KKL TRADISIONAL - ARSITEKTUR'19 UNIVERSITAS SRIWIJAYA

Page 1

KKL TRADISIONAL

May 2021 | Universitas Sriwijaya

10

EXPLORE TRADITIONAL HOUSES OF INDONESIA

BY ARCHITECTURE STUDENTS OF UNIVERSITAS SRIWIJAYA

























TANAH SUMATERA UTARA KULIAH KERJA LAPANGAN - TRADISIONAL

II .retpahC oraK tadA hamuR

I .retpahC nugnulamiS noloB tadA hamuR


ABOUT US

Nabila Citra Odelia 03061381924051

Rio Nogesta 03061381924059

Putri Camila Sofiy 03061381924075

Annisa Rahma Widya P.

Muhammad Nurrahman

Tama Kautsar Deo

03061381924081

03061381924069

03061381924064


Warisan Budaya Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki ribuan kebudayaan dariberbagai suku, agama, golongan, yang tersebar di seluruh daerah Nusantara. Termasuk Sumatera Utara yang merupakan salah satu bagian wilayah Indonesia yang memiliki kawasan cukup luas dengan berbagai kebudayaan khasnya, ada lebih dari 10 kebudayaan yang dapat ditemukan di Sumatra Utara. Peradaban dan kebudayaan Indonesia pada masa lampau telah mewujudkan berbagai macam warisan budaya yang sudah seharusnya untuk dilestarikan. Salah satu contoh warisan budaya bangsa ialah rumah adat. Rumah Adat merupakan ciri khas bangunan suatu etnik di suatu wilayah tertentu. Masing-masing daerah (wilayah) tersebut yang memiliki keragaman dan kekayaan budaya. Rumah-rumah adat di Indonesia memiliki bentuk dan arsitektur masingmasing daerah sesuai dengan budaya adat lokal. Rumah adat pada umumnya dihiasi ukiran- ukiran indah, pada jaman dulu, rumah adat yang tampak paling indah biasa dimiliki para keluarga kerajaan atau ketua adat setempat menggunakan kayu-kayu pilihan dan pengerjaannya dilakukan secara tradisional melibatkan tenaga ahli dibidangnya, Banyak rumah-rumah adat yang saat ini masih berdiri kokoh dan sengaja dipertahankan dan dilestarikan sebagai simbol budaya Indonesia. Termasuk pula rumah adat yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara. 23


0.1 Rumah Adat Bolon Simalungun

Rumah Adat Bolon yang ada di Desa Pematang Purba ini merupakan istana peninggalan dari Kerajaan Purba yang dibangun pada 1864, oleh Raja Tuan Rahalim ke-12. Rumah Bolon ini pertama kali dihuni oleh Raja bernama Tuan Pangultop-ultop (1624-1648), yang kemudian diteruskan oleh keturunannya (Agustono et al., 2012). Selain digunakan sebagai tempat kediaman sang raja, Rumah Bolon juga dijadikan sebagai tempat raja mengatur pemerintahannya. Dalam konsep arsitekturnya, Rumah Bolon di golongkan jenis pinar horbou, yang proporsinya adalah panjang bangunan 2,5 sampai 3 dari lebar bangunan, dan tingginya 1,5 sampai 2 kali dari lebar bangunan. Bangunan dengan konsep pinar horbou dibuat selalu menghadap ke arah timur (Rahmadhani, 2018). 24


Latar Belakang _____________________________ Salah satu etnik di Sumatera Utara yang mempunyai rumah adat unik ialah etnik Simalungun. Mereka menamakan rumah adatnya dengan nama “Rumah Bolon” (Agustono et al., 2012). Dalam jenis arsitektural, sebuah kawasan cenderung dipengaruhi lingkungan lokalnya dan material setempat. Arsitektur tradisional khas Simalungun merupakan salah satu wujud interpretasi dari masyarakat Simalungun yang mempunyai cerminan nilai dan karakteristik yang unik, sebagai sebuah warisan turun-temurun yang bernilai budaya tinggi.

Dalam bangunan rumah adat khas Simalungun, rumah adatnya mereka beri nama “Rumah Bolon”. Bolon memiliki arti besar, karena kenyataannya rumah ini berukuran besar dan luas, dapat menampung banyak orang, serta digunakan juga pada pelaksanaan harihari besar. Pada masa kerajaan dulu, Rumah Bolon menjadi kediaman bagi sang raja beserta seluruh kelurga besarnya. Selain itu, rumah ini juga digunakan sebagai pusat pemerintahan, balai pertemuan warga, dan pengadilan dalam menyelesaikan sebuah permasalahan yang ada. 25


TATA RUANG DALAM DAN FUNGSI

Rumah Bolon Simalungun memiliki bentuk persegi panjang, mempunyai model seperti Rumah Panggung, tinggi dari tanah 2 meter. Memiliki luasan ± 9,6 x 31,6 m² bangunan ini berdiri di atas kolom dan balok kayu gelondongan yang oleh masyarakat simalungun disebut dengan galang dengan dimensi kolom utama kisaran 1,5 – 2 m, dan diameter balok utama ± 0,35-0,4 cm.

1. Puang Pardahan adalah tempat peralatan dapur, seperti periuk/hudon, tempat istri raja memasak makanan untuk tamu. 2. Puang Pardahan atau Puang Poso adalah tempat peralatan dapur, seperti periuk/hudon, peralatan makan lainnya dan sebagai tempat istri raja memasak untuk makanan raja. 3. Puang Parorot adalah bagian tempat istri raja yang menjaga anak. 4. Puang Paninggiran adalah bagian tempat istri raja yang memimpin upacara kesurupan. 5. Puang Pamokkot adalah bagian tempat istri raja yang memimpin upacara memasuki rumah baru. 6. Puang Siappar Apei adalah bagian tempat istri raja mengatur ruangan dan memasang tikar. 7. Puang Siombah Bajut adalah bagian tempat istri yang memimpin pembawa peralatan makan sirih.

8. Puang Bona 9. Puang Bolon adalah sebagai ruang tinggal permaisuri. 10. Puang Panakkut adalah bagian tempat istri raja yang memimpin upacara spiritual. 11. Puang Mata bangian ruang istri raja yang bertugas umum di rumah bolon. 12. Puang Juma Bolag adalah bangian tempat istri raja yang memimpin perladangan. 13. Serambi adalah sebagai tempat peristrirahatan prajurid pengawal raja dan sebagai tempat senjata-senjata para prajurit. 14. Bilik Raja adalah tempat tidur raja

26


Interior Rumah Adat Bolon Simalungun

_____________

Dalam konteks arsitektur tradisional Simalungun, Tolu Sahundulan mengungkapkan posisi keluarga dalam penataan ruang, musyawarah pembangunan rumah, upacara pembangunan rumah, upacara hidup rumah baru, skema warna dekorasi dan sistem kepercayaan yang terkait dengan konsep rumah. 27


28


Arsitektur Bangunan

__________________________

Dikutip dari buku Ensiklopedia Suku Bangsa di Indonesia (1995) karya M. Junus Melalatoa, bentuk rumah adat Bolon pada umumnya tidak jauh beda dengan rumah adat orang Batak lainnya. Perbedaannya ada pada tiang penyangga yang terbuat dari kayu bulat (basikah). Di atas bubungan atap rumah panggung ini diletakkan tandung kerbau. Setiap struktur bangunan dan ragam hias yang terdapat pada rumah Bolon mengandung makna simbolis tertentu. Di mana berkaitan dengan kepercayaan dan adat-istiadat mereka. 29


________ Struktu Konstruksi 1.Pondasi Buku Batak menggunakan batu dengan tipe cincin sebagai pondasinya. Batu tersebut digunakan sebagai tumpuan berdirinya tiang kayu sehingga mampu menahan beban bangunan. Tiang dijadikan tumpuan umumnya memiliki diameter antara 42 hingga 50 cm. Terdapat sekitar 18 tiang kayu berdiri tegak yang berguna untuk menyangga beban. Jumlah tiang tersebut juga memiliki arti yaitu melambangkan kebersamaan dan kekuatan. 2. Bagian Rumah Rumah adat ini sebenarnya tak jauh berbeda dengan rumah panggung lainnya, ia berbentuk persegi panjang yang di dalamnya terdapat ruang berbeda-beda. Rumah adat satu ini memiliki tinggi sekitar 1,75m jika diukur dari tanah. Rumah Bolon terdiri dari ruangan besar tanpa sekat sehingga menjadikannya lebih luas dan lapang. 3. Dinding rumah Jika biasanya dinding rumah didesain vertikal atau tegap, rumah adat Bolon justru didesain dengan bentuk miring. Alasan dibalik bentuknya yang miring yaitu, supaya angin bisa dengan mudah masuk ke dalam ruangan. Dinding rumah Bolon sangat kuat karena terbuat dari kayu yang saling direkatkan dengan menggunakan tali. Suku Batak menggunakan tali pilihan untuk mengencangkan setiap bagian kayu yakni tali yang berasal dari ijuk serta rotan.

Supaya tali tidak longgar meskipun termakan waktu, suku Batak menggunakan pola khusus dalam merekatkan tali. Pola yang digunakan tentu sarat akan makna layaknya bagian rumah Bolon lainnya. Makna pola ini yaitu sebagai penjaga penghuni rumah. Bentuk pola ini sangat unik yaitu pola pengikat layaknya cicak dengan dua buah kepala yang saling berlawanan. Kepala cicak yang saling berlawanan ini menggambarkan kehidupan dalam rumah yaitu perbedaan pendapat dan pandangan namun senantiasa menghormati serta saling menjaga. 4. Pintu Masuk Mengikuti bentuk dinding, pintu rumah Bolon juga dirancang menjorok ke bagian dalam. Umumnya ukuran pintu ini memiliki tinggi sekitar 1,5 m atau lebih dengan lebar kemiringan sekitar 80 cm. untuk masuk ke rumah berbentuk panggung ini, setiap penghuni yang akan masuk harus membutuhkan tangga terlebih dahulu. Saat menjumpai rumah adat Bolon, Anda akan menemukan banyak ukiran di bagian depan atau atas pintu, terdapat beraneka ragam ukiran atau Gorga seperti yang telah disebutkan di atas. 5. Lantai Lantai pada rumah adat suku Batak ini mengandung makna di dalamnya. Di lantai bawah sebagai pengingat manusia bahwa kematian itu ada, bagian tengah bermakna keseharian yang dilakukan manusia sedangkan bagian atas mempunyai arti perkenalan akan dunia para dewa. 30


Lantai rumah adat ini menggunakan papan kayu yang di setiap sudutnya disangga oleh tiang. 6. Bagian Atap Pada rumah Bolon, bagian atap jauh lebih panjang dibandingkan dengan bentuk rumahnya. Ujung atap rumah didesain lancip baik bagian belakang maupun depan. Selain itu, atap yang lancip ini membuat rumah adat batak ini nampak seperti tapal kuda yang kokoh.

2. Ornamen Hambing Mardugu (Kambing Berlaga)

Ornamen ini terbuat dari kayu yang di ukir dan dipahat sesuai motif tanduk dan gigi yang merupakan tiruan kambing berlaga. Berfungsi sebagai hiasan dan biasa diletakkan diatas “sambahou” dari rumah bolon. 3.

Ornamen

Gatip-

Masyarakat Batak tidak hanya Gatip (Kepala Ular membangun atap, namun juga Gatip) mengharapkan agar kelak anggota keluarga lebih sukses dan makmur. Atap rumah ini dianggap sebagai bagian yang Ornamen ini bermotif kepala ular gatip suci karena ia berfungsi sebagai tempat yang saling berjejeran dengan warna penyimpanan barang keramat hitam, merah dan putih yang berarti cepat mendapatkan perubahan rezeki. Ornamen Biasanya ornamen gatip-gatip berfungsi sebagai hiasan pada kain “ragi panie”, 1. Ornamen bulang-bulang atau tudung wanita Suleppat masyarakat Simalungun dan tiang beranda.

______________

Ornamen Suleppat berbentuk Siku tangan Saling berkaitan dengan aksen bunga berwarna hitam, putih, dan merah dibagian tengahnya. Ornamen ini berfungsi untuk memberikan kesan keindahan dan terletak pada “landasan dinding” (sambahou) rumah. Ornamen ini dipercaya dapat menjaga ketentraman dan keharmonisan keluarga dalam rumah adat.

4. Ornamen PahuPahu Patundal (Pakis Saling Bersandar)

Ornamen pahu-pahu patundal terbuat dari kayu yang dipahat menyerupai pucuk-pucuk pakis bagian atas yang saling bersandar dan berlainan arah. Ornamen ini berfungsi sebagai hiasan pada kain penggendong, buluh ukiran, tiang beranda dan lesplang atas serta sebagai ventilasi udara. Memiliki makna kekompakan. 31


5. Ornamen Jombut Uwou (Jambul Merak)

Ornamen ini terbuat dari kayu yang diukir menyerupai tiruan jambul burung merak yang indah, anggun dan agung dengan warna merah, putih dan hitam. Ornamen ini dipercaya dapat menjaga keamanan dalam rumah adat Simalungun. 6. Ornamen Tapak Raja Suleman (Tapak Raja Suleiman)

Ornamen ini diukir pada ruas bambu dengan motif garis saling melingkar yang tak dapat diketahui yang mana ujung pangkalnya. Nama ornamen ini merupakan nama raja yang dianggap sakti dan ditakuti mahluk jahat sehingga dapa menjaga pemilik rumah. Ornamen ini berfungsi menunjukkan status yang berbeda dalam masyarakat Simalungun. 7. Ornamen Bohi Bohi (Wajah-Wajah)

Ornamen bohi bohi diukir pada kayu menyerupai gambar wajah manusia. Ornamen bohi bohi di tempatkan pada ujung “sambahou” sebagai pagar rumah yang melindungi orang yang ada dalam rumah adat.

8. Ornamen Boraspati (cicak)

Bentuk ornamen ini menyerupai gambar cicak dan diartikan sebagai lambang untuk kerukunan. Ornamen boraspati dipercaya dapat menolak segala niat jahat sehingga digunakan sebagai pagar rumah yang melindungi orang yang ada dalam rumah. 9. Ornamen Bindu Matoguh

Ornamen Bindu Matoguh terbuat dari kayu yang diukir berupa dua segi empat yang saling bertimpaan jadi delapan penjuru yang melambangkan pertahanan dari seluruh arah penjuru. Ornamen ini dipercaya dapat menjaga lingkungan dan manusia dari roh-roh yang berusaha mengganggu. 10. Ornamen Iponipon (Gigi-gigi)

Ornamen Ipon-ipon diukir dan dipahat membentuk seperti gigi yang teratur dengan warna hitam, putih dan merah. Masyarakat Simalungun percaya bahwa ornamen ini dapat menolak bala yang dapat mengganggu ketentraman rumah. 32


11. Ornamen Pinar Bunga Hambili (Daun Hambili)

Ornamen ini diukir dan dipahat membentuk tumbuhan bunga “Hambili” yang sedang mekar dan di tempatkan pada ujung tiang ataupun pinggir ukiranukiran lainnya. Ornamen ini dipercaya dapat menghancurkan niat jahat orang. 12. Ornamen Porkis Marodor (Semut Beriring)

Ornamen ini dipahat menyerupai semut yang saling beriringan, biasanya ada pada pinggir tabung atau pinggir ukiranukiran lain rumah adat Simalungun yang berfungsi memberikan kesan keindahan. 13. Ornamen Bodat Marsihutuhan (Beruk saling berkutu)

Ornamen ini diukir dan dipahat pada lesplanghalipkip di rumah adat menyerupai gambar beruk saling berkutu. Ornamen bodat marsihutuhan (Beruk saling berkutu) memiliki makna bahwa manusia harus kerja saling meringankan beban, Menghindarkan kericuan, memelihara ketertiban.

14. Ornamen Andorni Tabu Mangganupi Desa (Pucuk semangka)

Ornamen dipahat pada papan menyerupai bentuk pucuk semangka yang memberikan kesan keindahan pada tabung buluh, tullak (alat tenun), atau kotak-kotak perhiasan. Ornamen ini menunjukkan kemampuan masyarakat Simalungun untuk beradaptasi 15. Ornamen Hail Putor (Kail Putar)

Ornamen ini terbuat dari papan yang diukir bermotif seperti mata kail pancing dengan warna dasar hitam, putih, dan merah. Dan berfungsi menunjukkan hubungan seseorang dengan yang lain sehingga kedudukan dan statusnya lebih jelas. 16. Ornamen Pinar Sisikni Tanggiling (Sisik Tenggiling)

Ornamen ini diukir dan dipahat menyerupai ukiran kulit / sisik tenggiling yang dapat menambah kesan indah pada pinggir ukiran. Sisik tenggiling yang kuat dan keras memiliki makna kekuatan pertahanan diri yang dapat melindungi orang yang ada dalam rumah adat Simalungun. 33


17. Ornamen pinar bunga bongbong (Bunga Bongbong)

Ornamen ini terbuat dari bambu yang dibelah dan dianyam menyerupai gambar Bunga Bongbong berwana hitam dan putih yang diletakkan pada anyaman tepas atau gedek rumah adat Simalungun. 18.

Ornamen Simarlipan-lipan (Daun Lipanlipan)

Ornamen ini berfungsi sebagai hiasan yang memperindah rumah adat Simalungun dan biasanya terdapat pada bagian tiang nanggar dalam rumah bolon dengan motif tumbuhan berdaun mirip lipan-lipan dan dipercaya masyarakat dapat menjaga keamanan setiap anggota keluarga .

20. Ornamen Pinar Silobur Pinggan (Daun Ramuan)

Ornamen ini terbuat dari papan yang diukir dan dipahat menyerupai tiruan dari daun ramuan obat penangkal racun yaitu Daun Pinar Silobur Pinggan (Daun Ramuan). Dan dipercaya dapat menghalau dan menggelincirkan segala niat jahat. 21. Ornamen Bunga SayurMatua (Bunga Lanjut Usia)

Ornamen ini diukir dan dipahat pada “parasanding” rumah adat Simalungun menyerupai bunga raya yang sedang mekar dan bewarna merah menyala. Memiliki arti mengenai kemampuan seseorang untuk berbaur atau menyesuaikan dirinya dilingkungan yang baru dimanapun dia berada.

