Merekam Jejak Ekskursi KKA

Page 1

Merekam Jejak Ekskursi KKA

KKA Indonesia Barat Yogyakarta-Semarang-Bandung-Jakarta

Beta Nadhya Maimunah 20/456039/TK/50169

Awal jejak perjalanan.

Pada dasarnya, kami belum mengetahui segala seluk-beluk tema yang kami tenteng sebagai bekal untuk berangkat ke berbagai kampung yang ada di Yogyakarta, Semarang, Bandung, dan, Jakarta. Kami hanya mengenal cerita kampung-kampung yang terekspos dan diunggah di internet dan media sosial secara garis besar. Kami hanya membaca mengenai kampung, partisipasi komunitas, dan isu-isu sebatas rentetan tulisan tanpa tahu seperti apa kondisi aslinya, apa yang telah terjadi setelah artikel itu dibuat, nada dan raut muka dari penutur cerita-cerita yang ada. Bahkan, kami belum mengetahui apa definisidari“kampung”itusendiri.

Di sepanjang perjalanan, kami hanya mampu menerka-nerka dalam hati. Bagaimana kami harus berinteraksi dengan warga setempat? Apakah perkampungan yang akan dikunjungi benar benar se underprivilegedsepertidimedia?Semuapertanyaanituberkelebatdi pikiran kami dan baru bisa sirna ketika kami menyelesaikan kunjungankekampung-kampungdanbangunanyangada.

//
Architecture for Underprivileged Classes

Titik-titik Perjalanan

Yogyakarta, 11 Juli 2022 Kampung Jogoyudan, Kalicode

Semarang, 12 Juli 2022 Kampung Pelangi, Randusari

Bandung, 13 Juli 2022 BIMA Microlibrary

Yogyakarta, 17 Juli 2022

Komunitas Kalijawi x Arkom dan Kampung Sorowajan

Jakarta, 15 Juli 2022

Kampung Susun Akuarium (RujakCUS dan Koperasi Kampung Akuarium)

Jakarta, 14 Juli 2022

Kampung Susun Kunir (ASF Indonesia & JRMK)

Jakarta, 14 Juli 2022

Co-Housing Ciliwung, Kampung Tongkol (ASF Indonesia, KKKAKC & JRMK) (+ Kampung Kerapu dan Lodan)

Bandung, 13 Juli 2022 Studio Akanoma (Yu Sing)

// Yogyakarta, 11 Juli 2022

Kampung Jogoyudan Kalicode

Rombongan kami berjalan dari McD Sudirman menuju Kampung Jogoyudan melewati Jembatan Gondolayu. Sembari melihat ke kiri, Kalicode mengalir dengan kanan kiri yang padat dengan permukiman warga yang menghadap ke sungai. J e j e r a n r a p i r u m a h r u m a h y a n g d i t a t a Romomangun itu berwarna-warni, tetapi warnanya telah memudar karena sering terkena matahari dan hujan.

Rencana awal kami memang ingin mengunjungi kampung Romomangun, tetapi dari Pemerti Kalicode merekomendasikan untuk ke Jogoyudan sajakarenadirasalebihbanyakyangdapatdipelajari

Gangkampung:nadikehidupan

Kampung Jogoyudan sebagai kampung kota yang terletak di bantaran Kalicode memiliki akses yang cukup memadai Jalan berupa gang yang menerus dari 2 ujung jalan raya cenderung memiliki u j u n g u j u n g ya n g c u ku p c u r a m mengingat perbedaan kontur jalan raya dansungai.

Boleh dibilang gang di kampung kota adalah nadi kehidupan warganya.Gang yang membentang di sepanjang bibir sungai tidak hanya menjadi jalur mobilitas warga, tetapi juga menjadi sumber penghidupan untuk berjualan di warung,

menjemur pakaian, menjemur nasi kering yang diolah untuk dikonsumsi kembali, dan yang paling penting adalah sebagai ruang interaksi antarwarga. Gang ini seolah merekatkan warga baiksecarafisikmaupunnonfisik.

Ruangterbatas,kreativitastakterbatas

Rumah-rumah petak berjejeran dengan sangat padat. Gang yang maksimal dapat diakses oleh mobil pemadam kebakaran juga cukup membatasi warga dalam mengelola lahan Tak dapat dimungkiri masyarakat bantaran Kalicode juga memiliki kendaraan minimal berupa sepeda motor, tetapi tidak memiliki lahan parkir. Komunitas warga setempat pun membuat parkir motor komunal yang bersistem sewa yang sudah dimulai sejak erupsi Gunung Merapi tahun 2020. Parkir komunal ini terdapat di RW 7, 8, 9, dan 10. Pada masing-masing petak pun diberi keterangan plat nomor warga yang menyewa petak/kavling parkir tersebut. Sedangkan untukparkirmobil,disediakandidekatKebonNdalem(dekatTugu).

BankSampah

Bank sampah dibuat di RW RW bantaran Kalicode, termasuk di Jogoyudan ini. Namun, tidak semua bank sampah ini dikelola dan terurus dengan baik. Sampah-sampah warga ini dikumpulkan kemudian dibawa oleh dinas lingkungan hidup ke tempat pembuangan akhir.

Pada bank sampah yang terletak di samping parkir komunal ini termasuk yang kurang terurus dengan baik sehingga sampah cenderung membludak dan mengganggu pemandangan

Rumahdenganelevasidibawahgarisgang

Rumah warga yang jauh ada di bawah garis gang utama memiliki akses jalan yang cenderung curam, baik untuk menuju pintu utama rumah maupun ke unit rumah petak mereka. Selain cenderung menjadi tempat berkumpulnya air, posisi rumah yang rendah juga membuat warga tidak memiliki lahan parkir untuk kendaraannya. Oleh karena itu, parkir komunal tadi sangat dibutuhkan oleh warga Kalicode.

Kebutuhanairbersihbersama

Karena sumber air terbatas, warga bersama sama menggunakan water toren yang airnya disalurkan ke warga Untuk biaya pun dibayar oleh warga yang berlangganan dengan ukuran 1 jatah (1 jatah = 3 orang). Untuk mengontrol kualitas air, setiap 6 bulan dilakukan pengecekan dari puskemas dan hingga saat ini air sumur masihamandanbebasecoli.

Dulu, sepanjang Kalicode memiliki banyak mata air, khususnya di Jogoyudan dan Terban. Di Terban pun ada bantuan dari LPPM UII untuk memfilter air dan bisa langsung dikonsumsi. Pada 1999, di Jetisharjo juga dirintis filter air dengan watermeter dan dapat dimanfaatkan wargadengantarif Rp1.200/m3.

BencanaAlamdanEarlyWarningSystem

Bencana alam dapat dibilang cukup sering “mengunjungi” warga bantaran sungai, tak terkecuali Kalicode. Tak hanya banjir lahar dingin, permukiman yang padat pun membuat daerah ini rawan bencana kebakaran. Dari BPBD pun membersikan fasilitas toa untuk early warning system. Di hulu Kalicode yang terletak di utara Rejodani pun terpasang CCTV yang memantau debit air sungai. Apabila debit air di atas (Sleman, dekat Merapi) mengalami perubahan drastis, akanadapengumumanmelaluitoatersebut. Sebelum ada toa, dahulu EWS konvensional berupa kentongan pun mampu membantu wargaketikadatangbencana.

EWSsebagaialat,wargasebagaipenolongutama

Kampung memiliki ciri yang menonjol berkaitan dengan warganya yang memiliki ikatan persaudaraan yang kuat dan gotong royong yang tinggi. Kentongan dan toa bisa dibilang hanya alat yang menunjang, bukan penyelamat warga dari bencana. Ketika bencana datang, warga langsung tanggap dengan mengevakuasi diri bersama tanpa melupakan tetangga kanan kirinya. Lansia dan yang membutuhkan bantuan untuk dievakuasi pun dibantu tetangga, seperti memilikipanggilandarihati.

Kalicode pun juga memiliki program Kampung Tangguh Bencana (KTB) yang ditunjang BPBD dengan pelatihan pelatihan kebencanaan dan diikuti oleh kumpulan RW RW. Pada tingkat kalurahan pun ada Katana atau Kalurahan Tanggap Bencana. Dalam program ini, pengurus yang tinggal di bantaran Code diberi edukasi mengenai simulasi kebencanaan, khususnya gempa bumi, kebakaran, dan banjir. BPBD juga memberikan bantuan berupa peralatan seperti alat dapur serta gensetyangdapatdimanfaatkanwarga.

Kampungtumbuhberdampingandenganalam,bencana,danpemerintah

Sesi kebencanaan ini didampingi oleh bapak Mujiono selaku ketua RT 28. Pada 1969, Kalicode dan permukiman sekitarnya mendapat kiriman banjir lahar dingin yang sangat besar Air lahar dingin tersebut membawa lendhut (lumpur) dan sampah dari atas sehingga kondisi Kalicode sudah tidak sejernih semula. Kalicode yang dulunya ditinggali ikan dan udang, kini lebih banyak ditemui ikan seperti wader dan cethul. Suara riuh tawa anak yang bermain di sungai pun kini sudah sirna.

