Buku ASEAN FTA

Page 1

KERJA SAMA PERDAGANGAN BEBAS ASEAN DENGAN MITRA WICARA

Direktorat Kerja Sama Ekonomi ASEAN Direktorat Jenderal Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri RI 2010


KATA PENGANTAR Sejak terbentuknya ASEAN sebagai organisasi regional pada tahun 1967, negara-negara anggota telah meletakkan kerja sama ekonomi sebagai agenda utama yang perlu dikembangkan. Pada awalnya kerja sama ekonomi difokuskan pada program pemberian preferensi perdagangan (preferential trade), usaha bersama (joint ventures), dan skema saling melengkapi (complementation scheme) antarpemerintah negara-negara anggota ASEAN ataupun pihak swasta di kawasan ASEAN. Dalam perkembangannya kerja sama ini diarahkan untuk menghilangkan hambatan ekonomi dan timbulnya kesadaran bersama untuk saling membuka diri dan menciptakan integrasi ekonomi kawasan. Proses

integrasi

ekonomi

antara

negara-negara

anggota

ASEAN

diawali

dengan

ditandatanganinya Framework Agreement on Enhancing ASEAN Economic Cooperation sekaligus menandai dicanangkannya ASEAN Free Trade Area (AFTA) pada tanggal 1 Januari 1992. Selanjutnya, para pemimpin ASEAN sepakat membentuk Komunitas Ekonomi ASEAN (KEA) dengan tujuan menjadikan ASEAN sebagai sebuah kawasan yang stabil, makmur, dan berdaya saing tinggi yang di dalamnya terdapat aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan aliran modal yang lebih bebas dengan tingkat pembangunan ekonomi yang merata serta kesenjangan sosial ekonomi dan kemiskinan yang makin berkurang. Upaya menuju perwujudan KEA mengalami perkembangan setahap lebih maju dengan ditandatanganinya Cetak Biru KEA pada KTT Ke-13 ASEAN di Singapura pada bulan November 2007. Sebagaimana tertuang dalam Cetak Biru KEA, ASEAN perlu melihat kawasan lain di luar KEA mengingat pada saat ini ASEAN berada di lingkungan global. ASEAN perlu menjadi bagian yang dinamis dan kuat dalam mata rantai pasokan global. Berbagai peluang kerja sama harus dapat dimanfaatkan oleh para pelaku usaha ASEAN untuk bersaing secara internasional. Di samping itu ASEAN harus dapat menjadi pasar yang menarik bagi investasi asing. Mengingat pentingnya perdagangan ASEAN dengan negara lain di luar kawasan dan perlunya komunitas ASEAN untuk tetap berwawasan ke luar, ASEAN perlu menjadi kawasan yang terintegrasi penuh dengan ekonomi global. Namun, di sisi lain ASEAN harus tetap menjaga sentralitas ASEAN dalam hubungan ekonomi eksternal, termasuk dalam negosiasi persetujuan perdagangan bebas dan kemitraan ekonomi secara komprehensif.


Seiring dengan perkembangan kerja sama perdagangan ASEAN dengan mitra wicara yang cukup pesat, Direktorat Jenderal Kerja Sama ASEAN, Kementerian Luar Negeri memandang perlu memberikan gambaran dan informasi umum mengenai kerja sama perdagangan bebas tersebut. Buku ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang khas kepada para pembaca atau peminat masalah ASEAN tentang bagaimana sesungguhnya kerja sama ekonomi yang dilakukan ASEAN, khususnya perdagangan bebas dengan mitra wicara. Akhirnya, kami mengharapkan semoga penerbitan buku ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dalam rangka menyebarluaskan informasi kebijakan, visi, dan arah masa depan kerja sama ASEAN. Jakarta, Desember 2010 Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN,

Djauhari Oratmangun


DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI I. II.

PENDAHULUAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS ASEAN-CHINA 2.1 Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-China 2.2 Persetujuan Perdagangan Barang 2.3 Persetujuan Perdagangan Jasa 2.4 Persetujuan Investasi ASEAN-China 2.5 Peluang dan Tantangan 2.6 Peraturan Nasional Terkait Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-China

III. KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS ASEAN-KOREA 3.1 Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-Korea 3.2 Persetujuan Perdagangan Barang 3.3 Persetujuan Perdagangan Jasa 3.4 Persetujuan Investasi ASEAN-Korea 3.5 Peluang dan Tantangan 3.6 Peraturan Nasional Terkait Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-Korea IV. KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS ASEAN-JEPANG 4.1 Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-Jepang 4.2 Persetujuan Perdagangan Barang 4.3 Persetujuan Perdagangan Jasa dan Investasi 4.4 Peluang dan Tantangan 4.5 Peraturan Nasional Terkait Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-Jepang V.

KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS ASEAN-AUSTRALIA-SELANDIA BARU 5.1 Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-Australia-Selandia Baru 5.2 Persetujuan Perdagangan Barang 5.3 Persetujuan Perdagangan Jasa


5.4 Persetujuan Investasi ASEAN-Australia-Selandia Baru 5.5 Peluang dan Tantangan 5.6 Peraturan Nasional Terkait Kawasan Perdagangan Bebas ASEANAustralia-Selandia Baru VI.

KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS ASEAN-INDIA 6.1 Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-India 6.2 Persetujuan Perdagangan Barang 6.3 Persetujuan Perdagangan Jasa 6.4 Persetujuan Investasi ASEAN-India 6.5 Peluang dan Tantangan 6.6 Peraturan Nasional Terkait Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-India

LAMPIRAN : 1. Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between ASEAN and the People’s Republic of China 2. Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation among the Governments of the Member Countries of the Association of Southeast Asian Nations and the Republic of Korea 3. Framework for Comprehensive Economic Partnership between the Association of Southeast Asian Nations and Japan 4. Ministerial Declaration on the AFTA-CER Closer Economic Partnership 5. Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between the Republic of India and the Association of Southeast Asian Nations

I.

PENDAHULUAN


Komunitas Ekonomi ASEAN (KEA) merupakan realisasi tujuan akhir integrasi ekonomi sebagaimana dicanangkan dalam Bali Concord II (2003), yakni untuk menjadikan ASEAN sebagai sebuah kawasan yang stabil, makmur, dan berdaya saing tinggi yang di dalamnya terdapat aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan aliran modal yang lebih bebas dengan tingkat pembangunan ekonomi yang setara serta kesenjangan sosial ekonomi dan kemiskinan yang makin berkurang. Proses integrasi ekonomi antarnegara anggota ASEAN dimulai dengan ditandatanganinya kesepakatan pembentukan ASEAN Free Trade Area (AFTA) pada tahun 1992. Seiring dengan perjalanan waktu, ASEAN terus bergerak di dalam lingkungan global yang terus berubah dengan pasar yang saling tergantung dan industri yang mengglobal. ASEAN perlu melihat kawasan lain di luar ASEAN sehingga memungkinkan para pelaku usaha ASEAN bersaing secara internasional, menjadikan ASEAN sebagai bagian yang lebih dinamis dan kuat dalam mata rantai pasokan global, dan menjamin agar pasar ASEAN tetap menarik bagi investasi asing. Integrasi kawasan ASEAN dengan ekonomi global, sebagaimana tertuang dalam Cetak Biru KEA, merupakan salah satu elemen penting dalam KEA. Peningkatan hubungan ekonomi tidak mungkin lepas dari upaya pengurangan bahkan penghapusan berbagai hambatan yang ada saat ini, baik hambatan tarif maupun nontarif. Dengan demikian, upaya membuka dan memfasilitasi perdagangan dan investasi merupakan sebuah keharusan dan menjadi salah satu mekanisme utama yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Berdasarkan hal di atas dan mengingat pentingnya perdagangan ASEAN dengan negara lain di luar kawasan serta perlunya komunitas ASEAN untuk tetap berwawasan ke luar, ASEAN berupaya menjajaki peningkatan kerja sama ekonomi dengan beberapa negara mitra wicara yaitu China, Korea, Jepang, Australia-Selandia Baru, dan India melalui pembentukan kawasan perdagangan bebas (Free Trade Area/FTA). Kerja sama ekonomi dan perdagangan ASEAN dengan China terus mengalami pertumbuhan pesat, terutama sejak masuknya China sebagai mitra wicara ASEAN pada bulan Juli 1996. Pada tahun 2002, ASEAN dan China menandatangani Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-operation between The Association of Southeast Asian Nations and The People’s Republic of China yang merupakan persetujuan payung bagi persetujuan turunannya, yaitu Persetujuan Perdagangan Barang tahun 2004, Persetujuan Perdagangan Jasa tahun 2007, dan Persetujuan Investasi tahun 2009. Saat ini, ASEAN-China FTA merupakan Regional FTA terbesar ke-3 di dunia setelah Uni Eropa (UE) dan North American Free Trade Agreement (NAFTA) dengan total PDB sebesar US$ 6 triliun (1/9 PDB dunia) dan jumlah penduduk 1,9 miliar (1/3 penduduk dunia). Selain itu, dengan meningkatnya status kemitraan Republic of Korea (RoK) menjadi mitra ASEAN pada tingkat kepala negara pada 1997, hubungan ASEAN dan Korea makin meluas dan mendalam. Hubungan tersebut mencapai tahap baru dengan ditandatanganinya Joint Declaration on Comprehensive Cooperation Partnership pada tahun 2004 serta dua persetujuan penting, yakni Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation dan Dispute Settlement Mechanism under the Framework Agreement on Comprehensive Economic Partnership pada 2005. Langkah-langkah menuju kemitraan komprehensif antara ASEAN dan Korea dilakukan melalui liberalisasi di bidang perdagangan barang, jasa, dan investasi. Pada bulan April 2008 ASEAN dan Jepang sepakat untuk menandatangani secara ad-referendum Agreement on Comprehensive Economic Partnership among Member States of the ASEAN and Japan (AJCEP). Persetujuan tersebut hanya menyepakati ketentuan perdagangan barang, sedangkan di bidang perdagangan jasa dan investasi masih dalam proses perundingan. Pada


tahun 2012 pembentukan FTA secara menyeluruh untuk perdagangan barang, jasa, dan investasi diharapkan dapat dicapai. Sementara dengan Australia dan Selandia Baru, mengingat kedua negara tersebut merupakan mitra dagang ke-6 terbesar bagi ASEAN, dan ASEAN merupakan mitra dagang ke-2 bagi Australia dan ke-3 bagi Selandia Baru, ketiga pihak sepakat untuk menandatangani Agreement Establishing the ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) pada tahun 2009. Persetujuan tersebut bertujuan untuk mengintegrasikan dua belas pasar ke dalam pasar tunggal yang memiliki populasi sekitar 600 juta orang dengan PDB gabungan sebesar US$ 2,3 triliun. Perdagangan intraregional telah berkembang rata-rata sebesar 16% per tahun sejak dimulainya perundingan FTA pada tahun 2005. ASEAN dan India merupakan mitra dagang dengan kemajuan yang cukup pesat. Pada periode 1993–2003 perdagangan bilateral ASEAN dan India mengalami peningkatan yang signifikan dari US$ 2,9 miliar pada 1993 menjadi US$ 12,51 miliar pada tahun 2003. Pada tahun 2009 total volume perdagangan ASEAN dan India sebesar US$ 39,11 miliar dengan ekspor ASEAN ke India sebesar US$ 26,52 miliar dan ekspor India ke ASEAN sebesar US$ 12,59 miliar. Hal ini menunjukkan pertumbuhan sebesar lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan tahun 2003. Dengan tingginya potensi kerja sama ekonomi antara ASEAN dan India, kedua belah pihak sepakat untuk melakukan negosiasi persetujuan perdagangan bebas. Pada pertemuan ke-2 ASEAN-India Summit tahun 2003, kedua pihak sepakat dan menandatangani Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between the Republic of India and ASEAN. Dalam persetujuan tersebut disepakati bahwa ASEAN-India Regional Trade and Investment Area (RTIA) memasukkan persetujuan perdagangan bebas untuk barang, jasa, dan investasi. Dalam rangka menindaklanjuti persetujuan tersebut, Agreement on Trade in Goods Under the Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between ASEAN and the Republic of India ditandatangani pada tahun 2009. Penandatanganan persetujuan perdagangan barang tersebut merupakan upaya menciptakan salah satu kawasan perdagangan bebas yang besar dengan pangsa pasar 1,8 miliar jiwa dan PDB gabungan sebesar US$ 2,75 triliun.


II. KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS ASEAN-CHINA 2.1 Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-China Kerja sama ekonomi dan perdagangan ASEAN terus mengalami pertumbuhan pesat, terutama sejak masuknya China sebagai mitra wicara ASEAN pada bulan Juli 1996. Perkembangan kerja sama ekonomi dan perdagangan ASEAN-China dapat dibagi dalam tiga kurun waktu sebagai berikut.

a. Pada periode 1967–1990 hubungan ASEAN-China mengalami pasang surut dan berkembang ke arah yang lebih positif, khususnya di bidang ekonomi. Transformasi China menuju keterbukaan ekonomi dan kebijakan luar negerinya pada era 1970-an dan 1980an makin mempercepat proses peningkatan hubungan kerja sama ASEAN-China. Perkembangan tersebut makin menguat setelah beberapa negara pendiri ASEAN membuka hubungan diplomatik dengan China dan puncaknya ketika China menormalisasi hubungan diplomatiknya dengan seluruh negara anggota ASEAN pada tahun 1991. b. Pada periode 1991–2001 China mulai melakukan dialog tingkat pejabat tinggi dengan ASEAN. Hal tersebut berdampak positif terhadap kerja sama perdagangan dan investasi bilateral. Pada tahun 1996 China resmi menjadi mitra wicara ASEAN, dan pada tahun 1997 ASEAN-China menandatangani Joint Statement of the Meeting of Heads of State/Government of the Member States of ASEAN and the President of the People's Republic of China di Kuala Lumpur pada tanggal 16 Desember 1997 yang bertemakan "ASEAN-China Cooperation Towards the 21 st Century". Ide pembentukan ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) dimulai dengan pernyataan Zhu Rongji, Perdana Menteri China, pada KTT Ke-5 ASEAN-China di Singapura, 25 November 2000 yang menginginkan adanya pasar bebas antara ASEAN dan China. Gagasan tersebut ditindaklanjuti dengan pembentukan ASEAN-China Expert Group pada tahun 2001 yang pada intinya merekomendasikan pembentukan ACFTA dalam kurun 10 tahun. Gagasan pembentukan ACFTA kemudian disepakati dalam KTT Ke-7 ASEAN di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam, bulan November 2001. c. Pada periode 2002 sampai sekarang hubungan ASEAN-China di bidang ekonomi memasuki babak baru dengan ditandatanganinya Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between The Association of Southeast Asian Nations and The Peoples Republic of China pada KTT Ke-10 ASEAN di Phnom Penh, Kamboja pada tanggal 4 November 2002 dan mulai memasuki proses negosiasi pembentukan ACFTA. Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between The Association of Southeast Asian Nations and The Peoples Republic of China bertujuan:

a. memperkuat dan meningkatkan kerja sama perdagangan kedua pihak; b. meliberalisasikan perdagangan barang dan jasa melalui penurunan atau penghapusan tarif;


c. mencari sektor-sektor baru dan mengembangkan kerja sama ekonomi yang saling menguntungkan kedua pihak; dan d. memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif dengan negara anggota baru ASEAN dan menjembatani kesenjangan yang ada di kedua belah pihak. Sebagai tindak lanjut penandatanganan persetujuan tersebut, Agreement on Trade in Goods of the Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation ditandatangani oleh para Menteri Ekonomi ASEAN di Vientiane, Laos, pada tanggal 29 November 2004. Tujuan persetujuan tersebut mencakup penurunan atau penghapusan tarif barang yang dibagi dalam tiga kategori, yaitu Early Harvest Program (EHP), normal track (NT), sensitive track (ST).

Pada bulan Juli 2005 program EHP untuk Trade in Goods (TIG) yang merupakan program prioritas mulai berlaku. Kemudian, kedua pihak menandatangani Agreement on Trade in Services pada bulan Januari 2007 dan ASEAN-China Investment Agreement pada bulan Agustus 2009.

2.2 Persetujuan Perdagangan Barang Persetujuan Perdagangan Barang ASEAN-China atau Agreement on Trade in Goods of the Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation ditandatangani pada KTT Ke-10 ASEAN-China, November 2004 di Vientinae, Laos. Persetujuan ini mencakup penurunan atau penghapusan tarif barang yang dibagi dalam dua kategori, yaitu NT dan ST selain yang sudah termasuk dalam EHP. EHP adalah program percepatan implementasi penurunan tarif barang yang telah berlaku efektif sejak tanggal 1 Januari 2004. Untuk NT, penghapusan tarif hingga mencapai 0% dimulai pada tahun 2010 antara ASEAN-6 (Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand) dengan China. Sementara itu, Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam dengan China akan mulai berlaku pada tahun 2015. Jadwal penurunan atau penghapusan tarif pada NT antara ASEAN-6 dan China adalah sebagai berikut. Tabel 2.1: Jadwal Penurunan Tarif NT ASEAN-6

X = Tingkat Tarif MFN yang berlaku X > 20% 15% < x < 20% 10% < x < 15% 5% < x < 10% x < 5%

Tingkat Tarif Preferensial Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-China (tidak melampaui tanggal 1 Januari 2010) 2005 2007 2009 2010 20 12 5 0 15 8 5 0 10 8 5 0 5 5 0 0 Tetap 0 0

Penurunan atau penghapusan tarif tersebut dilakukan secara bertahap dengan ketentuan sebagai berikut.


a. Tingkat tarif yang diberlakukan untuk kategori Most-Favoured Nations (MFN) di atas 20% diturunkan menjadi 20% pada tahun 2005, kemudian menjadi 12% pada tahun 2007 dan 5% pada tahun 2009; b. Tingkat tarif 15%-20% diturunkan menjadi 15% pada tahun 2005, kemudian menjadi 8 % pada tahun 2007 dan 5% pada tahun 2009; c. Tingkat tarif 10%-15% diturunkan menjadi 10% pada tahun 2005, kemudian menjadi 8% pada tahun 2007 dan 5% pada tahun 2009; d. Tingkat tarif 5%-10% diturunkan menjadi 5% pada tahun 2005 dan tahun 2007; e. Tingkat tarif 5%-10% dan di bawah 5% diturunkan menjadi 0% pada tahun 2009; dan f. Seluruh tingkat tarif akan diturunkan menjadi 0% pada tahun 2010. Ambang batas untuk produk dalam NT adalah sebanyak 40% diturunkan ke tingkat 0%-5% pada tahun 2005 dan sebanyak 100% diturunkan ke tingkat 0% pada tahun 2010 dengan fleksibilitas terhadap tidak lebih dari 150 pos tarif dapat dihapuskan paling lambat pada tahun 2012. Adapun jadwal penurunan atau penghapusan tarif pada NT antara Vietnam dan China adalah sebagai berikut. Tabel 2.2.: Jadwal Penurunan Tarif Normal Track - Vietnam

Sedangkan jadwal penurunan atau penghapusan tarif pada NT antara Kamboja, Laos dan Myanmar dan China adalah sebagai berikut.


Tabel 2.3.: Jadwal Penurunan Tarif Normal Track – Kamboja, Laos, Myanmar

Khusus untuk tingkat tarif MFN dalam NT yang sudah mencapai 0%, tingkat tarif tersebut akan tetap 0%. Kedua pihak tidak diperbolehkan menaikkan tarif atas pos tarif manapun kecuali berdasarkan ketentuan yang telah disepakati di atas. Tingkat tarif sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 dari persetujuan ini harus dihapuskan paling lambat 1 Januari 2012 untuk ASEAN-6 dan 1 Januari 2018 untuk Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam. Secara umum cakupan produk untuk NT pada tahun 2010 sudah harus menjadi 0%.

ASEAN-China juga sepakat mengadopsi Ketentuan Produk Tertentu (Product Specific Rules/PSR) untuk produk tekstil dan produk turunannya, plastik, alas kaki, besi dan baja, ikan yang dikalengkan, minyak kelapa sawit, dan barang-barang perhiasan yang semuanya masih terkait dengan NT. Dengan adanya PSR para eksportir kedua belah pihak dapat memilih mekanisme yang paling baik dalam upaya memenuhi persyaratan kriteria asal barang. Jumlah pos tarif yang boleh dimasukkan oleh setiap pihak dalam Sensitive List (SL) harus didasarkan pada pembatasan pagu maksimum (maximum ceiling). Untuk ASEAN-6 dan China sebanyak 400 pos tarif berdasarkan kode Harmonized System (HS) 6 digit dan 10% dari total nilai impor berdasarkan statistik perdagangan pada tahun 2001. Untuk pos tarif dalam SL diklasifikasikan menjadi dua kategori, yaitu sensitive list (SL) dan highly sensitive list (HSL). Untuk HSL, ASEAN-6 dan China harus menempatkan pos tarif berdasarkan pada ketentuan maksimum, yaitu tidak lebih dari 40% total pos tarif dalam SL atau 100 pos tarif pada kode HS-6 digit. Dalam menjadwalkan penurunan atau penghapusan tarif dan menyusun daftar produk yang tercakup dalam EHP, NT dan ST, serta HSL, kedua pihak telah sepakat untuk melakukan pendekatan bilateral. Sebelas negara dalam ACFTA akan menjadwalkan penurunan atau


penghapusan tarif dan menyusun produk sendiri sehingga dalam pelaksanaannya akan terdapat perbedaan tarif ataupun cakupan produk.

Tabel 2.4.: Jadwal Jumlah Pos Tarif dalam Normal Track – Kamboja, Laos, Myanmar

Kisaran Tarif 0%

5%

5<x<10

10%

X>10%

Rata-rata

2009

2010

2011

2012

(Jumlah Pos Tarif)

(Jumlah Pos Tarif)

(Jumlah Pos Tarif)

(Jumlah Pos Tarif)

65.3%

83.6%

83.6%

89%

(5.709)

(7.306)

(7.306)

(7.778)

25.4%

7.1%

7.1%

1.7%

(2.219)

(622)

(622)

(150)

0.4%

0.4%

0.4%

0.4%

(36)

(36)

(36)

(36)

1.1%

1.1%

1.1%

1.1%

(95)

(95)

(95)

(95)

7.8%

7.8%

7.8%

7.8%

(679)

(679)

(679)

(679)

3.8%

2.9%

2.9%

2.6%

Sumber: Kementerian Perdagangan Pada tanggal 8 Desember 2006, ASEAN-China menyepakati First Protocol to Amend the Trade in Goods Agreement untuk meningkatkan implementasi persetujuan perdagangan barang. Terkait dengan implementasi ASEAN-China FTA di subsektor perdagangan produk pertanian, MoU between the General Administration of Quality Supervision, Inspection and Quarantine (AQSIQ) of the Republic of China and ASEAN on Inspection and Quarantine Cooperation telah ditandatangani pada KTT ke-13 ASEAN di Singapura pada bulan November 2007. Pada KTT Ke-13 ASEAN-China di Hanoi, 29 Oktober 2010, kedua pihak menandatangani The 2nd Protocol to Amend the Agreement on Trade in Goods dalam rangka menyempurnakan operational certification procedures (OCP). Dalam periode 2003–2008 total perdagangan kedua belah pihak meningkat rata-rata 30,2% per tahun. Angka pertumbuhan tersebut melebihi angka pertumbuhan ASEAN-Jepang dan ASEAN-US sebesar 11% serta ASEAN-EU sebesar 16%. Dengan angka pertumbuhan tersebut, sesuai dengan data statistik ASEAN, total nilai perdagangan kedua belah pihak mencapai


nilai sebesar US$ 196,9 miliar pada tahun 2008 dibandingkan dengan total nilai perdagangan pada tahun 2003 sebesar US$ 59,6 miliar. Dengan demikian, target total nilai perdagangan pada tahun 2010 sebesar US$ 100 miliar sebagaimana disepakati pada pertemuan KTT ASEAN-China pada tahun 2003 telah terlampaui. Namun, laju pertumbuhan perdagangan ASEAN-China pada tahun 2009 mengalami penurunan karena dampak krisis keuangan global. Sesuai statistik ASEAN, nilai perdagangan ASEAN-China mengalami penurunan sebesar 9,5% pada tahun 2009 dari 196,9 miliar pada tahun 2008 menjadi US$ 178,2 milyar pada tahun 2009. China merupakan mitra dagang ASEAN terbesar ke-4 dengan kontribusi persentase perdagangan sebesar 9,7% dari total perdagangan ASEAN.

