Edisi Agustus-September 2018
Edisi Januari 2016
Buletin Serantau merupakan Buletininformasi Serantau,yang merupakan media dibuat media informasi yang terbit setiap oleh beberapa Pekerja Migran bulan. Buletin ini dibuat oleh Indonesia (PMI) di Malaysia beberapa Pekerja Indonesia di sebagai ruang untuk saling Malaysia sebagai ruang untuk belajar danbelajar berbagi informasi saling dan berbagi antar sesama pekerja migran informasi antar sesama pekerja di Malaysia. Malaysia. migran Indonesia Indonesia di Informasi online Informasi versiversi online bisa bisa diakses diakses diakses di di www.buruhmigran.or.id www.buruhmigran.or.id
Berita BeritaUtama Utama
Suasana Diskusi bersama Komunitas BMI di Johor Bahru
Kelas Malam Pergantian Tahun, Jurnalistik TKI Johor Berdiskusi Komunitas Perlindungan Buruh Migran Oleh: Ridwan Wahyudi Serantau
Selain diskusi, buruh migran di Johor juga Pergantian tahun baru 2016 dimanfaatkan Oleh Samsuri mengadakan kegiatan amal dengan membagikan Komunitas TKI Khusus Johor untuk berdiskusi Yudi Setiyadi dari Infest Yogyakarta memberikan materi jurnalistik pada peserta, sembako secara gratis pada masyarakat di kawasan mengenai perlindungan buruh migran. Diskusi Senin 17/09/2018 (dok. Infest Yogyakarta). Kampung Sungai Latoh, kongkong Laut, Masai dimulai dengan memperkenalkan hak-hak dasar Johor, Jumat (1/1/2015). Kegiatan bertajuk Gema manusia seperti hak untuk hidup, hak mendapatkan Kuala Lumpur | Komunitas Serantau bersama Infest sederhana, yakni minimnya informasi yang diterima Amal dilakukan untuk membantu sekaligus membaur keadilan, hak mendapat pekerjaan dan hidup layak Yogyakarta menyelenggarakan pelatihan Jurnalistik oleh pekerja migran, mulai dari proses perekrutan, dan mempererat tali silaturahmi dengan masyarakat serta hak mendapatkan kesehatan dan komunitas pendidikan. yang diikuti 30 peserta dari perwakilan sampai pada penempatan di negara tujuan. Selain Malaysia. pekerja migran Indonesia (PMI), Senin (17/09/2018), itu, Yudi juga mengatakan, pada era digital saat ini Buruh migrandijuga dengan hak-hak bertempat Hoteldikenalkan Anum, Chow Kit, Kuala Lumpur. penyebaran informasi dan berita beredar dengan Selain komunitas TKI Khusus Johor, komunitas spesifik buruh migran, diantaranya, hak memiliki Pelatihan jurnalistik ini juga menjadi ajang silaturahmi sangat cepat, meskipun banyak informasi dan berita seperti Wajah Pribumi (WAPRI) ,UT Pokjar Johor, kontrak, mendapatkan gaji, jam kerja standar dan dan koordinasi antar komunitas. Peserta yang hadir yang sengaja dipelintir oleh orang-orang yang tidak SOAC Comunity, PERTIMAD dari Kuala Lumpur, memegang paspor sendiri. Mereka juga dikenalkan merupakan perwakilan dari Komunitas Info Warga bertanggungjawab. dan Buletin Serantau juga turut hadir. Usai dengan proses penanganan kasus seperti membuat Jember (IWJ), Prikitiew, Republik Ngapak, Paguyuban pembagian sembako, buruh migran dandiwarga kronologi dan pengumpulan bukti, menganalisis "Kabar bohong atau hoaks banyak beredar Wonosobo (Pawon) dan Aisyiah Muhammadiyah. setempat juga melakukan kegiatan gotong royong kasus, konseling, sheltering, pelaporan dan media sosial, hal ini diciptakan selain untuk meraih kerja bakti membersihkan surau (mushola) pada penuntutan. Pada awal kegiatan, Muhammad Irsyadul Ibad, keuntungan pribadi juga untuk kepentingan politik," Jumat siang. Direktur Infest Yogyakarta, membuka acara dengan ujar Yudi. Kurnia Andriyani,dari salah seorang buruh migran sesi perkenalan masing-masing peserta. Yudi juga mengajak semua belajar penulisan “Serangkaian acara yangpeserta kami adakan berjalan peserta diskusi mempertanyakan keabsahan paspor Masing-masing peserta memperkenalkan diri dan jurnalistik untuk menciptakan informasisambutan dan beritayang lancar dan sukses serta mendapat buruh migran yang dipegang oleh majikan. Berdasar menyampaikan tujuan dan alasan mengikuti kegiatan. sangat baikdan dariindependen. kepala kampung, meskipun kami yang faktual Menurutnya , banyak Akta Imigrasi 1963dilanjutkan yang diamandemen 2002, Acara kemudian Yudi Setiyadi dari sedikit kecewa karena KJRIberimbang yang kami undang informasi-informasi hoakspihak dan tidak majikan di Malaysia dilarang membawa paspor Infest Yogyakarta yang memfasilitasi acara dengan tidakbisa datang, ” ujar Fitriyanti, buruh asal Jawa yang menimbulkan kebencian danmigran mengancam buruh migran. Jika hal tersebut terjadi maka mengenalkan kepada peserta tentang pentingnya Timur. persatuan bangsa. Yudi mencontohkan tentang tuntutannya adalah hukuman penjara tidak kurang 6 pengelolaan informasi bagi pekerja migran. bulan atau tidak lebih dari 2 tahun. ihwal kubu “kampret” dan kubu “cebong”, sebutan Masalah yang dihadapi oleh kalangan pekerja migran untuk pendukung pasangan calon presiden dan Indonesia, sering kali berawal dari persoalan yang ...Bersambung Halaman 3 Halaman 1 | Buletin Serantau | Edisi Januari 2016
Halaman 1 | Buletin Serantau| Edisi Agustus-September 2018
Salam Redaksi Puji syukur kita panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmatNya Redaksi bisa menerbitkan kembali buletin Serantau. Buletin Serantau merupakan media cetak bagi pekerja migran Indonesia yang berisi isu-isu terkini pekerja migran serta informasi lainnya. Buletin Serantau adalah media pertukaran informasi bagi kalangan pekerja migran, sekaligus kanal bagi mereka untuk terlibat aktif dalam menyuarakan berbagai isu berkenaan dengan pekerja migran di Malaysia. Laporan utama yang akan dihadirkan pada edisi kali ini adalah laporan mengenai kelas jurnalistik yang diselenggarakan oleh Komunitas Serantau dan Infest Yogyakarta. Pada rubrik kabar migran, redaksi mengulas tim sepak bola Indonesia yang berlaga di Malaysia, dan; Forum Kerukunan Komunitas Cirebon (Forkoci) yang menyelenggarakan do’a bersama. Rubrik opini menampilkan isu radikalisme dan terorisme di kalangan pekerja migran. Selain itu masih ada rubrik panduan yang mengulas panduan keselamatan bekerja dan panduan menulis. Ada juga rubrik sastra dan humor yang menghibur pembaca di akhir buletin. Semoga dengan diterbitkan kembali media ini bisa membawa perubahan yang lebih baik terhadap perlindungan dan pelayanan migran di luar negeri. Selamat membaca sobat migran, salam Serantau! Catatan Redaksi: Sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 18 tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, nomenklatur atau tata nama penyebutan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) secara otomatis berubah menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI). Untuk itu, mulai dari sekarang dan seterusnya, buletin Serantau menggunakan istilah Pekerja Migran Indonesia (PMI). Salam Serantau
TIM Redaksi SERANTAU Penanggungjawab Muhammad Irsyadul Ibad Pimpinan Redaksi Desi Lastati Editor Sofia Gayuh Winarni Tim Redaksi Abdiyanto, Annisa Savitri, Ardirian, Driyanto, Ghofar, Imas Masriah, Mohamad Sucipto, Nasrikah, Rahma YenI, Risa Rustia Widdy, Samsuri Tata Letak Iqbal Muttaqin Alamat Redaksi: Infest Yogyakarta Jl. Veteran UH IV/734 Warungboto, Umbulharjo 55164. Telepon/fax: 0274-417004 Email : serantau@buruhmigran.or.id
Siapapun bisa mengutip, menyalin dan menyebarluaskan sebagian atau keseluruhan tulisan dengan menyebutkan sumber tulisan dan jenis lisensi yang sama, kecuali untuk kepentingan komersil.
