Peringatan 9 Tahun Tsunami 26 Desember Mengenal
Musium Tsunami Banda Aceh
Opportunity After Disaster
Bersyukur Karena Bencana Itu Hikmah
Aceh, Tsunami & Turki
Dewan Redaksi Penanggung Jawab Ketua Ikamat: Muhammad Ichsan
Redaksi Pemimpin Redaksi: Muhajir Wakil Pemimpin Redaksi Cut Tari Ferdayati Editor Putri Sarah Wardatul Ula Nurul Asmi Amalia Risda Afriyani Mitra Bestari Muhammad Arhami, M. Kom Anita Desiani, M. Kom Muhammad Nawawi, ST
Sekapur Sirih Assalamu’alaikum warahmatullahiwabarakatuh. Segala puji kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Buletin Ikamat (BULEKAT) edisi kedua ini dengan baik sesuai dengan waktu yang telah kita tentukan. Edisi kali ini bertemakan “Refleksi 9 tahun Tsunami�. Kami menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya edisi kedua ini, walaupun ditengah padatnya studi dan kesibukan lainnya, anggota redaksi BULEKAT serta dengan bantuan warga Ikamat akhirnya bisa menyelesaikan edisi kedua ini dengan baik. Semoga dengan adanya BULEKAT edisi kedua ini kita dapat belajar serta menambah wawasan demi terus berkarya. Akhir kata kami ucapkan selamat membaca. Salam Redaksi BULEKAT.
Ilustrator Muhammad Dean Karisa Hafiz Bunayya Rubrik Sastra M. Iqbal Fuzna Zakaria Rubrik Agama Tgk. Munir Tgk. Bukhari Rubrik Pendidikan Rika Hariati Ghina Urraihal Rubrik sejarah Raudhana Fitri Munazzah Rubrik Umum Misrul hayati
___________________________________
Bagi yang ingin mengirimkan tulisan, dapat dikirim ke email buletin_ikamat@yahoo.com dengan format tulisan maksimal 4 lembar A4 serta mencantumkan nama, email, & kota yg ditempati sekarang.
Daftar Isi
4 Aceh, Tsunami dan Turki Profil Mahasiswa(i) Aceh di 8 Turki Inter Voice. 12 1426 Desember 16Testimoni Warga IKAMAT Wawancara: Nahari Agustini. 18 Turkey’s Education: 20 Opportunity After Disaster 22 24 Asya’da Doğal Afetler Sejarah Sebagai Manifestasi 26 Musium Tsunami Banda 28 Aceh Bersyukur Karena Bencana 30 Itu Hikmah Azwir Nazar
Azwir Nazar & Putri Sarah
The Verandah of Loss and Possibility Lilianne Fan
Hidayat Ismed
Duta Besar Indonesia - Turki
Azwir Nazar & Muhammad Ichsan
Technology
Nurlaila Ramadhan S
Lisa Wilda Mumtahani
Sulih Nur Rohmah
Saiful Akmal
Ghina Ulraihal
Susilawati Aulya Ibrahim
Model and
32 Kumpulan Puisi Cerpen: 34 36 Peringatan 9 Tahun Tsunami Wawancara: Muhammad 40 Arhami Turki Kental Akan 42 Pengaruh Romawi Kuno Bintang Bumoe
Titip Rindu buat Ayah
Lukmanul Hakim
Untuk Sukses, Harus
Beda! Wardatul Ula
Misrul Hayati
Aceh, Tsunami dan Turki
Azwir Nazar
ADALAH Jamalon, usianya baru genap 20 tahun. Sehari-hari tinggal di Dayah. Peci hitam yang sudah mulai kusam tak juga lekang dikepalanya yang seperti bulat telur. Kain sarung dan reudak selalu dipakai pemuda berhidung mancung ini. Sama seperti kaum santri dan Tengku Dayah umumnya di Serambi Mekkah. Cita-cita dan tekadnya sudah bulat ingin menjadi Tengku atau alim ulama. Sekilas tiada yang menyangka bahwa anak dari sebuah Desa pesisir dulunya merupakan korban tsunami.
Btersebut kini menjadi seorang santri tampan.
ocah kecil yang lugu dan selalu tersenyum
Padahal 9 tahun lalu, saat tragedi tsunami ia terbawa air bah sampai 3 kilometer. Kisahnya pun sangat unik dan menakjubkan. Jamalon yang saat itu baru berusia 11 tahun selamat oleh seekor anjing. Baginya, saat itu anjing adalah sosok pahlawan. “Banyak orang pikir ini lelucon, dan tidak ada yang percaya, tapi Allah mengirimkan saya anjing. Melalui anjing ini saya selamat dalam musibah tsunami” ujarnya mengenang. Pria berkepala bulat telur dan berkulit putih ini mengisahkan anjing tersebut berwarna hitam putih. Seperti melambangkan siang dan malam. Laksana kegelapan dan cahaya terang benderang. Dalam kepanikan dan timbul tenggelam dalam air yang menggulung antara hidup dan mati dia nekat memeluk anjing lalu memegang erat ekornya. Abrakadabra, bocah yang tidak bisa berenang itu selamat! Iapun terhempas dan kandas ke daratan. Teman-temannya banyak hilang ditelan gelombang, terseok dan meninggal tertimpa reruntuhan dan kayu yang menggunung. Anehnya lagi, sang anjing, yang disebutnya pahlawanpun hilang tak berbekas. “Saya mencarinya dan hendak mengucapkan terima kasih, tapi dia sudah tak ada” ceritanya. Memang terjadi perdebatan tajam di relung batinnya. Misteri anjing itu sampai sekarang masih menjadi pertanyaan yang belum tersingkap. Mungkin itu Malaikat, pikirnya. Tapi bila Malaikat apakah mungkin merubah bentuk menjadi anjing? Begitu Jamalon melanjutkan. “Saya ingin tahu siapa pemiliki pahlawan saya itu, tapi saya tidak mengenalnya”
4 4
lanjut penyuka musik ini. Kejadian itu berlangsung sebentar saja, tapi kesannya akan terbawa seumur hidup. “Alasan Allah memanjangkan umur karena masih memberikan saya kesempatan untuk menebus dosa” sebutnya di suatu sore saat kami saling mengingat ie beuna mematikan itu. Bersama anak seusianya, Minggu pagi, 26 Desember 2004 itu ia tengah asik bermain kelereng. Goncangan dahsyat 9,1 SR pagi memecah keceriaan dan membuat Jamalon bersama anak nelayan lain panik bukan kepalang . Mereka berlari pulang ke rumah dan bertemu sanak keluarga. Tiada firasat apapun. Ya, layaknya anak-anak normal lain. Si mancung ini masih menghitung-hitung kelereng yang dibawanya. Tapi saat teriakan, “ie laot ka di ek..ie laot ka di ek…”. Mereka berlari sekencang-kencangnya. Tangannya terlepas dari pangkuan keluarga. Jamalon terasing dan dilumat air gelombang. Hantamam pohon kelapa tepat mengenai kepalanya. Kepalanya berdarah, begitupun hidung dan telinganya ikut berdarah sampai bertemu anjing pahlawannya. Kelingking kaki kanannyapun hampir putus digigit tikus beberapa saat usai bangkit dari tumpukan kayu. Terlanjang bulat. Rasa haus, lapar sempat dirasakan bocah yang saat itu masih kelas V SD di Aceh Besar itu. Untung, air racun berwarna pekat yang tertelan saat tergulung gelombang berhasil dia muntahkan saat meneguk air toilet di sebuah masjid yang para korban lain ‘berebutan’ tempat dengan mayat-mayat. Sepenggal cerita ini bukan untuk membuka luka. Bukan pula mengagungkan anjing. Paling tidak, potret Jamalon dapat mengisahkan dahsyatnya tragedi tsunami itu. Setiap orang memiliki kisah sendiri. Ini seperti unfinished story. Saya yakin ada ribuan, mungkin ratusan ribu cerita lain tentang tsunami Aceh yang belum sempat ditulis. Saya Insja Allah akan menuliskannya beberapa kisah-kisah demikian. Saya sendiri Saat Gempa dan Tsunami meluluhlantakkan Aceh sedang mandi di Laut Ulee-Lhee. Salah satu wilayah pantai di kota Banda Aceh yang terparah mengalami kerusakan. Hanya mesjid Baiturra-
him di bibir pantai yang masih kokoh berdiri megah. Menjadi bukti kekuasaan Allah atas bencana yang memangsa lebih 250 ribu orang pada Desember 2004 silam. Dari pantai ini pula sebuah peninggalan sejarah keajaiban dunia terbentangkan. Sebuah kapal PLTD apung terseret gelombang dan sampai kini berada di Pungee BlangCut, di pusat kota Banda Aceh. Konon kapal ini adalah generator listrik milik Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang digunakan untuk wilayah Banda Aceh demi mengatasi seringnya pemutusan listrik dengan penumbangan tiang oleh orang tak dikenal di masa konflik. Kapal berbobot 2.600 ton tersebut sebelumnya berada di laut dan terseret lebih 3 km ke pemukiman padat penduduk. Kedua tempat ini kemudian menjadi destinasi wisata dan ziyarah para turis yang datang ke Banda Aceh. Di sela-sela itu juga ada kuburan massal para korban yang tiap tahun diperingati dengan doa bersama oleh masyarakat Aceh. Di tempat itu, sebelumnya berdiri sebuah Rumah Sakit Meraxa. Destinasi lain yang menarik adalah museum tsunami dipusat kota dengan arsitektur yang khas sebagai edukasi bencana. Di seluruh Aceh tsunami diperingati sebagai hari duka yang mendalam. Meski sudah 9 tahun, namun kejadian itu masih dan akan selalu diingat oleh para korban maupun warga Aceh dan Indonesia sebagai musibah terbesar di abad 21. Bendera Merah Putih selalu dikibarkan setengah tiang tiap tanggal 26 Desember bertanda sebagai musibah nasional. Tsunami yang menewaskan lebih 230 ribu orang ini meninggalkan banyak cerita duka. Tapi ada pula hikmah yang dirasakan masyarakat Aceh. Tsunami telah membuka pintu nurani dunia yang terketuk pintu untuk membantu Aceh. Solidaritas seluruh dunia terbangun tanpa perintah. Segala jenis orang dan profesi ikut menyumbang untuk Aceh. Damai Acehpun tercipta setelah tsunami. Para pihak yang selama ini bertikai lebih dari 30 tahun akhirnya berdamai demi Aceh yang lebih baik dan bangkit dari musibah Tsunami dan kunkungan konflik. Bangsa-bangsa di dunia hadir dengan berbagai bendera. Baik melalui NGO, relawan, maupun pemerintahnya. Tokoh, selebriti dan pemimpin dunia silih berganti mengunjungi Aceh. Mulai Bill Clinton, Mursi, Jackie Chan sampai Cristiano Ronaldo. Tak ketinggalan aktor Paul Walker (Fast Furious) yang mengalami kecelakaan beberapa waktu lalu juga membantu Tsunami Aceh. Rehab rekom Acehpun
kebajiran dana trilyunan rupiah. Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi (BRR) Aceh-Nias dibentuk untuk mengkoordinasikan rehab rekom. Ada pula NGO dan lembaga donor yang membangun langsung ke wilayah bencana. Sehingga, setelah 9 tahun wajah Aceh sudah banyak berubah. Sisa-sisa tsunami hanya sedikit yang bisa ditemukan terutama di Kutaradja. Tumpukan kayu, bangunan roboh, tenda pengungsian, sudah tak lagi ada. Banda Aceh juga sudah jadi kota bersih dan lebih teratur. Rumah-rumah bantuan ada ratusan ribu berjejer di sepanjang pesisir pantai dan wilayah relokasi tsunami. Umumnya masyarakat memilih pulang kampung, sebab profesi mengharuskannya untuk mencari nafkah. Walau sampai saat ini masih juga ada yang tidak memperoleh rumah. Karena keserakahan manusia yang hidup senang karena derita saudaranya.
Rumah Bantuan Salah satu rumah bantuan rumah paling bagus adalah bantuan Turki. Ini menjadi rahasia umum di Aceh. Sebagian besar rumah Turki di awasi langsung oleh NGO pemberi bantuan. Terutama terhadap kontraktor nakal yang menelantarkan atau mengurangi spek bantuan. Palang Merah Turki malah membuat sebuah perkampungan baru di Aceh, yaitu Lampuuk, Kecamatan LhokNga Aceh Besar. Perkampungan yang menjadi primadona wisata sebelum tsunami ini rata dengan tanah terkena hempasan Tsunami. Lagi-lagi hanya masjid Rahmatullah yang berdiri megah menjadi saksi sejarah. Bila anda pernah menonton film “Hafalan Shalat Delisa” karya Tere Liye, maka masjid Rahmatullah adalah masjid-nya Delisa. Mesjid ini dibangun dari dana penjualan sarang burung walet yang dimiliki Desa Lampu’uk yang terletak di pegunungan kapur. Untuk mensyukuri hal tersebut, maka masyarakat menamakan mesjid ini dengan nama Mesjid Rahmatullah (rahmat Allah). Sehingga seluruh masjid ini di cat putih, sebagaimana warna sarang wallet. Dibagian belakang Mesjid tersebut (bagian Selatan) masih ada bukti tiang yang roboh dan kerusakan saat hantaman Tsunami. Plus beberapa foto yang dipajang dalam “Miracle Mosque Lampuuk”. Beberapa bagian masjid yang rusak ini kemudian juga direhab oleh Palang Merah Turki. Selain membangun rumah, community center Sultan Selim, Turki juga berkomitmen dalam bidang pendidikan. Turki melalui Yayasan Pasiad membangun sekolah Internasional pertama di Aceh. Fatih
55 5
Bilingual School. Sekolah tersebut menjadi sekolah favorit di Aceh. Siswa siswinya banyak menjuarai berbagai olimpiade di berbagai negara. Kini para alumninya banyak yang melanjutkan kuliah di Turki. Selain juga beasiswa dari yayasan lain dan pemerintah (YTB) ada sekitar 150 lebih putra putri Aceh kuliah S1, S2 dan S3 yang tersebar di berbagai kota di Bumi Alfatih yang memesona. Karakter orang Turki yang keras kepala, penidur pagi, dan ramah tak jauh beda seperti orang Aceh. Sehingga masa awal rehab rekon Aceh relawan Turki begitu membaur dengan korban tsunami. Mereka juga memproduksi ‘roti jumbo’ yang dibagikan bagi warga yang melintas sore hari di depan kantornya di Lhueng Bata, Banda Aceh. Saya baru tahu kalau ternyata ‘roti jumbo’ yang untuk mendapatkannya 9 tahun lalu itu dengan antrian panjang bernama ‘ekmek’.
Bitai dan Emperum Selain itu, di Aceh juga ada dua desa yang bertautan langsung dengan Turki. Yaitu Desa Bitai dan Emperum. Jaraknya tidak terlalu jauh dari Ule lhee. Bitai atau warga menyebutnya Makam Tgk di Bitai. Konon katanya Bitai berasal dari Baitul Maqdis tapi lidah orang Aceh turun tumurun berubah menyebut Bitai. Kenapa Baitul maqdis? Sebab dulunya wilayah ini (Palestina) masuk dalam wilayah kekhalifahan Turki Utsmani, sebelum emperium Ruum runtuh. Sebelum tsunami penduduk desa ini berjumlah 1.580 jiwa. Tapi usai tsunami hanya 421 jiwa yang tersisa (2005). Tapi sekarang sudah ramai lagi setelah 9 tahun tsunami. Palang Merah Turki membangun 350 buah rumah disini. Saat itu Wakil Perdana Menteri Turki langsung yang meresmikan rumah-rumah tersebut. Di Kompleks Teungku di Bitai ini tampak jelas jejak Turki di Aceh. Di dalamnya ada sebuah masjid yang dulunya dijadikan dayah untuk mengajarkan ilmu agama kepada masyarakat. Kabarnya masjid ini terbuat dari kayu dan batu, tapi sekarang sudah lebih indah kena sentuhan dan rehab orang Turki. Di dalam tanah 500 meter persegi ini berjejer makam Tgk Dibitai bersama sahabat dan keluarganya. Tiap marmar-nya berlambang bintang bulan, bertanda bendera Turki. Disini juga bisa dilihat silsilah lengkap keturunan Turki di Bitai dalam galeri foto yang tersimpan utuh. Mulai dari Syakir Jundi Istanbul Turkiya, Muhammad Jamil Gazi sampai Hasbi bin Tgk Razali dan Lukman bin Tgk Razali. Ceritanya juga disini menjadi pusat pengajaran dan
6
pengembangan ilmu agama Islam. Perkembangan Islam di Bitai sangat maju dan terkenal hingga ke manca negara. Banyak orang luar Aceh memperdalam agama di kampung Turki ini. Lalu mengembangkannya ke negara masing-masing.
