Karst Tasik & Gombong Selatan

Page 1

6

Karst Tasikmalaya dan Gombong Selatan Mirza Ahmad

Gua ibarat suatu buku yang merekam berbagai episode geologibioarkeologi i. Luasan bentang alam karst Indonesia jauh mengungguli bentang alam karst yang ada di Laos yang hanya seluas 30.000 km2. Bahkan bentang karst Laos tidak lebih besar dari bentang alam karst Maros Pangkep yang memiliki luasan sampai 40.000 ha. (20.000 ha berada di kaw lindung) ii. Kawasan Gunung Sewu membentang dari arah barat - timur sepanjang sekitar 120 km, dan lebar antara 20–30 km. iii Hasil studi oleh Day dan Urich (2000) menunjukkan bahwa dari sekitar 145,000 km2 kawasan karst di Indonesia, sebesar 15% terdapat dalam kawasan yang telah ditetapkan negara sebagai kawasan konservasi. Seluas 22,000 km2 di antaranya merupakan kawasan konservasi. Luasan tersebut menjadikan Indonesia berada di urutan pertama negara yang memiliki bentang alam karst yang berada di kawasan konservasi terbesardi Asia Tenggara (Day dan Urich, 2000). iv PMPA PAL AW A UNPAD


Budi Brahmantyo dalam makalahnya, “Kawasan Karst Citatah Rajamandala: Melindungi Keberadaannya” v menjelaskan mengenai kondisi terkini keberadaan karst Citatah Rajamandala dan upaya untuk melestarikannya. Kondisi yang rusak parah dan memprihatinkan sudah seharusnya mendapat perhatian semua pihak untuk dapat dikelola agar berubah menjadi lebih baik. Kondisi yang demikian patut disayangkan, padahal dahulu keberadaan karst Citatah sempat menginspirasi beberapa seniman untuk menginternalkannya di dalam karya yang mereka hasilkan, di antaranya sastrawan Ramadhan KH di dalam Priangan si Jelita (1958) yang menulis begini, “Mentari di tengah-tengah Gununghawu/Berbelit jalan/ Ke gunung kapur/Antara Bandung dan Cianjur.” Kita juga dapat menengok sebuah lukisan karya Afandi berjudul Gunung Kapur Padalarang (1979) dan sebuah lukisan lainnya karya Wahdi Sumanta berjudul Togog Apu Padalarang (1974).Beberapa karya grafis di era kekinian dihasilkan oleh Budi Brahmantyo. vi Gagasan untuk melestarikan karst setidaknya sudah mulai dilakukan oleh Palawa Unpad sejak decade 80’an.Meski demikian kecepatan laju eksploitasi jauh melampaui gerak langkah segelintir pihak yang berusaha melestarikannya. Beberapa ahli, Dokter Ko, Profesor Otto, dan Pak Soewarno dalam Diskusi Panel I Speleologi bertema

PMPA PAL AW A UNPAD


"Speleologi dan Pendayagunaannya Terhadap Kelestarian Alam dan Lingkungan Hidup” vii telah memberikan perhatiannya. Eko Yulianto viii, peneliti dari Puslit Geoteknologi LIPI, dalam rilis berita bertajuk “Selamatkan Kawasan Karst Tertua di Citatah”, menyatakan bahwa kawasan karst yang terbentuk 30-20 juta tahun lalu ini kini pelan-pelan menghadapi perusakan besar-besaran. Padahal, kawasan yang terbentang enam kilometer dari Tagog Apu (Padalarang) hingga selatan Rajamandala ini memiliki ragam keunikan, baik secara geologi, arkeologi dan wisata. Gua Pawon, salah satu kawasan karst ini, misalnya, merupakan situs hunian manusia purba pertama yang ditemukan di Jabar. Selain di Citatah – Rajamandala, karst Jawa Barat juga tersebar di beberapa daerah lain seperti Bayah (Banten), Segaranten – Buniayu, Jampang Tengah dan Jampang Kulon, Ciampea - Cigudeng, Citeureup – Cibinong – Kelapanunggal, Pangkalan, Tasikmalaya – Ciamis – Pangandaran, serta karst Gunung Keromong. 1 Tasikmalaya–Jawa Barat. Pemanfaatan yang mengancam kawasan karst di Jawa Barat umumnya hadir dalam bisnis penambangan batu dan usaha lain yang bersifat ekstraktif. Di sisi lain didapati pula

PMPA PAL AW A UNPAD


aktivitas bercocok tanam seperti berkebun dan berladang yang dilakukan oleh penduduk setempat (man in karst). Ketergantungan warga terhadap sumber air di kawasan karst juga hal utama yang ditemukan di Jawa Barat. Aktivitas wisata juga didapati, misalnya di kompleks perguaan Gudawang (Bogor) dan kompleks perguaan Buniayu (Sukabumi) serta beberapa wisata ekperimental dan saintifik di Citatah dalam tajuk Geotrek yang dipelopori oleh akademisi ITB, Budi Brahmantyo. Di antara beberapa kawasan karst di Jawa Barat yang masih dalam keadaan baik, salah satunya adalah kawasan karst Tasikmalaya yang secara geografis terbagi ke dalam tiga region: Cikatomas, Sodonghilir, dan Karangnunggal. Berbagai penampakan khas bentang karst seperti doline, bukit karst, dan gua dapat ditemukan di wilayah ini. Palawa Unpad melakukan survei terhadap gua-gua di kawasan tersebut, ix utamanya di region Cikatomas, di antaranya Gua Ciodeng, Gua Cikaret, Gua Curug, Gua Surupan, Gua Cigerendong, dan Gua Hulukuya. Tim susur gua Palawa Unpad x bergerak menempuh jarak lebih dari 130 km untuk dapat mencapai wilayah Selatan Tasikmalaya, khususnya Kecamatan Pancatengah dan Cikatomas. Pendataan dan pendokumentasian gua berlangsung sejak 29 Agustus sampai dengan 1 September 2013.Berikut ini profil gua yang berhasil didata dan PMPA PAL AW A UNPAD


