NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR TENTANG KETAHANAN PANGAN DAERAH
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 telah memuat tujuan Negara Republik Indonesia. Diantaranya ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum. Maka dari itu, sudah menjadi kewajiban negara untuk mewujudkan tujuan yang telah tertuang dalam
Undang
Undang
Dasar
1945
tersebut.
Salah
satu
bentuk
perwujudan tersebut adalah dengan terjaminnya hak atas pangan bagi seluruh rakyat
Indonesia
yang menjadi hak asasi manusia paling
mendasar. Pangan merupakan kebutuhan dan hak dasar manusia yang harus dipenuhi demi keberlangsungan hidup dan mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Agar hak atas pangan setiap masyarakat tersebut
dapat
terjamin
maka
negara
Indonesia
mengutamakan
pembangunan ketahanan pangan yang diupayakan melalui pembangunan berkelanjutan. Pembangunan ketahanan pangan ini pun menjadi fondasi pembangunan bagi sektor-sektor lain.1 Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan dan rumah tangga. Di suatu daerah, ketahanan pangan tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau, serta
tidak
bertentangan
dengan
agama,
keyakinan,
dan
budaya
masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.2 Dalam mewujudkan ketahanan pangan daerah, pemerintah perlu memperhatikan beberapa aspek dan kondisi di daerah tersebut. Di Kabupaten Ogan Ilir, kondisi geografisnya memiliki aspek penting dalam ketahanan pangan. Salah satu kabupaten di sumatera Selatan ini, secara
1
Rancangan Naskah Akademik Tentang Pangan http://dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170523-1022561197.pdf 2
geografis terletak antara 2° 55’ - 3° 15’ Lintang Selatan dan 104° 48’ Bujur Timur. Wilayah Kabupaten Ogan Ilir secara administratif memiliki 16 Kecamatan, 227 desa, dan 14 kelurahan, dengan luas wilayah 2.666,07 km2. Topografi di Kabupaten Ogan Ilir ini didominasi oleh 65% rawa dari luas wilayah kabupaten yang terdiri atas rawa lebak dan rawa pasang surut.3 Dengan karakteristik wilayah yang beragam di Kabupaten Ogan Ilir, Problema ketahanan pangan di daerah ini menjadi hal yang patut diprioritaskan. Ketidakmerataan ketahanan pangan menjadi salah satu faktor utama bagi permasalahan lain seperti kemiskinan, kesenjangan penduduk, serta kegiatan ekonomi. Padahal, daerah Kabupaten Ogan Ilir dalam arahan RTRW Nasional merupakan bagian dari Kawasan Andalan Palembang dan Sekitarnya dengan sektor unggulan berupa pertanian, industri, pertambangan, dan kehutanan. Kota Indralaya pun ditetapkan sebagai PKWp, dimana salah satu fungsi utamanya sebagai pusat pertanian tanaman pangan.4 Sulitnya mewujudkan ketahanan pangan di daerah ini tentunya menjadi pertanyaan yang membutuhkan kajian mendalam serta solusi yang sesuai dengan faktr empiris yang ada. Selain itu, faktor demografis dan bencana alam yang juga menjadi alasan dalam sulitnya perwujudan ketahanan pangan di daerah Kabupaten Ogan Ilir ini, perlu diatasi dengan penanganan yang tepat, agar dapat menciptakan penghidupan yang sejahtera dan tercapainya tujuan dari Ketahanan Pangan di daerah Kabupaten Ogan Ilir ini. Oleh karena itu, diperlukan langkah konkret dan legitimasi untuk mencegah dan mengatasi permasalahan Ketahanan Pangan, yaitu dengan merancang suatu Peraturan Daerah mengenai Ketahanan Pangan Daerah Kabupaten Ogan Ilir yang selanjutnya pelaksanannya dapat diatur dalam rancangan peraturan ini. B. Identifikasi Masalah
3 4
Diperoleh dari LKIP Kabupaten Ogan Ilir 2017 Ibid.
Berdasarkan
latar
belakang
yang
telah
diuraikan,
terdapat
permasalahan yang dapat diidentifikasi untuk kebutuhan penyusunan Naskah Akademik ini, yaitu: 1. Bagaimana perkembangan kajian teori dan praktik empiris tentang ketahanan pangan di Kabupaten Ogan Ilir sheingga menjadi urgensi agar dapat mengatasi berbagai kebutuhan yang berkaitan dengan melihat dari berbagai aspek penting pangan? 2. Bagaimana peraturan perundang-undangan yang terkait dengan ketahanan pangan daerah saat ini? 3. Apa yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, dan
yuridis
dari
pembentukan
RAPERDA
Ketahanan
Pangan
Kabupaten Ogan Ilir? 4. Apa yang menjadi sasaran, ruang lingkup pengaturan, jangkauan, arah pengaturan, dan materi muatan yang perlu diatur dalam RAPERDA Ketahanan Pangan Kabupaten Ogan Ilir? C. Tujuan dan Kegunaan Sesuai dengan identifikasi masalah yang dikemukakan di atas, tujuan penyusunan Naskah Akademik adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui
perkembangan
teori
dan
praktik
empiris
tentang
ketahanan pangan daerah Kabupaten Ogan Ilir serta urgensi pembentukan RAPERDA Ketahanan Pangan Kabupaten Ogan Ilir dalam menjawab kebutuhan 2. Mengetahui kondisi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan ketahanan pangan daerah saat ini 3. Merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis pembentukan RAPERDA Ketahanan Pangan Kabupaten Ogan Ilir 4. Merumuskan sasaran, ruang lingkup pengaturan, jangkauan, arah pengaturan, dan materi muatan dalam RAPERDA Ketahanan Pangan Kabupaten Ogan Ilir D. Metode Penelitian
Penyusunan
Naskah
Akademik
RAPERDA
Ketahanan
Pangan
Kabupaten Ogan Ilir dilakukan dengan pendekatan melalui metode yuridis normatif dan yuridis empiris. Yuridis normatif dilakukan melalui studi pustaka dengan menelaah berbagai data sekunder seperti peraturan perundang-undangan terkait, baik di tingkat undang-undang maupun peraturan dibawahnya, dan berbagai dokumen hukum terkait seperti putusan pengadilan, perjanjian, kontrak, serta hasil penelitian, hasil pengkajian, dan referensi lainnya. Yuridis Empiris atau sosiolegal dilakukan dengan observasi yang mendalam untuk mendapatkan data faktor nonhukum yang terkait dan berpengaruh terhadap Peraturan Perundang-undangan yang diteliti setelah dilakukannya penelaahan terhadap peraturan perundang-undangan atau penelitian normatif. Berdasarkan metode tersebut, data dan informasi yang diperoleh akan disusun secara deskriptif dan sistematis untuk memudahkan bagi pengambilan kebijakan dan membantu perumusan norma oleh Perancang Undang-Undang (legal drafter).