Nomor Telepon Penting di Malaysia : KBRI Kuala Lumpur Telepon (Jam Kerja) : +603-2116-4016/4017 Telepon (Setelah Jam Kerja) : +603-21164193 Pengaduan : +6017-500-7047 Ambulans : 999
Pemadam Kebakaran : 999 / 994 Polisi : 999 Tenaganita : +60136812811 Komunitas Serantau : +60 16-209 7904
Majalah Serantau diterbitkan oleh Komunitas Serantau Malaysia dan Pusat Sumber Daya Buruh Migran, Infest Yogyakarta dengan dukungan United Nation Entity for Gender Equality and Empowerment of Women (UN Women). Isi dari terbitan ini sepenuhnya tanggungjawab Komunitas Serantau dan Infest Yogyakarta serta tidak selalu mencerminkan pandangan UN Women.
Halaman 2 | Buletin Serantau | Edisi Agustus-September 2018
wakil presiden Indonesia yang sedang viral di media sosial. Bagi pekerja migran, akan lebih baik jika fokus menyebarluaskan konten positif tinimbang terlibat dalam perang di ejekan di media sosial tersebut. Setelah menjelaskan teknik-teknik kepenulisan, Yudi membagi semua peserta menjadi lima kelompok. Hal ini dilakukan agar peserta langsung mempraktikkan menulis berita melalui wawancara. Setiap kelompok kemudian diminta mempresentasikan hasil tulisan di hadapan kelompok lain.Yeni Rahma Tri, salah satu peserta mengatakan, pelatihan jurnalistik yang diadakan sangat bagus dan menambah ilmu tentang jurnalistik. Menurut Yeni, sebelumnya dia belum pernah belajar tentang jurnalistik.
Berita Utama
“Dari pelatihan itu, nantinya kita bisa menulis dan menyuarakan apa yg tidak bisa kita sampaikan melalui lisan,” kata Yeni. Sumber berita : https://buruhmigran.or.id/2018/09/20/kelasjurnalistik-komunitas-serantau/
Dukung Timnas U-16, PMI di Malaysia Serukan Persatuan Oleh Ardirian dan Samsuri Kuala Lumpur | Pertandingan Kejuaraan U-16 Asian Football Confederation (AFC) antara Indonesia melawan Vietnam yang berlaga di Stadion Bukit Jalil, Kuala Lumpur, Senin (24/9/18), berakhir seri. Skor 1-1 didapat setelah Vietnam berhasil mencetak gol terlebih dahulu. Dukungan kepada Timnas U-16 yang pernah menjuarai Piala AFF U-16 bulan Agustus lalu tetap kompak disuarakan oleh suporter Indonesia yang tergabung dalam Aliansi Suporter Indonesia di Malaysia (ASIM). Meski sempat kecewa, suporter tetap semangat meneriakkan yel-yel untuk mendukung tim Garuda Asia. “Namanya tim kita kebobolan gol, kecewa itu pasti, tapi kami dari Aliansi memberi dukungan penuh,” ujar Marno (28), Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Pati, Jawa Tengah yang juga salah satu anggota ASIM. Menanggapi tindakan anarkis suporter sepak bola di tanah air yang berujung pada kematian salah satu suporter Persija, Marno menuturkan, pihaknya mengutuk tindakan tersebut. “Kami mengutuk segala bentuk anarkisme dengan alasan apapun. Di sini kami mau jadi suporter yang damai,” ungkapnya.
PMI di Malaysia mendukung Timnas berlaga di Stadion Bukit Jalil (dok. Serantau).
Pada pertandingan sebelumnya, Indonesia melawan Iran yang dilaksanakan pada Jumat (21/9/18), ASIM juga berupaya menyatukan masyarakat Indonesia yang tinggal di Malaysia melalui sepak bola. Menurut Fakhrurrahman (40), perwakilan suporter Persik Kediri, ASIM telah melakukan rapat koordinasi yang menghasilkan beberapa kesepakatan, seperti bahwa setiap suporter antar klub dilarang membawa atribut masing-masing dan hanya diperbolehkan membawa bendera Merah Putih. ...Bersambung Halaman 4
Halaman 3 | Buletin Serantau| Edisi Agustus-September 2018
Berita Utama “Kita sepakat bahwa setiap perwakilan suporter antar klub dilarang membawa atribut masing-masing. Hal ini untuk mempersatukan masyarakat Indonesia di tengah hangatnya musim pemilu yang kian panas,” ujar Fakhrurrahman.
Sumber berita : https://buruhmigran.or.id/2018/09/24/dukungtimnas-u-16-pmi-di-malaysia-serukan-persatuan/
Sucipto (45), salah satu suporter klub Persela Lamongan juga mengatakan hal serupa, menurutnya, sepak bola selain mampu menyatukan masyarakat Indonesia, juga bisa meningkatkan rasa Nasionalisme. Sucipto juga menjelaskan bahwa sepak bola dapat mempererat tali persaudaraan antar masyarakat Indonesia di Malaysia.
Forkoci Malaysia Gelar Do’a Bersama dan Sharing Ketenagakerjaan Suasana acara yang diselenggarakan oleh Forkoci, Minggu 23/9/2018 (dok. Forkoci).
Kuala Lumpur | Forum Kerukunan Komunitas Cirebon (Forkoci) Malaysia mengadakan acara do’a bersama dan forum berbagi pengetahuan tentang ketenagakerjaan dalam rangka memperingati ulang tahun yang pertama, Minggu (23/9/2018). Acara yang digelar di Aula Sekolah Indonesia Kuala Lumpur dihadiri oleh komunitas Pekerja Migran Indonesia (PMI) di antaranya Serantau, Republik Ngapak, Paguyuban Wonosobo, Prikitiew, Info Warga Jember (IWJ). Turut pula hadir dalam acara Agung Cahaya Sumirat, Atase Pensosbud KBRI Kuala Lumpur. Acara dimeriahkan penampilan tari topeng oleh Ningrum, PRT asal Cirebon dan juga persembahan drama para Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang menggambarkan kondisi kerja PRT di Malaysia. Tari topeng dan drama sebagai hiburan sesuai visi dan misi dari didirikannya Forkoci. “Salah satu visi dan misi dari Forkoci adalah terwujudnya Cirebon sebagai destinasi wisata, baik di tingkat domestik maupun internasional yang berbasis budaya dan bertumpu pada kekayaan budaya seni untuk meningkatkan potensi daerah,” ujar Rudi, Ketua Forkoci Malaysia.
