PENGATURAN LARANGAN PEGAWAI SEKANTOR MENIKAH MENURUT UU NO.13 TAHUN 2003
Konsep Fungsi-fungsi MSDM dalam Hukum Ketenagakerjaan 2
Pengorganisasian/ Organizing
1. Perencanaan/ Planning
3 Pengarahan/ Directing
4 Pengendalian/ Controlling
Fungsi-fungsi MSDM
6 Pengembangan/ Development 7 Kompensasi/ Compensation
11 Pemberhentian/ Separation 10 Kedisiplinan
5 Pengadaan/ Procurement
9 Pemeliharaan/ Maintenance
8 Pengintegrasian /Integration
• Fungsi Pengintegrasian Kegiatan menyatukan keinginan karyawan dan kepentingan perusahaan agar tercipta kerjasama yang memberikan kepuasan dan saling menguntungkan • Cara pengintegrasian - Hubungan antar manusia(human relation) - Motivasi (motivation) - Kepemimpinan(leadership) - Kesepakatna Kerja bersama - Collective Bargaining
Proses motivasi individu Drive
Unsatisfied Need
Incentive
Goal
Satisfied Need
Keterangan: Bilamana suatu kebutuhan tidak terpuaskan, maka timbul drive dan aktivitas untuk merespons perangsang (incentive) dalam tujuan yang diinginkan. Pencapaian akan menjadikan individu merasa puas
Bentuk hukum pengaturan hubungan kerja
:
Pengaturan Hak dan Kewajiban Dalam Hubungan Kerja Secara Mikro : • Perjanjian Kerja ( Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu ) • Perjanjian Kerja Bersama (PKB) • Peraturan Perusahaan Pengaturan Hak dan Kewajiban Dalam Hubungan Kerja Secara Makro: • Perundang- undangan
PENGATURAN HAK DAN KEWAJIBAN
TERKAIT OBYEK KAJIAN Pasal 153 (1) Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan : a. pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus; b. pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya; d. pekerja/buruh menikah; e. pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya; f. pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan, atau perjanjian kerja bersama; g. pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama; h. pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan; i. karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan; j. pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan. (2) Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan.
KONDISI SEKARANG Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan uji materi Pasal 153 Ayat 1 Huruf f Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dengan adanya putusan MK tersebut, sebuah perusahaan tidak bisa menetapkan aturan yang melarang karyawannya menikah dengan rekan kerja satu kantor. MK menyatakan, perusahaan mensyaratkan pekerja atau buruh tidak boleh mempunyai pertalian darah atau perkawinan dengan pekerja lain dalam satu perusahaan dan menjadikan hal itu sebagai alasan pemutusan hubungan kerja tidak sejalan dengan norma Pasal 28 D Ayat (2) UUD 1945 serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights. “ Selain mengabulkan permohonan, MK juga menyatakan frasa "kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan, atau perjanjian kerja bersama" dalam Pasal 153 Ayat 1 Huruf f bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.