ALSA GOLDEN TICKET NATIONAL EVENT LEGAL REVIEW “STRATEGI MEMBANGUN PERTAHANAN DAN KEAMANAN NASIONAL DARI ANCAMAN CYBER ATTACK DI ERA POST-TRUTH”
LEMBAGA PENGAWAS KONTEN MEDIA INTERNET, SEBUAH SOLUSI DI TENGAH KRISIS KEBENARAN Oleh : Roy Rinaldo Fransiscus Lumbantoruan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran A. LATAR BELAKANG Kamus Oxford mendefinikan istilah “post-truth” sebagai sebuah kondisi dimana emosi dan keyakinan personal lebih berpengaruh dalam membentuk opini publik dibandingkan dengan fakta. Kamus Oxford sendiri juga menjadikan kata “post-truth” sebagai Word of the Year pada tahun 2016. Pada era ini, kebebasan berpendapat tentu sangatlah dijunjung tinggi sebagai sebuah hak asasi manusia. Setiap orang bebas untuk mengemukakan pendapatnya tentang suatu hal maupun suatu kejadian, ditambah lagi di era globalisasi seperti saat ini, internet sudah menjadi kebutuhan setiap orang dan seluruh informasi bisa didapatkan di internet, termasuk seluruh pendapat dari orang lain yang memutuskan untuk membagikan hasil buah pikirnya keseluruh dunia. Namun, kembali lagi bahwa terkadang itu semua hanyalah sebuah pendapat dan terkadang tanpa di dasari adanya suatu fakta yang kuat. Pada kemajuan teknologi informasi komunikasi saat ini tidak hanya memberikan dampak yang positif tetapi juga memberikan dampak yang buruk. Penyampaian akan informasi begitu cepat dimana setiap orang telah dengan mudah memproduksi informasi, dan informasi yang begitu cepat tersebut melalui beberapa media sosial seperti facebook, twitter, ataupun pesan telpon genggam seperti, whatsapp dan lain sebagainya yang tidak dapat difilter dengan baik. Informasi yang dikeluarkan baik orang perorang maupun badan usaha melalui media sosial dan elektronik ketika telah terkirim dan dibaca oleh banyak orang dapat
mempengaruhi emosi, perasaan, pikiran bahkan tindakan seseorang atau kelompok. Sangat disayangkan apabila informasi yang disampaikan tersebut adalah informasi yang tidak akurat terlebih informasi tersebut adalah informasi bohong (hoax) dengan judul yang sangat provokatif mengiring pembaca dan penerima kepada opini yang negatif. Opini negatif, fitnah, penyebar kebencian yang diterima dan menyerang pihak ataupun membuat orang menjadi takut, terancam dan dapat merugikan pihak yang diberitakan sehingga dapat merusak reputasi dan menimbulkan kerugian materi. Di era “post-truth� seperti ini sebuah tulisan di internet yang dibuat tanpa didasari pada suatu fakta terkadang dapat diterima sebagai suatu fakta apalagi kalau sang penulis dapat dengan baik menggunakan pemilihan kata dan kalimat persuasif dalam tulisannya akan membuat orang-orang mempercayainya sebagai suatu fakta dan menyampingkan fakta yang sebenarnya atau biasa disebut sebagai Hoax. Tidak ada yang dapat mengukur hati nurani manusia dalam menilai suatu tulisan di internet, hanya dapat diukur dengan berapa orang yang membacanya dan juga berapa orang yang menekan tombol like di media internet tersebut. Hal inilah yang sungguh membahayakan, karena apabila si penulis memang beritikad buruk dalam menggukan tulisannya, dan ternyata masyarakat menyukai tulisannya dan menerimanya sebagai sebuah fakta, maka hal ini dapat mengancam keamanan nasional karena tidak adanya “polisi� yang menjaga kebenaran informasi di dunia maya. Maka dengan demikian perlunya sebuah lembaga yang mengawasi konten informasi yang diunggah di media internet sebagai sebuah strategi membangun pertahanan dan keamanan nasional dari ancaman cyber-attack di era post-truth ini.
