keuangan terbaru untuk menguji coba konsep serta teknologi baru yang mereka punya dalam kerangka yang lebih kecil dan terkontrol secara live testing, seakan-akan berada dalam suatu ruang sementara di mana fintech yang terkait dapat bereksperimen dengan asistensi langsung dari Bank Indonesia untuk menjamin aspek keamanan bagi perekonomian makro dan perlindungan konsumen diwujudkan oleh penyelenggara fintech tersebut.8 Ide dari regulatory sandbox berkembang dengan adanya kemajuan yang pesat dalam inovasi teknologi pasar finansial dan dibuat untuk memitigasi friksi yang muncul di antara regulator dan inovator. Dengan adanya regulatory sandbox, konstruksi peraturan mengenai fintech dibuat secara dialektis antara regulator dan penyelenggara fintech. Dalam konklusi, konsep regulatory sandbox adalah upaya yang lebih demokratis untuk harmonisasi peraturan yang akomodatif bagi pasar layanan finansial yang kian ramai dengan inovasi. Regulatory sandbox diharapkan dapat menjawab tantangan-tantangan seperti minimnya kapasitas regulator dan perkembangan infrastruktur pasar keuangan yang ada untuk para penyelenggara fintech serta sulitnya menyeimbangkan aspek inklusivitas keuangan dengan prinsip-prinsip keamanan pasar keuangan seperti stabilitas, integritas, perlindungan konsumen dan persaingan yang sehat,9 serta meminimalisir potensi kerugian yang diderita oleh konsumen dan sistem keuangan dengan adanya inovasi disruptif yang tidak didampingi kajian yang pantas karena sandbox menjadi laboratorium bagi gagasan-gagasan tersebut sebelum dilepas ke pasar.10 Namun, setelah satu tahun digagas, regulatory sandbox belum cukup efektif dan pengaturan tindak lanjut baik bagi penyelenggara fintech beserta teknologi dalam bidang fintech yang telah melalui regulatory sandbox nyatanya belum cukup komprehensif. B. Identifikasi Masalah
Ajisatria Suleiman, “Membumikan Regulatory Sandbox,� https://fintech.id/Idea%20PDF/FinTech%20Talk%20-%20Opini%20Editorial%2050%20%20Membumikan%20Regulatory%20Sandbox%20-%20Ajisatria%20-%2014%20Nov%202017.pdf, Diakses pada 15 Januari, 2018. 9 Ivo Jenik dan Kate Lauer, Regulatory Sandboxes and Financial Inclusion, (Washington D.C.: CGAP, 2017), hlm. 2 10 Ibid., hlm. 3 8
4
1. Tindak lanjut dari penyelenggara fintech yang telah lulus dari regulatory sandbox belum cukup tegas diatur dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur No. 19/14/PADG/2017 tentang Ruang Uji Coba Terbatas (Regulatory Sandbox). 2. Belum terdapat optimalisasi pengaturan asistensi lanjutan dari Bank Indonesia sebagai upaya mitigasi risiko bagi penyelenggara fintech yang “tidak berhasil” dalam regulatory sandbox.
II.
PEMBAHASAN
Pada tahun 2015, Inggris menerapkan regulatory sandbox yang mendukung perusahaanperusahaan start-ups khususnya dalam bidang fintech. Dalam waktu satu tahun, Financial Conduct Authority (FCA) Inggris telah mendampingi sekitar 50 perusahaan berbeda untuk mendapatkan otorisasi atas inovasi mereka untuk dilegitimasi dan diharmonisasikan dalam ekosistem perekonomian Inggris. Indonesia seperti banyak negara yang telah menerapkan regulatory sandbox berkiblat pada kebijakan FCA sehingga dari segi normatif tidak terdapat perbedaan yang signifikan.11 