Economica Edisi 67, Mei - Juni 2014
papers Perempuan di Ranah Politik
Peningkatan Koefisien Gini: Realita yang Tak Dipedulikan
Mahasiswa dan Partai Politiknya boeconomica
B.O Economica
boeconomica.org
bit.ly/ep67
Navigasi EDISI 67 MEI - JUNI 2014 DARI REDAKSI
B
anyak yang ber k ata bahwa mahasiswa adalah ujung tombak perubahan suatu bangsa. Hal ini terbukti di beberapa peristiwa besar baik di dalam maupun di luar negeri yang tak lepas dari campur tangan peran mahasiswa. Di Indonesia, peran mahasiswa bahkan cukup besar, terlebih dalam pergerakan politik di lingkungan kampus. Mahasiswa memegang peran penting dalam puncak pesta demokrasi. Kaderisasi oleh partai-partai politik terhadap mahasiswa sudah tidak jarang lagi ditemukan di berbagai universitas. Lalu, seberapa besar peran mahasiswa sebagai kader partai? Apakah mahasiswa menjadi kader karena sesuai dengan ideologi ataukah sekadar tergiur dengan manfaat yang akan diterima ketika menjadi kader? Seberapa sukseskah partai politik dalam menancapkan pengaruhnya dalam lingkungan mahasiswa? Pentingkah mahasiswa belajar politik? Dalam Economica Papers edisi ini, tim redaksi menelisik keterkaitan mahasiswa dan politik di masa pesta demokrasi ini yang disajikan secara komprehensif dan menarik.
ESAI DALAM GAMBAR 3| Look Closer!
TULISAN UTAMA 5| Kursi Mahasiswa Dalam Partai Politik Masihkah mahasiswa harus netral dalam panggung partai politik nasional?
EKONOMIKA 7| Peningkatan Koefisien Gini: Realita yang Tak Dipedulikan Ketika isu ketimpangan belum menjadi prioritas dalam sebuah kebijakan
Selamat Membaca, Pemimpin Redaksi
DIALEKTIKA 9| Perempuan di Ranah Politik
KONTAK KAMI Badan Otonom Economica Gedung Student Center FE UI Lt. 1 Kampus Baru UI, Depok
Keterwakilan dan peranan perempuan di ranah politik negeri ini.
@BOEconomica Twitter B.O Economica Facebook boeconomica@live.com E-Mail
Sekertariat Umum (021) 7865084 Editorial 0812 1394 4383 Iklan dan Pemasaran 0857 366 866 40
Website http://boeconomica.org/
Economica
IGAUAN 11| Ibu, Kenapa Aku Dibuang? Meski terlahir dari keluarga yang bukan kutahu sebagai keluarga asliku saat ini, aku tetap mensyukurinya.
papers
Penerbit Badan Otonom Economica Penasehat Pribadi Setyanto Penanggung Jawab Pengurus Inti BOE FE UI Pemimpin Organisasi Fahmy Fil Ardhy Nuwantara Pemimpin Umum Yuanita Intan Pemimpin Redaksi Insani Arif Situmorang Redaktur Pelaksana Jeffry Fauzan Sirkulasi, Iklan dan Pemasaran Yuanita Intan Tata Letak dan Produksi Biro Ecomedia Ilustrator Umda Nafida Yasin
EPISIKLUS 13| Pemilu: Harapan Rakyat Untuk Bangsa Pemilu dan pemimpin idaman versi mahasiswa Universitas Indonesia..
Pengurus Inti: Fahmy Fil Ardhy Nurwantara (Ketua Umum), Ivan Indrawan (Sekretaris Umum), Monica Ayu Danastri (Bendahara Umum) | Internal Audit: Ahmad Faritz, Bastian Nugraha Sirait, Dinar Ratih Tanjungsari | Divisi Penerbitan: Yuanita Intan Setyorini (Kepala), Insani Arif Situmorang (Pemimpin Redaksi Economica Papers), Dina Amalia Puspa (Pemimpin Redaksi Majalah Economica), Luqman Hakim (Pemimpin Redaksi Online), Bories Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Parningotan Manurung, Andreas Aditya Mahendra, Annisa Maghfira, Jeffry Fauzan, Lukman Edwindra, Muchamad Rudi Kurniawan, Syapira, Fikri
Economica BADAN OTONOM
Muhammad, Reza Adji Budiman, Rika Sitorus, Ruth Artia Heldifanny, Muhammad Faathir, Olga Stephiana, Jeniffer Yolanda S, Bertha Fania, Ibrohim Abdul Halim | Divisi Penelitian: Irfany Ulfah Tri Phalita (Kepala), Agnestesia Putri Aryani (Wakil Kepala), Shafia Shaliha Ansor Arifai, Elvia Sumayastra, M. Helmi Riyandanu, M. Ridho Ramadhani, Usadhi Lakshmi Iswari, Wignyo Parasian, Dimas Muhammad Anwar, Felicia Joe, Gorys Siborutorop, Indira Nadia Rachel Simanjuntak, Kevin Pratama Jeffrey, Novani Karina Saputri, Rilin Purwati, Syahrina Mazaya | Divisi Kajian: Ragil Caitra Larasati (Kepala), Muhammad Iqbal (Wakil Kepala), Jalu Dibyo Sanwasi, Leonardo Hamonangan, Essensia Kasih, Kelvin Wijaya, Muhammad Hazmi A. S, Adimas Rakhmanto, Aditya Andika Putra, Adry Gracio, Lourentius Dimas, Patricia Prima Kirana | Divisi Proyek: Genio Bian Treba Alifianda (Kepala), Amalina Nurdeanty (Wakil Kepala I), Aisyah Suci Kirana (Wakil Kepala II), Anna Christmas Irianto, Citra Rufina Pradhita, Fahrana Amelia, Ninda Martha Prawati, Samuel Anugerah P, Emma Almira Fauni, Grace Priscilla Siahaan, Herjuno Bagus Wicaksonoputro, Irene Tamara, Iqbal M. Taher, Salma Amelia Dina, Wildan Syahid Nurulloh | Biro PSDM: Vanya Asty Novitasari (Kepala), Adrian M. Priyatna (Wakil Kepala I), Ita Alvionita (Wakil Kepala II), Joshua Dipatama, Adelita Rizki Wulandari, Ahmad Fajrul Falah, Nabila Ismail, Naula Kamila, Nurul Fajriati, Rachmah Pradyna | Biro Hublu: Sarah Jessica Hutapea (Kepala), Zehan Pricilia (Wakil Kepala), Surya Aditama Mahardika, Anggita Aisha, Chairina Vania Wardhani, Hana Rakhma Arimbi, Urbanus G T Parhusip, Astrid Amalia Suntoro, Aloysia Gita Puspa Diorika, Galih Albin, Hilda Kurniawati, Rahmawati Galih Syarafina | Biro Ecomedia: Ismi Tamara
(Kepala), Muhammad Dwi Nugraha (Wakil Kepala I), Gavrilo Sinaga (Wakil Kepala II), Mutiara Audita, Taftazani Aulia, Gumanti Oloan Simbolon, Ida Ayu Marina Clara, Tari Ustami, Trias Bintang Chatulistiwa, Umda Nafida Yasin
ECONOMICA PAPERS
Esai Dalam Gambar
Tumpuk batu sembunyi tangan. Sudah hampir setahun tumpukan batu kerikil terbengkalai di sisi kiri jalan raya depan markas Menwa - bentuk sebuah niat memperbaiki jalan yang tak urung juga dilaksanakan. Sementara jalanan kian rusak dan bisa membahayakan. Mau sampai kapan? Foto dan narasi : Ruth Artia Heldifanny
EDISI 67 mei - juni 2014
3
4 ECONOMICA PAPERS
EDISI 67 mei - juni 2014
Wasit Garis Perubahan Status UI: Pergantian Topeng Semata?
