HUKUM PIDANA DAN PEMIDANAAN Poging Deelneming Concursus Recidive ROGANDA SIMAMORA
PIDANA ? & PEMIDANAAN?
PIDANA NESTAPA Penderitaan yang sengaja dibebankan kepada seseorang yang telah memenuhi syarat tertentu
PEMIDANAAN • Penjatuhan pidana terhadap seseorang, • Agar seseorang tersebut mengenakan nestapa/penderitaan • Melalui Proses peradilan pidana
HUKUM PIDANA DAN PEMIDANAAN
PERCOBAAN (POGING) Pasal 53 KUHP (KEJAHATAN ) dan Pasal 54 KUHP(PELA NGGARAN)
PENYERTA AN (DEELNIMI NG) Pasal 55 KUHP
GABUNGAN ( CONCURCUS atau SAMENLOOP ) Pasal 65 KUHP
PENGULAN GAN TINDAK PIDANA (RECIDIVE)
ALASAN HAPUSNYA KEWENANG AN MENUNTUT DAN MENJALANJ AKAN PIDANA
PERCOBAAN (POGING) PASAL 53 KUHP
Menurut Memori Penjelasan (MvT) mengenai percobaan yang satu dengan yang lainnya berbeda yaitu: a. Pelaksanaan Tindakan dari Kejahatan b. Pelaksanaan tindakan dari niat
ďƒ˜ Pasal 53 KUHP
ďƒ˜ Pengertian Percobaan/Poging Merupakan suatu kejahatan yang sudah dimulai tetapi
belum selesai atau belum sempurna. ďƒ˜ Unsur Poging dalam Pasal 53 KUHP 1.
Adanya niat
2.
Adanya permulaan pelaksanaan
3.
Tidak selesainya pelaksanaan itu bukan sematamata karena kehendak sendiri ALDY DZUN
Menilai patut dipidananya Poging, dengan teori : 1. Teori Subyektif : Sikap batin atau watak yang berbahaya. 2. Teori Obyektif : Sifat berbahayanya suatu perbuatan. 3. Teori Campuran : menggabungkan subyektif dan obyektif
• Tidak semua tindak pidana bisa dikenakan percobaan • Percobaan dalam pasal 53 KUHP yaitu tentang Kejahatan dan ketentuan pasal 103 Tindak Pidana di Luar KUHP serta • PENGECUALIANNYA yaitu pasal 302 (2) Pasal 351 ayat 5 dan pasal 352 ayat (2) dan Pasal 184 ayat (5) • Percobaan tidak berlaku pada Pasal 54 KUHP tentang Pelanggaran • PENGECUALIAN seperti contoh: Pelanggaran Tindak Pidana Ekonomi UU nomor 7 tahun 1995 • Pidana percobaan adalah maksimal hukuman dikurangi sepertiganya
NIAT
Niat / Kehendak (Voornemen) Voornemen menurut doktrin adalah merupakan suatu kehendak untuk melakukan kejahatan, atau lebih tepatnya disebut “opzet” atau kesengajaan (dengan segala coraknya)
Corak Kesengajaan 1. Kesengajaan dengan maksud 2. Kesengajaan dengan sadar kepastian 3. dengan sadar kemungkinan
ALDY DZUN
PERMULAAN PELAKSANAAN ďƒ˜ Syarat (unsur) kedua yang harus dipenuhi agar seseorang dapat dihukum karena melakukan percobaan, berdasarkan kepada Pasal 53 KUHP adalah unsur niat yang ada itu harus diwujudkan dalam suatu permulaan pelaksanaan (begin van uitvoering). ďƒ˜ Penjelasan (MvT) mengenai pembentukan Pasal 53 ayat (1) KUHP, bahwa batas antara percobaan yang belum dapat dihukum dengan percobaan yang telah dapat dihukum itu adalah terletak diantara voorbereidingshandelingen (tindakan-tindakan persiapan) dengan uitvoerings-handelingen (tindakan-tindakan pelaksanaan). Selanjutnya MvT hanya memberikan pengertian tentang uitvoeringshandelingen (tindakan-tindakan pelaksanaan) yaitu berupa tindakan-tindakan yang mempunyai hubungan sedemikian langsung dengan kejahatan yang dimaksud untuk dilakukan dan telah dimulai pelaksanaannya. Sedangkan pengertian dari voorbereidingshandelingen (tindakantindakan persiapan) tidak diberi-kan. Menurut MvT batas yang tegas antara perbuatan persiapan dengan permulaan pelaksanaan tidak dapat ditetapkan oleh wet (Undang-Undang). Persoalan tersebut diserahkan kepada Hakim dan ilmu pengetahuan untuk melaksanakan azas yang ditetapkan dalam undang-undang.
