STRATEGI MEMBANGUN PERTAHANAN DAN KEAMANAN NASIONAL DARI ANCAMAN CYBER ATTACK DI ERA POST-TRUTH1 NAMA: MUHAMMAD HARITS NIM: 02011381722396 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Oxford Dictionaries telah memberikan gelar "the word of 2016" untuk kata "Post-truth", Post Truth adalah kata sifat yang berarti suatu keadaan di mana daya tarik emosional lebih berpengaruh dalam membentuk opini publik daripada fakta yang objektif. 2 Argumentasi ini bukanlah tanpa alasan. Apabila kita tarik sedikit ke belakang, dinamika dunia internet lima atau 10 tahun lalu sangatlah berbeda dengan saat sekarang. Dulu, internet bersifat tekstual, sangat terdesentralisasi, penuh dengan informasi dan pengetahuan yang kaya dengan materi maupun latar belakang yang beragam. Membaca internet lima atau 10 tahun lalu seperti membaca buku di perpustakaan yang komplet.3 Sayangnya Media social (internet) saat ini tidak membuat kita menjadi lebih bodoh, tetapi ia berpotensi mengubah berita menjadi disinformasi. Disinformasi adalah informasi yang salah tempat (misplaced), tidak relevan, terfragmentasi, dan superfisial. Informasi jenis ini menciptakan ilusi seolah kita mengetahui sesuatu hal, padahal kita justru sedang menjauh dari fakta yang sesungguhnya.4 Dan juga Era Post-Truth dapat disebut sebagai pergeseran sosial spesifik yang melibatkan media arus utama dan para pembuat opini. Fakta-fakta bersaing dengan hoax dan kebohongan untuk dipercaya oleh publik. Media mainstream yang dulu dianggap salah satu sumber kebenaran harus menerima kenyataan semakin tipisnya pembatas antara kebenaran dan kebohongan, kejujuran dan penipuan, fiksi dan non-fiksi. Tertangkapnya para pengelola “bisnis hoak” dan kabar bohong Saracen, menunjukan bahwa fenomena Post-Truth juga terjadi di Indonesia. Sebagai salah satu negara dengan pengguna internet terbesar di dunia, Indonesia potensial menjadi target fenomenan Post-Truth. Baik untuk tujuan ekonomi maupun kepentingan politik.5 1 Ditulis sebagai syarat untuk mendaftar delegasi munas alsa indonesia. 2 Nofie Iman, “Post-truth dan Medsos di Indonesia”. Republika, Kamis 15 December 2016 14:00 WIB. (http://www.republika.co.id/berita/koran/opini-koran/16/12/15/oi7ss211-posttruth-dan-medsos-di-indonesia) 3 Ibid. 4 Ibid. 5 Eko Sulistyo, “Media Sosial dan Fenomena “Post-Truth””. Kantor Staf Presiden/Koran Sindo, Selasa, 28 November 2017. (http://ksp.go.id/media-sosial-dan-fenomena-post-truth/index.html)
Fenomena Post-Truth di Indonesia dapat meluas karena empat sebab. Pertama, kemajuan teknologi informasi yang asimetris dengan kapasitas adaptasi pemerintah dan masyarakat. Kedua, adanya kompetisi politik yang tidak berkesudahan sejak pilpres 2014. Ketiga, adanya dukungan dari masyarakat tertentu pada ideologi ekstrim anti Pancasila. Keempat, adanya kegelisahan dengan perubahan dan perbaikan sistem yang dilakukan pemerintahan saat ini.6 Internet bisa digunakan siapa saja entah individu, badan usaha, bahkan Negara sekalipun. Dalam hal kenegaraan Internet berfungsi sebagai salah satu sarana untuk melakukan hubungan dengan Negara satu dengan Negara lainnya salah satu contohnya adalah Internet digunakan sebagai sarana untuk melakukan hubungan Diplomatik secara jarak jauh. Tidak hanya digunakan untuk sarana melakukan hubungan Diplomatik saja, Baru-baru ini dapat dijumpai teknologi Internet digunakan oleh Negara-Negara yang bersengketa sebagai jalan lain untuk melancarkan serangan terhadap Negara lawannya secara tidak langsung.7 Sebagai salah satu contoh adalah Cyber-attack Amerika terhadap Reaktor pembangkit listrik tenaga nuklir milik negara Iran yang menjadi pokok bahasan pada penelitian ini. Cyberattack yang dilakukan Amerika Serikat dilatar belakangi oleh hal-hal bersifat politik.8 Indonesia saat ini tengah dalam