didokumentasikan xi. Gua Ciodeng: 1080 20’ 7.3” BT - 070 39’ 50” LS. Berada di kaki sebuah bukit batu yang bersambung dengan sebentang sawah.Aliran sungai permukaan masuk ke bawah tanah. Berdasarkan data penelusuran tahun 1996 dan 2008 diperoleh informasi bahwa lorong gua ini terhubung dengan Gua Cikaret, namun penelusuran kami menemukan lorong buntu. Gua Cikaret: 1080 20’ 8.08” BT - 070 39’ 47.07” LS.Berada didasar lembah dan kaki bukit.Aliran air keluar dari gua.Penduduk memanfaatkan air gua untuk keperluan sehari-hari. Beberapa keluarga memasang pompa air listrik agar air dapat terangkat sampai ke rumah.Vegetasi di sekitar terdiri atas bermacam pepohonan kayu keras, termasuk kelapa, nangka, dan persawahan juga kolam ikan (balong). Gua Curug: 1080 19’ 56.4” BT – 070 40’ 41.1” LS.Gua Curug berada di Dusun Sekung, Desa Tawang, Kecamatan Pancatengah, Kab. Tasikmalaya. Penelusuran berhenti dan tidak dilanjutkan karena keterbatasan kemampuan dan daya dukung peralatan yang dinilai tidak mencukupi.Sekira 10 m dari mulut gua, seluruh ruang terendam air, lorong membentuk sump.

PMPA PAL AW A UNPAD


Gua Surupan: Gua ini juga dikenal dengan sebutan lain, Gua Tajur. Berada di Dusun Sekung, Puncakganas, Desa Tawang, Kec. Pantatengah, Kab. Tasikmalaya. Panjang lorong gua ini berkisar150 m sampai lebih dari 200 m. Merupakan lorong sungai bawah tanah.Letak mulut gua berada di dasar sebuah doline.Di dalamnya tidak didapati ornamen gua.Banyak batuan vulkanik yang teronggok di lantai gua, juga lumpur yang mengendap di dasar dan dinding gua.Di beberapa bagian terlihat arusnya deras.Diperkirakan dalam kondisi hujan banyak lorong yang terendam penuh dengan air.Perjalanan kami berhenti di ujung lorong buntu tertutup boulder.Kondisi lorong menuntut penelusur bergerak secara variatif, mulai dari merayap, jongkok hingga berdiri, dengan kondisi keseluruhan berair. Gua Cigerendong: 1080 19’ 43.2” BT - 070 40’ 57.7”LS. Gua Cigerenong berada di Desa Cikawayung, Kec. Pancatengah, Kab. Tasikmalaya. Akses medan menuju gua melewati pesawahan dan kebun penduduk, menurun. Lokasi di bawah lembah dikelilingi sawah. Mulut gua berada di lintasan sungai aliran air kecil. Terdiri dari dua mulut gua, vertikal dan horisontal. Penelurusan gua horisontal, mulut gua kurang lebih 5 m dari lintasan sungai. Mulut gua kurang lebih lebar 2 m tinggi 1,2 m, kondisi berair, aliran bawah tanah, banyak didapati

PMPA PAL AW A UNPAD


genangan-genangan air bertingkat (kolam gourdam), lorong dipenuhi oleh ornamen gua yang sangat indah dan beragam.Teknik penelusuran gua horisontal banyak yang teraplikasikan dalam lorong-lorong yang cukup unik, pergerakan harus bungkuk hingga merayap. Jarak 10 m terdapat chamber, dengan ornamen menarik dan kolamkolam rimstone bertingkat. Terus ke depan dilanjutkan dua lorong, kembali ke mulut gua dan satu lagi menuju bawah, menuju lorong sempit. Dari chamber ini, kemudian didapati lorong sempit/lubang jarum bertingkat-tingkat. Perjalanan dari chamber danau bawah tanah, dilanjutkan menuju lorong besar, pergerakan berdiri bebas, dalam aliran sungai bawah tanah. Lorong ini belum ditelusuri. Gua Hulukuya:108016’10.8� BT - 07037’10.7� LS. Gua Hulukuya berada di Dusun Katomas, Desa Cogreg, Kecamatan Cikatomas, Kabupaten Tasikmalaya. Gua lebar, pergerakan berdiri bebas, jalur basar berair, dari kedalaman 30 cm hingga 2 m. Saluran air aktif, pada masa musim hujan dipenuhi air hingga ketinggian 5 m. Ornamen gua bervariatif, tetapi sudah mati, kemungkinan karena perubahan ekologi di bagian permukaan gua. Panjang gua perkiraan 150 hingga 200 m. Gua ini sangat cocok untuk pengenalan wisata umum atau minat khusus. Karena aliran aktif, di dalam gua banyak ditemukan sampah yang tersangkut dan beberapa bagian stalagmit dan

PMPA PAL AW A UNPAD


stalagtit telah dipotong dengan sengaja, sehingga memberikan nilai minus. Selain panorama endokarst, wilayah ini juga memiliki potensi wisata yang menjanjikan di zona eksokarst. Sungai Cikembang dan Curug Dengdeng (eksokarst): Dusun Tawang, Kecamatan Pancatengah. Sungai permukaan di Cikatomas yang menarik dan potensial dijadikan objek wisata alam. Lebar dan undakan air terjunnya tergolong unik dan khas kawasan karst. Sepintas penampakannya mengingatkan kita pada airterjun Bantimurung di TN Babul, Sulsel. Serangkaian kegiatan lanjutan yang berkaitan dengan speleologi berupa penelusuran dan pemetaan gua serta pendataan lingkungan gua dilakukan pada kurun waktu September – Desember 2013. Tim ini terdiri dari 9 anggota Palawa Unpad. Pada 21 September 2013, dilakukan pendataan lokasi mulut gua dengan hasil data primer berupa koordinat geografis mulut gua (entrance); 13–15 Oktober 2013 dilakukan penggalian dan pengumpulkan informasi seputar pandangan masyarakat mengenai gua melalui wawancara dengan warga desa dan dilanjutkan dengan pengambilan sampel air. Lebih dari 30 orang responden berhasil diwawancarai. Hasil yang didapat melalui wawancara berupa deskripsi pemanfaatan gua bagi masyarakat dan pandangan tentang keberadaan PMPA PAL AW A UNPAD