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
A. Kajian Teoritis Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber daya hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak, diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang dipergunakan dalam proses penyiapan, pengolahan atau pembuatan makanan dan minuman. Menurut Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2012 definisi ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai perseorangan, yang tercermin dari tesedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif , dan produktif secara berkelanjutan. FAO (Food and Agriculture Organization) mendefinisikan ketahanan pangan sebagai situasi dimana segala waktu memiliki kecukupan jumlah atas pangan yang aman dan bergizi demi kehidupan yang sehat dan aktif.Secara umum ketahanan pangan adalah adanya jaminan bahwa kebutuhan pangan dan gizi setiap penduduk adalah sebagai syarat utama dalam mencapai derajat kesehatan dan kesejahteraan yang tercukupi. Tidak hanya aspek jumlah yang perlu diperhatikan namun aspek lain seperti mutu pangan, ketersediaan dan keterjangkauannya diperhatkan. Hal yang perlu diperhatikan dalam oengertian ini adalah pangan yang baik harus tersedia secara berkesinambungan
keseluruh lapisan masyarakat. Ketahanan pangan
merupakan suatu sistem yang terdiri dari subsistem ketersediaan, distribusi dan konsumsi. Menurut Rustiadi dan Reti, tersedianya sumber lahan pertanian yang berkelanjutan merupakan syarat untuk ketahanan pangan. Ketersediaan lahan pertanian pangan berkaitan erat dengan beberapa hal, yaitu : 1) Potensi sumber daya pangan, 2) Produktivitas Lahan,
3) Fragmentasi Lahan Pertanian, 4) Skala luasan Penguasaan lahan pertanian, 5) sistem irigasi, 6) land rent lahan pertanian, 7) konversi, 8) pendapatan petani, 9) kapasitas SDM pertanian, serta 10) kebijakan di bidang pertanian. Mengingat kondisi lahan pertanian di Sumatera Selatan adalah lahan yang subur sangat disayangkan jika dikonversi untuk kegiatan non pertanian. Jika praktik konversi lahan pertanian ini tidak dikendalikan maka akan menganggu ketahanan pangan.
B. Kajian Asas/Norma
L.C Van Der Vlies, membagi asas – asas dalam pembentukan pengaturan perundang – undangan yang masuk kedalam asas formal dan asas materil diantaranya : asas formal yang dimaksud meliputi : 1) asas tujuan yang jelas, 2) asas organ/lembaga yang tepat, 3) asas perlunya pengaturan, 4) asas dapat dilaksanakan, 5) asas consensus. Asas – asas material meliputi : 1) asas terminologi dan sistematika yang benar, 2) asas dapat dikenal, 3)asas kepastian hukum, 5) asas perlakuan hukum sesuai keadaan individual. Hamid
S.
Attamimi,
menyampaikan
dalam
pembentukan
peraturan
perundang – undangan ada beberapa pegangan yang harus dikembangkan gunan memahami asas – asas pembentukan peratura perundang – undngan yang baik. Pertama, asas yang terkandung dalam Pancacila selaku asas umum bagi peraturan perundang – undangan; kedua, asas – asas Negara berdasar atas hukum selaku asas – asas hukum umum bagi perundang – undangan; ketiga, asas – asas pemerintahan berdasar sistem konstitusi selakuasas umum bagi perundang – undangan, dan keempat, asas – asas yang dikembangkan oleh ahli. Sedangkan
menurut Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang – undangan daalm membentuk peraturan peraturan perundang – undangan terasuk perda, harus berdasarkan asas pembentukan yang baik yang sejalan dengan pendapat Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto meliputi : a. Asas Kejelasan Tujuan b. Asas kelembagaan atauorgan pembentuk yang tepat c. Asas Kesesuaian antara jenis dan materi muatan d. Asas dapat dilaksanakan e. Asas hasil guna dan daya guna f. Asas kejelasan rumusan g. Asas keterbukaan h. Asas materi muatan peraturan perundang – undangan menurut UU Nomor 12 Tahun 2011 harus mengandung asas – asas sebagai berikut : 1) Asas kekeluargan 2) Asas Kenusantaraan 3) Asas Bhineka Tunggal Ika 4) Asas Keadilan 5) Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan 6) Asas ketertiban dan kepastian hukum 7) Asas keseimbang, keserasian, keselarasan 8) Asas pengayoman 9) Asas kemanusiaan 10)Asas kebangsaan Penyelenggaraan Ketahanan Pangan dilakukan berdasarkan asas : a. Kedaulatan b. Kemandirian c. Ketahanan d. Keamanan e. Manfaat f. Pemerataan g. Berkelanjutan h. Keadilan C. Kajian Terhadap Penyelenggaraan
Ketahanan Pangan dihadapkan pada berbagai masalah sebagai berikut : 1. Masyarakat kesulitan meningkatkan komoditi unggulan pertanian 2. Hama yang menyerang lahan pertanian 3. Sistem Cadangan,distribusi, dan logistic daerah yang belum efisien 4. Ongkos Transportasi yang mahal 5. Stabilitas Harga Pemerintahan
Negara
Republik
Indonesia
yang
termuat
dalam
ketentuan diatas secara implisit diatur dalam UU No. 23 Tahun 2014 jo UndangUndang No.9
Tahun 2015 Tentang Perubahan atas UU No. 23 Tahun 2014
tentang Pemerintah Daerah. Esensi dari penyelenggaraan otonomi daerah yakni dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pasal 12 Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah jo Undang-Undang No. 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 2014, menentukan bahwa : Urusan
Pemerintahan
Wajib
yang berkaitan
dengan
Pelayanan
Dasar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11ayat (2) meliputi: a. pendidikan; b. kesehatan; c. pekerjaan umum dan penataan ruang; d. perumahan rakyat dan kawasan permukiman; e. ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat; dan f. sosial. Huruf
c,
d,
dan
f
memberikan
legitimasi
kewenangan
kepada
Pemerintah Daerah untuk melakukan perlindungan dan pemberdayaan petani. Secara yuridis penyelenggaraan otonomi daerah, diselenggarakan dalam rangka memperkuat negara
kesatuan
Republik
Indonesia,
selain itu
guna proses
peningkatan kesejahteraan rakyat. Cita-cita
nasional
Indonesia
yang dirumuskan
dalam
Pembukaan
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, tujuan bangsa Indonesia Indonesia
bernegara
adalah
dan seluruh
dalam rangka
melindungi
tumpah darah Indonesia,
segenap
bangsa
memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Bila
merujuk pada Pasal 1 angka 6 Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah jo Undang-Undang No. 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 2014, Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk pemerintahan
dan
kepentingan
mengatur dan mengurus sendiri urusan
masyarakat
Kesatuan Republik Indonesia. Dengan keleluasaan mengambil
kepada Pemerintah kebijakan
demikian
Daerah
dalam rangka
setempat secara
Kabupaten perlindungan,
dalam sistem Negara yuridis
diberikan
Sijunjung pemenuhan
untuk dan
penghormatan terhadap hak asasi manusia. Konsekuensi negara hukum yang dijamin secara konstitusional, menekankan eksistensi negara adalah untuk menghomati, warga nya.
melindungi dan memenuhi hak asasi
manusia
(HAM) setiap
BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG TERKAIT Bab ini memuat hasil kajian tentang peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan ketahanan akses pangan. Beberapa peraturan perundang-undangan tersebut antara lain : A. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ( UUD NRI 1945) Pada pasal 33 ayat 3 menegaskan bahwa bumi, mineral, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
sebesar-besarnya
untuk
kemakmuran
rakyat.