S
ebagai kaum intelektual, mahasiswa termasuk kalangan yang berpandangan pesimistik terhadap partai politik. Pandangan tersebut merupakan hasil refleksi atas kinerja partai politik yang dianggap mengecewakan. Realitas parpol yang sarat dengan nuansa pragmatisme bukan merupakan lahan persemaian idealisme yang tepat. Maka menjadi wajar jika seorang mahasiswa yang masuk ke dalam partai politik sering dipertanyakan idealismenya. Pandangan ini kemudian berkembang biak melahirkan norma sosial bahwa seyogyanya mahasiswa menjaga jarak dari parpol mana pun. Pasalnya, mahasiswa dipercaya sebagai golongan tengah yang tidak terkontaminasi oleh kepentingan apapun sehingga mampu mengomunikasikan kebutuhan masyarakat lapis bawah dengan pemerintah dan para pemilik modal. Menjadi masalah ketika amanah tersebut telah ternodai dengan substansi suatu kelompok yang kita kenal dengan partai politik. Pada akhirnya, pilihan oposisi yang selalu mengkritisi drama politik bangsa ini menjadi suatu label yang melekat erat. Pertanyaannya sekarang, apakah label tersebut sungguh menjadi harga mati bagi mahasiswa, khususnya mereka yang menomorsatukan idealisme? Perlu ada suatu perubahan paradigma berpikir disini sebagai dasar pijakan bersikap yang jelas. Idealisme bukanlah suatu paham yang bisa serampangan dipandang hilang ketika tergabung dalam suatu poros politik. Bahkan ekstrimnya, idealisme juga tidak perlu diagungkan sebagai suatu hal yang suci atau sebagai jalan keluar atas permasalahan Nusantara. Terlepas dari itu, sesungguhnya adalah hak dari setiap warga negara untuk berserikat dan berkumpul termasuk dalam suatu parpol. Sebagai individu yang memiliki hak berpolitik, mahasiswa sesungguhnya telah menjadi salah satu harapan bangsa lewat perubahan nyata di dalam dunia politik. Bahwa ketika zaman memang sudah jenuh dengan anak muda yang turun ke jalan lalu pulang dengan memar, ketika beragam tulisan ilmiah dan non ilmiah mahasiswa hanya menjadi wacana perhatian pemerintah, rasa-rasanya mahasiswa perlu berlaku setingkat lebih berkelas, yakni dengan bertindak langsung sebagai politisi. Satu hal yang pasti, ranah akademis seperti kampus harus dibersihkan dari bau sampah politik. Mahasiswa yang telah menjadi kader partai selayaknya tidak membawa kepentingan partainya di dalam kampus. Lebih lagi, tidak diperkenankan menjadikan organisasi intra kampus tempatnya bernaung berafiliasi dengan partai politiknya. Adalah tugas kita bersama untuk menjaga dan mengontrolnya
Ivan Indrawan adalah mahasiswa jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi UI angkatan 2011. Ia menjabat Sekretaris Umum Badan Otonom Economica masa kepengurusan 2014/2015.
Otonomi Pengelolaan dalam Statuta UI
M
asih segar di ingatan kita, beberapa waktu yang lalu seorang tokoh yang telah diusung menjadi calon presiden, ditolak oleh mahasiswa (dengan demonstrasi) untuk masuk dan berbicara di suatu kampus ternama di Indonesia. Tak pelak kejadian tersebut ramai menjadi perbincangan di sebagian kalangan mahasiswa. Salah satu opini yang bergulir adalah organisasi mahasiswa di kampus tersebut dikendalikan oleh para mahasiswa yang terafiliasi dengan suatu partai politik. Benar atau salah opini tersebut tentu tidak akan saya simpulkan di tulisan ini. Hal yang selalu menarik untuk diperbincangkan adalah tepat atau tidaknya (gerakan) mahasiswa berafiliasi dengan suatu entitas politik. Sebagian dari kita berpendapat (gerakan) mahasiswa harus netral dan tidak melibatan diri pada suatu partai/ golongan politik tertentu. Didasari kekhawatiran gerakan mahasiswa akan disandra kepentingan politik eksternal dan keyakinan bahawa institusi akademik (kampus) harus bebas dari berbagai urusan politik praktis. Argumen tersebut diperkuat dengan image partai politik di Indonesia yang penuh intrik, haus kekuasaan, korupsi dan berbagai hal buruk semacamnya. Sebagian lainnya berpendapat, sebagai aset intelektual bangsa, mahasiswa tidak boleh apolitis dan menutup diri dari realita sosial-politik yang ada. Ada juga yang berpendapat masuknya partai politik di kampus adalah sarana pembelajaran politik yang tepat bagi mahasiswa. Kaderisasi partai politik di kalangan mahasiswa juga bisa dipandang sebagai proses penyiapan intelektual muda untuk memainkan peran-peran strategis bangsa di masa depan. Bagi saya bukan hal yang salah jika mahasiswa memilih untuk netral, punya preferensi politik ataupun berafiliasi dengan entitas politik tertentu. Asalkan sikap politik tersebut didasari dengan pemahaman dan tanpa bersembunyi dibalik netralitas palsu. Kampus sebagai institusi akademik tentunya harus netral dari kepentingan politik praktis. Tetapi mahasiswa sebagai insan terdidik sewajarnya memiliki sikap politik yang cerdas, apapun itu. Cepat atau lambat apapun sikap politik kita sebagai mahasiswa, kita akan berhadapan dalam realita politik yang sesungguhnnya dan di kampus-lah kita belajar untuk menentukan sikap politik kita.
Muhammad Zaky Abdullah adalah mahasiswa jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi UI angkatan 2011. Ia menjabat Wakil Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa FE UI masa kepengurusan 2014/2015.
ECONOMICA PAPERS
EDISI EDISI6762meiSEPTEMBER - juni 20142013
Tulisan Utama Ilustrasi: Ecomedia BOE
Kursi Mahasiswa Dalam Partai Politik -
Oleh: M. Rudi Kurniawan, Jeffry Fauzan, Bories Parningotan, Muhammad Faathir
Pesta demokrasi, pesta bonus demografi, serta pesta strategi di tahun 2014 membuat sibuk kalangan elit politik dalam meramaikan Pemilihan Umum 2014. Bijakkah jika mereka “berbagi� kesibukan dengan mahasiswa?
R
angkaian Pemilihan Umum 2014 meninggalkan satu acara puncak dari pesta demokrasi Indonesia ini. Pemilihan Umum Presiden yang dicanangkan akan dilakukan pada 9 Juli 2014 mendatang merupakan titik kulminasi pesta demokrasi. Di media massa, berbagai partai politik seolah kebakaran jenggot mempersiapkan kadernya untuk menduduki posisi nomor satu di negeri ini. Berbagai upaya nampak jelas mereka ambil, mulai dari yang repot memilih calon dari kader partainya masingmasing, sampai yang berlari sempoyongan mencari rekan koalisi. Kesibukan tersebut berawal dari Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) 9 April yang lalu. Di dalam Pemilu 2014, khususnya yang telah terjadi pada Pileg, partai politik dalam menjalankan strateginya dituntut mampu untuk memakai bonus demografi. Pada tahun ini, porsi pemuda lebih besar dibanding pada Pemilu 2009 silam. Tahun ini hampir 30% yang memiliki hak pilih adalah pemuda. Salah satu komposisi penyusun pemuda, mahasiswa, memungkinkan untuk turut diajak dalam meramaikan pesta demokrasi ini. Peran Mahasiswa UI Dian Setyowati, Ilmu Kesejahteraan Sosial 2009, mengatakan bahwa dalam Pileg kemarin, dia menjalankan aktivitasnya
sebagai Kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Dian sering membantu berbagai program-program PKS, namun belum memegang kartu anggota. Dian belum mengurus kartu anggota walaupun beberapa rekan-nya telah memiliki kartu keanggotaan PKS. Tercatat aktif sejak menjadi mahasiswa baru di UI, Dian juga turut meramaikan Pileg 2014. Dia melakukan beberapa riset kajian dan kebijakan untuk kepentingan PKS. Dalam akun twitternya, Dian juga beberapa kali berkicau yang secara implisit mengarah pada nilai maupun kepentingan PKS. Selain akun pribadinya, Dian juga diamanahkan untuk mengelola twitter PKS Depok. Berlanjut ke Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang juga memiliki teman mahasiswa, namun kali ini bertindak sebagai salah satu simpatisan, yaitu Kunto Hedi Nugroho, Kriminologi 2010. Ia menyatakan bahwa dia memiliki ketertarikan pada partai berwarna dominan hijau ini sejak melangkahkan kaki sebagai mahasiswa baru UI. Saya diminta untuk menjalankan beberapa acara seremonial seperti seminar, diskusi, demonstrasi, dan sebagainya, jelas Kunto mengenai peran riilnya di dalam UI. Dalam menjalankan aktivitasnya tersebut, Kunto memberi keterangan bahwa hanya dia yang memiliki almamater UI dalam tim tersebut.
