RESUME HUKUM ASURANSI STUDY CLUB ALSA LC UNSOED 2016-2017 A. Pengaturan Asuransi KUHPerdata KUHD (Ps. 246 s/d 308) UU Nomor 2 Th 1992 tentang Usaha Perasuransian Keppres RI No. 40 Th ttg Usaha di Bidang Asuransi Kerugian Keputusan Menteri Keuangan RI No. 1249/KMK.013/1988 ttg Ketentuan & Tata Cara Pelaksanaaan Usaha di Bidang Asuransi Kerugian KMK RI No. 1250/KMK.013/1988 ttg Usaha Asuransi Jiwa. B. Pengertian Asuransi Pasal 246 KUHD: Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu. Asuransi (pertanggungan) adalah perjanjian dua pihak, dengan nama pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, utk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yg diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan (Ps 1 UU No. 2/1992). C. Tiga hal dlm Asuransi 1. Penanggung: pihak yang berjanji membayar jika peristiwa pada unsur ke tiga terlaksana. 2. Tertanggung: pihak yang berjanji membayar uang kepada pihak penanggung. 3. Suatu peristiwa belum tentu akan terjadi (evenement) D. Unsur-unsur Psl 246 KUHD
1. Adanya kepentingan (Psl 250 jo 268 KUHD) 2. Adanya peristiwa tak tentu 3. Adanya kerugian E. Perbedaan Asuransi dg Perjudian 1. Thd perjudian/pertaruhan UU tdk memberikan akibat hukum. Dari perjudian yg timbul adlh naturlijke verbintenis, sdgkan dari asuransi timbul suatu perikatan sempurna. 2. Kepentingan dalam asuransi adalah karena adanya peristiwa tak tentu itu utk tdk terjadi, di luar/sebelum ditutup perjanjian. Sdgkan perjudian kepentingan atas peristiwa tdk tentu itu baru ada pd kedua belah pihak dengan diadakannya perjudian/perj pertaruhan. F. Syarat Syahnya Perj. Asuransi -Diatur dalam Psl 1320 KUHPdt -Ditambah ketentuan Psl 251 KUHD ttg pemberitahuan (notification), ykni tertanggung wajib memberitahukan kpd penanggung mengenai keadaan obyek asuransi. Apabila lalai maka pertanggungan menjdi batal G. Saat terjadinya Perj. Asuransi 1. Asuransi bersifat konsensual-perjanjian harus dibuat tertulis dlam suatu akta yg disebut Polis (Psl 255 ayat (1) jo 258 (1) KUHD) 2. Pembuktian adanya kata sepakat – polis belum ada pembuktian dilakukan dg sgl catatan, nota, surat perhitungan, telegram 3. Pembuktian janji-janji dan syarat-syarat khusus– harus tertulis dalam polis, jika janji-janji/syarat2 khusus tidak tercantum dlm polis maka janji2 tsb diaggap tdk ada (batal). H. Polis sebagai Bukti Tertulis Isi Polis (kecuali asuransi jiwa)/Psl 256 KUHD: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Hari pembuatan perjanjian asuransi Nama tertanggung, utk diri sendiri atau utk org ketiga. Uraian yg jelas mengenai benda obyek asuransi Jumlah yg dipertanggungkan. Bahaya2 yg ditanggung oleh penanggung. Saat bahaya mulai berjalan & berakhir yg menjadi tanggungan penanggung. Premi asuransi
8. Umumnya semua keadaan yg perlu diketahui oleh penanggung & segala syarat yg diperjanjikan antara pihak-pihak. Dlm polis juga hrs dicantumkan isi polis dr berbagai asuransi yg diadakan lebih dahulu (sebelumnya), dg ancaman batal jika tidak dicantumkan (Psl 271, 272, 280, 603, 606, 615 KUHD). I. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Klausula dlm Polis Klausula Premier Risque Klausula All Risk (kecuali 276 & 249 KUHD). Klausula sudah mengetahui Klausula renuntiatie (renunciation) Klausula from Particular Average (FPA) Klausula with Particular Average (WPA)
J. Asuransi utk Pihak Ketiga Harus dinyatakan dg tegas dlm polis, jika tidak tertanggung dianggap telah diadakan utk dirinya sendiri. Cara mengadakan asuransi pihak ke 3: 1. Pemberian kuasa umum (general autorization) 2. Pemberian kuasa khusus (Special autorization) 3. Tanpa Kuasa (without autorization) Kewajiban Pemberitahuan dari Tertanggung: Syarat syahnya pertanggungan/asuransi Setiap pemberitahuan yg keliru atau tdk benar, atau setiap tdk memberitahukan hal-hal yg diketahui oleh tertanggung walaupun dg itikad baik, shg seandainya penanggung setelah dia mengetahui keadaan sebenarnya benda itu dia tdk akan mengadakan asuransi, atau dg syarat2 yg demikian itu, mengakibtkan batalnya asuransi. K. Obyek Asuransi Benda dan jasa, jiwa dan raga kesehatan manusia, tanggung jawab hukum, serta semua kepentingan yang dapat hilang, rusak, rugi dan atau berkurang nilainya. L. Pembagian Jenis Asuransi 1. Asuransi Kerugian 2. Asuransi Jumlah (sejumlah uang) 3. Asuransi Campuran M. Jenis Asuransi Menurut Psl 247 KUHD antara lain: 1. Asuransi thd bahaya kebakaran. 2. Asuransi thd bahaya yg mengancam hasil pertanian yg belum dipaneni. 3. Asuransi jiwa.
4. 5. N. 1.
Asuransi thd bahaya di laut. Asuransi pengangkutan darat & perairan darat. Prinsip-Prinsip dlm Asuransi Prinsip Kepentingan yg dapat diasuransikan (insurable interest) : hak subyektif yg mungkin akan lenyap atau berkurang krn peristiwa tdk tentu. 2. Prinsip Itikad Baik (Utmost Goodfaith) 3. Prinsip Keseimbangan (Idemniteit Principle) 4. Prinsip Subrograsi (Subrogration Principle) 5. Prinsip Sebab akibat (Causaliteit Principle) 6. Prinsip Kontribusi 7. Prinsip Follow the Fortunes, berlaku bg re-asuransi. 8. Prinsip Kepentingan yg dapat diasuransikan (insurable interest) : hak subyektif yg mungkin akan lenyap atau berkurang krn peristiwa tdk tentu. 9. Prinsip Itikad Baik (Utmost Goodfaith) 10. Prinsip Keseimbangan (Idemniteit Principle) 11. Prinsip Subrograsi (Subrogration Principle) 12. Prinsip Sebab akibat (Causaliteit Principle) 13. Prinsip Kontribusi 14. Prinsip Follow the Fortunes, berlaku bg re-asuransi.
O. Jenis Usaha Perasuransian 1. Usaha Asuransi Kerugian, jasa dlm penanggulangan risisko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung jawab hk kpd pihak ketiga, yg timbul dr peristiwa tdk pasti. 2. Usaha Asuransi Jiwa, jasa dalam penanggulangan risiko yg dikaitkan dg hidup/matinya seseorang yg dipertanggungkan. 3. Usaha Reasuransi yg memberikan jasa dalam pertanggungan ulang thd risiko yg dihadapi oleh Perusahaan Asuransi Kerugian dan Perusahaan Asuransi Jiwa.
MATERI HPI Pengajar: Prof. Tri Lisiani Prihatinah,S.H.,M.A.,Ph.D. TA Gasal 2015/2016 UJIAN TENGAH SEMESTER
-----------------------------------------------------------------------------------------
Pertemuan 1: Kontrak Pembelajaran JADWAL KULIAH: Pertemuan
Topik (materi)
BAB (dari buku Sudargo G)
1
Kontrak Pembelajaran
-
2
1.Pendahuluan
-
2. Status Personil
III
3.Kwalifikasi
V
4.Renvoi
IV
5.Ketertiban Umum
VI
6.Penyelundupan Hukum
VII
7.Hak2 Yang Diperoleh
IX
8.Pilihan Hukum
VIII
3
4
5
6
9. Persoalan Pendahuluan 10.Perkawinan beda agama di Luar Negeri
7
Presentasi
X Artikel -
Pertemuan ke-2:
1.PENDAHULUAN A. ISTILAH HPI
Hukum perdata? Yaitu hubungan hukum perorangan dalam hubungan keluarga (badan pribadi atau harta kekayaan) dan pergaulan masyarakat (baik yang bersifat absolute contohnya hukum benda, maupun relatif contohnya hukum perikatan) absolut Pergaulan masyarakat- hk harta kekayaan relatif Hh perdata Hk ttg orang Perhubungan keluarga Hk keluarga Hk waris = hk keluarga + hk harta kekayaan
Istilah HPI diperkenalkan oleh GGS tahun 1972/1973 di Cipanas dalam konsorsium ilmu hukum. Dulu HATAH namanya Conflict of Laws (hukum perselisihan), hal ini tidak tepat karena seolah-olah ada bentrokan / tabrakan dua atau lebih sistem hukum yang bertemu. Padahal sistem hukum tersebut tidak bentrok dibuktikan dengan teori Alf Ross dengan “Inter Legal Law”nya. Ia mengatakan masalah HPI bukan hanya hukum perdatanya saja, tetapi ada sistem hukum tata negara, hukum pidana dsb. Logeman memberikan istilah “Inter recht Orden Recht”.
Istilah HPI beda ditiap-tiap negara: Inggris: International Private Law
Denmark: International Private Recht
HPI bagian dari HATAH (menurut GGS: HPI merupakan bagian dari hukum nasional, bukan hukum internasional). Sementara ahli HI lain - Muktar Kusumaatmaja – berbeda pendapat dimana HPI bagian dari hukum internasional karena pengertian HI dalam arti luas meliputi hukum publik dan hukum privat (dalam bukunya “Pengantar HI”). Sehingga di UNPAD HPI masuk dalam jurusan HI.
HATAH: 1. HATAH Intern (HAW, HAT, HAG) 2. HATAH Ekstern - HPI, tersangkut 2 teori dari HATAH; a. Lingkungan kuasa hukum (gabied leer) teori dari Hans Kelsen dan dikembangkan oleh Longeman b. TTP – point of contact / aanknopping punten. 2 kontradiksi dari istilah “HPI Indonesia” dimana “perdata internasional” menunjuk pada hukum perdata, bukan hukum publik (internasionalya), sementara “Indonesia” menunjuk pada nasional (Indonesia), bukan internasional. Hal ini menimbulkan 2 aliran dalam HPI: 1. Internasionalistis 2. Nasionalistis Ad 1: Aliran pertama berisi dikehendakinya HPI sebagai sistem hukum yang supra-nasional. Artinya hanya ada satu HPI yang berlaku untuk seluruh dunia. Aliran ini hapus karena 2 alasan: 1. dengan adanya lembaga PBB yang mengakui tiap2 negara punya HPInya sendiri2, tergantung jumlah negara merdeka yang ada. 2. Dilihat dari segi teoritis yaitu masalah perbedaan ‘status personil seseorang’ dihadapan hukum, yang dapat digolongkan menjadi 2: a. Nasionalitas (kewarganegaraan) Contohnya Indonesia menganut nasionalitas dengan dasar hukum pasal 16 AB. b. Tempat tinggal (domisili) Contohnya Inggris dan Amerika. Contoh kasusnya penunjukan kembali dimana WN Inggris yang punya warisan banyak meninggal di Surabaya tanpa mempunyai ahli waris. Hakim Surabaya bertanya ke kedutaan Inggris, ternyata Inggris menganut prinsip domisili. Sementara ada negara yg tidak punya pendirian tegas ttg status wewenang dengan memilih yang paling menguntungkan. Seperti Rusia, Venezuela dan Australia. Ad 2: Tiap negara punya HPI nya sendiri-sendiri. Tambahan: ICJ (International Court of Justice) yg merupakan salah satu organh utama PBB yg kusus memberikan nasihat dlm hukum, sedikit pengaruhnya karena putusan ICJ hanya bersifat advisory
opinion. Tapi Mahkamah Internasional terhadap Indonesia pernah berjasa dalam kasus tembakau Bremen (Indonesia menang). B. SUMBER HUKUM HPI 2 sumber hukum HPI: 1. Tertulis a. Perundang-undangan b. Traktat 2. Tidak tertulis a. Kebiasaan b. Yurisprudensi c. Doktrin (termasuk literature) Contoh traktat yaitu traktat Den Haag 1902 dan 1905 (ttg perkawinan campuran internasional berlaku hukum calon suami). Tetapi dengan UU nomor 12 tahun 2006 prinsip ini berubah dimana anak dapat mempunyai dwikewarganegaraan sampai usia 18 tahun. Sumber hukum tertulis HPI Indonesia hanya pasal 16, 17, 18 AB. Pasal 22 AB: hakim akan dituntut jika menolak mengadili karena tidak adanya peraturan. Hal ini karena sering terjadi kekosongan hukum dalam masalah HPI, sehingga sumber hukum tidak tertulis menjadi sangat penting. Sebagai perbandingan Pasal 1 BW Swiss: jika dalam HPI tidak ada peraturannya, maka hakim harus mencari dalam hukum kebiasaan. Dalam menemukan hukumnya, hakim harus memperhatikan cara2 Sarjana Hukum (terutama HPI) dalam menyelesaikan perkara, pendapat penulis dan yurisprudensi asing. Selain asas2 umum yg merupakan tradisi Sarjana Hukum HPI, sehingga putusannya benar2 putusan yg hidup (living law). C. DEFINISI HPI Menurut GGS HPI adalah “keseluruhan peraturan atau keputusan hukum yg menunjukkan stelsel hukum manakah yang berlaku atau apakah yang merupakan hukum jika hubungan-hubungan dan peristiwa-peristiwa antara warga negara pada satu waktu tertentu memperlihatkan titik2 pertalian dengan stelsel2 dan kaidah2 hukum dari 2 atau lebih warga negara yg beda dalam lingkungan kuasa, tempat, pribadi dan soal2”. Perhatikan beberapa hal penting dari definisi di atas: “…yg menunjukkan stelsel hukum manakah yg berlaku…” merupakan kaidah penunjuk (reference rule) – di Indonesia hanya 3 pasal: 16, 17, 18 AB. 1. Pasal 16 AB: tentang status dan wewenang seseorang. Dalam hal ini berlaku hukum nasional warga negara ybs (asas lex patriae). Pasal 16 AB harus dianalogikan terhadap orang asing dimana harus dinilai menurut hukum asing itu sendiri. Pasal ini merupakan doktrin umum internasional. Misalnya perkawinan harus berlaku hukum nasionalnya sendiri. Pasal ini erat hubungannya dengan traktat Den Haag 1902 tentang kawin campur internasional (yang berlaku hukum si suami) 2. Pasal 17 AB: tentang benda2 tetap atau tidak bergerak (lex resitae) berlaku hukum dari negara dimana benda itu berada. Co: Istri dari pegawai pertamina yg menyimpan surat berharga di Singapore – pasal 17.
3. Pasal 18 AB: tentang cara atau tindakan hukum / perbuatan hukum – hukum yg berlaku adalah hukum dari negara dimana cara dilakukan (asasnya bernama locus regit actum). Co: surat wasiat, orang sakit minta berobat. “…apakah yg merupakan hukum” merupakan kaidah mandiri (own rule). “…berbeda dalam lingkungan kuasa, tempat, pribadi dan soal2…” dalam hal ini GGS menunjuk teori lingkungan kuasa hukum dari Hans Kelsen dan Longeman sehingga skema HPI dapat digambarkan sbb:
WW T P S negara X
T P S negara Y
W= Waktu; T=Tempat; P=Person/orangnya; S=Soal/masalahnya Definisi HPI menurut Meijers, van Brakael, Matin Wolf, Cheshire cari sendiri. Dari beberapa definisi tersebut maka HPI adalah “perkara perdata yg bercorak internasional”. Menurut Cheishere perkara internasional adalah perkara yg mengandung unsur asing. Secara teoritis unsur asing tersebut merupakan titik pertalian yaitu Titik Taut Primer atau Titik Taut Pembeda (adalah fakta yg menunjukkan hubungan hukum perdata internasional) sebab menghubungkan fakta2/peristiwa2/unsur2 dengan sistem hukum tertentu. Perkara yg mengandung unsur asing selalu diikitu dengan pertanyaan: Hukum manakah yg berlaku? inilah yg merupakan Titik Taut Sekunder (Titik Taut Penentu) baik berupa kaidah penunjuk maupun kaidah mandiri. D. MEKANISME HPI Mekanisme / cara kerja HPI dalam menyelesaikan perkara internasional: 1. Langkah pertama: menunjuk pada sistem hukum tertentu (reference rule) apakah itu hukum nasional atau hukum asing 2. Langkah kedua: apakah peraturannya sendiri langsung menyelesaikan masalahnya sendiri (tanpa ketentuan penunjuk). Disebut ketentuan mandiri. GGS menyebutnya dengan ketentuan swatantra (own rule)
2.STATUS PERSONIL 2 prinsip: 1. Prinsip kewarganegaraan yaitu dalam menentukan status personil seseorang berdasarkan kewarganegaraan orang yang bersangkutan. Banyak dianut negara Eropa kontinental. Mengedepankan segi personalistis. 2. Prinsip domisili yaitu menentukan status personil seseorang berdasarkan hukum yang berlaku dimana ia berada (domisili). Banyak dianut negara Anglo Saxon. Mengedepankan segi teritorialitas. Masing-masing negara mempunyai alasan masing2 mengapa mereka menganut prinsip domisili atau nasionalitas. Cari dibukunya Sidarta Gautama. 1. 2. 3.
Alasan yg pro prinsip kewarganegaraan: Cocok untuk perasaan hukum seseorang; Sifatnya lebih permanen; Lebih membawa kepastian;
Alasan yg pro domisili: 1. Sesuai dng hukum dimana yg bersangkutan hidup; 2. Prinsip kewarganegaraan memerlukan bantuan prinsip domisili (dalam hal terdapat perbedaan kewarganegaraan); 3. Seringkali hukum domisili sama dengan hukum hakim; 4. Cocok dalam negara pluralisme hukum; 5. Menolong dimana prinsip kewarganegaraan tidak dapat dilaksanakan; 6. Demi kepentingan adaptasi dari negara imigran; Pertemuan 3:
3.KWALIFIKASI Pengajar: Tri Lisiani Prihatinah <Pengertian> - Adalah penyalinan fakta sehari-hari kedalam kotak2 hukum atau ketentuan2 hukum. - Mengapa kwalifikasi ini timbul? karena kadang2 setiap sistem hukum di negara2 memberikan pengertian yang berbeda2 untuk masalah yg sama. Misalnya: 1. Pengertian domisili di Indonesia lain dengan di Inggris (domicilie origin, domicilie of choice, doctrine of revival); 2. Orang Indonesia yang akan kawin termasuk dalam hukum acara Indonesia tentang ijin yg harus dipenuhi. Contoh: perkawinan antar agama merupakan alasan pelarangan. Sementara di negara lain ada yg menganut hukum materiil. 3. Apa yg dimaksud dengan “tempat” dalam hubungan hukum lex contractus: a. Pendapat 1: Tempat dilaksanakannya perjanjian adalah tempat diterimanya penawaran. b. Pendapat 2: yaitu tempat diadakannya perjanjian (lex loci contractus); c. Pendapat 3: yaitu tempat akibat timbulnya perbuatan dilakukan (lex loci solutionis). 4. Dalam perbuatan melawan hukum berlainan kualifikasinya.
Misalnya: Polisi di negara A mengejar penjahat dan menembaknya dinegara B sehingga meninggal di negara C. Dimana perbuatan melawan hukum dilakukan? Menurut HPI AS ukurannya “termpat dimana akibat yg merugikan terwujud”. HPI Perancis titik beratnya diletakkan pada “tempat dimana benar2 perbuatan melawan hukum dilakukan”.
fakta menyalin istilah hukum Contoh: waris anak luar kawin: a marriage de facto --- dapat warisan b. tidak yuridis dan biologis ----- tidak dapat warisan (hrs dibuktikan terlebih dahulu dng teknologi/ Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010) Secara garis besar ada 3 macam kwalifikasi: 1. Kwalifikasi menurut lex fori (yaitu menurut hukum hakim) 2. Kwalifikasi menurut lex causae (yaitu menurut hukum warga negara dari yg berperkara yang dipergunakan untuk menyelesaikan persoalan HPI ybs) 3. kwalifikasi secara otonom (yaitu berdasarkan metode perbandingan). 4. RENVOI Pengajar: Tri Lisiani Prihatinah Masih perlu dikembangkan: Latar belakang, syarat, macam, tanggapan, alasan dianutnya R oleh negara Pengertian? Sifat HPI?
Nasional --- boleh R (teori communitas) Supra nasional --- tolak R 1. AP X beda AP Y
Syarat Renvoi,
- Sachnorm-verweisung (langsung menunjuk materi hukumnya) --- tidak bisa renvoi 2. Pandangan diterima - Gesamt-verweisung (hk.materiil+AP)
dapat R ditolak 1
1. Remission (single R)
/ penunjukan kembali
(A
Jenis R
B) 2
2. Transmission (double R) / penunjukan lebih lanjut (jauh)
(A
B 1
Contoh 1: Rita digugat cerai suaminya yang orang Inggris di Indonesia. Solusi: 1 Indonesia anut nasionalitas sehingga dipakai hukum Inggris.
C) 2
2. Menurut hukum Inggris yang menganut asas domisili, maka terserah hukum dimana orang Inggris tersebut bertempat tinggal sehingga terserah hukum Indonesia Oleh karena itu kalau Indonesia menerim remission, maka diberlakukan hk Indonesia. Tetapi jika Indonesia menolak remission, maka berlaku hukum Inggris. Contoh 2: Hakim Indonesia harus memutus sengketa antara WN Inggris yang tinggal di Perancis Solusi: 1. Indonesia: 16AB maka berlaku hukum Inggris; 2. Menurut hk Inggris yang berprinsip domisili, maka dipakai hukum Perancis dimana orang tersebut bertempat tinggal menerima 2 Indonesia menerapkan hukum Perancis 3. Indonesia menolak 2 Indonesia menerapkan hukum Inggris Skema: Indonesia Inggris Perancis (nasionalitas) (domisili) Jk Ind OK renvoi maka berlaku hk Perancis Jk Ind tolak renvoi maka berlaku hk Inggris Di Inggris oleh Sir Jennier --- Foreign Court Theory / Doctrine (FCT / FCD). ---- hakin seolah-olah duduk di kursi hakim asing, maka diterapkan hukum asing. Contoh: ď&#x201A;ˇ Janda WN Inggris meninggal di Italia. Ia membuat surat wasiat bahwa anak tidak dapat warisan. Persoalannya sah tidak wasiat? hukum mana yang berlaku Solusi: Tahap 1 : HPI Inggris ---menunjuk hukum Italia Tahap 2 : Hakim Inggris seolah2 sebagai hakim Italia. Hakim Italia dalam hal ini menunjuk hukum nasional orang yang bersangkutan yaitu hukum Inggris (2). Oleh hakim Inggris yang berprinsip domisili, maka hukum Italia sebagai domisili terakhir (3). Diterima atau ditolak? Italia menolak, maka hukum Inggris yang diterapkan. Tetapi jika Italia menerima renvoi, maka hukum Italia yang berlaku. Inggris (dom)
1
Italia (nas): meninggal
2 3
Jika Italia menerima, maka hk Italia yg berlaku Jika Italia menolak, maka hk Inggris
R di Indonesia? cenderung menerima R, hal ini merupakan penerobosan terhadap asas konkordasi (karena Belanda menolak R) â&#x20AC;&#x201C; hal yang ditempuh Indonesia menunjukkan ke dunia internasional bahwa Ind tidak tergantung Belanda. R setelah merdeka? Beberapa pendapat:
1. GGS: terima R karena alasan kepraktisan; 2. Wirjono: terima R karena alasan keadilan; 3. Masmuin: tolak R karena alasan a. Sachnormverweisung; b. Setelah PD II: traktat Brussel tahun 1951 di tandatangani, Benelux menolak R. Hal ini diikuti Perancis, Jerman. Sehingga di Eropa trend tolak R karena penyatuan and merger (Uni Eropa).
Pertemuan ke 4: 5.PUBLIC ORDER Pengajar: Tri Lisiani Prihatinah PUBLIC ORDER
Istilah? Public order atau ketertiban umum
Pengertian? Merupakan sarana untuk tidak melakukan perbuatan tertentu.
Sifat? KU bersifat dapat berubah (flexible) yaitu mengikuti zaman dan kebutuhan masyarakat
yaitu suatu keadaan yang menyangkut segi-segi agama dan moral. Hal
inilah yang merupakan inti/eksistensinya dimana merupakan segi sensitif dari masyarakat, kemudian inti tersebut diperluas menjadi: agama, moral (kesusilaan), unsur2 politik, hal2 yang ada hubungannya dengan perekonomian.
Contoh: - Poligami dilarang di Australia dan Amerika. - Perkawinan antar agama dilarang di Indonesia. - Definisi terorisme berbeda antar negara - Togel di larang di Indonesia.
Menurut Sudargo Gautama KU ada 3 macam: a. KU local (intern)
c c
b. KU nasional (Intern);
c
b a
c. KU internasional (Ekstern)
aaaaaaaaaaaaa
Pro dan kontra. Contoh: i.
Umur kedewasaan Perancis vs Mesir (21 vs 18 th) – p143
ii. Perbudakan dari Afrika Selatan – ke Indonesia
Fungsi KU? KU merupakan sarana untuk mempertahankan hukum penguasa ---- yang merupakan hukum pemaksa dengan alasan ada kepastian hukum / untuk pembuktian
Jangan KU digunakan krn tidak ada hubungan antara negara (mematikan HPI) â&#x20AC;&#x201C; terutama perdagangan internasional. ď&#x201A;ˇ
Hukum pemaksa kaitannya dengan hak2 yang diperoleh secara sah. Contoh janda yang nikah
ď&#x201A;ˇ
-
-
6.PENYELUNDUPAN HUKUM
Hak diperoleh secara sah diluar negeri, tetapi tidak sah di dalam negeri. Orang menghindari hukum pemaksa dinegaranya sendiri dan dengan sengaja pergi ke negara lain guna menggunakan hukum asing tersebut untuk maksud mensahkan perbuatannya itu. Perbuatan mana di negaranya sendiri merupakan larangan. Maksudnya ialah saat kembali ke negaranya sendiri agar mendapat pengakuan beserta akibat hukumnya. Sahkah penyelundupan hukum tersebut?
Contohnya dulu: 1. Di negara Inggris jika membuat hibah perlu biaya. Seseorang pergi ke Swiss untuk mebuat hibah karena di Swiss hibah tidak dipungut biaya. Sahkah? 2. Seseorang boleh menghibahkan pada orang lain terbatas setengah bagian hartanya, sedangkan setengah yg lain untuk ahli warisnya. Di Inggris orang tua boleh menghibahkan seluruh hartanya pada orang lain dengan mengesampingkan anak2nya Seseorang pindah dari Belanda ke Inggris untuk tumjuan penghibahan tersebut. Sahkan perbuatan orang Belanda tersebut beserta akibat2 hukumnya? 3. Orang Amerika kawin lagi di Indonesia untuk kedua kalinya. Setelah balik lagi ke Amerika, perkawinan kedua dan anak yg dihasilkannya tidaklah sah, bahkan merupakan hukum pidana menurut hukum Amerika. Penyelesaian: - Jika dilakukan dengan sengaja atau pura2, biasanya tidak sah. Co: Kasus Yuni Shara. - Kalau dilakukan tidak sengaja, maka biasanya sah. Co: Murid Ind belajar di Australia dan kawin dng wn Australia.
Pertemuan ke 5 7.VESTED RIGHTS -
Istilah? Vested rights atau hak2 yang diperoleh diluar negeri Pengertian? Hak yang diperoleh secara sah di LN dan diakui sah juga di dalam negeri sehingga dapat digunakan di negerinya sendiri.. Hanya diterima bila tidak bertentangan dengan ketertiban umum negaranya.
Contoh: 1. Orang Arab bersama 2 istrinya pergi ke Perancis. Istri kedua melahirkan di Perancis, sahkan anak tersebut? Menurut hukum Perancis anak tersebut anak sah karena dilahirkan dari perkawinan sah yang sudah dilakukan sebelum datang di Perancis meskipun Perancis berasaskan monogami. Tapi kalau perkawinan laki-laki Arab tersebut akan menikah lagi di Perancis , maka perkawinan dan anaknya tidak merupakan anak sah.
8.PILIHAN HUKUM 1. 2. 3. 4.
Istilah lain ? pilihan hukum = choice of law Pengertian? Yaitu para pihak bebas memilih hukumnya sendiri, tetapi mereka tidak bebas untuk menentukan sendiri peraturan perundang-undangnya. Untuk dapat melakukan pilihan hukum, beberapa batasan harus dipenuhi yaitu: tidak melanggar ketertiban umum; hanya dalam bidang kontrak kecuali kontrak kerja; hanya terhadap akibat kontrak dan tidak terciptanya kontrak; Sifat hukumnya yaitu gesamptverweisung (hk. materiil + HPInya)
Pilihan hukum merupakan titik taut sekunder yang merupakan asas partai otonomi (kebebasan berkontrak). Terdapat 2 fenomena: 1. pilihan hukum; dan 2. kehendak para pihak dengan cara mengaturnya sendiri. Ujud pilihan hukum: 1. memilih hukum tertentu; 2. memilih forum tertentu (lex fori dulu baru yang lainnya). Oleh pembuat hukum, selain hukum pemaksa maka bisa digunakan: 1. hukum pelengkap; dan 2. hukum pemaksa yang ditafsirkan.
Sama halnya dalam renvoi, Aturan Penunjuk dalam pilihan hukum bisa bersifat sachnormverweisung atau gesamt-verweisung dimana terjadi: 1. Sachnorm-verweisung: jika penunjukan pada hukum asing hanya pada kaidah intern (materi hukumnya) saja. 2. Gesamt-verweisung: jika penunjukan pada hukum asing terdiri dari kaidah intern (materi hukum asing) dan kaidah HPI (Aturan Penunjuknya). Alasan2 yg setuju terhadap pilihan hukum: 1. Alasan bersifat filsafat. Dimana otonomi para pihak dlm HPI dianggap hal yg sakral. 2. Alasan bersifat praktis. Para pihak sendiri yg tahu hukum mana yang paling berguna dan bermanfaat utk diri mereka. 3. Alasan kepastian hukum. Dari semula para pihak sudah tahu dan bisa menentukan hukum mana yg berlaku bagi mereka 4. Alasan hukungan internasional. Para pihak yang transnasional dapat menentukan sendiri syarat dan konsekuensi hukum dari kontrak yg mereka buat.
Alasan yg anti pilihan hukum: 1. Akan terjadi circulus vituosis, dimana hukum yg akan diberlakukan tergantung pada pilihan hukum. Sementara keabsahan hukum yg dipilih itu digantungkan pada hukum itu sendiri. 2. Alasan hukum intern memaksa harus pula internasional memaksa.
