Maret 2018 MARET 2018
EDISI 5 | VOL 1
EQUILIBRIUM PELUANG DAN TANTANGAN INDUSTRI PETROKIMIA DI INDONESIA ChE Today
Autometanol Indonesia
Meningkatkan Kemandirian Metanol dalam Negeri
BTEX Berbasis Lignoselulosa
The Future of Petrochemical Based
Ruang HIMATEK
Babak Baru Pengembangan Desa Ciporeat
HIMPUNAN MAHASISWA TEKNIK KIMIA ITB
|1
Q
Petrochemical Plant 2 | Sumber : http://www.unitedteamegypt.com/
Q
Maret 2018
Q EDITORIAL
Pertama-tama, izinkan saya selaku pemimpin redaksi untuk mengucapkan puji dan syukur yang setinggi-tingginya ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena akhirnya majalah Equilibrium edisi ke-V dapat terselesaikan. Petrokimia adalah salah satu industri yang erat kaitannya dengan kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat Indonesia. Mulai dari benzena, p-xylena, dan propilena yang digunakan sebagai bahan baku ataupun PVC, polistirena dan polimer lain yang digunakan sebagai bahan fiber. Perkembangan industri petrokimia sendiri saat ini meningkat terlihat dari pembangunan pabrik Chandra Asri Petrochemical kedua yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pasar akan produk petrokimia. Hal inilah yang mendorong Majalah Equilibrium edisi ke-V terbit untuk menyadarkan para pembaca mengenai peluang dan tantangan dari industri petrokimia yang ada di Indonesia. Sebagai manusia, tentunya ketidaksempurnaan tidak dapat lepas dari setiap hal yang kami lakukan. Untuk itulah, kritik dan saran yang membangun dari para pembaca amat kami nantikan. Hal ini semata-mata agar majalah ini bisa menjadi lebih baik dan dapat dipergunakan atau dinikmati oleh seluruh pembaca yang membutuhkannya.
|3 Sandy Fajar Maulana (13015090)
Q TIM REDAKSI EQUILIBRIUM Pimpinan Umum Sandy Fajar Maulana Tim Redaksi Slamet Setya Aji Alwyn Sianipar Radryan Andrayukti Afif N. H. Daulay Qusairy Michell Wildan Tim Desain Mario Charly Gultom Salma Rifasari Faiz Hadiyan Sola Malau Sarah Sihombing Jane Marito Calvin Bagas Tim Sponsorship Malikah Najibah Albert Angkasa Andifa Rizki Antonius W.W Fauz Irfan Rafi
4
| TIM REDAKSI
Sektretaris-Bendahara Mutia Dinda Pratiwi Kontributor Lazuardi Arzak Amikal Hidayat Muth Syafoqul Fikri Vicky Wijaya Ariedhiena Nurbanie Faisal Anggi R. Wilsen Wijaya M. Adimas Gunartono
Maret 2018
QDAFTAR ISI 3| Editorial 4| Tim Redaksi 8| Intro 10| ChE Today:
Peluang Industri Karet Sintetis Indonesia di Tengah Tantangan Global Overcapacity
14| ChE Today:
Pembangunan Nafta Cracker Demi Lepas dari Belenggu Impor
20| ChE Today:
Pengembangan Industri Petrokimia, Mengapa dan Bagaimana
24| ChE Today:
BTEX Berbasis Biomassa Lignoselulosa, Peluang Industri Petrokimia Generasi Dua
DAFTAR ISI | 5
Q
QDAFTAR ISI 29| ChE Today: Aseton
31| ChE Today:
BTX : Aromatik petrokimia penting dan tantangan untuk Indonesia
37| ChE Today:
Sambil Menyelam Minum Air, Autometanol Indonesia: Pemanfaatan Sumber Gas dengan Karbondioksida Tinggi untuk Meningkatkan Kemandirian Metanol Dalam Negeri
41| IChEC
IChEC 2018 & GRAND SEMINAR ChEReS
44| Ruang HIMATEK
Berbagi Dimulai dari Hal-hal Kecil
47| Ruang HIMATEK
Babak Baru Pengembangan Desa Ciporeat
6
| DAFTAR ISI
Maret 2018
Chemical engineers are not gentle people, they like high temperatures and high pressures
Getty Images Monty Rakusen
|7
Q “Di saat kita mendapatkan ilmu baru, di saat itu pula tersampirkan tanggungjawab baru di pundak kita. Mengajar adalah kewajiban mereka yang terpelajar�. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. Kelapa sawit tumbuh subur, hasil pertanian tumpah ruah, gas alam melimpah, terlalu panjang untuk diceritakan bahkan dalam sebuah majalah. Benar, negeri ini kaya dalam segala hal, termasuk kaya akan hutang, kaya akan sumberdaya yang terbengkalai di saat produk turunannya justru sedang asyik-asyiknya diimpor, rakyat yang belum berkesempatan mengenyam manisnya pendidikan, bahkan kaya akan sarjana yang terlalu peduli pada isi perutnya sendiri. Salah satu bukti nyata dari ‘kekayaan menyeluruh’ tersebut adalah adanya ironi yang menganga, antara ketidakmandirian akan pemenuhan kebutuhan produk petrokimia di saat bahan bakunya yang melimpah namun terabaikan. Hadirnya majalah Equlibrium mencoba mengajak pembaca sekalian untuk ikut bergelisah akan adanya ketidakberesan, lalu mengkonversikan kegelisahan tersebut menjadi sebuah tindakan nyata : bahwa ada sesuatu yang bisa dilakukan oleh setiap entitas guna memecahkan permasalahan ini, bahwa ada solusi dari masalah yang kelam ini. Berbicara tentang solusi, Ia tumbuh dari tanah kepedulian, akarnya adalah permasalahan, disemai dan disiram oleh kegelisahan yang terus-menerus dipikirkan, serta dirawat dan dibesarkan oleh petani bernama ilmu pengetahuan. Kuncinya adalah pada keberadaan petani bernama ilmu pengetahuan yang mampu menanam dan menumbuhkan solusi tersebut. Dan perlu disadarai bahwa ilmu bukan hal yang Tuhan berikan secara cuma-cuma. Ia hadir bersama dengan seperangkat tanggungjawab untuk memanfaatkannya demi kemaslahatan umat. Pada akhirnya, kami berharap ada secercah pengetahuan yang dapat dipetik oleh pembaca setelah membaca majalah ini. Dan tentu saja, pengetahuan tersebut tidak hadir sendirian, Ia hadir bersamaan dengan seperangkat tanggungjawab yang sekarang melekat di atas pundak Saudara. Asal kita mau, Kita pasti mampu ! Jaya lah HIMATEK-ku, Merdeka Indonesia-ku ! 8
| Intro
Maret 2018
Muhammad Amin Zaim Ketua Badan Pengurus HIMATEK ITB 2017/2018 Intro | 9
Q
Automotif dari karet sintesis Sumber : https://lanxess.cn/en/
Peluang Industri Karet Sintetis Indonesia di Tengah Tantangan Global Overcapacity Oleh Lazuardi Arzak Amikal Hidayat
Mengenal Karet Sintetis
K
aret sintetis adalah karet yang terbuat dari bahan baku berupa turunan minyak bumi. Karet sintetis berguna sebagai substituen karet alam serta mengatasi kelemahan yang dimiliki oleh karet alam. Apabila dibandingkan dengan karet alam, karet sintetis memiliki daya tahan terhadap zat kimia yang tinggi, mudah dibentuk, dan lebih awet karena tidak cepat aus. Di sisi lain, karet sintetis memiliki elastisitas dan plastisitas yang lebih buruk dibandingkan karet alam.
10 | ChE Today
Pada kenyataannya, karet sintetis tidak dapat sepenuhnya menggantikan fungsi karet alam. Berdasarkan pengalaman industri, rasio penggunaan karet alam dan sintetis pada beberapa jenis ban adalah sebagai berikut, ban motor membutuhkan 45% karet alam dan 55% karet sintetis; ban mobil membutuhkan 45% karet alam dan 55% karet sintetis; ban truk membutuhkan 50% karet alam dan 50% karet sintetis; ban mobil balap membutuhkan 100% karet alam; ban kendaraan off the road (giant/ earthmover) membutuhkan 80% karet
Maret 2018 alam dan 20% karet sintetis. Secara global, penggunaan karet sintetis mendominasi pasar global dengan persentase sebesar 56,3%. Secara molekuler, karet sintetis merupakan polimer yang dapat berupa homopolimer dan kopolimer. Contoh karet homopolimer adalah Butadiene Rubber (BR), Polybutadiene Rubber (PR), dan Isoprene Rubber (IR). Contoh karet kopolimer antara lain Styrene Butadiene Rubber (SBR) dan Isobutene Isoprene Rubber (IIR). Tiap jenis karet memiliki karakteristik khusus yang dapat disesuaikan dengan penggunaannya.