Selain mereka, berawal dari magang jurusan untuk Anggota DPR Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDI-P), Gusti Raganata menjadi simpatisan partai merah ini. Mahasiswa Ilmu Politik 2010 ini menyatakan dirinya bukan sebagai kader maupun anggota PDI-P. Preferensi saya saat ini memang PDI-P, tapi (preferensi) itu masih bisa berubah, ujar Gusti. Ia bekerja sebagai tim sukses Arif Budimanta, fraksi PDIP komisi XI periode 2009-2014, yang kemudian mencalonkan diri pada Pemilu kali ini untuk Dapil III Bogor-Cianjur. Tugas yang diembannya meliputi membuat kajian-kajian di komisi XI pada saat magang, dan turun ke dapil Arif Budimanta untuk mengantongi aspirasi masyarakat mengenai apa saja kebutuhan Dapil III tersebut dan mewujudkannya. Berbagi Keuntungan Dian, saat ditemui, berujar bahwa ada tiga alasan mengapa dirinya memilih PKS sebagai tempat untuk memperjuangkan aspirasi politiknya. Alasan tersebut adalah kesesuaian ideologi, kesamaan konsep Negara Islami dan background PKS sebagai gerakan sosial keagamaan paling modern dan cepat dalam hal pengaderan. Dian menemukan kecocokan tersebut pada Tahun 2009, saat masih menjadi mahasiswi tingkat pertama dan pendirian tersebut menguat
5
6 ECONOMICA PAPERS
EDISI 67 mei - juni 2014
Menurut saya, bukan hal tabu kalau mahasiswa memiliki preferensi politik. Tidak harus netral. Mahasiswa netral itu kan pendekatan tahun 1960. Kalau sekarang, kita bebas memiliki preferensi, ujar Reni.
semasa masih menjabat sebagai Deputi Kastrat SALAM UI 2012. Dian melihat bahwa PKS merupakan parpol yang paling gencar dalam memperjuangkan berbagai kebijakan yang berbau keagamaan. Dian merasa bahwa dengan terjun dan memberi kontribusi ke dunia politik melalui parpol, maka mahasiswa secara langsung sudah berkontribusi kepada negeri. Meski begitu, ber-kontribusi melalui ranah politik diakuinya tidak mudah. Hingga kini Dian merasa belum bisa memberikan kontribusi ke PKS di ranah kebijakan. Di luar perspektif kontribusi, manfaat lain yang diperoleh adalah mahasiswa menjadi lebih paham terhadap seluk-beluk budaya dan program politik yang sebenarnya. Di waktu lain, dalam keramaian Kantin FISIP, Gusti juga memberikan alasannya. Ia memutuskan PDI-P sebagai partai pilihan untuk menghabiskan waktu dan tenaganya karena PDI-P terbuka untuk pemuda. Selain itu, tokoh politisi dari partai selain PDI-P tidak ada yang menarik perhatiannya. Namun, bukan semata karena Jokowi saja ia memilih PDI-P, tetapi juga banyak tokoh PDI-P lain yang menurutnya bagus seperti Budiman Sujatmiko, Ganjar Pranowo, Pramono Anung, dan sebagainya. Dalam beberapa peran yang telah dituturkan, tentu ada imbal balik antara simpatisan atau kader dengan partai tersebut. Gusti menjelaskan bahwa manfaat yang diperolehnya selain besaran nominal rupiah yaitu kesempatan menerapkan ilmu, memiliki jaringan ke berbagai orang atau institusi, serta dapat belajar mengorganisir masyarakat. Di lain sisi, PDIP tentu saja juga diuntungkan karena elektabilitasnya bisa naik, serta memperoleh manfaat berupa tambahan kajian-kajian dan masukan kebijakan tertentu. Terkait masukan kajian dan kebijakan sebagai keuntungan partai yang mendapat bantuan dari mahasiswa, Dian membenarkan pernyataan Gusti tersebut. Sedangkan menurut Kunto, manfaat yang ia berikan terhadap PKB adalah strukturisasi pekerjaan dalam internal PKB. Sebelumnya, partai dimana saya be-
asal tidaklah memiliki budaya kerja profesional. Walau tidak banyak, saya berusaha memberikan masukan agar pekerjaan yang ada menjadi lebih terstruktur dan rapi. Menurutnya, pengalaman berharga dengan bergabung dalam kehidupan politik dan mendapatkan jaringan baru merupakan keuntungan yang ia dapat selain manfaat finansial. Mahasiswa dan Politik Dari penjelasan Reni Suwarso, Direktur CEPP FISIP UI sekaligus dosen Ilmu Politik UI, peran pemuda dan mahasiswa dalam partai politik sangat signifikan. Menurutnya, berdasarkan statistik yang ada, pemilih pemuda atau young voters berjumlah sekitar 53 juta orang, atau sekitar 30% dari eligible voters. Reni kemudian menekankan bahwa yang dia maksud adalah pemilih muda, bukan pemilih pemula (first voter). Memang tidak semua 3 0 % i n i a d a l a h m a h a s i s wa te t a p i mahasiswa berperan sebagai kelompok elite, leader, atau back-bone. Apabila mahasiswa yang menerima pendidikan yang lebih tinggi tidak mengerti pemilu atau politik, apalagi yang bukan mahasiswa. Jika sudah begitu maka siapa nanti yang akan maju ke dunia politik. Menurut Reni, alasan mahasiswa tidak mau menjadi anggota partai politik adalah karena umur, pengalaman, dan mereka masih pragmatis. Pragmatis karena partai politik Indonesia belum bisa memberikan hal yang mereka inginkan. Tapi itu tidak bisa menjadi alasan untuk alergi pada partai politik. Kenyataannya di masyarakat, orang-orang itu pragmatis dan frustasi dengan partai politik. Padahal, dengan adanya mahasiswa atau pemuda yang masuk ke dalam politik akan memberikan angin segar berupa ide baru dan juga semangat baru. Mereka akan berpikir, ternyata kita bisa mengandalkan generasi muda, ujar Reni. Dampak mahasiswa yang ikut menyuarakan visi, misi, atau proker parpol terhadap citra partai di hadapan masyarakat mungkin masih perlu diteliti lagi. Menurut pengamatan kasat Reni, hal itu masih belum pasti karena hanya signifikan di kalangan tertentu, misalnya di kalangan
terdidik lewat debat, diskusi dan sebagainya. Sedangkan, secara keseluruhan mungkin tidak signifikan karena masyarakat Indonesia masih memilih partai bukan karena programnya, melainkan karena fanatisme, popularitas, atau serangan fajar. Tapi satu hal, sistem kaderisasi parpol di Indonesia masih lemah, bahkan PKS (yang kelihatan paling gencar kaderisasinya). Karena itulah, partai politik harus mengubah sistem kaderisasi mereka. Hanya saja, itu untuk masing-masing partai politik saja. Untuk menilai partai secara keseluruhan, diwadahi oleh organisasi mahasiswa diluar partai atau yang berafiliasi dengan partai. Menurut saya, bukan hal tabu kalau mahasiswa memiliki preferensi politik. Tidak harus netral. Mahasiswa netral itu kan pendekatan tahun 1960. Kalau sekarang, kita bebas memiliki preferensi, ujar Reni. Untuk membuat mahasiswa tidak merasa tabu memiliki preferensi politik, Reni menyarankan mahasiswa untuk mengikuti acara-acara pendidikan politik. UI sendiri sudah sering menyelenggarakan pendidikan politik. Salah satunya Rock the Vote yang diadakan oleh CEPP FISIP UI. Selain itu, penting juga bagi mahasiswa untuk masuk ke organisasi mahasiswa yang memiliki afiliasi atau koneksi ke partai politik. Hal itu bisa sebagai wadah mereka untuk berlatih, tetapi tidak untuk mengikuti hal-hal yang buruk dari senior. Antara belajar politik melalui wadah organisasi terkait di dalam kampus atau terjun langsung ke parpol, Reni menyarankan keduanya sama-sama penting. Reni mengatakan ada beberapa hal yang harus dilakukan mahasiswa dalam menyikapi partai politik. Yang pertama, mahasiswa tidak boleh alergi terhadap partai politik. Kemudian, mahasiswa harus sadar kalau kebijakan politik itu mengikat seluruh unsur masyarakat. Lalu terakhir, mahasiswa harus banyak belajar, berlatih, dan menambah wawasan agar nanti dapat membuat kebijakan yang membawa Indonesia menuju arah yang lebih baik. ep
ECONOMICA PAPERS
EDISI 67 mei - juni 2014
Ekonomika
Sumber: Jeffry | BOE
Peningkatan Koefisien Gini: Realita yang Tak Dipedulikan
Oleh: Fikri Muhammad, Lukman Edwindra, Andreas Aditya Mahendra, Olga Stephania
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki prestasi cukup baik dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2013 mencapai 5,78%, salah satu angka pertumbuhan tertinggi dibandingkan dengan negara-negara lain. Akan tetapi, prestasi itu tidak terlukiskan dalam koefisien Gini.