Aceh-Turki Kisah cinta Aceh Turki bukan isapan jempol. Selain perkampungan Turki yang masih tersisa di Darut Dunya. Istilah Kutaradja pada masa Iskandar Muda. Banyak pula dokumen, arsip dan surat antara Kerajaan Ustmani dengan Kerajaan Aceh Darussalam. Sejak tahun 1565 dua kerajaan ini sudah menjalin kerjasama. Dukungan Utsmani terhadap kesultanan Aceh ditandai dengan pengiriman 500 pasukan dan Armada perang untuk menghalau serangan Portugis. Kapal-kapal Aceh yang sering diganggu penjajah Portugis malah diizinkan memakai bendera bintang bulan Turki supaya aman di pelayaran dari perompak dan musuh. Armada dan Pasukan Turki yang dikirim pada masa Sultan Selim II terdiri dari para prajurit tangguh, pembuat senjata, ahli bela diri dan juga insinyur. Mereka kemudian mengajarkan Aceh membuat meriam perunggu dan senjata seperti senapan putar bergagang yang telah diproduksi sendiri pada abad ke 17. Catatan sejarah menyebutkan ekspedisi itu dipimpin oleh Kurdoglu Hizir Reis . Ini tentunya menjadi ancaman serius bagi Portugis di Selat Malaka. Karena Aceh dengan letak yang strategis akan menguasai perdagangan rempah-rempah. Ekspedisi Turki Ustmani tersebut telah menyebabkan berkembangnya sektor perdagangan, militer, budaya dan agama bagi kedua Kerajaan. Rakyat Aceh membayar kapal Turki dengan mutiara dan berlian. Persekutuan dua kerajaan Islam adikuasa ini (dua lagi yaitu Dinasti Safawi di Iran dan Dinasti Mughal di India) akhirnya dapat mengusir Portugis di Aceh. Fakta sejarah ini bisa diteliti dan didalami dalam buku “The Cambridge History of Southeast Asia” karya Nicholas Tarling (hlm 39). Atau dalam bukunya Azyumardi Azra, “Islam in the Indonesian World: an Account of Institutional Formation” (hlm 169). Selain itu, Fernão Mendes Pinto juga menulis kisah heroik bagaimana kerajaan Aceh menaklukkan Tano Batak pada tahun 1539 sebagai kekuatan besar di Selat Malaka. Tahun 1564 juga menaklukkan Aru dan Johor berkat bantuan dan hubungan diplomatik dengan Kesultanan Turki Ustmani. Semua itu dikupas William J. Bernstein dalam bukunya, “A Splendid Exchange: How Trade Shaped the World” (hlm 191).
Kesultanan Aceh Darussalam juga mengakui Utsmaniyah bahkan memberi gelar utusan Sultan Selim II, Kurtoglo Hizir Reiz yang memimpin ekspedisi dengan penanugerahan gelar Sultan Aceh sebagai Gubernur (Wali) Nanggroe Aceh Darussalam. Kisah mengharukan ini ditulis dalam “The Early Turkish-Indonesian Relation” oleh Metin Innegollu. Peristiwa-peristiwa ini tak terbantahkan. Sekaligus menggambarkan kebesaran Kerajaan Aceh Darussalam di masa lalu. Alhamdulillah, kini para cucunya setelah 9 tahun Tsunami kami bisa berdiri di sini. Bukan saja untuk melanjutkan pendidikan di negeri dua benua yang menjadi primadona dan tapak jelajah para Nabi. Tapi juga seperti adik yang berkunjung ke kampung kakak tertua. Menelusuri kisah dan kasih masa lalu endatu yang akrab bersahabat. Seperti menyambung lagi masa lalu, masa kini dan masa depan. Tsunami Aceh memang taqdir yang tak tertolak. Aceh pun berada di Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia yang langganan gempa. Tapi Tsunami Aceh telah menjadi jembatan cinta kembali antara Aceh dan Turki. Sejarah masa lalu yang tertutup debu mulai sedikit demi sedikit dibersihkan. Apa yang tersembunyi di bawah karpet, mesti dibentangkan. Supaya keramahan dan kesetiaan saudara tetua Turki kepada adiknya Aceh bukan saja kisah usang tanpa makna. Sebaliknya, menjadi tugas penuntut ilmu di pusat khilafah Islam terakhir untuk mendalami, menelusurinya dan menuliskannya. Saya jadi ingat, antrian dulu untuk memperoleh ‘ekmek’ atau ‘roti jumbo’ sudah berganti dengan antrian otobus untuk menembus pagi dingin ke sekolah. Semoga di masa depan (mungkin setelah 10 tahun peringatan Tsunami) Pemerintah Aceh dapat memiliki house of Aceh di Turki yang berisi bukti sejarah masa lalu yang menjadi khazanah dan tamaddun Aceh di masa lalu. Potensi mahasiswa yang beragam seyogyanya menjadi penyambung dan duta untuk membangkitkan lagi sejarah peradaban Aceh menuju peradaban Dunia. Semoga Pemerintah Aceh, Wali Nanggroe dan semua kita bercita-cita demikian pual. Sehingga tahun-tahun peringatan tsunami jauh lebih bermakna sebagai spirit untuk bangkit dan belajar atas kegigihan dan persaudaraan pendahulu kita.
Sagoe Puisi
Suatu Pagi Ketika Maut Melambai dan Laut Menggapai Daratan Pagi tak terbuai ketika maut menyeringai pada kita yang lalai Akhirnya pagi itu ombak mampu menggapai tepian pantai setelah pergi meninggi di tengah laut yang ikut berkemelut Mayat-mayat berserakan begitu cepat Ayat-ayat diucapkan terlambat Kesedihan remuk tak berbentuk Kucuran air mata tak bisa mengutuk sebab pagi itu kita lalai tak bisa menerka pada laut-Nya yang murka dan pada ombak yang tak lagi membelai tepian.
Ankara, Desember 2013 Bintang Bumoe bintangbumoe90@gmail.com
*Penulis adalah Mahasiswa Doktor Komunikasi Politik Hacettepe Universitesi, Ankara.
Email : azwir.nazar@yahoo.com
7
Profil Mahasiswa(i) Aceh di Turki Profil Mahasiswa Tsunami
Wanti Zahratul Aini “Tulisan Allah dan Muhammad” a n i s , sant u n d a n murah s e n y u m . I t u l a h Wanti Zahratul Aini. Balutan Jilbab dan baju ‘pink’ memb u a t penampilan gadis kelahiran Banda Aceh, 13 April 1994 terlihat anggun. Meski usianya tergolong belia, pembawaannya terlihat dewasa. Putri sulung dari tiga bersaudara ini adalah buah cinta pasangan alm Di Iskandar dan almh Siti Safarah.Alumnus Fatih Bilingual Scholl Putri di Aceh ini berbagi kisah selamat dari Tsunami yang menimpanya, 9 tahun lalu.
M
“Saat itu, Wanti sedang menonton film kartun bersama adik” ujarnya memulai cerita. Saat duduk santai di depan televisi, tiba-tiba saya teringat dengan formulir yang harus ditanda-tangani oleh Abati (Abati adalah panggilan wanti buat Ayah). Lalu Wanti mencari sang Ayah di garasi dan luar rumah. Tapi Abati juga tidak ada. Akhirnya, saya memberikannya pada Ibu. Kebetulan si Ibu sedang menyuapi, Labiba, adik Wanti yang baru berusia dua tahun. Kemudian tatkala Ibu membaca formulir tersebut, beliau bertanya, “Wanti goyang-goyangin kursi ya?” “Nggak ada, Wanti nggak goyangin kursinya kok” Ibu wanti sempat bingung kenapa kursi yang dia duduki terasa goyang. Lalu Wanti dan Ibunya dikejutkan oleh Abati yang tiba-tiba masuk ke kamar sambil berkata “Farah, peu na geumpa nyoe?” Gempa pun mulai terasa guncangannya, seolah mengiyakan pertanyaan Abati tadi. Abati kemudian meyuruh mereka untuk turun ke bawah. Tanpa pikir panjang mereka menuruti perintah Abati untuk turun ke bawah lalu keluar dari rumah. Sesampainya diluar, ternyata sudah ramai tetangga berkumpul sepanjang lorong. Terpancar jelas dari wajah mereka rasa takut dan kebingungan. Merekapun berucap, “ LailahaillaAllah”. Semakin
88
lama gempa 9 SR yang tidak sampai semenit itu semakin terasa guncangannya. Hingga untuk berdiri saja rasanya sangat sulit. Wanti pun mulai khawatir karena Abati belum juga keluar dari rumah. Selang beberapa detik kemudian, tampak Abati dengan setengah berlari keluar dari rumah. Ketika sudah melihat Abati di luar Wanti pun mencoba meraih tangan Abati dan ikut lari bersama Abati. Beberapa menuju perkarangan Masjid yang letaknya tidak jauh dari rumah mereka.
Tak lama setelah keuarga Wanti sampai ke perkarangan masjid gempa pun mulai mereda. Terlihat semua orang mengadahkan tangan mereka sambil berdoa. Wanti juga berharap dalam hati supaya ini bukan pertanda buruk. Selesai berdo’a Wanti dan Abati kembali ke rumah. Tapi Wanti melanjutkan makan bersama adik, sementara Abati bersiaga sambil berbincang bersama warga lain di depan rumah. Karena penasaran Wanti memilih makan sambil ‘nguping’ pembiacaraan Abati di teras rumah. Lagian takut juga bila ada gempa susulan. Dugaan Wanti benar adanya, gempa susulan tak terelakkan. Membuat suasana tampak was-was. Tak lama berselang terdengar suara ledakan dua kali. “Kami pikir itu suara ledakan atau gunung meletus” sebut mahasiswi Gazi Universitesi ini. Pagi naas itu sebenarnya, sekeluarga kami ingin menghadiri pernikahan saudara di Mesjid Raya Baiturrahman. Tapi akhirnya saya bersama saudara sepupu dan adik, Sayyidi tinggal di rumah. “Wanti baik-baik ya, jaga Adek, jangan main kemana-mana dulu. Kalau ada apa-apa lari ke perkarangan masjid aja ”pesan Abati. Lalu beliau bersama Ibu dan adik ke Mesjid Raya. Selang beberapa menit kemudian, tiba-tiba terdengar suara gemuruh disertai teriakan warga dari ujung lorong. “ie laot ka i ek” teriak beberapa warga bergantian. Terlihat dari ujung lorong sana, warga berlari keta-
kutan memasuki rumahnya masing-masing mencoba menyelamatkan diri. Tetangga-tetangga yang berada di sekitar rumah Wantipun ikut panik. Tanpa pikir panjang Wanti langsung mengambil langkah lari menuju perkarangan Masjid sesuai dengan pesan Abati. Tapi langsung di cegat oleh teriakan seorang tetangga yang menghimbau agar naik ke lantai II rumah. Sampai di atas, Wanti langsung menuju ke arah balkon dan membuka jendela untuk untuk melihat apa yang sedang terjadi. Dalam hitungan detik pun air bah berwarna coklat kehitaman menghantam. Wanti sangat takut dan mengalihkan pandangan ke arah bawah. Maha Kuasa Allah, entah ini hanya halusinasinya ataukah nyata, Wanti melihat bayangan bertuliskan arab “Allah” yang kemudian berganti dengan “Muhammad” di dalam air yang terus mengalir deras menghantam apa yang ada di depannya.
lah yang menjadi penyemangat Wanti untuk terus bangkit dari keterpurukan dan melanjutkan hidup dengan penuh semangat sampai saat ini. Calon dokter yang juga memiliki suara emas ini sangat pintar bernyayi. Beberapa kali dia tampil memukau menyayikan lagu Aceh, Inggris, maupun Turki di panggung. Saat ditanya apakah ada ikut kursus menyanyi, dia mengatakan tidak pernah. Itu hanya bakat alami. Kini ia menjadi salah satu ikon perempuan pejuang Aceh yang sedang menuntut ilmu di bumi AlFatih. Dara yang juga suka lagu Korea ini kini merupakan tahun kedua di Turki. Kita doakan semoga semua keluarganya yang mengalami musibah menjadi bidadari-bidadari syurga dan Wanti dapat meraih semua cita-citanya.
“Lahaulawalaquwwataillabillahil’aliyil’adhim”. Sempat sayidi menanyakan tentang Abati, Ibu, dan Labiba. “Kak, Abati gimana kak?Mamak gimana kak? Bagaimana kalau Abati sama Mamak meninggal kak?” Tanya sayidi dalam tangisannya. “Adek, kita juga nggak bisa buat apa-apa. Kita cuma bisa berdoa aja sekarang, berdoa supaya Abati, Mamak, sama Labiba juga selamat ya” jawab Wanti. Setelah beberapa kali gelombang datang yang juga disertai dengan gempa-gempa kecil akhirnya pada sore hari air laut mulai surut dan semua memutuskan untuk turun dan pindah ke lokasi pengungsian. Sesampainya diluar rumah, ketika itu air laut masih setinggi dagu orang dewasa. Seperti mimpi rasanya, semuanya hilang tak bersisa yang terlihat hanya beberapa rumah saja yang masih tegak berdiri bertahan melawan keganasan hantaman air bah, sekarang hanya tinggal daratan yang di penuhi oleh air laut.Di perjalanan menuju ke tempat pengungsian Lambaro Angan, Wanti melihat banyak mayat tergeletak di kanan dan kiri jalan dengan keadaan yang bermacam-macam. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Wanti dan Sayidi pun selamat sampai ke tempat pengungsian, sedangkan Abati, Ibu dan adiknya paling kecil Labiba tidak. Pada hari ketiga, datang kerabat Wanti menjemput mereka dari tampat pegungsian. Ya, keluarga-
99
Safwan Rusli “Allah Langsung yang Menjaga”
L
elaki ganteng dan berkulit hitam manis ini, selalu melempar senyum pada siapa saja bertemu. Itulah Safwan. Pemilik nama lengkap Safwan Rusli ini lahir pada tanggal 9 April 1993 Banda Aceh. Buah cinta dari pasangan alm Rusli dan almh Ramlah. Saksi hidup tsunami dan Anak ke - 2 dari 4 bersaudara juga membagikan pengalamnya kepada kita.
Air datang menghantam Safwan dan beberapa orang yang ada di sekitar. Ketika di hantam air, Safwan tidak merasa apa apa dan seperti keajaiban, tangan Safwan tersangkut di ventilasi. “Kalau di pikir logika tidak mungkin tangan saya bisa tersangkut di ventilasi” sebut “Cicem” mengenang. Namun setelah 5 menit, rumah tersebut tenggelam dan alhamdulillah tidak sampai langit langit. Airnya beberapa meter dan keadaan dalam rumah gelap gulita. Kemudian pelan-pelan saya berenang berenang mencari lubang untuk keluar dan alhamdulillah bisa keluar. Saya melihat diluar ada ambal yang mengapung lalu saya tanpa panjang pikir langsung menjadikannya pelampung, sebut Safwan menambahkan.