Sekitar 1980-an, program ABRI masuk desa juga telah memasuki area Kalicode dengan membangun talud yang bertujuan untuk penanggulangan banjir lahar dingin, meskipun pada akhirnya area talud itu dijadikan oleh warga untuk membuat rumah-rumah petak. Namun, ternyata talud belum mampu menjadi solusi

permasalahanyangada. Airhujantetapmeluapdari talud yang lebih rendah. Talud juga membuat biota sungai makin terkikis keberadannya akibat hilangnya batuan dan area sungai yang dijadikan hewan-hewan untuk bersembunyi. Pernah dilakukan percobaan untuk menaikkan talud yang rendah, tetapi rumah yang letaknya di bawah talud menjadi kena imbasnya. Bisa dikatakan, masalah sungaitidakpernahadaujungnya Setelah adanya berbagai program, Jogoyudan sekarang menjadi cantik dan bisa terhubung dengan Kotabaru yang berdekata dengan Kampung Romomangun. Sebenarnya pemerintah ingin mengecat ulang kampung Romomangun, tetapi menurut Pemerti Kalicode hal tersebut kurang bermanfaat karena pada akhirnya akan pudarkembaliwarnanya

Underprivilegedclassesdankebutuhanuntukmenujangperekonomianmelaluikampung

Kampung Jogoyudan bisa dibilang berdekatan dengan Kampung Romomangun dan Kotabaru. Tak dapat dimungkiri pula bahwa semua warga, semua RW, dan semua kampung perlu memenuhi kebutuhan ekonominya masing masing. Ketika pemerintah mengusulkan kepada Pemerti Kalicode untuk mengecat ulang Kampung Romomangun, alasan cat yang memudar sebenarnya bukan satu-satunya alasan mengapa Pemerti Kalicode kurang menyetujui hal tersebut Hal ini berkaitan dengan perhatian terhadap pemenuhan ekonomi warga kampung itusendiri. Apabila Kampung Romomangun sudah bagus kembali, sebenarnya yang lebih banyak mendapatkan keuntungan bukanlah warga Kampung Romomangun, melainkan warga Kotabaru. Wisatawan yang ingin mengunjungi kampung untuk berfoto foto tentu akan memarkirkan kendaraannya di Kotabaru yang berarti revitalisasi kampung itu lebih mengangkat perekonomian tetangga. Inilah salah satu tantangan dalam membenahi perkampungan yang tidak dapat dihindarkan dari kecemburuan antarwargabahkanantarkampung. Pemerti Kalicode lebih ingin menjadikan

Jogoyudan sebagai destinasi wisata. Pernaha ada usulan untuk membuat pergula di sepanjang jalan dan ditanami anggur, Namun, ide itu juga belum dianggap menjadi ide terbaik karena memerlukan pengurus yang akan merawat dan memanennya. Belum lagi jika dipetik oleh anak-anak yang tinggal diareasetempat.

Warga juga sebenarnya cukup prihatin akrena Kalicode ini adalah sungai lahar dingin, bukan sungai yang indah dan bagus seperti Gajahwong sehingga kurang terbangun wisatanya. Namun, sungai dengan lahar dingin ini juga membawa berkah bagiwarga karena memberikan banyak pasir yang bisa dijadikan bahan untuk membangun maupundijualkembali.

Mengingat lahan yang terbatas dan terletak di bantaran sungai, warga perlu fasilitas yang mampu mewadahi kebutuhan sanitasi untuk kehidupan yang lebih sehat, baik kesehatan warga maupun kesehatan sungai. PUPR pun memberikan bantuan fasilitas septictank komunal yang ada diletakkan di sepanjang gang dipinggirsungai.

Mengingat adanya talud dan permukiman yang padat, juga ada saluran-saluran pembuangan air hujan di sepanjang jalan sehingga air tidak meluap di gang. Cukup air sungai yang meluap, jangan sampai perumahan warga ikut memiliki luapanair.

Underprivileged classes dan kebutuhan sanitasikomunal

Kampung,sejarah,warga,komunitas,danharapanakankampungwisata

Untuk menciptakan kampung bantaran sungai yang bersih dan tertata, dibutuhkan partisipasi warga yang sadar secara langsung untuk membangun bersama komunitas kampung. Untuk mewujudkannya, dilakukan berbagai gerakan seper ti Gerakan Cinta Code (2000)hingga yang sekarang bernama Pemerti Kalicode. Berbagai pembangunan kampung ini juga dalam rangka mencapai harapan untuk meningkatkanekonomimasyarakat.

Masing-masing kampung juga memiliki ciri dan keadaannya masing-masing yang dirasa warga mampu menjadi daya tarik kampung wisata (yang tentunya dengan harapan mampu memebrikan pemasukan ekonomi bagi komunitas setempat). Pemerti kalicode pun berharap ada masukan masukan secara arsitektural yang dapat diterapkan oleh warga untukmembangunkampungwisatanya. Kalicode yang selalu mendapat kiriman banjir

lahar dingin sehingga warganya sudah bisa berswadaya untuk menanggulanginya juga dirasa warga dapat menjadi wisata edukasi dengan membuat museum di kampung mereka. Bahkan, menurut cerita narasumber, pada 1949 Ibu Fatmawati pernah mencuci di pinggri Kalicode, Jogoyudan dan itu dapat menjadi daya tarik wisata di Jogoyudan, sepeti membuat nama jalan menjadi Jalan Fatmawati. Tidak hanya itu, dahulu Jenderal Sudirman juga pernah tinggal di area itu sehingga kini nama jalan rayanya pun bernama Jalan Jenderal Sudirman. Juga ada pohon besar yangditanamsendiriolehGusDur.

SemakintertatanyaKalicodejugamembuatwarga makin ingin berpartisipasi untuk berubah lebih baik dan ingin menguri-uri Kalicode. Terkadang rasa pekewuh dan merasa perlu dituakan oleh masyarakat juga menjadi barrier untuk memajukankampungsecarabersama-sama.

Kampungdanfasilitasumumwarga

Merespons pandemi COVID 19, sudah ditemukan banyak titik wastafel cuci tangan yang dapat dimanfaatkan oleh warga. Tidak hanya tu, kampung juga sudah memiliki fasilitas masjiw, pos ronda, warung, pos EWS, dan lainlain.

Balai RW pun juga menajdi ruang komunal warga, seperti untuk berkumpul, momong anak, bahkan untuk anak-anak bermain yang diberifasilitaspermainanmilikPAUDsebelah.

// Semarang, 12 Juli 2022

Kampung Pelangi, Randusari

Pada awalnya, destinasi Semarang adalah Tambak Lorok. Namun, tiba-tiba dari pihak Tambak Lorok menyatakan bahwa tidak dapat dikinjungi sehingga kami berubah haluan menuju ke kampung pelangi yang ada di Randusari, tepatnya di belakang Pasar Kembang. Area ini cukup dekat dengan lawang sewu dan bersebelahan dengan SMP Pangudi Luhur DomenicoSavioyangberarsitekturkolonial.

Dari jauh, sebenarnya kampung ini tidak terlalu terlihat warna pelanginya karena warna dinding rumah warganya cenderung sudah memudar Namun, jika ditatap lekat-lekat, baru terlihat stack rumah-rumah berwarna yang terususn mengikuti Bukit Brintik yang menanjak. Dan ternyata, untuk memasuki kampung ini tidak dipungut biaya sepeserpun.

penuhwarna

Dari awal memasuki kampung ini, gapura berwarna dengan gambar maskot Nippon Paint sebagai sponsor menyambut wisatawan dan warganya. Bahkan, batu-batu kali pada tanggul sungai pun dicat meskipun telah memudar dan kotor karena terkena endapan tanah dan lumpur ketikaairsungainaik/meluap.

Sembari melihat berbagai warna dan motif yang berbeda di dinding dinding rumah, kami melangkah menaiki Bukit Brintik untuk melihat lihat kondisi Kampung Pelangi ini. Semakin ke dalam, ternyata pengecatan juga makin berbeda. Ada yang membuat mural dan lukisan karakter kartun seperti doraemon, spongebob, dan lainlain. Dan yang cukup membuat saya sempat terhenyak adalah batuan setapak yang juga dicat padahal cat yang digunakan adalah cat dinding yangjelasmudahterkikisdanternodaiolehtanah.

Waktu yang masih pagi pun juga memberi kesempatan kami untuk melihat aktivitas warga yang turun ke bawah untuk ke pasar dan bertegur sapa dengan tetangga lain maupun dengan kami, pengunjung kampung tersebut. Kegiatan masyarakat penduduk kampung ini memberi warna dan nyawa tersendiri bagi Kampung Pelangi, layaknya kampung kampung lainnya yangsangatkentaldenganpersaudaraannya.

