Undercover Story KKN UNS Malaka 2019

Page 1

KKN UNS PERIODE JANUARI - FEBRUARI 2019

Cerita Malaka UNDERCOVER STORY VOL. 01

DESA MALAKA K E C A M ATA N P E M E N A N G K A B U PAT E N LO M B O K U TA R A



instagram : @tempuhmalaka UNIT PENGELOLA KULIAH KERJA NYATA LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT (LPPM) UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2019


ARI

R A F LY

People

SANI

who made this journey

possible

MARISKA

SHELIN

DORA

NIKEN

HAR

1

YOGA

C E R I TA M A L A K A


AURIO

LINDA

ARNIN

OKFIED

ABY

FA R I S

RIDHO

REZNU

YA S S I N TA

C E R I TA M A L A K A

Contributors

AGIT

2


About Us Mariska Jessica Yastri Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Aurio Febrian Muhamad Ilham Agroteknologi Fakultas Pertanian

Faris Nashiruddin Hakim Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Achwan Restu Prayoga Teknik Mesin Fakultas Teknik

Niken Dwi Swastika Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Ghaisani Tamimi Pendidikan Bahasa Jawa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Yassinta Nur Yasmin Lukita Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Aby Rafdi Rustama Surya Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya

Shelina Vonny Kartika Sujoko Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Okfied Nurneini Soesendar Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya

Arnindya Afifah Urfan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Rafli Fachrezi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Muhammad Reznu Fisyawardana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Hariyatik Kriya Tekstil Fakultas Seni Rupa dan Desain

Maylingga Vainggita Muharrom Pendidikan Bahasa Jawa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

I Dewa Agung Aridika Permana Pendidikan Seni Rupa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Theodora Paskadita Haryono Psikologi Fakultas Kedokteran

Ridho Abdillah Pendidikan Seni Rupa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Linda Tri Endah Mawarni Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya

3


Maylingga V. M

Layout Design Arnindya A.U

Photographer Faris N. H Yassinta N. Y. L M. Reznu

Contributors

Editor

4


Selayang Pandang

5

C E R I TA M A L A K A


D

esa Malaka merupakan tem- Dan yang paling kami rasakan ada- Terimakasih kami ucapkan kehadirat pat kami mengabdi dalam lah bahasa daerah yang masih ser- Allah SWT, yang berkat rahmat-Nya

program KKN UNS Periode Janu- ing digunakan oleh warga sekitar, kami dapat sampai ke Lombok dan ari – Februari 2019. Lebih tepatnya sehingga menarik kami untuk ikut kembali ke Solo dengan selamat. berada di Kecamatan Pamenang, mempelajari dan menggunakan ba- Juga kepada bapak Akmaludin Kabupaten Lombok Utara, Nusa hasa Sasak sebagai bahasa sehari – yang telah menerima dan menaunTenggara Barat. Bertemakan “Pen- hari kami selama di Lombok. Untuk gi kami selama mengabdi di Desa ingkatan Kesejahteraan dan Kuali- menjalani kehidupan sehari - hari Malaka. Kepada bapak Yusran setas Sumber Daya Masyarakat Pasca selama 40 hari diluar Jawa ternyata laku kepala dusun Pandanan, dan Bencana�, kami mengabdi untuk cukup menantang bagi kami. Men- seluruh penduduk dusun Pandanan membantu masyarakat dalam mem- cari ketersediaan beberapa kebutu- yang menjadi lokasi spesifik kami bangun

kembali

kondisi

sosial, han pokok tidak semudah di tempat selama menjalani program KKN.

ekonomi, dan pariwisatanya.

asal kami. Misalnya saja lokasi pasar Terimakasih juga kami sampaikan

Gempa bumi yang melanda Lom- tradisional terdekat dengan dusun kepada bapak Marwan selaku sekbok pada pertengahan tahun 2018 kami sudah mencapai 6KM, sedang- retaris desa yang telah memberikan lalu, cukup berdampak pada mas- kan untuk menuju ke pusat kota yak- segala informasi dan data yang kami yarakat

Desa

Malaka.

Rusaknya ni Kota Mataram, kami membutuh- butuhkan dalam menjalani program

tempat tinggal penduduk desa, dan kan waktu tempuh sekitar 1,5 jam kerja. Ibu Siti selaku guru dan penbeberapa fasilitas umum seperti perjalanan

menggunakan

mobil, anggung jawab SDN 1 Malaka yang

kantor desa, sekolah, puskesmas, begitu juga untuk memenuhi kebu- telah membantu kami dalam melpasar, dan tempat – tempat ibadah tuhan atau perlengkapan berbagai akukan sosialisasi segala program sangat berpengaruh pula dengan program kerja Tim KKN kami.

kami yang melibatkan pihak se-

kondisi perekonomian penduduk Banyak hal baru yang kami temukan kolah. Tidak lupa juga kami ucapkan desa. Oleh karena itu, dalam pro- di Lombok. Kebiasaan baru, baha- terimakasih kepada seluruh warga gram KKN ini kami bertujuan untuk sa baru, suasana yang baru, teman Desa Malaka dan pihak-pihak termembantu penduduk desa dalam baru, dan keluarga baru. Salah satu kait yang tidak dapat kami sebutkan memperbaiki beberapa sektor.

warga desa yang sangat dekat den- satu per-satu. Semoga kita dapat

H. Akmaludin Ichwan, S.AP, sela- gan kami, dan selalu membantu dipertemukan kembali di waktu dan ku kepala desa Malaka memimpin kami dalam menyelesaikan beber- kesempatan yang akan datang. Sesejumlah 12 dusun dengan luas apa program. Pak Usman dan pu- moga buku ini dapat memberikan wilayah mencapai 3.970,30 Ha. Le- tranya, Mas Muis. Pak Usman adalah wawasan bagi masyarakat pada umtak Desa Malaka yang berada dian- orang yang pertama kali memperk- umnya dan khususnya bagi Mahatara pantai dan daerah perbukitan enalkan bahasa Sasak kepada kami, siswa KKN Kemitraan Luar Jawa. menyebabkan

adanya

keberag- dan Pak Usman jugalah orang yang

desa setempat. Selain itu, dengan lang ke Solo. adanya budaya Suku Sasak yang masih kental terasa di Desa Malaka, kami dituntut untuk dapat beradaptasi dengan kondisi alam, makanan, bahasa, kebiasaan dan pola pikir yang berada di daerah

Prologue

aman mata pencaharian penduduk paling bersedih saat kami harus pu-

kami.

C E R I TA M A L A K A

6


TABLE OF CONTENT 1

Contributors

5

Prologue

9

11

14 17

7

Mencari, Menyusun yang Tersisa Bersama Hariyatik

introduction

Catatan dari Malaka Maylinnga V. M

The Local Wisdom I Dewa Agung Aridika Permana Gempa, Apa Dampaknya? Achwan Restu Prayoga

19

Begibung dan Kebersamaan Arnindya Afifah Urfan

22

Berugak Niken Dwi Swastika

24

Nyongkolan, Prosesi Pernikahan Suku Sasak di Era Modern Yassinta Nur Yasmin

27

Kecepret Faris Nashiruddin Hakim

tradition

C E R I TA M A L A K A


Pantai Pinggir Jalan Muhammad Reznu Fisyawardana

society

32

Budaya Melaut Pantai Pandanan Rafli Fachrezi

35

Bahu Membahu Warga Nelayan Ghaissani Tamimi

37

Impian Kaki Kecil di Dusun Pandanan Mawar Linda

39

Bilal Si Bocah Petualang Mariska Jessica Yastri

41

Kopi dan Kelapa yang Dipertemukan Aby Rafdi

43

Jejak Si Muis Ridho Abdillah

45

Agar Lelahmu menjadi Lillah Shellina Vonny Kartika Sujoko

49

social life

Secangkir Kopi dan Senyuman Hangat Aurio Febrian Muhamad Ilham

culinary

51

Cita Rasa Malaka Theodora Paskadita Haryono

54

Perjumpaan, Pandanan, dan Perpisahan Okfied Nurneini Soesendar

C E R I TA M A L A K A

Table of Content

29

8


Mencari, Menyusun yang Tersisa Bersama Hariyatik

L

ombok Utara, Desa Malaka, Dusun Pandanan menjadi tujuan Kami dalam melaksanakan kegiatan kuliah kerja nyata /KKN periode ini, kelompok Kami mengikuti KKN kemitraan Yang bertema Recovery Bencana. peristiwa gempa bumi Yang menimpa Provinsi NTB pada bulan Agustus 2018 lalu tak hanya meruntuhkan bangunan semata, tetapi menimbulkan beberapa perubahan yang lainnya pula, seperti trauma, aktivitas kegiatan masyarakat yang biasannya menjadi berubah, serta keadaan lingkungan setelah terguncang gempa. Kegiatan KKN kelompok kami sangat mengharapkan kelancaran serta keselamatan Dalam menjalankan kewajiban serta tanggungjawab sosial ini. Tak mengherankan jika kami sudah memupuk mental “siap siaga� saat sebelum berangkat ke Dusun Pandanan. Perjalanan kami mulai dari Surakarta pada tanggal 16 Januari 2019 selama 5 jam menggunakan bus sebagai transportasi awal menuju Bandara Juanda, Surabaya yang kemudian selanjutnya kurang lebih 1 jam menuju Bandara Lombok, lalu ke Dusun Pandanan menggunakan bus selama kurang lebih 30 menitan.

9

Menempati posko layak huni sama halnya kenyamanan rumah sendiri bagi kami para mahasiswi, serta sambutan ramah para warga sekitar. Tak heran pula jika hari pertama kami langsung pergi melihat situasi di pinggir Pantai Pandanan saat pagi hari, menyaksikan beberapa perahu millik masyarakat Yang belum melaut dan membantu para nelayan serta ikut mendorong perahu ke pinggir pantai sebagai simbol gotong royong masyarakat pesisir. Para nelayan melaut mencari ikan, ikan tongkol menjadi salah satu tangkapan yang dibawa oleh para nelayan pulang untuk dikonsumsi sendiri serta dijual. Tak lupa kami pulang juga membawa tangkapan ikan tongkol dari pemberian para nelayan untuk dimasak sendiri saat di posko. Sebelum peristiwa gempa pada bulan Agustus 2018 lalu, masyarakat Selain ke pantai, kami berkunjung serta silaturahmi ke rumah warga sekitar, pemandangan beberapa bulan pascabencana ternyata masih menyisakan puing bangunan yang ambruk rata, sangat memprihatinkan. Patut disyukuri jika sekarang masyarakat sekitar mampu menyusun tempat tinggal mereka lagi meski tidak seperti semula.

C E R I TA M A L A K A


Bahkan ruang Kami tak henti di Stasiun Malaka saja, melainkan posko menjadi alternatif ruang edukasi yang layak guna pula, seriap hari adik-adik ke posko mencari kesempatan belajar bersama kami hingga kelelahan karena setiap Hari mereka datang. Saat sore hari kami pergi ke surau/masjid untuk belajar mengaji bersama. Jadi kami mempergunakan 3 ruang alternatif untuk belajar bersama yakni, yayasan di Stasiun Malaka saat pagi hari, posko saat siang hari dan surau/masjid saat sore hari. Setelah beberapa hari kami berada di Dusun Pandanan beberapa gejala perubahan lingkungan dan cuaca kami rasakan. Cuaca yang tidak menentu serta sadar bersih lingkungan di area pantai dan di lingkungan rumah warga yang masih minim. Salah satu contoh yang membuat kami memperhatikan kebersihan lingkungan adalah beberapa anak mengalami gatal-gatal di kulit hingga membekas, sepertinya setelah pascagempa beberapa bulan lalu memengaruhi kondisi air tanah yang warga gunakan. Keadaan cuaca saat malam hari membuat gelombang pasang air laut naik lebih tinggi hingga merusak beberapa perahu millik warga. Namun sekarang para warga sudah perlahan menyusun kembali sisa-sisa harapan setelah bencana yang mereka alami.

Introduction

Selain itu kami turut mendengarkan cerita dari warga mengenai peristiwa gempa lalu, fenomenanya begitu sangat tidak diharapkan, pohon-pohon kelapa terguncang hingga buah kelapanya terjatuh dan daun-daunnya terayun dari bawah hingga ke atas, tak heran pula jika sisa-sisa reruntuhan rumah masih terlihat sebagai bukti bahwa fenomenanya gempa bumi yang lalu sangat tak terbayangkan oleh kami. pendatang lokal maupun luar negeri cukup ramai di Pantai Pandanan, namun saat setelah gempa kegiatan para masyarakat menjadi berubah karena trauma serta adanya isu gelombang tinggi (tsunami) melanda. Selanjutnya Kami mendatangi organisasi pemuda lokal sadar pariwisata/Pokdarwis yang ikut serta dalam membangun yayasan serta pendidikan nonformal di Stasiun Malaka namanya. Kesempatan bagi kami untuk ikut andil dalam memberikan pendidikan alternatif bagi anak-anak sekolah dasar serta menjadi salah satu ruang penyuluhan program kerja kami yang bertajuk recovery bencana untuk warga Dusun Pandanan.

