Memberdayakan Nelayan dan Masyarakat Pesisir dalam Implementasi SDGs butir ke-14 tentang Ekosistem Laut Oleh: Putri Salma Amanda (2018) Ketika seseorang lebih banyak tahu akan suatu hal, maka ia akan berbuat lebih daripada seseorang yang tidak tahu apa-apa. Hal tersebut merupakan dasar, mengapa dalam melihat suatu perubahan manusia tidak boleh melupakan unsur subjek, siapa yang berpikir; ide dari suatu perbuatan, siapa yang melakukan; bukti konkrit dari adanya suatu perubahan. Tidak terkecuali terkait persoalan Samudra yang sedemikian luas dan dalamnya, tetap terkandung unsur subjek sebagai penanda bahwa telah dilakukan perubahan; perubahan ke arah yang lebih baik atau bahkan perubahan ke arah yang buruk. Salah satu bukti bahwa telah terjadi perubahan pada ekosistem laut adalah tercantum pada butir ke-14 Sustainable Development Goals. Perubahan yang terjadi pada ekosistem laut sehingga dicantumkan dalam program SDGs, yaitu karena laut telah mengalami krisis. Sustainable Development Goals yang diresmikan oleh PBB berdasarkan kesepakatan 193 negara pada tanggal 25 September 2015, menjadi bukti bahwa krisis pada laut bukan hanya terjadi di satu negara saja, tetapi berskala internasional. Oleh karena itu, diperlukan perubahan yang direncanakan dan berlanjut sehingga dapat menjaga keseimbangan ekosistem laut. Berikut beberapa target yang dirilis oleh PBB dalam Sustainable Development Goals:1 •
Meningkatkan pengetahuan ilmiah, mengembangkan kapasitas riset dan transfer teknologi kelautan, dengan melihat pada Kriteria dan Panduan Komisi Antar Pemerintah Oceanografi mengenai Transfer Teknologi Kelautan, agar dapat meningkatkan kesehatan laut dan memperbanyak kontribusi keaneka ragaman hayati laut terhadap pembangunan negara-negara berkembang, khususnya negara berkembang kepulauan kecil dan negara kurang berkembang.
•
Menyediakan akses terhadap sumber daya kelautan dan pasar bagi nelayan kecil.
Sustainable Development Goals, “Tujuan 14�, https://www.sdg2030indonesia.org/page/22tujuan-empatbelas (diakses pada 30 Mei 2019, Pukul 16.20 WIB) 1
1
•
Memperbanyak konservasi dan penggunaan yang berkelanjutan terhadap laut dan sumber dayanya, seperti yang tertera di paragraf 158 dari “The Future We Want” (Masa Depan yang Kami Inginkan).
Ketiga poin di atas memiliki kaitan dengan pemberdayaan masyarakat pesisir untuk menjaga ekosistem laut yang akan dibahas lebih lanjut di pembahasan selanjutnya. Keadaan laut yang semakin krisis tidak hanya berdampak pada ekosistem laut itu sendiri, melainkan berdampak pula bagi Sumber Daya Manusia di Indonesia. Hal itu karena proporsi luas laut terhadap total luas wilayah Republik Indonesia adalah 76,94%.2 Oleh karena itu, bukan suatu hal yang tidak wajar apabila mayoritas penduduk di Indonesia bekerja di sektor laut mulai dari cara yang tradisional sampai berupa perusahaan besar. Berbicara mengenai laut yang menjadi sumber penghidupan utama bagi mayoritas penduduk Indonesia, maka bagian ini telah tepat untuk mulai membahas tentang nelayan dan masyarakat pesisir. Bukan sesuatu yang sulit dijawab ketika sebuah pertanyaan berbunyi: “Apakah mata pencaharian masyarakat pesisir?”. Kebanyakan orang akan menjawabnya dengan jawaban: nelayan. Padahal nelayan dan masyarakat pesisir bukan suatu hal yang sederhana untuk dibahas jika ditilik dari segi akademik tentang pembangunan berkelanjutan untuk Indonesia. Keduanya kompleks karena merupakan subjek yang memiliki peran penting dalam mewujudkan tujuan dari SDGs butir ke-14 dan yang menjadi tantangan Indonesia dalam mewujudkan tujuan tersebut adalah masih adanya ketimpangan pengelolaan dan kurangnya perlindungan ekosistem laut dan pesisir di beberapa wilayah yang mana untuk menghadapi tantangan tersebut diperlukan pemberdayaan terhadap nelayan dan masyarakat pesisir. Sebelum benar-benar membahas apa yang harus diberdayakan pada nelayan dan masyarakat pesisir, akan lebih baik apabila dijelaskan lebih dulu apa sebenarnya maksud dari kata “memberdayakan”. Berdasarkan KBBI, memberdayakan memiliki makna membuat suatu hal menjadi berdaya. Berdaya di sini bisa diartikan hidup sehingga dapat Data diperoleh dari bagian abstrak pada “Application of Geographic Information System for Assessment of Indonesia Marine Proportion”. Geomatics Scientific Journal Vol 19 No. December 2, 2013, p. 141. 2