gua-gua yang ada. xii Kegiatan berlanjut pada 7–13 November 2013 dengan aktivitas penelusuran dan pemetaan. Di Dusun Kiara Koneng terdapat sebuah gua yang indah dan menarik untuk dideskripsikan karena memiliki hubungan yang erat dengan pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Penduduk sekitar biasa menyebutnya dengan nama Gua Babakan. Mulut gua berada tidak jauh dari permukiman warga. Sepanjang tahun air yang mengalir keluar dari Gua Babakan tidak pernah kering. Saat sumursumur mengering di musim kemarau, keberadaan Gua Babakan semakin kentara dan menunjukkan eksistensinya. Selain untuk keperluan keseharian rumahtangga, air Gua Babakan juga dimanfaatkan untuk kolam ikan dan irigasi persawahan. Gua Babakan memiliki lorong yang relatif besar dan terpanjang di antara 13 gua yang kami telusuri. Gua ini memiliki lorong berair sepanjang hampir 300 m. Di dalam terdapat chamber (ruangan di dalam gua yang lebih besar dibandingkan lorongnya) yang cukup besar. Di chamber tersebut juga terdapat air terjun setinggi kurang lebih 3 m. Di gua ini kami juga melakukan pengambikan sampel air. Selain melakukan pemetaan, kami juga melakukan pendokumentasian biota gua yang ditemukan di dalam gua.

PMPA PAL AW A UNPAD


Selain Gua Babakan, setidaknya terdapat 12 mulut gua lainnya yang tersebar di tiga dusun yang ada di Desa Neglasari: Dusun Sempur, Dusun Pasanggrahan, dan Dusun Kiara Koneng. Adapun gua-gua tersebut yaitu Gua Legok Liang, Gua Pasir Pilar, Gua Kerud, Gua Kalajengking, Gua Lalay, Gua Pasanggrahan 1, Gua Pasanggrahan 2, Gua Surupan, Gua Cidadap, Gua Sumuran, Gua Picung, dan Gua Liang Landak. Panjang lorong yang berhasil dipetakan dari seluruh gua yang ditelusuri mencapai 1030,33 m. Selain menghasilkan peta, tim ini juga melakukan pengujian air untuk menghasilkan informasi yang menjadi keluaran dari analisis kualitas sampel air. Hasil dari pengujian sampel menunjukan bahwa air pada kawasan ini dapat digunakan oleh warga layak untuk mandi, mencuci, dan dikonsumsi. Tentunya air dapat dikonsumsi setelah melalui beberapa langkah pengolahan. Pada 21 Desember 2013tim memaparkan hasil aktivitas lapangan di hadapan warga Desa Neglasari yang berkumpul di aula balai desa. Pemaparan tentang gua dan lingkungannya yang kami sampaikan disambut dengan baik oleh warga. Sesungguhnya paparan kami juga menjadi pemicu terjadinya diskusi yang hangat dan dalam keakraban. Acara berlangsung dalam suasana kesadaran bahwa “kami mungkin salah dan Anda mungkin benar, dan

PMPA PAL AW A UNPAD


melalui sebuah upaya kita mungkin akan semakin mendekati kebenaran.� xiii Pertanyaan-pertanyaan dan tanggapan, terutama mengenai gua dan pemanfaatannya, baik dari warga seputar gua maupun tim ekspedisi silih berganti tersampaikan di dalam forum. Waktu yang ada berhasil dimanfaatkan secara maksimal. Semua pergerakan dilakukan dengan efektif dan efisien.Tim pendahulu yang bertugas untuk survei berfungsi dan menjalankan perannya dengan baik. Fungsi gua dan bentang karst sebagai akuifer air terlihat di Cikatomas. Masyarakat berhubungan dengan gua dalam kaitannya dengan air. Beberapa gua juga menjadi lokasi tujuan ziarah sehingga dapat disebut memiliki fungsi budaya. Seluruh air gua dimanfaatkan oleh penduduk yang tinggal di sekitar aliran. Manfaat primer yang telah dirasakan penduduk terhadap keberadaan karst dan fenomena bawah permukaan yang ada yaitu terkait dengan ketersediaan sumber air yang langsung berguna dalam keseharian. Di samping itu wacana desa wisata pun telah masuk ke ranah kognitif masyarakat. Kang Muchsin, ketua Karangtaruna, menyampaikan harapannya, ke depan gua-gua di Desa Neglasari dapat dijadikan sebagai tempat wisata. Ia mengaku mendengar harapan yang sama pada umumnya warga yang mencita-citakan Desa Neglasari dapat PMPA PAL AW A UNPAD


berkembang sebagai desa wisata. Bagi Kang Muchsin, dengan terwujudnya desa wisata secara otomatis taraf kesejahteraan hidup warga akan menjadi lebih baik. Upaya mengaktualkan potensi wisata yang ada di sana haruslah mempertimbangkan berbagai ekses dan mencanagkan strategi antisipatif untuk mengatasinya, sehingga keseimbangan lingkungan geologi xiv dapat terjaga. Di antara semua gua yang ditelusuri, khusus mengenai wisata gua yang ramah dan berwawasan lingkungan, dianggap paling menarik dan layak direkomendasikan adalah Gua Babakan dan Gua Hulukuya. Meski demikian untuk sampai tahap operasionalisasi diperlukan serangkaian penelitian yang menghasilkan kajian komprehensif atas kedua gua tersebut.Lebih dari itu perlu diupayakan suatu pendataan yang terpadu dan berkelanjutan mengingat besarnya potensi yang disimpan oleh bentang karst Tasikmalaya Selatan. 2 Gombong Selatan – Jawa Tengah Saat penelusuran berlangsung hampir dapat dipastikan di berbagai kawasan karst lainnya gua-gua sedang terancam hancur dan punah.Aturan sudah dibuat, saatnya penegakan hukum dijalankan secara konsekuen.