3. Alasan tidak adanya hukungan dengan hukum yg dipilih. 4. Pilihan hukum merupakan perbuatan a-sosial. Hubungan pilihan hukum dengan penyelundupan hukum: Pilihan hukum: memilih stelsel2 hukum yg berlaku bagi negara2 ybs. Penyelundupan hukum: individu mengikuti ketentuan yg dibuat olehnya sendiri. Bolehkah para pihak dalam pilihan hukum memilih lebih dari 1 sistem hukum? terangkan dengan kasus! Bolehkan dalam pilihan hukum untuk sebagian atau seluruhnya Pertemuan ke 6: 9.PERSOALAN PENDAHULUAN
Pengertian? Yaitu putusan terhadap suatu masalah harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum pembahasan pada pokok permasalahan yg diajukan. Prosedur PP, yaitu harus dilakukan: 1. kualifikasi primer (lex fori) Contohnya pilot ceroboh dan pesawat jatuh. Harus dilihat dulu ada tidaknya kealpaan --- untuk menentukan bisa tidaknya dilakukan tuntutan ganti rugi. 2. kualifikasi sekunder. Yaitu seberapa banyak digunakan hukum asing. Kesulitan hakim: Apa dalam melihat persoalan pendahuluan (I dan II) hakim harus menggunakan lex fori atau lex causae?
Pendahuluan II
Sahnya perceraian Sahnya perceraian
Pendahuluan I
Sahnya perkawinan
Masalah pokok (tuntutan dari ahli waris)
Waris
Batas kekuasaan hakim RI intern
1. Fakta-fakta
hakim
legal issue
ketentuan hk (lex fori)
titik taut ekstern
AP (renvoi) Ketentuan2 hk
lex fori (Kwalifikasi primer)
lex causae (Kwalifikasi sekunder)
2. lex causae II: Persoaln Pendahulun II:
ada / tidak dalam kontrak
lex causae I: Persoalan Pendahuluan I:
wanprestasi / onrechmatigedaad
Prinsip hakim : lex fori
minta ganti rugi (Kasus de Pinto vs. Beatrik)
RINGKASAN TOPIK2: a.
K.
K. Primer AP Renvoi K. Sekunder
diterima ditolak
sah
KU
Vested Right tdk sah
Pil Hk
Masalah HPI b.Hukum mana yg berlaku? Hukum asing
dikesampingkan
dipakai
Public Order
Vested Rights
Penyelundupan hukum
Renvoi
Renvoi
Penyesuaian
Interpretasi
Penyesuaian / adaptasi
10.PERKAWINAN BEDA AGAMA DI LUAR NEGERI * Pasal 16 AB: WNI dimanapun dia berada akan tunduk pada hukum Indonesia. (lex Patriae) Pasal 18 AB: “ … tindakan hukum, berlaku hukum dimana ia berada … “. (locus regit actum). Syarat formil = tata cara perkawinan; syarat materiil = contoh batas usia Pasal 56 (1) UUP: “… sah bilamana dilakukan menurut hukum yang berlaku dinegara dimana perkawinan itu dilangsungkan dan bagi WNI tidak melanggar ketentuan dalam UUPerkawinan”. Jadi kawin beda agama di LN menurut pasal ini sah menurut hukum setempat, tetapi harus juga sesuai dengan pasal 2 (1) UUP agar bisa sah menurut hukum Indonesia. Pasal 2 (1) UUP,” … perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum masing2 agama dan kepercayaannya …”. Hal ini menunjukkan kalau religious marriage, jika dilanggar maka dapat dibatalkan. >< Pasal 26 BW: UU memandang soal perkawinan hanya dalam hubungan perdata. Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 15/1999 pasal 23 (1),”Setelah kembali ke Indonesia setiap perkawinan yang dilakukan diluar Indonesia dilaporkan pada Kantor Catatan Sipil/KCS”. – hal ini tegas bukan merupakan akta nikah, tetapi menurut Gubernur bukti pelaporan sudah dapat dijadikan bukti untuk memperoleh akta kelahiran di KCS. Pasal 56 (2) UUP,” Perkawinan mereka harus didaftarkan di kantor pencatatan perkawinan tempat tinggal mereka…”. Dalam praktek mereka melaporkan, bukan mendaftarkan. Hasil Pelaksanaan Job Training KCS tgl 10 Des 1988 kesepakatan: “Pencatatan di KCS DKI maupun Kantor Pembantu CS dilima wilayah kota terhitung 1 Jan 1989 hanya melaksanakan pencatatan perkawinan yang sudah sah menurut hukum agama (setelah melakukan perkawinan di gereja, Vihara, Pura). Padahal: Keputusan Gubernur tidak termasuk dalam susunan hirarki perundang-undangan seperti dalam UU No. 10/2003 dimana UU versus Keputusan Gubernur. Sehingga secara teoritis terjadi penyelundupan hukum, meskipun tidak satu ketentuan yang mengatur boleh tidaknya penyelundupan hukum, meski bertentangan dengan religious marriage. Dalam praktek lewat penelitian perkawinan beda agama: 1. Salah satu pihak pindah agama secara sukarela; 2. Salah satu pihak menundukkan diri pada agama pihak lain saat kawin; 3. Masing2 bertahan pada agamanya dng ijin dari PN. 4. Perkawinan dilakukan lebih dari sekali sesuai agama dan kepercayaan masin2.
SKEMA dan ASAS2 HPI Pengajar: Tri Lisiani Prihatinah -Kewarganegaraan saat pewaris meninggal -Warisan terletak
Hk. Pewarisan
-Tempat pewaris meninggal
Hk. Perjanjian -lex loci celebrationis -nationality before marriage -domicili before marriage -tempat perkawinan dilangsungkan
Hk. Keluarga
-lex fori
Hk.benda
-lex situs
Asas2
-lex loci delicti
Perbuatan melawan hk
-tempat perbuatan pidana dilakukan
domisili
-domicili of origin -domicili of dependence
Subjek hk nasionalitas -kewarganegaraan -pusat administrasi
badan hk
HPI
-ketidakpastian hk
sikap para pihak
kontra r
-penyerahan kedaulatan
pro r
-harmonisasi putusan -keputusan berbeda -tidak chauvinis
Renvoi jenis2
-penunjukan -penunjukan kembali -penunjukan lebih
kaidah
-sachnorm-verweisung -gesamt-verweisung
-lex loci contractus -lex loci solutionis -party otonomy
RESUME MATERI HUKUM PIDANA DAN PEMIDANAAN UJIAN TENGAH SEMESTER
Percobaan mampu & percobaan tidak mampu -
Syarat-syarat percobaan A.
Syarat umum yang di atas dalam pasal 53 ayat 1 KUHP yaitu : Bahwa niat
permulaan pelaksanaan tidak selarasnya pelaksanaan bukan mata-mata kehendat sendiri (pasal 53 KUHP). B.
Syarat khusus & perbuatan yang dilanggar (jenis tindak pidana yang dilakukan)
pasal, 285 KUHP : Pembunuhan berencana 340 KUHP. Hubungan kejahatan dan objek: Apabila unsur kejahatan tertentu diperlukan obyek tertentu maka objek tertentu maka objek tertentu itu tidak dapat dilepaskan dari percobaan jika tidak ada objek tertentu maka otomatis juga maka tidak ada objek kejahatan juga maka oleh karena itu tidak ada permulaan pelaksanaan akibatnya juga tidak ada percobaan. Contoh: Untuk pembunuhan, pemerkosaan dan penganiayaan diperlukan manusia/orang hidup sehingga tidak ada pembunuhan dan pemerkosaan apabila objeknya adalah manusia dan orang yang sudah mati.
Percobaan ada 2 yaitu mampu dan tidak mampu (potent & impotent) o Impotent/tidak mampu
-Relatif : Alat -> “Gula adalah alat yang potensi untuk membunuh terhadap orang yang mempunyai penyakit gula ; Racun mematikan bagi orang yang tidak pernah meminum racun”. Obyek ->
-Absolute (mutlak) : Alat -> “Gula tidak mampu membunuh orang yang tidak mempunyai penyakit gula” Objek -> “membunuh orang yang sudah mati”
Bagaimana MVT (pengdailan negeri) memandang dalam percobaan seperti ini MVT tidak memabukan dalam delik percobaan apabila alat atau onbjeknya tidak mampu absolute jadi yang mabuk kedalam MVT adalah percobaan yang sifatnya relative. CONTOH : Menggugurkan kandungan seorang perempuan yang tidak hamil, tidak masuk dalam percobaan karena objeknya tidsak mampu absolute dan percobaan yang objeknya tidak mampu menjadi mampu adalah relative.
a) Tidak mampu relative (alat), yaitu : 1. Hal ihwal tertentu dalam mana perbuatan dilakukan. 2. Hal ihwal terntentu tentang orang yang melakukan. b) Mampu relative “Apakah untuk menentukan ketidak mampuan absolute itu?” a. Alat - mengabstrakkan alat sebagai jenis tersembunyi atau memandang alat dalam inkonkretnya Contoh : Gula tidak mampu secara absolute untuk membunuh orang yang tidak mempunyai penyakit diabet. Warangan/racun adalah alat yang mampu membunuh apabila memenuhi dosis terlalu. b.
Orang yang di tuju - Apakah harus mengabstrakkan orang sebagai jenis tersendiri atau memandang orang
dalam inkonkretnya.
Contoh : Gula mampu mematikan bagi orang yang terkena penyakit diabetes. Racun sebaliknya tidak mematikan bagi orang yang terbiasa meminum racun.
MVT tidak memasukan kedalam percobaan apabila percobaan itu adalah absolute. Yaitu tidak pernah ada. Contoh : membunuh wanita yang sudah mati.
A. Mencoba mencuri ikan dalam kolam yang ternyata tidak ada ikannya. B. Percobaan pencurian karena kosongnya kolam adalah kebetulan. C. Mencoba mencuri berangkas yang ternyata tidak ada uangnya.
Pertanyaan : A apakah dapat disebut percobaan pencurian berangkas yang isinya kosong? Jawaban : Percobaan pencurian karena kosongnya berangkas adalah kebetulan dan si pencuri dapat mencari berangkas yang ada isinya lagi agar tercapainya maksud. Oleh karena itu menurut Ian hathuns menggunakan teori adzval causaa Contoh : A mencoba membunuh B dengan sebuah pistol yang pelurunya terlebih dahulu tanpa sepengetahuan A diambil oleh C. Apakash ada percobaan oembunuhan? (Dakwaan mencoba membunuh B dengan pistol yang dulunya berisi peluru kemudian menembaknya) A. Mampu, untuk membunuh B dan ada percobaan untuk membunuh B.
ď&#x201A;ˇ
Menurut Van hathum a. Hal-hal yang bersifat kebetulan tidak dimaksudkan dlaam rumusan dakwaan. o Kosongnya kolam ikan dan begitu juga kosongnya peluru adalah kebetulan, Maka dakwaannya : A mampu membunuh B dengan menodongkan pistol kepada B. b. Hal-hal yang merintangi selesainya kejahatan apabila perbuatan yang dilakukannya itu membahayakan dalam rumusan dakwaan.
ď&#x201A;ˇ
Menurut Mulyatno, harus ditinjau secara normatis, apabila perbuatan terdakwa dilihat dari kemungkinan dilihat dari delik yang dituju dan perbuatan-perbuatan yang melawan hukum maka disitu sudah ada percobaan melakukan kejahatan maka ini di sebut â&#x20AC;&#x153;Eindruck Theoryâ&#x20AC;?.
Concrusus/samen loop (perbarengan) 1. Pengertian Samen loop adalah apabila seseorang melakukan lebih dari satu tindak pidana yang kesemuanya itu belum ada putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Contoh : Memperkosa di jalan raya ď&#x192;¨ Melanggar 2 tindak pidana perkosaan pelanggaran kesusilaan di tempat umum.
2. Pengaturan ď&#x192;¨ Perbarengan diatur dalam pasal 63, 64, 65 kutip.
3. Jenis-jenis concusus 1. Endatse samen loop (pasal 63 kuhp) 2. Eneerdaadse samen loop (pasal 65 kuhp) 3. Voorgezedta Handelingen (pasal 64 kuhp) Pengertian 1. Endatse samenloop a. VOS : Menurut Vos syarat-syarat agar disebut endatse samenloop -
Dalam hal (dari luar) kelihatan hanya satu akibat saja Contoh: memperkosa dijalan raya. b. Arest HR 08 February 1932 Ju arrest HR 15 Oktober 1917 menurut kedua arrest tersebut ada concusus perbuatan yang satu termasuk juga perbuatan yang lain. c. Hazelwinkle Suriinkha
Dalam concusus idialis pembuat hanya mengejar satu tujuan jahat dan inkonkritko dalam mencapai tujuan jahat tersebut “tolkso” memenuhi sekaligus unsur-unsur delik yang di tentukan dalam satu pidana lain dengan satu pengertian perbuatan yang menimbulkan akibat-akibat, jadi ada 2 unsur disebut endatse, samenloop o Feiteleke handelint Mmempunyai tujuan yang mempun yai corak dan sifat deegerading (Fenis operis) bekan tujuan yang di kehendaki (Fenis operantis) Contoh : Perkosaan dipinggir jalan raya melanggar pasal 285 dan 281 kutip. Pendapat ini dikutip dari Arest HR 24 Oktober 1932. d. Vrigt Menurut Vrig ada endatse samenloop apabila terjadi pelanggaran 2 norma atau lebih yang berbeda oleh satu perbuatan fisik. Contoh : Menabrak 2 orang yang satu tewas dan yang lain luka berat.
2. Eneerdaadee Menurut pasal 65 dan 66 KUHP , unsur-unsur - Gabungan beberapa perbuatan - Masing-masing sebagai perbuatan yang berdiri sendiri - Masing-masing sebagi kejahatan - Semuanya belum ada keputusan pengadilan Contoh : Hari ini meperkosa 3 hari kemudian memalsukan surat 3 hari kemudian mengambil motor di kampus. “Bagaimana cara menjatuhkan pidana dalam eneerd dan indat?” Menurut pompo, van hamel dan Arest HR 15 Oktober 1900, dikenal 4 stel sel untuk menjatuhkan pidana 1. Absorti stelsel.
2. Verstelsel absortsi stelsel digunakan terhadap kejahatan yang direncana dengan pidana pokok sejenis. 3. Gematigde komukasi stelsel dipakai. 4. Zui vere kumulasi stelsel cara penjumlahan yang murni kasus pelanggaran bukan kejahatan. 3. Voorgezedte handelingen Menurut pasal 64 KUHP unsur-unsur - Beberapa perbuatan (kejahatan, pelanggaran) - Berhubungan sedemikian rupa dan erat (sanhan) - Sehingga di pandang perbuatan berlanjut
Menurut m-Vidi unsur-unsur perbuatan berlanjut a. Harus ada Wilks bestuit (keputusan kehendak) dari kader yang melanggar peraturan pidana perundang-undangan yang dilakukan. “tidak menutup kemungkinan bahwa kegiatan konkrit masih dibutuhkan satu keputusan hendak sendiri”. (Arest HR 29 maret 1929) b. Delik-delik harus sejenis c. Syarat-syarat dilakukan setiap delik tidak boleh terlalu sama. Bagi penegak hukum diikuti rumusan MVT istilah “berhubungan sedemikian erat” (sementara) mengandung arti : a. MVT menyerahkan arti istilah tersebut pada hakim b. Pompe istilah tersebut diartikan : - Hubungan tempat fakta dilakukan - hubunghan waktu. c. Arrest HR 19 oktober 1931 : mengikuti pendapat pompe Contoh kasus : - Seorang pelayan moro: 1.
Tanggal 20 agustus 2016 mencuri seperangkat make up untuk dihadiahkan kepada neneknya yang berumur 72 tahun.
2. Tanggal 27 agustus mencuri seperangkat sepatu perempuan untuk ditukarkan dengan sepatu milik 6
3. 5 september 2016 mencuri seperangkat buku tulis dan alat-alat tulis untuk adiknya 4. 17 september mencuri 1 setel sandal jepit untuk kepentingan beribadah.
RESUME MATERI HUKUM AGRARIA UJIAN TENGAH SEMESTER ď&#x192;&#x2DC; PENGERTIAN HUKUM AGRARIA Agraria berasal dari kata akker ( Belanda ), agros ( Yunani ) berarti tanah atau sebidang tanah , agrarius ( latin ) berarti perladangan, persawahan, pertanian,agrarian ( Inggris ) berarti tanah untuk pertanian. Setelah diberlakukan UUPA ( UU 5/1960 ) ruang lingkup agraria meliputi bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya bahukuman batas batas tertentu ruang angkasa. Pengertian tanah menurut UUPA hanya permukaan bumi tetapi dalam penggunaannya tanah meliputi juga tubuh bumi , air dan ruang angkasa. Boedi Harsono membagi hukum agraria dalam ruang lingkup yang luas dan sempit. Hukum Agraria arti luas , mengatur hak penguasaan atas sumber sumber alam seperti hukum tanah, hukum air , hukum pertambangan, hukum perikanan dan hukum yang mengatur penguasaan ruang angkasa.Hukum Agraria arti sempit disamakan dengan hukum tanah. Pengertian bumi ( yang disbt tanah ) menurut UUPA No 5 tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria LN TAHUN 1960 No 104 dan tambahan LN 2043 yang dikenal dengan UUPA , menurut Pasal 1 ayat ( 4 ) junto Pasal 4 ayat ( 1 ) adalah :â&#x20AC;&#x153;permukaan bumi dan tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air. Pengertian tanah meliputi permukaan bumi yang berada di bawah air termasuk air laut. Pengertian air meliputi baik perairan pedalaman maupun air yang berada di laut wilayah Indonesia , yang dimaksud dengan air pedalaman adalah air sungai , air danau maupun air yang di bawah tanah. Pengertian ruang angkasa adalah ruang di atas bumi dan air di wilayah. Indonesia ( Pasal 1 ayat(6)).Pasal 48 ruang angkasa adalah ruang di atas bumi dan air yang mengandung tenaga dan unsur unsur yang dapat digunakan untuk usaha memelihara dan memperkembangkan keseluruhan bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya .
Pengertian kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi disebut bahan galian yaitu unsur kimia, mineral termasuk batu batuan yang merupakan endapan alam ( UU No 11 tahun 67 ) yang di rubah dengan UU No 4 tahun 2009 tentang Pertambangan.Serta kekayaan alam yang terkandung di atas bumi seperti tumbuh tumbuhan (hutan) yang diatur dalam UU No 5 tahun 67 yang telah dirubah dengan UU No 41 tahun 1999 jo UU No 13 tahun 2003 tentang Kehutanan. Utrecht mengatakan bahwa hukum agraria adalah menjadi bagian dari hukum TUN ,karena mengkaji hubungan hukum antaraara orang dan bumi ,air dan ruang angkasa dalam seluruh wilayah negaraara dan mengatur wewenang yang bersumber pada hubungan tersebut. Misalnya , jual beli tanah ,Sewa-menyewa, ď&#x192;&#x2DC; Pengertian Hukum Tanah Menurut kamus besar bahasa indonesia : 1. Permukaan bumi atau lapisan bumi yang di atas sekali 2. Keadaan bumi disuatu tempat 3. Permukaan bumi yang diberi batas 4. Bahan bahan dari bumi Tanah secara yuridis = permukaan bumi Tanah meliputi aspek fisik dan aspek pemanfaatannya. Aspek fisik adalah terdapat di dalam permukaan bumi maupun di atasnya.Sedangkan aspek pemanfaatannya merupakan tanah yang dapat digunakan dan dinikmati oleh pemiliknya atau orang lain baik yang di atas/di bawah tanah tersebut. TANAH MNRT Maria R adalah suatu wilayah berpotensi ekonomi yang mampu menghidupi kelompok manusia ( bisa berupa hutan, /sungai,gunung, sumber mineral / lahan pertanian ) dan dihayati sebagai perpangkalan budaya dan komunitas yang bersangkutan. Disamping itu fungsi tanah ; 1. Potensi ekonomis 2. Potensi budaya Hak Atas Tanah adalah hak yang memberikan wewenang kepalaada pemegang haknya untuk mempergunakan dan mengambil manfaatnya Tanah berfungsi ekonomis dapat berupa; 1.Hutan 2.Sungai 3.Gunung 4.Sumber mineral 5.Lahan pertanian Tanah dari fungsi budaya merupakan bertemunya dua / lebih budaya dalam masy ď&#x192;&#x2DC; DASAR HUKUM PEMBANGUNANENTUKAN HUKUM AGRARIA PASAL.33 ayat ( 3)UUD 1945 Dari ketentuan pasal 33 ayat ( 3 ) dapat disimpulk bhw;
1. Bhw bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikelola untuk mencapai kemakmuran rakyat. 2. Pengelolaan bumi,air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikelola negaraara. 3. Tujuan pengelolaan bumi,air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat. TUJUAN HUKUM AGRARIA NASIONAL Adalah, melindungi segenap bangsa Ind, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut Melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,Perdamaian abadi dan keadilan sosial.Untuk mencapai tujuan negaraara di atas, maka dalam bidang agraria perlu adanya perubahan yaitu; 1. Kesatuan hukum agraria yang berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia. 2.Menyederhanakan hukum agraria dan menghilangkan sifat dualisme 3.Memberikan jaminan kepalaastian hokum ASAS ASAS HUKUM AGRARIA NASIONAL Asas kenasionalan ( Pasal 1 UUPA ) yang menentukan bahwa seluruh wilayah Indonrsia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia.Seluruh bumi , air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah RI sebagai karunia Tuhan YME adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia. Dan merupakan kekayaan nasional.Hubungan antaraara bangsa Indonesia dan bumi,air serta ruang angkasa adalah hubungan yangg BERSIFAT ABADI. Asas kekuasaan negaraara. Asas pengakuan terhadap hak ulayat SEJARAH HUKUM AGRARIA SEBELUM KEMERDEKAAN 1.AGRARISCHE WET 1870 AdAlAH UU yang di buat di negaraara Belanda sebagai tambahan pada pasal 62 RR yang ksmudian menjadi Pasal 51 IS ( Indissche Staatsregeling ) pada tahun 1925.Isinya sbb; Gubernur jenderal tidak boleh menjual tanah Dalam larangan di atas tidak termasuk tanah yang tidak luas, yang diperuntukan bagi perluasan kota dan desa serta pembangunanangunan kegiatan usaha kerajinan. Gubernur jenderal dapat menyewakan tanah menurut ordonansi,tidak termasuk yang boleh disewakan tanah kepalaunyaan pribumi Diberikan tanah dengan hak erfpacht tidak lebih 75 tahun Gubernur.jenderal menjaga jangan sampai terjadi pembangunanerian tanah yang melanggar hak rakyat pribumi. Gubernur jendera tidak boleh mengambil tanah yang telah dibuka oleh rakyat pribumi untuk kepalaerluan mereka sendiri kecuali untuk kepalaentingan umum/kepalaerluan penanaman tanaman yang diselenggarakan atas perintah penguasa dengan pembangunanerian gantarai rugi Hak turun temurun/hak milik adat atas permintaan pemiliknya dapat diberikan kepalaadanya hak eigendom
2. TUJUAN AGRARISCHE WET Memberikan jaminan hukum pada pengusaha agar dapat berkembang,karena hanya punya hak sewa 20 tahun Memberikan kemungkinan pada pemerintah untuk memberikan hak erfpacht dengan jangka waktunya 75 tahun pada para pengusaha. Para pengusaha dapat menyewa tanah rakyat yang tadinya dilarang. Pribumi dimungkinkan mendapatkan hak agrarische Eigendom ( hal ini jarang dipakai karena prosedurnya yang ribet ) Kemudian sebagai salah satu peratuuran pelaksana Agrarische Wet adalah AGRARISCHE BESLUIT, yang dengan asasnya yang terkenal asas DOMEIN VERKLARING ( PERNYATAAN MILIK ) yang menyatakan semua tanah yang pihak lain tidak dapat membuktikan bahwa tanah itu eigendomnya adalah domein Negaraara Fungsi domein verklaring a. Sebagai landasan hukum untuk memberikan tanah dengan hak hak barat seperti hak erfpacht dll b. Setiap tanah harus ada pemiliknya dan setiap pemilik harus dapat membuktikan. Asas Hukum Agraria 1. Negaraara Menguasai 2. Azas Pengakuan Hak Ulayat 3. Hukum agraria berdasarkan hukum adat 4. Asas semua hak atas tanah memp fungsi sosial; berarti bahwa hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang tidaklah dapat dibenarkan bahwa tanahnya itu akan dipergunakan /tidak dipergunakan semata untuk kepalaentingan pribadinya, sehingga bermanfaat baik bagi kesejahteraan dan kebahagiaan bagi masyarakat dan negaraara. 5. Asas kebangsaan 6. Asas persamaan hak. Asas tanah pertanian harus dikerjakan / diusahakan sec aktif oleh pemiliknya. 7. Asas perencanaan FUNGSI DOMEIN VERKLARING 1. Sebagai landasan hukum oleh pem. Kolonial untuk memberikan tanah dengan hak hak barat yang diatur dalam KUHPerdata . 2. Fungsi pembangunanuktian pemilikan.Setiap tanah harus aada pemiliknya dan setiap pemilik tanah harus dapat membuktikan kepalaemilikan hak atas tanahnya, sehingga rakyat pribumi banyak dirugikan. HUKUM TANAH YANG DUALISTIK Akibat hukum pertanahan Hindia Belanda, maka hukum pertanahan berstruktur ganda / dualisme karena berlaku hukum agraria barat dan hukum agraria adat. Akibat terhadap penguasaan dan pemilikan tanah terdapat perbedaan hukum yang berlaku antara golongan eropa, timur asing dan golongan pribumi. HUKUM AGRARIA BARAT; seperti hak eigendom, hak opasaltal dan hak erfpacht.Hak hak tersebut terdaftar dikantor kadaster sehingga punya tanda bukti kepalaemilikan hak.
HUKUM AGRARIA ADAT; seperti hak ulayat, hak yayasan yang dicatat dalam buku desa dan dapat didaftark baik secara perorangan seperti yasan, gadai, sewa, BH, maupun secara desa seperti tanah komunal,bengkok, kuburan ( dipunyai oleh desa, didaftar dalam buku desa dan diatur oleh desa ) Tanah bengkok diberikan untuk pejabat. Hak gadai dalam hukum adat adalah transaksi jual dimana pemilik tanah menyerahukum tanah miliknya porang lain untuk diusahakan dan menikmati hasilnya dengan menerima pembangunanayaran sejumlah uang dengan perjanjian tanah itu akan kembali pada pemilik apabila uang yang telah diterimanya dikembalikan pada pemilik gadai.( waktu tidak ditentukan / tidak ada batasan waktu ) Setelah dikeluarkan UU NO 56 Prp tahun 1960 Pasal 7 ayat ( 1 ) jangka waktu gadai paling lama 7 tahun Yurisprudensi MA No 8/110/k/1970; jangka waktu gadai yang sudah 7 tahun kembali tanpa tebusan HAK SEWA ATAS TANAH PERTANIAN DALAM HUKUM ADAT; merupakan transaksi jual seperti jual tahunan dan jual oyodan disini pemilik tanah menyerakan hukum tanahnya untuk dinikmati dengan jangka waktu tertentu dengan menerima uang sewa. HAK BAGI HASIL DALAM HUKUM ADAT A. Maro ( pembangunanagian antara pemilik dan penggarap ½ ) B. Sepertiga (2/3 pemilik dan 1/3 penggarap ) C. Mrapat. Untuk mengatasi unsur pemerasan maka diterbitkan UU Bagi Hasil UU No 2 tahun 60 dengan pembangunanagian 1 banding 1 setelah dikurangi 25 % untuk biaya pemeliharaan ( biaya produksi ) Bentuk uu bagi hasil harus tertulis dan dihadapan kepalaala desa disaksikan minimal 2 org saksi serta diketahui camat.Pembangunanagiannya 1:1 setelah hasil panennya dikurangi 25% untuk biaya pemeliharaan dan biaya produksi, sisanya 75% dibagi 2 HUKUM AGRARIA SETELAH KEMERDEKAAN HINGGA TAHUN 1960 Pasal.33 ayat (3); Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar besarnya kemakmuran rakyat.Ketentuan ini sebagai landasan pemerintah untuk membentuk perat pertanahan / agrarian Tg 17 Ags 1945 merupakan lahirnya tata hukum Ind-Belum punya UUPA, maka hukum agraria lama masih berlaku(pasal II aturan peralihan sebagai dasar untuk mengantaraisipasi kekosongan hukum) USAHA PEMERINTAH UNTUK MENYESUAIKAN ATURAN HUKUM DENGAN KONDISI MASY YANG MERDEKA ; 1. Tanah domein verklaring menjadi tanah dikuasai negaraara 2. Penghapusan desa perdikan ( UU NO 13 / 1946 ) Dibebaskan dari pajak Dapat diangkat sebagai kepalaala desa secara turun temurun. Tanah perdikan jadi milik kepalaala desa Mengapa tanah perdikan dihapus ?
3. Penghapusan tanah partikelir ---->tanah eigendom yang dipunyai oleh golongan Eropa / TA dan diberi hak ketatanegaraaraan seperti mengangkat & memperhentikan kepala desa, menentukan jenis tanaman, mendirikan pasar & memungut pajak. 4. Tahun 1955 dibentuk departemen agrarian 5. Untuk keadilan & mencegah pemerasan --->UU No 2 tahun 1960 6. Penghapusan hak hak konversi-ď&#x192; tanah raja yang disewakan kepada pengusaha untuk dapat jaminan hukum maka raja mengeluarkan hak konversi dengan waktu 50 tahun. Hak istimewa dalam hak konversi yaitu; a. Hak perairan b. Hak mendapat tenaga kerja tanpa bayaran c. Dapat dihipotikan Lahirnya UUPA merupakan era perombakan dan pembangunanaharuan dibidang hukum agraria, yang akan menjamin hak dan perlindungan maka UUPA mengatur; 1. Menjamin adanya persamaan hak antara laki laki dan perempuan. 2. Pembangunanatasan penguasaan dan pemilikan hak atas tanah oleh seseorang / BH 3. Penentuan batas maksimum dan minimum pemilikan dan penguasaan tanah tanah pertanian; Kepalaadatan padadk/ km - sawah - tanah kering 0 â&#x20AC;&#x201C; 50 ( tidak padat ) 15 HA 20 HA 51- 250 ( kurang padat ) 10 HA 12 HA 251- 400 ( cukup padat ) 7,5 HA 9 HA 401 keatas(sangat padat ) 5 HA 6 HA 4. Diupayakan agar semua jenis hak atas tanah didaftark oleh pem / pemegang hak guna memperoleh kepalaastian hokum 5. Melakukan konversi semua hak atas tanah baik berdsrk hukum barat / adat 6. Melakukan pengaturan sistem gadai tanah pertanian dan sitem bagi hasil tanah pertanian 7. Larangan penguasaan tanah pertanian secara absentee. ď&#x192;&#x2DC; PRINSIP PRINSIP UUPA 1. Hak bangsa yang bersifat abadi 2. Hak menguasai 3. Pengakuan hak ulayat 4. Pembangunanerian akan hak perseorangan dan badan hukum 5. Prinsip fungsi social 6. Batas maksimum dan minimum 7. Azas tata guna tanah * politik-ď&#x192; untuk kepalaerluan negara * sosial-- peribadatan, pusat kehidupan masy. * ekonomi-- produksi, pertanian, industry dan pertambangan tanah bagi satu keluarga 8. Pendaftaran tanah untuk kepalaastian hukum. Pelaksanaan dari ketentuan yang ada dalam UUPA diatur dalam berbagai peraturan;
a. UU no 5 tahun 1967 yang diubah dengan UU no 41 tahun 1999 jo UU no 13 tahun 2004 Tentang Kehutanan b. UU NO 11 TAHUN 1967 Tentang Pertambangan yang diubah dengan UU NO 4 TAHUN 2009 Tentang Pertambangan, Mineral dan Batu Bara. c. UU no 41 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan. UU no 16 tahun 1985 tentang Rusun UU no 26 tahun 2007 tentang penataan ruang UU no 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan UU no 2 tahun 1960 tentang Bagi Hasil PP no 10 tahun 1961 yang diubah dengan PP no 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. i. PP no 16 tentang Tata Guna Tanah. j. PP no 37 tahun 2012 tentang pengelolaan DAS k. PP no 12 tahun 2012 tentang insentif perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan l. PP no 11 tahun 2010 tentang penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar d. e. f. g. h.
