SEXUAL HARASSMENT Kekerasan seksual menurut Naskah Akademik RUU PKS merupakan bentuk kekerasan atau dominasi kekuasaan yang diwujudkan secara paksa dan merupakan bentuk kontrol seksual dimana satu pihak berupaya melakukan kontrol terhadap pihak lain secara seksual dengan menggunakan kekuasaan atau kewenangannya dalam berbagai bentuknya, bahkan hingga menyebabkan pihak lain tersebut menyetujui tanpa kesadaran yang sesungguhnya. Kekerasan seksual ini bisa terjadi dalam relasi personal, rumah tangga, relasi kerja, wilayah publik, dan juga dapat terjadi dalam situasi konflik, bencana alam, dan situasi khusus lainnya. Pelecehan seksual (sexual harassment) merupakan salah satu bentuk dari tindakan kekerasan seksual yaitu tindakan fisik atau nonfisik kepada orang lain yang berkaitan dengan nafsu perkelaminan, hasrat seksual, dan/atau fungsi reproduksi seseorang yang mengakibatkan seseorang merasa terhina, terintimidasi, direndahkan dan/atau dipermalukan Kekerasan seksual ini masih banyak ditemukan dikalangan masyarakat. namun banyak orang yang tidak menyadari ada beberapa bentuk tindakan sudah tergolong sebagai kekerasan seksual. Hal itu terjadi karena kurangnya kepedulian dan pengetahuan seseorang mengenai bentukbentuk kekerasan seksual. Kekerasan seksual ini tak hanya terjadi di dalam kehidupan secara langsung, namun juga sering dijumpai dalam media sosial. Kekerasan seksual pun menjadi kasus nomor 2 terbanyak sesudah kasus kekerasan fisik. Dimana kekerasan seksual ini juga terjadi kepada korban laki-laki dan juga perempuan, dewasa sampai anak-anak dibawah umur. Salah satu bentuk kekerasan seksual yang sering terjadi adalah Pelecehan Seksual sampai pada Pemerkosaan. Tindakan ini terjadi disekitar masyarakat dari ranah pribadi dalam lingkup keluarga, dan juga ranah publik seperti di sekolah, pekerjaan, tempat umum, dan lain sebagainya. Banyak korban dari tindakan kekerasan seksual ini lebih memilih diam dan tidak melaporkan jika telah dilecehkan. Hal itu terjadi karena ada beberapa faktor yang membuat korban menjadi merasa takut, tidak aman, dan trauma. Psikolog Yayasan Pulih, Ika Putri Dewi, menjelaskan, dari pengalaman pendampingan terhadap korban, ada faktor yang menyebabkan korban kekerasan seksual memilih diam. Antara lain, mereka menganggap peristiwa yang dialami merupakan aib memalukan yang harus ditutupi, mereka takut tidak dipercaya dan disalahkan, khawatir akan konsekuensi negatif jika melapor, dan meragukan proses hukum yang ada.
Berdasarkan data dari Komnas Perempuan dari tahun 2015-2019, kekerasan seksual terhadap perempuan masih ada dan banyak ditemukan. Kekerasan seksual ini terjadi dalam KDRT/Ranah Pribadi dan Komunitas.
Dari data tersebut dapat dilihat kekerasan seksual dalam ranah KDRT/RP, kekerasan seksual Inses paling tinggi angka kasus yang terjadi dalam tahun 2019 dan diikuti dengan kasus perkosaan.
CATAHU 2021 mencatat bahwa pada tahun 2020 kasus kekerasan seksual merupakan kasus tertinggi di ranah komunitas berdasarkan laporan lembaga layanan
Berikut merupakan data jenis kekerasan seksual yang terjadi di Ranah KDRT/Relasi Personal dalam CATAHU 2021 di data tahun 2020 Disini peran pemerintah sangat penting dalam menanggulangi tindakan kekerasan seksual. Kekerasan seksual ini telah memakan banyak korban dan perlu adanya perhatian khusus yaitu mengenai pengaturan hukum bagi pelaku kekerasan seksual dan perlindungan bagi para korban
dari tindakan kekerasan seksual. Pemerintah harus aktif memperhatikan para korban dari kasus kekerasan ini dengan memberikan jaminan hukum bagi mereka yaitu penghapusan kekerasan seksual. Karena kekerasan seksual tidak hanya terbatas seperti Pemerkosaan, namun tindakan kekerasan seksual ini ada berbagai macam bentuk yang selanjutnya pemerintah harus memberikan perlindungan bagi mereka yang menjadi korban. Adapun yang menjadi contoh kasus dari kekerasan seksual terhadap perempuan yaitu berdasarkan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 24/Pid.B/2011/PN.Sri. Iskandar (terdakwa) dinyatakan bersalah karena telah melakukan tindak pidana “Dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya yang dipandang sebagai perbuatan yang berlanjut”. Kronologi dari kasus tersebut adalah sebagai berikut; pada saat itu terdakwa masuk ke kamar ke korban, memeluk sambil membujuk korban untuk melakukan persetubuhan dengannya. Terdakwa membuka celana korban namun korban melawan dan berlari keluar dari kamar. Karena korban menolak untuk melakukan persetubuhan dengannya, terdakwa langsung mengambil pisau lalu mengejar