Rilis Resmi mengenai Modern Slavery ABK Indonesia

Page 1

SURAT PEMBERITAHUAN No. 341/SPn/ALSANCI/X/2020 TENTANG RILIS RESMI HASIL DARI ALSA INDONESIA ONLINE CHAT DISCUSSION #1

Kami, Asian Law Students’ Association (ALSA) National Chapter Indonesia, merupakan organisasi mahasiswa yang mempunyai tujuan untuk mengembangkan pengetahuan serta wawasan hukum anggota dan masyarakat luas. Dalam rangka memenuhi tujuan tersebut, kami secara aktif membuat berbagai kajian dan diskusi hukum mengenai isu hukum yang berbeda. Salah satu diskusi hukum yang telah dilaksanakan yaitu ALSA Indonesia Online Chat Discussion #1 dengan hasil yang telah dituangkan dalam Rilis Resmi terlampir. Diskusi hukum tersebut bertemakan “Kontinuitas Praktik Modern Slavery terhadap Anak Buah Kapal Indonesia sebagai Refleksi Kusutnya Instrumen Hukum Indonesia” dan telah dihadiri oleh perwakilan National Board (Pengurus Nasional) ALSA National Chapter Indonesia periode 2020-2021 beserta 7 (tujuh) Local Chapter (LC), yaitu ALSA LC Universitas Gadjah Mada, ALSA LC Universitas Jember, ALSA LC Universitas Syiah Kuala, ALSA LC Universitas Sam Ratulangi, ALSA LC Universitas Jenderal Soedirman, ALSA LC Universitas Indonesia, dan ALSA LC Universitas Udayana. Demikian pemberitahuan dan Rilis Resmi ini kami buat agar dapat digunakan sebaik-baiknya. Atas perhatian dan pengertiannya, kami ucapkan terima kasih. Dikeluarkan di Tanggal

: Sleman : 21 Oktober 2020

Hormat kami, Asian Law Students’ Association National Chapter Indonesia Presiden

Secretary General

Khalifah Al Kays Yusuf

Anisa Alifia


RILIS RESMI No. 340/RR/ALSANCI/X/2020 “Kontinuitas Praktik Modern Slavery terhadap Anak Buah Kapal Indonesia sebagai Refleksi Kusutnya Instrumen Hukum Indonesia”

A. Latar Belakang Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU TPPO) menyatakan bahwa “Perdagangan orang adalah bentuk modern dari perbudakan manusia.” Dalam hal ini yang dapat dikatakan sebagai korban perbudakan modern adalah anak buah kapal (ABK) Indonesia yang bekerja di kapal ikan asing. Praktik perbudakan modern terhadap ABK Indonesia yang menjadi korban merupakan bentuk represi terhadap Hak Asasi Manusia. Salah satu penyebab terjadinya hal tersebut ialah penyaluran dan penempatan Pekerja Migran Indonesia yang dilakukan oleh agen-agen illegal yang sering terlibat dalam praktik perbudakan manusia. Dalam kasus a quo, para agensi penyalur ABK tidak bertanggungjawab dan tidak memperhatikan keberlangsungan hidup yang layak para ABK yang dipekerjakannya, yang seharusnya sudah menjadi kewajibannya untuk melakukan pengawasan terhadap keberlangsungan hidup para ABK.

B. Pembahasan Indonesia saat ini belum memiliki regulasi yang optimal dan secara spesifik mengatur tentang penempatan dan penyaluran Pekerja Migran Indonesia. Selama ini, para pelaku perbudakan modern tersebut dijerat dengan ketentuan Pasal 2 UU TPPO. Namun, ketentuan pasal ini tidak dapat menjaring pelaku perbudakan modern yang beroperasi di luar wilayah Republik Indonesia dikarenakan yurisdiksi pasal ini hanya berlaku di wilayah kedaulatan Republik Indonesia. Dalam hal terjadinya perbudakan di kapal ikan asing berbendera Tiongkok, sebenarnya Indonesia dan Tiongkok telah menandatangani Comprehensive Strategic Partnership Agreement (CSPA) yang seharusnya memiliki dampak yang signifikan terhadap upaya preventif dan represif terhadap kasus perbudakan modern yang dialami ABK Indonesia yang bekerja di kapal ikan asing berbendera Tiongkok. Namun, nyatanya CSPA bersifat abstrak dan tidak


mengikat, ditambah lagi dengan adanya ketimpangan atas relasi kuasa antara Indonesia dan Tiongkok. Adanya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 35 tahun 2015 tentang Sistem dan Sertifikasi Hak Asasi Manusia Pada Usaha Perikanan juga tidak dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan ini, dikarenakan peraturan tersebut hanya berlaku bagi kapal yang berada di wilayah kedaulatan NKRI. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia yang merupakan pembaruan dari UU Nomor 39 tahun 2004, menekankan peran Pemerintah perihal penempatan dan perlindungan pekerja migran Indonesia. Namun, pada kenyataannya hingga saat ini masih banyak terjadi praktik perdagangan manusia khususnya yang menimpa Anak Buah Kapal Indonesia yang disebabkan oleh kurangnya penegakan hukum dan kesadaran calon pekerja migran Indonesia untuk memiliki berkas yang lengkap sesuai dengan ketentuan di dalam perundang-undangan. Keberadaan Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 69 Tahun 2008 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Perpres 69/2008), juga masih menyisakan banyak pertanyaan terkait eksistensi dan kinerjanya. Tugas dari gugus tugas ini sebagaimana tertera dalam Pasal 4 Perpres 69/2008 yang mana apabila tugasnya dilaksanakan dan di implementasikan dengan baik maka dapat meminimalisir dan mempercepat proses penyelesaian masalah hukum bagi korban perdagangan orang seperti yang dialami oleh ABK Indonesia yang berada di kapal ikan asing. Namun pada kenyataannya keberadaan gugus tugas ini belum memberikan dampak yang signifikan bagi pemberantasan tindak pidana perdagangan orang.