Proses pembuatan karet sintetis
Secara sederhana, diagram alir pembuatan karet sintetis dari crude oil ditunjukkan oleh Gambar 1. Bahan baku pembuatan karet sintetis
adalah olefin seperti isoprena dan butadiena. Kedua monomer ini dapat diperoleh dengan proses naphta cracking menggunakan steam. Naphta sendiri merupakan produk hasil distilasi crude oil. Monomer yang telah dipurifikasi, dicampurkan dalam tangki pencampur. Campuran umpan dialirkan menuju reaktor dan katalis ditambahkan untuk memicu reaksi polimerisasi. Polimer yang terbentuk akan membuat campuran menjadi bersifat viscous (slurry). Slurry ini kemudian dilucuti kandungan gas terlarut dengan menggunakan steam pada kolom stripper. Gas ini direcycle untuk dipisahkan dari katalis dan diumpankan kembali ke reaktor. Produk bawah stripper adalah slurry synthetic rubber yang akan dikeringkan dan dicetak lebih lanjut.
Gambar 1. Diagram alir proses produksi karet sintetis (www.siemens.com)
ChE Today | 11
Q Peluang dan Tantangan Industri Karet Sintetis di Indonesia
Seiring dengan berkembangnya industri otomotif dan peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat, konsumsi karet sintetis di dunia cenderung meningkat. Berdasarkan prediksi International Institute of Synthetic Rubber (IISR), konsumsi karet sintetis dunia akan mengalami peningkatan setiap tahunnya sebanyak 2,5 %. Walaupun terjadi peningkatan konsumsi karet sintetis tiap tahunnya, ternyata secara keseluruhan produksi karet sintetis di dunia tergolong overcapacity. Kondisi ini terjadi karena invasi produksi karet sintetis murah oleh Cina selama beberapa tahun belakangan ini. Karet produksi Cina tergolong murah sehingga sangat kompetitif di pasar. Situasi ini mendorong beberapa produsen karet sintetis untuk mengurangi kapasitas operasi dan menunda proyek ekspansi produksi.
Gambar 2. Prediksi dan konsumsi karet sintetis dunia (International Institute of Synthetic Rubber)
12 | ChE Today
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil karet alam terbesar di dunia. Sebagian besar karet ini diekspor dalam bentuk karet yang berkualitas rendah. Walaupun produksi karet alam Indonesia tinggi, namun nilai konsumsi domestik hanya mencapai 16% dari total produksinya. Disisi lain, kebutuhan otomotif Indonesia cenderung meningkat dalam kurun waktu satu dekade ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistika (BPS), pada tahun 2006, produksi total kendaraan bermotor mencapai 4.754.894 unit. Hingga tahun 2016, produksi kendaraan bermotor meningkat hingga hampir dua kali lipat menjadi 7.109.082 unit. Peningkatan produksi kendaraan bermotor ini tentunya akan diikuti dengan peningkatan kebutuhan ban. Pengembangan industri ban dapat menjadi solusi utilisasi karet alam yang melimpah ini sekaligus memenuhi kebutuhan ban dalam negeri. Dengan begitu, pengembangan industri ban
Gambar 3. Data kapasitas, suplai, dan kebutuhan karet sintetik dunia (International Institute of Synthetic Rubber)
Maret 2018 Indonesia tergolong sangat potensial. Pengembangan industri ban Indonesia terhambat karena kurangnya suplai karet sintetis domestik yang berfungsi sebagai campuran utama. Selama ini, kebutuhan karet sintetis ini dipenuhi dengan cara impor. Berdasarkan Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI), selama ini Indonesia harus mengimpor sekitar 400 ribu ton karet sintetis per tahunnya, karena tidak tersedia di dalam negeri. Dengan nilai defisit yang cukup tinggi ini, pengembangan industri karet sintetis diperlukan untuk dapat mendukung perkembangan industri ban Indonesia. Di tengah tantangan global overcapacity, diperlukan strategi jitu agar industri karet sintetis Indonesia dapat bertahan. Peningkatan kualitas dapat menjadi solusi untuk dapat bersaing di pasar global. Selain itu, integrasi industri ban dan industri karet sintetis dapat menjadi daya saing tambahan bagi Indonesia. Saat ini, belum ada pabrik karet sintetis di Indonesia. Akan tetapi, terdapat satu pabrik karet sintetik berkualitas premium milik PT Synthetic Rubber Indonesia yang direncanakan akan mulai beroperasi pada kuartal awal 2019. Pembangunan industri karet sintetis ini tentunya dapat menyokong kebutuhan karet sintetis dalam negeri yang belum terpenuhi. Produksi karet sintetis domes-
tik dapat menurunkan biaya bahan baku industri ban sehingga harga jual ban akan lebih kompetitif. Selain itu, dengan menjaga suplai bahan baku yang terintegrasi ini, industri ban Indonesia tidak akan bergantung pada harga karet alam dan sintetis dunia yang berfluktuasi. Dengan begitu, industri ban Indonesia akan lebih sustain dan diharapkan mampu menjadi pilar baru perindustrian Indonesia. Pemerintah memiliki peran yang sangat strategis dalam mendukung pertumbuhan industri karet sintetis Indonesia. Nilai impor karet sintetis haruslah dikurangi untuk dapat menyerap produksi karet sintetis ditengah kondisi global overcapacity. Dengan begitu, industri karet sintetis dapat tumbuh dan pendapatan negara akan meningkat. Selain itu, kerjasama antara BUMN pengelola karet alam dengan industri ban juga perlu dibangun agar dapat meningkatkan daya saing produk. Industri karet sintetis memiliki potensi untuk dikembangkan. Potensi ini terlihat dari nilai suplai dalam negeri yang belum terpenuhi. Strategi produksi, kebijakan pemerintah, dan integrasi dengan industri ban penting dilakukan untuk dapat bersaing di tantangan global overcapacity. Apabila seluruh strategi ini dilakukan, Indonesia dapat muncul sebagai negara yang unggul di bidang karet sintetis dan merajai pasar ban dunia.
ChE Today | 13
Q Pembangunan Nafta Cracker Demi Lepas dari Belenggu Impor Oleh Aridhiena Nurbanie
I
ndonesia masih bergantung pada produk impor untuk bahan baku industri petrokimia. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Indonesian Olefin and Plastic Industry Association (Inaplas) dari 5,6 juta ton kebutuhan bahan baku petrokimia tiap tahun, hampir sebanyak 55% masih didapat dari impor, sedangkan untuk barang jadi petrokimia ada 0,8 juta ton yang juga masih impor. Industri dalam negeri baru mampu memenuhi 45% dari total kebutuhan. Hal itu disebabkan karena sejak tahun 1998 hingga 2017, masih belum ada investasi pabrikan yang signifikan. Permasalahan utama sektor petrokimia adalah industri hulu yang kurang berkembang secara signifikan dibandingkan dengan sektor hilirnya. Ketika kinerja sektor hilir dipacu, maka impor bahan baku otomatis akan melonjak. Kebutuhan nafta sebagai bahan baku kini mencapai 4,3 juta ton per tahun dengan kapasitas pasokan mencapai 3,9 ton. Padahal akses untuk memperoleh bahan baku adalah salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi industri petrokimia. Namun, pelaku industri hulu migas seperti Pertamina lebih memilih menjual nafta dan kondensat ke luar negeri. Selain itu, Pertamina masih berfokus pada produksi BBM dibandingkan dengan nafta sebagai bahan baku untuk industri petrokimia.
14 | ChE Today
Cracker Sumber : http://www.grengineering.co.in/
Maret 2018
ChE Today | 15
Q Industri petrokimia Indonesia kini mulai tertekan oleh petrokimia bangsa lain. Thailand dan Singapura juga menggunakan nafta sebagai bahan baku produksi, namun kapasitas produksi disana mampu menciptakan skala keekonomian. Stabilitas harga produk petrokimia kurang terjamin di Indonesia. Begitu harga minyak melambung, harga nafta ikut melonjak. Kondisi yang sama terjadi ketika rupiah terdepresiasi. Hal tersebut menyebabkan produk antara dan turunannya ikut bergejolak. Hal berbeda terjadi pada produsen petrokimia dari negara lain. Mereka mendapat jaminan pasokan dari pasar domestiknya. Oleh karena itu, bahan baku dengan harga yang lebih murah sudah pasti mereka peroleh. Inilah yang membuat produk impor lebih kompetitif dari produk yang dihasilkan pabrikan dalam negeri. Kementrian Perindustrian Republik Indonesia (Kemenperin) tengah memprioritaskan percepatan pembangunan industri petrokimia di dalam negeri pada tahun 2017. Pertumbuhan industri petrokimia diprediksi bisa mencapai 6-7% ditopang dengan naiknya kebutuhan bahan kimia dari masing-masing sektor industri. Investasi senilai Rp133 triliun akan digelontorkan untuk sektor industri petrokimia secara bertahap, mulai tahun ini hingga 2021. Dana tersebut digunakan untuk menambah kapasitas produksi dan membangun pabrik baru. Investasi itu berasal dari PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. dan perusahaan asal Korea Selatan, Lotte Chemical Titan.
