Modul 07

Page 1

LKPP

MODUL

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN SUMBER DAYA MANUSIA DIREKTORAT BINA PELATIHAN KOMPETENSI

Manajemen & Pengendalian Pelaksanaan Perjanjian/ Kontrak


LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

07. Manajemen dan Pengendalian Pelaksanaan Perjanjian/Kontrak TUJUAN UMUM

Memahami Manajemen/Pengendalian Pelaksanaan Perjanjian/Kontrak

TUJUAN KHUSUS

a. Memahami (Pengelolaan) Manajemen Mutu Kontrak b. Memahami (Pengelolaan) Manajemen resiko c. Menjelaskan unsur-unsur Pengendalian Pelaksanaan Kontrak d. Memahami prosedur penanganan kegagalan teknis e. Mengidentifikasi kontrak selesai

UNIT KOMPETENSI KHUSUS TERKAIT

MK 02 Mengelola Program Manajemen Mutu Pengadaan Barang/Jasa MK 03 Mengelola Program Manajemen Mutu Pengadaan Barang/Jasa MK 04 Melakukan Pengendalian dan Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan MK 10 Menangani Kegagalan Teknis Pelaksanaan Kontrak MK 11 Mengakhiri Pelaksanaan Kontrak

SUB PEMBAHASAN

a. b. c. d. e.

BAHAN BACAAN

7.1.

Penerapan Manajemen Mutu PBJ Penerapan Manajemen Resiko PBJ Unsur-unsur Pengendalian Pelaksanaan Kontrak Prosedur penanganan kegagalan teknis Identifikasi kontrak selesai

Penerapan Manajemen Mutu PBJ

Penerapan Manajemen Mutu PBJ bisa dilakukan dengan beberapa pendekatan dan metode. Salah satu cara yang bisa dikategorikan sebagai Best Practice adalah Project Quality Management atau Manajemen Kualitas Proyek dari PMI (Project Management Institute). Manajemen Kualitas Proyek mencakup semua proses yang dibutuhkan untuk memastikan bahwa proyek akan memenuhi persyaratan yang dibutuhkan. Hal tersebut mencakup semua aktivitas dari fungsi-fungsi manajemen yang menentukan kebijakan mutu, target mutu dan penanggung jawab mutu dan mengimplementasikannya

LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7.1


LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

melalui cara-cara seperti halnya quality planning, quality control, quality assurance, and quality improvement, dalam kerangka Sistem Mutu (Quality System). Gambar di bawah ini menyajikan gambaran umum dari proses utama Manajemen Mutu Proyek (Project Quality Management): Metode Manajemen Mutu Rencana Mutu /

Deskripsi Mengidentifikasikan standard kuaitas mana yang relevan dengan proyek dan

Quality Planning

menentukan bagaimana memenuhinya.

Penjaminan Mutu /

Mengevaluasi prestasi proyek secara umum secara regular untuk meyakinkan

Quality Assurance

bahwa proyek akan memenuhi standard kualitas yang relevan.

Pengendalian Mutu /

Memonitor hasil-hasil pekerjaan tertentu untuk menentukan apakah memenuhi

Quality Control

standard kualitas dan mengidentifikasikan cara-cara mengeliminasi penyebab dari pencapaian yang tidak memuaskan.

Quality Planning

Quality Assurance

Masukan 1. Kebijakan Mutu 2. Batasan Lingkup Kegiatan 3. Deskripsi Kegiatan / Proyek 4. Standard dan Peraturan 5. Output proses kegiatan lainnya Metode dan Cara 1. Benefit Cost Analysis 2. Benchmarking 3. Flowcharting 4. Design of Experiments

Quality Control

Masukan 1. Rencana Manajemen Mutu 2. Hasil2 Pengukuran Quality Control 3. Definisi Operasional

Masukan 1. Hasil Kerja 2. Rencana Manajemen Mutu 3. Definisi Operasional 4. Daftar Simak (Checklist)

Metode dan Cara 1. Metode dan Cara Perencanaan Mutu (Quality Planning) 2. Quality Audit / Audit Mutu

Metode dan Cara 1. Inspeksi 2. Tabel2 Kontrol 3. Pareto Diagram 4. Sampel Statististik 5. Pembuatan Flowchart 6. Analisa kecenderungan (Trend Analysis) Keluaran 1. Peningkatan Mutu 2. Keputusan keberterimaan 3. Pengerjaan Ulang 4. Daftar Simak yang sudah terisi komplet 5. Penyesuaian Proses

Keluaran Keluaran 1. Quality Management Plan atau 1. Peningkatan Mutu RMK 2. Petunjuk Operasional 3. Daftar Simak (Checklist) 4. Masukan2 terhadap proses lainnya Dikutip dari PMBOK, Project Management Institute

LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7.2


LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

Petunjuk praktis penerapan Manajemen Mutu dalam suatu proyek.

Konsultan Pengawas

Kontraktor / Supplier

PPK

PA/KPA

Manajemen Mutu

Petunjuk ini bisa diterapkan tidak hanya di proyek-proyek infrastruktur, namun juga bisa diterapkan di proyekproyek lain seperti proyek penelitian, pengadaan barang, jasa konsultansi, pembuatan software berikut instalasinya dan lain sebagainya. Quality Planning

Quality Assurance

Quality Control

Masukan 1. Kebijakan Mutu 2. Batasan Lingkup Kegiatan 3. Deskripsi Kegiatan / Proyek 4. Standard dan Peraturan 5. Output proses kegiatan lainnya Metode dan Cara 1. Benefit Cost Analysis 2. Benchmarking 3. Flowcharting 4. Design of Experiments

Masukan 1. Rencana Manajemen Mutu 2. Hasil2 Pengukuran Quality Control 3. Definisi Operasional

Masukan 1. Hasil Kerja 2. Rencana Manajemen Mutu 3. Definisi Operasional 4. Daftar Simak (Checklist)

Metode dan Cara 1. Metode dan Cara Perencanaan Mutu (Quality Planning) 2. Quality Audit / Audit Mutu

Metode dan Cara 1. Inspeksi 2. Tabel2 Kontrol 3. Pareto Diagram 4. Sampel Statististik 5. Pembuatan Flowchart 6. Analisa kecenderungan (Trend Analysis) Keluaran 1. Peningkatan Mutu 2. Keputusan keberterimaan 3. Pengerjaan Ulang 4. Daftar Simak yang sudah terisi komplet 5. Penyesuaian Proses Memonitor

Keluaran Keluaran 1. Quality Management Plan 1. Peningkatan Mutu atau RMK 2. Petunjuk Operasional 3. Daftar Simak (Checklist) 4. Masukan2 terhadap proses lainnya Memonitor Memonitor Mengaudit Menyusun (bersama Kontraktor Menetapkan dan Konsultan) Memonitor Menetapkan Memonitor

Menetapkan

Menerima Dokumen dari PPK

Menyusun bersama Konsultan Menyusun bersama Konsultan Pengawas Pengawas Melaksanakan Melaksanakan

Menerima Dokumen dari PPK

Menyusun bersama Kontraktor Memonitor

Menyetujui Memonitor

LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7.3


LKPP

7.2.

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

Penerapan Manajemen Resiko PBJ

7.2.1. Pengertian Resiko Resiko berhubungan dengan ketidakpastian ini terjadi oleh karena kurang atau tidak tersedianya cukup informasi tentang apa yang akan terjadi. Sesuatu yang tidak pasti (uncertain) dapat berakibat menguntungkan atau merugikan.menurut Wideman, ketidak pastian yang menimbulkan kemungkinan menguntungkan dikenal dengan istilah peluang (Opportunity, sedangkan ketidak pastian yang menibulkan akibat yang merugikan dikenal dengan istilah resiko (Risk). Secara umum resiko dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang dihadapi seseorang atau perusahaan dimana terdapat kemungkinan yang merugikan. Bagaimana jika kemungkinan yang dihadapi dapat memberikan keuntungan yang sangat besar sedangkan kalaupun rugi hanya kecil sekali? Misalnya membeli loterei. Jika beruntung maka akan mendapat hadiah yang sangat besar tetapi jika tidak beruntung uang yang digunakan membeli loterei relatif kecil.Apakah ini juga tergolong Resiko? jawabannya adalah hal ini juga tergolong resiko. Selama mengalami kerugian walau sekecil apapun hal itu dianggap resiko.

7.2.2. Pengertian Manajemen Resiko Manajemen resiko adalah suatu pendekatan terstruktur/metodologi dalam mengelola ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman; suatu rangkaian aktivitas manusia termasuk: Penilaian resiko, pengembangan strategi untuk mengelolanya dan mitigasi resiko dengan menggunakan pemberdayaan/pengelolaan sumberdaya. Strategi yang dapat diambil antara lain adalah memindahkan resiko kepada pihak lain, menghindari resiko, mengurangi efek negatif resiko, dan menampung sebagian atau semua konsekuensi resiko tertentu. Manajemen resiko tradisional terfokus pada resiko-resiko yang timbul oleh penyebab fisik atau legal (seperti bencana alam atau kebakaran, kematian, serta tuntutan hukum. Manajemen resiko keuangan, di sisi lain, terfokus pada resiko yang dapat dikelola dengan menggunakan instrumen-instrumen keuangan. Sasaran dari pelaksanaan manajemen resiko adalah untuk mengurangi resiko yang berbeda-beda yang berkaitan dengan bidang yang telah dipilih pada tingkat yang dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini dapat berupa berbagai jenis ancaman yang disebabkan oleh lingkungan, teknologi, manusia, organisasi dan politik. Di sisi lain pelaksanaan manajemen resiko melibatkan segala cara yang tersedia bagi manusia, khususnya, bagi entitas manajemen resiko (manusia, staff, dan organisasi). Dalam perkembangannya Resiko-resiko yang dibahas dalam manajemen resiko dapat diklasifikasi menjadi LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7.4


LKPP

LKPP



Resiko Operasional



Resiko Hazard



Resiko Finansial



Resiko Strategik

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

Hal ini menimbulkan ide untuk menerapkan pelaksanaan Manajemen Resiko Terintegrasi Korporasi (Enterprise Risk Management). Manajemen Resiko dimulai dari proses identifikasi resiko, penilaian resiko, mitigasi,monitoring dan evaluasi.

7.2.3. Kategori Resiko Resiko dapat dikategorikan ke dalam dua bentuk : 1. resiko spekulatif, dan 2. resiko murni. Resiko spekulatif Resiko spekulatif adalah suatu keadaan yang dihadapi perusahaan yang dapat memberikan keuntungan dan juga dapat memberikan kerugian. Resiko spekulatif kadang-kadang dikenal pula dengan istilah resiko bisnis(business risk). Seseorang yang menginvestasikan dananya disuatu tempat menghadapi dua kemungkinan. Kemungkinan pertama investasinya menguntungkan atau malah investasinya merugikan. Resiko yang dihadapi seperti ini adalah resiko spekulatif. Resiko spekulatif adalah suatu keadaan yang dihadapi yang dapat memberikan keuntungan dan juga dapat menimbulkan kerugian. Resiko murni Resiko murni (pure risk) adalah sesuatu yng hanya dapat berakibat merugikan atau tidak terjadi apa-apa dan tidak mungkin menguntungkan. Salah satu contoh adalah kebakaran, apabila perusahaan menderiat kebakaran,maka perusahaan tersebut akan menderita kerugian. kemungkinan yang lain adalah tidak terjadi kebakaran. Dengan demikian kebakaran hanya menimbulkan kerugian, bukan menimbulkan keuntungan, kecuali ada kesengajaan untuk membakar dengan maksud-maksud tertentu. Resiko murni adalah sesuatu yang hanya dapat berakibat merugikan atau tidak terjadi apa-apa dan tidak mungkin menguntungkan. Salah satu cara menghindarkan resiko murni adalah dengan asuransi. Dengan demikian besarnya kerugian dapat diminimalkan. itu sebabnya resiko murni kadang dikenal dengan istilah resiko yang dapat diasuransikan ( insurable risk ).

LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7.5


LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

Perbedaan utama antara resiko spekulatif dengan resiko murni adalah kemungkinan untung ada atau tidak, untuk resiko spekulatif masih terdapat kemungkinan untung sedangkan untuk resiko murni tidak dapat kemungkinan untung. RISK MAP IN PUBLIC PROCUREMENT

Aturan terkait Manajemen Resiko dalam Perpres 54 Tahun 2010 Pasal 26 d.pekerjaan yang secara rinci/detail tidak dapat dihitung/ ditentukan terlebih dahulu, sehingga apabila dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa akan menimbulkan ketidakpastian dan resiko yang besar; Pasal 38 (5) Kriteria Barang khusus/Pekerjaan Konstruksi khusus/Jasa Lainnya yang bersifat khusus yang memungkinkan dilakukan Penunjukan Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:

LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7.6


LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

a. Barang/Jasa Lainnya berdasarkan tarif resmi yang ditetapkan pemerintah; b. Pekerjaan Konstruksi bangunan yang merupakan satu kesatuan sistem konstruksi dan satu kesatuan tanggung jawab atas resiko kegagalan bangunan yang secara keseluruhan tidak dapat direncanakan/ diperhitungkan sebelumnya (unforeseen condition); c. Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bersifat kompleks yang hanya dapat dilaksanakan dengan penggunaan teknologi khusus dan hanya ada 1 (satu) Penyedia yang mampu; Pasal 39 (1) Pengadaan Langsung dapat dilakukan terhadap Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling tinggi Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dengan ketentuan sebagai berikut: a. merupakan kebutuhan operasional K/L/D/I; b. teknologi sederhana; c. resiko kecil; dan/atau d. dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa usaha orangperseorangan dan/atau badan usaha kecil serta koperasi kecil, kecuali untuk paket pekerjaan yang menuntut kompetensi teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh Usaha Mikro, Usaha Kecil dan koperasi kecil. Pasal 51 (1) Kontrak Lump Sum merupakan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu sebagaimana ditetapkan dalam Kontrak, dengan ketentuan sebagai berikut: a. jumlah harga pasti dan tetap serta tidak dimungkinkan penyesuaian harga; b. semua resiko sepenuhnya ditanggung oleh Penyedia Barang/Jasa; c. pembayaran didasarkan pada tahapan produk/keluaran yang dihasilkan sesuai dengan isi Kontrak; d. sifat pekerjaan berorientasi kepada keluaran (output based); e. total harga penawaran bersifat mengikat; dan f. tidak diperbolehkan adanya pekerjaan tambah/kurang.

Manajemen Resiko Kontrak MEMILIH JENIS KONTRAK Walaupun tidak tepat benar, memilih jenis kontrak bisa dianalogikan dengan memilih sepatu. Ada banyak jenis sepatu tersedia di pasaran, tetapi sebelum memutuskan untuk membeli, kita harus mempertimbangkan sepatu tersebut diperlukan untuk kegiatan apa. Ada sepatu yang cocok untuk jogging, ada safety shoes untuk bekerja di proyek, ada sepatu casual untuk jalan-jalan santai, ada sepatu formal untuk menghadiri acara resmi. Apa ada satu jenis sepatu yang cocok untuk semua kegiatan ? Rasanya belum ada.

LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7.7


LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

Demikian juga dalam memilih jenis kontrak. Ada berbagai tipe kontrak yang bisa digunakan, tapi pilihan akhirnya akan tergantung pada kebutuhan dan situasi pemilik proyek. Umumnya, ada 3 target yang ingin dicapai dalam suatu kegiatan/proyek : 1. Biaya ekonomis ( tidak harus biaya terendah ) 2. Kualitas pekerjaan 3. Jangka waktu penyelesaian Sayangnya, ketiga target diatas tidak selalu dapat dipenuhi oleh suatu jenis kontrak tertentu. Karena itu, dalam memilih jenis kontrak, pemilik proyek perlu menentukan apa yang menjadi target utamanya. Sebagai contoh, misalkan ada investor yang ditugaskan pemerintah membangun hotel di 2 kota : - hotel bintang lima di Jakarta, dengan target untuk menampung peserta SEA Games yang akan diselenggarakan 2 tahun lagi, dan - hotel bintang lima di Bali, untuk memenuhi kebutuhan pariwisata yang terus meningkat. Dari contoh di atas bisa dilihat bahwa faktor waktu menjadi prioritas utama untuk proyek hotel di Jakarta. Kontrak tipe fast track, dimana pekerjaan konstruksi dimulai sebelum design-nya 100% selesai, bisa menjadi pilihan. Resikonya, setiap perubahan design akan diikuti dengan kerja ulang ( abortive & rework ) di lapangan. Sehingga tujuan biaya proyek yang ekonomis sulit dicapai. Sedangkan untuk proyek hotel di Bali, investor punya waktu lebih banyak. Pekerjaan design bisa diselesaikan 100%, baru kemudian pekerjaan konstruksi ditenderkan untuk mendapat penawaran fixed price / lump sum. Disini kualitas dan biaya lebih terkontrol, tapi jangka waktu penyelesaian proyek lebih lama. Menganalisa Resiko & Menentukan Pihak yang Akan Menanggung Resiko didefinisikan sebagai kemungkinan terjadinya kerugian atau kecelakaan. Dalam proyek engineering atau konstruksi, resiko umumnya diartikan sebagai kemungkinan terjadinya kerugian finansial. Untuk proyek skala besar, check-list resiko bisa berupa : JENIS RESIKO Resiko lokasi

KETERANGAN Status kepemilikan tanah, lokasi terletak di daerah gempa /

LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7.8


LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

JENIS RESIKO

LKPP

LKPP

LKPP

KETERANGAN banjir / angin topan, kondisi geoteknis, penemuan arkeologis, dll.

Resiko design / konstruksi

Kesalahan design, masalah constructability, produktivitas tenaga kerja, kecelakaan kerja, kerusakan material / equipment selama pengiriman, schedule delay, etc

Resiko ekonomi

Inflasi,

perubahan

hukum

perpajakan,

fluktuasi

harga

komoditas, perubahan kurs mata uang asing, material “hilang dari pasaran” karena diserap booming konstruksi di Cina ( masih ingat kejadian ini sekitar tahun 2003-2004 ? ), Resiko politik

Perubahan kebijakan pemerintah, proyek ditentang oleh masyarakat, perang, embargo

Resiko lingkungan hidup

Perlindungan terhadap fauna / flora langka di sekitar lokasi proyek, kontaminasi lingkungan akibat limbah, penurunan kualitas udara – air – tanah dalam jangka panjang

Di phase awal kegiatan/proyek, semua resiko pekerjaan berada di tangan Pengguna Jasa. Pada waktu kontrak ditandatangani, sebagian resiko berpindah ke kontraktor. Jadi Pengguna Jasa perlu memperhatikan perbedaan mekanisme risk transfer pada berbagai jenis kontrak. Sebagai contoh, resiko biaya berkaitan dengan produktivitas tenaga kerja : - dalam kontrak lump sum : resiko ditanggung Kontraktor - dalam kontrak reimbursable : resiko ditanggung Pengguna Jasa Teori konvensional dalam risk allocation menyatakan bahwa proyek yang ekonomis akan dicapai bila resiko dialokasikan kepada pihak-pihak ( Pengguna Jasa & Kontrakor ) yang paling mampu untuk mengatasi resiko tersebut. Dalam menyusun kontrak, Pengguna Jasa mengalokasi resiko pekerjaan :

LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7.9


LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

- Kontraktor, misalnya diminta menanggung resiko yang berkaitan dengan pelaksanaan kerja ( ketersediaan sumber daya, produktivitas kerja, resiko konstruksi, inflasi, etc. ). - Pengguna Jasa, misalnya akan menanggung resiko kondisi sub-soil, perubahan peraturan pemerintah, menyediakan asuransi yang mencakup pekerjaan dari awal s/d masa pemeliharaan, menyediakan asuransi untuk kerugian / kerusakan terhadap pihak ketiga, dst. Pengalokasian resiko ini akan berpengaruh terhadap pengajuan harga tender oleh para kontraktor. Strategi Kontrak Dalam mempersiapkan dokumen pengadaan, Pengguna Jasa biasanya membuat engineering studies untuk menentukan parameter dasar proyek. Mulai dari identifikasi jenis fasilitas utama yang diperlukan, kapan target operasionalnya, desired project life, fasilitas-fasilitas penunjang, dan estimasi biaya awal. Dari informasi ini, didapat perkiraan ruang lingkup dan urutan pekerjaan. Setelah menganalisa resiko-resiko dan kebutuhan / prioritas proyek, Pengguna Jasa kemudian membuat strategi kontrak. Contoh-contoh Startegi Kontrak yang diterapkan di dunia internasional: 

Jika Pengguna Jasa berpengalaman dalam mengendalikan pekerjaan design dan konstruksi, maka kontrak cost plus – fast track bisa jadi pilihan untuk mempersingkat schedule proyek.

Kalau Pengguna Jasa berpengalaman dalam pengadaan barang ( procurement ), untuk pekerjaan konstruksi mereka bisa supply main equipment / materials ( free issue materials ). Sedangkan pekerjaan fabrikasi dan instalasi diserahkan lump sum ke Kontraktor.

Jika pekerjaan design dan konstruksi dianggap beresiko, maka Pengguna Jasa bisa membuat 2 paket kontrak lump sum ( engineering dan kemudian konstruksi ) untuk memanfaatkan keahlian dan pengalaman Kontraktor.

Pilihan lain adalah kontrak EPC, dimana satu perusahaan kontraktor akan menangani seluruh pekerjaan, dari design sampai dengan konstruksi dan commissioning. Keterlibatan Pengguna Jasa sangat minimal dalam kontrak jenis ini.

LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7 . 10


LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

Tentunya urusan “memindah resiko� ke Kontraktor ini akan sejalan dengan harga proyek yang harus dibayar oleh Pengguna Jasa. Dari sisi Kontraktor, semakin besar resiko yang harus mereka tanggung dan manage, semakin besar potensi keuntungan proyeknya. Pengguna Jasa perlu menentukan pilihan jenis kontrak yang akan digunakan sedini mungkin, karena hal ini akan berpengaruh terhadap penyusunan scope of work. Jenis Kontrak Ada berbagai jenis kontrak yang umum digunakan, beberapa diantaranya akan dibahas secara singkat berikut ini : Traditional Contracts: Dalam kontrak tradisional, pekerjaan design dan pekerjaan konstruksi dilakukan oleh perusahaan yang berbeda. Jadi Pengguna Jasa mengawasi pekerjaan dari beberapa perusahaan. Ada 3 principal tipes yang masuk kategori ini : Dalam kontrak jenis ini, harga yang fixed disepakati untuk Lump sum Contracts menyelesaikan seluruh scope pekerjaan. Umumnya tersedia Bill of Quantities yang menjabarkan lingkup pekerjaan yang di cover oleh harga lump sum. Juga tersedia schedule of rates untuk mengantisipasi variation works selama pelaksanaan proyek. Unit Rates atau Remeasurement Contract

Dalam kontrak jenis ini, nilai akhir proyek dihitung berdasarkan volume pekerjaan yang terlaksana di lapangan. Bill of Quantities menyediakan fixed unit rates dan perkiraan quantity untuk berbagai jenis pekerjaan. Pada akhir proyek, quantity pekerjaan yang terlaksana akan dihitung ulang / remeasured untuk menentukan nilai akhir proyek. Sering disebut sebagai fixed fee kontraks, dimana Kontraktor dibayar berdasarkan biaya aktual yang dikeluarkan ditambah dengan fixed fee, yang umumnya dinyatakan dalam bentuk persentase terhadap actual cost.

Cost Plus Contracts

Non Traditional Contract Design & Build / Turnkey / EPC Contract

Perbedaan kontrak ini dengan jenis kontrak tradisional adalah Pengguna Jasa menyerahkan pekerjaan design dan konstruksi kepada satu perusahaan. Pengguna Jasa cukup memberikan kriteria hasil akhir yang diinginkan. Keterlibatan Pengguna Jasa dalam proyek sangat minimal karena Kontraktor akan mengurus semuanya dari design sampai

LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7 . 11


LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

commissioning. Saat pekerjaan selesai, Pengguna Jasa tinggal “minta kunci untuk menghidupkan plant ( = turn key )�. Istilah design & build kontraks umumnya digunakan pada proyek gedung, sedangkan istilah turnkey / EPC kontraks banyak digunakan pada proyek industri atau migas. Fast tracking

Sering disebut phased construction, dimana pekerjaan konstruksi dimulai sebelum design selesai 100%. Pembayaran biasanya menggunakan sistem cost plus. Keuntungan kontrak jenis ini adalah waktu penyelesaian lebih singkat, kerugiannya terutama masalah perubahan design dan biaya.

