Majalah SUARA KPU RI edisi X

Page 1

HUSNI KAMIL MANIK DAN PENGUATAN MUTU DEMOKRASI INDONESIA

JURI ARDIANTORO TERPILIH JADI KETUA KPU DEFINITIF

PENYEMPURNAAN MEKANISME PENCALONAN

EDISI X

K

O

M

I

S

I

P

E

M

I

L

I

H

A

N

U

J ULI - AGUSTUS 2016

M

U

M

M E N JAG A H A K R A K YAT B E R S UA R A DA L A M P E M I LU

KEPERGIAN SANG BINTANG PENEGAK DEMOKRASI IN MEMORIAM ALMARHUM HUSNI KAMIL MANIK, KETUA KPU RI 2012-2016



DAFTAR ISI

SUARA KPU JULI-AGUSTUS 2016

10

5 Suara Utama KEPERGIAN SANG BINTANG PENEGAK DEMOKRASI

10 Suara Pakar

HUSNI KAMIL MANIK DAN PENGUATAN MUTU DEMOKRASI INDONESIA

22 Suara Imam Bonjol

JURI ARDIANTORO TERPILIH JADI KETUA KPU DEFINITIF

34 Suara Regulasi

Titi Anggraini, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)

PENYEMPURNAAN MEKANISME PENCALONAN

22

38 Kamus Pemilu

40 Suara Galeri

53 Suara Daerah

RIBUAN CALON PPS ACEH TIMUR IKUTI UJIAN TULIS

54 Suara Sosok

JURI ARDIANTORO, M. SI, KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM (KPU) RI

60 Suara Pilkada

JALAN BERLIKU FINALISASI REGULASI

66 Pemilu On Twitter

Juri Ardiantoro Terpilih Jadi Ketua KPU Definitif

53

69 KPU Menjawab

70 Serba Serbi

Ribuan Calon PPS Aceh Timur Ikuti Ujian Tulis

JALAN BERLIKU FINALISASI REGULASI

72 Suara Selebriti CITRA KIRANA, MIMPI LIBURAN KE EROPA 75 Suara Pustaka

TERAMPIL DALAM PARTISIPASI PEMILU

76 Suara Publik

CALON PERSEORANGAN VS CALON PARTAI POLITIK

78 Refleksi

CALON PERSEORANGAN VS CALON PARTAI POLITIK

72 Citra Kirana

Juli-Agustus 2016 SUARA KPU

3


SUARA REDAKSI

KPU BERDUKA PENGARAH Husni Kamil Manik Sigit Pamungkas Ida Budhianti Arief Budiman Ferry Kurnia Rizkiyansyah Hadar Nafis Gumay Juri Ardiantoro PENANGGUNG JAWAB Arief Rahman Hakim PENASIHAT Sigit Joyowardono Supriatna PEMIMPIN REDAKSI Robby Leo Agust WAKIL PEMIMPIN REDAKSI Wawan K. Setyawan REDAKTUR PELAKSANA Ajeng Ayu EDITOR Trio Jenifran Muhammad Faatihul H. REPORTER MS Wibowo Risky Adi Pamungkas Rikky Affandi KONTRIBUTOR Rita Purwati, Sumantri, Asmi Septanti, Intan Rizkika, FOTOGRAFER Dody Husein Ujang Sofyan DESAIN GRAFIS/ LAYOUT/ARTISTIK Chomar Satrio Mahadi Rudi Kristianto Arif Priyo Susanto DISTRIBUTOR Tunjung Yulianto ALAMAT REDAKSI Biro Teknis & Hupmas Telp: 021-31937223 Website: www.kpu.go.id Twitter: @KPURI2016 Page Facebook: KPU Republik Indonesia Youtube Channel: KPU RI

4

SUARA KPU Juli-Agustus 2016

B

ulan Juli 2016 merupakan masa-masa kelabu bagi Komisi pemilihan Umum (KPU). Saat tengah bersukacita menyambut Hari Lebaran, kabar duka da­ tang menusuk dada. Ketua KPU RI, Husni Ka­mil Manik, dipanggil menghadap Yang Maha Kuasa. Pemimpin yang tenang, teduh na­mun tegas menjaga integritas, telah pergi mendahului kami semua. Tidak hanya KPU yang berduka, tetapi segenap bangsa Indonesia ikut bersedih. Husni adalah tokoh besar, seorang panutan, pemimpin muda yang berhasil mengawal demokrasi di negeri ini. Negara ini kehilangan salah seorang anak bangsa terbaiknya. Husni meninggalkan satu orang istri, Endang Mulyani dan tiga orang anak ini, me­ nu­tup usia saat menjalani perawatan Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta, lantaran mengalami infeksi sistemik akut akibat penyakit diabetes. Terakhir diketahui kadar gula darah Husni sudah mencapai 400 mg/dl. Seakan tidak cukup, kesedihan keluarga dan kolega yang baru saja kehilangan orang tercinta, semakin bertambah dengan merebaknya sebuah kabar bohong yang tidak bertanggungjawab dan menjadi viral di media

sosial. Kabar tersebut menyebutkan Husni meninggal dunia akibat diracun. Isu itu bermula dari tulisan yang diunggah Ketua Umum Muballigh se-Indonesia Ali Mochtar Ngabalin, di jejaring sosial. Ngabalin yang juga politikus Partai Golkar ini curiga Husni meninggal dunia bukan karena sakit, melainkan diduga diracun. Kecurigaan itu muncul setelah menyaksikan wajah almarhum saat melayat ke rumah duka. Karena itu ia menyarankan agar jenazah Husni segera diotopsi. Hal tersebut dibantah pihak keluarga dan menentang dilakukannya otopsi. Kakak kandungnya, Muhammad Arfanuddin Manik, mengatakan menurut dokter, wajah almarhum yang memerah itu disebabkan infeksi. Menurutnya, Husni sudah lama mengidap diabetes. Almarhum juga memiliki bisul, abses, yang baru diketahui saat pemeriksaan di rumah sakit. Peradangan inilah yang diduga menyebabkan infeksi semakin cepat menyebar melalui darah. Bagaimanapun, keluarga sudah ikhlas dengan kepergian almarhum. Biarkan dia tenang di sana. Semoga Yang Maha Kuasa menerima dan menempatkannya di tempat yang terbaik.


SUARA UTAMA

KEPERGIAN SANG BINTANG PENEGAK DEMOKRASI Indonesia kembali berduka karena kehilangan salah seorang tokoh pemimpinnya. Kamis (7/7), Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Husni Kamil Manik, meninggal pada usia 41 tahun. Di masa hidupnya, ia banyak berbuat untuk kemajuan dunia kepemiluan, sehingga demokrasi di negeri ini menuju ke arah yang lebih baik.

A

lmarhum adalah sosok yang arif dan tenang. Sukses politik dan demokrasi di dalam be­be­r apa ta­ hun terakhir salah satunya berkat tangan dingin almarhum dengan jajarannya. Itu­ lah kenangan indah kita semua,” ungkap Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), mantan presiden RI. Menurut SBY, Husni merupakan pribadi yang baik, tenang dan cakap dalam memimpin. Ia juga tegar dan tidak mudah tergoyahkan oleh tekanan yang datang. “Menghadapi berbagai permasalahan, te­k anan kanan-kiri, beliau selalu tegar, bersikap independen dan netral, tidak berpihak,” kenangnya.

Hal yang sama diungkapkan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) saat mendengar kabar wa­fatnya Husni. “Beliau bekerja sangat baik da­lam tugasnya sebagai ketua KPU yang mem­persiapkan pelaksanaan pilkada dan pe­milu. Pekerja keras dan berdedikasi dalam tugas yang diembannya,” kata dia. Di samping itu, Jokowi juga merasakan sisi kepribadian tokoh peraih Tanda Kehormatan Bintang Penegak Demokrasi itu, sederhana dan rendah hati. “Beliau so­sok sederhana dan berintegritas tinggi,” tam­ bahnya. Mantan komisioner KPU Sumatera Barat ini adalah sosok pimpinan yang memiliki pembawaan tenang, sabar, dan tak pernah terpancing amarah orang lain.

Di bawah kepemimpinannya, KPU men­jadi lembaga yang juga ”rendah hati”, kalem, dan mau mendengar suara berbagai pihak. Karena itulah, bersama dengan kolega dan jajarannya di KPU, pria kelahiran Medan, 18 Juli 1975, ini meraih sejumlah penghargaan, di antaranya The Guardian of Democracy 2014 dari Soegeng Sarjadi School of Government, Transparansi dan Akuntabilitas Data Pemilu 2014 dari Lembaga Partnership for Governance Reform (Kemitraan), Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai penyelenggara pemilu dengan peserta terbanyak di dunia, dan Tokoh Publik Pilihan 2014 dari Serikat Perusahaan Pers (SPS). Juli-Agustus 2016 SUARA KPU

5


S UA R A U TA M A

Pemberian Bintang Penegak Demokrasi

INFEKSI SISTEMIK AKUT Kabar meninggalnya Husni memang cukup mengejutkan. Bak petir di siang bolong, kabar duka itu menyeruak di tengah hiruk pikuknya perayaan lebaran Idul Fitri 1438 H. Tepatnya pada malam kedua lebaran pukul 21.07 WIB. Pasalnya, selama ini tak ada kabar sakit, atau tanda-tanda Husni memiliki gangguan kesehatan. Ia tak pernah mengeluh sakit kepada teman dan koleganya. “Tidak menyangka saja, serasa tak percaya. Kemarin masih sempat bertemu dan wawancara doorstop pas RDP (rapat dengar pendapat) di DPR,” ungkap Khalisah, wartawan salah satu media di Jakarta, saat melakukan peliputan pada upacara pemakaman. Alumni Universitas Andalas ini menutup usia saat menjalani perawatan Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta, lantaran mengalami infeksi sistemik akut akibat penyakit diabetes. Terakhir diketahui kadar gula darah Husni sudah mencapai 400 mg/dl. Kakak kandungnya, Muhammad Ar­fanuddin Manik, mengatakan Hus­ ni sudah lama mengidap diabetes. Al­

6

SUARA KPU Juli-Agustus 2016

Dia pekerja keras, masih muda dan cemerlang. Dia sangat profesional, kepalanya dingin, sangat rasional, dan tenang tapi komunikatif. Hampir tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan dengan baik. mar­hum juga memiliki bisul, abses, yang baru diketahui saat pemeriksaan di rumah sakit. Peradangan inilah yang diduga menyebabkan infeksi semakin cepat menyebar melalui darah. Husni meninggalkan satu orang istri, Endang Mulyani dan tiga orang anak ini, diantarkan puluhan kerabat dan rekannya menuju tempat peristirahatan terakhirnya di Blad 52 Blok AA II Unit Islam Tempat Pemakaman Umum Jeruk Purut, Jakarta Selatan, pada Jumat (8/7).

Beberapa tokoh nasional tampak hadir dalam proses pemakaman, antara lain Ketua Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshidiqie, Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay, dan Ustad Yusuf Mansyur. Sebelumnya, pada upacara penghormatan terakhir kepada almarhum di rumah duka, kompleks rumah dinas KPU RI, Jl. Siaga Raya, Pejaten, Jakarta Selatan, terlihat Presiden SBY, Mantan Kapolri Badrodin Haiti, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Muhammad, Wakil Ketua Komisi II DPR Almuzammil Yusuf, Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan dan Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan, Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin, Politisi PAN Hatta Rajasa, Politisi PKS Hidayat Nurwahid serta sejumlah pengamat pemilu dan politik yaitu Nico Harjanto, Siti Zuhro dan lainnya. “Husni Kamil Manik seorang tokoh muda yang sangat berpotensi, dalam keadaan sulit apapun tetap dapat menyelesaikannya dengan tenang. Kita membutuhkan tokoh-


tokoh muda seperti almarhum,” kata Hatta Rajasa. “Beliau sosok yang baik. Pengalaman kita bermitra dalam pemilu, pilkada, jadi hu­bungan KPU dan kepolisian cukup erat da­lam rangka menyukseskan pelaksanaan pil­k ada maupun pemilu,” ungkap Badrotin Haiti. “Dia pekerja keras, masih muda dan cemerlang. Dia sangat profesional, kepalanya dingin, sangat rasional, dan tenang tapi komunikatif. Hampir tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan dengan baik,” kata Jimly. “Saya merasa bangga bangsa kita mempunyai seorang tokoh penyelenggara pemilu seperti Husni Kamil Manik. Berkat jasa dan pengabdian almarhum ini, tentu bersama-sama komisioner yang lain, Pemilu 2014 dan Pilkada Serentak 2015 itu bisa berjalan dengan sukses,” sebutnya.

PENYEIMBANG KOMISIONER Ketua Definitif KPU RI, Juri Ardiantoro, mewakili komisioner dan jajaran KPU, menyampaikan belasungkawa sedalamdalamnya, serta mengucapkan terimakasih setinggi-tingginya atas pengabdian almarhum sepanjang hayatnya. “Sebagai ketua KPU, beliau telah bersama-sama dengan kami menjaga kekompakan dalam bekerja. Beliau telah menjadi penyeimbang dari seluruh apa yang menjadi perdebatan diskusi, pendapat, dan seluruh pemikiran-pemikiran di KPU,” ujar Juri. Menurut Juri, Husni adalah pribadi baik, profesional dan bertanggung jawab. Ia adalah orang yang sangat kuat menjaga prinsip dan integritas untuk menjaga kemandirian KPU.“Alhamdulillah, berbagai hal yang baik selama ini bisa kami laksanakan dan mudah-mudahan menjadi dasar, langkah awal untuk memperbaiki KPU sebagai lembaga penyelenggara yang profesional dan independen,” imbuhnya. Husni memang telah pergi, namun hasil kerja keras dan pengabdiannya, harus tetap dilanjutkan demi keberlangsungan demokrasi yang lebih baik di masa yang akan datang. Selamat jalan Husni… (Didi/Bow/Rio)

Sarjana Pertanian di Pucuk Pimpinan KPU

H

usni Kamil Manik, lahir di Ko­ ta Medan, 18 Juli 1975 dari pa­ sangan Abdul Malik Manik dan Nur­l iani Siregar. Ia merupakan anak ke-4 dari delapan orang bersaudara. Husni menghabiskan masa kecilnya di Kota Kabanjahe, berjarak sekitar 75 kilometer dari pusat Kota Medan dan 10 kilometer dari Kota Brastagi yang berhawa sejuk dengan panorama dua gunung berapi yang masih aktif, Gunung Sinabung dan Gubung Sibayak. Orangtua Husni pindah dari Kota Me­ dan ke Kabanjahe karena ayahnya men­ dapat tugas sebagai guru di salah satu sekolah menengah di kota itu. Husni ber­ sekolah di SDN 04 Kabanjahe dan pada saat bersamaan didaftarkan pada Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA). Pagi hingga siang hari Husni belajar pengetahuan umum, sorenya belajar ilmu agama di MDA. “Awalnya orangtua berkeinginan saya masuk Madrasah Ibtidaiyah agar pendidikan umum dan agama bisa didapatkan pada satu sekolah, tapi di Kabanjahe sekolah tersebut belum ada,” ujar Husni suatu ketika. Husni dibesarkan di lingkungan keluarga yang religius. Ayahnya, selain merupakan guru sekolah menengah juga merupakan pendakwah di Kota Kabanjahe dengan basis organisasi keagamaan Nahdlatul Ulama (NU). Sejak kecil, ayah dan ibunya menekankan pentingnya keseimbangan pendidikan umum dan agama. Karena itu, Husni dan saudaranya yang lain diwajibkan masuk sekolah madrasah. “Saya sebetulnya ingin masuk SMP, tapi orangtua menyakinkan saya pendidikan di madrasah dapat menghantarkan dalam mewujudkan cita-cita,” ujarnya. Kemerdekaan untuk memilih sekolah baru diberikan orangtua Husni setelah mereka lepas dari Madrasah Aliyah. “Dalam fase itu, ayah sudah menganggap kami dewasa. Berbeda dengan waktu SD, MTsN dan Aliyah, ayah tidak pernah mengajak

kami dialog soal pendidikan,” ujarnya. Ketika Husni akhirnya memilih melanjutkan studi ke Fakultas Pertanian Universitas Andalas, kedua orangtuanya me­ lepasnya dengan ikhlas untuk menentukan masa depan sendiri. “Sejak awal saya bercitacita menjadi insinyur pertanian dan bekerja sebagai manajer kebun,” ujarnya. Dunia kampus ternyata tidak berjalan linier sesuai logika awal Husni ketika menginjakkan kaki di kampus Unand, Limau Manis, Kota Padang. Naluri berorganisasinya yang sudah terbentuk di Madrasah Aliyah mendorongnya masuk ke dalam berbagai organisasi kemahasiswaan. Tempatnya ngekos di Islamic Center yang berada di bawah binaan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Sumatera Barat dan banyak dihuni aktivis Pelajar Islam In­ donesia (PII) serta Himpunan Mahasiswa Is­ lam (HMI) turut mematangkan pemahaman Husni akan Keislaman dan keorganisasian. Alhasil Husni terjun ke berbagai organisasi baik intra maupun ekstra kampus. Di intra kampus, Husni aktif di Koperasi Mahasiswa dan senat mahasiswa. Semasa organisasi intra kampus bernama senat mahasiswa, Husni menjabat sebagai Sekretaris Jenderal (sekjen) Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT) periode 19971998. Ketika organisasi mahasiswa berubah menjadi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Husni dipercaya sebagai Presiden Mahasiswa periode 1998-1999. Sementara di ektra kampus, Husni aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan mengikuti pengkaderan sampai jenjang intermediate training atau latihan kader tingkat II. Terakhir Husni menjabat sebagai fungsionaris PB HMI periode 2002-2003. Persinggungan Husni dengan dunia kepemiluan dimulai ketika mahasiswa turun ke jalan pada tahun 1998 untuk menuntut Soeharto mundur. Sebagai Sekjen SMPT Universitas Andalas, kampus terbesar di Sumatera Barat, Husni terlibat dan menjadi Juli-Agustus 2016 SUARA KPU

7


S UA R A PA K A R

salah satu pemimpin gerakan reformasi di Sumbar. Setelah Soeharto turun dan Pemerintahan BJ Habibie mengagendakan percepatan pemilihan umum (pemilu) pada tahun 1999, Husni bersama rekan-rekannya di kampus berkomitmen mengawal penyelenggaraan pemilu agar berlangsung jujur, adil dan demokratis. Husni bersama rekan-rekannya kemudian membentuk Aliansi Pemantau Pemilu Independen (APPI) yang memfokuskan kegiatannya pada pendidikan pemilih. Kabupaten Pesisis Selatan mereka pilih sebagai basis kegiatan. Selain melakukan pendidikan pemilih, BEM Unand di bawah kepemimpinan Husni juga menggagas dialog akademis dengan 48 partai politik peserta pemilu dan debat bakal calon Presiden. Kegiatan tersebut terselenggara dengan partisipasi yang tinggi dari kehadiran partai politik dan mahasiswa. Meski sudah terlibat sangat dalam di dunia organisasi dan kepemiluan, Husni tak melupakan keinginannya untuk menggeluti dunia pertanian. Selepas tamat kuliah di Universitas Andalas, Husni bekerja sebagai konsultan Kelembagaan Manajemen Irigasi. Namun takdir berbicara lain. Husni yang saat itu masih bekerja sebagai konsultan irigasi diminta datang ke kampus oleh temannya untuk membantu temannya yang terancam drop out (DO). Ketika sampai di kampus, ternyata rektor saat itu Prof Marlis Rahman juga tengah mencarinya. “Pak rektor bilang ke saya. Kamu harus ikut seleksi KPU. Itu lembaga strategis. Kalau mau melakukan perbaikan harus dari dalam,” ujar Husni menirukan ucapan rektornya. Husni yang telah berencana mengakhiri aktivitasnya di konsultan irigasi dan akan melanjutkan pendidikan ke jenjang strata 2, akhirnya tak bisa mengelak. Ia pun mengikuti seleksi KPU pada tahun 2003 dan terpilih menjadi anggota KPU provinsi di usia 28 tahun. Usia yang tergolong muda untuk memimpin organisasi penyelenggara pemilu di level provinsi. Pada periode berikutnya, Husni kembali terpilih sebagai anggota. Pada periode kedua inilah Husni bertemu dengan labuhan hatinya, Endang Mulyani. Saat itu Endang menjabat sebagai Ketua KPU