PMPA PAL AW A UNPAD


Pendokumentasian dilanjutkan ke arah Timur. Karst Gombong Selatan berada di sebelah Timur Tasikmalaya – Pangandaran serta Nusa Kambangan. Tim susur gua Palawa Unpad xv bergerak menempuh jarak mendekati 300 km untuk dapat mencapai wilayah Gombong Selatan, khususnya Kecamatan Ayah. Pendataan dan pendokumentasian gua berlangsung sejak 1–5 Januari 2014. Berikut ini profil gua yang berhasil didata dan didokumentasikan. xvi Salah satu kekhasan bentang permukaan kawasan karst ini antara lainconical hills yang unik, sedangkan di bawah permukaannya gua-gua natural yang indah menawan tersimpan. Beberapa gua di kawasan ini telah dimanfaatkan sebagai tujuan wisata umum, di antaranya Gua Jatijajar dan Gua Petruk, belakangan beberapa gua lainnya mulai dijadikan tujuan wisata minat khusus, mengingat tingkat kesulitan penelusurannya, seperti Gua Barat, Gua Macan, Gua Liyah, Gua Banyu, dan Gua Surupan. xvii Bentang alam karst Gombong Selatan merupakan kegelkarst, yaitu bentang alam yang meliputi bukit-bukit lancip menyerupai kerucut yang berlereng terjal dengan lekuk- lekuk tertutup (cockpit) di sela-selanya xviii yang luas dan menyimpan banyak gua-gua di bawah permukaannya. Dua di antaranya, yaitu Gua Barat dan Gua Surupan kami susuri dan dokumentasikan. PMPA PAL AW A UNPAD


Pada 1 Januari 2014 tim susur gua (caving) Palawa Unpad bertolak dari Bandung ke Gombong Selatan. Kegiatan yang berlangsung sampai 5 Januari 2014 antara lain menelusuri dua gua berkarakter sungai bawah tanah aktif. Gua Barat terletak di Dusun Palamarta, Desa Jatijajar, Kecamatan Ayah, Kabupaten Kebumen. Gua Barat memiliki beberapa lubang masuk. Untuk menelusuri Gua Barat kami menjadikan rumah kediaman Pak Nur sebagai basecamp kegiatan. Sebuah kamar khusus untuk tamu yang datang menelusuri Gua Barat dibangun menempel ke rumah kediaman salah seorang anak Pak Nur, Mas Wat (Fathun Mubarak), begitu kami memanggilnya. Gua Barat merupakan aliran sungai bawah tanah dengan debit air yang besar. Masyarakat empat desa memanfaatkan air yang keluar dari dalamnya. Di sekitar lubang masuk Gua Barat terdapat beberapa gua lainnya, di antaranya Gua Asrep I dan Asrep II, Gua CB, serta Gua Jombret. Lokasi menarik lain di sekitar Gua Barat yaitu sebuah telaga yang berada di Desa Redisari. Telaga tersebut merupakan hilir aliran air dari dalam Gua Barat. Penduduk sekitar juga mengambil air untuk kebutuhan keseharian mereka dari sini selain dari pipa-pipa dan selang yang menjulur sampai jauh ke dalam gua.

PMPA PAL AW A UNPAD


3 Nilai Penting Gua Barat Air yang mengalir di dalam Gua Barat sudah sejak lama dimanfaatkan oleh warga untuk memenuhi kebutuhan keseharian mereka. Belakangan ini sektor wisata pun mulai di- tumbuh-kembangkan oleh masyarakat sekitar. Pada sebuah obrolan di halaman rumah Pak Nur saya memperoleh informasi penting dan menarik. Sebagaimana yang dikatakan oleh Pak Nur, masyarakat telah membuat catatan bahwa sekuat tenaga jangan sampai arah pengelolaan Gua Barat mencontoh atau menjadi seperti halnya Gua Jatijajar. Wakil warga, Mas Wat dan Pak Nur, menyatakan bahwa wisata Gua Barat harus menguntungkan warga tempatan. Selain menambah penghasilan masyarakat, diharapkan obyek wisata yang sedang dibangun ini tidak berdampak negatif terhadap kebutuhan utama warga atas suplai air bersih. Mas Wat yang mewakili masyarakat Gua Barat memiliki beberapa pengalaman penting. Dia pernah mengikuti pelatihan-pelatihan terkait dengan usaha wisata alam dan pengelolaan serta penyediaan air bersih bagi warga. Acara yang diselenggarakan oleh Kementerian Pariwisata pernah bertempat di Semarang dan Purbalingga.

PMPA PAL AW A UNPAD


Gua Barat telah berkali-kali memperoleh dana hibah, baik untuk keperluan manajemen air ataupun pariwisata. Salah sebuah lembaga donor yang logonya tertera di dalam papan penunjuk adalah Australia Aid. Dalam hal tersebut, masyarakat tempatan menjadi mitra pemerintah daerah. Aliran air Gua Barat mengalir dan keluar ke telaga Redisari dan terus masuk ke aliran sungai Kali Krasak. Sampai saat catatan ini dibuat penulis belum memperoleh simpulan final mengenai ihwal dari mana asal sumber aliran air Gua Barat. Pemetaan yang dilakukan oleh tim gabungan Austria–Indonesia (1983 – 1984) tidak berhasil melacak sampai ke hulu aliran sehingga mendorong tim lain di tahun-tahun setelahnya untuk menyingkap keberadaan menyeluruh lorong-lorong yang masih misterius. Malam sebelum penelusuran gua saya sempat berbincangbincang dengan Pak Nur dan Mas Wat. Di antara berbagai tema obrolan, sempat mengemuka cerita soal air, kelestarian alam, dan ancaman yang dibawa oleh usaha pertambangan dan pabrik semen bermodal besar. Kebetulan, beberapa bulan terakhir rilis pers atas berbagai soal pertambangan, khususnya di area karst serta pendirian pabrik semen hangat menjadi pembicaraan penduduk yang tinggal di kawasan dan sekitar karst, para penelusur, dan pemerhati gua. Pembicaraan malam itu seolah mengonfirmasi berbagai pemberitaan yang tersebar di PMPA PAL AW A UNPAD