Namun, patut dicatat bahwa dalam jangka waktu yang sama (1 tahun), pengaturan ini di Indonesia belum berlaku efektif sehingga belum secara optimal mendorong perkembangan laju inovasi teknologi finansial. Hal ini mengindikasikan bahwa konsep regulatory sandbox sendiri tampaknya belum membumi dengan kondisi lapangan yang ada, sehingga sulit bagi pelaku usaha fintech untuk berpartisipasi.12 Di Indonesia, tidak dapat dipungkiri bahwa telah marak perusahaan start-up yang menjadi penyelenggara teknologi finansial inovatif dan keberadaannya mampu menggerakkan dan menggairahkan sektor ekonomi. Kondisi ini menjadi suatu tantangan hukum yang harus segera diselesaikan demi menjaga keseimbangan tujuan hukum antara kepastian hukum dengan iklim inovasi yang kondusif dari para start-ups di bidang teknologi finansial. Oleh karena itu Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Anggota Dewan Gubernur No. 19/14/PADG/2017 tentang
Bambang Pratama, “Mengenal Regulatory Sanbox pada Fintech,” http://businesslaw.binus.ac.id/2016/09/29/mengenal-regulatory-sanbox-pada-fintech/, Diakses pada 15 Januari, 2018 12 Suleiman, “Membumikan Regulatory Sandbox” 11
5
Ruang Uji Coba Terbatas (Regulatory Sandbox).13 PADG Regulatory Sandbox merupakan pedoman pelaksanaan ruang uji coba terbatas (regulatory sandbox) sebagai tindak lanjut dari penerbitan Peraturan Bank Indonesia No. 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial.14 Implementasi Regulatory Sandbox di Indonesia melalui PBI Penyelenggaraan Teknologi Finansial jo. PADG Ruang Uji Coba Terbatas (Regulatory Sandbox) dapat dianalisis dengan beberapa elemen batu uji sebagai berikut: 1. Tujuan dari penerapan sandbox (Objectives) Tujuan dari diadopsinya konsep Regulatory Sandbox menurut Bank Indonesia dapat dilihat pada mukadimah PADG Ruang Uji Coba Terbatas (Regulatory Sandbox) yaitu sebagai ruang uji coba terbatas yang aman untuk menguji Penyelenggara Teknologi Finansial beserta produk, layanan, teknologi, dan/atau model bisnisnya15, untuk memastikan lebih lanjut bahwa produk, layanan, teknologi, dan/atau model bisnisnya telah memenuhi kriteria Teknologi Finansial dan aman bagi masyarakat. 2. Persyaratan untuk masuk ke dalam sandbox (Eligibility) Bank Indonesia menetapkan Penyelenggara Teknologi Finansial beserta produk, layanan, teknologi,
dan/atau
model
bisnisnya
untuk
diuji
coba
dalam
Regulatory
Sandbox.Teknologi Finansial yang dapat diuji coba dalam Regulatory Sandbox merupakan Teknologi Finansial yang: a. Mengandung unsur yang dapat dikategorikan ke dalam sistem pembayaran; b. Mengandung unsur inovasi; c. Bermanfaat atau dapat memberi manfaat bagi konsumen dan/atau perekonomian; d. Bersifat non-eksklusif; e. Dapat digunakan secara massal; dan f. Telah dilengkapi dengan identifikasi dan mitigasi risiko serta berdasarkan pertimbangan lain yang dianggap penting oleh Bank Indonesia. 13 Indonesia, Peraturan Anggota Dewan Gubernur tentang Ruang Uji Coba Terbatas (Regulatory Sandbox), PADG No. 19/14/PADG/2017. 14 Indonesia, Peraturan Bank Indonesia tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial, PBI No. 19/12/PBI/2017. 15 Indonesia, PADG Ruang Uji Coba Terbatas (Regulatory Sandbox), Menimbang a, b, dan c.
