7 minute read
Kenali Lebih Jauh Hemofilia
saturasi dewasa 93–95% dan anak-anak 94–96%. Pemberian SABA hingga 1 jam diikuti asesmen respons pasien terhadap pengobatan. Apabila kondisi memburuk atau pasien dikategorikan mengidap gejala berat atau mengancam jiwa, perlu dilakukan pemindahan ke fasilitas perawatan akut dibarengi pemberian SABA, ipratropium bromide, oksigen, dan kortikosteroid sistemik.
Apabila kondisi pasien dengan gejala ringan membaik, perlu dilakukan asesmen dan persiapan pemulangan pasien. Asesmen pemulangan meliputi perbaikan gejala, tidak diperlukannya pemberian SABA, serta perbaikan PEF (>60–80%) dan saturasi oksigen (>94%). Persiapan pemulangan meliputi pemberian reliever sesuai kebutuhan, inisiasi konsumsi atau meningkatkan dosis controller, pengecekan teknik inhaler dan kepatuhan, pemberian prednisolone lebih lanjut selama 5–7 hari untuk dewasa dan 3–5 hari untuk anak-anak, serta follow-up dalam 2–7 hari untuk dewasa dan 1–2 hari untuk anak-anak. sofia
Advertisement
Dalam rangka memperingati hari Hemofilia Sedunia yang jatuh pada tanggal 17 April 2022, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengadakan acara Tanya IDAI yang digelar secara daring dengan topik “Yukkk Kenali Lebih Jauh Hemofilia”. Acara ini diselenggarakan pada 14 April 2022 dan dapat disaksikan melalui live Instagram IDAI (@idai_ig). Diskusi dan sesi tanya jawab yang menghadirkan narasumber ahli serta pasien hemofilia ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan pemahaman masyarakat seputar hemofilia yang tergolong sebagai penyakit langka. dwi
Seremonia
Sumber: Instagram Ikatan Dokter Anak Indonesia
Kenali Lebih Jauh Hemofilia
JASA PEMBUATAN SYMPOSIUM HIGHLIGHT
Media Aesculapius menyediakan jasa pembuatan Symposium Highlight. Symposium highlight adalah peliputan sebuah seminar atau simposium, yang kemudian hasilnya akan dicetak dalam sebuah buletin, untuk dibagikan pada peserta seminar. Simposium yang telah kami kerjakan antara lain PIT POGI 2010, ASMIHA 2011, ASMIHA 2016, ASMIHA 2017, JiFESS 2016, JiFESS 2017, ASMIHA 2018, AFCC-ASMIHA 2019, dan lain-lain.
Hubungi Hotline MA: 0858-7055-5783 (SMS/Whatsapp)
Konsultasi Cermati Penggunaan Antijamur pada Anak
Pertanyaan
Di lapangan, banyak kasus pada anak dengan gatal dan ruam kemerahan dengan kecurigaan mengarah pada infeksi jamur. Namun, masih belum bisa ditegakkan karena kondisi klinis belum jelas dan bisa mengarah juga pada dermatitis. Pada FKTP, banyak yang belum menunjang pemeriksaan jamur. Bagaimana tatalaksana yang tepat untuk kami terapkan sebagai dokter umum di FKTP, mengingat untuk kasus infeksi jamur tidak bisa diberikan terapi kortikosteroid dan sebaliknya (kasus dermatitis tidak dapat sembuh dengan antijamur), termasuk terapi pada anak usia < 2 tahun dengan infeksi jamur, mengingat terdapat kontraindikasi pemberian pada usia tersebut. –dr. F
Jawaban
Infeksi jamur (mikosis) kulit cukup sering ditemui, terutama tiga jenis: dermatofitosis, kandidiasis, dan panu. Gejala klinis infeksi jamur hampir serupa dengan dermatitis, yaitu ruam kemerahan dan gatal. Dermatitis atau dapat disebut juga dengan eczema adalah radang kulit dengan pencetus yang beragam, diklasifikasikan menjadi dermatitis atopik, kontak, seboroik, dan statis.
Di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) dengan segala keterbatasan yang ada, dokter ditantang untuk mendiagnosis dan mengobati pasien dengan cermat. Dalam hal ini, anamnesis menjadi kunci utama. Terutama untuk menatalaksana penyakit kulit pada anak, diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara komprehensif guna mendiferensiasikan infeksi jamur dengan dermatitis. Keduanya dapat dibedakan dengan mudah dari awitan gejala klinis penyakit.