8

SUARA KPU Juli-Agustus 2016

Pengibaran bendera setengah tiang, atas wafatnya Ketua KPU RI Husni Kamil Manik

Kota Padang. Interaksi yang terus menerus di antara keduanya akhirnya berujung ke pelaminan. Husni mempersunting Endang pada 29 Juli 2004 lalu. Menjelang berakhirnya masa jabatan Husni di KPU Provinsi Sumbar pada periode kedua, ia mencoba peruntungan ikut bertarung di KPU RI. Husni merasa tak elok tetap berada di KPU provinsi. Setelah melalui serangkaian seleksi, Husni akhirnya terpilih sebagai anggota KPU RI dengan perolehan 39 suara di Komisi II DPR. Di luar dugaan, Husni juga terpilih menjadi ketua KPU RI periode 2012-2017 secara aklamasi. Soal itu, ketika diwawancara sejumlah wartawan, Husni mengaku kaget karena namanya tidak pernah disebut sebagai kandidat ketua KPU. Jadilah Husni sebagai pimpinan lembaga negara termuda di Indonesia pada usia 36 tahun, 9 bulan. Di era kepemimpinan Husni, KPU mendapat apresiasi yang positif dari masyarakat. Tingkat kepercayaan publik

pada penyelenggaraan pemilu 2014, rata-rata berada di atas 79 persen. Hal itu tak lepas dari terobosan KPU untuk membuka proses dan hasil pemilu kepada publik melalui aplikasi scan C1. Untuk pertama kalinya dalam sejarah kepemiluan di Indonesia, publik dapat mengakses hasil penghitungan perolehan suara pemilu dengan basis data hasil penghitungan perolehan suara di tempat pemungutan suara (TPS). Atas berbagai terobosan itu, Husni di­ anugerahi sejumlah penghargaan se­perti Anugerah “Democracy Award” da­ri Portal Berita Rakyat Online 2013, penghargaan Tokoh Publik Pilihan Serikat Perisahaan Pers (SPS) 2014, Penghargaan ICON PEMILU 2014 dari majalah Gatra, Peng­har­gaan Best Individual Achiever Minister in 100 Days, Obsession Awards 2015 dan pun­caknya Husni mendapat Bintang Tanda Ja­sa “Penegak Demokrasi Utama” dari Pe­merintah Republik Indonesia pada13 Agustus 2015. (Geb)


PEMAKAMAN DI JERUK PURUT, 7 JULI 2016

Juli-Agustus 2016 SUARA KPU

9


SUARA PAKAR

Husni Kamil Manik dan Penguatan Mutu Demokrasi Indonesia Kamis, 7 Juli 2016 di tengah suka ria perayaan Idul Fitri 1437H, kabar duka menghentak Indonesia. Husni Kamil Manik, ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) diberitakan meninggal dunia di Rumah Sakit Pusat Pertamina, setelah dirawat intensif sejak sehari sebelumnya. TITI ANGGRAINI Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)

10

SUARA KPU Juli-Agustus 2016

I

ni sebuah kehilangan besar tidak hanya bagi komunitas politik dan demokrasi, tapi juga bagi Indonesia sebagai sebuah bangsa. Husni, sosok yang intensif menghiasi media massa selama kurun Pemilu 2014 dan Pilkada Serentak 2015 dengan pembawaannya yang tenang, lihai mengelola emosi, namun tetap tegas mengendalikan situasi. Dengan gaya khasnya tersebut, ia meninggalkan kesan mendalam bagi publik Indonesia. Apalagi Husni terhitung masih sangat muda. Ia pergi dalam usia baru 41 tahun, ketika masih sangat produktif berkontribusi bagi demokrasi sebagai penyelenggara pemilu. Banyak pihak merasa tak percaya dengan kepergiannya yang terasa begitu mendadak. Tak mengeherankan, mengingat Husni adalah sosok yang sangat bersabahat dengan mitra-mitranya baik sesama penyelenggara, peserta pemilu, media massa, maupun organisasi masyarakat sipil. Di lingkunan kami, pegiat organisasi pemantau pemilu, ia dikenal sebagai sosok yang senang berdiskusi, terbuka, dan siap berdialog dengan siapa saja. Karakternya yang terbuka sungguh sejalan dengan citra


dan kiprah lembaga yang dipimpinnya, yang banyak memelopori dan jadi pionir keterbukaan data dan informasi kepemiluan. KPU di bawah kepemimpinan Husni melahirkan banyak inovasi penyelenggaraan pemilu yang tak hanya jadi contoh bagi kementerian dan lembaga pemerintah di dalam negeri, tapi juga jadi inspirasi untuk penyelenggara pemilu di kancah internasional.

MENGHAPUS STIGMA KPU di periode Husni (2012-2017) me­ mang menghapus banyak stigma pemilu In­donesia sebelumnya, soal ketertutupan dan ketiadaan data, pendekatan yang elitis dan eksklusif, maupun manipulasi dan ke­ curangan penyelenggaraan tahapan pemilu. Beragam terobosan hadir dan lahir di bawah kepemimpinan Husni. Mulai dari penggunaan teknologi secara masif untuk memperbaiki kualitas penyelenggaraan tahapan pemilu, misalnya dengan membangun sistem database daftar pemilih online yang accessible bagi semua warga negara (Sidalih), membuat sistem pemantauan distribusi logistik secara online (Silog), sampai ke sistem pemindaian (scanning) dan pengunggahan hasil penghitungan suara di tempat pemungutan suara (berupa Formulir C-1) ke server nasional KPU yang bisa diakses publik (Situng). Husni dan koleganya di KPU juga giat membangun budaya inklusif dan partisipatif dalam pembuatan kebijakan di lingkungan KPU. Hampir semua peraturan yang dikeluarkan KPU melalui tahapan konsultasi publik dengan para pemangku kepentingan, meski keputusan mandiri tetap berada di tangan KPU. Tapi ruang publik untuk menyampaikan gagasan dan opininya menyangkut penyelenggaraan pemilu sungguh di fasilitasi. Terjadi komunikasi dua arah yang setara antara KPU dengan para pemangku kepentingan pemilu. Tak heran jika KPU periode ini melahirkan banyak terobosan hukum yang positif bagi penguatan mutu demokrasi Indonesia. Sebut saja Peraturan KPU No. 7 Tahun 2013 tentang pencalonan, yang mewajibkan keterpenuhan keterwakilan

KPU di bawah kepemimpinan Husni melahirkan banyak inovasi penyelenggaraan pemilu yang tak hanya jadi contoh bagi kementerian dan lembaga pemerintah di dalam negeri, tapi juga jadi inspirasi untuk penyelenggara pemilu di kancah internasional.

sekurang-kurangnya 30% perempuan di setiap daerah pemilihan DPR maupun DPRD. Ketentuan ini berimplikasi tegas berupa sanksi administrasi pembatalan sebagai peserta pemilu bagi partai po­litik di daerah pemilihan yang tidak me­me­ nuhi syarat keterwakilan perempuan se­ bagaimana dimaksud. Alhasil untuk pertama kali dalam pemilu Indonesia, jumlah perempuan di daftar calon anggota DPR dan DPRD mencapai lebih dari 35%. Meski angka keterpilihan masih berada di bawah 20%, namun lebih banyak perempuan yang hadir dan terlibat dalam aktivitas politik pemilu secara aktif. Selain itu, kualitas partisipasi publik dalam penyelenggaraan pemilu juga menguat sebagai dampak iklim keterbukaan yang dibangun KPU. Dengan inisiatif KPU mengunggah curriculum vitae calon anggota DPR dan DPRD di portal resmi KPU dan KPU daerah, berbagai kreativitas partisipasi bisa dimunculkan. Misalnya saja Komunitas Relawan Jari Ungu yang mem­ buat aplikasi online berupa website untuk mengenali dan menelusuri rekam jajak para calon berdasarkan data CV yang diunggah di www.kpu.go.id. Jari Ungu bahkan dinobatkan sebagai salah satu people of the year 2014 Majalah Tempo karena dianggap sukses membangun kerelawanan warga

untuk terlibat aktif dalam mencermati para calon wakil rakyat di Pemilu 2014. Perludem juga memanfaatkan secara optimal keterbukaan KPU ini dengan meng­g unakan data yang diunggah di portal resmi KPU (data pemilih, data daerah pe­ milihan serta desain surat suara, data ca­ lon, informasi dana kampanye, serta hasil pemungutan dan penghitungan suara) se­bagai basis pembuatan berbagai aplikasi pemilu yang digunakan sebagai medium un­t uk pendidikan dan informasi pemilih. Pada pemilu legislatif dan Pemilu Presiden 2014, tercatat sekurangnya 60 aplikasi pendidikan pemilih dan in­ formasi pemilu telah Perludem hasilkan bekerjasama dengan komunitas developer dan programmer IT Indonesia. Kondisi ini membuat pemilu menjadi lebih “manusiawi”. Pemilu tidak hanya menarik dan enak dinikmati para aktor politik, tapi pe­m ilu juga bisa merangkul kelompok yang selama ini dianggap apolitis dan jauh dari jangkauan aktivitas demokrasi. Pesatnya perkembangan teknologi komunikasi dan informasi dimanfaatkan betul oleh KPU untuk lebih optimal melayani pemilih dalam menggunakan hak pilihnya. Untuk pertama kali dalam sejarah pemilu Indonesia pemilih bisa mengecek namanya terdaftar atau tidak secara online dengan mengklik portaldata.kpu.go.id. Portal ini memberikan informasi mulai dari daftar penduduk potensial pemilih pemilu (DP4), daftar pemilih sementara (DPS), sampai daftar pemilih tetap (DPT). Tercatat pada Pilpres 2014 ada lebih dari 190 juta pemilih masuk dalam DPT. Jumlah itu menjadikan KPU sebagai pemilik database pemilih online terbesar di dunia (Peter Erben, 2014). Selain itu, karena besarnya pemilih yang dikelola, pemilu Indonesia menjadi pemilu satu hari terbesar di dunia mengalahan negara adidaya Amerika Serikat. Menjelang kepergiannya, Husni Kamil dalam cuitannya di Twitter sempat menanggapi rumor yang dikembangkan netizen soal IT KPU. Husni menyatakan IT KPU siap diaudit. Hal itu disebabkan adanya hacker yang bisa meretas email gratisan salah satu komisioner KPU. Juli-Agustus 2016 SUARA KPU

11


S UA R A PA K A R

Si hacker mengklaim menemukan link dropbox yang berisi password semua akun komisioner dan petugas KPU yang bisa mengakses Sidalih KPU. Hacker itu lalu membangun opini bahwa database KPU sangat rentan manipulasi dan bisa digunakan untuk melakukan kecurangan dalam rangka memenangkan salah satu calon presiden. Sayangnya, kegagalan terbesar si hacker, ia tidak mampu membuktikan ba­g ian mana manipulasi dan kecurangan itu dilakukan. Mengingat data pemilih me­ ru­pakan data yang terbuka dan dibuka un­t uk publik, bisa diakses siapa saja, serta dimiliki salinannya oleh peserta pemilu secara berjenjang mulai dari TPS sampai ke tingkat nasional. Kalau peserta pemilu men­jalankan kontrol maksimal, akan sangat mudah mengidentifikasi kecurangan dan manipulasi yang dilakukan atas data pemilih. Alih-alih mengungkap fakta, si hacker lebih fokus membangun konspirasi soal kecurangan hasil pemilu presiden. Sebuah kesimpulan yang prematur dan dipaksakan. Tak heran kalau Husni menjawab rumor soal IT KPU ini dengan tantangan balik untuk melakukan audit terbuka. Meski demikian, KPU tetap harus mengambil pembelajaran atas diretasnya email komisioner KPU oleh KPU harus terus meningkatkan keamanan sistem IT yang digunakannya agar legitimasi dan kepercayaan publik semakin menguat.

KETERBUKAAN DAN TRANSPARANSI Legitimasi dan kepercayaan publik bisa menguat kalau keterbukaan dan transparasi penyelenggaraan pemilu bisa dibangun sedemikian rupa sebagai etos kerja tak terpisah penyelenggara pemilu. Etos kerja terbuka dan transparan ini mulai mejadi ciri khas KPU di bawah kepemimpinan Husni Kamil Manik. UU Pemilu Indonesia menyebutkan penghitungan dan rekapitulasi suara dilakukan secara manual dan berjenjang, mulai dari tingkat TPS, desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, sampai tingkat nasional. Proses penghitungan manual dan

12

SUARA KPU Juli-Agustus 2016

berjenjang ini pada pemilu legislatif bisa memakan waktu kurang lebih satu bulan. Sedangkan pemilu presiden paling cepat dua minggu. Karena panjangnya proses, tahapan rekapitulasi suara menjadi rentan kecurangan dan manipulasi. Untuk itu, KPU berusaha melakukan inovasi agar pemilih bisa ikut mengawasi kebenaran hasil pemilu dan mencegah manipulasi. Pemungutan dan penghitungan suara di TPS Indonesia disebut banyak ahli pemilu internasional sebagai proses paling terbuka dan akuntabel di dunia. TPS dibuat terbuka sehingga bisa dilihat langsung warga, penghitungan suaranya pun dilakukan dengan cara mengkonfirmasi keabsahan hasil pilihan di surat suara satu persatu kepada perwakilan partai dan pengawas pemilu.

Pemilu 2014 dan Pilkada Serentak 2015 disebut sebagai pemilu paling terbuka dan transparan dalam sejarah perjalanan demokrasi Indonesia.

Maka, jadi penting bagi warga untuk mengawal kemurnian hasil di TPS sampai ke tahap akhir rekapitulasi. Pertimbangan itu melatari KPU untuk membuat aplikasi Situng yang memindai seluruh hasil pemungutan dan penghitungan suara di TPS (yang dituangkan dalam Formulir C-1), untuk selanjutnya dipublikasikan di portal pemilu2014.kpu.go.id untuk Pemilu Legislatif 2014, pilpres2014.kpu.go.id untuk Pemilu Presiden2014, dan pilkada2015.kpu. go.id untuk Pilkada Serentak 2015. Pada pemilu legislatif dan Pilpres 2014, KPU memang belum melakukan rekapitulasi atas dokumen C-1 yang diunggah tersebut. Na­mun hal itulah yang kemudian memicu lahirnya gerakan kerelawanan Kawal Pemilu

me­lalui platform kawalpemilu.org yang secara partikelir merekap hasil dari setiap TPS sambil memeriksa ulang akurasi hasil peng­h itungan yang telah dilakukan petugas TPS. Jika ditemui kesalahan penghitungan mereka langsung melaporkan kepada help desk KPU RI untuk dilakukan pengecekan dan koreksi. Ikhtiar yang dilakukan Ka­ wal Pemilu ini bisa terwujud berkat ino­ vasi KPU yang mau membuka data ha­ sil penghitungan di TPS secara digital. Keterbukaan yang berbanding lurus dengan aktivitas partisipasi publik. Pada pilkada serentak 2015, KPU tak sebatas mengunggah pindaian hasil penghitungan di TPS, tapi juga sudah mulai menampilkan hasil rekapitulasi seperti halnya yang dilakukan Kawal Pemilu di 2014. Tentu ini merupakan perkembangan yang sangat baik. Dengan demikian tidak berlebihan jika Pe­m ilu 2014 dan Pilkada Serentak 2015 di­ sebut sebagai pemilu paling terbuka dan transparan dalam sejarah perjalanan de­ mokrasi Indonesia. Ia mampu membuka tabir ketertutupan dan keterbatasan akses atas data dan informasi pemilu. Meski masih banyak kelemahan yang harus diperbaiki dan berbagai aspek yang harus ditingkatkan kualitasnya. Tentu kita menginsyafi, Husni Kamil Manik punya peran besar dan menjadi mo­tor dari berbagai penguatan mutu pe­ milu dan demokrasi Indonesia. Di tangan Husni dan kawan-kawan, transparansi dan keterbukaan mengalami musim semi di pemilu Indonesia. Menjadikan Indonesia sebagai salah satu kiblat demokrasi bagi negara-negara di dunia. Husni memang telah pergi, namun demokrasi Indonesia harus terus diperkuat, sehingga seluruh rakyat Indonesia kelak tak hanya menikmati demokrasi prosedural tapi juga bisa memanen hasilnya berupa wakil-wakil rakyat yang berintegritas dan representatif. Selamat jalan Pak Ketua, Husni Kamil Manik. Beristirahatlah dengan tenang. Kami akan terus menanam pupuk bagi demokrasi agar selalu ada musim semi di setiap pemilu Indonesia.


SUARA UTAMA (2)

Dinamika Aturan Verifikasi Faktual Calon Perseorangan Verifikasi faktual dukungan untuk bakal calon perseorangan acapkali dianggap sebagai upaya mengganjal figur-figur potensial dari unsur nonpartai untuk mengikuti kontestasi pilkada. Media arus utama dan sejumlah pihakpun menenggarai klausul verifikasi faktual yang termaktub dalam revisi UndangUndang Pilkada, bertujuan memberatkan syarat calon perseorangan. Media dan publik seakan lupa, verifikasi serupa sudah diberlakukan sejak Pemilukada 2008 silam.

