ANTARGATA Tertutup Selimut, Ditatap Tabu
Antargata Majalah ini dibuat untuk memenuhi ujian praktik Agama, Sejarah, PKN, dan Bahasa Indonesia.
Salam
Redaksi
Halo semuanya! Selamat datang di E-Magazine "Antargata : Tertutup Selimut, Ditatap Tabu"! Karya majalah digital perdana dari Kelompok 1 Kelas XII MIPA 3 SMA Santa Ursula Jakarta ini dibuat dengan sepenuh hati demi menunjukkan kepedulian kami terhadap isu yang sedang marak akhir-akhir ini, yaitu kekerasan seksual di wilayah Universitas. Kami berharap dengan pilihan kami untuk mengangkat topik ini mampu memberikan eksposisi kepada para pembaca bahwa isu ini memang benar adanya dan butuh perhatian lebih. Ini menjadi dasar menuju perwujudan tujuan utama kami yaitu Pencegahan Kekerasan Seksual di Wilayah Universitas. Sebagai bagian dari topik utama yaitu "Merawat Kehidupan", kita ingin membawa kasus ini dengan penerusan yang solutif agar bisa lebih membantu masyarakat secara luas, khususnya di wilayah Universitas. Subjek yang diarahkan kepada mahasiswa-mahasiswi ini menurut kami sangat dekat dengan kami pribadi mengingat tidak lama lagi kami juga akan menuju jenjang pendidikan yang lebih tinggi di Universitas setelah lulus dari SMA. Pastinya, semua orang ingin mengenyam pendidikan dengan dilingkupi rasa aman, sedangkan saat ini hak mahasiswamahasiswi tersebut belum dipenuhi seutuhnya. Banyak korban kekerasan seksual di wilayah Universitas yang lebih memilih tutup mulut karena merasa takut ataupun merasa tidak ada gunanya melapor karena selama ini pelaku kekerasan seksual tidak mendapatkan hukuman memaksa dari pemerintah. Oleh karena itu, simaklah E-Magazine ini untuk melihat pandangan, pola pikir, dan pendalaman solutif kami mengenai isu ini!
Daftar Isi 1 2 3 4 5 6 7 8-11 12-15 16-21 22-27 28-35 36-41 42-43 44-46 47-48 49 50
Cover depan Antargata Salam Redaksi Daftar Isi Our Team ANTARGATA: Tertutup Selimut, Ditatap Tabu Tahukah Kalian? Permendikbud Ristek PPKS dan Pelecehan Seksual di Wilayah Universitas [PKN] Pelecehan Seksual di Universitas Sriwijaya [PKN] Bagaimana Pandangan Gereja? [Agama] Gilang dan Fetish Kain Jarik [PKN] Semangat Gadis Perjuangkan Asa Kaum Hawa [Sejarah] Gilang Kain Jarik & Pendekatan Solutif [Bahasa Indonesia] Sejauh Apa Kamu Menyimak? Opini Kami Daftar Pustaka Cover Penutup
Tertutup
Ditatap
selimut,
tabu
Antargata berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti tersembunyi, terlindung. Kami memilih kata “Antargata” sebagai judul kami karena kami membahas topik yang selama ini selalu tersembunyi dan jarang diberi perhatian lebih, yaitu Pencegahan Kekerasan Seksual di Wilayah Universitas. Sekarang ini sedang marak terjadi kasus pelecehan seksual di lingkup pendidikan terutama universitas. Namun mirisnya hanya beberapa dari kasus pelecehan seksual ini yang diatasi dengan serius, sedangkan yang lainnya tersembunyi dan di tutup-tutupi oleh oknum-oknum yang bertanggung jawab. Maka dari itu kami memilih “Antargata” sebagai judul dari magazine kami. Dalam magazine ini kami juga akan mengulas lebih lengkap mengenai kasus-kasus pelecehan seksual yang tidak hanya dialami oleh perempuan tetapi juga bagi laki-laki. Kami juga akan membahas mengenai hukum-hukum yang berlaku dalam penanganan kasus pelecehan seksual di Indonesia. Tidak hanya itu, kami pun mengkritisi bagaimana peran pemerintah menghadapi kasus-kasus seperti ini yang pada kenyataannya, pemerintah sudah melakukan usaha semaksimal mungkin, namun memang pada praktiknya, perubahannya belum terlihat signifikan. Selain itu, tidak sedikit dari masyarakat Indonesia yang masih menganggap pelecehan seksual sebagai sesuatu yang tabu. Maka dari itu, dalam magazine ini kami menyuarakan isu ini agar masyarakat bisa lebih peduli akan adanya isu ini.