Dibuka dengan warna, berjalan dengan

KampungdanSempadanSungai

Kampung Pelangi ini dapat dibilang lebih baik daripada Kampung Jodipan dalam hal pemenuhan regulasi mengenai sempadan sungai. Permukiman warga yang menghadap langsung ke sungai memiliki jalan sempadan yang dimanfaatkan warga untuk bermobilitas

SignageKampungPelangi

Signage yang sangat besar diletakkan di puncak Bukit Brintik dengan tulisan “Kampoeng Pelangi” Memang, signage ini mampu memberikan tanda agar wisatawan dapat mampir ke kampung wisata ini. Namun, ternyata pada pelaksanaannya, kampung wisata ini kurang berjalan dengan lancar sehingga signage yang besar juga kurang terawat, begitu pula warnarumahnyayangmemudar

Dalam hati saya bertanya tanya, mengapa warga kampung maupun pembangunan kampung sangat suka menggunakan warna yang beragam (warna warni) padahal itu hanya mampu dinikmati oleh pengunjung dan cenderung terlalu kontras dengan sekitarnya. Bahkan ini juga dilakukan di beberapa kampung lain, seperti di Jodipan. Apakah ini merupakan hati kecil warga yang ingin memiliki kehidupanyangberwarna?

Gangsebagaipusatkehidupan

Tidak jauh berbeda dengan Kalicode, gang di Kampung Pelangi juga menjadi pusat dan nadi kehidupan. Ini juga merupakan resposns dari masyarakat yang memiliki lahan terbatas untuk beraktivitas dan masyarakat yang fleksibel serta bersifatmemenuhiruangkosongyangada.

Di bahu-bahu jalan kampung ditemui kegiatan warga yang duduk-duduk, menjemur pakaian, hinggamenjemurnasikeringyangdiolahkembali untuk makanan pendamping berupa kerupuk nasi.

Karena konsep yang diangkat adalah kampung wisata, kampung bersamapemerintahmemberikanfasilitas-fasilitas yang mendukung seperti peta dengan 3 rute jalur, gardu pandang,sertapenunjukjalan. Namun, akibat pandemi dan konsep yang diangkat kurang memperhatikan aspek keberlanjutannya, kampung wisata yang awalnya menyala kini mulai meredup dan tidak dilirik wisatawan. Bahkan, malam sebelumnya ketika saya dan

teman teman pergi menggunakan gocar, pak sopir itu sempat mengatakan “Jauh-jauh dari Jogja kok mau ke Kampung Pelangi. Mau lihat apa? Banyak wisatawan tu ke Semarang mau ke Marina, Kampung Pelangi, reviewnya banyakkecewakarenatidakseindahdimediasosial”.

Hal yang mungkin menjadi faktor kurang berhasilnya kampung wisata ini adalah kurang kuatnya konsep dan kurangnya pendampingan terhadap warganya. Apabila warga masih didampingi dari berbagai komunitas untuk menjalankan program program wisata, mengembangkan potensi warga yang ada, hingga ke perawatan kampung, bisa jadi kampung pelangi dikenal sebagai kampung wisata yang berwarna warnu secara budaya dan atraksi, bukan makna warna pelangi secara harfiah. Dengan begitu, konsep ka m p u n g w i s a t a d a pa t l e b i h mengangkat perekonomian warga setempat dan membuat kampung lebihmandiri.

Fasilitassebagaikampungwisata Butuhnyapendampinganwarga

Saat menuruni Bukit Brintik, kami disapa oleh seorang ibu yang berjualan minuman dingin di dalam rumahnya. Ibu itu bercerita bahwa saat awal kampung pelangi ini dirintis hingga sekarang, warga berlomba-lomba untuk mempercantik rumah masing masing secara mandiri. Ada yang menggambari rumahnya dengan karakter kartun, memasang payung warnawarni di halaman rumahnya, dan lain-lain. Ibu ini juga mencoba membuat kerajinan tangan berupa bunga-bungaan dari plastik warna-warni yang dipasang langsung di semak-semak dan dinding jalan sehingga rumahnya tampakcantik.

Namun, hal ini juga tidak menjadi langkah efektif untuk menaikkan jumlah wisatawan yang berkunjung ke kampung ini. Bahkan, usaha yang dilakukan pun kurang didukung oleh alam. Payung-payung yang dipasang di atas halamanibuiniraibkarenaterbangtertiupanginsaatterjadihujanlebat.

Wargaberkreasisebagaiusahamandirimewarnaikampungpelangi

BIMA Microlibrary

// Bandung, 13 Juli 2022

Perpustakaan BIMA microlibrary ini merupakan perpustakaan yang terletak di area permukiman warga dan bisa dibilang di pertemuan area permukiman warga menengah ke atas dan menengah ke bawah. Ternyata, tempat dibangunnya perpustakaan ini sekarang menjadi tempat yang banyak didatangi oleh warga sekitar. Namun, warga datang bukan untuk mengunjungi perpustakaannya, Area di depan perpustakaan ini menjadi tempat mangkalnya pedagang pedagang bergerobak untuk menjajakan dagangannya. Dan dilihat dari tampak luarnya, terlihat bahwa perpustakaaninisudahtidakterawatdanjarangdikunjungipembaca.

Halamandanruangkomunalyanglebihhidup

Pagi-pagi ketika kami datang di perpustakaan, suara riuh anak anak dan ibu ibu terdengar. Ternyata, halaman perpustakaan sedang dipakai anak anak untuk sepak bola. Dan berdasarkan cerita pemuda setempat, pada hari terentu halaman juga digunakan ibu-ibusetempatuntuksenam.

Inovasimaterialyanghighmaintenace

Saat kami pertama melihat artikel perpustakaan yang menggunakan dinding dengan material wadah plastik es krim, awalnya kami merasa inovasi ini sangat menarik dan dapat memanfaatkan limbah. Bahkan, tampilanyangdihasilkanpunsangatapik.

Namun, saat kami datang ke perpustakaan ini, saya terdiam sejenak Ternyata kondisi dinding dari kotak es krim tersebut sudah kotor dipenuhi debu dan bahkan ada yang berlumut. Lampu-lampu yang ada di halaman pun sudah rusak, bahkan ada yang sudah patah.

Ketika naik menuju lantai 2 dan melihat kotak-kotak es krim itu dari dalam. ternyata saat diusap, debu yang sudah tebal masih menempel. Apalagi kotak-kotak yang terbuka untuk menciptakan ventilasi alami juga dilapisi debu. Jika ingin dibersihkan pun, perlu dibersihkan satu per satu kotak yang cukup memakan waktudantenaga

Menurut cerita pengurus perpustakaan, sebenarnya perpustakaan ini sudah jarang dikunjungi. Saat memasuki perpustakaan, kami pun menjadi semakin yakin bahwa perpustakaan ini kurang dimanfaatkan. Karpet, rak, dan bukubukunya sudah berdebu. Dak lantainya juga sudah retak dan terkikis. Jendela-jendela geser yang terbuat dari polikarbonat juga sudah miringmiring, tidak bisa digeser, dan lepas dari framenya. Bahkan koleksi bukunya pun sudah cukup lawasdankurangmenarikuntukdibaca. Sebenarnya, perlu dipertanyakan, apakah memang perpustakaan untuk anak-anak yang dibutuhkan untuk memenuhi kebetuhuan anak anak setempat? Ataukah memang hanya karena minatbacasetempatyangrendah?

Atau perpustakaan ini cenderung “mati” karena kurangnya perawatan dan kurangnya kegiatan yang diadakan di perpustakaan tersebut yang melibatkanwarga?

Apakahperpustakaankebutuhanwarga?

Perlunya prinsip dari warga, oleh warga, untuk warga mengingat kurang terawatnyabangunan

Dapat dibilang, jika tidak punya rasa memiliki, kita tidak punya rasa untuk menjaga. Hal ini dapat kita lihat contoh nyatanya di BIMA Microlibrary. Karena diberikan bangunan yang dapat dimanfaatkan tanpa melibatkan partisipasi warga secara penuh dari tahapan pra, hari-h, dan pasca, warga pun juga kurang merasa memiliki dan merasa memiliki rasa tanggung jawab untuk memanfaatkan dan merawatbangunanitu

// Bandung, 13 Juli 2022

Studio Akanoma (Yu Sing)

Studio Akanoma merupakan perjalanan yang cukup baru bagi kami. Lokasi studio (yang ternyata) terletak bukan di area perkotaan Bandung pun “mengajak” kami untuk menaiki roller coaster bernama “angkot” mengingat letak styudio cukup di atas perbukitan dan jalannya yang hanya bisa ditempuh mobil. Lokasinya yang ada di perbukitan membuat suasana studio ini asri, rendah hati, tenang, dan terasa seperti rumah. Studio ini pun juga menjadi tempat Pak Yu Sing bersama tim untuk membuat prototype rumahrumah micro dan juga memelihara kelinci serta marmut.