19. Ornamen Pinar Paria-Paria (Gambas Paria)

Ornamen ini diukir dan dipahat menyerupai tumbuhan gambas paria yang dapat memperindah rumah adat Simalungun. Keindahan gambas paria tersebut menunjukkan keiklasan dan kemurnian hati masyarakat Simalungun yang senang saling berbagi. 34


0.2 Rumah Adat Karo

Kebudayaan Batak Karo merupakan suatu hasil karya dari nenek moyang suku Batak Karo pada zaman dulu yang telah membuktikan bahwa keterbatasan wawasan pengetahuan tidak menghalangi mereka untuk berkarya dan menghasilkan sesuatu yang berguna bagi anak cucu mereka sampai saat ini, dan juga oleh pemerintah daerah Sumatera Utara telah dijadikan salah satu objek wisata di daerah Batak Karo – Sumatera Utara.

35


Latar Belakang _____________________________ Siwaluh Jabu, itulah nama dari rumah tradisional Batak Karo yang didiami oleh delapan kepala keluarga. Rumah inilah yang menjadi suatu bukti bagi kita bahwa keterbatasan pengetahuan bukanlah suatu hambatan untuk melakukan sesuatu. Rumah tradisional Karo didesain tahan terhadap gempa dengan usia bangunan mencapai ratusan tahun dan dalam pembuatannya tidak memakai paku. Di samping itu peran guru (dukun) sangat penting terkait letak rumah tradisional yang akan didirikan. Masyarakat Karo percaya akan sifat tanah, bahwa ada tanah yang baik dan tidak baik untuk bermukim di atasnya. Dapat dikatakan seluruh proses dari awal sampai peresmian (mengket) rumah tidak lepas dari nasehat dan peran guru.

Siwaluh Jabu merupakan rumah adat Suku Karo yang memiliki arti rumah besar terdiri atas delapan bagian dan kepala keluarga. Dengan kata lain, rumah adat Karo ini terdapat delapan keluarga yang tinggal dalam satu atap. Sistem kekerabatan masyarakat Karo adalah sistem kekeluargaan yang patrilineal (garis keturunan dari ayah) dan patriarchat (kekuasaan berada di pihak laki-laki). Dalam pengertian masyarakat Karo, keluarga sama dengan Jabu yang berarti satu rumah tangga (Sitanggang, 1992). Selain ciri khas di atas, Rumah Adat Siwaluh Jabu yang sudah berusia ratusan tahun dibuat untuk tahan terhadap gempa, pada pembuatannya pun tidak menggunakan paku (Saraswaty, 2017).

36


TATA RUANG DALAM DAN FUNGSI

Secara garis besar rumah adat ini terdiri dari jabu jahe (hilir) dan jabu hilir (hulu). Ruang dalam rumah Siwaluh Jabu tidak memiliki kendala, membatasi semua ruang yang tersedia, namun dibatasi oleh halangan yang tidak terlihat yaitu adat istiadat yang keras. Oleh karena itu, kamar Siwaluh Jabu memiliki nama dan aturan siapa yang harus menempati ruang tersebut. Berdasarkan P. Tamboen membagi rumah adat Karo menjadi ruang-ruang berikut dalam buku "Adat Istiadat Karo" (1952: 92): 1. Jabu Bena Kayu Merupakan tempat bagi keluarga simanteki Kuta/ Bangsa Taneh (keluarga yang pertama mendirikan Kuta). Jabu Bena Kayu juga disebut Jabu Raja, posisinya sebagai pimpinan seluruh anggota Jabu dalam sebuah Rumah Adat. 2. Jabu Ujung Kayu Merupakan tempat bagi Anak Beru (pihak perempuan/saudari) dari Jabu Bena Kayu. Jabu ujung Kayu berperan untuk membantu Jabu Bena Kayu dalam menjaga keharmonisan seisi rumah dan mewakili Jabu Bena Kayu dalam menyampaikan perkataan. 3. Jabu Lepar Bena Kayu Merupakan tempat bagi pihak saudara dari Jabu Bena Kayu. Jabu Lepar Bena Kayu disebut juga Jabu Sungkun-Sungkun Berita (Tempat bertanya Kabar/berita). Penghuni Jabu ini masih termasuk golongan bangsa taneh. Jabu Lepar Bena Kayu berperan untuk mengawasi keadaan rumah dan keadaan Kuta (kampung) kemudian memberi kabar kepada Jabu Bena Kayu.

4. Jabu Lepar Ujung Kayu Merupakan tempat bagi pihak Kalimbubu (Pihak dari Klan ibu) dari Jabu Bena Kayu. Penghuni Jabu ini sangat dihormati dan disegani karena kedudukannya sebagai Kalimbubu. Kalimbubu dalam masyarakat karo merupakan derajat tertinggi dalam struktur adat. 5. Jabu Sedapuren Bena Kayu Merupakan tempat bagi anak beru menteri dari Jabu Bena Kayu. Jabu Sedapuren Bena Kayu juga disebut Jabu Peninggel-ninggel (Pihak yang mendengarkan). Perannya adalah untuk mendengarkan segala pembicaraan di dalam suatu Runggu (musyawarah) para anggota Rumah Adat. 6. Jabu Sedapuren Ujung Kayu Merupakan tempat anak atau saudara dari dari penghuni Jabu Bena Kayu. Jabu ini disebut juga sebagai Jabu Arinteneng (yang memberi ketenangan). Posisinya diharapkan dapat menjadi penengah setiap permasalahan. 7. Jabu Sedapuren Lepar Bena Kayu Merupakan tempat bagi anak atau saudara penghuni Jabu Ujung Kayu. Jabu Sedapuren Lepar Bena Kayu juga disebut Jabu Singkapuri Belo (penyuguh sirih). Jabu Sedapuren Lepar Bena Kayu berperan dalam membantu Jabu Bena Kayu dalam menerima dan menjamu tamunya.

37


Interior Rumah Adat Karo

______________________ Tata ruang pada rumah Siwaluh Jabu telah mengalami perubahan besar yaitu dengan menambah sekat antar ruang dalam, sehingga penghuni dalam rumah memiliki ruang privasi yang jelas dan tegas. Setelah penambahan material isolasi pada ruangan, penggunaan material pada rumah Siwaluh Jabu mengalami perubahan, yaitu penggunaan material triplex. Ukuran dan jumlah ruang pada rumah Siwaluh Jabu mengalami perubahan pada ukuran ruang yang disekat ini disebabkan karena saat ini rumah Siwaluh Jabu sudah tidak ditempati oleh 8 keluarga. 38


39


Arsitektur Bangunan

__________________________

Rumah tradisional Karo diperuntukan bagi delapan keluarga (Jabu) yang memiliki pertalian keluarga satu sama lain. Susunan ruang bagi setiap keluarga diataur sesuai dengan kedudukan dan fungsi setiap keluarga. Jabu diartikan juga sebagai satu bagian ruangan yang terdapat pada rumah Karo. Konon bangunan rumah Tradisional Karo tersebut memiliki dua belas, delapan, enam dan empat keluarga yang hidup berdampingan dalam keadaan damai dan tenteram. Dimana rumah tersebut mempertegas bahwa rumah tidak sekedar menonjolkan efisiensi fungsi ruangnya saja, tapi juga tempat menumbuhkan kebersamaan yang merupakan salah satu nilai yang kuat dipancangkan di rumah adat Karo serta Rumah Adat Karo merupakan simbol kebersamaan masyarakat Karo itu sendiri. Kebanggaan akan rumah tradisional itu karena ada dua hal yaitu keunikan teknik bangunan dan nilai sosial budayanya. Dikatakan keunikan teknik bangunannya yaitu rumah berukuran 10 x 30m (300m2) dibangun tanpa paku dan ternyata mampu bertahan hingga 250 tahun lebih. Sedangkan keunikan sosial budayanya yaitu kehidupan berkelompok dalam rumah besar yang dihuni delapan (8) Kepala Keluarga (KK). Bahan bangunan rumah tradisionil ini dari kayu bulat, papan buatan, bambu dan beratap ijuk tanpa menggunakan paku yang dikerjakan tenaga arsitektur masa lalu. Rumah adat karo memiliki dua pintu, yang letaknya di bagian depan yang disebut dengan Pintu Bena Kayu dan yang satunya lagi di belakang juga disebut pintu Ujung Kayu. Di atas pintu rumah dibuat tali yang terbuat dari ijuk dianyam berbentuk cecak tanpa putus dinamakan Pengeretret. Jumlah jendelanya ada sepuluh bagi rumah yang di tempati delapan keluarga dan empat bagi yang menempati enam keluarga yang berada di samping kiri dan kanan Keunikan dari rumah adat karo dibandingkan dengan rumah adat lainnya yang ada di Sumatera adalah pada atapnya. Atap rumah adat karo bertingkat dua dan pada kedua ujung atap terdapat tanduk kerbau yang ironisnya disebut sebagai penangkal para masuknya roh-roh jahat . 40


Struktu Konstruksi

__________

Struktur bangunan rumah adat karo terbagi atas tiga bagian atap sebagian dunia atas, badan rumah sebagai dunia tengah dan kaki sebagai dunia bawah. Pembagian anatomi rumah adat karo menggambarkan dunia atas yaitu tempat yang disucikan. Dunia tengah tempat keduniawian. untuk dunia bawah tempat kejahatan sehingga layak untuk tempat binatang peliharaan. Bentuk rumah adat karo juga sangat megah dengan diberi tanduk dan biasanya berukuran 17 x 12 m² dan tingginya 12 m². 1.Pondasi Pondasi tradisional yang terbuat dari batu kali yang besar. Oleh masayarakat Batak Karo disebut sebagai batu palas. Mempunyai bentukan yang bulat panjang, dengan diameter 60 cm dan panjang 80 cm. Pemasangan batu palas sebagai batu pondasi ini mirip dengan pembuatan pondasi umpak. Batu palas yang sering digunakan biasanya ditanam setengah dari panjang bat. Pada bagian atas batu palas yang menyembul keluar biasanya di buat lubang sesuai dengan ukuran dari ujung tiang bangunan Tiangnya diruncingkan dengan membentuk segi delapan, agar bisa menancap ke dalam batu dan tidak mudah goyah. 2. Bentuk Bangunan Berukuran 17×12 m2, dengan bentuk Rumah panggung ketinggian bangunan dari tanah mencapai 12m bertujuan menghindari ancaman dari binatang buas juga dapat digunakan sebagai tempat ternak dan tempat untuk menyimpan kayu bakar dinding miring yang menghadap ke bawah maksudnya bagian bawah dinding lebih sempit dari bagian atasnya 3. Atap tinggi dan bersudut curam Proporsi bagian atap dapat mencapai 7 kali dari bagian dinding. Atap ini berbentuk perisai yang di bagian atasnya berubah menjadi pelana.

4.Denah Skematik Ada suatu lorong yang lantainya lebih rendah dari bagian lantai lainnya. Sepajang lorong, berjejer kamar untuk masing-masing keluarga. Ruangan yang di bagian belakang, terdiri dari dapurdapur bersama. dibagi dengan sekatsekat yang terbuka menghadap ke tengah ruang rumah. Keluarga sebagai pemimpin rumah terletak pada ruangan sisi kiri depan. Ruang ini diberi nama ’Jabu Bena kayu’ Ruang-ruang lain ditempati keluarga dengan fungsinya masing-masing, sebagai wakil pemimpin, pemecah masalah keluarga, dan lain-lain. Setiap dua ruang dalam satu sekat terdapat satu buah perapian /tungku digunakan untuk memasak sekaligus menghangatkan ruang terletak di lantai rumah panggung dengan cerukan berbentuk segiempat dalam level yang lebih rendah. Lima buah batu diletakkan untuk menahan panas agar tidak menyebabkan lantai rumah menjadi panas dan terbakar. Posisi batu diatur Sedemikian rupa dalam makna filosofis untuk keakraban keluarga. Kelima batu menandakan adanya lima marga dalam suku karo yang mendiami Lingga, yakni Karo-Karo, Ginting, Sembiring, Tarigan, dan Peranginangin. Penempatan keluarga-keluarga dalam bagian rumah adat (jabu) dilakukan berdasarkan ketentuan adat Karo. Jabu artinya satu dari bagian rumah adat sebagai tempat tinggal satu keluarga setiap anggota-anggota keluarganya yang menempati jabu- jabu itu masih mempunyai hubungan keluarga.

41


5. Tangga da 2 yang terdapat di pintu masuk dan satunya lagi di bagian belakang. Terbuat dari bambu dan juga kayu yang bernama kayu tempawa, Bambu dan kayu berdiameter 15cm Anak tangganya biasanya berjumlah ganjil yaitu 3. 6. Ture Tangga ini langsung bersandar ke teras yang di sebut dengan ture. Ture in terbuat dari bambu juga dan berdiameter 15 cm. Tinggi dari ture dari permukaan tanah kirakira 1,5 m. Fungsi dari ture : Tempat jaga malam atau ronda Tepian ture sebelah kiri dan kanan, sering dijadikan tempat buang hajat Tempat mencuci Menyiapkan makanan Tempat pembuangan (kotoran hewan) Tempat bertenun Mengayam tikar atau pekerjaan lainnya Pada malam hari berfungsi sebagai tempat naki- naki atau tempat perkenalan para pemuda dan pemudi untuk memadu kasih 7. Material Berbahan dasar kayu “ndrasi” berbentuk papan-papan dan disambung dengan memakai sambungan pen dan di bantu dengan ikatan ijuk. Ikatan tali yang membentuk jajaran cicak dengan kepala dan ekor yang saling berhadapan dengan makna penghuni rumah saling menghormati. Dinding dibuat miring keluar supaya ruangan di dalamnya luas, dan asap dari dapur bisa lebih mudah keluar Dinding

8. Suhi (Cuping) Sudut Dinding Terbuat dari kayu yang sudah tua berupa lembar papan yang berukuran 4 x 30 cm Terletak pada sudut-sudut dinding. Berfungsi untuk menahan dan memikul dinding. Cara memasangnya dengan menggunakan sambungan kayu “pen” Dibentuk dengan pola ukiran 9. Pintu Daun pintu ini terbuat dari kayu. Yang berukuran 5 x 40 cm dan papan ini ada dua lembar. Jika di satukan ukurannya menjadi 10 x 80 cm. Dibentuk dengan menggunakan engsel yang menggunakan teknik sambungan engsel. Letak pintu ini langsung pada dindingyang dipasang pegangan tangan yang disebut “cikepen” Setiap pintu mempunyai 2 daun pintu. 10. Labah (Jendela) Labah atau jendela terbuat dari papan yang tebal berukuran 8x30 cm. memanjang di tengah-tengah Jendela ini dibuat miring ke luar 40 cm agar ruangan di dalamnya lebih luas. Jumlah jendela ada 8 2 dibagian depan, 2 dibagian belakang, dan 4 di bagian kiri dan kanan rumah 11. Buang Para (Tempat Kayu Bakar) Sebagai tempat kayu-kayu bakar. Letaknya persis di atas dapur. Berfungsi juga sebagai tempat hasil panen agar hasil panen cepatkering. Terbuat dari kayu ukuran 20 x 30 cm. cara penyambungannya memakai teknik sambungan “pen”.

42


12. Atap

2. Ornamen Matagah

Atap terbuat dari ijuk hitam yang bersusunsusun hingga mencapai tebal 20 cm. Rangka terbuat dari bambu yang dibelah 1 x 3 cm dan diikat dengan rotan Jarak antar bambu 4 cm. Bumbungan atap terbuat dari jerami yang tebalnya 15 sampai 20 cm. di bawah atap pertama di pangkalnya ditanami tanaman menjalar pada semua dinding sebagai penahan hujan deras. Ujung atap yang menonjol ditutup dengan tikar bambu. Fungsi dari ujung atap yang menonjol agar asap keluar dari tungku dalam rumah. Atap bertingkat tiga dan berbentuk segitiga ini melambangkan adanya ikatan ”sangkap sitelu” yaitu ikatan tiga kelompok keluarga yang terdiri dari Kalimbutu, Senina dan Sembunyak, sebagaimana pengertian “dalihan na tolu” (tungku nan tiga). 13. Tanduk Rumah Pahatan berbentuk tanduk kerbau di ujungujung bubungan rumah. sebagai ornamen rumah sebagai penjaga penghuni rumah dari kekuatan roh jahat.

Ornamen ______________

Bindu

Ornamen ini terbuat dari kayu yang di ukir berupa garis yang menyilang diagonal dan membentuk persegi yang melambangkan pesilah simehuli (menyingkirkan yang tidak baik). 3. Ornamen Sikawiten

Embun

Ornamen ini terbuat dari kayu yang di ukir membentuk tiruan dari awan yang beriring dilangit akan tetapi ornamen ini dibuat menyerupai gambar bunga yang menjalar. Diberi warna merah yang berarti kekuatan kalimbubu dalam acara adat Karo dalam menjaga keharmonisan kekeluargaannya dengan anak berru.

4. Ornamen Cimba Lau (Tutup Dadu)

1. Ornamen LumutLumut Lawit

Ornamen Lumut-lumut lawit berbentuk persegi empat sama sisi yang bagian tengahnya berbentuk kotak-kotak yang berukuran sama dan dipercaya dapat menjaga ketentraman anggota keluarga yang ada dalam rumah adat.