“Saya masih berusia 12 tahun, pada Minggu, 26 desember 2004 itu” Safwan mengenang. Mahasiswa Universitas Dokuz Eylul kota Izmir ini adalah salah satu korban bencana tsunami. Kejadian tsunami terjadi Safwan masih duduk di bangku kelas 6 SD. Hari minggu adalah hari bahagia bagi kita. Sama dengan anak seusianya. Ya, bermalas - malasan dirumah sampai bermain dan menonton TV. Apalagi kalau Disana ia mendengar ada yang memanggil namanya. pagi minggu itu film kartun adalah tontonan favorit. Secepatnya Safwan bergegas dan menunggu sampai air benar benar surut. Setelah itu mereka pun ke “Hari ini kita bisa malas-malasan, main ini itu dan yang Masjid Baiturrahman. Di masjid ia bertemu dengan paling penting adalah film kartun yang di tayangkan tetangganya yang selamat dan mengikuti mereka. di tv.”ujar safwan yang akrab disebut dengan panggi- Karena tiada keluarga yang bertemu pada hari itu, ia lan ‘cicem’ ini”. Ketika sedang asik menonton televisi, pun di bawa ke kampung sampai sang Paman datang kira-kira sekitar pukul 08.10, Safwan merasa rumah menjemput. Begitulah peristiwa tragis yang dia alaseperti bergerak, maklum saya dulu belum pernah mi. mengalami yang namanya gempa, kata Safwan. Berpisah dengan keluarga tanpa ada salam perpisahIbu Safwan dari luar berteriak meminta safwan untuk an mungkin terasa sangat sakit. Namun itulah yang ia keluar. Safwan keluar dan ibunya masuk ke rumah alami dan ingat. Namun, bagi pria ganteng ini mereka untuk membangunkan adik dan abang sepupunya. adalah para syuhada yang selalu ada di sampingnya. Setelah gempa reda, ayah Safwan kembali ke rumah. Meski sudah berada di alam yang berbeda. KejadiKemudian Safwan dan ayahnya pergi ke masjid untuk an tsunami juga telah membuat mahasiswa Tehnik melihat keadaan masjid. Ketika kembali ke rumahn- Komputer ini merasa lebih kuat dan lebih mandiri. ya, Safwan pamit untuk bermain bersama temannya. Usai bertemu dan sedikit mengobrol, ia melihat Kata Safwan, gurunya dulu pernah berkata, “Ketika masih ada orang tua, Allah meminta orang tua orang-orang berlarian sambil teriak; menjaga kita dan ketika tidak ada orang tua berarti “ air laut naik..air laut naik’. Allah lah yang langsung menjaga kita” ucapnya meniru ucapan sang Guru. Kata-kata ini juga yang memTapi Safwan mendengarnya lain, ia lari tapi berlawa- buat Safwan bisa lebih kuat untuk hidup yang dari nan arah dengan air. Seketika ia melihat ombak tinggi awal ia tidak ingin hidup lagi, tapi sekarang menjadi hitam, Safwan pun ketakutan dan berlari secepatn- semangat menikmati hidup. Benar sekali anak muda. ya. Setelah berlari, tiba-tiba seperti ada yang mem- Bila Allah sudah menjaga, maka sepenuh langit dan berhentikannya dan mendorongnya memasuki pe- bumi pun bersamamu. Allahumma firlahum Warkarangan sebuah rumah. Safwan masuk dan berdiri hamhum. (Putri Sarah/Azwir Nazar) menunggu air datang.
10
“Ketika masih ada orang tua, Allah meminta orang tua menjaga kita dan ketika tidak ada orang tua berarti Allah lah yang langsung menjaga kita�
11 11
Inter Voice The Verandah of Loss and Possibility By Lilianne Fan 26 December 2013 at 08:23
The reality, however, is that the deepest scars are those that are invisible, carried within the memories and hearts of the people of Aceh, of those who survived the disaster and the grief of the horrific loss it brought— mothers who risked their lives to save their children, only to watch helplessly as they were washed by the monstrous waves; fishermen who returned from sea to find their entire village destroyed and families lost forever; fathers who lost their sons to the conflict, now losing their daughters to the waves. To these survivors, the tsunami will always evoke that which is that which is beyond understanding. Their loss will always remain incomprehensible, unspeakable; their mourning, repeated every year, will never really end; and their recovery, in turn, will never really be complete. How, then, is it possible to commemorate something that can never be comprehended? Perhaps the answer lies in commemorating not just what was lost to the tsunami, but also what was made possible by it. The way we remember is also a choice about what we take of the past into the future. To some degree, we choose what we remember, what we commemorate, and that shapes the memories, the stories, the personal truths that we carry into the future.
So, as we remember and honour those who died by the tsunami’s waves, let us also reflect on the spaces that those same waves opened up— the greatest humanitarian space Aceh had ever seen, particularly significant following 18 months of martial law and civhe time has come again to mourn those who il emergency; the space to slowly build trust, restart lost their lives to the 2004 Aceh tsunami. Nine peace talks and bring a three-decade conflict to an years have passed since the day of the tragedy, end; the space for Acehnese to finally shape their own and every year, on 26 December, time stands still for government, to restore their rights of sovereignty, and a few hours and Aceh mourns for hundreds of thou- to learn, slowly, to become a democracy. sands left dead or disappeared in the aftermath of the terrible catastrophe. My own work with Acehnese human rights defenders and refugees began in 1999, and over the years I have Much has been written about the recovery that Aceh met so many Acehnese who have been through imhas made since the tsunami occurred-- the hous- mense loss, suffering and sacrifice, and yet live with es and roads that have been built; Banda Aceh’s new the determination to strive for the future, even if just airport; the schools that now stand where none had for one more day. Loss, suffering and war are part of stood before. Some have observed that in Banda Aceh Aceh’s story. But so are the Acehnese people’s spirit of today there is little visible trace of the disaster, aside survival; their refusal to be victims; their devotion to from the tsunami museum, and several sites, such as each other, to their land; their commitment to their the power boat PLTD Apung 1 that was swept more principles. For me, an outsider who has grown to love than 2 km inland, that have now been transformed Aceh like my own country, Aceh is a land not only into ‘tsunami monuments’. of pain, but of inspiration, of defying the impossible.
T
12
Indeed, it is in Aceh where I have learned some my most profound lessons about the strength of the human spirit. The way the past is remembered will help shape Aceh’s vision of her future. The road to recovery is not simple and straight; rather, it reaches back to the past— to acknowledge, to forgive, to reconcile—as well as towards the future. Recovery, then, requires both memory and vision, the ability to move both forwards and backwards and, at certain moments, to simply stand still together to honour the spirits of those we have survived.
*Lilianne Fan is a Research Fellow in the Humanitarian Policy Group at the Overseas Development Institute (ODI). Before joining ODI she worked in Myanmar with the ASEAN Humanitarian Task Force and in Aceh, Indonesia with various organisations, including UNDP and IFC and Oxfam.
13 13
26 DESEMBER Bismillahirrahmanirrahim ...
D
an sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (Qs Al-Baqarah 2:155-157). Banyak hikmah dapat kita petik dari berbagai bencana dahsyat yang menimpa kitadi bumi ini, begitu pula dengan bencana dahsyat yang menelan sekitar 200.000 lebih korban jiwa pada 26 Desember 2004. Tsunami, asal kata dari bahasa jepang yang beartikan “gelombang besar di pelabuhan”, kata yang sangat asing bagi saya pada saat yang seketika diberitahu Bapak saya seusai air bah itu membanjiri kota kami, jujur saat itu yang terlintas dipikiran hanyalah Tsubasa, karakter terkenal tokoh film kartun jepang. Sebagian besar orang mengartikanTsunamiAceh adalah bencana alam murni, sebagian kecil lainnya melihat bahwa tsunami adalah hasil rekayasa senjata thermonuklir sebagian pihak asing terselubung. Apapun penyebabnya musibah tetaplah musibah, yang perlu kita petik adalah pelajarannya sebagai makhluk sempurna yang dikaruniai akal pikiran oleh Allah SWT. Jangan sampai peringatan besar dari Allah seperti ini malah menyebabkan kita mungkar kepadaNya. Disini saya ingin bercerita sedikit tentang kenyataan, karena banyak kejadian-kejadian tak lazim terjadi di Bumi Seramoe Mekah pra Tsunami tepatnya pada hari raya kristiani atau yang kerap disebut hari natal, tanggal 25 Desember 2004, Banda Aceh yang penduduknya 99,99% muslim bersorak sorak merayakan perayaan tersebut, salah satu dari kerabat saya yang juga hampir menjadi korbannya menceritakan bahwa pada hari tersebut remaja-remaja
14
sekitar dibayar kisaran Rp200.000 untuk hadir ke satu-satunya gereja yang ada di kota tersebut. Siapa yang tidak mau uang sebesar Rp200.000 apalagi remaja belia, tak tahu-menahu pastinya apa yang mereka lakukan disana seusai ke gereja mereka dibondong-bondong ke pesisir pantai dan berpesta pora hingga larut malam dan bahkan kabarnya ada yang sampai bertelanjang badan. Nauzzubillah semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita semua, saya tak bermaksud menyinggung SARA dalamcerita ini namun ini kisah nyata yang perlu diambil pelajarannya, karena faktanya sekarang remaja-remaja kita mulai lupa dan kembali mengulangi hal-hal yang sama seakan-akan Tsunami tak pernah terjadi. Adapun kisah saya pribadi saat bencana terjadi, adik kandung laki-laki saya yang pada saat itu masih berumur 6 tahun sempat hilang tenggelam di guyur air bah tersebut yang tingginya setinggi 2 meter lebih membanjiri kota kami. Kami semua khawatir saling mencari keberadaanya kemana-mana, semua orang pun mencari sanak saudaranya masing-masing.
biMekah” akan kejayaannya dan kewibawaannya dalam keislamannya, namun berbeda dengan sekarang semuanya tinggallah julukan belaka. Kejayaan yang pernah diperjuangkan nenek moyang “indatu” kita masa lampau akan tercipta kembali bukan dengan hanya membangga-banggakannya terus menerus tanpa pembangunan yang menyeluruh namun dapat dicapai seiring dengan pembelajaran dan perubahan dari waktu ke waktu.Sekian cerita singkat saya, semoga bermanfaat dan dapat diambil hikmahnya, atas kekurangan dan kejanggalan harap dimaafkan. TerimaKasih
Singkat cerita beberapa menit kemudian salah seorang pemuda yang juga ternyata mantan mahasiswa Ibu saya menemukannya dari dalam genangan air beserta lumpur tak sadarkan diri dengan tangan kanannya menggenggam erat celananya yang terlepas dan tangan kirinya berpegangan di salah satu tiang pagar. Kamipun langsung bergegas membawanya ke RSU terdekat dimana para korban bergelatakan di setiap sudut lantai. Syukur Alhamdulillah ada seorang dokter yang kami kenal bergegas menolong menyediakan bantuan untuk adik.Sampai akhirnya sadar, adik kami perlahan-lahan menceritakan apa yang ia alami saat itu, saat ombak besar menjungkir balik tubuhnya, seekor buaya besar datang menghampirinya dan tanpa dia sadari tangannya sudah berpegangan erat ditiang pagar, kami semua menangis tersedu-sedu mendegar secara langsung kisah ini. Kami bersyukur Allah masih memberikan kamiwaktu dan mempercayakan amanah-Nya kepada kami.
WassalamWarahmatullah….!
1. Karena faktanya sekarang remaja-remaja kita mulai lupa dan kembali mengulangi hal-hal yang sama seakan-akan Tsunami tak pernah terjadi 2. Seekor buaya besar datang menghampirinya dan tanpa dia sadari tangannya sudah berpegangan erat ditiang pagar, kami semua menangis tersedu-sedu mendegar secara langsung kisah ini.
Hidayat Ismed Anadolu University Eskişehir, Turki
Disamping makna pribadi yang saya pelajari dari Tsunami saya ingin mengajak kembali rakan-rakan Aceh untuk tidak pernah lupa akan bencana ini. Disisi lain kita sebagai rakyat Aceh khususnya sudah selayaknya belajar banyak dari Tsunami, seperti contoh dari salah satu bencana yang menimpa Hiroshima dan Nagasaki pada perang Dunia ke II, Jepang bangkit kembali seakan-akan semuanya belum berakhir. Aceh pada masa lampau dijuluki “Seram-
15 15
Testimoni Warga
T
sunami. Kenangan yang tak sesederhana untaian alfabetnya. Masih kuat diingatan guncangan alam yang datang tiba-tiba dan begitu menyentak. Kepanikan yang melanda segala usia dimana saja dia berada. Jerit tangis, teriakan, klakson kendaraan, menyatu dalam keramaian. Juga gulungan air yang menyapu daratan dengan ringan. Iya, itulah Tsunami. Cobaan dan peringatan dari Allah yang tak terlupakan dan tak ingin dilupakan. Tak terlupakan karena kedatangannya yang begitu tiba-tiba dan meninggalkan bekas luka. Dan tak ingin dilupakan agar selalu menjadi sarana pengukur keimanan dalam muhasabah kepada Sang Pencipta. MISRUL HAYATI - GAZIANTEP UNIVERSITI, KOTA GAZIANTEP
S
ejarah tsunami mengingatkan saya kepada dua hal, keruntuhan dan kebangkitan. 26 Desember 2004 menjadi sebuah sejarah besar bagi saya, dimana saat harus menerima kenyataan kehilangan semua anggota keluarga. Saya dan Aceh pun pernah menangis menahan kesakitan dan berusaha keras untuk bangkit dan tersenyum. Allah menghadiahi hikmah yang besar dibalik musibah besar sehingga saya menjadikan 26 desember sebagai tanggal lahir yang kedua. Lahir dalam dimensi berbeda hingga akhirnya menyadarkan saya bahwa air mata tak akan sanggup membawa mereka kembali. Dengan tetap selalu berdoa kepada allah agar diri yang baru ini semakin bertaqwa, istiqomah, dan rahmah. Tanggal sejarah itu mengajari saya banyak hal. DINA - ULUDAÄž ĂœNIVERSITI, KOTA BURSA
IKAMAT S
etelah 9 tahun kejadian tsunami saya sadar bahwa tsunami bukan hanya suatu penderitaan bagi masyarakat Aceh tapi juga sebuah keberuntungan. Bukan sebuah keberuntungan melempar koin atau memenangkan undian, namun lebih kepada keberuntungan mendapat peluang. Seluruh perhatian masyarakat indonesia dan dunia tertuju kepada Aceh. Disinilah peluang kita untuk mengatakan dan membuktikan kepada Indonesia dan dunia bahwa Aceh bukan hanya daerah konflik yang sangat menakutkan tetapi daerah yang memiliki Sumber Daya Alam luar biasa dan generasi-generasi intelektual untuk Indonesia dan dunia. Siti Rahmah ABANT IZZET BAYSAL UNIVERSITY, KOTA BOLU
P
eringatan bencana Tsunami mengingatkan kita pada besar dan maha dahsyatnya kekuasaan Allah SWT, mengingatkan kita pada hari dimana masyarakat Aceh mengalami keterpurukan, kehilangan, dan kesedihan yang begitu dalam. Sekaligus menjadi awal dari perubahan dan kebangkitan masyarakat Aceh yang di tandai dengan dibangunnya kembali infrastruktur, perubahan tatanan masyarakat yang jauh lebih baik hingga berdirinya fasilitas pendidikan maupun kesehatan bertaraf international. Semua itu membuka mata kita bahwa harapan selalu ada dan juga membuat kita mengerti betapa banyak orang-orang di luar sana yang begitu peduli kepada kita. Semoga pada peringatan 9 tahun bencana Tsunami segala kesakitan, kepedihan, dan kehilangan akan terbayar dengan usaha kita untuk membuat Aceh menjadi yang terbaik. TEUKU MOHAMMAD IKHSAN - ANADOLU UNIVERSITY, KOTA ESKISEHIR
16 16
A
B
MUHAMMAD DHAFI ISKANDAR - PARIS OUEST NANTERRE UNIVERSITE. PARIS, PRANCIS
MUHARRIL ASHARY, UNIVERSITÉ SIDI MOHAMED BEN ABDELLAH. FĂˆS, MOROCCO
lam selalu menyimpan misteri yang tidak pernah bisa diprediksi. 9 tahun yang lalu, gempa besar dan tsunami menghantam Aceh tercinta. Banyak bangunan yang luluh lantah dan jiwa yang hilang dalam bencana ini.Selalu ada hikmah disetiap cobaan. Banyak manusia-manusia yang tersadar dan bahu-membahu menunjukkan rasa kemanusiaan mereka yang mungkin sedikit terpendam selama ini. Banyak yang mulai merefleksikan diri dan juga tujuan hidupnya. Sekarang ini, kita melihat Aceh sudah lebih stabil, damai dan ekonominya berkembang. Fokus lebih dapat dilakukan untuk tujuan-tujuan jangka panjang. Semua yang sudah terjadi dimasa lalu tidak dapat diubah, karena merupakan bagian dari takdir. Yang dapat kita lakukan sekarang adalah untuk memperbaiki hal-hal yang buruk dari sebelumnya dan meningkatkan serta menambahkan hal-hal baik. Semoga kita bisa menjadi generasi penerus bangsa ini, yang lebih baik dari generasi sebelumnya. Menjadi cahaya dan pelita, sekaligus pelajaran baik untuk generasi yang akan datang.