HUKUM AGRARIA ERA REFORMASI Dasar hukum pembangunanaruan hukum agraria yang berlaku UUD 1945 UUPA Tap MPR No IX/MPR/2001 tentang Pembangunanaharuan Agraria dan Pengelolaan SDA Perat Presiden No 10 tahun 2006 tentang BPN Apa yang jadi alasan lahirnya Tap MPR No IX/ MPR/2001 ? Karena adanya tuntutan reformasi di segala aspek pembangunan dan era globalisasi yang akan mempengaruhi aspek kehidupan masyarakat ,bangsa dan Negara.Pertimbangan tap MPR tersebut antara lain; *Bahwa sumber daya agraria dan SDA sebagai rahmat Tuhan YME kpada bngs Indonesia, merupakan kekayaan nasional yang wajib disyukuri oleh karena itu harus dikelola dan dimanfaatkan sec optimal bagi generasi sekarang dan mendatang dalam mewujudkan masyarakatadil dan makmur. * MPR mempunyai tugas untuk menjwb persoalan kemiskinan, ketidak adilan ek rakyat serta ke rusakan SDA. *Bhw pengelolaan sumber daya agraria/ SDA yang berlangsung selama ini telah menimbulkan penurunan kualitas lingkungan, penguasaan pemilikan , penggunaan dan pemanfaatannya serta menimbulk berbagai konflik. * Pengelolaan smber daya agraria / SDA yang adil, berkelanjutan dan ramah lingkungan, menampung peran serta masy & mengatasi konflik LARANGAN PEMILIKAN TANAH ABSENTE Dasar hukumnya Pasal 10 ayat (1)UUPA disebutkan “Setiap org / BH yang mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian pada asasnya diwajibkan mengerjakan / mengusahakan sendiri secara aktif dan mencegah cara2 pemerasan.Tanah absente adalah tanah yang terletak di luar kec.Tempat tinggal pemiliknya.
Pengecualian ketentuan larangan pemilikan tanah pertanian sec absente diberikan kpada; 1. Mereka yang berdomisili di Kec. Yang berbatasan dengan letak tanah pertanian ybs. 2. PNS & ABRI 3. Mereka yang sdengan menjalank tugas negaraara Terjadinya Pemilikan Tanah Absente ; 1. Berpindahnya pemilik tanah pertanian. 2. Pewarisan 3. Pemilik tanah pertanian baru sec. absente TATA GUNA TANAH adalah; Rangkain kegiatan untuk mengatur peruntukan , penggunaan dan persediaan tanah secara berencana dan teratur sehingga diperoleh manfaat yang lestari, optimal seimbang dan serasi untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat dan negara. Dari pengertian di atas maka dapat diambil unsure unsur sbb. 1.Adanya kegiatan-rencana penggunaan tanah untuk kepalaentingan umum. 2.Prnggunaan tanah sec. berencana-lestari ,optimal, serasi dan seimbang. 3.Tujuan yang hendak dicapai. Penggunaan tanah dikelompokan jadi 2 yaitu 1.Tanah di daerah pedesaan yang dititik beratkan pada pertanian. 2.Tanah diperkotaan dititik beratk pada non pertanian. Berdasarkan penjelasan Pasal 13 ayat(5) PP No.16 tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah bahwa pedoman Teknis penggunaan tanah bertujuan untuk menciptakan penggunaan dan pemanfaatan tanah LOSS Untuk wilayah pedesaan.Sedangkan untuk wilayah perkotaan dengan ATLAS. Model Perencanaan Penggunaan Tanah Model Zonning Model Terbuka, model ini tidak terbagi2 tetapi memenitikberatkan pada usaha untuk mencari lokasi yang sesua bagi suatu kegiatan pembangunan baik dilakukan oleh pemerintah / swasta seperti kepalaadatan padadk & mata pencaharian, keadaan lingkungan hidup dengan ANDAL.Kepalapres No.7 tahun1979 tentang Repelita ke III menetapkan kebijaksanaan untuk pembangunan di bidang pertanahan yaitu CATUR TERTIB PERTANAHAN. CATUR TERTIB PERTANAHAN meliputi; 1. Tertib hukum pertanahan-meningkatk kesadaran hukum. 2. Tertib adm pertanahan-- pelayan yang cpt, menyediakan peta & data penggunaan tanah 3. Tertib penggunaan tanah-- menumbuhukum arti pentingnya tanah,melakukan survei sebagai bahan pembangunanuatan peta. 4. Tertib pemeliharaan tanah dan lingk hdp--->dengan menyadark masy bhw pemeliharaan tanah bukan sj kewjb pemegang HAT tetapi kewjbn setiap org, BH / instansi, pembangunanerian HAT apakah telah sesuai dengan tata guna tanah yang sudah ada & andal.Untuk mensukseskan catur tertib pertanahan, diterbitkan Kepala.Menteri Agraria No 5 tahun 1995 Tentang Gerakan Nasional Sadar Tertib Pertanahan dengan gerakan pemasangan tanda batas pemilikan tanah oleh kelompok masy.(POKMASDARTIBNAH)
TERTIB HUKUM PERTANAHAN diarahukuman pada program ; a. meningkatk kesadaran hukum. b.melengkapi perat per UU c.menjatuhukum sanksi d.meningkatkan pengawasan TERTIB ADM PERTANAHAN diarahukuman pada program; a. mempercepat proses pelayanan b.menyediakan peta dan data penggunaan tanah, keadaan sos ek masy sebagai bahan penyusunan penggunaan tanah untuk kegiatan pembangunan. c. penyusunan data dan daftar pemilik tanah yang kelebihan batas mak, t absente dan tanah negara. d. mengusahakan pengukuran tanah dalam rangka pensertifikatan. TERTIB PENGGUNAAN TANAH diarahukuman pada a. menumbuhukum pengertian mengenai arti pentingnya tanah b. menyusun rencana penggunaan tanah c. menyusun petunjuk teknis tentang penggunaan tanah d. melakukan survei sebagai bahan pembangunanuatan peta. TERTIB PEMELIHARAAN TANAH DAN LING KUNGAN HIDUP diarahukuman pada; a.menyadark masy bhw pemeliharaan tanah merupakan kewajiban setiap pemegang HAT dan setiap org, BH atau instansi b. memberikan fatwa tata guna tanah dalam setiap permohonan HAT dan perubahan penggunaan tanah.--apakah pembangunanerian HAT kpada pemohon telah sesuai c. Melakukan ANDAL sbelum suatu usaha didirikan d.Melakukan pemanfaatan terhadap penggunaan tanah yang erat hub nya dengan tata guna tanah seperti lingk hdp PENYEDIAAN DAN PENGGUNAAN TANAH BAGI KEPALAERLUAN PERUSAHAAN Pemerintah mengeluark kebijaksanaan yang Diatur dalam PMDN No 5 Tahun 1974 dan diatur lebih Lanjut dengan Kepalapres N9 83 Tahun 1989 yang mengatur Tentang; A.Penetapan lokasi perush, *dihindari area tanah pertanian yang subur *Dihindari pemindahan pendidikan * Memperhatikan pencemaran lingk Untuk perubahan fungsi dari tanah pertanian menja di tanah kering untuk lokasi perush didasark pertimbangan; 1.Untuk kepalaentingan nasional 2. Harus mendatangk keuntungan ek yang tinggi 3.Setidaknya digunakan tanah yang tidak produktif 4. Dihindari pemindahan padadk 5. Adanya persyaratan untuk mencegah pencemaran B.PENETAPAN LUAS TANAH YANG DIPERLUKAN Harus dilakukan secara tepat dan cermat karena apabila melebihi luas yang benar2 diperlukan akan bertentangan dengan asas optimal selain asas optimal jg mencegah monopoli dan spekulasi-- untuk mencegah hal tersebut maka dikeluark peraturan :
1.Surat Kepalautusan MDN No.268 Tahun 1982 bhw perush yang memperoleh tanah dari Negara harus memanfaatk tanah tersebut dalam waktu 10 tahun sejak keluarnya ijin pembangunanebasan tanah. 2. Instruksi Mendagri No.21 Tahun 1973 yang memerintahukuman pada Gub untuk melarang perush baik perseorang / BH untuk memiliki dan menguasai tanah yang melampaui batas kebutuhan. C. MACAM-MACAM HAT YANG DAPAT DIBERIKAN; 1. Jika perush milik perorang dan WNI HAT yang diberikan HM, HGU & Hak Pakai 2. Jika perusahaan BH HAT yang diberikan yaitu hak pengelolaan , HGU,HGB & Hak pakai. Khusus untuk hak pengelolaan perush mempunyai wewenang untuk; a. Merencanakan peruntukan & penggunaan tanahnya. b. Menyerahkan bagian SIFAT NASIONAL UUPA A.Formil -Dibuat di Indonesia -Dibuat oleh DPR -Untuk bngs Ind -Bhs Ind. B.Materiil -Asasnya nasional -Didasarkan pada hukum adat -Sederhana -Mudah dipahami -Menjamin kepalaastian -Tidak melanggar agama. ASAS UUPA Pasal 1 UUPA -Seluruh wil Ind adalah kesatuan tanah air yang bersatu menjadi bangsa Inddan segala kekayaan alam merupakan kekayaan alam merupakan kekayaan nasional-hub bngs Indonesia dengan bara + k yang bersifat abadi. Pasal 2- Hak menguasai negaraara Pasal 3- Pengakuan hak ulayat Pasal 4- Ditetapk HAT Pasal 5- Berdasrk hukum adat Pasal 6- HAT mempunyau fungsi sos Pasal 7- kepalaemilikan tanah berlebihan dilarang Pasal 8- Diatur pengambilan kekayaan alam Pasal 9 -Tidak mengenal asas diskriminatif Pasal 10- Pemilik tanah pertanian wajib mengerjakjakan tanah sendiri. Pasal 11- Perlindungan hukum yang ditujukan golongan. Ekonomi.lemah. Pasal 14 -Rencana mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi…..seperti untuk kepalaerluan negara, peribadatan,pusat kehidupan masy, produksi, industri,transmigrasi dan pertambangan. Kepentingan Umum=digunakan untuk memfasilitasi dalam rangka untuk pertahanan dan keamanan nasional.Contohnya, untuk jln umum, TOL, KA, bendungan,irigasi, pelabuhan, bandara, TPA, RS, TPU dansekolah.-- Yang membutuhukuman pemerintah , caranya dengan
Pelepasan Hak ( Perat Pres.No 36 Tahun 2005 Ttng Pengadaan Tanah Bagi Pelaks.Pembangunan untuk Kepalaentingan Umum ) Perat Pres No 36 Tahun 2005 Pasal 1 ayat (3) diseb untukPengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk Mendapatk tanah dengan cara memberikan gantarai rugi kepada yang melepask atau menyerahukum tanah, bangunan, tanaman dan benda2 yang berkaitan dengan Tanah atau dengan pencabutan HAT.Perpres No. 65 Tahun 2006 Pasal 1 disbtk pengadaan Tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan gantarai rugi kpada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda2 yang berkaitan dengan tanah. Pasal,2 ayat(1) Pengadaan tanah bagi pelaks pembangunan untuk kepalaentg umum oleh pemerintah atau Pemda dilaks dengan cara pelepasan atau penyerahan HAT. Ayat (2)Pengadaan tanah selain bagi pelaksanaan pembangunan kepentingan umum oleh Pemerintah atau Pemda dilakukan dengan cara jual beli, tukar menukar atau cara lain yang disepakati sec. sukarela oleh para pihak yang bersangkutan. UU No 2 Tahun 2012 Pasal 1 angka 2;Pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan Tanah dengan cara memberi gantarai kerugian yang layak Dan adil kpada pihak yang berhak. Perpres No 71 Tahun 2012 dijlsk dalam Pasal 1 angka 2 ; Pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan Tanah PROSEDUR HUKUM PENGADAAN TANAH Harus disertai dengan pelepasan / penyerahan hak dari Pemegang HAT kpada pihak lain Pelepasan Hak dengan cara jual beli, hibah , penyerahan atau pencabutan. Khusus pelepasan HAT ,pertama pemerintah Menentukan lokasi kmd disosialisasikan pada masyarakat Setempat -didahului dengan proses musyawarah Untk menentukan besarnya gantarai rugi dengan kesepakatan antara pemerintah dan pemilik HAT.Apabila tidak ada titik temu maka pemerintah mempunyai Hak untuk melakukan pencabutan HAT sdk kebutuhan akan lahan sudah mendesak UU No 20 Tahun 1961 Pasal 1 --kepalaent umum, bngs, Negara dan pembangunan – Presiden dalam keadaan yang memaksa setelah mendengar menteri agraria, menteri kehakiman dan menteri ybs dapat mencabut HAT. Norma untuk dapat dilakukan pencabutan harus; 1.Kegunaan tanah untuk kepalaentg umum artinya untuk kepalaentg bngs, negara dan masy yang harus diwujudkan oleh pem. Dan digunakan sebesar besarnya untuk kemakmuran rakyat. 2.Telah diadakan proses musyawarah 3.Musyawarah tidak ada kesepakatan 4.Keadaan yang memaksa untuk segera terwujud. Pelepasan Hak / Penyerahan Hak Pasal 1 angka 6 Perpres 36 Tahun 2005 ; Kegiatan melepaskan hub hukum antara pemegang HAT dengan tanah yang dikuasainya, dengan memberikan GR atas dasar musyawarah. Hak perorangan beraspek perdata a.HAT sebagai hak individual adalah hak yang member wewenang kpada pemegang haknya untuk memakai,menguasai, menggunakan/mengambil manfaatnya HM, HGU,HGB, Hak Pakai dll b.Wakaf adalah perbuatan suci yang dilak oleh seseorang / BH dengan memisahukum sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakan untuk selamanya menjadi wakaf sos.
Pasal 40 ayat (3)UUPA perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan PP No. 28 Tahun 1997 Tentang Perwakafan Tanah Milik. Tanah apa yang dapat diwakafkan ? Yaitu tanah yang HM yang bebas dari ikatan dan sengketa c.Hak Tanggungan, mnrt UUPA dapat dibebankan ke HM ,HGU ,HGB.-Pasal 1 UU No.4 Tahun 1996. hak jaminan yang dibebank pada HAT / benda2 lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu……-memberikan kewenangan kpada kreditur untuk menjual lelang tanah yang dijadikan jaminan. UNSUR – UNSUR POKOK HAK TANGGUNGAN 1, Hak tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan hutang. 2. Obyeknya adalah HAT sesuai UUPA 3. Memberikan keddk yang diutamakan kpada kreditur tertentu. 4.Hak tanggungan dapat dibebankan atas tanahnya saja tetapi dapat berikut benda2 lainnya Syarat2 Tanah yang dapat dijadikan jaminan utang; -Tanah tersebut dapat dinilai dengan uang -Tanah tersebut dapat dipindah tangankan Sedangkan keistimewaan pemegang hak Tanggungan, adalah dapat meminta kpada pengadilan untuk melakukan penjualan di dpn umum. Tata cara pemasangan hak tanggungan al; -Dibuat perjanjiananjian utang piutang yang intinya debitur bersedia menjaminkan tanahnya untuk dibebani hak tanggungan. -Harus dengan akta PPAT yang telah memiliki wil. Kerja di mana tanah itu berada. -Sertifikat hak tanggungan memiliki kekuatan eksekutorial -HM atas RUSUN Sec. implisit diatur pada Pasal 4 ayat (1) UUPA…..HAT dapat diberikan kpada sekelompok org sec. bersamadengan org lain HM, HGB, Hak Pakai. Pasal 1 UU NO 16 Tahun 1985 , Rusun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bag2 yang distrukturkan sec.fungsional dl arah horizontal/vertikal dan merupakan satuan2 yang masaing2 dapat dimiliki dan digunakan sec. terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bag bersama,benda bersama & tanah bersama.-untuk jaminan kepalaastian hukum ? HAT mnrt UUPA HAT : Hak atas sebag tertentu permukaan bumi yang terbatas berdimensi dua MACAM MACAM HAT HM HGU HGB Hak Pakai Ada HAT yang keberadaannya dalam hukum agraria diberi sifat sementara seperti hak sewa tanah pertanian, hak gadai, hak usaha bagi hasil,Hak menumpang, hak memungut hasil hutan dan hak membuka tanah.Mengapa bersifat Sementara? HM, HGU, HGB & H Pakai - UUPA hanya mengatur pokok2nya sj oki peme mengeluark PP No. 38/1963 Tentang Penunjukan BH yang dapat memp HM dan PP No 40 Tahun 1996 Tentang HGU, HGB & Hak Pakai Hak Milik Pasal 20 ayat (1) adalah hak turun temurun, terkuat & terpenuh yang dipunyai org
atas tanah.Arti sifat terkuat dan terpenuh tidak berarti bahwa hak itu merupakan hak yang mutlak , tak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat.Mengapa ? -Terkuat: tidak mudah hapus dan mudah dipertahankan ,oleh karena itu wajib didaftarkan -Turun temurun: a. dapat diwaris b. tidak ditentukan jangka waktunya c. Dapat menjadi induk d. dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak tanggungan. e. dapat dialihukuman f. Dapat dilepaskan g. Dapat diwakafkan -Terpenuh
: a. meberikan wwng yang luas b.dapat dijadikan induk daripada HAT
Pasal 21 ayat {3} tidak menutup kemungkinan org asing untuk memp tanah dengan HM yaitu dengan perbuatan hukum tertentu. Dengan cara; a. pewarisan tanpa wasiat b. percampuran harta c. peralihan status kewarganegaraaraan Peralihan HM dibatasi waktunya hanya 1 tahun, apabila dl waktu 1 tahun dilalaikan maka HM menjadi hapus dan tanahnya menjadi tanah negaraara.Badan Hukum pada asasnya tidak dapat memp Hak Milik alasannya Badan Hukum tidak secara mutlak memerlukan HM Dan BH bukanlah subyek hukum,meskipun BH pada dasarnya tidak dapat mem HM -untuk kepalaent atas dasar PP No 38 Tahun 1963 tentang penunjukan BH yang dapat memp HM adalah a) Bank negara yang didirikan oleh Negara b) Perkumpulan kop. Pertanian yang didirikan atas dasar UU No 79 tahun 1958 c) Badan keagamaan yang ditunjuk oleh menteri pertanian / agraria/ menteri dalam negeri setelah mendengar menteri agama d) Badan sos yang ditunjuk menteri agraria setelah mendengar menteri sos. Badan Negaraara yang dapat memp HM harus memenuhi syarat sbb Untuk tmpt bangunan yang diperlukan guna menjalankan tugasnya / perumahan pegawai/karyawan menunaikan tugasnya serta untuk perumh pegawai./ karyawan b. Yang berasal dari pembangunanelian lelang sebagai eksekusi dari hak bank ybs dengan izin ment pertanian / agraria. Terjadinya HM Mnrt hukum adat.Ketentuann UU - Semua hak sebelum UUPA dikonversi menjadi HM yaitu Hak Eigendom BH yang memp syarat Hak Eigendom jika pemiliknya pada tg 24 Sept 1960 WNI Hak milik adat Hak gogolonganan yang bersifat tetap HM karena penetapan pemerintah ; Mengajukan permohonan
Instansi mengeluarkan surat kepalautusan pembangunanerian HM Pemohon mendaftark haknya untuk dibuatk buku tanah. Pemohon diberi sertifikat yang terdiri dari salinan buku tanah dan surat ukur.
CIRI2 Hak Milik; HAT yang turuntemurun terkuat terpenuh HM dapat beralih dan dialihukum HM dapat dibebani hak tanggungan HM dapat dilepas oleh yang punya HM dapat diwakafk HM dapat menjadi induk dari hak lain HAPUSNYA HM Jatuh kpada negaraara; a. Pencabutan hak untuk kepalaentingan umum b. Penyerahan dengan sukarela c. Karena ditelantaraark ( PP 36 / 98 – PP 11/ 010 d. Melepask - org asing yang sesudah berlakunya UUPA karena percampuran harta karena perkw dengan WNI yang kehilangan kewargnnya wajib melepask haknya dalam jangka 1 tahun sejak diperolehnya hak tersebut / hilang kewargnnya. HM menjadi hilang / putus. Tanahnya musnah HGU : Pasal 28 ayat (1) UUPA & PP No 40 Tahun 1996 = hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu paling lama 25 tahun – 35 tahun.HGU bs smp 25 ha / lbh tetapi harus ada investasi modal yang layak dan teknik perush yang baik. SUBYEK HG WNI BH yang didirikan mnrt hukum Ind dan berkeddk di Ind. TERJADINYA HGU Karena penetapan pemerintah,HGU hanya dapat Terjadi di atas tanah negaraara- ada proses permohonan kpada negara melalui BPN. CIRI – CIRI HGU; 1.Tergolonganong hak yang kuat 2.Dapat beralih dan dialihukuman 3.Jangka waktu paling lama 35 tahun 4.Dapat dibebani hak tanggungan 5.Dapat dilepaskan oleh 6. HGU hanya dapat diberikan untuk kepalaerluan usaha pertanian, perikanan dan peternakan. HAPUSNYA HGU; 1.Berakhirnya jangka waktu 2,Dihentikan sbelum jangka waktu berakhir 3.Dilepaskan sbelum jangka waktu berakhir 4.Dicabut untuk kepalaentingan umum 5.Tanahnya ditelantaraarkan 6.Tanahnya musnah 7.Karena ketentuan Pasal 30 ayat{2} yi org / BH yang tidak mempunyai syarat2 seperti bukan wni,bukan BH Ind dan tidak berkddk di Ind.- wajib melepask HGB; adalah hak untuk
mendirikan bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun,dan dapat diperpanjang paling lama 20 tahun, HGB dapat beralih dan dialihkan.HGB - Begitu pentingnya karena pesatnya pembangunan perumahan baik oleh pemerintah / swasta maka objek tanah yang dijadikan sasaran adalah tanah negara, tanah hak pengelolaan dan tanah HM- Maka pemerintah menga tur lbh lanjut dengan PP No 40 Tahun 1996 HAK PAKAI- Pasal 41 ayat {1} hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau milik org lain, yang memberi wwng & kewjbn yang ditentukan dalam kepalautusan pembangunaneriannya oleh pejabat yang berwng memberikannya atau dalam perjanjiananjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa / perjanjian pengelolaan tanah, segala sesuatu agar tidak bertentangan dengan jiwa & ketentuan UU. - UUPA tidak sec rinci mengatur mengenai hak pakai.-- PP No 40 Tahun 1996 INTI HAK PAKAI; merupakan hak untuk menggunakan/ memungut hasildari tanah negara/ tanah milik org lain yang telah memberikan wwng dan dan kewjbn yang ditentukan dalam kepalautusan pembangunane riannya. HAK PAKAI DALAM PEMBANGUNANERIAANNYA-Tidak diperbolehukum ada unsur pemerasan dan dapat diberikan selama jangka waktu tertentu / selama tanahnya masih dipergunakan untuk kepalaenting an tertentu dan bs diberikan sec cuma2 / dengan pembangunanayaran / jasa. SUBYEK HAK PAKAI 1.WNI 2.Org asing yang berkeddk di Ind 3.BH yang didirika mnrt hukum Ind dan berkddk di Ind 4. BH asing yang punya perwkln di Ind 5. Perwkln negara asing dan perwkln badan internasional. 6. Departemen, lembaga pem non departe men dan Pemda 7. Badan keagamaan dan sos. Hak Pakai atas suatu pemilikan tanah dapat dialihukum kpada pihak lain apabila hal tersebut dimungkink dalam perjanjiananjian -- untuk tanah yang dikuasai negara, Hak pakai hanya dapat dialihukum dengan izin dari pejabat yang berwenang. TERJADINYA HAK PAKAI
1. Hak pakai atas TANAH NEGARAARA diberikan dengan kepalautusan pembangunanerian hak oleh menteri /pejabat yang ditunjuk. 2, Hak Pakai atas tanah hak PENGELOLAAN diberikan oleh menteri /pejabat yang ditunjuk ber dasark usul pemegang hak pengelolaan. 3. Hak Pakai atas tanah HM terjadi dengan pembangunaneriian tanah oleh pemilik tanah dengan akta dibuat PPAT / berdsrk kesepakatan antara pemilik tanah dengan pemegang hak pakai. 5. Hak Pakai dapat dilepas HAPUSNYA HAK PAKAI; a. Berakhir jangka waktu b. Dibatalkan c. Dilepaskan secara sukarela d. Ditelantaraarkan e. Tanahnya musnah f, Tidak memenuhi syarat. Pasal 1 ayat(2) PP No 40 Tahun 1996 -Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaks sebagian dilimpahukum kpada pemegangnya. PPATmnrt PP No 24 Tahun 1997 Tentang pendaftr tanah disbtk bhw pejabat pembangunanuat akta tanah yaitu pejabat umum yang di beri kewngn untuk membuat akta2 tanah tertentu.- berdsrk pengertian ini maka PPAT adalah pejabat umum, yang artinya org yang diangkat oleh instansi yang berwng dengan tugas melayani masy umum dibidang kegiatan tertentu. Pasal 1 PP No 37 Tahun 1998----. Pejabat umum yang diberi wwng untuk membuat akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai HAT. Boedi Harsono, PPAT adalah suatu jbtn dalam tata susunan hukum agraria nasional khususnya yang mengatur pendaftn tanah LANDASAN HUKUM PELAKSANAAN TUGAS PPAT; 1, UU No 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan atas tanah beserta benda2 yang berkaitan dengan tanah, 2, PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. 3. PP No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan PPAT. 4. Peraturan Menteri Agraria/ kepalaala BPN No, 1 Tahun 2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 37 Tahun1998 Tentang Peraturan Jabatan PPAT MACAM – MACAM PPAT Berdasarkan PP No. 37 Tahun 1998 terdapat 3 macam PPAT yaitu; 1. PPAT umum adalah pejbt umum yang diberi kewngn untuk membuat akta2 otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai HAT atau HM atau satuan rumah susun. 2. PPAT sementara adalah pejabat pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas pejaba PPAT dengan membuat akta PPAT.- untuk daerah terpencil.
3. PPAT khusus adalah pejabat BPN yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT tertentu khusus dalam rangka pelaksanaan / tugas pemerintah tertent=PRONA ( Proyek Operasi Nasional Agraria ) Notaris belum tentu PPAT , notaris yang bukan PPAT apabila membuat akta tanah maka batal demi hukum. Apakah ada PPAT yang bukan NOTARIS ? KEWENANGAN PPAT;- Pasal 3 PP No. 37/ 1998 1. Membuat akta otentik mengenai semua perbuatan hukum mengenai HAT dan HM atas satuan rusun yang terletak didaerah kerjanya. 2. Untuk PPAT khusus hanya berwenang membuat akta mengenai perbuatan hukum yang disbt sec. khusus dalam penunjukannya.Yang disbt akta PPAT adalah akta yang dibuat oleh PPAT Sebagai bukti telah dilaksnya perbuatan hukum tertentu tentang HAT / HM atas satuan rusun. PERBEDAAN NOTARIS DAN PPAT Notaris adalah. Pejbt umum yang berwenang untuk membuat akta otentik.PPAT adalah. Pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk membuat akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai HAT / HM atas satuan Rusun. DASAR HUKUM NOTARIS dan PPAT Profesi notaris diatur dalam UU No 30 tahun 2004 sdk pengangkatan notaris melalui surat kepalautusan menteri kehakiman RI tg 23 Nop 1998 No. C-537 HT.03.01 TAHUN 1998 Tentang pengangkatan notaris DASAR HUKUM PPAT: UU No 5 tahun 1960 PP No 24 tahun 1997 PP no 37 tahun 1998 tentang perat. Jbtn PPAT PerKBPN No.1 tahun 2006 PERBEDAAN TUGAS dan WWNG NOT. Dan PPAT Notaris; memp tugas membuat akta otentik seperti perjanjiann yang diharusk oleh UU /yang dikendaki oleh yang berkepalaentingan. Notaris berwng; Mengesahukum ttd dan menetpk kepalaastian tgl surat dibwh tangan dengan mendaftr dalam buku . Membukukan str di bwh tangan . Melakukan pengesahan kecocokan fc. Dengan surat aslinya. Membuat risalah lelang. Tugas PPAT; Melaksanakan pendaftaran tanah, kewngnnya perubahan data yang diakibatk oleh perbuatan hokum seperti jual beli, hibah,pembangunanerian HGU,HGB,Hak Pakai pembangunanerian kuasa hak tanggungan.
REVIEW MATERI UTS HUKUM KETENAGAKERJAAN
PENGERTIAN HUKUM PERBURUHAN/HUKUM KETENAGA-KERJAAN Istilah buruh dan Hukum Perburuhan dan Pendapat ahli tentang Hukum Perburuhan Banyak rumusan Hukum Perburuhan/Hukum Ketenagakerjaan diberikan oleh para ahli hukum, maupun pendapat yang satu dan yang lainnya berlainan bunyinya. Rumusan diberikan antara lain dari : 1. MOLENAAR Hukum perburuhan/ARBEIDSRECHT adalah bagian dari hukum yang berlaku, yang pada pokoknya mengatur hubungan antara buruh dengan majikan, antara buruh dengan buruh dan antara buruh dengan penguasa. Pada pengertian tersebut hendaklah dibatasi pada hukum yang bersangkutan dengan orang-orang yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja/bekerja pada orang lain. 2. M.G. LEVENBACH Hukum Perburuhan adalah hukum yang berkenaan dengan hubungan kerja, di mana pekerjaan tersebut dilakukan di bawah pimpinan dan dengan keadaan penghidupan yang bersangkut paut dengan hubungan kerja. Dalam pengertian tersebut hubungan kerja tidak hanya mengatur mereka yang terikat pada hubungan kerja saja, melainkan termasuk juga peraturan mengenai persiapan bagi hubungan kerja. Contoh : peraturan untuk magang. 3. Prof. IMAN SOEPOMO Hukum Perburuhan adalah himpunan peraturan baik tertulis maupun tidak, yang berkenaan dengan kejadian di mana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah. Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. (Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003). Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. (Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003).
Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Berdasarkan batas kerja ď&#x201A;ˇ
Angkatan kerja
Angkatan kerja adalah penduduk usia produktif yang berusia 15-64 tahun yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja, maupun yang sedang aktif mencari pekerjaan. ď&#x201A;ˇ
Bukan angkatan kerja
Bukan angkatan kerja adalah mereka yang berumur 10 tahun ke atas yang kegiatannya hanya bersekolah, mengurus rumah tangga dan sebagainya. Contoh kelompok ini adalah: 1. anak sekolah dan mahasiswa 2. para ibu rumah tangga dan orang cacat, dan 3. para pengangguran sukarela
Pengusaha adalah orang perorangan, persekutuan atau badan hukum : ď&#x201A;ˇ ď&#x201A;ˇ ď&#x201A;ˇ
yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri. yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya. yang berada di wilayah Indonesia mewakili perusahaan milik sendiri maupun bukan miliknya yang bekedudukan di Indonesia (Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003).