Artinya
pemerintah berhak untuk menguasai bumi, mineral, air dan kekayaan alam yang
terkandung
di
dalamnya
yang
bertujuan
untuk
memberikan
kemakmuran kepada rakyat dengan cara membuat suatu kebijakan yang berkaitan dengan penguasaan bumi, mineral, air dan kekayaan alam dalam rangka mewujudkan rakyat Indonesia yang makmur. Pada dasarnya, Indonesia merupakan negara agraris yang dimana sebagian besar lahan yang ada di Indonesia adalah lahan pertanian dan
penduduknya
bermata
pencaharian
sebagai
petani,
sehingga
diperlukan adanya ketersediaan lahan pertanian dan ketahanan akses pangan supaya kebutuhan pangan dalam negeri tercukupi. Atas dasar tersebut, maka pemerintah pusat maupun pemerintah daerah wajib membuat suatu kebijakan yang berkaitan dengan ketahanan akses pangan supaya ketersediaan pangan terus tercukupi serta rakyat mendapat akses pangan, karena bagaimanapun pangan merupakan kebutuhan pokok setiap manusia. Dengan adanya ketahanan akses pangan, maka kebutuhan negeri akan pangan tercukupi dan mampu mewujudkan kemakmuran rakyat B. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan Ketahanan pangan merupakan kebijakan yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah pusat maupun daerah dalam rangka menciptakan kemakmuran bagi rakyat. Sebagaimana ketentuan yang ada pada pasal 1 angka 4 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012, ketahanan pangan
merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta
tidak
bertentangan
dengan
agama,
keyakinan,
dan
budaya
masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
Kemudian,
pada
pasal
1
angka
14
menyatakan
penyelenggaraan pangan adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan dalam penyediaan, keterjangkauan, pemenuhan konsumsi pangan dan gizi, serta keamanan Pangan dengan melibatkan peran serta masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu. Penyelenggaraan pangan dilaksanakan
dalam
rangka
memenuhi
kebutuhan
dasar
manusia
berdasarkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, serta ketahanan pangan sebagaimana dijelaskan dalam pasal 3. Adapun penyelenggaraan pangan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan memproduksi pangan secara mandiri, menyediakan pangan yang beraneka ragam dan memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi bagi konsumsi masyarakat, serta mempermudah atau meningkatkan akses pangan bagi masyarakat, terutama masyarakat rawan pangan dan gizi sebagaimana
bunyi
dari
pasal
4.
Dalam
undang-undang
ini
juga
menjelaskan bahwa masyarakat dapat berperan serta dalam hal ketahanan pangan meliputi kegiatan seperti distribusi, perdagangan, dan konsumsi pangan sehingga perlu dorongan dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk melibatkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan tersebut. C. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan Dan Gizi Dalam Pasal 1 angka 1 peraturan pemerintah ini, ketahanan pangan dan gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan Pangan dan Gizi bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, memenuhi kecukupan Gizi, merata dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk mewujudkan Status Gizi yang baik agar dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Kemudian dalam pasal 1 angka 3 dijelaskan pula bahwa
yang dimaksud dengan ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Dalam
peraturan
pemerintah
ini
juga
menerangkan
bahwa
penyelenggaraan cadangan pangan di tingkat kabupaten dan atau kota diselenggarakan oleh bupati atau walikota dalam rangka menyelenggarakan fungsi di bidang ketahanan pangan, sebagaimana yang diamanahkan dalam pasal 18 ayat 2. Selain itu, dalam hal penyelenggaraan cadangan pangan di tingkat kabupaten dan atau kota, perangkat daerah kabupaten dan atau kota dapat bekerja sama dengan badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dalam menyelenggarakan fungsi di bidang ketahanan pangan. Dalam peraturan pemerintah ini juga mengamanahkan bahwa bentuk penyelenggaraan ketahanan pangan yang dapat dilakukan adalah pengoptimalan pemanfaatan lahan pertanian sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 26 angka 1, yang bertujuan untuk pembudidayaan berbagai jenis tanaman, ikan, dan ternak untuk mendukung penyelenggaraan ketahanan pangan sebagaimana yang diamanahkan dalam pasal 33 D. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2017 Tentang Kebijakan Strategis Pangan Dan Gizi Yang
dimaksud
dengan
kebijakan strategis
pangan
dan
gizi
sebagaimana yang termaktub dalam pasal 1 angka 1 adalah kebijakan strategis dalampembangunan pangan dan gizi guna mewujudkansumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing. Peraturan Presiden ini berguna sebagai acuan bagi pemerintah pusat, Pemerintah Daerah, dan Pemangku Kepentingan untuk meningkatkan ketahanan pangan dan gizi yang
berkelanjutan
guna
mewujudkan
sumber
dayamanusia
yang
berkualitas dan berdaya saing. Dalam peraturan ini juga menjelaskan bahwa diperlukan adanya penguatan dewan ketahanan pangan di tingkat provinsi, kabupaten atau
kota yang telah ada dan berfungsi dalam rangka melaksanakan kebijakan strategis pangan dan gizi
BAB IV Landasan Filosofis, Sosiologis, Dan Yuridis
Landasan Filosofis Pada dasarnya, kebutuhan manusia meliputi sandang, pangan, dan papan dengan artian kebutuhan manusia meliputi ketersediaan pangan, ketersediaan tempat tinggal, serta ketersediaan pakaian. Ketersediaan pangan serta ketahanan pangan diperlukan untuk menjamin kelangsungan hidup manusia, yang dimana apabila ketersediaan pangan nya terancam, bisa dipastikan kelangsungan hidup manusia menjadi terancam. Dan jika ketersediaan pangan tetap terjaga, maka kelangsungan hidup manusia akan terjamin. Hak untuk memperoleh pangan merupakan hak warga negara yang tidak boleh dilanggar oleh negara dalam hal ini pemerintah. Sebagai kebutuhan dan hak dasar warga negara, tentu pangan memiliki arti dan peranan penting bagi negara. Hal tersebut dikarenakan ketahanan dan kedaulatan pangan memiliki peran penting untuk menciptakan stabilitas nasional, baik secara ekonomi, sosial, dan politik. Ketersediaan pangan yang lebih kecil dari kebutuhan pangan yang dibutuhkan masyarakat dapat mengganggu stabilitas nasional. Apabila stabilitas nasional terganggu maka muncul berbagai gejolak baik secara ekonomi, politik maupun secara sosial. Sebaliknya, apabila ketersediaan pangan sesuai dengan jumlah kebutuhan pangan yang dibutuhkan masyarakat, maka stabilitas nasional akan tetap terjaga. Menurut
pembukaan
Undang-Undang
Dasar
1945
tujuan
dibentuknya suatu pemerintah negara Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Sehingga, pemerintah, baik pusat maupun daerah
punya peranan penting dalam
menciptakan
dalam
ketahanan
akses
pangan
rangka
meningkatkan
kesejahteraan warganya serta mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia.