K
oefisien Gini adalah angka yang
Menurut Ninasapti, hal ini bisa
Selain masalah akses, jenis
menunjukan kondisi ketimpangan,
terjadi karena adanya perbedaan akses bagi
pekerjaan juga menentukan pertumbuhan
dimana makin besar nilainya, maka
penduduk kaya dan penduduk miskin. Ak-
seseorang. Seorang pengusaha biasanya
artinya makin besar pula ketimpangan
ses dalam konteks ini adalah akses terhadap
memiliki pertumbuhan lebih tinggi diban-
ekonomi sebuah negara. Indonesia dikenal
fasilitas yang dapat digunakan masyarakat
dingkan dengan seseorang yang bekerja
sebagai negara dengan laju pertumbuhan
untuk meningkatkan kesejahteraan, seperti
untuk orang lain. Hal ini wajar, karena
ekonomi yang kencang, namun koefisien
pendidikan, kesehatan, dan modal. Ada
pengusaha bekerja dengan memanfaat-
Gininya sendiri memiliki kecenderungan
penduduk yang mudah untuk mengakses
kan peluang-peluang yang ada di pasar.
meningkat dalam kurun waktu lima tahun
fasilitas tersebut namun ada juga yang
Pertumbuhan mereka cenderung tinggi
semenjak tahun 2009 sampai tahun 2013.
mengalami kesulitan.
seiring dengan inovasi yang dikeluarkan-
Dimulai dari angka 0,35 pada tahun 2008,
Akses tersebut, menurutnya, jelas
nya. Berbeda dengan pengusaha, pertum-
koefisien Gini Indonesia terus menanjak
dimiliki oleh penduduk yang dari awal su-
buhan orang yang bekerja untuk orang lain
mencapai angka 0,413 pada tahun 2013.
dah kaya. Dengan adanya fasilitas-fasilitas
cenderung konstan dan tidak tinggi. Per-
Ninasapti Triaswati, peneliti dan
seperti sekolah yang berkualitas, rumah
tumbuhan mereka bergantung pada kena-
ekonom dari Fakultas Ekonomi Universitas
sakit, serta teknologi memberikan peluang
ikan upah yang cenderung tidak terlalu
Indonesia, menyatakan peningkatan
bagi mereka untuk tumbuh lebih cepat
tinggi dan biasanya hanya setahun sekali.
koefisien gini ini mengindikasikan bahwa
dibandingkan dengan penduduk miskin
Di lain kesempatan, Ari Perdana,
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi
yang tidak memiliki akses terhadap fasilitas-
asisten koordinator kelompok kerja Tim
di Indonesia terdistribusi tidak merata. Arti-
fasilitas seperti itu. Akses yang merupakan
Nasional Percepatan Penanggulangan
nya, meski tingkat kesejahteraan di Indo-
jalan untuk meningkatkan kesejahteraan
Kemiskinan (TNP2K), mengatakan setidak-
nesia meningkat, ada dua kelompok pen-
itu agaknya sulit didapat oleh mereka yang
nya ada tiga hipotesis yang menyebabkan
duduk yang kaya dan yang miskin yang
memang dari awal tidak memiliki kelebihan
koefisien gini Indonesia meningkat. Perta-
memiliki pertumbuhan ekonomi berbeda.
uang yang dapat dialokasikan untuk fasi-
ma, terjadinya perubahan struktur ekonomi
Penduduk kaya memiliki pertumbuhan
litas tersebut, sehingga pada akhirnya per-
di Indonesia. Struktur ekonomi Indonesia
yang relatif lebih tinggi dibandingkan de-
tumbuhan penduduk kaya lebih tinggi
mengalami pergeseran, dimana sekarang
ngan penduduk miskin.
dibandingkan dengan penduduk miskin.
berorientasi teknologi. Sayangnya, peru-
7
8 ECONOMICA PAPERS bahan ini belum bisa diikuti oleh seluruh
EDISI 67 mei - juni 2014
buhan ekonomi yang tinggi.
Pemerintah pusat merancang
penduduk Indonesia, sehingga penduduk
Ninasapti mengatakan, secara
yang dapat mengikuti arah peru-bahan ini
teoritis, memang pada awalnya pertum-
lebih tinggi dibandingkan dengan program
memiliki pertumbuhan yang lebih
buhan ekonomi dan ketimpangan memiliki
bantuan sosial. Pada tahun 2013, anggaran
tinggi dibandingkan yang tidak. Kedua, munculnya
subsidi bahan bakar minyak dan listrik jauh
hubungan yang positif. Pertumbuhan
untuk subsidi energi mencapai Rp 298,8
ekonomi awalnya akan
triliun sedangkan anggaran untuk prog-
hambatan penduduk miskin
memperparah kondisi ketim-
untuk melakukan mobilitas
pangan. Setelah mencapai puncak-
Sejatinya, anggaran untuk prog-
sosial. Hambatan ini dapat
nya, barulah per tumbuhan
ram bantuan sosial lebih tinggi dibanding-
dilihat misalnya dari adanya upah wajib minimum yang diber-
ram bantuan sosial hanya Rp 82,5 triliun.
ekonomi akan mampu menurunkan
kan dengan subsidi energi. Pada program
tingkat ketim-pangan. Namun, hal ini
bantuan sosial, penikmat program tersebut
lakukan oleh pemerintah. Adanya upah
tidak serta merta membuat pemerintah
terbatas bagi penduduk miskin saja. Pada
wajib minimum menghambat penyedia
lepas tangan. Tugas pemerintah adalah
program subsidi energi, semua penduduk
dan pencari kerja untuk masuk ke pasar
memastikan agar puncak dari tingkat
di Indonesia yang memiliki akses terhadap
kerja yang kemudian dapat memicu
k e t i m p a n g a n t i d a k te r l a l u t i n g gi .
kendaraan bermotor dan listrik dapat
terjadinya pengangguran. Penduduk yang
Pemerintah harus mematah-k an
menikmati program ini. Padahal, penduduk
menganggur pada akhirnya akan sulit un-
kecenderungan koefisien Gini yang
yang termasuk dalam kategori penduduk
tuk melakukan mobilitas sosial.