Tidak selesainya pelaksanaan Menurut Barda Nawawi Arief tidak selesainya pelaksanaan kejahatan yang dituju bukan karena kehendak sendiri, dapat terjadi dalam hal-hal sebagai berikut: ďƒ˜ Adanya penghalang fisik. ďƒ˜ Walaupun tidak ada penghalang fisik, tetapi tidak selesainya itu disebabkan karena akan adanya penghalang fisik. ďƒ˜ Adanya penghalang yang disebabkan oleh faktor-faktor / keadaan-keadaan khusus pada objek yang menjadi sasaran.
ALDY DZUN
ďƒ˜
ďƒ˜
Tidak selesainya perbuatan karena kehendak sendiri secara teori dapat dibedakan antara : a. Pengunduran diri secara sukarela (rucktritt) b. Penyesalan (tatiger reue) yaitu meskipun perbuatan pelaksanaan sudah diselesaikan, tetapi dengan sukarela menghalau timbulnya akibat mutlak untuk delik tersebut. Apabila secara sukarela tidak dipidana
ALDY DZUN
POGING YANG TIDAK MUNGKIN
Ondeug-delijke Poging (percobaan tidak mungkin) ini timbul sehubungan dengan telah dilakukannya perbuatan pelaksanaan tetapi delik yang dituju tidak selesai atau akibat yang terlarang menurut undang-undang tidak timbul. Sebabnya: 1.Alat (sarana) yang dipergunakan tidak sempurna. 2.Objek (sasaran) tidak sempurna. Loebby Logman memberikan contoh secara terperinci sebagai berikut: 1. Ketidaksempurnaan sarana (alat) a. Ketidaksempurnaan sarana secara mutlak b. Ketidaksempurnaan sarana secara nisbi
ALDY DZUN
POGING YANG TIDAK MUNGKIN
2. Ketidaksempurnaan sasaran (objek) a. Ketidaksempurnaan sasaran secara mutlak b. Ketidaksempurnaan sasaran secara nisbi
ALDY DZUN
PENYERTAAN/DEELNEMING
PENYERTAAN
Semua bentuk turut serta/ terlibatnya orang atau orangorang baik secara psikis maupun fisik dengan melakukan masing-masing perbuatan sehingga melahirkan suatu tindak pidana.
Pasal 55 KUHP PARA PEMBUAT (MEDEDADER) Pelaku (Pleger)
Menyuruh Melakukan (Doenpleger) Turut Serta (Medepleger)
Penganjur (Uitlocker) Pasal 56 KUHP PEMBANTU (MEDEPLICHTIGE)
PARA PEMBUAT (MEDEDADER) 1. Pelaku (Pleger) “Merupakan orang yag melakukan sendiri perbuatan
yang memenuhi rumusan delik�
Dalam pasal 55 KUHP pelaku yang dimaksud adalah bukan pelaku tuggal, melainkan pelaku yang secara bersama-sama dengan orang lain dalam mewujudkan suatu tindak pidana.
2. Menyuruh Melakukan (Doenpleger) “Seseorang punya kehendak untuk melakukan suatu delik (TP), tetapi dia tidak melaksanakannya sendiri melainkan melainkan menyuruh menyuruh orang lain untuk orang lain untuk melakukannya�
Ada 2 Pihak : • Yang menyuruh (Pembuat tidak langsung) diancam pidana sebagaimana seorang pelaku seorang pelaku . • Yang disuruh (sebagai pelaku langsung, pelaku materil): tidak
(diancam) pidana
Unsur-unsur Doenpleger 1. melakukan tindak pidana dengan perantaraan orang lain sebagai alat di dalam tangannya (yang ada dalam kekuasaannya) 2. orang lain itu berbuat: a. tanpa kesengajaan & tanpa kealpaan (contoh mengedarkan uang palsu) b. tanpa tanggung jawab, oleh sebab keadaan: • yang tidak diketahuinya (bawahan yg disuruh atasan jabatan) • karena disesatkan (kekeliruan/kesalahpahaman) (contoh menyuruh kernet mengambil koper yang bukan miliknya di bagasi bus) • karena tunduk/pengaruh daya paksa (pasal 48)
3. TURUT SERTA (MEDEPLEGER) • adalah setiap orang yang sengaja berbuat dalam melakukan tindak pidana.� • Sedikitnya harus ada 2 orang dalam turut mekukan (medepleger),
yaitu: - Orang yang melakukan (pleger) dan - Orang yang turut melakukan (medepleger)
Ada 2 syarat bagi adanya turut melakukan tindak pidana: 1.
kerjasama yang disadari antara para pelaku, hal mana mrpk suatu kehendak bersama antara mereka.