Untuk melaksanakan ketahanan akses pangan, maka diperlukan adanya suatu perundan-undangan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah sebagai payung hukum bagi pemerintah untuk melaksanakan ketahanan akses pangan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan, kedaulatan pangan, dan menjaga ketersediaan pangan. Landasan Sosiologis Pada dasarnya, ketersediaan lahan pertanian untuk pangan tentu berkaitan erat dengan produktivitas lahan, potensi sumber daya pangan, serta kebijakan tertentu di bidang pertanian. Sehingga, diperlukan suatu dasar hukum bagi penyelenggaraan ketahanan akses pangan serta penyelenggaraan ketersediaan lahan pertanian dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Atas dasar tersebut, maka Pemerintah Kabupaten Ogan Ilir beserta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Ogan Ilir perlu membuat peraturan daerah tentang ketahanan akses pangan sebagai dasar bagi penyelenggaraan ketahanan akses pangan bagi Masyarakat Kabupaten Ogan ilir. Diperlukan nya dasar hukum bagi penyelenggaraan ketahanan akses pangan di Kabupaten Ogan Ilir tentu tidak dapat dilepaskan dari faktor bencana alam yang sering terjadi di Kabupaten Ogan Ilir, yaitu Banjir dan Kebakaran Lahan. Kebakaran lahan yang terjadi selain karena faktor musim kemarau yang panjang, dapat juga disebabkan oleh perilaku masyarakat yang membuka lahan baru. Tentu terjadinya kedua bencana alam tersebut serta adanya konversi lahan pertanian menjadi non pertanian tentu saja mengancam ketahanan akses pangan di Kabupaten Ogan Ilir sehingga menyebabkan distribusi pangan menjadi terganggu pula. Kabupaten Ogan Ilir memiliki sektor yang dapat dikembangkan menjadi
sektor
unggulan,
seperti
pertanian,
industri, pertambangan,
kehutanan dan perikanan. Selain itu, sebagian besar masyarakat Kabupaten Ogan Ilir berprofesi sebagai petani. Atas dasar tersebut, maka Pemerintah Kabupaten Ogan Ilir perlu membuat suatu kebijakan di bidang pertanian, dalam rangka memelihara lahan pertanian sebagai aset serta sektor unggulan
Kabupaten serta
memberikan manfaat bagi masyarakat dengan adanya
pemeliharaan serta ketersediaan lahan pertanian. Tentu dengan adanya ketersediaan lahan pertanian, maka ketersediaan dan ketahanan pangan akan terjaga sehingga dapat memperlancar distribusi pangan serta masyarakat dapat menikmati hasil pangan dari lahan pertanian yang menjadi aset dan sektor unggulan dari Kabupaten Ogan Ilir. Dengan adanya Peraturan Daerah Kabupaten Ogan Ilir tentang Ketahanan
Akses
pangan
tentu dapat
menjadi
dasar
hukum bagi
Pemerintah Kabupaten Ogan Ilir dalam membuat suatu kebijakan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan serta dapat menjadi Dasar hukum bagi Pemerintah dalam mengatasi berbagai masalah yang timbul selama pelaksanaan ketahanan akses pangan. Pada dasarnya, masalah dalam penyelenggaraan ketahanan akses pangan dapat juga meliputi : 6. Masyarakat
kesulitan
meningkatkan
komoditi
unggulan
pertanian 7. Hama yang menyerang lahan pertanian 8. Sistem Cadangan,distribusi, dan logistik daerah yang belum efisien 9. Ongkos Transportasi yang mahal 5. Stabilitas Harga Sehingga, Dengan adanya Peraturan Daerah tentang ketahanan akses pangan, Pemerintah Kabupaten Ogan Ilir dapat pula mengatasi masalah stabilitas harga pangan, sistem cadangan dan distribusi yang belum efisien, serta hama yang menyerang lahan pertanian. Selain itu, adanya peraturan daerah tersebut mampu mengedukasi masyarakat, khususnya petani dalam meningkatkan komoditi unggulan dari sektor pertanian dan dapat menjadi dasar hukum pembatasan konversi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian.
Menurut Pasal 9 ayat 3 Undang-Undang Nomor
23
Tahun
2014
tentang Pemerintah Daerah. Esensi dari penyelenggaraan otonomi daerah adalah urusan pemerintahan konkuren yang diberikan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah sebagai dasar dari otonomi daerah yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan adanya otonomi daerah, maka pemerintah pusat mampu memberikan keleluasaan kepada pemeritah daerah untuk mengurus urusan pemerintahan sendiri dan memenuhi kesejahteraan masyarakat daerah setempat. Selain itu, Pasal 12 Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menentukan
bahwa Urusan
Pemerintahan
Wajib
yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat 2 meliputi: a. pendidikan; b. kesehatan; c. pekerjaan umum dan penataan ruang; d. perumahan rakyat dan kawasan permukiman; e. ketenteraman, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat; dan f. sosial. Pasal dalam undang-undang tersebut tentu memberikan
legitimasi
kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk melakukan pemberdayaan petani, menjaga ketersediaan lahan pertanian, serta mewujudkan dan melaksanakan penyelenggaraan ketahanan akses pangan. Penyelenggaraan otonomi daerah diselenggarakan dalam rangka
memperkuat
negara
kesatuan Republik Indonesia dan dapat berguna bagi proses peningkatan kesejahteraan masyarakat serta peningkatan kesejahteraan petani. Selama lima tahun terakhir, Pemerintah Kabupaten Ogan Ilir telah melakukan penyelenggaraan ketahanan akses pangan, namun selama pelaksanaan nya menemui beberapa permasalahan, seperti :
1. Belum optimalnya pemantauan distribusi harga dan akses pangan masyarakat. 2. Ketergantungan bahan pangan dari luar daerah yang masih cukup besar. 3. Keanekaragaman konsumsi pangan melalui pengembangan pangan berbasis lokal masih kurang. 4.Masih rendahnya pendapatan petani yang berakibat menurunnya minat
masyarakat
untuk
bekerja
di
bidang
tanaman
pangan
dan
hortikultura. 5. Pola kemitraan dalam pengelolaan dan pemasaran hasil olahan belum terbentuk sepenuhnya Berdasarkan
permasalahan
tersebut,
maka
sudah
sepatutnya