C E R I TA M A L A K A

10


Catatan dari Malaka Maylingga Vainggita Muharrom

T

ernyata, cinta berasal dari sebuah penolakan bukan hanya isapan jempol belaka. ‘Rumit’ adalah kata yang tepat untuk menggambarkan bagaimana tim kami pada awalnya. Tim yang awalnya kami persiapkan untuk berangkat mengabdi ke Pangsan, sebuah desa di Kabupaten Badung, Bali langkahnya harus terhenti ketika verifikasi KKN Kemitraan oleh pihak LPPM. Ya, kami tertolak dengan lumayan telak. Namun, setelah itu pihak LPPM membuka pendaftaran KKN Kemitraan untuk wilayah Lombok, dengan program utama recovery pascabencana gempa Agustus lalu. Dengan berbagai pertimbangan dan mundurnya salah satu anggota kami untuk bergabung dengan tim KKN lain yang kemudian posisinya digantikan oleh dua orang yang pada akhirnya benar-benar ‘melengkapi’ kami, akhirnya kami memutuskan mendaftar dan berangkat mengabdi ke Bumi 1000 Masjid. Perjalanan kami dimulai 16 Januari dini hari dengan meninggalkan gerbang belakang kampus untuk menuju Surabaya, kemudian melanjutkan perjalanan via udara dari Surabaya menuju Lombok, sebuah pulau yang berjarak kurang lebih 760 kilometer dari Universitas Sebelas Maret. And the story begins here…

11

C E R I TA M A L A K A


Mayoritas warga Pandanan menggantungkan pencahariannya dari hasil laut dengan memancing ikan. Hasil laut yang biasa didapat adalah ikan tongkol, bahkan ketika sedang musimnya, menurut warga, tongkol sudah tidak ada harganya lagi saking banyaknya. Selain itu, hasil lain yang biasa didapat warga dari laut yaitu cumi-cumi dan ikan kerapu. Kadang ada yang pulang ‘mancing’ dan mendapatkan ikan dengan ukuran besar, yang saya nggak tahu namanya. Di pagi hari terkadang kami ke pantai, selain untuk mencari udara segar pagi hari, kami juga membantu nelayan yang mendarat. Kami membantu ‘mengangkat’ perahu ke tepian pantai. Berat sih, tapi demi tongkol gratis apa pun akan kami lakukan.

tipat sebur

C E R I TA M A L A K A

Introduction

Malaka, sebuah desa di Kecamatan Pemenang, Lombok Utara menjadi rumah kami selama 40 hari berada di Lombok. Kami berada di Dusun Pandanan, salah satu dari 12 dusun yang berada di Malaka, dusun yang memiliki populasi lebih dari 450 KK. Dusun yang masyarakatnya mayoritas menggantungkan pencaharian dari laut dan pariwisata di Tiga Gili. Dusun yang menjadi saksi di mana banyak cerita terjadi. Mayoritas warga Pandanan adalah muslim yang taat, ketika muazin mulai mengumandangkan azan, mereka pasti segera meninggalkan pekerjaan yang sedang dikerjakan dan bergegas menuju musala terdekat untuk melaksanakan salat berjamaah. Suatu hal yang jarang saya temui dan jujur saja membuat saya kagum. Selain itu, mengaji juga menjadi kegiatan rutin bagi anak-anak Dusun Pandanan. Selama KKN, kami ikut membantu sekaligus mengajar adik-adik mengaji di dua lokasi berbeda, padahal menurut warga masih ada dua sampai tiga lokasi mengaji lagi di Pandanan. Dari apa yang kami alami, di lokasi mengaji yang kami sambangi, selalu ramai apa pun kondisinya. Banyak dari anak-anak di Pandanan memiliki mimpi untuk menjadi hafiz Quran. Saya terharu dan kagum, sekali lagi. Di Pandanan saya menemukan sebuah harta karun dalam bentuk makanan. Saya yakin, karena saking enaknya, pasti makanan ini diciptakan ketika Tuhan sedang tersenyum. Makanan itu bernama ketipat sebur. Ketipat Sebur merupakan makanan dengan bahan ketipat atau ketupat yang disiram dengan sayur yang berisi mi dan suwiran tongkol. Ketipat Sebur biasa kami nikmati di atas kerupuk tipis berbentuk piring yang sepertinya dibuat dari ketela. Sensasi rasa ketika kuah sebur meresap ke dalam kerupuk kemudian kita makan, beuh mantap. Entah bumbu apa saja yang digunakan dalam pembuatan sayur sebur ini, yang pasti ketika ada teman atau saudara yang berkunjung ke Lombok, saya pasti merekomendasikan makanan ini.

12


Di Pandanan pula saya menemukan sesuatu yang sedikit mengganjal benak saya. Anak SD di Pandanan lebih hafal lagu yang menurut saya bukan konsumsinya daripada lagu anak-anak. Salah satunya lagu dengan lirik “katamu cintaku berlebihan, cemburu ku tak beralasan…” yang bahkan saya sendiri sebelum terlalu sering mendengarkan anak-anak menyanyikan lagu itu tidak tahu apa judulnya. Walau hal ini jamak terjadi saat ini, namun sebelum tiba di Pandanan, saya memiliki harapan bahwa anak SD di sini masih seperti anak SD yang seharusnya. Dan juga lagu Korea begitu populer bagi anak SD di Pandanan. Ya, demam K-Pop sudah merambah anak-anak Pandanan. Dari segi psikis pascabencana, saya salut dengan warga Pandanan apalagi anak-anaknya. Saya yakin, secara psikis warga Pandanan sudah bangkit pascabencana gempa bumi Agustus kemarin. Namun secara fisik, Pandanan belum bangkit secara keseluruhan. Untuk rumah tinggal, warga Pandanan sudah tinggal di rumah panggung, bukan hunian sementara. Sedangkan untuk infrastruktur, di Malaka sendiri masih dalam proses pembangunan. Sebagai contoh, Kantor Desa Malaka yang hancur total pascabencana kemarin masih belum dibangun, sehingga pelayanan Kantor Desa masih bertempat di bangunan sementara. Warga Pandanan sendiri sangat ramah, dalam hal apa pun. Ketika saya berjalan dan melewati rumah warga kemudian menyapanya, mereka tidak segan mengajak saya untuk mampir ke rumah mereka. Dan ketika mampir, kopi menjadi minuman yang hampir pasti disuguhkan, bahkan saya beberapa kali ditawari untuk makan bersama mereka, hal-hal kecil ini yang membuat saya jatuh cinta kepada Pandanan. Ketika kami pulang, Kepala Dusun dan tetangga sekitar posko hadir untuk sekadar mengucap salam perpisahan. Kami pamit diiringi air mata dari anggota tim dan tetangga sekitar posko.

13

“Saya rasa, gagalnya saya mengabdi ke Pangsan dan berpindah ke Lombok, tepatnya Pandanan adalah salah satu bentuk campur tangan Tuhan yang sangat baik. Karena di Pandanan, saya merasa nyaman dan merasa seperti berada di rumah sendiri.”

C E R I TA M A L A K A


The Local Wisdom I Dewa Agung Aridika Permana

Introduction

“Banyak pengalaman dan pelajaran hidup yang bisa saya petik di Lombok ini mulai dari kekeluargaan hingga tentang perpisahan yang di mana pun pasti akan terjadi.�

C E R I TA M A L A K A

14


P

agi itu tak terasa tiba-tiba badanku pegal, oh ternyata karena aku baru saja terbangun dari tidurku di kursi dalam bus, aku lihat jam ternyata sekarang pukul 6 pagi, aku mulai melihat sekelilingku dan bertanya kepada Ridho, “Tekan ndi iki?� “Tekan bandara,� katanya. Kami segera turun dari bus dan menurunkan barang tidak terburu-buru karena pesawat kami tinggal landas pukul 10, masih ada banyak waktu untuk istirahat dan sebat sembari menunggu keberangkatan. Setengah dari kami memutuskan untuk check in, karena keberangkatan masih lama aku dan teman sejoli yang satu perguruan serta ditemani Aurio--sebut saja jamur-- (karena potongan rambutnya seperti bentuk jamur) mengambil keputusan untuk sebat alias sebatangan alias merokok untuk mengurangi rasa lapar. Jam menunjukkan pukul setengah 9, setelah selesai check in kami akhirnya makan berbekal nasi bungkus yang dibawakan Mba Opit (nama aslinya adalah Okfied tim KKN kami) dari rumah sangat membuat kami senang karena rasa lapar yang tak tertahan akhirnya terobati. Setalah makan dan kekenyangan kami masuk pesawat dan tinggal landas, memang sudah jamnya sih kami harus berangkat. Kami tiba di Pulau Lombok kira-kira pukul 11 siang, sampai di sana kami dijemput dengan bus yang sebelumnya sudah kami pesan untuk mengantar kami ke Desa Malaka, lebih tepatnya Dusun Pandanan lokasi KKN kami. Dusun Pandanan sendiri dihuni kurang lebih 400 KK. Warga di sini sangat ramah, anak-anak pun juga mereka kelihatan sangat gembira ketika kami datang, meski sebelumnya dilanda bencana. Rumah dengan bangunan permanen semuanya rata, mereka membangun kembali rumah mereka dengan sisa puing-puing yang masih bisa digunakan untuk membangun. Pernah suatu ketika saya dan teman saya ikut nongkrong dengan warlok (warga lokal) dudukduduk santai sambil dibuatkan kopi. Kopi yang khas dari daerah sini adalah kopi yang dicampur beras, tetapi ada juga kopi jahe. Kebetulan kopi yang dibuatkan oleh Ibu dari Mas Muis adalah kopi jahe.

15

Mas Muis adalah warga lokal asli Dusun Pandanan, rumahnya sangat dekat dengan posko kami, hampir setiap malam kami pasti nongkrong dengannya, bercerita tentang rumah yang katanya mau diganti pemerintah dengan uang 50 juta per KK tanpa dipotong sepeser pun tapi sampai sekarang belum cair dan cerita tentang mistis lokal yang membuat kami penasaran walaupun merinding ketika Mas Muis bercerita. Sekolah di sini masih berjalan seperti biasanya walaupun sebagian gedungnya hancur akbiat gempa, tetapi ada satu sekolah yang nonformal yaitu Stasiun Malaka. Sekolah ini didirikan oleh Yuri Romero dia berasal dari Kuba yang menetap di Indonesia dan tinggal di Jakarta. Bersama teman-teman volunteer, Yuri sebulan sekali datang ke Lombok untuk menengok Stasiun Malaka.

C E R I TA M A L A K A


C E R I TA M A L A K A

Introduction

Minggu pertama berada di Pandanan setiap hari kami makan dengan lauk ikan tongkol, ikan tongkol yang kami masak didapat bukan dari beli melainkan diberikan oleh nelayan karena setiap membantu sampan yang sehabis pergi ke laut pasti kami diberi ikan entah 4 atau 5 sangat lumayan untuk dimasak. Pantai di Dusun Pandanan sangat bagus berpasir putih dengan air yang bening, gelombangnya pun sangat tenang cocok sekali untuk mandi di pinggir pantai atau sekadar bermain kano. Posko kami kebetulan di dekat pinggir jalan utama, katanya akan ada kecimol lewat sini. Kecimol merupakan grup musik yang beranggotakan lebih dari 20 orang masing-masing memainkan alat musiknya. Dalam Kecimol ini sound system yang digunakan bisa sampai 4 atau 6 buah sound sehingga butuh gerobak untuk menggerakan sound ini. Kecimol ini berfungsi untuk mengiring atau menyambut penganten.

Suatu ketika saya sengaja jalan-jalan di sekitar untuk bermain di rumah warga, setiap kali lewat rumah yang penghuninya sedang nongkrong di depan rumah pasti mereka menanyakan, “Mau ke mana? Sini ngopi dulu.� Tanpa tunggu lama saya pun langsung mengiyakan tawaran dari Mas Azmi si pemilik rumah tersebut. Kami banyak ngobrol tetapi ada satu yang unik dari obrolan kami, yaitu tentang perlombaan burung kecepret. Burung kecepret atau yang biasa dipanggil burung puyuh kalau di Jawa. Burung ini dipanggil kecepret karena jika berbunyi mengeluarkan suara kecepret. Ternyata hampir seluruh warga di sini memelihara burung kecepret, dari mulai yang anak-anak hingga orang tua semuanya punya burung ini. Perlombaan burung kepecret ini biasanya berhadiah ayam dari juara satu, dua, dan tiga. Dalam perlombaan kecepret, yang dilombakan adalah seberapa banyak burung ini mengeluarkan suara kecepret. Walaupun sangat sederhana tetapi perlombaan burung ini sangat ramai sampai sampai peserta lombanya ada yang dari dusun tetangga sebelah. Banyak pengalaman dan pelajaran hidup yang bisa saya petik di Lombok ini mulai dari kekeluargaan hingga tentang perpisahan yang di mana pun pasti akan terjadi.

