Tinjauan Kebisingan Pesawat terhadap Kampus ATKP Makassar di Maccopa

Page 1

TUGAS AKHIR TINJAUAN KEBISINGAN (NOISE) PESAWAT PADA TAKE OFF CLIMB AREA RUNWAY 03 BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN HASANUDDIN MAKASSAR TERHADAP KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI AKADEMI TEKNIK DAN KESELAMATAN PENERBANGAN MAKASSAR

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Lulus Program Diploma III Lalu Lintas Udara Angkatan II

ANDI IRDIANSYAH ACHMAD NIT : 022/ D. III/ LLU II/ 07

AKADEMI TEKNIK DAN KESELAMATAN PENERBANGAN MAKASSAR 2010


FINAL ASSIGNMENT

CONTEMPLATION NOISE AIRCRAFT IN TAKE OFF CLIMB AREA RUNWAY 03 SULTAN HASANUDDIN INTERNATIONAL AIRPORT MAKASSAR WITH LEARNING ACTIVITY IN CIVIL AVIATION SAFETY AND ENGINEERING MAKASSAR

Submitted for the partial fulfillment of the Diploma III Senior Air Traffic Controller Batch II

ANDI IRDIANSYAH ACHMAD NIT : 022/ D. III/ LLU II/ 07

CIVIL AVIATION SAFETY AND ENGINEERING ACADEMY MAKASSAR 2010


ABSTRAK

TINJAUAN KEBISINGAN (NOISE) PESAWAT PADA TAKE OFF CLIMB AREA RUNWAY 03 BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN HASANUDDIN

MAKASSAR

TERHADAP

KEGIATAN

BELAJAR

MENGAJAR DI AKADEMI TEKNIK DAN KESELAMATAN PENERBANGAN MAKASSAR (Dibimbingi Oleh Genny Luhung Prasojo SS. MM. Dan Djunaedi S.SiT) Adanya pergerakan pesawat take off dari runway 03 Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar terhadap proses belajar mengajar di Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan (ATKP) Makassar yang berkaitan dengan kebisingan menimbulkan suatu permasalahan yakni terganggunya taruna dalam kegiatan belajar mengajar di kelas dan juga dapat berdampak pada aspek psikologis taruna. Hal tersebut semestinya menjadi perhatian oleh semua pihak karena apabila permasalahan ini terus berkelanjutan tanpa adanya respon atau solusi maka akan berdampak negatif di kemudian hari. Tujuan penulisan ini untuk menyelesaikan masalah dari dampak kebisingan, sehingga dapat menjaga proses belajar mengajar dalam kampus Akdemi Teknik Dan Keselamatan Penerbangan Makassar.


ABSTRACT

CONTEMPLATION NOISE AIRCRAFT IN TAKE OFF CLIMB AREA RUNWAY

03

SULTAN

HASANUDDIN

INTERNATIONAL

AIRPORT

MAKASSAR WITH LEARNING ACTIVITY IN CIVIL AVIATION SAFETY AND ENGINEERING MAKASSAR (GUIDED BY Mr. GENNY LUHUNG PRASOJO SS. MM. AND Mr. DJUNAEDI S.SiT) Movement of aircraft which take off from runway 03 in international airport Sultan Hasanuddin Makassar bring impacts to learning activity in Civil Aviation Safety And Engineering Makassar. Related to noise which creates a problem that disturbing the cadet learning activity in class and can impacts to cadet psychological aspect. It has to be attention by all party because if this problem still continue without any respond or solution, can bring negative impact in the future. The purpose of this writing is to solve the problem of noise impact . so can maintain orderly of learning activity in Civil Aviation Safety and Engineering Academy of Makassar


KATA PENGANTAR Puji syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat senantiasa dilimpahkan kepada kami, sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan tepat waktu. Tugas akhir ini berjudul “DAMPAK KEBISINGAN (NOISE) PESAWAT PADA TAKE OFF CLIMB AREA RUNWAY 03 BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN

HASANUDDIN

MAKASSAR

TERHADAP

KEGIATAN

BELAJAR

MENGAJAR DI AKADEMI TEKNIK DAN KESELAMATAN PENERBANGAN MAKASSAR” diajukan guna memenuhi salah satu syarat lulus Diploma III Penelik Lalu Lintas Udara Angkatan II di Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan Makassar. Tugas akhir ini ditulis berdasarkan hasil penelitian, pengamatan, dan pengumpulan data-data pendukung selama kurang lebih 4 (empat) bulan khususnya di kampus Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan Makassar. Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis mendapatkan banyak tantangan yang berakhir pada ilmu pengetahuan dan pemahaman yang lebih mendalam dari penjelasan tentang teori–teori yang diperoleh selama pendidikan. Banyak hal yang telah diperoleh penulis dalam penyusunan tugas akhir ini, namun hal tersebut tidak lepas dari bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih sebesar – besarnya kepada :


1. Andi Achmad Maskur (Almarhum), bapak terkasih, serta Hj. Andi Nurhayani Achmad, bunda tercinta yang tak henti-hentinya memberikan dukungan serta doa yang kuat sehigga saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini. 2. Bapak Ir. Heri Sudarmadji, DEA selaku Direktur Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan Makassar. 3. Bapak Genny Luhung Prasojo, SS, MM selaku pembimbing I, sekaligus selaku Ketua Jurusan Keselamatan Penerbangan Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan Makassar yang senantiasa membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Serta selalu menjadi sosok bapak yang senantiasa menasehati serta mengajarkan saya berbagai hal tentang kehidupan ini. 4. Bapak Djunaedi, S.Sit selaku pembimbing II dan yang senantiasa membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini. 5. Para dosen serta instruktur pada program studi diploma III Penilik Lalu Lintas Udara angkatan II yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan. 6. Seluruh pegawai Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan Makassar yang juga banyak membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini. 7. Rekan taruna Jurusan Lalu Lintas Udara Angkatan II Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan Makassar yang senantiasa saling memberikan bantuan, dukungan, serta doa. 8. Seluruh taruna junior yang juga ikut membantu secara langsung maupun secara tidak langsung dalam menyelesaikan tugas akhir ini.


Meskipun dalam menyelesaikan tugas akhir ini telah diusahakan dengan maksimal akan tetapi penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih jauh dari

kesempurnaan.

Untuk

itu

dengan

segala

kerendahan

hati

penulis

mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca. Insya Allah dengan saran dan kritikan tersebut akan dijadikan sebagai batu loncatan untuk kedepannya lebih baik sehingga membawa manfaat dan tambahan ilmu pengetahuan.

Makassar, 22 Juli 2010

ANDI IRDIANSYAH ACHMAD


DAFTAR ISI

Halaman Persetujuan .............................................................................................

i

Halaman Pengesahan ............................................................................................

ii

Abstraksi Indonesia ................................................................................................

iii

Abstraksi Inggris .....................................................................................................

iv

Kata Pengantar .....................................................................................................

v

Daftar Isi ................................................................................................................ viii Daftar Tabel ...........................................................................................................

xi

Daftar Gambar ....................................................................................................... xii Daftar Lampiran...................................................................................................... xiii BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang ................................................................................

1

B. Identifikasi Masalah .........................................................................

4

C. Rumusan Masalah .........................................................................

4

D. Tujuan Penulisan .............................................................................

5

E. Manfaat Penulisan

.........................................................................

5

F. Metodologi Penulisan ......................................................................

5

G. Ruang Lingkup Penulisan ................................................................ 12


H. Sistematika Penulisan ..................................................................... 12 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Suara (Sound) .................................................................................. 15 B. Kebisingan (Noise) ........................................................................... 17 1. Kriteria Kebisingan ........................................................................ 20 2. Macam-macam Kebisingan .......................................................... 21 3. Jenis Kebisingan ........................................................................... 25 4. Tipe-tipe Kebisingan ..................................................................... 28 5. Pengaruh dan Dampak Kebisingan .............................................. 28 6. Pengukuran Kebisingan ................................................................ 34 7. Penerimaan Kebisingan Kumulatif ................................................ 38 C. Sistem Keterangan Bunyi Pesawat .................................................. 39 D. Noise Barrier ..................................................................................... 41 E. Dinding Bagungan ............................................................................ 44 F. Kenyamanan Manusia Dalam Bangunan .......................................... 57 G. Kawasan Kebisingan Bandar Udara ................................................. 62

BAB III GAMBARAN KONDISI A. Kondisi Sekarang ............................................................................. 65


B. Kondisi Yang Diinginkan .................................................................. 68 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengamatan Tingkat Kebisingan Dalam Ruangan ........................... 70 B. Pengamatan Tingkat Kebisingan Luar Ruangan .............................. 80 C. Pengamatan Kebisingan Pesawat Terhadap Psikologi .................... 83 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ....................................................................................... 87 B. Saran ................................................................................................ 88 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 89 LAMPIRAN


DAFTAR TABEL

Tabel 1. Persayaratan Kesehatan Lingkungan Kerja ............................................. 21 Tabel 2. Pembagian Zona-zona Peruntukan ......................................................... 23 Tabel 3. KM Lingkungan Hidup Baku Tingkat Kebisingan ..................................... 26 Tabel 4. Jenis Tingkat Suara dari Sumber Kebisingan .......................................... 27 Tabel 5. Kategori kebisingan lingkungan ............................................................... 28 Tabel 6. Komunitas Kebisingan Lingkungan .......................................................... 29 Tabel 7. Jenis Dari Akibat Kebisingan.................................................................... 30 Tabel 8. Keterangan Gambar 2 .............................................................................. 41 Tabel 9. Kemampuan Redaman Material .............................................................. 55 Tabel 10. Pengamatan (Indoor) Kelas Alpha ......................................................... 71 Tabel 11. Pengamatan (Indoor) Kelas Bravo ......................................................... 72 Tabel 12. Pengamatan (Indoor) Kelas Charlie ....................................................... 73 Tabel 13. Pengamatan (Indoor) Kelas Delta .......................................................... 74 Tabel 14. Pengamatan (Indoor) Kelas Echo .......................................................... 76 Tabel 15. Pengamatan (Indoor) Kelas Foxtrot ....................................................... 77


Tabel 16. Pengamatan (Indoor) Kelas Golf ............................................................ 78 Tabel 17. Pengamatan (Indoor) Ruangan Aktar .................................................... 79 Tabel 18. Pengamatan (Outdoor) Lapangan Upacara ........................................... 81 Tabel 19. Pengamatan (Outdoor) Lapangan Olahraga .......................................... 82 Tabel 20. Persentase Keadaan Psikologi Taruna .................................................. 85


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.

Diagram Alur Penilitian ..................................................................... 8

Gambar 2.

Analisis penerimaan kebisingan ....................................................... 40

Gambar 3.

Konstruksi Detil Dinding Ganda ........................................................ 47

Gambar 4.

Contoh kombinasi antara material Dinding ....................................... 56

Gambar 5.

Ilustrasi Keadaan Kampus ATKP Makassar ..................................... 66

Gambar 6.

Letak Posisi VOR “MAK” dan ATKP Makasssar (satellite) ............... 66

Gambar 7. VOR “MAK” ........................................................................................ 67 Gambar 8.

Satellite Bandara Sultan Hasanuddin Makassar .............................. 68


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.KM Negara Lingkungan Hidup ............................................................ 90 Lampiran 2.Questioner ........................................................................................... 97 Lampiran 3.Artikel Bising bisa timbulkan tuli .......................................................... 98 Lampiran 4. Tingkat Kebisingan disekitar Bandar Udara…...........………………... 101


BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ruang udara telah mempercepat perkembangan kegiatan ruang angkasa, Teknologi ruang angkasa berkembang sangat cepat dan teknologi yang dikembangkan untuk ruang angkasa telah memperlihatkan manfaat aplikasinya dalam membantu memecahkan berbagai masalah yang di hadapi manusia di bumi. Kegiatan ruang angkasa, bila diamati sejak diluncurkannya satelit pertama hingga saat ini telah banyak memberikan manfaat bagi kehidupan umat manusia. Saat ini kegiatan ruang angkasa telah mencapai suatu dekade baru dalam pelaksanaan eksplorasi dan eksploitasi ruang angkasa dengan rencana yang sangat ambisius seperti penciptaan wahana transportasi yang lebih canggih, pembuatan stasiun ruang angkasa yang memungkinkan manusia bermukim dan bekerja serta melakukan berbagai eksperimen di ruang angkasa, bahkan nantinya dapat melakukan eksploitasi di bulan dan benda-benda langit lainnya untuk diambil manfaat bagi kepentingan manusia di bumi. Karena perkembangan dunia penerbangan dan mobilitas manusia serta barang yang makin tinggi, maka fungsi bandar udara makin bertambah penting. Di daerah-daerah penerbangan perintis, bandara masih sederhana, tetapi di kota-kota besar sudah berkembang menjadi besar dan canggih karena merupakan tempat bertemunya banyak orang dari segala penjuru dunia, dan


tempat berkumpulnya banyak orang melakukan kegiatannya masing-masing untuk menunjang operasi penerbangan yang aman dan nyaman. Selain itu untuk memberi kemudahan pada calon penumpang dan pengunjung, di bandara disediakan kafetaria, restoran, coffee shop, duty free shop, kantor pos, bank, money changer serta Custom Immigration Quarantine (CIQ) pada bandar udara internasional. Di samping manfaat yang begitu besar yang dapat diambil dari eksplorasi dan penggunaan ruang angkasa bagi umat manusia telah pula dirasakan adanya dampak negatif dari kegiatan tersebut. Diantara dampak negatif adalah dampak lingkungan yang dapat membahayakan keselamatan kehidupan umat manusia serta dapat mengakibatkan hambatan dan kerugian bagi pembangunan nasional. Dampak lingkungan yang biasa dikenal dengan pencemaran lingkungan bukanlah merupakan suatu fenomena baru, dan biasanya pencemaran lingkungan ini merupakan akibat dari perbuatan manusia itu sendiri. Pencemaran lingkungan dapat diakibatkan oleh berbagai hal, dan dampak yang cukup serius biasanya disebabkan oleh perusakan lingkungan seperti pembuangan limbah, sampah-sampah yang tidak dapat terurai di tanah dan juga kebisingan (noise) khususnya pada udara dikarenakan dampak dari kegiatan penerbangan. Badan kesehatan Dunia (WHO) melaporkan, tahun 1988 terdapat 8 - 12% penduduk dunia menderita dampak kebisingan dalam berbagai bentuk. Angka itu diperkirakan akan terus meningkat. Oleh karena itu tidak diragukan lagi,


kebisingan dapat menyebabkan kerusakan pendengaran, baik yang sifatnya sementara ataupun permanen. Hal ini sangat dipengaruhi oleh intensitas dan lamanya pendengaran terpapar kebisingan. Intensitas bunyi adalah arus energi per satuan luas yang dinyatakan dalam satuan desibel (dB). Menurut batasannya, kebisingan adalah suara-suara yang tidak dikehendaki. Oleh karenanya, kebisingan sering kali mengganggu aktivitas, apalagi jika kebisingan itu bernada tinggi. Pengaruh kebisingan terputus-putus atau datang secara tiba-tiba dan tak terduga, sangat terasa. Lebih-lebih bila sumber kebisingan itu tidak diketahui. Penentuan tingkat kebisingan biasanya dinyatakan dalam satuan desibel juga. Sebagai contoh, Peraturan Menteri Kesehatan No. 718 tahun 1987 tentang kebisingan yang berhubungan dengan kesehatan menyatakan pembagian wilayah dalam empat zona, yaitu : 1. Zona A Zona untuk tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan kesehatan atau sosial. Tingkat kebisingannya berkisar 35 - 45 dB. 2. Zona B Zona untuk perumahan, tempat pendidikan, dan rekreasi. Angka kebisingan 45 - 55 dB. 3. Zona C antara lain perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar, dengan kebisingan sekitar 50 - 60 dB.