6
3. Limitasi & kriteria penilaian selama di dalam sandbox (Criteria) Perusahaan Penyelenggara Teknologi Finansial yang masuk ke dalam sandbox memiliki limitasi kriteria yang diejawantahkan dalam usulan skenario dari perusahaan penyelenggara yang kemudian akan ditetapkan oleh Bank Indonesia. Minimal muatan dalam usulan skenario ini diatur dalam Pasal 9 PADG Regulatory Sandbox, yaitu:16 a. Produk, layanan, teknologi, dan/atau model bisnis yang akan diuji coba; b. Jangka waktu yang diperlukan untuk melakukan uji coba; c. Target yang akan dicapai; d. Batasan wilayah, batasan jumlah konsumen, dan batasan lainnya; dan e. Mekanisme pelaporan pelaksanaan uji coba dalam Regulatory Sandbox Dalam Pasal 13 dan 14 PADG terkait juga menetapkan kewajiban dan tanggung jawab dari penyelenggara teknologi finansial selama mereka ada di dalam sandbox tersebut.17 Selama pelaksanaan uji coba dalam Regulatory Sandbox, Penyelenggara Teknologi Finansial memiliki kewajiban untuk memastikan diterapkannya prinsip perlindungan konsumen serta manajemen risiko dan kehati-hatian yang memadai. Penyelenggara Teknologi Finansial juga bertanggung jawab atas hal seperti kebenaran dan keakuratan data, informasi, dan dokumen yang disampaikan kepada Bank Indonesia untuk uji coba dalam Regulatory Sandbox, keamanan dan keandalan sistem yang digunakan untuk menjalankan produk, layanan, teknologi, dan/atau model bisnis yang diuji coba dalam Regulatory Sandbox, perlindungan data dan informasi serta dana konsumen dalam penyelenggaraan Teknologi Finansial, dan penyelesaian seluruh hak dan kewajiban Penyelenggara Teknologi Finansial kepada konsumen dan/atau pihak lain yang terkait, baik selama maupun setelah proses uji coba dalam Regulatory Sandbox. Pada akhir masa sandbox ini, Bank Indonesia menetapkan status hasil uji coba berdasarkan hasil penilaian atas seluruh rangkaian kegiatan selama pelaksanaan uji coba, dengan mempertimbangkan: a. Kesiapan dan keandalan sistem dari Penyelenggara Teknologi Finansial; 16 17
Ibid, Ps. 9. Ibid, Ps. 13 dan 14.
7
b. Penerapan prinsip perlindungan konsumen serta manajemen risiko dan kehati-hatian; dan c. Pemenuhan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Jangka waktu (Timing) Sesuai dengan Pasal 11 PADG Regulatory Sandbox, jangka waktu uji coba dalam Regulatory Sandbox ditetapkan paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal penetapan Bank Indonesia atas skenario uji coba produk, layanan, teknologi, dan/atau model bisnis. Jika memang diperlukan, jangka waktu dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk waktu paling lama 6 (enam) bulan atas persetujuan Bank Indonesia.18 5. Tindakan regulator sebagai hasil dari sandbox (Actions) Tindakan regulator sebagai hasil dari sandbox adalah elemen penting yang perlu dikonsepsikan saat membentuk peraturan regulatory sandbox agar tidak terjadi kesimpangsiuran saat konsep ini sudah dijalankan. Namun sayangnya, baik dalam PADG Regulatory Sandbox maupun PBI Penyelenggaraan Teknologi Finansial belum menegaskan tindakan apa yang akan dilakukan setelah masa Regulatory Sandbox selesai, baik yang dinyatakan berhasil, tidak berhasil, atau status lain yang ditetapkan Bank Indonesia. Seharusnya Regulatory Sandbox di Indonesia dapat menjadi inkubator inovasi teknologi finansial dan menghasilkan berbagai terobosan teknologi dengan tetap memastikan keamanan konsumen dan stabilitas perekonomian Indonesia. Yang ditakutkan adalah karena tidak adanya kepastian mengenai tindakan regulator pasca selesainya masa sandbox, regulatory sandbox ini justru kontraproduktif bagi inovasi start-up teknologi finansial. 1. Tindak Lanjut bagi Penyelenggara Financial Technology dan/atau Teknologi Inovasi yang Telah Diafirmasi Melalui Regulatory Sandbox Berdasarkan hasil penilaian dalam regulatory sandbox, Bank Indonesia menetapkan status hasil uji coba dalam Regulatory Sandbox yaitu berhasil, tidak berhasil,
18
Ibid., Ps. 11.