mediamasa. Pada tahun 2013 Permen ESDM No.17 tahun 2012 ditinjau ulang dan terus mengalami proses penggodokan sampai dengan tahun berganti. Awal 2014 ini RPP Karst belum juga final atau dapat diselesaikan. Tentu hal tersebut antara lain didorong juga oleh berbagai konflik kepentingan. Di Gombong Selatan belakangan ini ramai dengan wacana pro dan kontra terhadap rencana berdirinya dan beroperasinya pabrik semen. Wacana pendirian pabrik semen mengemuka setelah Kepmen ESDM No.961.K/40/MEM/2003 tentang penetapan kawasan karst Gombong Selatan dinyatakan tidak berlaku. Hal tersebut seolah merespon tidak berlakunya kembali Kepmen yang secara jelas berupaya melindungi kawasan tersebut. Menurut Thomas xix, keberadaan 122 gua di kawasan karst Gombong Selatan, Jawa Tengah, terancam jika pembangunan pabrik semen PT Semen Gombong dilanjutkan. Thomas dan rekan-rekan peneliti gua lainnya sudah mengkaji areal yang akan dijadikan lokasi tambang. Simpulan yang dihasilkannya sungguh mengejutkan. Menurutnya, jika diteruskan tiga empat tahun lagi, Kabupaten Kebumen akan mengalami krisis air bersih.

PMPA PAL AW A UNPAD


Dia menjelaskan, mata air dari ratusan gua itu sudah dimanfaatkan penduduk sebagai sumber mata air penopang hidup keseharian; sampai dengan saat ini kondisi air masih melimpah. Di calon lokasi tambang, ada batuan formasi Kalipucang dan Halang yang membentuk sumber mata air raksasa Banyumudal. Sumber mata air inilah yang saat ini dimanfaatkan PDAM untuk penduduk di lima kecamatan. Ada tiga gua dengan sumber mata air bawah tanah yang akan terdampak jika tambang tetap dilanjutkan. Tiga gua itu yakni Gua Pucung, Gua Jeblosan, dan Gua Candi.Ribuan orang menggantungkan air bersih dari ketiga gua ini. Selain gua bakal terpotong, daerah tangkapan air juga akan berkurang. Jika batu kapur ini hilang, maka daerah sekitarnya akan terkena banjir dan longsor seperti yang terjadi di Bukit Kendeng Pati, kata Thomas. Hal senada dinyatakan oleh Sunu Widjanarko xx, “Selain dipakai sebagai wisata gua, kawasan karst juga menjadi andalan sumber air oleh sekitar 4.000 jiwa di tiga kecamatan� dan oleh Budi Brahmantyo xxi. Menurutnya, “Gua-gua di Gombong Selatan sebagian merupakan jalan air bawah tanah. Maka tidak heran, keberadaan gua-gua yang berair ini menjadi sangat penting bagi penyediaan air bersih bagi masyarakat di sekitar pegunungan karst ini. Sangatlah wajar jika terjadi penolakan yang sengit akan rencana pembuatan pabrik semen di daerah Banyumudal yang

PMPA PAL AW A UNPAD


justru kawasan eksploitasinya merupakan daerah tangkapan air dan sumber air utama.� Tentu saja pernyataan para ahli dan peneliti xxii tersebut layak menjadi perhatian semua pihak dalam mengambil sikap dan menentukan langkah. Masyarakat perlu mengawal dan mengenal lebih dalam ihwal lokasi lingkungan tempat mereka tinggal sehingga tidak dengan serampangan mengizinkan usaha-usaha pertambangan beroperasi di wilayahnya.Tidak hanya masyarakat, pemerintah sebagai pemegang kebijakan dan penguasa wilayah sudah seharusnya mengutamakan kepentingan warga di atas segalanya. Pemanfaatan karst di negeri ini masih belum maksimal, untuk tidak mengatakannya buruk dan tidak teratur.Selayaknya bangsa ini menyukuri karunia Tuhan yang maha takterkira tersebut. Karst yang tersebar dari ujung Sumatra sampai ujung Papua masih belum mendapat perhatian serius. Luasan yang begitu besar hingga mencapai ¹ 145.000 kilometer persegi belum mampu dioptimalkan keberadaannya. Penyelenggara negara di Indonesia masih menganggap kawasan karst sebatas sebagai sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi dari segi tambang sebagai bahan bangunan, bahan baku pembuatan semen, bahan pemutih, penetral keasaman tanah, bahan keramik, industri kaca, pengembangan industri cat dan PMPA PAL AW A UNPAD


lain sebagainya. Selain itu, fosfat yang terkandung dalam sedimen beberapa gua yang pernah dihuni banyak kelelawar dan burung walet juga ditambang untuk digunakan sebagai pupuk organik, serta potensi nonekstraktif yang jauh lebih menjanjikan secara ekonomi dan tanpa harus kehilangan keseimbangan alam.Sudah saatnya negeri ini berbenah dan secara sungguh-sungguh mendengar dan memperhatikan kebutuhan hidup masyarakat luas, dan bukan hanya memanjakan para investor perusak alam. Menurut Bapak Nur Salim, mengapa gua ini disebut Gua Barat yaitu karena berasosiasi dengan hembusan angin dari dalam gua ke luar, bisa diperkirakan angin tersebut muncul karena tekanan udara yang dihasilkan dari tiga air terjun yang terdapat di dalam gua ini. Barat dalam bahasa setempat bukan berarti arah mata angin, tetapi bermakna angin. Pada saat ekspedisi tahun 1983–1984 itu, tim gabungan Austria-Indonesia diantar oleh Bapak Nur Salim sebagai sumber lokal. Jumlah peneliti pada ekspedisi itu adalah lima orang; dua perempuan dan tiga laki-laki. Kini, Gua Barat diproyeksikan menjadi tujuan wisata minat umum dan minat khusus, dengan dipandu oleh warga Desa Jatijajar, yaitu: Yudi Hartono, Fathun Mubharok, Ghufroni dan Ratimin, yang pernah memperoleh pelatihan menyangkut kepariwisataan oleh sebuah institusi