Desain yang inklusif? Kampung Kota.

Di Indonesia, untuk memiliki rumah tinggal sangatlah sulit Padahal, arsitektur juga merupakan salah satu bentuk untuk mencapai kebutuhan dasar manusia (sandang, pangan, dan papan). Banyak orang Indonesia yang tidak mampu untuk membangun rumahnyasendiri. Misidaristudioakanomasendirimemilikimisi a mengupayakan arsitektur untuk semua (rumah murah) b.rekonstruksiarsitekturnusantara c.membanganintertendensialamdanbudaya d.membantuperkembanganwisata

BeberapaisuyangbanyakditemuidiIndonesiapun a.Populasiyangsemakinmeningkat b.Deforestasiyangakanterusterjadi c.Urbanisasiyangjugasulitdihindari d.Kemiskinan

Masyarakat memang perlu dan membutuhkan arsitek untuk mendesain rumah murah. Namun, Pak Yu Sing bersama Akanoma menemukan fenomena yang cukup menarik tentang klien yang ingin dibuatkan rumah murah. Saat awal kali 2008 (ketika beliau menulis di majalah Idea mengenai “Sensasi Ruang dalam Rumah” dan “Eksplorasi Rumah Murah”), ada seseorang yang datang untuk dibuatkan rumah dengan budget 50 150 juta. Namun, sampai sekarang anggaran untuk membuat rumah murah tetap saja dengan rentang harga tersebut meskipun 14 tahun telah berlalu.

Kampung mendominasi lahan di kota, bisa mencapai 70%. Kampung yang dihuni warga pun menjadi tumpuan perumahan. Beberapa proyek yang Akanoma dan Pak Yu Sing adalah prototype di rumah Pak Uay (Papan untuk Semua) yang u n t u k p e n d a n a a n nya d i b a n t u m e l a u i wujudkan.com dan Rumah Kayu Ciledug ( 9 m x 15 m).

Arsitektur: jaringjaring segala aspek Kumuh dan miskin: apa dan mengapa?

Arsitektur tidak bisa berdiri sendiri, setidaknya itulah yang dikemukakan oleh Pak Eko Prawoto Arsitektur merupakan kumpulan dari jaring-jaring banyak aspek, mulai dari alam, budaya, sosial, ekonomi, dan politik, Semua aspek tersebut jika ditarik garis, semua bermula dari manusia dan bertambahnya populai yang berarti urbanisasi. Semakin banyak manusia dan urbanisasi akan berujueng pada deforestasi pada hutan. Bahkan, berdasarkan UN Habitat. 1/4 populasi dunia dan 3% penduduk kota di negara berkembang tumbuh di kawasankumuh.

Usaha dan praktik yang banyak dilakukan oleh pemerintah untuk memengurangi kawasan kumuh di kampung-kampung kota. Kebanyakan yang dilakukan adalah dengan program fisik lingkungan, seperti KOTAKU (Kota Tanpa Kumuh), relokasi, dan lain-lain. Mata masyarakat umum menilai bahwa area kumuh disebabkan oleh orang-orang miskin, bukan lingkungan yang rusak dan kumuh. Kemiskinan pun juga timbul akibat adanya ketimpangan ekonomi. Kepemilikantanahdidominasiolehorang-orangkaya.

Padahal, perlu diketahui bahwa orang miskin lah yang paling terdampak climate change, hal mendasar yang bisa kita lihat adalah air yang mahal dan warga miskin tidak mampu mendapatkannya. Perlu dijadikan concern juga bahwa jika kota dibangun terus menerus, kampung kota akan mengalami gentritikasi dan gentrifikasi urban yang menandakan perubahan sosial budaya di wilayah yang tercipta akibat penduduk kaya membeli properti perumahan di permukimanyangkurangmakmur.

Beberapa model peremajaan/revitalisasi kampung kota hingga saat ini adalah rumahderetdanrumahbersama(midrise).

Arsitek “kampung” vs arsitek “kelas atas”

Pada sesi diskusi dan tanya jawab, sebuah pertanyaan terlontar dari teman saya. Hanna, mengenai pendapat Pak Yu Sing terkait arsitek yang cenderung berfokus pada arsitektur untuk kelas atas. Sesuai dengan pembawaan beliau yang santai dan rendah hati, jawaban beliau pun cukup membuat saya terhenyak dan tersentuh. Beliau menjawab ya itulah mengapa Tuhan menciptakan kita sebagai manusia berbeda-beda. Begitu pula peran apa yang ingin dititipkan oleh Tuhan kepada kita. Dan Pak Yu Sing merasa bahwa memang Tuhan menitipkan peran untuk membantu warga miskin pada kehidupanyangdititipkanolehTuhankepadanya.

Jadi, sebenarnya tidak masalah ada arsitek yang memiliki fokus yang berbeda dengan kita. Karena itulah keragaman, itulah perbedaan, dan selama masih bermanfaatbagisesama,mengapatidak?

Arsitek: memenuhi kebutuhan atau keinginan warga?

Sesi diskusi pun berlanjut Kini muncul pertanyaan mengenai sebenarnya saat arsitek masuk kampung, apakah arsitek harus merealisasikan proposal keinginan-keinginan warga ataukah kita perlu menggali sebenarnya apa yang dibutuhkan oleh warga? Hal ini terkait dengan pengalaman kami di Kalicode yang warganya sangat ingin membuat berbagai museum, spot foto, dan kampungwisata.

Pak Yu Sing membuka jawabannya dengan pernyataan bahwa memang sebenarnya yang dibutuhkan kaum marjinal adalah arsitektur yang juga dapat menyokong perekonomian mereka. Tak dapat dimungkiri bahwa kampung tempat tinggal warga adalah pusat kehidupan mereka. Rumah tinggal mereka yang bisa memberikan pemasukan dapat meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Seperti proyek yang pernah dilakukan Yu Sing di Klinik Kopi dan Mikroba Hostel Colodge Dieng. Bangunan bangunan tersebut mampu memberikanmatapencaharianbagipemiliknya.

Namun, sebagai arsitek kita juga harus mengetahui apa kebutuhan dari warga, dan itulah hal yang harus dilakukan terlebih dahulu, ya dapat dibilang sejenis analisis tapak yang dilakukan sebelum memberikan proposal desain. Karena belum tentu yang diinginkan oleh warga adalah kebutuhan warganya itu sendiri.

Customized?: seperti rumah dan baju

Kami pun diberi kesempatan untuk berkeliling studio beliau. Di lahanlahan outdoor beliau, terdapat beberapa prototype microhouse percobaan Studio Akanoma. Microhouse itu pun ditinggali oleh para rekan studio di Akanoma ketika sedang lembur/tidak sempat pulang ke rumah. Rumah-rumah mikro itu pun sudah terbangun di beberapa tempat.

Teman saya pun bertanya kepada Pak Yu Sing. Apakah microhouse itu dapat fleksibel menyesuaikan kebutuhan penghuninya? Bagaimana jika penghuninya ada yang difabel? Dan di studio kami diajarkan bahwa rumah itu sangat unik dan setiap user dapat memunculkan desain yang berbeda-beda.

Pak Yu Sing pun menjawab. Rumah tidak harus customized kok? Coba baju kalian, apakah kalian beli di toko atau customized semua? Tetap bisa dipakai kan bajunya? Ya, sama dengan rumah seperti itu. Namun, dalam tahap pendesainannya juga mengikuti kebutuhan-kebutuhan dasar dan standar yang ada. Untuk furniturnya sendiri juga dibuat bisa ditekok dan dimasukkan serta multifungsi sehingga menghemat space dalam rumah. Tetapi, memang untuk difabel belum bisa. Prototype-prototype ini juga dikembangkan sehingga makin sempurna seiring berkembangnyaprotoyperumahtersebut.