4. Zona D Bagi lingkungan industri, pabrik, stasiun kereta api, dan terminal bus. Tingkat kebisingan 60 - 70 dB. Selain itu perlu diketahui kebisingan manyebabkan ketidak

nyamanan,

emosional,

terganggunya

konsentrasi,

dan

juga

meningkatkan kelelahan, Makin tingginya frekuensi penerbangan di Bandar udara di setiap negara dan setiap hari tidak lepas dari pencemaran fisik yang berada di udara, yaitu kebisingan (noise) yang tentunya mengganggu kegiatan masyarakat di sekitar bandar udara. Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan Makassar yang merupakan salah satu wadah pendidikan transportasi udara yang dinaungi oleh Kementerian Perhubungan

Republik

Indonesia

melalui

Badan

Pendidikan

Pelatihan

Perhubungan juga merasakan langsung akan dampak kebisingan yang berasal dari pesawat yang take off dari Runway 03 Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin. Jika dilihat dari letak geografis kampus ini, Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan (ATKP) Makassar tepat berada di bawah take off climb runway 03. Hal ini dan jelas berdampak terganggunya proses belajar mengajar di kampus Akademi

Teknik

Dan

Keselamatan

Penerbangan

(ATKP)

Makassar.

Berdasarkan uraian diatas penulis mengangkat judul yakni “TINJAUAN KEBISINGAN (NOISE) PESAWAT TAKE OFF CLIMB AREA RUNWAY 03 BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN HASANUDDIN MAKASSAR


TERHADAP KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI AKADEMI TEKNIK DAN KESELAMATAN PENERBANGAN MAKASSAR�. B. Identifikasi Masalah Adanya kegiatan pergerakan pesawat take off dari runway 03 Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin dengan kegiatan proses belajar mengajar di ATKP makassar yang berkaitan dengan timbulnya kebisingan (noise) maka penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut : 1. Kebisingan pesawat dapat mengganggu proses belajar mengajar. 2. Kebisingan pesawat dapat berakibat pada aspek psikologis taruna. C.

Rumusan Masalah Bagaimana tinjauan kebisingan (noise) pesawat take off climb area runway 03 Bandar Udara Internasional Hasanuddin Makassar terhadap kegiatan belajar mengajar di Akademi Teknik Dan Keselamatan Penerbangan Makassar.

D.

Tujuan Penulisan Untuk mengetahui dan meninjau kebisingan (noise) pesawat take off climb area runway 03 Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar terhadap kegiatan belajar mengajar di Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan Makassar.

E.

Manfaat Penulisan Manfaat dari penulisan tugas akhir ini adalah : 1.

Manfaat Teoritis


Hasil dari penulisan ini diharapkan memperluas wawasan dan menambah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan Environmental Protection Annex 16 yang dikeluarkan oleh International Civil Aviation Organization (ICAO), serta dapat digunakan sebagai masukan bagi pengembangan Ilmu Pengetahuan khususnya di bidang Lingkungan Hidup. 2.

Manfaat Praktis a. Bagi penulis Dengan penulisan ini diharapkan dapat menerapkan dan mengkaitkan

permasalahan

yang

ada

terhadap

ilmu-ilmu

pengetahuan yang telah penulis peroleh pada saat kuliah ke dalam praktek, khususnya yang ada hubungannya dalam penulisan ini. b. Bagi Institusi (Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan Makassar) Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan masukan kepada manajemen ATKP Makassar khususnya dalam pembangunan gedung kelas dan laboratorium. c. Bagi Taruna dan Masyarakat Diharapkan hasil penelitian ini dapat sebagai informasi serta pengetahuan terkait dengan proses belajar mengajar.

F.

Metodologi Penulisan 1. Jenis penelitian


a. Ditinjau dari segi tujuan, penilitan ini merupakan penelitian lapangan terhadap dampak kebisingan pesawat take off runway 03 Bandar Udara Internasional Hasanuddin Makassar terhadap proses belajar mengajar di Kampus Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan (ATKP) Makassar. b. Ditinjau dari segi pendekatan, penelitian ini didasarkan pada pendekatan perbandingan dan teori. c. Ditinjau dari segi bidang ilmu, penelitian ini merupakan penelitian yang terkait dengan Environmental Protection (Annex 16). d. Ditinjau dari segi tempat, penelitian ini merupakan penilitian lapangan dengan melakukan pengamatan dan pencatatan. e. Ditinjau dari segi variabel yang digunakan, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dan kwantitatif.

2. Waktu dan lokasi penelitian. Waktu penelitian dimulai sejak tanggal 3 Februari 2010 sampai dengan 11 April 2010 Lokasi penelitian di kampus Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan (ATKP) Makassar. 3. Instrument Penelitian Peralatan yang digunakan dalam penelitian, antara lain : a. Noise Level Meter untuk mengukur angka kebisingan pesawat. b. Camera digunakan untuk mengambil gambar. c. Alat tulis digunakan untuk mencatat dan mengumpulkan data.


d. Stop Watch sebagai alat bantu hitung lamanya kebisingan suara pesawat yang take off. e. Laptop untuk kompilasi dan tabulasi data. 4. Pengumpulan dan jenis data a. Teknik pengumpulan data dengan cara pencatatan dan pengamatan. b. Kuisioner, dengan memberikan data kuesioner kepada sampel 40 Taruna. c. Jenis data yaitu data primer dan data sekunder.

5. Teknik dan analisis data menggunakan metode deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif karena data yang diambil berdasarkan referensi beberapa buku dan artikel. Selain itu metode yang digunakan adalah metode kuantitatif yakni dengan cara menghitung kebisingan pesawat yang dirasakan di kawasan pendaratan dan lepas landas khsusnya kampus ATKP Makassar pada jam akademik.


Alur atau kerangka pikir. DIAGRAM ALIR PENELITIAN

BANDAR UDARA INTERNATIONAL SULTAN HASANUDDIN MAKASSAR

KAWASAN KESELAMATAN OPERASI PENERBANGAN (KKOP)

TRAFFIC/ PESAWAT DEPARTURE RUNWAY 03

KAWASAN PENDEKATAN DAN LEPAS LANDAS

DAMPAK KEBISINGAN PESAWAT

ATKP MAKASSAR

MENGETAHUI DAMPAK

ANALISIS DAMPAK

KEBISINGAN PESAWAT

KEBISINGAN

DI ATKP MAKASSAR


Dari

diagram

alir

penelitian

di

atas

dapat

dijelaskan

bahwa

perkembangan bidang transportasi udara dewasa ini sangatlah pesat, untuk itu salah satu langkah pemerintah untuk tetap mengikutinya yakni dengan pengembangan Bandar udara yang ada di wilayah timur Indonesia contohnya, yakni Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar yang sekarang merupakan salah satu Bandar udara terbesar yang ada di Indonesia. Penambahan runway baru dengan direction 030° dan 210° dan apabila ditinjau dengan melihat traffic departure dengan menggunakan runway 03 ataupun traffic arrival dengan menggunakan runway 21 wilayah kampus Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan Makassar masuk dalam Kasawan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP), khususnya Kawasan Pendekatan dan Lepas Landas. Area ini tentunya adalah wilayah yang sangat significant merasakan dampak dari kebisingan pesawat. 6. Istilah Operational Aerodrome : Suatu daerah tertentu di daratan atau di perairan, termasuk bangunan, instalasi, dan peralatan yang semuanya bertujuan untuk melayani kedatangan dan keberangkatan pesawat. Aerodrome Control (ADC) : unit yang memberikan pelayanan lalu lintas udara di Bandara atau di ruang udara. Baku Tingkat Kebisingan : batas maksimal yang diperbolehkan dibuang kelingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan


Climb : Suatu teknik penjelajahan pesawat terbang yang mengakibatkan suatu kenaikan ketinggian, sedangkan berat pesawat udara menjadi semakin berkurang (Istilah Penerbangan, buku kerja PAP). CNEL (community noise equivalent level) : Sebuah level berkelanjutan 24 jam dalam dBA dimana 5 dBA ditambahkan dari jam 07.00 malam sampai 10.00 malam dan 10 dBA ditambahkan dari jam 10.00 malam sampai 07.00 pagi. Decibels : Decibel (dB) adalah ukuran energi bunyi atau kuantitas yang dipergunakan sebagai unit-unit tingkat tekanan suara atau satuan dari tingkatan suara, Departure : Berangkat Environment

: lingkungan atau kondisi alam disekitar, termasuk iklim,

temperatur, tekanan udara, arah angin, tanah, kondisi lautan, dan penduduknya. KKOP (Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan) : tanah dan/ atau perairan dan ruang udara di sekitar bandar udara yang dipergunakan untuk kegiatan operasi penerbangan dalam rangka menjamin keselamatan penerbangan. Kawasan Pendekatan dan Lepas Landas : Suatu kawasan perpanjangan kedua ujung landasan, di bawah lintasan pesawat udara setelah lepas landas atau akan mendarat, yang dibatasi oleh ukuran panjang dan lebar tertentu.


Ldn (day-night average sound level) : Sebuah level berkelanjutan 24 jam dalam dBA dimana 10 dB ditambahkan pada malam hari dari jam 10.00 malam sampai jam 07.00 pagi Runway : Landas Pacu/ suatu daerah persegi panjang yang ditentukan pada bandar udara yang dipersiapkan untuk pendaratan dan atau lepas landas pesawat udara. SEL (Sound Exposure Level) : Level tetap dalam dB, dalam 1 detik, memiliki tenaga seperti A- noise event dengan waktu periode T. Pengukuran ini utamanya digunakan untuk noise bandara Sound Level Meter : Alat pengukur suara. Mekanisme kerja apabila ada benda bergetar, maka akan menyebabkan terjadinya perubahan tekanan udara yang ditangkap oleh alat ini, selanjutnya akan menggerakkan meter petunjuk. Take Off : Lepas landas Take Off Climb Area : suatu wilayah yang apabila di gambarkan dengan garis imajiner yakni perpanjangan landasan pacu pesawat pada saat lepas landas. Tower : Menara pengendali lau lintas udara. WECPNL

(Weighted Equivalent Continuous Perceived Noise Level)

: Adalah satu diantara beberapa index tingkat kebisingan pesawat udara yang ditetapkan dan direkomendasikan oleh ICAO (International Civil Aviation Organitation)


G. Ruang Lingkup Penulisan Ruang lingkup penulisan adalah tinjauan kebisingan pesawat take off dari Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin terhadap proses belajar mengajar di kampus Akademi Teknik Dan Keselamatan Penerbangan Makassar. H. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan adalah sebagai berikut : HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN ABSTRAKSI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR BAB I

PENDAHULUAN A. Latar belakang B. Identifikasi masalah C. Rumusan masalah D. Tujuan penulisan E. Manfaat penulisan


F. Metodologi penulisan G. Ruang lingkup penulisan H. Sistematika penulisan BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Suara (Sound) B. Kebisingan (Noise) Pesawat 1. Kriteria Kebisingan 2. Macam-macam Kebisingan 3. Tipe-tipe Kebisingan 4. Pengaruh dan Dampak Kebisingan 5. Pengukuran Kebisingan 6. Penerimaan Kebisingan Kumulatif C. Sistem Keterangan Bunyi Pesawat D. Noise Barrier E. Dinding Bagungan F. Kenyamanan Manusia Dalam Ruangan G. Kawasan Kebisingan Bandar Udara

BAB III

GAMBARAN KONDISI A. Kondisi saat ini B. Kondisi yang diinginkan

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Pengamatan Tingkat Kebisingan Dalam Ruangan (Indoor). B. Pengamatan Tingkat Kebisingan Luar Ruangan (Outdoor). C. Pengamatan Kebisingan Pesawat Terhadap Aspek Psikologis. BAB V

PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran

DAFTAR PUSTAKA


BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Suara (Sound) Suara (sound) adalah variasi tekanan yang dapat dideteksi oleh telinga manusia,

dari

suara

lembut

ke

suara

bertekanan

tinggi

yang

dapat

mengakibatkan bahaya pendengaran. Besarnya variasi tekanan udara dari yang tetap atau normal disebut level suara. Jumlah siklus variasi tekanan perdetik disebut frekuensi suara. Jika suara mengganggu, tidak diharapkan, atau mengganggu dan keras disebut noise. Robert Horonjeff, (1993: 235) dalam bukunya menjelaskan berbeda dengan tekanan udara tetap, jarak tekanan suara yang dapat didengar dari ambang pendengaran sedikitnya 20µPa (20 x 10-6 Pascal) sampai 100 Pa, level yang terlalu besar dapat berhubungan dengan ambang sakit atau luka. Karena perbedaan antara jumlah ini lebih dari satu juta untuk satu dan menggunakan pascal untuk level suara adalah janggal. Maka untuk menentukan level suara maka satuanya adalah Decibel “dB” yang merupakan sebuah konversi logaritma dari variasi level tekanan udara dari pascal ke sistem perhitungan yang lebih tepat. Konversi ini tidak hanya untuk skala yang lebih tepat, tapi juga untuk gambaran yang lebih akurat mengenai reaksi telinga manusia terhadap perbedaan tekanan udara. Pengukuran menggunakan skala decibel ditulis dengan simbol “dB”.


Fisika Suara Intensitas

suara

biasanya

dinyatakan

dalam

decibel

(db).