16 | ChE Today
Ekspansi dilakukan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku kimia berbasis nafta cracker. Nafta cracker adalah bahan penghasil etilena, propilena, campuran C4, dan pyrolysis gasoline (pygas). Pada tahun 2016, PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. mulai meningkatkan kembali kapasitas produksinya dengan mengoperasikan kembali nafta cracker. Hal tersebut menyebabkan kapasitas produksi etilena, propilena, campuran C4, dan pygas PT Chandra Asri hingga 43% atau total 2,05 juta ton per tahun. Sementara Lotte Chemical Titan, akan mengalirkan investasi sebesar US$3 sampai US$4 miliar atau sekitar Rp52-53 triliun untuk meningkatkan kapasitas produksi nafta cracker sehingga dihasilkan produk sebanyak dua juta ton per tahun. Nafta adalah istilah generik yang biasa digunakan dalam industri pengilangan petroleum untuk fraksi cairan atas yang didapatkan dari unit distilasi atmosferik. Nafta juga dihasilkan dari unit-unit pemrosesan kilang lain seperti perengkahan katalitik, perengkahan-hidro, dan unit coking. Nafta dari distilasi atmosferik ditandai oleh tidak adanya senyawa olefinik. Komponen utamanya adalah parafin rantai lurus dan bercabang, sikloparafin (naftena), dan aromatik. Salah satu pemanfaatan nafta adalah sebagai bahan baku utama bagi unit perengkahan kukus untuk produksi bahan petrokimia.
Maret 2018
Gambar 1. Skema aliran produksi nafta (SSI)
Sejak 1960-an, ada dua jenis steam cracker yang dibangun untuk memecah nafta menjadi produk kimia lain yang nilai jualnya lebih tinggi, yaitu nafta cracker yang umumnya dibangun di Eropa dan Jepang, serta ethane (gas) cracker yang dibangun di Amerika Serikat. Saat ini, pabrik yang sedang dibangun di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan nafta dalam negeri adalah jenis nafta cracker. Secara garis besar terdapat tiga proses utama pada pabrik nafta cracker, yaitu bagian pirolisis, bagian fraksinasi dan kompresi, serta bagian pemisahan dan pemulihan produk. Straight run atau hydro cracked nafta digunakan sebagai bahan baku untuk memproduksi etilen secara komersial. Dengan menggunakan penukar panas (heat exchanger), nafta segar dipanaskan dengan aliran produk
perengkahan yang keluar dari tungku. Nafta yang baru saja dipanaskan dicampur dengan uap, lalu melewati bagian konvektif hinga suhu naik mencapai 300°C. Selanjutnya, nafta masuk ke bagian radiasi tungku untuk menaikkan suhu hingga 800°C. Pada saat inilah, nafta mengalami perengkahan menjadi senyawa yang lebih sederhana. Gas produk yang bersuhu tinggi tersebut didinginkan dengan menghilangkan panas laten air dalam generator uap yang menghasilkan uap dengan tekanan 10 sampai 14 MPa. Penukar panas (heat exchanger) beroperasi dengan efisiensi termal yang tinggi selama proses pendinginan tersebut. Produk dari kelompok C2 hingga C4 terbentuk selama proses perengkahan bersamaan dengan sejumlah BTX, etil benzena, hidrogen, dan BBM. ChE Today | 17
Q
Gambar 2. Skema pabrik nafta cracker (Chemical Technology Organic)
Pemurnian produk etilen serta pemisahan dan daur ulang produk samping dilakukan melalui beberapa tahapan. Mekanisme pendinginan minyak digunakan untuk mendinginkan gas buang tungku. Selain itu, panas yang diperoleh digunakan untuk menghasilkan uap bertekanan rendah pada sistem utilitas pabrik. Komponen yang mudah menguap didinginkan dan dikompres menjadi 5-6 MPa. Hidrokarbon berat (diatas C3) dicairkan dan dipisahkan melalui separator. Produk perengkahan melalui pendingin dan kompresor untuk dikompresi hingga 30 atm dan 30 °C. Pemisahan komponen C3, C4, C5, dan C6 dilakukan dengan
18 | ChE Today
fraksinasi parsial dan pencairan. Sudah saatnya bangsa ini untuk lepas dari ketergantungan terhadap produk impor. Pemerintah sebaiknya mendorong industri petrokimia dalam negeri untuk berinvestasi, terutama di bagian hulu dan antara. Selain itu, dari sisi pemerintah juga harus dilakukan perbaikan. Pemerintah harus berbenah diri agar investor merasa tidak terbebani dengan sistem yang berlaku saat ini. Investasi besar-besaran yang dilakukan PT.Chandra Asri dan Lotte Chemical Titan dalam membangun pabrik nafta cracker sebaiknya dimanfaatkan dengan baik sebagai momentum untuk kemajuan perindustrian petrokimia bangsa.
Maret 2018
| 19
Q
Advanced Industrial Technologies Sumber : http://http://international.aproformazione.it/
Pengembangan Industri Petrokimia, Mengapa dan Bagaimana Oleh M. Adimas Gunartono
P
etrokimia adalah turunan kimia yang berasal dari sumber daya fosil. Petrokimia dasar sendiri sudah masuk ke dalam Klasifikasi Baku Lapangan Indonesia (KBLI) 2017 dengan definisi yakni industri kimia dasar organik yang bersumber dari minyak bumi, gas alam, dan batubara. Selanjutnya, Kementerian Perindustrian Indonesia menjelaskan dalam dokumen profil industri petrokimia pada 2014 bahwa industri petrokimia secara umum dapat didefinisikan sebagai “industri yang berbahan baku utama produk minyak bumi dan gas (naphta, kondensat, gas alam), batubara, serta biomassa, yang mengandung senyawa-senyawa
20 | ChE Today
olefin, aromatik, gas sintesa, dan organik lainnya yang dapat diturunkan dari bahanbahan tersebut, untuk menghasilkan produk-produk yang memiliki nilai tambah lebih tinggi daripada bahan bakunya.� Petrokimia kemudian dikelompokkan menjadi 3 klasifikasi, antara lain industri petrokimia hulu, antara (intermediet), dan hilir, yang merupakan produk turunan terakhir dari petrokimia dasar. Karena cakupannya yang begitu luas, maka petrokimia menjadi satu sektor industri yang pengembangannya tidak mudah. Walaupun begitu, sektor ini harus tetap dikembangkan karena suatu alasan.