Oleh Herman | Anggota Forum Kerukunan Komunitas Cirebonan (Forkoci) “Saya menyampaikan pesan dari bapak Duta Besar bahwa di KBRI Kuala Lumpur setiap hari Sabtu dan Minggu ada kegiatan belajar mengajar untuk kejar paket A,B,C untuk WNI yang belum mempunyai ijazah SD, SMP, SMA tanpa dipungut biaya,” tutur Agung. Sesi sharing untuk ketenagakerjaan disampaikan oleh Nasrikah Sarah, Koordinator Serantau yang menyampaikan berbagai permasalahan yang dihadapi oleh para pekerja migran. Nasrikah mengimbau agar pekerja migran mengetahui hak-haknya, kemana harus mengadu ketika hak-hak tersebut tidak didapatkan. Nasrikah juga mengatakan agar pekerja migran meningkatkan solidaritasnya di tahun politik yang mulai memanas. “Kita sebagai sesama pekerja migran jauh dari sanak saudara dan yang ada adalah teman sesama pekerja migran. Hendaknya kita bersama bisa meningkatkan rasa solidaritas, apalagi sekarang di musim politik yang panas. Perlu diingat meskipun beda pilihan tapi harus menjaga persaudaraan,” tutur Nasrikah. Sumber berita : https://buruhmigran.or.id/2018/09/26/forkocimalaysia-gelar-doa-bersama-dan-sharing-ketenagakerjaan/
Agung Cahaya Sumirat dalam sambutannya menyampaikan upaya peningkatan pelayanan KBRI Kuala Lumpur salah satunya terkait dengan pendidikan. Agung menginformasikan bahwa KBRI Kuala Lumpur mengadakan kegiatan belajar mengajar dalam bentuk kejar paket yang bisa diakses oleh pekerja migran Indonesia. Halaman 4 | Buletin Serantau | Edisi Agustus-September 2018
Jejak Kasus
Fatimah yang terbaring di Hospital Tengku Ampuan Rahimah (dok. Serantau).
Pekerja Migran Indonesia Asal Jember Sakit Menunggu Bantuan Oleh Nasrikah Kuala Lumpur | Fatimah (51), Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Jember, Jawa Timur, mengalami sakit infeksi paru-paru dan saat ini tengah dirawat di Rumah Sakit Tengku Ampuan Rahimah, Klang. Fatimah diantar ke rumah sakit pada Rabu, (12/9/18) oleh Nia, pegiat pekerja migran di Klang. Nia menemukan Fatimah di depan rumahnya dalam kondisi sakit parah. Menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, Nia langsung membawa Fatimah ke rumah sakit. Fatimah harus menanggung biayanya sendiri untuk proses perawatannya. Ia harus membayar uang pendaftaran sebesar RM100.00 (Rp366.000) dan RM1,400.00 (Rp5.135.000) sebagai uang deposit, karena Fatimah tidak memiliki dokumen resmi, yaitu permit izin kerja. “Saya melihat kondisi Fatimah begitu lemah, kencing dan berak di tempat. Saya takut jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, makanya saya terus bawa ke klinik. Dokter di klinik kemudian merekomendasikan supaya dibawa ke rumah sakit,” tutur Nia.
Pada hari Rabu (26/9/2018), Nasrikah dan Nia menemuai Yulisdiyah Kartika, Sekretaris I Konsuler KBRI Kuala Lumpur untuk menanyakan perkembangan kasus Fatimah. Nia menginformasikan bahwa dokter telah mengizinkan Fatimah untuk keluar rumah sakit dan harus membayar biaya total RM4,900.00 (Rp17.975.000) Yulisdiyah Kartika menuturkan, pihak KBRI sudah mengusahakan dokumen pemulangan Fatimah, namun untuk biaya perawatan Fatimah selama di rumah sakit, KBRI tidak memiliki anggaran. “Pihak KBRI sudah mengusahakan dokumen pemulangan Fatimah, tinggal menunggu hasil keputusan pihak Kerajaan Malaysia. Mengenai biaya hospital kami tidak ada anggaran tetapi pihak KBRI bisa memberikan surat untuk mohon keringanan kepada hospital,” tutur Diyah. Sumber : https://buruhmigran.or.id/2018/10/01/pekerja-migranindonesia-asal-jember-sakit-menunggu-bantuan/
Nasrikah Sarah, Koordinator Komunitas Serantau Malaysia telah berkoordinasi dengan KBRI Kuala Lumpur untuk pengurusan dokumen kepulangan Fatimah. Program pulang sukarela oleh kerajaan Malaysia telah berakhir pada (30/8/2018), maka untuk pemulangan Fatimah harus menunggu diplomasi pihak KBRI dengan Kerajaan Malaysia.
Halaman 5 | Buletin Serantau| Edisi Agustus-September 2018
Opini
Sumber foto : Pixabay. Foto hanya ilustrasi dan tidak menunjukkan keadaan sebenarnya
Pekerja Migran, Strategi Radikalisasi, dan Langkah Pencegahan Oleh Pamungkas Ayudaning Dewanto | Anggota Serantau Malaysia, Mahasiswa Jurusan Antropologi Vrije University Belanda. Dengan perasaan penuh ketidakpastian, Katri1 memberanikan diri untuk berangkat ke Malaysia. Sebelumnya ia tak memiliki pengalaman bepergian jauh. Jangankan ke luar negeri, ke seberang pulau pun ia tak pernah. Keberangkatan Katri tidak serta-merta wujud kemauan individu, apalagi umurnya masih 16 tahun. Selain tidak mengantongi ijazah yang cukup untuk melamar pekerjaan formal yang ada di kampungnya, ia juga tengah menghadapi masalah keluarga yang berat. Saat itu, yang ada di kepalanya hanya “aku harus pergi dari kampung ini.� Ia melihat teman-teman dan misannya yang nampak sibuk dan berpakaian serba mewah ketika pulang dari perantauan. Ia pun tak berpikir panjang dan segera mencari Warsan, juragan tembakau yang kerap menjadi sponsor bagi warga yang ingin bekerja di luar negeri. Konon berangkat secara resmi tidak memerlukan modal apapun. Sebelumnya, Katri tahu bahwa melalui Warsan, Indah yang merupakan kawan
sebangkunya saat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dapat disulap umurnya tiga tahun lebih tua menjadi 19 tahun sehingga sukses berangkat dan kini bekerja di Malaysia. Kisah Katri merupakan salah satu keadaan yang lazim kita temui di kalangan Pekerja Migran Indonesia (PMI). Katri yang kurang pengalaman dan menghadapi berbagai persoalan di rumah, memaksakan diri mengambil jalan hidup yang bahkan tidak pernah terbayang di kepalanya. Walaupun bersama-sama dengan rombongan, suasana psikologis yang ia simpan ketika berangkat adalah rasa kesendirian. Ditambah, pada saat penempatan, PMI harus beradaptasi dengan suasana kerja yang asing. Lazimnya, setelah proses adaptasi, PMI dapat menjalankan hidupnya dengan tenang. Namun hal ini tidak serta merta terjadi. Pada beberapa kasus, seperti yang dialami oleh Tyas dan kawankawannya yang bekerja di pabrik pengolahan
Halaman 6 | Buletin Serantau | Edisi Agustus-September 2018
Opini sarang burung wallet di Klang, Selangor. Mereka dijebloskan ke penjara lantaran dituduh masuk melalui jalur trafficking2. Dalam situasi semacam ini, psikologis PMI sangatlah rawan dan labil.