Kabupaten Ogan Ilir memiliki peraturan daerah tentang ketahanan akses pangan
,
sehingga
dengan
adanya
peraturan
tersebut
mampu
menyelesaikan beberapa masalah yang ada selama penyelenggaraan ketahanan akses pangan di Kabupaten Ogan Ilir. Selain itu, dengan adanya peraturan daerah tersebut dapat melindungi kesejahteraan petani dan mengedukasi untuk meningkatkan hasil pertanian dan hortikulturanya Ogan Ilir Sejahtera merupakan visi dari kepala daerah Kabupaten Ogan Ilir, visi tersebut salah satunya adalah terpenuhi nya kebutuhan manusia seperti sandang, pangan, dan perumahan. Untuk mewujudkan visi tersebut, ketahanan akses pangan merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Ogan Ilir untuk menjalankan serta mewujudkan visi Ogan Ilir sejahtera. Dengan adanya peraturan daerah Kabupaten Ogan Ilir tentang ketahanan akses pangan, maka visi Bupati Ogan Ilir dapat tercapai dan dapat menjadi dasar hukum bagi Pemerintah Kabupaten
Ogan
Ilir
untuk
membuat
penyelenggaraan ketahanan akses pangan
suatu
kebijakan
perihal
Landasan Yuridis Penyelenggaraan ketahanan akses pangan selama ini dilaksanakan berdasarkan
tentang
undang-undang
tentang
pangan,
Peraturan
pemerintah tentang ketahanan pangan dan gizi, serta Peraturan Presiden tentang kebijakan strategis pangan dan gizi. Menurut undang-undang tentang pangan, Dalam undang-undang tersebut, menjelaskan bahwa masyarakat dapat berperan serta dalam hal ketahanan pangan meliputi kegiatan seperti distribusi, perdagangan, dan konsumsi pangan sehingga perlu dorongan dari pemerintah pusat dan pemerintah
daerah
untuk
melibatkan
partisipasi
masyarakat
dalam
kegiatan tersebut. Dengan demikian dapat diartikan bahwa diperlukan adanya
peran
dari
pemerintah
daerah
pula
disamping
peran
dari
pemerintah pusat dalam hal mengedukasi masyarakat serta membantu masyarakat dalam mendistribusikan dan memperdagangkan pangan serta mengedukasi petani untuk meningkatkan produktivitas pangan serta memperbaiki kualitas pangan sebagai wujud dari ketahanan akses pangan. Dalam peraturan pemerintah ini juga mengamanahkan bahwa bentuk penyelenggaraan pengoptimalan
pemanfaatan
pembudidayaan mendukung
ketahanan berbagai
pangan lahan
jenis
penyelenggaraan
yang
dapat
pertanian
tanaman, ketahanan
dilakukan
yang
ikan,
bertujuan
dan
pangan.
ternak Dengan
adalah untuk untuk artian,
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dapat membuat stau kebijakan untuk membatasi konversi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian sebagai wujud dari optimalisasi pemanfaatan lahan pertanian yang bertujuan untuk pembudidayaan hasil pertanian sebagai tindakan untuk mendukung ketahanan akses pangan, mengingat
di Kabupaten
Ogan Ilir marak terjadi alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian sebagai sebab dari adanya kebakaran lahan. Yang
dimaksud
dengan
kebijakan
strategis
pangan
dan
gizi
sebagaimana yang termaktub dalam pasal 1 angka 1 peraturan presiden tentang kebijakan strategis pangan dan gizi adalah kebijakan strategis
dalam pembangunan pangan dan gizi guna mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing. Peraturan Presiden ini berguna sebagai acuan bagi pemerintah pusat, Pemerintah Daerah, dan Pemangku Kepentingan untuk meningkatkan ketahanan pangan dan gizi yang berkelanjutan guna mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing. Dengan artian, ketahanan pangan dan gizi perlu dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang unggul dan berdaya saing, karena untuk membentuk sumber daya manusia yang cerdas , berdaya saing, serta unggul, maka diperlukan adanya penyelenggaraan ketahanan akses pangan dan adanya pemenuhan gizi bagi warga negara atau masyarakat.
BAB V Jangkauan, Arah Pengaturan, dan Ruang Lingkup Materi Muatan Undang-Undang Naskah akademik pada akhirnya berfungsi mengarahkan ruang lingkup materi muatan Rancangan Peraturan Daerah yang akan dibentuk. Sebelum
diuraikan
ruang
lingkup
materi
muatan
tersebut,
maka
dirumuskan sasaran yang akan diwujudkan, serta arah dan jangkauan pengaturan, sebagai berikut: A. Sasaran yang akan diwujudkan Peraturan Daerah ini dimaksudkan sebagai landasan hukum bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan respon, tindakan, dan kebijakan dalam
rangka
mencegah
dan
menanggulangi
permasalahan
terkait
Ketahanan Pangan di Kabupaten Ogan Ilir. Sasaran penyusunan Raperda Kabupaten Ogan Ilir tentang Ketahanan Pangan adalah: 1.
Memberikan landasan hukum pelaksanaan undang-undang
yang telah ada 2.
Mencegah dan Mengatasi permasalahan Ketahanan Pangan
dengan mempertimbangkan taraf hidup masyarakat 3.
Memberikan mandat dan kewenangan kepada Pemerintah
Daerah untuk melakukan tindakan dalam rangka meningkatkan upaya ketahanan pangan berlandaskan lingkungan hidup 4.
Menciptakan Daerah Kabupaten Ogan Ilir yang sejahtera
dengan terpenuhinya Ketahanan Pangan. B.
Jangkauan dan Arah Pengaturan Raperda Kabupaten Ogan
Ilir tentang Ketahanan Pangan Jangkauan dan arah Pengaturan dari peraturan daerah kabupaten ogan ilir yang akan dibentuk ini adlalah memberikan pedoman bagi: 1.
Pemerintah Kabupaten dalam memfasilitasi dan membimbing
masyarakat maupun kelompok masyarakat serta individu dengan peraturan daerah
2.
Pemerintah daerah dalam menetapkan pedoman ketahanan
pangan dengan peraturan daerah C.
Cakupan Pengaturan
Berdasarkan sasaran dan arah pengaturan yang telah dipaparkan diatas, maka kami mengusulkan untuk: 1.
Dibuatnya suatu produk legislasi daerah Kabupaten Ogan Ilir
yang mengatur tentang Ketahanan Pangan Daerah, sejalan dengan Undang Undang yang telah ada 2.
Penegasan perlunya pengaturan tentang Ketahanan Pangan
Daerah untuk membatasi dan mengatasi permasalahan pangan yang dihadapi oleh masyarakat kabupaten ogan ilir 3.