2.
mereka harus bersama-sama melaksanakan kehendak itu (kerjasama secara fisik)
4. PENGANJUR (UITLOCKER) • Pasal 55 ayat (1) angka 2 • Unsur Subyektif : dengan sengaja • Unsur Obyektif : menganjurkan orang lain melakukan perbuatan, dengan cara: 1. memberikan sesuatu 2. menjanjikan sesuatu 3. menyalahgunakan kekuasaan 4. menyalahgunakan martabat 5. kekerasan 6. ancaman 7. penyesatan 8. memberi kesempatan 9. memberi sarana 10. memberi keterangan. • Disini pelaku materiil tahu bahwa ia harus melakukan suatu tindak pidana dan dapat dipertanggugjawabkan perbuatanya.
Syarat Penganjur/Uitlocker: 1. Ada kesengajaan si penganjur.
2. Dalam melakukan perbuatan meganjurkan harus menggunakan cara2 menganjurkan sebagaimana Pasal 55 (1) angka 2. 3. Terbentuknya kehendak orang yang dianjurkan (pembuat peklaksananya) untuk melakukan tindak pidana, adalah disebabkan langsung oleh digunakannya upaya2 penganjuran oleh si pembuat penganjur. 4. Orang yang dianjurkan (pembuat pelaksanaanya) telah melaksanakan tindak pidana sesuai dengan yang dianjurkan
5. Orang yang dianjurkan adalah orang yang memiliki kemampuan bertanggung jawab.
Penganjuran Yang Gagal • Pasal 163 bis • Pidana bagi penganjurnya : 1. Pidana Penjara paling lama 6 tahun, atau 2. Denda • Dengan Syarat: 1. Pidana tersebut tidak boleh lebih berat dari pidana percobaan
terhadap kejahatan tersebut. 2. Tidak dipidana, jika memang pecobaan kejahatan yang dilakukan tidak diancam dengan pidana.
PEMBANTU (MEDEPLICHTIGE)
Pasal 56 dan 57 KUHP Berdasar Pasal 56 Pembantu kejahatan terbagi menjadi: 1. Mereka yg membantu pada saat kejahaatan, 2. Mereka yang membantu sebelum kejahatan dilakukan, dgn cara: a. dengan memberi kesempatan b. dengan memberi sarana c. dengan memberi keterangan Membantu pelanggaran tidak dipidana
Pidananya, maksimum pidana pokok dikurangi sepertiganya
Contoh Kasus: Kadro merupakan teman dekat goni, suatu hari mereka ada masalah sehingga kadro dendam dan ingin membunuh goni. Untuk melancarkan niatnya kadro mengajak indro yang merupakan teman dekatnya untuk membantu membunuh, indropun sepakat dan bersama-sama mereka merencanakan pembunuhan tersebut. Akhirnya mereka sepakat pada malam hari akan membunuh goni,
Pada suatu malam indro dan kadro mendtangi rumah goni, namun saat mencongkel jendela dan mauk ke rumah keduanya ketahuan pembantu goni. Akhirnya indro mengancam pembantu supaya jangan teriak, dan kadro masuk kamar goni dan membunuhnya. Siapa pihak piha dalam tindak pidana tersebut?
ARTI PENTING MEMPERLAARI CONCURCU • adalah untuk menentukan berapa hukuman bagi seseorang / beberapa orang yang telah melakukan tindak pidana lebih dari satu kali.
CONCURSUS IDEALIS
CONCURSUS REALIS
PERBUATAN BERLANJUT
CONCURSUS Gabungan tindak pidana) Terjadi Samenloop, yaitu apabila orang / seseorang yang melakukan tindak pidana lebih dari satu kali dan diantara tindak pidana itu belum ada yang diputus oleh pengadilan dan semua diajukan sekaligus.
ARTI PENTING MEMPELAJARI CONCURSUS adalah untuk menentukan berapa hukuman bagi seseorang / beberapa orang yang telah melakukan tindak pidana lebih dari satu kali.