Perusahaan adalah : 1.
Setiap bentuk usaha yang berbadan hukm atau tidak, milik orang perorangan, persekutuan atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
2.
Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain (Pasal 1 angka 6 UndangUndang No. 13 Tahun 2003).
Sifat Hukum Perburuhan dan Obyek Hukum Perburuhan
Sifat Hukum Perburuhan adalah keperdataan yaitu mengatur kepentingan hubungan antar orang denganorang lain atau perseorangan. Dan diatur dalam Buku III KUH Perdata tentang Perjanjian Kerja title VII A. dan Hukum Peburuhan juga bersifat Hukum Publik. (Pasal 1338 KUH. Perdata) Obyek materil dari Hukum Perburuhan adalah Karya Manusia dan objek formil dari Hukum Perburuhan adalah ada kaitanya dengan kerja manusia yang bersifat ekonomis. PENGERTIAN DAN SUMBER- SUMBER HUKUM PERBURUHAN Sumber - sumber Hukum Perburuhan/ KetenagaKerjaan Sumber hukum perburuhan adalah : segala sesuatu dimana kita dapat menemukan ketentuanketentuan atau aturan-aturan mengenai permasalahan perburuhan, yang dapat dijadikan sebagai patokan untuk menyelesaikan permasalahan perburuhan. Sumber hukum perburuhan dapat dibagi menjadi 2 (dua) yakni : ď&#x201A;ˇ ď&#x201A;ˇ
Sumber hukum yang tertulis. Sumber hukum yang tidak tertulis.
Sumber hukum yang tertulis adalah 1. Kebiasaan (Kebisaaan yang berhubungan dengan ketenaga kerjaan) 2. Perjanjian (Perjanjian yang dibuat antara majikan dan buruh atau perjanjian yang dibuat antara majikan dengan serikat pekerja/buruh. 3. Peraturan Perusahaan (Peraturan yang dibuat oleh Pengusaha) 4. Putusan ( Putusan Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial/PPHI ataupun arbitrase) 5. Peraturan perundang- undangan ( UU No. 13 Tahun 2003, UU No 2/2004 dan sebagianya) 6. Konvensi ILO (konvensi No.100 1951 mengenai pengupahan yang sama antar laki-laki dan perempuan untuk pekerjaan yang sama) 7. Traktat.
Keselamatan Kerja (K 3 ) dan Perlindungan Dasar - dasar Keselamatan Kesehatan Kerja (K 3) Perlindungan kerja di dalam hukum ketenagakerjaan banyak ragamnya, namun yang akan dibahas dalam bab ini hanya dua macam yaitu : A.Kesehatan kerja yang diatur dengan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003.
B. Keselamatan kerja yang diatur dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1970, yang merupakan UndangUndang Ketenagakerjaan yang lama yang masih relevan digunakan. UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 YANG MENGATUR TENTANG KESEHATAN KERJA Materi kesehatan kerja ini meliputi : 1. Pekerjaan anak. 2. Pekerjaan perempuan pada (malam hari). 3. Waktu kerja. 4. Waktu istirahat. 5. Hak khusus wanita -Pasal 81 mengatur cuti haid. - Pasal 82 mengatur cuti hamil. - Pasl 83 mengatur tentang menyusui anaknya pada waktu kerja. -Pasal 84 mengatur tentang hak mendapatkan upah pada saat mengambil cuti dan hak khusus wanita.
PEKERJAAN ANAK Definisi anak menurut Pasal 1 angka 26 Undang-Undang Ketengakerjaan No. 13 Tahun 2003 adalah “Setiap orang yang berumur di bawah 18 tahun”. Selanjutnya menurut ketentuan Pasal 68 UndangUndang No. 13 Tahun 2003 di jelaskan bahwa “Pengusaha dilarang mempekerjakan anak”. Namun ketentuan seperti yang diatur dalam Pasal 68 tersebut dapat dikecualikan bagi anak yang berumur antara 13 sampai dengan 15 tahun untuk melakukan pekerjaan ringan, sepanjang tidak menganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial anak (Pasal 69 ayat (1)). Pengusaha yang mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan tersebut harus memenuhi syarat : a. Ijin tertulis dari orang tua/wali. b. Perjanjian kerja antara orang tua dan pengusaha. c. Waktu kerja maksimum 3 jam. d. Dilakukan pada siang hari dan tidak menganggu waktu sekolah. e. Memberi perlindungan keselamatan dan keehatan kerja.
f. Adanya hubungan kerja yang jelas. g. Menerima upah sesuai ketentuan yang berlaku. Menurut ketentuan Pasal 74 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 ditentukan bahwa : â&#x20AC;&#x153;Siapapun dilarang mempekerjakan anak pada pekerjaan yang terburukâ&#x20AC;?. Pekerjaan yang terburuk tersebut meliputi : (Pasal 74 ayat (2)). a. Segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan dan sejenisnya. b. Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan atau melibatkan anak untuk produksi dan perdagangan minuman keras, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya. c. Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan atau menawarkan anak untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno dan perjudian. d. Segala pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan atau moral anak. Jenis-jenis pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan dan moral anak ditetapkan dalam Kep. Men. No. 235/MEN/2003 yang meliputi : a. Pekerjaan pembuatan, perakitan / pemasangan, pengoperasian, perawatan dan perbaikan mesinmesin bor, gerinda, mesin bubut, mesin produksi, alat berat seperti traktor, dapur peleburan, bejana penimbun, bejana pengangkut. b. Pekerjaan yang mengandung bahaya fisik sepert pekerjaan yang di bawah tanah, pekerjaan yang menggunakan peralatan las listrik/gas. c. Pekerjaan yang mengandung bahaya kimia. d. Pekerjaan yang mengandung bahaya biologis. e. Pekerjaan yang mengandung sifat dan keadaan bahaya tertentu misalnya pekerjaan konstruksi, bangunan, irigasi, jalan. f. Pekerjaan yang membahayakan moral anak misalnya pekerjaan yang di karaoke, diskotik, promosi minuman keras. PEKERJAAN PEREMPUAN PADA MALAM HARI Definisi tentang perempuan yang bekerja pada malam hari tidak diatur pada Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 namun pada Pasal 76 ayat (1) menjelaskan bahwa pekerja perempuan yang berumur kurang dari 18 tahun dilarang di pekerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 pagi. Selanjutnya menurut Pasal 76 ayat (2) menjelaskan bahwa pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja perempuan hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya, bila bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 pagi.
Pengusaha yang mempekerjakan perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00 pagi wajib : a. Memberikan makanan dan minuman bergizi. b. Menjaga kesusilaan dan kemanan selama di tempat kerja (Pasal 76 ayat (3)). Ketentuan tersebut masih ditambah, bahwa pekerja perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00 pagi wajib menyediakan antar jemput (Pasal 76 ayat (4)). Ketentuan yang diatur dalam Pasal 76 ayat (3) dan (4) diatur lebih lanjut dalam Kep. Men. No. 224/MEN/2003. WAKTU KERJA Menurut ketentuan Pasal 77 ayat (1), setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja sesuai bunyi Pasal 77 ayat (2). Waktu kerja diatur sebagai barikut : a. 7 jam/hari dan 40 jam/minggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu. b. 8 jam/hari dan 40 jam/minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu. Pengusaha dapat mempekerjakan pekerja melebihi waktu kerja seperti yang diatur Pasal 77 ayat (2) tersebut, namun harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. Ada persetujuan dari pekerja yang bersangkutan. b. Waktu kerja lembur paling banyak 3 jam dalam sehari dan 14 jam dalam 1 minggu (Pasal 78 ayat (1)). Pengusaha yang mempekerjakan melebihi waktu kerja tersebut diatas wajib membayar upah kerja lembur (Pasal 78 ayat (2)). Ketentuan pembayaran upah lembur diatur di dalam Kep. Men. No. 102/MEN/2004 tentang waktu kerja lembur dan upah kerja lembur. WAKTU ISTIRAHAT Menurut bunyi Pasal 79 ayat (1), pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja. Waktu istirahat dan cuti tersebut menurut bunyi Pasal 79 ayat (2) diatur sebagai berikut : a. Istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 jam terus menerus. b. Istirahat mingguan, 1 hari untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu, 2 hari untuk 5 hari kerja dalam seminggu c. Cuti tahunan, 12 hari kerja setelah bekerja selama 12 bulan secara terus menerus.
d. Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 bulan dilaksanakan pada tahun ke 7 dan ke 8 masing-masing 1 bulan bagi pekerja yang telah bekerja selama 6 tahun secara terus menerus. (Hak istirahat penjang ini hanya berlaku bagi pekerja yang bekerja pada perusahaan tertentu yang diatur Keputusan Menteri). HAK KHUSUS WANITA Yang dimaksud hak khusus wanita adalah hak yang didapat wanita karena sifat kodratnya sebagai wanita yang tiap bulannya haid dan setelah menikah kemudian hamil dan melahirkan anak. Hak khusus wanita ini dilindungi oleh Undang-Undang dengan memberikan cuti haid dan cuti hamil. Ketentuan tentang cuti haid diatur dalam Pasal 81 ayat (1) yang berbunyi : Pekerja perempuan yang dalam masa haid merasa sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid. Pelaksanaan ketentuan cuti haid tersebut diatur dalam perjanjian kerja peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Menurut ketentuan Pasal 82 ayat (1), pekerja perempuan berhak mendapatkan istirahat selama 1,5 bulan sebelum saatnya melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan/bidan. Menurut Pasal 83, pekerja perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja. Pasal 84 memberikan perlindungan bagi pekerja perempuan yang menggunakan hak waktu istirahat seperti yang diatur dalam Pasal 72 ayat (2) huruf b, c, d (mengambil istirahat mingguan, cuti tahunan, cuti panjang), Pasal 80 (melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya) Pasal 82 (mengambil cuti haid, cuti keguguran kandungan) berhak mendapat upah penuh. UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1970 YANG MENGATUR TENTANG KESELAMATAN KERJA Perlindungan keselamatan kerja masih diatur dengan Undang-Undang lama No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Undang-Undang tersebut diundangkan menggantikan Peraturan Keamanan Kerja yang diatur dalam VEILIGHEIDS REGLEMENT tahun 1910 yang mempunyai sifat REPRESIF (mengatasi setelah terjadi kecelakaan kerja di tempat kerja), berbeda dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 yang mempunyai sifat PREVENTIF (mencegah terjadinya kecelakaan kerja di tempat kerja). Sifat Preventif diperlukan sekali pada saat ini karena dengan peraturan yang maju akan memberikan rasa aman bagi pekerja, dapat meningkatkan produksi dan produktivitas kerja. Yang dimaksud keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja, lingkungan dan cara-cara melakukan pekerjaan.
Keselamatan kerja tersebut berlaku dalam ruang lingkup tempat kerja baik di darat, di dalam tanah, dipermukaan air, di dalam air maupun di udara yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Yang dimaksud tempat kerja adalah tiap ruangan, lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana pekerja bekerja atau yang sering dimasuki pekerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber-sumber bahaya. Dengan perumusan tadi, ruang lingkup berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 ini ditentukan oleh tiga unsur ialah : 1. Tempat dimana dilakukan pekerjaan bagi suatu usaha. 2. Adanya pekerja yang bekerja di suatu usaha. 3. Adanya bahaya kerja di tempat kerja. TUJUAN KESELAMATAN KERJA a. Melindungi tenaga kerja atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan. b. Menjamin keselamatan orang lain yang ada di tempat kerja. c. Memelihara sumber produksi agar dipergunakan secara aman dan efisien.
PERJANJIAN KERJA Pengupahan Buruh dan macam Perjanjian Kerja Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Pada dasarnya, sahnya suatu perjanjian dibuat berdasarkan syarat-syarat sebagaimana dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (â&#x20AC;&#x153;KUH Perdataâ&#x20AC;?), perjanjian kerja pada umumnya yaitu : 1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. suatu hal tertentu; 4. suatu sebab yang halal. Syarat-syarat perjanjian sebagaimana tersebut di atas, meliputi syarat subyektif dan syarat obyektif. Apabila perjanjian tidak sesuai dengan syarat subyektif pada angka 1 dan angka 2, maka perjanjian
tersebut dapat dibatalkan. Dan apabila perjanjian tidak sesuai dengan syarat obyektif pada angka 3 dan angka 4, maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Perjanjian kerja menurut Ps 1601 a s/d y UU perburuhan yaitu : 路 Adanya pekerja yang jelas 路 Adanya perintah yang jelas 路 Adanya upah 路 Adanya waktu tertentu Pasal 51 1) Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan. 2) Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku. Pasal 52 1) Perjanjian kerja dibuat atas dasar : a. kesepakatan kedua belah pihak; b. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum; c. adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan d. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum,kesusilaan, dan peraturan perundang undangan yang berlaku. 2) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksuddalam ayat (1) huruf a dan b dapat dibatalkan. 3) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dan d batal demi hukum. Pasal 53 Segala hal dan/atau biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan pembuatan perjanjian kerja dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab pengusaha. Pasal 54 (1) Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang kurangnya memuat :
a. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha; b. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh; c. jabatan atau jenis pekerjaan; d. tempat pekerjaan; e. besarnya upah dan cara pembayarannya; f. syarat syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh; g. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja; h. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dani. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja. (2) Ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e dan f, tidak boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, dan peraturan perundang undangan yang berlaku. (3) Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat sekurang-kurangnya rangkap 2 (dua), yang mempunyai kekuatan hukum yang sama, serta pekerja/buruh dan pengusaha masing-masing mendapat 1 (satu) perjanjian kerja. Pasal 55 Perjanjian kerja tidak dapat ditarik kembali dan/atau diubah, kecuali atas persetujuan para pihak. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Pasal 93 ayat (1) WORK NO PAY).
Menjelaskan bahwa upah tidak dibayar bila pekerja tidak melakukan pekerjaan (NO
Komponen upah terdiri atas : 1.
Upah pokok (upah pokok yang dibayarkan kepada buruh menurut tingakt dan jenis pekerjaan yang besarnya ditentukan oleh perjanjian)
2. Tunjangan tetap ( dibayarkan secara teratur dan tetap dibayarkan bersamaan dengan upah pokok) 3.
Tunjangan tidak tetap (karena prestasi )
4. Yang bukan termasuk komponen Upah :1.
Fasilitas 2.
Bonus 3.
Tunjangan Hari Raya
5. Upah mimum terdiri atas :Upah minimum Provinsi/kota/kab ,Upah minimum sektoral regional Pasal 93 (1) Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku, dan pengusaha wajib membayar upah apabila : a. pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan; b. pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan; c. pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau isteri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia; d. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban terhadap negara; e. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalan-kan ibadah yang diperintahkan agamanya; f. pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha; g. pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat; h. pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan pengusaha; dan i. pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan. HUBUNGAN KERJA Hubungan kerja adalah hubungan antara pekerja dan pengusaha, diantara pekerja menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada pengusaha dengan menerima upah dan pengusaha menyatakan kesanggupannya untuk mempekerja-kan pekerja dengan membayar upah. Di dalam hubungan kerja demikian dapat terjadi adanya : 1. Perjanjian kerja ď&#x201A;ˇ ď&#x201A;ˇ
Perjanjian kerja waktu tertentu /PKWT. Perjanjian kerja waktu tidak tertentu/PKWTT.
2. Perjanjian pemborongan. 3. Perjanjian kerja bersama. 4. Peraturan perusahaan. PERJANJIAN KERJA Diatur dalam Pasal 51 – 63. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak (Pasal 1 angka 14). BENTUK PERJANJIAN KERJA : (Pasal 51) a. Tertulis, harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan. b. Lisan. DIBUAT ATAS DASAR : (Pasal 52) adopsi psl 1320 KUHPerdata a. Kesepakatan kedua belah pihak. b. Kemampuan/ kecakapan melakukan perbuatan hokum. (>18 th) c. Ada pekerjaan yang diperjanjian. d. Pekerjaan tidak bertentangan dengan :
ketertiban umum;
kesusilaan;
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perjanjian kerja yang dibuat bertentangan dengan ketentuan a dan b dapat dibatalkan sedangkan perjanjian kerja yang bertentangan dengan ketentuan c dan d batal demi hukum. SYARAT PERJANJIAN KERJA TERTULIS : (Pasal 54) a. Memuat nama, alamat perusahaan dan jenis usaha. b. Memuat nama, jenis kelamin, umur dan alamat pekerja. c. Jabatan, jenis pekerjaan. d. Tempat pekerjaan.
e. Besarnya upah dan cara pembayaran. f. Hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja. g. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja. h. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat. i.
Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
Perjanjian kerja tersebut dibuat rangkap 2 dan tidak dapat ditarik kembali/ diubah kecuali atas persetujuan para pihak yang membuat perjanjian kerja. MACAM PERJANJIAN KERJA (Pasal 56 ayat (1)) a. Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) / Kontrak Kerja dibuat atas dasar jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu. Dibuat dengan menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin. Jika dibuat secara tidak tertulis maka akan dinyatakan sebagai perjanjian untuk waktu tidak tertentu. Bila perjanjian dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing, bila ada salah tafsir antara keduanya, maka yang berlaku adalah perjanjian kerja yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Perjanjian kerja waktu tertentu tidak mensyaratkan adanya masa percobaan. Bila disyaratkan masa percobaan maka masa percobaan yang disyaratkan batal demi hukum. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu ini hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan akan selesai dalam waktu tertentu. Pekerjaan itu adalah :
Pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya. Pekerjaan yang selsesainya kurang dari 3 tahun atau paling lama 3 tahun. Pekerjaan yang bersifat musiman. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru/masih dalam percobaan/penjajakan.
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tersebut tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang sifatnya tetap. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau diperbaharui, hanya dapat diadakan paling lama 2 tahun dan hanya dapat diperpanjang 1 tahun saja. b. Perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) Dapat mengsyaratkan masa percobaan maksimal 3 bulan. Dalam masa percobaan tersebut, pengusaha dilarang membayar upah minimum yang berlaku.
Pengaturan Hubungan Kerja Perjanjian kerja tertentu diharuskan untuk membuat secara tertulis yaitu : a) Perjanjian Kerja Laut (PKL) Dibuat antara awak kapal dengan perusahaan atau dengan nahkoda yang mewakili pengusaha. b) Perjanjian Kerja Antar Kerja Antar Negara (AKAN) Dibuat antara perusahaan pengerah tenaga kerja dengan tenaga kerja yang dikirim ke luar negeri. c) Perjanjian Kerja Antar Kerja Antar Daerah(AKAD) Dibuat antara tenaga kerja dengan perusahaan pemakai yang memuat persyaratan-persyaratan baik dalam pengerahan maupun yang berlaku sewaktu pekerja sudah bekerja. d) Perjanjian Kerja untuk Waktu tertentu (Kontrak) Dibuat antara pekerja dengan perusahaan yang memuat persyaratan dan kondisi didalam bekerja BERAKHIRNYA PERJANJIAN KERJA dan Outsourcing Bilamanakah Perjanjian kerja berakhir? 1. Pekerja meninggal dunia; 2. Jangka waktu perjanjian kerja berakhir; 3. Adanya putusan pengadilan dan / atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah memiliki kekuatan hukum tetap; atau 4.Adanya situasi atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan kerja, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja. Pemborongan pekerjaan (OUTSOURCING) diatur dalam Pasal 64 â&#x20AC;&#x201C; 66 Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003. Terminologi outsourcing memang hanya terdapat dalam Pasal 1601 b KUH Perdata yang mengatur perjanjian di mana pihak yang pertama pemborong mengikatkan diri untuk membuat suatu kerja tertentu bagi pihak yang lain, yang memborongkan dengan menerima bayaran tertentu. Sementara itu Undang-Undang No.13 Tahun 2003 secara eksplisit tidak ada istilah outsourcing. Praktek outsourcing dalam Undang-Undang tersebut dikenal dengan dua bentuk yakni pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa pekerja/buruh. Ungkapan tersebut diatur dalam Pasal 64. Dalam perjanjian pemborongan pekerjaan harus dibuat secara tertulis, pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan penerima pemborongan harus memenuhi syarat : a. dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;
b. dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan; c. merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; d. tidak menghambat proses produksi secara langsung; e. perusahaan penerima pemborongan harus berbadan hukum. BERAKHIRNYA OUTSOURCING a. Pekerjaan telah selesai, setelah melalui masa pemeliharaan. b. Pembatalan perjanjian. c. Kematian pemborong. d. Pemborong pailit. e. Pemutusan perjanjian. f. Persetujuan kedua belah pihak SARAN PENUNJANG HUBUNGAN INDUSTRIAL Serikat Pekerja/Serikat Buruh , lembaga Kerjasam Bipartrit, Tripartit Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai nilai Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. (Pasal 1 ayat 16 UU No 13/2003) Hubungan Industrial dilaksanakan melalui sarana-sarana sebagai berikut : (Pasal 103) a. Serikat Pekerja. b. Organisasi Pengusaha. c. Lembaga Kerjasama Bipartit.( di tingkat perusahaan) d. Lembaga Kerjasama Tripartit. (di tingkat nasional, privinsi, kabupaten/kota) e. Peraturan Perusahaan. f. Perjanjian Kerja Bersama. g. Peraturan Perundang-Undangan Ketenagakerjaan. h. Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.(Pasal 1 ayat 17 UU No. 13/2003) Lembaga kerja sama bipartit adalah forum komunikasi dan konsultasi mengenai halhal yang berkaitan dengan hubungan industrial di satu perusahaan yang anggotanya terdiri dari pengusaha dan serikat pekerja/ serikat buruh yang sudah tercatat instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan atau unsur pekerja/buruh. (Pasal 1ayat 18 UU No.13/2003) Lembaga kerja sama tripartit adalah forum komunikasi, konsultasi dan musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan yang anggotanya terdiri dari unsur organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah. Peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat syarat kerja dan tata tertib perusahaan. (Pasal 1ayat 19 UU No.13/2003) Peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat syarat kerja dan tata tertib perusahaan. (Pasal 1 ayat 20 UU No.13/2003) Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak. (Pasal 1 ayat 21 UU No.13/2003) Yang dimuat dalam KKB adalah 1.
Hak dan kewajiban pengusaha
2.
Hak dan kewajiban SP serta pekerja
3.
Jangak waktu dan tanggal mulai berkalunya
4.
Tanda tangan para pihak
PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, dan perselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan. (Pasal 1 ayat 22 UU No.13/2003) MACAM PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL :
a. Perselisihan hak. b. Perselisihan kepentingan. c. Perselisihan pemutusan hubungan kerja. d. Perselisihan antar serikat pekerja hanya dalam satu perusahaan Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan Perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan dan/atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak. Perselisihan antara Serikat Pekerja adalah perselisihan antara Serikat Pekerja dengan Serikat Pekerja lainnya hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak dan kewajiban keserikat pekerjaan. Mogok kerja adalah tindakan pekerja/buruh yang direncanakan dan dilaksanakan secara bersama-sama dan/atau oleh serikat pekerja/serikat buruh untuk menghentikan atau memperlambat pekerjaan. (Pasal 1 ayat 23 UU No.13/2003) Penutupan perusahaan (lock out) adalah tindakan pengusaha untuk menolak pekerja/buruh seluruhnya atau sebagian untuk menjalankan pekerjaan. (Pasal 1 24 UU No.13/2003) Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha. (Pasal 1 ayat 25 UU No.13/2003)
LANJUTAN PHK SAMPAI MATERI TERAKHIR CARA MENYELESAIKAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL a. Penyelesaian melalui Bipatit. b. Penyelesaian melalui Mediasi. c. Penyelesaian melalui Konsiliasi. d. Penyelesaian melalui Arbitrase.
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) Menurut Prof Iman Soepomo, PHK dapat dibagi dalam 4 macam yakni: a. PHK oleh pengusaha. b. PHK oleh pekerja. c. PHK oleh pengadilan. d. PHK yang putus demi hukum. Dari 4 macam PHK tersebut, PHK yang dilakukan oleh pengusaha merupakan PHK yang sering terjadi. Walaupun tindakan PHK dapat diberi pesangon, namun kejadian tersebut tidak disambut gembira oleh pekerja, karena tidak jelas lagi masa depannya. Oleh karena itu pengusaha dalam memutuskan hubungan kerja dengan pekerjanya harus melalui prosedur hukum yang berlaku. Ketentuan untuk mem PHK pekerja diatur dalam Undang-Undang ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 yakni : 1. Harus ada syarat yang merupakan penetapan dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Pasal 151 ayat (3)). 2. Ada alasan a.
Kesalahan berat (Pasal 158 ayat (1)).
Ø Menipu, mencuri, menggelapkan barang perusahaan. Ø Memberi keterangan palsu/yang dipalsukan. Ø Mabuk, minum minuman keras di perusahaa. Ø Melakukan perbuatan asusila/berjudi di perusahaan. Ø Menganiaya, mengancam, mengintimidasi kawan sekerja/ pengusaha. Ø Membujuk kawan sekerja/pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Undang-Undang. Ø Ceroboh, merusak/membiarkan barang milik perusahaan dalam keadaan bahaya. Ø Membongkar rahasia perusahaan. Ø Melakukan perbuatan di perusahaan yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih. Ø Ceroboh / pengusaha dalam keadaan bahaya. Kesalahan berat tersebut harus didukung oleh bukti sebagai berikut :
o
Pekerja tertangkap tangan.
o
Pengakuan dari pekerja yang bersangkutan.
o
Bukti lain: laporan kejadian yang dibuat pihak yang berwenang di perusahaan dengan 2 orang saksi.
Hak pekerja yang melakukan kesalahan berat ini adalah : berhak atas uang penggantian hak yang diatur dalam Pasal 156 ayat (4). b.
Kesalahan Ringan (Pasal 161 ayat (1))
Ă&#x2DC; Melanggar ketentuan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama setelah ada peringatan pertama, kedua dan ketiga secara berturut-turut. Ă&#x2DC; Surat peringatan tersebut berlaku minimal 6 bulan kecuali ditetapkan lain (Pasal 161 ayat (2)). Hak pekerja yang melakukan kesalahan ringan adalah : - Berhak atas uang pesangon sebesar satu kali sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2). - Berhak atas uang penghargaan masa kerja sebesar satu kali sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3). - Berhak uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4). 3. Memenuhi prosedur tertentu (Pasal 14 ayat (1) dan (2) Kep.Men. No. 150 Tahun 2000). Permohonan PHK dibuat di atas kertas bermaterai yang memuat : o
Nama, alamat perusahaan.
o
Nama, alamat yang di PHK.
o
Umur, jumlah keluarga.
o
Masa kerja, tanggal mulai kerja.
o
Upah berakhir.
o
Alasan di PHK.
Telah dijelaskan bahwa menurut ketentuan PHK dapat diberikan pada pekerja bila ada penetapan dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Pasal 151 ayat (3)). Apabila PHK tadi tanpa penetapan dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, maka akan batal demi hukum (Pasal 155 ayat (1)). Apabila putusan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial belum ditetapkan, maka pengusaha dan pekerja harus tetap melaksanakan segala kewajibannya (Pasal 155 ayat (2)).
Sesuai dengan ketentuan Pasal 153 ayat (1), pengusaha dilarang melakukan PHK yang alasannya sebagai berikut : 1. Pekerja sakit menurut keterangan dokter selama 12 bulan terus menerus. 2. Pekerja menjalankan kewajiban negara sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 3. Pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan agama (naik haji). 4. Pekerja menikah. 5. Pekerja perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, menyusui bayinya. 6. Pekerja punya pertalian darah/ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya dalam satu perusahaan. 7. Pekerja mendirikan/menjadi anggota/pengurus Serikat Pekerja dalam satu perusahaan. 8. Pengaduan pekerja pada yang berwajib karena pengusaha melakukan tindakan pidana kejahatan. 9. Perbedaan paham, agama, aliran, suku, golongan, jenis kelamin, kondisi phisik, status perkawinan dengan pengusaha. 10. Pekerja cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja. PHK yang dilakukan dengan alasan-alasan tersebut di atas batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan pekerja yang bersangkutan (Pasal 153 ayat (2)). PHK tanpa penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dapat terjadi bila : ( Pasal 154) a. Pekerja dalam masa percobaan. b. Pekerja mengundurkan diri. c. Pekerja mencapai usia pensiun. d. Pekerja meninggal dunia. e. Kontrak kerjanya habis. UANG PESANGON, UANG PENGHARGAN MASA KERJA, UANG PENGGANTIAN HAK Dalam hal terjadi PHK, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima. UANG PESANGON (Pasal 156 ayat (2)) Besarnya uang pesangon diatur sebagai berikut :
masa kerja < 1 th ………………………. 1 bulan upah 1.
masa kerja 1 th ……….< 2 th …………. 2 bulan upah
2.
masa kerja 2 th ……….< 3 th …………. 3 bulan upah
3.
masa kerja 3 th ……….< 4 th …………. 4 bulan upah
4.
masa kerja 4 th ……….< 5 th …………. 5 bulan upah
5.
masa kerja 5 th ……….< 6 th …………. 6 bulan upah
6.
masa kerja 6 th ……….< 7 th …………. 7 bulan upah
7.
masa kerja 7 th ……….< 8 th …………. 8 bulan upah
8.
masa kerja 8 th ……….< 9 th …………. 9 bulan upah.
UANG PENGHARGAN MASA KERJA (Pasal 156 ayat (3)) Besarnya uang penghargan masa kerja diatur sebagai berikut : 1.
masa kerja 13 th ……….16 th………… 2 bulan upah
2.
masa kerja 16 th ……….19 th………… 3 bulan upah
3.
masa kerja 19 th ……….12 th………...
4 bulan upah
4.
masa kerja 12 th ……….15 th………...
5 bulan upah
5.
masa kerja 15 th ……….18 th………… 6 bulan upah
6.
masa kerja 18 th ……….21 th………… 7 bulan upah
7.
masa kerja 21 th ……….24 th………… 8 bulan upah
8.
masa kerja 24 th atau lebih ……………10 bulan upah.
UANG PENGGANTIAN HAK (Pasal 156 ayat (4)) Uang penggantian hak yang seharusnya diterima pekerja meliputi : 1. Cuti tahunan yang belum diambil/belum gugur. 2. Biaya/ongkos pulang untuk pekerja dan keluarganya ke tempat dimana pekerja diterima bekerja.
3. Penggantian rumah, pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat. 4. Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA (JAMSOSTEK) DEFINISI : Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah Suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunanberupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, mencapai hari tua dan meninggal dunia. DASAR HUKUM : o Undang-Undang No.3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja o Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja. o Peraturan Pemerintah No. 64 Tahun 2005 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah No.14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja. PROGRAM JAMSOSTEK DAN IURANNYA : 1. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) 2. Jaminan Kematian (JK) 3. Jaminan Hari Tua (JHT) 4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
REVIEW MATERI UTS HUKUM KELUARGA DAN PERKAWINAN
1.Pengertian dan dasar-dasar Perkawinan a. Pengertian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 2 Perkawinan adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Prof. Subekti, SH Perkawinan adalah pertalian yang sah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk waktu yang lama. Prof. Mr. Paul Scholten Perkawinan adalah hubungan hukum antara seorang pria dan seorang wanita untuk hidup bersama dengan kekal, yang diakui oleh negara. Prof. Dr. R. Wirjono Prodjodikoro, SH Perkawinan adalah suatu hidup bersama dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, yang memenuhi syarat-syarat yang termasuk dalam peraturan hukum perkawinan.
b. Dasar-dasar perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, sahnya suatu perkawinan adalah merujuk pada dasar hukum sebagai berikut: Pasal 2 (1).Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. (2).Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 3 (1).Pada azasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.