Kewajiban Pemerintah Aerah Kabupaten Ogan Ilir untuk ikut
meningkatkan dan mempertahankan jenis dan kualitas pangan agar kebutuhan pangan daerah kabupaten ogan ilir dapat terpenuhi dengan program yang mendukung. Suatu peraturan daerah dibentuk untuk memberikan pedoman bagi pengguna
dalam
melaksanakan
suatu
kegiatan
tertentu,
termasuk
mengadakan Ketahanan Pangan Daerah. Dengan disahkannya Perda ini, maka Pemerintah Kabupaten Ogan Ilir memiliki landasan yuridis dalam hal pengadaan Ketahanan Pangan. Oleh karena itu, secara substansi ruang lingkup Peraturan Daerah ini mengatur hal-hal sebagai berikut: A. Ketentuan Umum 1. Daerah Kabupaten Ogan Ilir 2. Pemerintah Daerah adala Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah kabupaten Ogan Ilir 3. Bupati adalaj Bupati Ogan Ilir 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ogan Ilir 5. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Ogan Ilir
6. Bagian hukum adalah bagian hukum secretariat daerah kabupaten Ogan Ilir 7. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah, yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui Bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan Daerah 8. Penyelidik Pegwai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS adalah penyelidik pegawai negeri sipil di lingkungan pemerintah kabupaten ogan ilir 9. Lahan adalah bagian daratan dari permukaan bumi sebagai lingkungan fisik yang meliputi tanah beserta segenap faktor yang mempengaruhi penggunaanya seperti iklim dan hidrologi yang terbentuk secara alami maupun akibat pengaruh manusia. 10. Lahan Pertanian adalah bidang lahan yang digunakan untuk usaha pertanian. 11. Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi ketahanan, kemandirian pangan daerah, dan kedaulatan pangan daerah. 12. Alih Fungsi Lahan Pangan Berkelanjutan adalah perubahan Fungsi Lahan Pangan Berkelanjutan baik secara tetap maupun sementara. 13. Setiap orang adalah Orang Perseorangan, Kelompok orang atau Korporasi, baik yang terbentuk Badan Hukum maupun Bukan Badan Hukum. 14. Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disingkat RTRW adalah Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Ogan Ilir. 15. Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau 16. Kemandirian Pangan adalah kemampuan produksi pangan dalam daerah yang didukung kelembagaan ketahanan pangan yang mampu menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup ditingkat rumah tangga, baik dalam jumlah, mutu, keamanan, maupun harga yang
terjangkau, yang didukung oleh sumber – sumber pangan yang beragam sesuai dengan keragaman lokal. 17. Kedaulatan Pangan adalah hak Negara dan bangsa yang secara mandiri dapat menentukan kebijakan pangannya, yang menjamin hak atas pangan bagi rakyatnya, serta memberikan hak bagi masyarakatnya untuk menentukan sistem pertanian pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal. B. Materi yang akan diatur Adapun materi yang akan diatur dalam rancangan peraturan daerah kabupaten ogan ilir tentang ketahanan pangan adalah sebagai berikut: Bab I Ketentuan Umum. Di dalam ketentuan umum dijelaskan mengenai beberapa peristilahan yang dimuat dalam raperda tentang ketahanan pangan di Kabupaten Ogan Ilir. . Bab II. Kewenangan, Didalam bab ini dijelaskan mengenai kewenangan Pemerintah Daerah dalam hal menangani pelestarian lahan untuk ketahanan pangan. Bab III. Perencanaan Pengendalian Pangan Daerah Pengendalian Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dilakukan secara terkoordinasi antara Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah. Bab IV. Penyelenggaraan Pengendalian Pangan Daerah Di dalam bab ini menjelaskan mengenai koordinasi antara pemerintah daerah dengan masyarakat untuk melaksanakan pangan daerah. Bab V. Infrastrukstur, Sarana dan Prasarana.
Dalam Bab ini dijelaskan mengenai infrastruktur, sarana, dana prasarana guna menunjang ketahanan pangan di Kabupaten Ogan Ilir
Bab VI. Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian Dalam bab ini menjelaskan tentang pembinaan, pengawasan dan pengendalian oleh Pemerintah Kabupaten Ogan Ilir Bab VII. Pembiayaan Pembiayaan dibebankan kepada anggaran pendapat daerah Sumatera Selatan . Bab VIII. Ketentuan Penutup Dijelaskan mengenai perintah pengundangan dalam Lembaran Daerah.
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR JAWA TENTANG KETAHANAN PANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN ILIR, Menimbang : bahwa dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan melalui ketersediaan, akses dan keamanan pangan di Jawa Barat, perlu ditetapkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat tentang Kemandirian Pangan Daerah; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia Tanggal 4 Juli 1950) Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Jakarta Raya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 15) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4744) dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010); 3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budi Daya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3478); 4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3656);
5.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 6. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5068); 7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4254); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 10. Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR dan BUPATI OGAN ILIR MEMUTUSKAN : Menetapkan
: PERATURAN DAERAH.
DAERAH TENTANG
KETAHANAN PANGAN
BAB I KETENTUAN UMUM Bagian Kesatu Pengertian Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan : 1.
Daerah adalah Kabupaten Ogan Ilir.
2.
Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Daerah Kabupaten Ogan Ilir.
3.
Bupati adalah Bupati Ogan Ilir.
4.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ogan Ilir
5.
Kabupaten adalah Kabupaten Ogan Ilir.
6. Petani adalah warga negara Indonesia perseorangan dan/atau beserta keluarganya yang melakukan usaha tani di bidang tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan dan/atau budidaya perikanan, termasuk petani di kawasan hutan. 7. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. 8.
Pangan Pokok adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati, baik nabati maupun hewani, yang diperuntukkan sebagai makanan utama bagi konsumsi manusia.
9.
Kemandirian Pangan Daerah adalah kemampuan Daerah dalam memproduksi pangan yang beraneka ragam dari daerah yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan Pangan yang cukup sampai di tingkat perseorangan dan rumah tangga, baik dalam jumlah, mutu, keamanan maupun harga yang terjangkau, dengan memanfaatkan potensi, sumberdaya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal.
10. Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi perseorangan dan rumah tangga di Daerah, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta sesuai dengan keyakinan dan budaya untuk dapat hidup sehat, aktif dan produktif secara berkelanjutan. 11. Ketersediaan Pangan Daerah adalah kondisi tersedianya pangan dari hasil produksi dalam Daerah dan/atau sumber lain. 12. Distribusi Pangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka penyaluran pangan kepada masyarakat, baik diperdagangkan atau tidak. 13. Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lainnya yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia serta membahayakan kesehatan serta ketidaksesuaian dengan keyakinan agama dan budaya, sehingga aman untuk dikonsumsi. 14. Cadangan Pangan Pemerintah Daerah adalah persediaan pangan yang dikuasai dan dikelola oleh Pemerintah Daerah. 15. Cadangan
Pangan Pemerintah Kabupaten/Kota adalah
persediaan pangan yang dikuasai Pemerintah Kabupaten/Kota.