// Jakarta, 14 Juli 2022

Co-Housing Ciliwung, Kampung Tongkol

(ASF Indonesia, KKKAKC & JRMK) (+ Kampung Kerapu dan Lodan)

Komunitas Kali Ciliwung terdiri atas 3 buah kampung, Krapu, Lodan, dan Tongkol. Ketiga kampung ini berada di tepi sungai Ciliwung dan bersebelahan-berseberangan sehingga ikatan antarwarga kampung ini sangat kuat Kampung Lodan ini yang berseberangan dengan kampung Krapu dan Tongkol. Area kampung kota ini memiliki ciriyanghampirmiripmengingat lokasinyayangberdekatan. Kampunginiberdekatan dengan kawasan Kota Tua Jakarta, berdekatan dengan kawasan industri, dan juga sangat dekat dengan pelabuhan. Apabila jalan terus dari Kampung Krapu - Kampung Tongkol - Kampung Kunir - Kampung Akuarium, kita akan berakhir di muara sungai alais kita telah mencapai laut Dan ternyata, semua kampung ini terjalin menajdi satu dan diterbitkan dalam “Kampung Kota Merekam” yang dapat diaskes di https://projectmultatuli.org/wp content/uploads/2022/03/Kampung Kota Merekam FINAL.pdf

Kampung,warga, JRMK,danPemerintah

Waktu-waktu genting perjuangan Kampung Lodan dan Tongkol adalah tahun 2015-2017, tepatnya pada masa pemerintahan Pak Ahok dengan program beliau yang bertajuk normalisasi area tongkol dan sekitarnya. Area kampung yang terlihat oleh publik ingin dibuat tak terlihat oleh publik/pemerintah karena dianggap kumuh Hal hal yang dilakukan adalah pembuatan jarak tanggul ke drainase selebar 5 meter. Pembatasan drainase 5 meter ini membuat beberapa rumah menjadi terpotong lahannya. Namun, warga sukarela untuk merelakan rumahnya terpotong demi menghindari penggusuran yang sempat dilontarkan pemerintah dengan alasan kampungnya yang kumuh danmenajdisumbersampah.

Warga yang telah tinggal 40-50 tahun di kampung itu juga memiliki alasan untuk tetap menetap di area kampung itu, walau lokasi kampung mereka berdekatan dengan kota tua, pusat bahari, dan Fatahillah. Lokasi kampung yang strategis ini menjadi dasar konsep kampung yang diajukan warga ke pemerintah (saat itu Pak Ahok) dan warga bertemu dengan Pak Djarot, tetapi hasilnya masih belum memuaskan. Kampung kampung ini yang dibawahi oleh JRMK (Jaringan Rakyat Miskin Kota) pun mencoba mengajak warga untuk mewujudkan proposal kampung wisata mereka. Warga ingin bertahan di kampungnya dengan

kampung wisata yang menyusuri sungai dengan kapal sembari melewati kampung-kamoung dan area heritage, seperti sungai-sungai yang sudah tertatadiluarnegeri

“Tapi, ya yang terjadi awalnya selalu 3L. Lo lagi, lo lagi, lo lagi,” seloroh Pak Didik selaku narasumber setempat. Memang hal yang kerap ditemui dalam pembangunan berbasis komunitas adalah sulitnya merintis dan mengajak seluruh warga untukberpartisipasiaktif. Untuk menciptakan kampung kota bantaran sungai yang sehat dan tidak kumuh, kampung telah melakukan usaha berupa memasang septictank komunal. Tetapi, kampung tetangga belum semua menerapkan hal yang sama sehingga ketiga kampung ini sering mendapat kiriman dari arah tol, Ancol, dan kampung di bawahkolongjembatan.

Isu penggusuran di ke-3 kampung ini pun menarik perhatian berbagai komunitas dan badan. Akhirnya, kampung ini berdikari dan tumbuh menjadi kampung yang sehat dan tidak kumuh bersama dengan pendamping dari BLH danarsitek,sepertiASF-IDJakarta.

ASF (Architecture Sans Frontieres Indonesia) datang ke Kampung Tongkol untuk membantu warga agar tidak digusur oleh pemerintah. Hal yang dilakukan adalahdenganpendampinganatauasissting.

Dua arsitek dari ASF, Mas Kamil dan Mas Kano, datang untuk membagikan ilmu yang mereka dapatkan selama melakukan pendampingan di kampung ini, terutama mengenai rumah prototype Co Housing Ciliwung yang ada di Tongkol, tepatnya miliki keluarga besar Mbak Ina dan Mas Gugun. Diskusi diskusi sederhana dilontarkan mereka sembari memancing jawaban dari kami. Pertanyaannya cukup sederhana, tetapi terkadang sering kita lupakan atau tersisihkan dalam proses mendesain.

“Apa sih ruangan yang bisa dipake bersama?” kata Mas Kamil. Tidak ada jawaban yang salah, tak ada juga jawaban kami yang disanggahnya dengan merendahkan jawaban kami yang kurang masuk akal. Jawaban kami menjadi diskusi yang cukup interaktif.

saling curiga? Atau bagaimana jika keluarga yang tidak segera mencuci piring sedangkan keluarga lainnya sangat menyukai kebersihan? Bagaimana jika semua keluarga ingin memasak diwaktuyangbersamaan?

Untuk kamar mandi pun juga dihendaki untuk dipisah karena sangat privat dan bagaimana jika alatmandinyatertukar/diambiloranglain?

Ya, terkadang kondisi kondisi mikro sosial psikologis tersebut terlupakan dalam perancangan karena kurang dalamnya proses pendampingan dan pendalaman terhadap kebutuhanusernya.

Rumah prototype ini terdiri dari lantai 1 (batu bata) lantai 2 (batu bata dan bambu), dan lantai 3 (bambu). Pemilihan material ini pun dipilih selain karena murah, mudah didapat, kuat, dan ringan, tetapi juga karena bambu dapat digunakan untuk belajar bersama-sama dengan masyarakat secara komunal.

Dapur ternyata tidak dikehendaki warga untuk bisa digunakan bersama dengan keluarga lain Bagaimana jika nanti bahan makanannya tertukar dengankeluargalain?Jikaadabahanmakananyang hilang, bukannya malah akan memunculkan rasa

Rumah prototype dengan empat unit bangunan yang digabung dalam satu massa bangunan, dan ditempati 7 keluarga ini memiliki ciri yang berjarak 5 m dari batas sungai dan lahan TNI, memiliki kanopi, dan memiliki ruang per keluarga dan ruang gudang di atasnya. Dan yang paling penting, prototype ini menjadi contoh bagi warga lainuntukdiikutisupayatidaktergusur

ASF-IDJakartadanRumahPrototype

WargadanRumahPrototype

Rumah prototype ini dibangun di lahan milik Mbak Ina dan keluarga. Sebenarnya, saat ASF menawarkan siapa yang bersedia untuk rumahnya diajdikan rumah prototype, banyak warga yang enggan karena cukup repot untuk mencari kontrakan, rumahnya harus terpotong 5 m, dan lain-lain. Dan akhirnya suami Mbak Ina, Mas Gugun, dan keluarga bersedia untuk lahannya dijadikanrumahprototypeini.

Untuk awal mula Mas Kamil dan ASF terjun di kampung ini sebenarnya bisa dibilang melalui “orang dalam”, yaitu Mas Gugun yang merupakan teman Mas Kamil dan juga penduduk di Tongkol. Ya, memang cukup sulit untuk menumbuhkan kepercayaan warga kampung untuk percayakepadaorangbarusehinggamemang perluada pendekatantertentu.

Rumah prototype ini dibangun dengan transfer ilmu bersama warga. Bata disusun bersama untuk mengajarkan warga agar mampu memasang bata maupun bambu secara swadaya. Pemasangan atap bambu juga dilakukan bersama-sama dengan warga. Meskipun yang dibangun hanya rumah milik Mbak Ina, warga lain tidak merasa cemburu karena memang rumah prototype ini dibangun bersama sama oleh warga dan pada akhirnya juga memberikan ilmu dan manfaatbagisemuawarga.

Hingga saat ini, hampir semua rumah telah menerapkan kanopi seperti rumah prototype. Namun, belum dengan aspek jarak 5 m yang harus dipotong karena beberapa warga amsih tidak ingin rumahnya menjadi semakin sempit.

KampungdanDindingBelanda

Salah satu konsep yang diusung dalam proposal kampung wisata adalah dinding Belanda yang ada di belakang rumah Mbak Ina. Dan bisa dibilang ini juga yang menjadi sebab kampung ini pernah akan digusur akibat pemerintah yang ingin menjadikan area kampung sebagai area wisata heritage. Namun, jika pemerintah bisa membuat perencanaan, warga yang telah tinggal di sana selama bertahun-tahun tentu lebih paham dengan kondisi kampungnya. Proposal kampung wisata berbasis heritage pundiluncurkankepemerintaholehwargasetempat

// Jakarta, 14 Juli 2022

Kampung Susun Kunir

(ASF Indonesia, KKKPS & JRMK)

Sebenarnya, Kampung Susun Kunir tidak ada dalam daftar destinasi KKA 2022. Namun, ketikakegiatandiKampungTongkol,dariMasKano,MasKamil,danMbakInamengajak kami untuk mengunjungi Kampung Susun Kunir yang sedang dibangun sembari menumpangsolatashardimusholasebelahkonstruksinya.

Kampung ini berjarak sekitar 1 km dari Tongkol dan sangat berdekatan dengan Kota Tua. Banyak Bis bis yang parkir di depan gang masuk Kampung Kunirsembari menunggu penumpangnya yang berwisata ke kota tua. Karena Kampung Susun Kunir masih dibangun, masih dijumpai shelter-shelter yang menjadi hunian sementara para wargaKampungKunirdisepanjanggang.