meningkat.
miskin tidak memiliki akses terhadap
Ketiga, adanya kebijakan yang
Meskipun koefisien Gini Indo-
fasilitas-fasilitas tersebut. Subsidi energi ini,
diberlakukan pemerintah yang tidak kon-
nesia mengalami peningkatan, angka ini
menurut Ninasapti, merupakan salah satu kebijakan pemerintah yang salah sasaran.
dusif untuk mendukung pemerataan. Bisa
merupakan salah satu angka yang cukup
saja kebijakan tersebut tidak mendorong
rendah jika dibandingkan dengan koefisien
adanya pemerataan maupun ketimpangan,
Gini di negara-negara berkembang lainnya.
baik kalau sebagian dari anggaran subsidi
atau kebijakan yang memang dirancang
Menurut Ninasapti, koefisien Gini Malaysia
energi dipindahkan men-jadi bantuan
dapat mendorong adanya ketimpangan.
lebih tinggi dibandingkan Indonesia, yaitu
program bantuan sosial. Ang-garan
Kebijakan yang mendorong ketimpangan
lebih kurang sekitar 0,50. Tandanya, kondisi
tersebut dapat dialokasikan sebagai
misalnya kebijakan upah wajib minimum.
ketimpangan di Malaysia lebih parah diban-
beasiswa atau sekolah gratis. Dengan
Kebijakan tersebut hanya menguntungkan
dingkan dengan kondisi ketimpangan di
bantuan tersebut, penduduk miskin akan
bagi mereka yang sudah berada di dalam
Indonesia.
lebih terbantu untuk memiliki pertum-
pasar kerja. Penduduk yang sudah bekerja
Negara-negara di Amerika Se-
akan menjadi lebih sejahtera tapi tidak bagi
latan, menurut Ari, secara historis memiliki
yang tidak bekerja.
Ninasapti mengatakan jauh lebih
buhan ekonomi yang sama dengan penduduk kaya.
koefisien Gini yang sangat tinggi diban-
Ari juga tidak menyangkal bahwa
dingkan dengan negara lain. Namun
pemerintah masih belum terlalu fokus
berangkat dari angka yang tinggi ini,
dengan isu ketimpangan. Isu ketimpangan
Ninasapti menyatakan bahwa
pemerintah-pemerintah di Amerika Selatan
baru diperbincangkan dua atau tiga tahun
ketimpangan merupakan masalah yang
berhasil menurunkan koefisien Gini, con-
belakangan. Namun menurutnya, kebi-
sulit diatasi. Setiap orang memiliki pertum-
tohnya seperti Brazil. Dalam hal ini peme-
jakan dari pemerintah tidak dapat sepenuh-
buhan yang berbeda-beda dan pemerintah
rintah Indonesia memiliki tantangan untuk
nya disalahkan sebab ada aspek lain yang
Sulit Diatasi
tidak bisa memaksakan setiap pendu-
merumuskan kebijakan-kebijakan yang
mendorong hal tersebut seperti struktur
duknya memiliki pertumbuhan yang sama.
bisa menurunkan koefiesien Gini seperti
ekonomi, hambatan dalam mobilitas sosial,
Penyebabnya memang karena setiap orang
yang pemerintah Brazil lakukan.
memiliki kapasitas yang berbeda-beda untuk mengakses fasilitas-fasilitas yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan.
dan kebijakan yang tidak kondusif dengan pemerataan.
Belum Menjadi Prioritas Di Indonesia isu ketimpangan itu
Menurutnya, untuk menanggulangi ketimpangan
diperlukan integrasi
sendiri belum menjadi fokus utama bagi
dari berbagai program, tidak hanya di bi-
Selain pendidikan dan kesehatan,
pemerintah. Kebijakan-kebijakan yang di-
dang ekonomi. Untuk menciptakan kebi-
masalah akses utama di Indonesia terletak
buat pemerintah masih dirasa tidak seim-
jakan penanggulangan ketimpangan, perlu
pada masalah akses listrik. Rasio elektrifikasi
bang antara penduduk kaya dan penduduk
diadakan penelitian lebih lanjut agar
Indonesia adalah 80,1%. Artinya, ada satu
miskin. Ninasapti mengatakan bahwa hal
kualitas implementasi tidak buruk atau
dari lima penduduk di Indonesia yang ma-
tersebut dapat dilihat dari anggaran yang
memberikan insentif yang salah bagi
sih belum memiliki listrik. Kesulitan untuk
dirancang oleh pemerintah, yaitu dari
masyarakat.
mengakses listrik, tentunya, dapat meng-
subsidi bahan bakar minyak dan listrik dan
hambat mereka untuk memiliki pertum-
program bantuan sosial.
ep
ECONOMICA PAPERS
9
EDISI 67 mei - juni 2014
Dialektika
Sumber: Internet
Perempuan di Ranah Politik
Oleh: Annisa Maghfira, Syapira Bertha Fania Maula, Ibrohim Abdul Halim.
“Tidak semua permasalahan dapat diselesaikan laki-laki. Terwakilkannya perempuan di DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota sangat penting untuk menyelesaikan masalah bangsa.� B.J. Habibie
P
ada bulan Maret lalu, Kementerian
tujuan meningkatkan kesadaran pemilih
paksa mereka tidak dapat menjadi peserta Pemilu 2014.
Pemberdayaan Perempuan dan Per-
tentang pentingnya caleg perempuan,
lindungan Anak (KPPPA) me-
namun juga dari sisi kuantitas caleg perem-
Kini pemilu legislatif sudah di-
nayangkan iklan layanan masyarakat yang
puan itu sendiri. Komisi Pemilihan Umum
langsungkan, hasil rekapitulasi resmi sudah
Pilihlah Caleg
(KPU) sebagai salah satu lembaga penye-
dikeluarkan oleh KPU. Terdapat hasil yang
Perempuan Pada Pemilu 2014 . Menurut
lenggara pemilu pun semakin menekankan
berbeda dari yang diharapkan. Menurut
lansiran antaranews.com pada 27 Maret
kebijakan afirmatif pada pemilu kali ini.
mengk ampanyek an
2014, Linda Amalia Sari Gumelar selaku
Menyoal kebijakan afirmatif, Reni
analisis perolehan suara dalam Pemilu 2014 yang dikeluarkan Pusat Kajian Politik
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan
Suwarso, dosen Ilmu Politik FISIP UI yang
(Puskapol) UI, dari kuota kursi DPR sebanyak
Perlindungan Anak menuturkan bahwa
juga menjabat sebagai direktur Center for
560 orang, jumlah caleg perempuan yang
melalui iklan layanan masyarakat ini, KPPPA
Election and Political Party (CEPP) FISIP UI,
diperkirakan terpilih pada pemilu 2014
ingin mengedukasi masyarakat tentang
menjelaskan bahwa kebijakan tersebut
adalah sekitar 79 orang (14%), mengalami
pentingnya memilih caleg perempuan
sebenarnya sudah ada sejak Pemilu 2004.
penurunan signifikan dibandingkan hasil
pada Pemilu 2014. Linda Berharap, bertam-
Namun dalam praktiknya, sanksi baru di-
pemilu 2009 (103 orang 18%). Penurunan
bahnya keterlibatan perempuan dalam
tetapkan pada pemilu kali ini walau secara
ini layak dikritisi karena berbanding terbalik
kursi legislatif dapat memperbaiki taraf
halus. Contohnya adalah apabila suatu
dengan tingkat pencalonan perempuan di
kehidupan yang masih belum layak, mulai
parpol tidak dapat memenuhi keterwakilan
DPR RI, yakni 33.6% pada pemilu 2009 dan
dari diskriminasi gender dalam berbagai hal
perempuan sebesar 30% dalam kepe-
naik hingga 37% pada pemilu 2014, sejalan
hingga kekerasan dalam rumah tangga dan
ngurusan parpolnya di tingkat provinsi atau
dengan adanya Peraturan KPU (PKPU)
kabupaten, maka parpol tersebut harus
yang mengatur minimum 30% pencalonan
membuat surat pernyataan publik me-
perempuan dalam daftar calon tetap di
kekerasan publik. Dalam setiap pesta pemilihan wakil rakyat, kaum perempuan semakin
ngenai alasan mengapa mereka tidak da-
setiap dapil DPR/DPRD.