Maret 2018 Alasan utamanya karena negara harus, dalam penyelenggaraanya, memenuhi amanat pembukaan UUD ’45 serta UU pasal 33, yang menyatakan bahwa semua penggunaan sumber daya alam di Indonesia harus dimanfaatkan dengan tujuan akhir semata-mata untuk kemakmuran rakyat. Produk turunan petrokimia merupakan produk yang digunakan di berbagai aspek kehidupan. Hal tersebut bisa dibuktikan dengan tingginya permintaan intermediet dalam negeri. Permintaan 3 senyawa petrokimia intermediet dengan permintaan tertinggi hingga tahun 2013 dapat dilihat pada Gambar 1. Ketiga senyawa tersebut memiliki angka permintaan yang tinggi dari tahun ke tahun karena kegunaannya yang menyentuh langsung ke kebutuhan
primer dan konsumsi tiap hari manusia. Ammonia, yang merupakan senyawa kimia turunan gas alam, bisa diolah menjadi pupuk urea dan berkontribusi menjaga produksi komoditas pertanian yang akan diolah menjadi makanan sehari-hari. Etilena merupakan bahan baku pembuatan plastik (polietilena dan polietilena tereftalat) yang selanjutnya digunakan luas sebagai packaging berbagai produk sehari-hari. Ksilena, utamanya para-Ksilena, merupakan bahan baku produksi asam tereftalat yang dipolimerisasi bersama etilen glikol menjadi polietilena tereftalat (PET). Gambar berbagai macam produk turunan dari senyawa ammonia, etilena, dan ksilena dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 1. Angka produksi 3 senyawa intermediet petrokimia (KEMENPERIN)
ChE Today | 21
Q
Gambar 2. Produk turunan senyawa ammonia, etilena, ksilena (kiri ke kanan)
Untuk memenuhi tujuan akhir meningkatkan kemakmuran rakyat, maka sudah seharusnya negara dapat menjamin ketersediaan produk-produk di atas tiap waktu. Namun, jika produk-produk tersebut disediakan melalui jalur impor, maka ketersediaan itu tidak bisa dijamin sepenuhnya karena ketergantungan kita kepada pihak di luar negeri. Keterbatasan teknologi produksi bukanlah alasan untuk menggantungkan nasib rakyat ke pihak luar melihat kesempatan bekerjasama atau pembelian teknologi maklum dilakukan. Jalur impor adalah pilihan yang tepat jika dan hanya jika kita tidak memiliki sumber daya yang diperlukan. Sumber daya yang diperlukan sebagai bahan baku awal untuk memproduksi produk-produk turunan petrokimia dengan permintaan paling tinggi antara lain minyak bumi dan gas alam. Indonesia pada tahun 2015 mengimpor minyak
22 | ChE Today
bumi mentah total sebanyak 136,7 juta barel. Hal tersebut semakin buruk ditambah kenyataan bahwa investasi migas sektor hulu yang masih lesu. Pada tahun 2015, misalnya, Indonesia hanya bisa menghasilkan 8 penandatanganan kontrak baru wilayah kerja konvensional. Padahal, pada tahun 2011, penandatangan kontrak baru mencapai angka 27 wilayah kerja. Walaupun pemerintah telah menetapkan aturan skema baru berupa gross split, tetap saja fluktuasi investasi hulu migas tidak bisa dikendalikan sepenuhnya. Setali tiga uang dengan gas alam. Dalam pemaparan RUEN yang diterbitkan oleh KESDM, defisit gas diprediksi akan terjadi pada tahun 2020. Minyak bumi dan gas alam menjadi bahan baku dengan turunan petrokimia terbanyak, namun produksi dalam negerinya semakin sedikit. Impor bahan baku mungkin dilakukan dengan konsekuensi kerentanan terhadap fluktuasi harga dunia. Tentu, hal tersebut bisa
Maret 2018 diterima jika sudah tidak ada bahan baku subtitusi yang memungkinkan lagi. Padahal, ada satu komoditas di Indonesia yang merupakan sumber turunan petrokimia yang selama ini selalu dipandang sebelah mata dan diekspor atau hanya dibakar sebagai sumber energi, yaitu batubara. Pada tahun 2015, produksi batubara Indonesia mencapai 461,6 juta ton dengan pemakaian domestik hanya sebesar 95,8 juta ton. Pemaparan RUEN oleh KESDM menyatakan bahwa pembatasan produksi batubara akan dilakukan dengan diiringi peningkatan pemakaian domestik. Pembakaran batubara menjadi energi merupakan hal yang semakin dihindari terkait perjanjian Paris Agreement (CAP 21) mengenai pengurangan emisi karbon. Maka dari itu, diperlukan jenis utilisasi lain dari batubara yang tetap menghasilkan nilai ekonomi setara, namun bukan dengan cara ekspor sehingga manfaat serta nilai tambah maksimal didapatkan oleh negara. Kebutuhan akan produk petrokimia meningkat, produksi minyak bumi dan gas alam menurun, dan surplus batubara yang
“
besar memberikan petunjuk penting untuk menyelesaikan teka-teki permasalahan petrokimia dalam negeri sehingga negara mampu menjamin kemakmuran rakyat. Keadaan tersebut seakan menyimpulkan arah pengembangan industri petrokimia kita ke depannya adalah pada “membangun industri petrokimia berbahan baku batubara untuk melengkapi rantai produksi produk turunan petrokimia untuk memenuhi kebutuhan rakyat Indonesia.� Tantangan yang harus diatasi untuk menuju ke arah tersebut adalah mencari teknologi proses berbasis batubara menjadi produk petrokimia yang bisa menghasilkan bisnis laik secara ekonomi. Tentu saja, pemerintah harus turut ikut serta dengan menetapkan regulasi guna menjamin pasokan batubara dan memastikan tersedianya pasar agar industri petrokimia berbasis batubara tersebut bersifat berkelanjutan. Jika semua pihak bisa bergerak dengan sinergis, maka pembangunan sektor industri petrokimia yang tergolong baru ini bisa diwujudkan dengan tujuan akhir kemakmuran rakyat.
Membangun industri petrokimia berbahan baku batubara untuk melengkapi rantai produksi produk turunan petrokimia untuk memenuhi kebutuhan rakyat Indonesia.
�
ChE Today | 23
Q
Tandan kosong kelapa sawit sebagai sumber lignoselulosa Sumber : itb.ac.id/news
BTEX Berbasis Biomassa Lignoselulosa, Peluang Industri Petrokimia Generasi Dua Oleh Muth Syaqoful Fikri
I
ndustri petrokimia adalah salah satu industri yang memegang peranan penting dalam perekonomian negara. Industri petrokimia terbagi menjadi tiga bagian utama, yaitu petrokimia hulu, antara, dan hilir. Industri petrokimia hulu menjadi yang terpenting, karena berperan dalam penyediaan bahan baku untuk kedua industri petrokimia yang lain. Produk petrokimia hulu yang memegang peranan penting dalam industri petrokimia adalah BTEX (benzena, toluena, etilen, dan xilen). Permintaan produk BTEX di Indonesia cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya, seperti yang disajikan pada
24 | ChE Today
Gambar 1. Peningkatan permintaan akan BTEX tak lepas dari kegunaannya sebagai senyawa building blocks yang sangat penting untuk industri petrokimia intermediet maupun petrokimia hilir. Pohon industri hilir dari BTEX dapat dilihat pada Gambar 2. Permintaan akan produk BTEX dan turunannya semakin tinggi tidak sejalan dengan kondisi bahan baku yang berupa minyak bumi. Saat ini, lifting minyak bumi Indonesia berada di angka 750 barel per hari, dan jumlah tersebut semakin menurun seiring bertambahnya waktu.
Maret 2018
Gambar 1. Permintaan produk di Indonesia (Kemenperin,
BTEX 2014)
Di sisi lain, Indonesia memiliki potensi biomassa lignoselulosa yang sangat besar. Biomassa lignoselulosa memiliki tiga kandungan utama, yaitu lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Komponen lignin sangat berpotensi menjadi bahan baku untuk memproduksi senyawa aromatik, seperti BTX dan turunannya. Sedangkan komponen selulosa dan hemiselulosa dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan etilen.
Empat biomassa lignoselulosik yang ketersediaanya paling besar di Indonesia adalah tandan kosong sawit, bagasse, bonggol jagung dan jerami padi, yang pada tahun 2015 berturut-turut sebesar 7 juta ton, 0.9 juta ton, 6 juta ton, dan 94 juta ton. Namun, meski memiliki potensi yang sangat besar, belum ada industri produk petrokimia berbasis biomassa lignoselulosa. Hal ini disebabkan belum adanya teknologi proses yang ekonomis. Pengolahan biomassa lignoselulosa dengan teknologi proses terintegrasi adalah hal mutlak yang harus dikembangkan oleh sarjana proses Indonesia. Skema teknologi proses tersebut disajikan pada Gambar 3. Konsep dari proses terintegrasi tersebut adalah dengan memisahkan lignin, selulosa, dan hemiselulosa, kemudian dilakukan pemrosesan lebih lanjut untuk masing-masing komponen.