Sumber: ASEAN Statistic 2009 Adapun lima produk utama yang diimpor oleh ASEAN dari China pada tahun 2008 adalah komponen dan akses komputer (parts & access of computers) dan mesin peralatan kantor (6%), Alat-alat listrik untuk jalur telepon (line telephony) termasuk sistem jalur terkini (current line system) (6%), Sirkuit elektronik terpadu dan mikrorakitan (microassemblies) (5%), hot rolled, mesin pemroses data automatis (automatic data processing machines),mesin baca optik (optikoptical readers), dll. (5%), dan produk besi flat gulung (flat-rolled products of iron/nonalloy steel (2%).

Sumber: ASEAN Economic Community Chartbook 2009


Sementara itu, lima produk utama yang diekspor oleh ASEAN ke China pada 2008 adalah sirkuit elektronik terpadu dan mikrorakitan (18%), mesin pemroses data otomatis dan mesin baca optik, dll. (7%), karet alam (6%), petroleum, minyak mentah (6%), dan minyak kelapa sawit dan turunannya (5%).

Sumber: ASEAN Economic Community Chartbook 2009 2.3 Persetujuan Perdagangan Jasa Di sela-sela pertemuan KTT Ke-12 ASEAN di Cebu, Filipina, 14 Januari 2007, para Menteri Ekonomi ASEAN dan Menteri Luar Negeri China menandatangani Trade in Services Agreement under the Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-operation between ASEAN and China (TIS Agreement). Persetujuan tersebut merupakan persetujuan utama yang ke-2 di bawah Framework Agreement for Comprehensive Economic Co-operation between ASEAN and China.

Persetujuan tersebut dimaksudkan sebagai payung hukum bagi upaya kedua belah pihak dalam melakukan ekspansi perdagangan jasa di kawasan ASEAN dan China. Di bawah Persetujuan tersebut, bidang jasa dan para penyedia jasa di kawasan tersebut akan menikmati peningkatan dan perluasan akses pasar serta perlakuan nasional (national treatment) di berbagai sektor dan subsektor yang telah menjadi komitmen kedua belah pihak sebagaimana tertuang dalam persetujuan ini.

Berbagai komitmen pemberian akses pasar dari kedua belah pihak yang tertuang secara lengkap dalam paket pertama dari jadwal komitmen merupakan lampiran dari persetujuan ini. Persetujuan ini pada prinsipnya membuka berbagai sektor dan subsektor substansial khususnya di lebih dari 60 subsektor tambahan yang merupakan komitmen negara-negara anggota ASEAN di General Agreements on Tariff and Trade (GATT)/World Trade Organization (WTO).


Terkait dengan tingkat ambisi (level of ambition), paket pertama dari jadwal komitmen tersebut juga menunjukkan komitmen yang lebih tinggi bagi akses pasar jasa di kawasan. Perdagangan bidang jasa di kawasan diharapkan dapat meningkat pesat melalui empat moda jasa, yaitu pemasokan lintas batas (cross border supply), konsumsi di luar negeri (consumption abroad), kehadiran komersial (commercial presence), dan kehadiran tenaga kerja (movement of natural persons).

Persetujuan ini diharapkan dapat meningkatkan nilai investasi di kawasan, khususnya di berbagai sektor dan subsektor yang menjadi komitmen kedua belah pihak, yaitu:

a. jasa bisnis, seperti jasa terkait dengan komputerisasi, jasa properti, penelitian pasar, dan konsultasi manajemen; b. jasa terkait konstruksi dan rekayasa; c. jasa terkait pariwisata dan perjalanan; d. jasa transportasi; e. jasa pendidikan; f. jasa telekomunikasi; g. jasa terkait di sektor kesehatan dan sosial; h. jasa rekreasi, kebudayaan, dan olahraga; i. jasa terkait dengan lingkungan; dan j. jasa energi. Putaran perundingan bidang jasa antara kedua pihak yang terkait dengan akses pasar akan terus dilakukan guna meningkatkan jumlah komitmen dan memperluas cakupan sektor/subsektor yang akan dituangkan dalam paket kedua dari jadwal komitmen kedua belah pihak dalam kerangka persetujuan ini.

2.4 Persetujuan Investasi ASEAN-China Persetujuan Investasi ASEAN-China ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2009 pada pertemuan ke-41 para Menteri Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Ministerial/AEM Meeting) di Bangkok, Thailand. Persetujuan ini merupakan persetujuan utama ke-3 yang ditandatangani oleh kedua belah pihak dalam kerangka ASEAN-China Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation setelah Agreement on Trade in Goods of the Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation yang ditandatangani pada tahun 2004 dan ASEAN-China Agreement on Trade in Services yang ditandatangani pada tahun 2007. Persetujuan ini dimaksudkan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi peningkatan arus investasi dari kedua belah pihak yang merupakan kelompok emerging economies dengan prospek ekonomi yang kuat.


Tujuan persetujuan tersebut adalah untuk memajukan aliran investasi dan menciptakan rezim investasi yang terbuka, fasilitatif, transparan dan berdaya saing tinggi di kedua belah pihak dengan meliberalisasikan rezim investasi kedua belah pihak secara progresif, menciptakan lingkungan yang kondusif bagi investasi, mempromosikan aliran investasi dan kerja sama terkait dengan penanaman modal, meningkatkan transparansi aturan-aturan investasi yang kondusif bagi peningkatan aliran penanaman modal dan memberikan perlindungan bagi penanaman modal.

Cakupan investasi dalam persetujuan ini sangat luas dan meliputi investasi di bidang properti bergerak dan tidak bergerak, portofolio, pelindungan hak cipta, dan konsesi bisnis. Selain itu, persetujuan ini juga mencakup promosi dan fasilitasi investasi melalui hal-hal sebagai berikut:

a. kegiatan promosi investasi bersama; b. penyelenggaraan berbagai kegiatan pertemuan antarpelaku usaha (business matching); c. penyelenggaraan seminar dan taklimat (briefings) mengenai kesempatan investasi, penyederhanaan berbagai prosedur bagi aplikasi dan persetujuan investasi; d. diseminasi informasi mengenai investasi termasuk aturan-aturan dan kebijakan dalam berinvestasi; e. pembangunan pusat layanan usaha (one-stop center) guna memberikan jasa konsultasi bagi dunia usaha termasuk fasilitasi izin operasi usaha. Dengan penandatanganan persetujuan ini, baik ASEAN maupun China akan memperoleh halhal sebagai berikut.

a. perlakuan yang sama bagi investor dari kedua belah pihak sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku terkait dengan manajemen, operasi, pemeliharaan, pemakaian, penjualan, likuidasi, dan berbagai bentuk penyelesaian lain dari sebuah investasi; b. upaya-upaya berkesinambungan dari kedua belah pihak dalam rangka menjamin tindakan nondiskriminatif; c. pelindungan investasi yang adil dan wajar, termasuk pemberian bantuan hukum dan administratif; d. petunjuk yang jelas terkait pengambilalihan, kompensasi atas berbagai kerugian, transfer, dan repatriasi keuntungan; dan e. ketentuan khusus mengenai penyelesaian sengketa, termasuk sengketa antara salah satu pihak dan investor sesuai dengan prosedur arbitrase internasional. Dengan persetujuan ini diharapkan pasar bersama sebesar 1,9 miliar orang dengan PDB gabungan sebesar US$ 6 triliun dapat tercipta. Per Juni 2009 nilai kumulatif investasi ASEANChina tercatat sebesar US$ 60 miliar. Investasi langsung dari China ke ASEAN mengalami peningkatan dari sebesar US$ 1 miliar pada tahun 2006 menjadi US$ 1,43 miliar. Investasi pada tahun 2008 tersebut mencapai 2,4% dari total arus investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI)) di ASEAN, atau terbesar ke-4 setelah AS, Jepang dan Uni Eropa. Selain itu, guna mendukung pembangunan infrastruktur dan interkonektivitas di kawasan,


khususnya di sektor energi dan teknologi informasi, China telah mengeluarkan komitmen dana sebesar US$ 10 miliar melalui pembentukan ASEAN-China Investment and Cooperation Fund yang dikelola oleh Bank Exim China.

Sumber: ASEAN Statistic 2009


2.5 Peluang dan Tantangan

a. Peluang 1) ACFTA dengan jumlah penduduk sebesar 1,9 miliar, total PDB sebesar US$ 6 triliun, tingkat pertumbuhan perdagangan rata-rata 30%, dan estimasi total nilai perdagangan sebesar US$ 4,5 triliun akan menjadi salah satu FTA terbesar di dunia. Persetujuan tersebut dapat memberikan sinyal positif bagi dunia internasional bahwa ASEAN dan China bekerja sama melalui FTA untuk menggerakkan roda perekonomian dunia, khususnya di tengah krisis keuangan global. 2) Menurut Statistik Sekretariat ASEAN, nilai perdagangan ASEAN-China pada tahun 2008 mencapai sebesar US$ 192,67 miliar, sedangkan menurut data statistik China, nilai perdagangan ASEAN-China pada tahun yang sama mencapai sebesar US$ 231 miliar atau tumbuh sebesar 14%. Dengan pertumbuhan tersebut, China merupakan mitra dagang ke-3 terbesar ASEAN prosentase kontribusi perdagangan mencapai 11% dari total perdagangan ASEAN. Pada periode yang sama, nilai FDI ASEAN-China tercatat lebih dari US$ 60 miliar. 3) China merupakan negara dengan perekonomian yang sangat besar dan dinamis, pertumbuhan ekonominya membutuhkan pasokan bahan baku, barang, dan jasa dari ASEAN, kondisi tersebut dapat menjadikan ASEAN sebagai mesin baru bagi pertumbuhan perekonomiannya yang begitu pesat. Saat ini wisatawan asal China telah menjadi faktor utama pertumbuhan dunia wisata kawasan ASEAN, begitu pula nilai investasinya. Masuknya China sebagai anggota WTO telah mengukuhkannya sebagai mitra dagang ASEAN berdasarkan aturan perdagangan internasional yang berlaku. Kedekatan dan kemitraan ekonomi strategis dengan China memungkinkan ASEAN dapat mengurangi ketergantungannya kepada mitra dan pasar tradisional di AS, Uni Eropa, dan Jepang. 4) Dihapuskannya hambatan tarif dan nontarif antara ASEAN dan China akan menurunkan biaya transaksi perdagangan, meningkatkan efisiensi ekonomi, dan menjadikan kawasan ASEAN dan China memiliki daya tarik tinggi sebagai tujuan investasi. 5) Tawaran perlakuan khusus dan bantuan pembangunan untuk Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam serta perluasan manfaat dari perlakuan MFN bagi negara ASEAN nonanggota WTO yang diberikan China memberikan kesempatan bagi negara tersebut untuk menerima berbagai inisiatif yang ditawarkan China. 6) ASEAN dan China dapat meningkatkan komitmen kerja sama yang lebih terbuka dari komitmen yang telah disepakati di WTO, khususnya terkait liberalisasi perdagangan produk pertanian karena produk pertanian kedua belah pihak bersifat saling melengkapi.