P

ada pilkada, ada dua jenis verifikasi yang harus dilalui pasangan bakal calon kepala da­ erah dari jalur perseorangan, sebagaimana diatur UU 10 tahun 2016, yakni verifikasi administrasi dan faktual. Di antara keduanya, verifikasi faktual menjadi perbincangan hangat, baik di kalangan media maupun masyarakat umum, khususnya berkaitan dengan tenggat waktu pelaksanaan verifikasi. Beberapa pihak menilai pengaturan itu terlalu memberatkan calon perseorangan. Ada pula yang menilai terlalu Jakarta

sentris. Bahkan ada kesan verifikasi faktual ini baru muncul untuk pelaksanaan Pilkada 2017. Padahal pada pilkada-pilkada sebelumnya, verifikasi faktual telah ada dan dilaksanakan. Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay meng ­u ngkapkan, pihaknya tidak dalam po­sisi yang menyatakan aturan itu berat atau ringan. Selaku penyelenggara, KPU ber­t ugas menjalankan aturan yang ada dalam UU. “Apakah itu mempersulit calon perseorangan, kami tidak bilang begitu, tanya calon perseorangan. Kalau kami bilang itu memperberat, nanti dibilang

kami membela calon perseorangan, salah juga kami. Jadi buat kami, sulit atau tidak, tugas kami menyelenggarakan. Apakah itu menyulitkan mereka kami tidak paham, silakan tanya kepada calon perseorangan,” jelas Hadar. Hadar menegaskan, verifikasi faktual dan verifikasi administrasi untuk calon per­seorangan pada pemilu sebelumnya itu sudah diterapkan. “Ada di dalam PKPU kami dan sudah ada. Yang membedakan hanya masanya yang saat ini lebih pendek, dibatasi tiga hari kalau tidak ketemu, sementara yang sebelumnya tidak. Kalau yang sebelumnya dikumpulkan di dalam masa 14 hari,” te­rang­ nya di Kantor KPU, Jalan Imam Bonjol No.29 Jakarta, Selasa (2/8). Verifikasi faktual bagi calon per­s e­ orangan memang sudah lama dikenal, yak­n i sejak 2008. Bahkan di Provinsi Aceh, atur­a n tersebut sudah mulai berlaku sejak 2006. Pasalnya, dengan status keistimewaan yang diberlakukan sejak terbitnya Un­ Juli-Agustus 2016 SUARA KPU

13


S UA R A U TA M A

dang-Undang 11 tahun 2006, Aceh te­lah melaksanakan verifikasi faktual pa­d a Pilkada 2006, sebagaimana diatur pada Qa­nun 7 tahun 2006. Pasal 27 ayat 5 huruf (a), pada bagian penjelasan menyebutkan, termasuk dalam verifikasi administrasi pasangan bakal calon adalah verifikasi faktual pasangan calon perseorangan. Sementara pengaturan mekanisme pen­c alonan bakal pasangan calon per­ se­orangan di luar Provinsi Aceh mulai diberlakukan sejak 2008, setelah keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/ PUU-V/2007 pada 23 Juli 2007, menyatakan pasal 56 ayat (2) UU 32/2004 yang hanya membolehkan pasangan calon partai politik atau gabungan partai politik dalam pilkada sebagai inkonstitusional. Putusan MK itu selanjutnya diikuti perubahan UU 32/2004 menjadi UU 12/2008 yang mengatur tata cara pencalonan dari jalur perseorangan.

PENYEMPURNAAN REGULASI Bersamaan dengan itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menerbitkan Peraturan KPU 15 tahun 2008 tentang pedoman teknis pencalonan pemilukada yang memuat mekanisme verifikasi administrasi dan faktual dukungan calon perseorangan. Inilah regulasi teknis pertama yang dibuat KPU dan berlaku secara nasional terkait dengan verifikasi calon perseorangan dalam pemilukada. Pasal 21 ayat (1) peraturan KPU tersebut menyebutkan verifikasi faktual dilakukan melalui kegiatan pencocokan dan penelitian (coklit) kebenaran dukungan. Verifikasi faktual diberikan alokasi waktu selama sembilan hari dan panitia pemungutan suara (PPS) melakukan coklit secara langsung kepada setiap pendukung. Seterusnya KPU mengubah regulasi pencalonan berdasarkan hasil curah pendapat dengan KPU provinsi seluruh In­ donesia. KPU menerbitkan peraturan ba­r u, yakni PKPU Nomor 68 Tahun 2009 yang mengatur lebih detail, jelas dan tegas terkait mekanisme verifikasi ad­m inistrasi dan faktual. Alokasi waktu yang diberikan untuk verifikasi tidak berubah, 14 hari dengan rincian tiga hari verifikasi administrasi dan sembilan hari verifikasi faktual dan dua

14

SUARA KPU Juli-Agustus 2016

hari penyusunan berita acara pelaksanaan verifikasi. Namun hal-hal yang menyangkut dukungan yang tidak memenuhi syarat diuraikan lebih terperinci, di antaranya pendukung kembali menarik dukungannya, dalam surat dukungan tidak terdapat tanda tangan atau cap jempol pendukung dan kartu identitas kependudukan pendukung telah kedaluarsa sebelum batas akhir penyerahan dukungan. Pada subtahapan verifikasi faktual, PKPU Nomor 68 Tahun 2009 memuat aktivitas PPS lebih detail, di antaranya PPS melakukan coklit secara langsung se­t iap nama pendukung untuk seluruh pen­dukung bakal pasangan calon. Coklit dapat dilakukan melalui dua cara, pertama, PPS mengumpulkan para pendukung pada tang­gal dan waktu yang sama, kedua, PPS mendatangi langsung alamat pendukung. Da­­lam pelaksanaan verifikasi faktual secara ko­lektif, PPS dapat berkoordinasi dengan tim kampanye pasangan calon dari desa ter­­sebut untuk menghadirkan seluruh pen­ du­k ung di desa/kelurahan untuk hadir di lo­­kasi pada waktu yang telah ditentukan. Jika tim kampanye pasangan calon tidak da­­pat menghadirkan pendukung sesuai per­m intaan PPS, maka verifikasi faktual te­t ap dilakukan terhadap pendukung yang ha­d ir saja. Pendukung yang belum hadir pada verifikasi faktual kolektif, diberikan kesempatan untuk datang langsung ke petugas PPS membuktikan dukungannya paling lambat tiga hari sebelum batas akhir verifikasi. Jika sampai dengan batas waktu yang ditentukan itu, pendukung tidak hadir, maka dukungannya dinyatakan tidak memenuhi syarat. Setelah verifikasi admimistrasi dan faktual oleh PPS tuntas, dilanjutkan dengan verifikasi dan rekapitulasi secara berjenjang dari panitia pemilihan kecamatan (PPK) dan KPU kabupaten/kota untuk pilkada bupati/ walikota dan verifikasi serta rekapitulasi dukungan sampai ke jenjang KPU provinsi untuk pemilihan gubernur. KPU menyempurnakan regulasi pencalonan dengan mengubah PKPU 68 tahun 2009 menjadi PKPU 13 tahun 2010. Perubahan regulasi tersebut berupaya

memberikan penjelasan yang lebih detail lagi terkait teknis pencalonan. Misalnya ketentuan belum pernah menjabat sebagai kepala daerah selama dua kali dalam jabatan yang sama. Pada PKPU sebelumnya tidak diatur ketentuan tentang jabatan yang sama itu secara detail karena ada jabatan kepala daerah yang dipilih secara langsung setelah berlakunya ketentuan Undang-Undang 32 tahun 2004 dan ada jabatan kepala daerah hasil pemilihan DPRD. Pada PKPU 13 tahun 2010 itu diatur lebih detail. Penghitungan dua kali masa jabatan yang sama itu adalah jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dipilih secara langsung dan dipilih lewat DPRD. Sementara ketentuan yang berkaitan dengan verifikasi administrasi dan faktual calon perseorangan tidak mengalami perubahan. Alokasi waktu bagi PPS untuk melakukan verifikasi administrasi dan faktual dukungan tetap 14 hari sehari sejak dokumen dukungan diserahkan ke KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota oleh bakal pasangan calon. Alokasi waktu verifikasi administrasi diberikan selama tiga hari, alokasi verifikasi faktual diberikan selama sembilan hari dan penyusunan berita acara hasil verifikasi selama dua hari. Begitu juga metode verifikasi dan kriteria pemenuhan syarat dukungan tidak ada yang berubah dengan ketentuan dalam PKPU 68 tahun 2009. KPU kembali melakukan pe­nyem­ pur­naan regulasi dengan menerbitkan PKPU 6 tahun 2011. Namun, metode ve­ ri­fi kasi dan kriteria pemenuhan syarat du ­k ungan juga tidak berbeda dengan dua PKPU sebelumnya. Perubahan yang ter­jadi lebih kepada upaya memberikan kepastian hukum pencalonan dari jalur partai politik. Misalnya, KPU provinsi atau KPU kabupaten/kota tidak dibenarkan menerima perubahan kepengurusan partai politik sejak berakhirnya masa pendaftaran pasangan calon. Sementara pada PKPU sebelumnya lebih longgar, hanya melarang perubahan komposisi dan kepengurusan pimpinan partai politik setelah pasangan calon dinyatakan memenuhi syarat administrasi. Artinya di saat KPU provinsi dan KPU kabupaten/


kota melakukan verifikasi administrasi, parpol masih dapat melakukan perubahan komposisi kepengurusan dan memindahkan dukungan. Tiga PKPU yang mengatur pencalonan kepala daerah tersebut selanjutnya disempurnakan lagi menjadi PKPU 9 tahun 2012. Perubahan regulasi tersebut dilakukan mengingat banyaknya konflik antara pengurus DPP partai politik dengan pengurus di daerah dalam pengusulan pasangan calon. Konflik tersebut telah menimbulkan pengajuan pasangan calon dari satu partai politik dilakukan oleh dua kepengurusan yang berbeda dengan pasangan calon yang berbeda pula. PKPU ini memberikan limitasi waktu kepada partai politik dalam melakukan perubahan kepengurusan partai di daerah. Pasal 66 ayat (1) menyebutkan KPU provinsi atau KPU kabupaten/kota dilarang menerima kepengurusan partai politik sejak pendaftaran bakal pasangan calon. Hal ini bertujuan menghindari dualisme kepengurusan partai politik dalam pengusulan bakal pasangan calon. Berkaitan dengan verifikasi dukungan calon perseorangan, tidak terjadi perubahan signifikan terkait teknis verifikasi. Alokasi waktu dan kriteria pemenuhan syarat verifikasi administrasi masih sama dengan peraturan sebelumnya. Perubahan yang menyangkut verifikasi faktual hanya memberikan penegasan bahwa metode verifikasi faktual dilakukan dengan cara mencocokkan dan meneliti secara langsung setiap nama pendukung untuk seluruh pendukung bakal pasangan calon dengan cara mendatangi alamat pendukung untuk membuktikan kebenaran dukungan. Jika terdapat pendukung yang tidak berhasil ditemui, PPS berkoordinasi dengan bakal pasangan calon atau tim kampanye dalam mengumpulkan para pendukung untuk pembuktian kebenaran dukungan. Dalam hal bakal pasangan calon atau tim kampanye tidak dapat menghadirkan seluruh pendukung maka diberi kesempatan untuk datang langsung ke PPS, membuktikan dukungannnya paling lambat sebelum batas akhir penelitian faktual.

Pada Pilkada Serentak 2015, UndangUn­dang 1 tahun 2015 jo Undang-Undang 8 ta­hun 2015 sebagai landasan hukum pilkada ti­dak menyebut secara eksplisit ada­nya verifikasi faktual. Penegasan tentang ve­ri­ fi­kasi faktual dan metode kerjanya diatur da­­lam peraturan KPU 9 tahun 2015. Pasal 23 ayat (1) menyebutkan PPS melakukan pe­­nelitian faktual dengan cara mendatangi setiap tempat tinggal pendukung yang telah di­­nyatakan memenuhi syarat administratif untuk mencocokkan kebenaran nama, ala­­ mat pendukung dan dukungannya ke­pa­da pasangan calon. Alokasi waktu yang di­­berikan kepada PPS untuk melalukan ve­ri­fi ­kasi administrasi dan faktual persis sa­ma de­ngan aturan sebelum-sebelumnya, ya­itu 14 hari.

Verifikasi faktual dan verifikasi administrasi untuk calon per­seorangan pada pemilu sebelumnya itu sudah diterapkan

PERUBAHAN TIDAK SIGNIFIKAN Pada Pilkada Serentak 2017, melalui revisi Undang-Undang Pilkada 8 tahun 2015 menjadi Undang-Undang 10 tahun 2016 terdapat penegasan tentang pengaturan mekanisme verifikasi dukungan calon perseorangan. Pasal 48 ayat (6) menyebutkan verifikasi faktual dilakukan dengan metode sensus dengan menemui langsung setiap pendukung calon. Mekanisme inilah yang ditenggarai oleh sejumlah kalangan menghambat bakal pasangan calon perseorangan. Padahal mekanisme ini telah digunakan pada pilkada-pilkada sebelumnya dan tidak pernah ada yang mempersoalkan. Justru saat ini alokasi waktu untuk verifikasi faktual diberikan lebih lama d i­ b a nd i ng pi l k ad a s eb elu m ny a . Jika sebelumnya alokasi waktu untuk pelaksanaan dua verifikasi (administrasi dan faktual, red) hanya 14 hari, regulasi

Hadar Nafis Gumay Komisioner KPU RI Juli-Agustus 2016 SUARA KPU

15


S UA R A U TA M A

yang baru memberikan alokasi waktu 14 hari untuk verifikasi faktual saja. Sementara verifikasi administrasi, limitasi waktunya tidak diatur secara eksplisit dalam UU. Untuk itu, Peraturan KPU 4 tahun 2016 memberikan alokasi waktu untuk penelitian administrasi dan analisa dukungan gan­ da selama 14 hari. Waktu verifikasi fak­ tual yang relatif panjang diharapkan me­ ningkatkan validitas data dukungan calon perseorangan. Kepala Biro Teknis dan Hubungan Par­t isipasi Masyarakat (Tekmas) Sigit Jo­ yowardono, menyebutkan, tidak ada pe­ ru­bahan yang begitu signifikan terkait verifikasi faktual calon perseorangan pada Pilkada 2017. “Perbedaan secara eks­t rim sebenarnya tidak. UU ngomong begini, verifikasi faktual 14 hari. Ketika verifikasi faktual dilakukan dan petugas di lapangan tidak menemukan pendukung pasangan calon, maka pendukung itu dapat mendatangi langsung kepada PPS dalam waktu tiga hari sejak tidak ditemukan orang tersebut oleh PPS,” ungkap Sigit. Namun menimbang berbagai hal se­ perti aktivitas pendukung dan sebagainya, ter­masuk juga masa verifikasi, Sigit me­ ngatakan, KPU merancang draf peraturan yang hampir sama dengan sebelumnya. “Polanya sama seperti yang lalu. Kalau

Sigit Jo­yowardono Kepala Biro Teknis dan Hubungan Par­tisipasi Masyarakat (Tekmas)

16

SUARA KPU Juli-Agustus 2016

(pen­dukung) tidak ditemui (saat di­ lakukan verifikasi faktual), maka melalui tim pasangan calon itu diminta untuk mengumpulkan paling lambat misalnya hari kesebelas. Kalau waktu itu belum hadir, masih ada ruang waktu yang bersangkutan ke TPS. Jadi intinya tidak terjadi perubahan yang drastis,” papar Sigit. Ia menerangkan, KPU telah menyiapkan sebuah perangkat berupa sistem aplikasi pencalonan atau Silon guna membantu verifikasi, baik faktual maupun administrasi, yang berlaku untuk calon perorangan maupun dari jalur parpol. “Kita sudah pakai Silon yang sudah diuji coba beberapa kali, kalau di pilkada sebelumnya baru Sitap saja. Daerah juga kita sudah kasih petunjuk. Bahkan beberapa hari ke depan kita akan kasih uji coba lagi supaya, mulai dari data pemilih yang diserahkan oleh calon perseorangan soft file-nya maupun hard filenya, perinciannya mereka sudah isi. Karena mereka itu dikasih password, username untuk diisi. Ini untuk memudahkan KPU provinsi atau KPU kab/kota. Ini juga untuk mendeteksi kegandaan dukungan,” kata Sigit di ruang kerjanya, Jumat (22/7) lalu.

Menurut Sigit, ramai dan menghangatnya perbincangan seputar verifikasi faktual ini karena masyarakat tidak memahami peraturan KPU. Termasuk mengenai ma­ te­r ai dukungan. “Mereka berpikir satu orang harus satu materai. Padahal masih ada ruang lain seperti dukungan kolektif,” ujarnya. Ia juga menjabarkan tentang beberapa perubahan lain seperti pendukung calon perseorangan yang harus masuk dalam DPT pemilu terakhir. Jika tidak maka yang bersangkutan harus masuk dalam DP4. “Kalau tidak ada juga, maka KPU koordinasi dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil). Jadi ada satu pembebanan baru bahwa syarat dukungan itu di samping menunjukan fotokopi KTPnya sebagai bentuk dukungan terhadap pasangan calon itu, pendukung tersebut masuk DPT atau DP4, yang menunjukan bahwa ia betul warga DKI, atau yang sudah terdaftar di Disdukcapil,” kata Sigit. Prinsip verifikasi administrasi dan faktual dukungan calon perseorangan adalah untuk menguji validitas dukungan. Tak ada alat ukur yang paling akurat selain melakukan sensus dengan cara mendatangi secara langsung para pendukung. Karena itu, logika yang menganggap verifikasi faktual tidak penting dan ditenggarai memberatkan pasangan calon adalah sesuatu yang absurd. Tetapi KPU dalam operasionalnya juga tidak ingin memberatkan pasangan calon dan para pendukungnya. Mereka yang sedang sakit atau berada di luar daerah pada saat pelaksanaan verifikasi faktual dapat memanfaatkan teknologi informasi melalui fasilitas panggilan video secara online dan seketika, yang memungkinkan PPS dan pendukung saling bertatap muka, melihat dan berbicara secara langsung layaknya verifikasi faktual offline. Itulah inovasi KPU untuk memberi kemudahan bagi pasangan calon dan pendukungnya dalam verifikasi tanpa mengesampingkan prinsip verifikasi yang harus benar-benar sahih untuk mencegah manipulasi dukungan rakyat. (Geb/Bow)


WAWANCARA

A

KOMISIONER KPU IDA BUDHIATI

Syarat Dukungan Kini Lebih Adil bagi Calon Perseorangan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang pilkada telah disahkan sebagai hasil dari revisi UU Nomor 8 Tahun 2015. Terdapat beberapa poin perubahan, yang di antaranya sempat menjadi bahan perdebatan publik, misalnya pengaturan yang terkait dengan calon perseorangan. Bagaimana tanggapan Komisi Pemilihan Umum (KPU), selaku pelaksana UU, berikut petikan wawancara dengan Ida Budhiati, komisioner KPU yang membidangi hukum dan pengawasan, Selasa (2/8/2016).