KampungKunirdanKisahnya

Kampung Kunir dulunya adalah kampung tempat tinggal para hansip Sama seperti Kampung Tongkol, Kampung Kunir juga didampingi oleh ASF, JRMK, dan UPC (Mas Gugun). Namun, nasib Kampung Kunir berbeda dengan Kampung Tongkol. Kampung Kunir sudah sempat digusur pada 27 Mei 2015 semasapemerintahanPakAhok.

Pada masa pergantian gubernur, warga melakukan kontrak politik dengan Pak Anies Baswedan. Pada tahun 2018, ASF membuatkan shelter untuk warga yang tinggal di Kampung Kunir ini. Shelter ini juga difasilitasi dengan kamar mandi serta dapur yang digunakan bersama sama. Ketika shelter ini selesai dibangun, Pak Anies pun datang dan berjanji kepada warga untuk membuatkan Kampung Susun Kunir Kampung Susun Kunir pun dibangun di depan lahan Kantor Kecamatan yang dulunya difungsikan sebagai tempat penampungan sampah. Kampung susun ini direncanakan akan diresmikan olehPakAniespada18Agustus2022mendatang.

Mahasiswa dari berbagai kota, seperti Malang dan Papua, juga membantu proses Kampung Kunir ini. Mereka melakukan bantuasecarapsikologisuntukwarganya.

Lokasi shelter yang berdekatan sekali dengan lokasi pembangunan kampung susun membuat warga mampu memantau proses pembangunan “kampung mereka yang baru”. Dengan begitu, warga tidak akan terlalu merasa kaget untuk berpindah dari rumah petak ke rumah yang cenderung vertikal tersebut. Desain kampung susun juga dibuat oleh warga bersama pendamping ASF, Mas Kamil, sehingga kampung susun itu merupakan hasil jerih payah warga setempat untuk mempertahankan huniannya. Solidaritas dan tekadwargapuntidaksia-sia.

Asa mewujudkan Kampung Kunir yang menjadi sentrakuliner

Lokasi Kampung Kunir yang strategis membuat warga ingin menjadikan kampungnya sebagai tempat yang banyak dikunjungi oleh warga luar. Kampung yang bersebelahan langsung dengan Kota Tua ini ingin dijadikan warganya untuk sentra kuliner. Saat Kampung Susun Kunir selesai terbangun, warga akan meninggalkan shelter shelternya. Shelter shelter itu ingin ditransformasikan oleh warga menjadi stand stand makanan. Dengan begitu, kampung juga dapat menjadi sumbermatapencaharianbagiwarganya.

Saat penggalian, ditemukan beberapa umpak kuno peninggalan zaman penjajahan Belanda di sekitar Kampung Kunir. Hal ini tidak mengherankan karena memang lokasikampungyangdekatdenganKotaTuadan pelabuhan Sunda Kelapa. Untuk mempreserve dan tidak memindahkan umpak dari Kunir, pada perancangan Kampung Susun Kunir pun dibuat ruang khusus untuk galeri umpak kuno tersebut yang ada di basement Ketika kami mendapat kesempatan untuk masuk ke dalam bangunan yang masih dibangun, sudah terdapat lubanglubang di basement untuk meletakkan umpak-umpak tersebut. Untuk pengelolaan Kampung Susun ke depannya juga akan dipegang oleh warga dalam bentuk koperasi yang bernama Koperasi Konsumen Kumir PinangsiaSejahtera.

KampungKunirdanumpakBelanda

GambarRancanganDesainKampungSusunKunirdariinstagramPakAnies

Update Pembangunan melalui Instargram pppooollll

https://www.instagram.com/p/CU uroPPEtH/

// Jakarta, 15 Juli 2022

Kampung Susun Akuarium

(RujakCUS dan Koperasi Konsumen Akuarium Bangkit Mandiri)

Nasib Kampung Akuarium dapat dibilang senasib dengan Kampung Kunir. Warga Kampung Akuarium digusur pada 11 April 2016 semasa gubernur Ahok. Namun, penggusuran yang dilakukan sebenarnya bisa dibilang bukan penggusuran karena tidak sesuai prosedur penggusuran. Hanya ada surat pemberitahuan yang diberikan dalam waktu cepat, lalu warga diminta untuk pindah ke rusun Marunda. Warga Kampung Akuarium tidak mau pindah karena sudah hidup di kampung ini sejak 1970 an. Perekenomianwargajugasudah“cukupstabil”danberbasisdiwilayahtersebut.

Namun, atas perjuangan dan usaha warga bersamapara pendamping, akhirnya hingga saat ini sudah terbangun 2 klaster kampung susun B dan D. Untuk unit A, C, dan E kini sedangdalamprosespembangunan.

Teddy Kusnaedi, warga Kampung Susun Akuarium sekaligus pengawas koperasi dan pembangunan, menceritakan awal mula penggusuran yang terjadi pada 11 April 2016. Yang didapatkan dari pemerintah bukanlah pemberitahuan, sosialiasi dari pemerintah juga tidak jelas. Tiba-tiba warga digusur karena tidak memiliki sertifikat tanah dan disuruh pindah ke rusun Marunda, 28 km dari Kampung Akuarium. Warga yang bermata pencaharian sebagai nelayan, buruh pelabuhan, hingga buruh pabrik ikan menolak penggusuran tersebut karena perekonomian mereka sudah ada di Kampung Akuarium. Memiliki rumah tentu diiringi dengan posisi dan lokasi pekerjaan tersebut. Jika pindah ke rusun Marunda, bagaimanawargadapatmemenuhikebutuhanekonominya?

Warga pun bertahan setelah penggusuran. Namun, penggusuran kedua juga dilakukan dan menggusur 2-3 gubuk. Warga pun bertahandanmelawandengankemampuanwarga.

Setelah pilkada 2017, dilakukan kontrak politik dan warga merasa dimanusiakan karena KTP mereka diaktifkan kembali. Pada 100 hari kerja Pak Anies, warga kampung dibuatkan shelter untuk tempat tinggal yang lebih layak pada 2018. Sebelumnya, semasa Pak Djarot, sempat dicetuskan ide untuk berbagi lahan. Namun, halituternyatatakdapatdilakukan.

Dengan pendampingan dari Rujak, kebutuhan dan keinginan warga diakomodasi dan dirumuskan bersama sehingga memunculkan desain yang mengakomodasi kebutuhan bersama. Namun, perjalanan desain Kampung Susun Akuarium ini tidak semudah itu. Sudah terjadi lebih dari 10 desain yang diajukan dan terjadi perubahan desain karena adanya faktor faktor dan pertimbanganyangmunculditengah.

KisahPenggusurandanPerjuanganKampungAkuarium

Setelah penggusuran, kondisi warga sangat memprihatinkan dan mengundang simpati banyak kalangan. Warga yang tinggal di bedengbedeng triplek pun tidak memiliki akses untuk mendapatkan air hingga makanan. Bantuan-bantuan dari pihak luar pun dihadang oleh satpol PP sehingga tidak bisa diterima oleh warga. Warga di sana pun tidak tinggal diam, mereka bersiasat untuk mempertahankan tanah di Kampung Akuarium.

Rujak yang melihat fenomena penggusuran ini merasa bahwa kejadian ini melanggar hak asasi manusia yang seharusnya mampu memeroleh hunian layak. Hal awal yang yang dilakukan oleh Rujak adalah penyediaan air bersih, sebagaihaldasaryangsangatdibutuhkanwarga.

Lama-kelamaan, Rujak dan warga mempersiapkan apa sebenarnya bentuk rumah yang mereka inginkan, seperti apa kampung yang mereka harapkan, dan semua ini dilakukan dengan desain partisipatif. Warga yang bisa menyampaikan keinginan serta kebutuhannya, sedangkan arsitek pendamping membantu menerjemahkan cerita warga menjadi gambar desain kampung yang diharapkan warga. Warga sendiri mengusung konsep Kampung Susun Bahari Akuarium dan ini diajukan ke pemerintah. Hal ini juga merupakan strategi mensejajarkan warga kampung dengan perencanaan kota. Pemerintah mampu mengusulkan desain, tentu warga jugabisa.

Sitepenuhdengantandatanyakelabu

Penggusuran kampung ini sebenarnya masih penuh dengan keabuabuan. Status lahan warga tidak tahu, pemerintah tidak tahu. Saat pemerintah ditanya mengapa digusur, tidak ada jawaban. RDTR mengatakan bahwa area ini bukanlah area untuk zona hijau sehingga sebenarnya tidak melanggar. Saat dibuka, area ini sebenarnya memungkinkan untuk dibangun hunian tapak maupun susun Oleh karena itu, langkah perjuangan selanjutnya pun diputuskan untuk bertahan di sini mengingat adanya peraturan yang bisa dipegang dan wargayangtelahmenetapdisanasejak1970-an.