PMPA PAL AW A UNPAD


pendidikan tinggi di Bandung, bekerja sama dengan Kementrian Pariwisata, pada tahun 2011 di Wuabong, Purbalingga, Jawa Tengah. * Setelah cukup mendokumentasikan kondisi lorong Gua Barat, selanjutnya giliran Gua Surupan yang kami telusuri. Panjang lorong Gua Surupan tidak sampai sepertiga dari panjang lorong Gua Barat. Berdasarkan peta hasil survei tahun 2003, panjang lorong gua 782 m. Meskipun lorong Gua Surupan tidak sepanjang Gua Barat namun ada keistimewaan yang unik, di antaranya bentukan lorong, berbagai ornamen, air terjun, dan danau. Lorong gua tersebut tembus dan langsung berhadapan dengan pemandangan Laut Selatan. Air dari dalam gua mengalir laju dan jatuh membentuk air terjun berketinggian sekitar 30 meter. Tidak jauh dari tempat jatuhan air terjun, aliran sungai segera bermuara masuk ke laut. 4 Toponimi dan Folklor Usaha untuk mengetahui yang biasanya didahului dengan upaya penelusuran riwayat nama-nama tempat terkadang menarik untuk dilakukan, dan itu terutama lebih terasa di dalam aktivitas petualangan. Ayatrohaedi di dalam “Kata, PMPA PAL AW A UNPAD


Nama, dan Makna” xxiii memberi penjelasan mengenai pengetahuan yang mengkaji riwayat atau asal-usul nama tempat, termasuk nama gua. Pengetahuan tersebut lazim disebut dengan istilah toponimi. Melacak identitas gua menjadi salah satu jalan terciptanya interaksi antara kami dan penduduk yang kami sebut sebagai responden. Tidak dapat diketahui secara pasti siapa yang pertama kali menamakan dan sejak kapan “gua itu” dinamakan Gua Babakan, namun setidaknya menurut penuturan warga tempatan sudah sejak tiga generasi mereka mengenal bahwa “gua itu” bernama Gua Babakan. Melalui perbincangan kami mengetahui bahwa “babakan” diartikan sebagai “berada di bawah” atau “terpencil” dan “terpencarpencar”. Sebagian besar warga menyimpan ingatan bahwa dahulu terdapat sebuah permukiman warga di sekitar lokasi mulut gua.Permukiman yang menjadi kampung tersebut dikenal dengan sebutan kampung Babakan. Saat perbincangan dilangsungkan, kampung Babakan sudah tidak ada dan hanya menyisakan cerita. Cerita lain yang diingat secara kolektif oleh warga yaitu ihwal riwayat seorang lelaki tua (kakek) yang tinggal di sekitar mulut Gua Babakan. Dia dikenal sebagai orang sakti dan pandai menyembuhkan berbagai penyakit dengan media penyembuhan menggunakan air dari Gua Babakan. PMPA PAL AW A UNPAD


Selain di sekitar Gua Babakan, kami juga menggali informasi serupa di semua permukiman di sekitar gua. Di Dusun pasanggrahan kami memperoleh cerita lain yang menjadi tambahan informasi. Masyarakat bercerita bahwa dulunya di Dusun Pasanggrahan ada seorang warga yang mendapatkan Penghargaan Kalpataru dari Presiden Soeharto atas jasanya terhadap lingkungan. Beliau membuat saluran irigasi dengan jalan memahat tebing dan menciptakan sebuah lorong yang menembus gunung. Pembuatan lorong ditujukan untuk mengalirkan air dari belakang bukit ke wilayah dusun mereka sehingga warga dapat memanfaatkan aliran air untuk kebutuhan seharihari. Lelaki itu bernama Abdul Rozak. Dia dan dengan bantuan beberapa warga sekitar berhasil membuat perubahan yang bermanfaat untuk sesama. Lorong berdiameter sekitar 2 meter dan panjang Âą50 meter menjadi wujud atas teguhnya tekad. Atas ide yang dinyatakan dengan keras kepala itulah sehingga Abdul Rozak dianugerahi Kalpataru oleh negara. Di dusun ini setidaknya terdapat lima buah gua xxiv yang mulutnya tersebar di areal perkebunan milik warga. Satu di antara lima gua di perkebunan warga dinamai Gua Kerud. Warga memaparkan bahwa Gua Kerud merupakan tempat munculnya macan jadi-jadian yang berasal dari kerajaan Galuh-Pakuan dan merupakan tempat pertemuan

PMPA PAL AW A UNPAD


mahluk-mahluk halus pada setiap malam Jumat Kliwon oleh karena itu tidak banyak warga yang berani menyambangi Gua Kerud tersebut karena takut. Warga juga memaparkan sering terdengar suara gamelan berkumandang di malam hari. Oleh karena itu dinamakan Gua Kerud karena kerud berarti macan jadi-jadian. Mendengarkan berbagai dongeng tutur warga sekitar gua merupakan wisata imajiner yang kerap disepelekan oleh penelusur gua, padahal dari sanalah hubungan yang sehat dan humanis dapat lahir. Di titik ini saya seperti diingatkan kembali pada pesan yang cukup berkesan dari seorang senior ahli pemetaan gua di Indonesia, katanya pada suatu kesempatan, “Mendatangi dan menjalin hubungan dengan masyarakat yang tinggal di sekitar dan atau di dalam kawasan karst, kemudian memberi pengertian pentingnya kawasan karst, mengajari cara-cara pendataan sumber daya karst, serta cara pemetaan, seharusnya WAJIB dilakukan oleh penelusur gua. Boleh karena motif advokasi atau bahwa motif penelusur gua yang sedang minta tolong agar warga juga mengamankan kawasan karst beserta isinya. Motif yang PERTAMA, menjadikan penelusur gua sebagai orang yang mengasihi orang lain. Motif yang KEDUA ini akan membuat sang penelusur gua selalu respek terhadap warga kawasan karst dan bersungguh-sungguh dalam