Dengan

menggunakan decibel sebagai satuan pengukuran rentang, nilai yang besar dari intensitas suara dapat diringkaskan menjadi dari 0 sampai kira-kira 150 db. Pada skala ini, pelipat gandaan intensitas suara dinyatakan dengan perubahan tingkat intensitas dinyatakan dengan perubahan tingkat intensitas sebesar kirakira 3 db, misalnya, dari 60 sampai 63 db, sedangkan kebisingan sekeliling pada waktu siang hari rata-rata pada daerah pemukiman berkisar antara 55 sampai 65 db. Frekuensi merupakan suatu fakor yang penting dalam evaluasi suara. Frekuensi adalah laju getaran suatu sumber suara, dinyatakan dalam Hertz. Makin cepat suatu benda bergetar, makin besar jumlah hertz dan makin tinggi frekuensinya. Suatu sumber suara biasanya menimbulkan suatu jangkauan (range) frekuensi. Untuk keperluan analisis, jangkauan frekuensi dibagi menjadi jangkauan yang lebih kecil yang dikenal sebagai pita oktaf. Pembagian kebisingan ke dalam pita oktaf itu memberikan cara berguna dalam menerangkan besar dan karakteristik kebisingan pesawat. Telinga manusia dapat mendeteksi jangkauan frekuensi yang besar. Untuk orang yang berusia muda, jangkauan ini biasanya berkisar antara 16 sampai 16.000 Hz. Suatu teriakan yang keras mempunyai frekuensi rendah, sedangkan bunyi sirene mempunyai frekuensi yang tinggi. Beberapa suara, seperti yang dihasilkan oleh garpu tala sederhana, biasanya terdiri dari frekuensi tunggal dan dikenal sebagai nada murni. Faktor akhir yang penting untuk suatu evaluasi subyektif


dari kebisingan adalah variasi waktu tingkat suara. Fluktuasi tingkat suara dan frekuensi dalam jangka waktu yang pendek cenderung mengganggu pendengar. Chrystanti. Ria. S menjelaskan dalam artikelnya bahwa aktivitas pesawat terbang di bandar udara tidak lepas dari pencemar fisik yang berada di udara, yaitu kebisingan dimana bila berlansung terus menerus dapat menimbulkan gangguan, dimana gangguan ini akan mengeser ambang pendengaran sehingga mengganggu aktivitas kerja, belajar, dan istirahat. B. Kebisingan (Noise) Istilah kebisingan berasal dari kata bising, yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesi (KBBI) diartikan sebagai ramai dan hiruk-pikuk yang berasa di telinga seakan pekak. Selama ini kebisingan dipilih sebagai sepadan dari kata Noise. Penyepadanan ini tidak sepenuhnya tepat sebab dalam Bahasa Inggris Noise di artikan sebagai any unwanted sound atau bunyi yang tidak dikehendaki. Christina, 2009, menjelaskan bahwa istilah ini memiliki arti sangat luas, sebab bunyi yang tidak dikehendaki bagi tiap-tiap orang dapat berbeda, dan dapat bergantung pada keadaan, kebiasaan, latar belakang budaya, dan lain-lain. Dalam noise bunyi yang tidak berasa menimbulkan pekak telinga, bahkan yang sangat pelan sekalipun, misalnya tetesan air keran yang bocor, dapat menjadi bunyi yang tidak dikehendaki dan dianggap menganggu oleh orang-orang

yang

sulit

tidur.

Oleh

karenanya

kebisingan

tidak

dapat

disepadankan dengan noise (Istilah yang diusulkan untuk di sepadankan dengan noise kedalam Bahasa Indonesia, Mediastika, 2005). Noise memiliki


makna yang lebih luas sementara kebisingan maknanya lebih sempit. Kebisingan adalah bagian dari noise. Memang kebisingan tidak membunuh manusia, tapi dapat membuat hidup kita tidak nyaman. Kebisingan dapat meningkatan stress, peningkatan tekanan darah, tidur tidak nyenyak, dapat mengurangi tingkat intelektualitas, kelahiran prematur dan mengganggu perkembangan janin serta tentu saja kehilangan pendengaran (Buletin The American Academy of Pediatrics edisi Oktober 1997). Manusia bukan satu-satunya makhluk hidup yang terpengaruh oleh kebisingan. Mungkin kita masih ingat beberapa kasus tuntutan peternak terhadap operator penerbangan karena mengoperasikan pesawat jet kelewat rendah dan menyebabkan kebisingan yang luar biasa serta menyebabkan turunnya

produksi

telur

dan

produksi

susu.

Ketika memperhitungkan efek kebisingan terhadap kesehatan dan kualitas hidup, kita harus memperhitungkan intensitas dari suara itu sendiri yang dihitung dengan skala desibel (dB). Untuk kenaikan sebesar 10 dB maka sumber suara tersebut

terdengar

dua

kali

lebih

Untuk memberikan gambaran dapat kita lihat dalam contoh berikut : 1.

Suara daun bergerak tertiup angin (20 dB)

2.

Bisikan lembut sejauh 3 feet (30 dB)

3.

Percakapan normal (55-60 dB)

4.

Suara mobil sejauh 15 feet (70 dB)

5.

Suara vakum cleaner (80 dB)

keras.


6.

Mesin pemotong rumput (90 dB)

7.

Suara mesin mobil pembersih salju (100 dB)

8.

Gergaji mesin (110 dB)

9.

Konser musik rock (120 dB)

10.

Pesawat terbang take off (130-150 dB)

11.

Petasan (150 dB)

12.

Shotgun ditembakan (170 dB)

Suara shotgun atau petasan jarak dekat dapat menimbulkan kehilangan pendengaran permanen tapi kasus yang sering terjadi adalah kehilangan pendengaran

akibat

intensitasnya

lebih

mendengar rendah

kebisingan dari

terus

shotgun

menerus

walaupun

maupun

petasan.

Seperti yang tercantum diatas, bandar udara dapat dikatakan sebagai sumber kebisingan paling besar. Bila rumah anda berada di jalur penerbangan maka suara take off dapat mencapai maksimum 150 dB. Dapat dibayangkan pada bandara yang super sibuk seperti O'Hare di Chicago dimana tiap 15-20 detik ada pesawat melakukan take off maupun landing, efek kebisingannya bahkan masih dapat dirasakan 15 mil jauhnya. Padahal menurut penelitian di Amerika yang dilakukan The National Institute for Occupational Safety and Health hanya membolehkan maksimum 85 dB dan dibatasi jangka waktu maksimum 8 jam per hari, itupun harus dengan pelindung telinga untuk mencegah kerusakan pendengaran lebih lanjut. (Artikel Pilihan, 2009, Isu Lingkungan : Kebisingan Pesawat Terbang).


1.

Kriteria Kebisingan Kebisingan yang diartikan sebagai keramaian atau hiruk-pikuk yang berasa ditelinga seakan-akan pekak perlu didefinisikan secara ilmiah kedalam angka-angka, agar pembaca memperoleh persepsi yang sama. Sesuai tabel 1, Bila bunyi-bunyi yang dianggap normal adalah pada tingkat keras maksimal 50 dB, maka bebunyian yang tingkat kerasnya melebihi angka ini dapat dianggap sebagai kebisingan. Selain melalui tingkat keras, kebisingan juga dikaitkan dengan lama paparannya. Semakin keras tingkat bunyi, semakin pendek waktu paparan yang disarankan bagi telinga. Tabel 1. Tentang Persayaratan Kesehatan Lingkungan Kerja, dan industri mengenai lama paparan kebisingan (SK.405/ Menkes RI/ SK/ XI/ 2002)

2.

Tingkat Keras (dB)

Lama Paparan Diijinkan/ Per Hari

82

16 Jam

85

8 Jam

88

4 Jam

91

2 Jam

97

1 Jam

100

0,25 Jam (15 Menit)

Macam-Macam Kebisingan Kebisingan yang terjadi disekitar kita dibedakan menjadi :


a.

Kebisingan Latar belakang Tingkat kebisingan yang terpapar terus-menerus pada suatu area, tanpa adanya sumber-sumber bunyi yang muncul secara signifikan.

b.

Kebisingan Ambien Total kebisingan yang terjadi pada suatu area, meliputi kebisingan latar belakang dan kebisingan lain yang muncul pada suatu waktu dengan tingkat keras melebihi tingkat keras kebisingan latar belakang dan merupakan hasil kompilasi kebisingan, baik yang sumbernya dekat maupun jauh.

c.

Kebisingan Tetap Tingkat kebisingan yang berubah-ubah dengan fluktuasi (naikturun) maksimum 6 dB. Kebisingan latar belakang umumnya dapat diterima tanpa menimbulkan gangguan yang berarti karena berada pada tingkat keras maksimum 40 dB. Kebisingan Ambien merupakan kebisingan yang perlu mendapat perhatian serius karena jenis kebisingan ini umumnya menimbulkan gangguan, terlebih bila sumber kebisingan yang jaraknya dekat merupakan kebisingan tetap yang tingkat kerasnya melebihi 50 dB. Kebisingan ambien yang melebihi 60 dB akan menyebabkan percakapan atau komunikasi sulit dilakukan.


Setiap fungsi bangunan tertentu memiliki baku tingkat kebisingan yang dianut agar kenyamanan didalam bangunan terjaga. Untuk Indonesia, baku tingkat kebisingan yang diacu masih berupa baku yang longgar dan belum ada sanksi berat bagi yang melanggar. Sementara itu dibeberapa Negara maju juga dikenal istilah noise criteria (NC) yang disarankan untuk fungsi - fungsi bangunan tertentu. (Christina, 2009 :15-16) Tabel 2. Pembagian Zona-zona Peruntukan (Per. Men. Kes No. 781/ Menkes/ per/ XI/ 87) Tingkat Kebisingan (dB) Zona

Peruntukan

Maksimum di dalam Bangunan Dianjurkan

Diperbolehkan

A

Laboratorium, rumah sakit, panti perawatan

35

45

B

Rumah, sekolah, tempat rekreasi

45

55

C

Kantor dan pertokoan

50

60

D

Industri, Terminal, Stasiun KA

60

70

Pengaruh kebisingan akibat operasi pesawat terhadap daerah disekitar bandar udara menimbulkan masalah yang serius terhadap dunia penerbangan. Semenjak pesawat jet komersial mulai beroperasi pada tahun 1958, reaksi terhadap kebisingan pesawat makin bertambah hebat. Karena itu, telah banyak hal yang dipelajari tentang perbaikan kebisingan. Berdasarkan hal ini, telah


dikembangkan prosedur yang disederhanakan untuk memungkinkan perancang menghitung

besar

dan

tingkat

kebisingan

akibat

operasi

udara

dan

memperkirakan tanggapan masyarakat, Beberapa dari prosedur tersebut dijelaskan secara singkat di sini. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996, tentang Baku tingkat kebisingan, dimana baku tingkat kebisingan adalah batas maksimal yang diperbolehkan dibuang kelingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Berikut adalah table tingkat kebisingan yang di perbolehkan. Tabel 3. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup “Tentang Baku Tingkat Kebisingan� No. 48 tahun 1996, Tangga 29 November 1996


Christina,

2009,

menjelaskan

dampak

kebisingan

pesawat

terhadap

masyarakat bergantung pada beberapa faktor, termasuk besar dan frekuensi distribusi suara, lamanya kebisingan, jalur penerbangan selama lepas landas dan mendarat, jumlah dan tipe operasi, prosedur operasi penerbangan, komposisi pesawat, sistem landasan pacu yang digunakan dan kondisi meterologis. Tanggapan masyarakat terhadap kebisingan pesawat merupakan fungsi dari penggunaan tanah dan bangunan, tipe konstruksi bangunan, jarak dan bandar udara, tingkat kebisingan sekeliling, perlemahan suara akibat kondisi fisik atau meteorologis dan pertimbangan sosiologis. 3.

Jenis Kebisingan Subaris, SKM, M.Kes, Heru menjelaskan bahwa Steady State Noise adalah kebisingan dimana fluktuasi dari intensitasnya tidak lebih dari 6 dB. Sebagai contoh, suara yang ditimbulkan oleh kompresor, kipas angin, dapur pijar (Steady State wide Band Noise); suara mesin gergaji sirkuler (Circular Chain Saw), dan suara yang ditimbulkan oleh katup (Steady State Narrow Band Noise). Impact/ Impulse Noise, adalah kebisingan yang ditimbulkan oleh sumber tunggal atau bunyi yang pada saat tertentu terdengar secara tiba-tiba, misalnya kebisingan yang ditimbulkan oleh ledakan bom atau meriam, sedangkan impulse berulang terjadi pada mesin produksi di industri. Intermitten/ Interuted Noise adalah kebisingan dimana suara mengeras dan kemudian melemah secara perlahan-lahan. Sebagai contoh, kebisingan yang ditimbulkan oleh kendaraan lalu lintas atau pesawat udara yang tinggal landas.


Sutalaksana. A. T (1979) menjelaskan bahwa di tempat kerja, kebisingan diklasifikasikan ke dalam dua jenis golongan besar, yaitu : a. kebisingan tetap (steady noise) dan kebisingan tidak tetap (non-steady noise). Kebisingan tetap (Steady) dipisahkan lagi menjadi dua jenis, yaitu : 1) Kebisingan dengan frekuensi terputus (discrete frequency noise) Kebisingan ini berupa “nada-nada” murni pada frekuensi yang beragam, contohnya suara mesin, suara kipas, dan sebagainya. 2) Broad Band Noise Kebisingan dengan frekuensi terputus dan broad noise sama-sama digolongkan sebagai kebisingan tetap (Steady noise). Perbedaan adalah broad band terjadi pada frekuensi yang lebih bervariasi (bukan “nada” murni). b. Kebisingan tidak tetap (unsteady noise) akan dibagi lagi menjadi : 1) Kebisingan fluktatif (fluctuating noise) Kebisingan yang selalu berubah-ubah selama rentang waktu tertentu. 2) Intermittent noise Kebisingan yang terputus-putus dan besarnya dapat berubah-ubah, contohnya kebisingan lalu lintas. 3) Impulsive noise Kebisingan impulsive dihasilkan oleh suara-suara berintensitas tinggi (memekakkan telinga) dalam waktu relatif singkat.


Tabel 4. Jenis Tingkat Suara dari Sumber Kebisingan yang familiar dan respon dari Masyarakat

dBA 145 Menyakitkan Fisik

140

Ledakan

135 Suara yang keras

130 125 Awal yang menggangu fisik

120 115 110 105 100 95

Jet yang lepas landas (Dekat Landasan)

Band Musik Rock (Di dekat panggung)

Mesin Pemancang Tiang kedalam tanah di atas 50 kaki Muatan Kereta api di atas 50 feet Serine ambulance di atas 100 feet

Kriteria yang merusak pendengaran selama 8 jam kerja

90 85

Gangguan terbanyak terhadap penduduk

Di dalam ruangan tertutup

80 75 70

Tempat Sampah di dalam rumah di atas 3 feet.

Di Dalam mobil balap pada kecepatan diatas 50 MPH


Batasan yang dapat diterima untuk pembangunan penduduk

65

Rata-Rata di daerah perkotaan

60 Di dalam tempat perbelanjaan

Tujuan untuk daerah perkotaan

55 50

Jenis gambaran hari di pinggiran kota

45 40 Tidak ada Komunitas yang terganggu

35

Jenis perpustakaan yang benar-benar di area pedesaan

30 25 Di dalam ruang rekaman

20 15 10 5 Awal Pendengaran

0

Sumber : Adapted from the U.S Department of the Air Force, 1987, 1989


4. Tipe-Tipe Kebisingan Tabel 5. Kategori kebisingan lingkungan (M.Kes Heru Subaris, SKM)

Jumlah kebisingan

Semua kebisingan di suatu tempat tertentu dan suatu waktu tertentu Kebisingan di antara jumlah kebisingan yang dapat

Kebisingan spesifik

dengan jelas dibedakan untuk alasan-alasan akustik. Seringkali sumber kebisingan dapat diidentifikasikan Kebisingan yang tertinggal sesudah penghapusan

Kebisingan residual

seluruh kebisingan spesifik dari jumlah kebisingan di suatu tempat tertentu dan suatu waktu tertentu Semua kebisingan lainnya ketika memusatkan

Kebisingan latar

perhatian pada suatu kebisingan tertentu. Penting

belakang

untuk membedakan antara kebisingan residual dengan kebisingan latar belakang

5.