didorong untuk terlibat dalam ranah politik.
pat memenuhi syarat tersebut dan kendala-
Minimnya Keterwakilan/Keterlibatan
Dorongan itu tidak hanya untuk sisi pemilih
kendala yang dihadapi. Jika parpol yang
Perempuan Dalam Politik
melalui iklan layanan masyarakat dengan
bersangkutan tidak dapat menjelaskan, ter-
Menurut data yang dikeluarkan
10 ECONOMICA PAPERS Inter -Parliamentary Union per 1 April 2014,
EDISI 67 mei - juni 2014 perempuan. Secara terpisah, Amelia
persentase anggota legislatif perempuan di
Anggraeni, Ketua Umum Garda Perem-
Indonesia tahun ini sebesar 14%, masih
puan Malahayati yang juga anggota
jauh dibawah rata-rata partisipasi rata-rata
legislatif DPR RI 2014-2019, menambahkan
perempuan dunia di dalam kursi legislatif
bahwa perempuan di Indonesia tidak
sebesar 22.3%. Tiga negara dengan persenmendapat pendidikan politik yang cukup tase anggota legislatif perempuan terbesar sehingga tidak termotivasi untuk maju lia Anggraen e adalah Rwanda sebesar 63.8% , dalam politik. Padahal ini i Am diikuti Andorra sebesar 50% dan sangat berguna untuk dapat Kuba sebesar 48.9%. Negara mengembangkan dirinya, tetangga seperti Filipina memiliki
ujarnya.
persentase anggota legislatif
Amelia juga menam-
perempuan sebesar 27.3% dan
bahkan, salah satu perma-
Singapura sebesar 25.3%. Negara
salahan yang sering dialami
Afrika Selatan pun ternyata memiliki persentase anggota legislatif
caleg adalah kekurangan dana. Proses untuk menjadi caleg membutuhkan
perempuan yang cukup besar sekitar
dana yang sangat besar. Biaya di Indonesia
44.8%.
untuk menjadi seorang caleg bisa Ditanya mengenai alasan perem-
menghabiskan lebih dari 3 miliar rupiah.
puan jarang masuk ke dalam dunia perpo-
Oleh karena itu, kesiapan logistik adalah
litikan, Reni menjawab bahwa penyebab-
suatu keharusan.
sehingga mereka tidak tertarik untuk ter-
Anggota Legislatif Perempuan dan Kebijakan Pro-Perempuan
libat didalamnya. Disamping itu, wajah
Bertambahnya jumlah perem-
perpolitikan Indonesia yang dilihat masya-
puan di kursi legislatif diharapkan dapat
rakat di media turut memengaruhi keter-
meningkatkan keadilan gender dan mem-
tarikan masyarakat untuk terjun ke dunia
permudah pengesahan kebijakan yang me-
politik. Kalau melihat pemberitaan politik
nyangkut perempuan. Menurut Reni, kalau
di media yang mengesankan politik itu
perempuan yang duduk di parlemen sadar
busuk, korupsi, dan semacamnya, siapa
gender, hal itu akan terjadi. Perempuan
yang mau masuk? Cari caleg laki-laki saja su-
sangat dekat dengan isu-isu yang berkaitan
sah, apalagi caleg perempuan, tuturnya. Reni menambahkan bahwa ham-
dengan kesejahteraan. Contohnya Indonesia membutuhkan kebijakan afirmatif
batan-hambatan menjadi seorang caleg
untuk kebijakan-kebijakan pro kesejah-
perempuan bisa dua bahkan tiga kali lebih
teraan mengenai kesehatan, pendidikan
berat dari caleg laki-laki. Sebagai contoh,
dan keamanan.
laki-laki bisa melakukan kampanye mau-
Meski bertambahnya anggota
pun diskusi sampai pukul 2-3 pagi. Dia tidak
legislatif perempuan dikorelasikan positif
akan terlalu terbebani karena urusan rumah
dengan perhatian pada kebijakan pro-
tangga sudah diurus oleh istrinya. Tetapi
perempuan, belum tentu anggota legislatif
lain halnya dengan caleg perempuan. Kalau
perempuan akan memilih Komisi VIII yang
caleg perempuan mau kampanye sampai
salah satu pembahasannya mengenai pem-
jam 2-3 pagi, meskipun anaknya sudah
berdayaan perempuan disamping agama
dijaga oleh pembantu, mertua, atau orang
dan sosial. Seorang anggota legislatif tentu
tuanya, ia akan tetap mencemaskan apakah
akan memilih komisi yang sesuai dengan
anaknya sudah makan atau belum, sudah
isu yang dikuasainya. Walaupun begitu,
tidur belum, apakah pekerjaan rumahnya
anggota legislatif perempuan yang tidak
sudah diselesaikan, dan itu hal yang natural.
tertarik di Komisi VIII dapat tetap memer-
Lebih lanjut, alasan dibalik minim-
hatikan atau memperjuangkan hak-hak
nya keterlibatan perempuan dalam politik
juangkan hak perempuan. Caranya adalah dengan mengemukakan pendapat di legislatif, kemudian juga terus menyuarakan pentingnya kesamaan hak untuk perempuan dan laki-laki. Perempuan perlu speak up dan kritis, serta ikut terlibat juga dalam proses kesamaan gender, tambahnya. Menurut Amelia, seorang perempuan perlu keluar dari comfort zone untuk menjadi sesuatu yang berarti. Kalau seorang perempuan dapat duduk di parlemen, mewakili suara rakyat di luar sana dan bisa mengeluarkan ide serta gagasannya di legislatif, itu adalah hal yang luar biasa. Kalau kita sudah menjalani suatu jenjang karir yang merupakan comfort zone buat kita, kenapa kita tidak mencari challenges yang lain? ujar Amelia Reni juga memiliki harapan ter-
nya adalah perempuan itu sendiri sudah terlalu lama termarjinalkan di dalam politik
bahasannya tentang pendidikan, mengatakan bahwa ia akan tetap memper-
perempuan nantinya.
dikarenakan kurangnya pendidikan politik
Amelia yang rencananya akan
bagi masyarakat terutama untuk kalangan
memilih Komisi X dimana salah satu pem-
hadap perempuan di masa mendatang. Dia berharap agar para perempuan yang belum memahami dengan mendalam mengenai apa itu perspektif gender, bisa ikut pelatihan untuk menambah pengetahuan, keterampilan, dan sensitivitas. Terpilihnya caleg perempuan sebagai anggota legislatif perempuan dapat membawa kebijakan yang ramah gender, serta memperjuangkan isu-isu yang berkaitan dengan perempuan. Karena pada dasarnya semua isu berkaitan dengan perempuan, bahkan termasuk isu militer dan keamanan yang seolah-olah isu milik laki-laki. Kondisi saat ini menunjukkan masih besarnya peluang dan harapan kaum perempuan untuk terlibat di berbagai bidang termasuk di bidang legislatif yang dapat mendorong lahirnya kebijakankebijakan pro-perempuan. Para perempuan yang telah berhasil menduduki berbagai jabatan penting diharapkan terus melakukan upaya-upaya yang dapat menginspirasi dan mendorong perempuan lain khususnya di kalangan muda agar menyadari pentingnya peran perempuan dalam memajukan keluarga dan bangsa.
ep
ECONOMICA PAPERS
EDISI 67 mei - juni 2014
Ilustrasi: Jennifer Yolanda S | BOE
Igauan
Ibu, Kenapa Aku Dibuang? Oleh: Rika Sitorus
M
eski terlahir dari keluarga yang bukan kutahu sebagai keluarga asliku saat ini, aku tetap mensyukurinya. Mungkin bagi banyak orang, status dan keadaan fisikku yang kurang dari kebanyakan orang adalah sesuatu yang hina. Terlebih aku terlahir sebagai seorang anak yang tidak tahu siapa orangtuanya. Bagiku itu adalah hal yang paling menyedihkan seumur hidup. Sejak aku dilahirkan, aku belum pernah melihat sosok ibuku seperti apa dan bagaimana rupanya. Banyak orang bilang aku sengaja dibuang karena ibuku sendiri tak menginginginkanku. Pergunjingan tentang asal-usulku pun tidak jarang terdengar dikeluargaku yang sekarang. Sebelum terlalu jauh, aku ingin perkenalkan diriku. Namaku Bona, 23 tahun, dan saat ini telah selesai menempuh jenjang pendidikan. Bertahun-tahun yang lalu, aku hanyalah seorang bayi malang yang tak tahu sampai mana akhir perjalanan hidupku yang tak jelas siapa orang tuanya. Entah apa yang dipikirkan oleh ibu hingga ia tega membuangku seperti itu. Sempat terlintas di otakku sebuah pertanyaan. Aku ini anak haram yang sekotor itukah? pikirku sejenak.