pa yang berbeda dalam UU Pilkada Nomor 10 tahun 2016, khususnya mengenai pengaturan calon perseorangan? Pertama, yang mendasar itu terkait dengan syarat minimal dukungan, yang semula basisnya penduduk, sekarang menjadi pemilih. Kedua, metode verifikasi, yang semula verifikasi administrasi itu dalam Peraturan KPU (PKPU) dilakukan panitia pemungutan suara (PPS), yang tentu dari sisi volume dan distribusi pekerjaannya lebih menyebar. Sekarang menurut UU, verifikasi administrasi dilakukan KPU kabupaten/kota atau KPU provinsi sebagai penyelenggara pemilihan, sehingga volume pekerjaan akan terkonsentrasi di provinisi dan kabupaten/kota. Jadi singkatnya verifikasi administrasi tidak lagi dilakukan PPS tetapi dilakukan KPU sebagai penyelenggara pemilihan. Ketiga, terkait dengan teknis pelaksanaan verifikasi faktual. Dalam peraturan yang lama disebutkan ve­r i­fi­ kasi faktual dilakukan selama 14 hari, dengan metode door to door, sensus, sama dengan metode lama dengan yang baru (UU sekarang). Namun, yang membedakan adalah ketika petugas PPS tidak bertemu dengan pendukung, menurut ketentuan yang baru, pendukung tersebut diberi waktu tiga hari untuk hadir ke kantor PPS. Kalau tiga hari tidak hadir ke kantor PPS maka penyelenggara pemilu menyatakan itu tidak memenuhi syarat (TMS). Ketentuan ini yang menurut KPU kemudian tidak konsisten. Secara teknis misalnya, kalau hari pertama PPS telah melakukan verifikasi tidak ketemu kan diberikan waktu tiga hari kemudian. Pada hari ketiga tidak ketemu maka di-TMS-kan. Sementara masih ada hari keempat sampai hari ke-14, kembali pada ketentuan verifikasi faktual 14 hari. Kemudian dalam peraturan KPU, kalau hari ketiga tidak hadir ke TPS maka masih diberi kesempatan sampai masa berakhirnya masa verifikasi faktual. Bagaimana alur verifikasi syarat minimal dukungan? Alur tentang verifikasi syarat minimal dukungan, ba­­ sisnya adalah pemilih dan sebaran, lebih dari 50% jum­­ lah kabupaten/kota untuk pemilihan gubernur dan lebih 50% jumlah kecamatan untuk pemilihan bupati/wa­ likota. Kemudian kalau ada orang berminat untuk maju sebagai calon perseorangan, dia akan diminta un­t uk menyerahkan syarat dukungan minimal dan sebaran. Setelah itu diserahkan, KPU akan menghitung. Kalau tidak memenuhi syarat, KPU akan menyatakan pe­nyerahan dukungannya tidak dapat diterima. Kalau dia menyerahkan dukungan pada hari pertama, Juli-Agustus 2016 SUARA KPU

17


WAWA N C A R A

maka dia masih punya kesempatan untuk memperbaiki sampai masa penyerahan dukungan yang terakhir. Di provinsi itu tanggal 3-7 Agustus 2016, di kabupaten/ kota tanggal 6-10 Agustus 2016. Tapi kalau dia datangnya pada hari terakhir dan tidak memenuhi syarat, KPU akan menyatakan penyerahan dukungan tidak dapat diterima, karena tidak ada lagi kesempatan untuk memperbaiki. Kalau dukungan dinyatakan memenuhi syarat, KPU provinsi atau KPU kabupaten/ ko­ta penyelenggara pemilihan akan meneliti secara administratif, yakni mencocokan an­tara kesesuaian identitas yang ada dalam surat pernyataan dukungan dengan fotokopi KTP. Kalau tidak sama maka dinyatakan tidak memenuhi syarat. Setelah pencocokan pada pernyataan dukungan dan KTP, ditindaklanjuti untuk mengecek apakah nama-nama tersebut ada dalam DPT atau DP4. Kalau tidak ada dalam DPT kemungkinannya ada dalam DP4. Me­ ngapa? Karena mungkin usianya belum 17 tahun atau alih status. Terus kalau tidak ada dalam DPT dan DP4, KPU akan melakukan konfirmasi ke­ pada dinas kependudukan dan catatan sipil (Disdukcapil) untuk mengkonfirmasi ke­ benaran kependudukan yang bersangkutan. Kalau Disdukcapil tidak mau berpendapat, KPU akan menindaklanjuti verifikasi faktual. Setelah selesai mengecek apakah yang ber­sangkutan masuk dalam DPT atau DP4, selanjutnya dicek kegandaan. Ini di­pastikan bahwa satu orang mendukung sa­tu pasangan calon (paslon) perseorangan saja. Kalau administrasi ini sudah selesai baru kemudian masuk ke verifikasi faktual. Sekali lagi, untuk yang faktual dilakukan secara door to door. Kalau tidak ketemu maka PPS akan berkoordinasi dengan paslon atau tim agar menghadirkan pendukungnya, ke­mudian PPS akan memverifikasi pendukung yang hadir. Kalau tidak hadir, maka dikasih kesempatan sampai berakhirnya masa verifikasi. Jadi tiga hari itu berlaku setelah PPS tidak ketemu (dengan pendukung yang ber­s angkutan), dikasih kesempatan ke­ pada paslon atau timnya itu untuk meng­ hadirkan selama tiga hari. Tapi kalau hari pertama tidak ketemu, kemudian sampai

18

SUARA KPU Juli-Agustus 2016

hari keempat tidak ketemu, masih ada kesempatan sampai masa berakhirnya verifikasi faktual. Tapi tiga harinya jangan disimpangi, tetap berlaku. Dari sisi waktu, apakah itu cukup memadai? Masa 14 hari ini sudah dipraktikkan dari waktu ke waktu. Dulu metodenya sensus. Sa­ma saja. Sekarang yang dipolemikan itu ke­tentuan waktu tiga hari. Kan ketentuan pertama ngomong 14 hari, kemudian dibatasi 3 hari kalau tidak ketemu. Kalau tiga hari tidak hadir ke PPS maka di TMS-kan. Per­ tanyaannya, kalau dia diverifikasi pada hari pertama dan tidak ketemu, kemudian di­ kasih tiga hari tidak hadir ke PPS, sementara ma­sih ada sisa waktu kan, nah ini yang di­ pertimbangkan oleh KPU kalau tiga hari ti­dak menggunakan kesempatan sementara ma­sih ada waktu itu diberi kesempatan sam­pai masa berakhirnya verifikasi faktual. Kalau sampai masa berakhirnya verifikasi faktual itu tidak hadir maka dinyatakan TMS. Bagaimana jika pendukung yang bersangkutan tidak ada di tempat selama ma­sa verifikasi 14 hari itu? Ada kebaruannya juga di peraturan KPU. Untuk pendukung yang pada saat verifikasi menderita sakit, atau sedang menjalankan tugas sehingga tidak berada

di tempat dan tidak dapat hadir, maka kemudian informasi itu harus dilengkapi dengan surat keterangan dari lembaga yang punya otoritas. Kalau dibilang sakit ya surat keterangan dokter, kalau dia pergi ke tempat lain, misalnya sedang menjalankan ibadah umrah, tugas keluar kota maka harus ada surat keterangan untuk itu. Dengan be­g itu, PPS akan meminta paslon untuk dilakukan tatap muka melalui teknologi informasi, misalnya video call. Jadi beban untuk melakukan video call itu bukan kepada penyelenggara tapi menjadi beban paslon. Tapi untuk dapat melakukan hal itu ada syaratnya ketat seperti telah dijelaskan ta­d i. Tanpa syarat-syarat tadi tidak bisa, harus face to face. Jadi ini dalam rangka untuk memudahkan proses verifikasinya. Apakah persyaratan ini memberatkan calon dari jalur perseorangan? Sebetulnya bukan persoalan ringan atau berat, tapi bagaimana implikasinya se­c ara teknis. Tadi yang memiliki im­ pli­k asi teknis itu yang verifikasi faktual tiga hari tadi. KPU kemudian mencoba untuk mencermati lagi, norma UU. UU me­ngatakan 14 hari, nah konsisten saja de­ ngan waktu 14 hari itu. Dan juga tidak bisa dibayangkan kerumitannya bagaimana PPS melakukan verifikasi, sementara mereka harus menghitung tiga hari yang masingmasing tidak dapat ditemui tadi. Kalau dari sisi basis dukungan itu sudah lebih adil dibandingkan dengan yang lalu yang basisnya penduduk. Kemudian karena basisnya pemilih maka dia harus konsisten memang dalam memenuhi syarat sebagai pemilih dan tercantum dalam DPT. Bagaimana pandangan KPU terhadap UU Nomor 10 Tahun 2016 secara keseluruhan? Dalam pandangan kami, perubahan UU dari waktu ke waktu itu semangatnya ingin mengantarkan pemilihan yang lebih baik dari sisi partisipasi masyarakatnya, bagaimana menegakkan asas fairnessnya, dan bagaimana menegakkan asas keadilan. Nah, apa kebaruan dalam UU pilkada kali ini jelas bahwa pembentuk UU itu punya semangat yang kuat untuk mendorong terwujudnya penyelenggaraan pemilu yang berkeadilan. Yang seperti apa?


Pertama, ada satu kompetisi yang fair. Maka semua peserta itu ada dalam kedudukan yang setara. Misalnya dalam kampanye, sudah ada pengaturan ketat apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan peserta pemilihan. Kedua, memastikan integritas pemilunya bagi yang incumbent itu mereka ada larangan menggunakan fasilitas negara. Kalau terbukti itu sanksinya berat, bisa diskualifikasi. Ketiga, terkait dengan politik uang. Meskipun ada kritik karena dianggap belum tuntas pengaturannya, tapi kita harus melihat spiritnya bahwa dalam revisi UU kali ini ada semangat yang kuat dari pembentuk UU untuk mendorong pemilihan yang berintegritas. Selanjutnya dari sisi terwujudnya keadilan, dalam rumusan UU, apabila terjadi politik uang sanksinya bisa administrasi diberikan kewenangan kepada Bawaslu provinsi untuk menerbitkan satu putusan. Dan, yang terakhir tentang ketentuan waktu penyelesaian Tata Usaha Negara (TUN) yang lebih dipersingkat. Karena kita semua memahami bahwa keadilan pemilu itu bisa diwujudkan apabila ada jenis pelanggaranya apa saja, kemudian apabila larangan-larangan itu dilanggar maka akan diberikan lembaga yang punya otoritas untuk menangani. Selain itu prosedur dan mekanismenya harus jelas. Kemudian, waktunya harus diselesaikan dalam waktu yang relatif singkat. Ini semuanya sudah ada, prinsip-prinsip terwujudnya pemilu yang berkeadilan itu sudah diadopsi begitu di UU kita. Jadi jangan ragu untuk ikut serta dalam pemilihan karena, setiap perubahan UU itu kali ini memang mempunyai spirit yang kuat untuk memperbaiki aspek prosedur pemilu guna terwujudnya pemimpin yang berintegritas. Meskipun memang belum sempurna. Kesempurnaan itu hanya bisa ditopang oleh kesadaran dari segenap pemangku kepentingan untuk sama-sama mendorong dan mengawal pemilihan yang berintegritas. (MS Wibowo)

Calon Perseorangan Ancam Eksistensi Parpol Revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada telah disahkan menjadi UU Nomor 10 Tahun 2016. Ada beberapa perubahan dalam UU baru tersebut. Terlepas dari kelebihan dan kekurangan yang ada, namun UU tersebut disusun dengan semangat untuk mengantarkan perhelatan pilkada di Indonesia semakin lebih baik dan berkualitas. Namun di antara poin-poin perubahan dalam UU itu, terdapat beberapa hal yang sempat menyulut hangatnya perdebatan publik. Salah satunya pengaturan mengenai calon perseorangan. Adi Prayitno, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Jakarta, yang juga peneliti The Political Literacy Institute, dalam sebuah kesempatan wawancara di kawasan Senayan Jakarta, Kamis (28/7) memberi tanggapannya terkait isu tersebut. Berikut petikan wawancaranya.

B

agaimana Anda melihat UU Nomor 2016 secara umum? Menurut saya on the track, se­ lain masalah verifikasi faktual, karena itu cukup membatasi, mem­be­ba­n i, dan Jakarta sentris. Satu hal yang pen­t ing, bagaimana parpol tidak paranoid, ada upaya-upaya untuk membatasi atau apalagi menjegal calon perseorangan karena me­nu­r ut saya itu cukup naif dalam fase-fase kita memasuki konsolidasi demokrasi, siapa pun boleh menjadi kandidat. Bahkan ke de­pan saya mendorong calon perseorangan ini bukan hanya berkontestasi di pilkada saja, tapi juga pileg tingkat kabupaten/ko­ta, provinsi, hingga pusat. Kita juga ingin ba­gaimana calon seperti ini muncul dalam kontestasi pilpres. Yang saya maksud calon perseorangan da­lam pileg, satu orang dan memiliki no­ mor urut, berbeda dengan calon Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang me­ wakili provinsi. Kita doronglah, ini te­ mu­a n demokrasi kita, yang hampir tidak dimiliki negara-negara lain. Ini kemewahan demokrasi yang tidak boleh dibatasi. Toh nanti juga ada seleksi alam. Beberapa poin perubahan dalam UU No­mor 10 Tahun 2016 sempat menghangat men­jadi perdebatan publik. Salah satunya ter­k ait dengan calon perseorangan. Ba­gai­ mana pandangan Anda? Sebenarnya dalam konteks demokrasi elek­toral itu memang kita harus mengendorse salah satu kandidat yang di­mun­

ADI PRAYITNO Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Jakarta/Peneliti The Political Literacy Institute

culkan dari partai politik (parpol). Karena sekarang ada sebuah fenomena baru, pub­l ik mulai tidak percaya dan tidak suka de­ ngan parpol. Citra parpol sampai saat ini cenderung belum stabil, kalau tidak ko­r up, ya tersandung kasus-kasus lain. Ini se­be­ nar­nya ada keinginan kanal baru, tapi sekali lagi keinginan ini muncul karena melihat potret parpol kita masih karut marut. Seandainya parpol-parpol kita tidak jauh pang­gang dari api mungkin usulan seperti ini tidak akan pernah ada. Oleh karena itu banyak kalangan aktivis men­dorong bagaimana kandidat juga mun­c ul dari luar kalangan parpol. Nah, Juli-Agustus 2016 SUARA KPU

19


WAWA N C A R A

sebenarnya kita ingin calon perseorangan ini bukan hanya muncul di tingkat pilkada, ke depan kita juga akan dorong bagaimana mi­salnya calon independen ada di pemilu legislatif (pileg), termasuk juga pemilu presiden(pilpres). Dalam perkembangannya, usulan calon perseorangan ini cukup mengancam ek­ sistensi parpol. Harus kita akui bersama, mi­salnya dalam konteks Pilkada DKI 2017, ketika kemarin Ahok mendeklarasikan maju lewat jalur perseorangan, itu luar biasa. Ini seperti terungkapnya fenomena gunung es, dengan parpol seperti dibuat bertekuk lu­t ut di bawah dia. Sejauh ini belum ada parpol melamar seorang kandidat, yang kandidat itu mendeklarasikan maju dari ja­lur perseorangan. Biasanya yang ada, kandidat mendatangi parpol, meminta par­ pol untuk mendukungnya. Tetapi ketika Ahok mendeklarasikan maju dari jalur per­ seorangan dengan menggunakan Teman Ahok, parpol berlomba-lomba. Misalnya, Nas­dem, Hanura dan belakangan Golkar. Menurut saya fenomena yang luar biasa, betapa kanal jalur perseorangan ini menjadi alternatif yang ke depan cukup menjanjikan di luar parpol. Itu salah satu contoh saja. Bagaimana Anda menyebut munculnya calon-calon perseorangan dapat mengancam eksistensi parpol? Tentu. Karena apa? Banyak kandidat yang belakangan ini muncul di luar parpol. Di daerah-daerah juga, ada semacam ueforia ma­ju sebagai kandidat walikota, bupati, gubernur dari jalur perseorangan. Ada se­ ma­c am keberanian yang sangat luar biasa da­r i teman-teman. Mengancamnya seperti itu. Inilah menurut saya, kalau begini terus sistem parpol kita, rekrutmennya tak jelas, oli­garki parpol cukup dominan, maka fenomena calon perseorangan yang bisa membuat parpol bertekuk lutut, tidak hanya akan ada di Jakarta. Meski pada akhirnya, dalam konteks Ja­ karta, Ahok menyatakan maju lewat jalur parpol. Kalau begini kan bisa muncul ke­ curigaan, jangan-jangan satu juta lebih KTP itu adalah manipulasi. Jadi cukup disayangkan. Tetapi sebelum itu harus kita akui, calon perseorangan menjadi idola. Dan orang di daerah mulai ketar-ketir,

20

SUARA KPU Juli-Agustus 2016

kandidatnya tidak laku, partainya tidak laku. Menurut saya, calon perseorangan ini me­nemukan momentumnya, jika Ahok maju lewat jalur perseorangan, dengan dia tidak punya partai. Cuma ada sekelompok anak muda yang tidak ingin Ahok gagal maju sebagai calon gubernur. Beda dengan fenomena Pilkada 2015 yang terdapat be­be­ rapa calon tunggal, tapi momentumnya tidak ada. Jalur perseorangan ini akan menjadi luar biasa kalau pada saat bersamaan ada kandidat yang sangat didukung publik. Tentang verifikasi faktual, apakah atur­an semacam itu memberatkan calon perseorangan? Ya tergantung siapa yang melihatnya. Me­mang, di DPR sebelum RUU Pilkada disahkan itu kan ada upaya menaikan syarat berapa persentase dukungan dari pemilih. Ini yang kemudian dianggap ya memang meng­hambat calon perseorangan. Tapi me­ nurut saya sah-sah saja selama persentase pe­ngetatannya tidak seperti parpol. Ini kan calon alternatif, paling hanya 10% sih oke. Kalau sampai 15-20% itu irasional. Ha­r us dibedakan, jalur perseorangan itu ha­r us dimaknai sebagai sebuah gerakan civic engagement, gerakan sukarelawan, yang dibangun oleh kesadaran-kesadaran kri­t is publik untuk mendukung kandidat. Beda dengan parpol yang memang sudah ter­ struktur. Ini yang cukup dihambat. Menurut saya seleksi alam saja. Jadi parpol tidak per­lu ketakutan dengan calon perseorangan, be­ rapa pun persentase dukungannya. Misalnya 5%, 7%, bahkan misalnya 0% sekalipun. Belakangan ini kan parpol terkesan ketakutan bahwa dengan jalur perseorangan akan banyak muncul lalu parpol kalah, me­nurut saya sih tidak. Jangan paranoid seperti itu. Selama rekrutmen calon yang di­ munculkan partai politik memiliki kapasitas dan kompetensi yang layak, publik akan menilai. Toh dalam praktiknya jalur per­ seorangan banyak yang tidak laku juga kan? Selain itu mereka juga masih harus me­lewati proses verifikasi administrasi dan seterusnya. Kalau boleh saya bilang memang itu se­ benarnya ‘akal-akalan’ parpol. Kalau mau di-list, pertama, dari usulan mau menaikan persyaratan persentase dukungan dari DPT.