Ornamen Cimba Lau (Tutup Dadu) berfungsi sebagai hiasan yang memperindah rumah adat Karo dan memiliki makna kepercayaan yang terlihat pada upacara-upacara ritual doa masyarakat Karo pada penciptanya. Bahan dasar ornamen ini adalah papan (ayo-ayo) yang di ukir dan dipahat membentuk tutup toples melintang. 43


5. Ornamen Pengretret (Pengerat)

Ornamen ini terbuat dari sejenis tali (ijuk) yang dibentuk membentuk cecak dan lengket pada derpih rumah adat Karo. Ornamen pengeret-ret berfungsi sebagai paku yang menghubungkan tiap lembar papan dalam pembuatan rumah adat Karo. Ornamen pengret-ret ini memiliki makna kepercayaan dan kekuatan untuk melindungi orang yang ada dalam rumah adat. 6. Ornamen Bendi

8. Ornamen Ser-ser Sigembel

Ornamen ini berwarna hitam dan dibuat dengan cara dianyam dari bambu yang diiris tipis lalu dibelah membentuk kotak persegi dan persegi Panjang yang bertumpu pada diagonalnya. Ornamen ini memiliki makna kebijaksanaan dan kepercayaan. 9. Ornamen Taruktaruk

Bendi-

Ornamen Bendi-bendi dipahat dari bahan kayu kempawa (kayu yang sudah tua) dan berbentuk satu garis panjang dengan tiga lubang setengah lingkaran yang berfungsi sebagai pegangan pengalo-alo (penyambut makna keamanan tamu) saat akan memasuki rumah. 7. Ornamen Bunga Gundur Sitelinen

ornamen ini terbuat dari bambu yang di iris tipis-tipis lalu dianyam membentuk rupa bunga labu dan diberi warna dasar hitam dan putih. Ornament ini tempatkan di atas bagian depan yang berbentuk segitiga dari rumah adat Karo dan memiliki

Ornamen ini berbentuk gambar bunga yang meniru dari tumbuhan sulur labu yang menjalar. Ornamen ini di bentuk dengan teknik tatah dan diberi warna hitam. Tumbuhan Sulur labu yang menjalar menunjukkan kesuburan dan kemakmuran hasil pengolahan pertanian yang memberikan kebahagian. 10. Ornamen Pantil Manggis

Ornamen ini diukir dipapan (ayo-ayo) menyerupai bagian bawah buah manggis dengan warna dasar putih yang bermakna kebaikan dan kemurnian hati dan membentuk kelopak bunga yang setiap bentuknya sama serta persegi berwarna hitam menunjukkan kulit dari buah manggis yang menunjukkan semangat kerja keras.

44


11. Ornamen Pucuk Merbung

Ornamen ini berbentuk persegi empat dan persegi panjang yang bagian tengahnya menunjukan gambar bunga kembang sepatu yang sedang mekar. Tehnik pembuatan ornamen ini dengan cara di ukir dan dipahat. 12. Ornamen Bunga Bincole

Ornamen ini bermotif tumbuhan Bunga bincole atau juga bunga teratai putih yang tumbuh di semak-semak di rawa-rawa hutan. Ornament ini memiliki makna keindahan dan kekeluargaan. 13. Ornamen Lukisan Umang

Ornamen ini dibentuk dari tumbuhtumbuhan yang menjalar dan pada ujung ikal terdapat motif hiasan mahluk halus yang memiliki tubuh kecil seperti tuyul akan tetapi tidak jahat. Ornamen Lukisan Umang berfungsi sebagai media atau perantara untuk berkomunikasi dengan roh-roh halus nenek moyang sebagai suatu bentuk penghormatan yang memberikan kekuatan dan kebahagian pada masyarakat Karo.

14. Ornamen Bindu Matoguh

Ornamen ini terbuat dari kayu yang di ukir berupa garis yang menyilang diagonal dan membentuk persegi. Ornamen ini dipercaya masyarakat Karo sebagai tolak bala dan memegang yang baik (encikep simehuli) dalam masyarakat Karo. 15. Ornamen Tupak salah Silima-lima

Ornamen ini berbentuk garis-garis yang menyilang yang membentuk gambar bintang. Ornament ini diletakkan pada pintu masuk rumah adat Karo. Ornamen ini dipercaya dapat menolak niat jahat orang yang hendak mengganggu keutuhan merga silima.

16. Ornamen Desa Siwaluh “Desa Delapan”

Ornamen ini menunjukkan tutur siwaluh dalam masyarakat Karo. Biasa diletakkan pada dinding bagian bawah rumah adat berupa petunjuk arah mata angin. Ornamen ini berfungsi untuk melihat hari yang baik dan buruk dalam melakukan sesuatu acara yang berhubungan dengan acara adat istiadat.

45



TANAH Kalimantan Barat

KULIAH KERJA LAPANGAN - TRADISIONAL

II .retpahC uyaleM ukuS tadA gnitnaL hamuR

I .retpahC kayaD ukuS tadA gnajnaP hamuR


ABOUT US

03061381924052

Cora Samuella

Ryan Dwi P 03061381924060

Bertie Margerie Jeany Panhar 03061381924065

M. Satria Wiryagama 03061381924070

Titi lestari 03061381924076

Nida Satira 03061381924082

KKL TRADISIONAL- KALIMANTAN BARAT

47


Pendahuluan

Arsitektur tradisional adalah salah satu unsur dari suatu kebudayaan yang tumbuh dan juga berkembang dengan suatu keberadaan suku bangsa yang ada dan juga merupakan sebuah proses mengadaptasi manusia terhadap suatu lingkungan alam dan juga suatu lingkungan sosial dan juga sistem kepercayaan mereka.Maka dari itulah, tidak salah jika dikatakan bahwa arsitektur tradisional yang dimiliki oleh suatu suku bangsa erat kaitannya dengan suatu kondisi sosial dan juga alam sekitarnya, apalagi arsitektur tradisional itu dapat memberikan suatu ciri serta suatu identitas suku bangsa sebagai pendukung kebudayaan.Jika dilihat dari artinyamaka wajar apabila dikatakan arsitektur tradisional merupakan suatu bangunan, yang bentuk, struktur, fungsi, ragam hias dan juga cara pembuatannya dipertahankan sejak dahulu melalui sebuah proses pewarisan dari satu generasi ke generasi yang selanjutnya.Arsitektur tradisional sebagai suatu hasil

dari karya suku bangsa di Indonesia telah membentuk dan juga mengembangkan adat tradisi berdasarkan kebutuhan mereka. Adat tradisi merupakan bagian dari budaya yang mereka ciptakan untuk memfasilitasi suatu wadah untuk aktivitas keseharian mereka.Arsitektur muncul dari sebuah kebutuhan masyarakat itu sendiri dan juga arsitektur sering menggambarkan suatu kondisi alam da njuga kehidupan sosia lmasyarakatnya. Melalui bentuk, model dan juga ornamen yang ada pada arsitektur tradisional erat kaitannya dengan maknamakna Simbolis dan juga sistem dari kepercayaan masyarakat diwilayah tersebut, sehingga dapat diartikan bahwa arsitektur tradisional tersebut memberi sebuah citra dan juga sekaligus sebagai identitas dari kesukuan bagi masyarakatnya. Kebudayaan merupakan sebuah karya yang diciptakan oleh manusia yang berguna sebagai pendukung suatu kebudayaan.Bentuk dari suatu kebudayaan yang dapat dilihat

48

adalah arsitektur. Dalam bentuk karya arsitektur, manusia berusaha untuk menciptakan berbagai bentuk dan juga menuangkannya dalamsuatu simbol-simbol serta suatu konsep-konsep bangunan yang bermacammacamHal tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan suatu identitas masyarakat itu sendiri.Di Indonesia, jati diri arsitektur masih dalam suatu tahap penelitian dan juga merupakan suatu hal yang sering dipermasalahkanHal tersebut juga terjadi pada jati diri arsitektur di daerahdaerah, masih perlu dipertanyakan. Tidak mudah untuk mengemukakan suatu jawaban mengenai bentuk dari arsitektur yang mempunyai ciri khas. Tetapi setidaknya diperlukan sebuah upaya untuk menggali dan juga mengkaji suatu konsep dan juga proses merancang yang dapat dipergunakan untuk menghasilkansebuah karya arsitektur yang utuh dan memiliki ciri sebagai karya arsitektur Indonesia ataupun arsitektur daerah. Penelitian arkeologis telah dilakukan terhadap semua


peninggalan arsitektur tradisional pada wilayah Nusantara, dapat diketahui bahwa berdasarkan fungsinya dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu bangunan profan dan juga bangunan yang bersifat sakral. Bangunan yang bersifat profan, seperti rumah tempat tinggal, tempat musyawarah dan juga tempat penyimpanan. Pada saat ini, bangunan profan pada umumnya telah banyak mengalami perubahan karena dibuat dari bahan yang kurang kuat. Sedangkan bangunan-bangunan yang bersifat sakral, seperti rumah adat dan juga tempat ibadah. Bangunan sakral biasanya tahan lama karena dibuat dari material yang lebih kuat dan juga taha nlama serta sedikit mengalami perubahan karena adanya keyakinan akan kesucian (Suantika, 2005:8-11). Rumah adat pertama yang akan dibahas adalah rumah adat suku Dayak yang berlokasi di Pulau Kalimantan wilayah Barat. Rumah adat ini memiliki ciri khas tersendiri yakni bentuk bangunannya. yang memanjang dan menjadi sebuah pusat pemukiman suku Dayak. Bangunan tersebut merupakan jantung struktur sosial kehidupan orang Dayak. Budaya bentang bagi suku Dayak merupakan suatu cerminan kebesamaan dalam kehidupan sehari-hari. rumah betang atau rumah panjang setiap kehidupan individu dalam rumah tangga dan juga masyarakat secara teratur diatur melalui suatu kesepakatan bersama yang dituangkan dalam hukum adat. Bangunan tempat tinggal atau rumah tradisional suku Dayak yang lebih dikenal dengan rumah panjang karena bentuknya yang memanjang dan terdiri dari puluhan bilik, dan merupakan suatu ciri khas dari pemukiman suku Dayak di Kalimantan Barat.Tetapi keberadaannya saat ini sudah hampir punah, karena kecenderungan masyarakatnya yang tinggal di rumah tunggal. Salah satu rumah panjang saat ini terletak di Kampung Sahapm. Rumah betang atau panjang tidak saja sekadar suatu ungkapan legendaris kehidupan nenek moyang,tetapi juga suatu pernyataan secara utuh dan juga konkrit tentang tata pamong desa, organisasi sosial serta suatu sistem kemasyarakatan. Rumah adat kedua yang akan dibahs adalah Rumah adat suku Melayu yang berada di kota Sambas di Kalimantan Barat. Rumah adat suku Melayu, berdasarkan bentuk atap, terbagi menjadi tiga macam yaitu Potong Godang, Potong Kawat dan juga Potong Limas. Namun pada rumah Melayu di kota Sambas tidak hanya mempunyai 3 jenis berdasarkan bentuk atap melainkan mempunyai satu jenis lagi yang wujud ruang yakni Potong Lanting. Jenis ini memiliki bentuk atap yang serupa dengan Potong Limas namun memiliki wujud ruang yang berbeda pada terasnya yang dimana memiliki suatu lapisan dinding yang ada pada ruang tersebut. Karakteristik atau ciri khas dari rumah Potong Limas ini memiliki fasad dan juga suatu susunan ruang yang melintang.Karakteristik ini juga dimiliki oleh rumah Potong Lanting namun ada suatu perbedaan yang sedikit berbeda pada wujud ruang yang dibentuknya.Sama seperti pada umumnya rumah tradisional suku Melayu di kota Sambas, Rumah jenis Potong Lanting dibuat berorientasi ke sungai baik yang didirikan pada wilayah daratan maupun yang berada di atas air. Rumah Potong Lanting yang berdiri di atas air mempunyai sebuah ciri khas yang hampir serupa dengan rumah jenis Potong Lanting yang berdiri di daratan.Perbedaannya adalah ada tidaknya ruang pelantaran depan. Pada rumah jenis Potong Lanting di daratan tidak memiliki ruang pelantaran depan. Sedangkan pada rumah Potong Lanting di air tidak memiliki rumah anak. Sedangkan pada rumah jenis Potong Lanting di daratan memilikii rumah anak yang memiliki fungsi sebagai dapur. 49


RUMAH PANJANG

Tampak Rumah Panjang di Kampung sahapm

ADAT SUKU DAYAK Sketsa Perspektif Rumah Panjang

Rumah Panjang atau juga biasa disebut Radakng merupakan rumah panjang yang menjadi rumah adat bagi Suku Dayak di Kalimantan Barat. Keberadaan rumah Radakng saat ini semakin sedikit disebabkan karena kecenderungan masyarakat untuk tinggal di rumah tunggal. Salah satu rumah Radakng yang masih ada hingga saat ini terletak di Kampung Sahapm, Kecamatan Sengah, Kalimantan Barat. Selain menjadi tempat tinggal, rumah Radakng juga difungsikan sebagai tempat pelaksanaan ritual keagamaan dan upacara adat oleh semua anggota suku Dayak.

50


Lokasi Kampung Sahapm terletak di Kecamatan Sengah Temilah yang merupakan salah satu dari 10 kecamatan yang terdapat di Kabupaten Landak. Ibu kota Kecamatan Sengah Temilah merupakan Pahauman dan memiliki 14 desa. Rumah betang atau rumah panjang yang terletak di Kampung Sahapm, secara administrasi berada di Desa Saham, Kecamatan Sengah Temila.Rumah betang yang terdapat di Kampung Sahapm saat ini merupakan satu-satunya rumah betang yang berada di Kabupaten Landak. Posisi rumah betang yang terdapat di Kampung Sahapm menghadap ke arah timur tepat di tepi jalan desa. Pada saat ini tepat di seberang jalan depan radakng ini telah berdiri sebuah rumah penduduk dan merupakan rumah tunggal. Untuk menuju ke rumah betang yang berada di Kampung Sahapm kini telah dapat dijangkau dengan menggunakan sebuah kendaraan roda 2 dan roda 4, melalui jalan desa dengan jarak ± 12 km dari ibu kota kecamatan yaitu Pahauman. Arsitektur Dayak Rumah Panjang mempunyai ciri khas tersendiri dibandingkan dengan suku-suku lainnya di Indonesia. Salah satu yang menjadi alasan adalah Pulau Kalimantan Barat yang memiliki banyak anak sungai. Secara 51

Rumah Panjang di Kampung sahapm

tak langsung hal tersebut mendorong Suku Dayak dahulu sampai sekarang untuk menghindari diri dari bencana, seperti banjir. Bentuk panggung menjadi salah satu solusi untuk menanggulangi masalah tersebut. Selain itu tata massa yang linear pun menjadi ciri khasnya. Rumah Panjang suku Dayak melambangkan ikatan kekerabatan, kesatuan dan kebersamaan, serta merupakan warisan dari nenek moyang mereka yang tidak ternilai harganya. Rumah Panjang terbentuk berdasarkan kebutuhan ruang untuk menampung kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat Dayak. Membangun Rumah Panjang tidak sembarangan dibuat, akan tetapi melalui berbagai rentetan upacara adat dan memperhatikan berbagai pantangan, mulai dari mempersiapkan bahan pembuatan


hingga sampai bangunan selesai dan resmi untuk digunakan penghuninya. Setiap sub suku masyarakat Dayak memiliki cara yang berbeda-beda dalam proses mendirikan Rumah Panjang yang disesuaikan dengan adat-istiadat dan kepercayaan daerah tersebut. Ciri dari Rumah Panjang adalah berbentuk seperti panggung dan memanjang. Panjangnya bisa mencapai 30-150 meter serta lebarnya dapat mencapai sekitar 1030 meter, memiliki tiang tingginya berkisar antara 3-5 meter. Rumah Panjang juga disebut sebagai “Rumah Suku”, karena dipimpin oleh seorang Pambakas Lewu (ketua suku). Pada suku Dayak tertentu, pembuatan Rumah Panjang haruslah memenuhi beberapa persyaratan seperti:

dan pintu masuk. Tangga ini digunakan sebagai alat penghubung. c. Rumah Panjang terdapat puluhan bilik dan satu bilik dihuni satu keluarga. Tiap bilik (pintu) membutuhkan kurang lebih 24 tiang. Pintu akses masuk mesti melalui tangga dari bawah kolong yang dilengkapi anakan tangga. d. Di dalam rumah terdapat kamar yang berpetak, dan diruangan muka ada tempat menerima tamu atau tempat pertemuan (samik). e. Dibelakang rumah ada balai kecil, sebagai tempat menyimpan lesung untuk menumbuk padi. f. Terdapat Karayan, yakni semacam pelataran berfungsi penghubung dapur dengan bangunan utama, juga sebagai tempat istirahat dan sebagai tempat menyimpan

Rumah Panjang di Kampung sahapm

a. Pada hulunya searah dengan matahari terbit dan sebelah hilirnya ke arah matahari terbenam. Konon dianggap simbol kerja keras bertahan hidup mulai matahari terbit hingga terbenam. b. Terdapat sebuah tangga (hejot)

sementara hasil hutan. g. Rumah Panjang memiliki satu dapur sehingga seluruh penghuni menggunakan dapur secara bergantian. h. Terdapat Pante atau lantai di depan bagian luar atap yang

52


berbentuk dari barisan kolom kolom yang berjajar dengan struktur bangunan tinggi, yang mana jarak antar tiang satu dengan tiang yang lain membentuk suatu kolom menggunakan pola grid yang teratur dan terarah. Tiang-tiang fondasi sebagai tiang penyangga dari rumah betang, dipilih dari kayu-kayu pilihan dan berukuran besar. Komponen bangunan utama terdiri dari fondasi, dinding, plafon, pendukung atap, dan penutup atap. Pondasi dan Tiang Penyanggah Rumah betang identic dengan tiang-tiang berukuran besar sebagai struktur utama rumah karena kolom berfungsi sebagai pengikat dinding bangunan agar tidak goyah.Dulu tinggi Rumah Betang bisa mencapai lebih dari 3 meter,karena pertimbangan alam yang masih liar/keras,juga untuk menghidari banjir karena meluapnya sungai dan juga perang sukuyang disebut Hakayau(pemenggalan kepala). Rumah betang terdiri dari 4 tiang yang disebut tiang agung dan tiaptiap tiang mempunyai nama seperti tiang Bakas disebelah kanan pintu masuk,tiang Busu disebelah kiri pintu masuk,tiang Penyambut sederet dengan tiang Bakas,tiang Perambai sederet dengan tiang Busu.Keempat tiang ini berada

menjorok keluar, berfungsi antara lain: Menjemur padi, pakaian, dan mengadakan Upacara penyambutan Tamu agung, sunatan dan upacara adat lainnya. i. Terdapat Serambi yakni pintu masuk setelah melewati pante yang jumlah nya sesuai dengan jumlah kepala keluarga. j. Terdapat Jungkar yakni ruangan tambahan belakang bilik keluarga masing-masing yang atapnya menyambung atap Rumah Panjang, ada kalanya bumbung atap berdiri sendiri. Jungkar ini ditempatkan sebuah tangga masuk atau keluar bagi satu keluarga, agar tidak mengganggu tamu. k. Dibangun tinggi dari permukaan tanah ini dimaksudkan ialah untuk menghindari hal-hal yang meresahkan para penghuni Rumah Panjang, seperti menghindar dari musuh yang dapat datang secara mengejutkan, binatang buas, atau pun banjir yang kadang-kadang datang melanda. Hampir semua Rumah Panjang dapat ditemui di pinggiran sungai-sungai besar yang ada di Kalimantan. Struktur dan Konstruksi Bangunan rumah betang ini merupakan bangunan dengan garisgaris geometris yang sederhana dan luas dengan irama bangunan

53


pada ruang tengah bagunan karena sesuai kepercayaan suku dayak,dengan agamanya Kaharingan keempat tiang tersebut melambangkan turunnya manusia pertama yang diturunkan oleh Ranying Hatala Langit.Tiang itu sendiri berdiameter 40 cm-80 cm dan terbuat dari kayu ulin(kayu besi) karena kuat dan tahan lama sehingga cocok untuk konstruksi utama bangunan Tetapi sekarang terjadi penyerdehanaan karena ketersediaan bahan.