16


Gempa, Apa Dampaknya? Achwan Restu Prayoga

A

pa yang ada di benak saat membayangkan Pulau Lombok? Ya, pantai berpasir putih, laut yang biru, gunung, dan bukit-bukit kecil. Yang ada di benak tiap-tiap orang mungkin berbeda, tetapi saat pertama kali kami diberikan amanah untuk mengabdi disana, itulah yang ada di benak kami. Saat pertama sampai disana, sepanjang perjalanan darat kami dari bandara menuju Desa Malaka, kami disambut oleh banyak bangunan rusak akibat gempa yang melanda 6 bulan lalu. Semua bangunan rusak tak bersisa, untuk sementara, warga tinggal di ‘beruga’, sebuah rumah yang terbuat dari bambu dan batang-batang kayu, warga hidup seadanya dengan trauma pasca gempa yang masih melekat.

17

Tak hanya rumah, sejumlah fasilitas umum pun hancur tak bersisa, mulai dari sekolah, tempat ibadah, kantor-kantor pemerintahan, terminal, dan lain sebagainya. Menurut warga setempat, gempa ini memang jarang sekali terjadi di Pulau Lombok, gempa yang mencapai hampir 8 skala richter ini merupakan gempa pertama yang terjadi setelah 40 tahun lalu ditimpa kejadian yang sama. Untungnya, tsunami tidak pernah terjadi di Pulau Lombok. Saat gempa pertama datang, seluruh warga berlarian keatas bukit meninggalkan semua barang yang ada di rumah mereka, meninggalkan semua kepentingan yang sedang mereka lakukan di desa, mereka berfikir untuk menyelamatkan diri dari tsunami jika terjadi, saat itu memang sudah malam sekitar jam 7 saat gempa terjadi.

C E R I TA M A L A K A


Karena tidak adanya pengusaha yang dapat sekaligus menjaga keadaan pantai, sampah berserakan dimana-mana, khususnya di pantai yang terdekat dengan posko kami, yaitu Pantai Pandanan, berbagai jenis sampah dari mulai sampah plastik hingga sampah berbahan fabrik seperti baju atau celana dapat ditemukan di sepanjang pesisir. Tentu saja dengan banyaknya sampah dan kurangnya kesadaran masyarakat akan hal ini, pengunjung pantai pun akan semakin berkurang dan berkurang. “Mungkin mereka masih merasakan trauma yang pekat, jadi tidak ada waktu mengurusi keadaan alam� beberapa dari kami mungkin ada yang berfikir seperti ini. Mulai dari anak-anak hingga orang tua, kami masih dapat melihat raut wajah yang belum sepenuhnya lepas dari bayangan-bayangan peristiwa gempa itu, karena, mereka tidak hanya kehilangan tempat tinggal, tetapi ada juga yang kehilangan keluarga atau kerabatnya akibat tertimpa puing-puing bangunan. Memang bukan hal yang buruk jika kita masih meratapi kepergian orangorang terdekat kita dengan cara mendoakannya, tetapi jika terus tenggelam dalam kesedihan dan rasa trauma tanpa memikirkan keadaan di sekitar, mereka akan menyesal di kemudian hari setelah menyadari bahwa alam juga butuh dirawat dan diperhatikan, seperti halnya diri sendiri.

Memang bukan hal yang buruk jika kita masih meratapi kepergian orang-orang terdekat kita dengan cara mendoakannya, tetapi jika terus tenggelam dalam kesedihan dan rasa trauma tanpa memikirkan keadaan di sekitar, mereka akan menyesal di kemudian hari setelah menyadari bahwa alam juga butuh dirawat dan diperhatikan, seperti halnya diri sendiri.

C E R I TA M A L A K A

Introduction

Setelah gempa yang melanda 6 bulan yang lalu, gempa-gempa susulan masih ada di sekitar Pulau Lombok dengan skala yang lebih kecil, bervariasi dari angka 1 sampai 5 skala richter. “Kita sih sudah biasa� kata Pak Usman, seorang warga lokal yang tinggal di sebelah posko kami. Pak Usman tinggal di sebuah rumah bambu bersama istrinya. Katanya, gempa-gempa susulan yang terjadi setelah gempa besar sudah tidak lagi membuatnya panik. Pasca gempa, tepatnya 6 bulan setelah kejadian itu, warga sudah beraktivitas seperti biasa, walaupun ada beberapa mata pencaharian yang sudah tidak dilanjutkan lagi karena gempa menghilangkan konsumennya, mereka adalah pengusaha yang mengandalkan pariwisata sebagai target pasarnya. Dari seluruh pantai di Desa Malaka, hampir semua usahanya tutup karena turunnya angka pengunjung yang sangat drastic setelah terjadinya gempa. Banyak tempat usaha yang terbengkalai karena tidak terpakai atau karena rusak parah. Bahkan tiga Gili yang sangat terkenal karena keindahannya itu pun menjadi tidak seramai dulu. Hilangnya pengunjung merupakan awal dari munculnya banyak masalah lain di Lombok khususnya di pesisir pantai Desa Malaka.

18


Begibung dan Kebersamaan

Arnindya Afifah Urfan

A

da tradisi menarik yang hingga saat ini masih dapat ditemui di Lombok, Begibung namanya. Begibung merupakan tradisi makan bersama dalam satu nampan besar. Hal yang membedakan tradisi makan ini dengan tradisi makan di daerah lain adalah dalam begibung terdapat urutan makan atau adanya hierarki di mana makan pertama kali akan dimulai oleh orang yang lebih tua atau lebih dihormati kemudian diikuti oleh orang yang lebih muda. Filosofi tradisi ini adalah untuk menghilangkan adanya sekat antarkasta yang pada zaman itu begitu kuat di Lombok, sehingga munculnya tradisi makan bersama ini agar terjalin kebersamaan tanpa dibatasi sekat kasta. Kebiasaan atau tradisi ini masih sering dijumpai karena memang dilestarikan oleh masyarakat Sasak pada umumnya Begibung biasanya dilakukan ketika terdapat acara perhelatan (gawean) yang identik dengan kegiatan memasak dalam jumlah banyak, seperti pada saat pernikahan, pengajian, sunatan, maupun acara lainnya. Masakan yang disajikan dalam satu nampan (nare) terdiri dari nasi putih, beberapa macam laukpauk khas Lombok, serta air minum kemasan yang dapat dinikmati oleh tiga sampai empat orang. Sajian ini disebut “dulang�. Penyajian makanan pada dulang juga berbeda-beda, ada yang meletakkan masing-masing lauk di atas piring kemudian diletakkan di atas nare dan ada juga yang langsung meletakkan lauk-pauknya di dalam nare bersama dengan nasi yang dihidangkan.

19

Dulang yang sudah disiapkan disajikan dengan membentuk barisan menyesuaikan jumlah tamu yang hadir, setiap dulang biasanya diperuntukkan 3–4 orang, semisal jumlah tamunya ada 100 orang maka tuan rumah akan menyajikan kurang lebih 25 dulang. Jumlah lauk-pauk yang disajikan pada setiap dulang pun disesuaikan dengan jumlah orang yang menikmati hidangan sehingga masing-masing orang akan mendapatkan bagiannya. Setelah acara dibuka dan doa zikir dibacakan, makanan yang tersaji kemudian dimakan bersama. Hal inilah yang disebut dengan begibung.

C E R I TA M A L A K A


Kami merasakan begibung untuk pertama kali pada minggu kedua saat acara syukuran musala tempat kami mengajar mengaji bakda asar. Pada waktu itu hanya empat anggota tim kami yang dapat hadir dan ikut makan bersama warga dan murid-murid. Makanan yang disajikan terasa sangat nikmat karena selama kami KKN kami cukup jarang makan ayam. Tidak lama setelah kami makan ada 2 orang teman kami yang menyusul karena tergiur dengan foto makanan yang dibagikan di grup kelompok. Pada waktu itu anggota kelompok laki-laki sedang sibuk mengerjakan program buka jalan sehingga belum dapat hadir semua. Bu Sarah (Pembina TPA) meminta kami untuk menyampaikan undangan begibung untuk anggota kelompok laki-laki di malam harinya. Akhirnya semua anggota kelompok laki– laki menuju ke Musala Bu Sarah setelah magrib dan merasakan tradisi begibung tersebut. Kami juga dijamu dengan begibung saat menghadiri acara peresmian Masjid Nurul Muttaqin UNS di Desa Gumantar. Kami bersama dengan kelompok KKN Lombok yang lain serta Bapak Rektor dan dosen pendamping makan bersama setelah acara penandatanganan prasasti. Tradisi begibung mengajarkan kami banyak hal, berbagi tanpa melihat perbedaan, sama rasa sama rata, serta pengalaman yang belum pernah kami dapat sebelumnya. Kami berharap tradisi ini dapat memperkaya kebudayaan yang ada di Indonesia serta menjadi daya tarik wisata untuk Lombok.

C E R I TA M A L A K A

tradition

“Dengan berbagi maka setiap orang dapat merasakan berbagai makanan baik manis, asam, asin, dan lainnya yang kalau diibaratkan dengan kehidupan kita juga dapat merasakan pahit manisnya hidup saudara kita�

20


Berugak Niken Dwi Swastika

“Menurut filosofi Suku Sasak, berugak yang merupakan tempat untuk menerima tamu, bentuknya terbuka dimaksudkan agak siapa pun yang bertamu dapat dilihat oleh semua orang dan apabila lawan jenis bertamu tidak menimbulkan hal negatif.”

22

Ayo mampir dulu….” Teriak Ibu Usman sambil melambaikan tangan. Aku melihat dari kejauhan Bapak dan Ibu Usman sedang minum kopi dengan salah satu teman tim KKN. Kemudian aku menghampiri mereka yang sedang duduk di bangunan depan rumah. Bapak menyuruhku duduk di atas Saung---sebelum aku mengenal namanya-. Cukup sederhana, berbentuk panggung, dengan ukuran sekitar 2x3 meter. Aku menyebut saung karena di daerahku memang bangunan terbuka seperti itu disebut saung. Alasnya terbuat dari bambu, dengan empat tiang penyangga dari kayu dan atap dari seng. Bangunan itu menempel pada rumah Ibu dan Bapak sehingga ¾ bagiannya terbuka. Pada awal kami sampai di posko KKN, Dusun Pandanan, Desa Malaka, warga yang pertama kali kami temui adalah Ibu dan Pak Usman, yang tak lama kemudian kami sebut dengan BU dan PU.

C E R I TA M A L A K A


Impresi awal saat melihat berugak bahwa itu adalah semacam bangunan darurat yang dimiliki warga pascagempa yang melanda Lombok tahun lalu. Karena memang sebagian besar bangunan permanen di Desa Malaka rata dengan tanah, termasuk Kantor Desa dan Puskesmas Desa. Sehingga saat kami datang, yang kami lihat warga tinggal di rumah-rumah semipermanen yang terbuat dari kayu dan triplek. Tapi ternyata berugak-berugak memang telah ada sebagai tradisi Suku Sasak sejak lama. Secara umum, dalam tradisi Suku Sasak berugak dapat berbentuk segiempat dan juga berbentuk segienam yang kemudian disebut sekenam. Keduanya memiliki bentuk dasar yang mirip namun berbeda fungsinya. Bentuk tradisional asli berugak dibuat dengan bahan dasar kayu, dengan atap berbentuk limasan yang terbuat dari kayu yang ditutupi alang-alang. Alas dari berugak dapat berupa papan maupun anyaman bilah bambu.

tradition

“Ini namanya berugak..’’ ujar bapak yang menyadari kalau aku pelan-pelan mengobservasi tempatku duduk, sampai lupa untuk salim dengan Ibu dan Bapak. Tanpa basa-basi, bapak langsung bercerita kalau berugak itu salah satunya berfungsi untuk menerima tamu. Kemudian ibu menawarkan kopi, kata ibu kopinya diolah sendiri, menggunakan jahe. Minggu pertama kami manfaatkan untuk berkeliling dan berkenalan dengan warga sekitar posko. Dan benar saja berugak itu bisa ditemui hampir di setiap rumah warga. Dapat dikatakan orang Sasak ini punya semacam tata ruang sendiri setiap membangun rumahnya. Nah, berugak sepertinya salah satu tidak bisa terlewatkan di setiap bangunan rumah. Berugak ini ukurannya beragam, biasanya menyesuaikan dengan luas lahan yang tersisa di setiap pekarangan rumah.

C E R I TA M A L A K A

23


Berugak yang ada di sekitar Desa Malaka kebanyakan sudah memakai seng sebagai atap penutupnya. “Menurut filosofi Suku Sasak, berugak yang merupakan tempat untuk menerima tamu, bentuknya terbuka dimaksudkan agak siapa pun yang bertamu dapat dilihat oleh semua orang dan apabila lawan jenis bertamu tidak menimbulkan hal negatif.â€? Juga warga Suku Sasak tidak sembarangan mengizinkan orang lain masuk ke rumah bagian dalam, sehingga diterima di berugak terlebih dahulu. “Mampir duluu‌â€? Adalah ajakan yang tidak jarang kami dengar setiap kali melintasi rumah-rumah warga di sekitar posko, yang kemudian tak jarang pula kami tolak baik-baik karena masih banyak kegiatan. Sangat disayangkan, tapi kalau kami mampir bisa-bisa lupa waktu karena terlalu asyik berbincang dengan tuan rumah sambil menikmati suguhannya.