Pelarian dan Pengaruh Komunitas Adaptasi tentu bukan soal mudah, sekalipun bagi mereka yang tidak memiliki beban kehidupan. Dalam menjalani adaptasi, umumnya PMI membutuhkan “pelarian” atau tempat untuk merasakan kembali kampungnya di perantauan. Mereka cenderung untuk menciptakan kembali ruang-ruang nostalgia berada di kampungnya. Pertemuan peran PMI sebagai individu yang bekerja di negara perantauan serta fakta bahwa mereka adalah bagian dari masyarakat dari desa atau daerah yang sama, membentuk berbagai komunitas atau organisasi yang berlandaskan nilai-nilai kedaerahan, atau bahkan keagamaan. Dalam istilah akademik, Peggy Levitt dan Nina Glick-schiller menyebutnya dengan persilangan antara ‘peran sosial’ (ways of being) dan ‘peran simbolik’ (ways of belonging) yang dimiliki oleh setiap perantau3. Akibat dari kuatnya ikatan solidaritas berdasarkan tempat asal di luar negeri inilah yang, dalam istilah Smith & Guarnizo (1998), memperkuat gerakan ‘transnasionalisme dari bawah’ (transnationalism from below)4. Yang menarik, hingga dua dekade lalu, transnasionalisme dari bawah masih dianggap sebagai “unsur pelengkap bagi ruang internasional yang selama ini diisi oleh interaksi antar negara-negara berdaulat.”5 Kini, dengan penguatan teknologi dan informasi, kemudahan transportasi, serta keroposnya batas-batas negara, jejaring komunitas bukan hanya menjadi pelengkap, tetapi juga arus utama dalam ruangruang internasional. Jejaring PMI bersifat lintas batas. Bukan hanya soal pengiriman uang ke kampung, namun juga nilai dan idealisme yang bergerak dari satu wilayah penempatan ke kampung halaman, atau juga sebaliknya (social remittance). Temuan Rachel Silvey (2004), misalnya, menunjukkan bahwa banyak di antara rumah-rumah PMI di Timur Tengah asal Rancaekek, Bandung, menyerupai kemegahan arsitektur a la jazirah. Masuknya arsitektur semacam ini menjadi indikasi kuat bahwa pekerja menjadi agen pembawa nilai dari perantauan. Jejaring yang dibangun oleh PMI ini memiliki struktur modalitas yang mengakar pada masyarakat. Oleh karenanya, komunitas PMI merupakan instrastruktur jaringan yang sangat memadahi untuk melakukan sosialisasi dan
edukasi. Inilah yang mengakibatkan jejaring PMI kerap ditunggangi oleh kepentingan ideologis lain, termasuk oleh kepentingan kelompok tertentu yang ingin para pekerja migran menjadi individu yang radikal dan seolah berlandaskan agama. Sebagai contoh, banyak di antara komunitas-komunitas PMI ini yang kemudian aktif mengadakan berbagai kegiatan pengajian rutin demi membebaskan rasa rindunya terhadap kampung halaman. Sayangnya, penelitian yang dilakukan oleh Institute for Policy Analysis and Conflict (IPAC) di Hong Kong, menunjukkan telah banyak forum pengajian yang lebih dari sekedar membahas ilmu agama dan memperbaiki akhlak. Forum-forum tersebut yang mengajarkan dan bahkan memaksakan pemikiran eksklusif, chauvinistik, dan jika perlu, membenarkan kekerasan yang berbasiskan agama. Yang sangat miris, gerakan dakwah semacam ini telah bergeser dari ruang-ruang ibadah menuju pusat berkumpulnya PMI, seperti di Victoria Park, Hong Kong6. Dalam situasi seperti itu, aspirasi PMI untuk mengenang kembali suasana di kampung halaman melalui komunitas justru dibajak oleh pihak tertentu untuk mewujudkan cita-cita, misalnya, ke-khalifah-an. Ditambah lagi, keterbatasan pengetahuan PMI karena kurangnya pengalaman organisasi menjadikan mereka sasaran empuk propaganda nilai-nilai radikalisme. Di sinilah terdapat kegundahan yang mendalam bagi PMI dalam menegosiasikan aspirasi yang tak simetris, antara keinginan mereka yang sesungguhnya dengan tujuan komunitas yang ada. Anggani, misalnya, eks-PMI yang telah menetap di Desa Kepanjen di Banjarnegara Jawa Tengah bahkan mengaku diintimidasi saat hendak berhenti dari aktivitas pengajian yang pernah ia ikuti di Malaysia. Sebelumnya ia sempat ditawari pekerjaan dengan upah yang cukup menjanjikan di kampung halaman, yaitu dengan berdakwah menyebarkan paham tertentu. Seiring dengan menguatnya mobilitas ide dan fisik dari satu tempat ke tempat lain akibat kemajuan teknologi, semakin menguat pula sumber daya yang bisa dikerahkan, tidak terkecuali bagi dan oleh kelompok radikal. Penyebaran dan proses indoktrinasi dilakukan, salah satunya, melalui konten-konten Youtube ataupun video yang diunggah ke dalam laman tertutup di media sosial. Sebuah film dokumenter karya Noor Huda Ismail (2016) bertajuk “Jihad Selfie”, menunjukkan para simpatisan bertransformasi menjadi relawan hanya karena ketakjubannya oleh bahasa-bahasa provokatifdogmatis dan kebanggaan memegang senjata.
Halaman 7 | Buletin Serantau| Edisi Agustus-September 2018
Opini Namun demikian, radikalis memang mengincar mereka yang tengah mengalami pergolakan psikologis dan yang tidak mapan secara ekonomi. Dua tipologi tersebut, sayangnya banyak ditemui di kalangan PMI. Jika kampanye dan indoktrinasi melalui ruang-ruang privat media sosial membuat pemikiran para penggunanya berubah, sosialisasi dan edukasi langsung seperti melalui pertemuan komunitas membuat keduanya lebih efektif paripurna. Di sinilah pentingnya kewaspadaan di kalangan PMI.