Pengaruh Dan Akibat Dari Kebisingan Susanto. Arif. 2005, menjelaskan meskipun pengaruh suara banyak kaitannya dengan faktor-faktor psikologis dan emosional, ada kasus-kasus dimana akibat-akibat serius seperti kehilangan pendengaran terjadi karena tingginya tingkat kenyaringan suara pada tingkat tekanan suara berbobot A dan karena lamanya telinga terpajang terhadap kebisingan itu.


Tabel 6. DARATAN DIGUNAKAN UNTUK KOMUNITAS KEBISINGAN LINGKUNGAN NOISE KATEGORI DARATAN YANG DIGUNAKAN

Ldn or CNEL, dBA

55

60

Pemukiman Tempat Tinggal Sementara Motel, Hotel Kantor, Sekolah, Perpustakaan, Gereja, Rumah perawatan Ruangan Besar, Aula, Amphiteater Ruang Olahraga, Penonton Olahraga di luar ruangan Lapangan, Tempat bermain Jalan olahraga golf, tempat rekreasi air Kantor Industri Pertanian

MENAFSIRKAN PENERIMAAN NORMAL

PENERIMAAN BERSYARAT

65

70

75

80


PENOLAKAN SECARA NORMAL

PENOLAKAN DENGAN JELAS

Sumber : STATE OF CALIFORNIA GENERAL PLAN GUIDELINES JUNE 1987 CITY OF DAVIS CALIFORNIA GENERAL PLAN (NOISE ELEMENT) Tabel 7. Jenis Dari Akibat Kebisingan (Buchari, KebisinganIndustri dan Hearing Concervation Program) Tipe

Uraian

Kehilangan pendengaran

Perubahan ambang batas sementara akibat kebisingan, perubahan ambang batas permanen akibat kebisingan

Akibat fisiologis

Rasa tidak nyaman atau stress meningkat, tekanan darah meningkat, sakit kepala, bunyi dering

Gangguan emosional

Kejengkelan, kebingungan

Gangguan gaya hidup

Gangguan tidur atau istirahat, hilang konsentrasi waktu bekerja, membaca dan sebagainya.

Gangguan pendengaran

Merintangi kemampuan mendengarkan TV, radio, percakapan, telpon dan sebagainya.

Akibat lahiriah

Akibat psikologis

Banyak anak mengalami gangguan suara dari pesawat, dimana suara bising pesawat ini jika terus menerus dialami akan membuat sang anak


mengalami kesulitan dalam mengembangkan kemampuan membaca. Sekitar 2800 anak yang tinggal di dekat lapangan terbang Heatrow (London) dilibatkan dalam penelitian ini. Penelitian dilakukan oleh tim dari `Barts dan NHS Trust` (London) dengan perbandingan yang sama di Spanyol dan Belanda. Tim yang diprakarsai oleh `The Lancet` ini menemukan bahwa setiap kenaikan lima desibel suara maka akan membuat anak mengalami kemunduran dua bulan ke belakang atas kemampuan membaca mereka. 2800 anak yang dilibatkan berusia 9 atau 10 tahun dan tinggal atau sekolah di dekat lapangan terbang di Heathrow Airport (London), Schiphol (Belanda) dan Barajas (Spanyol). Selain faktor kebisingan suara dari pesawat, faktor seperti sosial ekonomi, dan perbedaan sekolah tempat di mana mereka belajar juga menjadi penentu dari dampak suara pesawat pada anak. Anak-anak yang diteliti itu bersekolah di Hounslow, Hillingdon dan Slough yang semuanya berada dekat lapangan terbang Heathrow. Secara keseluruhan tim peneliti menemukan perbedaan saat kebisingan suara dari pesawat mencapai 20 desibel. Jika kejadian ini dialami terus menerus oleh para anak dalam dua tahun maka dipastikan sang anak akan mengalami kesulitan belajar. Pangkal persoalan terletak dari kemampuan mendengar mereka. Saat para guru menerangkan dan saat itu pula sebuah pesawat mengudara maka suara sang guru kalah keras dibandingkan oleh pesawat terbang.


Profesor Stephen Stansfeld yang mengepalai riset ini mengatakan bahwa dampak suara kebisingan pesawat telah membuat kemampuan membaca anak menjadi sangat menurun. "Dampak dalam waktu yang lama mungkin akan sulit diketahui," jelas Profesor Stansfeld. Dalam sarannya tim peneliti menyatakan perlu dibuatnya sebuah desain khusus bagi sekolah yang berada di dekat lapangan terbang agar proses belajar mengajar anak tidak terganggu. Sementara sekolah yang terlanjur berada di dekat lapangan terbang disarankan untuk bisa memberikan perlindungan yang cukup bagi anak untuk menjauhkan dampak kebisingan ini. Dr. Peter Rabinowitz dari Yale University School of Medicine (AS) dalam komentarnya mengatakan bahwa hasil penelitian Profesor Stansfeld ini sekaligus membuktikan kebenaran penelitian sebelumnya. Selain kebisingan, kepadatan lalu lintas juga disebut bisa mempengaruhi kemampuan membaca seorang anak. Menurut

Subaris

SKM,

M.Kes,

Heru,

2007,

Menjelaskan

dampak

kebisingan terhadap indera pendengaran (Audiotory Effect) telinga siap untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan terhadap tingkat suara/ bising, tetapi setelah terlalu sering mengalami perubahan yang berulang-ulang lama kelamaan daya akomodasinya akan menjadi lelah dan gagal dalam memberikan reaksi. Dalam keadaan ini pendengaran timbul akibat pekerjaan (occupational deafness), tidak hanya terdapat pekerja pabrik saja tetapi juga pada pekerjaanpekerjaan seperti supir taksi-alat transportasi, polisi lalu lintas dan sebagainya.


Efek kebisingan pada indera pendengaran dapat diklasifikasikan menjadi : a.

Trauma Akustik, gangguan pendengaran yang disebabkan oleh pemaparan tunggal terhadap intensitas kebisingan yang sangat tinggi dan terjadi secara tiba-tiba. Sebagai contoh ketulian yang disebabakan oleh suara ledakan bom.

b.

Ketulian

sementara

(Temporary

threshold

Shift/

TTS),

gangguan

pendengaran yang dialami seseorang yang sifatnya sementara. Daya dengarnya sedikit demi sedikit pulih kembali, waktu untuk pemulihan kembali adalah berkisar dari beberapa menit sampai beberapa hari (3 hingga 7 Hari), namun yang paling lama tidak lebih dari 10 hari. c.

Ketulian permanen (Permanent Threshold Shift/ PTS), bila mana seseorang pekerja mengalami TTS dan kemudian terpajang bising kembali sebelum pemulihan secara lengkap terjadi, maka akan terjadi “akumulasi� sisa ketulian (TTS), dan bila hal ini berlangsung secara berulang dan menahun, sifat ketuliannya akan berubah menjadi menetap (permanen). PTS sering juga disebut NIHL (Noise Induced Hearing Loss) dan NIHL yang terjadi umumnya setelah terpajang 10 tahun atau lebih. Efek kebisingan bukan pada indera pendengaran (non audiotory effect).

a.

Gangguan sehingga

komunikasi, dapat

kebisingan

menimbulkan

dapat

salah

mengganggu

pengertian

dari

percakapan penerimaan

pembicaraan. b.

Gangguan tidur (Sleep Interference), Menurut EPA (1974), manusia dapat terganggu tidurnya pada intensitas suara 33 – 38 dB dan keluhan ini akan


semakin dapat ditemukan bila tingkat intensitas suara diruang tidur mencapai 48 dB. c.

Gangguan pelaksanaan tugas (Task Interference), terutama pada tugas tugas yang membutuhkan ketelitian atau pekerjaan yang rumit dan pekerjaan yang membutuhkan konsentrasi tinggi.

d.

Perasaan tidak senang/ mudah marah (annoyance).

e.

Stress,

pengalaman

pada

pemeriksaan

diperusahaan

menunjukkan

beberapa tahapan akibat stress kebisingan, yaitu : menurunya daya konsentrasi, cenderung cepat lelah, gangguan komunikasi, gangguan fungsi pendengaran secara bertahap, ketulian/ penurunan daya dengar yang menetap. 6. Pengukuran Kebisingan Kebisingan biasanya diukur dengan alat yang disebut alat pengukur bunyi (sound-level meter) dengan pembacaan dalam desibel. Salah satu pembacaan yang dapat dicari dengan alat ini menunjukan besar total bunyi yang ada di sembarang tempat dan disebut tingkat tekanan bunyi keseluruhan (overall sound pressure level). Skala dibulatkan menjadi angka tunggal tingkat intensitas untuk suatu jangkauan frekuensi yang ditimbulkan oleh bunyi tanpa meratakan masingmasing frekuensi tersebut. Untuk kebisingan yang rumit seperti yang ditimbulkan oleh pesawat, tingkat tekanan bunyi keseluruhan tidak hanya memberikan keterangan fisik yang tidak tepat, tetapi ia juga tidak dapat memberikan keterangan fisik yang tidak tetap, tetapi ia juga tidak dapat dihubungkan dengan reaksi subyektif terhadap kebisingan tersebut. Dua bunyi yang bising dapat


mempunyai tingkat tekanan bunyi keseluruhan yang sama dan karenanya, secara subyektif, dapat ditentukan dengan hasil yang sangat berbeda. Hal ini mendorong dikembangkannya intensitas tingkat kebisingan yang dirasa (perceived noise lebel intensity = PNdB). Tingkat kebisingan yang dirasa ini merupakan besaran yang dihitung dari pengukuran tingkat kebisingan dan disesuakan dengan lebih mengatakan frekuensi - frekuensi tersebut yang lebih mengganggu telinga pendengar. Dalam cara ini, ia menghubungkan dengan lebih baik raeksi subyektif pendengar terhadap bunyi yang mempunyai krakter yang sangat berbeda. Keuntungan lain dari (PNdB), di mana PNdB dikoreksi untuk lamanya bunyi dan disesuaikan dengan adanya nada asli. EPNdB digunakan untuk pemberian sertifikat pesawat dan untuk perhitungan ramalan jangkauan terdengarnya kebisingan (noise exposure forecasts = NEF) yang akan dijelaskan kemudian. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa tingkat tekanan bunyi keseluruhan menyatakan suatu bobot yang sama dari frekuensi yang ditimbulkan oleh suatu bunyi tertentu. Secara tipikal, petunjuk tingkat bunyi terdiri dari tiga reaksi jaringan bobot yang berbeda A, B, dan C. Skala yang paling umum digunakan pada petunjuk itu sekarang ini adalah bobot A karena ia terbukti cukup baik, karena reaksi pendengar terhadap bunyi. Ia memberikan bobot yang lebih besar kepada frekuensi yang lebih tidak disukai oleh pendengar. Jadi peralatan ini secara mekanis menghasilkan suatu angka tunggal yang secara wajar dapat diterima pendengar, sedangkan PNdB harus didapat dengan perhitungan. Tingkat kebisingan maksimum yang dapat dibaca pada skala A disebut dBA, atau tingkat bunyi terimbang-A (A-Weighted sound level). Walaupun para ahli setuju bahwa


dBA tidak mempunyai korelasi yang baik seperti halnya EPNDB dengan reaksi subyektif pendengar, ia dianggap cukup tepat untuk keperluan rencana tata guna tanah di sekitar bandar udara. Keuntungan lainnya, ia merupakan alat yang sederhana untuk memonitor pesawat yang beroperasi di atau sekitar bandar udara. Untuk alasan ini orang cenderung menggunakan dBA untuk perencanaan tata guna tanah, sedangkan EPNdB digunakan untuk pemberian setrifikat pesawat. Sesuai dengan keputusan kementerian lingkungan hidup (KLH) No. 48 Tahun 1996, Tanggal 25 Nopember 1996 bahwa : metoda pengukuran adalah sebagai berikut :

1.

Metoda Pengukuran Pengukuran tingkat kebisingan dapat dilakukan dengan dua cara : a. Cara sederhana Dengan sebuah sound level meter biasa diukur tingkat tekanan bunyi db (A) selama 10 (sepuluh) menit untuk tiap pengukuran. Pembacaan dilakukan setiap 5 (lima) detik.

b. Cara Langsung Dengan sebuah integrating sound level meter yang mepunyai fasilitas pengkuran LTMS, yaitu Leq denga waktu ukur setiap 5 detik, dilakukan pengukuraan selama 10 (sepuluh) menit.


Waktu pengukuran dilakukan selama aktifitas 24 jam (LSM) dengan cara pada siang hari tingkat aktifitas yang paling tinggi selama 10 jam (Ls) pad selang waktu 06.00 – 22.00 dan aktifitas dalam hari selama 8 jam (LM) pada selang 22.00 – 06.00. Setiap pengukuran harus dapat mewakili selang waktu tertentu dengan menetapkan paling sedikit 4 waktu pengukuran pada siang hati dan pada malam hari paling sedikit 3 waktu pengukuran, sebagai contoh :

-

L1 diambil pada jam 7.00 mewakili jam 06.00 – 09.00

-

L2 diambil pada jam 10.00 mewakili jam 09.00 – 11.00

-

L3 diambil pada jam 15.00 mewakili jam 14.00 – 17.00

-

L4 diambil pada jam 20.00 mewakili jam 17.00 – 22.00

-

L5 diambil pada jam 23.00 mewakili jam 22.00 – 24.00

-

L6 diambil pada jam 01.00 mewakili jam 24.00 – 03.00

-

L7 diambil pada jam 04.00 mewakili jam 03.00 – 06.00

Keterangan :

-

Leq : Equivalent Continuous Noise Level atau Tingkat kebisingan sinambung setara ialah nilai tertentu kebisingan dari kebisingan

yang

berubah-ubah

(fluktuatif)

selama

waktu

tertentu, yang setara dengan tingkat kebisingan dari kebisingan yang ajeg (steady) pada selang waktu yang sama. -

Satuannya adalah db (A).


-

LTMS

= Leq dengan waktu samping tiap 5 detik.

-

Ls

= Leq selama siang hari.

-

LM

= Leq selama malam hari.

-

LSM

= Leq selama siang dan malam hari.

7. Penerimaan Kebisingan Kumulatif Setiap penelitian mengenai kebisingan pesawat telah menunjukkan bahwa dampak operasi pesawat terhadap masyarakat tidak hanya merupakan bagian dari intensitas lintasan tunggal, tetapi juga dari lamanya dan jumlah operasi yang dilakukan

sepanjang

siang

dan

malam

hari.