7) ASEAN dapat memanfaatkan keinginan China yang ingin memperluas kerja samanya guna mengurangi ancaman yang dirasakan oleh ASEAN terkait dengan pertumbuhan perekonomian China yang sangat pesat. Hal ini dapat direalisasikan melalui berbagai akses khusus yang diberikan agar ASEAN dapat memasuki pasar domestik China. Di pihak lain, China juga dapat memanfaatkan potensi sumber daya alam khususnya minyak dan juga peluang pasar yang dimiliki oleh ASEAN. 8) ACFTA dapat menjadi kekuatan penyeimbang pengaruh negara besar seperti AS, Jepang, Korea, dan India. Perkembangan pesat ACFTA telah mendorong keempat negara tersebut untuk mengajukan berbagai bentuk kerja sama ekonomi. 9) Persetujuan bidang jasa dapat meningkatkan nilai investasi China di kawasan ASEAN, khususnya di berbagai sektor dan subsektor yang menjadi komitmen kedua pihak, mengingat komitmen yang diberikan ASEAN melampaui komitmen yang diberikan kepada General Agreement on Trade in Services (GATS) / WTO. 10) Khusus untuk sektor pertanian, jumlah penduduk China dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang paling tinggi di dunia dan cadangan devisa yang melimpah merupakan kesempatan besar bagi ASEAN untuk meraih manfaat dari pasar tersebut guna meningkatkan volume perdagangan yang diakibatkan penurunan tarif bea masuk ke China serta guna meningkatkan volume dan nilai investasi. Selain itu, kemajuan dan efisiensi pengelolaan produksi pertanian oleh petani China dapat mendorong pelaku usaha agrobisnis untuk dapat meningkatkan daya saing komoditas, khususnya untuk produk sayuran dan buah-buahan, antara lain kerja sama ekonomi melalui berbagai program peningkatan kapasitas petani ASEAN yang ditawarkan China. 11) Khusus untuk sektor pertanian di Indonesia, pada tahap awal penerapan ACFTA pada tahun 2004, sektor pertanian menghasilkan surplus perdagangan sebesar US$ 2,4 miliar dibanding dengan total nilai impor yang hanya US$ 800 juta. Komoditas unggulan pertanian Indonesia, antara lain, berupa kelapa sawit, kakao, karet, kopra, dan buah eksotik tropika (salak, duku, manggis, dan mangga), sedangkan impor dari China berupa bawang putih, bawang merah, jeruk mandarin, apel, pir, dan leci. 12) Volume perdagangan bilateral Indonesia dan China rata-rata tumbuh 20% sejak tahun 2001. Nilai volume perdagangan tahun 2008 naik 25% dari volume tahun 2007, yaitu dari total US$ 24,9 miliar menjadi US$ 31,5 miliar. Total nilai perdagangan tersebut merupakan rekor tertinggi yang pernah dicapai kedua belah pihak, bahkan melebihi target nilai perdagangan tahun 2010 yang disepakati oleh kedua belah pihak yaitu sebesar US$ 30 miliar. China mencatat Indonesia merupakan mitra dagang terbesar ke-4 di ASEAN dan China merupakan tujuan ekspor ke-4 dan impor ke-3 bagi Indonesia. 13) Prosentase kontribusi ekspor Indonesia ke China dari total ekspor Indonesia mengalami peningkatan dari 6,43% pada tahun 2004 menjadi sebesar 9,87% pada tahun 2009. Pada periode yang sama, prosentasi kontribusi impor dari China ke Indonesia juga meningkat dari 8,81% menjadi sebesar 12,02%. Ekspor komoditas


unggulan seperti minyak kelapa sawit (CPO), kakao, dan gelas terus mengalami peningkatan seiring pemberlakuan penghapusan tarif. Sejalan dengan meningkatnya perdagangan bilateral kedua negara, arus investasi langsung China di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup berarti, begitu pula dengan investasi Indonesia di China. 14) Dalam situasi FDI dunia yang sedang anjlok, arus investasi antara China dan Indonesia tetap berkembang pesat. Hal itu terbukti pada semester pertama tahun 2009, investasi nonfinansial China ke Indonesia meningkat hingga US$ 100 juta, sedangkan investasi Indonesia ke China meningkat hingga US$ 65 juta. Jumlah perusahaan China yang berinvestasi di Indonesia tercatat lebih dari 700 perusahaan, antara lain perusahaan energi, telekomunikasi, listrik, pertambangan, keuangan, dan asuransi. Pada awal penerapan ACFTA tahun 2010, tarif bea masuk lebih dari 7.000 komoditas diturunkan hingga 0%. Hal tersebut mengindikasikan potensi kerja sama ekonomi, perdagangan, dan investasi serta manfaat yang dapat dipetik oleh kedua belah pihak sangat besar. Kondisi ini juga sangat membantu komoditas Indonesia untuk mengakses pasar China. b. Tantangan

1)

Banyaknya kelebihan yang dimiliki oleh China seperti besarnya PDB dan dana cadangan yang dimiliki China, murahnya biaya produksi dan tingkat kehidupan, dan murahnya upah buruh di China dikhawatirkan dapat menyebabkan terjadinya relokasi industri dari Indonesia ke China.

2)

Rendahnya daya saing, sumber daya manusia, produktivitas, dan kualitas produk, harga produk yang tidak kompetitif, kurangnya inovasi produk, sulitnya akses pasar bagi produk nasional, sulitnya akses permodalan dan sertifikasi standar mutu dari segi persyaratan, panjangnya birokrasi, waktu dan biaya pengurusan perizinan menjadikan produk nasional sulit bersaing dengan produk negara mitra wicara ASEAN khususnya China.

3)

Kurangnya transparansi dan lemahnya penegakan hukum mengakibatkan ketidakpastian usaha yang pada gilirannya berdampak pada ekonomi biaya tinggi dan melemahnya daya saing produk Indonesia di pasar global.

2.6 Peraturan Nasional Terkait Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-China

•

Pemerintah RI melalui Keputusan Presiden No. 48 tahun 2004 tanggal 15 Juni 2004, Lembaran Negara No. 50 telah meratifikasi Framework Agreement on the Comprehensive Economic Cooperation between the ASEAN and the People’s Republic of China yang telah ditandatangani di Phnom Penh, Kamboja pada tanggal 4 November 2002.


Pemerintah RI melalui Peraturan Presiden No. 18 Tahun 2008 tanggal 26 Februari 2008 telah meratifikasi Agreement on Trade in Services of the Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-operation between the ASEAN and the People’s Republic of China yang telah ditandatangani di Cebu, Filipina pada bulan Januari 2007.

Penetapan Tarif Bea masuk dalam rangka ACFTA ditetapkan dengan Permenkeu No. 53/PMK.011/2007 tanggal 22 Mei 2007 sebagai pengganti tiga buah Surat Keputusan Menteri Keuangan yang telah menetapkan produk yang masuk dalam EHP yaitu Kepmenkeu RI No. 355/KMK.01/2004 tanggal 21 Juli 2004 tentang Penetapan tariff bea masuk atas impor barang dalam rangka Early Harvest Package ACFTA (daftar produk EHP ASEAN-China FTA) yang mulai berlaku 1 Januari 2004, Kepmenkeu RI No. 356/KMK.01/2004 tanggal 21 Juli 2004 tentang Penetapan tariff bea masuk atas impor barang dalam rangka EHP bilateral Indonesia-China FTA (daftar produk spesifik EHP Indonesia-China FTA) yang mulai berlaku 1 Januari 2004, dan Permenkeu No. 21/PMK.010/2006 tanggal 15 Maret 2006 tentang penetapan bea masuk dalam rangka NT ACFTA tahun 2006 sebagaimana telah diperpanjang masa berlakunya dengan Permenkeu No. 08/PMK.011/2007.

Penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) adalah melalui Permenkeu No. 235/PMK.011/2008 yang mengubah Permenkeu No. 56/PMK.010/2005 tanggal 7 Juli 2005 tentang Program penurunan/penghapusan tarif bea masuk dalam rangka NT ACFTA dan Permenkeu No. 57/PMK.010/2005 tanggal 7 Juli 2005 tentang Penetapan tarif bea masuk dalam rangka NT ACFTA (NT mulai berlaku pada tanggal 20 Juli 2005).

Lampiran (dalam Cakram Padat/Compact Disc)

a. Agreement on Dispute Settlement of the Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between the Association of Southeast Asian Nations and the People’s Republic of China b. ASEAN-China Agreement on Trade in Goods (ACFTA-TIG) c. Annexes of ACFTA-TIG d. ASEAN-China Agreement on Trade in Services (ACFTA-TIS) e. Agreement on Investment of the Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between the Association of Southeast Asian Nations and the People’s Republic of China


III. KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS ASEAN-Korea

3.1 Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-Korea

Hubungan kerja sama ASEAN-Korea diawali dialog sektoral pada bulan November 1989 kemudian Korea mendapatkan status sebagai mitra wicara penuh pada ASEAN Ministerial Meeting (AMM) Ke-24 di Kuala Lumpur pada bulan Juli 1991. Pada KTT di Kuala Lumpur tahun 1997 status kemitraan ASEAN-Korea ditingkatkan menjadi mitra wicara ASEAN di tingkat kepala negara. Sejak itu, hubungan ASEAN-Korea semakin meluas dan mendalam di berbagai bidang, khususnya di bidang ekonomi.