2
lebih berguna bagi objek lain dan apabila dikaitkan dengan memberdayakan nelayan dan masyarakat pesisir, maka bisa diartikan menjadikan nelayan dan masyarakat pesisir lebih berguna untuk kelautan yang mana laut di sini merupakan suatu objek. Selanjutnya, pada bagian ini akan dijelaskan bagaimana korelasi antara nelayan dan masyarakat pesisir terhadap laut selama ini agar dapat lebih mudah dipahami bahwa keduanya memang patut untuk diberdayakan. 1. Nelayan Nelayan domestik yang bekerja di perairan Indonesia terdapat berbagai jenis, seperti bisa dikategorikan berdasarkan hasil tangkapan, berdasarkan jauhnya tempat untuk mencari hasil tangkapan, sampai teknik atau alat yang digunakan untuk menangkap hasil tangkapan. Berdasarkan jenis-jenis itu pula dapat dikategorikan mana yang sudah sesuai dengan prosedur hukum dan mana yang melanggar hukum atau illegal fishing. Seperti yang diketahui bahwa Indonesia merupakan negara hukum yang segala sesuatunya pasti diatur dalam undang-undang. Termasuk aturan yang mengatur terkait teknik mengambil hasil laut, contoh dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1980 tentang Penghapusan Jaring Trawl. Dalam aturan tersebut menimbang: bahwa dalam pelaksanaan pembinaan kelestarian sumber perikanan dasar dan dalam rangka mendorong peningkatan produksi yang dihasilkan oleh para nelayan tradisional serta untuk menghindarkan terjadinya keteganganketegangan sosial maka perlu dilakukan penghapusan kegiatan penangkapan ikan yang menggunakan jaring trawl.3 Dengan adanya aturan tersebut menandakan bahwa sering terjadi kesalahan yang dilakukan dalam hal penangkapan hasil laut. Terkadang yang menyebabkan terjadinya pelanggaran adalah karena kurangnya pengetahuan hukum dari nelayan itu sendiri, terutama nelayan tradisional. Meskipun hukum di Indonesia menerapkan asas fiksi
SIPUU SETKAB RI, “Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1980 tentang Penghapusan Jaring Trawl�, https://sipuu.setkab.go.id/PUUdoc/858/kp0391980.htm (diakses pada 31 Mei 2019, Pukul 09.25 WIB) 3
3
hukum4, tetapi pada dasarnya asas fiksi hukum harus didukung dengan adanya sosialisasi hukum. Inilah yang akan digunakan sebagai cara untuk memberdayakan nelayan dengan memberikan edukasi terkait hukum yang berlaku di Indonesia dengan gambaran bagaimana keadaan laut Indonesia sekarang ini. 2. Masyarakat Pesisir Masyarakat pesisir adalah sekelompok masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir yang hidup bersama dan memenuhi kebutuhan hidupnya dari sumber daya di wilayah pesisir. Demikian pula jenis mata pencaharian yang memanfaatkan sumber daya alam atau jasa-jasa lingkungan yang ada di wilayah pesisir, seperti nelayan, petani ikan, dan pemilik atau pekerja industri maritim. Masyarakat pesisir yang didominasi oleh usaha perikanan pada umumnya masih berada pada garis kemiskinan, mereka tidak mempunyai pilihan mata pencaharian lain, memiliki tingkat Pendidikan yang rendah, tidak mengetahui dan menyadari kelestarian sumber daya alam dan lingkungan (Lewaherilla, 2002).5 Berdasarkan pemaparan di atas, apa korelasi yang tepat antara masyarakat pesisir dengan ekosistem laut? Pertama, terkait mata pencaharian yang mayoritas di sektor laut, hal ini menandakan bahwa masyarakat pesisir sering melakukan kontak dengan laut, baik secara langsung maupun tidak. Kedua, yang menjadi permasalahan di sini adalah Pendidikan masyarakat pesisir terbilang rendah sehingga pengetahuan mereka akan pemeliharaan lingkungan pun rendah.