(2).Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh fihak-fihak yang bersangkutan. Pasal 4 (1).Dalam hal seorang suami akan beristeri lebih dari seorang, sebagaimana tersebut dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini, maka ia wajib mengajukan permohonan kepada Pengadilan di daerah tempat tinggalnya. (2).Pengadilan dimaksud data ayat (1) pasal ini hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila: a. isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri; b. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan. Pasal 5 (1).Untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri; b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka; c. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka. (2).Persetujuan yang dimaksud pada ayat (1) huruf a pasal ini tidak diperlukan bagi seorang suami apabila isteri/isteri-isterinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari isterinya selama sekurangkurangnya 2 (dua) tahun, atau karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari Hakim Pengadilan. Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam, Dasar-dasar perkawinan tertulis dalam Bab II, yaitu: Pasal 2 Perkawinan menurut hukun Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah . Pasal 3 Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Pasal 4 Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pasal 5 (1). Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat.
(2) Pencatatan perkawinan tersebut apada ayat (1), dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang No.22 Tahun 1946 jo Undang-undang No. 32 Tahun 1954. Pasal 6 (1). Untuk memenuhi ketentuan dalam pasal 5, setiap perkawinan harus dilangsungkan dihadapan dan di bawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah. (2). Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak mempunyai kekuatan Hukum. Pasal 7 (1). Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah. (2). Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akata Nikah, dapat diajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama. (3). Itsbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan: (a) Adanya perkawinan dalam rabgka penyelesaian perceraian; (b) Hilangnya Akta Nikah; (c) Adanya keragan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawian; (d) Adanyan perkawinan yang terjadisebelum berlakunya Undang-undang No.1 Tahun 1974 dan; (e) Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974; (4). Yang berhak mengajukan permohonan itsbat nikah ialah suami atau isteri, anak-anak mereka, wali nikah dan pihak yang berkepentingan dengan perkawinan itu. Pasal 8 Putusnya perkawinan selain cerai mati hanya dapat dibuktikan dengan surat cerai berupa putusan Pengadilan Agama baik yang berbentuk putusan perceraian,ikrar talak, khuluk atau putusan taklik talak. Pasal 9 (1). Apabila bukti sebagaimana pada pasal 8 tidak ditemukan karena hilang dan sebagainya, dapat dimintakan salinannya kepada Pengadilan Agama. (2). Dalam hal surat bukti yang dimaksud dala ayat (1) tidak dapat diperoleh, maka dapat diajukan permohonan ke Pengadilan Agama. Pasal 10 Rujuk hanya dapat dibuktikan dengan kutipan Buku Pendaftaran Rujuk yanh dikeluarkan oleh Pegawai Pencatat Nikah. 2. Syarat-syarat Perkawinan
Syarat-syarat Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: Syarat perkawinan yang bersifat materiil dapat disimpulkan dari Pasal 6 sampai dengan 11 UU No. 1 tahun 1974, yaitu: 1. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai 2. Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat ijin kedua orangtuanya/salah satu orang tuanya, apabila salah satunya telah meninggal dunia/walinya apabila kedua orang tuanya telah meninggal dunia. 3. Perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Kalau ada penyimpangan harus ada ijin dari pengadilan atau pejabat yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun wanita. 4. Seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak dapat kawin lagi kecuali memenuhi Pasal 3 ayat 2 dan pasal 4. 5. Apabila suami dan istri yang telah cerai kawin lagi satu dengan yang lain dan bercerai lagi untuk kedua kalinya. 6. Bagi seorang wanita yang putus perkawinannya berlaku jangka waktu tunggu. Syarat perkawinan secara formal dapat diuraikan menurut Pasal 12 UU No.1 Tahun 1974 direalisasikan dalam Pasal 3 sampai dengan Pasal 13 Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975. Secara singkat syarat formal ini dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan harus memberitahukan kehendaknya kepada Pegawai Pencatat Perkawinan di mana perkawinan di mana perkawinan itu akan dilangsungkan, dilakukan sekurang-kurangnya 10 hari sebelum perkawinan dilangsungkan. Pemberitahuan dapat dilakukan lisan/tertulis oleh calon mempelai/orang tua/wakilnya. Pemberitahuan itu antara lain memuat: nama, umur, agama, tempat tinggal calon mempelai (Pasal 3-5) 2. Setelah syarat-syarat diterima Pegawai Pencatat Perkawinan lalu diteliti, apakah sudah memenuhi syarat/belum. Hasil penelitian ditulis dalam daftar khusus untuk hal tersebut (Pasal 67). 3. Apabila semua syarat telah dipenuhi Pegawai Pencatat Perkawinan membuat pengumuman yang ditandatangani oleh Pegawai Pencatat Perkawinan yang memuat antara lain: â&#x20AC;&#x201C; Nama, umur, agama, pekerjaan, dan pekerjaan calon pengantin.hari â&#x20AC;&#x201C; tanggal, jam dan tempat perkawinan akan dilangsungkan (pasal 8-9) 4. Barulah perkawinan dilaksanakan setelah hari ke sepuluh yang dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Kedua calon mempelai menandatangani akta perkawinan dihadapan pegawai pencatat dan dihadiri oleh dua orang saksi, maka perkawinan telah tercatat secara resmi. Akta perkawinan dibuat rangkap dua, satu untuk Pegawai Pencatat dan satu lagi disimpan pada Panitera Pengadilan. Kepada suami dan Istri masing-masing diberikan kutipan akta perkawinan (pasal 10-13).
Sedangkan Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), syaratsyaratnya adalah sebagai berikut: 1. kedua pihak harus telah mencapai umur yang ditetapkan dalam undang-undang, yaitu bagi laki-laki 18 tahun dan bagi perempuan 15 tahun. 2. Harus ada persetujuan bebas antara kedua pihak 3. Untuk seorang perempuan yang telah kawin harus lewat 300 hari dahulusetelah putusnya perkawinan pertama 4. Tidak ada larangan dalam undang-undang bagi kedua belah pihak 5. Untuk pihak yang masih dibawah umur harus ada izin dari orangtua atauwalinya. 6. Asas Monogami yang mutlak (Pasal 27 KUH Perdata) Pencatatan perkawinan diperlukan sebagai bukti adanya perkawinan. Buktiadanya perkawinan ini diperlukan kelak untuk melengkapi syarat-syarat administrasiyang diperlukan untuk membuat akta kelahiran, kartu keluarga dan lain-lain. Dalam KUHPerdata, pencatatan perkawinan ini diatur dalam bagian ke tujuh Pasal 100 danPasal 101. Dalam Pasal 100, bukti adanya perkawinan adalah melalui akta perkawinan yang telah dibukukan dalam catatan sipil. Pengecualian terhadap pasal ini yaitu Pasal 101, apabila tidak terdaftar dalam buku di catatan sipil, atau hilang maka bukti tentang adanya suatu perkawinan dapat diperoleh dengan meminta pada pengadilan. Di pengadilan akan diperoleh suatu keterangan apakah ada atau tidaknya suatu perkawinan berdasarkan pertimbangan hakim. Lalu menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) syarat perkawinan terdiri dari: Pasal 14 Untuk melaksanakan perkawinan harus ada: a. Calon Suami; b. Calon Isteri; c. Wali nikah; d. Dua orang saksi dan; e. Ijab dan Kabul. Menurut Hukum Islam syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu perkawinan dinyatakan sah adalah: a.Syarat Umum Perkawinan tidak boleh bertentangan dengan larangan perkawinan dalam Al-Qurâ&#x20AC;&#x2122;an surat AlBaqarah ayat (221) tentang larangan perkawinan karena perbedaan agama dengan pengecualiannya dalam Al-Qurâ&#x20AC;&#x2122;an surat Al-Maidah ayat (5) yaitu khusus laki-laki Islam boleh mengawini perempuan-perempuan, Al-Qurâ&#x20AC;&#x2122;an surat An-Nisa ayat (22), (23) dan (24) tentang larangan perkawinan karena hubungan darah, semenda dan saudara sesusuan. b.Syarat Khusus 1. Adanya calon mempelai laki-laki dan perempuan.Calon mempelai laki-laki dan perempuan
adalah suatu syarat mutlak (conditio sine qua non), absolut karena tanpa calon mempelai lakilaki dan perempuan tentu tidak akan ada perkawinan. Calon mempelai ini harus bebas dalam menyatakan persetujuannya tidak dipaksa oleh pihak lain. Hal ini menuntut konsekuensi bahwa kedua calon mempelai harus sudah mampu untuk memberikan persetujuan untuk mengikatkan diri dalam suatu perkawinan dan ini hanya dapat dilakukan oleh orang yang sudah mampu berpikir, dewasa, akil baliqh. Dengan dasar ini Islam menganut asas kedewasaan jasmani dan rohani dalam melangsungkan perkawinan. 3. Harus ada wali nikah. Menurut Mazhab Syafiâ&#x20AC;&#x2122;i berdasarkan hadist Rasul SAW yang diriwayatkanBukhari da n Muslim dari Siti Aisyah, Rasul SAW pernah mengatakan tidak ada kawin tanpa wali. Hanafi dan Hambali berpandangan walaupun nikah itu tidak pakai wali, nikahnya tetap sah.
4. Larangan-larangan dalam Perkawinan Larangan Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, yaitu: 1. Larangan perkawinan berdasarkan kekeluargaan (Pasal 8 UU No. 1 Tahun 1974) disebabkan berhubungan darah yaitu larangan perkawinan karena hubungan ke-saudara-an yang terus menerus berlaku dan tidak dapat disingkirkan berlakunya : a. Hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah maupun ke atas yang terdiri dari ibu sendiri, anak perempuan, ibu dari ayah, cicit (Pasal 8 sub a). b. Hubungan darah dalam garis keturunan menyamping terdiri dari saudara perempuan ayah, anak perempuan saudara laki-laki, anak perempuan saudara perempuan (kemanakan) (Pasal 8 sub b). c. Hubungan semenda terdiri dari saudara perempuan bibi (makcik), ibu dari isteri (mertua), anak tiri (Pasal 8 sub c). d. Hubungan susuan yaitu orang tua susuan, saudara susuan, anak susuan dan bibi atau paman susuan (Pasal 8 sub d). e. Hubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang (Pasal 8 sub e). f. Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin (Pasal 8 sub f). 2. Larangan oleh karena salah satu pihak atau masing-masing pihak masih terikat dengan tali perkawinan (Pasal 9 UU No. 1 Tahun 1974). Larangannya bersifat sepihak artinya larangan berlaku secara mutlak kepada pihak perempuan saja yaitu seorang perempuan yang masih terikat dalam perkawinan. Larangan Pasal 9 tidak
mutlak berlaku kepada seorang laki-laki yang sedang terikat dengan perkawinan atau seoramg laki-laki yang beristeri tidak mutlak dilarang untuk melakukan perkawinan dengan isteri kedua. 3. Larangan kawin bagi suami isteri yang telah bercerai sebanyak 2 (dua) kali (Pasal 10 UU No. 1 Tahun 1974). Menurut Pasal 10 diatur larangan kawin bagi suami isteri yang telah bercerai sebanyak 2 (dua) kali. Perkawinan yang mempunyai maksud agar suami isteri dapat membentuk keluarga yang kekal maka suatu tindakan yang mengakibatkan putusnya suatu perkawinan harus benar-benar dipertimbangkan. Pasal 10 bermaksud untuk mencegah tindakan kawin cerai berulang kali, sehingga suami maupun isteri saling menghargai satu sama lain. 5. Larangan kawin bagi seorang wanita selama masa tunggu (Pasal 11 UU No. 1 Tahun 1974). Larangan dalam Pasal 11 bersifat sementara yang dapat hilang dengan sendirinya apabila masa tunggu telah lewat waktunya sesuai dengan ketentuan masa lamanya waktu tunggu. Sesuai dengan pasal 8 masa lamanya waktu tunggu selama 300 hari, kecuali jika tidak hamil maka masa tunggu menjadi 100 hari. Masa tunggu terjadi karena perkawinan perempuan telah putus karena: 1) Suaminya meninggal dunia. 2) Perkawinan putus karena perceraian. 3) Isteri kehilangan suaminya. Larangan Perkawinan Menurut Kompilasi Hukum Islam Didalam Kompilasi Hukum Islam disebutkan dalam Pasal 39. Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita disebabkan: 1. Karena pertalian nasab a. dengan seorang wanita yangmelahirkan atau yang menurunkannya atau keturunannya b. dengan seorang wanita keturunan ayah atau ibu c. dengan seorang wanita saudara yang melahirkannya. 2. Karena pertalian kerabat semenda: a. dengan seorang wanita yang melahirkan isterinya atau bekas isterinya; b. dengan seorang wanita bekas isteri orang yang menurunkannya; c. dengan seorang wanita keturunan isteri atau bekas isterinya, kecuali putusnya hubungan perkawinan dengan bekas isterinya itu qobla al dukhul d. dengan seorang wanita bekas isteri keturunannya. 3. Karena pertalian sesusuan : a. dengan wanita yang menyusui dan seterusnya menurut garis lurus ke atas; b. dengan seorang wanita sesusuan dan seterusnya menurut garis lurus ke bawah; c. dengan seorang wanita saudara sesusuan, dan kemanakan sesusuan ke bawah; d. dengan seorang wanita bibi sesusuan dan nenek bibi sesusuan ke atas; e. dengan anak yang disusui oleh isterinya dan keturunannya.
Juga di dalam Pasal 40 disebutkan, dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita karena keadaan tertentu: a. karena wanita yang bersangkutan masih terikat satu perkawinan dengan pria lain; b. seorang wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan pria lain; c. seorang wanita yang tidak beragama islam. Pasal 41 berisi: (1) Seorang pria dilarang memadu isterinya dengan seoarang wanita yang mempunyai hubungan pertalian nasab atau sesusuan dengan isterinya a. saudara kandung, seayah atau seibu atau keturunannya. b. wanita dengan bibinya atau kemenakannya. (2) Larangan tersebut pada ayat (1) tetap berlaku meskipun isteri-isterinya telah ditalak raj`i, tetapi masih dalam masa iddah. Pasal 42 tertera larangan sebagai berikut, Seorang pria dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang wanita apabila pria tersebut sedang mempunyai 4 (empat) orang isteri yang keempat-empatnya masih terikat tali perkawinan atau masih dalam iddah talak raj`i ataupun salah seorang diantara mereka masih terikat tali perkawinan sedang yang lainnya dalam masa iddah talak raj`i. Pasal 43 juga menyebutkan bahwa: (1) Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria: a. dengan seorang wanita bekas isterinya yang ditalak tiga kali. b. dengan seorang wanita bekas isterinya yang dili`an. (2) Larangan tersebut pada ayat (1) huruf a. gugur, kalau bekas isteri tadi telah kawin dengan pria lain, kemudian perkawinan tersebut putus ba`da dukhul dan telah habis masa iddahnya. Pasal 44 berisi larangan perkawinan beda agama. Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam. Larangan Perkawinan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) Terdapat pada Pasal 30, 31, 32, 33 KUH Perdata, yaitu: Pasal 30 Perkawinan dilarang antara mereka yang satu sama lainnya mempunyai hubungan darah dalam garis ke atas maupun garis ke bawah, baik karena kelahiran yang sah maupun karena kelahiran yang tidak sah, atau karena perkawinan; dalam garis ke samping, antara kakak beradik laki perempuan, sah atau tidak sah. Pasal 31 Juga dilarang perkawinan: 1. antara ipar laki-laki dan ipar perempuan, sah atau tidak sah, kecuali bila suami atau istri yang menyebabkan terjadinya periparan itu telah meninggal atau bila atas dasar ketidakhadiran si
suami atau si istri telah diberikan izin oleh Hakim kepada suami atau istri yang tinggal untuk melakukan perkawinan lain; 2. antara paman dan atau paman orang tua dengan kemenakan perempuan kemenakan, demikian pula antara bibi atau bibi orang tua dengan kemenakan laki-laki kemenakan, yang sah atau tidak sah. Jika ada alasan-alasan penting, Presiden dengan memberikan dispensasi, berkuasa menghapuskan larangan yang tercantum dalam pasal ini. Pasal 32 Seseorang yang dengan keputusan pengadilan telah dinyatakan melakukan zina, sekali-kali tidak diperkenankan kawin dengan pasangan zinanya itu. Pasal 33 Antara orang-orang yang perkawinannya telah dibubarkan sesuai dengan ketentuan Pasal 199 nomor 3e atau 4e, tidak diperbolehkan untuk kedua kalinya dilaksanakan perkawinan kecuali setelah lampau satu tahun sejak pembubaran perkawinan mereka yang didaftarkan dalam daftar Catatan Sipil. Perkawinan lebih lanjut antara orang-orang yang sama dilarang. Pembatalan pernikahan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pembatalan berasal dari kata batal, yaitu menganggap tidak sah, menganggap tidak pernah ada. Jadi, pembatalan perkawinan berarti menganggap perkawinan yang telah dilakukan sebagai peristiwa yang tidak sah, atau dianggap tidak pernah ada. Pasal 22 UU No. 1 tahun 1974 menyatakan bahwa pembatalan perkawinan dapat dilakukan, bila para pihak tidak memenuhi syarat melangsungkan perkawinan. Pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan Berdasarkan Pasal 23 UU No. 1 tahun 1974, Berikut ini adalah pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan:
Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau istri.
Suami atau istri.
Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan.
Pejabat pengadilan.
Pasal 73 KHI menyebutkan bahwa yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan adalah:
Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah dari suami atau istri.
Suami atau istri.
Pejabat yang berwenang mengawasi pelaksanaan perkawinan menurut undang-undang.
Para pihak yang berkepentingan yang mengetahui adanya cacat dalam rukun dan syarat perkawinan menurut hukum Islam dan peraturan perundang-undangan sebagaimana tersebut dalam pasal 67.
Alasan pembatalan perkawinan Perkawinan dapat dibatalkan, bila:
Perkawinan dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar hukum yang terdapat pada Pasal 27 UU No. 1/1974.
Salah satu pihak memalsukan identitas dirinya (pasal 27 UU No. 1/1974). Identitas palsu misalnya tentang status, usia atau agama.
Suami/istri yang masih mempunyai ikatan perkawinan melakukan perkawinan tanpa seizin dan sepengetahuan pihak lainnya (pasal 24 UU No. 01 tahun 1974).
Perkawinan yang tidak sesuai dengan syarat-syarat perkawinan (pasal 22 UU Perkawinan).
Sementara menurut Pasal 71 KHI, perkawinan dapat dibatalkan apabila:
Seorang suami melakukan poligami tanpa izin pengadilan agama.
Perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih menjadi istri pria lain yang mafqud (hilang).
Perempuan yang dikawini ternyata masih dalam masa iddah dari suami lain.
Perkawinan yang melanggar batas umur perkawinan, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 7 Undang-undang No 1 Tahun 1974.
Perkawinan dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali yang tidak berhak.
Perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan.
Pengajuan pembatalan perkawinan Permohonan pembatalan perkawinan dapat diajukan ke pengadilan (pengadilan agama bagi muslim dan pengadilan negeri bagi non-muslim) di dalam daerah hukum di mana perkawinan telah dilangsungkan atau di tempat tinggal pasangan (suami-istri). Atau bisa juga di tempat tinggal salah satu dari pasangan baru tersebut. Cara mengajukan permohonan pembatalan perkawinan
Anda atau kuasa hukum Anda mendatangi pengadilan agama bagi yang beragama Islam dan pengadilan negeri bagi non-muslim (UU No.7/1989 pasal 73).
Kemudian Anda mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada ketua pengadilan (HIR pasal 118 ayat (1)/Rbg pasal 142 ayat (1)), sekaligus membayar uang muka biaya perkara kepada bendaharawan khusus.
Anda sebagai pemohon, dan suami (atau beserta istri barunya) sebagai termohon harus datang menghadiri sidang pengadilan berdasarkan surat panggilan dari pengadilan, atau dapat juga mewakilkan kepada kuasa hukum yang ditunjuk (UU No. 7/1989 pasal 82 ayat (2), PP No. 9/1975 pasal 26, 27 dan 28 Jo HIR pasal 121, 124, dan 125).
Pemohon dan termohon secara pribadi atau melalui kuasanya wajib membuktikan kebenaran dari isi (dalil-dalil) permohonan pembatalan perkawinan/tuntutan di muka sidang pengadilan berdasarkan alat bukti berupa surat-surat, saksi-saksi, pengakuan salah satu pihak, persangkaan hakim atau sumpah salah satu pihak (HIR pasal 164/Rbg pasal 268). Selanjutnya hakim memeriksa dan memutus perkara tersebut.
Pemohon atau Termohon secara pribadi atau masing-masing menerima salinan putusan Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap.
Pemohon dan termohon menerima akta pembatalan perkawinan dari pengadilan.
Setelah Anda menerima akta pembatalan, sebagai pemohon Anda segera meminta penghapusan pencatatan perkawinan di buku register Kantor Urusan Agama atau Kantor Catatan Sipil.
Batas waktu pengajuan Ada batas waktu pengajuan pembatalan perkawinan. Untuk perkawinan Anda sendiri (misalnya karena suami anda memalsukan identitasnya atau karena perkawinan Anda terjadi karena adanya ancaman atau paksaan), pengajuan itu dibatasi hanya dalam waktu enam bulan setelah perkawinan terjadi. Jika sampai lebih dari enam bulan Anda masih hidup bersama sebagai suamiistri, maka hak Anda untuk mengajukan permohonan pembatalan perkawinan dianggap gugur (pasal 27 UU No. 1 tahun 1974). Sementara itu, tidak ada pembatasan waktu untuk pembatalan perkawinan suami Anda yang telah menikah lagi tanpa sepengetahuan Anda. Kapan pun anda dapat mengajukan pembatalannya. Pemberlakuan pembatalan perkawinan Batalnya perkawinan dimulai setelah keputusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan. Keputusan Pembatalan perkawinan tidak berlaku surut terhadap anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut. Artinya, anak-
anak dari perkawinan yang dibatalkan, tetap merupakan anak yang sah dari suami Anda. Dan berhak atas pemeliharaan dan pembiayaan serta waris (pasal 28 UU No. 1 Tahun 1974).
HUKUM PAJAK STUDY CLUB ALSA LC UNSOED 2016-2017 1. SEJARAH & PENGERTIAN PAJAK Dalam teori asal mula negara, jauh sebelum Romawi & Yunani kuno maupun Mesir di zaman Firaun telah ada suatu wadah yang menguasai dan memerintah penduduk, yang disebut : l’etat, Staat, State, negara, yang punya unsur: daerah, rakyat, pemerintah dan kedaulatan Rousseau mengajukan teori yang bisa menjawab mengapa penduduk harus patuh pada pemerintah negaranya, yaitu teori “Le Contract Social”/perjajian masyarakat. Dlm teori ini difiksikan bahwa penduduk pada zaman dahulu hidup dalam gua, di atas pohon, bukit dan terpisah dlm kelompok kecil, mereka akan lebih kuat apabila bersatu baik dlm menghadapi musuh, binatang buas, maupun bencana alam. Oleh sebab itu penduduk kemudian mengadakan perjajian Le contract social, dimana sebagian dari hak mereka di serahkan kepada suatu wadah yang mengurus kepentingan bersama Fungsi pemerintah suatu negara: a. Melaksanakan penertiban guna mencapai tujuan bersama dan mencegah bentrokan dlm masyarakat. (negara sbg stabilisator) b. Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat c. Pertahanan dalam rangka menjaga kemungkinan serangan dari luar. Untuk itu negara dilengkapi alat pertahanan d. Menegakan keadilan, melalui badan pengadilan Guna menjalankan fungsi tsb maka suatu negara membutuhkan adanya dana, daya, sumber alam/SDM baik yang punya keahlian/tidak, trampil/tidak dari penduduk negaranya Bagi negara yang dikaruniai sda melimpah mungkin tidak menghadapi masalah dalam memenuhi pengeluaran negara Bagi negara miskin sda akan menghadapi sebaliknya maka harus dicari sumber penghasilan lain, misal pajak. Ada berbagai sumber penghasilan suatu negara (public revenues), antara lain: kekayaan alam, laba perusahaan, royalti, retribusi, kontribusi, bea, cukai, denda , pajak. 2. Fungsi Pajak A. Budgetair (fungsi fiskal/anggaran) >fungsi utama, pajak digunakan sebagai: alat untk memasukan dana secara optimal ke kas negara berdasarkan uu perpajakan yg berlaku, atau alat untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke kas negara. Mengapa utama? Karena secara historis fungsi inilah yang mula- mula muncul yaitu guna membiayai berbagai kepentingan, maka pemerintah memungut pajak dari penduduknya. Maksud memasukan dana secara optimal ke kas negara berdasarkan uu perpajakan yg berlaku adl: 1. Jangan sampai ada WP yg tidak memenuhi kewajiban perpajakan. 2. Jangan sampai ada obyek pajak yg terlepas dari pengamatan fiscus/tidak dilaporkan oleh WP.
ď ś Maka optimalisasi pemasukan dana ke kas negara tidak hanya tergantung pada WP/OP tapi kedua-duanya, bahkan fiscus. ď ś Optimalisasi juga dipengaruhi oleh sistem pemungutan pajak suatu negara; self assessment/ official assessment system/ with holding tax system. B. Fungsi Regulerend (sbg fungsi tambahan/pelengkap): pajak dipergunakan oleh pemerinah sebagai alat untuk mencapai tujuan ttt, misalnya: 1. Bidang ekonomi: a) Untuk melindungi prodosen dalam negeri, dengan menaikan tarif yg tinggi barang impor. b) Menarik investor asing, dengan pembebasan pajak/tax holiday untuk masa tertentu. c) Guna mengendalikan harga minyak goreng dalam negeri, maka pajak ekspor CPO dinaikan. 2. Bidang Moneter. Untuk merangsang para pemilik uang panas mengeluarkan uangnya guna pembangunan, diadakan pengampunan pajak (Keppres 26/1984) 3. Bidang Sosial. Untuk mengendalikan keinginan hidup mewah dan mabuk yang bisa menjadikan gangguan sosial, barang-barang mewah dan minuman beralkohol di kenakan pajak tinggi . 4. Bidang Budaya (cultural) Untuk meningkatkan dan menumbuhkan kesadaran masyarakat membayar pajak, maka diciptakan iklim perpajakan yang sehat guna menghilangkan hambatan psikologis yg masih melekat pada wp. Di Indonesia sebelum tax reform (1983) yg diutamakan fungsi regulerend, sekarang fungsi budgetair. 3. Tarif Pajak Tarif, yi suatu pedoman dasar dlm menetapkan berapa besarnya utang pajak orang pribadi/ badan dan sebagai sarana keadilan dlm penetapan utang pajak. T = Tb X Tr T = Tax Tb = tax base (dasar pengenaan pajak) Tr = tax rates (tarif pajak) Macam-macam tarif: 1) Tarif Tetap 2) Tarif Proporsional (sebanding/sepadan) 3) Tarif progresif 4) Tarif degresif 5) Tarif Bentham
A. Tarif Tetap, yi tarif yang berupa suatu jumlah ttt yg sifatnya tetap dan tidak dipengaruhi oleh besarnya jumlah dasar pengenaan pajak, obyek pajak, dan subyek pajak, ex tarif Bea meterai (UU 13/1985) B. Tarif Proporsional (sebanding), suatu persentase tunggal yg dikenakan terhadap semua obyek pajak berapapun nilainya. Jadi besar kecilnya pajak ditentukan oleh nilai dasar pengenaan pajaknya, ex. PPN 10% (UU No. 18/2000) Dasar pemikiran: jika semua orang dikenakan pajak dlm jumlah yg sama itu tidak adil, krn kenyataan kemampuan mereka tidaklah sama, maka harus dikenakan beban yang sebanding dg kemampuan mereka masing-masing. C. Tarif Progresif (meningkat), tarif yang berupa persetase meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah yang dikenai pajak. Maka tarifnya berupa bebarapa persentase dan bukan persentase tunggal. Ex. PPh UU 17/2000 Vareasi dari tarif progresif: 1) Progresif – progresif, 10%, 15%, 30% 2) Progresif – proporsional, 5%, 10%, 15% 3) Progresif – degresif, 10%, 20%, 25% D. Tarif Degresif, tarif yg berupa presetase yg menurun seiring dengan meningkatnya jumlah yg dikenakan pajak. Vareasi dari tarif degresif: 1) degresif – progresif, 38%, 35%, 30%,20%, 5% 2) degresif – proporsional,25%,20%,15%, 10%,5% 3) degresif – degresif, 40%, 25%, 15%, 10%, 8% 4. Subyek Pajak Ps.1 huruf a UU Kutap (9/94), subyek pajak adl orang pribadi atau badan yg memenuhi persyaratan subyektif dan menurut ketentuan per-uu-an perpajakan ditentukan melakukan kewajiban perpajakan. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan per-uu-an perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu. (Ps.1 point 1. UU 16/2000) A. SP PPh adl: orang pribadi; warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak; badan; dan bentuk usaha tetap. SP PPh terdiri dari SP dalam negeri dan SP luar negeri. SP DN, 1) orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia; 2) badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia; 3) warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak. SP LN, orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bln, dan badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; SP LN orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bln, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. SP DN dikenakan PPh baik penghsilan yang diperoleh dari Indonesia maupun dari luar negeri, sesuai asas domisili. SP LN dikenakan PPh hanya atas penghasilan yg berasal dari sumber penghasilan di Indonesia, sesuai asas sumber. Jadi SP PPh adalah semua orang atau badan yg berpenghasilan di Indonesia baik selaku WNI/WNA dan juga WNI yg menerima penghasilan di LN baik secara perorangan/badan. 5. Obyek Pajak (OP) OP PPh adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh WP, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk: 1. Penggantian/imbalan berkenaan dengan pekerjaan/jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam UU ini; 2. hadiah dari undian atau pe 3. kerjaan atau kegiatan, dan penghargaan; 4. laba usaha; 5. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya; 6. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; 7. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; 8. royalti; 9. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; 10. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; 11. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; 12. keuntungan krn selisih kurs mata uang asing;
REVIEW MATERI UTS HUKUM PERJANJIAN STUDY CLUB ALSA LC UNSOED
A. PERJANJIAN SEBAGAI PERISTIWA HUKUM Peristiwa hukum adalah peristiwa yang ada dalam masyarakat yang akibatnya diaatur oleh hukum. Ciri-cirinya yaitu: a) Peristiwa hukum terjadi jika ada norma hukum yang mengaturnya b) Menimbulkan akibat hukukm. PERBUATAN SUBYEK HUKUM adalah perbuatan yang akibatnya di atur oleh hukum dan di anggap di kehendaki oleh pelaku perbuatan. Ada 2 yaitu: 1. Perbuatan hukum bersegi 1 adalah perbuatan hukum yang akibatnya di kehendaki sendiri/oleh satu pihak saja. 2. Perbuatan hukum bersegi 2 adalah perbuatan hukum yang akibatnya di kehendaki oleh 2 pihak (semua jenis perjanjian) Perbuatan bukan hukum adalah perbuatan yang akibatnya di atur oleh hukum tetapi bukan merupakan perbuatan hukum ada 2 yaitu: 1) Zaakwaarneming: perbuatan yang sesuai dengan asas-asas hukum, misal pasal 1354, KUHPerdata memperhatikan/mengurus kepentingan orang lain dengan tidak di minta. 2) Onrechtmatigedaad: (perbuatan yang akibatnya bertentangan dengan hukum meskipun tidak di kehendaki oleh pelaku) 1). Tidak sengaja. 2). Kerugian. PERISTIWA HUKUM YANG BUKAN MERUPAKAN PERBUATAN SUBYEK HUKUM: 1) Kelahiran. Kelahiran mempunyai hak dan kwajiban. 1) hak bagi anak. 2) kwajiban bagi ortu. Kwajiban ini di namakan alimentasi (tidak mengandung sanksi hukum) 2) Kematian Kematian juga mempunyai hak dan kwajiban. 1) hak bagi ahli waris. 2) kwajiban bagi ahli waris A. ISTILAH DAN PENGERTIAN Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah â&#x20AC;&#x153;persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan mentaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu.â&#x20AC;?1[1]
Kamus Hukum menjelaskan bahwa perjanjian adalah “persetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, tertulis maupun lisan, masing-masing sepakat untuk mentaati isi persetujuan yang telah dibuat bersama.” Menurut Pasal 1313 KUH Perdata, “Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.2[2] Para sarjana Hukum Perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan tersebut tidak lengkap dan terlalu luas. Tidak lengkap karena hanya mengenai perjanjian sepihak saja dan dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup hal-hal yang mengenai janji kawin, yaitu perbuatan di dalam lapangan hukum keluarga yang menimbulkan perjanjian juga, tetapi, bersifat istimewa karena diatur dalam ketentuan-ketentuan tersendiri sehingga Buku III KUH Perdata secara langsung tidak berlaku terhadapnya. Juga mencakup perbuatan melawan hukum, sedangkan di dalam perbuatan melawan hukum ini tidak ada unsur persetujuan.3[3] Menurut Prof. Abdulkadir Muhammad dalam bukunya berjudul hukum perikatan, beliau mengatakan pasal 1313 KUHPer kurang memuaskan karena ada kelemahannya, yaitu :
1. Hanya menyangkut sepihak saja. Dari rumusan ini diketahui satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lainnya atau lebih. Kata kerja mengikat sifatnya hanya dating dari satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak. Seharusnya rumusan itu saling mengikat diri terlihat adanya consensus dari kedua belah pihak. 2. Kata perbuatan mencakup tanpa consensus maksudnya dalam pengertian “perbuatan” termasuk tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa (zaakwaarneming) dan tindakan melawan
hukum yang tidak mengandung adanya kesepakatan (consensus), seharusnya dipakai kata â&#x20AC;&#x153;persetujuanâ&#x20AC;? saja. 3. Pengertian perjanjian terlalu luas, dikatakan terlalu luas karena terdapat juga dalam lapangan hukum keluarga yang terdapat di dalam buku I seperti janji kawin, pelangsungan perkawinan. Sedangkan perjanjian yang dikehendaki oleh buku III KUHPer sebenarnya hanyalah perjanjian yang bersifat kebendaan bukan personal. 4. Dalam rumusan pasal tersebut tidak disebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga para pihak mengikat dirinya tidak untuk apa. Atas dasar yang dikemukakan diatas menurut Abdulkadir Muhammad perjanjian adalah suatu persetujuan dengan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri untuk melakukan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Menurut Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya hukum perdata tentang persetujuan tertentu menjelaskan pengertian perjanjian yaitu persetujuan sebagai suatu penghubung hukum mengenai harta benda kekayaan antara 2 pihak dalam suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji tersebut, Menurut Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja dalam bukunya perikatan yang lahir dari perjanjian menjelaskan perjanjian mengakibatkan dirinya terhadap orang lain yang berarti dari suatu perjanjian lahirlah kewajiban atau prestasi dari satu orang/ pihak kepada orang/ pihak lainnya, yang berhak atas prestasi tersebut. Rumusan tersebut memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu terdapat dua pihak, dimana satu pihak adalah pihak yang wajib melakukan prestasi (debitur) dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut (kreditur) R. Setiawan dalam bukunya yang berjudul Pokok-Pokok Hukum Perikatan juga berpendapat bahwa definisi perjanjian dalam pasal 1313 KUHPer selain belum lengkap juga terlalu luas. Sehubungan dengan hal tersebut, maka definisi perjanjian perlu diperbaiki menjadi: 1. Perbuatan tersebut harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum. 2. Menambahkan perkataan â&#x20AC;&#x153;atau saling mengikatkan dirinyaâ&#x20AC;? dalam pasal 1313 KUHPer.