Tampak Rumah Bentang (Kalimantan Barat)

Rumah Bentang (Kalimantan Barat)

Umumnya Rumah bentang ini menggunakan papanyang berasal kayu.Tetapi untuk model jaman sekarang ada beberapa yang mengguanakan keramik,maupun karpet. Dahulu papan kayu berukuran 6 m x 30cm dengan pengolahannya sederhana sehingga permukaan yang dihasilkan tidak rata dan licin,berbeda dengan lantai kayu sekarang yang berukuran 4 m x 20 cm dengam permukaan yang licin.

Konstruksi atap Rumah Bentang (Kalimantan Barat)

Dinding Rumah Betang terdiri dari dua lapis yaitu bagian dalam dengan kayu ulin dan bagian luar menggunakan kulit kayu. Bagian atap Rumah betang biasanya di ekspos tanpa adanya plafond,dan berguna untuk sistem cross ventilation dan pengcahayaan pada rumah kerangka atap yang tinggi juga memungkinkan sirkulasi udara yang baik,penutup atap menggunakan sirap kayu. 54


Rumah ini berkonsep rumah panggung dengan bahan dasar utama dari kayu ulin. Hal ini membuat rumah Radakng memiliki daya tahan yang tinggi dalam berbagai kondisi. Konsep rumah panggung dipilih untuk menghindari penghuni bangunan dari bahaya binatang buas, serangan musuh secara tiba-tiba dan banjir akibat luapan sungai.

Rumah Panjang ini memiliki bentuk memanjang dan memiliki banyak bilik.Panjang dari bangunan ini bisa mencapai hingga 138 meter dengan lebar 6 – 7 meter. Selain itu, Ketinggian pondasi kayu rumah ini berkisar antara 5 – 8 meter. Rumah ini terdiri dari banyak bilik. Masing-masing bilik dihuni oleh kepala keluarga yang berbeda. Atap bangunan rumah ini bisa berupa ijuk ataupun genting.

Sami Rumah Panjang

Tata Ruang dalam denah dan fungsi Rumah Radakng memiliki tangga yang terletak di ujung kanan dan kiri bangunan rumah. Tangga ini akan dinaikkan di malam hari sehingga orang luar tidak dapat memasuki rumah. Tangga tersebut terbuat dari kayu dengan jumlah lekukan anak tangga selalu ganjil. 55


Tampak Rumah Panjang

“Filosofi rumah Panjang atau Radakng adalah keharmonisan, menjunjung tinggi persatuan, saling berbagi dan toleransi antar sesama yang sangat mendalam” Teras rumah Radakng berupa ruang terbuka dari papan kayu di bagian muka rumah. Papan kayu tersebut berukuran kecil, tersusun secara rapi dan diberi jarak untuk mencegah genangan air ketika hujan. Selain itu, bagian ini juga digunakan untuk menjemur hasil pertanian Teras Rumah Panjang

Ruang utama dari rumah Radakng adalah bilik. Ruangan ini merupakan ruang pribadi masingmasing kepala keluarga yang terdiri dari kamar tidur, ruang keluarga dan dapur.Rumah ini juga memiliki ruang tengah yang memanjang berisikan bale-bale dan serambi. Bale- bale diperuntukkan sebagai tempat duduk warga, sedangkan serambi berfungsi sebagai area untuk melangsungkan acara adat ataupun bermusyawarah bagi masyarakat setempat.

56


Lumbung Padi Rumah Panjang

Ruang paling belakang rumah Radakng adalah dapur. Luas bagian ini tergantung kemampuan ekonomi dan kebutuhan masing-masing keluarga. Bagian lain yang terdapat pada rumah Radakng adalah lumbung padi.Bagian ini terpisah dari bangunan utama dan umumnya terletak di bagian depan rumah Radakng. Namun, perkembangan saat ini tidak sedikit penguin rumah yang membangun dangonya di dalam bilik.

Potongan dan tampak Rumah Bentang (Kalimantan Barat)

57

Ornamen Pada rumah panjang atau radakng yang terdapat di Kampung Sahapm sangat minim bentuk ornamen dan ragam hias, demikian juga seni ukirnya.Rumah Betang Dulu, Elemen dekoratif Betang dulu kental dengan nilai religius dimana ukiran, patung dan anyaman mengandung makna seperti: Ukiran yang terdapat diatas ambang pintu berupa gambaran akan penguasa bumi baik itu penguasa atas dan penguasa bawah, dimana setiap penem-patannya mempunyai maksud tertentu, seperti: Ukiran Asun Bulan dimana ada 2 orang bersalaman. Makna dari ukiran ini adalah tuan rumah haruslah ramah terhadap orang yang bertamu.Ukiran Tambarirang Maning Singkap Langit dimana ukiran menyerupai anjing merupakan gambaran dari Tatun Hatuen (Raja Palasit). Di letakkan di atas ambang pintu maksudnya agar hatuen tidak mengganggu penghuni.Patung berbentuk manusia pada pakang hejan (railling tangga) merupakan simbol dari penja-ga rumah Betang. Maksud diletakkan di depan tangga karena tangga merupakan pintu awal dari rumah sehingga roh-roh jahat tidak mengganggu penghuni rumah.


Ornamen Cacing Bageol

Ornamen cacing bageol merupakan motif yang terinspirasi pada cacing yang dianggap tepat untuk menggambarkan manusia dayak secara khusus, dimana menurut mereka seekor cacing yang lembut serta dengan fisiknya yang lembut sekalipun dapat melakukan perlawanan jika merasa terusik. Ornamen garis melengkung dan lingkaran mengajarkan tentang persaudaraan. Denotasinya adalah lambang persatuan seluruh masyarakat Dayak yang ada di Kalimantan harus dipertahankan, Ornamen Tumbuhan Pakis garis melengkung berbentuk seperti sulur yang banyak terdapat di hutan Kalimantan. Menggambarkan kebudayaan yang ada sejak zaman nenek moyang kebanyakan mengambil bentuk tumbuhan dan hewan yang berkaitan dengan lingkungan sekitarnya

58


RUMAH LANTING

“Rumah Lanting mengedepankan nilai keindahan dan ketahanan bangunan, meskipun penggunaan bahan bangunan dan sistem struktur yang berlebihan“ ADAT SUKU MELAYU Lokasi rumah tradisional jenis lanting suku Melayu di kota Sambas

Lokasi Lokasi rumah lanting adat suku Melayu ini berada di kota Sambas ,Kalimantan Barat

59


hampir keseluruhannya terbuat dari bahan kayu. Susunan bentuk ruang dan tampak yang identifikasikan dalam bangunan ini yaitu : a. Pola perkampungan dan Gubahan Massa Pola perkampungan suku Melayu ada yang mengelompok padat, memanjang sejajar sisi sungai dan ada pula yang menyebar sepanjang jalan. Kampung suku Melayu ini biasanya tidak dibatasi oleh suatu tanda khusus seperti tembok, pagar, tiang atau lainnya. Pola perkampungan di Kalbar sangat erat hubungannya dengan mata pencaharian penduduk. Pada masyarakat suku Melayu Kalbar dikenal beberapa jenis bangunan antara lain : rumah tinggal dengan berbagai type. Bangunan Keraton merupakan peninggalan kerajaan-kerajaan Melayu di Kalbar, umumnya berpola memusat, dengan istana raja sebagai pusatnya. Bangunan keraton ini umumnya berukuran relatif besar, dengan bangunan pendukung berada disekelilingnya. Pada sekeliling Keraton jarang ditemui pagar yang mengelilingi seluruh kompleks bangunan. Pagar misalnya hanya ditemui pada bagian depan halaman keraton berupa pagar kayu atau pagar tanaman. Keraton di Kalbar

Arsitektur Melayu Rumah Lanting Pada Arsitektur tradisional suku melayu kota Sambas merupakan warisan budaya nasional yang mengandung unsur-unsur struktur, fungsi, style, bentuk fisik serta pembuatannya yang senantiasa memberikan nilai karakteristik. Arsitektur pada bagunan tradisional ini juga dikatakan memiliki nilai efisiensi rendah karena penggunaan bahan bangunan dan sistem struktur yang berlebihan, namun dari sudut pandang lain memiliki keindahan dan ketahanan yang tidak diragukan lagi. Bentuk-bentuk bangunan di Kalbar pada umumnya dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu: kepala, badan dan kaki. Atap dapat dianalogikan sebagai kepala, dinding atau badan bangunan sebagai badan, dan pondasi konstruksi panggung merupakan kaki. Perkembangan arsitektur di Kalimantan Barat sangat lambat. Bentuk-bentuk arsitektur di sana umumnya banyak dipengaruhi bentuk-bentuk dari luar dan merupakan campuran dari berbagai arsitektur bangunan Melayu, Cina dan Arab. Karakteristik hidup berdampingan secara akrab dan karakteristik lingkungan alam di sekitarnya terungkap pada pola perkampungan yang mengelompok padat memanjang sejajar atau tegak lurus arus sungai dan ada pula yang menyebar sepanjang jalan serta penggunaan bahan bangunan yang

60


umumnya terletak di tepi sungai besar. Hal ini berkenaan dengan fungsi sungai sebagai sarana transportasi zaman dahulu. Pada perkampungan atau kota di pinggir sungai ini biasanya memiliki dermaga sebagai tempat berlabuhnya perahu penduduk. Bentuk bangunan umumnya simetris, dengan Entrance bangunan yang cukup menonjol. b. Orientasi dan Entrance Umumnya masyarakat di Kalbar tidak begitu mempersoalkan arahnya pendirian sebuah bangunan. Mereka menggunakan arah pendirian berdasarkan mata angin. Selain itu umumnya seseorang mendirikan rumah tempat tinggal berderet-deret menghadap jalan ataupun menghadap arah memanjangnya tepi sungai. Sedangkan arah sungai atau pun jalan itu sendiri tidak menentu. Walaupun tidak ada 61suatu ketentuan mengenai arah bangunan ini, bahwa rumah tempat tinggal sebaiknya menghadap arah matahari terbit. Bila arah ini tidak mungkin, diusahakan arah rumah tersebut memungkinkan adanya sinar matahari masuk ke dalam ruangan. Pola-pola sirkulasi pada arsitektur tradisional umumnya berbentuk linear dan terbuka. a. Sumbu Simetri Hirarkhi dan

Perulangan Sumbu Sumbu Sumbu terbentuk oleh dua buah titik di dalam ruang dan terhadapnya bentuk serta ruang dapat disusun menurut cara yang teratur ataupun tidak teratur. Sumbu harus berbentuk linear dan diakhiri pada kedua ujungnya. Pada arsitektur tradisional penggunaan sumbu sebagai sarana untuk mengorganisir bentuk dapat terlihat pada bentuk bangunan yang simetris. Pada beberapa bangunan sumbu dipertegas dengan penggunaan menara dan tiang-tiang vertikal serta susunan elemen-elemen arsitektural lainnya. Pola sirkulasi dan bangunan kadang kala membentuk satu garis lurus yang menegaskan adanya sumbu. Simetri : Suatu susunan yang seimbang dari unsur-unsur yang sama terhadap suatu sumbu yang sama. Hirarkhi : Pada arsitektur tradisional Kalbar dapat ditemui pada penggunaan ukuran, bentuk unik dan lokasi strategis Perulangan : Bentuk pada arsitektur tradisional Kalbar terlihat pada konsep rumah adat melayu terdapat pada bentuk bentuk jendela yang memiliki perulangan yang sama. Bentuk perulangan lain ditemukan pada bentuk tiang, bentuk atap dan lain sebagainya.

61


b. Proporsi dan Skala Sistem proporsi pada bangunan arsitektur tradisional Kalbar umumnya dapat dikelompokkan pada penggunaan proporsi anthromorpis, yaitu yang didasarkan pada dimensi proporsi tubuh manusia. Sistem proporsi yang ada di sana umumnya banyak ditentukan oleh dimensi kayu komponen struktur/konstruksi. Pada bangunan kraton biasanya menggunakan skala monumental. Sedangkan bangunan rumah adat menggunakan skala manusia. a. Sistem Struktur Prinsip sistem struktur pada umumnya berupa penyaluran beban atap ke satu kolom atau disebarkan ke susunan kolom yang selanjutnya disalurkan ke pondasi paku bumi ke tanah. Jadi sistem struktur disana umumnya menggunakan sistem rangka kayu dengan dinding kayu sebagai panil dan pengaku struktur. Penggunaan pondasi tiang pancang/ paku bumi mengandalkan tegangan gesek pada tanah. Pondasi ini umumnya tinggi membentuk sistem panggung. Pada konstruksi dinding atau beberapa bagian bagunan menggunakan susunan silang diagonal. Demikian pula pada susunan papan untuk dinding maupun lantai.

b. Konstruksi Bangunan Konstruksi bangunan hampir semuanya menggunakan konstruksi kayu. Untuk konstruksi bangunan tradisional yang utama adalah penggunaan konstruksi kayu dan sistem panggung. Pondasi menggunakan konstruksi tiang pancang/ paku bumi, dinding menggunakan papan, atap menggunakan atap daun atau atap sirap. Konstruksi dinding umumnya berfungsi sebagai dinding sekat. Bangunan keraton menggunakan bahan dan konstruksi kayu dengan sistem panggung. Dalam perkembangannya konstruksi dinding kayu diganti menjadi konstruksi beton tulangan pita baja dengan struktur rangka kayu. c. Bentuk Atap Ada dua bentuk atap yang umum dipakai untuk rumah tinggal yaitu yang berbentuk limas dan yang berbentuk plana. Bentuk atap bangunan Mesjid lebih bervariasi. Tetapi umumnya tidak menggunakan bentuk kubah. Sebagaimana halnya bangunanbangunan tropis, bentuk atap bangunan di Kalbar juga berciri tropis dengan tritisan yang besar. Pada bagaian dinding pertemuan atap ada yang diberi jendela untuk memasukkan cahaya matahari.

62


Sedangkan bentuk atap keraton mempunyai beberapa kemiripan, antara lain: terbuat dari kayu sirap, bentuk atap limasan dengan lebihan bidang dan terpotong tegak lurus serta bertumpuk-tumpuk dengan diselingi dinding, tidak bertalang, adanya ornamen pada lisplang, puncak atap atau bubungan, dan penggunaan konsol-kosol pada tritisan atap. Pada ruang di bawah atap sering dimanfaatkan untuk menyimpan barang. Hal inilah yang sering dijumpai pada rumah adat suku Melayu a. Organisasi Ruang Organisasi ruang lebih banyak didasarkan pada segi kenyamanan dan fungsi ruang. Pada rumah-rumah adat biasanya dilengkapi dengan ruang teras depan yang cukup , luas. Demikian pula pada keraton-keraton bahkan ada yang memiliki teras atas yang cukup luas. Pada keraton, ruang inti berada di tengah-tengah dengan ruang-ruang pendukung di sekelilingnya. Keluarga raja tinggal di dalam keraton Organisasi ruang pada rumah panjang adalah linear, sedangkan pada rumah-rumah adat Melayu, keraton dan lain-lainya kebanyakan berpola cluster. Selain ditentukan dengan zoning, organisasi ruang pada arsitektur tradisional juga mempunyai hirarkhi

dengan derajat tertinsggi berada di tengah bangunan. b. Sistem Penghawaan Udara Pintu dan jendela umumnya berukuran besar dan tinggi. Hal ini sangat membantu terjadinya sirkulasi udara yang larlcar sebagai upaya mengurangi hawa panas . Pada rumah panjang adapula yang memiliki jendela yang bisa dibuka tutup pada bagian atapnya. Jendela ini selain berfungsi memasukkan cahaya untuk penerangan alami juga melancarkan sirkulasi udara. c. Fasade Bangunan Pada keraton keraton Melayu Kalbar memiliki kekhasan tersendiri. Fasade bangunan mempunyai peranan penting dalam memberikan kesan Melayu. Bentuk fasade bangunan banyak diambil dari perpaduan arsitektur melayu dengan banyak dipengaruhi oleh nuansa islami. Dari fasade ini timbul ciri khas keraton keraton pada masing masing daerah. Namun walaupun terjadi perbedaan dalam mengungkapkan fasade ini, keraton keraton yang tersebar di Kalimantan barat ini tetap mencirikan arsitektur Melayu. Selain keraton, rumah tinggal juga memiliki ke khasan pada fasadenya.