Hubungan tersebut mencapai tahap baru dengan ditandatanganinya Joint Declaration on Comprehensive Cooperation Partnership pada KTT Ke-8 ASEAN-Korea di Vientiane pada tanggal 30 November 2004, dan dua persetujuan penting, yakni Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation dan Dispute Settlement Mechanism under the Framework Agreement on Comprehensive Economic Partnership di Kuala Lumpur pada tanggal 13 Desember 2005. Tujuan utama dari persetujuan kerangka kerja tersebut adalah sebagai berikut. a. memperkuat dan meningkatkan kerja sama ekonomi, perdagangan, dan investasi; b. meliberalisasikan secara progresif dan meningkatkan perdagangan barang dan jasa serta menciptakan rezim investasi yang transparan, bebas, dan fasilitatif; c. memperluas cakupan dan mengembangkan langkah yang tepat untuk mempererat kerja sama dan integrasi ekonomi; d. memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif dengan negara-negara anggota baru ASEAN dan menjembatani perbedaan tingkat pembangunannya; dan e. mengembangkan kerangka kerja sama untuk lebih meningkatkan hubungan ekonomi antara ASEAN dan Korea. Langkah menuju kemitraan komprehensif antara ASEAN dan Korea dilakukan melalui liberalisasi di bidang perdagangan barang, jasa, dan investasi. Sementara itu, cakupan dan implementasi kerja sama antara kedua pihak dilakukan berdasarkan keuntungan bersama yang meliputi sembilan belas bidang, yaitu: a. b. c. d. e. f. g. h. i.

prosedur kepabeanan; promosi perdagangan dan investasi; pengembangan usaha kecil menengah; pengembangan dan pengelolaan SDM; pariwisata; ilmu pengetahuan dan teknologi; jasa keuangan; teknologi informasi dan komunikasi; pertanian, perikanan, peternakan, serta komoditas perkebunan dan kehutanan;


j. hak kekayaan intelektual; k. industri lingkungan; l. penyiaran; m. teknologi konstruksi; n. sanitasi dan fitosanitasi (sanitary and phytosanitary/SPS); o. pertambangan; p. energi; q. sumber daya alam; r. perkapalan dan transportasi laut; dan s. perfilman. Sejak penandatanganan persetujuan kerangka kerja tersebut, volume perdagangan antara ASEAN dan Korea terus mengalami peningkatan. Untuk periode 2007–2008 , total perdagangan antara ASEAN dan Korea tumbuh sebesar 23,7%, yakni dari US$ 61,2 miliar menjadi US$ 75,7 miliar. Ekspor ASEAN ke Korea tumbuh sebesar 18,3%, dari US$ 29,5 miliar menjadi US$ 34,9 miliar. Impor ASEAN dari Korea tumbuh 22,3%, dari US$ 31,7 miliar menjadi US$ 40,8 miliar.

dalam miliar US$

Total Perdagangan ASEAN dan Korea

80 70 60 50 40 30 20 10 0 1995

1996 1997

1998

1999 2000

2001

2002

2003 2004

2005

2006 2007

2008

Total Perdagangan

dalam miliar US$

Nilai Ekspor-Impor ASEAN ke dan dari Korea

80 70 60 50 40 30 20 10 0 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

Ekspor Impor


Pertumbuhan Ekspor-Impor ASEAN ke dan dari Korea

% 40 30 20 10 0 -10 -20 -30 -40

Impor Ekspor

1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

Sedangkan untuk investasi, total nilai investasi asing langsung Korea ke ASEAN dalam kurun waktu 2000–2008 sebesar US$ 7,437 miliar. Adapun prosentase kontribusi investasi asing langsung Korea mencapai 2,1% dari total investasi asing langsung yang ada di ASEAN. Pada 2007, investasi Korea yang masuk ke ASEAN sebesar US$ 3,125 miliar sedangkan tahun 2008 hanya US$ 1,28 miliar.

Nilai Investasi Asing Langsung Korea ke ASEAN

juta US$ 3500 3000 2500 2000

FDI

1500 1000 500 0 -500

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

3.2 Persetujuan Perdagangan Barang Agreement on Trade in Goods (TIG) under the Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation among the Government of the Members Countries of the Association of South East Asian Nations and the Republic of Korea ditandatangani di Kuala Lumpur pada tanggal 24 Agustus 2006 oleh Korea dan seluruh negara anggota ASEAN, kecuali Thailand. Thailand masuk menjadi pihak peserta kawasan perdagangan bebas ASEAN-Korea (ASEANKorea Free Trade Agreement/AKFTA) dengan menandatangani the Protocols on Accession of Thailand into the Trade in Goods Agreement di Hua Hin, Thailand, pada tanggal 27 Februari 2009.

Tujuan persetujuan ini adalah penghapusan tarif oleh setiap negara untuk hampir seluruh produk barang. Korea akan menghapus keseluruhan tarif pada tahun 2010. Jadwal penghapusan tarif untuk Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand (ASEAN-6) akan diselesaikan pada tahun 2010 dengan fleksibilitas sebesar 5% yang akan dihapuskan sepenuhnya pada tahun 2012. Vietnam dan Kamboja dijadwalkan untuk menyelesaikan penghapusan tarif pada tahun 2016 dengan fleksibilitas 5% sampai dengan


tahun 2018, serta Laos dan Myanmar dijadwalkan untuk menghapus tarif pada tahun 2018 dengan fleksibilitas 5% sampai tahun 2020.

Persetujuan FTA ASEAN-Korea di bidang perdagangan barang mencakup pengurangan atau penghapusan tarif barang melalui modalitas yang dibagi dalam dua kategori, yaitu normal track (NT) dan sensitive track (ST).

Normal Track (NT) Produk yang termasuk kategori NT merupakan produk yang dipercepat penurunan tarif bea masuknya dengan tujuan untuk meningkatkan volume perdagangan antara ASEAN dan Korea. Pengaturan modalitasnya adalah sebagai berikut.

a. modalitas untuk penurunan dan penghapusan tarif pada pos tarif yang ditempatkan pada NT: i.

ASEAN-6 (Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Brunei Darussalam) dan Korea batas waktu NT hingga tahun 2010; ii. Vietnam hingga tahun 2016; dan iii. Kamboja, Laos, dan Myanmar hingga tahun 2018. b. Jadwal penghapusan tarif yang diatur dalam TIG-AKFTA berdasarkan tarif MostFavoured Nation (MFN) untuk ASEAN-6 dan Korea dengan NT adalah sebagai berikut : Tabel 2.1: Jadwal Penurunan Tarif NT ASEAN-6

X = Tarif MFN yang berlaku

Tingkat Tarif Preferensi ASEAN-Korea FTA

1 Januari 2006

(tidak melampaui tanggal 1 Januari 2010) 2006

2007

2008

2009

2010

x ≼ 20%

20

13

10

5

0

15% ≤ x < 20%

15

10

8

5

0


10% ≤ x < 15%

10

8

5

3

0

5% ≤ x < 10%

5

5

3

0

0

0

0

X ≤ 5%

Tetap

c. Penurunan dan penghapusan tarif pada NT dilakukan berdasarkan ambang batas (threshold) sebagai berikut: Korea

i.

menghapus paling sedikit 70% pos tarifnya menjadi 0% pada saat persetujuan berlaku; ii. menghapus paling sedikit 95% pos tarifnya menjadi 0% selambat-lambatnya pada tanggal 1 Januari 2009; dan iii. menghapus seluruh pos tarif menjadi 0% selambat-lambatnya pada tanggal 1 Januari 2010; ASEAN-6 i.

mengurangi 50% pos tarifnya menjadi 0 – 5 % selambat-lambatnya pada tanggal 1 Januari 2007; ii. menghapus paling sedikit 90% pos tarifnya menjadi 0% selambat-lambatnya pada tanggal 1 Januari 2009; iii. menghapus seluruh pos tarifnya menjadi 0% selambat-lambatnya pada tanggal 1 Januari 2010, dengan fleksibilitas maksimum 5% pos tarif dihapus menjadi 0% selambat-lambatnya pada tanggal 1 januari 2012; dan iv. menghapus seluruh pos tarifnya menjadi 0% paling lambat pada tanggal 1 Januari 2012.

Sensitive Track (ST)

Produk yang termasuk kategori ST adalah produk yang perlu dilindungi di masing-masing negara ASEAN dan Korea, baik karena alasan strategis maupun untuk melindungi produsennya sehingga penurunan tarif bea masuknya diperlambat atau tidak mengalami perubahan (tetap). Jumlah produk Indonesia dalam ST sebanyak 462 produk yang antara lain meliputi produk otomotif, besi baja, tekstil, alkohol, agar-agar, tepung beras, tuna, beras, lobster, udang, dan lain sebagainya. Pengaturan modalitas ST adalah sebagai berikut:


a. Sensitive List (SL) ASEAN 6 dan Korea akan menurunkan tarif bea masuknya menjadi 20% selambatlambatnya pada tanggal 1 Januari 2012, dan selanjutnya menjadi 0–5% paling lambat pada tanggal 1 Januari 2016; b.

Highly Sensitive List (HSL) ASEAN-6 dan Korea akan menurunkan tarif bea masuknya berdasarkan pengelompokan sebagai berikut:

KELOMPOK

KETERANGAN

Kelompok A

Tarif bea masuknya diturunkan menjadi 50% paling lambat pada tanggal 1 Januari 2016

Kelompok B

Tarif bea masuknya diturunkan menjadi 20% paling lambat pada tanggal 1 Januari 2016

Kelompok C

Tarif bea masuknya diturunkan menjadi 50% paling lambat pada tanggal 1 Januari 2016

Kelompok D

Tarif bea masuknya diturunkan berdasarkan Tariff Rate Quota (TRQ) sejak persetujuan berlaku, dengan jadwal yang ditentukan secara tersendiri

Kelompok E

Exclusion List (EL). Tarif bea masuknya tidak mengalami penurunan

3.3 Persetujuan Perdagangan Jasa

ASEAN-Korea Agreement on Trade in Services (TIS) under the Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation ditandatangani di Singapura pada tanggal 21 November 2007 oleh Korea dan seluruh negara anggota ASEAN, kecuali Thailand. Thailand masuk menjadi pihak peserta AKFTA dengan menandatangani the Protocols on Accession of Thailand into the Trade in Services Agreement di Hua Hin, Thailand, pada tanggal 27 Februari 2009. Tujuan persetujuan tersebut adalah meliberalisasikan perdagangan jasa di berbagai sektor antara negara anggota ASEAN dan Korea. Tingkat komitmen liberalisasi dalam persetujuan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan komitmen yang diberikan dalam General Agreement on Trade in Services (GATS)/World Trade Organization (WTO). Oleh karenanya komitmen dalam persetujuan ini dikenal dengan prinsip GATS Plus. Selain dimaksudkan untuk meningkatkan perdagangan di bidang jasa, persetujuan ini juga diharapkan dapat mendorong peningkatan investasi di kawasan, terutama di sebelas sektor jasa yang telah


disepakati komitmennya, antara lain jasa bisnis, jasa komputer, jasa penelitian dan pengembangan, jasa telekomunikasi, jasa konstruksi, jasa distribusi, jasa pendidikan, jasa lingkungan, jasa keuangan, jasa pariwisata dan perjalanan, serta jasa transportasi.

Forum perundingan AKFTA membahas pengurangan hambatan dalam perdagangan jasa di antara kedua pihak dengan menggunakan pendekatan positive list, yaitu akses pasar dan perlakuan nasional bidang jasa dinyatakan terbuka sepanjang tercantum dalam offer pembukaan akses pasar dan perlakuan nasional. Dalam komitmen spesifiknya, Indonesia memberikan offer komitmen untuk membuka akses kepada pihak Korea pada 8 sektor, yaitu jasa bisnis, jasa komunikasi, jasa konstruksi, jasa pendidikan, jasa keuangan, jasa kesehatan, jasa pariwisata dan perjalanan, serta jasa transportasi. Korea memberikan komitmen pada 12 sektor, yaitu jasa bisnis, jasa komunikasi, jasa konstruksi, jasa distribusi, jasa pendidikan, jasa lingkungan, jasa keuangan, jasa pariwisata dan perjalanan, jasa rekreasi, kebudayaan dan olahraga, jasa transportasi, serta jasa lain yang tidak termasuk dalam kategori jasa di atas.

3.4 Persetujuan Investasi ASEAN-Korea Agreement on Investment under the Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation among the Government of Republic of Korea and the Member Countries of the Association of Southeast Asian Nations ditandatangani oleh ASEAN Economic Minister (AEM) pada saat ASEAN-Korea Commemorative Summit di Jeju Island pada tanggal 1–2 Juni 2009. Penandatanganan persetujuan tersebut menandai terselesaikannya seluruh rangkaian perundingan ASEAN-Korea FTA.

Persetujuan tersebut ditujukan untuk mendorong promosi arus investasi dan memperluas cakupan kerja sama investasi antara ASEAN dan Korea melalui penciptaan iklim investasi yang kondusif serta diharapkan dapat memberikan pelindungan yang lebih baik bagi para investor dari setiap pihak melalui penerapan prinsip most-favoured nation (MFN). Penerapan prinsip tersebut dimaksudkan untuk memberikan pelindungan atas perlakuan diskriminatif oleh pemerintah di negara masing-masing.