Sejumlah

metode

yang

menggabungkan kebisingan dari lintasan pesawat individu dengan kebisingan komulatif telah dikembangkan di Amerika Serikat dan di negara-negara lainnya. Di Amerika Serikat terdapat tingkat kebisingan komposit (composite noise rating = CNR), ramalan penerimaan kebisingan (noise exposure forecast = NEF), tingkat ekivalen kebisingan masyarakat (community noise equivalent level = CNEL), tingkat kebisingan ekivalen dan sistem keterangan bunyi pesawat (ASDS). ICAO mengajurkan penggunaan tingkat kebisingan total (TNEL), tingkat kebisingan yang dirasakan menerus ekivalen (ECPNL) dan tingkat kebisingan yang dirasakan menerus ekivalen tertimbang (WECPNL). Di bagian dunia lainnya, digunakan indeks jumlah dan kebisingan (NNI). C. Sistem Keterangan Bunyi Pesawat Francis X. McKelvey, 1993. Menjelaskan sistem ini dikembangkan oleh FAA dan dikenal sebagai ASDS (Aircraft Sound Description System = Sistem


Keterangan Bunyi Pesawat). Sistem ini langsung tetapi sangat berbeda dengan metode-metode sebelumnya. Pada sembarang tempat di dekat Bandar udara, suara bising pesawat dinyatakan dalam total waktu (TA) dalam menit di mana tingkat bunyi melebihi nilai batas sebesar 85 dBA. Sebagai contoh, Apabila sebidang tanah menerima suara bising pada saat lepas landas yang besar dari 85 dBA selama 30 menit dalam satu hari, perencana harus mengetahui apakah tanah itu cocok untuk tempat tinggal. Sistem ini dibutuhkan untuk perencanaan tata guna tanah. Alasan penetapan 85 dBA sebagai nilai batas dijelaskan dalam referensi. Sementara lamanya tingkat bunyi melebihi 85 dBA bervariasi untuk pesawat individu, nilai rata rata sebesar 15 detik untuk lepas landas dan 10 detik untuk pendaratan dianggap cukup tepat. Suatu analisis untuk Bandar udara yang mempunyai landasan pacu tunggal dengan satu tipe pesawat yang menggunakan tiga jalur penerbangan lepas landas yang berbeda diperlihatkan pada Gambar 1. Langkah Pertama adalah memplotkan garis kontur 85 dBA bagi pesawat pada peta tataguna tanah. Langkah berikutnya adalah membagi areal menjadi beberapa wilayah dan menentukan jumlah operasi dalam setiap wilayah


E

D

c B

Landasan pacu

A

F

Gambar 2. Analisis penerimaan kebisingan pada saat landas untuk landasan pacu tunggal (FAA) Tabel 8. Berdasarkan Keterangan Gambar 1 Wilayah

Penerima Kebisingan

A

(100%)

B

(70%)

C

(50%)

D

(80%)

E

(30%)

F

(20%)


Dari gambar dan tabel di atas dijelaskan bahwa wilayah yang berada di bagian A (Alpha) mendapat menerima kebisingan 100%, wilayah B (Bravo) menerima kebisingan 70%, wilayah C (Charlie) menerima 50%, wilayah D (Delta) menerima 80%, wilayah E (Echo) menerima 30%, dan untuk wilayah F (Foxtrot) menerima 20%. (Analisis Federal Aviation Administration) D. Noise Barrier untuk Mengatasi Kebisingan McMullan,

Randal.

1991.

Menjelaskan

persoalan

kebisingan

yang

menggangu bangunan domestik atau bangunan publik beberapa lantai dapat coba diatasi dengan memenfaatkan pagar bangunan sebagai peredam kebisingan. Namun ada kalanya dijumpai pemanfaatan pagar yang kurang berhasil, yaitu tingkat kebisingan amat tinggi yang mengganggu kegiatan di dalam bangunan berlantai banyak. Pada keadaan semacam ini pembangunan peredam secara khusus atau yang disebut noise barrier manjadi amat penting. Aspek-aspek yang penting untuk diperlihatkan dalam pembangunan noise barrier adalah sama dengan pemanfaatan pagar sebagai peredam bising, yaitu posisi, peletakan, bentuk, berat, dan kerapatan material, pemilihan material, dimensi dan estetika. Barrier yang sengaja dibangun untuk meredam bunyi bisa dijumpai pada garis luar site bangunan yang berdekatan dengan jalan raya yang banyak dilalui kendaraan besar/berat seperti jalan lingkar, jalan tol atau di Negara maju disebut highway. Hal penting menonjol dalam rancangan noise barrier adalah pemilihan dan penggunaan aneka material modern guna mencapai estetika yang tinggi. Meski


demikian pada beberapa keadaan dijumpai pula penggunaan material konvensional seperti kayu dan batu/beton. 1. Material Kayu Meski

memberikan

tampilan

alami

sebagaimana

layaknya

pagar

bangunan, noise barrier yang tersusun dari kayu memiliki kekurangan dari aspek tebal dan berat material bila dibandingkan material dari batu atau beton. Celah-celah yang terbentuk antarpapan atau lembaran kayu yang disusun juga sangat memungkinkan terjadinya penyusupan rambatan gelombang bunyi. 2. Material Batu/ bata/ beton Seiring perkembangan dan penemuan material baru, batu, bata atau beton kini di golongkan sebagai material konvensional. Meski begitu, dilihat dari aspek berat dan tebal materialnya, batu, bata, atau beton merupakan material yang sangat disarankan untuk di gunakan sebagai material noise barrier. Tampilan material yang bersahaja dan kaku ini memerlukan sentuhan akhir agar memiliki nilai estetika tinggi. 3. Material Logam Penggunaan logam sebagai material noise barrier dapat memenuhi aspek berat meski tidak selalu memenuhi aspek tebal. Logam memberikan tampilan modern pada noise barrier dan menghemat waktu pemasangan karena dapat diselesaikan secara pre-pabrikasi (lembaran-lembaran dicetak di pabrik). Permukaan logam memiliki kecenderungan sebagai pemantul yang kuat.


Oleh karena itu jika digunakan sebagai material noise barrier, sebaiknya diselesaikan dengan permukaan kasar (bergelombang, bergerigi, dll) agar tidak memantulkan kembali bunyi kearah sumber yang kuat, yang justru menyebabkan terjadinya akumulasi kebisingan. Permukaan yang tidak rata akan

menjadi

diffuser

dan

menyebarkan

gelombang

bunyi

yang

mengenainya agar tersebar secara merata. Pemerataan sebaran gelombang bunyi akan menyebabkan kekuatannya atau tingkat kerasnya juga tersebar secara merata sehingga mengurangi terjadinya akumulasi bunyi. 4. Material Kaca Material transparan seperti kaca, akrilik dan semacamnya telah menjadi symbol dari rancang-bangun modern. Kaca-kaca tebal dan berkualitas kini telah

banyak

digunakan

sebagai

pengganti

material

dinding

yang

konvensional. Kaca juga dapat menjadi material pilihan untuk menyusun noise barrier. Meski memberikan kesan modern dan menyediakan view dari bangunan ke arah luar, sifat permukaan kaca yang cenderung halus dan licin memiliki kekurangan sebagai noise barrier, yaitu memantulkan kembali gelombang

bunyi

kearah

sumber

sehingga

menimbulkan

terjadinya

akumulasi kebisingan. E.

Dinding Bangunan untuk Mengatasi Kebisingan Christine. 2009 menjelaskan sebagaimana pagar, dinding yang melingkupi bangunan, terutama dinding bagian depan, adalah elemen tegak yang dapat dimaksimalkan

sebagai

peredam. Pengolahan

dinding

muka

bangunan

termasuk dalam kelompok pemanfaatan elemen luar bangunan untuk meredam


kebisingan, karena permukaan dinding yang menghadap keluar yang akan diolah lebih lanjut. Sebelum

memanfaatkan

dinding

depan

bangunan

sebagai peredam

kebisingan, penting kiranya untuk memahami perilaku gelombang bunyi ketika mengenai suatu bidang pembatas. Secara keseluruhan kebisingan yang mengenai dinding akan menghadapi tiga kemungkinan : dipantulkan, diserap, dan diteruskan. Proporsi gelombang bunyi yang dipantulkan, diserap dan diteruskan sangat tergantung pada frekuensi bunyi dan karakteristik dinding pembatas. Karakteristik ini meliputi keadaan permukaan, ketebalan material, berat material dan dimensi material. Fungsi dinding sebagai peredam akan terjadi bila dinding mampu memantulkan bunyi atau menyerap bunyi adalah mengusahakan agar dinding tidak mengalami resonansi. Dengan meminimalkan resonansi maka langkah-langkah perancangan yang dipilih selanjutnya akan memberikan hasil yang lebih baik. Resonansi dapat diminimalkan melalui penggunaan material yang memenuhi karakteristik ideal, yaitu berat dan tebal tertentu, masif (tanpa lubang dan tanpa keberadaan bidang transparan), serta dipasang secara permanen. Sayangnya keadaan ideal ini sulit untuk dipenuhi secara bersamaan, baik karena alas dan ketersediaan material maupun biaya. Penggunaan material bangunan yang berat karena alasan kekuatan dan keawetan, seperti bata, batako atau beton, sudah jamak digunakan dan tetap dapat menjadi pilihan yang sesuai untuk peredam. Namun kini, karena alasan tren, banyak kita jumpai bangunan secara keseluruhan, penggunaan material ringan dan transparan ini memberikan kesan


modern. Sayangnya material semacam ini kurang mampu meredam bunyi. Terlebih, dengan material transparan, pengguna akan memiliki pandangan secara langsung pada sumber kebisingan. Keadaan ini secara psikologis akan meningkatkan kesan adanya gangguan kebisingan. Meski material tipis dan transparan tidak disarankan untuk digunakan sebagai peredam, namun aspek ketebalan dari suatu material tipis dapat diperoleh dengan penggunaan secara berlapis. Model pelapisan beberapa material tipis ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan melapiskan secara

langsung,

di

mana

antar

lapisan

bersentuhan,

atau

dengan

menempatkan rongga udara di antara lapisan. Penempatan rongga udara di antara lapisan akan memberikan hasil peredaman atau penyerapan yang lebih baik dibanding model pelapisan tanpa rongga. Hal ini karena pelapisan material yang berbeda-beda, yang mampu memaksimalkan prinsip refraksi. Refraksi adalah persitiwa pembiasan/ penyimpangan sudut perambatan gelombang bunyi ketika menembus material yang berbeda-beda kerapatan molekulnya. Pada setiap terjadi penyimpangan/ pembelokan gelombang bunyi ini, sebagian bunyi terserap di dalam material yang dilewatinya. Dengan demikian semakin banyak refraksi yang terjadi, semakin banyak energi bunyi yang diserap, dan hanya sedikit yang diteruskan ke balik bidang batas. Penggunaan bata merah, batako, atau beton, secara teoritis sudah memenuhi aspek berat sebagai peredam bunyi yang cukup baik. Namun kemampuan redam material tersebut masih dapat ditingkatkan melalui pelapisan material lain dengan rongga udara sebagai rongga antara. Pelapisan


material tambahan ini dapat berupa material yang sama dari material utama ataupun material berbeda. Pelapisan dinding semacam ini juga dikenal dengan sebutan dinding ganda atau doubled-wall. Gambar 2 akan memberikan gambaran lebih jelas mengenai dinding ganda.

Gambar 3. Konstruksi Detil Dinding Ganda 1. Faktor Peletakan Pertimbangan selanjutnya yang selalu digunakan sebagai acuan ketika mengusahakan redaman bunyi adalah mencegah terjadinya resonansi oleh dinding. Resonansi dapat dicegah dengan peletakan dinding secara permanen, yaitu memasang dinding dengan fondasi pada kedalaman tertentu dengan material yang sesuai (misalnya batu kali). Posisi dinding akan semakin kuat bilamana dinding satu bertemu dengan


dinding lainnya sehingga membentuk sudut. Bila seluruh sisi dinding terikat sekuat dan salah satu bagianya terpendam dalam tanah, maka posisinya menjadi sangat stabil untuk dapat menerima imbas getaran. Hal ini tentu berbeda dengan dinding bermaterial tipis yang hanya dipaku pada beberapa titik pada sebuah rangka. Meski demikian, ketika getaran sumber bunyi sangat hebat atau jarak dinding ke sumber bunyi terlalu dekat maka dinding permanen sekalipun sulit untuk menahan resonansi. Oleh karenanya pada bangunan yang dimungkinkan untuk menerima bunyi dan getaran semacam ini. Langkah terbaik adalah mempersiapkan agar dinding tersebut mampu menyerap gelombang bunyi yang menyebabkan dinding mengalami resonansi. 2. Faktor Berat dan Kerapatan Material Sebagaimana persyaratan pagar, dinding akan berhasil menjadi peredam jika memiliki berat yang mencukupi. Semakin tebal, berat, rapat, pampat tanpa celah dan cacat, maka fungsinya sebagai peredam akan semakin baik. Material bangunan yang selama ini banyak digunakan di Indonesia untuk pembuatan dinding, seperti bata merah atau batako yang diplester sisinya, mampu menghasilkan dinding dengan permukaan keras dan halus. Permukaan semacam ini cenderung redaman yang hendak dicapai. Hasilnya akan lebih baik bila pantulan yang terjadi tidak hanya menuju satu arah, tetapi tersebar merata sehingga tingkat keras bunyi semakin menurun dan tidak dipantulkan kembali.


Jika pada suatu keadaan dibutuhkan kemampuan redaman yang amat baik, namun berat dan kerapatan dinding tidak dapat ditambah, maka dapat digunakan dinding yang lebih tebal. Bangunan masa penjajahan Belanda merupakan contoh bangunan yang memiliki dinding dengan ketebalan dua kali lipat dinding masa kini. Dinding bangunan Belanda umumnya disebut dinding 1 bata/ batu, sementara dinding masa kini adalah dinding ½ bata/ batu. Penggunaan dinding tebal dapat meningkatkan kemampuan redam, dan kemampuannya akan meningkat bila di dalam dinding itu ditempatkan rongga udara. Semakin tebal rongga udara yang tersedia, kemampuan redamannya akan semakin baik. Namun kebutuhan luas ruang dan kekuatan konstruksi tertentu membatasi tebal rongga udara itu. Pada bangunan-bangunan tanpa fungsi khusus untuk aktivitas akustik (tidak berfungsi sebagai studio dan semacamnya) tebal rongga udara yang efektif berkisar pada 25 cm untuk memperoleh redaman yang lebih baik rongga juga dapat di tambahkan material pengisi rongga udara. Material yang ditambahkan biasanya berupa selimut akustik yang terbuat dari serat kaca (glass-wool). Penggunaan dinding berlapis, disebut juga dinding ganda, adalah penerapan prinsip refraksi. Meski tidak begitu signifikan, terjadinya refraksi akan mengurangi kekuatan gelombang bunyi dalam merambat. Semakin bermacam jenis material yang digunakan untuk membuat dinding ganda (yang berarti semakin beragam kerapatan molekulnya), maka akan semakin maksimal penerapan refraksi, sehingga perambatan


bunyi semakin lemah. Oleh karena itu penggunaan dinding ganda dengan kombinasi material seperti bata merah, rongga udara, selimut akustik, papan kayu dan karpet tebal atau material lunak lain sebagai finishing akan menjadi peredam yang amat baik. Dinding ganda semacam ini lebih mampu dalam meredam getaran (resonansi), karena prinsip refraksi diterapkan secara maksimal. Pengunaan lapisan dinding dari material yang berbeda-beda menyebabkan imbas getaran dapat dikurangi secara maksimal karena perbedaan frekuensi masing-masing material yang digunakan yang menghambat terjadinya resonansi. Secara teoritis penempatan celah hampa udara di antara lapisan material yang digunakan sebagai dinding dapat menjadi pilihan ampuh untuk meredam perambatan gelombang bunyi, karena bunyi tidak dapat merambat pada ruang hampa. Namun demikian keadaan hampa udara tidak dapat terpelihara ketika ada kemungkinan terbentuk celah/ retak oleh muai-susut material yang melingkupinya. 3. Faktor Material Bangunan Penggunaan material bangunan yang tebal, berat, dan massif (nontransparan, tanpa cacat/ celah/ retak) akan memberikan kemampuan redam maksimal bila dibanding penggunaan dan paling banyak digunakan dewasa ini adalah batu bata, batako dan beton. Material semacam ini memiliki kemampuan redam dan insulasi berkisar 40 dB sampai 55 dB. Bila material ini digunakan secara tunggal maka kemampuan redamnya dapat dianggap mencukupi. Namun pada


kenyataannya, dinding bangunan tidak dapat dibuat tebal-berat-masif secara keseluruhan mengingat ada aspek pengudaraan, pencahayaan dan estetika yang dipertimbangkan. Hal ini terutama dijumpai pada dinding

muka

bangunan

yang

umumnya

dipergunakan

untuk

menampilkan citra bangunan secara keseluruhan. Pada dinding muka bangunan banyak dijumpai penggunaan material kaca, baik permanen maupun yang dibuka tutup, untuk memenuhi aspek pengudaraan, pencahayaan dan estetika. Meskipun penempatan bidang bukaan

atau

bidang

transparan

pada

dinding

muka

bangunan

bertentangan dengan prinsip redaman bunyi yang menyarankan penggunaan material bangunan yang tebal-berat-masif, namun hal itu tetap tidak dapat dihindari. Oleh karenanya sebelum diterapksan, ada baiknya bila kemampuan redam yang hendak diperoleh ketika kita mengombinasikan penggunaan material tebal-barat-masif dengan tipisringan-transparan

dihitung

terlebih

dahulu.