63


Selain rumah Radakng, salah satu rumah adat yang juga ada di Kalimantan Barat adalah rumah Lanting. Berbeda dari rumah Radakng yang dihuni oleh masyarakat suku Dayak, rumah Lanting dihuni oleh masyarakat suku Melayu yang berasal dari Kalimantan Barat. Salah satu contoh rumah Lanting yang masih ada hingga saat ini berlokasi di kota Sambas, Kalimantan Barat. Tata Ruang dalam, denah,dan fungsi ruang umah Lanting terdiri dari tiga bagian yaitu pelataran depan, pelataran tengah dan pelataran belakang. Pada pelataran tengah, terdapat serambi depan yang berfungsi sebagai tambahan di depan bangunan untuk menerima tamu sebelum memasuki rumah. Bagian ini memiliki ciri tangga tunggal menuju teras. Keunikan rumah adat melayu Kalimantan Barat terletak pada bentuk atap berupa potong lanting. Umumnya rumah adat melayu memiliki tiga bentuk atap, yaitu potong gondang,potong kawat dan potong limas. Bentuk atap potongan lanting serupa dengan potong limas yang memiliki fasad dan susunan ruang melintang, namun memiliki wujud ruang yang berbeda pada terasnya yang dimana memiliki suatu lapisan dinding yang ada pada ruang tersebut.

64

Serambi tengah pada pelataran tengah memiliki pola bentuk memanjang ke muka atau membentengi ruang keluarga dan ruang tidur. Ruang ini dimanfaatkan sebagai ruang tamu formal, ruang perjamuan kaum laki- laki di acara selamatan, pernikahan, dan sebagainya.


Tidak hanya itu, ruangan serambi belakang juga terletak di pelataran tengah. Serambi belakang diperuntukkan sebagai ruang perkumpulan keluarga. Ruang lain yang terdapat di pelataran tengah adalah kamar tidur dan dapur yang terletak di bagian belakang dan terhubung dengan tangga bagian samping 1.Serambi depan sebagai tambahan di depan bangunan, tempat menerima tamu sebelum memasuki rumah, serta tempat untuk mengadakan hajatan/kegiatan antar kampung. Bagian ini adalah entrance utama bangunan dengan ciri tangga tunggal menuju teras. 2.Serambi tengah, pola pembentukannya memanjang kemuka atau membentengi ruang keluarga dan ruang tidur. Ruang ini dimanfaatkan sebagai ruang tamu formal, ruang perjamuan kaum laki-laki di acara selamatan, pernikahan, dan sebagainya. 3.Serambi belakang merupakan ruang keluarga. 4.Kamar tidur 5.Dapur, terletak dibagian belakang yang biasanya dihubungkan dengan tangga samping. 6.Pelataran belakang,merupakan tempat untuk menjemur hasil pertanian, menjemur pakaian serta tempat mencuci, mandi anak gadis/wanita dan menempatkan penampungan air hujan.

Denah Rumah Lanting

Pelataran belakang rumah Lanting digunakan sebagai tempat menjemur hasil pertanian, tempat mencuci dan menjemur pakaian. Tak hanya itu, bagian pelataran belakang juga sering digunakan untuk menempatkan penampungan air hujan. Bentuk Atap Lanting pada Rumah Adat Suku Melayu Perkembangan arsitektur di Kalimantan Barat sangat lambat. Bentuk-bentuk arsitektur di sana umumnya banyak dipengaruhi bentuk- bentuk dari luar dan merupakan campuran dari berbagai arsitektur banguna 65


Rumah Melayu tradisional telah dirancang menyesuai dengan persyaratan iklim lokal dengan menggunakan perangkat kontrol berbagai surya dan bahan kapasitas termal rendah. Desain penyesuaian rumah Melayu tradisional di kota Sambas diperlukan untuk mengadaptasi cuaca ekstrim yang dialami sepanjang tahun di Kalimantan Barat. Penyesuaian-penyesuaian yang ditemukan di rumah-rumah tradisional Melayu di kota Sambas dalam penggunaan bahan dan desain yang mampu mengurangi pengaruh diterima dengan mengendalikan pemanasan, pendinginan, kelembaban dan menstabilkan lingkungan internal.

Penamaan elemen struktur bangunan pada rumah Lanting di Kota Sambas

Tahap-tahap konstruksi rumah tradisional Suku Melayu di Kota Sambas. 1. Pengukuran dan Menentukan Posisi Tiang Tongkat Tahap pertama melakukan pengukuran dan menentukan posisi pondasi. Pengukuran dilakukan berguna untuk mengatur jarak antar pondasi. Jarak antar pondasi ini biasanya tertuju pada jarak referensi dari kepala rumah tangga dari rumah yang di bangun. Pondasi yang menggunakan kayu sebagai Materialnya disebut tiang tongkat. Tiang tongkat yang didirikan memiliki urutan pendiriannya. Tiang utama dinamakan tiang sari. Tiang utama memiliki jumlah 4 bacam sebagai tiang patokan sehingga tiang-tiang ini dapat menyesuaikan ketinggian yang diinginkan sebagai elevasi lantai. Pada umumnya tiang tongkat diletakkan ke dalam tanah dengan memberikan alas dan penambahan laci pada tongkat. Keberadaan alas dan laci berguna untuk memberikan bantalan bagi tiang tongkat agar tidak bergeser atau mengalami penurunan selama proses konstruksi berlangsung dan juga sebagai bantuan untuk menahan beban karena struktur berada di atas kondisi tanah lunak. 2. Pemasangan Tiang Tongkat sebagai pondasi rumah Tahap kedua yakni melakukan pemasangan seluruh pondasi pada posisi yang telah ditentukan sesuai pengukuran . Jarak antar pondasi ini biasanya tertuju 66


pada jarak referensi dari kepala rumah tangga dari rumah yang di bangun. Setelah pemasangan tiang sari, dilanjutkan dengan tiang-tiang tongkat lainnya.

4.Pemasangan Galang dan kaling Tahap berikutnya yakni pemasangan Galang dan juga kaling sebagai tiang penyambung yang dipasang sesuai dengan ukuran ketinggian. Tiang penyambung tersebut tidak bersambung dari tanah terus ke atas. Galang dan juga kaling berfungsi untuk menopang tiang agar tetap tegak dan juga tidak mudah goyang akibat beban horizontal ataupun vertikal. Pemasangan Galang dan juga kaling ini menjadikan struktur sudah lebih stabil. 5.Pemasangan bantalan dan sale Tahap berikutnya yaitu pemasangan bantalan dan juga sale. bantalan dipasangkan menembus antara kolom ke kolom yang lain. Bantalan berfungsi untuk menahan kolom agar tetap stabil dan menopang beban di atasnya. sedangkan sale berfungsi untuk menahan lantai agar tidak mudah lepas. Sale ini berjumlah dua puluh satu dan jumlah sale ini merupakan mengikuti aturan bahwa jumlah sale yang dipakai harus ganjil. 6. Pemasangan rembat dan sale Pemasangan rembat atas dan bawah dan sale atas dipasang.Fungsi rembat yakni

Struktur tiang tongkat

Keempat tiang sari tersebut dan tiangtiang tongkat lainnya di bangun dari tanah hingga ke atas serta menerus menjadi fungsi kolom pada struktur pada bagian tengah. Tiang tongkat atau Tiang sari melambangkan “induk berempat” dan juga empat penjuru mata angin. Tiang tongkat dan kolom ditancapkan ke dalam tanah. 3. Pemasangan samge barat Setelah tiang tongkat di tancapkan ke tanah, untuk menahan agar tiang tidak goyang ataupun bergeser dibutuhkan samge barat untuk menopang agar tiang utama tidak bergeser dan bergoyang akibat gaya horizontal maupun vertikal.Samge barat membentuk posisi 90° agar tiang utama tetap tegak.

67


untuk menahan dan juga menopang kolom-kolom yang membentuk grid agar tidak goyang sehingga bangunan menjadi lebih stabil. Sale berfungsi untuk menahan lantai parak agar tidak mudah lepas. 7.Pemasangan Girring-girring Tahapan berikutnya adalah pemasangan balok penutup sebagai tumpuan kudakuda. Girring-girring berfungsi untuk menjadi tumpuan bumbungan dan menumpu konstruksi balok kuda-kuda. 8.Pemasangan kasau dan gording Tahap kedelapan adalah pemasangan kasau dan gording. Sambungan gording langsung terhadap kasau dan dikunci oleh pasak. sehingga konstruksi atap menjadi tidak bergoyang dan bergeser serta konstruksi atap kuat kestabilan bangunan pun terjaga. 9.Pemasangan atap Setelah rangka atap dipasang, kemudian memasang atap. Jenis atap yang dipakai adalah atap sirap. Atap sirap menggunakan kayu belian dan ditutup dengan perabung. 10.Pemasangan lantai parak Tahap berikutnya dilanjutkan dengan pemasangan lantai parak.

Ujung lantai parak menumpu pada balok, sama halnya dengan lantai bawah. Ujung lantai bawah menumpu pada bantalan sehingga lantai tidak mudah bergeser. Dinding dalam dipasang vertikal dengan sistem sambungan lidah dan menumpu pada bantalan. pagar di pelataran depan pasang menumpu pada balok bawah. 11.Pemasangan Lawang, nyawan, dan pintu udara Dinding luar dipasang vertikal dengan sistem sambungan lidah dan menumpu pada balok bawah dan balok atas. Lawang, nyawan, dan pintu udara dipasang terakhir. lawang dan nyawan dengan sistem sondok. Nyawan bentuknya sama seperti lawang tetapi ukurannya lebih kecil dan lebih rendah. Daun nyawan terdiri dari satu lembar hingga dua lembar. Ketinggian letak nyawan di dalam sebuah rumah tidak selalu sama. Perbedaan ketinggian adakalanya disebabkan oleh perbedaan ketinggian lantai.Ada pula yang berkaitan dengan adat istiadat.

Wujud bangunan

68


Ornamen Rumah melayu memiliki ornamen dan ragam hias yang kaya, bentukan ukiran dan yang sangat indah, motif-motif yang tidak hanya sebatas ukiran, namun memiliki filosofi dan makna yang dalam. Ciri unik lainnya dari rumah tradisional adalah ornamen ukiran kayu, yang kebanyakan terinspirasi oleh interpretasi flora dan fauna lokal. Bentuk yang indah dan diukir dengan tangan yang terampil, masing-masing motif ornamen ukiran memiliki simbolis tersendiri makna dan nilai yang telah diturunkan dari generasi ke generasi. Kesimpulan Rumah betang atau radakng sebagai ciri pemukiman masyarakat Dayak di pedalaman Kalimantan, sebab dalam rumah betang terlihat pola kehidupan masyarakat yang bersifat komunal. Rumah betang juga memberikan makna bagi masyarakat sebagai pusat kebudayaan dan seluruh aktivitas budaya dan kehidupan spiritual serta segala proses kehidupan berjalan dari waktu ke waktu. Dapat dilihat mulai dari bentuk tangga hingga ke dapur yang terdapat dalam rumah betang. Selain itu bentuk rumah betang yang memanjang dan menjadi satu kesatuan, juga memberi makna bahwa kehidupan penghuninya tidak memiliki kelas. Segala aktivitas sama dapat diketahui, hanya aktivitas yang bersifat privat mereka lakukan dalam bilik. Kesederhanaan bentuk bangunan rumah betang, bukanlah tidak mengandung arti. Di balik kesederhanaan bentuk dari rumah betang juga menunjuk sifat masyarakat yang begitu sederhana dan selalu menyelaraskan diri dengan lingkungan. Selain itu bentuk rumah betang yang memanjang dan menjadi satu kesatuan, juga memberi makna bahwa kehidupan penghuninya tidak memiliki kelas. Bangunan dengan stabilitas yang tinggi tercipta dengan sistem konstruksi yang baik dan mengacu pada kaidah-kaidah normatif pelaksanaan konstruksi yang secara alamiah dipahami turun temurun oleh masyarakat tradisional Suku Melayu di Kota Sambas. Penentuan sistem struktur dan tahapan konstruksi rumah Tradisional Suku Melayu di kota Sambas dapat memberikan keseimbangan bangunan baik secara melintang maupun memanjang bangunan sehingga menjadi struktur stabil dan memudahkan dalam keseluruhan tahapan konstruksinya.

69



II .retpahC ukilaB hajaG tadA hamuR

I .retpahC iggniT nagnubuB tadA hamuR

71

TANAH KALIMANTAN SELATAN PROGRAM STUDI ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KULIAH KERJA LAPANGAN - TRADISIONAL


ABOUT US

ZUFAR HABIBIKA NOVIKO (03061381924072)

AYU NASHRHIFA SALSABILA (03061381924061)

ANINDITA FARAH ATHAYA (03061381924077)

M. FACHRUL ASHIDIQIE (03061381924066)

REGITA PRAMESTI (03061381924086)

KKL TRADISIONAL - KALIMANTAN SELATAN

ROSSA VIOLLA ROSANDRYA (03061381924054)

72


PENDAHULUAN Saat ini sangat banyak pemikiran yang berkembang dalam masyarakat Banjar (Kalimantan Selatan) tentang arsitektur tradisional Banjar. Banyaknya pemikiran (berupa literature, referensi, wacana, asumsi, sangkaan, dll) yang muncul, satu sisi menggambarkan besarnya perhatian, namun di sisi lain kecenderungan ini bepotensi menjauhkan pemahaman terhadap arsitektur tradisional Banjar. Pemikaran tersebut akan berakibat kurang baik jika tidak dilandasi pengetahuan yang cukup. Terlebih lagi saat ini di Kalimantan Selatan sendir ireferensi yang dapat dijadikan pegangan sangat sedikit atau bahkan hampir tidak ada.

Rumah Banjar merupakan istilah untuk sekumpulan rumah dengan tipe-tipe yang berbeda-beda, yang menjadi identitas fisik/arsitektur dari kebudayaan melayu banjar di Kalimantan Selatan. Keberagaman dari Rumah Banjar ini merupakan pencitraan dari kondisi strata sosial masyarakat di Kalimantan Selatan, selain juga merupakan penanda dari status ekonomi masyarakat tersebut.

73


Mengutip dari sebuah peribahasa banjar, terlihat bahwa jenis-jenis Rumah Banjar yang ada memang diperuntukkan bagi penghuni dengan status sosial yang disandangnya masing-masing. Balai Laki merupakan hunian untuk punggawamantri dan prajurit pengawal Sultan Banjar. Sedangkan Balai Putri merupakan hunian untuk anggota keluarga Sultan yang wanita. Gajah Manyusu merupakan tempat tinggal bagi para warit raja atau bangsawan yang dekat dengan raja serta rumah Gajah Baliku yang diperuntukkan bagi saudara-saudara raja, dengan bentuk yang mirip dengan Gajah Manyusu namun berbeda dalam formasi atapnya. Untuk tipe-tipe rumah yang digunakan lapisan masyarakat di luar dari system kesultanan dan pemerintahannya, yaitu antara lain; Palimbangan merupakan hunian bagi para pemuka agama dan saudagar, sementara Joglo merupakan rumah bagi warga keturunan tionghoa yang merangkap sebagai gudang barang dagangan sebagai usaha kebanyakan dari warga keturunan tersebut. Rumah Cacak Burung merupakan tempat tinggal bagi warga kebanyakan. Istilah lainnya dari jenis rumah ini adalah Anjung Surung. Masyarakat suku Banjar yang sehari-harinya tidak pernah lepas dari sungai sebagai sumber penghidupannya, menghuni rumah Lanting agar dekat dengan aktivitas mereka. Secara strata sosial dan ekonomi, rumah Lanting juga diperuntukkan bagi golongan rakyat dengan ekonomi menengah kebawah. Dari semua jenis-jenis Rumah Banjar yang ada, terdapat kesamaan atau benang merah yang menjadi cirri arsitektur Banjar, dan menjadi keunikan tersendiri yang membedakan dengan arsitektur tradisional lainnya yang berlatar belakang melayu Dengan mengurai peruntukkan hunian di atas, dapat terlihat bahwa terdapat dua kelompok masyarakat dalam suku Banjar yaitu kelompok Tutus dan Kelompok Jaba. Yang termasuk di dalam Kelompok Tutus

adalah

golongan

keturunan

raja

dan

bangsawan, dan Kelompok Jaba adalah golongan rakyat biasa Meskipun mayoritas orang Banjar memeluk Islam, namun dalam kegiatan membangun rumah masih berhubungan dengan kepercayaan animism serta kepercayaan Hindu-Buddha yang pernah menjadi dasar adat di masa lalu. Kebanyakan ritual yang masih dijalankan merupakan warisan

dari

kebudayaan

Kaharingan

pada

masyarakat Dayak. Lalu orang yang berasal dari suku Dayak yang telah memeluk Islam dianggap sebagai Suku Bangsa Banjar dan bukan lagi orang Dayak. Suku Banjar sangat erat dengan landasan ajaran agama Islam, sehingga setiap rumah Banjar memiliki unsur-unsur yang berhubungan dengan falsafah agama mulai dari penataan ruang hingga ragam hias seperti ukiran yang berkaitan dengan persaudaraan,

persatuan,

kesuburan,

maupun

kaligrafi Arab yang bersumber dari ajaran Islam seperti dua kalimat syahadat, nama-nama Khalifah, Shalawat, atau ayat-ayat tertentu dalam Al-Qur'an. Uniknya masih terdapat unsur-unsur kepercayaan kaharingan di mana masih membubuhkan secara abstrak elemen kepercayaan dalam budaya Dayak maupun Hindu-Buddha seperti Swastika, Enggang, Naga dan lainnya.

74


BAGIAN 1

LATAR BELAKANG RUMAH TRADISIONAL KALIMANTAN SELATAN

1.1 Lokasi Rumah Adat Banjar Terdapat dua buah rumah adat banjar yang legendaris. Rumah adat Bubungan Tinggi dan Gajah Baliku. Rumah adat ini dibangun oleh H.M. Arif dengan istrinya bernama Hj. Fatimah pada tahun 1811 M. Rumah adat bubungan tinggi merupakan salah satu dari sekian banyak rumah adat yang dimiliki oleh suku Banjar. (Belakang 2018)Dari banyaknya rumah – rumahnya yang khas suku Banjar, Bumbungan Tinggi ini merupakan yang paling populer. Sedangkan Rumah Ba'anjung Gajah Baliku adalah salah satu jenis rumah Baanjung yaitu rumah tradisional suku Banjar (disebut rumah Banjar) di Kalimantan Selatan. Rumah adat Gajah Baliku ini pada zaman Kesultanan Banjar digunakan sebagai tempat tinggal Warit Raja (sentana dalem), yaitu para keturunan garis utama/pertama atau bubuhan para gusti.