Melalui persetujuan tersebut diharapkan pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN dan Korea dapat makin meningkat. Salah satu manfaat dari persetujuan tersebut antara lain akan mendorong masuknya modal dari Korea ke negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia. Hal itu tentu memiliki dampak langsung terhadap penciptaan lapangan kerja sehingga pada gilirannya kesejahteraan masyarakat dapat meningkat dan kesenjangan ekonomi makin berkurang.


Persetujuan tersebut mulai berlaku dua bulan setelah Korea dan sedikitnya satu negara anggota ASEAN menyampaikan notifikasi mengenai penyelesaian proses ratifikasinya kepada seluruh pihak.

4.5 Peluang dan Tantangan

Bagi negara-negara ASEAN, khususnya Indonesia, implementasi kerja sama perdagangan bebas antara ASEAN dengan Korea memunculkan implikasi dalam bentuk peluang dan tantangan.

a.

Peluang 1) Dihapuskannya hambatan tarif dan nontarif antara ASEAN dan Korea akan menurunkan biaya transaksi perdagangan, meningkatkan efisiensi ekonomi, dan meningkatkan akses pasar produk ekspor Indonesia ke Korea sebagai akibat penurunan tingkat tarif. 2) Dihapuskannya hambatan tarif dan nontarif antara ASEAN dan Korea akan mengurangi biaya impor bahan baku sehingga biaya produksi menjadi lebih rendah dan produk Indonesia akan makin memiliki daya saing. 3) Dengan meningkatnya akses pasar ke Korea, Indonesia dapat memaksimalkan ekspor produk unggulannya di Korea sehingga dapat bersaing dengan produk negara ASEAN lainnya. 4) Sebagai negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah, Indonesia dapat menjadi tujuan investor Korea untuk menanamkan modalnya dengan mendirikan industri pengolahan sehingga dapat menciptakan lapangan kerja baru dan membuka peluang transfer ilmu pengetahuan dan teknologi. 5) Persetujuan AKFTA juga akan meningkatkan kerja sama antara pelaku bisnis di kedua negara melalui pembentukan aliansi strategis untuk mengembangkan industri dan meningkatkan volume perdagangan.

b. Tantangan Pembentukan AKFTA memberikan peluang sekaligus tantangan bagi Indonesia. Tantangan ini harus disikapi melalui peningkatan kapasitas nasional agar Indonesia


dapat menjadi pelaku aktif dan tidak hanya menjadi tempat pemasaran bagi produkproduk negara lain. Tantangan tersebut antara lain:

1) produksi nasional yang belum efisien dan efektif sehingga kurang mampu bersaing dengan produk Korea; 2) kapabilitas dan kompetensi sumber daya manusia yang belum siap diserap oleh pasar tenaga kerja Korea; 3) infrastruktur yang belum memadai (pelabuhan, jalan, listrik, dan lain-lain); 4) iklim usaha yang belum kondusif untuk menarik investasi dari Korea; 5) praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme yang masih marak mengakibatkan ekonomi biaya tinggi; dan 6) etos kerja pelaku usaha Indonesia yang masih rendah.

3.6 Peraturan Nasional Terkait Kawasan Perdagangan ASEAN-Korea • Dalam rangka meningkatkan kerja sama ekonomi secara menyeluruh antarnegara anggota ASEAN dan Republik Korea, Pemerintah Republik Indonesia telah meratifikasi Framework Agreement on the Comprehensive Economic Cooperation among the Government of the Members Countries of the Association of Southeast Asian Nations and the Republic of Korea dengan Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2007. • Untuk menindaklanjuti persetujuan kerangka kerja sama tersebut, Pemerintah Republik Indonesia telah meratifikasi Agreement on Trade in Goods under the Framework Agreement on Comprehensive Cooperation among the Government of the Members Countries of the Association of Southeast Asian Nations and the Republic of Korea dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2007. • Berdasarkan modalitas yang termuat dalam Persetujuan Perdagangan Barang tersebut, telah dijadwalkan skema penurunan tarif bea masuk dalam rangka AKFTA. Dalam kaitan ini, telah dikeluarkan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 236/PMK.011/2008 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam Rangka ASEAN-Korea Free Trade Area (AKFTA) yang berlaku efektif pada tangal 1 Januari 2009. • Untuk mengimplementasikan Persetujuan Perdagangan Jasa ASEAN dengan Korea, Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Agreement on Trade in Services under the Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation among the Governments of the Member Countries of the Association of Southeast Asian Nations and the Republic of Korea melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2010. • Di bidang Investasi, Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Agreement on Investment under the Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation among the Governments of the Member Countries of the Association of Southeast Asian Nations and the Republic of Korea melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2010.


Lampiran (dalam Cakram Padat/Compact Disc)

a. Agreement on Trade in Goods under the Framework Agreement on Comprehensive Cooperation among the Government of the Members Countries of the Association of Southeast Asian Nations and the Republic of Korea b. Agreement on Trade in Services under the Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation among the Governments of the Member Countries of the Association of Southeast Asian Nations and the Republic of Korea c. Agreement on Investment under the Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation among the Governments of the Member Countries of the Association of Southeast Asian Nations and the Republic of Korea


V. KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS ASEAN–AUSTRALIA–SELANDIA BARU

5.1 Latar Belakang

Persetujuan ASEAN–Australia–New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) telah ditandatangani di Cha-am, Thailand, pada tanggal 27 Februari 2009 oleh para Menteri Perdagangan negara anggota ASEAN dan Menteri Perdagangan Australia dan Selandia Baru di sela-sela KTT Ke-14 ASEAN. Dasar perundingan AANZFTA adalah Joint Declaration of the Leaders at the ASEAN–Australia and New Zealand Commemorative Summit di Vientiane, Lao PDR, pada tanggal 30 November 2004.

Australia dan Selandia Baru merupakan mitra dagang ke-6 terbesar bagi ASEAN, sedangkan ASEAN merupakan mitra dagang ke-2 bagi Australia dan ke-3 bagi Selandia Baru. Persetujuan tersebut bertujuan untuk mengintegrasikan dua belas pasar ke dalam sebuah pasar berpopulasi sekitar 600 juta orang dengan PDB gabungan sebesar US$2,3 triliun. Perdagangan intraregional telah berkembang rata-rata sebesar 16% per tahun sejak dimulainya perundingan FTA pada tahun 2005.

Persetujuan ini akan berlaku enam puluh hari setelah Australia, Selandia Baru, dan minimal empat negara anggota ASEAN menyelesaikan peraturan domestiknya. Persetujuan AANZFTA merupakan:

1. 2.

persetujuan plurilateral pertama bagi ASEAN dan Australia. Selandia Baru telah memiliki persetujuan plurilateral dengan Brunei, Singapura, dan Chile, yaitu P4 atau dikenal dengan TransPacific Strategic Economic Partnership; persetujuan komprehensif pertama (single undertaking) yang dinegosiasikan dan ditandatangani oleh ASEAN dan mitra wicara mencakup perdagangan barang dan jasa, e-commerce, Movement of Natural Persons (MNP), investasi, kerja sama ekonomi, mekanisme penyelesaian sengketa dan bagian khusus prosedur bea cukai, Sanitary and


3. 4.

Phytosanitary (SPS) measures, standar dan peraturan teknis, intellectual property rights and kompetisi; persetujuan antarkawasan pertama bagi ASEAN; dan persetujuan pertama yang dinegosiasikan oleh Australia dan Selandia Baru secara bersama-sama.

Persetujuan tersebut bertujuan untuk:

1. 2. 3. 4. 5.

membebaskan tarif secara berkala sejak berlakunya persetujuan dan menghapuskan tarif minimal 90% dari semua ambang batas tarif dalam jangka waktu tertentu; membebaskan secara berkala hambatan pada perdagangan di bidang jasa dan memberikan akses pasar yang lebih besar bagi penyedia jasa dari Pihak yang terkait; memfasilitasi movement of natural persons bagi para pelaku aktivitas perdagangan dan investasi di kawasan; memberikan pelindungan pada investasi, dalam hal perlakuan investasi, kompensasi kerugian, transfer yang berkaitan dengan keuntungan dan modal, dan transfer hak atau klaim terhadap investasi; dan memfasilitasi pergerakan barang dengan menerapkan elemen rules of origin; prosedur bea cukai; SPS measures; dan standard dan peraturan teknis, serta prosedur penilaian baku.

Persetujuan AANZFTA juga disertai dengan beberapa lampiran berupa Schedules of Tariff Commitments, Product Specific Rules, Schedules of Specific Services Commitments, dan Schedules of Movement of Natural Persons Commitments.

Volume perdagangan antara ASEAN, Australia, dan Selandia Baru terus mengalami peningkatan. Sejak tahun 2004 hingga 2008 total perdagangan antara ASEAN dan Australia meningkat cukup pesat dari US$ 19,2 miliar menjadi US$ 51,6 miliar. Ekspor ASEAN ke Australia tumbuh dari US$ 16,2 miliar menjadi US$ 33,7 miliar. Impor ASEAN dari Australia tumbuh dari US$ 9,2 miliar menjadi US$ 17,9 miliar. Sedangkan volume perdagangan antara ASEAN dan Selandia Baru sejak tahun 2004 hingga 2008 juga mengalami peningkatan dari US$ 3,5 miliar menjadi US$ 7,4 miliar. Ekspor ASEAN ke Selandia Baru tumbuh dari US$ 2,1 miliar menjadi US$ 4,2 miliar. Impor ASEAN dari Selandia Baru tumbuh dari US$ 1,3 miliar menjadi US$ 3,3 miliar.


60

Total Perdagangan ASEAN dan Australia

50 40

S$ ilarU m

30 Total Perdagangan ‌

20 10 0

S$ ilarU m

Tahun

8 7 6 5 4 3 2 1 0

Total Perdagangan ASEAN dan Selandia Baru

Total Perdagangan ASEAN dan Selandia Baru

Tahun

40

Nilai Ekspor - Impor ASEAN ke dan dari Australia

35 30 25

S$ U ilar m

20 15

Ekspor

10

Impor

5 0 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Tahun


Nilai Ekspor - Impor ASEAN ke dan dari Selandia Baru

5 4

S$ ilarU m

3 2

Ekspor

1

Impor

0 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Tahun

60

Pertumbuhan Ekspor-Impor ASEAN ke dan dari Australia

40 20

) ta(% rsn e P

0

Ekspor Impor

-20 -40 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Tahun

60

Pertumbuhan Ekspor - Impor ASEAN ke dan dari Selandia Baru

40 20 Ekspor

) ta(% rsn e P

0

Impor

-20 -40 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Tahun

5.2 Persetujuan Perdagangan Barang


Perdagangan barang diatur dalam Bab 2 AANZFTA yang terdiri atas 12 pasal. Para Pihak sepakat untuk menurunkan dan/atau menghapuskan tarif barang sesuai dengan jadwal komitmen pada Annex 1 (Schedules of Tariff Commitments).

Modalitas penurunan dan atau penghapusan tarif barang pada AANZFTA terdiri atas dua kategori, yaitu: 1. Normal Track (NT) NT mencakup 90% dari total pos tarif dengan jadwal sebagai berikut:

Tingkat Tarif Preferensi AANZFTA

ASEAN

x = tarif MFN yang berlaku 2008

2009

2010

2011

2012

2013*

x > 20%

20

15

10

7

5

0

15% < x < 20%

15

10

7

5

3

0

10% < x < 15%

10

7

5

3

0

0

5% < x < 10%

5

5

3

0

0

0

0

0

0

0

x < 5%

tetap

ANZ

* Fleksibilitas untuk menghapus tarif tidak lebih dari 5% dari seluruh pos tarif nasional pada tahun 2015

x > 10%

10

5

0

5% < x < 10%

5

0

0

x < 5%

0

0

0

2. Sensitive Track (ST) ST mencakup 10% dari total pos tarif yang terdiri atas:

a. ST-1 (sensitive list) sebesar 6% dari total pos tarif.