dan
dikelola
oleh
16. Cadangan Pangan Pemerintah Desa adalah persediaan pangan yang dikuasai dan dikelola oleh Pemerintah Desa. 17. Produksi Pangan Daerah adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, mengemas kembali, dan/atau mengubah bentuk pangan, yang dilakukan di Daerah. 18. Penganekaragaman Konsumsi Pangan adalah proses pemilihan pangan yang dikonsumsi dengan tidak tergantung pada satu jenis pangan, melainkan bermacammacam bahan pangan. 19. Masalah Pangan Daerah adalah keadaan di Daerah yang menunjukkan adanya kekurangan pangan, kelebihan pangan, dan/atau ketidakmampuan perseorangan atau rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan pangan dan keamanan pangan. Bagian Kedua Asas Pasal 2 Penyelenggaraan kemandirian pangan Daerah berasaskan : a. kemandirian; b. partisipatif dan gotong royong; c. manfaat dan lestari; d. pemerataan; e. keadilan; f. kesejahteraan; dan g. berkelanjutan. Bagian Ketiga Tujuan Pasal 3 Kemandirian pangan Daerah bertujuan untuk: a. mendukung perwujudan ketahanan pangan nasional; b. menjamin ketersediaan pangan yang beraneka ragam dan memenuhi persyaratan keamanan pangan, mutu dan gizi secara optimal, terpadu, dan berkelanjutan bagi konsumsi masyarakat, dengan memperhatikan potensi dan kearifan budaya lokal; c. meningkatkan kemampuan melakukan produksi pangan secara mandiri; d. memfasilitasi akses pangan bagi masyarakat dengan harga yang wajar dan terjangkau, sesuai dengan kebutuhan masyarakat; e. meningkatkan ketahanan pangan masyarakat rawan pangan; f. meningkatkan daya saing komoditas pangan yang dihasilkan Daerah di tingkat nasional dan internasional; dan g. menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat.
Bagian Keempat Kedudukan Pasal 4 Peraturan Daerah tentang Kemandirian Pangan Daerah berkedudukan sebagai : a. pedoman bagi Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam merumuskan program dan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemandirian pangan Daerah; b. pedoman bagi Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam memberikan pelayanan dan insentif kepada masyarakat untuk mewujudkan kemandirian pangan Daerah; dan c. pedoman bagi masyarakat untuk berperan dalam mewujudkan kemandirian pangan Daerah. Bagian Kelima Ruang Lingkup Pasal 5 Ruang lingkup kemandirian pangan Daerah, meliputi : a. perencanaan kemandirian pangan Daerah; b. penyelenggaraan kemandirian pangan Daerah, terdiri atas : 1. produksi pangan; 2. ketersediaan pangan; 3. distribusi pangan; 4. penganekaragaman konsumsi pangan; 5. keamanan pangan; 6. pencegahan dan penanggulangan masalah pangan; 7. koordinasi dan sinkronisasi; 8. kerjasama; 9. pengembangan sumberdaya manusia; 10. sistem informasi pangan; 11. insentif dan disinsentif; dan 12. peran masyarakat; c. kelembagaan dan infrastruktur pangan; d. pembinaan, pengawasan serta pengendalian; dan e. pembiayaan. BAB II KEWENANGAN Pasal 6 Dalam penyelenggaraan kemandirian kewenangan Pemerintah Daerah meliputi :
pangan
Daerah,
a. penyediaan dan pengembangan sarana produksi; b. penyediaan pangan;
dan
pengembangan
fasilitas
infrastruktur
c. pengaturan dan pengendalian ketersediaan cadangan pangan bagi masyarakat; d. peningkatan produksi pangan nabati dan hewani;
BAB III PERENCANAAN KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH Pasal 7 (1) Pemerintah Daerah menyusun perencanaan penyelenggaraan kemandirian pangan Daerah yang diintegrasikan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten Ogan Ilir dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Ogan Ilir. BAB IV PENYELENGGARAAN KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH Bagian Kesatu Produksi Pangan Pasal 8 (1) Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota bertanggungjawab untuk meningkatkan produksi dan produktivitas komoditas pangan. (2) Peningkatan produksi dan produktivitas komoditas pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan : a. menjamin ketersediaan berkelanjutan;
lahan
pertanian
pangan
b. pengendalian terhadap ancaman hama tanaman, penyakit hewan dan bencana alam; c. pemanfaatan berbagai keunggulan komparatif di sektor pangan; d. peningkatan kemampuan petani dan nelayan penerapan teknologi dan akses permodalan;
dalam
e. mobilisasi masyarakat dalam memproduksi pangan yang cukup dan berkelanjutan; dan f. mendorong keterlibatan masyarakat dalam produksi untuk cadangan pangan. Bagian Kedua Ketersediaan Pangan Pasal 9 (1) Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota bertanggungjawab untuk menyediakan pangan dalam jumlah dan kualitas yang memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat.
(2) Penyediaan pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan : a. meningkatkan kemampuan dalam pengelolaan cadangan pangan; b. membuka kesempatan bagi pelaku usaha dan masyarakat untuk berperan secara aktif dalam upaya penyediaan pangan yang cukup dan berkelanjutan; dan c. melibatkan pelaku usaha dan masyarakat dalam penyediaan cadangan pangan. (3) Penyediaan cadangan pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan dengan ketentuan : a. Pemerintah Daerah bertanggungjawab untuk menyediakan cadangan pangan, paling kurang 200 (dua ratus) ton beras sesuai dengan kemampuan Daerah dalam periode 1 (satu) tahun; b. Pemerintah Kabupaten/Kota bertanggungjawab untuk menyediakan cadangan pangan, paling kurang 100 (seratus) ton beras sesuai dengan kemampuan Kabupaten/Kota dalam periode 1 (satu) tahun; dan c. Pemerintah Desa menyediakan cadangan pangan sesuai dengan kemampuan Desa. Bagian Ketiga Distribusi Pangan Pasal 10 (1) Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota memfasilitasi pendistribusian pangan sampai dengan tingkat perseorangan atau rumah tangga, dalam rangka pemerataan ketersediaan pangan di Daerah. (2) Untuk mewujudkan distribusi pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan : a. penyediaan sarana dan prasarana transportasi yang dapat menjangkau seluruh wilayah, khususnya daerah terpencil; b. peningkatan efisiensi dan efektivitas kelembagaan pemasaran komoditi pangan; dan c. pelibatan peran pelaku usaha dan masyarakat secara aktif dalam mendistribusikan pangan secara merata, sesuai dengan kebutuhan masyarakat. (3) Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota wajib mendistribusikan pangan untuk daerah terpencil yang sulit dijangkau atau daerah yang terkena bencana. Bagian Keempat Penganekaragaman Konsumsi Pangan Pasal 11 (1) Penganekaragaman konsumsi pangan diselenggarakan dengan memperhatikan sumberdaya, kelembagaan, dan budaya lokal.