9
tahun tsunami, berarti sudah 9 tahun saya melangkah dari perpisahan sangat menyedihkan yang menjadi batu loncatan terbesar bagi saya. Masih jelas terlihat disemua fikiran kita, hari ketika 800 ribu lebih saudara kita pergi menghilang, ketika hari-hari terburuk masa DOM dihapuskan dengan ombak setinggi 3 meter. Seperti mimpi rasanya, akhirnya kita semua bisa melangkah untuk kembali memulai hidup, membenah Aceh untuk yang kedua kalinya. Semoga kita bisa mengutip pelajaran dari tragedi ini, atau dari sejarah masa lalu, bagaimana para pejuang kita mengorbankan semua yg dimilikinya untuk kehormatan tanah air. Atau bagaimana menderitanya kita ketika penguasa zalim memerintah. Mungkin sekarang kita hanya melihat Aceh dari kejauhan, tapi saya yakin akan datang masa kita sebagai penentu Aceh. Marilah kita kencangkan tali persaudaraan ini. Lihatlah lagi masa lalu, berjanjilah kita akan menuai lagi masa-masa kemenangan. Bersungguh-sunguhlah untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama sehingga kita akan kembali melihat senyuman bangga Cut Nyak Dhien dan Tengku Umar. AZALIA ANNISA - GAZI UNIVERSITESI, KOTA ANKARA
encana tsunami merupakan bencana maha dahsyat yang menimpa masyarakat pesisir Aceh dan beberapa negara di sekeliling Samudera Hindia. Ombak besar dengan ketinggian 15 meter yang menghantam dan merusak sebagian besar daratan Aceh dan merenggut sekitar 300.000 jiwa saat itu, menyebabkan traumatik besar bagi masyarakat Aceh. Bangunan-bangunan hanya menyisakan pondasi dan beberapa masjid yang masih utuh atas kekuasaan Allah. Banyak orang tua yang kehilangan anaknya maupun sebaliknya. Menyedihkan! 9 tahun lalu tepatnya 26 desember 2004, bencana tsunami masih saja membayangi masyarakat Aceh, sebuah kenangan yang takkan hilang. Tapi kini Aceh kian maju, berkembang, dan semakin peduli dengan syariat Islam dengan mental masyarakat yang semakin kuat. Semua doa untuk saudara kita yang menjadi korban bencana besar itu, juga semua pengharapan agar Aceh menjadi bangsa yang maju, bertradisi, bertoleransi, bersyariat, dan berkomitmen.
B
encana alam seperti tsunami jelas merupakan peristiwa traumatis, kondisi stres yang kita rasakan setelah munculnya peristiwa yang sangat mengagetkan, menyakitkan bahkan mengancam keselamatan jiwa sehingga menimbulkan perasaan takut dan mengerikan. Trauma bila tidak segera ditangani dengan baik akan mempengaruhi aktivitas kita dan sangat mengganggu. Sesungguhnya setiap manusia memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah dan menyesuaikan diri terhadap masalah, termasuk dalam menghadapi peristiwa traumatis. Kesiap-siagaan bencana di daerah rawan gempa sangat penting. Kerjasama yang solid antara psikolog atau konselor dengan anak anak, orang tua, pendidikan infrastruktur, relawan dan motivator untuk mengetahui emosi, psikososial, dan leisure skill (keterampilan rekreasi) untuk memberikan terapi traumatis tsunami dan Sosialisasi tentang dampak tsunami. Jika ada gempa lindungi kepala, jika ada gempa ngumpet di kolong meja, jika ada gempa hindari dari kaca, jika ada gempa lari ke lapangan terbuka NURUL WIRDA MURSIDIK - MOSCOW STATE PEDAGOGICAL UNIVERSITY (MSPU). MOSCOW RUSSIAN FEDERATION 17 17
17
Sagoe Wawancara
Foto: Azwir Nazar (kiri) salah satu warga Ikamat bersama Ibu Nahari Agustin (kanan) Duta Besar Indonesia untuk Turki
NAHARI AGUSTINI DUTA BESAR INDONESIA UNTUK TURKI
S
“Yang Positif Pasti Kita Dukung�
ejak menjadi Dubes Indonesia Turki, 10 Agustus 2010 lalu banyak perubahan positif yang dilakukan Ibu Nahari. Hal tersebut telah mempengaruhi peningkatan jumlah warga dan mahasiswa Indonesia di Turki. Sebagai orang tua Indonesia di bumi dua benua ini beliau sangat ramah dan welcome terhadap tamu dan warga. Azwir Nazar dan Muhammad Ikhsan mewawancarinya untuk BULEKAT. Apakabar Ibu ? Alhamdulillah kabar baik. Disini lagi musim dingin. Jaga kesehatan. Tetap memakai pakaian tebal supaya tidak masuk angin. Di Ankara mataharinya cerah, tapi udaranya dingin menusuk. Turki sendiri minggu ini banyak berita ‘heboh’, bagaimana menurut Ibu ? Iya benar sekali. Saya juga banyak mendapatkan pertanyaan baik melalui BBM dan media. Tapi Alhamdulillah kita disini baik-baik saja. Aman-aman saja. Mungkin media memberitakan kadang kala agak berlebihan. Dulu waktu ribut-ribut di Tahsim, saya juga mendapatkan banyak pertanyaan. Tapi kita baik-baik saja. Itu biasalah kalau ada demo. Namanya juga alam demokrasi.
18 18
Ibu sendiri bagaimana perjalanan kariernya sampai disini ? Perjalanan karier saya, kita tahu bahwa dalam suatu lingkungan ada yang berhasil, ada yang kurang berhasil, ada yang berhasilnya cepat atau sebaliknya. Kalau saya, saya merasa karier saya cukup lancar tanpa ada halangan. Bahwa saya tahu ada pihak-pihak atau teman-teman yang lebih pandai mungkin. Sekolahnya lebih tinggi, tapi tidak semuanya berjalan mulus. Dari situ saya melihat bahwa dari suatu perjalan karier atau keberhasilan tidak hanya dimodali oleh kepandaian ataupun upaya keras semata, karena ternyata banyak hal-hal lain yang ikut mendukung perjalanan karier kita. Misalnya hubungan kita ke lingkungan harus standar harus sopan. Dan yang terpenting adalah garis tangan, itu ada nilai plus yang Tuhan bilang rejeki ataupun musibah tidak bisa ditolak ataupun dikejar untuk meraihnya. Dan dalam karier saya, satu lagi yang sangat saya yakini adalah restu atau doa orang tua, khusunya ibu. Itu yang sangat saya pegang. Berapa orang sih warga negara Indonesia di Turki Bu ? Sekarang ini lebih kurang ada 1100 orang. Itu yang sudah melapor diri ke kita di KBRI. Data ini bisa terus bertambah atau berkurang. Kalau misalnya lebih itu mungkin ada yang belum melapor ke KBRI. Begitupun sebaliknya. Bisa saja sudah pulang, tapi tidak melapor. Namun secara umum kurang lebih datanya untuk pemilu mendatang segitu. Itu juga sudah termasuk anak-anak yang belum punya hak memilih. Nah dari 1100 itu mahasiswa yang paling banyak. Sekitar sekarang disini mempunyai 700 mahasiswa. Padahal kalau kita lihat tiga tahun
lalu terjadi penambahan yang sangat signifikan. Ibu, sebenarnya fungsi KBRI maupun KJRI itu untuk apa ? Kedutaan Besar RI ini ada di semua negara sahabat yang Indonesia membuka hubungan diplomatik. KBRI ini selalu berada di Ibukota. Contohnya di Turki, kita berada di Ankara. Kurang lebih begitu. Tugasnya politik ekonomi sosial budaya, protocol konsuler seluruhnya dan wilayah tugasnya adalah seluruh turki. Misalnya Turki itu punya 81 atau 83 provinsi. Itu seluruhnya wilayah kerja KBRI. Sementara KJRI itu dibikin atau diciptakan untuk membantu tugas-tugas KBRI di bidang ekonomi dan kekonsuleran, jadi politik tidak. Dua-duanya punya hubungan dengan mahasiswa. Ekonomi, sosial, budaya, pembinaan masyarakat protokol konsuler, semuanya punya. KJRI hanya tidak membidangi bidang politik. Kita memilih KJRI di Istanbul karena kita tahu banyak kegiatan dan konsentrasi sidang-sidang disana. Masyarakat Indonesia juga yang terbanyak di Istanbul, makanya dibikin di Istanbul. Jadi anggaran pembinaan masyarakat semuanya ada di KJRI, tapi sekali lagi mereka tidak membidangi bidang politik. Dan wilayah kerjanya lebih sedikit. KJRI ada 9 provinsi, yaitu provinsi yang tergabung dalam Marmara Region. Sejauh ini bagaimana bentuk dukungan KBRI/KJRI untuk kegiatan mahasiswa Bu ? Jadi mahasiswa atau masyarakat itu ada dalam salah satu misi dalam KBRI. Kita tahu fungsi KBRI adalah meningkatkan kerjasama dengan pemerintah setempat, meningkatkan hubungan bilateral. Tapi hubungan ke dalam dalam arti untuk warga Negara Indonesia, kita punya satu misi yang tidak kalah penting , yaitu pelayanan warga dan pembinaan warga. Yaitu melindungi terhadap permasalahan kasus-kasus hukum, mengupayakan kesejahteraannya, mendukung kebutuhannya. Cuma berkali kali saya selalu menginfokan bahwa
tentu ada keterbatasan sampai dimana kita bisa membantu dan melindungi, gak semuanya bisa kita cover. Jadi misalnya untuk pembinaan warga kita akan mensupport adik-adik pelajar yang punya kegiatan yang sifatnya umum yang tidak hanya bersifat satu kelompok atau pribadi. Pokoknya yang positif-positif pasti kita dukung. Kita juga memfasilitasi pertemuan, aula maupun gedung serbaguna untuk kegiatan mahasiswa. Terkait tema kita edisi khusus Tsunami Bu, apa pandangan Ibu ? Saya percaya gak percaya melihat tragedi itu di televisi. Kayak gak percaya itu bisa terjadi. Dengar cerita dari orang, percaya gak percaya. Bagi saya pribadi itu seperti perwujudan kiamat kecil. Ya sekarang sudah 9 (Sembilan) tahun. Disini ada beberapa mahasiswa khususnya dari Aceh yang korban Tsunami, apa ada pesan khusus Bu ? Saya baru tahu kalau ada banyak mahasiswa Aceh yang korban tsunami belajar disini. Yang pasti pesan umum untuk mahasiswa kita berharap bahwa adikadik ini berhasil dalam studinya. Tidak terganggu masalah-masalah lain yang tidak perlu. Hendaknya manfaatkan waktu selain untuk tugas-tuga akademis, juga untuk menimba pengalaman, dan nilai positif lain. Misalnya untuk berorganisasi itu bagus untuk menambah pengalaman dan juga mengisi hari-hari diluar jam kuliah. Tapi tentunya yang sejalan juga yang menunjang tugasnya. Prioritas keberhasilan, kedua silahkan beraktifitas yang positif, kita akan mendukung. Khusus untuk adik-adik Aceh apalagi yang terkena dampak langsung dari tsunami. Kita tentu bersyukur banyak yang bisa kuliah disini apalagi melakukan halhal postifi. Kita ketahui bahwa sejarah masa lalu pada abad ke 16 hubungan dan kunjungan dari kekaisaran Ottoman ke Aceh. Ini ada sedikit lebihnya maksudnya ada kedekatan sejarah. Kalau adik-adik Aceh mendapat lebih porsinya mungkin dari beasiswa, ya bagus, dimanfaatin aja. Trus terkait adik-adik yang terkena langsung dampak dari tsunami, tentunya kita juga sangat bersimpati dalam arti positif, malah lebih punya nilai plus. Dengan pengalaman pribadi, atau paling tidak dengan keterkaitan keluarga yang menjadi korban tapi tetap bisa melanjutkan studinya, kan tidak semua orang dengan beban psikis begitu bisa berkembang. Kalau adik-adik dari aceh lebih banyak disini dan berhasil studinya, ini akan lebih membanggakan dengan kondisi itu berhasil. Saya berharap agar kita bisa menjadikan musibah itu hal yang positif, jadi hikmah menjadikan lebih semangat dalam menuntut ilmu dan seterusnya dikembangkan menjadi orang yang berhasil.
19 19 19
TURKEY’S EDUCATION Model and Technology
T
urkey now has becomed one of the advanced countries in Asia in the educational field. The State Government which is very popular with the Leadership of Ustmaniyah continues to make changes and innovations in education, including the change of system and the use of technology (ICT) education. The learning system in this country has begun to adapt modern ICT-based learning system and educational model (SCL Student Center Learning). Both are positive changes that continue to be applied at various levels of education, from early education (anaokulu), basic education (ilkokul), secondary education (ortaokul) to higher education (yuksek okul) Model learning ICT (Information Communication Technologies) have already started to be widely adopted in the education of Turkey, this is caused by the influence of the European educational system in this country. Learning ICT model is a model of learning that use the advantages of technology to improve the quality of teaching and learning from the teacher to the learner. The world’s research shows that ICT can lead in the improvement of the methods of learning students and produce better teaching methods. An increasing in absorbance of the students by using ICT technology through curriculum integration significantly effects in a positive impact, especially in the area of knowledge, understanding, presentation skills, practical skills in a variety of subjects such as mathematics, science, and social studies.
memory, make the class interactive and make teaching and learning become more fun, which can improve the presence and level of concentration of the learners. Besides, the advancement of ICT education model in Turkey also includes system information that has embraced “internet based” so that all academic activities have been informed up to date via internet so that makes it easier for learners to access information and their academic activities wherever they are. Even now, distance learning has made a selection subsequently offered at postgraduate students so that the process of teaching and learning partially or entirely conducted via the internet with E-Learning model. These advances have been applied at different levels of education from basic level to be used widely at universities in Turkey.