75

Jadi rumah ini hanya dihuni oleh para calon pengganti Sultan jika terjadi sesuatu terhadap Sultan.Rumah Tradisional Bubungan Tinggi dan Gajah Baliku terletak di Desa Teluk Selong Ulu, Kecamatan Martapura Barat, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan. Tepatnya berada pada koordinat 259257.72 m E, dan 9626404.41 m S. Rumah tradisional berada di tepi Sungai Martapura, berjarak kurang lebih 60 meter, dan berada di lingkungan dataran rendah dan berawa. Saat ini di kanan dan kiri rumah tradisional sudah mulai padat akan pemukiman penduduk. Tidak banyak lagi ditemui rumah dengan tipe arsitektur serupa di kawasan ini. Berdasarkan hasil observasi, terdapat 2 (dua) rumah tradisional di kawasan Teluk Selong Ulu. Rumah tradisional ini berjarak sekitar 2 km ke arah Barat dari Rumah Tradisional Bubungan Tinggi (lihat Foto 2.3).

1.2 Sejarah Rumah Adat Bubungan Tinggi

1.3 Sejarah Rumah Adat Gajah Baliku

Pada masa Kerajaan Banjar, Rumah Bubungan diperuntukan untuk bangsawan pada masa kesultanan, tetapi dapat dibangun juga oleh golongan pedagang yang kaya, hal ini terjadi setelah kerajaan Banjar jatuh pada 1860. Rumah Bubungan Tinggi diperkirakan dibangun pada tahun 1867 M, oleh H. Muhammad Arif. Beliau dikenal sebagai saudagar yang kaya raya pada masanya. Pada masa perjuangan merebut kemerdekaan, rumah bubungan tinggi ini dipergunakan oleh pada pejuang kemerdekaan atau TKR sebagai markas dan tempat latihan. Tidak lama setelah sama perjuangan berakhir, Rumah Bubungan Tinggi ini mulai ditinggalkan penghuninya.

Rumah Adat Gajah Baliku dibangun setelah berdirinya Bubungan Tinggi. Terletak disebelah timur Rumah Bubungan Tinggi yang berjarak sekitar 30 meter. Rumah ini diperuntukan untuk anak dari H. Arif (pendiri bangunan Rumah Bubungan Tinggi). Secara pasti pendirian Rumah Gajah Baliku belum dapat diketahui, namun apabila diasumsikan pada masa dahulu dalam keyakinan Islam anak baligh mulai siap menikah, diperkirakan rumah ini dbangun kurang lebih 20 tahun sesudah rumah Bubungan Tinggi. Rumah ini pernah dipergunakan oleh para pejuang kemerdekaan atau TKR sebagai markas dan tempat latihan. Setelah masa perjuangan berakhir, rumah ini mulai ditinggalkan penghuninya. (Mentayani 2008)


BAGIAN 2

ARSITEKTUR RUMAH ADAT BUBUNGAN TINGGI DAN GAJAH BALIKU

Beberapa ciri arsitektur tradisional Banjar, khususnya rumah tradisional yang masih ada, dapat diuraikan ciri-ciri umumnya sebagai berikut. Bangunan dalarn konstruksi kayu, karena alam Kalimantan kaya dengan hutan, sementara pada saat itu belum dikenal adanya bahan semen. Gh.2.4. Konstruksi kayu rumah panggung Banjar. Rumah panggung, yaitu bangunan rumah yang didukung oleh sejumlah tiang dan tongkat yang tinggi dari kayu Ulin (kayu besi; Eusideroxy/on Zwageri). Bangunan rumah bersifat simetris, yaitu dengan konstruksi dan elemen yang sama pada sayap kiri dan kanan, dengan demikian jumlah jendela (Banjar; lalungkang) sama banyaknya pada sisi kiri dan kanan bangunan rumah. ·Sebagian bangunan memiliki anjung pada bagian samping kiri dan kanan dengan posisi agak kebelakang. Anjung kiwa dan anjung kanan dikenal dengan istilah konstruksi pisang sesikat. Masing-masing anjung memiliki jendela pada sisi dinding bagian depan. Atap rumah yang dipergunakan dari atap sirap yang dibuat dari kayu ulin. Adapula bangunan rumah yang menggunakan atap daun rumbia yang bahannya terbuat dari daun pohon sagu. Konstruksi atap terdapat dalam bentuk atap pelana (jurai; Zadel Daak) dan atap sengkuap (emper; Lessen Aardak)

Hanya memiliki dua buah tangga yaitu tangga hadapan dan tangga balakang. Tangga yang di buat dari kayu Ulin tersebut memiliki anak tangga yang berjumlah ganjil, yaitu lima, tujuh (pitu) atau sembilan (sanga). Pada periode berikutnya terdapat tangga hadapan kembar dengan arah kesamping kiri dan kanan dalam posisi yang simetris. Lawang yang menghubungkan luar atau dalam dan akses masuk menuju rumah hanya terdapat dua buah yaitu lawang hadapan dan lawang balakang. Posisi kedua pintu tersebut terletak seirnbang di tengah (depan dan belakang) karena bentuk bangunan yang simetris. Adanya tawing halat (dinding pembatas) yang terletak membatasi panampik basar dengan palindangan. Pada sisi kiri dan kanan tawing halat terdapat pintu kernbar dua dalarn posisi serupa.

76


BAGIAN 2.1

BENTUK RUMAH ADAT KALIMANTAN SELATAN Dikarenakan di Indonesia khususnya pada daerah Kalimantan Selatan memiliki iklim tropis lembab dengan tanahnya berupa lahan basah (rawa), kedua faktor tersebut sangat mempengaruhi dalam pembentukan rumah tradisionalnya

A. Rumah Adat Bubungan Tinggi Merupakan bangunan istana Sultan Banjar. Tipe ini merupakan karya arsitektur tertua dan mengandung banyak nilai sejarah menyangkut kerajaan Banjar. Bentuk bubungan yang tinggi dan melaneip ke atas, menyebabkan hangunan ini diberi nama Bubungan Tinggi.

Rata-rata rumah tradisional di Indonesia memiliki bentuk rumah panggung, begitu juga dengan rumah Bubungan Tinggi ini. Bentuk rumahnya berupa rumah panggung dengan pondasi titik. Rumah ini berbentuk panggung dengan peninggian lantai berukuran sekitar 2 meter dari permukaan tanah untuk lantai tertingginya dan 1,5 meter untuk lantai terendahnya. (Aqli 2011) Pada kolong rumah tidak digunakan sebagai tempat beraktifitas melainkan sebagai tempat menyimpan perahu ataupun tempat menyimpan balok-balok kayu, ini dikarenakan daerahnya yang bertanah rawa sehingga peninggian lantai bangunan digunakan sebagai solusi menghindari pasang surut air rawa, luapan banjir, dan untuk mengurangi tingkat kelembaban.

77


Selanjutnya pada bentuk atapnya ia memiliki ukuran yang besar menjulang dengan teritisan yang lebar, ini merupakan solusi dari permasalahan kondisi iklim tropis lembab dengan curah hujan yang tinggi. Yang pertama bentuk atap utama memiliki volume yang besar yang dapat digunakan sebagai penyimpan panas. Kedua memeiliki kemiringan atap yang cukup tinggi yang digunakan untuk mempercepat penurunan air hujan. depan dan belakang sehingga setiap bangunan memiliki hubungan dengan ruang luarnya. Terdapat penambahan anjung pada bagian kiri dan kanan bangunan yang dijadikan sebagai ruang utama menjadi tidak berhubungan dengan ruang luar dan diberikan atap yang menjulangtepat diatas ruang utama. Dan yang ketiga teritisannya yang lebar hanya berada di bagian depan bangunan, pada sepanjang sisi kiri dan kanannya kurang memberikan teritisan. Bentuk keseluruhan bangunannya memiliki bentuk geometri yang tipis dan memanjang dengan pemberian transisi teras.

78


B. Rumah Adat Gajah Baliku Merupakan bangunan hunian bagi para saudara raja Banjar. Memiliki bubungan tinggi, namun atap Sindang Langit (atap sengkuap) digantikan dengan atap pelana. 2.1 Material Rumah Tradisional Kalimantan Selatan Penggunaan material pada rumah tradisional Kalimantan Selatan adalah material yang menyesuaikan pada iklim dan daerah setempat. Melimpahnya ketersediaan kayu di hutan-hutan daerah Kalimantan membuat bangunannya kebanyakkan menggunakan material utama kayu. Rumah Gajah Baliku Terdapat dua jenis kayu yang digunakan dalam membuat rumah Bubungan Tinggi dan Gajah Baliku yaitu kayu galam (Melaleuca sp) dan kayu besi atau yang biasa disebut dengan kayu ulin (Eusideroxilon zwageri). Kayu galam yang dikenal dengan ketahanannya terhadap air digunakan sebagai pondasi yang ditanam dan direndam ke dalam air rawa sepenuhnya untuk menghindari pelapukan.

79

Dan untuk kayu ulin memiliki keunggulan terhadap panas dan hujan digunakan untuk konstruksi di atas tanah, seperti lantai hingga bahan penutup lantai. Bagian lantai menggunakan kayu ulin yang berbentuk papan tebal yang disusun renggang pada lantai-lantai ruang luar sedangkan pada bagian dalam lantainya bilah-bilah papannya disusun rapat. Pada penggunaan material atap menggunakan kayu ulin yang dibentuk lembaran-lembaran sirap yang tipis dan dibuat berlapis-lapis untuk menghindari air merembes kedalam ruangan.


2.1 Elemen Pengendali Iklim Elemen-elemen pengendali iklim pada Rumah Bubungan Tinggi dan Gajah Baliku secara garis besar serupa. Elemenelemen tersebut berdasarkan gambar diatas ialah: 1. Panggung yang ditinggikan dari permukaan tanah setinggi 2 meter. 2. Lantai yang disusun dari papan-papan bercelah 3. Dinding dari papan-papan yang disusun secara vertikal dan bercelah 4. Beranda di bagian depan dan belakang sebagai area transisi dan pelindung dari silau dan tampias 5. Bukaan (jendela) dan pintu sebagai ventilasi 6. Teritisan sebagai shading 7. Atap bervolume besar sebagai penyimpan panas 8. Penutup atap sirap yang disusun berlapis tetapi masih bisa memasukkan penghawaan ke dalam ruangan.

Elemen panggung pada penopang bangunan digunakan untuk mengatasi kelembaban, gangguan air pasang, dan melewatkan angin. Sedangkan lantai dan dinding disusun bercelah-celah yang bertujuan sebagai ventilasi untuk sirkulasi angin. Beranda difungsikan sebagai area transisi agar ruangan tidak mengalami silau saat bagian muka bangunan diberi bukaan. Bukaan berupa pintu dan jendela difungsikan maksimal sebagai penghawaan dibandingkan untuk pencahayaan. Teritisan digunakan sebagai shading pada bagian depan dan belakang bangunan. Massa bagian atap memiliki volume yang besar bertujuan untuk penyimpan panas. Plafon pada bagian atap utama menahan panas turun ke dalam ruangan di siang hari, lalu melepaskannya pada malam hari. Material penutup atap berupa sirap yang disusun berlapis. Atap sirap disusun berlapis guna menghindari air hujan meresap masuk ke dalam ruangan, tetapi tetap masih bisa menyediakan jalur sirkulasi udara ke dalam ruangan melalui renggangan pada susunannya. (García Reyes 2013)

80


BAGIAN 3

TATA RUANG DALAM DAN FUNGSI BANGUNAN 3.1 RUMAH ADAT BUBUNGAN TINGGI Rumah Bubungan Tinggi atau Rumah Bubungan Tinggi merupakan salah satu jenis rumah Baanjung yaitu rumah tradisional suku Banjar di Kalimantan Selatan dan bisa dibilang merupakan ikonnya Rumah Banjar karena jenis rumah inilah yang paling terkenal karena menjadi maskot rumah adat khas provinsi Kalimantan Selatan.

A. Tata Ruang dan Fungsinya Tata ruang rumah tradisional Bubungan Tinggi membedakan adanya tiga jenis ruang yaitu ruang terbuka, setengah terbuka dan ruang dalam. Ruang terbuka terdiri dari pelataran atau serambi, yang dibagi lagi menjadi surambi muka dan surambi sambutan. Ruang setengah terbuka diberi pagar rasi disebut Lapangan Pamedangan. Sedangkan ruang dalam dibagi menjadi Pacira dan Panurunan (Panampikkacil), Paluaran (Panampik Basar), Paledangan (Panampik Panangah) yang terdiri dari Palidangan Dalam, Anjung Kanan dan Anjung Kiwa, serta Panampik Padu (dapur).

81


A. Tata Ruang dan Fungsinya Tata ruang rumah tradisional Bubungan Tinggi membedakan adanya tiga jenis ruang yaitu ruang terbuka, setengah terbuka dan ruang dalam. Ruang terbuka terdiri dari pelataran atau serambi, yang dibagi lagi menjadi surambi muka dan surambi sambutan. Ruang setengah terbuka diberi pagar rasi disebut Lapangan Pamedangan. Sedangkan ruang dalam dibagi menjadi Pacira dan Panurunan (Panampikkacil), Paluaran (Panampik Basar), Paledangan (Panampik Panangah) yang terdiri dari Palidangan Dalam, Anjung Kanan dan Anjung Kiwa, serta Panampik Padu (dapur). 1.Ruang Pelataran sebagaizona publik Ruang Pelataran merupakanpengganti dari “halamanrumah” yang tidak dimungkinan dimiliki oleh masyarakat Banjar yang tinggal di atas lahan rawa-rawa. Pelataran merupakan bagian terdepan dari Bubungan Tinggi dengan bentuknya yang terbuka berdinding dan beratap sebagian.Dalam lingkup keluarga atau masyarakat, ruang Pelataran menjadi tempat untuk aktivitas bersosialisasi di mana terdiridari tiga bagian yaitu;

a. Surambi Muka (pelataran depan) Secara fungsional Surambi muka sama seperti teras pada rumah umumnya. Pada bagian pelataran ini biasa disediakan tempat untuk mencucikaki sebelum memasuki rumah. Di depan surambi muka biasanya terdapat lumpangan tempat air untuk membasuh kaki. Pada surambi muka juga terdapat tempat air lainnya untuk pembasuhan pambilasan biasanya berupa guci. b. Surambi sambutan (pelataran tengah) Seperti halnya Foyer pada sebuah rumah tinggal, bagian pelataran ini digunakan juga sebagai area penerimaan bagi tamu. Selain itu bagian ini juga digunakan sebagai tempat menjemur padi. c. Lapangan pamedangan (pelataran dalam) Bagian pelataran ini merupakan bagian yang sudah lebih tertutupdengan atap yang penuh menaungikeseluruhan ruang dan berpagar setinggi kurang lebih 80 cm. Area ini digunakan pemilik rumah sebagaitempat bersantai atau menerima lebih lanjut tamu khususnya tamu laki-laki, sementara penerimaan tamu perempuan dilakukan di ruanganyang lebih dalam oleh pemilikrumah yang perempuan juga. 2.Ruang Tamu sebagai zona semi publik Ruang tamu pada zona semi publik ini lantainya lebih tinggi, dikelilingi pagar rasi. Biasanya pada ruang ini terdapat sepasang kursi panjang. Ruangan ini cukup besar digunakan untuk berbagai kegiatan keluarga dan kemasyarakatan apabila masih kekurangan ruang Tawing Halat yang memisahkan dengan Palidangan dapat dibuka. Di bagian tengah di depan Tawing Halat ini terletak bufet. Di atasnya agak menyamping ke kiri dan ke kanan terdapat gantungan tanduk rusa. Di tengah ruangan terdapat dua buah lampu gantung. Lantainya diberi lampit dan kelengkapan bergerak seperti paludahan, kapit dan gelas, parapen, rehal.

82


3.Ruang Hunian sebagai zona privat Ruang hunian merupakan kelompok ruang dan fungsi yang lebih privat bagi pemilik rumah. Ruang ini terdiri dari Paledangan (ruang keluarga) yang berada di tengah, lalu diapit dengan ruang-ruang yang menjadi bagian Anjung dari rumah Bubungan Tinggi ini. Ruang-ruang yang berbentuk anjung tersebut berfungsi sebagai kamar tidur khususnya bagi orang tua. Sementara itu kamar tidur untuk anak terdapat pada bagian pelataranbelakang. a.Palidangan (Panampik Panangah) Terdiri dari Paledangan Dalam dan Anjung Kiwa - Anjung Kanan. Fungsi ruang sama dengan Paluaran, namun biasanya diperuntukkan bagi kaum wanita. b.Anjung Kanan - Anjung Kiwa Ruang Anjung Kanan merupakan ruang istirahat yang dilengkapi pula dengan alat rias dan perlengkapan ibadah. Sedangkan Anjung Kiwa merupakan tempat melahirkan dan tempat merawat jenazah. 4.Ruang Pelayanan sebagaizona servis Padu (dapur) ialah ruang untuk tempat perlengkapan masak dan kegiatannya, ruang padu ini juga digunakan untuk menyimpan bahan makanan. Perlengkapan umum yang terdapat di dalamnya adalah dapur, rak dapur, pambanyuan, lemari, tajau, lampit dan ayunan anak.

B. Klasifikasi Ruang 1. Palatar (pendopo atau teras) Palatar merupakan ruangan depan yang merupakan ruangan rumah yang pertama setelah menaiki tangga masuk. Ukuran luas ruangan ini adalah 7 x 3 meter. Palatar disebut juga Pamedangan. 2. Pacira Pacira merupakan ruang antara (transisi) yang terbagi dua bagian yaitu pacira dalam dan pacira luar. Pacira Dalam berfungsi untuk menyimpan alat pertanian, menangkap ikan dan pertukangan. Pacira Luar tepat berada di muka pintu depan (Lawang Hadapan). Terdapat tanggui basar dan tanggui kacil di arah sebelah kiri setelah memasuki Pacira, sedangkan arah sebelah kanan terdapat pengayuh, dayung, pananjak dan tombak duha. Di sayap kanan ruangan terdapat gayung, sandal dan terompah tergantung di Balabat Panurunan. Sebagai perlengkapan penerangan dalam ruangan ini terdapat dua buah lampu gantung.