Construction Management

Dalam jenis kontrak ini, Pengguna Jasa menunjuk satu perusahaan sebagai Construction Manager untuk mengendalikan pelaksanaan proyek. Pekerjaan konstruksi akan dilaksanakan oleh kontraktor lain yang punya perjanjian kerja langsung dengan Pengguna Jasa. Construction Manager bertugas untuk memberi saran kepada Pengguna Jasa mengenai strategi / prosedur tender, pemilihan kontraktor, mengawasi pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan administrasi kontrak.

Co-operative Kontraking Co-operative kontraking ( oleh kontraktor ) bertujuan untuk menggabungkan keahlian, kemampuan finansial serta sumber daya manusia dari beberapa perusahaan kontraktor untuk menyelesaikan suatu proyek. Ada berbagai skenario perjanjian internal antar perusahaan kontraktor tersebut : - Biaya dan potensi keuntungan / kerugian proyek ditanggung bersama, berdasarkan pada persentase yang disepakati ( 55%-45%, 60%-40%, etc. ) - Pekerjaan proyek dibagi atas beberapa bagian. Tiap Kontraktor akan bertanggung jawab terhadap pekerjaan tertentu sesuai keahliannya. Biaya dan potensi keuntungan / kerugian dari tiap pekerjaan ditanggung oleh masing-masing kontraktor pelaksana. - Kombinasi dari dua skenario di atas, ada pekerjaan yang ditangani bersama dan ada pekerjaan yang menjadi tanggung jawab masing-masing kontraktor. Bentuk co-operative kontraking yang banyak dikenal adalah Joint Ventures dan Consortium. Concession Based Method Umumnya jenis kontrak ini dilakukan oleh Pemerintah yang membutuhkan dukungan pihak swasta untuk membangun proyek infrastuktur. Contoh dari kontrak jenis ini antara lain Build-Operate-Transfer ( BOT ) dan Production Sharing Contracts ( PSC ).

LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7 . 12


LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

Dari uraian di atas, bisa dilihat bahwa terdapat berbagai pilihan jenis kontrak. Dari yang tradisional sampai dengan yang telah dimodifikasi. Tidak tertutup kemungkinan akan ada modifikasi kontrak baru, yang dibuat untuk menyesuaikan kebutuhan industri konstruksi yang terus berkembang. Pengguna Jasa akan memilih jenis kontrak yang paling sesuai berdasarkan pertimbangan : - biaya - kualitas - waktu, dan - kesiapan Pengguna Jasa untuk ikut terlibat dalam pelaksanaan proyek Tulisan ini lebih banyak membahas pemilihan jenis kontrak dan risk transfer dari sudut pandang Pengguna Jasa. Di lain kesempatan akan dilanjut dengan bagaimana kontraktor menganalisa dan mengantisipasi resiko pekerjaan selama proses tender. Referensi : - Gordon Smith : Construction Contracts – Drafting to Avoid Disputes - Mark Tiggeman : Contracts and Their Preparation - Jamal F. Bahar : Contracts Strategy – Managing the Pre-Award Phase Contoh cara mencocokkan antara kegiatan dengan jenis kontrak: FAKTOR Lingkup Kontrak Jadwal Pelaksanaan Kritis

Hubungan yang kompleks Kuantitas yang besar untuk tipe yang sama,

KONTRAK HARGA TETAP (FIX PRICE) Terdefinisikan dengan baik. Gambar lengkap 100% Tidak disarankan. Akan ada upaya memaksimalkan profit dengan mengorbankan jadwal. Tidak disarankan

KONTRAK HARGA SATUAN (UNIT COST) Terdefinisikan dengan baik, namun ada variasi kuantitas. Paling Menguntungkan

Tidak feasible, harga terbaik tidak dapat

Disarankan

Masih bisa diterima

COST REIMBURSABLE Tidak dapat didefiniskan pasti. Disarankan. Biaya lebih mahal namun bisa memberi arahan terhadap item yang kritis pengaruhnya. Disarankan Tidak disarankan, kecuali Incentive / Target

LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7 . 13


LKPP

LKPP

FAKTOR

LKPP

LKPP

LKPP

KONTRAK HARGA TETAP (FIX PRICE) diberikan untuk kuantitas yang tidak pasti jumlahnya.

namun total kuantitas akan ada variasi. (+/-)

LKPP

LKPP

LKPP

KONTRAK HARGA SATUAN (UNIT COST)

LKPP

COST REIMBURSABLE Contract.

DAMPAK TERHADAP BIAYA AKIBAT PEMBAGIAN KONTROL TERHADAP RESIKO KONTRAK NO

RESIKO

SISTEM AKUNTANSI BIAYA FIXED PRICE

1

2 3

4

5

6

Produktifitas Tenaga Kerja a. Manajemen Tenaga Kerja b. Waktu dan Kualitas Data Engineering dan Peralatan c. Quality Assurance d. Quality Control Lingkup Pekerjaan a. Definisi Awal Lingkup Pekerjaan b. Perubahan Lingkup Pekerjaan Biaya Tidak Langsung a. Staf b. Kebutuhan Habis Pakai c. Tukang/Tenaga Pendukung d. Manajemen Material Kualitas Konstruksi a. Kompleksitas Design b. Kelengkapan Gambar Engineering c. Prosedur dan Metode Konstruksi d. Jadwal Konstruksi e. Pengalaman Tukang f. Pelatihan Tukang g. Pengawasan Personil h. Peralatan dan Mesin-mesin konstruksi i. Prosedur Quality Control Keamanan a. Pelatihan b. Minimum Standar Kontraktor c. Standar Pengguna Jasa d. Aturan Standar (OSHA, SMK3, dll) e. Kebersihan Industrial Jadwal

REIMBURSABLE

K P/E

P P/E

P K

P P

P/E P/E

P/E P/E

K K K K

P P P P

P/E P/E

P/E P/E

K

P/E

P/E K K K K

P/E P P P P

K

P

K K P K

P P P K

S

S

DAMPAK TERHADAP PENGGUNA JASA FIXED PRICE REIMBURSABLE Rendah Tinggi

Tinggi

Rendah

Rendah

Tinggi

Menengah

Menengah

Menengah

Menengah

Tinggi

Tinggi

LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7 . 14


LKPP

NO

LKPP

LKPP

RESIKO a.

7

8

Jadwal pengiriman dari manufaktur b. Material yang disuply dari pengguna jasa c. Material yang disuply oleh kontraktor d. Penyedia Tenaga Kerja e. Produktivitas Tenaga Kerja f. Teknik Penjadwalan g. Durasi Jadwal h. Penambahan Jam lembur / Kerja shift Hubungan Tenga Kerja a. Sengketa Hukum b. Pemogokan Ilegal dan Pengunduran Diri c. Protes akibat berakhirnya kontrak d. Sengketa hukum antar kontraktor Manajemen Proyek a. b. c. d.

Gambar design yang memadai Pengadaan dan pengiriman material / equipment tepat waktu Pembatasan jumlah perubahan dan revisi gambar2 dan spesifikasi Kualitas fabrikasi material dan peralatan

LKPP

LKPP

LKPP

SISTEM AKUNTANSI BIAYA FIXED PRICE K

REIMBURSABLE P

K

P

K

P

K K K P P

P P P P P

K K

P P

K

P

K

P

P/E P/E

P/E P/E

P/E

P/E

P/E

P/E

LKPP

LKPP

LKPP

DAMPAK TERHADAP PENGGUNA JASA FIXED PRICE REIMBURSABLE

Rendah

Rendah

Rendah

Rendah

Keterangan: P = Pemilik Proyek/ Pengguna Jasa K = Kontraktor S = Sub Kontraktor E = Engineer/ Konsultan Biaya pelaksanaan paling efisien jika pengelolaan resiko diserahkan ke masing-masing pihak yang paling mampu menanganinya.

LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7 . 15


LKPP

7.3.

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

Unsur-unsur Pengendalian Pelaksanaan Kontrak

7.3.1. PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN PELAKSANAAN PEKERJAAN 1) PLANNING 

Proses yang secara sistematis mempersiapkan kegiatan guna mencapai tujuan dan sasaran tertentu.

Pada proses planning perlu diketahui hal-hal : 1) Permasalahan yang terkait dengan tujuan dan sumber daya yang tersedia. 2) Cara mencapai tujuan dan sasaran dengan memperhatikan sumber daya yang tersedia. 3) Penerjemahan rencana kedalam bentuk program-program sebagai kegiatan yang konkrit 4) Penetapan jangka waktu yang dapat disediakan guna mencapai tujuan dan sasaran

2) ORGANIZING 

Pengaturan atas suatu kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang dipimpin oleh pimpinan kelompok dalam suatu wadah organisasi.

Dalam proses manajemen, organisasi digunakan sebagai alat : 

Menjamin terpelihara koordinasi dengan baik

Membantu pimpinannya dalam menggerakkan fungsi-fungsi manajemen

Mempersatukan pemikiran dari satuan organisasi yang lebih kecil yang berada di dalam kordinasinya.

3) ACTUATING 

Fungsi manajemen untuk menggerakkan orang yang tergabung dalam organisasi agar melakukan kegiatan yang telah ditetapkan di dalam planning.

4) CONTROLLING 

Fungsi kegiatan guna menjamin pekerjaan yang telah dilaksanakan sesuai dengan rencana.

Pengendali proyek berkewajban melakukan controlling (secara berjenjang) terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh kontraktor dan konsultan untuk memastikan masing-masing tim sudah melakukan tugasnya dalam koridor “quality assurance”.

Fungsi kegiatan guna menjamin pekerjaan yang telah dilaksanakan sesuai dengan rencana. o Produk pekerjaan, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. o Seluruh sumber-sumber daya yang digunakan (manusia, biaya, peralatan, bahan) LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7 . 16


LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

o Prosedur metoda dan cara kerjanya

o Kebijaksanaan teknis yang diambil selama proses pencapaian sasaran 

Fungsi Controlling harus bersifat obyektif dan untuk menilainya dengan memperbandingkan antara rencana dan pelaksanaan (kemungkinan terjadinya penyimpangan).

ORGANISASI PROYEK KONSTRUKSI 

Secara fungsional ada tiga pihak yang sangat berperan dalam suatu proyek konstruksi, yaitu : Pengguna Jasa (PPK), Konsultan (manajemen, perencana, supervisi), dan Kontraktor (pelaksana konstruksi).

Bentuk-bentuk organisasi organisasi proyek konstruksi

Organisasi Tradisional (traditional/classical organization).

Organisasi Swakelola (force account).

Organisasi Proyek putar kunci (turnkey project).

Organisasi Proyek yang memisahkan kegiatan perencanaan dengan kegiatan pengawasan pelaksanaan proyek.

Organisasi Proyek yang menggunakan konsultan manajemen sebagai manajer konstruksi.

7.3.2. ASPEK PENTING DALAM PENGENDALIAN a. Struktur Organisasi Berdasarkan struktur organisasi akan dapat tergambarkan dengan jelas alur tanggung jawab serta rentang kendali dari setiap elemen yang ada. b. Prosedur Tetap (Standard Operating Procedure/SOP) Guna mendapatkan suatu ketertiban dan kedisiplinan dalam menjalankan kewajibannya atau tugasnya bagi semua pihak yang terlibat dalam proyek dibutuhkan adanya suatu Tata Cara Baku atau Prosedur Tetap (Standard Operating Procedure/SOP) . 7.3.3. SASARAN PENGENDALIAN 

Pengendalian Teknis

LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7 . 17


LKPP

LKPP

LKPP

Pengendalian Administrasi Proyek

Pengendalian Biaya.

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

7.3.4. CARA-CARA UNTUK MENCAPAI TUJUAN PENGENDALIAN 

Menciptakan sikap sadar akan mutu, anggaran dan jadwal,

Meminimalkan resiko dengan melihat kegiatan-kegiatan utama yang harus didahulukan

Mengkomunikasikan ke semua pihak, perihal kinerja pelaksanaan proyek

7.3.5. UNSUR-UNSUR AGAR SUATU SISTEM PENGENDALIAN DAPAT BERSIFAT EFEKTIF 

Tolok ukur yang realistis

Perangkat yang dapat memproses dengan cepat dan tepat.