The interesting thing about education in this country is not only at technology, but also on the model of learning SCL (student-centered learning) that has been applied to any education and has adopted widespread throughout the Turkish state which is recognized as Ogrenci Merkezi. SCL is the latest model of learning had shifted the understanding that teacher is “dictator” in the class. Before the appearing of modern’s model (SCL), influence of conventional model is very strong in Turkey’s education especially in “madrasah-madrasah”, a kind of old school in Turkey. This model causes the deadly of students creativity which lead to constraints in running education. In contrast to conventional learner model, a model of Student-Centered Learning emphasizes on the interIn ICT’s model, teacher can easily stimulate under- ests, needs and abilities of individual learning, promstanding of learners through audiovisual, improve
20
ises the motivation to build a community and makes the passion of learning. This Learning Model as well as to develop quality human resources such as creativity, leadership, self-confidence, self-reliance, discipline, inquiries in thinking, the ability to communicate and work in teams, technical expertise, and global insight to be able to constantly adapt to the changes and developments. In applying student-centered leaning, concept learners expected to take active role in the process of learning, self-supporting responsible and initiatively, needs to recognize their study locate sources of information, needs to be answered build and presented knowledge. Even in certain things learners will choose for themselves what lessons they will learn. Because this model believe that any learners have different needs and interests, therefore these choices available to enable them to learn for themselves in accordance with interest, and their talents, not because of constraints on what should running.
in Turkey (Milli Egitim Bankaligi) holds 100% Destek Egitim slogan which means that the Government fully supports the educational programs. This is apparent by the number of opportunities for the Turkish people even foreign students who are educated in Turkey.
So it is not surprising that in this country you will find that most of the interaction of teacher and student feels so warm, friendly, and fun guides. The teachers here are generally very happy to interact with their student wherever they are, including outside of class. This is done in order to establish the closeness and understanding of the needs and the student’s character. The not less interesting from the country where Hanafi’s mazhab spread out is that the college education especially for the undergraduate program subsidized by the Government, only additional classes have to pay. The Government of Turkey makes a totality of educational support. The Ministry of National Education
References: ICT dalam dunia pendidikan. http://www.elmoglobal.com/id/html/ict/01.aspx Pongtuluran, Aris. STUDENT - CENTERED LEARNING:The Urgency and Possibilities. Universitas Kristen Petra.
However, prospective college student from this country struggled to get the opportunity for pursuing their higher education. They have to pass the exam. This is a challenge and motivation for them to be able to get a chance. While on the candidate college student foreign they should complete some requirement and undergo procedure selection starting from evaluation value education level last the interview, requirements language and some an additional requirement depends on regulation each university. Special thanks to: Bahattin SimSek Hoca and Mehmet Cihat Ustun Hoca
Penulis : Nurlaila Ramadhan S - Ataturk University 55 yil. Universitesi Tanitim Katalogu. Kota Erzurum
21 21
OPPORTUNITY AFTER DISASTER
A
ceh and Turkey are separated by more than 12 flight hours, different by 5 hours a day but still we have a similar historical background. Although the stories were leaved behind, it won’t be abandoned because history is not a thing that should be forgotten. Beside the history we have with Turkey, that is another story we had in 2004, a disaster called Tsunami. Acehnese and Tsunami tragedy is 9 years left behind. A lot of things happened during this 9 years . Fear has changed, lost has became motivation, we have made much hopes what was destroyed to make the better Aceh. 2 years ago we still have NGO that funding development of Aceh, but since the ordinance ask them to leave Aceh, now the development will be continued by us. In 2004 world was shocked with a magnitude 9.3 undersea megathrust earthquake in Indian Ocean that killing over 230.000 people in 14 countries. World moved and helped Aceh in physically and mentally. My family and I weren’t there when this tragedy happened, but our heart was hurt as much as the victims. Since that times, as if not to be outdone by other institutions, we the people of Aceh in overseas also trying to collect aid to be sent to the ground of Rencong, the grieved Aceh. Day by day the aids, clothes, foods, medicines, entertainments, were collected. But the most equally important during that period were books, stationeries and other school needs. Garage at my house was converted into a storage area aid post, I moved and so relieved as a book lovers, saw half of the objects there are books and stationery and wish the same sense may grow in the hearts of the receivers in Aceh.
so and so. At that time I was sitting in class 3 of junior high school felt so giddy, sad and helpless. What should I do to help besides taking part in the process of gathering support during holiday, and again I lived far away with the family. So my friends and I toured Dayah (Islamic boarding school) to raise funds and help, whatever it was, and sent through other distributors. I remembered, I read a poem about Tsunami tragedy that made the heart tremble and the audiences’ eyes wet drenched caused by sorrow they felt. Aceh’s wound is Indonesia’s wound as well. We, student at the end of a junior-level students in the hinterland of Jati Asih, held a prayer, raised funds, took actions, and begged for friends in Aceh so that they could also carry out the final exam as we would face in the coming months.
Three years after the tragedy, 2007, my family and I moved to Aceh. Lots of things had been changed, and continued to be developed. Physically, Aceh recovered in a good way, the rubble of building transformed to be schools, hospitals, shopping center, coffee shops and offices, but inside of Acehnese heart the traumatic is still stayed, maybe until today, no one exactly know what inside their mind and heart is. A journal of East-West Centre Education Program by Terrence W. Bigalke said in 2006 his dominant image in Aceh is of Acehnese celebrating the return of life toward normality such as there is a stream of student students walking in the streets near campus, tents being replaced by mire permanent housing, open-air markets and cafes flourishing again. But on other side we need something more than just a building. We need the people who staying and working in the building, who studying in that really beautiful school, who will turn Surprisingly, despite almost a year had passed vari- the shops’ atmosphere and so on. ous types of aid still continued to flow, even though we were not on behalf of any agency, we were purely Behind the disaster there is always magic. Philosoto help, no-frills on good foundation in the name of phers, religious, Indonesian society in general believe
22
it. And that is what we must understand well. In my opinion, one of the remarkable wisdom for the people of Aceh is an opportunity to gain knowledge more widely. Since 2004 heartbreaking tragedy, hundreds of domestic and foreign agencies scramble to provide assistance not only improve the face of Aceh but also education in Aceh. They helped to re-establish the school building, made an emergency-education program, revive students’ motivation, even replace the teachers where in some areas almost 90% of them are swept away by waves of tsunami, and some are providing scholarships for those wishing to continue their studies both domestically and abroad. Scholarship is one of the educational program that keep continue running until now. At the beginning of the first 3 years, many scholarships labeled ‘For Tsunami Victims’ are widespread given, but later scholarship are given for the people of Aceh in general and most of them put Acehnese as priority. Only a few of sponsor that I know like ADS from Australia who provide more quota percentages for Aceh, many country such as Taiwan entrust their scholarship to be managed by government institution like LPSDM, and so on. It is something that we should thanks to, we take advantage from and we use as much as possible. The one that later I realized when I got in Turkey is mostly Indonesian here is also Acehnese, which means we barely dominated Indonesian students in Turkey, I don’t want to be prejudiced because of data limitations as well, but may we suppose that this is also one of lessons we got from the incident on 26 December 9 years ago? May we ever be able to see both side of God’s plan and grateful to.
system of regional areas for increasing its quality. Whatever has happened in the land of Rencong for these 9 years, for we who stands up and gain knowledge in Turkey, the country’ of two continents, especially for anyone who comes from the front porch of Mecca, deservedly not just studying but also prepare ourselves to join education ‘world’ in Aceh later when we return or after completing our education here. Education does not should be imply of Teacher Training only, because education is talking about what we can share about life is. Be grateful to you who join the world of Education generally and Teacher Training, jihad in this pathway such a lit candle which its axis will be never broken eaten by the age and Aceh is a great place for jihad both to establish and maintain education itself. Congratulations for you who exploring the science of engineering, because in the future it will be so useful to rebuild Aceh’s faces to remain in Aceh personality and continues known to the world. Congratulations for you who deals in political and other social science, because you are going to be the mouthpiece of Aceh to the world in the future. Congratulations for us who are still given the opportunity to see the rise of Aceh, becomes part of the development until the 9th years after Tsunami. Next year will be fulfilled one decade after the Tsunami, I hope there’s something real of us that we can give to our struggle land, education land, the porch Mecca, Nanggroe Aceh Darussalam.
Penulis : Lisa Wilda Mumtahani – Egitim Teftisi, plansmasi ve okonomisi, Eskisehir Osmangazi Universitesi. Kota Eskisehir Lisawilda.mumtahani@mail.com
Education in Aceh itself runs well, probably even better than prior to the tsunami, where the current state was also very unstable due to political and security situation in Aceh which was make a not conducive situation. The most easily way to evaluate education yearly is to look at the UN index of province, post-tsunami Aceh has a graduation index that continued to rise although it has never reached the ‘100% graduate’. UN itself still one of educational program that often debated, but vicarious transparency as respect to the activities of the test, which then the results are also transparently presented. After an increase (on average) as many as 12-14% graduation rate per year, in 2013 the Aceh suddenly collapsed as the province with the highest number of failure by national scale. Hopefully there is still a way to improve our education
23 23
ASYA’DA DOĞAL AFETLER
D
oğal afetler dünyanın her yerinde yaşanmakla beraber en çok Asya’da görülür. Birleşmiş Milletler raporuna göre 2011 de doğal afetlerin yüzde doksanı Asya’da yaşandı. Hatta 2012 de dünyada en çok yaşanan afetler sıralamasında yine Asya ilk sıradaydı. Filipin 33 felaketle ilk sırada yer alırken, Çin ise 22 felaketle ikinci sıradaydı. Yapılan araştırmalara göre, 2011 – 2012 yılları arasında Asya’da 137 defa doğal afet yaşandı. Asya’da en çok yaşanan doğal afetler ; deprem, kasırga, sel, tsunami, volkanik patlamalardır. Bu doğal afetler pek çok insan kaybına sebep oldu. Deprem: En çok kaybın görüldü 3 deprem Çin’de yaşandı. 1920’de Gansu’da 240.000 kişi ölürken, 1976’da Tangshan’da 255.000 kişi, ve 1556’da Shaanxi’de yaklaşık 800.000 civarında insan öldü. Sel : 1931 yılının Mayıs-Ağustos ayları arasında Çin’in Yellow River’inde 3.700.000 – 4.000.000 arası insan öldüğü tahmin ediliyor. Sele bağlı olarak kıtlık, hastalık, ve boğulmadan dolayı kayıplar yaşandı. Volkan: Endonezya’da 1815 yılında Gunung Tambora’nın yüksekliğinin üçte birinin kaybolmasına sebep olacak kadar şiddetli bir volkanik patlama yaşandı. Atmosfere yayılan bu volkanın dumanı dünyanın etrafını kaç kere çevreleyecek güçteydi. Şimdiye kadar kaydedilen en şiddetli volkanik yıkımdı. Aynı zamanda 92.000 insanın ölümüne sebep olan ölümcül bir afetti. 1883’te Gunung Krakatoa yaşanan ikinci volkanik patlamanın sesi Avustralya’dan bile duyulabildi. Avrupa’da bile hissedilen bu patlama 36.000 canlının yaşamına sebep olan bir tsunamiyi tetikledi. Tsunami : 26 Aralık 2004’te Hint Okyanusu’nun tamamına yayılan bir tsunamiye sebep olan 9,1 şiddetinde bir deprem yaşandı. Bu tsunamiden en çok yara alan 168.000 insanın ölümüyle Endonezya’ydı. Ayrıca bu dalga Somali’ye kadar diğer 13 ülkenin insanlarının da ölümüne sebep oldu. Toplamda 230.000 ile 260.000 arasında ölüm yaşandı. Endonezya dışında Hindistan, Srilanka ve Taylan da en çok zarar gören ülkeler arasındaydı. Kasırga: En ölümcül tropical kasırga 12 Kasım 1970’te olmuştu. Şimdi Bangladeş olarak bilinen Doğu Pakistan ve Hindista’nın West Bengal Şehrin’i vurdu. Bu kasırga 500.000 ile bir milyon arasında insanın boğulmasına sebep oldu. Bütün bu afetlerin en çok Asya’da yaşanmasının sebepleri şunlardır ;iklimsel, meteorolojik, jeolojik, coğrafik ve insan kaynaklı faktörlerdir. Bu afetler insanın sosyal,ekonomik ve psikolojik yaşantısına büyük oranda zarar vermektedir. Can kaybına sebep olmakta, geçim sıkıntısı çekmelerine sebep olmakta ve ruhsal yönden tahribat yaratmaktadır. Birleşmiş Milletler’den Sanjay Srivastana, 2011 doğal afetlerinin toplam ekonomik kaybı olan 270 US$ yüzde doksan kaybının Asya’ya ait olduğunu
24 24
belirtti. Srivastana göre Japonya’da olusan deprem ve tsunami 220 US$ lık kayıp verdi. UNSDR ve CRED Asyadaki doğal afetlerin etkileri hakkında bazı gerçekleri kaydetti ; 1. Asya’da doğal afetlerden toplamda 78 milyon insan etkilendi. 1950’den 2011’e kadar dünya üzerinde doğal afetlerden etkilenen 10 insandan 9’u Asyada’ydı. 2. Doğal felaketler Asya ülkelerinde 15US$ milyar zarara sebep oldu. Bu ülkeler 2012 de yaşanan 83 felaketin çoğunun sel felaketi olduğunu belirtti. Bu afetler 3.100 kişinin ölümüne sebep oldu. 64,5 milyon insanı etkiledi ve son olarak 15US$ milyar ekonomik zarara sebep oldu. Çoğunlukla Asya’da yaşanan bu doğal afetlerin zararlarını en aza indirmenin yolları vardır: 1. Devlet afete hazırlıkla ilgili ulusal politikalar üreterek uygalanabilirliğini sağlamalıdır. 2. İl/ilçe düzeyinde yerel yönetimler afete hazırlık çalışmaları yürütmeli ve toplumu bilinçlendirmelidir. 3. Medya yapılan çalışmalar hakkında bilgi vererek halkın doğru ve güvenli bilgiye ulaşmasını sağlamalıdır. 4. Sivil toplum kuruluşları, halkı bilinçlendirmeli, devlet, belediye ve üniversiteler ile afete hazırlık çalışmaları konusunda iş birliği yapmalıdır. 5. Bireyler, eğitimler alarak bireysel hazırlık yapmalı, devletin çalışmalarını yakından takip etmelidir. 6. Güvenli yaşam eğitimini hayatlarının her alanında uygulamalılardır. Toplamda 230.000 ile 260.000 arasında ölüm yaşandı. Endonezya dışında Hindistan, Srilanka ve Taylan da en çok zarar gören ülkeler arasındaydı.
Penulis : Sulih Nur Rohmah Physics education, Marmara university. Kota Istanbul Sulihnur.rohmah@gmail.com
25 25 25
Sejarah Sebagai Manifestasi Tsunami 26 Desember 2004
S
embilan tahun silam, 24 Desember 2006. Tepat pukul 08.00 waktu setempat saya, ayah, ibu, dan semua adik- adik sedang berada di rumah. Saya beserta beberapa teman juga adik laki-laki yang biasanya menyempatkan diri bermain sepak bola setiap minggu pagi di Lapangan Blang Padang, Banda Aceh entah mengapa hari itu lebih memilih untuk rehat dan bercengkrama di rumah. Sangat memilukan jika saya menyebutnya itu adalah cengkrama terakhir kami. Gempa yang awalnya hanya berupa ayunan sementara semakin lama semakin berubah kentara. Kami semua memutuskan keluar dan berkumpul di halaman rumah. Tangan saya mengenggam batang pohon mangga depan rumah dengan kuat. Air rawa disamping rumah pun bergelegak dengan kencang, seolah ingin tumpah dan menyiramkan lumpur pekat kepada orang disekitarnya. Goncangan yang sangat dahsyat!
tengah keramaian yang perlahan menyeruak, abang sepupu yang tinggal di Lampulo pesisir Banda Aceh menghentikan sepeda motornya dan kemudian berkata dengan suara parau: �Air laut naik ! � Semua tercekat, nanar dan kebingungan. Sang Pencipta telah menunjukkan Kuasa-Nya. Kamipun terdiam lesu, pasrah dan panik. Sekonyong-konyong kami mulai berpikir ayah yang sudah lama lumpuh dan tidak bisa berjalan akibat stroke. Saya dan adik laki-laki saya mencoba menggotong ayah ke rumah tetangga berlantai dua. Tapi setelah mencoba berjalan beberapa meter, kami tersadar tidak akan bisa menembus air laut yang tingginya melampaui rumah dan menyapu semua bangunan bertingkat. Lalu kami pasrah dan bertawakkal diri kepada Rabbul Idzati. Kami memutuskan tidak akan lari dan akan menghadapinya bersama. Satu persatu kami mulai bertatap wajah, menyangka itulah saat terakhir kami bisa melihat satu dan lainnya.