8
atau status lain yang ditetapkan Bank Indonesia sebagaimana ketentuan Pasal 16 PADG No. 19/14/PADG/2017. Belum ada ketentuan lebih lanjut dalam PADG terkait mengenai tindak lanjut bagi penyelenggara fintech yang telah diafirmasi tersebut. Padahal, sebagai sebuah inkubator menjadi konsekuensi logis bahwa apabila kemudian suatu teknologi di bidang keuangan telah dinyatakan “berhasil” dalam regulatory sandbox, perlu terdapat afirmasi bahwa terobosan teknologi tersebut diakui dan dapat menjadi alternatif kewajiban kepatuhan konvensional di bidang keuangan yang berlaku. Sebagai contoh, jika teknologi biometrik berhasil membantu verifikasi nasabah calon pemilik rekening keuangan secara jarak jauh maka regulator perlu secara konsekuen membebaskan perusahaan fintech dan teknologinya yang telah terverifikasi tersebut dari kewajiban verifikasi tatap muka yang disyaratkan dalam peraturan sebelumnya. Selain itu, penggunaan artificial intelligence dan machine learning untuk mengurangi risiko penipuan dan pencucian uang, apabila terbukti aman dalam sandbox, maka seyogyanya dokumentasi teknis dan pelaporan formal yang disyaratkan oleh otoritas dapat direduksi.19 Secara kuantitas, regulasi keuangan di Indonesia cenderung masih mengamanatkan pendekatan konvensional untuk mengatur fintech yang berbasis digital, utamanya seputar proses pelaporan dan pemeriksaan oleh otoritas. Menyikapi hal ini, regulatory sandbox dapat dijadikan instrumen untuk menyempurnakan aturan yang ada secara bottom-up untuk memperbaharui kerangka dan substansi regulasi yang ada. Khusus untuk model bisnis yang belum diatur oleh regulasi, apabila mereka dinyatakan “berhasil” dalam regulatory sandbox, maka pasca uji coba mereka secara progresif diperbolehkan menjalankan kegiatan usahanya dengan harmonisasi peraturan. BI dan OJK dapat mempertimbangkan izin khusus bagi penyelenggara fintech yang lulus dari sandbox namun bidang usahanya belum masuk dalam kerangka perizinan yang sudah ada. Izin khusus ini idealnya bersifat tetap untuk menjamin kepastian hukum dan rasa aman bagi pelaku usaha serta membangun kepercayaan diri untuk bermitra dengan Pemerintah atau dengan bank/lembaga keuangan.
Ajisatria Suleiman, Direktur Kebijakan Publik Asosiasi FinTech Indonesia, “Membumikan Sandbox” https://fintech.id/Idea%20PDF/FinTech%20Talk%20-%20Opini%20Editorial%2050%20%20Membumikan%20Regulatory%20Sandbox%20-%20Ajisatria%20-%2014%20Nov%202017.pdf, diakses 15 Januari 2017. 19
9
Selain itu, regulatory sandbox potensial untuk dijadikan wadah yang memberikan insentif bagi penyelenggara fintech, misalnya berupa akses terhadap data contohnya, data kependudukan, data informasi kredit, dan/ atau data telekomunikasi, serta partisipasi dalam program nasional seperti penyaluran Kredit Usaha Rakyat, bantuan sosial non tunai, dan sebagainya. Singkatnya, prinsip pokok yang perlu diperhatikan untuk diatur dalam rangka memastikan regulatory sandbox tepat guna adalah sinkronisasi antara output regulatory sandbox dengan kewajiban perizinan dan pengawasan kepatuhan konvensional, tindak lanjut yang jelas dan permanen pasca regulatory sandbox, serta optimalisasi pendekatan insentif dalam penyelenggaraan fintech yang telah dinyatakan berhasil lulus dari regulatory sandbox. Program regulatory sandbox dapat dianalogikan seperti program inkubasi bisnis di bidang kewirausahaan, yang didalamnya menggodok inovasi teknologi keuangan suatu start-up sebelum dilepas dalam masyarakat. Sebagai mekanisme penggodokan, keberadaan regulatory sandbox di Indonesia sejatinya telah didukung dengan struktur kelembagaan yakni Financial Technology Office yang berada di bawah Bank Indonesia20, sebagai
wahana
research
and
development
kolaboratif
dimana
para
peserta sandbox berdifusi dengan para ahli di bidang: hukum, teknologi, ekonomi dan bisnis, akademisi, regulator, dan pakar lainnya dalam mempersiapkan fintech mereka. Fintech office sebagai perpanjangan tangan regulator juga dapat menjadi suatu payung yang secara efektif melakukan asistensi bagi pelaku fintech dalam mengembangkan model bisnisnya. Apalagi saat ini, struktur fintech kian kompleks, contohnya fintech model Peer to Peer (P2P) lending memiliki payment system sendiri dalam satu aplikasi, sedangkan dua model bisnis tersebut masing-masing diatur dan diawasi regulator yang berbeda. Model P2P lending diawasi oleh OJK sementara payment system menjadi kewenangan Bank Indonesia (BI).21
“Fintech Office�, https://id.techinasia.com/bi-fintech-office. “Fintech Saling Berkolaborasi, OJK mulai Antisipasi Risiko�, http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt59f858054a1e6/fintech-saling-berkolaborasi--ojk-mulai-antisipasi-risiko 20 21
10
2. Mitigasi dan mekanisme asistensi lanjutan bagi penyelenggara fintech yang “tidak berhasil” dalam regulatory sandbox22 Konsep ruang uji coba terbatas dalam sisi koin yang lain berpotensi memunculkan risiko bisnis. Yakni ketika otoritas bank sentral menyatakan penyelenggara fintech ‘tidak berhasil’ dalam pelaksanaan uji coba terbatas, maka penyelenggara fintech dilarang memasarkan produk dan/atau layanan serta menggunakan teknologi maupun model bisnisnya. Dalam hal ini terdapat commercial issue yang dapat menyita perhatian pelaku startup fintech dan dikhawatirkan membuat mereka enggan memanfaatkan ruang uji coba terbatas karena takut dinyatakan gagal, tidak dapat beroperasi, dan mengalami kerugian. Implikasi negatif dari hal ini tentunya adalah penyelundupan hukum dan resistensi kolektif yang dapat mengakibatkan stagnansi perkembangan dan kualitas fintech. Bukan menjadi persoalan ketika misalnya suatu perusahaan didirikan tidak sebagai
single
purpose.