23

Orang Lombok ini ramah sekali dan juga ukup loyal dengan tamu yang datang. Konon katanya kalau mampir dan disuguhi makanan, sangat pantang untuk ditolak. Itu aku tahu dari Nanda. Ya Nanda, salah satu kerabat kami di Desa Malaka. Waktu itu kami diajak untuk menikmati masakan Ibunda Nanda, lagi-lagi, kami makan bersama di berugak. Bersamaan dengan makan siang itu, aku juga melihat tetangga Nanda menyantap makanan di berugak mereka masing-masing. Tiba-tiba aku merasa rindu dengan rumah. Ternyata selain untuk menerima tamu, berugak ini juga berfungsi sebagai sarana berkumpul keluarga. “Berugak tidak hanya sebagai balai santai di depan rumah, melainkan merupakan simbol keterbukaan warga Lombok.� Baik keterbukaan terhadap tetangga, maupun keterbukaan pada orang baru yang bertamu ke rumah. Lewat berugak, kita dapat menyaksikan indahnya kebersamaan, kehangatan, dan kerukunan keluarga.

C E R I TA M A L A K A


Nyongkolan, Prosesi Pernikahan Adat Suku Sasak di Era Modern Yassinta Nur Yasmin Lukita

C E R I TA M A L A K A

tradition

I

ndonesia dikenal sebagai bangsa yang memiliki keanekaragaman budaya dan adat istiadat. Lebih dari 1.300 suku bangsa, telah sejak lama mendiami negara kepulauan ini. Salah satunya adalah Suku Sasak. Suku asli yang berasal dari Nusa Tenggara Barat, dengan mayoritas warganya mendiami Pulau Lombok. Sasak dengan berbagai kebudayaannya masih sangat kental terasa di Lombok, terutama di desa-desa adat yang berada di seluruh penjuru pulau yang terkenal dengan kain tenunnya ini. “Nyongkolan�. Salah satu dari sekian banyak tradisi masyarakat Lombok yang pernah kami ikuti. Nyongkolan adalah tradisi dalam rangkaian prosesi pernikahan Suku Sasak di Lombok. Dalam prosesi ini, pasangan pengantin yang telah sah menikah akan diarak dari tempat tinggal mempelai pria hingga ke rumah pengantin wanita. Hal ini bertujuan untuk memberitahu masyarakat bahwa kedua mempelai telah sah menjadi pasangan suami istri. Dalam arak-arakan ini, pasangan pengantin akan didampingi oleh dedare-dedare (gadis-gadis) atau terune-terune (pemuda), keluarga, pemuka agama dan pemangku adat yang mengenakan pakaian adat Suku Sasak yaitu Kereng (kebaya khas Lombok) dan Godek Nongke (pakaian adat untuk pria). Acara ini semakin diramaikan dengan adanya musik rebana khas SUKU Sasak yang dikenal dengan sebutan “Gendang Beleq�.

24


Perkembangan zaman nyatanya ikut mempengaruhi kebudayaan yang ada di Lombok. Tradisi Nyongkolan yang merupakan prosesi adat yang sakral, kini mulai berubah. Musik yang digunakan tidak lagi menggunakan Gendang Beleq, melainkan Kecimol. Kecimol merupakan iringan musik dangdut koplo yang sangat menyimpang dari tradisi Suku Sasak dan nilai keislamannya, mengingat bahwa Lombok memiliki julukan sebagai Pulau Seribu Masjid. Pada Nyongkolan yang kami temui menggunakan musik kecimol. Yang kami saksikan pada salah satu prosesi adat pernikahan tersebut adalah penggunaan musik atau band keliling yang membawa sound system besar dengan penyanyi dan beberapa personel yang ikut berjalan mengikuti arak–arakan. Di depannya, beberapa pemuda menari mengikuti irama musik, kemudian sanak saudara mempelai, termasuk beberapa perempuan yang sama asyiknya menari mengikuti lagu dangdut yang diputar. Barulah di barisan terdepan, pasangan mempelai berjalan secara perlahan. Meskipun hampir memenuhi badan jalan, arak– arakan Kecimol tersebut masih terbilang tertib. Beberapa warga dan personel kepolisian ikut menjaga ketertiban saat acara. Dan pengguna jalan juga agaknya telah memaklumi dengan kelangsungan acara tersebut. Karena tidak jarang pula orang–orang bahkan turis yang lewat juga ikut menikmati musik dari acara Nyongkolan tersebut.

25

C E R I TA M A L A K A


Dalam prosesi tersebut beberapa orang terlalu bersemangat saat menari hingga menjurus ke tarian yang bersifat tidak pantas, terlebih masyarakat luas bisa menonton acara tersebut termasuk anak–anak. Masyarakat memang terhibur dengan kecimol tersebut, tapi pada dasarnya musik seperti itu justru bukanlah tradisi asli Suku Sasak. Namun, penggunaan musik Kecimol tersebut juga dipilih karena tarifnya yang tidak setinggi Gendang Beleq.

Dengan perkembangan zaman yang sudah sangat pesat, ada baiknya jika masyarakat tetap melestarikan atau menjaga budaya setempat agar tidak semakin pudar.

tradition

Permasalahan ekonomi seharusnya bisa diatasi misalnya dengan membuat Gendang Beleq dengan versi yang lebih terjangkau. Atau jika memang ingin menggunakan Kecimol, masyarakat juga harus bisa menjaga norma kesusilaan dan kesopanan. Mengingat pulau Lombok yang mayoritas penduduknya beragama Islam, sehingga tidak terlepas juga dari nilai–nilai agamanya.

C E R I TA M A L A K A

26


Kecepret, Lebih dari Sekedar Tradisi Sasak Faris Nashiruddin Hakim

S

uku Sasak adalah suku bangsa yang mendiami Pulau Lombok dan menggunakan bahasa Sasak. Masyarakat Suku Sasak ini masih memegang teguh tradisi dan mempertahankan kebudayaan sampai saat ini. Kini, Suku Sasak bukan hanya sebuah kelompok masyarakat tetapi juga merupakan salah satu etnis yang melambangkan kekayaan tradisi yang dimiliki Indonesia. Kekayaan tradisi masyarakat Suku Sasak bisa dilihat dari adanya perlombaan burung puyuh. Burung ini pada umumnya dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia untuk diambil dagingnya, namun berbeda bagi penduduk Lombok. Hewan yang termasuk dalam kelompok unggas ini biasanya diadu, bukan adu kekuatan melainkan adu suara. Kecepret, biasa burung ini dikenal oleh masyarakat Lombok karena bunyinya “Kecepret...kecepret‌kecepretâ€?.

27

Lomba adu kecepret dilakukan saat malam hari, karena pada waktu tersebut burung puyuh ini aktif bersuara. Tak memerlukan peralatan atau media yang terlalu rumit untuk menyelenggarakan lomba ini. Cukup menggunakan lagan atau bambu yang dibuat menyerupai tempat jemuran dengan dilengkapi nomor urut serta lampu dengan jarak tertentu. Lagan ini digunakan untuk menggantung sangkar burung kecepret sesuai dengan nomor peserta yang telah ditentukan panitia. Sedangkan lampu berfungsi untuk penerangan sekaligus agar mencegah kecepret tertidur saat perlombaan. Adu suara kecepret dibagi menjadi dua kelas, yaitu kelas ayam dengan hadiah ayam sedangkan kelas open yaitu lomba besar-besaran dengan hadiah sepeda motor atau alat-alat elektronik. Perlombaan kelas ayam inilah yang marak dilakukan di sekitar Posko KKN kami yang berada di Desa Malaka, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara. Antusias yang diberikan masyarakat Sasak sangat besar, terbukti dari peserta lomba yang diadakan oleh kelompok kami di Desa Malaka diikuti oleh lebih dari 200 peserta yang datang dari dusun-dusun sebelah bahkan seluruh warga Kecamatan Pemenang mengetahui lomba ini. Tua-muda semua berkumpul di salah satu lapangan yang sering menjadi arena perlombaan kecepret. Di samping itu, kekompakan masyarakat Sasak patut diacungi jempol.

C E R I TA M A L A K A


Kecepret dengan mental bagus, burung tersebut tidak akan panik bahkan tetap bersuara lantang. Namun apabila burung tersebut tidak mempunayi mental yang kuat, burung tersebut akan diam serta melakukan adegan-adegan yang membuat pemiliknya geram bahkan marah. Seperti misalnya tidur, malas-malasan atau hanya terdiam mencari kutu di punggungnya. Uniknya, tiap burung kecepret yang dilombakan harus memliki nama panggilan. Nama ini akan membantu pemilik burung memanggil burung jika ia tidak mau bersuara. Nama yang diberikan pemilik kecepret juga bermacam-macam. Ada yang memberi nama Agit, Meme, Imron, Mumun, Jokowi, dll. Lomba berjalan seru dan ramai oleh suara pemilik burung memanggil nama kecepret jagoan mereka. “Jokowi..buka! Buka! Kerja Jok! Ayo kampanye Jokowi! Wiuwiuwiu!” “Mumun mumun mumun herr!” “Agit Agit mana suaramu! Ayo Agit!” Begitulah salah satu cerita yang saya dapat dari perjalanan KKN kami selama kurang lebih 40 hari. Perjalanan dengan cerita-cerita baru dan takkan terlupakan. Mengenal tradisi masyarakat Sasak yang saya sendiri tetap berharap agar tradisi tersebut tetap lestari dan tetap ada hingga suatu saat nanti. Bukan hanya sebuah cerita turun temurun, melainkan tradisi dengan aksi yang dilakukan turun temurun tanpa melupakan nilainilai moral dan filosofis dari sebuah bagian khazanah kebudayaan Indonesia.

tradition

Mereka selalu kompak dan saling menghormati jadwal lomba yang diadakan bergiliran dari satu dusun ke dusun lain karena tiap dusun memiliki jadwal mereka masing-masing. Mereka tidak akan mengadakan perlombaan yang sama jika jadwal lomba hari tersebut sudah diisi oleh dusun lain. Biaya pendaftaran mulai dari 5000-10.000 rupiah per burung. Dalam lomba ini kita akan menemukan istilah los, yaitu pemenang lomba diambil dari burung kecepret yang bersuara “kecepret” paling banyak dalam satu pertandingan. Istilah lain yaitu dis, di mana nilai atau bunyi “kecepret” dalam suatu pertandingan dibatasi mulai dari 30, 40, 50 dalam tiap pertandingan yang diberi waktu kurang lebih 10 menit. Jika ada burung yang melampaui batas dis yang ditentukan, maka burung tersebut akan didiskualifikasi atau kalah. Lomba dimulai dengan menggantungkan sangkar kecepret sesuai nomor pendaftaran sesuai dengan angka yang tertera pada lagan. Setelah semua siap, salah satu panitia menggerak-gerakkan sebuah benda berupa kaleng cat bekas yang terbuat dari aluminum yang diisi batu-batuan untuk mempengaruhi mental kecepret.

C E R I TA M A L A K A

28


Pantai Pinggir Jalan Muhammad Reznu Fisyawardana

S

eribu masjid, begitulah julukan diberikan banyak orang tentang pulau ini. Pulau yang terletak persis di sebelah Pulau Bali ini kita kenal dengan Pulau Lombok. Pulau Lombok adalah salah satu destinasi wisata yang cukup populer di Indonesia. Dalam 10 tahun terakhir, Lombok dapat dikatakan mulai menjadi destinasi wisata yang dapat menyaingi kepopuleran Bali. Kondisi sosial budaya yang tidak terpaut jauh serta letak geografis yang berdekatan menjadikan pariwisata di Lombok berkembang dengan pesat untuk menandingi kepopuleran Bali di dunia pariwisata nasional maupun internasional. Selain karena kondisi sosial budaya dan letak geografis, potensi pariwisata yang dimiliki Lombok juga tidak kalah dengan apa yang dimiliki Bali. Lombok memiliki puluhan pantai yang sangat potensial untuk dijadikan sebagai objek wisata. Pantai-pantai itu terletak di sekeliling pulau, sehingga dapat dikatakan bahwa sekeliling daratan yang mengitari Lombok adalah pantai-pantai yang memiliki potensi wisata.

29

Namun, kondisi pariwisata di Lombok mungkin belum sebaik di Bali. Walaupun potensi dimiliki dapat dikatakan sebanding dengan yang ada di Bali. Akan tetapi, promosi dari potensi-potensi tersebut masih belum optimal. Hal tersebut mengakibatkan banyak sekali potensi wisata di Lombok, terutama pantai, yang belum banyak dikenal luas oleh wisatawan. Namun, hal tersebut ternyata dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi orang yang berkunjung ke Lombok. Ketika berkunjung, orang yang mengunjungi harus menemukan caranya sendiri untuk dapat mengeksplorasi keindahan pantai di Lombok. Salah satu pusat persebaran pantai-pantai indah di Lombok terdapat di wilayah barat dan utara Lombok, tepatnya berada di Kabupaten Lombok Barat dan Lombok Utara. Di antara dua daerah tersebut, terdapat Jalan Raya Terusan Senggigi. Tepatnya di Desa Malaka, terhampar pantai-pantai berpasir putih dengan warna air membiru yang sangat memanjakan mata.