Kedua, ada verifikasi faktual yang waktunya cu­k up singkat dan ini sangat irasional. Ini menurut saya sangat Jakarta Sentris. Tiga hari itu kan Jakarta Sentris. Bagaimana mi­ salnya verifikasi terjadi di wilayah-wilayah yang jarak tempuhnya cukup jauh. Coba mi­salnya di Riau katakanlah, jarak tempuh antara satu kota dengan kota lain butuh dua tiga hari dan tidak semua bisa ditempuh de­ngan mobil saja, ada yang naik perahu, ka­pal. Lalu ketika tentang pendukung yang harus terdaftar di DPT terakhir dan seterusnya. Verifikasi faktual ini kan di pilkada se­be­ lum­nya sudah ada. Yang berbeda hanya soal batas waktu tiga hari apabila pendukung yang bersangkutan tidak ditemukan. Kenapa sekarang jadi masalah? Iya, yang diributkan kemarin itu soal waktunya terlalu mepet. Ini yang saya sebut terlalu Jakarta sentris. Orang membayangkan, seolah-olah jika tidak bisa datang hari ini, bisa besok, kalau tidak lusa. Itu kan Jakarta banget. Tapi kalau kita di Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Riau, tidak bisa seperti itu. Bahkan kita untuk mendatangi satu pendukung saja itu bisa sehari, dua hari bahkan tiga hari. Ini cukup mempersulit. Menurut saya dikasih kelonggaran saja. Sekarang ini seakan-akan demokrasi kita itu terlalu teknis. Jadi wajar kalau kelompok-kelompok aktivis kalangan mahasiswa mengkritisi ini. Jadi dalam konteks demokrasi elektoral memang harus dibuka seluas-luasnya. Karena itulah parpol sampai saat ini selalu ‘dicurigai’ sebagai salah satu faktor yang menghambat demokrasi, padahal parpol adalah pilar demokrasi. Pada saat yang sama konsolidasi itu terhambat gara-gara kerjaan parpol. Jadi, parpol itu sebenarnya tidak perlu khawatir dengan calon perseorangan. Upaya untuk mempersulit seperti itu saya kira hanya emosi sesaat dari parpol saja. Tapi catatan saya tidak perlu paranoid. Sekali lagi kita sedang menuju konsolidasi demokrasi. Ini pasar bebas, tidak perlu takut. Kalau calonnya bagus, entah itu dari parpol atau perseorangan pasti dipilih masyarakat. (MS Wibowo)



SUARA IMAM BONJOL

Juri Ardiantoro (ke-4 dari kiri)

JURI ARDIANTORO TERPILIH J Komisioner Komisi Pemilihan Umum RI, Juri Ardiantoro, terpilih menjadi ketua KPU definitif menggantikan Alm. Husni Kamil Manik yang meninggal pada 7 Juli 2016. Juri terpilih secara musyawarah mufakat dalam rapat pleno tertutup di Gedung KPU, Senin (18/7).

22

SUARA KPU Juli-Agustus 2016

M

enurut Juri, pemilihan ketua definitif harus dianggap sebagai situasi yang biasa, karena tidak ada kelebihan sebagai ketua dibanding komisioner lainnya, semua berjalan secara kolektif kolegial. “Secara internal, saya memohon kepada komisioner lainnya dan sekretariat jenderal untuk melanjutkan


H JADI KETUA KPU DEFINITIF pekerjaan seperti sebelumnya,” ujarnya. Juri berharap bisa menjaga kekompakan yang telah berjalan selama empat tahun di bawah kepemimpinan Husni. “Semangat kekompakan ini untuk terus bekerja lebih baik selama masa bakti yang tinggal tujuh bulan ke depan,” kata dia. Sementara itu, Komisioner KPU Sigit

Pamungkas berharap hasil pleno dapat mempertahankan prestasi KPU dan me­ lanjutkan agenda-agenda penting lain, se­perti perbaikan kualitas kelembagaan, pe­nye­ lenggaraan pemilu, dan pengaturan re­g ulasi KPU. “Juga berkomunikasi dengan stake­ holder penyelenggara pe­milu,” tutur Sigit. Juri Ardiantoro, yang mendapat gelar

PhD dari Universiti Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia, pernah menjabat Ketua KPU Provinsi DKI Jakarta periode 2008-2013. Juri bakal menjabat ketua KPU hingga 2017 menggantikan pelaksana tugas Ketua KPU Hadar Nafis Gumay yang telah mengemban tugas selama tujuh hari. (Arf/red FOTO KPU/Arf/Hupmas)

Juli-Agustus 2016 SUARA KPU

23


S UA R A I M A M B ON J O L

Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI presentasi di kemenpan RB

KPU Usulkan Jabatan Fungsional Penata Kelola Pemilu Sekjen Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Arif Rahman Hakim, mengusulkan pembentukan jabatan fungsional penata kelola pemilu kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN - RB) dan Badan Kepegawaian Nasional (BKN), Selasa (28/6).

24

SUARA KPU Juli-Agustus 2016

M

enurut Arif, tujuan dibentuknya jabatan fungsional itu guna meningkatkan kualitas pe­nye­ lenggaraan pemilu dengan adanya dukungan SDM yang kompeten, berintegritas dan akuntabel. Hal tersebut akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemilu secara keseluruhan. Hal senada juga diungkapkan Kepala Biro Sumber Daya Manusia KPU RI, Lucky Firnandy Majanto. Ia mengatakan nantinya tugas utama penata kelola pemilu adalah melakukan pengelolaan perencanaan pemilu, pengelolaan tahapan kepemiluan, pengelolaan logistik pemilu, pelaksanaan pemilu, monitoring evaluasi dan pelaporan pemilu serta pengelolaan terhadap sengketa pemilu. Sedangkan hasil kerja yang diharapkan dari penata kelola pemilu antara lain metode, kurikulum dan modul pendidikan pemilih; laporan hasil survei dan hasil olah data pemilu; dokumen rekomendasi sistem

pemilu; metode dan laporan verifikasi partai politik maupun bakal calon anggota legislatif; laporan data pemilih serta metode dan laporan hasil rekapitulasi pemilu. “Bagi individu, tentu saja kita ingin terbentuknya kesempatan untuk pe­ngem­ bangan kompetensi, peningkatan jenjang karir dan meningkatkan kesejahteraan melalui jabatan fungsional,” ujar nya. Lucky memberikan data, saat ini terdapat 7.375 pegawai di lingkungan KPU yang berstatus sebagai fungsional umum/ staf pelaksana dan lebih dari 50 persen di antaranya, yaitu 5.123 orang berlatar belakang pendidikan Strata 1. Apabila hanya mengandalkan pengem­ bangan karir melalui jabatan struktural, maka dipastikan akan terjadi antrian panjang bagi pegawai untuk menduduki jabatan. Kondisi ini dapat mengakibatkan demotivasi bagi pegawai KPU karena tidak adanya kejelasan karir. (ftq/red FOTO KPU/dosen/hupmas)


Mendagri Serahkan DP4 ke KPU Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menyerahkan Daftar Penduduk Pemilih Potensial Pemilihan (DP4) kepada KPU RI yang diterima Plt. Ketua KPU Hadar Nafis Gumay, Kamis (14/7). Penyerahan DP4 itu berguna untuk memudahkan KPU dalam pemutakhiran data pemilih pilkada serentak yang akan dilaksanakan pada 15 Februari 2017.

D

engan penyerahan DP4 ini kita ingin pelaksanaan pilkada ini lebih baik. Dari 256 juta penduduk Indonesia yang wajib memiliki e-KTP ada 183 juta, tapi baru 160 juta penduduk yang merekam datanya. Mudah-mudahan target dukcapil ini bisa tercapai,” kata Tjahjo. Dirjen Kependudukan dan Cacatan Sipil (Dukcapil) Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, jumlah data DP4 yang diberikan ada 41.802.523. Pemilihan serentak tahun 2017 akan diselenggarakan di 101 daerah pemilihan dan 138 kabupaten kota.

Zudan mengatakan, daftar pemilih DP4 yang diberikan kepada KPU telah diverifikasi sebelumnya. Ia optimis tidak ada daftar penduduk yang ganda karena Kemendagri memiliki sistem verifikasi yang bisa dicek melalui retina, nama, dan NIK. Menanggapi itu, Hadar Nafis Gu­ may, mengatakan KPU akan men­s in­ kron­k an dan mengecek dengan DPT di daerah pemilihan yang lalu yang me­ nye­l enggarakan pilkada. Setelah itu, akan diturunkan untuk pencocokan dan penelitian (coklit) per TPS.

“Nanti, petugas-petugas pencoklit itu, akan mengecek yang ada di daftar itu, ada di rumah atau tempat di daerah pemilihan Pilkada. Nanti itu akan disusun ke atas menjadi daftar pemilih sementara dan seterusnya. Kita minta masukan masyarakat dan dirapikan lagi menjadi DPT. Nah, itu satu untuk menyusun daftar pemilih tetap (DPT) Pilkada kita,” kata Hadar. Soal verifikasi pendukung yang diajukan pasangan calon perseorangan. KPU juga akan memastikan pendukung calon perseorangan itu ada di DP4 tersebut. “Saya kira itu yang akan kami manfaatkan dan gunakan. Selain itu, kami akan berkoordinasi, bukan karena diperintahkan oleh UU, tetapi memang kami perlukan dirjen kependudukan dan catatan sipil,” ujar Hadar. (arf/red. FOTO KPU/ris/Hupmas)

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menyerahkan Daftar Penduduk Pemilih Potensial Pemilihan (DP4) kepada KPU RI

Juli-Agustus 2016 SUARA KPU

25


S UA R A I M A M B ON J O L

KPK Minta Peserta dan penyelenggara Pilkada Berintegritas

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menegaskan peserta dan penyelenggara pemilu atau pilkada harus berintegritas. Undang-Undang KPK mengamanatkan adanya fungsi supervisi, penindakan, pencegahan, dan monitoring. KPK juga mempunyai perhatian pada dua hal, yaitu korupsi dan kerugian negara.

26

SUARA KPU Juli-Agustus 2016

H

al tersebut disampaikan Saut pada kegiatan Bimbingan Tek­ nis (Bimtek) Terpadu KPU, Ba­ waslu, dan DKPP Gelombang I Wilayah Barat, di Palembang Sumatera Selatan, Selasa (19/7). “KPK memperhatikan pe­ nyelenggaraan pilkada, itu karena luasnya kewenangan kepala daerah dan adanya banyak transaksional. Untuk itu KPK juga concern pada pencegahan, apabila ada sum­bangan dalam pencalonan kepala daerah, pe­nyumbang itu menuntut sesuatu apa tidak. Penyelenggara dan peserta, semua harus ber­ integritas,” tegas Saut. Saut mengungkapkan berdasarkan data 2015, sekitar 600 kasus korupsi kepala daerah yang sudah ditindak, bahkan ada yang

melalui operasi tangkap tangan (OTT). “Apabila pilkada tidak berintegritas, pasti penindakan bisa lebih banyak lagi. KPU dan Bawalu harus bekerja bersama, karena ini sistem, apabila bekerja sendiri-sendiri akan sulit menciptakan integritas.” Hal senada disampaikan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshidiqie. Menurutnya, KPU, Bawaslu, dan DKPP harus bergotong royong, melanjutkan kerjasama dalam hal integritas. Semakin besar organisasinya, semakin modern organisasinya, maka ketergantungan pada sistem semakin besar. “Sebagian masyarakat Indonesia masih tradisional, sehingga orang baik masih dibutuhkan, dan sistem juga masih dibutuhkan. Fitrah manusia itu cenderung menerima kebaikan dan kebenaran. Ada juga tiga syahwat yang mempengaruhi demokrasi, yaitu kekayaan, kekuasaan, dan seksualitas. Dalam demokrasi, ketiga syahwat itu bisa menjadi satu. Maka kita membutuhkan penataan sistem,” tuturnya. Jimly memandang demokrasi ini semakin lama kian mahal, sehingga perlu dipikirkan ke depan untuk mengontrol dan mengendalikannya. Partai politik seharusnya tidak boleh mencari dana politik sendiri, karena ini berbahaya, dan harus ada jarak antara parpol dan kekuasaan. Ada empat cabang kekuasaan yang seharusnya ada jarak, yaitu eksekutif, legislatif, yudikatif, dan media. “Mindset KPU dan Bawaslu harus ditingkatkan, karena KPU dan Bawaslu harus merasa pada posisi setara dengan presiden untuk pilpres, dan dengan kepala daerah untuk pilkada, sehingga dengan posisi kuat maka integritas akan terjaga. Pemilu legislatif dan presiden serentak tahun 2019 akan menjadi yang pertama bagi Indonesia, namun kuncinya KPU dan Bawaslu harus sukses terlebih dahulu pada penyelenggaraan pilkada 2017 dan 2018,” kata dia. (Arf/red FOTO KPU/dosen/Hupmas)


Reformasi Birokrasi di KPU Kian Membaik Reformasi birokrasi yang dijalankan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sejak 2013 lalu, sudah mulai menampakkan hasil. Berdasarkan evaluasi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), nilai yang diperoleh KPU semakin membaik setiap tahun.

P

ada penilaian pertama, yakni tahun 2014 lalu, KPU mendapat nilai 36.49. Sedangkan setahun sesudahnya, angka itu mengalami kenaikan menjadi 58.72. “Hasil penilaian memang belum menggembirakan, tapi setidaknya kita terus berbenah. Terbukti, nilai yang kita dapat terus meningkat,” sebut Sekretaris Jenderal KPU, Arif Rahman Hakim, Jumat (12/8). Menurut Arif, KPU memiliki satuan kerja (satker) yang sangat besar, terdapat 549 satker yang dikelola. Satker tersebut semakin besar ketika penyelenggaraan pemilihan, karena organisasi KPU sampai pada level TPS. “Karena itu, dalam mencapai target ki­nerja tahun 2015, kita dihadapkan da­ lam situasi yang tidak mudah. Selesai me­ laksanakan Pemilu 2014, KPU langsung me­nyelenggarakan tahapan Pilkada Serentak 2015,” terangnya. Namun, dengan segala tantangan dan hambatan, pilkada serentak perdana itu berjalan sukses. Hal ini terlihat dari pe­ nyelenggaraan yang tepat waktu, prinsipprinsip pemilihan yang jujur dan adil juga dapat ditegakkan. Selain itu, dari sasaran stra­tegis yang ada, terdapat sejumlah indikator krusial terpenuhi secara efektif dan efisien. “Tahun ini, Kemenpan RB kembali me­lakukan evaluasi lapangan atas proses reformasi Birokrasi di KPU dan telah melakukan entry meeting pada 5 Agustus ke­ maren,” ujar Arif.

Sekretaris Jenderal KPU, Arif Rahman Hakim.

Nilai-nilai dasar organisasi yang terapkan KPU dalam menjalankan tugas adalah mandiri, integritas dan profesional. Ada delapan area perubahan yang akan di­evaluasi dan kesemuanya memiliki bobot pe­n ilaian 60 persen. Di antaranya, ma ­najemen perubahan (5%), penataan peraturan (5%), penataan dan penguatan organisasi (6%), penataan tatalaksana (5%), penataan sis­tem manajemen SDM (15%),

penguatan akuntabilitas (6%), penguatan pengawasan (12%), dan peningkatan kualitas pelayanan pub­l ik (6%). Sedangkan sisa bobot 40 persen untuk hasil penilaian yang meliputi, kapasitas dan a kuntabilitas k inerja organisasi (20%), pemerintah yang bersih dan bebas KKN (10%), serta kualitas pelayanan publik (10%). “Budaya kerja di KPU dapat ter­c er­ min dari penilaian di atas. Seperti di­ ke­t a hui, nilai-nilai dasar organisasi yang terapkan KPU dalam menjalankan tu­g as adalah mandiri, integritas dan pro­ fesional,” papar Arif. Ia mengingatkan, sejumlah hal harus dilakukan jajaran Sekretariat Jenderal KPU RI, hingga KPU provinsi dan kabupaten/ kota, dalam menginternalisasikan reformasi bi­­rokrasi dalam kerangka budaya kerja. Pa­ salnya, hal tersebut akan berpengaruh ter­ha­ dap penilaian reformasi birokrasi. “Se­perti mem­bina disiplin kepegawaian, men­­jadi agen perubahan, dan melakukan so­­sialisasi pe­laksanaan reformasi birokrasi, baik di internal maupun di masyarakat luas,” je­­ lasnya. Sebelumnya, KPU telah menyusun indikator kinerja utama, rencana kinerja tahunan, perjanjian kinerja, dan laporan kinerja sebagai wujud pertanggungjawaban publik dalam mencapai visi, misi, tujuan dan sasaran strategis KPU. “Kita juga sudah melaksanakan sejumlah rekomendasi yang diberikan Kemenpan RB terhadap evaluasi 2015 lalu. Di antaranya, merumuskan tujuan dan sasaran berorientasi hasil dalam penyusunan Renstra 20152019, serta indikator kinerja yang terukur dan relevan pada dokumen-dokumen perencanaan,” katanya. Kemudian, KPU juga menyempurnakan kualitas rumusan indikator kinerja tujuan, indikator kinerja individu yang mengacu pada ukuran kinerja (IKU) KPU, menyajikan informasi dalam LKj KPU, memanfaatkan informasi kinerja dalam LKj untuk meningkatkan kinerja, menindaklanjuti hasil evaluasi akuntabilitas kinerja, dan melakukan peningkatan kapasitas SDM dalam bidang akuntabilitas dan manajemen kinerja di seluruh jajaran. Juli-Agustus 2016 SUARA KPU

27


S UA R A I M A M B ON J O L

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang

Paslon Kembali Boleh Produksi Bahan Kampanye Pada Pilkada Serentak 2017 mendatang, pasangan calon kembali diperbolehkan memproduksi bahan dan alat peraga kampanye sendiri. Hal itu merupakan evaluasi pelaksanaan Pilkada 2015 yang cendrung dinilai “sepi” dan kurang semarak.

T

idak semua daerah mempunyai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang cukup un­ tuk melaksanakan kampanye sehingga ter­ dapat kesan dari beberapa kalangan bahwa pelaksanaan pilkada cenderung sepi,” sebut Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Juri Ardiantoro. Hal tersebut dipaparkannya dalam bimbingan teknis (bimtek) terpadu pe­ nyelenggaraan Pilkada Serentak 2017, di Ambon, Selasa (26/7). Pada bimtek itu Juri menjelaskan sejumlah perbedaan pada pelaksanaan tahapan kampanye antara pilkada mendatang dengan sebelumnya. Menurut Juri, kampanye bukan hanya hak para pasangan calon, tetapi juga masyarakat. Karenanya, masyarakat perlu mendapat kesempatan dan waktu yang memadai untuk mengetahui visi-misi dan

28

SUARA KPU Juli-Agustus 2016

Dalam rancangan perubahan Peraturan KPU, paslon dapat memproduksi bahan kampanye dengan jumlah yang sama banyak dengan yang diproduksi KPU

program paslon sehingga mereka punya pengetahuan dan informasi yang cukup tentang siapa yang akan dipilih. Namun, ketentuan tersebut tidak serta-merta membuat paslon dapat bebas membuat dan memasang bahan kampanye. Dalam rancangan perubahan Peraturan KPU, paslon dapat memproduksi bahan kampanye dengan jumlah yang sama banyak dengan yang diproduksi KPU. Pembatasan tersebut dilakukan untuk tetap memberikan ruang yang adil bagi tiap pasangan calon dalam melakukan kampanye. Juri menjelaskan dipilihnya alat peraga kampanye untuk bisa diproduksi paslon karena kampanye jenis ini lebih bisa dikontrol dibanding dengan kampanye dalam bentuk iklan layanan masyarakat. (ftq/red. FOTO KPU/rap/Hupmas)


KPU Segera Selesaikan Pilkada Pematang Siantar Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI segera menyelesaikan tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2015 di beberapa daerah yang hingga hari ini masih belum selesai. Daerah tersebut adalah Kabupaten Muna, Kabupaten Membramo Raya dan Kota Pematang Siantar.