Sekarang aku diasuh oleh ibu angkat yang terlihat sangat membenciku. Bersama saudara-saudara angkat yang juga sebenarnya tak pernah menganggapku bagian dari keluarga mereka. Entah kemana lagi aku harus mencari perlindungan yang sangat aku butuhkan. Terkadang aku juga ingin marah pada Tuhan yang selama ini kutahu maha atas segalanya, tetapi tidak untuk hidupku yang kurasakan sangatlah hina ini. Ingin rasanya aku meminta untuk tidak dilahirkan ke dunia dengan kondisi seperti saat ini. Bahkan aku rasa aku tidak perlu untuk dilahirkan sama sekali. Menurut beberapa orang yang mengenalku, aku dibuang oleh ibu seminggu setelah ia melahirkan. Bayangkan saja, bayi seusia itu, yang tentunya memerlukan perhatian dan kasih sayang dari seorang ibu, justru dibuang dan tak sedikitpun mendapatkan kasih sayangnya. Setelah beberapa hari dititipkan di rumah warga sekitar tempat aku dilahirkan, sesosok pria paruh baya datang. Tok...tok...tok , bunyi pintu yang diketuk tepat pukul 23.00, yang mungkin mengganggu penghuni rumah. Sesosok pria itu adalah salah satu teman ibu. Ia masuk dan
mulai berbicara dengan orang yang mengasuhku, dan ia meminta izin untuk membawaku tinggal bersamanya. Entah apa yang mereka bicarakan, akhirnya aku dibawa oleh pria tersebut dan diasuh oleh keluarganya. Kisahku mungkin tak seindah kisah anak-anak seusiaku lainnya. Sejak aku diasuh oleh keluarga angkatku, hanya perlakuan yang tidak sewajarnya yang aku dapatkan. Aku tahu, mungkin itu karena ulahku sendiri. Aku memang tak sepintar saudara-saudaraku yang selalu mendapatkan peringkat terbaik di sekolahnya. Hal itu aku sadari karena kemampuan akademikku memang saat kurang, ditambah aku sangat sering merasa tertekan. Secara fisik, aku memang terlihat baik-baik saja, namun sebenarnya aku termasuk orang yang lambat dalam hal berpikir. Dulu banyak omongan kasar yang kudapat karena hal tersebut. Kau memang anak bodoh, pantaslah kau dibuang ibumu, ujar saudara-saudaraku. Sakit memang mendengar cacian seperti itu, namun aku juga tak mau menyalahkan keadaanku. Satu hal yang aku butuhkan saat ini adalah bagaimana aku bisa menjalani hidup dengan wajar tanpa merasa dibeda-
11
12 ECONOMICA PAPERS bedakan dengan orang lain. Terutama dengan olok-olokan bahwa aku adalah anak yang dibuang. Jika bisa meminta, aku juga tidak ingin dibuang. Sampai saat ini, meski hal-hal yang kudapat hanyalah hal negatif, tetapi aku masih tetap bersyukur kepada Tuhan yang telah memberikan aku kesempatan untuk hidup dan dibesarkan di keluargaku yang sekarang. Rasa bersyukur itu aku pelajari dari beberapa orang yang aku anggap sebagai inspirasiku untuk tetap bertahan hidup, salah satunya seorang saudariku yang mungkin nasibnya tidak terlalu baik. Sebut saja Ola, saudariku yang juga memiliki kekurangan fisik, namun bedanya ia adalah anak kandung dari ibu angkatku. Saat aku berusia 10 tahun, hal konyol timbul dibenakku. Kapan ya aku dijemput ibuku dari sini? ujarku dalam hati meski hal itu sebenarnya tak akan mungkin terjadi. Selama beberapa hari lamunan tentang sosok ibu semakin menyeruak di benakku. Lelah batin yang tak kunjung berhenti mengharapkan kedatangannya setiap malam rasanya semakin menerpaku. Meski pada akhirnya pikiran itu hanya akan jadi lamunan semata, sekarang aku hanya ingin mengubah pandangan orang-orang yang menganggap anak-anak seperti keadaanku ini adalah sekumpulan orang yang harus dijauhi atau bahkan dihindari. Hal itu kuperlihatkan dengan prestasi-prestasi yang kudapatkan Aku memang memiliki kemampuan yang kurang untuk bidang akademis, namun salah seorang dari sau-dara angkatku yang sama sekali tidak membenciku dengan senang hati dan sabar mengajariku hingga aku mampu memahami pelajaran-pelajaran yang sebelumnya sangat membuatku bingung. Satu hal yang pernah ia katakan dan sampai sekarang menjadi motivasiku adalah, Bona, kalau mau jadi orang sukses jangan takut salah ataupun gagal, karena kalau kamu takut melakukan sesuatu, kamu nggak akan pernah tahu sebesar apa kemampuan kamu. Dari situ aku punya tekad yang besar untuk berusaha dan ingin menunjukan hasil kerja kerasku dan saudariku itu. Tekad besarku itu kuwujudkan dengan berbagai usaha-usaha seperti ikut lomba-lomba yang dapat menghasilkan uang serta memberiku pengalaman. Aku coba mengikuti kejuaraan renang antar sekolah se-provinsi. Karena aku sadar, kalau lomba pengetahuan, aku belum mampu. Namun untuk lomba yang lebih mengutamakan fisik seperti renang, aku merasa
EDISI 67 mei - juni 2014
Bona, kalau mau jadi orang sukses jangan takut salah ataupun gagal, karena kalau kamu takut melakukan sesuatu, kamu nggak akan pernah tahu sebesar apa kemampuan kamu.