B. PEMBAHASAN Media massa merupakan komponen penting dalam proses komunikasi massa. Jalaluddin Rakhmat berpendapat bahwa media massa adalah media yang digunakan untuk menyalurkan komunikasi kepada masyarakat seperti pers, radio, televisi, film dan sebagainya. Sebagai sarana komunikasi untuk penyebaran informasi dan gagasan kepada publik, media massa mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia di berbagai bidang seperti bidang politik, ekonomi, budaya sosial dan sebagainya.1 Seiring dengan perkemangan zaman, 1
Rakhmat, Jalaluddin. Psikologi Komunikasi, Remaja Rosdakarya. Bandung, 2000.
media massa pun akhirnya memasuki dunia maya dimana sekarang media internet sudah menjadi tren di masyakarat dan menggantikan televisi, radio, maupun koran. Adanya media massa dalam kehidupan manusia tentunya mempunyai maksud dan tujuan yang dibutuhkan oleh manusia. Montesquieu menggambarkan fungsi media massa sebagai pilar keempat dalam suatu negara demokrasi di mana dengan perumpamaan sebuah meja, media massa sebagai kaki meja bersama-sama tiga kaki meja yang lain harus menopang meja demokrasi agar tidak runtuh. Sehingga dewasa ini, media massa juga turut andil dalam proses pembangunan suatu negara. Proses pembangunan hampir dipastikan akan membawa dampak yang meluas pada berbagai aspek kehidupan manusia, seperti dikemukakan oleh Soerjono Soekamto bahwa pembangunan merupakan perubahan terencana dan teratur yang antara lain mencakup aspek-aspek politik, ekonomi, demografi, psikologi, hukum, intelektual maupun teknologi. 2 Berkaitan dengan pembangunan di bidang teknologi, dewasa ini peradaban manusia dihadirkan dengan adanya fenomena baru yang mampu mengubah hampir setiap aspek kehidupan manusia, yaitu perkembangan teknologi informasi melalui internet (Interconnection Network). Bebasnya informasi yang terdapat pada internet sungguh sangat sulih untuk dipantau karena dunia internet sangat luas dan di dalamnya tersimpan jutaan informasi yang dapat diakses siapapun di dunia. Di Indonesia penggunaan teknologi informasi berkembang dengan sangat cepat dan semakin penting artinya bagi masyarakat. Pemanfaatannya pun telah semakin meluas sehingga memasuki hampir semua segi kehidupan.3 Salah satunya dalam hal publikasi media informasi. Pemanfaatan teknologi informasi tidak lagi dapat dilakukan pendekatan melalui sistem hukum konvensional.4 Dikarenakan bebasnya dunia mayantara ini, dibentuklah regulasi-regulasi terkait dengan penggunaan dunia maya maupun dunia elektronik lainnya, di Indonesia sendiri adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang 2
Dikdik M. Arief Mansur, Elisatris Gultom, Cyber Law Aspek Hukum Teknologi Informasi, Bandung, Refika Aditama, 2005, hlm. 84 3 M.Arsyad Sanusi, Hukum dan Teknologi Informasi, Cet. 3, 2005, hlm. 3 4 Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementrian Hukum Dan Ham RI, Laporan Akhir Penelitian Hukum Tentang Efektifitas Uu No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2010, hlm. 5
Perubahan Atas Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Namun dalam undang-undang tidak pengaturan lebih lanjut terkait dengan pengamanan informasi negatif yang tersebar di internet. Kemudian, akhirnya pengaturan mengenai pengamanan mengenai situs yang bermuatan negatif diatur pada Peraturan Menteri Komunikasi Dan Informatika Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2014 Tentang Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif. Dalam Permen ini dijelaskan bahwa jenis situs internet bermuatan negative adalah situs yang bermuatan pornografi dan kegiatan ilegal yang pelaporannya berasal dari Kementerian atau Lembaga Pemerintah yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.5 Namun dalam Permen ini tidak ada pengaturan mengenai bagaimana penanganan terkait dengan situs yang memiliki muatan yang tidak memiliki fakta yang jelas atau Hoax. Menurut pandangan psikologis, ada dua faktor yang dapat menyebabkan seseorang cenderung mudah percaya pada