Penurunan atau penghapusan tarif dilaksanakan pada periode 2010–2020. Modalitas penurunan dan atau penghapusan tarif adalah: Untuk ASEAN 6 -

Tarif MFN yang berlaku di atas 5% (x > 5%) akan dikurangi hingga 0-5% sesuai dengan jadwal berikut:

x = tingkat tarif MFN yang berlaku

Tingkat Tarif Preferensi AANZFTA 2008

x > 30% 20% < x < 30%

2009

bindings

2010

2011

2012

2013

2014

2015

2016

2017

2018

2020**

30

30

20

18

15

13

10

8

0-5

0

20

20

18

15

13

10

8

0-5

0-5

0

15

13

10

8

0-5

0-5

0-5

0

10

10

8

0-5

0-5

0-5

0-5

0

0-5

0-5

0-5

0-5

0-5

0-5

0-5

0

15% < x < 20% 10% < x < 15%

tariff bindings at the applied MFN levels

5% < x < 10%

** Indonesia dan Filipina akan tetap pada tarif 0-5%.

-

Tarif MFN yang berlaku sama dengan dan di bawah 5% akan dikurangi hingga 20% tidak lebih dari tanggal 1 Januari 2015.

Untuk Australia dan Selandia Baru

-

Tarif MFN yang berlaku akan dihapuskan sesuai dengan jadwal berikut:

x = tingkat tarif MFN yang berlaku

Tingkat Tarif Preferensi AANZFTA 2008

2009

x > 15% 10 > x < 15% 5 > x < 10% x<5

Tariff bindings at the applied MFN levels

2010

2011

2012

2013

2014

2015

15

13

10

8

5

0

10

8

5

3

0

0

5

3

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

b. ST-2 (highly sensitive list (HSL)) sebesar 4% dari pos tarif termasuk di dalamnya exclusion list (EL) maksimal 1% dari total pos tarif setiap negara. Modalitas pengurangan tariff


5.3 Persetujuan Perdagangan Jasa

Perdagangan di bidang jasa diatur dalam Bab 8 AANZFTA yang terdiri atas 24 pasal, dua lampiran (Annex on Financial Services dan Annex on Telecommunications), dan satu apendiks (Appendix on Transitional Arrangements).

Hal penting yang tercantum dalam bab tersebut adalah Pasal 3 tentang national treatment yang menjelaskan bahwa semua Pihak harus melindungi penyedia dan layanan jasa pihak lain serta memberikan perlakuan yang sama seperti halnya kepada penyedia dan layanan jasa domestik yang sejenis untuk sektor yang tercantum dalam Lampiran 3 (Schedules of Specific Services Commitments) atau Lampiran 4 (Schedules of Movement of Natural Persons).

Indonesia memberikan komitmen untuk membuka akses kepada pihak Australia dan Selandia Baru pada sembilan sektor dan subsektor, tercantum dalam Lampiran 3, yaitu jasa bisnis, jasa komunikasi, jasa konstruksi dan rekayasa terkait, jasa pendidikan, jasa keuangan, jasa bidang kesehatan dan sosial, jasa pariwisata dan perjalanan terkait, jasa transportasi, dan jasa energi.

Australia memberikan komitmen pada sebelas sektor dan sub-sektor yang tercantum dalam Lampiran 3 Schedule of Specific Services Commitments yaitu jasa bisnis, jasa komunikasi, jasa konstruksi dan rekayasa terkait , jasa distribusi, jasa pendidikan, jasa lingkungan hidup, jasa keuangan, jasa bidang kesehatan dan sosial, jasa pariwisata dan perjalanan terkait, jasa rekreasi, budaya, dan olahraga, dan jasa transportasi.

Selandia Baru memberikan komitmen pada sembilan sektor dan sub-sektor yang tercantum dalam Lampiran 3 Schedule of Specific Services Commitments yaitu jasa bisnis, jasa komunikasi, jasa konstruksi dan rekayasa terkait, jasa distribusi, jasa pendidikan, jasa lingkungan hidup, jasa keuangan, jasa pariwisata dan perjalanan terkait, dan jasa transportasi.

5.4 Persetujuan Investasi ASEAN-Australia-Selandia Baru

Persetujuan ini juga mengatur investasi yang tertuang dalam Bab 11 yang terdiri atas 28 pasal dan satu lampiran tentang expropriation and compensation.


Pasal 16 tentang Work Programme mengatur kewajiban para pihak untuk membahas jadwal reservasi, perlakuan investasi di bidang jasa yang tidak termasuk dalam commercial presence sebagaimana diatur dalam Bab 8 (Trade in Services), most favored nation, dan prosedur modifikasi jadwal reservasi dalam lima tahun sejak berlakunya persetujuan dan diawasi oleh Komite Investasi.

Komite Investasi bertugas mengatur pembahasan program kerja, mengkaji ulang investasi, mempertimbangkan hal lain yang menyangkut masalah investasi, serta melaporkan hasil perundingan kepada FTA Joint Committee.

5.5 Peluang dan Tantangan Peluang a. b. c. d.

perluasan akses pasar bagi para eksportir/pengusaha di kawasan; peningkatan economies of scale dalam aktivitas produksi; peluang networking and complementation; peningkatan kolaborasi diantara pelaku ekonomi di kawasan; dan penciptaan lingkungan bisnis yang meningkatkan kepastian, predictability, dan transparansi bagi para pelaku ekonomi sehingga mendapatkan keyakinan bahwa berbagai aktivitas komersil tidak akan berjalan dengan baik.

Tantangan 7) produk Indonesia belum dapat bersaing dengan produk unggulan Australia dan Selandia Baru; 8) kapabilitas sumber daya manusia nasional yang belum siap diserap oleh pasar tenaga kerja Australia dan Selandia Baru; 9) proposal kerja sama yang diajukan dalam kerangka perdagangan bebas masih merupakan kepentingan negara pendonor; 10) pemanfaatan dana dari negara pendonor yang belum dapat dimaksimalkan guna kepentingan nasional; 11) iklim usaha nasional yang belum kondusif untuk menarik masuknya investasi; dan 12) daya saing pelaku usaha Indonesia yang perlu ditingkatkan. 5.6 Peraturan Nasional Terkait Persetujuan AANZFTA

Hingga saat November 2010, belum terdapat peraturan nasional terkait dengan persetujuan AANZFTA karena Indonesia masih menyelesaikan proses transposisi 335 pos tarif yang perlu diverifikasi oleh Australia dan Selandia Baru. Hal ini juga dialami oleh negara ASEAN lainnya seperti Brunei Darussalam sekitar 75 pos tarif, Malaysia 23 pos tarif, Laos 172 pos tarif, dan Filipina sekitar 38 pos tarif.


Lampiran (dalam Cakram Padat/Compact Disc)

Agreement Establishing the ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area

VI. KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS ASEAN-INDIA

6.1 Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-India

Hubungan kerja sama ASEAN-India diawali dialog sektoral pada tahun 1992 kemudian India mendapatkan status sebagai mitra wicara penuh pada bulan Desember 1995. Pada KTT di Phnom Penh tahun 2002 status kemitraan ASEAN-India ditingkatkan menjadi mitra wicara ASEAN di tingkat kepala negara.

Hubungan tersebut mencapai tahap baru dengan ditandatanganinya Joint Declaration on Comprehensive Cooperation Partnership pada KTT Ke-8 ASEAN-Korea di Vientiane pada tanggal 30 November 2004, dan dua persetujuan penting, yakni Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation dan Dispute Settlement Mechanism under the Framework Agreement on Comprehensive Economic Partnership di Kuala Lumpur pada tanggal 13 Desember 2005.

ASEAN dan India adalah dua mitra dengan pertumbuhan perdagangan yang cukup pesat. Dalam periode 1993-2003, total nilai perdagangan antara ASEAN dan India mengalami peningkatan sebesar rata-rata 11.22% per tahun, dari US$ 2.9 miliar pada 1993 menjadi US$ 12.1 miliar pada 2003.

Mengingat besarnya potensi hubungan ekonomi antara ASEAN dan India serta menyadari luasnya peluang kerja sama yang dapat dimanfaatkan, ke dua pihak kemudian menyepakati dilakukannya negosiasi guna mewujudkan ASEAN-India Free Trade Area.

Dalam perkembangannya, pada tanggal 8 Oktober 2003, para pemimpin ASEAN dan India menandatangani Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation Between the Republic of India and the Association of Southeast Asian Nations (Framework Agreement). Perjanjian tersebut menegaskan kembali komitmen ke dua pihak untuk


mewujudkan ASEAN-India Regional Trade and Investment Area, yang akan mencakup Free Trade Area untuk perdagangan barang dan jasa, serta arus investasi.

Framework Agreement tersebut dalam pelaksanaannya turut berkontribusi dalam mengeratkan hubungan dagang antara ASEAN dan India. Pada tahun 2007, nilai ekspor ASEAN ke India mencapai US$ 24.658 miliar sementara nilai impor sebesar US$ 12.419 miliar. Sampai dengan bulan Agustus 2009, nilai ekspor ASEAN ke India telah mencapai US$ 30.085 miliar, dengan nilai impor sebesar US$ 17.379 miliar. Dengan demikian, telah terjadi peningkatan sebesar 28.01% dalam total nilai perdagangan ke dua pihak untuk periode tahun 2007 sampai bulan Agustus 2009.

Total Perdagangan

50,000 40,000 30,000 20,000

Total Perdagangan (dalam US$ Million)

10,000

9 0 2

8 0 2

7 0 2

6 0 2

5 0 2

4 0 2

3 0 2

0 2

1 0 2

0 2

9 1

8 9 1

7 9 1

6 9 1

5 9 1

0

Ekspor dan Impor ASEAN ke dan dari India 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 0

Ekspor (US$ Million) Impor (US$ Million)


Investasi Asing Langsung 600 400 200 0 -200

FDI (US$ Million) 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

-400 -600

6.2 Persetujuan di Bidang Perdagangan Barang

Perjanjian Perdagangan Barang antara ASEAN dan India (Agreement on Trade in Goods under the Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation Between the Association of Southeast Asian Nations and the Republic of India) ditandatangani pada tanggal 13 Agustus 2009 di Bangkok, Thailand, setelah negosiasi yang memakan waktu sekitar enam tahun. Penandatanganan perjanjian tersebut diharapkan dapat menciptakan salah satu kawasan perdagangan bebas terbesar di dunia dengan pasar yang jumlahnya hampir 1.8 miliar jiwa dan gabungan GDP tahun 2009 sebesar US$2.75 triliyun.

Perjanjian Perdagangan Barang ASEAN dan India tersebut akan meliberalisasi tarif sebanyak 90% dari total produk yang diperdagangkan ke dua belah pihak, termasuk produk spesial seperti minyak kelapa sawit (crude and refined), kopi, teh hitam dan merica. Tarif dari sekitar 4000 macam produk akan dihapus paling cepat pada tahun 2016. Perjanjian Perdagangan Barang ASEAN dan India berlaku pada tanggal 1 Januari 2010 setelah India dan paling tidak salah satu negara anggota ASEAN telah menyelesaikan proses ratifkasi perjanjian tersebut.

Jadwal pengurangan atau penghapusan tarif

Modalitas Perdagangan Barang ASEAN-India

Track

Modality


Normal Track = 80% TL and 75% TV

NT1 = 71% TL and 71.71% TV

Normal Track (NT)

Elimination by 31 Dec 2013 for ASEAN 5 and India; 31 Dec 2018 for the Philippines and India; and 31 Dec 2018 for CLMV.

