MATERI_Video Conference 2

Page 1

VIDEO CONFERENCE ALSA LC UNAIR bersama ALSA LC UNSOED ALSA LC UNPAD dan ALSA LC UNSYAH “PENETAPAN TERSANGKA MENJADI OBJEK PRAPERADILAN”

Praperadilan adalah satu mekanisme hukum pidana yang bisa ditempuh seseorang untuk ‘melawan’ perlakuan atau keputusan pihak lain. Perlakuan dan keputusan itulah yang menjadi objek praperadilan. Praperadilan sebagaimana yang diatur dalam KUHAP pasal 1 angka 10 dan pasal 77 adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus tentang : 1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atau permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atau kuasa tersangka; 2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan; 3. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atau kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan. KUHAP perlu dilakukan revisi maka harus melakukan uji materil ke Mahkamah Agung diantaranya adalah : 1. Pihak ke tiga yang berkepetingan 2. Persoalan upaya hukum putusan pra peradilan 3. Penetapan tersangka yang tidak sah 4. Permohonan pra peradila gugur apabila pokok perkara sudah diperiksa Bahwa ketentuan KUHAP perlu di revisi karena tidak sesuai yaitu tidak memiliki check and balance system atas tindakan penetapan tersangka oleh penyidik karena tidak adanya mekanisme pengujian atas keabsahan perolehan alat bukti. Penetapan tersangka yang tidak sah conthnya adalah seperti kasus Budi Gunawan.


Objek pra peradilan diperluas menurut pertimbangan mahkamah konstitusi menyatakan bahwa Pasal 77 KUHAP tentang objek Praperadilan menambahkan bahwa penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan sebagai obyek praperadilan Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUUXII/2014 Tujuan dibentuknya lembaga pra peradialan adalah : 1. Memberikan perlindungan kepada tersangka apabila dirasa tidak mendapat keadilan 2. Melakukan pengawasan 3. Menguji mengenai prosedur dalam melakukan upaya paksa Upaya paksa seperti penangkapan penahanan penyitaan pengeledahan dalam KUHAP wajib disertai dengan surat izin. Dalam pasal 95 ayat 1 KUHAP disebutkan bahwa Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan. Dalam pasal tersebut mencakup semua upaya paksa sehingga tidak hanya penangkapan dan penahanan saja tapi termasuk juga penyitaan , pemeriksaan, penetapan tersangka. Dalam pasal 1 angka 14 KUHAP tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Artinya untuk menentukan tersangka harus ada prosedurnya harus dengan bukti permulaan yang cukup sehingga apabila tidak didasarkan bukti permulaan maka dianggap melakukan penyalahgunaan dan dapat mengajukan gugatan pra peradilan Bukti Permulaan adalah alat bukti berupa Laporan Polisi dan 1 (satu) alat


bukti yang sah, yang digunakan untuk menduga bahwa seseorang telah melakukan tindak pidana sebagai dasar untuk dapat dilakukan penangkapan.” Dalam putusan MK perkara nomor 21/PUU-XII/2014 Mahkamah menyatakan frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” yang tertuang dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus dimaknai sebagai “minimal dua alat bukti” yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP. Ketentuan dalam KUHAP tidak memberi penjelasan mengenai batasan jumlah dari frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup”. Satu-satunya pasal yang menentukan batas minimum bukti adalah dalam Pasal 183 KUHAP yang menyatakan, “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti ... dst”. Oleh karena itu, pemaknaan “minimal dua alat bukti” untuk melindungi hak-hak asasi manusia dalam proses peradilan pidana. Sebagai hukum formil dalam proses peradilan pidana di Indonesia, masih terdapat beberapa frasa dalam KUHAP yang memerlukan penjelasan agar terpenuhi asas lex certa serta asas lex stricta agar melindungi seseorang dari tindakan sewenang-wenang penyelidik maupun penyidik.

Dengan demikian, seorang penyidik di dalam menentukan ‘bukti permulaan’,

‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang cukup’ sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP dapat dihindari adanya tindakan sewenang-wenang,” Dengan adanya putusan MK terkait dengan perluasan kewenangan objek pra peradialan

sehingga hampir setiap hari ada banyaknya gugatan pra peradilan.

Pemerikasaan pra peradilan yaitu asas cepat, sama dengan proses pembuktian hukum acara perdata yaitu adanya gugatan replik duplik dll. Dalam proses pembuktianya hakim harus menguji alat bukti yang diajukan alat bukti oleh pemohom atau termohon alat bukti tersebut mempunyai kekuatan pembuktian atau tidak. Apabila hakim membebaskan status tersangka berarti pemeriskaan terdakwa


tidak dengan 2 alat bukti yang sah makalah itu hakim harus menguji alat bukti tersebut. Aparat penegak hukum juga harus memperhatikan kewenangan substansi dan prosedur dan tidak boleh melakukan penyalahgunaan kewenangan.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.