Menurut R. Setiawan, perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
Menurut R. Sbekti dalam bukunya Hukum Perjanjian menjelaskan perjanjian merupakan suatu peristiwa bahwa seseorang berjanji kepada orang lain atau dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Menurut Sudikno Mertokusumo perjanjian merupakan hubungan hukum antara 2 pihak atau lebih berdasar kata sepakat untuk menimbulkan suatu akibat hukum Menurut Sri Sofwan Masjchoen perjanjian merupakan perbuatan hukum dimana seseorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap seorang lain atau lebih.
B. PERJANJIAN SEBAGAI SUMBER PERIKATAN Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu, dan juga merupakan suatu hubungan hukum antara dua orang misalkan A berhak menuntut sesuatu kepada B dan B berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Pihak yang menuntut tersebut bisa disebut Kreditor dan Pihak yang wajib memenuhi tuntutan menuntut bisa disebut Debitor. Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini, timbulah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Perjanjian merupakan sumber penting yang melahirkan perikatan. Memang, perikatan itu paling banyak diterbitkan oleh suatu perjanjian, tetapi sebagaimana sudah dikatakan tadi, ada juga sumber-sumber lain yang melahirkan perikatan. Sumber-sumber lain ini tercakup dengan nama undang-undang. Jadi, ada perikatan yang lahir dari perjanjian dan ada perikatan yang lahir dari undang-undang. Sumber-sumber yang tercakup dalam satu nama, yaitu undang-undang, diperinci lagi. Dibedakan antara undang-undang saja, dengan undang-undang yang berhubungan dengan perbuatan orang, sedangkan yang terakhir ini diperinci pula, yaitu dibedakan anatara perbuatan melawan hukum. Meskipun pengaturan perbuatan melawan hukum dalam KUH Perdata hanya dalam beberapa pasal saja, sebagaimana juga yang terjadi di Negara-negara yang menganut sistem Eropa Kontinental lainnya. Perbuatan Melawan Hukum disini dimaksudkan adalah sebagai perbuatan melawan hukum dalam bidang keperdataan. Sebab, untuk tindakan perbuatan melawan hukum pidana (delik) atau yang disebut dengan istilah â&#x20AC;&#x153;perbuatan pidanaâ&#x20AC;? mempunyai, Konotasi dan pengaturan hukum yang berbeda sama sekali. Demikian juga dengan perbuatan melawan hukum oleh
penguasa Negara atau yang disebut dengan “onrecht matige overheidsdaad” juga memiliki arti, konotasi dan pengaturan hukum yang juga berbeda. Perjanjian merupakan hal yang selalu terjadi dalam praktek peralihan hak atas tanah yang terjadi di tengah kehidupan masyarakat. Dalam hal ini suatu perjanjian dapat dibuat oleh para pihak yang akan membuat suatu perjanjian, menentukan suatu perjanjian itu sesuai dengan kesepakatan yang mereka sepakati secara bersamaan. Berbeda dengan Hukum Benda mempunyai suatu sistem yang tertutup, sedangkan sistem perjanjian menganut sistem yang terbuka, artinya bahwa sistem tertutup adalah bahwa peraturan-peraturannya terbatas pada ketentuan mengenai benda sehingga bersifat memaksa, sedangkan perjanjian memberikan kebebasan untuk membuat bentuk perjanjian. Mengingat bahwa perjanjian memiliki sifat yang terbuka, sehingga pihak yang bermaksud untuk membuat suatu perjanjian dapat membuat perjanjian sesuai dengan keinginan yang mereka kehendaki bersama dan perjanjian tersebut dengan sendirinya akan menjadi undang-undang bagi mereka yang membuatnya, asalkan maksud dan tujuan dari perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban, dan norma-norma sebagai peraturan yang hidup di dalam masyarakat. Hal tentang perjanjian dan pembatasan-pembatasannya telah diatur dalam buku III KUH Perdata dalam Pasal 1338 ayat (1) yang berbunyi “Semua Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.Dari peraturan tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat dapat membuat suatu perjanjian yang berupa dan berisi apa saja dan perjanjian itu akan mengikat mereka yang membuatnya seperti suatu undangundang. Jual beli (menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) adalah suatu perjanjian bertimbal balik dalam mana pihak yang satu (penjual) berjanjia untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedangkan pihak yang lain (pembeli) berjanjia untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut. Unsur-unsur pokok (essentialia) perjanjian jual beli adalah barang dan harga. Sesuai dengan asas konsensualisme yang menjiwai hukum perjanjian Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Perjanjian jual beli itu sudah dilahirkan pada detik tercapainya “sepakat” mengenai barang dan harga. Begitu kedua pihak sudah setuju tentang barang dan harga. Begitu kedua pihak sudah setuju tentang barang dan harga, maka lahirlah perjanjian jual beli yang sah. Sifat konsensual dari jual beli tersebut ditegaskan dalam pasal 1458 yang berbunyi Jual beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah mereka mencapai sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar. Konsensualisme berasal dari perkataan “Konsensus” yang berarti kesepakatan. Dengan kesepakatan dimaksudkan bahwa diantara pihak-pihak yang bersangkutan tercapai suatu persesuaian kehendak artinya apa yang dikehendaki oleh yang satu adalah pula yang dikehendaki oleh yang lain. Kedua kehendak itu bertemu dalam “sepakat” tersebut. Tercapainya sepakat ini dinyatakan oleh kedua belah pihak dengan mengucapkan perkataan-perkataan, misalnya setuju dan sebagainya ataupun dengan bersama-sama menaruh tanda (bukti) bahwa kedua belah pihak telah menyetujui segala apa yang tertera diatas tulisan itu.
Bahwa apa yang dikehendaki oleh yang satu itu adalah juga yang dikehendaki oleh yang lain atau bahwa kehendak mereka adalah sama, sebenarnya tidak tepat. Yang betul adalah bahwa yang mereka kehendaki adalah sama dalam kebalikannya. Misalnya yang satu ingin melepaskan hak miliknya atas suatu baran asal diberi sejumlah uang tertentu sebagai gantinya, sedang yang lain ingin memperoleh hak milik atas barang tersebut dan bersedia memberikan sejumlah uang yang disebutkan itu sebagai gantinya kepada si pemilik barang. Sebagaimana kita ketahui hukum perjanjian dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menganut asas konsensualisme. Artinya ialah hukum perjanjian dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata itu menganut suatu asas bahwa untuk melahirkan perjanjian cukup dengan sepakat saja dan bahwa perjanjian itu sudah dilahirkan pada saat atau detik tercapainya consensus sebagaimana dimaksud diatas. Pada detik tersebut perjanjian sudah jadi dan mengikat, bukannya pada detik-detik lain yang terkemudian atau yang sebelumnya. Sudah jelas kiranya bahwa asas konsensualisme itu harus kita simpulkan dari pasal 1320 dan bukannya dari pasal 1338 (1). Dari pasal yang terakhir ini lazimnnya disimpulkan suatu asas lain dari hukum perjanjian Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu adanya atau dianutnya sistem terbuka atau asas kebebasan berkontrak (beginsel der contractsvrijheid). Adapun cara menyimpulkannya ialah dengan jalan menekankan pada perkataan “semua” yang ada dimuka perkataan “perjanjian”. Dikatakan bahwa pasal 1338 (1) itu seolah-olah membuat suatu pernyataan bahwa kita diperbolehkan membuat perjanjian apa saja dan itu akan mengikat kita sebagaimana mengikatknya undang-undang.pembatasan terhadap kebebasan itu hanya berupa apa yang dinamakan “ketertiban dan kesusilaan umum”. Kesepakatan berarti persesuaian kehendak. Namun kehendak atau keinginan ini harus dinyatakan. Kehendak atau keinginan yang disimpan didalam hati, tidak mungkin diketahui pihak lain dan karenanya tidak mungkin melahirkan sepakat yang diperlukan untuk melahirkan suatu perjanjian. Menyatakan kehendak ini tidak terbatas pada mengucapkan perkataan-perkataan, ia dapat dicapai pula dengan memberikan tanda-tanda apa saja yang dapat menterjemahkan kehendak itu, baik oleh pihak yang mengambil prakarsa yaitu pihak-pihak yang menawarkan (melakuakan offerte) maupun oleh pihak yang menerima penawaran tersebut. Dengan demikian maka yang akan menjadi alat pengukur tentang tercapainya persesuaian kehendak tersebut adalah pernyataan-pernyataan yang telah dilakukan oleh kedua belah pihak. Undang-undang berpangkal pada asas konsensus. Kita terpaksa berpijak pada pernyataanpernyataan yang telah dilakukan oleh kedua belah pihak. Dan ini pula merupakan suatu tuntutan kepastian hukum. Bukankah dari ketentuan bahwa kita harus berpijak pada apa yang telah dinyatakan itu timbul perasaan aman pada setiap orang yang telah membuat suatu perjanjian bahwa ia tidak mungkin dituntut memenuhi kehendak-kehendak pihak lawan yang tidak pernah dinyatakan kehendak kepadanya. Pernyataan timbal balik dari kedua belah pihak merupakan sumber untuk menetapkan hak dan kewajiban bertimbal balik diantara mereka. Apakah semua pernyataan dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak yang melakukan pernyataan itu? Karena mengenai hal ini tidak kita ketemukan sesuatu ketentuan dalam undang-undang, maka persoalan itu telah dipecahkan oleh para sarjana dan oleh yurisprudensi.
Oleh karena itu maka sudah tepat bahwa adanya perjumpaan kehendak (konsensus) itu diukur dengan pernyataan-pernyataan yang secara bertimbal balik telah dikeluarkan. Adanya konsensus itu malahan sebenarnya sering dikonstruksikan oleh hakim. Berdasarkan pernyataan-pernyataan bertimbal balik itu dianggap bahwa sudah dilahirkan sepakat yang sekaligus melahirkan perjanjian (yang mengikat seperti undang-undang). Dan sekali sepakat itu dianggap ada, maka hakimlah lagi yang akan menafsirkan apa yang telah disetujui, perjanjian apa yang telah dilahirkan dan apa saja hak dan kewajiban para pihak. Asas konsensualisme yang terkandung dalam pasal 1320 dihubungkan dengan pasal 1338 ayat 1 tampak jelas pula dari perumusan-perumusan berbagai macam perjanjian . kalau kita ambil perjanjian yang utama yaitu jual beli, maka konsensualisme itu menonjol sekali dari perumusan dalam pasal 1458 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi Jual beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah mereka mencapai sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar. Suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain, atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu. Menilik macamnya hal yang dijanjikan untuk dilaksanakan, perjanjian-perjanjian itu dibagi dalam tiga macam yaitu : 1. Perjanjian untuk memberikan atau menyerahkan suatu barang (misalnya Jual beli, tukar menukar, penghibahan, sewa menyewa, pinjam pakai); 2. Perjanjian untuk berbuat sesuatu (misalnya perjanjian untuk membuat suatu bangunan, dan lain sebagainya); 3. Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu (misalnya perjanjian untuk tidak mendirikan bangunan; dan lain sebagainya); Bagi pihak penjual ada dua kewajiban utama yaitu menyerahkan hak milik atas suatu barang yang diperjualbelikan dan menanggung kenikmatan tenteram atas barang tersebut dan menanggung terhadap cacat-cacat yang tersembunyi. Kewajiban utama si pembeli ialah membayar harga pembelian pada waktu dan ditempat sebagaimana ditetapkan menurut perjanjian. Harga tersebut harus berupa sejumlah uang meskipun mengenai hal ini tidak ditetapkan dalam sesuatu pasal undang-undang, namun sudah dengan sendirinya termaktub didalam pengertian jual beli, oleh karena bila tidak, umpamanya harga itu berupa barang, maka itu akan merubah perjanjian menjadi â&#x20AC;&#x153;tukar menukarâ&#x20AC;? atau kalau harga itu berupa suatu jasa, perjanjian akan menjadi suatu perjanjian kerja dan begitu seterusnya. Dalam pengertian jual beli sudah termaktub pengertian bahwa disatu pihak ada barang dan dilain pihak ada uang. Tentang macamnya uang dapat diterangkan bahwa meskipun jual beli itu terjadi di Indonesia, tidak diharuskan bahwa harganya itu ditetapkan dalam mata uang rupiah, namun diperbolehkan kepada para pihak untuk menetapkan dalam mata uang apa saja.
C. PERSONALIA DALAM SUATU PERJANJIAN Yang dimaksudkan dengan personalia disini adalah tentang siapa-siapa yang tersangkut dalam perjanjian. Menurut pasal 1315 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, pada umumnya tiada seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji, melainkan untuk dirinya sendiri. Asa tersebut dinamakan asa
kepribadian suatu perjanjian. Mengikatkan diri, ditujukan pada memikul kewajiban-kewajiban atau menyanggupi malakukan sesuatu, sedangkan minta ditetapkannya suatu janji, ditujukan pada memperoleh hak-hak atas sesuatu atau dapat menuntut sesuatu. Suatu perikatan hukum yang dilahirkan oleh suatu perjanjian, mempunyai dua sudut : Sudut kewajiban-kewajiban (obligations) yang dipikul oleh suatu pihak dan sudut hak-hak atau manfaat, yang diperoleh oleh lain pihak, yaitu hak-hak untuk menuntut dilaksanakannya sesuatu yang disanggupi dalam perjanjian itu. Lazimnya suatu perjanjian adalah timbale balik atau bilateral. Artinya : Suatu pihak yang memperoleh hak-hak dari perjanjianitu, juga menerima kewajiban-kewajiban yang merupakan kebalikannya dari hak-hak yang diperolehnya, dan sebaliknya suatu pihak yang memikul kewajiban-kewajibanjuga memperoleh hak-hak yang dianggap sebagai kebalikannya kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya itu. Pasal 1317 Kitab Undang-Undang Hukum Perdat, menyebutkan janji untuk pihak ketiga itu sebagai berikut : Lagi pun diperbolehkan untuk meminta ditetapkannya suatu janji guna kepentingan seorang pihak ketiga, apabila suatu penetapan janji yang dibuat oleh seorang untuk dirinya sendiri atau suatu pemberian yang dilakukannya kepada orang lain memuat suatu janji yang seperti itu. Untuk meminta pembatalan atau mengajukan pembatalan suatu perjanjian yang telah diadakan oleh orang lain, diperlukan : 1. Yang meminta pembatalan itu adalah kreditur dari salah satu pihak; 2.Perjanjian itu merugikan baginya; 3.
Perbuatan atau perjanjian itu tidak diwajibkan; 4.Debitur dan pihak lawan keduaduanya, mengetahui bahwa perbuatan itu merugikan kreditur; D. PERJANJIAN UNTUK PIHAK KETIGA Janji bagi kepentingan pihak ketiga adalah suatu janji yang oleh para pihak dituangkan dalam suatu persetujuan atau perjanjian, di mana ditentukan bahwa pihak ketiga akan mendapatkan hak atas suatu prestasi. Misalnya, pada perjanjian tentang asuransi jiwa dan perjanjian pemberian konsensi. Salah satu asas perjanjian adalah asas kebebasan berkontrak. Ini berarti seseorang bebas untuk membuat perjanjian dan mengikatkan diri dengan siapapun, asal tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum. Asas kebebasan berkontrak tersebut dibatasi oleh Pasal 1315 KUH Perdata yang menentukan: â&#x20AC;&#x153;Pada umumnya tak seorang dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji dari pada untuk dirinya sendiri.
Pasal 1315 KUH Perdata tersebut mengandung pengertian bahwa para pihak tidak boleh mempunyai tujuan untuk atau mengikut sertakan orang lain atau mengikat pihak ketiga selain daripada mereka sendirIntinya, suatu perjanjian hanya berlaku dan mengikat para pihak yang membuatnya. Hal ini kemudian dipertegas dalam Pasal 1340 KUH Perdata. Ketentuan inilah yang dikenal dengan asas perjanjian bersifat tertutup. Meskipun perjanjian bersifat tertutup, namun terdapabeberapa pengecualian yang diatur dalam Pasal 1316 hingga Pasal 1318 KUH Perdata. Pasal 1316 KUH Perdata memuat ketentuan sebagai berikut: â&#x20AC;&#x153;Meskipun demikian adalah diperbolehkan untuk menanggung atau menjamin seorang pihak ke tiga, dengan menjanjikan bahwa orang ini akan berbuat sesuatu, dengan tidak mengurangi tuntutan pembayaran ganti rugi terhadap siapa yang telah menanggung pihak ke
tiga itu atau yang telah berjanji, untuk menyuruh pihak ke tiga tersebut menguatkan sesuatu, jika pihak ini menolak memenuhi perikatannya. Pengecualian lain diatur dalam Pasal 1317 KUH Perdata yang memperbolehkan seseorang untuk membuat janji yang memberikan keuntungan bagi pihak ketiga. Menurut ketentuan pasal 1317 KUH Perdata, janji bagi kepentingan pihak ketiga hanya mungkin dalam dua hal, yaitu : 1. Jika seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain. Misalnya : A menghadiahkan rumahnya kepada B, dengan membebankan kepada B kewajiban untuk melakukan suatu prestasi untuk C. 2. Jika seseorang dalam persetujuan membuat suatu janji untuk kepentingan sendiri. Misalnya : A menjual rumahnya kepad B dengan janji bahwa B akan melakukan beberapa prestasi untuk C. Perkataan "janji untuk diri sendiri" harus diartikan "menuntut sesuatu hak bagi diri sendiri".
Terhadap asa bahwa seorang tidak dapat mengikatkan diri atas nama sendiri dan minta ditetapkannya suatu janji, melainkan untuk dirinya sendiri, adalah suatu kekecualian, yaitu dalam bentuk yang dinamakan janji untuk pihak ketiga atau derden-beding. Dalam janji untuk pihak ketiga tersebut, seseorang membuat perjanjian, dalam perjanjian mana ia memperjanjikan hak-hak bagi seorang lain.
Siapapun yang telah menjanjikan sesuatu kepada pihak ketiga, tidak boleh menariknya kembali apabila pihak ketiga tersebut telah menyatakan kehendaknya untuk mempergunakannya. Biasanya janji untuk pihak ketiga tersebut, digambarkan sebagai suatu penawaran (offerte) yang dilakukan oleh pihak yang
minta diperjanjikan hak-hak (stipulator) kepada pihak ketiga tersebut. Hak yang diperjanjikan untuk pihak ketiga, memang dapat dianggap sebagai suatu beban yang dipikulkan kepada pihak lawan.
Dalam suatu janji untuk pihak ketiga, kita dapat membuat suatu perjanjian dan sekaligus memberikan hak-hak yang kita peroleh dari perjanjian itu kepada seorang lain. Contohnya adalah perjanjian asuransi jiwa yang memberikan keuntungan kepada pihak ketiga. Pihak yang menjanjikan dan memberikan hak kepada pihak ketiga disebut stipulator. Sedangkan pihak lawannya adalah promisor. Apabila pihak ketiga belum menyatakan menerima keuntungan yang dijanjikan, maka stipulator berhak untuk menarik janji tersebut. Namun apabila pihak ketiga telah menyatakan menerima keuntungan yang diperjanjikan, maka stipulator tidak dapat menarik kembali janji tersebut.
RESUME KRIMINOLOGI STUDY CLUB ALSA LC UNSOED 2016-2017 Kriminologi adalah ilmu pengetahuan tentang kejahatan. secara etimologis kriminologi berasal dari kata crimen berarti kejahatan dan logos yang artinya pengetahuan atau ilmu pengetahuan. istilah kriminologi pertama kali digunakan oleh P.Topinard, seorang ahli antropologi Perancis. terjadinya kejahatan dan penyebabnya telah menjadi subyek yang banyak mengundang perdebatan, spekulasi, teoritisasi, penelitian di antara para ahli maupun masyarakat. banyaknya teori yang berusaha menjelaskan tentang masalah kejahatan walaupun teori-teori tersebut banyak dipengaruhi oleh agama, ekonomi, filsafat dan politik.
Menurut E.H. Sutherland, kriminologi adalah seperangkat pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai fenomena sosial, termasuk di dalamnya proses pembuatan undang-undang, pelanggaran undangundang, dan reaksi terhadap pelanggaran undang-undang. para filosof Yunani kuno seperti Aristoteles dan plato sdh menjelaskan studi tentang kejahatan ini di jaman mereka, khususnya usaha untuk menjelaskan sebab-sebab kejahatan. walaupun studi tentang kejahatan (kriminologi) secara ilmiah dianggap baru lahir pada abad 19, yaitu dengan ditandai lahirnya statistik kriminal di Perancis pada tahun 1826 atau dengan diterbitkannya buku L'Uomo Delinguente tahun 1876 oleh Cesare Lombroso. Secara umum kriminologi bertujuan mempelajari kejahatan dari berbagai aspek, sehingga pemahaman tentang fenomena kejahatan akan bisa diperoleh dengan baik. berkembangnya kriminologi dan semakin maraknya pemikiran-pemikiran kritis yang mengarah pada studi untuk mempelajari proses-proses pembuatan undang-undang, maka penting bagi mahasiswa fakultas hukum untuk mempelajari kriminologi, agar dapat diperoleh pemahaman yang baik tentang fenomena kejahatan dan juga masalah hukum pada umumnya. pada konferensi tentang pencegahan kejahatan dan tindakan terhadap Delinkuen yang diselenggarakan oleh International Non Govemmental Organizations atas bantuan PBB di Jenewa pada 17 Desember 1952, merokomendasikan agar kriminologi diajarkan di universitas yang lulusannya akan bekerja dalam bidang Hukum.
ď&#x192; Aliran pemikiran adalah cara pandang (kerangka acuan, paradigma, perspektif) yang digunakan oleh para kriminolog dalam melihat, menafsirkan, menanggapi dan menjelaskan fenomena kejahatan. Dalam sejarah intelektual, terhadap masalah penjelasan secara umum dapat dibedakan dua cara pendekatan yang mendasar yaitu pendekatan spiritistik atau demonologik dan pendekatan naturalistik, kedua-duanya merupakan pendekatan pada masa kuno maupun modern. Penjelasan spiritistik atau demonologik berdasar pada adanya kekuasaan lain atau spirit (roh). Unsur utama dalam penjelasan spiritistik atau demonologik ini adalah sifatnya yang melampaui dunia empirik; tidak terikat oleh batasan-batasan kebendaan atau fisik, dan beroperasi dalam cara-cara yang bukan menjadi subyek dari kontrol atau pengetahuan manusia yang bersifat terbatas. Pada pendekatan naturalistik, penjelasan yang diberikan lebih terperinci dan bersifat khusus, serta melihat dari segu obyek dan kejadian2 dunia kebendaan dan
fisik. Apabila penjelasan spiritistik atau demonologik menggunakan dasar dunia lain untuk menjelaskan apa yang terjadi, maka penjelasan naturalistik menggunakan ide-ide dan penafsiran terhadap obyekobyek dan kejadian-kejadian serta hubungannya dengan dunia yang ada (nyata). Pendekatan naturalistik dapat dibedakan dalam tiga bentuk sistem pemikiran atau paradigama, yaitu: 1. Kriminologi Klasik Kriminologi klasik mendasarkan pada pandangan bahwa intelegensi dan rasionalitas merupakan ciri fundamental manusia dan menjadi dasar bagi penjelasan perilaku manusia, baik yang bersifat perorangan maupun yang bersifat kelompok. Kunci kemajuan menurut kriminologi klasik adalah kemampuan kecerdasan atau akal yang dapat ditingkatkan melalui latihan dan pendidikan, sehingga manusia mampu mengontrol dirinya sendiri , baik sebagai individu maupun sebagai suatu masyarakat. Kejahatan didefenisikan sebagai setiap pelanggaran terhadap perbuatan yang dilarang undang-undang pidana, penjahat adalah setiap orang yang melakukan kejahatan. dalam hal ini tugas kriminologi adalah menbuat pola dan menguji sistem hukuman yang dapat meminimalkan terjadinya kejahatan. dalam literatur kriminologi, pemikiran klasik (dan neo klasik) maupun positif merupakan ide-ide yang penting dalam usaha untuk memahami dan mencoba berbuat sesuatu terhadap kejahatan. Cesare Beccaria (1738-1794) adalah orang yang sangat terkenal dari mazhab klasik.
2. Kriminolgi Positif kriminologi Positif bertolak pada pandangan bahwa perilaku manusia ditentukan oleh faktor-faktor di luar kontrolnya, baik yang berupa faktor biologis maupun kultural. ini berarti, manusia bukan mahkluk yang bebas untuk menuruti dorongan keinginannya dan intelegensinya, akan tetapi mhkluk yang dibatasi atau ditentukan perangkat biologisnya dan situasi kulturalnya. manusia berubah dan berkembang bukan semata-mata karena intelegensinya, akan tetapi melalui proses yang berjalan secara perlahan-lahan dari aspek biologisnya atau evolusi kultural. aliaran positif dapat dipandang sebagai yang pertama kali dalam bidang kriminologi yang menformulasikan dan menggunakan cara pandang, metodologi, dan logika dari ilmu pengetahuan alam di dalam mempelajari perbuatan manusia. Dasar yang sesungguhnya dari positivisme dalam kriminologi adalah konsep tentang sebab kejahatan yang banyak (multiple factor causation), yakni faktor-faktor yang alami atau yang dibawa manusia dan dunianya, yang sebagian bersifat biologis dan sebagian karena pengaruh lingkungan. 3. kriminologi Kritis Pemikiran kritis yang lebih dikenal dalam berbagai disiplin ilmu, seperti politik, ekonomi, sosiologis, dan filsafat, muncul pada dasawarsa terkhir ini. Aliran pemikiran kritis tidak berusaha menjawab pertanyaan apakah perilaku manusia itu bebas atau ditentukan, akan tetapi lebih mengarahkan pada mempelajari proses-proses manusia dalam membangun dunianya dimana dia hidup. kriminologi kritis, misalnya berpendapat bahwa fenomena kejahatan sebagai konstruksi sosial, artinya apabila masyarakat mendefenisikan tindakan tertentu sebagai kejahatan, maka orang-orang tertentu dan tindakan-tindakan mungkin pada waktu tertentu memenuhi batasan sebagai kejahatan. Kriminolgi kritis mempelajari proses-
proses dimana kumpulan tertentu dari orang-ornag dan tindakan-tindakan ditunjuk sebagai kriminal pada waktu dan tempat tertentu. Kriminologi kritis bukan sekedar mempelajari perilaku dari orang-orang yang didefenisikan sebagai kejahatan, akan tetapi juga perilaku dari agen-agen control social (aparat penegak hukum).