C. Kesimpulan Regulasi dan lembaga yang dibuat untuk menanggulangi permasalahan perbudakan modern pada ABK Indonesia, hingga saat ini dinilai belum efektif untuk memberantas atau bahkan mengurangi kasus perdagangan orang, terkhusus kepada WNI yang berada diluar wilayah NKRI. Mulai dari lembaga penyalur yang tidak memiliki izin resmi serta tidak bertanggungjawab, hingga kurangnya kesadaran calon pekerja migran Indonesia dapat menjadi faktor pendorong terjadinya tindak pidana


perdagangan orang dan perbudakan di kapal asing. Terdapat pula timpang tindih kewenangan antar Lembaga dalam menangani kasus perdagangan orang di kapal asing yang membuat permasalahan ini semakin rumit.

D. Rekomendasi Maraknya kasus perdagangan orang yang menimpa pekerja migran Indonesia khususnya yang bekerja di kapal asing tentu sudah sepatutnya menjadi perhatian pemerintah untuk segera melakukan pembenahan dan memperbaiki sistem serta regulasi untuk melindungi hak para pekerja migran Indonesia. Maka, berdasarkan hasil diskusi dan pembahasan yang dilakukan oleh 7 (tujuh) Local Chapter yang menjadi peserta ALSA Indonesia Online Chat Discussion #1, terhadap isu “Kontinuitas Praktik Modern Slavery terhadap Anak Buah Kapal Indonesia sebagai Refleksi Kusutnya Instrumen Hukum Indonesia”, dengan ini menyatakan sikap dan memberikan rekomendasi kepada pemerintah, antara lain: •

Menolak dan mengecam keras segala tindakan dan pelaku praktik perbudakan modern (modern slavery) terhadap ABK Indonesia yang menurunkan harkat dan martabat serta menyalahi hak asasi manusia;

Mendesak pemerintah untuk menindak tegas agen-agen perekrutan ilegal dan kapal-kapal yang melakukan praktik perbudakan modern (modern slavery) terhadap awak kapalnya, khususnya terhadap ABK Indonesia;

Mendorong pemerintah untuk mengkaji ulang regulasi saat ini di sektor pekerja migran, khususnya perlindungan terhadap ABK Indonesia dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia setiap warga negara Indonesia;

Mendorong pemerintah untuk segera menciptakan sistem satu pintu terhadap proses penempatan, pengawasan, dan pelindungan terhadap ABK Indonesia melalui penerbitan aturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PMI) sebagaimana telah diamanatkan pada Pasal 64 UU PPMI, yaitu Peraturan Pemerintah tentang Penempatan dan Pelindungan Pelaut Awak Kapal dan Pelaut Perikanan dengan tetap memperhatikan perlindungan hak asasi manusia ABK Indonesia, sebagaimana termaktub dalam Pasal 27 ayat (2) UUD NRI 1945, Pasal 4 dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang


Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia sebagai bentuk perlindungan hukum bagi ABK Indonesia dari praktik perbudakan modern (modern slavery); •

Mendorong pemerintah untuk membuka ruang partisipasi publik dalam pembahasan Rencana Peraturan Pemerintah tentang Penempatan dan Pelindungan Pelaut Awak Kapal dan Pelaut Perikanan dengan melibatkan para akademisi dan para stakeholders terkait, agar terwujud keadilan yang menyeluruh dan sesuai dengan kebutuhan para ABK Indonesia;

Menegaskan komitmen kerja sama antara Indonesia dan Tiongkok melalui penguatan eksistensi dan efektivitas Sino-Indonesia Comprehensive Strategic Partnership Agreement (CSPA) sebagai upaya preventif, represif, dan kuratif terhadap praktik Modern Slavery pada ABK dengan menyusun aturan pelaksanaan serta sanksi-sanksi yang dapat dikenakan pada pihak yang melanggar komitmen terhadap klausula yang tercantum pada Sino-Indonesia CSPA;

Mendorong pemerintah untuk memastikan bahwa ketersediaan pekerjaan (job order) pada Kapal Penangkap Ikan Asing yang melibatkan ABK Indonesia, telah memiliki verifikasi dari negara asal pemberi kerja, serta memastikan bahwa ABK Indonesia telah memiliki dokumen perjanjian kerja yang sesuai dengan standar HAM Internasional;

Memaksimalkan koordinasi antarsektoral dalam hal penempatan dan perlindungan ABK Indonesia untuk menghindari tugas, pokok, dan fungsi yang tumpang tindih, mengingat hal penempatan dan perlindungan terhadap ABK Indonesia ditangani oleh beberapa stakeholders, seperti Kementerian Luar Negeri, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Perhubungan, Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Badan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, dan Atase Ketenagakerjaan;

Membentuk satuan tugas khusus di bawah Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia untuk mengoptimalkan pengawasan terhadap penempatan dan pelindungan ABK Indonesia dari potensi perdagangan manusia dan pelanggaran hak asasi manusia di atas Kapal Penangkap Ikan, mengingat tidak tetapnya wilayah/tempat kerja ABK indonesia sebagai pekerja migran dan pelacakan kapal yang harus menggunakan titik koordinat. Hal tersebut yang menjadikan pengawasan terhadap ABK Indonesia menjadi lebih kompleks.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.