Pencegahan Sebetulnya, di negara tujuan seperti Malaysia telah ada pelarangan atas paham-paham radikal. Tidak jarang kita temui daftar organisasi yang dilarang oleh Kerajaan Malaysia ditempel pada papan pengumuman di masjid-masjid atau surau-surau. Kerap kali, justru organisasi yang berlenggang bebas di Indonesia masuk dalam daftar ini. Meski demikian, di manapun itu, pemantauan atau pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan bukanlah perkara mudah. Pergerakan ‘dari bawah’ sebagai karakter utama jejaring radikalisme ini membuat mereka sulit untuk dideteksi atau dicegah. Di sisi lain, cara-cara tradisional justru berfungsi sebagai penyaring dan pengawas beredarnya paham radikal. Sebagai misal, kekentalan ajaran thariqah naqsabandiyah, tahlil dan peringatan maulid nabi di kalangan PMI asal Madura menjadi alat kontrol ideologis guna mencegah pergeseran ideologi menjadi puritan. Hubungan yang erat antara ‘santri dan kyai’ mencipta loyalitas di kalangan PMI asal Madura untuk tidak takluk pada ajaranajaran baru yang disebarkan oleh ulama-ulama yang tidak mereka kenal7. Dalam suasana psikologis yang labil dan proses adaptasi yang ekstrem, PMI sangat rawan terjerembab ke dalam komunitas yang membawa nilai-nilai radikalisme. Kunci utama dalam mengatasi ini adalah dengan peran serta individu PMI dalam komunitas-komunitas yang memiliki berbagai kegiatan positif, menjunjung tinggi multikulturalisme dan semaksimal mungkin peduli terhadap nasib PMI yang bekerja di sekeliling kita. PMI, khususnya yang memegang dokumen resmi, mesti sadar bahwa mereka memiliki kemewahan lebih dibandingkan lainnya: mobilitas. Oleh karenanya tanggung
jawab moral mereka terhadap PMI lain yang tidak berdokumen dan membutuhkan bantuan menjadi lebih besar. Dengan kewaspadaan dan keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan positif, ruang gerak penyebaran ajaran radikalisme akan semakin sempit. End Note 1.
Bukan nama sesungguhnya. Kisah Katri adalah ilustrasi yang mewakili kisah sebagian besar pekerja migran asal Indonesia yang saya temui. Malaysiakini & Tempo. (2017) 'Modern-day slavery' at a bird's nest factory in Klang. Malaysia Kini Special Report ed. Kuala Lumpur: Malaysia Kini. 3. Levitt P and Schiller NG. (2004) Conceptualizing simultaneity: A transnational social field perspective on society. International Migration Review 38: 1002-1039. Smith MP and Guarnizo LE. (1998) Transnationalism from below, New Bruinswick, : Transaction Publishers. Faist T. (2000) Transnationalization in international migration: implications for the study of citizenship and culture. Ethnic and racial studies 23: 189-222. IPAC. (2017) The Radicalisation of Indonesian Women Workers in Hong Kong. Jakarta: Institute for Policy Analysis and Conflict. Untuk menilik hubungan antara santri dan kyai Madura, lihat Siddiq A. (2008) The Son of the Mosque: Religious commodification within Social Relationship between Kyai and Madurese Workers in Malaysia. Center for Religious and Crosscultural Studies. Yogyakarta: Gadjah Mada University. Atau Mansurnoor IA. (1990) Islam in an Indonesian World: Ulama of Madura: Gadjah Mada University Press.
2. 3. 4. 5. 6. 7.
Referensi Faist T. (2000) Transnationalization in international migration: implications for the study of citizenship and culture. Ethnic and racial studies 23: 189-222. IPAC. (2017) The Radicalisation of Indonesian Women Workers in Hong Kong. Jakarta: Institute for Policy Analysis and Conflict. Levitt P and Schiller NG. (2004) Conceptualizing simultaneity: A transnational social field perspective on society. International Migration Review 38: 1002-1039. Malaysiakini & Tempo. (2017) 'Modern-day slavery' at a bird's nest factory in Klang. Malaysia Kini Special Report ed. Kuala Lumpur: Malaysia Kini. Mansurnoor IA. (1990) Islam in an Indonesian World: Ulama of Madura: Gadjah Mada University Press. Siddiq A. (2008) The Son of the Mosque: Religious commodification within Social Relationship between Kyai and Madurese Workers in Malaysia. Center for Religious and Cross-cultural Studies. Yogyakarta: Gadjah Mada University. Smith MP and Guarnizo LE. (1998) Transnationalism from below, New Bruinswick, : Transaction Publishers. Sumber : https://buruhmigran.or.id/2018/10/09/pekerja-migranstrategi-radikalisasi-dan-langkah-pencegahan/
Halaman 8 | Buletin Serantau | Edisi Agustus-September 2018
Opini
Sumber foto : Pixabay. Foto hanya ilustrasi dan tidak menunjukkan keadaan sebenarnya.
Virus Intoleransi, Radikalisme dan Terorisme oleh Maskur Hasan | Pegiat Gerakan Perdamaian, AMAN Indonesia Minggu merupakan hari spesial saat untuk keluarga kumpul bersama di rumah maupun di luar rumah. Bagi umat Kristiani, Minggu adalah hari spesial untuk beribadah dan berdekat dengan Yang Maha Kuasa. Namun siapa sangka pagi itu, 13 Mei 2018, masyarakat Indonesia digemparkan oleh tindakan keji bom bunuh diri di Surabaya, Jawa Timur. Tidak hanya di satu tempat, perbuatan biadab tersebut dilakukan di tiga tempat sekaligus secara hampir bersamaan: Gereja Pantekosta, Gereja GKI dan Gereja Santa Maria. Yang mengagetkan lagi, aksi terorisme tersebut dilakukan oleh satu keluarga lengkap: bapak, ibu dan melibatkan anak. Kejadian tersebut hingga kini masih menyisakan pertanyaan bagi masyarakat luas: bagaimana mungkin sebuah keluarga secara keseluruhan menjadi pelaku kejahatan terorisme? Mengapa orangtua keluarga tersebut tega mengajak anak mereka melakukan kekejian bom bunuh diri? Aksi bom bunuh diri ini memunculkan dua pandangan meski bagi negara dan mayoritas masyarakat, perbuatan itu adalah bentuk dari terorisme yang brutal dan tidak berperi
kemanusiaan. Kekejaman dan kejahatan ini telah memakan setidaknya 18 orang korban jiwa (Kompas.com). Pertama, para korban tidaklah bersalah. Mereka sedang beribadah berdasarkan keyakinan dan sebagiannya adalah anak-anak. Kedua, pandangan dari kelompok teroris itu sendiri yang menganggap bahwa mereka sedang berjihad untuk agama dan Tuhannya. Pandangan kedua ini turut didukung oleh simpatisan yang berusaha mengaburkan kejahatan terorisme dengan menyalahkan negara dan menyebutnya sebagai konspirasi. Pandangan kedua ini merupakan bagian dari propaganda dan hasutan organisasi maupun simpatisan pelaku teror yang mencoba mengaburkan kejahatan tersebut dengan melabelinya menggunakan istilah agama agar salah dipahami dan dimaknai oleh masyarakat. Penggunaan istilah agama sebagai kedok bertujuan tunggal, yaitu untuk meraih simpati dan memperluas dukungan kepada aksi-aksi serupa dan kelompok tersebut. Perlu dipahami, model propaganda dan kampanye tersebut, dilakukan oleh kelompok tersebut menunjukkan perubahan model propaganda yang dilakukan oleh kelompok teror. Propaganda