Oleh karena itu, “lokasi tetap” merupakan konsep yang dipegang teguh dalam pembangunan kampung. Lokasi bukan hanya membicarakan masalah hunian, tetapi juga berkaitan dengan mata pencaharian, tetangga, komunitas, dan lain-lain yang menjadi jaringan tak terpisahkan. Penggusuran ini bukan hanya pemindahan, tetapi penghilangan komunitas.

Untuk memperjuangakn lokasi yang tetap, hal yang dilakukan adalah menjadi aktif untuk mengajukan proposal desain dari warga sendiri. Hal ini menjadi sangat efektif untuk publikasi dan menyebarlah artikel tentang desain kampung buatan warga. Desain awal pun masih penuh keabuabuankarenatidakadaregulasiapapunyangbisadijadikanpatokan.

AwalRujakdatangmenemaniwargaKampungAkuarium

Konsep selanjutnya adalah tetap adanya ciri khas kampung yang menjadi tempat hidup warga sejak awal. Rumah yang awalnya horizontal di atas tanah tidak bisa dilakukan dalam redesain kampung yang baru karena regulasi yang ada hanya mengizinkan menggunakan 50% sebagai bangunan permukimannya. Otomatis, wargaharustinggaldihunianvertikal4lantai.

Muncul pertanyaan bagaimana agar komunikasi antarwarga tetap bisa terjalin, baik dari lantai 1 hingga lantai 4? Berdasarkan pengamatan warga di rusun rusun yang ada, komunikasi antarlantai sangat sulit dan jarang terjadi dan interaksi hanya ada di lantai masingmasing. Namun, bukan itu hal yang diharapkan oleh warga karena interaksi di gang-gang kampung merupakan ciri kampung yang sudah melekat pada pribadi warga-warganya. Gang dan koridor bukan hanya sebagai tempat bermobilitas, melainkan ruang interaksi komunitas. Oleh karena itu, desain yang dibuat pun menggunakan split level sehingga warga yang akan naik ke lantai atasnya akan tetap bertemu dengan warga di lantaibawahnya.

Ukuran koridor pun tidak dibuat 2 m, melainkan 4 m sehingga mampu mengakomodasi kebutuhan warga kampung untuk duduk duduk, ngemong anak, menaruh furnitur, membuka warung, dan segala bentuk interaksi lainnya. Untuk ciri kampung lainnya adalah menggunakan atap pelana miring yang menjadi ciri rumah.

Bisa dikatakan bahwa interaksi di kampung adalah hal substansial pada kampung. Tidak adanya interaksi sosial di rusun rusun bahkan mampu menimbulkan hal negatifsepertiprostitusihinggabunuhdiri.

Kampungsusun,bukanrumahsusun

Regulasibaru=desainbaru

Adanya regulasi baru, membuat desain yang telah dibuat harus direvisi menyesuaikan dengan regulasi yang ada. Desain awal adalah 9 unit, tetapi karena terlalu mahal akhirnya 7 klaster. Lalu muncul peraturan jarak antarbangunan akhirnya menjadi 5 klaster. Lalu muncul peraturan gedung DKI Jakarta yang mengharuskan memiliki 2 tangga darurat dan jika dipasang di 2 tangga darurat di masing-masing klaster, bangunan jadi isinya tangga semua. Akhirnya untuk memenuhi regulasi tersebut, 2 klaster digabungkan dengan jembatan sehingga 2 bangunanberbedadapatmenggunakantanggadarurat yangsama.

Tidak berhenti di situ. Tiba-tiba tim cagar budaya menggali lokasi kampung saat sedang dibangun dengan alasan adanya umpak Belanda sehingga tidak bisa dibangun. Lokasi Kampung Akuarium yang strategis jadi bisa dibilang penuh potensidan“keapesan”.

Partisipasiaktifwargasebagaikuncikeberhasilanpembangunan

Kampung Akuarium yang menjadi Kampung Susun Bahari Akuarium merupakan hasil perjuangan warga yang sebenarnya bisa dikatakan angan-angan yang secara ajaib benar-benar terwujud. Perjuangan yang menguras emosi dan energi warga ini menjadi bukti bahwa partisipasi aktif warga mampu membawa keberhasilanyangmanisbagimerekasendiri.

Partisipasi warga tidak berhenti sampai di penyerahan proposal desain ke pemerintah Warga Kampung Akuarium ikut memantau pembangunan kampung mereka. Jika ada yang tidak sesuai dengan gambar yang mereka buat, warga juga menegur tukangnya dan bertanya. Salah satu kasus yang pernah terjadi adalah pemasangan roster yang malah dipasang penuh oleh tukang yang memasangnya. Warga yang ingin memiliki balkon dengan pemandangan pelabuhan pun merevisinya on site dan sekarang mereka telah memiliki balkon dengan roster yang berbeda pada masing-masing unit rumahnya dan memiliki aksesviewuntukmelihatkelaut.

Warga juga menjalin kekerabatan yang baik dengan tetangganya. Mengingat kampungsusuninivertikaldanmemilikibanyaktangga,wargadengankesadaran masing-masing selalu mengetahui kondisi tetangganya. Apabila ada tetangga yang sakit/lansia, tetangga tersebut akan dialokasikan ke lantai terbawah (bertukarunitrumah).

Untuk pengelolaan Kampung Susun Akuarium ini pun dilakukan oleh koperasi yang beranggotakan warga kampung itu sendiri. Dengan begitu, warga memiliki rasa tanggung jawab dan memiliki atas bangunan kampung susun ini. Koperasi ini juga memberikan tunjangan ekonomi bagi warganya. Koperasi ini juga memilikilaundrydanseringmendapatpesananmakananbox

Rekamanjejakperjuanganwarga

Perjuangan warga yang tidak mudah ini pun menjadi sejarah tersendiri yang akan selalu melekat dalam memori warga. Memori ini pun dituangkan oleh warga dan Rujak di sebuah ruang lantai 1 yang menjadi museum perjuangan warga. Sekarang pun ruangan tersebut sudah bisa dikunjungi dan terpasang lembaran kertas berisi sejarah serta foto-foto perjuanganwarganya.

Dari kebutuhan warga, untuk kebutuhan warga

Perlu ditekankan lagi bahwa kunci rasa kepemilikan dan tanggung jawab atas bangunan ini tertanam pada diri warganya karena mereka yang berjuang, mereka yang mengurus kampung ini, dan mereka yang menggunakan kampung ini Warga pun melihat langsung serta memantau langsung proses pembangunannya sehingga warga akan selalu merawat kampung dengan setulus hati.

Koperasi warga pun yang melakukan maintenanceterhadapbangunanini.

KampungAkuarium

Kunjungan ke kampung akuarium ini membuat saya berkaca kaca, bahkan masih membekas hingga 3 minggu setelah kunjungan. Melihat dan mendengar langsung dari warga membuat mata saya terbuka betapa sulitnya kaum underprivileged classes untuk hanya mendapatkan haknya untuk bermukim. Senyum Pak Topas di update instagram milik Kampung Akuarium juga membuat saya kembali berkaca-kaca. Perjuangan Pak Topas dan warga lainnya kini sudah mampu membuat mereka tersenyumbahagiadanpenuhsemangat

Dan terima kasih, Pak Topas, Rujak, dan

// Yogyakarta, 17 Juli 2022

Paguyuban Kalijawi dan Arkom

Kampung Sorowajan

KalijawidanKeamananBermukim

Komunitas Kalijawi terbentuk dari berbagai kelompok warga yang tingal di bantaran Kali Gajahwong dan Kali Winongo. Hingga sekarang, sudaha ada sekitar 23 kelompok ibu-ibu yang tergabung dalam Kalijawi. Kelompok-kelompok Kalijawi ini menjadi sebuah jaringan aktif yang mencari permasalahan dan solusi bersamasamademikesejahteraandankemajuananggota-anggotanya.

Permasalahan mengenai status lahan adalah hal yang paling kerap ditemui warga Kalijawi mengingat warga yang tinggal di sepanjang bantaran sungai. Beberapa status lahan yang ada di Yogyakarta adalah tanah kas desa, wedi kengser, indung, sultan ground, dan pakualaman ground. Permasalahan ekonomi pun juga ditemui mengingat banyak keluarga yang bekerja secara ilegal, seperti tukang parkir dan tukang batu. Selain itu, sanitasi, sampah,dankesehatanjugamenjadiconcernpadakomunitasini.

Pada dasarnya, semua diskusi dan perkumpulan yang dilakukan oleh Paguyuban Kalijawi bertujuan untuk mencapai keamanan bermukim. Warga di bantaran sungai Gajahwong dan Winongo merasa terancam karena area bantaran sungai mulai dilirik oleh pengusaha kafe dan restoran karena sungai yang sekarang sudah bersihdantertatadianggapdapatmenjadinilaiplususahamereka.