Gambar 2. Produk turunan BTEX (Aromatics Producers Association, 2014)
ChE Today | 25
Q Pemisahan hemiselulosa dilakukan dengan merebus biomassa di dalam liquid hot water pada temperatur 150°C dan tekanan 1.5 bar. Hemiselulosa yang sudah terpisah kemudian dihidrolisis dengan menggunakan larutan asam encer (H2SO4 1%) sehingga dihasilkan ksilosa. Ksilosa kemudian didetoksifikasi dan difermentasi untuk menghasilkan bioetanol. Proses fermentasi dilakukan dengan bantuan mikroba P. stipitis pada temperatur 28-30°C, dengan range pH 4.5-5.5. Perolehan bioetanol dari proses tersebut adalah sebesar 0.4g/g. Sedangkan lignin dan selulosa dipisahkan dengan cara merebusnya menggunakan larutan NaOH-etanol. Lignin kemudian diproses lebih lanjut untuk memproduksi bio-BTX melalui dua proses utama, yaitu solvolisis dan hidrogenasi katalitik. Solvolisis dilakukan dengan menggunakan pelarut NaOH 3% di dalam
plug flow reactor hingga diperoleh produk berupa monomer fenolik. Produk solvolisis kemudian dihidrogenasi dengan menggunakan katalis padat kombinasi antara Cobalt-Molibdenum (CoMo) dan NikelMolibdenum (NiMo) dengan support zeolit dan Îł-alumina. Zeolit CoMo/ NiMo berperan sebagai cracking catalyst, sedangkan Îł-alumina CoMo/NiMo berperan sebagai katalis reduksi/hidrodeoksigenasi. Rasio cracking catalyst dan katalis reduksi adalah 7/3. Perolehan produk bio-BTX dari proses ini adalah sebesar 84% w/w. Perolehan bio-BTX dari rangkaian proses di atas adalah sebesar 71% w/w, dan masih dalam bentuk crude BTX. Diperlukan proses pemurnian lebih lanjut untuk memisahkan komponen benzene, toluene, dan xylene (o,m,p) dengan komponen lain sehingga diperoleh produk benzene, toluene, dan xylene (o,m,p) dengan kemurnian yang tinggi.
Gambar 3. Diagram alir proses konversi biomassa lignoselulosa
26 | ChE Today
Maret 2018 Komponen tersisa, yaitu selulosa diproses lebih lanjut dengan sakarifikasi dan fermentasi serempak (SSF). Bioetanol yang diperoleh dari fermentasi ksilosa dicampur dengan selulosa. Pada campuran tersebut ditambahkan enzim selulase yang diperoleh dengan menumbuhkan Penicillium funiculosum. Sedangkan ragi yang digunakan untuk proses fermentasi adalah Saccharomyces uvarum. Proses sakarifikasi dan fermentasi serempak ini dilakukan pada rentang pH 5.5-6.5 dengan temperatur dijaga tetap pada 37°C. Proses di atas dapat memberikan konversi selulosa ke bioetanol sebesar 90% w/w. Bioetanol hasil dari proses SSF kemudian dijadikan bahan baku untuk memproduksi bio-etilen. Bioetanol didehidrasi dengan bantuan
katalis padat alumina aktif dan asam fosfat pada temperatur 300-400°C. Perolehan bio-etilen dari proses di atas mencapai 94-99%, dengan pengotor berupa eter. Selain menggunakan rangkaian proses pengolahan tersebut, sistem yang terintegrasi juga perlu diterapkan pada proses pembangunan industrinya. Terdapat beberapa daerah yang memiliki potensi biomassa yang berbeda. Penerapan sistem integrasi dilakukan dengan menyesuaikan potensi biomassa yang ada di setiap daerah. Sebagai contoh, industri bio-BTEX di Riau menggunakan tandan kosong kelapa sawit sebagai bahan baku, sedangkan di Jawa Timur menggunakan bonggol jagung dan bagas tebu sebagai bahan bakunya.
Ampas tebu (bagas) sebagai sumber lignoselulosa Sumber : Media Portal Kesehatan
ChE Today | 27
Q
28 |
Maret 2018
Aseton Oleh Wilsen Wijaya
A
seton atau propanon adalah senyawa dengan gugus karbonil yang memiliki rumus molekul (CH3)2CO. Aseton adalah senyawa keton yang paling sederhana dengan sifat tidak berwarna, mudah menguap dan mudah larut dengan air. Aseton memiliki berbagai kegunaan di dalam industri kimia, yaitu: • Produksi bisphenol A yang dapat digunakan untuk produksi polikarbonat dan bahan tahan api (tetrabromobisfenol A) • Produksi 4-metilpentan-2-on (MIBK) yang digunakan sebagai pelarut cat • Produksi metil 2-metilpropenoat untuk membuat polimernya yaitu poly (methyl 2-methylpropenoate) atau acrylic glass • Pelarut dalam industri farmasi, karet, elektronik, dan gelas.
Aseton dalam bentuk produk Sumber : ebay.co.uk
Laporan pertama yang berhubungan dengan penemuan aseton adalah produksi butanol dengan mikroba oleh Pasteur pada tahun 1862. Minat peneliti terhadap pemanfaatan mikroba mulai muncul lagi pada awal abad ke-20 dengan tujuan produksi karet sintetis. Pada saat itu, Chaim Weizmann terlibat dalam proses tersebut dan berhasil mengisolasi kultur bakteri baru yang dapat memfermentasi senyawa pati menjadi aseton dan butanol. Spesies utama dari kultur tersebut adalah Clostridium acetobutylicum. Pada tahun 1915, paten terhadap proses ChE Today | 29
Q fermentasi aseton-butanol dengan menggunakan C. acetobutylicum dikeluarkan dan pada tahun berikutnya, produksi aseton dilakukan dalam skala besar. Aseton dibutuhkan dalam jumlah banyak untuk memenuhi kebutuhan perang, sebagai bahan dalam produksi bubuk smokeless. Selepas dari zaman perang dunia, produksi aseton menggunakan jalur fermentasi semakin berkurang seiring dengan kemajuan teknologi pemanfaatan minyak bumi. Selain, aseton dapat diproduksi dengan harga yang sangat murah, bahan baku molase semakin banyak dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Saat ini, proses Weizmann dan turunan modern semakin mendapat perhatian karena desakan dunia untuk menggunakan proses yang berkelanjutan serta pemanfaatan sumber daya alam terbarukan dan mengurangi jejak karbon. Proses manufaktur aseton dilakukan dengan dekomposisi termal kalsium asetat atau fermentasi dari molase. Propilen yang tersedia dalam jumlah yang sangat besar pada tahun 1960-an, mendorong produksi aseton ke arah dehidrogenasi dari isopropil alkohol atau peroksidasi cumene. Jalur produksi aseton melalui cumen lebih diminati karena biayanya yang lebih murah. Dalam proses ini, produksi cumene melibatkan propilen dan benzena. Cumene akan dioksidasi pada fasa menjadi cumene hidroperoksida yang kemudian akan dipecah menjadi fenol dan aseton dengan asam sulfat. Metode lain adalah dehidrogenasi isopropil alkohol menjadi aseton dengan katalis logam. Metode
30 | ChE Today
yang lain adalah dengan mengoksidasi langsung propilen, namun metode tersebut menimbulkan masalah korosi dan memakan biaya yang besar. Selain melalui mekanisme kimiawi, metode fermentasi juga mulai dipandang oleh ilmuwan dengan latar belakang seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Hingga saat ini masih belum ada industri di Indonesia yang memproduksi aseton. Hal tersebut ditunjukkan seperti data dari Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, nilai impor dari aseton pada tahun 2016 mencapai 11.062,5 juta US$ dibanding dengan nilai ekspor 0 US$ pada tahun yang sama. Pasar aseton di Indonesia masih sangat potensial dimana masih tidak adanya industri aseton di Indonesia berpotensi membuat perusahaan baru menguasai pasar aseton di Indonesia. Untuk metode yang digunakan, penulis sangat merekomendasikan pemanfaatan bahan baku terbarukan yang melimpah. Apabila molase sebagai substrat utama susah untuk diperoleh, dapat digunakan berbagai jenis limbah biomassa yang telah banyak diteliti dan menghasilkan peroleh aseton yang tidak kalah dengan substrat molase. Dengan menggunakan jalur bioproses, tidak akan muncul persaingan terkait bahan baku berupa produk turunan dari minyak bumi. Dengan demikian, bahan baku tersebut dapat dimanfaatkan lebih optimal dalam industri petrokimia lain yang sudah established industrinya.
Maret 2018 Spherical tank penyimpanan nafta sebagai bahan baku BTX milik PT. TPPI Sumber : v1.tubanpetro.com
BTX : Aromatik petrokimia penting dan tantangan untuk Indonesia
M
Faisal Anggi R, dkk
ungkin kita sudah tidak asing lagi dengan bahan pakaian seperti nilon, Dacron, Dederon, poliester yang sering kita jumpai dan dengar sehari-hari. Tapi dari senyawa apakah mereka dibuat ? Ya senyawa tersebut terdiri dari senyawa aromatik yang berikatan menjadi serat. Tetapi dari mana asalnya ? Kebanyakan serat sintetik berasal dari minyak bumi yang di fraksinasi dengan golongan senyawa aromatik.Senyawa aromatik adalah salah satu blok bangunan kimia yang paling penting dan umum digunakan untuk sebagian besar produk petrokimia. Produk petrokimia ini meliputi pelarut, blok bangunan polimer, bahan kimia, dan aditif bahan bakar. Kelompok utama senyawa aromatik adalah BTX (Benzenes, Toluenes, Xylenes). BTX adalah bahan kimia dasar yang
digunakan untuk membangun berbagai produk konsumen. Berdasarkan Gambar 1, dapat disimpulkan bahwa BTX adalah bahan kimia platform yang sangat potensial yang dapat disintesis menjadi berbagai barang konsumsi bernilai tinggi. Barang konsumsi ini sangat diminati produknya yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti paket makanan, mainan, peralatan olah raga, dan pipa. Gambar 2 memberikan data statistik konsumsi BTX pada tahun 2012. Dari gambar tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar konsumsi Toluena berasal dari konversi Toluena menjadi Benzene atau Xylene, hal ini terutama karena benzena dan xilena adalah blok bangunan polimer yang lebih umum dari Toluena.