Setelah hampir lima menit, gempa berhenti. Suasana yang awalnya hening berubah ramai. Tiba-tiba di Disisi lain, orang-orang yang mulai panik, berham-
26
buran keluar rumah ke jalan menuju arah yang tidak menentu. Ada yang lari sambil terjatuh. Ada yang mencoba membelah kerumunan masa yang panik dengan kendaraan, namun terhenti dalam pusaran manusia yang menjerit, berteriak dan berdoa. Semua semakin menjelaskan kondisi yang terpatra dalam Al Qur’an ketika Allah menggambarkan saat kiamat dalam Surat Abasa ” Pada hari (kiamat) ketika manusia lari (meninggalkan) saudaranya. Dari ibu-bapaknya. Dari istri dan anak-anaknya. Karena setiap manusia pada hari itu punya urusan dan kesibukannya (menyelamatkan) sendiri.” (Q.S Abasa: 34-37) Sembilan tahun sudah pergi. Tsunami berlalu dan meninggalkan bekas yang tak terperi bagi saya, kehilangan orang-orang terkasih adalah ujian terberat yang saya rasakan saat itu. Mungkin ada yang tidak kehilangan apapun dan siapapun ketika itu, namun tetap tsunami sudah sedikit mengikis keangkuhan manusia. Sesadar-sadarnya, sembilan tahun normalisasi kehidupan terjadi. Sembilan tahun keangkuhan dan kesombongan itu kembali. Secara fisik Banda Aceh menjadi kota yang seolah tidak pernah tersentuh oleh gempa dan tsunami. Secara material, manusia-manusia Banda, menjadi orang yang merasa seolah aku terlahir kembali dan tidak akan mati. Pembangunan kota seakan tidak berarti bila moralitas tidak kembali hakiki. Demokrasi dan perdamaian hanya sekedar tanda tangan. Tapi kelakuan kita, seolah memberi isyarat agar ’tsunami’ datang lagi – dalam segala bentuknya. Tidak perlu menunjuk jari ke saudara dan saudari. Namun refleksi diri semoga menjadi manifestasi agar kita sadar dan kembali berbudi. Pilkada dan partai lokal tidak akan ada tanpa berkah tsunami. Gaji dan harga tanah yang membumbung tinggi hanya ada saat paska gemba bumi. Tapi itu semua tidak boleh membuat aneuk nanggroe lupa diri dan menjadi orang yang ”hana ie thee droe” ” Sesadar-sadarnya, sembilan tahun normalisasi kehidupan terjadi. Sembilan tahun keangkuhan dan kesombongan itu kembali. Pembangunan kota seakan tidak berarti bila moralitas tidak kembali hakiki, sehingga refleksi diri menjadi manifestasi agar kita sadar dan kembali berbudi. ” Penulis : Saiful Akmal dari Frankfuk, Jerman
27 27
Musium Tsunami Banda Aceh seum ini tampak seperti sebuah kapal. Museum ini terdiri dari 4 lantai, yang didekorasi begitu indah dan bernuansa islami. Bila dilihat dari luar, terlihat kulit luar bangunan yang melambangkan tarian saman, tarian khas Aceh. Di lantai dasar gedung tsunami ini terdapat tempat terbuka seperti geladak yang luas sebagai escape hill.
Space of Fear
B
Dilantai 2 begitu memasuki gedung museum ini, kita akan menemukan lorong gelap yang dindingnya terdapat efek air jatuh dengan suara adzan yang terdengar samar-samar. Lorong gelombang tsunami ini memiliki ketinggian 40 meter. Bagi siapa saja yang phobia dengan gelap atau masih trauma dengan tsunami sebaiknya tidak melewati jalur ini, karena suasananya sangat mengharukan. Lorong ini disebut Space of Fear.
sitektur Institut Teknologi Bandung dengan karyanya yang mengusung tema “Rumoh Aceh as Escape Hill”
The Light of God
Musium Tsunami Banda Aceh (Tampak Depan)
elum sah rasanya bila sudah tiba di Kota Serambi Mekkah ini jika belum mengunjungi Masjid Raya Baiturrahman.” itu yang sering diucapkan oleh para pengunjung kota penuh sejarah ini. Ya, Mesjid Raya Baiturrahman memang menjadi lambang kota ini. Tapi, setelah tragedi tsunami 26 Desember 2004 lalu yang memporak-porandakan pesisir dan pusat kota Banda Aceh, ada bangunan lain yang wajib dikunjungi jika bertandang ke Aceh. Sebuah bangunan yang menjadi tempat penyimpanan, mengenang dan belajar tentang bencana Space of Memorial tsunami, yaitu Museum tsunami Aceh. Selain itu baSetelah berhasil melewati ngunan ini juga diharapkan menjadi warisan untuk generasi yang akan datang dan juga sebagai bukti bah- lorong gelombang tsunami ini, maka kita akan masuk kesebuah ruang berkaca dan bertingkat yang dipenuhi wa tsunami pernah melanda negeri ini. dengan standing screen yang menyediakan foto-foto Pada tanggal 13-23 Agustus 2007 lalu pameran dan pasca tsunami dan kerusakan-kerusakan setelahnya sayembara desain Museum Tsunami digelar di ge- yang disebut dengan Medung Aceh Community Center. Dalam pameran ini, morial Hill atau Space of telah dipajang 152 desain rencana gedung Museum Memorial. Ruangan ini Tsunami. Sayembara Desain Pra Rencana Museum juga didesain gelap, sama Tsunami yang dibuka resmi oleh Gubernur Aceh ini seperti Lorong Tsunami dimenangkan oleh M. Ridwan Kamil setelah penu- agar suasananya tidak bemuman tanggal 17 Agustus 2007, seorang dosen ar- rubah. Setelah mengingat-ingat Museum Tsunami ini menghabiskan dana 140 milyar dan melihat-lihat gambar untuk pembangunannya. Bentuk dari museum ini jika kejadian pasca tsunami diperhatikan dari sisi atas museum, maka museum ini itu, pengunjung akan meakan merefleksikan bentuk gelombang tsunami, dan masuki ruangan “The Light of God” yang mana ruang jika diperhatikan dari sisi samping atau depan, mu- ini berbentuk silinder atau semi cerobong dengan tulisan Allah 28
28
dipuncaknya. Pada dinding silindernya terdapat nama-nama korban tsunami yang wafat pada bencana besar tersebut. Tulisan Allah yang terdapat dipuncak cerobong bermakna bahwa setiap manusia pasti akan kembali berpulang pada Sang Pencipta. Ruangan ini juga memiliki suasana yang sangat mengharukan, dengan cahaya yang hanya berasal dari tulisan Allah dipuncaknya dan lampu-lampu kecil disela-sela nama korban yang remang-remang, ditambah dengan suara bacaan Alquran yang begitu menggetarkan hati, bisa membuat kita benar-benar terbawa kembali ke Desember 2004 silam. Banyak pengunjung yang menumpahkan airmatanya diruangan ini walaupun mereka adalah pendatang dari kota lain bahkan negara lain yang tidak mengalami langsung kejadian ini.
Space of Hope
Setelah itu perjalanan dilanjutkan dengan menyebrangi Jembatan Harapan “Hope Bridge” atau “Space of Hope”. Disini kita bisa melihat bendera dari 54 negara bergantungan diatas jembatan dan juga batu-batu bundar di sekeliling kolam dibawah jembatan yang jumlahnya sama dengan bendera. Disetiap batu terdapat gambar bendera setiap negara yang datang membantu Aceh pasca tsunami, dan juga disetiap batu tertulis kata “Damai” dalam bahasa masing-masing negara. Jembatan ini dibuat agak menanjak, seperti kita sedang menuju ketempat yang lebih tinggi, ini merefleksikan, bahwa saat tsunami datang, semua orang mencari tempat berlindung yang lebih tinggi sehingga tidak terbawa arus tsunami. Setelah melewati jembatan ini kita akan memasuki ruangan multimedia seperti ruang audio, ruang pamer tsunami (tsunami exhibition room), ruang pre-tsunami, while tsunami, juga post tsunami. Disini kita akan disunguhi film tsunami yang berlangsung selama kurang lebih 15 menit. Kita dapat melihat bagaimana gelombang tsunami itu memporak-porandakan Nanggroe Aceh Darussalam. Lalu perjalanan akan dilanjutkan dengan melihat-lihat berbagai
foto-foto yang berkaitan dengan tsunami dan artefak tsunami, misalnya jam mati yang menunjukkan pukul 08.17 yang mana pada jam tersebut kejadian itu berlangsung. Juga terdapat miniatur-miniatur tentang tsunami seperti orang yang sedang berada didaerah pesisir sedang mencari ikan atau sedang bermain di pinggir pantai, lalu mereka berlarian karena munculnya gelombang besar dari laut. Dilantai 3 terdapat macam-macam sarana pengetahuan tentang gempa dan tsunami yang berbasis iptek. Mulai dari sejarah dan potensi tsunami diseluruh titik bumi, simulasi meletusnya gunung berapi diseluruh Indonesia, sampai simulasi gempa yang bisa di setel kekuataannya, bahkan jika berminat kita bisa langsung mencoba simulasi 4D gempa tersebut. Selain itu di lantai 3 juga terdapat musalla, perpustakaan dan tempat souvenir. Kita dapat membeli souvenir khas aceh seperti rencong ataupun kaos yang bertulisan Aceh. Disini juga disediakan berbagai kue kering khas Aceh seperti Keukarah, Seupet Kueh, Gula Ue Tarek, dan lain sebagainya. Dilantai paling atas gedung ini adalah Escape Building atau tempat penyelamatan diri saat tsunami datang. Dari lantai akhir ini kita bisa melihat kota Banda Aceh hampir secara keseluruhan. Setelah berpetualang didalam museum indah ini, kita tidak harus pusing mencari jalur exit untuk keluar dari sini, karena semuanya sudah ditata secara teratur. Saat keluar kita akan langsung tertuju kearah kolam yang berada dibawah Jembatan Harapan dan disana kita akan disambut oleh orang orang yang sedang menikmati pemandangn di pinggir kolam di lantai dasar ini. Kita bisa berfoto untuk mengabadikan kunjungan kita kesini, dan jika beruntung kita juga bisa berfoto bersama para calon pengantin yang melakukan foto pra-wedding disini. Dilantai dasar juga terdapat café, musalla, dan toilet. Jadi setiap pengunjung tidak usah was-was saat berkunjung kesini, karena semuanya tersedia. Jadi, saat anda berkunjung ke kota Serambi Mekkah ini, jangan lupa memasukkan Museum Tsunami Aceh ke list jalan-jalan anda setelah Masjid Raya Baiturrahman. Jika tidak, anda belum di-cap sah berkunjung ke kota ini. Dijamin ini akan menjadi jalan-jalan yang menarik dan akan banyak menambah pengetahuan baru tentang kota diujung Sumatra ini.
Penulis : Ghina Ulraihal, Kota Gaziantep Gaziantep university ghinnaurraihal@yahoo.co.id
29 29 29
Bersyukurlah Karena Bencana itu Hikmah
P
agi itu, tepatnya 26 Desember 2004, saya mendapat kabar mengejutkan dari televisi. Gempa bumi dan tsunami telah terjadi di Aceh. Innalillahi wainna ilaihi rojiun, ajal memang tidak memilih tempat dimana dan kapan akan terjadi. Sejak kecil saya tinggal di Sumatera Barat, daerah ini termasuk daerah rawan gempa dan bencana-bencana alam lainnya, sehingga saya terbiasa dengan gempa-gempa kecil yang sering terjadi di sana. Namun, setelah melihat tayangan di televisi tentang tsunami di Aceh, saya hampir tidak percaya melihat kejadian yang luar biasa mengerikan ini. Pada waktu itu saya tinggal di kota Padang, kota yang memang jaraknya tidak terlalu jauh dari bibir pantai, pantai yang memiliki garis yang sama dengan pantai Aceh tempat terjadinya tsunami. Pasca kejadian tsunami, masyarakat yang tinggal di sepanjang bibir pantai dihantui kegelisahan. Tidak dapat tidur nyenyak, tidak bisa makan enak, pun tidak bisa berpikir dengan tenang. Bagaimana tidak, perumahan penduduk yang jauh saja tersapu tsunami, apalagi yang tingal di tepi pantai. Walhasil pantai yang tadinya digemari, sekarang justru ditakuti. Bahkan, sekitar dua minggu setelah tsunami, suasana disana sangat mencekam. Langit yang cerah mudah berubah menghitam kelam, angin bertiup kencang sampai menerbangkan seng-seng rumah, gempa-gempa kecil pun menambah suasana semakin mencekam. Sampai-sampai tidak ada orang yang mengunci pintu rumahnya untuk berjaga-jaga agar mudah menyelamatkan diri. Ya Allah, kiamatkah yang sedang terjadi? Sudah siapkah saya kembali pada-Mu? Saya sempat berfikir begitu. Saat-saat seperti itulah keimanan seseorang teruji. Takut akan kematian juga takut akan kehilangan. Hanya kepasrahan total kepada Tuhan yang mem-
30
buat hati menjadi tenang. Di saat kita tidak mampu dan berdaya untuk berbuat apa-apa, disanalah kita mampu merasakan kepasrahan, sehingga hanya Allah yang ada. Beberapa hari setelah bencana itu, saya mendapat informasi bahwa ada korban tsunami dirawat di rumah sakit di Padang. Saya tidak menyia-nyiakan kesempatan ini untuk bertemu langsung orang tersebut. Setelah mencari informasi tampat orang itu dirawat saya segera menemuinya. Saya sempat terkejut, ternyata ia adalah seorang anak berumur 13 tahun. Ia bercerita seperti tidak ada beban dalam hidupnya, padahal semua keluarganya hilang tersapu gelombang. Sekali lagi saya terpana. Demikian tegarnya ia menceritakan semua kejadian itu. Tidak ada air mata. Padahal tengkorak kepalanya pecah dan harus menjalani serangkaian operasi. Ia ceritakan bagaimana ia berpegang pada sebatang pohon kelapa agar tidak terseret arus air dan akhirnya selamat. Ia juga ceritakan bagaimana ia menahan lapar berhari-hari karena grup penyelamat belum menemukannya, tapi Allah mengirimkan minuman jelly melalui arus air. Bahkan setelah grup penyelamat menemukannya pun penderitaannya masih belum berakhir karena ia tidak sadarkan diri. Dia dikira sudah meninggal, sehingga dikumpulkan di sebuah tempat bersama dengan mayat-mayat. Dengan sekuat tenaga ia merangkak keluar minta pertolongan, namun semua orang sibuk mencari keluarganya. Sampai akhirnya grup penyelamat menolongnya kembali dan merawatnya sampai saudaranya yang berada di Padang menemukannya. Sungguh, saya hampir keluar ruangan karena tak kuat mendengar kisahnya yang pilu. Akankah saya mampu jika mengalami hal yang seperti itu? Mungkin kita pernah bertanya, mengapa bencana harus terjadi? Apakah ia musibah, bala, siksaan (fitnah), atau ujian? Apa pun itu, jangan sekali-kali berburuk sangka kepada Allah! Dan jangan pula menuduh dan
menerka-nerka orang-orang yang terkena bencana menghitungnya pun kita tidak bisa? Padahal berkadengan tuduhan yang tidak berdasar sehingga ben- li-kali Allah sebutkan dalam surat Ar Rahman cana itu datang. Karena hal ini akan menyakiti orang yang sedang tertimpa musibah. Saya sangat miris “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah mendengar beberapa selentingan yang menyatakan yang kamu dustakan?” penilaian negatif terhadap masyarakat yang tertimpa bencana. Bukannya memberikan pertolongan, malah menambah kesedihan. Hal ini juga saya rasakan ketika terjadi gempa bumi di Sumatera Barat. Karena itu, marilah kita merenung dan melihat kepada diri kita, melihat lingkungan kita, maka kita akan mendapatkan jawabannya mengapa bencana itu terjadi dan juga apa hikmah yang tersembunyi padanya, karena dibalik bencana pasti mengandung hikmah. Memang bernar bahwa kebanyakan bencana adalah ulah perbuatan manusia. Baik itu perbuatan terhadap alam maupun perbuatan yang berkaitan dengan Tuhan. Namun alangkah baiknya jika kita intropeksi diri dan kemudian memperbaiki diri, karena boleh jadi bencana itu terjadi sebagai musibah atau ujian, dan boleh jadi juga sebagai bala atau siksaan (fitnah). Bagi yang beriman, maka bencana itu adalah musibah atau ujian, namun bagi yang berdosa bencana itu adalah bala atau siksaan.