D

alam rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR RI di Senayan, Senin (15/7), disimpulkan bahwa tahapan Pilkada Membramo Raya dan Muna diselesaikan paling lambat pada bulan Agustus 2016. Sedangkan pemungutan suara Pilkada Pematang Siantar paling lambat Oktober 2016. Proses tahapan pilkada di Muna dan Membramo Raya masih menunggu putusan akhir Mahkamah Konstitusi (MK) usai pelaksanaan dua kali pemungutan suara ulang. Ta­hapan ini diprediksi akan lebih dulu selesai karena MK akan segera menggelar sidang lanjutan pada Selasa (19/7). Diharapkan putuskan akhir dapat terbit dalam waktu dekat sehingga tahapan pilkada selesai sesuai target. Sedangkan untuk tahapan Pilkada Pe­ma­ tang Siantar, Pelaksana Tugas Ketua KPU RI, Hadar Nafis Gumay mengatakan KPU akan

segera melanjutkannya begitu ada putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. “Tentu prinsipnya kami akan laksanakan sesegera mungkin, karena poin yang paling utama yang harus kita dapatkan. Begitu ada putusan Mahkamah Agung, kami kemudian terus akan menyusun jadwal tahapan, nah kami perkirakan akan dilaksanakan pada tahun 2016 ini,” terang Hadar.

PEMATANG SIANTAR Tahapan Pilkada Pematang Siantar me­ nyi­sakan polemik pencalonan pasangan Sur­ ve­nov Sirait - Parlindungan Sinaga, setelah di­­tetapkan tidak memenuhi syarat (TMS) se­bagai pasangan calon oleh KPU Kota Pe­ matang Siantar. Melalui proses gugatan yang melibatkan Panwaslu Pematang Siantar, DKPP hingga Bawaslu Provinsi Sumatera Utara, pasangan tersebut tetap dinyatakan TMS.

Kemudian, pasangan itu mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan. Pada 8 Desember 2015 PTUN Medan mengeluarkan putusan tentang penundaan berlakunya keputusan KPU Pematang Siantar tentang pembatalan pasangan Survenov - Parlindungan. Pada 25 Februari 2016, PTUN Medan mengeluarkan putusan nomor 98/G/2015/ PTUN-MDN yang amarnya menerima dan mengabulkan gugatan pasangan tersebut. KPU Pematang Siantar mengajukan banding, namun PTTUN Medan me­nge­ luarkan putusan yang menguatkan putusan me­reka sebelumnya. Karena itu, KPU Pe­matang Siantar mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dan hingga kini masih menunggu putusan. (ftq/red FOTO KPU/dosen/Hupmas)

Pelaksana tugas Ketua KPU RI, Hadar Nafis Gumay dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR RI di Senayan

Juli-Agustus 2016 SUARA KPU

29


S UA R A I M A M B ON J O L

Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI, Nur Hidayat Sarbini, dalam bimbingan teknis (bimtek) terpadu penyelenggara Pilkada 2017 di Kota Ambon.

Kode Etik Penyelenggara Pemilu 24 Jam Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI, Nur Hidayat Sarbini, mengatakan, para penyelenggara pemilu terikat dengan kode etik selama 24 jam. Hal itu diungkapkannya dalam bimbingan teknis (bimtek) terpadu penyelenggara Pilkada 2017 di Kota Ambon, Provinsi Maluku, Selasa (26/7).

30

SUARA KPU Juli-Agustus 2016

N

ur menjelaskan kode etik tersebut mengikat terhadap semua ucapan dan tindakan para penyelenggara pemilu. “Semua tindakan dan ucapan, tidak mengenal tempat dan waktu. Di kantor maupun di luar, dalam saat lapang maupun sempit, saudara kena kode etik, kode etik itu mengikat selama 24 jam” kata dia. Ia menjelaskan, kode etik untuk pe­ nyelenggara pemilu adalah suatu kesatuan norma etis dan filosofis yang merupakan pedoman perilaku bagi penyelenggara pemilu. Kode etik memuat larangan, dan apa yang patut dan tidak patut dilakukan oleh penyelenggara pemilu.

Para penyelenggara harus berpegang pada prinsip kode etik yang antara lain menjunjung ideologi negara, memelihara dan menjaga kehormatan penyelenggara serta bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pada pilkada serentak sebelumnya, DKPP telah menerima sebanyak 2.266 aduan dan hanya menyidangkan 729 aduan. Dari sidang yang digelar tersebut, sebanyak 1.967 orang penyelenggara pemilu direhabilitasi namanya, 793 orang diberi teguran tertulis, 30 orang diberhentikan sementara dan 359 diberhentikan tetap. (ftq/red FOTO KPU/rap/hupmas)


Biaya Makan dan Transpor Kampanye Tidak Boleh Uang Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Sigit Pamungkas mengungkapkan biaya makan, minum dan transportasi dalam kampanye pemilihan kepala daerah (pilkada), tidak boleh diberikan dalam bentuk uang.

S

emuanya harus diberikan dalam bentuk barang, kalau transportasi ya bisa menyediakan jemputan atau menyediakan sewa kendaraan misalnya,” ujar sigit dalam uji publik rancangan pe­ru­bahan Peraturan KPU terkait pilkada, di Ru­a ng Sidang Utama Gedung KPU, Senin (18/7). Selain tentang biaya makan dan transpor kampanye, dalam Peraturan KPU terbaru juga diatur sanksi bagi pasangan calon yang tidak ikut dalam debat kandidat. Sanksinya berupa pengumuman ke publik tentang

alasan ketidakikutsertaan dalam debat dan pemotongan frekuensi iklan di media hingga 50 persen. Terkait pembiayaan kampanye, Sigit mengatakan untuk Pilkada Serentak 2017 kampenye dilakukan oleh partai politik dan dapat dibiayai KPU. Dengan begitu, dana kampanye dapat berasal dari KPU dan partai politik. Kegiatan Kampanye yang dibiayai KPU antara lain debat publik dan iklan di media massa baik cetak maupun elektronik,

sedangkan partai politik membiayai kegiatan tatap muka maupun pertemuan terbatas. Selain membahas tentang rancangan Peraturan KPU tentang kampanye, uji publik kali ini juga membahas pemutakhiran data pemilih. Ferry mengatakan hal yang berbeda dari peraturan sebelumnya ialah untuk Pilkada 2017 tidak ada daftar pemilih tam­bahan (DPTb) 1 atau daftar pemilih tam­bahan (DPTb) 2. Pemilih yang tidak ter­d aftar setelah penetapan daftar pemilih te­t ap (DPT) langsung dapat menggunakan hak pilihnya langsung pada hari H dengan meng­g unakan kartu tanda penduduk (KTP). (ftq/red FOTO KPU/Dosen/Hupmas)

Uji publik rancangan perubahan Peraturan KPU terkait pilkada, di Ruang Sidang Utama Gedung KPU

Juli-Agustus 2016 SUARA KPU

31


S UA R A I M A M B ON J O L

Aplikasi Silon Otomatis Hapus Pemilih Ganda Identik Untuk mendukung penyelenggaraan Pilkada Serentak 2017 yang akan memasuki tahap pencalonan, khususnya dari jalur perseorangan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI melakukan bimbingan teknis penggunaan aplikasi sistem informasi pencalonan (Silon) kepada seluruh operator serta anggota KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota yang akan melaksanakan pilkada, Jumat (29/7).

B

imtek yang dilaksanakan di Pu­ sat Ilmu Komputer (Pusilkom) Uni­ versitas Indonesia (UI) itu dimaksudkan untuk membekali para operator dan anggota KPU di daerah mengenai du­ kungan IT yang telah diupayakan oleh KPU RI dalam tahapan pencalonan. Kepala Sub Bagian Pencalonan dan Penetapan Calon Terpilih Sekretariat Jenderal KPU RI, Andi Bagus Makkawaru, yang memandu bimtek itu mengatakan, KPU RI telah menerima masukan KPU di daerah untuk menyederhanakan analisa kegandaan internal. Dari hasil masukan tersebut, aplikasi Silon Pilkada 2017 akan secara otomatis menghapus data pendukung pasangan calon (paslon) perseorangan yang data kependudukannya (nama; nomor induk kependudukan; tanggal lahir; status pernikahan) seluruhnya ganda/identik. “Khusus ganda identik kita sudah fasilitasi, sudah diakomodir akan otomatis terhapus. Jadi nanti operator tidak perlu check list satu-satu untuk menghapus, karena akan otomatis menyisakan satu data pendukung saja,” kata dia. Dengan sistem baru itu, operator Silon akan lebih singkat dalam melakukan analisa kegandaan internal.

32

SUARA KPU Juli-Agustus 2016

Bimtek yang dilaksanakan di Pu­sat Ilmu Komputer (Puliskom) Uni­versitas Indonesia (UI)

Andi menambahkan, dalam meng­ analisa, Silon akan menghasilkan tiga output. Pertama lolos, artinya tidak ganda; kedua ganda identik, mulai dari nama, NIK, tanggal lahir, sampai status kawinnya sama; ketiga potensi ganda, yang sama hanya NIK nya saja. Untuk hasil potensi ganda, operator Silon harus tetap memeriksa kegandaan tersebut secara manual melalui kartu tanda penduduk (KTP). “Nah untuk kegandaan ini kita tetap harus check list manual. Sebelum dicek manual, harus kita cek KTP nya. Ini satu hal yang tidak boleh kita lupa. Kemudian lihat juga tanggal lahirnya, alamatnya. Kalau memang itu adalah orang yang sama, aksinya sama dengan ganda identik, dihapus salah satunya,” lanjutnya.

VERIFIKASI FAKTUAL Setelah melakukan analisa kegandaan internal dan eksternal, operator Silon dapat mencetak hasil analisa tersebut untuk keperluan verifikasi faktual oleh panitia pemungutan suara (PPS). Andi mengatakan ada tiga dokumen yang perlu diserahkan KPU di daerah pada saat verifikasi faktual. Ketiga dokumen itu adalah formulir B1 - KWK (daftar nama-nama pendukung pasangan calon perseorangan dalam pilkada) asli, serta KTP pendukung; hasil potensi ganda internal; serta hasil ganda eksternal. Ketiga dokumen tersebut perlu diberikan, sehingga PPS memiliki data yang lengkap untuk mengecek indikasi kegandaan yang diberikan oleh masyarakat guna mendukung paslon secara baik dan benar. (rap/red. FOTO KPU/dosen/Hupmas)


Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Juri Ardiantoro yang turut memberikan materi dalam bimtek terpadu KPU, Bawaslu, dan DKPP, Rabu (20/7) di Sumatera Selatan.

Terbukti Politik Uang, Pencalonan Bisa Batal Pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang pilkada, banyak terdapat perubahan yang signifikan. Salah satunya penguatan peran Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang dapat menerima, memeriksa, dan memutus pelanggaran administratif, seperti pelanggaran alat peraga kampanye dan praktik politik uang.

B

ahkan sekarang praktik politik uang bukan lagi masuk ranah pidana, tetapi pelanggaran administratif,. Apabila terbukti maka pencalonan bisa dibatalkan. Kewenangan pembatalan tersebut hanya dapat dilakukan Bawaslu provinsi. Hal tersebut disampaikan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Juri Ardiantoro yang turut memberikan materi dalam bimtek terpadu KPU, Bawaslu, dan DKPP, Rabu (20/7) di Sumatera Selatan. “Yang baru lagi dari UU tersebut, desain dan materi alat peraga kampanye boleh didanai paslon, namun ketentuan dan pemasangannya diatur dan difasilitasi KPU. Prinsip KPU, kampanye harus mencerminkan keadilan bagi seluruh peserta pilkada, namun juga masyarakat dapat memahami profil pasangan calonnya. KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota juga harus berkreasi agar alat peraga kampanye ini tidak

merusak lingkungan dan tidak mengganggu kepentingan orang lain,” papar Juri. Sementara itu, Komisioner KPU RI Hadar Nafis Gumay menekankan proses pendaftaran yang menyeluruh, dokumen syarat pencalonan harus ada dan sah pada saat pendaftaran. Berbeda dengan syarat calon, yang penting ada terlebih dahulu, karena KPU mempunyai ruang untuk verifikasi dan memastikan keabsahannya. Terkait verifikasi dukungan calon perseorangan, proses verifikasi administratif sampai di KPU kabupaten/kota, dan kemudian PPS yang melakukan verifikasi faktual. “Ada dua poin penting dalam verifikasi, yaitu mencocokkan dokumen dengan fotokopi identitas secara manual, dan memastikan pendukung tersebut harus ada dalam DP4 dan DPT di daerah yang menggelar pilkada melalui sitem informasi Silon. Aplikasi ini dapat mendeteksi apabila

ada kegandaan, atau dukungan sudah diberikan pada calon yang lain. Setelah itu diturunkan ke PPS untuk verifikasi faktual. Apabila dalam tiga hari tidak bisa ditemui, tim sukses harus mendatangkan yang bersangkutan ke PPS atau menggunakan teknologi video call yang dapat di-capture sebagai bukti verifikasi,” tutur Hadar. Hadar juga menjelaskan Silon ju­ ga dapat diakses oleh pasangan calon un­ tuk memasukkan data-data dukungan agar semua data langsung terekam, dan juga dapat mencetak formulir-formulir yang dibutuhkan. Khusus untuk calon perseorangan, apabila syarat dukungan ma­ sih kurang, maka pada saat menyerahkan perbaikan harus berjumlah dua kali lipat dari kekurangan dukungan tersebut. Dalam kesempatan yang sama, Komisioner Bawaslu Nasrullah mengapresiasi sistem Silon yang dipakai KPU. Namun ia berharap agar pada saat verifikasi administratif dan faktual dukungan perseorangan, pengawas dapat diikutsertakan, karena bisa jadi KPU kabupaten/kota tidak mengetahui apakah petugas verifikasi faktual telah bekerja dengan benar. Selain itu, apabila memungkinkan lem­ baga-lembaga yang berkompeten diajak be­kerjasama, misal dinas pendidikan dan ke­ sehatan, agar seperti kasus narkoba yang me­ nimpa oknum bupati tidak terulang kembali. (Arf/red FOTO KPU/dosen/Hupmas) Juli-Agustus 2016 SUARA KPU

33


SUARA REGULASI

PENYEMPURNAAN MEKANISME PENCALONAN Pemerintah baru saja menerbitkan Undang Undang Nomor 10 Tahun 2016 sebagai landasan hukum penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2017. Undang-undang ini merupakan penyempurnaan dari regulasi sebelumnya, yakni UU Nomor 8 Tahun 2015. Penyempurnaan tersebut menyangkut delapan isu utama, yaitu: 1.

2.

34

Perubahan substansi undang-undang pilkada dilakukan dalam rangka menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi, terkait dengan: a). Persyaratan atas kewajiban bagi pegawai negeri sipil (PNS) untuk menyatakan pengunduran diri sejak penetapan sebagai pasangan calon; b). Persyaratan atas kewajiban bagi anggota DPR, DPD dan DPRD un­ tuk menyatakan pengunduran diri sejak pe­netapan sebagai pasangan calon; c). Persyaratan terkait mantan ter­ pidana dapat maju sebagai pasangan calon jika telah me­ngumumkan kepada mas­yarakat luas bahwa yang ber­sangkutan pernah menjadi ter­pidana berdasarkan pu­t us­a n pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum; d). Dihapusnya persyaratan tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana; e). Pengaturan terkait pelaksanaan pemilihan jika hanya terdapat satu pasangan calon. Penegasan terkait pemaknaan atas nomenklatur petahana untuk menghindari multitafsir dalam im­ plementasinya; SUARA KPU Juli-Agustus 2016

3.

4.

5.

6.

Pengaturan mengenai pendanaan kegiatan pilkada dibebankan kepada APBD dan dapat didukung melalui APBN; Penyederhanaan penyelesaian sengketa proses pada setiap ta­hapan pilkada agar keserentakan pen­coblosan maupun pe­ lantikan dapat terjamin; Penetapan mengenai waktu pe­ mungutan suara untuk Pilkada 2020 dan 2024; Pengaturan mengenai pelantikan se­ rentak gubernur, bupati, walikota

7. 8.

dan wakil-wakilnya yang dilakukan oleh presiden di ibukota negara serta penegasan terkait waktu pelantikan agar selaras dengan kebijakan pe­nye­ lenggaraan pemilihan secara serentak, yang pelantikan tersebut dilaksanakan pada akhir masa jabatan kepala daerah sebelumnya yang paling akhir; Pengaturan sanksi yang jelas bagi yang melakukan politik uang; Pengaturan terkait pengisian jabatan gubernur, bupati, walikota dan wakilwakilnya yang diberhentikan.


adhoc yang berkompeten, memiliki kapasitas, in­tegritas dan mandiri. Perubahan mekanisme tersebut termuat dalam pasal 16 tentang PPK, pasal 19 tentang PPS dan pasal 21 tentang KPPS.

PASAL 16 (1). Anggota PPK sebanyak 5 (lima) orang yang memenuhi syarat berdasarkan Undang-Undang. (1a). Seleksi penerimaan anggota PPK dilaksanakan secara ter­buka dengan memperhatikan kom­petensi, kapasitas, integritas, dan kemandirian calon anggota PPK. (2). Anggota PPK diangkat dan di­ber­ hentikan oleh KPU kabupaten/kota. (3). Komposisi keanggotaan PPK mem­ perhatikan keterwakilan perempuan pa­ling sedikit 30% (tiga puluh persen). (4). Dalam menjalankan tugasnya, PPK dibantu oleh sekretariat yang di­pimpin oleh sekretaris dari pegawai negeri sipil yang memenuhi per­syaratan. (5). PPK melalui KPU kabupaten/kota meng­usulkan 3 (tiga) nama calon sek ­­retaris PPK kepada bupati/wa ­l i­ ko­ta untuk selanjutnya dipilih dan di­­tetapkan 1 (satu) nama sebagai sek­ re­taris PPK dengan keputusan bupati/ walikota.

PASAL 19

Selain delapan isu pokok tersebut, terdapat sejumlah perubahan ketentuan yang berkaitan dengan teknis pelaksanaan ta­hapan pilkada seperti rekrutmen ba­dan penyelenggara adhoc (sementara), pen­ca­lonan, pemutakhiran data pemilih, kam­panye, dana kampanye dan penanganan sengketa. Rekrutmen badan penyelenggara adhoc yang terdiri dari panitia pemilihan kecamatan (PPK), panitia pemungutan suara (PPS) dan kelompok penyelenggara pemungutan suara diupayakan menjadi lebih ter­buka dan transparan. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan penyelenggara

(1). Anggota PPS berjumlah 3 (tiga) orang. (2). Seleksi penerimaan anggota PPS dilaksanakan secara terbuka de­ngan memperhatikan kompetensi, ka­pasitas, integritas, dan kemandirian calon anggota PPS. (3). Anggota PPS diangkat dan di­ber­ hentikan oleh KPU kabupaten/kota.

PASAL 21 (1). Anggota KPPS berjumlah 7 (tujuh) orang yang berasal dari anggota mas­ yarakat di sekitar TPS yang memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan per­ aturan perundang-undangan. (1a). Seleksi penerimaan anggota KPPS

dilaksanakan secara ter­bu­k a dengan mem­perhatikan kom­pe­tensi, ka­pa­sitas, integritas, dan ke­man­d irian calon anggota KPPS. (2). Anggota KPPS diangkat dan di­ber­hen­ tikan oleh PPS atas nama ketua KPU kabupaten/kota. (3). Pengangkatan dan pemberhentian anggota KPPS wajib dilaporkan kepada KPU kabupaten/kota. (4). Susunan keanggotaan KPPS terdiri atas se­orang ketua merangkap ang­gota dan anggota. Terkait dengan pencalonan terdapat sejumlah perubahan ketentuan, terutama yang berkaitan dengan syarat dukungan calon perseorangan. Pertama; persentasi jumlah dukungan dihitung dari jumlah penduduk yang telah memiliki hak pilih. Kedua; pemilih yang dapat memberi du­ kungan adalah mereka yang tercatat dalam daf­tar pemilih tetap (DPT) pada pemilu sebelumnya yang paling akhir di daerah yang bersangkutan.