dan mengarahkan pisau kepada korban. Korban pun terjatuh dan pisau yang dipegang oleh terdakwa menikam tangan sebelah kanan korban. Selanjutnya selang beberapa waktu kemudian terdakwa berusaha lagi untuk bersetubuh dengan korban. Ketika korban sedang menggendong adiknya dalam kamar rumah terdakwa, masuklah terdakwa ke dalam kamar menjumpai korban dan mengambil adik korban dari gendongan korban dan menidurinya dilantai. Setelah itu terdakwa memeluk tubuh korban dan melepaskan celana pendek dan celana dalam yang dikenakan korban juga terdakwa menutup mulut korban menggunakan dengan bantal dan mengancam kalau korban berteriak maka terdakwa akan mencekik korban. Terdakwa pun kemudian melakukan tindakan pemerkosaan terhadap korban yang masih berusia 14 tahun yang belum cukup umur untuk melakukan hubungan seksual layaknya pasangan suami isteri. Akibat dari perbuatan tersebut korban mengalami trauma yang mendalam dan hamil dengan usia kandungan 8 (delapan) bulan sebagaimana diuraikan dalam Visum Et Repertum Nomor : 445.9/VER-09/RS/2011 tanggal 17 februari 2011. Pengadilan pun memutuskan Iskandar bersalah dalam kasus ini karena terbukti melakukan tindak pidana “Memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya yang dilakukan secara
berlanjut”. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun 2(dua) bulan dan denda sebesar Rp. 60.000.000 (enam puluh juta rupiah). Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Selasa, 2 Agustus 2011 dan diucapkan dalam sidang terbuka umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis dan dihadiri Hakim-hakim Anggota. Kekerasan seksual merupakan bentuk paksaan dari pelaku terhadap korbannya dengan menggunakan kekuasaan atau kewenangannya dalam berbagai bentuk. Ditinjau dari kasus yang ada, kekerasan seksual ini masih banyak ditemukan dikalangan masyarakat. Banyak korban dari tindakan kekerasan seksual ini lebih memilih diam dan tidak melaporkan jika telah dilecehkan sehingga menimbulkan gangguan psikis dan mental. Kasus kekerasan seksual ini dapat terjadi dimana saja termasuk dalam ranah pribadi yaitu keluarga sedarah dan sekandung Diharapkan untuk meminimalisir tindakan kekerasan seksual yang terjadi yang membuat ketidaknyamanan kesejahteraan masyarakat, pemerintah harus bersikap tegas dan adil dalam pemberdayaan korban. Karena untuk menuju Indonesia yang maju diperlukan adanya langkah yang mutlak pemerintah untuk memberantas oknum-oknum yang meresahkan kesejahteraan masyarakat agar supaya kekerasan seksual tidak terjadi dalam lingkup masyarakat. Dalam hal ini pemerintah harus lebih memperhatikan lagi mengenai kasus-kasus yang terjadi mengenai kekerasan seksual. Banyak korban dari kekerasan seksual lebih memilih diam dan tidak tau harus bertindak apa karena kebanyakan dari pelaku merupakan orang yang terpandang sehingg kasus tersebut hanya diam begitu saja. RUU TPKS kiranya dapat menjadi payung hukum bagi para korban kekerasan seksual. Dengan adanya Undang-undang ini, para korban bisa mendapatkan Keadilan terhadap kekerasan seksual karena undang-undang yang berlaku saat ini hanya terbatas dan ada banyak jenis kekerasan seksual tidak dapat diproses oleh penegak hukum karena tidak ada undang-undang yang mengatur didalamnya sehingga para korban sulit untuk dapat mendapatkan keadilan. Apakah tindakan hukum terhadap kasus kekerasan seksual di Indonesia sudah baik? Bagaimana peran hukum terhadap korban dari kekerasan seksual?
Sumber: https://komnasperempuan.go.id/pemetaan-kajian-prosiding-detail/naskah-akademik-rancanganundang-undang-tentang-penghapusan-kekerasan-seksual https://mediaindonesia.com/humaniora/394395/kekerasan-seksual-pada-perempuan-mengapakorban-pilih-diam https://nasional.tempo.co/read/1439271/komnas-perempuan-ada-299-911-kasus-kekerasanterhadap-perempuan-sepanjang-2020/full&view=ok https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210819042140-20-682186/ada-2500-kasuskekerasan-terhadap-perempuan-sepanjang-2021 Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 24/Pid.B/2011/PN.Sri https://komnasperempuan.go.id/catatan-tahunan-detail/catahu-2020-kekerasan-terhadapperempuan-meningkat-kebijakan-penghapusan-kekerasan-seksual-menciptakan-ruang-amanbagi-perempuan-dan-anak-perempuan-catatan-kekerasan-terhadap-perempuan-tahun-2019 http://ykp.or.id/penarikan-ruu-pks-meroketnya-angka-kekerasan-terhadap-perempuan/ https://www.merdeka.com/peristiwa/ruu-kekerasan-seksual-fokus-pelanggaran-pidana-bisa-jadirujukan-penegak-hukum.html https://komnasperempuan.go.id/uploadedFiles/1466.1614933645.pdf