Arti Kriminolgi bagi Hukum Pidana sejak kelahirannya, hubungan kriminologi dengan hukum pidana sangat erat, artinya hasil-hasil penyelidikan kriminologi dapat membantu pemerintah dalam menangani masalah kejahatan, terutama melalui hasil-hasil studi di bidang etiologi kriminal dan penologi (ilmu yang berkenaan dengan kepenjaraan). Disamping itu, dengan penelitian kriminologi dapat dipakai untuk membantu pembuatan undang-undang pidana (kriminalisasi) atau pencabutan undang-undang (dekriminalisasi, sehingga kriminologisering disebut sebagai "signal-wetenschap". Bahkan aliran modern yang diorganisasikan oleh von liszt menghendaki kriminologi begabung dengan hukum pidana sebagai ilmu bantunya agar bersmasama menangani hasil penyelidikan kriminal sehingga memungkinkan memberikan petunjuk jitu terhadap penanganan hukum pidana dan pelaksanaannya, yang semuanya ditujukan untuk melindungi warga negara yang baik dari penjahat. Terhadap kriminalisasi, H. Mannheim memberikan pandangannya bahwa terdapat berbagai bentuk perbuatan anti sosial yang tidak dijadikan tindak pidana dan banyak diantaranya yang seharusnya tidak boleh dijadikan tindak pidana karena tiga alasan : 1. Efesiensi dalam menjalankan undang-undang pidana banyak tergantung pada adanya dukungan dari masyarakat luas, sehingga harus diselidiki apakah tentang kelakuan yang bersangkutan itu ada sikap yang sama dalam masyarakat. 2. Sekalipun ada sikap yang sama, maka harus diselidiki pula apakah tingkah laku yang bersangkutan merupakan tingkah laku yang penindakannya secara teknis sangat sulit atau tidak. Sebab apabila ini terjadi, akan menimbulkan manipulasi dalam pelaksanaannya. 3. Perlu diingat pula apakah tingkah laku yang bersangkutan sebenarnya merupakan sesuatu yang tidak sesuai untuk dijadikan obyek hukum pidana, artinya apakah nantinya tidak terlalu banyak mencampuri kehidupan pribadi atau individu. Kriminologi khususnya sebagai pengaruh pemikiran kritis yang mengarahkan studinya pada proses-proses (kriminalisasi), baik proses pembuatan maupun bekerjanya undang-undang, dapat memberikan sumbangan besar di bidang sistem peradilan, khususnya berupa penelitian tentang penegakan hukum, akan dapat digunakan untuk memperbaiki bekerjanya aparat penegak hukum, seperti untuk memberikan perhatian terhadap hak-hak terdakwa maupun korban kejahatan, organisasi (birokrasi) penegakan hukum serta perbaikan terhadap perundang-undangan itu sendiri.
Sejarah Perkembangan Pengertian Kejahatan Menurut asalnya tidak ada pembatasan secara resmi dan juga tidak ada campur tangan penguasa terhadap kejahatan, melainkan kejahatan semata-mata dipandang sebagai persoalan pribadi atau keluarga. individu yang merasa dirinya menjadi korban perbuatan orang lain, akan mencari balas terhadap pelakunya atau keluarganya. Konsep peradilan ini dapat ditemui pada perundang-undangan lama, seperti Code Hammurabi (1900 SM), perundang-undangan Romawi Kuno (450 SM) dan pada masyarakat Yunani kuno, seperti curi sapi bayar sapi. konsep pembalasan ini juga terdapat pada Kitab Perjanjian Lama: eye for eye. kemudian konsep ini bekembang untuk pebuatan-perbuatan yang ditujukan kepada raja seperti penghianatan, sedangkan terhadap perbuatan-perbuatan yang ditujukan kepada individu masih menjadi urusan pribadi. Seiring berjalannya waktu maka kemudian kejahatan menjadi urusan raja (sekarang negara) yaitu dengan mulai berkembangnya apa yang disebut sebagai parents patriae. Konsekuensi selanjutnya dengan dioper tugas ini oleh negara maka main hakim sendiri dilarang. Pada abad ke 18 munculah para penulis yang kemudian disebut sebagai mazhab klasik, sebagai reaksi atas ketidakpastian hukum dan ketidakadilan serta kesewenang-wenangan penguasa pada waktu ancient regime. Mahzab klasik ini mengartikan kejahatan sebagai perbuatan yang melanggar undang-undang. Ajaran yang terpenting adalah doktrin nullum crimen sine lege yang bererti tidak ada kejahatan apabila undangundang tidak menyatakan perbuatan tersebut sebagai perbuatan yang dilarang. Takut terhadap timbulnya ketidakpastian dan timbulnya kesewenang-wenangan dari penguasa (hakim), maka mahzab ini berpendapat, hakim hanyalah sebagai mulut/corong undang-undang saja (legisme). Lama kelamaan timbul ketidakpuasan terhadap ajaran mahzab ini dan pada akhir abad ke-19 muncullah pandangan baru yang lebih menitikberatkan pada pelakunya dalam studi terhadap kejahatan. Mahzab ini muncul diantara para penstudi kejahatan di Italia yang kemudian disebut sebagai mahzab positif. mahzab ini dipelopori oleh C. Lambroso seorang ahli ilmu kedokteran kehakiman. aliran ini berusaha untuk mengatasi relativitas dari hukum pidana dengan mengajukan konsep kejahatan yang non hukum, serta mengartikan kejahatan sebagai perbuatan yang melanggar hukum alam (natural law). Dalam perkembangan selanjutnya, konsep kejahatan yang non hukum tersebut banyak menguasai para sarjana kriminologi di Amerika terutama sampai pertengahan abad ke 20. Beberapa kritik yang diajukan terhadap mahzab tersebut antara lain oleh Ray Jeffery yang menyatakan bahwa dalam mempelajari kejahatan harus dipelajari dalam kerangka hukum pidana sebab dari hukum pidana kita dapat mengetahui dengan pasti dengan kondisi yang bagaimanakah suatu tingkah laku dipandang sebagai kejahatn dan bagaimana peraturan perundang-undangan berinterksi dengan sistem norma yang lain. George C. Vold mengatakan, dalam mempelajari kejahatan terdapat persoalan rangkap, artinya kejahatan selalu menunjuk pada perbuatan manusia dan juga batasan-batasan atau pandangan masyarakat tentang apa yang diperbolehkan dan apa yang dilarang, apa yang baik dan apa yang buruk, yang semuanya itu terdapat dalam undang-undang, kebiasaan dan adat istiadat. E. Durkheim, seorang pakar sosiologi menyatakan kejahatn bukan saja normal, dalam arti tidak ada masyarakat tanpa kejahatan bahkan dia menambahkan kejahatan merupakan sesuatu yang diperlukan,
sebab ciri masyarakat adalah dinamis, dan perbuatan yang telah menggerakan masyarakat tersebut pada mulanya seringkali disebut sebagai kejahatan, misalnya dengan dijatuhkannya hukuman mati terhadap Socrates dan Galileo-Galilea atas buah pikirannya. Perlu ditegaskan bahwa kejahatan bukanlah fenomena alamiah, malainkan fenomena sosial dan historis, sebab tindakan menjadi kejahatan haruslah dikenal, diberi cap dan ditanggapi sebagai kejahatan, di sana harus ada masyarakat yang normanya, aturannya dan hukumnya dilanggar, disamping adanya lembaga yang tugasnya menegakkan norma-norma dan menghukum pelanggarnya. Kejahatan dan Hubungannya dengan Norma-norma ď&#x192;¨ Hubungan kejahatan dengan Hukum (undang-undang) Bagaimanapun juga kejahatan terutama merupakan pengertian hukum, yaitu perbuatan manusia yang dapat dipidana oleh hukum pidana. Tetapi kejahatan bukan semata-mata merupakan batasan undangundang, artinya ada perbuatan-perbuatan tertentu yang oleh masyarakat dipandang sebagai jahat, tetapi oleh undang-undang tidak menyatakan sebagai kejahatan (tidak dinyatakan sebagai tindak pidana), begitu pula sebaliknya. Dalam hukum pidana orang seringkali membedakan antara delik hukum (rechtsdelicten atau mala per se), khususnya tindak pidana yang disebut 'kejahatan' (buku II KUHP) dan delik undangundang (wetsdelicten atau mala probibita) yang berupa 'pelanggaran' (buku III KUHP) mengenai perbedaan antara mala per se dengan mala probibita dewasa ini banyak dipertanyakan orang, yaitu apakah semua tindak pidana itu sebenarnya adalah merupakan mala probibita, artinya perbuatanperbuatan tertentu merupakan kejahatan oleh karena perbuatan tersebut oleh undang-undang ditunjuk atau dijadikan kejahatan (tindak pidana). Oleh karena pandangan orang mengenai hubungan antara undang-undang dengan organisasi sosial mempunyai pengaruh yang penting dalam penyelidikan kriminologi selanjutnya, maka perlu diketahui pandangan-pandangan yang ada mengenai hubungan antara keduanya. Secara umum terdapat tiga perspektif mengenai pembentukan undang-undang yang dapat dipakai untuk menjelaskan antara hubungan hukum (undang-undang) dengan masyarakat yaitu model konsesus, pluralis, dan konflik. Masing-masing model tersebut mencerminkan perbedaan pandangan mengenai asal pembuatan aturan dan nilai-nilai dasar kehidupan sosial. Penerapan undang-undang dipandang sebagai pembenaran hukum yang mencerminkan keinginan kolektif. Apabila model konsesus menganggap adanya persetujuan umum atas kepentingan dari nilai-nilai dasar manusia, sebaliknya model pluralis menyadari adanya keanekaragaman kelompok-kelompok sosial yang mempunyai perbedaan dan persaingan atas kepentingan dan nilai-nilai. Menyadari kebutuhan akan adanya mekanisme penyelesaian konflik, orangorang sepakat terhadap struktur hukum yang dapat menyelesaikan konflik-konflik tersebut tanpa membahayakan kesejahteraan masyarakat. Menurut perspektif tersebut, konflik timbul karena adanya ketidaksetujuan dalam substansinya, akan tetapi mereka setuju mengenal asal dan bekerjanya hukum. Sebagai model untuk mempelajari hukum dan masyarakat, perspektif konflik menekankan pada adanya paksaan dan tekanan yang berasal dari sistem hukum. Sistem hukum tidak dipandang sebagai alat yang netral untuk menyelesaikan perselisihan, tetapi sebagai mekanisme yang diciptakan oleh kelompok politis yang paling berkuasa untuk melindungi dan mencapai kepentingan-kepentingannya sendiri. hukum bukan
saja untuk melayani pencapaian kepentingan-kepentingan tertentu bagi kelompok yang memiliki kekuasaan, akan tetapi juga kepentingan mereka untuk mempertahankan kekuasaannya.
ď&#x192;¨ Hubungan Kejahatan dengan Norma-Norma Yang lain Secara teknik yuridis, istilah kejahatan hanya digunakan untuk menunjukan perbuatan-perbuatan yang oleh undang-undang dinyatakan sebagai tindak pidana, akan tetapi bagi kriminologi harus ada kebebasan untuk memperluas studinya di luar batasan pengertian yuridis, bukan saja untuk dapat digunakan sebagai petunjuk dalam menelusuri apa yang dipandang sebagai kejahatan, namun juga munculnya pemikiran yang menghasilkan model konflik dalam pembentukan undang-undang kritis yang menghasilkan model konflik dalam pembentukan undang-undang sebagiamana disebutkan diatas. Di samping itu, hukum tidak lain merupakan salah satu norma di antara sistem norma yang lain yang mengatur tingkah laku manusia atau dalam bahasa psikoanalisa hanya sebagai suatu tabu di antara tabu-tabu yang lain, yaitu norma agama, kebiasaan dan moral. Ruang Lingkup Obyek Studi Kriminologi Menurut Sutherland, kriminologi terdiri dari tiga bagian utama, yaitu : 1. Etiologi kriminal, yaitu usaha secara ilmiah untuk mencari sebab-sebab kejahatan. 2. Penologi, yaitu pengetahuan yang mempelajari tentang sejarah lahirnya hukuman, perkembangannya serta arti dan faedahnya. 3. Sosiologi hukum (pidana), yaitu analisis ilmiah terhadap kondisi-kondisi mempengaruhi perkembangan hukum pidana. Telah diuraikan di atas mengenai aliran -aliran pemikiran, maka obyek studi kriminologi adalah : 1. kejahatan, yaitu perbuatan yang disebut sebagai kejahatan. Apakah yang dimaksud dengan kejahatan? dalam hal ini yang dipelajari terutama adalah peraturan perundang-undangan (pidana), yaitu normanorma termuat di dalam peraturan pidana. Meskipun kriminologi terutama mempelejari perbuatanperbuatan yang oleh undang-undanng dinyatakan sebagai tindak pidana, naman perkembangan kriminologi setelah tahun 1960-an khususnya studi sosiologi terhadap peraturan perundang-undangan pidana telah menyadarkan bahwa dijadikannya perbuatan tertentu sebagai kejahatan (tindak pidana) tidak semata-mata dipengaruhi oleh besar kecilnya kerugian yang ditimbulkannya atau karena bersifat amoral, melainkan lebih dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan (politik). sebagai akibatnya kriminologi memperluas studinya terhadap perbuatan-perbuatan yang dipandang sangat merugikan masyarakat luas, baik kerugian materi maupun kerugian/bahaya terhadap jiwa dan kesehatan manusia, walaupun tidak diatur dalam undang-undang pidana. Sejalan dengan itu, konggres ke-5 tentang pencegahan kejahatan dan pembinaan pelanggar hukum, yang diselenggarakan oleh PBB pada bulan
september 1975 di Jenewa memberikan rekomendasi dengan memperluas pengertian kejahatan terhadap tindakan penyalahgunaan kekuasaan ekonomi secara melawan hukum (illegal abuses of economic power) seperti pelanggaran terhadap peraturan perburuhan, penipuan konsumen, pelanggaran terhadap peraturan lingkungan, penyelewengan dalam bidang pemasaran dan perdagangan oleh perusahaan-perusahaan transnasional, pelanggaran terhadap peraturan pajak, dan terhadap penyalahgunaan kekuasaan umum secara melawan hukum (illegal abuses of publik power) seperti pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia, penyalahgunaan wewenang oleh alat penguasa, misalnya penangkapan dan penahanan yang melanggar hukum.
2. Pelaku, yaitu orang yang melakukan kejahatan atau sering disebut "penjahat". Studi terhadap pelaku ini terutama dilakukan oleh kriminologi positivis dengan tujuan untuk mencari sebab-sebab orang melakukan kejahatan. Dalam mencari sebab-sebab kejahatan, kriminologi positivis menyadarkan pada asumsi dasar bahwa penjahat berbeda dengan bukan penjahat, perbedaan tersebut pada aspek biologis, psikologik maupun sosio-kultural. Oleh karena itu, dalam mencari sebab-sebab kejahatan biasanya dilakukan terhadap narapidana atau bekas narapidana dengan cara mencarinya pada ciri-ciri biologisnya (determinis biologis) dan aspek kultural (determinis kultural). Keberatan yang utama terhadap kriminologi positivis adalah bukan saja asumsi dasar tersebut tidak pernag terbukti, akan tetapi juga karena kejahatan adalah kontruksi sosial, artinya perbuatan tertentu diberlakukan sebagai kejahatan karena perbuatan tersebut ditunjuk sebagai kejahatan oleh masyarakat, yang selalu terjadi dalam konteks. Di samping itu, cara studi tersebut mengandung beberapa kelemahan antara lain : (a) Sebagai sampel dianggap kurang valid, sebab mereka tidak mewakili populasi penjahat yang ada dimasyarakat secara representatif. (2) Terhadap pelaku-pelaku kejahatan tertentu yang berasal dari kelompok atau lapisan sosial tertentu yang cukup besar jumlahnya, akan tetapi hampir tidak pernah di penjara. Hal ini misalnya ditunjukan oleh Sutherland dalam penelitiannya terhadap kejahatan white-collar, dimana kurang dari 10 % kasus kejahatan white-collar yang diproses melalui peradilan pidana. (3) Undang-undang pidana yang bersifat berat sebelah. (4) Maraknya kejahatan korporasi yang dilakukan oleh korporasi, dimana sosok korporasi berbeda dengan manusia.
Di dalam perkembangannya, studi terhadap pelaku diperluas dengan studi tentang korban kejahatan. Hal ini sebagai pengaruh dari tulisan Hans von Hentig dan B. Mendehlsohn dalam bukunya " The Criminal and his Victim" (1949). von Hentig menunjukan bahwa di dalam kejahatan-kejahatan tertentu korban mempunyai peranan yang sangat penting dalam terjadinya kejahatan. Studi tentang korban ini kemudian berkembang pesat dan muncullah Viktimologi yaitu pengetahuan yang membahas masalah korban dengan segala aspeknya. Pada permulaannya, beberapa sarjana antara lain: B. Mendehlsohn
menghendaki viktimologi terlepas dari kriminologi, akan tetapi dengan berkembangannya kriminologi tahun 60-an, yaitu lahirnya "kriminologi hubungan-hubungan" adalah kurang beralasan untuk melepaskan viktimologi dan kriminologi.
3. Reaksi masyarakat terhadap kejahatan dan pelaku. Studi mengenai reaksi masyarakat terhadap kejahatan bertujuan untuk mempelajari pandangan serta tanggapan masyarakat terhadap perbuatanperbuatan atau gejala yang timbul di masyarakat yang di pandang sebagai merugikan atau membahayakan masyarakat luas, akan tetapi undang-undang belum bisa mengaturnya. Berdasarkan studi ini bisa dihasilkan apa yang disebut sebagai kriminalisasi, deskriminalisasi atau depenalisasi. Studi mengenai reaksi masyarakat terhadap kejahatan ini bagi masyarakat kita sangat penting antara lain karena KUHP kita merupakan peninggalan pemerintah kolonian. Masyarakat kita yang terdiri dari berbagai suku dengan nilai-nilai sosialnya yang berbeda-beda, adanya wilayah yang sangat luas dengan tingkat kemajuan yang berbeda-beda, serta pengaruh industrialisasi dan perdagangan pada dasawarsa terakhir ini telah memunculkan fenomena/kejahatan yang baru.
Penelitian Kriminologi
Penelitian-penelitian kriminologi bertujuan untuk memperoleh pengetahuan tentang seluk beluk kejahatan dengan cara mengumpulkan, mengklasifikasikan, mengnalisisn, dan menafsirkan fakta-fakta (kejahatan) serta hubungannya dengan fakta-fakta yang lain, seperti fakta sosial, ekonomi, politik, budaya, hukum. hankam, struktur yang dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah. Kenyataan menunjukan bahwa cabang-cabang ilmu pengembangan metodeloginya disesuaikan dengan obyek ilmunya. Ini berarti bahwa metode tertentu dipilih dengan mempertimbangkan kesesuainnya degan obyek studi dan bukan sebaliknya.
Sehubungan dengan itu, maka metode apa yang digunakan dalam penelitian kriminologi terutama ditentukan dan disesuaikan dengan obyek yang diteliti. Sebagaimana diuraikan sebelumnya mengenai aliran-aliran pemikiran, ditunjukan perkembangan aliran-aliran pemikiran dalam kriminologi telah menghasilkan perubahan dalam arah dan obyek studi kriminologi, dengan akibat perbedaan dalam metode yang digunakan.
Pandangan masa lampau yang menganggap kriminologi sebagai disiplin nometetik dan ideografik serta sebagai pengaruh diterinyan filsafat positivisme dalam ilmu-ilmu sosial, menjadikan digunakannnya metode ilmu-ilmu alam dalam penelitian-penelitian kriminologi, khususnya dalam mencari sebab-sebab kejahatan (etiologi kriminal). Salah satu metode yang mendominasi penelitian kriminologi karena itu
mempunyai kedudukan yang sangat istimewa dalam kriminologi adalah statistik kriminal. Namun dengan munculnya aliran pemikiran kritis, kedudukan statistik kriminal sebagai sampel yang sah dipertanyakan kembali.
Metode Statistik
Arti statistik kriminal bagi kriminologi sangat penting, bukan saja sebagia metode dan data kejahatan, akan tetapi juga mempunyai peranan yang sangat penting dalam membentuk gambaran orang mengenai realitas kejahatan atau sebagai konstruksi sosial tentang realitas kejahatan. Adolphe Quetelet (17761874) seorang Belgia ahli statistik dan guru besar ahli astronomi di Brusels telah berhasil menjadikan statistik suatu metode ilmu pengetahuan serta menciptakan dasar-dasar statistik praktis. Dia-lah yang dengan menggunakan data statistik kriminal di Prancis, untuk pertama kali membuktikan bahwa kejahatan, seperti halnya banyak kejadian sosial lainnya, seperti perkawinan, kelahiran, kematian, dan juga kejahatan merupakan lebih dari sekedar kejadian yang bersifat perorangan, melainkan sebagai fenomena yang bersifat masal, sehingga statistik kriminal menjadi metode yang lebih baik untuk mempelajari kejahatan yang bersifat masal tersebut, yaitu dalam menemukan keteraturan, kecenderungan atau bahkan hukum-hukum sosial. Pengamatannya yang sangat terkenal adalah bahwa jumlah dan jenis kejahatan di negara tertentu setiap tahun cenderung sama dan juga cara melakukannya adalah sama.
Statistik Kriminal adalah angka-angka yang menunjukan jumlah kriminalitas yang tercatat pada suatu waktu dan tempat tertentu. Statistik kriminal ini disusun berdasarkan kriminalitas yang tercatat, baik secara resmi (kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan sebagainya) maupun yang dicatat oleh para peneliti sendiri. Kriminalitas yang tercatat tersebut hanya merupakan sampel dari seluruh kriminalitas yang terjadi, sedangkan jumlah kriminalitas yang terjadi tidak pernah diketahui. Bagian kriminalitas yang tidak pernah diketahui dinamakan angka gelap (dark numbers atau dark figures). Oleh karena itu, salah satu ciri (kelemahan) statistik kriminal adalah tidak lengkap. Dan memang statistik kriminal tidak pernah dapat mencatat seluruh kriminalitas yang ada. Jika statistik ini digunakan untuk penyelidikan etiologi kriminal, memang tidak dibutuhkan lengkapnya bahan-bahan, asal saja bahan-bahan tersebut cukup representatif, dalam arti dapat diterima sebagai sampel yang sah dan apakah perbandingan antara yang diketahui dengan yang tidak diketahui dapat dikatakan tetap (pars pro toto). Persoalannya adalah, apakah asumsi tersebut terbukti, artinya apakah statistik kriminal merupakan data yang representatif, baik mengenai penyebaran dari jenis-jenis kejahatannya, pelaku, daerahnya, maupun mengenai perbandingan antara kejahatan yang diketahui dengan yang tidak.
Tujuan dibuatnya statistik kriminal oleh pemerintah adalah untuk memebrikan gambaran/data tentang kriminalitas yang ada dimasyarakat, seperti jumlahnya, frekuensinya serta penyebaran pelakunya dan kejahatannya. Berdasarkan data tersebut kemudian oleh pemerintah (khususnya penegak hukum) dipakai untuk menyusun kebijakan penanggulangan kejahatan, sebab dengan kejahatan tersebut pemerintah (penegak hukum) dapat mengukur naik turunnya kejahatan pada suatu periode tertentu di suatu daerah atau negara. pengukuran ini tentunya hanya dapat dilakukan dengan asumsi bahwa hubungan antara kriminalitas yang dilaporkan dengan yang tidak dilaporkan adalah tetap (konstan). asumsi ini tidak pernah tebukti karena beberapa hal, terutama karena tiga hal berikut ini : 1. Sifat dan bentuk dari kejahatan, 2. Peranan korban kejahatan dan masyarakat, 3. Aktivitas aparat penegak hukum khususnya polisi.
Disamping untuk tujuan praktis, khususnya bagi tujuan pemerintahan, statistik kriminal juga dipakai oleh para ilmuwan, khususnya kriminologi, untuk menjelaskan fenomena kejahatan atau menyusun teori. Terhadap cara-cara penggunaan statistik kriminal oleh pemerintah (polisi) dan kriminologi yang menganggap statistik kriminal sebagai pencerminan kejahatan yang ada di masyarakat, dalam arti diterima sebagai sampel yang sah, mengandung beberapa kelemahan :
1. Statistik kriminal adalah hasil pencatatan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum (khususnya polisi) berdasarkan laporan korban dan anggota masyarakat pada umumnya (berdasarkan berbagai studi sekitar 80-90 % pencatatan tersebut berasal dari laporan masyarakat). Hasil pencatatan terutama dipengaruhi oleh kemauan korban untuk melaporkan. Dari berbagai penelitian dapat ditujukan kecenderungan korban untuk melaporkan dipengaruhi oleh berbagai hal, seperti jenis-jenis kejahatan, nilai kerugian, pandangannya terhadap kemampuan polisi, hubungannya denagn pelaku kejahatan serta berbagai kepentingan praktis lannya.
2. Apa yang disebut sebagi kejahatan, dalam perwujudannya akan menampakkan dirinya dalam berbagi bentuk perilaku dan seringkali tidak jelas, samar-samar hingga memerlukan penafsiran. Menafsirkan suatu kejadian atau fakta tertentu sebagai kejahatan dipengaruhi oleh pengetahuan dan persepsinya tentang apa yang disebut sebagai kejahatan. Dari berbagai studi dapat ditunjukan persepsi korban (dan masyarakat) terhadap kejahatan bersifat berat sebelah (bias) yaitu terutama mengenai kejahatan whitecollar. Akibatnya kejahatan yang dilaporkan juga bersifat berat sebelah yaitu terutama berupa kejahatan warungan dan sangat langka dengan kejahatan white-collar.
3. Persepsi polisi juga bersifat berat sebelah. Dari jenis-jenis kejahata yang dijadikan indeks kejahatan, berarti yang akan mendapat prioritas dalam penanggulangannya, terutama juga kejahatan warungan. Akibatnya kejahatan yang mendapat perhatian polisi, yang pada akhirnya masuk dalam statistik kriminal, terutama juga kejahatan warungan.
Dengan melihat beberapa kelemahan tersebut dapat disimpulkan bahwa statistik kriminal bukan merupakan pencerminan kejahatan yang ada di masyarkat, akan tetapi hanyalah merupakan gambaran tentang aktivitas penegak hukum.
PENGANTAR HUKUM INDONESIA STUDY CLUB ALSA LC UNSOED
Definisi Hukum
Menurut E. Utrecht dalam bukunya Pengantar dalam Hukum Indonesia, “Hukum adalah himpunan petunjuk hidup yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang besangkutan, oleh karena pelanggaran terhadap petunjuk hidup itu dapat menimbulkan tindakan dari pemerintah masyarakat itu”. Menurut A. Ridwan Halim dalam bukunya Pengantar Tata Hukum Indonesia dalam Tanya Jawab, “Hukum merupakan peraturan-peraturan, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, yang pada dasarnya berlaku dan diakui orang sebagai peraturan yang harus ditaati dalam hidup bermasyarakat”. Menurut E. Meyers dalam bukunya De Algemene begrippen van het Burgerlijk Recht, “Hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan, di-tujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat, dan yang menjadi pedoman bagi penguasa negara dalam melakukan tugasnya”. Menurut Leon Duguit dalam bukunya Traite de Droit Constitutional, “Hukum adalah aturan tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan jika dilanggar menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu”. Menurut L.J. Van Apeldoorn dalam bukunya Inleiding tot de studie van Het Nederlandse Recht, “Tidak mungkin memberikan definisi kepada hukum karena begitu luas yang diaturnya. Hanya pada tujuan hukum mengatur pergaulan hidup secara damai”.
PENGANTAR HUKUM INDONESIA Pengertian : pengantar atau introduction atau inleiding, artinya memperkenalkan secara umum, sehingga diperoleh gambaran menyeluruh dari ruang lingkup permasalahan secara garis besar. Pengantar bersifat meluas tetapi tidak mendalam.
HUKUM DALAM ARTI TATA HUKUM • •
Tata Hukum “recht orde”, yakni : “susunan hukum, artinya memberikan tempat yang sebenarnya kepada hukum” “Memberikan tempat yang sebenarnya”, artinya : menyusun dengan baik dan tertib aturanaturan hukum dalam pergaulan hidup agar dengan mudah dapat diketahui dan digunakan untuk menyelesaikan setiap peristiwa hukum yang terjadi
HUKUM PERDATA (PRIVAT) Sumber utama Kitab Undang-undang Hukum Perdata (B.W = Burgerlijk Wetboek) Sistematika B.W Buku I Orang (van Personen) Buku II Benda (van Zaken) Buku III Perikatan (van Verbintenissen) Buku IV Pembuktian dan Daluarsa (van Bewijs en Verjaring)
Menurut ilmu pengetahuan hukum, pembagian hukum perdata : 1. 2. 3. 4.
Hukum orang (personen recht) Hukum keluarga (familie recht) Hukum harta kekayaan (vermogens recht) Hukum waris (erf recht)
Subyek Hukum Pengertian : Segala sesuatu yang menjadi pendukung hak dan kewajiban Subyek Hukum : - Orang/manusia (natuurlijk persoon) - Badan Hukum (rechts persoon) Orang/manusia : - cakap hukum (bekwaamheid) - tdk cakap hukum (onbekwaamheid)
Hukum Perkawinan Beberapa peraturan hukum perkawinan yang pernah dan masih/sedang berlaku di Indonesia 1. KUH Perdata (BW) 2. GHR (ordonansi perkawinan campuran), staatsblaad tahun 1898 no. 158 3. HOCI (ordonansi perkawinan bagi gol. Kristen di Indonesia), staatsblaad tahun 1933 no. 74 4. Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Definisi Perkawinan
• •
Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan : “Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami isteri untuk membentuk rumah tangga (keluarga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” Syarat sahnya Perkawinan Menurut ketentuan Pasal 2 ayat (1) “Perkawinan adalah sah apabila dilaksanakan menurut hukum agama dan/atau kepercayaan masing-masing” Menurut ketentuan Pasal 2 ayat (2) “Perkawinan adalah sah apabila dicatatkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”
Hukum Perikatan Buku III BW
Pengertian Hubungan hukum antara 2 (dua) orang/lebih yang terletak dalam ruang lingkup harta kekayaan, di mana pihak yang satu wajib memberikan prestatie sedangkan pihak yang lain berhak atas prestatie.