Prakiraan yang akurat.

Rencana Tindakan.

7.3.6. Salah satu contoh penerapan pengendalian proyek: PENGENDALIAN FISIK PEKERJAAN  Rapat Pra Pelaksanaan (Pre-Construction Meeting / Pre Implementation Meeting) Tujuan dari Rapat Pra-pelaksanaan (RPP) o Untuk mendapatkan kesamaan interpretasi oleh semua unsur yang terkait o Pemahaman dan koreksi dan persetujuan tentang gambar rencana dan gambar kerja. o Kesepakatan dalam prosedur request dan approval. o Kesepakatan prosedur dan methode pelaksanaan kerja. o Penyusunan detail schedule mobilisasi dan pelaksanaan fisik. o Penjelasan prosedur administsrasi dan keuangan. 

Beberapa masalah yang dibahas dan disepakati dalam Rapat Pra-Pelaksanaan antara lain, penjelasan tentang: o Organisasi Kerja o Dokumen Kontrak o Jadwal Mobilisasi

LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7 . 18


LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

o Tata cara pengaturan pelaksanaan pekerjaan o Mutual Check dan Review Design o Penyusunan Time Schedule dan Work Schedule o Penentuan lokasi sumber material, estimasi, kuantitas serta rencana pemeriksaan mutu material (Quarry dan Borrow Pit) o Prosedur dan metode pelaksanaan teknis   

Kegiatan pengendalian Kegiatan administrasi pelaksanaan proyek Metode pendekatan terhadap masyarakat dan instansi terkait.

 Rapat Rutin Rapat rutin merupakan bagian dari upaya memantau dan mengendalikan secara terus menerus dan berkesinambungan atas berbagai aspek penyelenggaraan proyek, berupa mingguan, bulanan, kwartalan atau tengah tahunan. Aspek dan obyek yang dibahas dalam rapat rutin ini adalah setiap masalah yang diketemukan dalam kegiatan pengendalian yang telah dibahas pada bagian terdepan dari modul ini untuk diketahui dan mendapat perhatian pihak-pihak terkait. Pada rapat rutin menitikberatkan pada masalah tehnis operasional dengan penjelasan-penjelasan yang disampaikan Kepala Satuan Kerja Sementara, Konsultan Supervisi dan Kontraktor perihal kemajuan pelaksanaan maupun kendala-kendala yang dihadapi, mambahas kendala-kendala dan usulan yang diajukan, kemudian manghasilkan keputusan dan petunjuk pelaksanaan secara teknis terhadap setiap uraian kegiatan yang bermasalah dan juga dibahas tentang rencana prestasi kegiatan dalam pelaksanaan lanjutan. Agar dalam rapat rutin yang membahas permasalahan sesuai dengan tujuan yang dimaksudkan, maka materi dan agenda rapat perlu dipersiapkan dengan sebaik-baiknya dan merupakan tempat untuk mengevaluasi secara mendalam dari masing-masing uraian kegiatan. Yang dibahas dalam rapat rutin adalah: 

Gambaran Kemajuan Proyek Memberikan gambaran kemajuan proyek pada saat rapat rutin, terutama yang berkaitan dengan sasaran yang telah digariskan, seperti biaya, jadwal dan mutu, berikut hubungannya satu sama lain diantara sasaran-sasaran tersebut.

LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7 . 19


LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

Identifikasi Persoalan Mengidentifikasi persoalan yang dihadapi dan membuat prakiraan pencapaian sasaran akibat dari adanya masalah yang timbul, dan usaha-usaha mengatasinya.

 Monitoring dan Evaluasi Dalam upaya meningkatkan kualitas pengendalian proyek telah ditemukan metode selain CPM (Critical Path Method), suatu metode yang dikenal sebagai PERT (Project Evaluation and Review Technique). Untuk pelaksanaan monitoring dan evaluasi schedule dengan menggunakan program Microsoft Project yang mampu memperkirakan waktu dari setiap komponen kegiatan proyek dengan pendekatan deterministik.

PENGENDALIAN KEUANGAN PELAKSANAAN PEKERJAAN Pengendalian biaya adalah usaha untuk meyakinkan kuantitas bahan, volume pekerjaan dan ketepatan ukuran hasil pekerjaan. Pada dokumen kontrak sudah tercantum volume masing-masing pekerjaan, yang cukup detail. Dalam Rapat Pra-Pelaksanaan dibicarakan dan disepakati bersama. Tetapi dalam proses pelaksanaan terjadi penambahan atau pengurangan volume pekerjaan berpengaruh pada perhitungan harga. Dasar perhitungan pembayaran dilakukan dengan beberapa cara pembayaran yang berdasarkan atas: 

Biaya yang sesungguhnya telah dikeluarkan

Kurun waktu tertentu secara periodik

Kemajuan pekerjaan dan kinerja yang telah dicapai

Pembayaran berdasarkan persentasi prestasi kerja.

LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7 . 20


LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

Dengan menerapkan prinsip perhitungan pembayaran

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

PPK diharapkan mampu melaksanakan

Pengendalian Proyek secara optimal.

Gambar 7. Prosedur Pengendalian Biaya

LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7 . 21


LKPP

7.4.

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

Prosedur penanganan kegagalan teknis

Kegagalan Teknis kontrak bisa disebabkan beberapa hal: 1. Keadaan Kahar 2. Karena kesalahan Penyedia Jasa 3. Karena kesalahan Pengguna Jasa Prosedur penanganannya menurut Perpres 54 Tahun 2010 dapat digambarkan sebagai berikut:

Penyebab

Prinsip

Aturan Terkait

Keadaan Kahar

Perpres 54/2010 Pasal 91

Karena kesalahan Penyedia Jasa

     

Karena kesalahan Pengguna Jasa (peristiwa Kompensasi)

Ada opsi Perubahan Kontrak atau Pemutusan Kontrak Tidak ada sanksi dan denda Pemutusan Kontrak Pencairan Jaminan Pelaksanaan Pelunasan pengembalian uang muka Berlaku Denda Berlaku Sanksi dimasukkan dalam daftar hitam

Perpres 54/2010 Pasal 93 Lampiran Perpres 54/2010 SBD LKPP 2010

 Ada opsi Perubahan Kontrak Perpres 54/2010 Pasal 87 dan 122 (perpanjangan waktu)  Ada opsi ganti-rugi kompensasi

Lampiran Perpres 54/2010 dan SBD LKPP 2010

7.5. Identifikasi kontrak selesai Kompetensi yang disyaratkan bagi seorang PPK adalah: 

Mampu Mengidentifikasi hal-hal yang dapat mengakibatkan berakhirnya kontrak pengadaan barang/jasa o Hal-hal yang dapat mengakibatkan berakhirnya kontrak diidentifikasi secara cermat dan lengkap sesuai dengan perkembangan pelaksanaan pekerjaan o Hal-hal yang dapat mengakibatkan berakhirnya kontrak yang telah diidentifikasi, dikaji bobot permasalahannya o Hasil kajian bobot permasalahan yang dapat mengakibatkan berakhirnya kontrak, ditetapkan secara tepat LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7 . 22


LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

Mampu Mengakhiri pelaksanaan kontrak pengadaan barang/jasa o Tindakan atas hasil kajian bobot permasalahan yang dapat mengakibatkan berakhirnya kontrak,ditetapkan secara tepat sesuai dengan ketentuan yang berlaku o Tindakan yang berupa pnghentian kontrak pengadaan barang/jasa dirumuskan dan dituangkan dalam Berita Acara Berakhirnya Kontrak sesuai ketentuan yang berlaku.

Pengetahuan dan Keterampilan terkait identifikasi kontrak selesai adalah meliputi: 

Dokumen kontrak pengadaan barang/jasa

Tata cara mengakhiri pelaksanaan kontrak

Hukum Kontrak

Manajemen resiko

Menetapkan substansi yang dapat mengakibatkan berakhirnya pelaksanaan kontrak

Membuat berita acara berakhirnya pelaksanaan kontrak

Sikap kerja yang diperlukan adalah : 

Bersikap sesuai Etika PBJP

Taat azas terhadap ketentuan dan SOP

Bekerja / bertindak/ bersikap sesuai dengan prinsip-prinsip PBJP

Ada dua macam Identifikasi Kontrak Selesai 1. Kontrak yang diberhentikan: a. Karena Keadaan Kahar b. Karena Wanprestasi 2. Kontrak yang selesai dan siap diserahterimakan PEMBERHENTIAN KONTRAK 

Pemutusan Kontrak Pengadaan Barang

Pemutusan Kontrak Pekerjaan Konstruksi

Pemutusan Kontrak Jasa Konsultan

LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7 . 23


LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

SERAH TERIMA HASIL PELAKSANAAN KONTRAK 

Serah Terima Pengadaan Barang

Serah Terima Pekerjaan Konstruksi

Serah Terima Jasa Konsultan

SERAH TERIMA BARANG MENJADI MILIK NEGARA 

Inventarisasi Pengadaan Barang

Inventarisasi Pekerjaan Konstruksi

LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7 . 24


LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LAMPIRAN Salah satu referensi Peraturan tentang Sistem Manajemen Mutu Kontrak SISTEM MANAJEMEN MUTU (SMM) DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang :

a. bahwa dalam pelaksanaan Sistem Manajemen Mutu Departemen Pekerjaan Umum telah ditetapkan

Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor

362/KPTS/M/2004

tentang

Sistem

Manajemen

Mutu

Konstruksi

Departemen

Permukiman Dan Prasarana Wilayah; b. bahwa

Keputusan

362/KPTS/M/2004

Menteri tentang

Permukiman Sistem

dan

Manajemen

Prasarana Mutu

Wilayah

Konstruksi

Nomor

Departemen

Permukiman Dan Prasarana Wilayah sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan perkembangan dan kondisi saat ini, oleh karena itu perlu diganti; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tentang Sistem Manajemen Mutu Departemen Pekerjaan Umum; Mengingat

:

1. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 64 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3956); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3957); 3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 1999 TLN Nomor

LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7 . 25


LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

4020); 4. Keputusan Presiden RI Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah beserta perubahannya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 120); 5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004; 6. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008; 7. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 50 tahun 2008; 8. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 01/PRT/M/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pekerjaan Umum; MEMUTUSKAN: Menetapkan

: PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM TENTANG SISTEM MANAJEMEN MUTU DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM.

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Unit Kerja adalah Unit Eselon I, Unit Eselon II, Unit Eselon III dan seterusnya di lingkungan Departemen Pekerjaan Umum termasuk Unit Eselon III (yang terpisah dari Eselon II-nya).

LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7 . 26


LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

2. Satuan Kerja yang selanjutnya disebut Satker adalah organisasi/lembaga pada Pemerintah yang bertanggungjawab kepada Menteri dan menyelenggarakan kegiatan yang dibiayai pemerintah. 3. Unit Pelaksana adalah Satuan Kerja Pelaksana Kegiatan yang selanjutnya disebut SNVT/SKS/PPK yang berada di lingkungan Departemen Pekerjaan Umum yang bertanggung jawab kepada Menteri dan menyelenggarakan kegiatan yang dibiayai pemerintah berdasarkan ketentuan peraturan yang berlaku. 4. Penyedia Barang/Jasa adalah badan usaha atau orang-perseorangan yang kegiatan usahanya menyediakan barang/layanan jasa di lingkungan Departemen Pekerjaan Umum. 5. Mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang/jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam pemenuhan persyaratan yang ditentukan atau yang tersirat. 6. Sistem Manajemen Mutu yang selanjutnya disebut SMM, adalah sistem manajemen organisasi untuk mengarahkan dan mengendalikan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi dan non-konstruksi di setiap Unit Kerja, Unit Pelaksana Kegiatan dan Penyedia Jasa dalam hal pencapaian mutu. 7. Kebijakan Mutu adalah maksud dan arahan secara menyeluruh sebuah organisasi yang terkait dengan mutu, seperti yang dinyatakan secara resmi oleh manajemen puncak. 8. Rencana Mutu Unit Kerja yang selanjutnya disebut RMU merupakan rencana kerja sebagai penjabaran dari sasaran dan program kegiatan tahunan berjalan yang disusun oleh Unit Kerja Eselon I sampai dengan Eselon II dalam rangka menjamin mutu. 9. Rencana Mutu Pelaksanaan Kegiatan yang selanjutnya disingkat RMP merupakan dokumen Sistem Manajemen Mutu Pelaksanaan kegiatan yang disusun oleh Satuan Kerja dan Unit Pelaksana Kegiatan (SNVT/SKS/PPK) dalam rangka menjamin mutu kegiatan. 10. Rencana Mutu Kontrak yang selanjutnya disebut RMK adalah rencana mutu pelaksanaan kegiatan yang disusun oleh Penyedia Jasa merupakan jaminan mutu terhadap tahapan proses kegiatan dan hasil kegiatan sebagaimana yang dipersyaratkan dalam pekerjaan. 11. Audit Internal SMM adalah audit yang dilakukan untuk memonitoring dan mengukur kesesuaian penerapan dan kinerja SMM pada seluruh fungsi Unit Kerja/Satuan Kerja/ Unit Pelaksana Kegiatan. 12. Kaji Ulang Manajemen adalah kegiatan yang bertujuan untuk meninjau penerapan Sistem Manajemen Mutu secara periodik, untuk memastikan kesesuaian, kecukupan dan keefektifannya baik melalui rapat atau dalam bentuk lainnya. 13. Panel Audit adalah Auditor yang memiliki kompetensi untuk mengkoordinasikan kegiatan Audit Internal SMM. LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7 . 27


LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

14. Sekretaris Jenderal adalah Wakil Manajemen tingkat Departemen. 15. Menteri adalah Menteri Pekerjaan Umum. 16. Departemen adalah Departemen Pekerjaan Umum. Pasal 2 Kebijakan Mutu Departemen merupakan suatu kebijakan/upaya guna menjamin ketersediaan infrastruktur yang handal bagi masyarakat dengan prinsip efisien dan efektif serta melakukan peningkatan mutu kegiatan secara berkelanjutan. Pasal 3 1) Maksud dari Peratuan Menteri ini untuk memberikan panduan melaksanakan manajemen organisasi yang mengarah pada perencanaan, penerapan, pengendalian, pemeliharaan dan peningkatan bagi pencapaian kinerja berlandaskan SMM yang terdokumentasi dan terintegrasi sesuai dengan Kebijakan Mutu yang ditetapkan di lingkungan Departemen Pekerjaan Umum. 2) Tujuan dari Peratuan Menteri ini untuk memudahkan Unit Kerja/Satuan Kerja/Unit Pelaksana Kegiatan, serta Penyedia Barang/Jasa dalam melaksanakan tugas pemerintahan di bidang Pekerjaan Umum agar tercapai kinerja yang direncanakan secara akuntabel, efisien dan efektif, dalam rangka mewujudkan tata kepemerintahan yang baik (good governance). Pasal 4 Ruang lingkup Peraturan Menteri ini mencakup : a) Penerapan SMM b) Pengelola SMM c) Tugas,tanggung jawab, dan wewenang d) Dokumentasi sistem manajemen mutu. e) Pengelolaan sumberdaya. f) Pelaksanaan kegiatan g) Pengukuran analisis dan perbaikan.

LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7 . 28


LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

BAB II PENERAPAN SMM Pasal 5 (1) Seluruh Unit Kerja sesuai dengan tugas dan fungsinya wajib memahami dan menerapkan SMM. (2) Seluruh Satuan Kerja dan Unit Pelaksana Kegiatan (Pekerjaan Konstruksi dan Non Konstruksi) di lingkungan Departemen sesuai dengan tugas dan fungsinya wajib memahami dan menerapkan SMM. (3) Penyedia Barang/Jasa di lingkungan Departemen Pekerjaan Umum baik di pusat maupun di daerah wajib memahami dan menerapkan SMM. (4) Unit Kerja, Satuan Kerja dan Unit Pelaksana Kegiatan di lingkungan Departemen baik di pusat maupun di daerah wajib melaksanakan pengukuran kinerja penerapan SMM melalui Audit Internal. (5) Unit Kerja, Satuan Kerja dan Unit Pelaksana Kegiatan baik di pusat maupun di daerah wajib melakukan audit SMM terhadap kegiatan yang dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa di lingkungan Departemen

BAB III PENGELOLA SMM Pasal 6 (1) Pengelola SMM terdiri atas Pejabat Struktural ditingkat Eselon I, Eselon II dan Eselon III (yang terpisah dari Eselon II-nya) memiliki dan bertanggung jawab terhadap penerapan SMM Departemen . (2) Dalam pelaksanaannya Pengelola SMM dapat dibantu oleh tenaga ahli yang memiliki kompetensi SMM. (3) Pengelola SMM terdiri atas Penjamin Mutu dan Panel Audit. (4) Penjamin Mutu terdiri atas Wakil Manajemen dan Pengendali Dokumen. (5) Panel Audit dijabat oleh seorang Auditor yang memiliki kompetensi untuk mengkoordinasikan kegiatan Audit Internal SMM. (6) Pejabat Pengelola SMM diangkat dan ditetapkan dengan surat keputusan oleh Pimpinan masing-masing. BAB IV TUGAS, TANGGUNG JAWAB, DAN WEWENANG LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7 . 29


LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

Pasal 7 Wakil Manajemen tingkat Departemen mempunyai tugas, tanggungjawab dan wewenang meliputi: a. merumuskan Kebijakan Mutu dan Sasaran Mutu Departemen Pekerjaan Umum; b. menyelenggarakan Kaji Ulang Manajemen tingkat Departemen secara periodik; c. mengevaluasi pencapaian Sasaran Mutu tingkat Departemen; d. melaporkan kinerja Penerapan SMM Departemen Pekerjaan Umum kepada Menteri; e. melaksanakan pembinaan penyelenggaraan SMM di tingkat Departemen dalam hal: 1. merencanakan, menerapkan, memelihara, dan mengembangkan SMM; 2. melaksanakan promosi kesadaran penerapan dan pemeliharaan SMM; 3. menyusun dan menetapkan dokumen acuan yang diperlukan bagi penyelenggaraan SMM; 4. melaksanakan Monitoring dan Evaluasi penyelenggaraan penerapan SMM;dan 5. menyusun serta mengkaji ulang SMM. f. menetapkan kebutuhan sumber daya untuk merencanakan, menerapkan, memelihara, dan mengembangkan SMM. Pasal 8 Pejabat struktural Eselon I sebagai pimpinan puncak di unit kerja mempunyai tugas, tanggungjawab dan kewenangan : a. membina dan meningkatkan penerapan SMM Unit Kerja Eselon I secara berkelanjutan; b. melaksanakan Kaji Ulang Manajemen tingkat Eselon I yang melibatkan Eselon II dilingkungan Unit Kerjanya masing-masing; c. mengikuti Kaji Ulang Manajemen ditingkat Departemen Pekerjaan Umum dan melaksanakan tindak lanjut atas hasil keputusan Kaji Ulang Manajemen tersebut. g. menyediakan sumber daya untuk merencanakan, menerapkan, memelihara, dan mengembangkan SMM. d. mengangkat Penjamin Mutu dan Pengelola Audit SMM ditingkat Unit Kerja Eselon I; e. menetapkan dan mendokumentasikan Manual Mutu dan Prosedur Mutu yang dipersyaratkan dalam SMM, dan menyusun prosedur/ petunjuk pelaksanaan/ instruksi kerja yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan di unit kerjanya; dan f. menetapkan Sasaran Mutu Unit Kerja Eselon I; LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7 . 30


LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

Pasal 9 Pejabat struktural Eselon II sebagai pimpinan puncak di unit kerja

mempunyai tugas, tanggungjawab dan

kewenangan : a. membina dan meningkatkan penerapan SMM Unit Kerja Eselon II secara berkelanjutan; b. menyusun prosedur/ petunjuk pelaksanaan/ instruksi kerja di Unit Kerja Eselon II; c. melaksanakan Kaji Ulang Manajemen tingkat Eselon II yang melibatkan Eselon III, dan Eselon IV serta Unit Pelaksana Kegiatan dilingkungan Unit Kerjanya masing-masing; d. mengikuti Kaji Ulang Manajemen ditingkat Unit Kerja Eselon I dan melaksanakan tindak lanjut atas hasil keputusan Kaji Ulang Manajemen tersebut; e. menyediakan sumber daya untuk merencanakan, menerapkan, memelihara, dan mengembangkan SMM; f.

mengangkat Penjamin Mutu dan Pengelola Audit SMM ditingkat Unit Kerja Eselon II;

g. menetapkan Sasaran Mutu Unit Kerja Eselon II;dan h. mengusulkan revisi atau usulan baru pada penerapan SMM dalam rangka peningkatan berkelanjutan. Pasal 10 Pejabat struktural Eselon III yang bertanggungjawab langsung kepada Eselon I nya mempunyai tugas, tanggungjawab dan kewenangan : a. membina dan meningkatkan penerapan SMM Unit Kerjanya; b. mengangkat Penjamin Mutu dan Pengelola Audit SMM ditingkat Unit Kerjanya; c. menetapkan Sasaran Mutu Unit Kerjanya; d. menyusun prosedur/ petunjuk pelaksanaan/ instruksi kerja di Unit Kerjanya; e. melaksanakan Kaji Ulang Manajemen tingkat Unit Kerjanya yang melibatkan Eselon IV serta Unit Pelaksana Kegiatan dilingkungan unit kerjanya masing-masing; f.

mengikuti Kaji Ulang Manajemen ditingkat Unit Kerja Eselon II dan melaksanakan tindak lanjut atas hasil keputusan Kaji Ulang Manajemen tersebut;

g. menyediakan sumber daya untuk merencanakan, menerapkan, memelihara, mengembangkan SMM; dan h. mengusulkan revisi atau usulan baru pada penerapan SMM dalam rangka peningkatan berkelanjutan. Pasal 11 LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7 . 31


LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

(1) Wakil Manajemen pada Unit Kerja Eselon I, Eselon II dan Eselon III (yang terpisah dari Eselon II-nya) mempunyai tugas, tanggungjawab dan wewenang meliputi : a. menyusun Manual Mutu dan Prosedur Mutu yang dipersyaratkan dalam SMM (khusus wakil manajemen Eselon I); b. melakukan sosialisasi SMM di masing – masing unit kerjanya; c. memastikan proses untuk SMM telah ditetapkan, didokumentasikan, diterapkan, dipelihara, dimonitor, dievaluasi dan Kaji Ulang agar tetap sesuai; d. melaporkan kinerja peningkatan SMM kepada Pimpinan di setiap Unit Kerja; e. memastikan promosi kesadaran mutu dan penerapan SMM di laksanakan di masing-masing Unit Kerja; f.

bersama Pengelola Audit SMM menyusun program Audit Internal SMM; dan

g. menetapkan kebutuhan sumber daya untuk merencanakan, menerapkan, memelihara, dan mengembangkan SMM. (2) Pengendali Dokumen pada Unit Kerja Eselon I, Eselon II dan Eselon III (yang terpisah dari Eselon II-nya) memiliki tugas, tanggungjawab sesuai ketentuan Prosedur Pengendalian Dokumen yang meliputi : a. memastikan Dokumen SMM telah disahkan sebelum diterbitkan; b. memastikan identifikasi perubahan dan status dokumen SMM; c. mengelola penyimpanan dan memelihara Dokumen SMM; d. mengelola penyimpanan dan memelihara Bukti Kerja/Rekaman yang terkait dengan pengendalian SMM; dan e. menjamin pendistribusian Dokumen SMM yang absah kepada pihak yang terkait dengan persetujuan Wakil Manajemen. (3) Pengelola Audit Internal SMM pada Unit Kerja Eselon I, Eselon II dan Eselon III (yang terpisah dari Eselon IInya) memiliki tugas, tanggungjawab dan wewenang sesuai ketentuan Prosedur Audit Internal SMM yang meliputi: a. bersama Wakil Manajemen menyusun Program Audit Internal SMM; b. melaksanakan Audit Internal SMM; c. melaporkan hasil Audit Internal SMM kepada Pimpinan unit kerjanya melalui Wakil Manajemen; d. mengevaluasi efektifitas pelaksanaan Audit Internal SMM beserta kinerja Auditor. LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7 . 32


LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

e. mengusulkan kebutuhan peningkatan kompetensi auditor. Pasal 12 Satuan Kerja dan Unit Pelaksana Kegiatan (SNVT/SKS/PPK) mempunyai tugas, tanggungjawab dan wewenang yang meliputi: a. menyusun dan menerapkan Rencana Mutu Pelaksanaan Kegiatan (RMP); b. melakukan tinjauan pada RMP apabila terjadi perubahan persyaratan pekerjaan, agar tetap memenuhi mutu yang dipersyaratkan; c. melakukan pengesahan ulang apabila terjadi perubahan RMP; d. mengesahkan Rencana Mutu Kontrak (RMK) penyedia barang/jasa setelah disepakati dalam rapat prapelaksanaan (pre-construction meeting) / rapat pendahuluan; e. memonitor, membina dan mengendalikan pelaksanaan kegiatan sesuai RMK untuk mencapai mutu yang dipersyaratkan; f. melakukan pembinaan dan menerapkan SMM secara konsisten di lingkungan kerjanya. g. mengusulkan perubahan yang diperlukan dalam penerapan SMM;dan h. mengusulkan penyusunan prosedur/petunjuk pelaksanaan/instruksi kerja kepada atasan langsungnya (Unit Kerja Eselon II atau Eselon III yang terpisah dari Eselon II-nya). Pasal 13 Penyedia Barang/Jasa wajib: a. membuat Rencana Mutu Kontrak (RMK) sebagai penjaminan mutu pelaksanaan kepada Unit Pelaksana Kegiatan pada rapat pra-pelaksanaan kegiatan (pre-construction meeting)/ rapat pendahuluan untuk mendapat pengesahan dari Kepala Unit Pelaksana Kegiatan (SNVT/SKS/ PPK); b. menerapkan dan mengendalikan pelaksanaan RMK secara konsisten untuk mencapai mutu yang dipersyaratkan pada pelaksanaan kegiatannya. c. melakukan tinjauan pada RMK apabila terjadi perubahan dalam pelaksanaan pekerjaan yang meliputi persyaratan/ketentuan/organisasi, agar tetap memenuhi mutu yang dipersyaratkan;dan d. mengajukan usulan pengesahan ulang apabila terjadi perubahan RMK.

LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7 . 33


LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

BAB V DOKUMENTASI SISTEM MANAJEMEN MUTU Pasal 14 Dokumentasi SMM meliputi ; Kebijakan mutu, SMM Departemen, Manual Mutu, Sasaran Mutu, Prosedur Mutu, Petunjuk Pelaksanaan, Instruksi Kerja, dan Rekaman/Bukti Kerja. BAB VI PENGELOLAAN SUMBER DAYA Pasal 15 Unit Kerja/Satuan Kerja/Unit Pelaksana Kegiatan/ Penyedia Barang Jasa harus mengelola Sumber Daya mencakup: a. ketersediaan semua sumber daya yang diperlukan untuk merencanakan, mengelola, menerapkan, mengendalikan, memelihara dan mengembangkan SMM; b. kompetensi sumber daya manusia yang melaksanakan pekerjaan sesuai dengan persyaratan; dan c. ketersediaan sarana dan prasarana yang diperlukan dalam keefektifan penerapan SMM. BAB VII PELAKSANAAN KEGIATAN Pasal 16 (1) Setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh Unit Kerja/Unit Pelaksana Kegiatan, dan Penyedia Barang/Jasa wajib memiliki dan menggunakan Rencana Mutu sesuai ketentuan SMM Departemen Pekerjaan Umum . (2) Pelaksanaan dan pengendalian kegiatan harus mengacu kepada rencana mutu secara konsisten. (3) Pemantauan dan pengukuran kinerja harus sesuai dengan rencana mutu yang telah ditetapkan untuk menilai keefektifan pelaksanaan kegiatan. (4) Tindakan pencegahan dan perbaikan harus dilakukan apabila terjadi penyimpangan atau ketidaksesuaian untuk mencapai kinerja sesuai rencana mutu yang telah ditetapkan.

LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7 . 34


LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

(5) Audit Internal SMM harus dilakukan oleh Unit Kerja Eselon I, Eselon II, dan Eselon III (yang terpisah dari Eselon II-nya) untuk memonitor kesesuaian SMM dan keefektifan penerapannya. (6) Penilaian peluang perbaikan yang berkelanjutan dalam penerapan SMM harus dilakukan melalui tindakan Kaji Ulang manajemen. (7) Pengaturan tentang Sistem Manajemen Mutu dimuat secara lengkap dalam lampiran, dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan Peraturan Menteri ini. BAB VIII PENGUKURAN, ANALISIS DAN PERBAIKAN Pasal 17 (1) Pimpinan dan Pejabat Struktural di setiap Unit Kerja/Satuan Kerja/Unit Pelaksana Kegiatan harus mengukur keberhasilan penerapan SMM dengan melaksanakan monitoring dan evaluasi pada proses maupun hasil kegiatan. (2) Setiap Unit Kerja/Satuan Kerja/Unit Pelaksana Kegiatan wajib melaksanakan analisis terhadap hasil monitoring dan evaluasi yang telah dilakukan untuk menilai keefektifan penerapan SMM dan peluangpeluang peningkatannya. (3) Setiap Unit Kerja/Satuan Kerja/Unit Pelaksana Kegiatan wajib melaksanakan perbaikan yang berkelanjutan. BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 18 (1) Penerapan SMM ini dapat dilaksanakan secara bertahap, sistematis, dan terencana dalam suatu program penerapan SMM yang memiliki target dan kerangka waktu yang jelas ditetapkan oleh masing-masing Unit Kerja Eselon I dan dilaporkan kepada Menteri Pekerjaan Umum. (2) Semua Unit Kerja harus melaksanakan penerapan SMM paling lama 2 (dua) tahun sejak peraturan ini ditetapkan. LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7 . 35


LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

(3) Unit Kerja yang sudah menerapkan SMM sebelum diterbitkan Peraturan Menteri ini segera melakukan penyesuaian, terhadap ketentuan-ketentuan SMM yang belum dilaksanakan agar mengacu pada SMM Departemen Pekerjaan Umum ini. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 19 Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, maka Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 362/KPTS/M/2004 tentang Sistem Manajemen Mutu Konstruksi Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 20 Peraturan Menteri ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Peraturan ini disebarluaskan kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk diketahui dan dilaksanakan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal

16 Maret 2009

MENTERI PEKERJAAN UMUM,

DJOKO KIRMANTO

LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7 . 36


LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

SISTEM MANAJEMEN MUTU Sistem Manajemen Mutu Konstruksi Depertemen Pekerjaan Umum telah ditetapkan dalam Kepmen Permukiman dan Prasarana Wilayah nomor 362/KPTS/M/2004 dengan dikeluarkannya Pedoman Penerapan Sistem Manajemen Mutu Konstruksi Departemen Pekerjaan Umum yang dimaksudkan sebagai acuan dalam penyusunan dan peberapan Sistem Manajemen Mutu Konstruksi guna meningkatkan jaminan mutu konstruksi di lingkungan Departemen Pekerjaan Umum beserta unit – unit pelaksana ( Kantor / Satker / PPK ) yang dibiayai melalui dana APBN dan pinjaman luar negeri. Dalam upaya mewujudkan / menjamin mutu konstruksi yang mengutamakan manfaat bagi masyarakat serta pemenuhan terhadap perencanaan program pemerintah maka seluruh jajaran Departemen Pekerjaan Umum secara konsisten harus menerapkan sistem manajemen mutu konstruksi sesuai dengan pedoman dalam Kepmen tersebut. Dokumentasi Sistem Manajemen Mutu Konstruksi ( SMM ) terdiri atas 3 ( tiga ) hirarki yaitu : Hirarki 1: Tingkat Departemen berupa Pedoman Mutu Hirarki 2: Tingkat Direktorat Jenderal berupa Manual Mutu dan Prosedur Mutu Hirarki 3: Tingkat Unit Pelaksana berupa Rencana Mutu, termasuk Petunjuk Pelaksanaan dan Instruksi Kerja yang diperlukan Pedoman Mutu dikembangkan dan diterapkan pada tingkat Departemen , mencakup kebijakan mutu konstruksi pimpinan Departemen, struktur organisasi yang berkaitan dengan SMM, ketentuan tentang pengembangan dan penerapan SMM pada tingkat Direktorat Jenderal dan Unit Pelaksana Konstruksi, serta batasan bagi penerapan SMM konstruksi pada tingkat Direktorat Jenderal dan Unit Pelaksana Konstruksi. Manual Mutu dikembangkan berdasar Pedoman Mutu pada tingkat Departemen, terkait kekhususan masing-masing Direktorat Jenderal. Manual Mutu harus mengidentifikasi seluruh elemen yang dipersyaratkan dalam SMM SNI 19.9001.2001 Prosedur Mutu berisi petunjuk pelaksanaan kegiatan atau aktivitas yang berkaitan dengan penjaminan mutu konstruksi di lingkungan Direktorat Jenderal terkait. Minimal mencakup mengenai  Pejabat yang membuat, memeriksa dan mengesahkan Prosedur Mutu;  Riwayat perubahan Prosedur Mutu;  Daftar distribusi Prosedur Mutu;  Lingkup penerapan dari Prosedur Mutu;  Referensi atau acuan yang digunakan dalam Prosedur Mutu;  Tahapan proses, aktivasi, atau kegiatan dari Prosedur Mutu;  Daftar lampiran berupa format Catatan Mutu yang merupakan pencatatan terhadap pelaksanaan kegiatan dari prosedur Mutu. Dalam rangka penerapan SMM konstruksi yang mengacu kepada standar SMM SNI 19.9001:2001 maka terdapat prosedur mutu yang minimal wajib dimiliki yaitu : 1. Prosedur Audit Mutu Internal; 2. Prosedur Pengendalian Dokumen dan Data; LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7 . 37


LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

3. Prosedur Pengendalian Produk yang tidak sesuai; 4. Prosedur Tindakan Perbaikan; dan 5. Prosedur Tindakan Pencegahan Rencana Mutu berisi rencana pelaksanaan kegiatan proyek dalam rangka penjaminan mutu konstruksi yang dihasilkan. Rencana Mutu harus mengidentifikasiksi : 1. Pejabat yang membuat, memeriksa dan mengesahkan rencana Mutu; 2. Riwayat perubahan rencana Mutu; 3. Daftar distribusi Rencana mutu; 4. Lingkup penerapan Rencana Mutu; dan 5. Referensi atau acuan yang digunakan dalam Rencana Mutu. Terdapat dua jenis Rencana Mutu yaitu : Rencana Mutu Proyek ( RMP ) adalah dokumen SMM konstruksi yang disusun oleh Unit Pelaksana sebagai pengguna barang / jasa dalam rangka menjamin mutu konstruksi bidang Pekerjaan Umum. Dokumen RMP digunakan sebagai panduan pelaksanaan pemantauan dan peninjauan terhadap pelaksanaan kegiatan proyek dibandingkan dengan ketentuan dan persyaratan yang telah ditetapkan sebelumnya dalam perencanaan program. RMP minimal mencakup : kebijakan proyek; informasi proyek; struktur organisasi proyek; lingkup kegiatan proyek; jadwal pelaksanaan kegiatan; daftar peralatan kerja; bagan alir pelaksanaan kegiatan; sistem manajemen mutu proyek; dan Daftar Simak. Rencana Mutu Kontrak ( RMK ) adalah dokumen SMM konstruksi yang disusun oleh Penyedia barang / jasa untuk setiap kontrak pekerjaan, digunakan untuk menjamin bahwa spesifikasi teknis yang melekat pada kontrak antara Penyedia Barang / Jasa dengan Pengguna Barang / Jasa sebagai wakil dari Departemen Pekerjaan Umum dipenuhi sebagaimana mestinya. RMK minimal mencakup : informasi pengguna dan penyedia jasa; bagan organisasi pelaksana pekejaan termasuk organisasi pengguna barang / jasa serta konsultan pengawas; uraian tugas & tanggung jawab pelaksana pekerjaan; prosedur pelaksanaan pekerjaan; prosedur instruksi kerja; bagian alir kegiatan pokok; gambar kerja ( shop drawing ); daftar bahan; daftar peralatan; jadwal kegiatan; & jadwal inspeksi; jadwal mobilisasi bahan, peralatan utama dan personil inti; lembar kerja dan daftar simak. Instruksi Kerja berisi cara kerja atau petunjuk teknis dari suatu aktivitas atau kegiatan yang berkaitan dengan penjaminan mutu konstruksi pada tingkat Unit Pelaksana. Instruksi Kerja minimal mencakup :  Pejabat yang membuat , memeriksa dan mengesahkan instruksi kerja;  Riwayat perubahan instruksi kerja;  Daftar distribusi instruksi kerja;  Lingkup penerapan instruksi kerja;  Referensi atau acuan yang digunakan dalam instruksi kerja;  Tahapan proses, aktivitas, atau kegiatan sesuai instruksi kerja;

LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7 . 38


LKPP

   

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

Daftar lampiran berupa format catatan mutu yang merupakan pencatatan dari pelaksanaan kegiatan sesuai instruksi kerja; Alur kerja dari aktivitas; Daftar peralatan yang dipergunakan Daftar rincian kegiatan atau aktivitas

Daftar simak atau daftar periksa. Catatan Mutu merupakan bukti-bukti dari hasil penerapan sistem manajemen mutu konstruksi dari ketiga tingkat hirarki. Catatan Mutu diantaranya berupa notulen hasil rapat evaluasi ( tinjauan manajemen ); hasil audit mutu ( internal dan eksternal ); data hasil pemeriksaan dan pengujian; data tentang produk atau proses yang tidak sesuai; daftar pegawai yang terkait dengan penjaminan mutu konstruksi di lingkungan departemen pekerjaan umum; dan data lain yang berkaitan dengan mutu konstruksi. Penjamin Mutu Dokumen penjamin mutu ( quality assurance ) merupakan dokumen yang berisi table – table yang lebih rinci tentang : informasi proyek, struktur organisasi, metode pelaksanaan, system dokumentasi dan jadwal kegiatan yang menjelaskan proses – proses pencapaian mutu suatu kegiatan jasa konstruksi. Penyusunan Standard Operation Prosedure (SOP) Penyusunan Standard Operation Procedure ( SOP ) Tujuannya untuk koordinasi dan membina kerja sama yang baik dan lancar, sehingga dapat memberikan pemahaman yang sama terhadap sasaran antara dan sasaran akhir dari proyek yang meliputi Mutu Standar, Norma, dan Tata cara pelaksanaan.

LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7 . 39


LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

Contoh Prosedur Penanganan Pekerjaan Kritis Untuk Pekerjaan Konstruksi: Berikut ini disampaikan beberapa contoh penanganan pekerjaan kritis untuk pekerjaan konstruksi dengan mengacu kepada klausul-klausul kontrak yang terdapat dalam SBD LKPP untuk Pekerjaan Konstruksi: PERMASALAHAN KONTRAK KRITIS Kontraktor tidak bisa masuk ke lokasi pekerjaan meski sudah diterbitkan SPMK

Progres pekerjaan lambat

PROSEDUR PENANGANAN SESUAI STANDAR KONTRAK Pemeriksaan lokasi bersama Penyerahan Lapangan Ada kompensasi jika kontraktor tidak bisa masuk ke lapangan secara penuh.

REFERENSI

SSUK 20. Penyerahan Lokasi Kerja 20.1 PPK berkewajiban untuk menyerahkan keseluruhan lokasi kerja kepada penyedia sebelum SPMK diterbitkan. Penyerahan dilakukan setelah sebelumnya dilakukan pemeriksaan lapangan bersama. Hasil pemeriksaan dan penyerahan dituangkan dalam berita acara penyerahan lokasi kerja. 20.2 Jika dalam pemeriksaan lapangan bersama ditemukan hal-hal yang dapat mengakibatkan perubahan isi Kontrak maka perubahan tersebut harus dituangkan dalam adendum Kontrak. 20.3 Jika penyerahan hanya dilakukan pada bagian tertentu dari lokasi kerja maka PPK dapat dianggap telah menunda pelaksanaan pekerjaan tertentu yang terkait dengan bagian lokasi kerja tersebut, dan kondisi ini ditetapkan sebagai Peristiwa Kompensasi. Karena kesalahan Penyedia SSUK Jasa : 26.2 Jika pekerjaan tidak selesai pada Tanggal Penyelesaian bukan akibat Keadaan  Denda Kahar atau Peristiwa Kompensasi atau  Penangguhan karena kesalahan atau kelalaian penyedia Pembayaran maka penyedia dikenakan denda. 26.3 Jika keterlambatan tersebut semataKarena kesalahan PPK: mata disebabkan oleh Peristiwa Kompensasi  Perpanjangan waktu maka PPK dikenakan kewajiban pembayaran dan  tidak dikenakan denda, ganti rugi. Denda atau ganti rugi tidak dikenakan jika Tanggal Penyelesaian  ada kompensasi disepakati oleh Para Pihak untuk diperpanjang. 63. Penangguhan 63.1 PPK dapat menangguhkan pembayaran setiap angsuran prestasi pekerjaan penyedia

LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7 . 40


LKPP

PERMASALAHAN KONTRAK KRITIS

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

PROSEDUR PENANGANAN SESUAI STANDAR KONTRAK

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

REFERENSI jika penyedia gagal atau lalai memenuhi kewajiban kontraktualnya, termasuk penyerahan setiap Hasil Pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. 63.2 PPK secara tertulis memberitahukan kepada penyedia tentang penangguhan hak pembayaran, disertai alasan-alasan yang jelas mengenai penangguhan tersebut. Penyedia diberi kesempatan untuk memperbaiki dalam jangka waktu tertentu. 63.3 Pembayaran yang ditangguhkan harus disesuaikan dengan proporsi kegagalan atau kelalaian penyedia. 63.4 Jika dipandang perlu oleh PPK, penangguhan pembayaran akibat keterlambatan penyerahan pekerjaan dapat dilakukan bersamaan dengan pengenaan denda kepada penyedia.

Banyak terjadi perubahan design

Dianalisis penyebabnya, apakah kontraktor berhak memperoleh kompensasi atau tidak.

SSKK P. Denda Untuk pekerjaan ini besar denda keterlambatan untuk setiap hari keterlambatan adalah 1/1000 (satu per seribu) dari [harga kontrak/harga bagian kontrak yang belum dikerjakan] SSUK 58. Peristiwa Kompensasi 58.1 Peristiwa Kompensasi dapat diberikan kepada penyedia dalam hal sebagai berikut: a. PPK mengubah jadwal yang dapat mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan; b. keterlambatan pembayaran kepada penyedia; c. PPK tidak memberikan gambar-gambar, spesifikasi dan/atau instruksi sesuai jadwal yang dibutuhkan; d. penyedia belum bisa masuk ke lokasi sesuai jadwal dalam kontrak; e. PPK menginstruksikan kepada pihak

LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7 . 41


LKPP

LKPP

PERMASALAHAN KONTRAK KRITIS

LKPP

LKPP

LKPP

PROSEDUR PENANGANAN SESUAI STANDAR KONTRAK

Mutu Konstruksi tidak sesuai spesifikasi

Penyedia Jasa wajib memperbaiki Ada denda keterlambatan perbaikan cacat mutu Dimasukkan dalam daftar hitam

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

REFERENSI penyedia untuk melakukan pengujian tambahan yang setelah dilaksanakan pengujian ternyata tidak ditemukan kerusakan/kegagalan/penyimpangan; f. PPK memerintahkan penundaan pelaksanaan pekerjaan; g. PPK memerintahkan untuk mengatasi kondisi tertentu yang tidak dapat diduga sebelumnya dan disebabkan oleh PPK; h. ketentuan lain dalam SSKK. 58.2 Jika Peristiwa Kompensasi mengakibatkan pengeluaran tambahan dan/atau keterlambatan penyelesaian pekerjaan maka PPK berkewajiban untuk membayar ganti rugi dan/atau memberikan perpanjangan waktu penyelesaian pekerjaan. 58.3 Ganti rugi hanya dapat dibayarkan jika SSUK 67. Cacat Mutu PPK atau Pengawas Pekerjaan akan memeriksa setiap Hasil Pekerjaan dan memberitahukan penyedia secara tertulis atas setiap Cacat Mutu yang ditemukan. PPK atau Pengawas Pekerjaan dapat memerintahkan penyedia untuk menemukan dan mengungkapkan Cacat Mutu, serta menguji Hasil Pekerjaan yang dianggap oleh PPK atau Pengawas Pekerjaan mengandung Cacat Mutu. Penyedia bertanggung jawab atas perbaikan Cacat Mutu selama Masa Kontrak dan Masa Pemeliharaan. 68. Pengujian Jika PPK atau Pengawas Pekerjaan memerintahkan penyedia untuk melakukan pengujian Cacat Mutu yang tidak tercantum dalam Spesifikasi Teknis dan Gambar, dan hasil uji coba menunjukkan adanya Cacat Mutu maka penyedia berkewajiban untuk menanggung biaya pengujian tersebut. Jika

LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7 . 42


LKPP

LKPP

PERMASALAHAN KONTRAK KRITIS

LKPP

LKPP

LKPP

PROSEDUR PENANGANAN SESUAI STANDAR KONTRAK

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

REFERENSI tidak ditemukan adanya Cacat Mutu maka uji coba tersebut dianggap sebagai Peristiwa Kompensasi. 69. Perbaikan Cacat Mutu 69.1 PPK atau Pengawas Pekerjaan akan menyampaikan pemberitahuan Cacat Mutu kepada penyedia segera setelah ditemukan Cacat Mutu tersebut. Penyedia bertanggung jawab atas cacat mutu selama Masa Kontrak dan Masa Pemeliharaan. 69.2 Terhadap pemberitahuan Cacat Mutu tersebut, penyedia berkewajiban untuk memperbaiki Cacat Mutu dalam jangka waktu yang ditetapkan dalam pemberitahuan. 69.3 Jika penyedia tidak memperbaiki Cacat Mutudalam jangka waktu yang ditentukan maka PPK, berdasarkan pertimbangan Pengawas Pekerjaan, berhak untuk secara langsung atau melalui pihak ketiga yang ditunjuk oleh PPK melakukan perbaikan tersebut. Penyedia segera setelah menerima klaim PPK secara tertulis berkewajiban untuk mengganti biaya perbaikan tersebut. PPK dapat memperoleh penggantian biaya dengan memotong pembayaran atas tagihan penyedia yang jatuh tempo (jika ada) atau uang retensi atau pencairan Surat Jaminan Pemeliharaan atau jika tidak ada maka biaya penggantian akan diperhitungkan sebagai utang penyedia kepada PPK yang telah jatuh tempo. 69.4 PPK dapat mengenakan Denda Keterlambatan untuk setiap keterlambatan perbaikan Cacat Mutu ,dan mendaftar hitamkan penyedia.

Kontraktor mengajukan klaim penambahan biaya

Didentifikasi, apakah termasuk: a. Keadaan kahar b. Disebabkan Kesalahan kontraktor c. Disebabkan kesalahan

SSKK. O. Penyesuaian Harga Untuk Penyesuaian Harga digunakan indeks yang dikeluarkan oleh _________ [BPS/ Instansi Teknis Lainnya]

LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7 . 43


LKPP

PERMASALAHAN KONTRAK KRITIS

Kontraktor mengajukan perpanjangan waktu

Terjadi keadaan kahar

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

PROSEDUR PENANGANAN SESUAI STANDAR KONTRAK pihak lain atau pengguna jasa Didentifikasi, apakah termasuk: d. Keadaan kahar e. Disebabkan Kesalahan kontraktor f. Disebabkan kesalahan pihak lain atau pengguna jasa

Ditangani sesuai prosedur di dalam kontrak, dengan tetap mengacu kepada Perpres 54. Hal-hal penting:  Prosedur pemberitahuan keadaan kahar.  Prosedur penghentian sementara pekerjaan.  Kemungkinan pemberian kompensasi kepada

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

REFERENSI

SSUK 36. Perubahan Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan 36.1 Perpanjangan waktu pelaksanaan dapat diberikan oleh PPK atas pertimbangan yang layak dan wajar untuk hal-hal sebagai berikut: a. pekerjaan tambah; b. perubahan disain; c. keterlambatan yang disebabkan oleh PPK; d. masalah yang timbul di luar kendali penyedia; dan/atau e. keadaan kahar. 36.2 Waktu penyelesaian pekerjaan dapat diperpanjang sekurang-kurangnya sama dengan waktu terhentinya kontrak akibat keadaan kahar atau waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan pada pasal 39.1. 36.3 PPK dapat menyetujui perpanjangan waktu pelaksanaan atas kontrak setelah melakukan penelitian terhadap usulan tertulis yang diajukan oleh penyedia. 36.4 PPK dapat menugaskan Panitia/Pejabat Peneliti Pelaksanaan Kontrak untuk meneliti kelayakan usulan perpanjangan waktu pelaksanaan. 36.5 Persetujuan perpanjangan waktu pelaksanaan dituangkan dalam adendum kontrak. SSUK 37. Keadaan Kahar 37.1 suatu keadaan yang terjadi diluar kehendak para pihak dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya, sehingga kewajiban yang ditentukan dalam Kontrak menjadi tidak dapat dipenuhi. 37.2 Yang digolongkan Keadaan Kahar meliputi: a. bencana alam;

LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7 . 44


LKPP

PERMASALAHAN KONTRAK KRITIS

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

PROSEDUR PENANGANAN SESUAI STANDAR KONTRAK penyedia jasa.  Kemungkinan pemutusan kontrak, tanpa sanksi kepada penyedia jasa.