83


3. Panampik Kacil Panampik Kacil merupakan ruang tamu muka merupakan ruangan yang agak kecil setelah masuk melalui Lawang Hadapan yaitu pintu depan. Permukaan lantainya lebih tinggi daripada lantai palatar. Ambang lantai disini disebut Watun Sambutan. Luas ruangan ini adalah 7 x 3 meter. 4. Panampik Tangah Panampik Tangah merupakan ruang tamu tengah merupakan ruangan yang lebih luas dari panampik kacil. Lantainya juga lebih tinggi dari ruang sebelumnya. Ambang lantai ini disebut Watun Jajakan. 5. Panampik Basar atau Ambin Sayup Panampik Basar atau ruang tamu utama merupakan ruangan yang menghadapi dinding tengah (Banjar: Tawing Halat). Permukaan lantainya lebih tinggi pula dari lantai sebelumnya. Ambang Lantainya disebut Watun Jajakan, sama dengan ambang lantai pada Panampik Tangah. Luas ruangan 7 x 5 meter. 6. Palidangan atau Ambin Dalam Palidangan merupakan ruang bagian dalam rumah yang berbatas dengan panampik basar. Lantai palidangan sama tinggi dengan lantai panampik basar. Karena dasar kedua pintu yang ada di tawing halat tidak sampai ke dasar lantai maka watun di sini disebut Watun Langkahan. Luas ruang ini 7 x 7 meter. Di dalam ruangan Palidangan ini terdapat tiang-tiang besar yang menyangga bubungan tinggi (jumlahnya 8 batang). Tiang-tiang ini disebut Tihang Pitugur atau Tihang Guru.

7. Panampik Dalam atau Panampik Bawah Panampik Dalam merupakan ruangan dalam yang cukup luas dengan permukaan lantai lebih rendah daripada lantai palidangan dan sama tingginya dengan permukaan lantai panampik tangah. Ambang lantai ini disebut pula dengan Watun Jajakan. Luas ruang 7 x 5 meter.

8. Padapuran atau Padu Padapuran merupakan ruangan terakhir bagian belakang bangunan. Permukaan lantainya lebih rendah pula dari panampik bawah. Ambang lantainya disebut Watun Juntaian. Watun Juntaian itu tergolong cukup tinggi sehingga diberi tangga untuk keperluan turun naik. Ruangan padapuran ini dibagi atas bagian atangan (tempat memasak) dan salaian (tempat mengeringkan kayu api), pajijiban dan pagaduran (tempat mencuci piring atau pakaian). Luas ruangan ini adalah 7 x 3 meter.

84


3.2 RUMAH ADAT GAJAH BALIKU Rumah Ba'anjung Gajah Baliku adalah salah satu jenis rumah Baanjung yaitu rumah tradisional suku Banjar di Kalimantan Selatan. Rumah adat Gajah Baliku ini pada zaman Kesultanan Banjar digunakan sebagai tempat tinggal Warit Raja, yaitu para keturunan garis utama/pertama atau bubuhan para gusti. (Mentayani and Andini 2007)

A. Tata Ruang dan Fungsinya Rumah Gajah Baliku mimiliki kemiripan dengan Rumah Bubungan Tinggi, tetapi ada sedikit perbedaan yaitu pada Ruang Paluaran (ruang tamu). Pada Rumah Bubungan Tinggi keadaan lantainya berjenjang, sedangkan pada Rumah Gajah Baliku keadaan lantai ruang Paluaran tidak berjenjang. Hal tersebut karena Rumah Bubungan Tinggi berfungsi sebagai bangunan keraton/ndalem Sultan yang memiliki tata nilai ruang yang bersifat hierarkis.Ruangan yang berturut-turut dari depan ke belakang: 1. Surambi Sambutan Surambi Sambutan merupakan merupakan ruang terbuka atau teras rumah. Bagian pelataran ini biasanya digunakan sebagai area penerimaan bagi tamu dan tempatmenjemur padi. 2. Palatar atau Pamedangan Palatar merupakan ruang setengah terbuka atau serambi atas. Palatar adalah ruangan depan yang merupakan ruangan rumah yang pertama setelah menaiki tangga masuk.

85


3. Paluaran atau Ambin Sayup Paluaran merupakan ruang tamu utama, dimana permukaan lantainya lebih tinggi dari permukaan lantai sebelumnya. 4. Palidangan atau Ambin Dalam Palidangan merupakan ruang bagian dalam rumah yang diapit oleh Anjung. Pada sebelah kanan terdapat Anjung Kanan dan Anjung Jurai Kanan, sedangkan pada sebelah kiri terdapat Anjung Kiwa dan Anjung Jurai Kiwa. 5. Padapuran atau Padu Padapuran ialah ruang pantry yang biasanya digunakan untuk tempat perlengkapan masak dan kegiatannya. Ruang ini juga digunakan untuk menyimpan bahan makanan.

86


BAGIAN 4

STRUKTUR & KONSTRUKSI

Bentuk rumah Bubungan Tinggi diibaratkan tubuh manusia terbagi menjadi 3 bagian secara vertikal yaitu kepala, badan dan kaki. Sedangkan anjung diibaratkan sebagai tangan kanan dan tangan kiri yaitu anjung kanan dan anjung kiwa (kiri). Pada rumah bubungan tinggi bagian tersebut berupa bagian pondasi, tiang (bagian kaki), bagian badan berupa bangunan utama seperti dinding bangunan, lantai, teras, ruangan privat, ruangan tengah, dan dapur. Serta atap bangunan yang diibaratkan sebagai (kepala).

Kondisi geografis serta iklim di Kalimantan Selatan yang berawa membuat pola pemukiman masyarakat pada masa lalu membuat rumah dengan tiang tinggi. Hal ini sebagai salah satu bentuk adaptasi masyarakat terhadap lingkungannya. Kondisi alam tersebut membuat bangunan dibuat lebih tinggi dari tanah sekitar. Struktur di Rumah Bubungan dan Gajah baliku Tinggi terbuat dengan konstruksi kayu. Konstruksi dimulai dari dasar, papan instalasi, kemudian sampai ke kasau. Konstruksi tersebut membentuk struktur kerangka seluruh sistem stabil dan memiliki kekakuan baik secara vertikal dan lateral. Rumah adat banjar ini memiliki struktur bentang panjang dan mampu berdiri stabil di bawah tanah lemah (berawa), dengan beban yang berbeda di bagian depan, tengah dan belakang rumah, serta berat dari bahan bangunan. Tingkat kesulitan yang tinggi dalam pembangunan rumah, membawa kearifan budaya lokal yang menyatu dengan alam. Hasil arsitektur dan bangunan rumah bubungan tinggi merupakan salah satu bentuk adaptasi terhadap lingkungan yang telah dibuat oleh masyarakat setempat. Jenis material yang digunakan dalam membangun rumah bubungan tinggi berasal dari alam sekitar yang terdapat di Kalimantan Selatan. (Hartatik 2016)

87


Faktor geografis dengan kondisi yang berlahan basah dan berawa di sungai-sungai pesisir menciptakan adaptasi, bagaimana membuat bangunan berdiri tegak dan kokoh yang dapat menahan beban berat bangunan di lahan basah. Konstruksi bangunan dengan penguatan pondasi sangatlah penting. Sistem pondasi ini menggunakan kayu dari jenis kayu kapur naga ditempatkan sebagai alas duduk. Daya tahan kayu tentu menjadi pertimbangan, secara alami ada dalam proses pengawetan kayu pada saat tenggelam di dalam lumpur atau rawa. Terbukti dengan cara ini, kayu bisa bertahan ratusan tahun. Selanjutnya untuk beban di atas dasar kacapuri lebih ringan digunakan. Sistem pondasi ini menggunakan kayu yang lebih kecil, umumnya ulin, atau kayu galam, dengan melakukan persiapan dan memanjang melewati garis kolom yang akan diinstal. 4.1 Pondasi Pondasi Kacapuri juga merupakan dasar untuk tiang bangunan dan tongkat, yang akan berdiri di atasnya. Tiang dan tongkat akan diinstal dengan kedalaman sekitar 50cm untuk meningkatkan luas permukaan tiang beristirahat pada yayasan. Dengan demikian kekakuan lateral horizontal telah dibuat oleh satu arah. Setelah instalasi dasar selesai, proses selanjutnya adalah pemasangan tiang dan tongkat. 4.2Tiang dan Tongkat Tiang dan tongkat merupakan struktur vertikal yang menyalurkan beban dari atap ke pondasi. Biasanya kayu yang digunakan, dengan Panjang sekitar 12 m, 20 cm lebar, dan tebal 20 cm. Untuk membangun Bubungan Tinggi Rumah dibutuhkan 60 batang. Adapun tongkat, panjang kayu Ulin adalah tentang 5meters dengan ketebalan 20 cm dan lebar 20 cm. Adapun jumlah yang dibutuhkan sekitar 120 sampai 150 baris Setelah instalasi tiang dan tongkat selesai, langkah berikutnya adalah kerangka Rumah Bubungan Tinggi. 4.3Kerangka rumah Kerangka rumah tradisional Banjar ini cukup unik karena selain memiliki arsitektur yang cukup tinggi, untuk mengukur panjang dan lebar, mereka menggunakan depa dan panjang kaki yang jatuh pada hitungan ganjil.

Penggunaan hitungan ganjil ini diyakini memiliki nilai spiritual yang tinggi. kerangka ini adalah: Implan terbuat dari kayu Ulin. Balok terbuat dari kayu Ulin, Belangiran, Resin Putih. Papan lantai terbuat dari bahan Ulin setebal 3 cm. Turus Tawing terbuat dari resin kayu. Watun Barasuk balokan terbuat dari Ulin. Pintu dan jendela terbuat dari papan dan balok Ulin. Bujuran Sampiran dan tirai yang terbuat dari Ulin atau putih damar kayu. Titian Tikus terbuat dari kayu damar putih. Riing terbuat dari papan kayu dan kuning putih. Kutub Orong-Orong, Berisik, dan Tulang punggung bukit ini terbuat dari bahan, Kayu Ulin, kayu lanan, dan putih kayu damar. Kasau terbuat dari kayu Ulin atau Damar Putih. Balabad terbuat dari kayu damar putih.

88


4.4Lantai dan dinding Pemasangan lantai biasanya bertumpu pada pilar utama, termasuk balok lantai ke dalam lubang di tiang utama. Sebelum lantai dipasang papan, balok gelagar pertama dipasang pada balok lantai pertama. Tujuannya adalah selain untuk mengikat tiang utama, juga bahwa lebar minimum balok lantai yang tidak menimbulkan kelenturannya lantai. Setelah balok lantai dan balok gelagar terpasang, langkah berikutnya adalah pemasangan papan lantai. Papan yang digunakan untuk lantai dibuat dengan papan kayu Ulin dengan ketebalan 2-3 cm. Instalasi termasuk dua teknik, lantai dipasang rapat dan dipasang antara 0,25 cm – 0,50 cm. Sebagian besar lantai di kamar pada Bubungan Tinggi Rumah erat dipasang, kecuali: Surambi Muka, Anjung Jurai Kiri, Pedapuran, dan pelatar belakang. Setelah papan lantai terpasang, kemudian dilanjutkan dengan pemasangan penutup bangunan atau dinding Rumah Bubungan Tinggi. Dinding terdiri dari papan yang dipasang dalam posisi berdiri, sehingga di samping tiang juga diperlukan Turus Tawing dan Balabad untuk merakit papan. Bahan dinding adalah papan ulin dan Palupuh. Di belakang, samping dan dinding Tawing ālāt penggunaan kayu ulin. Pada Anjung Kiwa, Anjung Kanan, Anjung Jurai dan Ruang Padu, terkadang mereka menggunakan Palupuh sebagai dinding bangunan. Kerangka rumah ini biasanya menggunakan ukuran tradisional depa atau tapak kaki dengan ukuran ganjil yang dipercayai punya nilai magis / sakral. Bagian-bagian rangka tersebut adalah :

1.Susuk dibuat dari kayu Ulin. 2.Gelagar dibuat dari kayu Ulin, Belangiran, Damar Putih. 3.Lantai dari papan Ulin setebal 3 cm. 4.Watun Barasuk dari balokan Ulin. 5.Turus Tawing dari kayu Damar. 6.Rangka pintu dan jendela dari papan dan balokan Ulin. 7.Balabad dari balokan kayu Damar Putih. 8.Titian Tikus dari balokan kayu Damar Putih. 9.Bujuran Sampiran dan Gorden dari balokan Ulin atau Damar Putih. 10. Tiang Orong-Orong dan Sangga Ributnya serta Tulang Bubungan dari balokan kayu Ulin, kayu Lanan, dan Damar Putih. 11. Kasau dari balokan Ulin atau Damar Putih. 12. Ring dari bilah-bilah kayu Damar putih.Setelah lantai dan dinding telah terpasang, langkah berikutnya dilanjutkan dengan memasang hatap (atap). 4.5Atap Atap Rumah Bubungan Tinggi terdiri dari beberapa jenis atap. Mereka adalah atap bubungan (ini adalah karakter khusus dari Bubungan Tinggi), atap Sindang Langit (atap yang memanjang dari kaki atap bubungan ke pengadilan), atap hambin awan (atap yang memanjang dari kaki atap bubungan ke belakang), dan atap anjung (atap yang menutupi bagian Ajung). Dalam perkembangan selanjutnya, penggunaan daun rumbia sebagai atap rumah secara bertahap menurun. Hal ini karena atap rumbia sangat mudah tertiup oleh angin dan masyarakat Banjar menjadi lebih sadar bahwa sifat tempat mereka tinggal menyediakan kayu Ulin berlimpah, yang kemudian digunakan sebagai penutup atap.

89


4.6 Material Kayu Material berbahan kayu yang digunakan dalam rumah Bubungan Tinggi dan Gajah baliku ini terbagi dalam fungsinya yaitu : 1.Galam kayu dan Kayu Kapur Kedua jeniskayu biasanya digunakan untuk pondasi rumah. Pondasi iniadalah bagian penting dalam konstruksi Rumah BubunganTinggi. Rumah Bubungan Tinggi biasanya dibangundi daerah berawa dan berlumpur, sehingga lembaga iniharus kuat dan kokoh untuk menghindari busuk ketika ia dikuburkan di dalam rawa atau lumpur. Oleh karena itu, mereka menggunakan Galamatau Kayu Kapur Naga.Kedua jenis kayu memiliki keunikan. Mereka bisa menahan sampai 70 tahun jika mereka dikubur di daerah berawa,dan 60 tahundi daerah kering. 2.Kayu ulin Kayu ini dikenal awet, tahan air, dan tahan panas. Kayu ulin biasanya digunakan sebagai tiang, tongkat, gelagar (split bambu digunakan sebagai dasar tempat duduk), pasak, lantai, watun barasuk, kusen pintu dan jendela, dan kasau dari atap. 3.Lanan kayu Kayu ini biasanya digunakan untuk membangun dinding. 4.Putih resin kayu Kayu ini biasanya digunakan untuk gelagar, turus tawing, balabat, titian tikus, bujuran sampaian, dan riing. 5.Daun Rumbia Kayu ini biasa digunakan untuk atap. 6.Paring (bambu) Hal ini digunakan untuk membangun Palupuh halayung dinding dan Hanau. Selain itu, Paring juga digunakan untuk membangun lantai di padu atau pambayuan. 4.7 Sistem Struktur keseluruhan Struktur rumah adat banjar ini seluruhnya terbentuk dari konstruksi kayu. Selanjutnya kontruksi tersebut membentuk satu kesatuan sistem struktur rangka yang sangat stabil dan memiliki kekakuan baik secara vertikal maupun lateral. Secara vertikal, bangunan dengan ukuran yang sangat panjang mampu berdiri seimbang di atas landasan yang sangat lemah. Hal ini tentu membutuhkan keahlian untuk meng- hindari kemungkinan adanya penurunan bangunan yang tidak merata. Secara lateral, bangunan mampu bertahan terhadap adanya perbedaan beban bangunan. Kembali pada sejarah terbentuknya masyarakat Banjar, tentunya konteks budaya yang lebih maju/mengenal baik kondisi lingkungan pada masa itu sangat menentukan. Melihat pada aspek desain dan konstruksi rumah Bubungan Tinggi, nampak bangunan dibangun dengan tujuan untuk jangka waktu yang lama.

90


Hal ini berbeda dengan sebagian karakteristik permukiman masyarakat Dayak di Kalimantan umum- nya yang bersifat non permanen. Dalam tradisi permukiman masyarakat Dayak Bukit (Meratus) misalnya; permukiman (Balai) dibangun dengan desain, bahan, dan juga konstruksi yang sangat berbeda. Bahkan Balai sering berpindah-pindah mengikuti lingkungan perladangan, dan bangunan selalu dibangun kembali di tempat yang baru. Kunci kekuatan dan kestabilan bangunan terletak pada sistem struktur rangka kaku yang dibentuk oleh 3 elemen utama, yaitu elemen tiang (tihang), balok watun (watun barasuk), dan balok pengaku (panapih). Ketiga elemen tersebut saling mengikat dan mengakukan, sehingga bangunan menjadi satu kesatuan. Pondasi pada rumah Bubungan Tinggi merupakan bagian yang utama. (Huzairin 2020) Dengan besarnya ukuran, volume, dan berat bahan bangunan, ditambah faktor bangunan berdiri di atas tanah yang memiliki daya dukung sangat lemah (tanah rawa) maka konstruksi pondasi ini menjadi sangat penting. Dengan usia bangunan yang lebih dari 100 tahun, kestabilan bangunan masih terjaga dengan sangat baik.

1.KONSTRUKSI PONDASI DENGAN SISTEM BALOK KAYU (LOG). BANGUNAN JADI MENGAPUNG DI ATAS TANAH BASAH.

3.KONSTRUKSI BALOK SELANJUTNYA DIIKAT PENGAKU (PANAPIH).

2.KONSTRUKSI TIANG (TIHANG) YANG DISATUKAN OLEH BALOK PENGIKAT (WATUN) DENGAN SISTEM PASAK.