ChE Today | 31
Q
Gambar 1. Produk turunan senyawa BTX (Aromatics Producers Association)
32 | ChE Today
Maret 2018
Gambar 2. Konsumsi BTX tahun 2012 dalam juta metrik ton (Mmto) (BASF, and various sources)
Seperti yang dinyatakan sebelumnya, pemanfaatan BTX sebagai blok bangunan polimer adalah industri yang mendominasi saat ini. Blok polimer yang umum termasuk Ethyl benzene, dan Terephthalic acid, dua senyawa yang mendominasi konsumsi Benzene dan Xylene. Di sisi lain, Toluena dan Xylene adalah pelarut organik yang umum, karena sifatnya yang kurang berbahaya dibandingkan Benzene. Mengingat gaya hidup masyarakat saat ini, masuk akal untuk memprediksi bahwa permintaan BTX meningkat dengan jelas sepanjang tahun. Makanan kemasan,
peralatan olah raga, pipa, kabel begitu umum dalam kehidupan sehari-hari yang mengatakan kehidupan manusia, dalam beberapa hal, bergantung pada mereka tidak berlebihan. Data statistik saat ini menunjukkan bahwa konsumsi BTX terus meningkat setiap tahunnya hingga saat ini. Untuk tujuan perbandingan, pada tahun 2012 konsumsi BTX mencapai 94,6 Mmto (Juta metrik ton), pada 2016 konsumsi mencapai lebih dari 100 Mmto. Perkiraan saat ini memperkirakan bahwa pada 2017, permintaan / konsumsi BTX mungkin akan mencapai 150 Mmto.
Rangkaian pipa di PT. TPPI Sumber : v1.tubanpetro.com
ChE Today | 33
Q
Gambar 3. Kebutuhan BTX dan Olefin dunia (Innovacat)
Konsumsi / permintaan BTX yang terus berkembang menandakan posisinya sebagai produk bernilai tinggi potensial.
Darimana Senyawa BTX di produksi ?
Meskipun potensi BTX sebagai produk bernilai tinggi dengan permintaan tinggi, saat ini produksi BTX menghadapi isu utama. Masalahnya berasal dari metode produksi BTX saat ini. Saat ini, semua produksi BTX menggunakan sumber daya tak terbarukan (crude oil and coal) sebagai bahan baku. Permintaan BTX yang tinggi dan terus meningkat jelas membutuhkan pasokan bahan baku yang stabil dan berkelanjutan untuk produksi BTX, persyaratan yang tidak dipenuhi oleh minyak mentah dan batubara sebagai sumber daya tak terbarukan. Diantara rute produksi BTX yang ditunjukkan pada Gambar 4, hanya rute minyak ringan Coke-oven yang tidak menggunakan minyak mentah sebagai
34 | ChE Today
bahan baku karena menggunakan batubara sebagai bahan bakunya. tak uap, dan hidrodealkilasi menggunakan minyak mentah sebagai bahan bakunya. Perubahan katalis, retak uap, dan hidrodealkilasi menggunakan minyak mentah sebagai bahan bakunya. Dari statistik yang ditunjukkan pada Gambar 4, hanya 3% dari produksi BTX saat ini yang tidak menggunakan minyak mentah sebagai bahan baku. Ini menyiratkan bahwa jika produksi BTX tidak mengembangkan rute alternatif, hal itu akan menghadapi masalah utama, yang berasal dari minyak mentah yang tidak dapat diperbaharui. Penting untuk dicatat bahwa pasokan minyak mentah saat ini juga menghadapi masalah besar; Permintaan minyak mentah saat ini meningkat dan akhirnya, pada 2016 permintaan minyak mentah lebih tinggi dari pada pasokan minyak mentah (OPEC). Pada 2016, permintaan minyak mentah berada pada 94,40 mb/d (juta barel per hari)
Maret 2018
Gambar 4. Produksi BTX melalui jalur petrokimia (BASF, and various sources)
sementara pasokan berada pada 89,60 mb /d, defisiensi ini diprediksi akan berlanjut hingga 2017, dengan prediksi saat ini menempatkan permintaan minyak mentah pada 95,55 mb / d dan pasokan di 90,07 mb / d.
Bagaimana dengan Indonesia ?
Berdasarkan data Kemenperin Indonesia (2014), permintaan senyawa benzena dan toluene di Indonesia terus meningkat dari tahun 2009 sampai 2013. Permintaan senyawa ksilena cenderung fluktuatif dari tahun ke tahun, namun kebutuhan impor senyawa ksilena (677.285 ton/tahun) tiga kali lebih besar dibandingkan senyawa benzena (212.959 ton/tahun) dan hampir enam kali lebih besar dibandingkan toluene (122.441 ton/tahun). Menurut Kemenperin Indonesia (2014), suplai senyawa paraksilena oleh produsen dalam negeri sudah tidak mencukupi
dan diproyeksikan bahwa kekurangan persediaan senyawa paraksilena akan menyamai kapasitas industri petrokimia hulu yang ada. Saat ini, kebutuhan BTX Indonesia dipenuhi oleh PT. TPPI dengan kapasitas sebesar 1.070.000 ton/tahun dengan produk berupa benzena dan ksilena (p-ksilena dan o-ksilena) sedangkan kapasitas produksi kilang Cilacap mencapai
“
Jika produksi BTX tidak mengembangkan rute alternatif, hal itu akan menghadapi masalah utama, yang berasal dari bahan baku berupa minyak mentah yang tidak dapat diperbaharui.
�
ChE Today | 35
Q 590.000 ton/tahun dengan produk utama berupa paraksilena dan benzena, dan toluene (12.127 ton/tahun). Produksi naphtha Indonesia sebagai salah satu bahan baku utama dalam industri petrokimia hulu selama sepuluh tahun terakhir cenderung fluktuatif. Sejak tahun 2004, produksi naphtha tertinggi tercapai pada tahun 2011 sebanyak 26,8 juta barel namun terus menurun pada tahun-tahun berikutnya. Data produksi naphtha pada Januari 2013, mencapai 23,8 juta barel (Kemenperin, 2014). Kelangkaan naftah sebagai bahan baku utama menyebabkan produksi BTX konvensional terkendala. Selain bahan baku, Indonesia terkendala dalam masalah proses, sedikitnya paten proses Indonesia yang dimiliki membuat Indonesia ketergantungan dengan teknologi luar yang berakibat pada turunnya keuntungan produksi ,seperti produksi p-xylena yang dimurnikan dengan proses ekstraksi dengan teknologi UOP.
Kumpulan furnace untuk steam cracking di Wilton, Inggris Sumber : www.essentialchemicalindustry.org
36 | ChE Today
Maret 2018
PT. Kaltim Methanol Industri (sumber: kaltimmethanol.com)
Sambil Menyelam Minum Air, Autometanol Indonesia: Pemanfaatan Sumber Gas dengan Karbondioksida Tinggi untuk Meningkatkan Kemandirian Metanol Dalam Negeri Oleh : Vicky Wijaya
Potensi sumur gas di Indonesia
Pada 2015, gas yang dapat dipasok oleh negeri mencapai 6.914 MMSCFD (skk migas, 2015). Namun, kebutuhan gas nasional melebihi angka gas yang mampu dipasok oleh Indonesia. Terhitung pada 2015, kebutuhan gas di Indonesia mencapai 9.613 MMSCFD. Target pemasokan gas dari Dewan Energi Nasional (DEN) dalam pemenuhan kebutuhan energi nasional di 2025 sebesar 8,249 BBTUD (20% dari Bauran Energi Nasional) sehingga dibutuhkan 3,000 BBTUD gas tambahan. Menanggapi target ini, pemerintah melalui kementrian energi dan sumber daya mineral merencanakan pengembangan eksplorasi gas nasional. Rencana ini dituangkan dalam Peta Kebijakan Gas Nasional 2014-2030. Pengembangan eksplorasi gas nasional jelas membutuhkan keberanian untuk mengulik potensi sumur di Indonesia.