Melalui

simulasi

penghitungan redaman kombinasi kita dapat menempatkan model dan dimensi bidang tipis yang tepat, sesuai dengan kebutuhan redaman pada tiap-tiap dinding. Tata cara penghitungan redaman kombinasi dinding akan dibahas kemudian. 4. Faktor Keadaan Permukaan Selain mengusahakan agar dinding bangunan tidak mengalami resonansi, langkah selanjutnya yang dapat ditempuh adalah merancang dinding

bangunan

untuk

memantulkan

bunyi.

Dinding

dengan


penyelesaian permukaan yang keras dan licin secara teoritis mampu melakukan tugas ini. Hal ini mudah dicapai karena material bangunan yang banyak digunakan untuk dinding dan penyelesaiannya adalah material yang keras dan kuat, agar sekaligus tahan terhadap cuaca. Baik dinding bata merah, batako, kayu lapis atau kaca (material bangunan yang dewasa ini banyak digunakan) merupakan material bangunan yang memiliki kemampuan pantul cukup baik. Adapun daya pantul tiap material umumnya tidak ditunjukkan secara langsung dengan koefisien pantul, namun justru diwakili oleh koefisien serap. Dengan asumsi bahwa material yang memiliki kemampuan pantul yang baik adalah yang memiliki koefisien serap rendah. Meski pemantulan dapat menjadi pilihan untuk mengatasi perambatan gelombang bunyi ke dalam bangunan, namun yang disarankan untuk digunakan adalah jenis pemantulan tersebar, agar tidak terjadi akumulasi bunyi atau penumpukan tingkat keras bunyi. Keadaan ini akan memburuk bila bangunan yang saling berhadapan menerapkan sistem pemantulan pada dinding muka bangunan, sehingga jalur jalan yang diapit jajaran bangunan akan menjadi koridor yang mengalami flutter echoes (Gambar 3). Hal ini tentu akan secara nyata meningkatkan kebisingan

yang

sudah

ada

sebelumnya.

Bila

karena

suatu

pertimbangan pemantulan gelombang bunyi masih tetap menjadi pilihan dan permukaan difus tidak dapat diterapkan, maka keadaan ini dapat sedikit diperbaiki dengan jalan menyelesaikan permukaan dinding agar


tidak tegak 100% sehingga pemantulan bunyi yang bolak-balik dapat dikurangi. 5. Redaman Kombinasi pada Dinding Sebagaimana

dipaparkan

sebelumnya,

penggunaan

dinding

kombinasi material berat-tebal-masif dengan material ringan-tipistransparan telah menjadi kebutuhan dan jamak digunakan. Penempatan material ringan-tipis-transparan pada dinding ditujukan untuk pertukaran udara dan pencahayaan alami. Penempatan material ringan-tipistransparan akan menurunkan kemampuan redam dinding berat-tebalmasif. Oleh karenanya, simulasi penghitungan insulasi dinding yang sesuai

kebutuhan,

meskipun

pada

sebagian

dinding

tersebut

ditempatkan material tipis-ringan-transparan. Adapun langkah-langkah penghitungannya adalah sebagai berikut :

a. Tentukan

kemampuan

insulasi

material

tebal-berat-masif,

melalui ketentuan : 1) Dinding bata ekspos (ketebalan Âą12 cm) kemampuan insulasi 42 dB 2) Dinding bata plester kedua sisi (ketebalan Âą15 cm) kemampuan insulasi 45 dB 3) Dinding beton (ketebalan Âą20 cm) kemampuan insulasi 55 dB.


b. Tentukan kemampuan insulasi material tipis-ringan-transparan, melalui Tabel 8 Tabel 9. Kemampuan redaman material ringat-tipis-transparan pada bangunan Nilai Redaman NO.

Model dan Material jendela

pada frekuensi dinormalkan

1.

Semua Jendela terbuka

5 – 15 dB

2.

Jendela kaca mati tebal kaca 3 mm

24 dB

3.

Jendela kaca mati tebal kaca 4 mm

25 dB

4.

Jendela kaca mati tebal kaca 6 mm

28 dB

5.

Jendela kaca mati tebal kaca12 mm

33 dB

6. 7. 8.

Jendela kaca mati kaca dobel tebal 4 mm jarak antar kaca 20 cm Jendela kaca mati kaca dobel tebal 6 mm jarak antar kaca 20 cm Jendela kaca dobel namun ada bagian terbuka (seperti jendela bovenlict)

40 dB 42 dB 15 dB

c. Selanjutnya tentukan selisih redaman antara kedua material tersebut. d. Tentukan luasan bidang tipis-ringan-transparan, juga luasan material tebal-berat-masif, dan kemudian bentuklah rasio dari dua luasan yang berbeda tersebut. Sebagai contoh adalah kasus berikut ini (Gambar 3): Dinding yang menghadap langsung ke kebisingan berdimensi (3 x 4) m2.


Pada

dinding

tersebut

terdapat

jendela

kaca

untuk

view

berdimensi (1 x 2) m2. Bila untuk jendela digunakan kaca setebal 4 mm dan dinding masifnya terbuat dari bata plester 2 sisi, maka bila kebisingan di luar ruang 100 dB, berapa dB-kah kebisingan yang dapat diredam oleh dinding kombinasi bata plester dan kaca tersebut ?

100 dB

Gambar 4. Contoh kombinasi antara material berat-tebal-masif dengan material ringan-tipis-transparan pada dinding Penyelesaiannya adalah sebagai berikut : Luas keseluruhan dinding dengan material berat-tebal-masif adalah 10m2 dan material ringan-tipis-transparan adalah 2 m2, sehingga rasionya adalah 2:10 atau 1:5. Selisih redaman kedua material adalah (Lihat Tabel 8): 45 dB – 25 dB = 20 dB. Letakkan selisih redaman dan rasio pada diagram. Diperoleh angka redaman yang hilang atau turun dari redaman bata plester adalah


13 dB sehingga redaman kombinasi kedua material adalah: 45 dB – 13 dB = 32 dB. Bila kebisingan yang hendak diredam adalah 100 dB maka tingkat kebisingan di balik dinding adalah 100 dB – 32 dB = 68 dB. (Christina, 2009, Pengendalian Kualitas Bunyi pada Bangunan. :49-58)

F. Kenyamanan Manusia Dalam Bangunan Nelza M. Iqbal. 2010 Menjelaskan kenyamanan suatu bangunan dapat dikategorikan dalam kenyamanan suhu/ penghawaan/ thermal, visual/penglihatan

dan

akustik/

kenyamanan

suara.

Namun

kenyamanan sendiri lebih bersifat subjektif, tingkat kenyamanan setiap individu berbeda tergantung dengan kondisi fisik (jenis kelamin, usia, bentuk tubuh, warna kulit, kesehatan, makanan minuman serta kemampuan beradapatasi) dan kondisi tempat tinggal/ lingkungan. Manusia diberikan kemampuan untuk beradapatasi terhadap keadaan alam/ lingkungan alami, namun tetap memilki keterbatasan sehingga

tetap

memerlukan

alat

bantu

berupa

pakaian,

dan

lingkungan binaan/ bangunan. Sehingga bentuk adaptasi manusia diberbagai

tempat

berbeda-beda

bergantung

dengan

keadaan

lingkungan. Meski seperti itu, terdapat standar kenyamanan manusia, karena kondisi fisik manusia diberbagai belahan dunia tidak jauh berbeda. Tidak seperti hewan yang memiliki perbedaan fisik yang amat berbeda dalam menanggapi keadaan lingkungan sekitarnya,


seperti ikan dengan sisik dan lendirnya, beruang kutub dengan bulubulunya dan lain-lain. Untuk mengetahui standar kenyamanan manusia dalam hal thermal,

visual

dan

akustik

perlu

memahami

terlebih

dahulu

karakteristik masing-masing faktor tersebut. Karakteristik tersebut sebagai berikut : 1. Kenyamanan thermal Manusia memiliki keterbatasan dalam menanggapi iklim dan kalor. Agar mampu mempertahankan keadaan fisik/ kesehatan dan daya kerjanya, lingkungan buatan harus mampu memberikan kenyamanan tertentu yang berkaitan dengan iklim dan kalor (kenyamanan Thermal). Secara lebih terperinci kenyamanan thermal berhubungan dengan suhu, kelembaban, pergerakan udara dan radiasi matahari. 2. Kenyamanan Visual Manusia juga tidak akan terlepas dari yang namanya cahaya. cahaya berfungsi untuk mengenali lingkungan dan menjamin aktifitas

penghuninya.

Pencahayaan

berhubungan

dengan

penglihatan manusia yang tentu juga mempengaruhi kondisi psikis manusia (berhubungan dengan kuat lemahnya cahaya).


3. Kenyamanan Akustik Faktor berikutnya yang mempengaruhi kenyamanan seseorang dalam suatu bangunan berkaitan dengan bunyi atau kenyamanan akustik. Bunyi sendiri adalah sensasi akibat getaran suatu benda yang menimbulkan gesekan dengan zat disekitarnya yang diterima oleh telinga. Kondisi lingkungan dalam masyarakat industri kontemporer sekarang ini sangat berpengaruh dengan kenyamanan akustik, dengan semakin padatnya lalu lintas serta pemukiman, volume kebisingan pun meningkat, terlebih didaerah perkotaan. Hal ini sangat mempengaruhi kenyamanan akustik. Batasan rasa sakit pada telinga menusia terletak pada 130 dB. Pada tingkat kebisingan 180 dB manusia bisa meninggal dunia akibat kejutan. Perlu diketahui juga bahwa hampir semua kerusakan pada panca indra dapat diperbaiki/ dioperasi kecuali pekak labang dan tuli. Kebisingan juga mengganggu kemampuan belajar terutama kemampuan bahasa. Karena itu perlu adanya respon khusus terhadap kebisingan. Penyebaran bunyi pada bangunan ditentukan oleh elemen pembatas ruangan. Apakah memiliki karakteristik memantulkan, menyerap atau mentransmisikan bunyi. Karakter ini menentukan kualitas bunyi suatu ruangan.


Tekanan bunyi atau kebisingan yang mengganggu dari luar ruangan bisa berasal dari suara motor, mobil, pesawat , keramaian lalu lintas dll. Sedangkan gangguan kenyamanan yang berasal dari dalam ruangan bisa disebabkan oleh pantulan berupa gema, dengung dan lain-lain. Penanggulangan kebisingan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu: a. Pengaturan konstruksi lantai, dinding, dan langit-langit dengan pemilihan bahan yang memadai. Misalnya menghilangkan lubang-lubang pada atap yang bisa mentransmisikan bunyi dari luar. b. Pelat lantai bertingkat, pemakaian material-material yang mampu meredam bunyi bisa memberikan kenyamanan akustik pada bangunan. Misalnya : 1).Permukaan Elastis yang lembut seperti permadani, ubin gabus, karet atau vinyl dapat meredam bising benturan dari lantai. 2).Lantai Berlapis majemuk dimana ada selimut penenang (sound absorbing felt) diantara struktur gedung (pelat lantai) dan lantai dasar serta pelapis bisa meredam bising benturan


lantai. Bahannya bisa berupa bulu kempa setebal 5 mm atau soft board/serat kayu setebal 18 mm. 3).Dinding Yang perlu diperhatikan dari dinding untuk mendapatkan kenyamanan audio adalah : •

Dinding

mempunyai

massa

yang

cukup

dan

menyebarkan bising udara secara merata pada seluruh luasannya. •

Dinding dibangun dengan cara berlapis dan kedap udara

•

Sambungan dinding terhadap tepinya dan bukaan seperti pintu dan jendela harus kedap udara dan elastis.

•

Dinding dari papan non-struktural seperti multipleks, kayu, dan gips karton akan bergetar oleh bising diudara. Karena itu kerangkanya harus disambung elastis pada dinding struktural. Dan tidak boleh terkena elemen lain yang ikut bergetar seperti langit-langit gantung.

4). Atap Bentuk dan kondisi atap mempengaruhi keadaan kebisingan dibawahnya. Untuk meredam kebisingan dari udara seperti pesawat terbang dan hujan deras, dipilih


bahan atap yang berat seperti pelat atap beton atau atap bertanaman (roof garden). 5).Jaringan utilitas Seperti saluran air bersih dan limbah juga berpotensi menimbulkan kebisingan. Karena itu, pipa tersebut perlu diselimuti dengan peredam. Pengikat atau penggantung pipa-pipa tersebut juga berpengaruh, untuk menyiasati hal tersebut bisa dipakai pengikat atau penggantung berupa gelang karet. 6).Hal berikutnya yang bisa meredam kebisingan adalah membangun pagar. Bisa berupa pagar dinding batu bata, gundukan tanah atau pagar tanaman. 7).Yang terakhir adalah mengatur denah sesuai dengan kebutuhan. Misalnya ruang rawat inap rumah sakit hendaknya

diletakkan

dibelakang

untuk

mengurangi

kebisingan. G. Kawasan Kebisingan Bandar Udara Kawasan kebisingan adalah kawasan tertentu disekitar bandar udara yang terpengaruh golombang suara mesin pesawat udara dan yang dapat mengganggu lingkungan. WECPNL (Weighted Equivalent Continuous Perceived Noise Level) : Adalah satu diantara beberapa index tingkat kebisingan pesawat udara


yang ditetapkan dan direkomendasikan oleh ICAO (International Civil Aviation Organitation) 1. Kawasan Kebisingan Tingkat I Kawasan Kebisingan Tingkat I mempunyai nilai tingkat kebisingan lebih besar atau sama dengan 70 WECPNL dan lebih kecil dari 75 WECPNL (70 ≤ WECPNL < 75). Tanah dan ruang udara pada kawasan kebisingan tingkat I dapat dimanfaatkan untuk berbagai jenis kegiatan dan atau bangunan, kecuali untuk jenis bangunan sekolah dan rumah sakit. Bangunan sekolah dan rumah sakit yang sudah ada dilengkapi pemasangan insulasi suara sesuai dengan prosedur yang standar sedemikian sehingga tingkat bising yang terjadi di dalam bangunan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Kawasan Kebisingan Tingkat II Kawasan Kebisingan Tingkat II mempunyai nilai tingkat kebisngan yang lebih besar atau sama dengan 75 WECPNL sampai dengan lebih kecil 80 WECPNL (75 ≤ WECPNL < 80). Tanah dan ruang udara pada kawasan kebisingan tingkat II dapat dimanfaatkan untuk berbagai jenis kegiatan dan/ atau bangunan kecuali untuk jenis kegiatan atau bangunan sekolah, rumah sakit dan rumah tinggal. 3. Kawasan Kebisingan Tingkat III


Kawasan Kebisingan Tingkat III mempunyai nilai tingkat kebisingan lebih besar atau sama dengan 80 WECPNL (WECPNL ≼ 80). Tanah dan ruang udara pada kawasan kebisingan tingkat III dapat dimanfaatkan untuk membangun bangunan atau fasilitas Bandar udara yang dilengkapi pemasangan insulasi suara sesuai dengan prosedur yang standar sedemikian sehingga tingkat bising yang terjadi di dalam bangunan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain penggunaan di atas dapat dimanfaatkan sebagai jalur hijau atau sarana pengedalian lingkungan dan pertanian yang tidak mengundang burung.