Awitan gejala dermatitis umumnya lebih lama dibandingkan dengan infeksi jamur, kecuali pada dermatitis kontak yang terjadi secara akut. Selain itu, informasi mengenai genetik juga perlu digali. Kebiasaan higiene pasien pun dapat menjadi petunjuk. Pasien dengan dermatitis justru cenderung pembersih dan sebaliknya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, panu paling mudah dibedakan. Sesuai dengan namanya, yaitu Tinea versicolor, bercak panu pada ras kulit gelap akan berwarna gelap—dapat berprogres menjadi warna keputihan. Sedangkan, pada ras kulit putih bercak panu berwarna kemerahan. Perhatikan juga tempat predileksi untuk mikosis karena terdapat ciri khas masing-masing.
Pada FKTP, seringkali pasien datang dengan penyakit kulit tidak menjadi perhatian utama karena berasumsi penyakitnya belum vital bagi dirinya. Padahal, hal sepele itulah yang justru sering terlewatkan dan berakibat pada penggunaan obat yang lebih berisiko. Misalnya, penyakit kulit yang awalnya dapat sembuh hanya dengan obat topikal akibat diabaikan menjadi harus diobati dengan obat sistemik yang memerlukan beberapa konsiderasi. Oleh karena itu, intervensi dini diperlukan bila terdapat kecurigaan pada penyakit kulit mikosis atau dermatofitosis.
Penggunaan antijamur pada anak maupun dewasa umumnya tergolong relatif aman dan tidak terdapat kontraindikasi, terlebih pada antijamur topikal. Namun, patut digarisbawahi bahwa pemberian antijamur non-topikal, terutama secara oral untuk penyakit kulit sistemik pada anak usia kurang dari 2 tahun harus dirujuk pada dokter spesialis kulit.
Di samping itu, penggunaan kortikosteroid tidak dibenarkan untuk infeksi jamur karena jamur justru dapat berkembang lebih hebat sehingga menimbulkan Tinea incognito, yaitu infeksi jamur yang manifestasi klinisnya tidak menyerupai mikosis maupun dermatitis. Timbulnya Tinea incognito menjadi penanda telah terjadi salah pengobatan.
Untuk mikosis jenis dermatofitosis, pilihan obat
Kirimkan pertanyaan Anda seputar medis ke redaksima@yahoo.co.id
Pertanyaan Anda akan dijawab oleh narasumber spesialis terpercaya.
topikal terdapat golongan azol (ketokonazol 200 mg/ hari dan trakonazol 200 mg/hari selama 2 minggu) dan terbinafin (250 mg/hari selama 2 minggu), serta obat oral griseofulvin 2 x 50 mg/hari dan dosis anak lebih dari 12 tahun 10mg/kgBB/hari untuk fine particle atau 5 mg/kgBB/hari untuk ultramicrosize.
Waktu terapi bergantung letak lesi yang berkisar antara 2—4 minggu dan 8 minggu untuk tinea kapitis. Sedangkan, pengobatan kandidosis topikal dapat menggunakan mikonazol dan oral menggunakan azol. Selain itu, rekomendasi pengobatan topikal untuk tinea versicolor adalah ketokonazol 2% atau selenium sulfida 1,8% dan obat sistemik yaitu itrakonazol dosis 200 mg untuk 7 hari atau 100 mg untuk 10 hari.
Apabila terdapat keraguan saat diagnosis yang berujung pada rancunya opsi pengobatan, dokter umum di FKTP dapat memilih obat dengan risiko terendah terlebih dahulu, yaitu anti jamur topikal. Jika tidak terdapat perubahan kondisi pasien dalam seminggu berikutnya, pasien kemungkinan mengalami dermatitis dan berikanlah tata laksana yang sesuai. Baik pengobatan mikosis maupun dermatitis sebaiknya mengutamakan topikal, terutama jika persentase bagian terdampak di bawah 3%. oriana
Narasumber Dr. dr.Tjut Nurul Alam Jacoeb, SpKK (K)
JASA TERJEMAHAN DAN PEMBUATAN BUKU
Kabar Gembira! Media Aesculapius menyediakan jasa terjemahan Indonesia-Inggris dan Inggris-Indonesia dengan waktu pengerjaan singkat (3 x 24 jam) serta hasil terjamin. Kami juga menyediakan jasa penyusunan buku yang sangat fleksibel baik dalam hal desain cover dan isi, ukuran dan tebal buku, maupun gaya penulisan termasuk menyunting tulisan anda. Tak terbatas hingga penyusunan saja, kami siap melayani distribusi buku anda. Adapun buku yang pernah kami buat: buku biografi tokoh, buku pemeriksaan fisik berbagai departemen, buku jurnal, dan Kapita Selekta Kedokteran.