C E R I TA M A L A K A


“Pengguna jalan akan dimanjakan dengan kontur jalan menikung khas pegunungan, ditemani dengan pemandangan laut di sebalah kiri dan perbukitan sabana di sebelah kanan. Hal tersebut membuat perjalan melewati sepanjang jalan tersebut sungguh menyenangkan.�

C E R I TA M A L A K A

society

Pantai-pantai tersebut terbagi di 12 dusun yang terdapat di Desa Malaka. Sebut saja Pantai Pandanan, Pantai Nipah, dan Pantai Setangi. Pantai-pantai tersebut menjadi teman bagi siapa saja yang melewati Jalan Terusan Senggigi. Pengguna jalan akan dimanjakan dengan kontur jalan menikung khas pegunungan, ditemani dengan pemandangan laut di sebalah kiri dan perbukitan sabana di sebelah kanan. Hal tersebut membuat perjalan melewati sepanjang jalan tersebut sungguh menyenangkan Pada hari minggu, seringkali terlihat para pengendara motor gede melewati jalan tersebut. mereka melakukan kegiatan riding sembari menikmati keindahan alam yang terdapat di Desa Malaka. Dan mereka sesekali berhenti untuk berfoto ria bersama. Selain riding, setiap hari di sepanjang jalan banyak sekali terlihat warga lokal maupun wisatawan yang memanfaatkan panjang jalan raya sebagai lintasan untuk berlari, bayangkan ketika kita berlari dengan ditemani jejeran pantai yang menawan, sungguh menyegarkan pikiran.

30


31

C E R I TA M A L A K A


Rafli Fachrezi

P

agi itu, tanggal 18 Januari 2019, tepat dua hari setelah kami menginjakkan kaki di Pulau Lombok kami menyusuri pantai yang berada di dekat posko yang kami tinggali, yaitu Pantai Pandanan. Kami disambut oleh hamparan pasir putih dan lautan biru yang membentang dengan indahnya, serta beberapa warga lokal yang menunggu para nelayan yang pulang melaut untuk membantu mendaratkan kapalnya ke pinggir pantai. Tidak beberapa lama setelah kami berjalan–jalan di pinggir pantai, satu per satu kapal mulai berdatangan yang menandakan para nelayan telah pulang melaut. Ada suatu kebiasaan atau mungkin telah menjadi budaya bagi para warga di sana apabila membantu menepikan kapal mereka akan diberi imbalan ikan hasil tangkapan para nelayan tersebut. Kami tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk membantu para nelayan tersebut menepikan kapalnya yang penuh ikan itu (padahal tujuan utamanya adalah mendapatkan ikan gratis hehe). Dari situ kami belajar dan mengerti bahwa laut merupakan salah satu tempat di mana mereka menggantungkan hidup mereka, tempat di mana mereka bisa mendapatkan rezeki untuk keluarga mereka dan dibagikan kepada orang lain.

C E R I TA M A L A K A

society

Budaya Melaut di Pantai Pandanan

Secara administratif Desa Malaka termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. Lokasi geografis Desa Malaka terdiri dari 12 dusun dan hampir semua dusun tersebut memiliki pantai sendiri. Hal tersebut membuat sebagian besar masyarakatnya bermatapencaharian sebagai nelayan, selebihnya berprofesi sebagai pedagang, berkebun, dan tidak sedikit pula yang mengadu nasib ke Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air. Letaknya yang strategis berada di pinggir pantai dapat menjadi potensi besar untuk pembangunan ekonomi yang berorientasi kelautan. Dusun yang kami tempati, yaitu Dusun Pandanan, yang memiliki pantai sendiri bernama Pantai Pandanan, dusun ini memiliki banyak potensi dari bidang pariwisata maupun sumber daya alamnya. Dari Pantai Pandanan kita juga bisa melihat tiga gili yang menjadi primadona utama pariwisata di Pulau Lombok, yaitu Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air, jarak antara Pantai Pandanan ke Gili Trawangan kurang lebih 30 menit apabila menggunakan speedboat dan bisa menjadi tempat singgah bagi para wisatawan yang ingin pergi ke gili–gili tersebut. Melihat dari lokasinya, wilayah ini memiliki keragaman potensi sumber daya alam yang cukup bervariasi dan penting bagi pengembangan sosial, ekonomi, budaya, dan lingkungan. Potensinya dari berbagai ekosistem seperti terumbu karang, ikan lautnya, dan lainnya yang terikat satu sama lain. Banyak warga Dusun Pandanan yang menggantungkan hidupnya terhadap sumber daya alam yang tersedia di laut. Maka dari itu, banyak masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan dalam rangka menjaga keberlangsungan hidup mereka. Laut adalah tempat yang paling nyaman bagi kelangsungan hidup mereka. Mereka biasa melakukan segala bentuk aktivitas hidup di laut, aktivitas yang dilakukan tentunya tidak lepas dari hal–hal yang berbau laut atau berkaitan dengan laut. Misalnya, menangkap ikan dengan cara memancing dan menombak. Semua jenis pekerjaan itu memerlukan suatu keahlian khusus yang hanya dimiliki oleh seseorang yang berpengalaman.

32


Pekerjaan sebagai nelayan bukan jenis pekerjaan yang mudah, banyak halangan dan rintangan yang dapat menghadang dan menghambat kapan pun baik ketika nelayan tersebut sudah berada di tengah laut maupun pada saat hendak berangkat. Kendala terkait cuaca dan ombak yang tidak menentu dan sulit diterka kian memberatkan para nelayan untuk melakukan aktivitasnya. Jika tidak hati–hati, maut setiap saat akan mengintai dan tidak akan segan–segan untuk mendatangi siapa pun yang lalai. Oleh karena itu, bekerja sebagai nelayan tidak hanya membutuhkan keahlian dan kepiawaian, tetapi diperlukan juga sikap hati–hati dan pemahaman mengenai medan di mana pun berada. Para nelayan di Dusun Pandanan ini biasanya berangkat dini hari sekitar pukul 2 atau 3 dini hari, lalu kembali lagi di pagi hari sekitar pukul 07.30 waktu setempat. Rutinitas tersebut mereka lakukan apabila cuaca dan ombak mendukung, namun pada tanggal–tanggal tertentu ketika bulan purnama biasanya mereka tidak pergi melaut karena air laut pasang dan ombbaknya relatif besar. Terdapat suatu peraturan di Kabupaten Lombok Utara bahwa ketika melaut dan menangkap ikan, nelayan tidak boleh menggunakan jaring, mereka harus menggunakan pancing untuk menangkap ikan. Tujuannya adalah agar tidak merusak dan menjaga kelestarian terumbu karang, karena apabila menggunakan jaring berpotensi menyangkut di karang dan akan merusaknya. Nelayan setempat pun mematuhi peraturan tersebut dengan tidak menggunakan jaring saat menangkap ikan, tetapi tidak jarang nelayan dari daerah lain yang memasuki wilayah laut Lombok Utara melanggar peraturan tersebut dengan dalih tidak mengetahuinya.

33

Salah satu komoditas utama dari laut pandanan adalah ikan tongkol, apabila pada saat musimnya nelayan di sana bisa mendapat ikan tongkol yang cukup banyak. Namun, karena banyaknya persediaan tongkol tersebut membuat harganya menjadi turun bahkan bisa dibilang sangat murah, menurut penuturan warga lokal tongkol bisa dihargai Rp 500,- saja per ekornya. Selain ikan tongkol masih banyak lagi ikan hasil tangkapan para nelayan di Dusun Pandanan, sebut saja ikan tuna, kakap, dan lainnya. Hasil dari laut tersebut biasanya langsung dijual di tempat pada saat mendarat, ataupun dibawa ke pasar untuk dijual kembali. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat di Dusun Pandanan hidupnya cukup tergantung pada sektor kelautan. “Ketergantungan masyarakat Dusun Pandanan terhadap sektor kelautan memberikan identitas tersendiri bagi mereka dengan pola hidup dan karakteristiknya. Mereka menjadi pelaku utama dalam pembangunan di sektor kelautan dan perikanan, serta pembentuk budaya dalam kehidupan masyarakat.” Ketergantungan tersebut juga harus diimbangi dengan pemberdayaan dan pelestarian alamnya, tujuannya adalah untuk menjaga apa yang mereka miliki agar tetap lestari dan bisa tetap dimanfaatkan. Dusun Pandanan memiliki potensi sangat banyak dengan kondisi alam yang mereka miliki serta sumber daya alamnya yang cukup berlimpah. Sangat disayangkan apabila potensi di wilayah ini tidak dimanfaatkan dan diolah dengan baik untuk menjadi sesuatu yang bernilai lebih.

C E R I TA M A L A K A


society

“Ketergantungan masyarakat Dusun Pandanan terhadap sektor kelautan memberikan identitas tersendiri bagi mereka dengan pola hidup dan karakteristiknya. Mereka menjadi pelaku utama dalam pembangunan di sektor kelautan dan perikanan, serta pembentuk budaya dalam kehidupan masyarakat.�

C E R I TA M A L A K A

34


Bahu - Membahu Warga Nelayan Ghaisani Tamimi

D

usun Pandanan yang memiliki pantai indah, pasir berwarna hitam, dan ombak yang sangat tenang sehingga membuat nyaman untuk berlama-lama merasakan indahnya. Mayoritas penduduk dusun pandanan memeluk agama Islam yang kuat dan mata pencarian mereka adalah menjadi nelayan. Berdasarkan apa yang kami alami dan rasakan selama di Dusun Pandanan, Desa Malaka, Lombok Utara. Pada hari minggu, tanggal 20 Januari sekitar pukul 06.00 WITA, kami bersiap-siap pergi untuk bermain ke pantai dengan suasana riang gembira. Posko kami tidaklah jauh dari pantai, hanya menyeberang jalan utama dan masuk jalan setapak yang kecil akhirnya sudah sampai pantai. Kami disuguhkan dengan pemandangan pantai yang indah, ombak yang tenang, dan kami bisa melihat Gili Trawangan yang berada di seberang.

35

C E R I TA M A L A K A


Mayoritas masyarakat di sana adalah nelayan, para nelayan akan mencari ikan bila ombak sedang tidak pasang, mereka akan berangkat pada pukul 02.00-03.00 WITA dan kembali lagi pada pukul 07.00–07.30 WITA. Sebelum kapal nelayan itu sampai di tepi bibir pantai, ibu-ibu dan anak-anak sudah berkumpul menunggu kepulangan suami atau kerabat mereka. Kami mendatangi ibu-ibu yang sedang asyik bercengkerama untuk sekadar ingin berkenalan dan bisa lebih mengenal masyarakat di sini. Tidak terasa kapal nelayan sudah mulai berdatangan, warga berbondong-bondong untuk mendorong kapal sehingga sampai di pesisir, satu kapal bisa dibantu 7-9 orang dan tidak hanya satu kapal tapi ada beberapa kapal, setelah membantu kapal sampai ke pesisir, warga langsung dengan cepat membantu kapal yang lain. Kami pun langsung ikut membantu warga mendorong kapal nelayan dan ternyata sangat berat sekali, di sela-sela mendorong kapal warga menyelipkan candaan-candaan yang membuat kami tertawa dan tidak merasakan bahwa kapal nelayan itu berat. Selesailah sudah kami membantu mendorong kapal nelayan kami bergegas untuk kembali ke posko, tiba-tiba nelayan yang kami bantu memberikan beberapa rezeki mereka, kami mendapatkan ikan tongkol dan kami merasakan beryukur apa yang kami dapatkan pagi ini dan mendapatkan pengalaman yang tidak pernah kami dapatkan sebelumnya. Hari-hari berikutnya kami datang untuk berbaur dengan warga-warga yang ada di sana sembari menunggu kapal-kapal nelayan, kami tidak mengharapkan untuk mendapatkan ikan, kami hanya ingin mendapatkan pengalaman yang baru dan pengetahuan baru.

society

“Pelajaran yang bisa kami petik yaitu kekeluargaan mereka yang sangat erat dengan membantu satu dengan yang lainnya. Ikan yang didapatkan meskipun sedikit atau banyak mereka tidak pernah mengeluh dan tetap tersenyum untuk mensyukurinya.�

C E R I TA M A L A K A

36


Impian Kaki Kecil Dusun Pandanan Linda Tri Endah Mawarni

F

ajar mulai menampakkan raut wajahnya di hari keduapuluh sejak pertama kali kami menginjakkan kaki di tanah Nusa Tenggara Barat. Aku kembali bergerak dengan rutinitas sama di pagi hari seperti manusia pada umunya. Bangun, cek handphone, ke kamar mandi, dan barulah kumulai aktivitasku secara berulang setiap harinya. Dalam perjalananku bermain bersama waktu, aku mendapati begitu banyak sisi kehidupan yang tersimpan di Pandanan, ya, satu dari sekian dusun di Desa Malaka. Mulai dari langkah kecil hingga keputusan manusia dewasa dalam menjalani kehidupan. Dusun Pandanan mempunyai beragam sisi kehidupan yang dapat diceritakan. salah satu yang begitu menarik perhatianku adalah mereka para kaki kecil yang setiap hari berjalan menyusuri tepian jalan. Melewati tempat singgah sementara kami. Mereka adalah anak-anak Dusun Pandanan yang mencoba menggali ilmu di suatu instansi dalam waktu enam kali selama seminggu. Pagi itu aku tengah melakukan satu di antara sekian banyak aktivitasku. Aku tengah mencuci beberapa helai kainku tepat di halaman rumah atau sering kusebut sebagai tempat pengungsianku selama di sini. Ketika aku asyik dengan duniaku sendiri, tiba-tiba saja mereka memanggil namaku, ‘Selamat pagi, Kak Linda!’ Sapa mereka dari tepian jalan, terasa sekali mereka merasa nyaman dengan keberadaanku bersama teman-temanku di sini. Kubalas sapaan mereka sambil bertanya apakah mereka sudah sarapan atau belum, namun sebelum kuselesaikan pertanyaanku, mereka telah berlalu menuju sekolah. Akhirmya, kuputuskan untuk berkunjung ke sekolah mereka nanti.