PMPA PAL AW A UNPAD


menjalin hubungan.� xxv Saya kira hal tersebut benar adanya. Masyarakat adalah sumber pengetahuan. Berbagai wujud kearifan yang mengiringi kehidupan masyarakat memerlukan pembacaan dan dimaknai sebagai pelajaran. Sebagian masyarakat beranggapan bahwa gua memiliki unsur magis. Kita mudah memakluminya. Hal tersebut kiranya berhubungan dengan pandangan masyarakat terhadap gua sebagai tempat pemujaan, tempat meletakkan sesajen, tempat pertapaan,atau kuburan yang dikeramatkan. Di tengah masyarakat ada kepercayaan bahwa gua adalah tempat yang bisa mendatangkan berkah, wangsit, atau menghindar dari musibah, dan lain-lain. Ini adalah sebuah bentuk respons adaptif dari masyarakat setempat dengan pandangan/keyakinan bahwa selain dunia kehidupan manusia terdapat pula dunia kehidupan yang lain (sering dikenal sebagai "dunia gaib"). Dunia lain ini diyakini mempengaruhi dan bahkan mengendalikan atau menentukan kehidupan manusia. Dalam keyakinan ini, mereka mempunyai atau mengembangkan tata-cara untuk berhubungan dengan dunia gaib tersebut dengan "memberi sajen" atau "mengeramatkan"; dan dalam hal ini berada di dunia bawah tanah dan di “alam langit�. Agusyanto (2013) xxvi memberikan ilustrasi yang relevan untuk kasus ini dari kawasan karst Malang Selatan. Ia PMPA PAL AW A UNPAD


menyebutkan bahwa dengan mengeramatkan gua maka penduduk di sana otomatis juga berperan menyelamatkan ekosistem gua, termasuk jutaan kelelawar yang hidup di sana. Masyarakat tidak mungkin berani berburu kelelawar di dalam gua. Mereka memburu satu dua ekor kelelawar yang berada di luar gua dan itu biasanya untuk obat atau kebutuhan lain. Di sana kelelawar sangat membantu menjaga lahan pertanian. Sementara itu, kelelawar memiliki kemampuan makan hingga seperempat berat tubuhnya setiap malam atau mampu melahap 800–1200 ekor serangga per harinya maka ladang atau kebun mereka menjadi jarang diserang oleh hama (anti hama) sebab daya jelajah kelelawar ini mencapai radius kurang lebih sembilan kilometer dari tempat tinggalnya, artinya kelelawar ini memiliki kemungkinan menjaga areal sekitar 255 kilometer persegi dari ancaman hama serangga sehingga petani setempat tidak perlu repot mengeluarkan banyak uang untuk membeli pestisida. xxvii

Tak hanya itu, dengan mengeramatkan tempat-tempat seperti gua, pohon besar dan tua atau tempat-tempat tertentu lainnya, ternyata mereka mampu menjaga kandungan air dalam “dunia lain� (endokarst). Sifat alami batu gamping memiliki kemampuan menyerap dan menyimpan air hujan dalam kurun waktu yang cukup lama. Dari sini, maka konsep "dunia gaib" masyarakat setempat mampu berfungsi praktis menjadikan kawasan karst sebagai pengendali banjir.Ini adalah bentuk PMPA PAL AW A UNPAD


pemahaman masyarakat yang sebenarnya berprinsip pada konsep konservasi yang lazim disebut sebagai konservasi tradisional atau etnokonservasi. *** 5 Pariwisata Bentang Karst

Salah satu rekomendasi yang dihasilkan oleh seminar karst yang diselenggarakan oleh Palawa Unpad, Juni 2012, yaitu pemanfaatan kawasan karst sebagai lokasi tujuan wisata. xxviii Pariwisata yang menonjolkan sisi kawasan karst pernah diulas oleh peneliti bidang Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cahyo Rahmadi. Makalah bertajuk “Potensi karst bukan hanya tambang� xxix berisi bahasan mengenai paradigma pemanfaatan kawasan karst di Indonesia yang hanya sebagai potensi pertambangan. Menurutnya hal tersebut hendaknya mulai diubah oleh pemegang kebijakan. Karst mempunyai potensi lain yang bisa digali untuk dikembangkan. Belajar dari negeri jiran. Laos misalnya. Laporan ekspedisi Palawa Unpad memberi banyak ilustrasi mengenai hal tersebut. Mengelola lingkungan karst dalam paradigma ekowisata dan ekonomi berkelanjutan sudah seharusnya PMPA PAL AW A UNPAD


benar-benar ditinjau dan diperhatikan. Pengelolaan kawasan karst di Ipoh xxx, Malaysia, juga menarik untuk menjadi perbandingan. Perbuktian karst di wilayah Ipoh hingga kini masih terjaga kealamiahannya dan tetap hijau, mengapa bisa demikian? Kesadaran masyarakat terhadap persoalan ini diinisiasi oleh ketegasan dan kebijakan pemerintah sebagai pemegang kekuasaan. Belajar dari Thailand dan Vietnam, pariwisata mereka berkembang pesat karena bisa memanfaatkan kawasan karst sebagai potensi wisata yang tidak ternilai. Turis berbondongbondong ke kawasan karst Phang Nga hanya untuk melihat lokasi shooting James Bond. Selain itu, film Holywood lain seperti “the Beach” yang dibintangi oleh Leonardo De Caprio juga menyuguhkan fenomena alam yang spektakuler sebagai latar. Kerusakan kawasan akibat usaha pertambangan layak untuk disesalkan, “padahal jika kita memanfaatkan keasrian alamnya, salah satunya dengan kegiatan wisata yang berwawasan lingkungan (ekowisata atau geowisata), bukan tidak mungkin kita mendapatkan keuntungan ekonomi yang sama, atau bahkan lebih. Dan yang lebih penting, bisa terus berlanjut dinikmati anak-cucu kita.” Budi Brahmantyo dalam Selamatkan Kawasan Karst Tertua di Citatah. xxxi

PMPA PAL AW A UNPAD


Pengembangan pariwisata gua di Indonesia masih terbelenggu dengan pendekatan pariwisata yang bersifat kodian dan justru menyimpan potensi besar untuk merusak kelestarian gua. Perlu diingat bahwa selain sisi wisata, kawasan karst terutama adalah tandon air yang bernilai penting untuk ekosistem. Penampakan di atas pemukaan tanah yang kering kerontang umumnya berbanding terbalik dengan kondisi di bawah permukaan.Sungai bawah tanah mengalir sepanjang musim.Sungai seperti inilah yang mengaliri, serta menjadi sumber air utama, pertanian di banyak daerah seperti di Khoun Xe, Tasikmalaya, serta Gombong Selatan, dan masih banyak kawasan lainnya. Oki Oktariadi pernah menjelaskan, “Geopark merupakan solusi dari permasalahan-permasalahan pemanfaatan SDA Geologi. Salah satu goal dari geopark antara lain konservasi yang berkelanjutan, meski sebenarnya pengertian konservasi sendiri pada esensinya sudah mengarah pada kesejahteraan masyarakat.� ***