Halaman 9 | Buletin Serantau| Edisi Agustus-September 2018
Opini dan kampanye yang semula dilakukan secara tertutup dan terbatas (sembunyi-sembunyi), kini kian terbuka dan terang-terangan dilakukan (Kholifah, 2018). Tuhan tidak perlu dibela. Begitu KH. Abdurrahman Wahid, yang pupoler dengan sapaan Gus Dur, pernah berkata. Pernyataan populer Gus Dur tersebut melemahkan argumentasi kelompok teroris yang meyakini bahwa tindakan mereka adalah bagian “jalan Tuhan�. Ujaran Gus Dur tersebut mengingatkan kembali pada hal prinsipil bahwa tidak satu pun agama yang mengizinkan bunuh diri dan kekerasan. Tindakan bunuh diri, dalam Islam pun, adalah salah satu perbuatan yang dilaknat Allah S.W.T. Tidak pula ada agama yang mengizinkan penganutnya membunuh orang lain dengan dalih pembelaan atas nama agama. Dalam kondisi peperangan pun, agama mengajarkan agar orang yang menyerah, anak-anak dan perempuan tidak boleh dibunuh dan disakiti. Agama pun sangat melarang penghancuran rumah ibadah agama lainnya bahkan dalam peperangan. Dengan demikian, kejahatan bom bunuh diri di gereja tidak memiliki landasan dan alasan keagamaan yang tepat, apalagi jika mengingat bahwa pengrusakan rumah ibadah tersebut turut menjadikan anak dan perempuan sebagai target sasaran. Pada era komunikasi dijital, hampir semua orang menggunakan media sosial. Dari hiruk pikuk dunia maya tersebut kita sering mendengar kata intoleransi, radikalisme dan terorisme. Bahkan kita sering dengan mudah menemukan pula contohnya. Apa sebenarnya makna ketiga kata ini? Kita sebenarnya bisa memaknai ketiga istilah tersebut dari contoh kehidupan sehari-hari. Hal tersebut juga tidak melulu terkait dengan urusan agama, tetapi bisa pula terkait dengan urusan sosial lainnya, seperti politik. Upaya memahaminya dapat dilihat dari keseharian seseorang dalam berperilaku sebagai makhluk sosial yang mempunyai hubungan dengan makhluk lain atau sebagai manusia yang mempunyai nilai-nilai kemanusiaan (kasih sayang, keadilan, penghormatan kepada orang lain, dll). Untuk mengenali tiga kata tersebut, sebenarnya tidak perlu pula dalil yang ndakikndakik atau rumit. Kamus Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dapat menjawab ketiganya lugas. Makna yang terkandung dalam ketiga kata tersebut bermuatan negatif.
Dalam KBBI, kata Intoleransi mempunyai arti tidak tenggang rasa, tidak mau menghargai orang lain baik baik dalam tindakan maupun pendapat. Sesuatu yang dimaksud dengan pendapat dan tindakan adalah hal yang bernilai positif bagi penganut dan pelakunya, misalnya upacara keagamaan maupun tradisi-tradisi lokal di tengah masyarakat. Jika ada kelompok lain yang tidak sependapat dan memaksakan kehendak atau pendapat, tindakan ini disebut dengan intoleransi. Tindakan menolak satu kepercayaan dengan memaksakan kepercayaan lain adalah bentuk intoleransi. Intoleransi berbanding terbalik dengan istilah lain yang juga populer seperti tepa slira (Jawa) yang bermakna toleran; menghargai dan bertenggang rasa terhadap perbedaan yang terjadi di tengah masyarakat. Istilah radikalisme, bermakna sebuah paham atau aliran yang radikal (keras), yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan. Istilah ini menunjukkan pula sebuah sikap ekstrim dalam aliran politik. Sesuatu yang perlu digarisbawahi adalah kata “cara kekerasan� dan “sikap ekstrim yang melekat pada penganutnya. Radikalisme pun dapat terjadi pada konteks agama. Pada konteks ini, radikalisme agama bermakna paham atau aliran yang menginginkan perubahan agama dengan drastis, ekstrem dan dengan kekerasan (Fahasbu, 2018). Tindakan kekerasan apa pun bentuknya tidak dibenarkan di setiap negara ataupun agama. Kekerasan hanya akan akan melahirkan kekerasan baru. Kekerasan melahirkan dendam, dan dendam memunculkan kekerasan lainnya: begitulah siklus kekerasan. Coba kita lihat jika ada tindakan kekerasan terhadap seseorang maupun kelompok maka akan menimbulkan dendam baru. Dendam baru akan memunculkan tindakan kekerasan baru dan akan menimbulkan lagi dendam baru, begitu seterusnya dan tidak ada henti-hentinya. Kekerasan ini tidak melulu persoalan fisik namun juga non fisik. Mengumpat, memarahi, dan mem-bully orang lain juga bisa menjadi bentuk ekspresi radikalisme yang mengandung unsur kekerasan. Kekerasan juga bisa muncul dari ujaran kebencian. Begitu pun, praktik ini dapat pula terjadi dalam konteks “beragama� di mana ruang-ruang keagamaan --seperti pengajaran agama -- menjadi ruang ujaran
Halaman 10 | Buletin Serantau | Edisi Agustus-September 2018
Opini kebencian kepada kelompok lain. Pembenturan identitas keagamaan ini dapat berdampak lebih mengerikan karena dapat memobilisasi kekerasan secara langsung antar kelompok agama. Penggunaan ujaran kebencian sebagai alat mobilisasi ikut digunakan oleh kelompok radikal untuk menggerakkan masyarakat secara lebih luas dan masif. Upaya provokasi tidak menutup kemungkinan berdampak pada tindakan kekerasan. Intoleransi dan radikalisme sering disebut disebut sebagai bibit-bibit terorisme. Kelompok radikal biasanya berusaha menumbuhkan kebencian terhadap kelompok lain dengan menggunakan ujaran kebencian dan provokasi. Tujuannya adalah untuk mendapatkan dukungan lebih besar dari masyarakat untuk menekan keberadaan kelompok lain yang berbeda. Kelompok ini, bahkan menganggap kemajemukan yang terjadi di masyarakat dianggap sebagai ancaman terhadap eksistensi kelompok (Wahyurudhanto, 2017). Sedangkan terorisme, dalam KBBI, merupakan tindakan yang menggunakan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuannya, yang kebanyakan tujuan politik; atau praktik tindakan teror itu sendiri. Teror bisa dilakukan oleh siapapun dan dalam kondisi apa pun untuk menakut-nakuti lebih banyak orang. Aksi teror yang berdampak pada kerusakan fisik maupun penghilangan nyawa adalah tindakan yang tentu melanggar hukum dan agama karena menggunakan kekuatan atau kekerasan terhadap orang atau bahkan properti untuk memaksa segmen apapun (Ogbozor, 2018). Tentu banyak definisi-definisi tentang intoleransi, radikalisme dan terorisme secara akademik baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Namun dalam tulisan ini saya tidak mengulas tentang definisi-definisi tadi. Yang jelas, semuanya mengarah dan bisa digarisbawahi pada tindakan kekerasan dan semua sepakat bahwa aksi itu merupakan pelanggaran hukum, agama dan nilai-nilai kemanusiaan. Mana mungkin nilai-nilai kelokalan kita telah mengajarkan tindakan kekerasan, memaksakan kehendak apalagi menghilangkan nyawa?