PASAL 41 (1). Calon perseorangan dapat men­ daftarkan diri sebagai calon gubernur dan calon wakil gubernur jika me­ menuhi syarat dukungan jumlah pen­ duduk yang mempunyai hak pilih dan ter­muat dalam daftar pemilih tetap pada pemilihan umum atau pemilihan se­belumnya yang paling akhir di daerah bersangkutan, dengan ketentuan: a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa harus didukung paling sedikit 10% (sepuluh persen); b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2.000.000 (dua juta) jiwa sampai dengan 6.000.000 (enam juta) jiwa harus didukung paling sedikit 8,5% (delapan setengah persen); c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6.000.000 (enam Juli-Agustus 2016 SUARA KPU

35


S UA R A R E GU L A S I

juta) jiwa sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa harus didukung paling sedikit 7,5% (tujuh setengah persen); d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa harus didukung paling sedikit 6,5% (enam setengah persen); dan e. Jumlah dukungan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d tersebar di lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kabupaten/kota di provinsi dimaksud. (2). Calon perseorangan dapat men­daf­ tarkan diri sebagai calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wa­li­kota dan calon wakil walikota jika me­ menuhi syarat dukungan jumlah pen­ duduk yang mempunyai hak pilih dan ter­muat dalam daftar pemilih tetap di daerah bersangkutan pada pemilihan umum atau pemilihan sebelumnya yang pa­ling akhir di daerah bersangkutan, de­ngan ketentuan: a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daf­ tar pemilih tetap sampai dengan 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) ji­wa harus didukung paling sedikit 10% (sepuluh persen); b. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) sampai dengan 500.000 (lima ratus ri­bu) jiwa harus didukung paling sedikit 8,5% (delapan setengah persen); c. Kabupaten/kota dengan jumlah pen­duduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500.000 (lima ratus ribu) sampai dengan 1.000.000 (satu juta) jiwa harus didukung paling sedikit 7,5% (tujuh setengah persen); d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa harus di­

36

SUARA KPU Juli-Agustus 2016

du­kung paling sedikit 6,5% (enam setengah persen); dan e. Jumlah dukungan sebagaimana di­maksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d tersebar di le­bih dari 50% (lima puluh persen) jum­lah kecamatan di kabupaten/ ko­ta dimaksud. (3). Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuat dalam bentuk surat dukungan yang disertai dengan fotokopi kartu tanda penduduk elektronik atau surat keterangan yang diterbitkan oleh dinas kependudukan dan catatan sipil yang menerangkan bahwa penduduk tersebut berdomisili di wilayah administratif yang sedang menyelenggarakan pemilihan paling singkat 1 (satu) tahun dan tercantum dalam daftar pemilih tetap pemilihan umum sebelumnya di provinsi atau kabupaten/kota dimaksud. (4). Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya diberikan kepada 1 (satu) pasangan calon perseorangan. Untuk menguji kelengkapan dan ke­ absahan dukungan calon perseorangan, KPU melakukan verifikasi administrasi dan verifikasi faktual. Verifikasi administrasi dukungan calon perseorangan dilakukan oleh KPU kabupaten/kota untuk pilkada bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota dan KPU provinsi untuk pilkada gubernur/wakil gubernur. Verifikasi faktual dengan metode sensus dilakukan oleh panitia pemungutan suara (PPS) di tingkat desa/ kelurahan. Metode sensus bukanlah sesuatu yang baru dalam pelaksanaan ve­r i­fi kasi dukungan calon perseorangan. Verifikasi faktual dukungan pasangan calon per­ seorangan telah diterapkan sejak pilkada ta­hun 2010. Bedanya alokasi waktu yang di­berikan Undang Undang Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 untuk verifikasi faktual lebih lama, yaitu selama 14 hari. Sementara verifikasi administrasi dan faktual pada pil­kada 2010-2013, alokasi waktunya hanya 14 hari dengan rincian 3 hari verifikasi administrasi, 9 hari verifikasi faktual dan 2 hari penyusunan berita acara. Hal ini me­ nunjukkan adanya semangat undang-undang

untuk memberi ruang kepada penyelenggara pe­­milu dalam memastikan keabsahan du­ kungan yang diberikan oleh pemilih kepada ba­kal calon perseorangan.

PASAL 48 Ayat 4 : KPU provinsi atau KPU kabupaten/ ko­ta dibantu oleh pasangan calon per­­seorangan atau tim yang di­ berikan kuasa oleh pasangan calon me­nyerahkan dokumen sya ­rat dukungan sebagaimana dimaksud pa­da ayat (1) kepada PPS untuk dilakukan verifikasi faktual paling lam­bat 28 (dua puluh delapan) hari sebelum waktu pendaftaran pasangan calon dimulai. Ayat 5 : Verifikasi faktual sebagaimana di­ maksud pada ayat (4) dilakukan pa­ling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak dokumen sya­rat dukungan pasangan calon per­ seorangan diserahkan ke PPS. Ayat 6 : Verifikasi faktual sebagaimana di­ maksud pada ayat (4) dan ayat (5) di­lakukan dengan metode sensus dengan menemui langsung setiap pen­dukung calon. Ayat 7 : Verifikasi faktual sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), terhadap pendukung calon yang tidak dapat ditemui pada saat verifikasi faktual, pasangan calon diberikan kesempatan untuk menghadirkan pendukung calon yang dimaksud di kantor PPS pa­ ling lambat 3 (tiga) hari terhitung se­jak PPS tidak dapat menemui pen­ dukung tersebut. Untuk pendaftaran pasangan calon dari partai politik juga terdapat perubahan yang sangat signifikan. Dewan Pimpinan Pusat (DPP) partai politik diberi kewenangan yang lebih luas dalam pendaftaran pasangan calon. Terdapat dua kewenangan strategis DPP dalam pendaftaran pasangan calon. Pertama; memberi persetujuan terhadap pasangan calon yang akan didaftarkan oleh pengurus tingkat kabupaten/kota atau pengurus provinsi. Kedua; DPP berhak mengambil alih proses pendaftaran gubernur/wakil


gubernur, bupati/wakil bupati dan wali kota/wakil wali kota jika pengurus partai di tingkat kabupaten/kota atau pengurus di tingkat provinsi tidak melaksanakan proses pendaftaran.

PASAL 42 Ayat 4 : Pendaftaran pasangan calon gu­ bernur dan calon wakil gubernur oleh partai politik ditandatangani oleh ketua partai politik dan sek­retaris partai politik tingkat provinsi disertai surat keputusan pe­ngurus partai politik tingkat pusat tentang persetujuan atas calon yang diusulkan oleh pe­ngu­ rus partai politik tingkat provinsi. Ayat 4 (a) : Dalam hal pendaftaran pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dilaksanakan oleh pimpinan partai politik tingkat provinsi, pendaftaran pasangan calon yang telah di­se­ tujui partai politik tingkat pusat, dapat dilaksanakan oleh pimpinan par­tai politik tingkat pusat. Ayat 5 : Pendaftaran pasangan calon bu­ pati dan calon wakil bupati serta pa­sangan calon walikota dan calon wakil walikota oleh partai po­litik ditandatangani oleh ketua partai politik dan sekretaris partai politik tingkat kabupaten/kota disertai surat keputusan pengurus par­tai politik tingkat pusat ten­ tang persetujuan atas calon yang di­usulkan oleh pengurus partai po­litik tingkat provinsi. Ayat 5(a) : Dalam hal pendaftaran pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dilaksanakan oleh pim­pinan partai politik tingkat kabupaten/kota, pendaftaran pa­ sangan calon yang telah disetujui partai politik tingkat pusat, dapat dilaksanakan oleh pimpinan partai politik tingkat pusat. Kasus narkoba yang menimpa Bupati Ogan Ilir, Provinsi Sumatera Selatan pada Maret 2016 menjadi salah satu titik masuk memperbaiki regulasi pencalonan untuk

memastikan bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak saja harus sehat jasmani dan rohani, tetapi juga terbebas dari narkoba. Karena itu, dokumen syarat calon, selain harus menyertakan hasil pemeriksaan kemampuan jasmani dan rohani, wajib menyertakan bebas penyalahgunaan narkoba dari dokter, ahli psikologi dan Badan Narkotika Nasional (BNN). Hal ini diatur dalam pasal 45 ayat 2b poin 1 yang menyebutkan: hasil pemeriksaan kemampuan secara jasmani, rohani, dan bebas penyalahgunaan narkotika dari tim yang terdiri dari dokter, ahli psikologi, dan Badan Narkotika Nasional, yang ditetapkan oleh KPU provinsi atau KPU kabupaten/kota sebagai bukti pemenuhan syarat calon. Undang-undang juga mengantisipasi adanya calon atau pasangan calon yang meninggal dunia. Penggantian calon atau pasangan calon yang meninggal dunia dapat dilakukan paling lambat 30 hari sebelum pemungutan suara. Dalam hal salah satu calon dari pasangan calon meninggal dunia 29 hari sebelum pemungutan suara maka partai politik atau gabungan partai politik tidak diberikan lagi kesempatan untuk mengganti calon. Tetapi, salah satu dari pasangan calon yang tidak meninggal dunia tetap dapat mengikuti pemilihan tanpa pasangan sekalipun. Kasus calon tunggal yang terjadi pada Pilkada 2015 menjadi bagian penting dalam penyempurnaan regulasi pencalonan dalam undang-undang pilkada. Undang-undang me­ngatur lima kondisi yang menyebabkan diperbolehkannya calon tunggal dalam pil­kada. Pertama; setelah dilakukan pe­ nun­da­an dan sampai dengan berakhirnya masa per­panjangan pendaftaran, hanya terdapat satu pasangan calon yang mendaftar dan berdasarkan hasil penelitian pasangan calon tersebut dinyatakan memenuhi syarat. Kedua; terdapat lebih dari satu pasangan calon yang mendaftar dan berdasarkan hasil penelitian hanya terdapat satu pasangan calon yang dinyatakan memenuhi syarat dan setelah dilakukan penundaan sampai dengan berakhirnya masa pembukaan kembali pendaftaran tidak terdapat pasangan calon yang mendaftar atau pasangan calon yang mendaftar berdasarkan hasil penelitian

dinyatakan tidak memenuhi syarat yang mengakibatkan hanya terdapat satu pasangan calon. Ketiga; sejak penetapan pasangan calon sampai dengan saat dimulainya masa Kampanye terdapat pasangan calon yang berhalangan tetap, partai politik atau gabungan partai politik tidak mengusulkan calon/ pasangan calon pengganti atau calon/pasangan calon pengganti yang diusulkan dinyatakan tidak memenuhi syarat yang mengakibatkan hanya terdapat satu pasangan calon. Keempat; sejak dimulainya masa kampanye sampai dengan hari pemungutan suara terdapat pasangan calon yang berhalangan tetap, partai politik atau gabungan partai politik tidak mengusulkan calon/pasangan calon peng­ ganti atau calon/pasangan calon pengganti yang diusulkan dinyatakan tidak memenuhi sya­rat yang mengakibatkan hanya terdapat satu pasangan calon. Kelima; terdapat pa­ sangan calon yang dikenakan sanksi pem­ba­ talan sebagai peserta pemilihan yang meng­ akibatkan hanya terdapat satu pasangan calon.

Juli-Agustus 2016 SUARA KPU

37


KAMUS PEMILU

METODE KUOTA NIEMEYER Adalah metode mengonversi perolehan suara menjadi kursi dengan memanfaatkan proporsionalitas matematika. Metode ini ditempuh melalui satu tahapan dengan cara membagi perolehan suara peserta pemilu dengan seluruh suara sah dikalikan dengan jumlah kursi secara keseluruhan. Jika menghasilkan pecahan, maka sisa suara dibulatkan ke atas.

METODE DIVISOR ST LAGUE/WEBSTER Adalah cara menghitung perolehan kursi ke partai politik dengan cara membagi perolehan suara setiap partai politik dengan bilangan pembagi ganjil, 1, 3, 5, 7 dan seterusnya. Hasilnya baginya dirangking, dan angka tertinggi secara berturut-turut mendapatkan kursi pertama, kursi kedua, kursi ketiga dan seterusnya, sesuai dengan jumlah kursi yang tersedia.

POLA PENCALONAN (NOMINATION) Adalah unsur sistem pemilu yang berkaitan dengan siapa yang mengajukan calon dan bagaimana caranya calon itu diajukan. Siapa yang mengajukan calon tergantung pada siapa yang menjadi peserta pemilu, apakah partai politik, perseorangan atau keduanya. Jika peserta pemilunya hanya partai politik saja maka satu-satunya yang dapat mengajukan calon adalah partai politik. Jika peserta pemilunya adalah partai politik dan perseorangan maka dua-duanya dapat mengajukan calon.

38

SUARA KPU Juli-Agustus 2016

MODEL PENYUARAAN (BALLOTING)

METODE DIVISOR D’HONDT/JEFFERSON

Adalah mekanisme pemberian suara oleh pemilih dalam pemilu. Dimensi ini menyangkut tiga hal, yaitu (a) apakah suara diberikan kepada partai politik, atau kepada kandidat, ataukah keduanya; (b) apakah pemberian suara dilakukan secara kategorikal ataukah secara ordinal, seperti sistem preferensi, yaitu meranking pilihan atas sejumlah calon (alternative votes); dan (c) apakah pemberian suara dilakukan secara tradisional (mencoblos) ataukah secara terpelajar (menuliskan nama, nomor atau tanda baca);

Adalah cara menghitung perolehan kursi ke partai politik dengan cara membagi perolehan suara setiap partai politik dengan bilangan pembagi 1, 2, 3, 4, dan seterusnya. Selanjutnya hasil pembagian suara setiap partai politik itu dirangking, dan angka tertinggi secara berturut-turut mendapatkan kursi pertama, kursi kedua, kursi ketiga dan seterusnya, sesuai dengan jumlah kursi yang tersedia;

FORMULA PEMILIHAN (ELECTORAL FORMULAE) Menyangkut dua hal, yaitu formula pembagian kursi dan formula penetapan calon terpilih. Formula pembagian kursi adalah rumus yang digunakan untuk membagi kursi kepada partai politik peserta pemilu di setiap daerah pemilihan. Sementara formula penetapan calon adalah mekanisme yang digunakan untuk menentukan calon terpilih;

METODE KUOTA DROP Adalah metode mengonversi perolehan suara menjadi kursi dengan cara membagi total perolehan suara dengan jumlah kursi ditambah 1. Cara menghitung selanjutnya sama dengan kuota murni. Pertama, menentukan partai politik yang mendapat kursi utuh. Kedua, menentukan partai politik yang mendapat sisa kursi yang belum terbagi.

METODE KUOTA Adalah pembagian perolehan kursi partai politik dengan cara membagi perolehan suara partai politik dengan total suara, lalu dikalikan dengan jumlah kursi yang tersedia. Metode ini sering menghasilkan pecahan sehingga menghasilkan sisa kursi. Jika dalam penghitungan terdapat sisa kursi maka sisa kursi diberikan kepada partai politik yang memiliki pecahan terbesar secara berturut-turut hingga kursi habis.

METODE DIVISOR Adalah pembagian perolehan kursi dengan cara membagi jumlah perolehan suara setiap partai politik dengan menggunakan bilangan pembagi atau divisor yang bersifat tetap, tidak tergantung pada jumlah pemilih. Hasil pembagian ini kemudian diranking dari tertinggi hingga terendah sesuai dengan jumlah kursi yang tersedia. Angka tertinggi hingga terendah secara berturut-turut mendapatkan kursi hingga kursi habis terbagi.

BESARAN DAERAH PEMILIHAN (DISTRIC MAGNITUTE) Adalah unsur sistem pemilu yang menentukan pilihan mengenai ling­kup daerah pemilihan, prinsip yang mendasari alokasi kursi dan jumlah kursi yang diperebutkan di setiap daerah pemilihan. Lingkup daerah pemilihan dapat ditentukan berdasarkan wilayah administrasi pemerintahan (nasional, provinsi atau kabupaten/kota), jumlah penduduk dan kombinasi antara faktor wilayah dengan jumlah penduduk. Adapun alokasi kursi dapat ditentukan atas dasar prinsip kesetaraan keterwakilan di antara warga negara atau kesetaraan antar wilayah atau daerah

METODE KUOTA HAMILTON/HARE Atau disebut juga metode kuota LR (largest remainder atau sisa suara terbanyak) adalah metode untuk mengonversi perolehan suara menjadi kursi dengan memakai bilangan pembagi yang tidak tetap, tergantung jumlah pemilih dan perolehan suara. Metode ini memiliki dua tahap. Pertama, membagi perolehan suara masing-masing partai dengan kuota suara 1 kursi atau bilangan pembagi pemilih (BPP). Pada tahap ini, partai politik yang mendapat perolehan suara sama atau lebih dari BPP berarti mendapat kursi sebanyak bilangan utuh tersebut. Kedua, membagi sisa kursi berdasarkan sisa suara terbanyak;



S UA R A G A L E R I

Bimbingan Teknis Terpadu di Palembang, 19-22 Juli 2016

Bimtek Operator Silon kepada Operator KPU yang akan meneyelenggarakan Pilkada serentak 2017, 29-30 Juli 2016

40

SUARA KPU Juli-Agustus 2016


Bimtek Teknis Terpadu dalam Pilkada Serentak Tahun 2017 di Provinsi Maluku, 25-28 Juli 2016

Rakor Pilot Projet Rumah Pintar Pemilu, di Provinsi Bali 19-21 Mei 2016

Kunjungan ke SMA Bali Mandara Juli-Agustus 2016 SUARA KPU

41


S UA R A G A L E R I

Launching Pilkada 2017 Provinsi Banten, 3 Agustus 2017

Launching Pilkada 2017 Provinsi Aceh, 2 Agustus 2016

42

SUARA KPU Juli-Agustus 2016


Launching Pilkada 2017 di Provinsi Bangkak Belitung, 6 Agustus 2017

Penyerahan DP4 Pilkada 2017

Launching Rumah Pintar Pemilu dan Pelatiihan di Jogyakarta Bulan Agustus, 4 Agustus 2016 Juli-Agustus 2016 SUARA KPU

43


SUARA DAERAH

“MILKOI GAYA 2016”

TINGKATKAN KESADARAN DEMOKRASI PELAJAR

Usaha meningkatkan kesadaran demokrasi di kalangan pelajar merupakan salah satu hal penting. Hal ini disadari Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Karanganyar. Untuk itu, KPU mengadakan sosialisasi proses berdemokrasi terhadap puluhan pelajar Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) se-Kabupaten Karanganyar, Rabu (3/8).