Ketiga, ketika
masyarakat pesisir mengelola perikanan tanpa memperhatikan kondisi lingkungan beserta dampaknya maka hal tersebut akan berpengauh pada hasil yang mana mungkin tidak seberapa jika dibandingkan dengan pengusaha dari luar yang memilih untuk mengelola hasil laut dengan inovasi baru yang lebih efisien. Karena itu kondisi ekonomi masyarakat 4
Asas Fiksi Hukum adalah asas yang menganggap semua orang mengetahui hukum yang telah diundang-undangkan tanpa terkecuali. 5 Jessica Prisca, “Pengembangan Sumber Daya Manusia Pada Masyarakat Pesisir Pantai Di Kabupaten Kepulauan Sangihe�, https://media.neliti.com/media/publications/93954-IDpengembangan-sumber-daya-manusia-pada-ma.pdf (diakses pada 31 Mei 2019, Pukul 11.16 WIB) 4
pesisir kurang stabil, padahal hasil laut terkenal akan harganya yang mahal. Ketika masyarakat pesisir berada di garis kemiskinan, mereka akan sungkan untuk memelihara laut karena merasa untuk mencukupi kebutuhan hidupnya saja sudah sulit, bagaimana hendak berkontribusi untuk melestarikan laut. Maka dari itu, yang menjadi fokus dalam memberdayakan masyarakat pesisir adalah dengan meningkatkan ekonomi masyarakat pesisir itu sendiri. Kemudian, agar dalam memberdayakan nelayan dan masyarakat pesisir tepat sasaran terhadap realita, maka harus disesuaikan dengan kondisi laut Indonesia sekarang ini. Seperti yang diketahui bahwa kini plastik menjadi sorotan utama karena menyebabkan pencemaran di laut Indonesia, terbukti dengan menjadinya Indonesia sebagai juara 2 yang memiliki sampah plastik terbanyak dari seluruh dunia. Hal tersebut cukup memprihatinkan karena turut mengancam ekosistem laut, seperti yang terjadi pada tanggal 19 November 2018 di perairan Pulau Kapota, Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi Tenggara, terdapat seekor paus sperma yang ditemukan mati dengan menelan hampir enam kilogram plastik dan sandal jepit. Berikut rincian oleh Lembaga WWF Indonesia terkait apa saja yang ditemukan di dalam perut bangkai hewan tersebut: 6 “5,9 kg sampah plastik ditemukan di dalam perut paus malang ini. Sampah plastic yaitu: plastic keras (19 pcs, 140 gr), botol plastik (4pcs, 150 gr), kantong plastik (25 pcs, 260 gr), sandal jepit (2 pcs, 270 gr), didominasi oleh tali raffia (3,26 kg) & gelas plastic (115 pcs, 750 gr).� Semakin banyaknya penggunaan plastik dalam kehidupan sehari-hari, akan semakin mengancam ikan-ikan sehingga jumlah ikan di laut pun akan terus berkurang. Menurut FAO, 90% stok perikanan dunia dalam kondisi mengkhawatirkan: 61% sudah mengalami tangkap penuh (fully exploited) dan 29% sisanya tangkap lebih (over exploited). Dengan begitu, nelayan pun turut terancam ketika ikan sulit untuk dicari.