BAB III GAMBARAN KONDISI Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin, sebelumnya bernama Bandar Udara Internasional Hasanuddin, adalah bandar udara yang terletak 30 km dari Kota Makassar, provinsi Sulawesi-Selatan. Bandara ini dioperasikan oleh PT. Angkasa Pura I. Bandar udara ini mengalami proses perluasan dan pengembangan yang dimulai tahun 2004 dan direncanakan selesai pada tahun 2009, hal ini terkait dengan perkembangan dunia penerbangan yang makin pesat dan dapat dilihat dari pertambahan jumlah penumpang yang setiap tahunnya bertambah. Secara spesifik pengembangan bisa dilihat dari terminal penumpang baru berkapasitas 7 (tujuh) juta penumpang per tahun, apron (lapangan parkir pesawat) yang berkapasitas tujuh pesawat berbadan lebar, runway dengan direction 030° dan 210° yang merupakan landasan baru sepanjang 3.100 meter x 45 meter, yang mana jika ditarik garis lurus perpanjangan runway baru ini maka posisi kampus Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan (ATKP) Makassar adalah take off climb area runway 03. A. Kondisi Saat Ini


Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan (ATKP) Makassar adalah salah satu kampus yang tanpa disengaja setiap hari disuguhi dengan sebuah

pergerakan pesawat take off dari Bandar Udara Internasional Hasanuddin Makassar. Gambar 4. Ilustrasi Keadaan di Kampus ATKP Makassar Hal ini tidak terlepas dari posisi letak Kampus ATKP Makassar berada di bawah take off climb area runway 03.


Gambar 5. Letak Posisi VOR “MAK” berdekatan dengan Kampus ATKP Makassar Hal ini bisa dilihat langsung dengan mengedintifikasi posisi VOR “MAK” yang baru dan terletak persis di samping gedung laboratorium elektrikal ATKP Makassar. Jika di analisis VOR “MAK” ini merupakan perpanjangan dari runway baru Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar yakni runway 03 dan 21, dimana biasanya digunakan sebagai alat bantu homing atau intercept localizer runway 03 khususnya pesawat yang melakukan approach untuk melakukan pendaratan runway 03. Jadi tidak dapat dipungkiri lagi bahwa dengan adanya pergerakan pesawat di runway baru Bandar Udara internasional Sultan Hasanuddin Makassar akan berdampak penerimaan kebisingan pesawat di Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan Makassar terkhusus lagi oleh taruna yang melaksanakan kegiatan belajar dikelas.


Gambar 6. VOR “MAK� difoto dari Belakang Gedung Elektrikal ATKP MAKASSAR

Gambar 7. Satelit Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar Sumber : www.wikimapia.com (update 2009)

B. Kondisi Yang Diinginkan Melihat kondisi yang ada sekarang, dan untuk menghindari dampak negatif yang dapat merugikan para taruna yakni tidak maksimalnya materi yang diterima oleh taruna khususnya dalam proses belajar mengajar di kelas, untuk itu maka perlu dijelaskan kondisi yang diinginkan di Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan Makassar, antara lain : 1. Taruna merasa aman, nyaman, dan tenang dalam melaksanakan kegiatan belajar di kelas serta tidak terganggu dengan kebisingan.


2. Dosen ataupun instruktur tidak terganggu dengan adanya traffic atau pesawat yang take off dari runway 03 di Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar, pada saat memberikan ceramah atau kuliah kepada taruna di kelas. 3. Tidak ada hal-hal yang dapat mengganggu kesehatan jasmani maupun psikologis taruna selama mengikuti pendidikan


BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelumnya telah dijelaskan bahwa metode pengukuran kebisingan menurut Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), dan untuk pengukuran tingkat

kebisingan

di

Kampus

Akademi

Teknik

dan

Keselamatan

Penerbangan (ATKP) Makassar ini dilakukan dengan cara berbeda yakni dengan mengukur semua ruangan pendidikan/ kelas dengan durasi waktu 1 (satu) jam untuk setiap kelasnya. Tidak hanya itu untuk penghitungan tingkat kebisingan luar ruangan juga diambil 2 (dua) tempat yang merupakan tempat yang memiliki frekuensi penggunaan yang tinggi oleh taruna yakni lapangan apel atau upacara serta lapangan ekstrakulikuler olahraga. Adapun alat bantu pengukuran yakni Sound Level Meter 4 in 1 KRISBOW (Lo=35-100db; Hi=65130db, Frequency Weighting:A,C) A. Pengamatan Tingkat Kebisingan dalam ruangan (indoor) Pengamatan tingkat kebisingan indoor adalah pengamatan yang dilakukan didalam ruangan dengan kondisi pintu serta jendela ruangan tertutup dan dengan menggunakan alat bantu digital (sound Level Meter) yang menunjukkan tinggi dan rendahnya kebisingan yang ditimbulkan oleh pergerakan take off pesawat diatas wilayah kampus Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan (ATKP) Makassar.


Berikut adalah tabel pengamatan khusus dalam ruangan (indoor) untuk ruangan pendidikan atau kelas yakni (alpha, bravo, charlie, delta, echo, foxtrot, golf), serta ruangan aktar sebagai sampel ruangan karyawan dan staf Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan (ATKP) Makassar. Tabel 10. Pengamatan (Indoor) Kelas Alpha dengan Menggunakan Sound Level Meter (Rabu, 7 April 2010, 10.00-11.00 WITA) No.

Waktu Pengukuran

Ambang Kebisingan yang ditoleransi (db)

Tingkat Kebisingan (db)

Tipe Pesawat

Durasi Kebisingan (menit)

1.

10.00

55

55.3

Kondisi tanpa pesawat

2.

10.05

55

71.3

ATR72(WON)

00.39

3.

10.10

55

75.6

B733 (SJY)

00.46

4.

10.12

55

75.9

B734 (LNI)

00.40

5.

10.24

55

76.2

B739 (LNI)

00.41

6.

10.29

55

71.6

B733 (MNA)

00.42

7.

10.39

55

72.9

B733 (XAR)

00.33

-

Pada pengamatan pertama yaitu kondisi dalam ruangan (Indoor) dengan menggunakan alat sound level meter di ruangan kelas alpha menunjukkan bahwa tingkat kebisingan tertinggi adalah 76.2 decibel dengan tipe pesawat Boieng 737-900ER milik maskapai penerbangan LION Air, sementara tingkat kebisingan yang paling rendah adalah 71.3 decibel dengan tipe pesawat ATR-72 milik maskapai penerbangan Wings


Air, sebelumnya pada kondisi tanpa pesawat juga telah diukur dan menunjukkan 55.3 decibel. Dari data pengamatan, sesuai dengan peraturan menteri kesehatan dan keputusan menteri lingkungan hidup bahwa tingkat kebisingan melebihi batas kebisingan yang ditoleransi yakni 55 db, dan hal ini jelas Taruna atau peserta didik merasa terganggu dengan adanya pergerakan pesawat take off di atas wilayah kampus Akademi Teknik dan Keselamatan

Penerbangan

(ATKP)

Makassar

yang

berdampak

terganggunya kegiatan belajar mengajar. Tabel 11. Pengamatan (Indoor) Kelas Bravo dengan Menggunakan Sound Level Meter (Rabu, 7 April 2010, 13.00-14.00 WITA) Waktu Pengukuran

Ambang Kebisingan yang ditoleransi (db)

Tingkat Kebisingan (db)

1.

13.00

55

52.1

Kondisi tanpa pesawat

2.

13.19

55

76.4

A319 (BTV)

3.

13.26

55

79.1

B733 (BTV)

4.

13.45

55

76.8

B739 (LNI)

5.

13.48

55

69.4

B734 (GIA)

No

Tipe Pesawat

Durasi Kebisingan (menit)

00.30 00.42 00.29 00.36

Pada pengamatan ini yaitu pengamatan kondisi dalam ruangan (Indoor) dengan menggunakan alat sound level meter di ruangan kelas bravo menunjukkan bahwa tingkat kebisingan tertinggi adalah 79.1 decibel

dengan

tipe

pesawat

Boeing

737-300

milik

maskapai

penerbangan Batavia Air, sementara tingkat kebisingan yang paling


rendah adalah 69.4 decibel dengan tipe pesawat Boieng 737-400 milik maskapai penerbangan Garuda Indonesia, sebelumnya pada kondisi tanpa pesawat juga telah diukur dan menunjukkan 52.1 decibel. Dari data pengamatan, sesuai dengan peraturan menteri kesehatan dan keputusan menteri lingkungan hidup bahwa tingkat kebisingan melebihi batas kebisingan yang ditoleransi yakni 55 db, dan hal ini jelas Taruna atau peserta didik merasa terganggu dengan adanya pergerakan pesawat take off di atas wilayah kampus Akademi Teknik dan Keselamatan

Penerbangan

(ATKP)

Makassar

yang

berdampak

terganggunya kegiatan belajar mengajar. Tabel 12. Pengamatan (Indoor) Kelas Charlie dengan Menggunakan Sound Level Meter (Rabu, 7 April 2010, 14.00-15.00 WITA) Pada pengamatan ini yaitu kondisi dalam ruangan (Indoor) dengan

No

Waktu Pengukuran

Ambang Kebisingan yang ditoleransi (db)

Tingkat Kebisingan (db)

1.

14.00

55

55.1

Kondisi tanpa pesawat

2.

14.20

55

74.4

B734 (LNI)

3.

14.25

55

77.5

B734 (GIA)

4.

14.50

55

81.4

B732(XAR)

5.

14.57

55

76.2

B733(SJY)

6.

14.59

55

82.3

B732(XAR)

Tipe Pesawat

Durasi Kebisingan (menit)

00.31.91 00.37.78 00.45.70 00.37.36 00.47.16


menggunakan alat sound level meter di ruangan kelas charlie menunjukkan bahwa tingkat kebisingan yang paling rendah adalah 74.4 decibel

dengan

tipe

pesawat

Boeing

737-400

milik

maskapai

penerbangan Lion Air, sementara tingkat kebisingan tertinggi adalah 82.3 decibel

dengan

tipe

pesawat

Boieng

737-200

milik

maskapai

penerbangan Express Air, sebelumnya pada kondisi tanpa pesawat juga telah diukur dan menunjukkan 55.1 decibel. Data pengamatan telah menunjukkan tingkat kebisingan melebihi batas kebisingan yang ditoleransi, hal ini jelas Taruna atau peserta didik merasa terganggu dengan adanya pergerakan take off pesawat di atas wilayah kampus Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan (ATKP) Makassar yang berdampak terganggunya kegiatan belajar mengajar. Tabel 13. Pengamatan (Indoor) Kelas Delta dengan Menggunakan Sound Level Meter (Rabu, 7 April 2010, 15.00-16.00 WITA) Pada pengamatan ini yaitu kondisi dalam ruangan (Indoor) dengan menggunakan alat sound level meter di ruangan kelas delta menunjukkan Waktu Pengukuran

Ambang Kebisingan yang ditoleransi (db)

Tingkat Kebisingan (db)

Tipe Pesawat

Durasi Kebisingan (menit)

1.

15.00

55

64.5

Kondisi tanpa pesawat

-

2.

15.30

55

77.1

B734 (LNI)

3.

15.34

55

75.4

B734 (GIA)

4.

15.50

55

77.7

MD90 (AFE)

No

00.36 00.39 00.53


bahwa tingkat kebisingan tertinggi adalah 77.7 decibel dengan tipe pesawat MD-90 milik maskapai penerbangan Airfast , sementara tingkat kebisingan yang paling rendah adalah 75.4 decibel dengan tipe pesawat Boeing 737-400 milik maskapai penerbangan Garuda Indonesia, sebelumnya pada kondisi tanpa pesawat juga telah diukur dan menunjukkan 64.5 decibel. Walaupun data pengamatan telah menunjukkan tingkat kebisingan masih berada dalam batas kebisingan yang ditoleransi, Taruna dalam hal ini peserta didik yang belajar di kelas delta masih merasa terganggu dengan adanya pergerakan take off pesawat di atas wilayah kampus Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan (ATKP) Makassar yang berdampak kebisingan yang mengganggu komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar. Tabel 14. Pengamatan (Indoor) Kelas Echo dengan Menggunakan Sound Level Meter (Rabu, 7 April 2010, 11.00-12.00 WITA) Waktu Pengukuran

Ambang Kebisingan yang ditoleransi (db)

Tingkat Kebisingan (db)

Tipe Pesawat

Durasi Kebisingan (menit)

1.

11.00

55

55.8

Kondisi tanpa pesawat

-

2.

11.06

55

76.4

B733 (SJY)

3.

11.08

55

74.5

MD90 (LNI)

4.

11.25

55

75.4

B739 (LNI)

5.

11.27

55

75.2

B734 (GIA)

No

00.32 00.32 00.43 00.39


6.

11.30

55

75.0

B732 (AU)

7.

11.35

55

79.5

B734 (GIA)

00.40 00.37

Pada pengamatan ini yaitu kondisi dalam ruangan (Indoor) dengan menggunakan alat sound level meter di ruangan kelas echo menunjukkan bahwa tingkat kebisingan tertinggi adalah 79.5 decibel dengan tipe pesawat Boieng 737-400 milik maskapai penerbangan Garuda Indonesia, sementara tingkat kebisingan yang paling rendah adalah 74.5 decibel dengan tipe pesawat MD-90 milik maskapai penerbangan Lion Air, sebelumnya pada kondisi tanpa pesawat juga telah diukur dan menunjukkan 55.8 decibel. Walaupun data pengamatan telah menunjukkan tingkat kebisingan masih berada dalam batas kebisingan yang ditoleransi, Taruna dalam hal ini peserta didik yang belajar di kelas bravo masih merasa terganggu dengan adanya pergerakan take off pesawat di atas wilayah kampus Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan (ATKP) Makassar yang berdampak kebisingan yang mengganggu komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar.