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

REFERENSI b. bencana non alam; c. bencana sosial; d. pemogokan; e. kebakaran; dan/atau f. gangguan industri lainnya sebagaimana dinyatakan melalui keputusan bersama Menteri Keuangan dan menteri teknis terkait. 37.3 Apabila terjadi Keadaan Kahar, maka penyedia memberitahukan kepada PPK paling lambat 14 (empat belas) hari sejak terjadinya Keadaan Kahar, dengan menyertakan pernyataan Keadaan Kahar dari pejabat yang berwenang. 37.4 Jangka waktu yang ditetapkan dalam Kontrak untuk pemenuhan kewajiban Pihak yang tertimpa Keadaan Kahar harus diperpanjang sekurang-kurangnya sama dengan jangka waktu terhentinya Kontrak akibat Keadaan Kahar. 37.5 Keterlambatan pelaksanaan pekerjaan akibat Keadaan Kahar yang dilaporkan paling lambat 14 (empat belas) hari sejak terjadinya Keadaan Kahar, tidak dikenakan sanksi. 37.6 Pada saat terjadinya Keadaan Kahar, Kontrak ini akan dihentikan sementara hingga Keadaan Kahar berakhir dengan ketentuan, Penyedia berhak untuk menerima pembayaran sesuai dengan prestasi atau kemajuan pelaksanaan pekerjaan yang telah dicapai. Jika selama masa Keadaan Kahar PPK memerintahkan secara tertulis kepada Penyedia untuk meneruskan pekerjaan sedapat mungkin maka Penyedia berhak untuk menerima pembayaran sebagaimana ditentukan dalam Kontrak dan mendapat penggantian biaya yang wajar sesuai dengan yang telah dikeluarkan untuk bekerja dalam situasi demikian. Penggantian biaya ini harus diatur dalam suatu adendum Kontrak. 38.1 Penghentian kontrak dapat dilakukan

LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7 . 45


LKPP

PERMASALAHAN KONTRAK KRITIS

Pemutusan Kontrak oleh Pengguna Jasa

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

PROSEDUR PENANGANAN SESUAI STANDAR KONTRAK

Prosedur Sanksi:  Denda/pencairan jaminan  Blacklist

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

REFERENSI karena pekerjaan sudah selesai atau terjadi Keadaan Kahar. 38.2 Dalam hal kontrak dihentikan, maka PPK wajib membayar kepada penyedia sesuai dengan prestasi pekerjaan yang telah dicapai, termasuk: a. biaya langsung pengadaan Bahan dan Perlengkapan untuk pekerjaan ini. Bahan dan Perlengkapan ini harus diserahkan oleh Penyedia kepada PPK, dan selanjutnya menjadi hak milik PPK; b. biaya langsung pembongkaran dan demobilisasi Hasil Pekerjaan Sementara dan Peralatan; c. biaya langsung demobilisasi Personil. 38. Penghentian dan Pemutusan Kontrak 38.3 Pemutusan kontrak dapat dilakukan oleh pihak penyedia atau pihak PPK. 38.4 Menyimpang dari Pasal 1266 dan 1267 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pemutusan Kontrak melalui pemberitahuan tertulis dapat dilakukan apabila: a. penyedia lalai/cidera janji dalam melaksanakan kewajibannya dan tidak memperbaiki kelalaiannya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan; b. penyedia tanpa persetujuan Pengawas Pekerjaan, tidak memulai pelaksanaan pekerjaan; c. penyedia menghentikan pekerjaan selama 28 (dua puluh delapan) hari dan penghentian ini tidak tercantum dalam program mutu serta tanpa persetujuan Pengawas Pekerjaan; d. penyedia berada dalam keadaan pailit; e. penyedia selama Masa Kontrak gagal memperbaiki Cacat Mutu dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh PPK; f. penyedia tidak mempertahankan keberlakuan Jaminan Pelaksanaan; g. denda keterlambatan pelaksanaan pekerjaan akibat kesalahan penyedia sudah

LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7 . 46


LKPP

LKPP

PERMASALAHAN KONTRAK KRITIS

LKPP

LKPP

LKPP

PROSEDUR PENANGANAN SESUAI STANDAR KONTRAK

Pemutusan Kontrak oleh Penyedia Jasa

Prosedur

Terjadi sengketa / perbedaan pendapat antara Penyedia Jasa dengan Pengguna Jasa

1. Diupayakan melalui cara damai yaitu musyawarah, mediasi, rekonsiliasi. 2. Secara hukum, bisa dipilih salah satu:

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

REFERENSI melampaui 5% (lima perseratus) dari nilai Kontrak dan PPK menilai bahwa Penyedia tidak akan sanggup menyelesaikan sisa pekerjaan; h. Pengawas Pekerjaan memerintahkan penyedia untuk menunda pelaksanaan atau kelanjutan pekerjaan, dan perintah tersebut tidak ditarik selama 28 (dua puluh delapan) hari; i. PPK tidak menerbitkan SPP untuk pembayaran tagihan angsuran sesuai dengan yang disepakati sebagaimana tercantum dalam SSKK; j. penyedia terbukti melakukan KKN, kecurangan dan/atau pemalsuan dalam proses Pengadaan yang diputuskan oleh instansi yang berwenang; dan/atau k. pengaduan tentang penyimpangan prosedur, dugaan KKN dan/atau pelanggaran persaingan sehat dalam pelaksanaan pengadaan dinyatakan benar oleh instansi yang berwenang. 38.5 Dalam hal pemutusan Kontrak dilakukan karena kesalahan penyedia: a. Jaminan Pelaksanaan dicairkan; b. sisa Uang Muka harus dilunasi oleh penyedia atau Jaminan Uang Muka dicairkan; c. penyedia membayar denda; dan/atau d. penyedia dimasukkan dalam Daftar Hitam. SSUK 38.6 Dalam hal pemutusan Kontrak dilakukan karena PPK terlibat penyimpangan prosedur, melakukan KKN dan/atau pelanggararan persaingan sehat dalam pelaksanaan pengadaan, maka PPK dikenakan sanksi berdasarkan peraturan perundang-undangan. SSUK 71. Penyelesaian Perselisihan 71.1 Para Pihak berkewajiban untuk berupaya sungguh-sungguh menyelesaikan secara damai semua perselisihan yang timbul dari

LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7 . 47


LKPP

PERMASALAHAN KONTRAK KRITIS

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

PROSEDUR PENANGANAN SESUAI STANDAR KONTRAK a Litigasi/Pengadilan b Arbitrase

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

REFERENSI atau berhubungan dengan Kontrak ini atau interpretasinya selama atau setelah pelaksanaan pekerjaan ini. 71.2 Penyelesaian perselisihan atau sengketa antara para pihak dalam Kontrak dapat dilakukan melalui musyawarah, arbitrase, mediasi, konsiliasi atau pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. SSKK Q. Penyelesaian Perselisihan Jika perselisihan Para Pihak mengenai pelaksanaan Kontrak tidak dapat diselesaikan secara damai maka Para Pihak menetapkan lembaga penyelesaian perselisihan tersebut di bawah sebagai Pemutus Sengketa: [Pengadilan Republik Indonesia yang berkompeten/Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI)] [Jika BANI yang dipilih sebagai Lembaga Pemutus Sengketa maka cantumkan klausul arbitrase berikut tepat di bawah pilihan yang dibuat di atas: “Semua sengketa yang timbul dari Kontrak ini, akan diselesaikan dan diputus oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) menurut peraturan-peraturan administrasi dan peraturan-peraturan prosedur arbitrase BANI, yang keputusannya mengikat kedua belah pihak yang bersengketa sebagai keputusan tingkat pertama dan terakhir. Para Pihak setuju bahwa jumlah arbitrator adalah 3 (tiga) orang. Masing-masing Pihak harus menunjuk seorang arbitrator dan kedua arbitrator yang ditunjuk oleh Para Pihak akan memilih arbitrator ketiga yang akan bertindak sebagai pimpinan arbitrator.�]

LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7 . 48


LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

Gambar 8-1 Tindakan Perbaikan untuk Keterlambatan Progres

PCM diselenggarakan oleh PPK sebelum Tanggal Mulai Pekerjaan, dihadiri Direksi dan Kontraktor

Rapat PraPelaksanaan (PCM)

Berita Acara PCM ditandatangani Pemilik, Direksi, Kontraktor

Berita Acara PCM

Kontraktor menyerahkan Program Ko ntrakto r M enyerahkan Revisi Pro gram

berdasarkan PCM dan mungkin direvisi, bila diperlukan LANGKAH A

P ersetujuan Direksi P ekerjaan

Jika progres pekerjaan tidak kritis, selanjutnya -Kontraktor melanjutkan pekerjaan

Tidak

-Kontraktor menyelesaikan pekerjaan (serah terima) -Kontraktor mengalami keterlambatan, ke Langkah C

Ya B erhasil

LANGKAH B Jika progres pekerjaan kritis, Direksi memerintahkan Kontraktor untuk menyampaikan Revisi Program bersama

Pengendalian P ekerjaan

A

dengan Tindakan Perbaikan untuk mempercepat progres dan menyelesaikan pekerjaan dalam Waktu Penyelesaian (SU 8.6). Suatu pengujian dalam perioda terbatas

Tidak Ya

Serah Terima

Kritis? * Tidak B

Tidak Serah Terima

Tindakan P erbaikan & P ersetujuan

diperlukan untuk membuktikan apakah Revisi Program dapat dicapai. - Jika berhasil, Kontraktor mewlanjutkan pekerjan . - Jika gagal, Kontrak mungkin diputus - Jika terlambat, ke Langkah. C

Terlambat C Pemutusan Ko ntrak

M asa P engujian

LANGKAH C Jika prgres terlambat melebihi Waktu untuk Penyelesaian: - Jika Kontraktor dapat menyelesaikan Pekerjaan dalam Waktu untuk Penyelesaian + 100 hari, Kontraktor harus membayar kerugian karena keterlambatan - Jika Kontraktor tidak dapat menyelesaikan Pekerjaan

Gagal

dalam Waktu untuk Penyelesaian + 100 hari, tetapi Pemilik mengijinkan untuk menyelesaikan Pekerjaan,

Pemutusan Ko ntrak

.

Waktu untuk Penyelesaian

100 hari

>100 hari

*) P ro gres kritis artinya sangat terlambat untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dalam . 8.6), dapat merujuk kepada P eraturan M enteri P U Waktu untuk P enyelesaian (SU . - 100 hari adalah jumlah hari untuk kerugian karena keterlambatan maksimum - Ko ntrak dapat diputus berdasarkan banyak sebab selain keterlambatan pro. gres

Kontraktor harus membayar kerugian karena keterlambatan maksimum - Jika Kontraktor tidak dapat menyelesaikan Pekerjaan dalam Waktu untuk Penyelesaian + 100 hari, Pemilik berhak memutus Kontrak dan mencairkan jaminan pelaksanaan dan Kontraktor masih harus membayar . kerugian karena Keterlambatan maksimum

LKPP | MODUL PELATIHAN PBJ PEMERINTAH UNTUK PPK

7 . 49


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.