37

C E R I TA M A L A K A


Di situ lah aku mulai menyadari betapa tinggi harapan mereka di kehidupannya kelak, anak-anak dusun yang menuntut ilmu setiap harinya, memendam secuil harapan walaupun banyak dari mereka yang kekurangan kasih sayang karena ketidakutuhan keluarga. Banyak dari mereka yang tidak lagi mempunyai ayah. Tapi yang kulihat adalah mereka tetap tersenyum sekali pun dunia tidak lagi adil padanya. Impian itu sesekali muncul di depan mataku, tak sedikit anak-anak dusun yang berusaha keras belajar untuk menjadi seorang hafiz, begitu mulia memang. Harapan mereka yang tak dapat aku hindari begitu saja adalah tentang kehidupan yang tak kunjung bergerak sesuai angan. Seperti mendapat kasih sayang dari kedua orang tuanya. Banyak dari mereka telah kehilangan keluarga. Banyak dari mereka ditinggal merantau oleh orang tuanya. Kondisi tersebut tak pernah memadamkan rasa dahaga anakanak akan belajar dan menggapai impian. Banyak dari mereka ingin sekali menjadi hafiz. Mungkin karena lingkungan sekitar dusun mayoritas beragama Islam dan lagi sisi religiositas yang dibangun di lingkungan tersebut sangat tinggi. Itulah mengapa banyak dari anak-anak dusun yang ingin menjadi hafiz.

C E R I TA M A L A K A

Di sisi lain, impian itu merupakan sebuah jembatan penghubung kebahagiaan dan doa yang dipanjatkan untuk kedua orang tua mereka yang entah di mana. Impian itu adalah kado sekaligus doa mereka kepada orang-orang tercinta. Sekalipun mereka tiada dalam hari-harinya. Semangat mereka yang setiap hari seusai salat asar dan seusai salat magrib untuk mengaji bersama sangat damai dirasa. Impian mereka yang menggiring mereka dan menggerakkan langkah kaki kecil mereka untuk pergi ke masjid ataupun ke rumah ustaz di Dusun Pandanan. Setiap hari mereka melakukannya, setiap hari mereka tersenyum dan belajar secara bersamaan. Impian itu menjelma menjadi bola api besar dan terang di dalam diri mereka masing-masing. Mengalahkan segala duka yang telah mereka alami. Dalam hati pun mungkin mereka merindu, mereka menangis. Tapi di luar, mereka adalah sosok tangguh dan pemberani untuk tujuan pasti bahwa suatu saat nanti hidup mereka akan membaik seiring berjalannya fajar menuju fajar yang lain.

social life

Di sekolah, aku melihat begitu banyak kaki kecil berjalan, berlarian bahkan melompat kegirangan. Mataku melihat setiap tingkah kecil mereka hingga sesekali aku tersenyum dibuatnya. Beberapa anak mulai menghampiriku, bukan menghampiri sih, namun mengerumuniku seakan aku adalah barang baru yang menarik untuk ditonton bersama-sama. Mereka mengajakku berkeliling, bermain, bahkan membeli jajan di kantin belakang sekolah. Aku mulai merasa masuk ke dunia mereka. Aku mulai mengenal mereka. Indri, Lidya, Ula, Wulan, Bilal, Firman, Patan, dan masih banyak lagi malaikat kecil yang segera menjadi teman-temanku. Setiap 3 hari dalam seminggu aku menyempatkan diri untuk berkunjung ke sekolah mereka. Mereka adalah anak-anak dusun dengan kemauan keras untuk belajar apa pun yang dapat mereka pelajari. Selain sekolah, anak-anak Dusun Pandanan dapat menyeimbangkan diri sekaligus memaksimalkan dirinya melalui Stasiun Malaka. Bukan sebuah stasiun yang kita tahu pada umumnya. Tapi Stasiun Malaka adalah sebuah tempat pendidikan nonformal yang diprakarsai oleh para pemuda-pemudi Dusun Pandanan bersama Opa Yuri, relawan asal Kuba yang bertempat tinggal di Jakarta. Di Stasiun Malaka, anak-anak mempunyai dunia mereka sepenuhnya. Mereka bermain, mereka tertawa namun mereka pun dapat belajar dari kebahagiaan itu.

38


Bilal, Si Bocah Petualang Mariska Jessica Yastri

Siang itu, seperti hari biasanya mereka anak-anak kecil berkumpul di ruang belajar istimewa. Ya, ruang belajar yang bukan tampak seperti kelas dengan bangku dan meja, tetapi dipenuhi dengan pepohonan dan lantai tanah untuk berpijak. Ruang itu adalah Stasiun Malaka, tempat belajar lebih tepatnya bermain dengan hal-hal yang aktif dan asyik. Saat itu, diriku masih hanya bisa menatap puing-puing bekas reruntuhan bangunan yang tersisa setelah bencana gempa mengguncang tanah Malaka.

39

Tetapi kemudian tatapan itu hilang karena bunyi langkah kecil anak-anak sedang bermain. Anak-anak kecil dengan riangnya bermain dan menghabiskan waktu selepas pulang sekolah, ada yang bermain petak umpet, kejar benteng, hingga menyanyi. Sungguh takjub hatiku dibuatnya, anak-anak itu bahkan sekalipun tidak ada yang terlihat trauma hidup dengan bayang-bayang reruntuhan rumah mereka yang hancur.

C E R I TA M A L A K A


“Bagi saya itu adalah sebuah aib, entah benar atau tidaknya tetapi saya mencoba untuk mendekati Bilal, karena bagi saya dia tentu bisa menjadi anak yang hebat.” “Kak, Bilal kalau sekolah cuma dikasi jajan 1.000 rupiah per hari,” ucap salah satu teman Bilal. Sontak membuat saya kaget, di tahun 2019 ini seribu rupiah bisa dapat apa selain permen eceran? Mungkin ada hal tersebut juga ada hubungannya dengan sikap Bilal yang suka mengambil jajanan teman-temannya secara paksa. Alasan nakal tersebut bagi saya sangat bisa diterima untuk seumuran Bilal. Hari demi hari pun kami lalui bersama anakanak di stasiun Malaka, hingga suatu waktu Bilal menjadi anak yang paling ditakuti oleh saya dan teman-teman karena Bilal senang mendekati teman-teman saya dan terutama anak remaja perempuan hehe. Entah apa tujuannya tetapi pastinya banyak orang-orang yang menganggap aneh atau perilaku anak yang sering kita sebut sebagai ‘anak nakal’. Termasuk kami, menilai Bilal adalah sosok anak yang nakal bahkan tidak sopan. Tetapi sekembalinya saya ke Surakarta saya teringat akan cerita bocah nakal yang kemudian menjadi manusia yang sukses. Semoga saja...

social life

Ada satu anak kecil mungkin berusia tujuh atau delapan tahun, selalu menatapku dengan tatapan polosnya. Kemudian aku mendekatinya dan tanpa perlu berlama-lama dia mulai akrab denganku. Setelah kutanya, Bilal namanya, dengan pakaian sekolah yang lusuh dan dengan tas sekolah yang mulai robek aku pun mulai penasaran di mana Ia tinggal dan dengan apa dia berangkat ke sekolah. Ya, karena di SDN 1 Malaka cukup banyak anak-anak sekolah yang berjalan kaki dengan jarak yang cukup jauh jika dihitung dari langkah kaki kecil mereka. Memang, anak-anak yang saya jumpai dalam setiap harinya menorehkan kisah tersendiri. Di sela-sela kegiatan bermain di stasiun, tak jarang bocah-bocah lain bercerita tentang kisah saat gempa dan bahkan ada pula yang berkisah tentang keluarganya. Juga bagi Bilal, teman sepermainannya menceritakan kisah kehidupan Bilal yang cukup mengiris hati saya. Ya, bocah sekecil itu tidak mengerti apa-apa, untuk mengerti perkalian matematika saja belum bisa apalagi tentang susahnya mencari uang?

C E R I TA M A L A K A

40


Kopi dan Kelapa yang Dipertemukan Aby Rafdi

H

ampir semua cerita manis berasal dari pertemuan yang berkesan. Melalui hal-hal yang kecil dan kadang dianggap sepele, justru menjadi awal terjalinnya hubungan yang haru. Bagaimana bisa? Semua cerita ini berasal dari ikatan batin antara kami satu kelompok yang berkepala sembilan belas dan satu keluarga yang berkepala tiga. Ikatan kami sudah bisa dikatakan erat, kadang sampai lupa progam kerja yang kami lakukan serasa “bermain”. Selalu ada kesungguhan namun tidak kaku, kalau bisa kami jabarkan dengan ringkas itu seperti kenikmatan yang luar biasa. Bisa bertemu dengan saudara baru yang banyak memberikan kesenangan dan pelajaran baru. Kehidupan kami berawal dari pertemuan-pertemuan kecil di antara banyaknya penduduk Malaka. Satu hari kami lewati dengan keletihan dalam perjalanan. Esok yang masih kami awali dengan melakukan bersih posko, agar suasana jadi lebih betah. Ketika malam datang, di situlah menjadi momen di mana kami bertemu dengan kepala keluarga yang rumahnya sangat dekat dengan kami. Pak Usman, seorang kepala keluarga yang dulunya gemar melaut. Beliau termasuk sosok yang disegani di Dusun Pandanan. Masih teringat betul akan kebiasaan Pak Usman yang gemar memakai baju rapi dan memakai sarung. Bapak yang hobi merokok ini, sangat gemar akan kopi. Kemudian di sinilsh menurutku awal hubungan kami dimulai.

41

Kopi buatan kami yang sebetulnya tak seberapa dibanding kopi khas Lombok, namun kami rajin membuatkan kopi untuk bapak, mau itu diganti dari kopi hitam, kopi susu, sampai kopi apa pun itu pasti habis diminum bapak. Bapak yang memiliki hobi membagi senyum ini baiknya bukan kepalang. Seseorang yang mencintai kopi dan rokok ini suka memberi petuah. Kalau soal kopi khas Lombok, ada si ahli yaitu Bu Usman. Istri Pak Usman ini juga mirip sama suaminya, hobinya senyum dan rajin tanya setiap kami berpapasan “Mbak embe?” Yang artinya “Mau ke mana?” Bahasa Sasak seperti melekat pada kami ketika di Lombok. Dari bapak maupun ibu sekeluarga suka mengajarkan bahasa Sasak kepada kami. Ada satu lagi di keluarga Pak Usman, yaitu si anaknya yang bernama Mas Muis. Orang yang terlihat kalem, tapi kalau sudah kenal kami pun seperti tak akan pernah mendengar dia berhenti bicara. Untuk yang satu ini memang unik tidak menyukai kopi seperti bapak dan ibuknya. Dia kalau kami tawarin minum tidak pernah bakalan memilih kopi. Teh, dia minum teh tidak kopi. Bukannya anti tapi memang tidak doyan. Keluarga inilah yang selalu menemani kami, mengajari banyak hal dari bahasa dan kebiasaan orang Lombok. Semenjak mengenal mereka kami merasa di rumah punya ayah dan ibu pengganti sementara, tentu juga punya kakak yang sementara menemani kami di sini. kami untuk melihat kami memasak dan tentunya membantu.

C E R I TA M A L A K A


“Perpisahan yang menderu akan menjadi kenang yang mengkekang. Jika tak pandai melupa nanti akan menetes air yang tak pasti datangnya. Namanya juga cinta yang sudah tertanam, tinggal tunggu saja kapan ia akan ranum dan berjumpa sampai jadi mekar.�

Semoga kami bisa kembali dan bertemu mereka lagi. Bisa membuat tim baru KKN Malaka 2 untuk memberi kontribusi yang lebih luas dan dapat dirasakan banyak warga lagi. Mempertemukan dengan mereka lagi, tim kami dengan rasa baru dan tentunya tetap dalam ikatan batin yang sama. Aamiin...