4.KONSTRUKSI RANGKA ATAP (BUBUNGAN) YANG DISEBUT SANGGA RIBUT.

91

PENGIKAT (WATUN) LAGI OLEH BALOK


BAGIAN 5

ORNAMEN PHOTO BY. GOOGLE Berkaitan dengan ornamen pada rumah tradisional Kalimantan Selatan, bangunan ini mendapat pengaruh dari akulturasi budaya antara suku Dayak, Melayu, Tionghoa, dan Arab (islam). Terdapat empat jenis ornamen utama yang banyak ditemukan pada bangunan rumah tradisional ini yaitu ornamen hewan, ornamen tumbuhan, ornamen buah-buahan, dan ornamen berbentuk kaligrafi arab. Rumah tradisonal Kalimantan ini terbagi dalam 2 kelompok, yaitu: 1.Bangunan berornamen Pada umunya bangunan yang memiliki ornamen adalah para bangsawan, tokoh masyarakat, atau orang kaya pada masanya. Bangunannya memiliki ciri terlihat formal, megah, simetris, dan penuh dengan unsur dekoratif mulai dari bagian puncak bangunan hingga ke bagian tangga bagian depan. 2.Bangunan tidak berornamen Umunya bangunan ini memiliki ornament akan tetapi sangat terbatas dan minim sekali. Biasanya bangunan tidak berornamen ini dimiliki oleh rakyat biasa. Umumnya ornament ini berada pada elemen pintu, jendela, dan ventilasi. Ornamen dalam bentuk karya seni pahat pada rumah tradisional Kalimantan Selatan memiliki kekhususan pada setiap tipenya. Dalam arsitektur tradisional rumah adat Kalimantan Selatan dikenal dengan istilah “Tatah” yang berbentuk : 1.Tatah surut : ukiran berupa relief 2.Tatah babuku : ukiran dalam bentuk tiga dimensi 3.Tatah baluang : ukiran tembus pada lembaran kayu

Pada rumah tradisional Bubungan Tinggi dan Gajah Baliku yang dibahas pada kesempatan ini memiliki kesamaan dalam bentuk ornamennya. Yang membedakan pada keduanya yaitu pada bagian atap ruang tamunya dimana pada rumah Gajah Baliku bagian atapnya tidak terlalu tinggi sedangkan rumah Bubungan tinggi memiliki atap yang lebih tinggi dibandingkan rumah Gajah Baliku, mempunyai kemiringan sekitar 60 derajat, serta atapnya berbentuk perisai. Terdapat 11 bagian bangunan yang biasa diberi ukiran, sebagai berikut : 5.1 Pucuk Bubungan Pada rumah tradisional tipe Bubungan Tinggi, pada pucuknya yang lancip terdapat bentuk ornamen yg disebut “layang-layang”. Layang-layang dalam jumlah yang ganjil (biasanya terdapat 5) dengan ukiran motif berbentuk tumbuhan paku alai, bogam, tombak, hingga keris. Selain itu ornamen ini dapat ditemukan pada tawing layer (tampuk bubungan) rumah adat tipe Bubungan Tinggi. Biasanya bentuknya selalu sama dan dalam komposisi yang simetris.

92


BAGIAN 5

ORNAMEN PHOTO BY. GOOGLE

5.2Pilis atau Papilis Pilis atau Papilis ini biasanya terdapat pada tumbukan kasau sekaligus menjadi penutup ujung kasau bubungan tersebut, pada banturan (dibawah cucuran atap), serta batis tiwing (kaki dinding) bagian luar.Banyak ragam motif yang digunakan pada ukiran ini, contohya seperti motif rincung gagatas, pucuk rabung, tali bapintal, dedaunan, kumbang bergantung (distiril), paku alai, kulat karikit, gagalangan, i-itikan, sanag wanyi, kembang cangkih, tanaman teratai, gigi haruan, dsb. 5.3 Tangga Dikarenakan kedua rumah adat ini berupa rumah panggung, tangga merupakan sarana penting sebagai alat transportasi yang terletak pada area depan bangunan. Tangga cukup memiliki perhatian dalam ragam hiasnya, pada puncak railingnya terdapat berbagai macam motif seperti tali bapintal, dedaunan, buah mengkudu, dan sulursuluran. Pada pagar tangga biasanya dipergunakan ukiran tali bapintal atau bisa juga dengan garis-garis geomteris. Pada kisi-kisi pagar tangga bisa digunakan berbagai motif seperti bogam melati, galang bakait, anak catur, pola berbentuk huruf S, geometris, dsb. 5.4 Palatar Palatar merupakan bagian depan rumah (pendopo) yang jika diberikan ukiran dapat menjadi daya tarik tersendiri pada areanya. Ornamennya biasanya berada pada jurai samping kiri dan kanan atas. Ornamen pada jurai biasanya mengambil motif hiris gagatas, pucuk rabung, daun paku, atau sarang wanyi. Pada batis tawing (kaki dinding) ornamennya mengambil motif dedaunan, sulur-suluran, atau buah mengkudu. Kandang rasi (pagar pengaman), pada lawing bagian atas dihiasi dengan ragam sulur-suluran, sementara pada kisikisinya sama dengan motif kisi-kisi pada kendang rasi tangga. Kandang rasi yang sederhana dengan lis-lis reng yang sejajar, reng bersilang, atau bersilang ganda yang dapat membentuk gambaran rencong gagatas.

93


5.5 Lawang Lawang atau yang artinya pintu utama terdapat di ruang belakang palatar pada watun sambutan. Biasanya terdapat dua buah lawing kembar yang terletak pada samping kiri dan kanan tawing halat. Ketiga lawing ini biasanya diberikan ornamen indah. Terdapat bagianbagian lawang yaitu: Dahi lawang Dahi lawang ini memiliki ukiran tali bapital dalam bentuk bundar. Komposisi bagiannya terdapat motif sulursuluran, bunga-bungaan, bahkan dengan kaligrafi arab (contohnya nama tuhan dan rasul). Jurai lawang Bentuknya setengah lingkaran dengan kombinasi yang sama dengan dahi lawang. Tulisan dengan bentuk ganda pada posisi arah kiri ke kanan begitu juga sebaliknya. Daun lawang Pada bagian ini selalu menempatkan motif tali bapintal pada bagian pinggiran kusen pintu ataupun hiasan bagian dalam. Motif tali bapintal ini berbentuk bundar. Pada keempat sudutnya banyak digunakan ornament motif pancar matahari dengan kombinasi motif tanaman.

5.6 Lalungkang Lalungkang yang artinya jendela umumnya memiliki ornament yang sederhana. Ukirannya berupa tatah bakurawang dengan motif bulan purnama, bulan sabit, bulan bintang, binting bersudut 5, daun jalukap, atau daun jajuru. 5.7 Watun Watun digunakan sebagai sarana pinggir lantai terbuka diberi ornamen pada panapihnya (dinding watun). Ornamen disini biasanya digunakan untuk panapih watun sambutan, watun jajakan, dan watun langkahan yang ada pada ruangan panampik kacil, panampik tengah, dan panampik basar. Terdapat ukiran motif tali bapintal, sulur-sulurandedaunan, kembang taratai, kenanga, kembang matahari, dan buah-buahan.

94


5.8 Tataban Tataban ini terletak disepanjang kaki dinding bagian dalam ruang panampik besar. Ukirannya terletak pada panapih tataban tersebut. Umumnya sepanjang tataban menggunakan motif tali bapintal pada posisi pinggirnya tetapi bisa terdapat motif lainnya seperti dedaunan dan sulur-suluran dalam bentuk ukuran yang lebih kecil. 5.9 Tawing halat Tawing halat digunakan sebagai dinding pembatas. Bagian ini merupakan bagian yang penting bersamaan dengan dua buah lawang kembar pada bagian kiri dan kanannya. Ornamen tawing halat ini harus seimbang dengan hiasan yang terdapat pada kedua lawang kembarnya. Biasanya tidak pernah ketinggalan motif tali bapintal, buahbuahan, dan daun-daunan dengan kombinasi kaligrafi arab. 5.10 Sampukan balok Pada rumah tradisional Kalimantan Selatan tidak mengenal adanya plafon, sehingga pertemuan anar balok terekspos jelas pada bagian atas. Pada pertemuaan-pertemuan dua atau tia ujung balok tersebut diberikan ukiran dalam motif dedaunan dan garisgaris geomteris. 5.11 Gantungan lampu Disini penggunaan lampu yang dimaksud adalah lampu gantung yang digunakan pada jaman dahulu sebelum mengenal adanya listrik. Pada balok rentang di posisi tengah dipasang pangkal tali untuk menggantung lampu. Pada sekeliling pangkal gantungan lampunya diberi ukiran motif dedaunan dan bunga dalam komposisi lingkaran berbentuk relief.

95


BAGIAN 6

KESIMPULAN Arsitektur tradisional Masyarakat Banjar adalah wujud kebudayaan masyarakat yang tinggal di Pulau Kalimantan, dan telah terbentuk/terwujud sejak jauh lebih tua daripada terbentuknya kerajaan Banjar, ataupun entitas masyarakat Banjar. Kondisi geografis serta iklim di Kalimantan Selatan yang berawa membuat pola pemukiman masyarakat pada masa lalu membuat rumah dengan tiang tinggi. Hal ini sebagai salah satu bentuk adaptasi masyarakat terhadap lingkungannya. Kondisi alam tersebut membuat bangunan dibuat lebih tinggi dari tanah sekitar. Rumah Bubungan Tinggi dan Gajah Baliku adalah salah satu arsitektur tradisional Masyarakat Banjar yang berasal dari arsitektur masyarakat Melayu yang ada di pesisir. Arsitektur tradisional Masyarakat Banjar dalam perkembangannya dipengaruhi pula oleh kebudayaan lain (Dayak dan Jawa). Dan sangat dominan dipengaruhi ajaran Islam (selain masih adanya pengaruh ajaran Hindu dan kepercayaan lain). Kearifan budaya lokal dalam mengatasi kondisi lingkungan alam menjadi faktor utama bentuk/wujud fisik arsitektur tradisional Banjar secara fisik. Arsitektur tradisional Masyarakat Banjar adalah wujud kebudayaan masyarakat yang tinggal di Pulau Kalimantan, dan telah terbentuk/terwujud sejak jauh lebih tua daripada terbentuknya kerajaan Banjar, ataupun entitas masyarakat Banjar. Rumah Bubungan Tinggi adalah salah satu arsitektur tradisional Masyarakat Banjar yang berasal dari arsitektur masyarakat Melayu yang ada di pesisir. Arsitektur tradisional Masyarakat Banjar dalam perkembangannya dipengaruhi pula oleh kebudayaan lain (Dayak dan Jawa). Dan sangat dominan dipengaruhi ajaran Islam (selain masih adanya pengaruh ajaran Hindu dan kepercayaan lain). Kearifan budaya lokal dalam mengatasi kondisi lingkungan alam menjadi faktor utama bentuk/wujud fisik arsitektur tradisional Banjar secara fisik.

96

















































DAFTAR PUSTAKA

Sumatra Utara

Pengembangan, U., Bolon, R., Meningkatkan, U., Wisatawan, K., & Kabupaten, D. I. (2009). Kertas Karya Dikerjakan ERDA PRANITA SINAGA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PROGRAM PENDIDIKAN NON GELAR. Iii, B. A. B., & Penelitian, M. (2013). 31 Universitas Sumatera Utara. 31–73. Halim, E. A. (2020). Konservasi Bangunan Bersejarah Rumah “Siwaluh Jabu” Desa Lingga. Serat Rupa Journal of Design, 4(2), 135–145. https://doi.org/10.28932/srjd.v4i2.1433 Studi, P., Desain, S., & Maranatha, U. K. (2020). Studi tata ruang rumah adat “. 16(2), 167–174. Saragi, D. (2012). Mengungkap Nilai Pedagogis dan Ajaran Moral yang Terkandung Dalam Makna Ornamen tradisional Rumah Adat Batak Simalungun Sebagai Kontribusi. In Prosiding Seminar Nasional “Bahasa dalam Perspektif Globalisasi. https://core.ac.uk/download/pdf/35336643.pdf#page=77 Saraswaty, R., & . S. (2017). PERUBAHAN BANGUNAN TRADISIONAL KARO DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR VERNAKULAR (Studi Kasus : Rumah Tinggal Masyarakat Karo di Desa Doulu, Berastagi, Kabupaten Tanah Karo). Educational Building, 3(2), 43– 47. https://doi.org/10.24114/eb.v3i2.8257 Lindarto, D. (2018). Arsitektur Si Waluh Jabu Karo : Arsitektur Tanggap Angin. A050– A056. https://doi.org/10.32315/sem.2.a050 Rahmadhani, N. (n.d.). Penerapan Hasil Interpretasi Bentuk Rumah Tradisional Karo Terhadap Perancangan Rumah Tinggal Kontemporer. 77–86. Regita, R. (2018). Kajian Bentuk, Fungsi Dan Makna Ragam Hias Rumah Bolon Simalungun Berdasarkan Tatanan Sosial Budaya Masyarakat Simalungun. ARTic, 2, 73– 82. https://doi.org/10.34010/artic.v2i0.2525 Iii, B. A. B., & Penelitian, M. (2013). 31 Universitas Sumatera Utara. 31–73. Islam, U., & Sumatera, N. (2020). Rumah Adat Bolon sebagai Warisan Budaya di Desa Pematang Purba Kabupaten Simalungun Hakimi Arsya Saragih*, Fauziah Lubis, Khairul Jamil. 1, 88–93.


Daftar Pustaka Alib M.2021.“Keunikan Rumah Betang – Rumah Adat Suku Dayak”.https://www.celebes.co/borneo/rumah-adat-betang. AhmadSirojuddin.2021.“Rumah Jantung Tradisi dan Pusat Kebudayaan Dayak Kanayat’n”.https://indonesiakaya.com/pustaka-indonesia/rumah-betangjantung-tradisi-dan-pusat-kebudayaandayak-kanayatn/. Anonim.2018.“Rumah Betang Panjang Saham, Rumah Panjang Berusia 143 Tahun”.http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/dpk/rumah-betang-panjang-saham-rumah-panjang-berusia-143-tahun/. Wikipedia.2021.“Rumah Betang”.https://id.wikipedia.org/wiki/Rumah_Betang. Wikipedia.2021.“Rumah Lanting”.https://id.wikipedia.org/wiki/Rumah_Lanting. Zairin Zain.2012. “Pengaruh Aspek Eksternal Pada Rumah Melayu Tradisional di Kota Sambas.https://media.neliti.com/media/publications/154895-ID-pengaruh-aspek-eksternal-pada-rumah-mela.pdf. Ditwdb.2021.“Arsitektur Rumah Lanting Kota Sambas”. https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ditwdb/arsitektur-rumah-lanting/.

KKL TRADISIONAL- KALIMANTAN BARAT


DAFTAR PUSTAKA Aqli, Wafirul. 2011. “Anatomi Bubungan Tinggi Sebagai Rumah Tradisional Utama Dalam Kelompok Rumah Banjar.” Nalars 10 (1): 71–82. https://doi.org/10.24853/nalars.10.1. Belakang, Latar. 2018. “Eksistensi Rumah Tradisional Banjar Sebagai Identitas Kawasan Bersejarah Di Kelurahan Kuin Utara, Banjarmasin (Banjar Traditional House Existence As Historical Region Identity In North Kuin-Banjarmasin).” Modul 14 (1): 1–10. https://doi.org/10.14710/mdl.14.1.2014.1-10. García Reyes, Luis Enrique. 2013. “ Modeling 53 (9): 1689–99.

済無 No Title No Title.” Journal of Chemical Information and

Hartatik, Hartatik. 2016. “Eksistensi Rumah Rumah Adat Banjar Dalam Pembangunan Berkelanjutan.” Naditira Widya 10 (2): 145. https://doi.org/10.24832/nw.v10i2.127. Huzairin, Muhammad Deddy. 2020. “Tihang, Watun Dan Penampik Pada Arsitektur Tradisional Banjar,” 118–21. https://doi.org/10.32315/sem.4.118. Mentayani, Ira. 2008. “Analisis Asal Mula Arsitektur Banjar Studi Kasus : Arsitektur Tradisional Rumah Bubungan Tinggi.” Jurnal Teknik Sipil Dan Perencanaan 10 (1): 1–12. https://doi.org/10.15294/jtsp.v10i1.6940. Mentayani, Ira, and Dila Nadya Andini. 2007. “Tipologi Dan Morfologi Arsitektur Suku Banjar Di KalSel.” Info Teknik 8 (2): 114–22. Ulang, A Telaah, and Terhadap Penelitian. n.d. “Rumah Banjar : Dalam Dinamika Perubahan Zaman” 1 (1999).


DAFTAR PUSTAKA RumahJogl oJawaTengah

ARSI TEKTURTRADI SI ONALKUDUS.( 2015,J uni 19) .Ret r i ev edf r om I ndones i aDok umen: ht t ps : / / f dok umen. c om/ doc ument / ar s i t ek t ur t r adi s i onal k udus . ht ml Roes mant o,T .( 2002) .ASt udyofTr adi t i onal Hous eofNor t her nCent r al J av a.J our nal ofAs i an Ar c hi t ec t ur eandBui l di ngEngi neer i ng,219226. Sar dj ono,A.B.( n. d. ) .TATARUANG RUMAHTRADI SI ONALKUDUS.47. Sar dj ono,A.B. ,&I s want o,D.( 2012) .Per ubahanBent ukRumahTr adi s i onal Pes i s i r J awaSt udi .J ur nal Li ngk unganBi naanI ndones i a,4749. Sudar want o,B. ,&Mur t omo,B.A.( 2013) .St udi St r uk t urdanKons t r uk s i Bangunan Tr adi s i onal .J ur nal Li ngk unganBi naanI ndones i a,3741. Wahy udi ,M.A.( 2015) .KARAKTERI STI KRUMAHTRADI SI ONALDIPESI SI RKI LEN.


MAKE IT SIMPLE BUT SIGNIFICANT

KKL TRADISIONAL ARSITEKTUR'19 UNIVERSITAS SRIWIJAYA


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.