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. Ketahuilah! Janji Allah itu pasti, maka jangan sekali-kali ragukan janji Allah! Yakinlah! Karena ia tidak sadarkan diri, ia dikira sudah meninggal, sehingga dikumpulkan di sebuah tempat bersama dengan mayat-mayat.
Penulis : Susilawati Aulya Ibrahim Marmara University, Sosyal Bilimleri Enstitüsü, Hadis Bölumu. Kota Istanbul Semua bencana yang terjadi adalah kehendak Allah. suzie_psm@yahoo.com Sekarang apakah kita mampu menjadikan musibah sebagai berkah? Ya, bisa. Karena hikmah itulah berkah. Bencana yang datang sebagai teguran dan peringatan akan membuat kita kembali kepada Allah. Begitu pula bencana yang datang sebagai siksaan juga akan menjadi pelajaran bagi orang-orang disekitarnya untuk kembali mengingat Allah. Bagi yang beriman hendaknya bersabar, dan bagi yang berdosa hendaknya bertaubat. Inilah berkahnya musibah. Menjadi berkah jika kita mampu mengambil hikmahnya dan menjadi berkah jika dengan hikmah itu kita mampu memperbaiki diri untuk menjadi manusia yang berakhlak baik pada diri, pada sesama, pada alam, dan pada Tuhan.
Coba bayangkan jika kita selalu hidup aman, tentram dan tidak kurang suatu apapun. Maka kita bisa terlena dalam suasana itu, sehingga kita lupa bersyukur kepada Allah. Kita selalu meminta apa yang tidak ada di dalam genggaman, sementara kita lupa mensyukuri apa yang sudah kita miliki. Padalah betapa banyaknya nikmat Allah yang sudah kita dapatkan dan tidak dapat kita hitung. Pernahkah kita mencoba mensyukuri nikmat Allah tersebut satu-persatu? bagaimana cara kita mensyukurinya? Sementara
31 31
Sagoe Puisi
Ditelan Laut Kita menyambut kematian dari amuk laut yang menipu dengan surut tiba-tiba kemudian tak ragu-ragu ia menghanyutkan dan menyapu daratan (alkisah, tanah adalah kawannya laut yang zaman dulu sempat berpaut sebelum berpisah lama), akhirnya mereka pun dipertemukan-Nya kembali secara tragis Pagi itu tanah seperti gadis yang pasrah dijamah air bah yang mengikis habis tak peduli pada jerit tangis yang pecah dan membuncah sebelum ratusan ribu nama karam; selama-lamanya tenggelam Tersingkaplah duka paling senyap yang menetap pada gundukan tanah merah yang telah jadi satu-satunya atap bagi ratusan tubuh yang tak lagi meratap.
32
Aroma Kematian Meskipun dari tahun ke tahun aroma musibah menyengat kita harus tabah mengingat agar kita sadar sangat kiamat itu (kecil atau besar) benar-benar dekat
Tsunami Dua-Enam Desember Dua Ribu Empat sembilan tahun berlalu serpihan duka itu telah menumbuhkan perdamain baru
Bintang Bumoe (Ankara, Desember 2013)
33 33
Sagoe Cerpen
Titip Rindu buat Ayah
S
aya harap malam ini sebelum tidur kalian dapat mengulang semua pelajaran hari ini. Jika kalian selalu mengulang pelajaran sebelum tidur, saya yakin 90% kalian akan berhasil di ujian final 2 minggu lagi. Haftaya görüşürüz, sampai ketemu minggu depan.” Ujar seorang dosen menutup pelajaran hari ini dengan sebuah nasehat yang setiap minngunya dia ucapkan tanpa bosan sebelum meninggalkan ruangan. Beliau adalah sosok dosen yang begitu peduli terhadap mahasiswanya.
“yaasiin, wal qur’anil hakim, innaka laminal mursalin……” Yasinan sudah menjadi tradisi keluarga kami setiap malam Jum’at, walaupun aku dan adikku yang berumur 2 tahun lebih muda bagiku belum bisa membaca Al- Qur’an dengan baik, orang tua kami mewajibkan kami untuk ikut serta walaupun hanya mendengarkan saja. Ketika kutanya menapa ibuku selalu menjawab ”Jika suatu saat orang tua sudah tiada, Lukman dan Nadia bisa ngirimin pahala bacaan surat yasin ke orang tua, kalau dari kecil malas baca Yasin, nan“Dostum! Ӧdevin yaptın mı? Sudah mengerjakan tu- ti waktu besarpun akan malas”. Akupun hanya bisa gas, Bro ?” kata seorang teman yang duduk di sebe- mengangguk mendengar jawaban itu yang kelak baru lahku. “Hangisi? Yang mana?” tanyaku. “5 lembar bisa kupahami maksudnya. terjemahan bahasa Turki Ustmani dikumpulkan besok, jika tidak mengerjakan tugas maka tidak diiz- Tidak seperti biasanya, malam ini ayah meinkan masuk”, terangnya. “Kalau itu sih nanti malam manggilku ke kamarnya. “Kalau besar nanti, Lukman juga siap, InsyaAllah”, jawabku sekenanya sambil me- mau jadi apa ?”, tanyanya memulai percakapan. “Lukmakai baju montku bersiap untuk pulang.”İyi, haydi man mau jadi pemain bola, Yah, kalau lukman main görüşürüz. Baiklah, sampai jumpa” . bolanya bagus, nanti bisa main di klub luar negeri, kan bisa sekalian jalan-jalan,” jawabku polos. Ayah hanya *** tersenyum mendengar jawaban dari anaknya yang Hampir sejam tanganku mengenggam pensil masih berusia 10 tahun. “Kalau kamu mau ke luar mengerjakan tugas untuk besok pagi, akupun memu- negeri kan tidak mesti jadi pemain bola, jika Lukman tuskan untuk istirahat sejenak sambil nge-cay, ngeteh. belajarnya rajin, Lukman bisa dapat beasiswa belajar Akupun meraih ponselku yang sengaja ku letakkan keluar negeri seperti bang Said yang kuliah di Mesir, agak jauh supaya tidak menganggu selama buat tugas. lukman bisa dapat ilmu, bisa dapat uang dan bisa meDua whatsapp dan satu pesan. “Pesan pasti dari oper- ringankan beban orang tua,” kata ayah menasehatiku ator”, gumamku. Memang semenjak adanya aplikasi yang kelak menjadi motivasi belajarku. Nasihat demi whatsapp, layanan pesan seolah hanya untuk berko- nasihat terus mengalir dari mulut ayahku, yang kemunikasi dengan operator di ponselku. banyakan hanya bisa kudengar tanpa bisa kupahami. Assalamu’alaikum Wr.Wb *** Diharapkan kepada seluruh masyarakat Aceh di Kay- Dua hari setelahnya, tepatnya hari Mingseri untuk berkumpul di rumah Siddiq Abi malam gu, setelah Shalat Shubuh aku dan adikku langsung Jum’at jam 18.00. kita mau mengadakan acara mem- duduk di depan tv berukuran 12 inch yang terletak peringati 9 tahun tsunami. Diharapkan kehadirannya. di ruang tamu sekaligus ruang keluarga. Sedangkan Hatiku bergetar setelah membaca pesan yang terus ayahku pergi lari pagi bersama teman kantornya. terngiang di kepalaku. Peristiwa 9 tahun lalu hadir Akan tetapi, pagi itu ayah mencium kami berdua sedalam pikiranku dan tenggelamlah aku ke dalamnya. dikit lebih lama dari biasanya. Ketika kami sedang *** menonton film kartun Doraemon, salah satu kartun
34
kesukaan kami, tiba-tiba ibuku berlari dari arah dapur dan berteriak, “Gempa, gempa naakk, cepat keluar!” kamipun segera berlari keluar rumah, dan duduk di depan pagar samping jalan. Ini pertama kalinya kami merasakan gempa yang begitu dahsyat, pohon-pohon di dekat rumah seakan mau tumbang, semua orang berhamburan ke jalanan, hanya kalimat-kalimat Allah yang mampu kami ucap tak henti-hentinya. Gempa berhenti setelah beberapa menit kemudian. Ibu menyuruh kami tetap di luar, sementara ibu masuk ke rumah untuk melihat keadaan rumah. Tak berselang lama setelah itu, gempa kembali terjadi, dan tiba-tiba ada seorang pengendara motor berteriak dalam bahasa Aceh, “Ie laot ka jiek, ie laot ka jiek Air laut sudah naik,air laut sudah naik.” Ibuku dengan refleks mengambil kunci motor yang terletak tak jauh dari pintu keluar dan menyuruh kami segera menaiki motor. Banyak orang berlalu-lalang di jalanan, berlari kesana kemari mencari lokasi yang lebih tinggi. Tak sedikit juga yang mengendarai motornya sekencang-kencangnya, akibatnya banyak sekali terjadi kecelakaan di jalan raya saat itu. Ibu membawa kami ke rumah tante Lisha di Mata Ie yang daratannya lebih tinggi dari pada rumah kami di Lamlagang. Setelah mendengar dari orang- orang bahwa air sudah surut kembali, ibu dan tante Lisha kembali ke Lamlagang dan menyuruh kami untuk tetap di rumah. Sejam kemudian, ibu kembali dengan membawa beberapa barang yang dibutuhkan. Setiap malam aku bertanya kepada ibuku, “Ayah dimana? ayah kapan pulang?” *** Tanpa kusadari air mata telah membasahi wajahku. Ayah, sekarang aku berada di sini, di Turki. Anakmu ini mendapat beasiswa kuliah di negeri Al-Fatih, seperti yang ayah nasihatkan 9 tahun lalu. Walaupun aku tak tahu pasti dimana letak jasadmu, tapi ku akan selalu mendoakanmu di sepertiga malamku, disetiap sujudku.
Penulis : Lukmanul Hakim Pendidikan bahasa turki(Türkçe öğretmenliği) Erciyes üniversitesi, lukmanul221@gmail.com
35 35 35
Sagoe IKAMAT
36
Tsunami
9
Peringatan
Tahun
9
Istanbul
S
embilan tahun telah berlalu, peristiwa gempa berkekuatan 8.9 SR disertai tsunami yang telah menghantam sebagian besar Tanoeh Rencong dan merenggut ratusan ribu korban jiwa di Aceh. Setiap tahunnya warga Aceh melaksanakan kegiatan do’a bersama untuk mengenang para shuhada yang telah tiada, baik di dalam maupun di luar negeri. Tak lupa pula bagi kami, warga Aceh yang bermukim di Istanbul. Dalam kegiatan kali ini kami selaku warga IKAMAT wilayah Istanbul melakukan do’a bersama di rumah seorang tuhapeut (red-perangkatdesa) IKAMAT, bapak Muhammad Arhami.
Mayarakat IKAMAT di Istanbul mengadakan diskusi ilmiyah dalam peringatan 9 tahun Tsunami Aceh
Acara dimulai dengan mambaca surah Yasin. Setelah itu, diiringi dengan tausyiah dan doa bersama yang disampaikan oleh Ustadz Rasyidin. Makan bersama menjadi penutup acara yang berlangsung khidmad dan berkah ini. Selain sebagai acara doa bersama, acara ini juga sebagai pengerat persaudaraan antar sesama agar dapat saling mendoakan dan mengingat saudara-saudara kita baik yang masih hidup maupun telah mendahului kita. Semoga program bersama yang telah dilakukan tersebut dapat lebih menguatkan rasa ukhuwah kita sebagai warga Aceh yang bermukim di Turki,dan juga semoga kegiatan do’a bersama ini diridhai Allah SWT sehingga para syuhada yang telah mendahului kita mendapatkan rahmat-Nya.”Allah onların mekanlarını cennetetsin”. Penulis : Taufiq Kurniawan dan Novita Sari
37
9
Ankara
9
Peringatan
Tsunami Tahun
T
ak terasa kita sudah memasuki tahun ke 9 sejak bencana alam terdahsyat pada abad ini tsunami yang menerjang kawasan utara Samudera Hindia pada hari Minggu 26 Desember 2004 silam. Sudah menjadi acara rutin tahunan untuk memperingati tsunami yang telah menelan korban meninggal dan hilang dengan menggelar doa dan zikir bersama baik dalam skala besar maupun kecil. Walaupun kami jauh dari Tanah Air bukan berarti kami melupakan bencana yang telah memperbesar nama Aceh di mata dunia. Acara peringatan tsunami kali ini dilaksanakan di rumah salah seorang staff Kedutaan Besar Republik Indonesia, bapak Muhammad Ihsan yang beristrikan orang Aceh ibu Dewi di Cankaya, Ankara. Acara dimulai jam13.00 waktu Turki yang diawali dengan membaca Surah Yasin dan doa bersama untuk para korban tsunami yang dipimpin oleh Azwir Nadzar, mahasiswa S3 jurusan komunikasi politik di Hacettepe Universitesi, Ankara. Acara dimulai dengan membaca surah Yasin dan doa bersama. Suasana semakin hangat ketika kami saling berkenalan dan menceritakan kenangan kami tentang tsunami. Tsunami memang menyisakan duka, ada beberapa dari teman kami yang kehilangan kedua orang tuanya, adik, kakak, paman, bibi, tante, sanak saudara, dan teman. Namun di balik duka bagi sebagian orang tsunami malah memberikan hal baik seperti kata salah seorang mahasiswa yang hadir “Berkat tsunami saya bisa keluar daerah, keluar kota bahkan ke luar negri sampai ke Turki ini sekarang�. Acara diakhiri dengan makan bersama.