Perlu diwaspadai sekarang, kelompok teroris sudah bergerak dan menyasar semua elemen. Mereka akan melakukan perekrutan dari berbagai elemen bahkan sampai pada tingkatan pendidikan dan keluarga. Seperti tindakan teror dan bom bunuh diri di Surabaya tadi, yang melakukan adalah satu keluarga. Mungkin kita tidak bisa berpikir “kok bisa ya, anak-anak dilibatkan?� tapi itulah aksi nyata dan itu bisa jadi menimpa saudara atau teman kita. Maka penting untuk mendeteksi secara dini apa yang berubah dari diri sendiri, keluarga dan teman terdekat. Karena Intoleransi, radikalisme dan terorisme itu seperti virus yang bisa menular kepada siapapun. Bisa orang dewasa, anak-anak, perempuan, orang tua, mereka yang berada di Indonesia dan mereka yang berada di luar Indonesia. Bahkan kepada anak-anak milenial kisaran umur 17-29 tahun yang juga sebenarnya rentan terhadap virus tersebut. Ini diindikasikan dari survei CSIS (2017), di mana sebanyak 53,7 % mereka tidak bisa menerima pemimpin yang beda agama.
Daftar Pustaka Aprilia, (2018, Mei, 14). Update 15.45 Jumlah Korban Bom di 3 Gereja Surabaya. Diakses pada September 27, 2018 dari https://regional.kompas.com/read/2018/05/14/16044471/ update-1545-jumlah-korban-bom-di-3-gereja-surabayajadi-18-orang Center for Strategic and International Studies. (2018) Ada apa dengan milenial? orientasi sosial, ekonomi dan politik. Rilis. Jakarta, 2 November 2017 Ogbozor. E.N. (2018). The Impact of violent extremism on rural livelihoods in the Lake Chad Basin�, a dissertation, George Mason University, 2018. Kholifah. D.W. (2018). Asian leadership learning exchange on PVE national action plans: report�. Jakarta, AMAN Indonesia. Wahyurudanto. 2017. Radikalisme, Intoleransi dan Terorisme. Jurnal Ilmu Kepolisian, 089, hal.7 Fahasbu, A. H. (2018, Maret, 23). Membendung Gerakan Radikalisme Agama. Diakses pada September 29, 2018, dari http://www.nu.or.id/post/read/87598/membendunggerakan-radikalisme-agama Sumber : https://buruhmigran.or.id/2018/10/09/virus-intoleransiradikalisme-dan-terorisme/
Halaman 11 | Buletin Serantau| Edisi Agustus-September 2018
Panduan
Panduan Keselamatan Kerja di Bidang Konstruksi Oleh Muhammad Sucipto Penting bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang bekerja di bidang konstruksi untuk mengenali berbagai petunjuk keselamatan kerja. Sikap tidak acuh sering menyebabkan kasus kecelakaan terjadi. Kecelakaan kerja bisa terjadi karena jatuh dari tempat tinggi, jatuh karena kayu patah, maupun perancah roboh. Agar terhindar dari kecelakaan saat bekerja, berikut ini beragam panduan yang bisa menjadi pengetahuan dan bisa diterapkan oleh para pekerja konstruksi. Memakai PPE (Personal Protective Equipment). PPE senantiasa dipakai saat masuk area pembangunan. Di antara perlengkapan PPE adalah: 1. Safety Belt 2. Helmet 3. Body Harness 4. Sarung tangan 5. Kaca mata 6. Pelindung telinga 7. Sepatu keamanan (Safety boots) Mengikuti Toolbox Meeting Dengan mengikuti “toolbox meeting� setiap pagi atau seminggu sekali sesuai dengan aturan kerja, pekerja menjadi paham keselamatan dalam kerja. Memakai Body Harness Bila bekerja di tempat yang tinggi, hendaklah memakai body harness dan diikatkan pada tempat yang kuat dan selamat. Menurut panduan Construction Industry Development Board (CIDB), bagi pekerja yang bekerja pada ketinggian di atas 2 meter, memakai body harnest adalah wajib.
Sumber foto : Pixabay. Foto hanya ilustrasi dan tidak menunjukkan keadaan sebenarnya.
Pekerja Harus Berhenti Saat Hujan dan Petir Ketika terjadi hujan dan petir di tempat kerja, setiap pekerja harus waspada terhadap kemungkinankemungkinan yang tidak diinginkan. Bagi pekerja besi, pekerja kayu harus berhenti melakukan pekerjaan ketika terjadi hujan dan petir. Tips Bagi Pekerja Perancah Ketika pekerja perancah hendak memasang atau membuka perancah, pastikan perancah yang akan dipasang adalah baik dan kuat, dibuka mudah dan selamat. Selain itu, saat membuka perancah, pastikan bagian bawah kuat karena kekurangwaspadaan pada bagian ini bisa menyebabkan kerobohan. Selain panduan-panduan yang sudah disebutkan di atas, sebelum bekerja, setiap pekerja harus memastikan kondisi badan dalam keadaan sehat. Sumber : https://buruhmigran.or.id/2018/10/10/panduankeselamatan-kerja-di-bidang-konstruksi/
Gunakan Tangga Besi atau Aluminium Bila bekerja menggunakan tangga, hendaklah menggunakan tangga besi atau aluminium Jangan Bekerja Sendirian Jika Anda hendak mengerjakan suatu pekerjaan, sebaiknya jangan bekerja sendirian, agar ada yang tahu jika sesuatu hal buruk terjadi.
Halaman 12 | Buletin Serantau | Edisi Agustus-September 2018
Panduan
Panduan Menulis dengan Mudah dan Gampang Oleh Sofia Gayuh Winarni
Teman-teman semua, pada edisi kali ini Buletin Komunitas Serantau akan memberikan panduan gampang dan mudah menulis bagi penulis pemula. Jangan pikirkan dulu tentang tulisan formal dan infomal, kata-kata baku dan non baku dalam penggunaan kata. Jangan pikirkan juga tentang rumit atau tidaknya sebuah tulisan. Pertama, yang perlu sobat semua semua ketahui, ada satu rumus yang banyak digunakan wartawan kebanyakan, yaitu rumus 5W+1H (What, When, Where, Who, Why dan How). Langsung saja kita simak ulasan berikut ini yuk : 1. What = Apa
Sumber foto : Pixabay. Foto hanya ilustrasi dan tidak menunjukkan keadaan sebenarnya.
5. Why dan How = Kenapa dan Bagaimana Rumus terakhir ini sangat bersangkut paut. Kita harus menjelaskan kenapa (alasan dan penyebab) terjadinya sesuatu, misalnya bencana tersebut. Kita bisa juga menggali bagaimana kronologi kejadiannya. Sebisa mungkin susunlah katakata yang saling bersangkut paut, runut, runtut. Informasi baiknya disajikan serinci dan sejelas mungkin guna menjelaskan bagaimana peristiwa itu terjadi.