Contohnya,
perusahaan
asuransi
terjun
menjadi
pemain crowdlending. Ketika permohonan sebagai penyelenggara pinjaman, pembiayaan, dan penyediaan modal berbasis teknologi tidak lolos dari sandbox, perusahaan tersebut tetap dapat beroperasi sebagai perusahaan konsultan manajemen. Namun, dalam konteks perusahaan masuk regulatory sandbox hanya ditujukan untuk fintech saja sebagai kegiatan usaha utamanya dan kemudian dinyatakan tidak berhasil, maka perusahaan itu harus diubah peruntukkannya atau masuk dalam ranah likuidasi apabila para shareholders-nya merasa tidak perlu dilanjutkan. Kunci utama memitigasi risiko bisnis sebelum terjun menjadi penyelenggara financial technology adalah perencanaan dan asistensi yang matang. Oleh karena itu seharusnya hal ini harmonis dengan bagaimana ketentuan mengenai program regulatory sandbox ditegaskan sebagai upaya aktif dari Bank Indonesia dalam melakukan asistensi bagi para perusahaan fintech. Titik tekan dari program regulatory sandbox adalah pengawasan langsung terhadap aspek perlindungan konsumen, prinsip kehati-hatian, dan
Nanda Narendra Putra, “Mengantisipasi Risiko Bisnis bagi Fintech ketika masuk Regulatory Sandbox”. http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5a336ca0ab985/mengantisipasi-risiko-bisnis-bagi-fintech-ketika-masukregulatory-sandbox. 22
11
manajemen risiko dari bisnis model yang akan dijalankan sehingga tentunya fungsi ini harus dijalankan secara optimal, konsisten, dan komprehensif.23 III.
PENUTUP A. KESIMPULAN Regulatory sandbox di Indonesia sebagai upaya akomodatif dari pemerintah terhadap
perkembangan inovasi fintech yang aman merupakan gagasan yang cemerlang. Namun sayang, penerapannya sampai saat ini belum cukup efektif. Kelemahan dari adanya kebijakan regulatory sandbox terutama terletak pada tataran normatif di mana tindak lanjut dari pemerintah terhadap penyelenggara fintech belum cukup komprehensif diatur dalam peraturan yang ada. Bentuk tindaklanjut tersebut bisa berarti dalam produk hukum yang dihasilkan dalam melegitimasi teknologi yang diusung oleh penyelenggara fintech yang telah berhasil di sandbox maupun tindakan mitigasi risiko penyelanggara fintech yang tidak berhasil. B. SARAN Secara ideal, apabila regulatory sandbox dikonsepsikan sebagai mekanisme bagi hukum untuk dapat mengakomodasi inovasi teknologi dalam bidang finansial, maka seharusnya terdapat ketentuan agar inovasi yang telah dieksplorasi kemudian diafirmasi melalui ruang inkubasi ujicoba sandbox dalam bentuk peraturan yang mengikat umum agar terciptanya kepastian hukum dalam iklim fintech yang penuh inovasi dan kebaruan. Peraturan yang mengikat umum tersebut turut dapat membawa perubahan paradigma pasar industri finansial konvensional.24
DAFTAR PUSTAKA
Buku Bank Indonesia. Booklet Keuangan Inklusif. Jakarta: Departemen Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM, 2014.