Tabel 15. Pengamatan (Indoor) Kelas Foxtrot dengan Menggunakan Sound Level Meter (Rabu, 8 April 2010, 11.00-12.00 WITA) Waktu Pengukuran

Ambang Kebisingan yang ditoleransi (db)

Tingkat Kebisingan (db)

Tipe Pesawat

1.

11.00

55

62.2

Kondisi tanpa pesawat

2.

11.21

55

75.5

B739 (LNI)

3.

11.35

55

79.1

B734 (GIA)

No

Durasi Kebisingan (menit)

00.42 00.37

Pada pengamatan ini yaitu kondisi dalam ruangan (Indoor) dengan menggunakan alat sound level meter di ruangan kelas foxtrot menunjukkan bahwa tingkat kebisingan tertinggi adalah 79.1 decibel dengan tipe pesawat Boieng 737-400 milik maskapai penerbangan Garuda Indonesia, sementara tingkat kebisingan yang paling rendah adalah 75.5 decibel dengan tipe pesawat Boeing 737-900 milik maskapai penerbangan Lion Air, sebelumnya pada kondisi tanpa pesawat juga telah diukur dan menunjukkan 62.2 decibel. Walaupun data pengamatan telah menunjukkan tingkat kebisingan masih berada dalam batas kebisingan yang ditoleransi, Taruna dalam hal ini peserta didik yang belajar di kelas bravo masih merasa terganggu dengan adanya pergerakan take off pesawat di atas wilayah kampus


Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan (ATKP) Makassar yang berdampak kebisingan yang mengganggu komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar Tabel 16. Pengamatan (Indoor) Kelas Golf dengan Menggunakan Sound Level Meter Waktu Pengukuran

Ambang Kebisingan yang ditoleransi (db)

Tingkat Kebisingan (db)

Tipe Pesawat

Durasi Kebisingan (menit)

1.

13.00

55

54.2

Kondisi tanpa pesawat

-

2.

13.18

55

75.5

A319 (BTV)

3.

13.25

55

79.1

B733 (BTV)

4.

13.40

55

75.8

B739 (LNI)

5.

13.47

55

70.7

B734 (GIA)

No

00.30 00.40 00.30 00.36

(Rabu, 8 April 2010, 13.00-14.00 WITA) Pada pengamatan pertama yaitu kondisi dalam ruangan (Indoor) dengan menggunakan alat sound level meter di ruangan kelas golf menunjukkan bahwa tingkat kebisingan tertinggi adalah 79.1 decibel dengan tipe pesawat Boieng 737-300 milik maskapai penerbangan Batavia Air, sementara tingkat kebisingan yang paling rendah adalah 70.7 decibel dengan tipe pesawat Boeing 737-400 milik maskapai penerbangan Batavia Air, sebelumnya pada kondisi tanpa pesawat juga telah diukur dan menunjukkan 62.2 decibel.


Walaupun data pengamatan telah menunjukkan tingkat kebisingan masih berada dalam batas kebisingan yang ditoleransi, Taruna dalam hal ini peserta didik yang belajar di kelas bravo masih merasa terganggu dengan adanya pergerakan take off pesawat di atas wilayah kampus Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan (ATKP) Makassar yang berdampak kebisingan yang mengganggu komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar Tabel 17. Pengamatan (Indoor) Ruangan Aktar dengan Menggunakan Sound Level Meter (Kamis, 8 April 2010, 10.00-11.00 WITA)

Waktu Pengukuran

Ambang Kebisingan yang ditoleransi (db)

Tingkat Kebisingan (db)

1.

10.00

55

68.7

Kondisi tanpa pesawat

2.

10.05

55

75.0

B739 (LNI)

3.

10.11

55

84.1

B739 (LNI)

4.

10.18

55

73.7

B734 (LNI)

5.

10.25

55

70.6

B734 (BTV)

6.

10.27

55

74.5

B734 (GIA)

7.

10.32

55

72.5

B733 (MNA)

8.

10.40

55

81.9

B733 (MNA)

9.

10.45

55

85.4

Bur Listrik

No

Tipe Pesawat

Durasi Kebisingan

(menit)

00.39 00.39 00.41 00.46 00.32 00.47 00.50 01.32


Pada pengamatan pertama yaitu kondisi dalam ruangan (Indoor) dengan menggunakan alat sound level meter di ruangan Aktar menunjukkan bahwa tingkat kebisingan tertinggi adalah 84.1 decibel dengan tipe pesawat Boieng 737-900ER milik maskapai penerbangan Lion Air, sementara tingkat kebisingan yang paling rendah adalah 70.6 decibel

dengan

tipe

pesawat

Boeing

737-400

milik

maskapai

penerbangan Batavia Air, sebelumnya pada kondisi tanpa pesawat juga telah diukur dan menunjukkan 68.7 decibel. Selain itu juga pada saat pengamatan kami mendapatkan sumber kebisingan 85.4 decibel yang berasal dari alat bur listrik dengan tingkat kebisingan melebihi dari kebisingan yang ditoleransi. Berdasarkan data pengamatan tersebut disimpulkan bahwa terdapat 2 (dua) pesawat dan alat bur listrik (pekerjaan bangunan) melebihi batas kebisingan yang ditoleransi. Hal tersebut tentu membuat para pegawai yang sedang bekerja merasa terganggu dengan adanya pergerakan take off pesawat di atas wilayah kampus Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan (ATKP) Makassar khususnya di ruangan akademi taruna (AKTAR) itu sendiri yang berdampak dengan terganggunya komunikasi dalam bekerja dan juga pada saat rapat kantor.


B. Pengamatan Tingkat Kebisingan dalam Luar ruangan (Outdoor) Pengamatan tingkat kebisingan outdoor adalah pengamatan yang dilakukan di luar ruangan atau bangunan dan menggunakan alat bantu digital sound Level Meter 4 in 1 KRISBOW (Lo=35-100db; Hi=65-130db, Frequency Weighting:A,C) yang menunjukkan tinggi dan rendahnya kebisingan yang ditimbulkan oleh pergerakan take off pesawat diatas wilayah kampus Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan (ATKP) Makassar. Berikut adalah tabel pengamatan khusus luar ruangan (outdoor) yakni lapangan upacara/ apel taruna dan lapangan olahraga taruna. Tabel 18. Pengamatan (Outdoor) Lapangan Upacara Menggunakan Sound Level Meter (Jumat, 9 April 2010, 08.00-09.00 WITA) Waktu Pengukuran

Ambang Kebisingan yang ditoleransi (db)

Tingkat Kebisingan (db)

1.

08.00

55

61.7

Kondisi tanpa pesawat

2.

08.58

55

89.5

B732 (SJY)

No

Tipe Pesawat

Durasi Kebisingan (menit)

00.59

Pengamatan yang dilakukan di Lapangan Upacara Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan (ATKP) Makassar selama 1 (satu) jam dengan jumlah traffic 1 (satu) menunjukkan bahwa tingkat kebisingan yang dipantau adalah 89.5 decibel dengan tipe pesawat Boeing 737-200


milik maskapai penerbangan Sriwijaya Air, berbeda dengan sebelumnya pada kondisi tanpa pesawat juga telah diukur dan menunjukkan 61.7 decibel. Berdasarkan data pengamatan dapat disimpulkan bahwa tingkat kebisingan menjelaskan

melebihi bahwa

batas kondisi

kebisingan Taruna

yang serta

ditoleransi, pegawai

hal

pada

ini saat

pelaksanaan apel atau upacara bendera dapat terganggu dengan adanya pergerakan take off pesawat di atas wilayah kampus Akademi Teknik dan Keselamatan

Penerbangan

(ATKP)

Makassar

yang

berdampak

terganggunya komunikasi peserta apel atau upacara dengan instruksi atau arahan yang diberikan oleh komandan upacara atau Pembina upacara. Tabel 19. Pengamatan (Outdoor) Lapangan Olahraga Menggunakan Sound Level Meter (Jumat, 9 April 2010, 09.00-10.00 WITA) Waktu Pengukuran

Ambang Kebisingan yang ditoleransi (db)

Tingkat Kebisingan (db)

Tipe Pesawat

1.

09.00

55

50.8

Kondisi tanpa pesawat

2.

09.10

55

85.4

B734 (GIA)

3.

09.15

55

89.1

B732 (SJY)

4.

09.26

55

80.1

MD90 (LNI)

5.

09.31

55

89.4

B739 (LNI)

6.

09.35

55

87.5

B739 (LNI)

7.

09.40

55

100.4

B732 (SJY)

8.

09.44

55

81.5

MD90 (LNI)

9.

09.45

55

86.3

B734 (SJY)

No

Durasi Kebisingan (menit)

01.08 01.11 01.15 01.17 00.54 01.55 01.10 01.06


Pada pengamatan pertama yaitu kondisi luar ruangan (Outdoor) dengan menggunakan alat sound level meter di Lapangan Olahraga menunjukkan bahwa tingkat kebisingan tertinggi adalah 100.4 decibel dengan tipe pesawat Boieng 737-200 milik maskapai penerbangan Sriwijaya Air, sementara tingkat kebisingan yang paling rendah adalah 80.1 decibel dengan tipe pesawat MD-90 milik maskapai penerbangan Lion Air, sebelumnya pada kondisi tanpa pesawat juga telah diukur dan menunjukkan 50.8 decibel. Data pengamatan menunjukkan tingkat kebisingan melebihi batas kebisingan yang ditoleransi, jelas Taruna atau peserta didik masih merasa terganggu dengan adanya pergerakan take off pesawat di atas wilayah kampus Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan (ATKP) Makassar karena berdampak terganggunya kegiatan ekstrakulikuler olahraga. Dijelaskan bahwa pada pergerakan pesawat di atas wilayah kampus Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan (ATKP) Makassar. Suara bising yang dihasilkan oleh pesawat menghalangi kemampuan pengajar atau instruktur dalam berbicara dan menghalangi kemampuan taruna dalam mendengarkan kuliah atau ceramah yang diberikan oleh pengajar.


C. Pengamatan kebisingan pesawat terhadap aspek psikologis Aspek pisikologis taruna juga menjadi perhatian. Untuk itu dari penelitan menggunakan kuisioner dengan komposisi 4 (empat) indikator keadaan psikologis di lingkungan kampus atau asrama yakni : 1. Kenyamanan, 2. Emosi, 3. Konsentrasi, dan 4. Aman, Jumlah taruna yang diambil menjadi sampel adalah 40 (empat puluh) taruna yang rata-rata berusia 19 (Sembilan belas) tahun hingga 23 (dua puluh tiga) tahun. Responden atau taruna berasal dari 3 (tiga) course yakni 17 (Tujuh belas) taruna dari Course Lalu Lintas Udara Angkatan ke II (LLU II), 20 (dua puluh) taruna dari Course Pengatur Penerangan Aeronautica Angkatan ke II (RPA II), dan 2 (dua) taruna dari Course Teknik Listrik Bandar Udara Angkatan ke II (TLB II). Adapun pertanyaan yang terdapat pada kuisoner adalah sebagai berikut : 1. Apakah anda merasa nyaman dengan suara bising pesawat ? 2. Apakah anda merasa jengkel atau marah apabila pada saat anda berkomunikasi mendengar suara bising pesawat ? 3. Apakah pada saat anda belajar anda dapat berkonsentrasi apabila ada pesawat yang take off dan menghasilkan kebisingan ?


4. Apakah pada saat anda istirahat atau tidur diasrama, anda merasa aman apabila mendengar suara bising pesawat yang melintas di atas kampus Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan Makassar ? Berikut adalah tabel hasil dari kuisioner yang telah di isi oleh para taruna. mengenai keadaan psikologis taruna Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan (ATKP) Makassar.

Tabel 20. Persentase Keadaan Psikologis Taruna Di wilayah Kampus ATKP Makassar No

Pertanyaan

1.

Apakah anda merasa nyaman dengan suara bising pesawat? Apakah anda tidak emosi apabila pada saat anda berkomunikasi mendengar suara bising pesawat? Apakah pada saat anda belajar anda dapat berkonsentrasi apabila ada pesawat yang terbang melintas di atas kampus ATKP? Apakah pada saat anda istirahat atau tidur diasrama, anda merasa aman apabila mendengar suara bising pesawat yang melintas di atas kampus ATKP makasaar? Rata-rata

2. 3.

4.

Jumlah Ya Tidak

Persentase Ya Tidak

Total Responden

3

37

7,5%

92,5%

40 Taruna

9

31

22,5%

77,5%

40 Taruna

4

36

10%

90%

40 Taruna

4

36

10%

90%

40 Taruna

5

35

12,5%

87,5 %

40 Taruna

Dari data diatas dapat dijelaskan bahwa Karena kebisingan pesawat 92,5 % responden/ taruna merasa tidak nyaman, 77, 5 % responden/ taruna merasa emosi, 90 % responden/ taruna kehilangan konsentrasi pada saat belajar di kelas atau di asrama, dan 90 % responden/ taruna merasa tidak aman pada saat istrahat atau tidur diasrama.


Sedangkan responden atau taruna yang merasa hasilnya tidak berpengaruh pada aspek psikologis taruna yakni 7,5 % merasa nyaman, 22,5 % tidak merasa emosi, 10 % merasa masih dapat berkonsentrasi, dan 10 % merasa aman. Dari perbandingan persentase di atas, sangat jelas responden atau taruna yang merasa bahwa kebisingan pesawat di wilayah kampus Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan (ATKP) Makassar juga sangat berdampak pada aspek psikologis taruna.


BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan Berdasarkan

penulisan

yang

telah

dibahas

dalam

bab-bab

sebelumnya maka dapat disimpulkan : 1. Pergerakan pesawat take off dari runway 03 Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar di atas wilayah kampus Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan (ATKP) Makassar yang berdampak pada kebisingan sangat mengganggu kegiatan belajar mengajar taruna di kelas. 2. Berdasakan Peraturan Menteri Kesehatan dan Keputusan kementerian Lingkungan Hidup tentang baku tingat kebisingan. Bahwa tingkat kebisingan pesawat yang take off dari runway 03 Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar melebihi ambang batas kebisingan yang ditoleransi yakni 55 db. 3. Konstruksi bangunan kampus Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan Makassar tidak dapat meredam suara kebisingan pesawat. 4. Aspek psikologis taruna juga terganggu dengan adanya pergerakan pesawat take off dari runway 03 Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar.


Pengaruh psikologis yang dijadikan indikator dalam tinjauan ini adalah : 1) Nyaman, 2) Emosi, 3) Konsentrasi, dan 4) Aman

B. Saran 1. Agar semua konstruksi material bangunan pada sarana proses belajar mengajar memiliki nilai redaman yang baik terhadap kebisingan sesuai standar peredam suara (sound proof). 2. Penanaman pohon-pohon disekitar kampus untuk mengurangi atau menghambat kebisingan pesawat. 3. Pemindahan tempat kampus baru yang lebih aman, nyaman dan representatif. 4. Dalam aspek psikologi yakni dengan melaksanakan rekreasi atau refreshing secara rutin di tempat yang bernuansa alam seperti pegunungan dan pantai.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.