keadaan mendesak cyber-security atau keamanan dunia maya karena melihat kenyataan bahwa tingkat kejahatan di dunia maya atau cyber crime di Indonesia sudah mencapai tahap memprihatinkan. Namun berbeda dengan penanganan kejahatan lainnya, cyber-security membutuhkan pemikiran yang komprehensif untuk menanganinya. Karena itu tulisan ini membahas tentang bagaimana kebijakan cyber-security yang telah dijalankan di Indonesia selama ini dan bagaimana prospek dan tantangan bagi pengembangan kebijakan cyber-security di Indonesia.9 Oleh karena itu dibentuklah Badan Siber dan Sandi Negara sebagai upaya negara dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dari berbagai fitnah, ujaran kebencian, serta berita bohong (hoax) di media sosial. Sebab, empat tahun belakangan terakhir memang ujaran kebencian dan maraknya berita hoax terjadi di media sosial. 10 Sebab, aturan pidana terhadap pelanggaran berita bohong dan ujaran kebencian dalam KUHP dan UU No. 19 Tahun 6 Ibid. 7 Miko Aditiya Suharto, “Studi Kasus Cyber attack Negara Amerika Serikat Terhadap Program Pengembangan Nuklir Negara Iran Pada Tahun 2009”. Universitas Brawijaya, Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Kesarjanaan Dalam Ilmu Hukum. 2015 8 Ibid. 9 Handrini Ardiyanti, “Cyber-Security dan Tantangan Pengembangannya di Indonesia”. 10 Rofiq HIdayat, “Menanti Kerja Badan Siber Berantas Cyber Crime”. HukumOnline, Rabu, 03 January 2018. (http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5a4c9d209ffe8/menanti-kerja-badan-siber-berantas-cyber-crime)
2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) ternyata masih belum cukup menekan perilaku tercela tersebut. Karena itu, dibutuhkan Badan Siber dan Sandi Negara yang menangani berbagai kejahatan siber dan menangkal maraknya ujaran kebencian di media sosial.11
1.2 Rumusan Masalah a. Bagaimana Landasan Hukum Penangan Cyber Crime di Indonesia?
2. PEMBAHASAN 2.1 Landasan Hukum Penangan Cyber Crime di Indonesia Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto mengatakan, pemerintah melihat adanya urgensi untuk membentuk Badan Siber Nasional. "Cyber attack di Indonesia sangat besar. Negara lain juga begitu, tapi indonesia termasuk negara yang mendapat serangan yang besar karena pengguna internetnya banyak sekitar 139 juta. Karena itu kita butuh satu badan yang memproteksi kegiatan siber nasional," ujar Wiranto di kantor Kemenko Polhukam, Kamis (5/1/2017).12 Wiranto menuturkan, jika sudah terbentuk Badan Siber Nasional akan memproteksi arus lalu lintas siber terutama di bidang e-commerce, perbankan dan menyangkut persoalan jasa keuangan.13 Pengaturan tindak pidana Cyber Attack dalam bentuk formil diatur dalam UndangUndang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”). Ini beberapa contoh pengaturan siber di Indonesia sebagai berikut. Pertama, Distribusi atau penyebaran, transmisi, dapat diaksesnya konten illegal, yang terdiri dari: kesusilaan (Pasal 27 ayat [1] UU ITE); perjudian (Pasal 27 ayat [2] UU ITE); penghinaan atau pencemaran nama baik (Pasal 27 ayat [3] UU ITE); pemerasan atau pengancaman (Pasal 27 ayat [4] UU ITE); berita bohong yang menyesatkan dan merugikan konsumen (Pasal 28 ayat [1] UU ITE); menimbulkan rasa kebencian berdasarkan SARA (Pasal 28 ayat [2] UU ITE); mengirimkan informasi yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi (Pasal 29 UU ITE). Kedua, Dengan cara apapun melakukan akses illegal (Pasal 30 UU ITE). Terakhir, Intersepsi illegal terhadap informasi atau dokumen elektronik dan Sistem Elektronik (Pasal 31 UU ITE);14
11 Ibid. 12 Kristian Erdianto, ” Menko Polhukam: "Cyber Attack" di Indonesia Sangat Besar”. Kompas.com, 06/01/2017. (http://nasional.kompas.com/read/2017/01/06/10022771/menko.polhukam.cyber.attack.di.indonesia.sangat.besar ) 13 Ibid.