What di sini kita harus menentukan apa objek yang akan kita tanyakan terhadap narasumber kita. Tentukan topiknya dulu, misal tentang kejadian gempa dan tsunami di Palu dan Donggala baru-baru ini. Contoh : “Apa yang sedang terjadi di tanah Palu dan Donggala?” Jawabannya adalah Gempa bumi dan Tsunami. 2. When = Kapan When perlu dikaitkan dengan “what”. Contoh : “Kapan kejadian gempa dan tsunami tersebut?” Jawabannya adalah kejadian gempa dan tsunami berlangsung pada 28 September 2018 sekitar pukul 17.02 WIB, tak lama kemudian disusul oleh tsunami. 3. Where = Di mana (lokasi) Setelah waktu terjawab, sambunglah dengan menanyakan tempat (where) atau di mana kejadian tersebut berlangsung. Contoh : “Di mana kejadian gempa bumi dan tsunami terjadi?” Jawabannya adalah gempa dan tsunami terjadi di Palu dan Donggala.
Dari jawaban-jawaban pertanyaan di atas kita bisa menyusun sebuah tulisan dengan topik gempa dan tsunami di Palu dan Donggala. Sebenarnya, menulis sangatlah mudah dan gampang asal kita ada kemauan dalam berusaha dan berkarya. Semoga panduan yang kami sampaikan bermanfaat teman-teman pembaca Buletin Serantau kali ini. Sumber : https://buruhmigran.or.id/2018/10/09/panduan-menulisdengan-mudah-dan-gampang/
4. Who = Siapa Dari tempat atau lokasi kejadian, penulis bisa langsung mencari pelaku/orang terlibat/korban (who) yang terkait dengan topik dan pertanyaan sebelumnya. Contoh : “Siapa yang terkena dampak bencana gempa dan tsunami di Palu dan Donggala?” Jawabannya adalah masyarakat lokal dan pendatang. Halaman 13 | Buletin Serantau| Edisi Agustus-September 2018
Sastra Migran
Menukar Rindu Oleh Annisa Savitri
Sumber foto : Pixabay. Foto hanya ilustrasi dan tidak menunjukkan keadaan sebenarnya.
Jejak-jejak kaki melangkah dengan yakin Berjalan, tinggalkan kampung halaman Langkah yang terlihat ringan Namun sebenarnya berat, penuh beban
Terjaga di pagi buta Terlelap di malam yang singkat Akan terpadam segala lelah Saat teringat ringgit akan bertukar rupiah
Jauhnya jarak yang ditempuh Menembus langit, membelah samudera Tak membuat semangat mereka luruh Tak jua ada rasa takut mendera
Kami adalah para pejuang ringgit Bukan hanya pejuang devisa Kami adalah pahlawan keluaraga Juga pejuang mimpi Rela bertaruh nyawa dan harga diri
Untuk sebuah asa, mengejar mimpi Meski harus menggadai rindu demi citacita ingin bahagia Sanggup menahan jerit, menukar peluh menjadi ringgit.
Kami selalu rindu tanah tumpah darah Kami akan tetap cinta rupiah Tapi di sini, di negri jiran ini Kami mampu wujudkan mimpi
Halaman 14 | Buletin Serantau | Edisi Agustus-September 2018
Humor
RahasiaGw Oleh Annisa Suatu hari, Tukimil sedang sibuk mengerjakan tugas sekolah di kamarnya, karena besok akan dikumpulkan. Kebetulan saat itu sedang mati listrik, Tukimil yang menyadari baterai laptopnya tinggal 10% berinisiatif meminjam laptop Tukijel agar tugas-tugasnya cepat selesai. Tukimil : Jel, laptop kamu di pake nggak? Tukijel : Enggak, kenapa? Tukimil : Aku mau pinjem, laptopku mau lowbat nih. laptop kamu masih ada baterainya nggak? Tukijel : Oh.. masih, tadi aku charge, ambil aja di kamar. Tukimil : Ok. setelah laptop Tukimil on,ternyata Tukijel memakai password di laptonya. Tukimil : Jel ... laptop kamu pakai password? Tukijel : Oh ya, bisa nggak bukanya? Tukimil : Ya enggak lah, apa password nya? Tukijel berteriak dari arah ruang TV “RAHASIAGW� Tukimil : Lah,,, cepatan nih, aku banyak tugas jangan bercanda. Tukimil kesal
Waspada Calo Perpanjangan Permit. Jangan sampai tertipu!
Tukijel : Ya, RAHASIAGW mil. Nggak ngerti banget sih kamu. Tukimil marah dan berjalan ke ruang TV, Tukimil : Lah.. tinggal bilang aja password nya apaan, pake rahasia-rahasiaan. Bilang aja kalo aku gak boleh pinjem laptopnya. Tukijel : Aduhhh mil..mill. Tukimil, kamu kok ya gak ngerti-ngerti. Ayo sini ikut aku. Tukijel masuk ke kamar Tukimil dan membuka password nya Tukijel : Tuh.. gitu aja gak ngerti. Tukimil cengengesan sambil garuk-garuk kepala, “oh.. gitu ya, jadi passwordnya RAHASIAGW.. hehee.
Halaman 15 | Buletin Serantau| Edisi Agustus-September 2018
Info Penting
Mengenal Aplikasi Safe Travel untuk Perlindungan Pekeja Migran Sistem aplikasi Safe Travel berbasis telepon pintar dapat diunduh di Play Store bagi pengguna Android dan MacOS bagi pengguna Apple. Pengguna aplikasi ini difokuskan kepada pekerja migran, pelajar, wisatawan ke luar negeri, dan pelaku perjalalanan suci. Tujuan aplikasi ini dimaksudkan untuk memudahkan deteksi dini atas kemungkinan risiko di negara tujuan yang bakal dihadapi oleh pengguna, pencacatan dan pendataan WNI serta pelayanan darurat untuk upaya penyelamatan oleh perwakilan. Tombol darurat juga akan memandu pengguna dalam mencari pertolongan, di mana telah terintegrasi dengan nomor telepon staf satuan tugas perlindungan WNI di perwakilan dan dapat memandu pengguna menuju kantor perwakilan dengan menggunakan fitur maps yang telah terintegrasi. Ketika pengguna menekan tombol darurat, maka secara otomatis staf administrator akan mengetahui keberadaan pengguna di dalam maps. Tombol darurat ini sangat penting bagi pekerja migran yang terancam jiwanya khususnya yang bekerja di tempat-tempat yang terisolasi, seperti PRT migran dan ABK migran. Berikut ini cara mengunduh aplikasi Safe Travel di Android : •
Buka handphone Android
•
Cari Play Store
•
Ketik Safe Travel di tombol pencarian Play Store
•
Download / Unduh
Surat Izin Mengemudi Bagi Warga Negara Asing Pemegang SIM negara asing, termasuk SIM Indonesia yang hendak mengemudi di Malaysia harus memiliki SIM Internasional (International Driving Permit) dan SIM Indonesia yang masih berlaku. Proses pembuatan SIM Internasional dapat dilakukan di Korlantas Polri dengan syarat : •
KTP Asli & Fotokopi
•
Paspor Asli & Fotokopi
•
SIM yang berlaku
•
Materi Rp6000
•
Pas Foto Terbaru 4x6 (3 lembar) berlatar belakang biru (Pria berdasi & wanita menggunakan blazer)
Bagi WNI yang tidak memiliki SIM Internasional dapat mengajukan permohonan untuk mendapatkan Lesen Kendaraan Malaysia (Driving Licence Malaysia) di Institute Mengemudi Malaysia (Malaysia Driving Institute).
Halaman 16 | Buletin Serantau | Edisi Agustus-September 2018