Kronologi Penanganan
Pada Minggu, 26 September 2021, BEM KM UNSRI menerima laporan terkait dugaan kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh terduga seorang oknum dosen kepada mahasiswinya pada tanggal 25 September 2021 yang diunggah di laman sosial media @unsrifess. Di hari itu pula, kementerian pemberdayaan perempuan mencoba mencari pengirim laporan tersebut dengan menghubungi admin @unsrifess di twitter dan instagram Terhitung sejak tanggal 26 September 2021, Menteri Pemberdayaan Perempuan (PP) sudah berkomunikasi dengan korban dan melakukan pendampingan secara online dan offline (mulai tanggal 30 September 2021) Korban sudah menceritakan kasus ini kepada koorprodi jurusannya Membuat laporan secara tertulis atas tindakan pelecehan seksual yang dialami ke Dekan Universitas Memenuhi beberapa kali pemanggilan dari pimpinan fakultas dengan didampingi ibunya Pada 16 November 2021, BEM KM UNSRI melayangkan surat laporan dugaan kasus pelecehan seksual ke pihak rektorat. Pada 1 Desember 2021, R dilaporkan oleh 3 orang mahasiswi berinisial F, C, dan D dengan dugaan pelecehan seksual secara verbal Selama 20 hari berikutnya, R langsung ditahan di sel tahanan Direktorat Tahanan dan Barang Bukti Polda Sumsel serta diperiksa secara intensif oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum dari pukul 09.50 WIB sampai 19.00 WIB di markas besar Polda Sumsel Pada 10 Desember 2021, R ditetapkan sebagai tersangka setelah proses penyelidikan yang didukung alat bukti yang cukup berupa 3 unit gawai korban dengan kartu telepon, 1 unit gawai tersangka termasuk nomor telepon milik korban dan tersangka, dan 1 eksemplar tangkapan layar pesan singkat via whatsapp
Sanksi dan Hukuman Bagi Pelaku Direktur Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sumsel Komisaris Besar Hisar Siallagan mengatakan tersangka terancam maksimal 12 tahun penjara sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Juncto Pasal 35 UU nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi (Hukum yang Memaksa) Atas kasus ini, rektorat Unsri mengambil sikap untuk menonaktifkan oknum dosen R dari jabatannya sebagai Kaprodi Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Unsri kampus Bukit Besar, Palembang. (Hukum Pelengkap/Tidak Memaksa) Dengan adanya tindakan ini, pihak universitas telah menjalankan ketentuan Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 yakni melaporkan kasus kekerasan seksual dan memberikan sanksi kepada pelaku berupa penonaktifan pelaku sebagai dosen sehingga pihak Universitas Sriwijaya tidak mendapatkan sanksi.
Opini Kami Amanda
Sebagai seseorang yang pernah melihat kasus pelecehan seksual di wilayah pendidikan, saya mengerti rasa takut, ketidaknyamanan, dan emosi negatif lainnya yang menyelimuti para korban. Universitas sebagai wilayah pendidikan sudah seharusnya menjadi ruang aman bagi para muridnya untuk belajar dan mengembangkan diri. Namun, kenyataannya kasus pelecehan seksual banyak sekali terjadi di lingkungan universitas, dan hal ini baru mulai banyak terkuak di era Menteri Pendidikan Pak Nadiem Makarim. Beliau mengatakan bahwa isu ini seperti iceberg theory dimana baru permukaannya saja yang muncul, padahal masih banyak sekali kasus-kasus pelecehan seksual yang belum terkuak. Dari sini saya menyadari bahwa ini adalah isu darurat yang perlu kita perhatikan. Dengan adanya UU Permendikbud Ristek yang mengatur tentang hal ini, negara sudah mulai bergerak ke arah yang lebih baik untuk hal-hal yang berkaitan dengan isu tersebut. Harapannya, mahasiswa Indonesia dapat menunjukkan dan mengembangkan potensi maksimalnya tanpa dibatasi oleh rasa takut akan terjadinya pelecehan seksual di lingkungan universitas.
Brigidta
Di Indonesia, kasus kekerasan seksual bukan lagi suatu hal baru atau jarang ditemui. Sudah banyak sekali kasus ini yang ditangani oleh kepolisian, tetapi ada juga beberapa korban yang masih takut untuk speak-up karena didukung oleh berbagai alasan. Hal ini sangat disayangkan karena kekerasan seksual dapat berpengaruh sangat besar terhadap kesehatan mental seseorang yang nantinya akan lari kepada kesehatan fisik orang tersebut. Sebagai perempuan, saya turut prihatin melihat banyak sekali korban kekerasan seksual yang masih malu atau takut untuk terbuka dan menceritakan pengalamannya, tidak hanya perempuan, melainkan laki-laki juga. Yang lebih parahnya, kasus kekerasan seksual marak terjadi di wilayah kampus/universitas yang seharusnya adalah tempat yang aman dan penuh dengan ilmu baik dan positif bagi para mahasiswa-mahasiswinya.