(2) Penganekaragaman konsumsi pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui : a. peningkatan pengetahuan, kesadaran, dan perilaku masyarakat terhadap diversifikasi serta kualitas asupan pangan dan gizi masyarakat; b. perubahan perilaku konsumsi masyarakat; c. peningkatan penelitian, pengembangan, dan penyuluhan; dan d. peningkatan peran pelaku usaha dan masyarakat dalam perbaikan mutu pangan. Bagian Kelima Keamanan Pangan Pasal 12 (1) Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota menerapkan standar keamanan pangan, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Persyaratan standar keamanan pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mencakup: a. standar proses produksi, penyimpanan, pengangkutan atau distribusi serta penggunaan sarana dan prasarana; b. standar penggunaan kemasan; c. standar jaminan mutu dan pemeriksaan laboratorium; d. standar bahan cemaran fisik, kimia dan biologi, serta masa kadaluwarsa; dan e. standar bahan tambahan pangan. (3) Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota menjamin keamanan pangan melalui pengawasan, pengendalian, dan sertifikasi, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Keenam Pencegahan dan Penanggulangan Masalah Pangan Paragraf 1 Pencegahan Pasal 13 (1) Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota melaksanakan pencegahan masalah pangan. (2) Pencegahan masalah pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi perencanaan, produksi, distribusi, koordinasi dan sinkronisasi, sumberdaya manusia, sistem informasi pangan, dan keamanan pangan. (3) Pencegahan masalah pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dengan melibatkan peran pelaku usaha dan masyarakat.
Paragraf 2 Penanggulangan Pasal 14 (1) Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota melaksanakan penanggulangan masalah pangan. (2) Penanggulangan masalah pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui : a. pengeluaran pangan, dalam hal terjadi kelebihan pangan; b. peningkatan produksi dan/atau pemasukan pangan, dalam hal terjadi kekurangan pangan; c. penyaluran pangan secara khusus, dalam hal terjadi ketidakmampuan perseorangan atau rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan pangan; dan d. pemberian subsidi harga dan/atau operasi pasar, dalam hal terjadi lonjakan harga pangan. (3) Penanggulangan masalah pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dengan melibatkan peran pelaku usaha dan masyarakat. Bagian Ketuju Koordinasi dan Sinkronisasi Pasal 15 Pemerintah Daerah melaksanakan koordinasi dan sinkronisasi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan kemandirian pangan Daerah. Bagian Kedelapan Kerjasama Pasal 16 (1) Pemerintah Daerah dapat melakukan kerjasama dalam penyelenggaraan kemandirian pangan Daerah dengan Pemerintah, Pemerintah Provinsi lain, Pemerintah Kabupaten/Kota, atau pihak lain. (2) Bentuk kerjasama penyelenggaraan kemandirian pangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi : a. bantuan pendanaan; b. pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan; atau c. kerjasama lain sesuai kebutuhan. Bagian Kesembilan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pasal 17 (1) Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota wajib mengembangkan sumberdaya manusia untuk mewujudkan kemandirian pangan Daerah. (2) Pengembangan sumberdaya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pendidikan, pelatihan, penyebarluasan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta penyuluhan di bidang perencanaan, produksi, distribusi, sistem informasi pangan, dan keamanan pangan.
Bagian
Kesepuluh
Sistem Informasi Pangan Pasal 18 (1) Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota berkewajiban membangun, menyusun, dan mengembangkan sistem informasi pangan yang terintegrasi, mencakup pengumpulan, pengolahan, penganalisaan, penyimpanan, penyajian, serta penyebaran data. (2) Sistem informasi paling kurang digunakan untuk: a. perencanaan; b. pengelolaan pasokan dan permintaan produk pangan; c. data dan informasi pangan sesuai kebutuhan; dan d. pemantauan dan evaluasi. (3) Jenis data dan informasi harus dapat diakses dengan mudah dan cepat. Pasal 19 Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota berkewajiban mengumumkan informasi harga komoditas pangan. Bagian Kesebelas Insentif dan Disinsentif Pasal 20 (1) Pemerintah Daerah melaksanakan pengendalian penyelenggaraan kemandirian pangan Daerah secara terkoordinasi, melalui pemberian insentif dan disinsentif kepada Pemerintah Kabupaten/Kota, petani, nelayan dan pelaku usaha di bidang pangan. (2) Insentif yang diberikan kepada petani, nelayan dan pelaku usaha, meliputi : a. pengembangan infrastruktur pertanian, perikanan dan kelautan serta kehutanan; b. pembiayaan penelitian dan pengembangan benih dan bibit varietas unggul; c. kemudahan dalam mengakses informasi dan teknologi; d. penyediaan dan peningkatan sarana dan prasarana produksi serta pengolahan pertanian, perikanan dan kelautan; e. jaminan penerbitan sertifikasi produk pangan yang sesuai dengan mutu dan keamanan pangan; dan/atau f. penghargaan bagi pertanian, perikanan dan kelautan berprestasi.
(3)
(4)
(5)
Insentif yang diberikan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota dapat berupa bantuan keuangan, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) berupa pengalokasian dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pemerintah Daerah dapat memberikan disinsentif kepada pemerintah Kabupaten/Kota, petani, nelayan dan pelaku usaha yang tidak mendukung penyelenggaraan kemandirian pangan Daerah. Bagian Keduabelas Peran Masyarakat Pasal 21
(1)
Masyarakat berperan dalam mendukung keberhasilan penyelenggaraan kemandirian pangan Daerah, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)
Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh : a. perseorangan; b. kelompok, dan/atau c. badan usaha.
(3)
Masyarakat baik secara perorangan maupun kelompok dapat berperan dalam : a. penyusunan Rencana pangan Daerah; dan
Penyelenggaraan
Kemandirian
b. pengembangan pangan untuk kepentingan umum. (4)
Peran badan usaha dalam penyelenggaraan kemandirian pangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan dalam rangka tanggungjawab sosial dan lingkungan perusahaan (corporate social responsibility), sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5)
Badan usaha di bidang pangan berperan dalam memberikan informasi kepada Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota tentang ketersediaan pangan yang dimiliki. BAB V INFRASTRUKTUR, SARANA DAN PRASARANA Pasal 22
Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota menyediakan infrastruktur, sarana, dan prasarana untuk mewujudkan kemandirian pangan Daerah.
BAB VI PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PENGENDALIAN Bagian Kesatu Pembinaan Pasal 23 Pemerintah Daerah melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan kemandirian pangan Daerah yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, melalui : a. pemberian pedoman penyelenggaraan kemandirian pangan Daerah; b. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi; c. pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan; dan d. penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi penyelenggaraan kemandirian pangan Daerah. Bagian Kedua Pengawasan Pasal 24 Pemerintah Daerah menyelenggarakan pengawasan penyelenggaraan kemandirian pangan Daerah.
terhadap
Bagian Ketiga Pengendalian Pasal 25 (1) Pemerintah Daerah melakukan pengendalian terhadap penyelenggaraan kemandirian pangan Daerah yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. (2) Bupati/Walikota bertanggungjawab untuk melakukan pengendalian terhadap penyelenggaraan kemandirian pangan Daerah di Kabupaten/Kota. BAB VII PEMBIAYAAN Pasal 26 Pembiayaan penyelenggaraan bersumber dari :
kemandirian
a. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah; dan b. sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
pangan
Daerah
BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 27 Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya, ditetapkan dengan Peraturan Gubernur. Pasal 28 Peraturan pelaksanaan Peraturan Daerah ini harus sudah ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak Peraturan Daerah ini diundangkan. Pasal 29 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Ogan Ilir.