C E R I TA M A L A K A

social life

Banyak kisah kami bersama mereka. Ketika pagi datang, kami akan disambut dengan lagu dari speaker Mas Muis dengan lagu-lagu mellow-nya, entah mengapa lagunya selalu galau tiap pagi. Kemudian di sore hari kami balas dengan lagu yang energik membangkitkan semangat. Setelah beberapa hari lagu mellow-nya diganti dengan lagu-lagu sarat akan makna. Dari yang awalnya Hijau Daun Band menjadi Iwan Fals. Bapak itu rajin juga menjaga kami, hampir di setiap hari dia datang atau kadang cuma menengok kami untuk melihat keadaan kami. Begitu dengan ibu yang suka sekali mampir ke dapur Segala yang kami beri seperti dibalas dengan sepuluh kali lipat dengan keluarga Pak Usman. Kami sering diberi kelapa muda dari pohon bapak dan si ibu juga memberi sebagian masakannya untuk kami. Luar biasa baik mereka sampai Mas Muis juga sering membantu kami untuk progam kerja yang cukup berat, karena Mas Muis sendiri ahli dalam bidang membuat barang-barang dari kayu. Sampai seringnya Mas Muis membantu dan menemani kami, dia dipanggil jadi anggota keduapuluh KKN Desa Malaka 2. Sampai pada saat terakhir kami ingin berpamitan. Hari itu sendu sekali terasa, kami pun tak paham rasanya kala itu. Bahagia karena pulang dan sedih karena harus meninggalkan mereka semua yang ada di Pandanan. Air mata serasa sulit dibendung, keluar begitu saja tanpa hambatan. Rasa ini sulit dijabarkan dengan kata. Hubungan batin kami mungkin sudah mulai dipererat. Semenjak mau pulang yang ibu selalu katakan “Pasti nanti sepi kalau kalian sudah pulang�. Ketika ibu sering mengatakan itu dalam hati kami yang ingin pulang itu bahagia menjadi sedih haru, seperti tak tega meninggalkan mereka.

42


Jejak Si Muis Ridho Abdillah

I

ndonesia merupakan sebuah negara yang terbagi menjadi beberapa pulau-pulau yang terbentang luas. Pada dasarnya yang kita ketahui bahwa pulau-pulau yang ada di Indonesia terbentang dari ujung timur sampai ujung barat atau secara istilah yang sering kita dengar yaitu Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Indonesia juga memiliki berbagai macam keunikan dan perbedaan kultur di setiap daerahnya, baik itu dari segi suku, ras, agama, adat, budaya, dan tradisi di mana perbedaan itu akan memengaruhi tingkah laku dan cara berinteraksi kepada sesamanya sesuai dengan kultur masyarakatnya masing-masing. Berbagai keanekaragaman yang ada di Indonesia akan menjadi pemersatu masyarakat yang ada untuk satu tujuan yaitu membangun indonesia yang lebih harmonis dan berdaulat, adil, dan makmur dengan semboyan “Bhineka Tunggal Ika� yang di mana semboyan tersebut memiliki arti berbeda-beda tetapi tetap satu jua, yaitu Indonesia.

43

C E R I TA M A L A K A


Muiz adalah sebuah nama warga lokal di sana, dia merupakan warga lokal Lombok Utara di Pandanan yang kebetulan rumahnya berdekatan dengan posko kami, namanya yaitu Abdul Muiz dan kami semua memanggilnya Mas Muis. Pada waktu itu di minggu kedua kami berempat sedang menuju ke lapangan yang bertempat di dekat Pantai Pandanan untuk bermain sepak bola, setiap kami bermain sepakbola pasti lawan kami warga lokal setempat. Kami semua kenal akrab dengan Mas Muis ketika kita menghabiskan waktu di Pandanan tersebut. Mas Muis adalah warga lokal di Pandanan, dia sangatlah ramah dengan orang lain, tentunya kami yang dari Pulau Jawa, dia juga sangat tidak keberatan menceritakan kebudayaan atau kebiasaan warga Lombok Utara tersebut, seperti meminum kopi khas racikan dan sentuhan tangan khas Pulau Lombok dan cerita tentang adu atau tanding suara burung kecepret. Mas Muis sudah seperti menjadi keluarga kami sendiri, setiap hari kita menghabiskan waktu bersama-sama di mana pun kita melakukan kegiatan bersenang-senang dan juga membantu kami menunjukkan jalan di Lombok supaya kami mudah menjangkau tempat di mana kita mau ingin pergi. Tidak itu saja kami juga dikenalkan dengan remaja-remaja maupun orang tua di sana supaya kami lebih nyaman dan tenang ketika beraktivitas di sana, warga sangatlah ramah dan selalu mengajak ngobrol dan dengan disuguhkan secangkir kopi khas buatan tangan sendiri.

C E R I TA M A L A K A

Yang kami sangat tidak menyangka yaitu saat menceritakan waktu kejadian gempa berlangsung pada waktu itu, kami sangat heran dengan kekuatan mereka dengan sangat gigih tetap bangkit walaupun keadaan di sana belum kembali normal. Impian mereka menggiring mereka dan menggerakkan langkah kaki untuk pergi ke sebuah masjid ataupun kerumah ustaz di dusun Pandanan. Setiap hari mereka melakukannya, setiap hari mereka tersenyum dan belajar bersama. Impian itu menjelma menjadi bola api besar dan terang di dalam diri mereka masing-masing. Mengalahkan segala duka yang telah mereka alami.

“Dalam hati pun mungkin mereka merindu, mereka menangis. Tapi di luar adalah sosok yang tangguh dan kuat untuk tujuan pasti bahwa suatu saat nanti hidup mereka akan membaik seiring berjalannya waktu.�

social life

Lombok adalah salah satu kepulauan di Indonesia yang saling berdampingan dengan kepulauan lainnya, di mana Pulau Lombok ini untuk lebih tepatnya terletak di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Lombok juga terdiri dari beberapa kabupaten, di antaranya Kabupaten Lombok Timur, Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Tengah, Kota Mataram, dan Kabupaten Lombok Utara. Kabupaten Lombok Utara pada awalnya merupakan bagian dari Kabupaten Lombok Barat yang kemudian dimekarkan menjadi Kabupaten Lombok Utara. Pulau Lombok sejak dulu dikenal memiliki surganya pantai-pantai cantik. Kalau di awal 90-an Pantai Senggigi menjelma menjadi semacam ikon wisata pantai di Lombok, maka kini ada begitu banyak pantai yang menjadi favorit para wisatawan. Terbentang dari Barat ke Timur, dari Utara hingga ke Selatan. Sebut saja Pantai Pink Tangsi, Pantai Mawun, Pantai Mandalika Kuta, Pantai Seger, Pantai Selong Belanak, dan masih ada banyak lagi pantai yang siap memesona pengunjungnya. Di antara begitu banyaknya pantai keren di Lombok, masing-masing memiliki keunikan dan kelebihan tersendiri. Tak terkecuali Pantai Pandanan yang lokasinya secara pemerintahan memang berada di Kabupaten Lombok Utara, namun secara geografis berada di sisi barat Pulau Lombok.

44


“Yang kami dapat pelajari adalah hal yang dimulai dengan baik, juga akan diakhiri dengan baik.� 45

C E R I TA M A L A K A


Agar Lelahmu Menjadi Lillah

D

usun Pandanan adalah sebuah dusun dengan letak pesisir pantai yang menawan di Desa Malaka, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara yang sangat kental akan adat istiadat dan sisi religiusnya. Bagaimana tidak? Hal paling kecil yaitu setiap azan berkumandang, seluruh masyarakat menghentikan aktivitas untuk beribadah. Dari yang paling muda sampai orang dewasa. Jalanan dusun itu benar-benar menjadi sangat sepi seketika azan selesai dikumandangkan, dan keramaian berganti menjadi di musala dan masjid di dusun tersebut. Sesibuk apa pun mereka akan aktivitas yang dilakukan, jika azan sudah berkumandang mereka bergegas untuk salat, hal tersebut yang menjadikan kami takjub akan ketaatan masyarakatnya. Tidak hanya itu, di dusun ini cukup sulit mendapati perempuan dewasa yang tidak menutup aurat. Bahkan anak kecil yang masih berada di SD saja sudah menutup aurat mereka. Perkembangan nilai-nilai agama di kalangan masyarakat Dusun Pandanan ditopang oleh orang tuanya yang memang sangat agamis, kemudian sekolah dasar negeri yang sudah menerapkan pentingnya nilai agama, kemudian terdapat MTs dan MA yang ada di Dusun Pandanan, di mana setelah lulus dari SD para orang tua lebih memilih meneruskan pendidikan anak mereka di MTs kemudian lanjut ke MA daripada ke sekolah negeri. Hal tersebut bukan tanpa alasan, ya untuk lebih mendalami agama sejak bangku sekolah. Adik-adik dari SD sampai dengan MTs setiap hari belajar mengaji. uan yaitu belajar mengaji dengan baik.

Ada kiranya tiga tempat musala yang digunakan untuk tempat belajar mengaji yang diajari oleh ustaz dan ustazah setempat. Semangat mereka untuk mengaji sangat terasa, hal itu dirasakan dari jumlah kedatangan adik-adik yang setiap hari memenuhi musala. Mereka datang dengan membawa iqra mapun Alquran dengan langkah kaki yang riang ke musala dengan satu tujYang membuat kami heran adalah adik-adik di sana hampir tidak pernah absen untuk belajar mengaji kecuali memang karna mereka sakit dan hujan deras yang mengurungkan niat mereka untuk berangkat ke musala. Hal tersebut membuat kami semangat untuk membantu mengajari mereka mengaji yang memang termasuk dalam program kerja kami selama di sana. Tidak kalah dengan anak-anaknya, para orang dewasa pun setiap malam jumat mengadakan pengajian, yasinan tanpa harus diumumkan di setiap masjid ataupun musala mereka sudah berdatangan berbondong-bondong. Diawali dengan salat magrib berjamaah kemudian diteruskan mengaji ataupun yasinan dan kemudian diakhiri dengan salat isya berjamaah. Hal tersebut termasuk dalam rutinitas setiap malam Jumat yang tak bisa mereka tinggalkan. Dengan latar belakang agama yang kuat, dalam kehidupan sehari-hari mereka mengamalkan apa yang didapatkan dari pengajian maupun kegiatan agama lainnya. Hal ini membuat kegiatan sehari-hari tersebut menjadi lebih bermakna. Sehingga mereka menyadari bahwa penting sekali dalam kehidupan bersosial untuk selalu melatarbelakangi dengan dasar agama yang kuat.

C E R I TA M A L A K A

social life

Shelina Vonny Kartika Sujoko

46


Beralih ke warga dewasa yang juga menyertakan nilai agama dalam kehidupan sehari-hari di mana mereka selalu bergotong royong membantu sesama warga yang kesulitan. Sering kami temui ketika seorang nelayan datang dari laut dan akan menyandarkan perahu di pantai, warga sekitar yang melihat turut membantu. Sebuah bentuk kerjasama tolong-menolong yang tak lepas dari pengembangan nilai agama. Dengan jelas mereka meyakini bahwa untuk mencapai kerukunan, sangat dibutuhkan gotong royong dan kerjasama semua warga. Hal yang kami alami sendiri adalah warga setempat sangat terbuka apabila ada tamu dari luar.

47

Hal ini dibuktikan dengan perilaku warga yang mengajak kami untuk mampir ke rumahnya ketika kami lewat. Warga setempat menyambut kami dengan baik, menyuguhkan berbagai makanan dan minuman setempat. Tidak lupa dibekali dengan beberapa hasil kebun ataupun tangkapan laut mereka ketika kami pulang. Kami sebagai pendatang sangat menghargai dan mengapresiasi tindakan tersebut. Kami merasa bahwa kedatangan kami diterima dengan baik. Sebagai timbal baliknya kami juga memberikan kontribusi kepada warga setempat. Hal tersebut juga merupakan pengembangan dari nilai agama. Yang kami dapat pelajari adalah hal yang dimulai dengan baik, juga akan diakhiri dengan baik.

C E R I TA M A L A K A


social life C E R I TA M A L A K A

48


Secangkir Kopi dan Senyuman Hangat Aurio Febrian Muhamad Ilham

K

alian tahu hal sederhana yang membuat bahagia ketika bersilaturahmi ke rumah warga Dusun Pandanan? Yap, secangkir kopi hitam dan senyuman hangat dari warga setempat. Bagi warga di sini, kopi tradisional merupakan sebuah gaya hidup dan suguhan wajib ketika bertamu. Sebenarnya ada tiga pertanyaan yang ditawarkan oleh pemilik rumah, kopi hitam, kopi jahe, atau kopi sachet? Namun saya lebih memilih kopi hitam, ya mungkin karena saya tidak suka jahe dan terdengar asing bagiku, kopi dicampur jahe? Whattt??? Terlepas dari pemikiran itu, tak lama kemudian secangkir kopi hitam kental hadir di tengah perbincangan kami. Warnanya hitam legam dan aroma yang khas, tentu yang saya pikirkan, kopi ini berat dan pahit dengan rasa yang menggigit, namun ketika di-sruput rasanya berbeda dengan penampilannya. Tetap terasa pahit namun terbilang enteng di mulut dan terasa seperti cokelat, manis.