hoax. Orang lebih cenderung percaya hoax jika informasinya sesuai dengan opini atau sikap yang dimiliki. Contohnya jika seseorang penganut paham bumi datar memperoleh artikel yang membahas tentang berbagai teori konspirasi mengenai foto satelit maka secara naluri orang tersebut akan mudah percaya karena mendukung teori bumi datar yang diyakininya. Secara alami perasaan positif akan timbul dalam diri seseorang jika opini atau keyakinannya mendapat afirmasi sehingga cenderung tidak akan mempedulikan apakah informasi yang diterimanya benar dan bahkan mudah saja bagi mereka untuk menyebarkan kembali informasi tersebut. Hal ini dapat diperparah jika si penyebar hoax memiliki pengetahuan yang kurang dalam memanfaatkan internet guna mencari informasi lebih dalam atau sekadar untuk cek dan ricek fakta. 6 Apabila terdapat sebuah situs yang di blokir oleh Kemenkominfo, Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenkominfo Ismail Cawidu menerangkan bahwa sebuah situs web yang diblokir dapat dipulihkan jika ada permintaan dari masyarakat atau dari pengelola situs web jika dapat membuktikan bahwa situsnya tak lagi menyediakan konten negatif.7 Namun ini akan
5
Pasal 4 Peraturan Menteri Komunikasi Dan Informatika Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2014 Tentang Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif 6 http://nasional.kompas.com/read/2017/01/23/18181951/mengapa.banyak.orang.mudah.percaya.berita.hoax. Diakses pada 2 Februari 2017 Pukul 17:26 7 https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20150331165810-185-43299/jk-tegur-kominfo-terkait-blokir-22-situsislam/, diakses pada tanggal 2 Februari 2017 Pukul 19:31
sulit di era “post-truth” seperti sekarang terlebih jika masyarakat menerima informasi yang terdapat dalam situs tersebut sebagai sebuah kebenaran. Maka dari itu, perlu adanya suatu lembaga yang independen yang dibentuk dari berbagai kalangan untuk menjadi “polisi anti-hoax” di dunia maya. Lembaga ini tentunya terdiri dari beberapa elemen, seperti pakar komunikasi sebagai pihak yang akan meneliti terkait dengan jenis komunikasi yang digunakan oleh penulis hoax untuk mempersuasif pembacanya, kemudian pakar ilmu politik yang akan meneliti apabila ada unsur politis yang membahayakan yang diselipkan dalam informasi yang diberikan kepada masyarakat, kemudian ada pakar psikologi sebagai pihak yang akan menilai terkait dengan informasi yang ditulis dengan sikap yang akan ditunjukkan oleh pembacanya, kemudian pakar telematika yang akan menyusuri siapa pembuatan informasi tidak benar tersebut, dan tentunya aparat penegak hukum yang akan menindaklanjuti apabila memang benar bahwa informasi yang terdapat dalam tulisan dalam dunia maya tersebut tidak memiliki fakta yang mendukung. C. PENUTUP Media sebagai penghubung antar masyarakat untuk mendapatkan informasi, tentunya akan berdampak besar bagi pembagunan negara. Kemudahan mengakses informasi dapat dijadikan suatu tolak ukur suatu bangsa dapat dikatakan sebagai bangsa yang maju dan menjunjung tinggi hak asasi manusia, khususnya kebebasan berpendapat. Pada era “post-truth” seperti sekarang ini, informasi yang terdapat di internet sering kali menjadi perbincangan hangat di lingkungan masyarakat karena biasanya tulisan tersebut dapat menyentuh hati nurani masyarakat dan membuat mereka tidak menyadari bahwa tak semua informasi yang terdapat dalam internet tersebut tidak didukung oleh suatu fakta atau hoax. Hal ini dapat mengancam keamanan nasional apabila masyarakat selaku pembaca informasi sudah terpengaruhi oleh hoax yang beredar di internet. Maka dari itu perlu dibuatnya suatu lembaga independen untuk mengawasi dan melakukan tindak lanjut terkait dengan informasi hoax yang terdapat di internet yang dapat mengancam keamanan nasional. Sehingga masyarakat pun dapat menikmati informasi yang akurat dan sesuai dengan fakta yang ada dan tidak ada ancaman terkait dengan kemanan nasional dari sisi media yang terdapat dalam dunia maya.