NT2 = 9% TL and 3.37% TV Elimination by 31 Dec 2015 for ASEAN 5 and India; 31 Dec 2018 for the Philippines and India; and 31 Dec 2020 for CLMV.

Sensitive Track (ST)

Sensitive Track = 20% TL and 25% TV

Sensitif List (SL) :

(1) Reduction of tariffs to 5% ASEAN 5 and India by 31 Dec 2015; Philippines and India by 31 Dec 2018; CLMV by 31 Dec 2020.

(2) Elimination of tariffs (4% TL of ST) ASEAN 5 and India by 31 Dec 2018; Philippines and India by 31 Dec 2021; CLMV by 31 Dec 2023.

(3) Standstill 50 TL at MFN 5% will be at standstill; remaining TL will be reduced to 4.5% upon EIF; subsequent reduction to 4% by 31 Dec 2015 for ASEAN 6 and India.


Reduction of tariffs according to 3 categories: High Sensitif (HGL):

List A. reduction to 50% B. reduction by 50% C. reduction by 25%

End date: 31 Dec 2018 for ASEAN 5; 31 Dec 2021 for the Philippines; 31 Dec 2023 for CLMV

489 TL and 5% TV Exclusion List (EL) :

a.

Normal Track (i)

Tarif MFN sebagaimana tercantum dalam Normal Track akan dikurangi untuk kemudian dihapuskan, dengan jadwal sebagai berikut:

•

Normal Track 1 Untuk Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand, dengan India, penghapusan tarif dengan jadwal 1 Januari 2010 sampai 31 Desember 2013.

Untuk Filipina dengan India, penghapusan tarif dengan jadwal 1 Januari 2010 sampai 31 Desember 2018.


Untuk CLMV (Kamboja, Lao, Myanmar, dan Vietnam) dengan India, penghapusan tarif dengan jadwal 1 Januari 2010 sampai 31 Desember 2018; sementara India akan menghapus tarifnya dengan jadwal 1 Januari 2010 sampai 31 Desember 2013.

•

Normal Track 2 Untuk Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand, dengan India, penghapusan tarif dengan jadwal 1 Januari 2010 sampai 31 Desember 2016.

Untuk Filipina dengan India, penghapusan tarif dengan jadwal 1 Januari 2010 sampai 31 Desember 2019.

Untuk CLMV (Kamboja, Lao, Myanmar, dan Vietnam) dengan India, penghapusan tarif dengan jadwal 1 Januari 2010 sampai 31 Desember 2021; sementara India akan menghapus tarifnya dengan jadwal 1 Januari 2010 sampai 31 Desember 2016.

(ii)

b.

Tarif MFN yang sudah mencapai 0% akan tetap 0%. Ke dua pihak tidak diperbolehkan menaikkan tarif kecuali jika ditentukan sebaliknya dalam perjanjian.

Sensitive Track (i)

Tarif MFN di atas 5% akan diturunkan menjadi 5% dengan jadwal : Untuk Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand, dengan India, penghapusan tarif dengan jadwal 1 Januari 2010 sampai 31 Desember 2016.

Untuk Filipina dengan India, penghapusan tarif dengan jadwal 1 Januari 2010 sampai 31 Desember 2019.

Untuk CLMV (Kamboja, Lao, Myanmar, dan Vietnam) dengan India, penghapusan tarif dengan jadwal 1 Januari 2010 sampai 31 Desember 2021; sementara India


akan menghapus tarifnya dengan jadwal 1 Januari 2010 sampai 31 Desember 2016.

(ii). Tarif MFN sebesar 5% akan tetap diberikan untuk 50 tariff lines. Tarif untuk sisa tariff lines akan dikurangi menjadi 4.5% setelah perjanjian berlaku untuk ASEAN 6 (Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand) dan 5 tahun kemudian bagi CLMV. Tarif tersebut akan diturunkan kembali menjadi 4% dengan jadwal sesuai dengan yang diatur dalam sub paragraf i.

(ii)

Tarif MFN sebesar 4% akan dihapus dengan jadwal : Untuk Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand, dengan India, penghapusan tarif dengan jadwal 1 Januari 2010 sampai 31 Desember 2016.

Untuk Filipina dengan India, penghapusan tarif dengan jadwal 1 Januari 2010 sampai 31 Desember 2019.

Untuk CLMV (Kamboja, Lao, Myanmar, dan Vietnam) dengan India, penghapusan tarif dengan jadwal 1 Januari 2010 sampai 31 Desember 2021; sementara India akan menghapus tarifnya dengan jadwal 1 Januari 2010 sampai 31 Desember 2016.

c.

Produk Spesial

(i)

Produk Spesial yaitu komoditas dari India berupa minyak kelapa sawit (crude and refined), kopi, teh hitam, dan merica.

(ii)

Untuk tariff rates yang tercantum dalam produk spesial akan dikurangi sesuai dengan pengurangan jadwal berikut ini : Special Products


(iii) Tawaran yang lebih baik diajukan India kepada produsen minyak / lemak lainnya akan berlaku sama terhadap produk-produk dari minyak kelapa sawit. (iv) Apablia tarif MFN untuk CPO dan RPO lebih rendah dari prefential tariff di dalam AIFTA, yang akan diberlakukan adalah tarif yang paling rendah. d.

Highly Sensitive Lists

Diklasifikasikan ke dalam 3 kategori yaitu:

(i) Kategori 1: mengurangi pengenaan tarif MFN sebesar 50%; (ii) Kategori 2: mengurangi pengenaan tarif MFN sampai dengan 50%; (iii) Kategori 3: mengurangi pengenaan tarif MFN sampai dengan 25%; pengurangan tarif di atas akan dicapai pada 31 Desember 2019 untuk Indonesia, Malaysia dan Thailand; 31 Desember 2022 untuk Filipina; dan 31 Desember 2024 untuk Kamboja dan Viet Nam.

e.

Exclusion List

Exclusion List akan dikeluarkan dari preferensi tarif AIFTA dengan tetap dilakukan peninjauan setiap tahun guna meningkatkan akses pasar.

6.3 Persetujuan Perdagangan Jasa

Perjanjian perdagangan bebas jasa antara ASEAN dan India masih dalam proses penyelesaian. Diharapkan perjanjian tersebut dapat diselesaikan pada tahun 2010. Hal-hal


yang diharapkan untuk dimuat dalam perjanjian perdagangan bebas jasa adalah sebagai berikut:

• •

adanya upaya liberalisasi di bidang jasa yang menghapus diskriminasi tindakan dengan menghormati asas-asas perdagangan jasa oleh kedua belah pihak, kecuali terhadap tindakan yang diatur dalam artikel V(1)(b) dalam WTO General Agreement on Trade in Services (GATS); adanya penjajakan dan upaya untuk mendalami lingkup liberalisasi di bidang jasa yang telah dijalankan oleh negara-negara anggota ASEAN dan India dalam implementasi GATS; memperbesar intensitas kerja sama di bidang jasa antara kedua belah pihak dalam meningkatkan efisiensi dan kompetisi, dan juga mengkategorikan bermacam-macam penyedian dan distribusi jasa oleh negara-negara ASEAN dan India.

ASEAN dan India masih menegosiasikan tawaran (offer) akses terhadap sektor-sektor jasa yang akan diatur dalam perjanjian.

6.4 Persetujuan Investasi

Total Foreign Direct Investment (FDI) dari India ke negara-negara ASEAN mencapai US$ 429.62 juta pada tahun 2008 atau sekitar 0.7% dari total FDI yang diterima ASEAN. Adapun total FDI India ke ASEAN periode tahun 1995-2008 tercatat sebesar 1.696 milyar.

Untuk mendukung terciptanya iklim investasi yang kondusif dan kompetitif serta mendorong arus investasi antara ke dua pihak, para pemimpin ASEAN dan India menyepakati untuk antara lain :

• • •

melakukan negosiasi secara progresif untuk meliberalisasi rezim investasi di kedua belah pihak; memperkuat kerja sama di bidang investasi, memfasilitasi investasi, dan meningkatkan transparansi dari peraturan investasi; menyediakan perlindungan investasi.

Hingga kini, perundingan perjanjian investasi antara ASEAN dan India masih berlangsung.

6.5 Peluang dan Tantangan

a. Peluang


1)

India merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar kedua setelah China dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat dan dinamis. Hal ini membuat India menjadi salah satu pemain kunci dalam perekonomian global. Untuk lebih meningkatkan pertumbuhan ekonominya, India membutuhkan barang dan jasa dari negara-negara ASEAN. Mempertimbangkan hal ini, kemitraan ekonomi strategis dengan India akan memungkinkan ASEAN untuk mengurangi ketergantungannya pada pasar tradisional di Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang.

2)

Dalam kerangka FTA, posisi tawar ekonomi regional pada umumnya dan Indonesia pada khususnya menjadi lebih kuat dalam menarik mitra dagang dan investor potensial, yang pada gilirannya dapat meningkatkan aktivitas ekonomi nasional.

3)

Kerja Sama perdagangan bebas dengan India dapat menjadi counter-balance terhadap pengaruh negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, China, dan Korea, sehingga ASEAN dan Indonesia tidak berada dalam posisi terjepit.

4)

Volume perdagangan bilateral antara Indonesia dan India mencapai sekitar US$ 9.60 miliar pada tahun 2009 dengan surplus bagi Indonesia. Para pemimpin ke dua negara telah sepakat untuk meningkatkan volume perdagangan bilateral menjadi US$ 10 milyar pada tahun 2010. Selain mendorong aktivitas ekonomi, hal ini dapat membuka lapangan kerja baru bagi penduduk Indonesia.

5)

India memiliki keunggulan di berbagai sektor yang dapat diperoleh Indonesia lewat mekanisme alih-teknologi. Sektor-sektor tersebut antara lain sektor pertanian, industri otomotif, teknologi informasi dan telekomunikasi, serta energi dan pembangkit tenaga listrik.

b. Tantangan 1). Kurang efektifnya koordinasi antar instansi pemerintah, dan antara instansi pemerintah dengan sektor swasta, sehingga dapat menghambat optimalisasi peluang kerja sama dengan India. 2). Kualitas sumber daya manusia dan kreatifitas yang masih rendah sehingga dikhawatirkan kurang dapat bersaing dengan tenaga kerja India yang mempunyai kemampuan lebih baik. 3). Iklim usaha yang kurang kondusif dan kompetitif dikhawatirkan dapat menghambat aktifitas ekonomi nasional dan arus investasi dari India.


4). Kondisi infrastruktur seperti jalan raya, pelabuhan dan listrik yang masih kurang memadai dapat menyebabkan kurang berminatnya investor dari India untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

6.6 Peraturan Nasional Terkait Kawasan Perdagangan ASEAN-India • Pemerintah RI melalui Keputusan Presiden No. 69 tahun 2004 tanggal 10 Agustus 2004, Lembaran Negara No. 84 telah meratifikasi Framework Agreement on the Comprehensive Economic Partnership between the ASEAN and the Republic of India yang ditandatangani di Bali, 8 Oktober 2003. • Pemerintah RI melalui Peraturan Presiden No. 40 Tahun 2010 tanggal 15 Juni 2010 telah meratifikasi Agreement on Trade in Goods of the Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-operation between the ASEAN and the Republic of India yang telah ditandatangani di Bangkok, Thailand, 13 Agustus 2009. • Penetapan Tarif Bea masuk dalam rangka AIFTA ditetapkan dengan Permenkeu No. 144/PMK.011/2010 tanggal 24 Agustus 2010 tentang Tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor Dalam Rangka ASEAN-India Free Trade Area (AIFTA).

Lampiran (dalam Cakram Padat/Compact Disc)

Agreement on Trade in Goods of the Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between the ASEAN and the Republic of India



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.