49

C E R I TA M A L A K A


Lalu bagaimana dengan rasa kopi jahe? Di lain kesempatan di rumah warga yang berbeda, dengan tiga pertanyaan yang sama, akhirnya untuk memuaskan rasa penasaran, kami mencoba kopi tersebut. Proses pembuatannya sama hanya saja proses penyeduhannya yang berbeda. Seduhan kopi dicampur dengan jahe yang digepuk lalu didiamkan beberapa saat agar rasanya menyatu. Rasa dari kopi ini aneh tapi tetap enak, untuk saya yang tidak suka jahe, rasanya lebih hangat di tenggorokan dan badan. Cocok dinikmati ketika malam hari saat cuaca dingin. Menurut warga sekitar kopi yang dicampur jahe lebih cepat menghangatkan tubuh ataupun melegakan tenggorokan ketika cuaca dingin ataupun sedang sakit batuk. Kopi jahe merupakan kopi yang sangat diminati oleh warga pendatang, ataupun Tim SAR ketika masih di Lombok pascagempa tahun lalu. Penikmat kopi harus mencoba Kopi Lombok dengan berbagai keunikannya.

C E R I TA M A L A K A

culinary

Proses pembuatan kopi di dusun ini terbilang masih tradisional, proses menyangrai biji kopi masih menggunakan tungku dan wajan dari tanah liat. Proses penumbukannya sebagian besar masih menggunakan tumbukan tradisional dan sebagian kecil lainnya menggunakan mesin penghalus. Hampir seluruh warga Dusun Pandanan dapat membuat bubuk kopi sendiri. Uniknya took-toko kelontong sekitar desa tidak menjual kopi bubuk asli Lombok yang siap seduh melainkan hanya menjual biji kopinya saja. Biji kopi yang diperjualbelikan merupakan biji kopi robusta khas Lombok Utara. Proses pembuatan kopi diawali dari pemilihan biji kopi yang diracik dengan sedikit beras ataupun jagung. Setelah itu racikan disangrai di atas wajan hingga berubah warna cokelat kehitaman. Proses selanjutnya yaitu pendinginan dan dilanjutkan dengan penumbukan.

50


Cita Rasa Malaka Theodora Paskadita Haryono

T

ak.. tak.. tak.. derap langkah kaki membelah heningnya pagi. Matahari belum lama menampakkan wajahnya, sisa dingin embun pagi pun masih terasa. Dari kejauhan nampak seorang ibu berjalan perlahan membawa dagangan di atas kepalanya. “Mau beli?” Tanyanya saat melewati kami yang sedang berkumpul menikmati angin pagi. “Apa itu, Bu?” Tanya kami. “Sate, Nak.” “Sate?” “Sate ikan tuna. Enak.” Ibu itu pun menurunkan dagangannya perlahan. Terlihatlah bentuk sate yang cukup familiar di mata kami. “Ah, sate lilit ini pasti atau ini sate buntel?” Ucap kami dalam hati. Namun kemudian kami ragu, karena setelah diamati, bagian terluar dari sate bukanlah daging namun parutan kelapa. Rasa penasaran mengantarkan kami untuk mencobanya. Enak. Betul-betul enak. Sate tuna bukanlah sate lilit seperti yang dibayangkan. Bukan pula seperti sate buntel walau berbentuk mirip. Sate tuna merupakan sate ikan tuna yang kemudian dibalut dengan bumbu kelapa pedas lalu dibakar. Harga yang dipatok untuk satu porsi sate ikan tuna sebesar 10.000. Dalam satu porsi kami mendapat 6 tusuk sate tuna. Ketika memakannya, makan 2 tusuk saja sudah cukup kenyang. Sate tersebut selain dijual keliling, kami temukan dalam ramainya pasar di antara para penjual sayuran dan bumbu dapur. Kemudian kami juga temukan di sepanjang jalan dekat Pantai Nipah. Juga di Jalan dekat Kota Mataram.

51

Kemudian, siang hari saat matahari bersinar begitu teriknya kami memulai perjalanan memutari dusun bercengkerama dengan warga lokal di sekitar tempat tinggal. Kami seperti sekelompok bajak laut yang tengah mengelilingi samudera mencari harta karun dan menikmati keindahan alam. Saat kami sedang beristirahat sejenak, terlihat dari kejauhan seorang anak membawa sesuatu yang nampak seperti mangkuk. Kami pun mendekatinya dan bertanya, “Adek, itu apa?” “Plecing, Kak!” Jawabnya riang. Tampak di tangannya sebuah kerupuk yang berbentuk mangkuk dengan sayur kangkung dan tauge disiram sambal di atasnya. “Di mana belinya?” “Di sana kak. Ayok.” Dengan bantuan navigasi adik tersebut, kami pun mendatangi ibu penjual plecing dan mencicipi plecing khas Lombok yang menggugah selera. Hal yang membedakan antara plecing yang biasa kami temui dengan plecing Lombok ini adalah plecing Lombok menggunakan sayur kangkung dengan disiram sambal mentah. Bahan sambal mentah pun beragam ada yang hanya menggunakan cabai, tomat, dan bawang, ada pula yang menambahkan kacang dan/atau kelapa pada sambal tersebut. Plecing tersebut ditaruh di atas kerupuk yang berbentuk seperti mangkuk. Kerupuk tersebut bernama kerupuk sagu. Rasanya sedikit hambar, namun kerupuk tersebut sangat cocok untuk teman makan karena sifatnya yang renyah dan mengenyangkan. Harga satu porsi plecing beragam namun berkisar antara 5000-10000 rupiah. Lepas dari ibu penjual plecing kami pun kembali melanjutkan perjalanan. Kali ini adik kecil yang kami temui mengikuti langkah kami.

C E R I TA M A L A K A


culinary C E R I TA M A L A K A

52


“Bagaimana kak, enak?” Tanyanya kepada kami. “Enak dek. Plecingnya enak. Kerupuknya juga enak.” “Kerupuknya enak kak? Ada satu hidangan lagi kak yang menggunakan kerupuk itu! Namanya Tipat Sebur.” Mendengar hal tersebut, rasa penasaran kami kembali tergugah. Kami pun kembali menyusuri jalan pedesaan menuju tempat yang dimaksud adik yang telah menjadi pemandu kami. Setelah cukup jauh kami melangkah nampak sebuah warung di ujung jalan. Warung tersebut terlihat seperti pada umumnya. Namun kali ini warung tersebut seakan menyimpan harta karun yang sedang kami cari

53

Kami ucapkan salam kepada ibu penjual. Lalu kami pun memesan “Bu, pesan tipat sebur. Dibungkus. Dibawa pulang.” Dengan cekatan ibu membungkusan tipat sebur untuk kami. Tidak sabar rasanya kami untuk segera melahap makanan tersebut. Sampai posko, tanpa ragu kembali kami buka makanan yang telah kami bawa. Tipat Sebur. Potongan ketupat yang disiram dengan sayur tongkol santan dengan mi dan parutan kelapa. Rasa sayurnya khas, namun kurang lebih terasa seperti model masakan mangut. Sungguh luar biasa. Rasanya enak dan masakannya sungguh mengenyangkan. Jarang kami dapat menghabiskannya dalam satu waktu dengan cepat. Tipat Sebur dibanderol dengan harga 5000 rupiah dan kami juga membelikan jodoh untuk tipat yaitu kerupuk sagu yang dibanderol harga 1000 rupiah

C E R I TA M A L A K A

“Perjalanan bajak laut kami dalam menikmati kuliner khas yang ada di sekitar dusun kami pun berakhir. Telah kami temukan tiga harta karun berharga yang nilainya tidak akan dapat kami tukar dengan mata uang mana pun. Cita rasa lokal yang sangat kuat, ditemani dengan suasana hangat pedesaan di daerah pesisir kami mampu menikmati dan menghayati kuliner spesial yang belum pernah kami temukan sebelumnya.” Mungkin kuliner yang kami makan mempunyai cerita tersembunyi di baliknya. Kami pun belum mengetahui cerita apa yang mengawali adanya plecing di tanah Lombok, bagaimana asal muasal sate ikan tuna dibuat maupun bagaimana tipat sebur dapat terbentuk, serta bagaimana makanan tersebut menjadi salah satu kebanggan dari Lombok. Hal yang pasti yang kami ketahui adalah bagaimana rasa yang meleleh di lidah kami meninggalkan kesan yang tiada habis hingga saat ini. Kami harap, banyak orang di kemudian hari dapat merasakan apa yang kami rasakan. Ikut menikmati apa yang telah kami nikmati. Menghayati kuliner Pulau Lombok tersembunyi di sayup hangatnya cerita desa yang luar biasa.


Perjumpaan, Pandanan, dan Perpisahan Okfied Nurneini Soesendar

C E R I TA M A L A K A

54


“Setiap perjumpaan pasti akan menghadirkan perpisahan; dan pengharapan.” Perjalanan kami dimulai dari sebuah pengharapan. Tentang mengenal budaya dari daerah yang berbeda. Tentang masyarakat yang beragam. Tentang asal usul sejarah yang ternyata sama. Pergilah kami, menuju Malaka. Di pertengahan bulan pembuka tahun 2019, kami yang beranggotakan 19 personil memulai perjalanan baru. Menempuh jarak 360 mil, tiada peluh yang luruh. Semangat menggebu membuat kami semakin tak sabar menanti perjumpaan itu. Hingga tibalah kami pada pemberhentian selama 45 hari ke depan, Dusun Pandanan. Posko kami terletak di tengah Dusun Pandanan, tepat di belakang Kantor Desa Malaka. Bangunan bekas gempa yang kami tempati, terdiri dari dua buah kamar dan satu buah gubuk atau yang disebut dalam bahasa Sasak “bruga”. Bruga kemudian kami pakai sebagai tempat makan bersama, pertemuan dengan para pemuda desa, serta tempat untuk menyiapkan hidangan sehari-hari. Dalam menyiapkan hidangan masakan, tim KKN kami membagi ke dalam tujuh kelompok selama satu minggu. Hal ini sengaja dilakukan untuk menumbuhkan rasa memiliki dan teamwork yang baik dalam satu kelompok memasak.

55

Perjumpaan kami pertama kali dengan salah satu tokoh masyarakat adalah dengan Kepala Dusun Pandanan, Bapak Muhamad Yusran. Sambutan dan jamuan makan malam dirumah beliau, begitu hangat. Berbincang tentang rencana program kedepan, asal daerah dari setiap personil tim KKN kami, dan kondisi masyarakat di Dusun Pandanan menambah wawasan mengenai apa saja yang bisa kami lakukan untuk dusun ini. Hari-hari berganti kami lewati dengan senyuman pasti. Karakter masyarakat di Dusun Pandanan sangat ramah, senang berbagi dan selalu ingin menjadi tuan rumah yang baik bagi setiap pertemuan atau acara adat. Kata “mampir” selalu hadir mengiringi setiap langkah kaki kami menyusuri dusun ini. Seketika masyarakat mengatakan “mampir”, maka ada baiknya kami sejenak menghampiri bruga mereka dan berbincang tentang apa saja yang membuat suasana menjadi ceria. Bertemu dengan anak-anak dusun ini, juga menggugah rasa peduli kami untuk lebih besar hati. Menjelma menjadi anakanak kembali, setiap kami bergabung dalam area bermain mereka. Kami juga menerapkan sistem belajar sambil bermain dan learning by doing untuk melatih kepekaan dan kreativitas mereka.

C E R I TA M A L A K A

Berbagai program kerja telah kami lakukan; mulai dari sisi sosial dengan membantu pembuatan dan pelebaran jalan sebagai akses utama masyarakat, sisi religi dengan menjadi fasilitator dalam kegiatan Baca Tulis AlQuran setiap sore, sisi ekonomi dengan menginisiasi pembuatan dan pengemasan kopi Malakafee sebagai produk lokal Dusun Pandanan, sisi pendidikan dengan menjadi fasilitator di sekolah non-formal Stasiun Malaka, dan masih banyak lagi. Kesemuanya kami lakukan untuk mengabdikan diri pada negeri, di tanah seribu masjid ini. Keberadaan kami sudah menjadi satu dengan masyarakat Pandanan. Mendorong kapal nelayan di pagi hari, menunggu, kemudian menarik kapal kembali ke tepi. Di siang hari kami pergi ke Stasiun Malaka, bahkan memanjat pohon kelapa ketika cuaca sedang panas-panasnya. Menempuh jarak sejauh dua kilometer ke tempat mengaji dan bertemu para santri. Malam harinya kami menikmati sepoi angin di bruga atau sekedar duduk dan berayun di hammock milik Har, salah satu anggota KKN kami. Tiba sudah hari penantian kami, di awal kedatangan: untuk pulang. Di awal kedatangan kami, memang pulang telah menjadi penantian panjang. Kini saat waktunya datang, kami merasa ada yang hilang; rasa sayang.


Rasa sayang kami terhadap masyarakat di Pandanan, terhadap anak didik dan para santri, terhadap bapak dan ibu asuh kami yaitu Bapak Ibu Usman beserta anaknya, bersama dengan kucing kesayangan Yassinta dan Faris, terhadap seekor anjing yang setiap pukul tujuh malam melewati posko kami bernama Peng, terhadap pohon kelapa menjulang tinggi yang setiap saat menyegarkan hari kami, dan terhadap sebuah nama yang telah menjadi rumah kedua kami; Pandanan. Setiap perjumpaan akan berakhir pada perpisahan; untuk benar-benar pergi atau akan kembali lagi. Pada tempat yang kami kira akan menjadi penat, ternyata berubah menjadi ikat tanpa sekat. Kami pulang..

C E R I TA M A L A K A

56



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.