Selain mengatur tindak pidana Cyber attack materil, UU ITE mengatur tindak pidana siber formil, khususnya dalam bidang penyidikan. Pasal 42 UU ITE mengatur bahwa penyidikan terhadap tindak pidana dalam UU ITE dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP�) dan ketentuan dalam UU ITE. Artinya, ketentuan penyidikan dalam KUHAP tetap berlaku sepanjang tidak diatur lain dalam UU ITE. Kekhususan UU ITE dalam penyidikan antara lain: pertama, Penyidik yang menangani tindak pidana siber ialah dari instansi Kepolisian Negara RI atau Kementerian Komunikasi dan Informatika. Kedua, Penyidikan dilakukan dengan memperhatikan perlindungan terhadap privasi, kerahasiaan, kelancaran layanan publik, integritas data, atau keutuhan data. Ketiga, Penggeledahan dan atan penyitaan terhadap Sistem Elektronik yang terkait dengan dugaan tindak pidana harus dilakukan atas izin ketua pengadilan negeri setempat; Dalam melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan Sistem Elektronik, penyidik wajib menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan umum.15 Menurut Pasal 1 angka (1) Undang- Undang No 36 Tahun 1999, Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan/atau penerimaan dan setiap informasi dalam bentuk tandatanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.16 Selain mengatur tentang ITE Indonesia juga mengatur cyber crime apabila terjadi Tindak Terorisme melalui Internet, Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yang mana dalam Undang-Undang ini mengatur mengenai alat bukti elektronik sesuai dengan Pasal 27 huruf b yaitu alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.17 3. PENUTUP 3.1 Kesimpulan Cyber Attack merupakan aktivitas kejahatan dengan menggunakan fasilitas computer atau jaringan computer tanpa ijin dan melawan hukum, baik cara mengubahnya atau tanpa perubahan (kerusakan) pada fasilitas komputer yang dimasuki atau digunakan, atau kejahatan yang dengan menggunakan sarana media elektronik internet karena dikategorikan sebagai kejahatan dunia maya, atau kejahatan di bidang komputer dengan cara illegal, Dapat pula dikategorikan sebagai kejahatan komputer yang ditujukan kepada sistem atau jaringan komputer, yang mencakup segala bentuk baru kejahatan yang menggunakan bantuan sarana media 14 “Landasan Hukum Penanganan Cyber Crime di Indonesia�. HukumOnline, Jumat, 18 Januari 2013. (http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl5960/landasan-hukum-penanganan-cyber-crime-di-indonesia) 15 Ibid. 16 Ibid. 17 Ibid.
elektronik internet. Terlebih lagi di Era Post-truth dimana Suatu fakta sangat sulit ditemukan lagi dikarenakan Era Post-Truth dapat disebut sebagai pergeseran sosial spesifik yang melibatkan media arus utama dan para pembuat opini. Fakta-fakta bersaing dengan hoax dan kebohongan untuk dipercaya oleh publik. Media mainstream yang dulu dianggap salah satu sumber kebenaran harus menerima kenyataan semakin tipisnya pembatas antara kebenaran dan kebohongan, kejujuran dan penipuan, fiksi dan non-fiksi.
3.2 Daftar Pustaka Nofie Iman, “Post-truth dan Medsos di Indonesia”. Republika, Kamis 15 December 2016 14:00 WIB. (http://www.republika.co.id/berita/koran/opini-koran/16/12/15/oi7ss211-posttruth-danmedsos-di-indonesia) Eko Sulistyo, “Media Sosial dan Fenomena “Post-Truth””. Kantor Staf Presiden/Koran Sindo, Selasa, 28 November 2017. (http://ksp.go.id/media-sosial-dan-fenomena-post-truth/index.html) Miko Aditiya Suharto, “Studi Kasus Cyber attack Negara Amerika Serikat Terhadap Program Pengembangan Nuklir Negara Iran Pada Tahun 2009”. Universitas Brawijaya, Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Kesarjanaan Dalam Ilmu Hukum. 2015 Handrini Ardiyanti, “Cyber-Security dan Tantangan Pengembangannya di Indonesia”. Rofiq HIdayat, “Menanti Kerja Badan Siber Berantas Cyber Crime”. HukumOnline, Rabu, 03 January 2018. (http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5a4c9d209ffe8/menanti-kerja-badansiber-berantas-cyber-crime) Kristian Erdianto, ” Menko Polhukam: "Cyber Attack" di Indonesia Sangat Besar”. Kompas.com, 06/01/2017. (http://nasional.kompas.com/read/2017/01/06/10022771/menko.polhukam.cyber.attack.di.indone sia.sangat.besar) “Landasan Hukum Penanganan Cyber Crime di Indonesia”. HukumOnline, Jumat, 18 Januari 2013. (http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl5960/landasan-hukum-penanganan-cybercrime-di-indonesia)