Adalah suatu perbuatan yang masuk kedalam lebih dari satu aturan pidana tetapi dilakukan dengan satu maksud. Selanjutnya,dalam pasal 63 ayat (2) terkandung adagium “lex specialis derogate legi generali� (aturan undang undang khusus meniadakan aturan umum).
PERBUATAN BERLANJUT (DELICTUM CONTINUATUM • Dalam MvT (Memorie van Toelichting)kriteria perbuatan berlanjut adalah : • Harus ada satu keputusan kehendak jahat • Masing masing perbuatan harus sejenis • Tenggang waktu antar perbuatan tidak terlalu lama. • Pasal 64 ayat (2) merupakan ketentuan khusus dalam hal pemalsuan dan perusakan mata uang.
CONCURSUS REALIS Sistem pemberian pidana bagi concursus realis ada beberapa macam, yaitu: 1) Apabila berupa kejahatan yang diancam dengan pidana pokok sejenis, maka hanya dikenakan satu pidana dengan ketentuan bahwa jumlah maksimum pidana tidak boleh melebihi dari maksimum terberat ditambah sepertiga. Sistem ini dinamakan sistem absorbsi yang dipertajam.
2) Apabila berupa kejahatan yang diancam dengan pidana pokok yang tidak sejenis, maka semua jenis ancaman pidana untuk tiap-tiap kejahatan dijatuhkan, tetapi jumlahnya tidak boleh melebihi maksimum pidana terberat ditambah sepertiga. Sistem ini dinamakan sistem kumulasi diperlunak.
3) Apabila concursus realis berupa pelanggaran, maka menggunakan sistem kumulasi yaitu jumlah semua pidana yang diancamkan. Namun jumlah semua pidana dibatasi sampai maksimum 1 tahun 4 bulan kurungan. 4) Apabila concursus realis berupa kejahatankejahatan ringan yaitu Pasal 302 (1) (penganiayaan ringan terhadap hewan), 352 (penganiayaan ringan), 364 (pencurian ringan), 373 (penggelapan ringan), 379 (penipuan ringan), dan 482 (penadahan ringan), maka berlaku sistem kumulasi dengan pembatasan maksimum pidana penjara 8 bulan.
PERSAMAAN & PERBEDAAN CONCURSUS DENGAN RECIDIVE Persamaannya ialah sama-sama melakukan tindak pidana lebih dari satu kali. Perbedaannya ialah:
Pada Concursus, diantara beberapa tindak pidana itu belum ada yang diputus oleh pengadilan dan kemudian diajukan sekaligus ke pengadilan. Pada Recidive, diantara beberapa tindak pidana itu, sudah ada yang diputus oleh pengadilan dan putusannya sudah mempunyai hukum yang tetap.
Menurut pendapat para sarjana,
concursus
adalah hal yang meringankan terdakwa / tersangka.
recidive
adalah hal yang memberatkan terdakwa / tersangka.
ď ą Sistem Kumulasi Terbatas Apabila seeorang melakukan beberapa jenis perbuatan yang menimbulkan beberapa jenis delik yang masing-masing diancam dengan pidana sendiri-sendiri, maka menurut stelsel ini, semua pidana yang diancamkan terhadap masingmasing delik dijatuhkan semuanya. Akan tetapi, jumlah pidana itu harus dibatasi, yaitu jumlahnya tidak boleh melebihi dari pidana terberat ditambah 1/3 (sepertiga).
SISTEM PEMIDANAAN Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengenal 4 (empat) sistem atau stelsel pemidanaan, yaitu: ď ą Sistem Absorpsi Apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan yang merupakan beberapa delik yang masingmasing diancam dengan pidana yang berbeda, maka menurut sistem ini hanya dijatuhkan satu pidana saja, yaitu pidana yang terberat walaupun orang tersebut melakukan beberapa delik.
ď ąSistem Kumulasi Apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan yang merupakan beberapa delik yang diancam dengan pidana sendiri-sendiri, maka menurut sistem ini tiap-tiap pidana yang diancamkan terhadap delik-delik yang dilakukan oleh orang itu semuanya dijatuhkan. ď ąSistem Absorpsi Diperberat Apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan yang merupakan beberapa jenis delik yang masing-masing diancam dengan pidana sendiri-sendiri, menurut stelsel ini pada hakikatnya hanya dapat dijatuhkan 1 (satu) pidana saja yakni yang terberat, akan tetapi dalam hal ini diperberat dengan menambah 1/3 (sepertiga).