Sebab-sebab timbulnya Perikatan : 1. Perjanjian 2. Undang-undang
Syarat-syarat Perjanjian Pasal 1320 BW : 1. Konsensus 2. Cakap 3. Hal tertentu 4. Sebab yang diperbolehkan UU
WANPRESTASI
Pengertian Debitur tidak memenuhi kewajiban sebagaimana telah diperjanjikan sebelumnya disebabkan oleh kelalaiannya Akibat hukum Wanprestasi Upaya Kreditur Somasi Gugatan Kerugian : - Kosten (biaya) - Schaden (kerusakan) - Interessen (bunga)
Force Majeure
Pengertian Debitur tidak memenuhi prestatie sebagaimana yang telah diperjanjikan sebelumnya disebabkan oleh suatu keadaan yang tidak dapat diduga sebelumnya
SUMBER SUMBER HUKUM DI INDONESIA Apa pengertian sumber hukum ? Sumber Hukum dibedakan 2 (dua) : 1. Formal dibuat oleh mereka yang mempunyai kewenangan formal, antara lain : Undang-undang (statute); Traktat (treaty); Yurisprudensi; Doktrin ahli hukum; 2. Materiil isi atau kaidah hukum, yaitu : kebiasaan
AZAS-AZAS PERUNDANG-UNDANGAN
1. Undang-undang tidak boleh berlaku surut 2. Lex Speciali derogat legi Generali 3. Lex Superiori derogat legi Inferiori 4. Lex Posteriori derogat legi Priori 5. Lex Dura sed Tamen Scripta
Pengadilan & Peradilan Beberapa Peraturan Perundang-undangan yang pernah berlaku di Indonesia : Undang-undang Nomor 19 Tahun 1964 tentang Kekuasaan Kehakiman Undang-undang Nomor 13 Tahun 1965 tentang Peradilan Umum dan Mahkamah Agung Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970
Peraturan Perundang-undangan yang saat ini berlaku : -
Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung juncto Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Undang-undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial
Fungsi & Wewenang
Mengadili Menegakkan hukum Menciptakan hukum
Badan-badan Peradilan Menurut ketentuan Pasal 10 ayat (2) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 : 1. 2. 3. 4.
Peradilan Umum Peradilan Agama Peradilan Militer PTUN
HUKUM PIDANA (PUBLIK)
-
Sumber Utama KUH Pidana WvS (Wetboek van Strafrecht) Dasar Hukum berlakunya KUHP UU No. 1 Tahun 1946 UU No. 73 Tahun 1958
Sistematika KUHP • •
Buku I : Aturan Umum Buku II : Kejahatan (misdrijven)
â&#x20AC;˘
Buku III : Pelanggaran (overtredingen)
Bentuk-bentuk Pemidanaan Menurut ketentuan Pasal 10 KUHP I.
Pidana Pokok, antara lain : 1. Mati 2. Seumur hidup 3. Selama waktu tertentu 4. Kurungan
II. Pidana Tambahan, antara lain : 1. Pencabutan hak-hak tertentu 2. Perampasan barang-barang tertentu 3. Pengumuman keputusan hakim
MATERI SISPOL Dalam sistem politik yang bukan absolute atau mutlak yaitu otoriter yang kekuasaannya dipegang oleh satu tangan atau satu pemerintahan,ada 2 suasana tata kehidupan politik yang saling pengaruh dan mempengaruhi,yaitu : 1. SUPRASTRUKTUR ( The Goverment Political ) (Susunan Politik Tingkat Negara ) Yang termasuk Suprastruktur disini adalah lembaga-lembaga kenegaraan atau alat-alat perlengkapan negara, ada 4 macam yaitu : a. UUD 1945 jo Tap no.III/MPR/1978 sebelum amandmen yaitu Lembaga Tertinggi Negara - Presiden dan Wakil Presiden - DPA (diganti dengan pertimbangan Presiden) - DPR NOTES!!! - BPK Adanya lembaga tertinggi negara karena - MA bunyi pasal 1 ayat 2 sebelum amandemen, b. UUDS ( Ps.44 UUDS ) kekuasaaan ditangan rakyat dan dilaksanakan oleh MPR Lembaga Tertinggi Negara yaitu : - Presiden dan Wakil Presiden - Menteri – menteri - DPR - MA - Dewan pengawas keuangan c. Konstitusi RIS ( Bab III Kons.RIS ) Lembaga Teringgi Negara yaitu : - Presiden dan Wakil pPresiden - Menteri – menteri - Senat - DPR - MA Indonesia - Dewan Pengawas Keuangan d. UUD 1945 ( Setelah Amandemen ) Lembaga Tertinggi Negara Yaitu: - MA & MK ( UU no.4 /2004 pokok-pokok kekuasaan kehakiman peradilan TUN,UMUM,Agama,Militer ) - MPR Bertugas untuk mengangkat Presiden dan Wakil Presiden - Presiden dan wakil Presiden - DPR - DPD (4 Orang ditiap Provinsi) - BPK - KY (Komisi Yudisial) 2. INFASTRUKTUR POLITIK ( The Social Poltical Sphere )( Urusan Politic Tingkat Bawah )
a. b. c. d.
Yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang dalam aktifitasnya dapat mempengaruhi baik langsung maupun tidak kepada lembaga lembaga kenegaraan dalam menjalankan fungsi setra kekuasaannya masing-masing terdiri 5 jenis komponen, yaitu : Golongan Politik Golongan kepentingan Alat komunikasi politik Tokoh-tokoh politik Suprastruktur Sesudah amandemen UUD 1945 MPR Ps. 2 UUD 1945 yaitu MPR terdiri dari anggota DPR dan Anggota DPD yang di pilih melalui ketua umum Ps.3 UUD 1945 yaitu tugas dan wewenang MPR - Mengubah dan menetapkan Uud - Melantik presiden dan wakil Presiden - Hanya dapat diberhentikan presiden/wakil presiden dalam masa jabatanmya menurut UUD MA dan MK
MA ( MAHKAMAH AGUNG ) - Mengadili sampai tingkat kasasi - Menguji peraturan Perundang – undangan MK ( MAHKAMAH KONSTITUSI ) - Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir - Memberi keputusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan wakil presiden
Presiden dan Wakil Presiden
EKSEKUTIF - Memegang kekuasaan pemerintahan ( UUD ps. 4 ayat 1 ) - Menetapkan PP untuk menjalankan UU ( UUD ps.5 ayat 2 ) - Membentuk suatu dewan pertimbangan untuk memberi nasihat kepada presiden ( UUD ps.16 ) LEGISLATIF - Mengajukan RUU kepada DPR - Membahas RUU bersama DPR - Mengesahkan RUU bersama DPR YUDIKATIF - Memberi grasi dan rehabilitasi dengan pertimbangan MA - Memberi amesti dan aborasi dengan pertimbanga DPR KPI Negara - Dengan persetujuan DPR,membuat perjanjian Internasional - Mengangkat duta dan konsul
DPR BPK KY -
Menerima penetapan duta negara lain Memberi griar Pengajuan usul dari bidang legislatif Pengawasan atas pelaksanaan uu tertentu Memeriksa pengeluaran dan tanggung jawab negara Pengawasan atas pelaksanaan uu tertentu Melakukan pemantauan dan pegawasan perilaku hakim
DEFINISI PARTAI POLITIK 1. Carl J Fredrick Sekelompok manusia guna terorganisir secara terus-menerus stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dengan berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat ideal maupun materil 2. R.H Soltou Sekelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisasi yang bertindak sebagai kesatuan politik.yang dengan memanfaatkan kekuasaan dan memilih bertujuan menguasai pemerintahan daan melakukan kebijaksanaan umum mereka. 3. Sigmun dan Nauman Organisasi dari aktifitas-aktifitas politik yang berusaha untuk mengiasai kekoasaaan pemerintan serta mecabut dukungan rakyat atas dasar persaingan melawan golongan atau golongan golongan yang lain yang tidak sepaham
SIFAT SIFAT PARTAI POLITIK 1. Ekstrim oposisi ( partai yang kalah dengan pemilu ) Secara a partai tidak dapat bekerjasama dengan partai lain yang hidup dalam suatu negara Eksltrim Kiri yaitu melalui jalur politik Ekstrim jalur kanan Oposisi loyal hanya dilakukan apabila bertentangan dengan aspirasi masyarakat Oposisi royal DEFINISI PARTAI MENURUT UU N0.2 tahun 2008 1. Bersifat Nasional Yaitu organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok WNI secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepala politik anggota masyarakat bangsa dan negara serta memelihara keutuhan NKRI berdasarkan pancasila dan undang undang dasar 1945 2. Bersifat Lunak
Selalu dapat mengadakan kerjasama saling pengertian toleransi sehingga saling memberi dan menerima dengan partai lainnya yang hidup dalam satu negara 3. Bersifat Maderat Secara loyal dapat bekerjasama dengan patrai lainnya yang hidup dan berkembang dalam suatu negara SISTEM KEPARTAIAN ( Maurico Dunerger ) a. Mono partai ( negara Teraliter ) The single partai biasanya menjadi pemimpin negara b. Dua Partai ( The Two Party System ) Contoh : Inggris dan America c. Banyak Partai ( Muler Party system ) Indonesia masyarakat Prulal majemuk
JENIS JENIS PARTAI POLITIK
Berdasarkan tingkat komitmen partai terhadap ideologi dan kwenangan a. Partai Proto ( purwarupa,rancangan )berasal dari kata prototype b. Partai kader c. Partai massa d. Partai Diktatorial e. Partai Catch atau semua partai Dasar kualifikasi bersadasarkan tingkat komitmen partai terhadap ideplogi dan kepentingan Batasan : a. Partai Proto Tipe awal dari parpol Mumcul dari eropa barat pada abad pertengahan (menyebarnya agama kristen) sampai abad ke 19 Adanya perbedaan antara kelompok anggota dan non anggota Belum menunjukkan arti parpol dalama pengertian modern Sesungguhnya adalah fraksi yaitu pengelompokan partai yang dibentuk berdasarkan pengelompokkan ideologi masyarakat Terbentuknnya dalam lingkungan parlemen (intraparlemen) b. Parta Diktatorial Merupakan satu tipe partai massa Memiliki ideologi yang lebih baku dan radikal Pemimpin partai melakukan kontrol yang sangat ketat terhadap anggota partai Rekuitmen dilakukan secara efektif dan selektif Ada sleksi yang berwujud ujikesetiaan dan komitmen terhadap partai
Menuntut pengabdian secara total setiap amggota Contoh : Partai komunis c. Partai cateh – all Istilah berasal dari otto kirchhaimer untuk memberikan tipologi kecendrungan perubahan karakteristik partai dieropa barat pasca perang dunia ke II Merupakan gabungan partai kader dan partai Dapat diartikan sebagai penampung kelompok kelompok sosial Tujuan utama partai memenangkan pemilihan dengan menawarkan program dan keuntungan bagi anggota anggotanya sebagai ideologi yang kaku Aktifitas partai ini erat berkaitan dengan kelompok penekan GOLONGAN KEPENTINGAN (Interest Group)
RESUME HUKUM SITA DAN EKSEKUSI STUDY CLUB ALSA LC UNSOED 2016-2017 1. Pengertian â&#x20AC;˘
Istilah Eksekusi berasal dari Bahasa Belanda, Executeren, executie berarti melaksanakan, menjalankan, pelaksanaan, penjalanan.
â&#x20AC;˘
R. Subekti dan Ny. Retnowulan, mengartikan eksekusi berarti pelaksanaan putusan.
â&#x20AC;˘
Eksekusi berarti melaksanakan secara paksa putusan pengadilan dengan bantuan kekuatan umum apabila pihak yang kalah (tereksekusi atau pihak tergugat) tidak mau menjalankan secara sukarela.
2. Asas-asas Eksekusi a) Menjalankan putuan yang telah berkekuatan hukum tetap; Sifat dari putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap adalah litis finiri opperte, maksudnya tidak bisa lagi disengketakan oleh pihak-pihakyang berperkara. a. Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap mempunyai kekuatan mengikat para pihak-pihak yang berperkara dan ahli waris serta pihak-pihak yang mengambil manfaat atau mendapat hak dari mereka. b) Putusan tidak dijalankan secara sukarela; c) Putusan yang dapat dieksekusi amarnya bersifat kondemnatoir( bersifat menghukum ); d) Eksekusi atas perintah dan di bawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri (Pasal 195(1) HIR dan 264 (1) Rbg) e) Eksekusi sesuai dengan amar keputusan yang dikabulkan hakim( drs W.Suyuti,) 3. Pengecualian Eksekusi Putusan IVG a) Putusan Provisi - Gugatan provisionil dikabulkan - Putusan serta merta Pasal 180 HIR. b) E Grosse Akta Hipotik/Hak Tanggungan Pasal 224 HIR/258 Rbg dan UU 4 Tahun 1996 dan EG akte Pengakuan Hutang c) Putusan Telah Mempunyai Kekuatan Hukum Tetap - Putusan pengadilan negeri tidak banding - Putusan pengadilan tinggi tidak kasasi - Putusan Mahkamah Agung - Permohonan peninjauan kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan Pasl 66 ayat (2) UU 14 tahun 1985 jo UU 5 tahun 2004 jo UU 3/2009 mahkamah Agung.
4. Dasar Hukum Eksekusi Pasal 195 sampai dengan Pasal 224 HIR, atau Pasal 242 sampai dengan Pasal 259 Rbg SEMA tanggal 22 Januari 1964, Nomor 2 Tahun 1964, dan sema no.4/1975 ditujukan kepada Semua Ketua PT dan Ketua PN diseluruh Ind perihal penghapusan sandera (gejzeling). 5. Isi pokok terdiri dari : a) MA berpendapat penyanderaan bertentangan dengan perikemanusiaan b) Dinstruksikan kpd semua pengadilan diseluruh ind utk tdk mempergunakan lagi peraturan yg diatur dalam pasal dimaksud Pasal 209 sampai 224 HIR. 6. Prosedur Eksekusi a) Permohonan dilakukan pemohon mengajukan permohonan disertai alat bukti antara lain putusan berkekuatan hukum tetap. b) Penetapan atas dasar permohonan eksekusi dan alat bukti yang menguatkan Ketua Pengadilan Negeri membuat penetapan untuk memanggil tereksekusi Pasal 196 HIR c) Aanmaning, teguran, Ketua Pengadilan Negeri/PA memberikan /menasehati pihak kalah perkara (tereksekusi ) untuk mencukupi putusan dalamwaktu 8 hari Pasal 196 HIR 7. a. b. c. d.
Penyitaan Sita eksekusi tidak langsung Sita berasal dari sita jaminan Pasal 227 HIR Sita eksekusi langsung Sita atas barang bergerak dan tidak ber gerak pihak yang kalah pasal 197 HIR
8. Cara Pelaksanaan Eksekusi Putusan a) Eksekusi secara langsung i. Eksekusi riil â&#x20AC;&#x201C; melakukan suatu tindakan nyata sesuai dengan amar putusan Pasal 1033 Rv ii. -Eksekusi pembayaran sejumlah uang â&#x20AC;&#x201C; melakukan pembayaran sejumlah uang tertentu sesuai dengan amar putusan. b) Eksekusi secara tidak langsung â&#x20AC;&#x201C; membayar i. dwangsom atau uang paksa Pasal 606 Rv jo ii. Pasal 225 HIR c) Sandra (Gijzeling) upaya paksa Pasal 209 s/d 223 HIR 9. Praktik Eksekusi A. Tanpa melalui pengadilan - Secara sukarela pemohon eksekusi dan termohon eksekusi mengadakan perdamai- an tanpa melalui bantuan pengadilan. B. Melalui pengadilan
a) -a. Pemohon eksekusi mengajukan permohonan eksekusi. Ketua pengadilan membuat penetapan pemanggilan termohon eksekusi untuk diperingatkan dgn Teguran (aanmaning) tg waktunya 8 hari... b) Pensitaan eksekusi atau sita eksekusi ridak langsung (berasal dari sita jaminan (CB)). c) Penjualan dengan cara lelang
REVIEW MATERI STUDY CLUB Pra Peradilan dan Bantuan Hukum
Praperadilan adalah satu mekanisme hukum pidana yang bisa ditempuh seseorang untuk ‘melawan’ perlakuan atau keputusan pihak lain. Praperadilan merupakan suatu lembaga yang diselenggarakan untuk menguji suatu tindakan paksa yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang selaku penegak hukum. Praperadilan sendiri diatur dalam UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), khususnya Pasal 1 angka 10, Pasal 77 s/d Pasal 83, Pasal 95 ayat (2) dan ayat (5), Pasal 97 ayat (3), dan Pasal 124. Adapun yang menjadi objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP adalah: Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang: a. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; b. ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan. Kewenangan yang melaksanakan praperadilan adalah Pengadilan Negeri. Telah diatur dalam pasal 78 KUHAP, yaitu (1) yang melaksanakan wewenang adalah pengadilan Negeri dalam hal praperadilan (2) praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri dan dibantu seorang panitera. Pra peradilan sendiri diatur dalam KUHAP diatur dalam pasal 77-83 KUHAP. Berikut skema dalam pasal 79 KUHAP, 80 KUHAP, dan 81 KUHAP: Pasal 79 KUHAP: Pihak : -
Tersangka
-
Keluarga
-
Kuasa hukumnya
Pra peradilan
Pengadilan Negeri
Alasan : - penangkapan -
Penahanan
-
Tindakan lain tidak sah
Pasal 80 KUHAP: Pihak : -
penyidik
-
Penuntut umum
Pra peradilan
-
Pihak yang berkepentingan
Pengadilan Negeri
Alasan : - penghentian penyidikan -
Penghentian penuntutan
Pasal 81 KUHAP: Pihak : -
Tersangka Pihak ketiga
Ganti rugi/Rehabilitasi
Pengadilan Negeri
yang berkepentingan Alasan : - sahnya penghentian penyidikan -
Sahnya Penghentian penuntutan
-
Tidak sahnya penangkapan
-
Tidak sahnya penahanan
Sedangkan pengaturan tentang tata cara pemeriksaan pra peradilan terdapat dalsm pasal 82 (1) huruf A-E KUHAP. Berikut penjelasannya : a. Hakim menetapkan hari sidang praperadilan setelah diterimanya permintaan selama 3 hari b. Hakim mendengar keterangan dari pejabat yang berwenang sesuai dengan alasan yang terdapat dalam pasal 79 KUHAP, 80 KUHAP, dan 81 KUHAP. c. Asas cepat dan selambat-lambatnya 7 hari hakim sudah harus menjatuhkan putusannya
d. Dalam hal perkara sudah mulai diperiksa oleh PN, sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur e. Dapat mengajukan pemeriksaan praperadilan lagi pada tingkat pemeriksaan oleh penuntut umum jika diajukan permintaan baru.
Dalam pasal 83 KUHAP mengenai upaya hukum pra peradilan, berikut penjelasannya: (1) Tidak dapat diajukan upaya hukum banding yang telah diatur dalam pasal 79, 80, dan 81 KUHAP (2) dikecualikan dalam ayat (1) KUHAP untuk dapat mengajukan banding tidak sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan yang dimintakan putusan akhir ke Pengadilan Tinggi. Proses Penyidikan dapat dihentikan oleh penyidik jika : -
Nebis in idem
-
Kurang alat bukti
-
Bukan merupakan tindak pidana
-
Terdakwa meninggal dunia
-
Daluwarsa
PIH REVIEW SCTUDY CLUB ALSA LC UNSOED PIH (Pengantar Ilmu Hukum)
objek mempelajari hukum secara umum (pengertian-pengertian pokok, disiplin hukum, dan asas-asas hukumnya)
sifat universal, tidak terikat ruang dan waktu, pengetahuan mengenai hukum secara umum di seluruh dunia
PENGERTIAN DASAR DARI HUKUM Semua hukum pasti mengatakan pengertian dasar ini, ada masyarakat hukum, subjek hukum, peranan hukum, peristiwa hukum, akibat/hubungan hukum, dan objek hukum – Prof. Agus Sardjono DISIPLIN Sistem ajaran mengenai kenyataan dan gejala-gejala yang dihadapi - Analitis: menganalisis, memahami, dan menjelaskan gejala-gejala yang dihadapi - Preskriptif: terkandung nilai-nilai yang ingin dicapai DISIPLIN HUKUM Disiplin (sistem ajaran mengenai kenyataan dan gejala-gejala yang dihadapi) yang menentukan apa yang seyogianya dilakukan (termasuk dalam disiplin preskriptif) Ruang lingkup disiplin hukum: - Filsafat Hukum - Politik Hukum - Ilmu Hukum Filsafat Hukum perenungan, perumusan, dan penyelarasan nilai-nilai Politik Hukum kegiatan memilih nilai-nilai dan menerapkannya, fungsinya mengarahkan suatu sistem hukum tertentu sebagai pengarah kebijakan Ilmu Hukum kumpulan dari berbagai cabang ilmu pengetahuan yang terbagi atas pengertian, kaedah, dan kenyataan
o Ilmu tentang pengertian, tentang pengertian-pengertian pokok dalam hukum (subjek hukum, perbuatan hukum, hubungan hukum dsb) o Ilmu tentang kaedah, hukum sebagai suatu norma/kaedah, berhubungan dengan dogmatik hukum dan sistematika hukum Ilmu tentang kenyataan, hukum sebagai perilaku atau sikap tindak, mencakup: - Sosiologi hukum, secara empiris dan analitis mempelajari hubungan timbal balik antara hukum sebagai gejala sosial dengan gejala sosial lain (Soerjono Soekanto)
- Antropologi hukum, mempelajari pola-pola sengketa dan penyelesaiannya, maupun masyarakat yang sedang mengalami proses perkembangan dan pembangunan/proses modernisasi (Charles Winick) - Psikologi hukum, mempelajari hukum sebagai suatu perwujudan perkembangan jiwa manusia (Purnadi Purbacaraka) - Perbandingan hukum, metode studi hukum yang mempelajari perbedaan sistem hukum atau hukum positif antara negara yang satu dengan negara yang lain. - Sejarah hukum, asal usul terbentuknya dan perkembangan suatu sistem hukum dalam suatu masyarakat tertentu PENGERTIAN KAEDAH Kaedah adalah pedoman sikap tindak dalam hidup Hakekat Kaedah adalah perumusan suatu pandangan (ordeel). Sumber Kaedah adalah hasrat/keinginan untuk hidup pantas Secara umum ada 2 aspek kehidupan 1. Aspek Hidup Pribadi o Kaedah Kepercayaan, mencapai kesucian hidup pribadi atau kehidupan beriman yang meyakini adanya kekuasaan tertinggi yaitu Sang Pencipta o Kaedah Kesusilaan, mencapai kebaikan hidup pribadi berdasarkan nurani dan akhlak 2. Aspek Hidup Antar-Pribadi o Kaedah Kesopanan, bertujuan mencapai keselarasan hidup bersama o Kaedah Hukum, bertujuan mencapai kedamaian hidup bersama (ketertiban dan keamanan dalam proses interaksi antar individu dalam kelompok, serta ketentraman dalam diri batiniah masing-masing individu) TEORI HANS KELSEN ď&#x192;&#x2DC; Reine Rechtslehre/Teori Hukum Murni Menurut Kelsen, hukum adalah suatu sistem norma. Hukum dibersihkan dari faktor-faktor politis, sosiologis, filosofis, dll yang mempengaruhi hukum. Metode pengkajian tidak boleh dicampuradukkan dengan metode pengkajian ilmu-ilmu lain, sehingga makna dan hakekat ilmu hukum terpelihara. (The Pure Theory of Law â&#x20AC;&#x201C; Hans Kelsen) ď&#x192;&#x2DC; Stufenbau Theory Setiap tata hukum suatu negara merupakan susunan (hierarki) kaedah-kaedah (stufenbau) yang semuanya berasal dari kaedah dasar (grundnorm). Grundnorm menjadi kaedah dasar hipotesis yang lebih tinggi dan bukan merupakan kaedah positif, tetapi merupakan kaedah yang dihasilkan dari pemikiran yuridis yang aktualisasinya dalam tingkatan dibawahnya menjadi hukum positif
MENGAPA KAEDAH HUKUM HARUS ADA? - Ketiga kaedah lain belum cukup meliputi dan mengatur keseluruhan hidup manusia Contoh: pembuatan KTP, pencatatan akta kelahiran, kontrak kerja, dsb ISI KAEDAH HUKUM a. Gebod (Suruhan) Kaedah yang berisi suruhan untuk berbuat sesuatu (ciri-ciri: ada kewajiban) Contoh: Pasal 45 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974, mewajibkan orangtua untuk memelihara dan mendidik anak-anak mereka dengan sebaik-baiknya b. Verbod (Larangan) Kaedah yang berisi larangan untuk melakukan sesuatu (ciri-ciri: ada larangan) Contoh: Pasal 8 UU No. 1 Tahun 1974, tentang larangan perkawinan c. Mogen (Kebolehan) Kaedah yang berisi kebolehan, dilakukan boleh, tidak juga tidak ada sanksi (ciri-ciri: tidak ada larangan & kewajiban) Contoh: Pasal 29 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974, bahwa pihak yang melakukan perkawinan boleh mengadakan perjanjian tertulis, asal tidak melanggar batas-batas hukum, agama, dan kesusilaan
SIFAT KAEDAH HUKUM a. Imperatif, Memaksa secara apriori yang bersifat imperatif adalah Gebod dan Verbod b. Fakultatif, Tidak harus dilakukan, yang bersifat fakultatif adalah Mogen PERUMUSAN KAEDAH HUKUM Dalam perumusan harus dibedakan antara Rules of Law dan Legal Norm ď&#x192;¨ Rules of Law Deskripsi ilmu-ilmu hukum yang disusun secara hipotesis (bersyarat dan mengandung prinsip imputasi) maupun secara kategoris (tidak mengatur hubungan antara kondisi da konsekuensi) o Kaedah hukum hasil ciptaan hipotesis dan pandangan orang pada umumnya Legal Norm Putusan pejabat hukum yang harus ditaati oleh subjek hukum o Kaedah hukum hasil ciptaan pejabat hukum, memiliki kekuatan hukum yan mengikat
ď&#x201A;ˇ
ď&#x201A;ˇ
ASAS ASAS HUKUM Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali Tidak ada suatu perbuatan dapat dihukum tanpa adanya peraturan yang mengaturnya terlebih dahulu sebelum perbuatan dilakukan (asas legalitas) Lex specialis derogat legi generalis Hukum yang khusus mengesampingkan hukum yang umum
Lex superior derogat legi inferior Hukum yang lebih tinggi mengesampingkan hukum yang lebih rendah tingkatannya Lex posterior derogat legi priori Hukum yang lebih baru mengesampingkan hukum yang lama Presumption of innocence Asas praduga tak bersalah, seseorang tidak boleh dianggap bersalah sebelum dapat dibuktikan sebaliknya Unus testis nullus testis Satu saksi bukanlah saksi (digunakan dalam hukum acara pidana) In dubio pro reo Dalam keraguan, hakim menggunakan hukum yang lebih ringan terhadap terdakwa
REVIEW MATERI STUDY CLUB Hukum Pidana Khusus ALSA LC UNSOED
Hukum pidana khusus lahir sejak tahun 1950-an. Walaupun sudah ada pengaturannya tersendiri dalam KUHP namun pengaturannya kurang lengkap dan kurang jelas.
Hukum pidana khusus menurut para doktriner yaitu: -
Tindak pidana tertentu
-
Tindak pidana diluar KUHD
-
UU Khusus
Tindak Pidana Tertentu Ada doktrin yang mengatakan bahwa Tindak Pidana Tertentu tidak sama dengan Pidana Khusus, karena kata-kata tertentu merupakan pandangan sempit dibandingkan kata-kata khusus. Tindak Pidana Tertentu menurut Prof.Wiryono â&#x20AC;&#x153;Namun tertentu sebagai kejahatan dan pelanggaranâ&#x20AC;? adalah perbuatan-perbuatan yang melanggar kepentingan hukum tertentu yang tercantum dalam KUHP bab II dan bab III yang menunjuk pada kepentingan orang. Tindak pidana diluar KUHP Menurut Utrecht yaitu tindak pidana yang dilakukan diluar KUHP, semua aturan-aturan hukum berada di buku I KUHP berlaku juga yang berada diluar KUHP. UU khusus UU ini lahir hampir bersamaan dengan KUHP Umum. Berlaku perbuatan tertentu, pelakunya tertentu dan sanksi pidana tertentu. Definisi kata tertentu adalah dalam KUHP Militer Pelakunya tertentu:
Hanya ditujukan kepada anggota militer/TNI Perbuatannya Tertentu : Karena hanya diatur dalam KUHP Militer sedangkan di KUHP Militer hanya ada 2 buku yaitu Ketentuan Umum dan Tindak Pidana Sanksi pidana: Pidana pokok KUHP Militer yaitu dipecat sedangkan pidana tambahan yaitu diturunkan pangkat atau dimutasi. Jika militer melakukan tindak pidana yang tidak diatur dalam KUHP Militer maka diberlakukan KUHP Umum. Sejarah Lahirnya Pidana Khusus Tahun 1950-an Indonesia mengalami MALA(Kejahatan) SCHE (Keadaan) yang luar biasa, padahal aturan pidana yang berlaku sejak saat itu adalah KUHP saja melalui UU no.1 tahun 1946 dimana dalam KUHP tersebut belum sepenuhnya/kurang jelas/sama sekali belum ada pengaturannya terhadap akibat MALASCHE yang diartikan sebagai krisis atau kejahatan yang sulit ditanggulangi. Sejak saat itulah hukum pidana khusus dilahirkan. Beberapa pendapat tentang sejarah lahirnya Hukum pidana khusus: Van Der Poel (sarjana hukum Belanda) : Bahwa hukum pidana khusus mempunyai ciri-ciri tersendiri yang tidak dimiliki oleh hukum pidana umum didalam KUHP. Pendapat ini diterima dengan alasan bahwa ciri ini mengenai perbuatan, perilaku dan pidananya sama. Lalu pendapat ini disanggah/dikritik oleh Utrecht: Dalam bukunya H.Pidana I menyatakan bahwa hukum pidsus ini tidak seperti yang dikemukakan oleh Van Der Poel. Dasarnya adalah asas-asas dan teori hukum sebagaimana diatur dalam buku I KUHP yaitu Bab ketentuan umum berlaku juga terhadap hukum pidsus sepanjang UU diluar KUHP tidak menentukan lain, dasar hukumnya adalah pasal 103 KUHP. Hubungan KUHP dan UU diluar KUHP
Hubungan KUHP dan diluar KUHP sangat erat sekali yaitu saling melengkapi dan menambah. Walaupun KUHP berlaku pada 1 Januari 1918 namun disisi lain aturan umum yang notabene warisan Belanda berdasarkan asas konkordansi atau mempersamakan hukum negara Belanda di negara jajahannya. Hubungan antara KUHP Pasal 103 KUHP UU diluar KUHP. Pasal 103 KUHP sebagai dasar hukum untuk memberlakukan semua aturan pidana umum dalam KUHP, terutama di buku I, II, III sepanjang di UU KUHP tidak ditentukan lain.
Sebab timbul atau lahirnya hukum pidana khusus : 1. Sebab yang berasal dari dalam hukum pidana itu sendiri Dapat dilihat dari karakteristik alamiah dari hukum pidana sebagai hukum buatan manusia. Kelemahan pertama pada sistem kodifikasi yang bersifat ketat. Kelemahan kedua berasal dari sifat atau fungsi hukum pidana itu sendiri yaitu sebagai alat terakhir (ultimum remidium). 2. Sebab yang berasal dari luar hukum pidana dapat diidentifikasikan berdasarkan pada perkembangan yang terjadi pada masyarakat itu sendiri dan lingkungan sekitar termasuk perkembangan iptek. Hal ini terkait dengan sebab-sebab timbulnya kejahatan. 4 sebab terjadinya hukum pidana khusus menurut Loeby Loqman: 1. Adanya proses kriminalisasi atas suatu perbuatan tertentu didalam masyarakat 2. UU yang ada dianggap tidak memadai lagi terhadap perubahan norma dan perkembangan teknologi 3. Adanya keadaan mendesak sehingga perlu sehingga perlu diciptakan suatu peraturan khusus untuk segera menanganinya 4. Adanya suatu perbuatan khusus dimana apabila dipergunakan proses yang telah ada akan mengalami kesulitan dalam pembuktiannya.