Indonesia dengan khasnya memiliki banyak sumur gas yang memiliki kandungan karbondioksida yang tinggi. Tentunya hal ini membutuhkan jalan yang tidak mudah untuk mengambil dan mengolahnya. Mari kita intip potensi sumur gas Indonesia dengan kandungan CO2 yang tinggi di Tabel 1. Siapa yang berani memanfaatkan mereka?, ya seharusnya bangsa kita sendiri. Memang tidak dipungkiri menghasilkan gas bersih dari sumber gas dengan kandungan CO2 yang tinggi merupakan hal yang sulit, ditinjau dari kualitas peralatan prosesnya, bahan baku penghilang gas pengotornya, aturan lingkungan terkait emisi, dan sisi keamanan proses di pabrik. Jelas, sebagai engineer ini bukanlah suatu halangan untuk memanfaatkan potensi sumursumur tersebut dalam memenuhi kebutuhan gas di Indonesia. ChE Today | 37
Q Tabel 1. Sumur gas di Indonesia dengan kandungan karbondioksida tinggi
Autometanol Indonesia
Tingginya sumberdaya sumur gas dengan kandungan karbondioksida yang tinggi merupakan potensi yang besar untuk produksi metanol di Indonesia. Automethanol Indonesia merupakan sebuah gagasan peningkatan kemandirian Indonesia terhadap kebutuhan metanol melalui pemanfaatan sumur gas dengan kandungan karbondioksida yang tinggi. Teknologi ini menggunakan gas dengan karbondioksida yang tinggi pada reaksi autothermal untuk memproduksi syngas dengan rasio H2/CO 1,6 pada suhu 8500C yang selanjutnya digunakan untuk produksi metanol melalui water gas shift reactor dengan rasio H2/CO 2 dan reaktor metanol dengan katalis basis Cu. Kelebihan teknologi ini adalah kemampuan produksi energi dari hasil reaksi digunakan untuk memenuhi kebutuhan panas reaksi serta mampu
38 | ChE Today
mengolah gas dengan karbondioksida yang tinggi tanpa melakukan perlakuan awal pada gas dan emisi karbondioksida. Untuk mencapai hal tersebut tentunya diperlukan aspek safety yang sangat baik karena senyawa yang terlibat cukup berbahaya seperti karbondoksida, metanol, metana, hidrogen, dan senyawa flammable lainnya. Secara umum, teknologi ini dibagi menjadi empat bagian, penerima gas, unit reforming menggunakan reaktor autotermal dan WGSR, sintesis metanol melalui lurgi process pada 2600C dengan katalis Cu/ ZnO/Al2O3, purifikasi metanol. Teknologi ini mampu menghasilkan produk metanol grade-AA, yaitu dengan purifikasi metanol minimal 99,85%. Block flow diagram (BFD) teknologi ini dapat dilihat pada Gambar 1. Lantas, mengapa harus metanol? Mari kita mengulik sejenak dunia petrokimia di Indonesia. Industri petrokimia hulu yang dikembangkan di Indonesia adalah industri basis olefin, aromatik, dan C1. Bahan baku yang digunakan bervariasi dari gas alam, batubara, minyak bumi, dan biomassa. Metanol merupakan produk dari industri petrokimia hulu basis C1. Selama ini, kebutuhan metanol Indonesia dipasok oleh PT Kaltim Metanol Indonesia dengan kapasitas produksi sebesar 660.000 MTPA, namun kebutuhan metanol di Indonesia terhitung pada 2015 sebesar 1,5 juta MTPA. Anda bisa menjawab sendiri sisa kebutuhan tersebut dipenuhi darimana. Ya, impor. Metanol dapat diturunkan menjadi lebih dari 60 produk petrokimia hilir antara lain formaldehid, asam asetat, akrilonitril, nylon 6, metil tersier butil eter (MTBE), dimetil etil eter (DME), polivinil alkohol, dan lainnya. Di Indonesia, metanol paling banyak digunakan untuk industri formaldehid.
Maret 2018
Oxygen
Feedgas
Gas Receiver and DPCS Unit
Reforming Unit
Purged Stream
Recycled Stream
Steam
WGSR Unit
Methanol Synthesis Unit
Methanol Purification
Methanol
Bypass HP Water
HP Steam
Electricity Generation
Gambar 1. BFD teknologi Autometanol Indonesia (Dahl, 2014., Madson, 1998) Selain itu, industri metanol menjadi prioritas dalam Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) 2015-2035 dalam pengembangan industri kimia basis minyak, gas, dan batubara. Keberadaan Autometanol Indonesia mampu meningkatkan kemandirian Indonesia terhadap pemenuhan kebutuhan metanol sekaligus pengembangan pemanfaatan sumber gas dengan kandungan karbondioksida yang tinggi. Kapasitas produksi Autometanol Indonesia mencapai 1 juta MTPA dengan umpan 105 MMSCFD pada kandungan karbondioksida sekitar 30%. Gagasan ini mampu meningkatkan daya saing Indonesia di kancah pasar metanol internasional. Gambar 2 menunjukkan potensi Asia dalam menguasai pasar metanol internasional dan pemanfaatannya di kelas dunia. Jadi, Indonesia dengan karakteristik sumur gas yang unik—kandungan karbondioksidanya tinggi—mampu meningkatkan kemandirian metanol dalam negeri melalui Autometanol Indonesia.
Gambar 2. Review metanol berdasarkan produsen (atas) dan penggunaan (bawah); (methanex,2016)
ChE Today | 39
Q
40 | ChE Today
Maret 2018
IChEC 2018 & GRAND SEMINAR ChEReS by : Mardika Firlina
K
eilmuan Teknik Kimia memegang peranan penting dalam Industri Kimia Indonesia, salah satunya adalah Industri Petrokimia. Industri Petrokimia merupakan industri yang menghasilkan produk berupa hasil olahan minyak bumi dan gas alam seperti plastik, karet, dan pupuk. Dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap produk petrokimia, dibutuhkan inovasi baru dalam pengolahan sumber daya alam. Oleh sebab itu, tema yang angkat oleh IChEC tahun ini adalah “Developing Petrochemical Industry through Innovation in Processing Indonesia’s Natural Resources” yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah Industri Proses serta memajukan Industri Petrokimia di Indonesia. IChEC (Indonesia Chemical Engineering Challenge) merupakan kompetisi tahunan yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia ITB
(HIMATEK-ITB) dan berkolaborasi dengan Program Studi Teknik Kimia. Acara ini juga didukung penuh oleh Badan Koordinasi Kegiatan Teknik Kimia Indonesia (BKKMTKI). Rangkaian acara IChEC terdiri dari kompetisi tingkat regional se-Asia Tenggara untuk Mahasiswa Teknik Kimia yang terdiri dari lomba Rancang Pabrik, Pemecahan Masalah, Esai, dan Poster. Peserta yang berpartisipasi pada IChEC 2018 tidak hanya berasal dari Universitas dalam negeri seperti ITB, UGM, UI, ITS, UNDIP, UNPAR, UII, UNS, Universitas Negeri Semarang, Universitas Brawijaya, Univesitas Syiah Kuala, Universitas Pembangunan Nasional Veteran, POLBAN, dan STEM Akamigas, namun juga berasal dari luar negeri seperti Universiti Teknologi Petronas Malaysia, Technological Institute of the Philippines, dan Thammasat University Thailand. IChEC | 41
Q Grand Final IChEC 2018 yang diikuti oleh 33 peserta dari 18 tim dilaksanakan pada hari Jumat, 2 Maret 2018 di gedung Labtek X, Teknik Kimia ITB. Setiap kompetisi dinilai oleh berbagai juri dengan latar belakang berbeda, tidak hanya dari Institusi atau Industri yang berbeda namun juga dari negara yang berbeda seperti Korea Selatan dan Thailand. Rangkaian acara IChEC 2018 ditutup dengan Grand Seminar ChEReS yang diselenggarakan pada hari Sabtu, 3 Maret 2018 di aula gedung CRCS ITB.
42 | IChEC
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, Grand Seminar ChEReS yang mengangkat tema “Progression in Petrochemical Industry to Shape Indonesia’s Future� merupakan hasil kolaborasi dengan AIChE Students Chapter ITB. Grand Seminar dibagi menjadi 3 sesi dengan total 6 pembicara yang ahli pada bidang petrokimia dengan latar belakang yang berbeda, yaitu akademisi, profesional, dan pemerintahan. Grand seminar ChEReS dihadiri oleh 250 peserta serta 60 tamu undangan dari berbagai kota di Indonesia.