Hal ini sangat disayangkan dan merobek hati saya karena masalah ini bukan hanya akan merusak reputasi kampus tersebut, melainkan akan merusak moral pikiran dan kerusakan mental para korbannya. Saya bersyukur karena akhirnya pemerintah bertindak lebih bijaksana dalam menangani kasus ini, dengan membuat Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi. Saya berharap agar kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi di wilayah universitas bisa ditangani lebih cepat dan terstruktur. Selain itu, pihak yang menangani kasus ini pun bisa memberikan hukum yang seadiladilnya dan sebijaksana mungkin bagi pelaku kekerasan seksual agar mereka bisa merasa jera akan perbuatannya.
Michelle
Melihat maraknya kasus kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi Indonesia pada masa sekarang awalnya membuat saya cukup terkejut. Pasalnya, saya mengira bahwa kekerasan ini sudah pernah mencapai puncaknya, yaitu pada Mei 1998. Walaupun begitu, memang ada banyak peraturan baru yang dibuat demi menurunkan tindak kekerasan seksual di Universitas seperti Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 oleh Kemendikbud Ristek. Saya merasa bahwa pemerintah memang sudah berusaha untuk mencari solusi demi menangani hal ini tapi dalam perwujudannya belum efektif. Bisa dilihat dari Permendikbud Ristek PPKS tersebut yang lebih merugikan pihak Universitas yang terkait bukannya pelaku kekerasan seksual. Padahal, diperlukan hukum yang kuat untuk memberikan efek jera terhadap semua pelaku. Apabila saya memposisikan diri sebagai korban kekerasan seksual di Universitas, pastinya saya ingin keadilan dan hukuman yang pantas. Untungnya, terdapat peraturan-peraturan yang lebih spesifik dengan hukuman memaksa seperti UU Pornografi, UU ITE, dan lainnya yang sanksinya bisa dihubungkan dengan kasus-kasus yang ada. Seperti halnya diketahui bahwa jarang ada bukti nyata yang jelas dalam kasus kekerasan seksual, dengan demikian saya berharap pemerintah ke depannya bisa mengedepankan etika kepedulian yang lebih berperikemanusiaan. Bukannya hanya mengandalkan etika keadilan yang membuat korban, khususnya kaum perempuan, menjadi dirugikan. Selayaknya semua laporan ataupun tuntutan kekerasan seksual yang ada bisa diurus secara maksimal dan mendalam dengan hukuman memaksa bagi pelaku demi mengurangi trauma berkelanjutan dari korban serta mencegah adanya kasus kekerasan seksual lainnya di lingkungan perguruan tinggi.
Chloe
Gairah pelaku kekerasan seksual semakin nyata meningkatkan trauma terhadap korban. Lingkungan pendidikan malah menjadi tempat kawanan buas pelaku kekerasan seksual. Seperti yang terjadi pada peningkatan kasus pelecehan seksual di lingkungan universitas, para pelaku didominasi oleh tenaga pendidik terhadap mahasiswa. Baru-baru ini, pemerintah Indonesia mengeksekusi peraturan menteri yang banyak ditentang sejumlah pihak yaitu Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) oleh kemendikbud ristek. Pemerintah menganggap diciptakannya peraturan tersebut adalah angin segar mengingat selama ini tidak ada aturan yang menyoal kekerasan seksual secara eksplisit. Salah satu contoh kasus yang sudah berhasil dihukum dengan PPKS adalah kasus kain jarik dimana pelaku berhasil dihukum penjara selama 5 tahun dan 6 bulan, denda Rp 50 juta, serta dicopot statusnya sebagai mahasiswa. Diharapkan semua kasus-kasus kekerasan seksual dapat berkurang dengan adanya PPKS.
Phebe
Pelecehan seksual di Indonesia sudah bukanlah suatu hal yang asing lagi ditelinga kita. Namun banyak dari korban yang belum berani mengangkat kasusnya kepada pihak berwenang yang akhirnya hanya menimbulkan trauma pada dirinya sendiri. Alhasil para pelaku dari pelecehan seksual ini tidak sepenuhnya mendapatkan hukuman yang sepantasnya mereka terima. Mirisnya lagi, kasus ini banyak terjadi di lingkungan universitas tempat mahasiswa dan mahasiswi menuntut ilmu. Maka dari itu, saya sungguh berharap pemerintah bisa menangani kasus-kasus ini dengan serius. Dengan adanya Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi sudah seharusnya terjadi perubahan sehingga kasus seperti ini tidak terulang lagi. Dan kita sebagai generasi muda penerus bangsa yang bahkan sebentar lagi akan menginjak dunia perkuliahan bisa mengikuti jejak Ibu Gadis. Kita sebagai perempuan harus bisa kritis menggunakan hak kita untuk berbicara dan menanggapi hal-hal seperti ini. Perempuan harus bisa tegas akan pendiriannya, karena jika tidak dimulai dari diri kita sendiri, siapa lagi?
Antargata