mampu. Berkat latihan renang yang aku usahakan dengan semaksimal mungkin, aku diberi kesempatan oleh Tuhan untuk memenangkan lomba tersebut dan selanjutnya hingga meraih banyak prestasi dalam bidang atletik. Dengan prestasi yang kudapat, aku mampu membiayai sekolahku sampai aku lulus dan sekarang aku telah bekerja mengabdi untuk negaraku. Seiring berjalannya waktu, banyak hal-hal membanggakan yang kuberikan untuk keluargaku. Perlahan, akhirnya mereka mulai bisa menerima keadaanku. Keberadaanku juga mulai ditampakan ke orang-orang atau bahkan sanak keluarga lainnya. Saudarasaudaraku juga sudah bersikap baik dan ramah kepadaku dan tidak lagi mengolokolok seperti dulu. Aku mungkin memang tak seistimewa anak-anak lainnya, tapi aku menerapkan rasa pantang menyerah dalam hidupku. Aku belajar dari pengalaman hidup, bahwa aku boleh saja kecil tetapi aku akan membuat hal besar yang akan menorehkan kisah manis yang membuat orang lain peduli terhadapku. Aku ingin mengucapkan terima kasih untuk ibu yang telah melahirkanku, meski aku tidak tahu bagaimana keadaannya saat ini. Entah ia masih hidup atau tidak. Terima kasih telah melahirkanku ke dunia dan menjadikanku anak yang hidup dari proses pembelajaran yang ku alami dalam setiap detik perjalanan hidupku. Banyak hal yang mungkin dulu kuanggap sebagai kesalahan yang terjadi dalam kehidupanku, tetapi sekarang aku mulai sadar kenapa Tuhan menempatkanku pada posisi tersebut. Yaitu agar aku mampu menjadi orang yang lebih dewasa dan tidak hanya hidup dalam zona nyaman saja. Tujuan hidupku sekarang hanyalah menjadi seseorang yang dapat dibanggakan dalam keluargaku dan tentu ingin
menjadi manusia yang normal tanpa dibedakan dari orang-orang di sekitarku. Hal terpenting yang akan aku lakukan adalah membahagiakan orang tua angkatku yang masih dengan senang hati memeliharaku sampai saat ini. Hidup mungkin tidak berjalan sesuai apa yang kita harapkan, namun kita dapat mengubahnya dengan pemikiran kita sendiri. Satu hal yang dapat kupelajari dari pengalaman hidup, yaitu jika kita merasa diri kita kecil maka kita akan jadi orang kecil, namun jika kita merasa diri kita besar, kita akan menjadi orang besar. Mungkin kita dilahirkan tidak pada kondisi yang nyaman, namun, itu adalah suatu proses pembelajaran dalam hidup. Pandanglah orang lain berdasarkan perbuatannya bukan karena keadaannya. Setiap orang punya kekurangan, janganlah pandang orang-orang yang terlihat kecil dengan sebelah mata, karena ep merekalah yang menggenggam mungkin dunia.
ECONOMICA PAPERS
EDISI 67 mei - juni 2014
Ilustrasi: Jeffry | BOE
Episiklus
Pemilu: Harapan Rakyat Untuk Bangsa Oleh: Divisi Penelitian Badan Otonom Economica
T
ahun 2014, tidak hanya tahun Kuda seper ti yang dianggap orang Tionghoa. Tahun 2014 adalah tahun pesta demokrasi di Indonesia. Pada tahun ini pemerintah Republik Indonesia akan melaksanakan sebuah pesta rakyat yang menyatakan kedaulatannya bagi negara. Pemilu legislatif telah diadakan pada 9 April 2014. Selanjutnya akan dilaksanakan pemilu untuk menentukan sang RI-1 di Indonesia. Pemilu presiden dijadwalkan KPU akan dilaksanakan pada 9 Juli 2014. Suasana pesta domokrasi semakin memanas setelah KPU menetapkan ha-
sil pemilihan umum legislatif di gedung KPU pada hari Jumat, 9 Mei 2014, disusul dengan penetapan perolehan kursi DPR pada Rabu, 14 Mei 2014. Pemilu bukanlah acara rutinitas lima tahunan atau ajang pergilirian kekuasaan, tapi pemilu haruslah dianggap sebagai ajang pencarian pemimpin sejati yang totalitas membangun negeri. Atas dasar itulah kami melakukan sebuah penelitian terhadap 225 mahasiswa dari berbagai fakultas di Universitas Indonesia mengenai pemilu dan pemimpin idaman versi mahasiswa Universitas Indonesia.
13
s
ia
ni
W ak
Us
Je
ep
Ke l
am
il P re s
in
id
Tin g
en
Ag am a
ka
tP en d
idi
ka
n
Et
nis
Vis i
&M
isi
A
sal Pa rt
ai
La
tar
Re
ka m
Ko
Je
jak
nd
isi K
elu
arg
a
Ke
ka ya
an
Hu
tan
g
Ke
ke ra
ba
tan
Perdagangan Pangan
Infrastruktur
Ekonomi
Hukum
Iptek
Hub Inter Pendidikan Perdagangan
Perdagangan
14 ECONOMICA PAPERS
EDISI 67 mei - juni 2014
Sumber : Galih | BOE
14 ECONOMICA PAPERS
What s Up!
EDISI 67 mei - juni 2014
Pagelaran Bocah
J
umat dan Minggu, 13 dan 15 Mei 2014, Rumah Belajar (Rumbel) BEM UI mengadakan rangkaian acara Pagelaran Bocah. Di tahun keduanya, Pagelaran Bocah ingin memberikan wadah bagi orang tua dan anak untuk berkegiatan bersama dan berbagi dalam cinta melalui tema Asah, Asih, Asuh . Kami ingin memberi kebermanfaatan! Ujar Faid Nawawi, Project Officer Pagelaran Bocah 2014. Rangkaian acara pertama dimulai pada hari Jumat dengan parade berkeliling Universitas Indonesia. Parade ini dilaksanakan oleh anak-anak Rumbel BEM UI
menggunakan kereta kelinci menyusuri setiap halte bis kuning. Di setiap halte anakanak memberikan flyer untuk hadir pada acara hari Minggunya. Tidak hanya itu, anak-anak juga bernyanyi dan membacakan puisi di stasiun Universitas Indonesia. Di Minggu pagi, Boulevard UI telah dipenuhi oleh anak-anak baik dari Rumbel BEM UI, Rumbel fakultas, maupun Rumbel masyarakat umum. Sorak sorai anak-anak yang mengikuti perlombaan membangun semangat pagi bagi masyarakat yang melintas. Di hari itu ada banyak rangkaian perlombaan yang bisa diikuti
oleh anak-anak. Perlombaan ini meliputi lomba menggambar, mewarnai, makan cepat, dan photo-rally. Di siang harinya, ada pertunjukan orang tua dan anak, pertunjukan RumbelRumbel fakultas, dan pertunjukan Rumbel BEM UI. Pembacaan puisi oleh ibu dan anak sempat mencuri perhatian pengunjung maupun masyarakat yang melintas. Selain pertunjukan dan lomba, anak-anak dan pengunjung bisa menuju kampung permainan, wahana, dan bazar. (Agalih) ep
JOURNALIST DAYS 2014
sengaja diusung untuk melihat seberapa besar independensi ruang berita media di tengah gempuran berbagai macam kampanye yang dilancarkan oleh setiap pemegang kepentingan politik yang dapat menggoyahkan tujuan dari jurnalisme itu sendiri, yaitu menghubungkan informasi kepada masyarakat dengan seimbang dan selugas-lugasnya.
Sumber : Istimewa
J
ournalist Days adalah sebuah acara jurnalistik tahunan berskala nasional yang diselenggarakan dibawah naungan Badan Otonom Economica (BOE). Pada tanggal 21 25 April 2014 yang lalu, Journalist Days telah terlaksana untuk yang ke-12 kalinya dengan lebih dari 400 partisipan. Tema tahun ini adalah Wajah Pers Dibalik Pesta Demokrasi 2014 . Tema ini
Journalist Days 2014 terbagi menjadi dua yaitu pre-event dan event. Pada pre-event diadakan photo submission yang bertemakan Citizen Journalism, sedangkan untuk event hari H, Journalist Days 2014 melaksanakan Company Observation pada tanggal 21 April 2014 ke KOMPAS TV dan Jakarta Post. Journalist Days juga mengadakan training seperti training penulisan dan news anchor. Ada juga seminar pada 25 April 2014 yang bertempat di Auditorium FE UI. Seminar sesi 1 bertemakan Politik sebagai Komoditas Jurnalisme , dilanjutkan dengan sesi 2 yang mengangkat tema "Jurnalisme Kursi Panas". Jour nalist Days 2014 juga mengadakan Forum Diskusi Nasional (FDN) dari beberapa pers mahasiswa di Indonesia. Partisipan FDN tahun ini terdiri dari sembilan grup Pers Mahasiswa yang telah berhasil lolos dalam kompetisi essay. Terdapat tiga subtema untuk FDN tahun ini yaitu Berpihak Secara Terang-Terangan: Sah? , Kebebasan Pers: Sampai Manakah Batasnya? , dan Demokrasi dan Kemajuan Bangsa : Kausalitas atau Korelasi? ep
TELAH TERBIT! MAJALAH ECONOMICA 50!