Bank Indonesia, “Gubernur BI Resmikan Bank Indonesia Fintech Office�, http://www.bi.go.id/id/ruangmedia/siaran-pers/Pages/sp_189216.aspx diakses 15 Januari 2017. 24 Peran Bank Indonesia dalam Fintech, https://www.finansialku.com/peran-bank-indonesia-fintech/, diakses pada Januari 15, 2018. 23
12
Jenik, Ivo, dan Kate Lauer. Regulatory Sandboxes and Financial Inclusion. Washington D.C.: CGAP, 2017. Financial Conduct Authority, Regulatory Sandbox Lessons Learned Report. 2017 Bank Negara Malaysia. Financial Technology Regulatory Sandbox Framework. Oktober 2016 DailySocial.id. “Fintech Report 2017”. DailySocial.id, 2017.
Internet Sulaeman, Ajisatria. “Membumikan Regulatory Sandbox,” https://fintech.id/Idea%20PDF/FinTech%20Talk%20%20Opini%20Editorial%2050%20-%20Membumikan%20Regulatory%20Sandbox%20%20Ajisatria%20-%2014%20Nov%202017.pdf. Diakses 15 Januari, 2018 Techniasia.com. “Fintech Office”, https://id.techinasia.com/bi-fintech-office. Diakses 15 Januari 2018. “Fintech Saling Berkolaborasi, OJK mulai Antisipasi Risiko”. http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt59f858054a1e6/fintech-saling-berkolaborasi-ojk-mulai-antisipasi-risiko. Diakses 15 Januari 2018. Rakhmindyarto dan Syaifullah. “Keuangan Inklusif dan Pengentasan Kemiskinan”, https://www.kemenkeu.go.id/media/4459/keuangan-inklusif-dan-pengentasankemiskinan.pdf. Diakses 14 Januari 2018. Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. “Jumlah Penduduk Indonesia Terbesar ke Empat Dunia Setelah China, India, dan Amerika”, https://www.kemenkopmk.go.id/artikel/jumlah-penduduk-indonesia-terbesar-ke-empatdunia-setelah-china-india-dan-amerika. Diakses 15 Januari 2018. Erlangga Djumena. “Masuk 10 Besar Ekonomi Dunia, RI Sejajar dengan Negara Maju”, http://ekonomi.kompas.com/read/2014/05/05/1347569/Masuk.10.Besar.Ekonomi.Dunia. RI.Sejajar.dengan.Negara.Maju. Diakses 15 Januari 2018. Peran Bank Indonesia dalam Fintech. https://www.finansialku.com/peran-bank-indonesiafintech/. Diakses 15 Januari 2018. Putra, Nanda Narendra.“Mengantisipasi Risiko Bisnis bagi Fintech ketika masuk Regulatory Sandbox”. http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5a336ca0ab985/mengantisipasirisiko-bisnis-bagi-fintech-ketika-masuk-regulatory-sandbox Diakses 15 Januari 2018.
13
Bank
Indonesia. “Gubernur BI Resmikan Bank Indonesia Fintech Office”, http://www.bi.go.id/id/ruang-media/siaran-pers/Pages/sp_189216.aspx. Diakses 15 Januari 2017
Financial Conduct Authority, “Applying to the regulatory sandbox” https://www.fca.org.uk/firms/regulatory-sandbox/prepare-application. Diakses 15 Januari 2018. Pratama, Bambang. “Mengenal Regulatory Sanbox pada Fintech,” law.binus.ac.id/2016/09/29/mengenal-regulatory-sanbox-pada-fintech/, Januari, 2018.
http://businessDiakses 15
Peraturan Perundang-Undangan Indonesia. Peraturan Presiden tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif. Perpres No. 82 Tahun 2016. Indonesia. Peraturan Bank Indonesia tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial. PBI No. 19/12/PBI/2017. Indonesia. Peraturan Anggota Dewan Gubernur tentang Ruang Uji Coba Terbatas (Regulatory Sandbox). PADG No. 19/14/PADG/2017. Indonesia. Peraturan Bank Indonesia tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial. PBI No. 19/12/PBI/2017. Indonesia. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. POJK No. 77/POJK.01/2016. Jurnal Bank Indonesia, “Analisa Peluang Indonesia dalam Era Ekonomi Digital dari Aspek Infrastruktur, Teknologi, SDM, dan Regulasi Penyelenggara dan Pendukung Jasa Sistem Pembayaran”, Temu Ilmiah Nasional Peneliti 2016 – Kemenkominfo, hlm. 20.
14