April 2014

PMPA PAL AW A UNPAD


i

R.K.T. Ko

ii

Ayu Wulandari dalam GeoMagz Vol.3 No.4, Des 2013

iii

Arista Muhartanto dalam “Keunikan Kaw Kar st Gn Sewu”, http://www.karyailmiah.trisakti.ac.id/dosen/view/97, lihat juga narasi film kampanye geopar k gn sewu (bage ol, 201 3).

iv

“Pertimbangan Keberadaan Ekosistem Karst dalam Penetapan Zonasi Taman Nasional, disam paikan sebagai m akalah kunci pada seminar “Amazing K arst”. Bogor, 21 November 2009: Lawalata IPB.

v

Workshop “Integrasi Aspe k Kegeologian Dalam Pembangunan Daerah di Jawa B arat” Dinas Pertam bangan dan Energi, Provinsi Jawa Barat , Bandung, 8 Maret 2006 vi

Lihat Hawe Setiawan dalam “Preserving landscape s: Budi Brahmantyo continue s a lineage of scientific art for which West Java’s natural resources have provided the subject”, http://www.insideindonesia.org/fe ature-editions/preservinglandscapes. vii

digelar pada 27 Okt ober 1984

viii

.bisniskeuangan.kompas.com/read/2008/12/08/21055050/Selam atkan.Kawasan.Kar st.Tertua.di.Citat ah.

ix

Bersama tim GeoMagz, B adan Geologi (29 Agustus – 1 September 2013) dan Tim Pengembaraan Palawa Unpad (7-13 November 2013)

x

Tim sejumlah 8 anggot a Palawa Unpad bersam a 5 orang perwakilan dari GeoMagz, B adan Geologi.

PMPA PAL AW A UNPAD


xi

Laporan surveiBersam a tim GeoMagz, B adan Geologi (29 Agustus – 1 September 2013)

xii

Selanjutnya sam pel air yang diam bil diuji di laborat orium ekologi Universitas Padjadjar an yang menghasilkan keluaran berupa inde ks kualitas air.

xiii

Karlina Supeli dalam Pidato Ke budayaan 201 3, disam paikan di Teater Jakarta, komple ks TIM

xiv

Lingkungan geologi adalah segenap bagian kulit bumi yang mempengaruhi secara langsung terhadap kondisi dan keberadaan masyar akat; batuan (termasuk tanah), bentang alam, dan air merupakan faktor geologi yang mendukung keberlanjut an manusia untuk mempertahankan hidup. (Lihat Oki Okt ariadi dan Edi Tarwe di dalam, “Klasifikasi kars untuk kawasan lindung
dan kawasan budi daya: Studi Kasus Kar s Bukit Bulan Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jam bi”,Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 2 No. 1 April 2011: 1 – 19)

xv

Tim sejumlah 11 anggot a Palawa Unpad bersam a 2 or ang perwakilan dari GeoMagz, B adan Geologi.

xvi

Laporan surveiBersam a tim GeoMagz, B adan Geologi (1 - 5 Januari 2014)

xvii

Gua Barat (109O 26’ 09,2’’ BT – 07O 39’ 56,2’’ LS), Gua Macan (109024’BT- 07041’LS), dan Gua Surupan (109O 23’ 58,6’’ BT – 07O 45’ 05,3’’ LS). xviii

Samodra, Hanang. 2001. Nilai Strategis Kawasan Kars di Indonesia, Pengelolaan dan Perlindungannya. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Ge ologi. Lihat juga, “Penelusur an Potensi Ar keologis di Kawasan Karst Gombong Selatan” dalam Humaniora Vol 17 No.2 Juni 2005

PMPA PAL AW A UNPAD


xix

Di dalam berita berjudul, “Penam bangan K arst Gom bong Ancam Gua Penye dia Air”, Thom as Suryono, salah seorang peneliti gua dari Acintyacunyata S peleological Club Yogyakarta (ASC Yogyakarta), membuat pernyat aan terkait rencana beroperasinya pabrik semen di Gombong.

xx

http://tolaktam bang.blogspot.com /2013/11/kompas-131113kawasan-karts-semestinya.html

xxi

“Wisata Alternatif di Kawasan Ekokarst”, Pikiran Rakyat Sabtu 30 April 2005 xxii

Di antar anya Thomas Suryono, Sunu Widjanarko, dan Budi Brahmantyo sebagaim ana terkutip di at as.

xxiii

Toponimi Indonesia Sejarah Budaya Bangsa yang panjang dari Permukiman Manusia dan Tertib Administrasi, Jacub Rais, et.al., Pradnya Paramita, Jakarta, 2008 xxiv

Gua Kerud, Gua Lalay, Gua Liang K alajengking, Gua Pasanggrahan 1, dan Gua Pasanggr ahan 2

xxv

Pak Sunu Widjanarko, 5 Januari 2014

xxvi

Budaya Sontoloyo Matahari itu Berkah Atau Kutukan (Institut Antropologi Indonesia, 2013)

xxvii

Budaya Sontoloyo Matahari itu Berkah Atau Kutukan (Institut Antropologi Indonesia, 2013: 62)

xxviii

Lihat esai Stefanus di Kompas, Juni 2012.

PMPA PAL AW A UNPAD


xxix

“Karst, dilema pem anfaat an lahan”, http://biot agua.org/2011/07/01/dilem a-karst /

xxx

“Selamatkan K arst tertua di Citat ah”, http://bisniskeuangan.kompas.com /read/2008/12/08/21055050/Sel amatkan.K awasan.K arst.Tertua.di.Cit atah. xxxi

http://bisniskeuangan.kompas.com /read/2008/12/08/21055050/Sel amatkan.K awasan.K arst.Tertua.di.Cit atah.

PMPA PAL AW A UNPAD


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.