Mayarakat IKAMAT di Ankara mengadakan pengajian dalam peringatan 9 tahun Tsunami Aceh
Penulis : Nurul Asmi Amalia
38
9
Peringatan
H
Tsunami Tahun
9
Kayseri
ari ini tepat tanggal 26 Desember 2013 kami dari Ikatan Masyarakat Aceh Turki yang berdomisili di Kayseri mengadakan acara peringatan 9 tahun Tsunami beserta serangkaian acara pembentukan kepengurusan Ikamat Kayseri. Walaupun jarak yang begitu jauh dari Indonesia khususnya Aceh tempat terjadinya bencana alam tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 yang lalu, tidak menyulutkan keinginan kita untuk mengadakan acara peringatan yang sudah terjadi 9 tahun yang lalu ini. Acara yang diawali dengan pembacaan surah Yasin bersama ini diikuti oleh 16 peserta yang sedang menempuh pendidikan di Turki. acara dilanjutkan dengan pembacaan doa yang dipimpin langsung oleh saudara Muhammad Siddiq. Selanjutnya acara dilanjutkan dengan Refleksi ulang Tsunami yang disampaikan oleh saudara Azman yang sedang menempuh pendidikan doktor di Kayseri. Acara ini tidak hanya mahasiswa Berasal Aceh saja yang mengikutinya, mahasiswa dari Jawa dan Kalimantan juga ikut serta. Acara ini juga diisi dengan pemutaran video tsunami yang membuat beberapa peserta menangis karena mengenang dahsyatnya bencana. Acarapun semakin menyentuh ketika saudara Khifdi Ridho yang berasal dari Banten dan Kamarullah mahasiswa asal Aceh membacakan puisi tentang tsunami yang begitu indah. Acara diakhiri dengan pembentukan kepengurusan IKAMAT khususnya di Kota Kayseri.
Mayarakat IKAMAT di kayseri mengadakan pengajian dalam peringatan 9 tahun Tsunami Aceh
Penulis : Kamarullah
39 39
Sagoe Wawancara
Muhammmad Arhami Pendiri Ikatan Masyarakat dan Mahasiswa Aceh Turki (IKAMAT)
Untuk Sukses, Harus Beda! IKAMAT adalah sebuah organisasi masyarakat dan mahasiswa Aceh di Turki yang didirikan pada 15 Oktober 2011. Ide pendiriannya selain sebagi forum silaturahmi juga wadah aspirasi masyarakat Aceh. Ikamat juga satu-satunya organisasi penguyuban di Turki. Hal ini karena Aceh punya sejarah masa lalu dengan Turki, dan komunitas terbesar kedua setelah PPI. Maka organisasi ini dianggap penting dan strategis. Siapa dan apa saja kiprah Ikamat di Turki? Redaksi Bulekat mewawancarai Tuha Peut Ikamat ini untuk anda. Kapan anda pertama sekali ke Turki? Saya pertama ke Turki Oktober 2010 bersama beberapa mahasiswa lain dari Indonesia. Alhamdulillah dapat beasiswa dari Pemerintah Turki. Bagaimana latar belakang pendidikan anda? Saya berasal dari Teupin Raya, Pidie. SD di Panton Labu sampe kelas IV. Ayah saya seorang guru dan Ibu IRT. Saat naik kelas V saya pindah lagi ke Sigli. Kebetulan saya tidak duduk di kelas VI karena Guru saya meminta saya untuk langsung ikut Ujian Akhir Nasional lebih awal. SMP dan SMA saya selesaikan dalam keadaan konflik. Maksudnya? Pada tahun 1989, saat saya SMU ada satu peristiwa yang sangat saya ingat. Pagi-pagi sekali kami dikejutkan oleh suara tembakan dan penemuan mayat. Menyedihkan sekali. Itu masa-masa konflik dulu di Aceh. Masa SMA ini saya merasakan sangat bagaimana sekolah dalam situasi keamanan yang tidak menentu. Kami disuruh jaga malam untuk alasan keamanan. Jadi malamnya jaga di pos kamling, paginya pergi sekolah. Walaupun seminggu sekali, namun cukup membuat rasa deg-degan dan tidak nyaman. Saya bisa membagi waktu antara belajar dan berinteraksi sosial. Alhamdulillah saya lulus dengan nilai yang bagus. Lalu? Saya melanjutkan kuliah di MIPA Matematika. Awalnya agak sedih karena itu pilihan kedua. Saya takut untuk dapat kerja apa nanti setelah kuliah. Meski saat itu MIPA Matematik tidak begitu popular, saya yakin saya bisa berhasil. Saya akan mencari hal berbeda untuk bisa sukses seperti orang lain. Saya tidak boleh pesimis. Akhirnya saya lulus pada tahun 1998. Saya juga sempat
40
bekerja sebagai implementator sekaligus programmer untuk Sistem Informasi Langganan Terpadu dalam sebuah project untuk PLN di Banda Aceh dan Sabang. Apa kunci suksesnya? Link (jaringan), teman, dan organisasi adalah hal yang sangat penting. Setelah lulus kuliah, saya mendapatkan info dari teman organisasi bahwa Politeknik Negeri Lhoksemawe sedang membutuhkan staf pengajar untuk bidang matematika. Saya langsung kesana dan bertemu penanggung jawab bidang matematika. Saya mengatakan selain matematika saya juga bisa pemrograman komputer hasil belajar otodidak. Itulah kelebihan yang membuat kita berbeda. Lalu sayapun diterima untuk mengajar di Politeknik Negeri Lhoksemawe walaupun belum menjadi Dosen Tetap pada tahun 1999. Lagi-lagi organisasi adalah suatu hal penting, tahun 2000 saya lulus menjadi pegawai tetap di Politeknik Negeri Lhokseumawe, dan wawancara adalah penyebab besar menurut saya. Wawancara awal memberikan bengaruh besar dalam pekerjaan. Disini saya kembali mengingatkan bahwa organisasi sangat sangat penting. Disini kita dididik untuk berpendapat, mengeluarkan pikiran, ide-ide yang bagus untuk disampaikan. Tanpa organisasi, kita bisa menyampaikan pendapat, namun mungkin tidak mengena, tidak luas, gugup, dan sebagainya. Bagaimana anda kemudian bisa sampai di Turki? Tahun 2004 saya menyelesaikan master di Jogjakarta. Tahun 2010 mendapat kesempatan untuk melanjutkan kuliah di Turki. Dalam pekerjaan saya tetap dengan motto saya, harus berbeda! Ketika orang lain tidak melakukan, kita melakukannya. Saya mencari peluang-peluang yang ada untuk melanjutkan pendidikan dan ahirnya saya dapat, pilihannya adalah ke Turki. Kapan anda mulai menulis? Menulis sudah saya mulai dari tahun 2000. Dan buku pertama saya baru selesai tahun 2005. Ada 3 buku yang sudah terbit. Semua tentang komputer. Dan yang terkahir ini ada satu buku lagi tentang persamaan diferensial biasa. Saya berpikir menulis sesuatu yang berbeda. Karena ada orang yang menulis tapi takut untuk mem-publish. Karena saya staf pengajar saya harus
cuat pertengahan 2012 hingga lebih berdiri kokoh di 2013.
berani karena menulis dan meneliti adalah bagian dari pekerjaan saya. Dan akan menghasilkan finansial juga dari sisi lainnya. Uang akan datang sesuai denan kemampuan yang kita miliki. Ada 3 tridharma yang wajib dilakukan mahasiswa, diantaranya adalah melakukan penelitian. Itu saya manfaatkan seluas-luasnya dan saya maknai betul. Akhir dari penelitian tentunya menulis juga. Saya melakukan beberapa penelitian dan beberapa diantara lolos dan didanai di tingkat nasional. Semuanya topik yang berbeda. Salah satunya tentang bahasa. Saya membuat penelitian tentang bagaimana menerjemahkan bahasa Indo-Aceh dan sebaliknya. Dan beberapa penelitian lain yang terkait. Saya juga sudah menulis dan sudah diterbitkan. Karena organisasi itu penting lalu anda membentuk IKAMAT? Benar sekali. Awal pembentukan IKAMAT, saya tidak sendiri, ada juga Bang Nawawi. Waktu itu saya belum kenal baik dengan Nawawi yang sudah lebih awal di Turki. Tapi sudah kontak-kontakan sebelumnya sesudah beberapa bulan saya di Turki. Nawawi mencetuskan ide untuk membentuk organisasi. Saya berpikir sebuah hal bagus sekali. Saya langsung menyetujui dan berjanji setelah saya selesai Tomer. (Tomer; les bahasa Turki, red). Dan kalau saya ke Istanbul kita akan sama-sama cetuskan. Sebelumnya Nawawi sempat ke Izmir dan sempat merumuskan banyak ide untuk terbentuknya sebuah organisasi Aceh di Turki. Setelah ke Istanbul, saya dan Nawawi beserta beberapa pelajar yang ada di Turki, berkumpul dan mecetuskan IKAMAT resmi berdiri, 15 oktober. Saat itu di rumah kak Lena Abidin, di Istanbul bagian Asia. Dengan semangat yang tinggi, kita punya tujuan yang sama, bahwa dengan ikatan ini kita bisa saling bersilaturrahmi dan saling mensupport. Semangat yang awalnya berapi-api dan kemudian mulai sedikit pudar dan baru kembali men-
Kenapa pudar? Apa pembangkit semangatnya? Menurut saya Bulekat sebagai awal pembangkit semangat teman-teman kembali. IKAMAT sangat penting sebagai wadah yang memberikan banyak manfaat, walau tidak terlihat saat ini. Dan kita akan merasakan manfaat besar suatu hari nanti. Dengan oranisasi, kita bisa mendapatkan banyak teman, dan dengan itu kita punya link, jaringan yang cukup penting. Karena bagi saya pekerjaan saya dapatkan dari link. IKAMAT juga demikian, kita tidak akan tahu teman teman kita di kota lain tanpa sebuah wadah yang menyatukan kita. Wadah IKAMAT akan membentuk kita menjadi seorang intelektual. Seorang pelajar tidak hanya mendapatkan ilmu di perkuliahan, tapi wadah organisasi ini mengajarkan kita bagaimana ilmu bermasyarakat, bagaimana ilmu mengeluarkan pendapat, berdiplomasi, bagaimana menulis, public speaking, dan sebagainya. Hal itu tidak akan kita dapatkan jika kita hanya berkutat dengan buku. Bulekat adalah wadah bagi teman-teman untuk menyalurkan bakat dalam menulis. Kita tidak perlu berpikir tulisan salah atau benar, karena akan ada yang mengkoreksi dan mengkritik sebagai bahan perbaikan bagi kita. Dalam organisasi kita juga diajarkan untuk berbeda pendapat, menerima kritikan. Sehinga hal itulah yang membangun kita. Kritikan adalah suatu ajang perubahan. Lalu soft skill, bisa memilah dan menyesuaikan diri. Organisasi juga melatih kita untuk tidak kaku, melatih keberanian, membuat kita lebih matang dan dewasa serta paham akan kritikan. Kebiasaan membuat kita bisa dan tidak asing dengan hal tersebut.
Apa harapan untuk IKAMAT? Kita tetap mebina silaturrahmi, modal untuk kita menjadi kuat. Merasa memiliki, ini adalah organisasi kita, walaupun bukan organisasi besar, kita harus membesarkannya, karena ini adalah tempat kita menyalurkan bakat-bakat kita. Sudah saatnya kita semua tetap berpartisipasi dalam semua kegiatan. Kita telah membuktikan bahwa IKAMAT adalah organisasi yang disegani dan diperhitungkan. Kebersamaan, kekompakan kita tetap harus kita jaga. Bang Arhami terakhir ini, kita memperingati 9 Tahun Tsunami, apa maknanya menurut anda dan bagi warga IKAMAT? Bagi saya, bermakna luas dan buat pribadi adalah untuk mengingatkan kita kembali akan kejadian 9 tahun silam. Tsunami yang sudah membuat Aceh pada titik nadir paling bawah. Sehingga 9 tahun ini adalah refleksi bagi kita semua untuk membangun Aceh kembali seperti masa lalu sebagai sebuah daerah yang cukup disegani oleh negara-negara lain, seperti masa Iskandar Muda. Sehingga kita bisa menjadikan 9 tahun ini sebagai sebuah pengalaman bagi kita untuk membuat daerah kita lebih bagus dari sebelumnya. (red/lala)
41
Turki Kental akan Pengaruh Romawi Kuno
M
usim dingin di Gaziantep kembali mewarnai penutupan akhir tahun 2013 kali ini. Pemandangan yang memutih dibawah hujan salju selalu membawa saya kepada suasana pertama kali tiba di Turki pada Februari 2012 silam. Dibawah cuaca dingin, segenap aktifitas warga Gaziantep masih tetap berjalan seperti biasanya. Gaziantep adalah sebuah kota di sebelah Tenggara Turki. Kota yang masuk dalam deretan kota tertua di dunia ini menyimpan banyak sejarah sejak masa kekaisaran Romawi 1700 tahun yang lalu. Kota yang pernah berjuang mempertahankan kemerdekaannya ketika melawan Perancis dan Inggris ini memiliki kebun binatang terbesar ketiga di dunia, kedua di Eropa, dan pertama di Turki yang memiliki luas 1.000.000 m2 dengan jumlah hewan 6.814 ekor. Salah satu pilihan tempat wisata disaat liburan tiba mungkin. Selain Kebun binatang , kota ini juga memiliki sebuah tempat unggulan Museum Arkeoloji terbesar di Eropa “Zeugma Mozaik Muzesi.� Mengingat museum arkeolagy terkenal di kota ini yang menyimpan banyak peninggalan sejarah dan belum sempat saya kunjungi ini, saya terbayang kepada sebuah biara kuno unik di atas bukit peninggalan suku Athena yang sudah berumur ratusan tahun yang sempat saya kunjungi bulan lalu ketika mengunjungi Trabzon, kota yang berada di utara Turki dan berbatasan langsung dengan laut hitam. Sumela Monastery yang berada di kaki tebing curam menghadap lembah Altindere ini sangat unik dan menarik perhatian saya. Bagaimana tidak, bangunan itu berdiri gagah dan manis di atas bukit dengan ketinggian 1200 meter. Untuk bisa memasuki inti bangunan biara ini pengunjung bisa menaiki minibus yang tersedia di sekitar. Atau jika ingin menikmati suasana alam pegunungan dan sungai yang mengalir dibawahnya secara seksama bisa menaiki tangga
42
dari kaki gunung yang sangat panjang dan sempit. Karena cuaca yang dingin banyak pengunjung yang memilih menaiki minibus untuk menaiki puncak biara. Selama perjalanan saya terus-menerus membayangkan bagaimana orang dahulu yang hanya didukung dengan peralatan arsitektur sederhana dapat membangun biara diatas bukit pegunungan dengan sangat sempurna ini. Menurut tradisi local, Biara Sumela didirikan pada tahun 386 (pada masa pemerintahan kaisar Theodosius I, 375-395) oleh dua imam Athena-Barnabas dan Sophronius. Mereka menemukan sebuah ikon dari perawan tua maria disebuah gua di gunung ini. Makanya mereka memutuskan untuk mendirikan sebuah biara. Oleh karena itu, pada dinding-dinding Biara Sumela dihiasi dengan lukisan-lukisan yang menggambarkan bagian dari Al-Kitab tentang cerita Yesus dan Maria si perawan. Besarnya pengaruh Romawi kuno yang pernah mendiami Turki, membuat kita berkesempatan menggali jejak sejarah dari setiap pelosok kotanya. Tidak hanya Trabzon, banyak kota di Turki lainnya yang juga menyimpan peniggalan romawi kuno, seperti Kota Antakya, Hatay. Arkeologi Museum yang juga menarik perhatian dunia dengan koleksi mosaik romawinya terdapat disana. Ketika memasuki museum tersebut, kita seakan merasakan hidup dimasa romawi dengan mosaik-mosaik besar yang menyimpan banyak cerita. Juga Titus Tunnel, terowongan besar yang mengelurkan air dari dinding-dindingnya yang juga dibangun pada masa Roma. Disana juga terdapat gua-gua peninggalan para jenderal Prancis. Kota-kota lainnya seperti Istanbul dan Izmir yang juga memiliki sejuta cerita romawi menarik lainnya.
Penulis : Misrul Hayati Mahasiswi jurusan Theology Islam di Gaziantep Universitesi. Kota Gaziantep
43