Maret 2018
| 43
Q BERBAGI DIMULAI DARI HAL-HAL KECIL “Small acts, when multiplied by millions of people, can transform the world� -Howard Zinn-
B
erbagi dapat dimulai dari hal-hal yang kecil. Keinginan untuk berbagi timbul dari melihat langsung permasalahan-permasalahan yang ada. Oleh karena itu, pada tahun 2017 kemarin telah dilaksanakan tiga kali HIMATEK Berbagi yang memfasilitasi massa HIMATEK berkunjung dan melihat permasalahan ke tiga tempat berbeda, yakni panti asuhan, penjara, dan rumah singgah. Kunjungan ke panti asuhan dilaksanakan pada bulan September 2017, bertempat di RSPAA Ciumbeluit. Anak-anak panti disana berasal dari latar belakang yang berbeda-beda, misalnya salah satu anak yang berhasil diselamatkan dari child trafficking. Di sana massa berinteraksi langsung dengan games-games kelompok dan diikuti dengan permainan futsal.
Pada bulan Oktober 2017 selanjutnya dilakukan kunjungan ke LAPAS (Penjara) Anak di Sukamiskin, kunjungan ini sangat membuka mata karena kami menjadi lebih mengenal realita di masyarakat yang jauh dari kehidupan di kampus. Konsepsi kami mengenai penjara ternyata salah besar, di LAPAS anak ini mereka diberikan fasilitas yang baik dan pembelajaran seperti sekolah pada umumnya. Disini kami mengajarkan kepada anak-anak LAPAS mengenai pembuatan kompos yang dapat dipraktekkan dengan modal minimal. Harapannya mereka dapat mempraktekkan keterampilan tersebut ketika mereka sudah keluar dari LAPAS dan dapat menjadi generasi penerus bangsa yang baik.
44 | Ruang HIMATEK
Maret 2018
“Harus banyak bersyukur karena kita berada di keluarga dan lingkungan yang baik. Masih ada yang peduli kepada kita dan mengingatkan kalo kita berbuat salah.� (Mardika Firlina, TK 2014) Selanjutnya pada akhir November kami berkunjung ke rumah singgah di Pasirkoja. Disini mata kami dibukakan oleh Bu Sumi yang telah mengabdikan dirinya untuk membantu anak-anak jalanan. Awalnya Bu Sumi berinisiatif untuk menyelenggarakan “Sekolah Lampu Hijau� dimana para pengemis cilik di lampu merah ketika sedang lampu hijau akan diajarkan beberapa pelajaran oleh Bu Sumi. Setelah kurun waktu tertentu, Bu Sumi memiliki sebuah rumah belajar di Pasirkoja dengan anak-anak yang berasal dari latar belakang pengemis cilik. Anak-anak ini dipaksa oleh orang tuanya untuk mengemis karena anak kecil umumnya diberikan uang yang lebih banyak. Bahkan ada anak yang menderita gangguan jiwa akibat jika ia tidak memenuhi target uang pada hari tersebut maka kepalanya akan dibenturkan ke tembok dan berlangsung berulang kali. Awalnya keberadaan rumah singgah ini ditentang oleh para orang tua karena notabenenya akan menurunkan penghasilan mengemis dari anak-anak mereka karena sebagian jam mengemis mereka digunakan untuk belajar, Untuk mensiasati masalah tersebut, Bu Sumi membayar ke orang tua para anak sebesar Rp 5.000,00 per jam anak tersebut belajar untuk mengganti kerugian dari mereka yang tidak mengemis. Namun pada akhirnya setelah diapproach dan dicerdaskan mengenai masa depan anak-anak, para orangtua kini sudah tidak berkeberatan untuk menitipkan anaknya di rumah singgah. Selain itu, masih banyak masalah yang ada dan kompleks untuk diselesaikan di sekitar Pasirkoja ini.
Ruang HIMATEK | 45
Q
“Jadi tahu alasan kenapa masih ada masyarakat yang berkekurangan tapi tetep punya banyak anak, alasannya heart breaking:( dan jadi tau kalo human trafficking itu banyak terjadi di sekitar kita, dan kompleks banget masalahnya� (Anastasia Yuandy, TK 2015) Dengan melihat jauh ke sekitar dan tidak hanya berkaca pada lingkungan terdekat saja, mata hati akan terbuka dan tergerak untuk tidak hanya memikirkan diri sendiri, dan juga lebih bersyukur akan berkat yang sudah dianugerahkan kepada kita masing-masing. Jangan lupa ikut HIMATEK Berbagi selanjutnya ya!
46 | Ruang HIMATEK
Maret 2018
Babak Baru Pengembangan Desa Ciporeat
D
esa Ciporeat berada di Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Desa ini dikenal akan peternak sapi perah dengan jumlah sapi perah sebanyak 1.219 ekor. Namun, akibat pengolahan limbah kotoran sapi yang kurang baik, perairan Desa Ciporeat mulai tercemari oleh kotoran sapi. Melihat hal tersebut, HIMATEK ITB bersama masyarakat desa Ciporeat berusaha untuk menemukan solusi permasalahan ini. Oleh karena itu, HIMATEK ITB memilih desa ini sebagai desa binaannya. Desa Ciporeat merupakan desa binaan HIMATEK ITB yang berfokus pada pengelolaan limbah kotoran sapi menjadi biogas menggunakan bioreaktor. Hingga Februari 2018 telah terpasang 11 reaktor biogas yang menyuplai 12 rumah yang tersebar pada RW 04, RW 05, dan RW 06. Selain mengurangi dampak kotoran sapi, reaktor ini sangat membantu kegiatan memasak warga sehari-harinya, ditengah harga tabung gas yang mahal dan keterbatasan pasokan gas ke desa Ciporeat. Walaupun reaktor biogas telah digunakan, slurry keluaran biogas warga tetap terbuang mengikuti aliran air. Menilik hal tersebut, inovasi baru untuk mengolah slurry ini menjadi pupuk Bekas Cacing (Kascing). Pupuk Kascing (Pupuk Bekas Cacing) adalah pupuk yang berasal dari hasil fermentasi biogas berupa slurry yang bila dikeringkan dapat menjadi pupuk untuk tanaman. Pengembangan cacing lumbricus rubellus ini telah dilaksanakan pada periode kepengurusan sebelumnya. Ruang HIMATEK | 47
Q Sayangnya inovasi ini masih mengalami kendala dalam pencarian pasar dan kendala teknis pada peralatan sehingga program ini cenderung diam di tempat. Selain itu, terdapat juga permasalahan pemanfaatan bioreaktor seperti permasalahan lahan, kesulitan pengisian, maupun kebocoran. Melihat permasalahan yang ada, HIMATEK ITB mulai mengubah cara pendekatan ke warga Desa Ciporeat. Awalnya pendekatan HIMATEK ITB ke warga dibantu oleh salah satu tokoh desa setempat mulai diubah dengan pendekatan langsung melalui para warga maupun perangkat desa. Harapannya dengan pengubahan metode ini, pendekatan HIMATEK ITB kepada warga maupun perangkat desa berjalan lebih intens dan lebih erat kedepannya. Divisi Community Development HIMATEK ITB saat ini juga mulai menyusun suatu dokumen yang bernama “Masterplan Pengembangan Desa Ciporeat�. Dokumen ini berisi arah pengembangan desa ciporeat selama 2 tahun ke depan yang bisa digunakan sebagai pedoman kepengurusan selanjutnya untuk mengembangkan Desa Ciporeat. Pada dokumen ini, nantinya HIMATEK-ITB akan menitikberatkan pengembangan pada pembuatan pupuk kascing dari slurry maupun kotoran sapi. Harapannya, produk-produk tersebut dapat terserap oleh warga Desa Ciporeat sendiri bahkan lebih luas lagi sehingga limbah kotoran sapi akan berkurang dan warga dapat terberdayakan dengan baik. Dalam menjalankan berbagai program pengembangan masyarakat, Divisi Community Development tidak dapat terlepas dengan bantuan banyak pihak baik massa HIMATEK maupun alumni Teknik Kimia ITB. Divisi Community Development berharap dapat terus menjalin kerjasama dengan lebih banyak pihak. Tujuannya untuk mengembangkan Desa Ciporeat menuju desa yang mandiri yang dapat mengembangkan potensinya sendiri dengan lebih baik lagi.
48 |Ruang HIMATEK
Maret 2018
| 49
Q
Q
EQUILIBRIUM
50 |
Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10,Bandung 40132