ProgramPenataanKampung

Anggota paguyuban yang menabung Rp2000 setiap harinya lamalama terkumpul menjadi banyak dan masuk ke dalam DPK (Dana Pembangunan Komunitas). Dana ini digunakan untuk merenovasi rumah dan juga simpan pinjam dengan alokasi seperti untuk kesehatandanpendidikan.

Prohram penataan kampung terkait resposns kebutuhan akibat COVID-19, paguyuban Kalijawi membuat keran komunal dan rumah sehat adaptif. Rumah sehat adaptif ini dilakukan pada rumah rumah warga yang memang belum memadai dalam mencapaisirkulasigerak,sirkulasiudara,dansirkulasicahaya.

Penataan kampung kota juga dilakukan pemerintah. Namun, program rumah untuk MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah) yang katanya ditujukan untuk kaum marjinal tetap saja tidak bisa diakses dengan mudah oleh oleh MBR. Persyaratan rumah untuk MBR yang mewajibkan warga memiliki slip gaji untuk mengakses privilege tersebut. Padahal, warga marjinal di Kalijawi lebih banyak yang berprofesi secara informal, seperti tukang parki dan buruh lepas,sehinggatidakmemilikislipgaji

TigaBencana

Keamanan bermukim warga tidak hanya terancam akibat adanya benacana alam. Bencana dari regulasi dan investor yang kerap mengincar warga bantaran sungai. Rasa was was pun kerap menghantuiwargaKalijawi.

Hal utama terkait bencana yang diutamakan oleh komunitas Kalijawi adalah tentang resiliensi. Warga harus bertahan di tempat tinggal masing-masing. Untuk hal non arsitektural, juga beberapa dapatdiselesaikandeganteknologi .

Ibu-ibutangguh

Paguyuban Kalijawi memang didominasi oleh ibu-ibu saja. Hal ini dibentuk sedemikian rupa bukan tanpa alasan. Ibu-ibu dinilai luwes dalam mengelola waktu, lebih grapyak atau luwes dalam berkomunikasi dengan orang-orang baru, dan lebih mengetahui segala permasalahan mikro maupun makro yang dialami oleh keluarga masing-masing. Ibu-ibu pun juga lebih detail dalam m e m b u a t p e re n c a n a a n ka re n a s e m u a a s p e k a ka n dipertimbangkan, seperti kebutuhan ramp bagi lansia yang terkadangtidakterpikirkanolehbapak-bapak.

Paguyuban ini juga memberikan ruang bagi ibu ibu dalam pembangunan kampung. Inilah poin utama mengapa ibu-ibu yangberpartisipasiaktifdalamPaguyubanKalijawi.

Banyak pelatihan maupun upgrading yang ditawarkan oleh pihak luar ke Kalijawi berupa pelatihan skill baru. Namun, bukan itu yang dibutuhkan oleh warga. Warga Kalijawi lebih membutuhkan pelatihan yang dapat meningkatkan kapasitas diri, bukan menambah kapasitas. Warga pun juga harus mengetahui apa yang sebenarnya menjadi kebutuhan mereka. Kebutuhan yang terpenuhi akan lebih menaikkan kapasitas dan kemampuan warga itu sendiri dan akan berdampak baik pada peningkatan ekonomi warga.

KelompokdanEdukasi,KebutuhandanKeinginan

Sorowajan yang berdiri sejak 1999 sebenarnya merupakan kampung yang cukup kecil, tetapi memiliki ikatan kekerabatan yang kuat. Hampir semua keluarga megikuti Paguyuban Kalijawi. Tanah kampung ini berstatus kas desa. Warganya pun bukan berasaldarikampungtersebut,melainkanpelakuurbanisasi.

Penduduk kampung ini secara garis besar berpekerjaan nonformal seperti buruh harian lepas, tukang, dan lainnya. Hanya sekitar 10% yang memiliki pekerjaan sebagai pegawai tetap. Oleh karena itu, kampung ini cukup ramai di waktu waktu senggang karena banyakwargayangtidakbekerjasesuaijamkerjakantoran.

Anak-anakpunjugacukupbanyakdikampungini. Seperticirikhas kampung lainnya, gang menjadi ruang interaksi utama bagi warganya. Anak-anak menjadikan gang sebagai tempat bermain, ibu-ibu menjadikan gang untuk duduk duduk sembari melakukan pekerjaan rumah tangga, bapak bapak pun menjadikan gang untukbercengkeramadiangkringanyangada.

Ukuran kampung yang cukup kecil dan sudah padat, membuat warga belum terfasilitasi secara penuh. Ruang yang padat dan lahan terbatas membuat warga belum memiliki ruang komunal untuk melakukan rapat maupun sekadar berkumpul. Lahan-lahan yang tersisa pun sudah masuk ke area sempadan sungai yang tentu tidak bisa dibangun. Namun, secara alami warga mampu beradaptasi di ruang-ruang kosong seperti gang yang menjadi tempatinteraksidanpertemuan.

Kampung Sorowajan

Kampungdengan44KK Kebutuhanakanruangpertemuan

Di belakang kampung, terdapat sebuah embung berukuran sedang yang digenangi air dan diisi dengan ikan-ikan. Embung yang dulunya sawah ini dijadikan tempat budidaya ikan pada awalnya. Namun, tiba tiba tanggilnya rembes dan jebol sehinggamuncullahembungitu.

E m b u n g d e n g a n j a l a n s e t a p a k y a n g mengelilinginya pun menjadi tempat warga berkumpul dan bermain. Di sisi dekat jembatan buntu pun dimanfaatkan oleh warga untuk berternak lele, ayam kampung. Warga lain pun jugaadayangberternakikanhiasdirumahnya.

Embung ini diangan-angankan oleh warga untuk menjadi tempat wisata yang juga melibatkan warganya dalam pengelolaannya. Wisata embung diharapkan dapat menjadi penunjang perekonomian warga dengan membuka warungwarungdisekitarnya.

Melihat kondisi embung itu, sebenarnya embung bisa dimanfaatkan sebagai wisata pemancingan danedukasimelihatadanyawargayangberternak di area itu. Kali yang cukup bersih dan berarus juga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan outbond anak-anak yang sederhana. Namun, yang perlu diutamakan adalah adanya pendampingan warga dan pembangunan yang melibatkan warga. Hal ini menjadi penting mengingat pendampingan warga dapat membuat warga semakin tergerak untuk menghidupkan fasilitas baru yang terbangun, untuk memanfaatkan secara penuh, dan untuk merawatnya sepenuh hati sehingga tidakkembalimenjaditempatyangkumuh.

Embungkebangganwarga

Kesimpulan

IndikatorUnderprivilegedClasses

Underprivileged classes memiliki beberapa kriteria berikut

1. Tinggal di area/lahan yang semula bukan dimiliki oleh warga secara formal, baik di bantaran sungai maupun area yang dibilang kumuh

2. Memiliki pekerjaan yang nonformal/ilegal yang tidakmemungkinkanuntukmemilikislipgaji

3. Fleksibel atas ruang ruang terbatas dan mampu memanfaatkan ruang gang sebagai pusatinteraksi

4. Dapat berswadaya dan bergotong royong untukmencapaikehidupanlayakbersama

5. Memilikiketerbatasandalamperekonomian

6 Sering mendapatkan bencana alam, regulasi, dan investor mengingat lokasi kampungnya yang terletak di bantaran sungai, dekat laut, dan lain-lain

Cara untuk keluar dari titel underprivileged classes

1. Kegiatan pendampingan dan upgrading kapasitas (kemampuan) warga sehingga warga dapat lebih mandiri dan tidak membuat kampungkumuh

2 Adanya bantuan dari pemerintah terkait sanitasikomunalsertadrainaseyangbaik

3. Adanya desain partisipatif yang dilakukan oleh warga kampung setempat bersama arsitek pendamping untuk memenuhi kebutuhan warga

4 Menjadikan warga kampung sebagai pengurus

dari bangunan yang dibuat secara koperasi sehingga warga dapat memiliki rasa tanggung jawabdanmemilikibangunantersebut

5. Membuat permukiman underprivileged classes yang mengikuti regulasi dan aturan pemerintah setempat sehingga tidak mendapatkan ancamanpenggusuran

Perankomunitasdanpemerintah

1. Komunitas arsitek dapat m elakukan pendampingan untuk mewujudkan desain sesuaidengankebutuhandanharapanwarga

2. Komunitas dapat membantu warga untuk mengadvokasikan/melakukan kontrak politik kepadapemerintah

3. Komunitas dapat membantu underprivileged classes untuk mempertahankan lahannya dengan membantu pendampingan dan pembuatan konsep yang diajukan ke pemerintah

4. Komunitas warga sendiri dapat berswadaya untuk mewujudkan kampung mereka dengan membangun bergotong royong, merawat bangunan, dan menjadikan kampung sebagai tumpuanekonomi

5. Komunitas warga kampung memiliki ikatan kekerabatan yang kuat membuat kampung dapat saling membantu, saling berkeluh kesah, danmengertikondisiantartetangganya

Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.