BBC News, “Paus di Wakatobi telan '115 gelas plastik' dan sandal jepit�, https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-46284830 (diakses pada 31 Mei 2019, Pukul 13.05 WIB) 6
5
Bukan merupakan suatu masalah tanpa adanya solusi. Memang terlambat untuk mencegah, namun tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki dan memberdayakan sesuatu yang penting untuk ekosistem laut, seperti sebagai berikut: 1. Memberdayakan Nelayan Untuk memberdayakan nelayan di saat stok ikan di laut kian menipis, pertama perlu adanya sosialisasi dari pemerintah bahwa nelayan harus melakukan praktik perikanan yang ramah lingkungan. Sebagai antisipasi dari adanya respon acuh tak acuh dari nelayan terhadap sosialisasi pemerintah, maka pemerintah bisa memberikan modal melaut untuk nelayan yang dinilai ramah lingkungan dan tidak mengeksploitasi ikan secara berlebih. Selain itu, penting juga untuk memberikan edukasi terkait target dari pembangunan berkelanjutan melalui pemberdayaan ekosistem laut (SDGs butir ke-14). Karena apabila target dari rencana pembangunan berkelanjutan dapat tercapai, maka perekonomian seluruh warga Indonesia termasuk nelayan pun akan terjamin dan hidup sejahtera. 2. Memberdayakan Masyarakat Pesisir Apabila kualitas masyarakat pesisir meningkat dalam hal pengetahuan maka mereka lebih mudah untuk bisa berkontribusi dalam menjaga kelestarian laut, yaitu dengan cara: •
Meningkatkan Pendidikan
•
Meningkatkan pengetahuan serta wawasan lingkungan
•
Mengembangkan keterampilan masyarakat
Masyarakat
pantai
yang
berpendidikan
akan
memiliki
pengetahuan yang luas tentang pentingnya menjaga laut bagi kehidupan manusia kedepannya sehingga mereka akan lebih bisa menghargai laut dan paham mana hal yang boleh dilakukan dan mana hal yang akan mencemari laut. Selain itu, untuk mendukung rencana pembangunan berkelanjutan, masyarakat pesisir bisa meningkatkan ekonominya dengan cara menjadi lebih terampil dalam hal mengelola hasil laut. Inovasi yang yang bagus akan muncul seiring dengan pengetahuan yang bertambah.
6
Ketika masyarakat pesisir bisa menguasai pasar dengan inovasi usaha yang baik, maka mereka tidak lagi berada pada garis kemiskinan. Kesimpulan Pendekatan ekologi manusia selalu melihat fenomena kerusakan alam, termasuk laut, dari perspektif interaksi manusia dengan alam. Hal ini karena kerusakan alam cenderung bersifat antropogenik, atau akibat ulah manusia. Meskipun begitu, manusia bisa mengubah sesuatu yang bermasalah menjadi lebih baik dengan menggunakan akal melalui pengetahuan. Maka cara yang paling tepat adalah bagaimana meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia. Terkait persoalan ekosistem laut yang krisis dan mendukung pembangunan berkelanjutan, bisa diatasi dengan memberdayakan nelayan dan masyarakat pesisir yang lebih intens dalam melakukan kontak terhadap laut.
7
DAFTAR PUSTAKA Ambari,M. Mencari Strategi yang Pas untuk Implementasi SGDs Butir 14: Ekosistem Kelautan. https://www.mongabay.co.id/2016/11/11/mencari-strategi-yang-pas-untukimplementasi-sgds-butir-14-ekosistem-kelautan/. Mongabay. Tanggal terbit: 11 November 2016. Tanggal akses: 30 Mei 2019, Pukul 20.00 WIB. BBC News. Paus di Wakatobi telan '115 gelas plastik' dan sandal jepit. https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-46284830. Tanggal terbit: 21 November 2018. Tanggal akses: 31 Mei 2019, Pukul 13.05 WIB. Kurnia, Ida. (2017). Implementasi Pembangunan Berkelanjutan Dalam Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan di ZEE Indonesia. Jurnal Hukum Prioris, Vol. 6 No. 1 Tahun 2017. Prisca, Jessica. Pengembangan Sumber Daya Manusia Pada Masyarakat Pesisir Pantai Di Kabupaten Kepulauan Sangihe. https://media.neliti.com/media/publications/93954-ID-pengembangan-sumber-dayamanusia-pada-ma.pdf. Tanggal akses: 31 Mei 2019, Pukul 11.16 WIB. Ramdhan, M., & Arifin, T. (2013). “Application of Geographic Information System for Assessment of Indonesia Marine Proportion�. Geomatics Scientific Journal Vol 19 No. December 2, 2013, p. 141. Satria, Arif. Krisis Laut Dunia. http://pkspl.ipb.ac.id/berita/detail/krisis-laut-dunia. PKS-PL IPB. Tanggal terbit: 5 April 2017. Tanggal akses: 31 Mei 2019, Pukul 23.05 WIB. SIPUU SETKAB RI. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1980 tentang Penghapusan Jaring Trawl. https://sipuu.setkab.go.id/PUUdoc/858/kp0391980.htm. Tanggal akses: 31 Mei 2019, Pukul 09.25 WIB. Sustainable Development Goals. Tujuan 14. https://www.sdg2030indonesia.org/page/22-tujuan-empatbelas. Tanggal akses: 30 Mei 2019, Pukul 16.20 WIB.
8
9