Advertorial Ortokeratologi, Solusi Mata Minus tanpa Kacamata dan Operasi Lasik
Punya miopia tapi ingin beraktivitas normal tanpa kacamata atau operasi? Siapa takut!
Miopia merupakan salah satu jenis kelainan refraksi mata yang sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Kelainan refraksi ini menyebabkan penderitanya sulit untuk melihat objek jarak jauh. Metode yang paling umum digunakan untuk menangani kondisi ini ialah dengan memberikan lensa negatif, baik dalam bentuk kacamata ataupun lensa kontak lunak (soft lens). Bagi pasien yang tidak ingin menggunakan metode ini, dokter dapat menawarkan pilihan operasi lasik untuk membentuk kembali struktur kornea. Meski demikian, tidak semua pasien ingin atau dapat memenuhi syarat operasi lasik. Dalam kondisi tersebut, dokter mungkin perlu menawarkan alternatif koreksi lainnya, yaitu dengan memberikan lensa ortokeratologi.
Ortokeratologi, sering disebut pula dengan ortho-k, merupakan sebuah metode non-operatif yang dapat dipilih bagi pasien miopia yang tidak ingin menggunakan kacamata atau soft lens dalam kesehariannya. Ortho-k sendiri merupakan lensa kontak yang bersifat agak keras (hard lens) yang permeabel terhadap gas, seperti oksigen, sehingga kesehatan mata tetap terjaga. Berbeda dengan soft lens, ortho-k hanya perlu digunakan pada malam hari selama tidur. Lensa yang sedikit kaku ini akan membentuk kembali kornea pasien miopia yang umumnya memiliki kelengkungan lebih besar dibanding mata normal. Prinsip penggunaan metode ini ialah dengan menurunkan kekuatan refraksi mata dengan cara mendatarkan bagian sentral dari kornea. Pemakaian Ortho-K sepanjang malam akan membantu menurunkan kelengkungan kornea. Kornea yang telah dibentuk sedemikian rupa tersebut akan bertahan selama beberapa waktu sehingga pasien dapat melihat normal tanpa menggunakan alat bantu penglihatan selama beraktivitas.
Selain pada dewasa, ortho-k juga dapat menjadi pilihan koreksi miopia pada anak-anak. Bagi anak yang tidak ingin menggunakan kacamata, Ortho-k menjadi pilihan pertama karena operasi lasik belum dapat dilakukan sampai seseorang berusia 18 tahun. Selain itu, penggunaan lensa jenis ini disebut dapat memperlambat progresivitas miopia anak. Penggunaan ortho-k sendiri juga tidak dibatasi umur tertentu sehingga dapat digunakan segala usia.
Ortho-k memiliki beberapa kelebihan dibanding dengan metode koreksi lainnya. Pertama, ortho-k merupakan alternatif koreksi non-invasif sehingga disebut relatif lebih aman dibanding tindakan bedah. Selain itu, metode jenis ini mungkin dapat mencegah terjadinya ketidaknyamanan, seperti gejala mata kering, yang dapat terjadi akibat penggunaan soft lens selama beraktivitas. Kelebihan lainnya adalah hasil dari ortho-k tidak bersifat permanen, jadi pasien dapat menghentikan ataupun mengganti metode koreksi jika dirasa tidak sesuai. Meski begitu, penggunaan lensa ortho-k dinilai memiliki beberapa kekurangan, seperti meningkatkan risiko keratitis apabila higienitas lensa tidak terjaga. Selain itu, waktu yang dibutuhkan untuk mendapat lensa yang sesuai dengan kondisi kelainan refraksi juga terbilang lama dengan kesuksesan terapi yang mungkin bervariasi antar pasien. Selain itu, hasil ortho-k yang bersifat reversibel membuat pasien harus rutin menggunakannya agar kornea tidak kembali ke bentuk semula. Kekurangan inilah yang perlu diperhatikan sebelum meresepkan lensa ortho-k pada pasien.
Dari penjelasan di atas, Ortho-k memang dapat menjadi alternatif pada pasien miopia yang tidak menginginkan penggunaan alat bantu penglihatan atau tindakan operasi. Penggunaan lensa ini tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan dibandingkan metode koreksi lainnya. Perlu diperhatikan bahwa hasil yang didapatkan pada setiap pasien mungkin berbeda. Karena itulah, diperlukan komunikasi yang baik antara dokter-pasien agar dapat menemukan metode koreksi terbaik yang sesuai dengan preferensi pasien. nada