B

ertema pemilihan ketua OSIS tingkat SM A /SMK /M A gaya serentak 2016 (Milkoi Gaya 2016), sosialisasi ini diikuti puluhan pelajar pengurus OSIS dan guru pembina OSIS di seluruh wilayah Karanganyar. Ketua KPU Karanganyar, Sri Handoko Budi Nugroho, menyatakan komitmen yang kuat untuk meningkatkan pengetahuan, pendidikan dan kesadaran berdemokrasi di kalangan pelajar tingkat SLTA. “KPU Karanganyar sebagai penyelenggara pemilu di kabupaten berkomitmen untuk itu. Melalui kegiatan pemilihan ketua OSIS serentak diharapkan mampu mendorong siswa untuk berperan aktif dalam praktik demokrasi,” ujar Handoko. Pemilihan ketua OSIS ini, kata dia, sebagai miniatur pelaksanaan pemilihan

44

umum ataupun pemilihan kepala daerah secara nyata. Dari sosialisasi ini siswa mendapat pengetahuan dan pengalaman nilai demokrasi dan dapat mempraktikkan secara sederhana di lingkungan sekolah. Pelaksanaan sosialisasi pemilihan ketua OSIS “Milkoi Gaya 2016” terselenggara atas kerjasama KPU Kabupaten Karanganyar, Dinas Pendidikan, pemuda dan Olahraga (Dispora) Kabupaten Karanganyar dan Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Karanganyar. Bupati Karanganyar Juliyatmono yang hadir dalam sosialisasi tersebut berpesan kepada semua siswa untuk lebih meningkatkan belajarnya agar menjadi siswa yang berprestasi dan cerdas. ”Mudah-mudahan kelak yang terpilih menjadi ketua OSIS menjadi orang hebat, berlatih menjadi pemimpin dan mendapat ridho dari Tuhan Yang Maha Kuasa,” pesan Juliyatmono. (inisial_1)

Ketua KPU Kabupaten Karanganyar, Sri Handoko Budi Nugroho pada pemilihan ketua OSIS tingkat SMA/SMK/ MA gaya serentak 2016 (Milkoi gaya 2016), Rabu (3/8).

SUARA KPU Juli - Agustus 2016

_suara daerah.indd 44

30/08/2016 20:58:24


JuliMei - Agustus - Juni 2016 2016 SUARA KPU

_suara daerah.indd 45

45

30/08/2016 20:58:25


S UA R A DA E R A H

Calon Perseorangan Pinrang Minimal 23 Ribu E-KTP Pasangan calon perseorangan yang bakal mengikuti Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan, pada 2018 mendatang harus bekerja ekstra. Pasalnya, berdasarkan aturan, setiap paslon mesti mendapatkan dukungan minimal 8,5 persen untuk kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 250 ribu sampai 500 ribu yang termuat dalam daftar pemilih tetap (DPT).

“J

umlah DPT Pilpres 2014 lalu di Kabupaten Pinrang sebanyak 276.782. Menurut Undang-Undang 10 Tahun 2016, dukungan calon perseorangan dibuat dalam bentuk surat dukungan yang disertai dengan fotokopi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) atau surat keterangan yang diterbitkan dinas kependudukan dan catatan sipil. Jadi, setiap bakal calon perseorangan nantinya minimal mengumpulkan dukungan paling sedikit 23.527,” kata Ketua KPU Pinrang, Mansyur Hendrik, Rabu (27/7). Hal ini mengemuka dalam bedah UU 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 yang diselenggarakan KPU Pinrang, di ruang Media Centre. Bedah UU yang dipimpin Mansyur dan empat komisoner lainnya, Hasbar, Rustan Bedmant, A Bakhtiar Tombong, dan Alamsyah, dihadiri Sekretaris KPU Pinrang Amir Tahir

46

bersama sejumlah staf sekretariat dan pelajar Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang sedang melaksanakan Praktik Sistem Ganda (PSG) di KPU. Dalam Pasal 7 ayat 2, UU 10 Tahun 2016, secara tegas juga menyebut bahwa anggota DPR/DPD/DPRD mesti mengundurkan diri sejak ditetapkan sebagai pasangan calon. Aturan ini juga berlaku bagi anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian RI (Polri), dan Pegawai Negeri Sipil (PNS), serta kepala desa atau sebutan lainnya. “Pengunduran diri ini secara tertulis dibuat sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta pemilihan,” jelas Mansyur. Masih dalam UU 10, pasal 73 secara tegas menyebutkan kewenangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Berdasarkan putusan Bawaslu provinsi, KPU provinsi atau kabupaten/kota dapat mengenakan sanksi administrasi pembatalan sebagai pasangan calon (paslon) bagi calon yang terbukti

melakukan pelanggaran seperti money politic. “Pasal 73 ayat 1; calon dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan dan/atau pemilih,” tegasnya. Sementara itu Komisioner Divisi Sosialisasi dan SDM KPU Pinrang, Rustan Bedmant menambahkan, bedah UU ini merupakan kelanjutan dari bedah aturan di KPU seperti peratuan KPU. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan dalam memahami regulasi secara bersama-sama, baik komisioner maupun staf sekretariat. “Sejak tahun 2016, KPU Pinrang rutin melakukan bedah UU maupun Peraturan KPU. Rencananya, pekan depan kita lanjutkan dengan Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2015 tentang sosialisasi dan partisipasi masyarakat yang sempat tertunda saat Ramadhan 1437 H,” katanya. (bed/red. FOTO KPU/sirajuddin)

SUARA KPU Juli - Agustus 2016

_suara daerah.indd 46

30/08/2016 20:58:26


KPU DKI Jakarta Gelar Sosialisasi Pencalonan Pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta (Pilgub) semakin dekat. Tahapan demi tahapan juga sudah berjalan sesuai jadwal masing-masing. KPU DKI Jakarta menggelar sosialiasi tahapan pendaftaran calon gubernur dan wakil gubernur KPU DKI Jakarta, Senin (18/7).

P

eserta sosialiasi adalah pimpinan partai politik dan ormas, Kodam Jaya, Polda Metro dan pihak terkait lainnya. Hadir pula Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi dan Wakil ketua DPRD H. Abraham “Lulung” Lunggana. Ketua KPU DKI Jakarta Sumarno mengatakan, pihaknya telah melahirkan sejumlah keputusan tentang pelaksaaan tahapan pilgub, seperti SK tentang pelaksanaan hari-H pemungutan suara, SK tentang syarat minimal dukungan calon perseorangan, SK tentang syarat minimal dukungan parpol politik, SK tentang pemantau pemilu dan lain sebagainya. “Sosialisasi tahapan pencalonan ini sangat penting. Ini bagian dari tugas KPU DKI

“Syarat yang melekat pada dirinya, misalnya sehat jasmani dan rohani, tidak pernah dipidana. Sedang syarat lain, adalah memenuhi dukungan calon perseorangan dan dukungan parpol. Keduanya melekat satu sama lain,”

Jakarta yang diamanatkan Undang-Undang, yaitu tata cara pencalonan agar tidak terjadi kesalahpahaman dan salah informasi,” terang Sumarno. Dalam kesempatan itu, Anggota KPU DKI Jakarta Pokja Pancalonan Dahliah Umar memaparkan secara detail syarat-syarat pencalonan sesuai dengan regulasi dari UndangUndang hingga PKPU yang berlaku. Mulai dari syarat yang pribadi hingga syarat administrasi. “Syarat yang melekat pada dirinya, misalnya sehat jasmani dan rohani, tidak pernah dipidana. Sedang syarat lain, adalah memenuhi dukungan calon perseorangan dan dukungan parpol. Keduanya melekat satu sama lain,” kata Dahliah.

(RED)

Juli - Agustus 2016 SUARA KPU

_suara daerah.indd 47

47

30/08/2016 20:58:26


S UA R A DA E R A H

PEMPROV BALI

KOMIT SIAPKAN ANGGARAN PILGUB 2018 Pemerintah Provinsi Bali menyatakan komitmen dalam penyediaan anggaran guna menyukseskan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur (Pilgub) Bali pada 2018 mendatang.

“P

emprov mendukung penuh dari aspek anggaran sebagai komitmen menyukseskan Pilgub Bali. Karena pada prinsipnya tidak ada tahapan yang boleh terhambat disebabkan ketidaktersediaannya anggaran,� kata Sekretaris Daerah Provinsi Bali, Cokorda Ngurah Pemayun. Hal tersebut diungkapkannya pada rapat pembahasan anggaran, Kamis (21/7). Rapat tersebut dihadiri komisioner dan pejabat struktural KPU Provinsi Bali. Pada pembahasan itu, Ketua KPU Bali, Dewa Raka Sandi, menyampaikan pelaksanaan Pilgub Bali akan berjalan bersamaan dengan Pilkada Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Gianyar. Raka juga mengatakan sulitnya menyusun anggaran pilgub secara tepat, karena ada beberapa hal yang masih belum bisa diprediksi seperti halnya jumlah pasangan calon. Hal tersebut tentu akan berdampak besar terhadap jumlah logistik yang harus tersedia. Ia juga mengatakan dalam penyusunan anggaran selalu mengedepankan prinsip48

Rapat pembahasan anggaran pemerintah Prov Bali dan Komisi Pemilihan Umum Prov Bali.

Sulitnya menyusun anggaran pilgub secara tepat, karena ada beberapa hal yang masih belum bisa diprediksi seperti halnya jumlah pasangan calon. Hal tersebut tentu akan berdampak besar terhadap jumlah logistik yang harus tersedia.

SUARA KPU Juli - Agustus 2016

_suara daerah.indd 48

30/08/2016 20:58:26


KIP Aceh Lantik 120 PPK Aceh Timur Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh melantik 120 panitia pemilihan kecamatan (PPK) yang berasal dari 24 kecamatan di Aceh Timur, Senin (18/7).

P prinsip efektif dan efisien. Anggota KPU Bali Divisi Perencanaan Keuangan dan Logistik serta Umum, Rumah Tangga dan Organisasi, Wayan Jondra menambahkan, mengingat tahapan Pilgub Bali akan melewati dua tahun anggaran (2017 dan 2018) diharapkan dana hibah pilkada ditandatangani dalam satu Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD). Sedangkan untuk alokasi dana dibagi di dua tahun anggaran, 45% di 2017 sisanya 55% akan dialokasikan pada 2018. (gb/red. FOTO KPU Bali)

elantikan yang dipimpin Ketua KIP Aceh Ridwan Hadi tersebut dilakukan setelah calon PPK dinyatakan lulus mengikuti serangkaian ujian yang digelar. Menurut Ridwan, untuk mempermudah kerja tim di lapangan, ia mengingatkan betapa pentingnya komunikasi yang harus segera dibangun agar setiap tim yang telah dilantik mudah berkoordinasi. “Segera bangun komunikasi dengan tim. Dengan begitu saudara-saudara mudah berkoordinasi, sehingga tekad kita untuk menyukseskan pilkada di Aceh Timur dapat tercapai dengan baik,” tuturnya. Dalam sambutan yang diawali dengan memfadiahkan surat Al Fatihah kepada Almarhum Husni Kamil Manik, Ridwan juga berharap agar Pilkada Aceh yang nantinya menjadi perhatian publik dapat berlangsung dengan damai. “Semoga kita semua dapat memaknai hakikat damai yang abadi,” tambahnya. (KIP Aceh)

Juli - Agustus 2016 SUARA KPU

_suara daerah.indd 49

49

30/08/2016 20:58:27


S UA R A DA E R A H

PEDULI TINGGI Untuk DPT Berkualitas, KPU Banten Gelar Rakor Data Pemilih Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Banten menggelar rapat koordinasi daftar pemilih tambahan dua DPTb2 Pilkada 2015 dan persiapan data pemilih Pilgub Banten 2017, Kamis (21/7). Rakor tersebut menghadirkan dua narsumber, Erikson P. Manihuruk dari Direktorat Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil dan Massaputro Delly sebagai perwakilan Biro Pemerintahan Provinsi Banten.

K

etua KPU Provinsi Banten Agus Supriyatna menyampaikan, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) sudah menyampaikan Daftar Agregat Kependudukan Perkecamatan (DAK2) kepada KPU. “Proses pemutakhiran daftar pemilih dimulai tanggal 16 sampai dengan 22 Juli 2016 serta proses penganalisaan Daftar Penduduk Pemilih Potensial Pemilihan (DP4) sedang dilakukan KPU RI. Kemudian mulai tanggal 23 sampai dengan 12 Agustus 2016 dimulai sinkronisasi DP4 oleh KPU RI,” tutur Agus. Anggota Divisi Humas, Data, Informasi, Hubungan antar Lembaga KPU Banten Didih M. Sudi menyampaikan, proses tahapan penyusunan daftar pemilih terbagi dua proses, yakni Kemendagri menyampaikan DP4 ke KPU RI, selanjutnya KPU RI melakukan sinkronisasi dan publikasi. “Persoalan data pemilih selalu terpisah antar data kependudukan, KTP elektronik dan penduduk itu sendiri. Selain itu dari 4 kabupaten/kota yang mengadakan Pilkada Serentak 2015 masih ditemukan penduduk yang tidak memperoleh KTP elektronik,” terang Didih. Sementara itu Erikson P. Manihuruk menerangkan, DP4 yang diberikan Kemendagri kepada KPU RI adalah DP4 yang sudah dibersihkan dari permasalahan DPT terakhir yang ada khususnya di Provinsi Banten. Seperti penulisan alamat tidak wajar, penulisan Nomor Induk Kependudukan (NIK) tidak sesuai, penulisan Nomor Kartu Keluarga (NKK) tidak sesuai, NIK kurang atau lebih dari 16 digit, penulisan nama tidak wajar, tanggal, bulan dan tahun lahir tidak wajar. Sementara Massaputro Delly menjelaskan, pemerintah provinsi wajib dan bertanggungjawab menyelenggarakan administrasi kependudukan yang telah dikonsolidasikan dan dibersihkan oleh kementerian. “Administrasi kependudukan itu berupa rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam penerbitan dokumen dan data kependudukan melalui pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, pengelolaan informasi administrasi kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain,” jelasnya.

50

SUARA KPU Juli - Agustus 2016

Animo masyarakat yang peduli terhadap pemilu dan demokrasi di Kalimantan Barat (Kalbar) cukup tinggi. Terbukti dengan membludaknya masyarakat yang mendaftarkan dalam pelatihan pengembangan komunitas peduli pemilu dan demokrasi yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kalbar, Jumat (22/7).


PEMILU DAN DEMOKRASI DI KALBAR

S

ejak diumumkannya pendaftaran sejak tanggal 14 hingga 20 Juli 2016 peserta yang mendaftarkan ke KPU Kalbar mencapai 59 pendaftar. Kepala Bagian Teknis Hukum dan Partisipasi Masyarakat KPU Kalbar, Deni Trisna Dyah menjelaskan, keberadaan komunitas peduli pemilu dan demokrasi ini berbeda dengan relawan demokrasi yang memang dibentuk oleh KPU sesuai tingkatan untuk membantu sosialisasi, terutama saat pelaksanaan tahapan pemilu apakah pemilu legislatif, pemilu presiden maupun pemilihan kepala daerah.

Dalam pelaksanaan tugasnya, relawan demokrasi harus menyosialisasikan tahapan penyelenggaraan pemilu, serta diwajibkan membuat laporan terkait aktivitas yang telah dilaksanakan. Kompensasi atas peran dan tanggungjawab relawan demokrasi diberikan honor sesuai ketentuan yang telah ditetapkan KPU. Hal ini berbeda dengan peran komunitas peduli pemilu dan demokrasi, yang lebih diarahkan pada gerakan moral menyebarluaskan pengetahuan tentang pemilu dan demokrasi kepada masyarakat secara sporadis di lingkungan komunitas

masing-masing. KPU sesuai kewenangannya sebagai penyelenggara, menggagas dan memberikan pembekalan pendidikan kepemiluan dan demokrasi kepada komunitas peduli pemilu dan demokrasi. “Mereka tidak diwajibkan untuk membuat laporan terkait aktivitas yang dilakukan, sehingga dalam aktivitasnya tidak diberikan honor. Karena tujuan dari kegiatan ini dalam rangka menumbuhkan peran aktif masyarakat secara mandiri dan sukarela serta menyegarkan kembali kesadaran berdemokrasi melalui pemilu,� terang Deni. (KPU Kalbar) Juli - Agustus 2016 SUARA KPU

51


S UA R A DA E R A H

Terobosan Baru, KPU Muaro Jambi Rekrut PPDP Secara Terbuka Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Muaro Jambi melakukan terobosan baru dalam perekrutan petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP) untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2017, dengan melakukan penjaringan secara terbuka bagi masyarakat umum dengan persyaratan yang ditetapkan dengan petunjuk teknis.

“I

ni merupakan terobosan yang kami lakukan dalam rangka mendapatkan PPDP yang lebih baik guna menghasilkan data pemilih yang berkualitas,” kata Komisioner Divisi Perencanaan dan Data KPU Kabupaten Muaro Jambi, Elfi

52

Prasatia, Minggu (7/8). Ia menjelaskan, berdasarkan Peraturan KPU RI Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pemutakhiran Data dan Daftar Pemilih Dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/ atau Walikota dan Wakil Walikota, tidak

diterangkan terkait persyaratan calon PPDP dan hal-hal teknis lainnya. “Di pedoman teknis yang kita buat diatur mengenai persyaratan, formulir pendaftaran hingga tahapan seleksi. Diharapkan ini akan mempermudah bagi PPS dalam merekrut PPDP,” jelasnya.

SUARA KPU Juli - Agustus 2016

_suara daerah.indd 52

30/08/2016 20:58:28


yang dibuktikan dengan kartu tanda penduduk (KTP), mampu secara jasmani dan rohani, berpendidikan minimal SLTA atau sederajat, mampu mengoperasikan komputer khususnya MS Excel, bersedia bekerja penuh waktu pada masa pencocokan dan penelitian data pemilih pada 8 September hingga 7 Oktober 2016 dan jadwal lain yang berhubungan dengan tahapan tersebut. “Sedangkan tahapan pembentukan PPDP terdiri dari pengumuman dan pendaftaran,

seleksi administrasi, wawancara dan seleksi kemampuan mengoperasikan komputer, pengumuman hasil seleksi serta pelantikan dan bimbingan teknis,” tandasnya. ‘’Kita sudah melakukan koordinasi dengan Panwas Kabupaten Muaro Jambi terkait terobosan ini dan Alhamdulillah rekan-rekan Panwaskab mendukung. Karena memang ini tujuannya baik dalam rangka meningkatkan kualitas data yang dihasilkan oleh PPDP,’’ tandas Elfi. (*/red/ KPU Muaro Jambi)

Ribuan Calon PPS Aceh Timur Ikuti Ujian Tulis

Persyaratan yang harus dipenuhi setiap PPDP antara lain Warga Negara Republik Indonesia, berusia paling rendah 18 tahun pada masa pendaftaran dan pernah memilih, mempunyai integritas, pribadi yang kuat, jujur dan adil, tidak menjadi anggota partai politik yang dinyatakan dengan surat pernyataan yang sah atau sekurangkurangnya dalam jangka waktu lima tahun, tidak lagi menjadi anggota partai politik yang dibuktikan dengan surat keterangan dari pengurus partai politik yang bersangkutan, serta tidak pernah menjadi tim sukses bakal peserta atau peserta pemilu dan pilkada. Selain itu juga tidak terikat pernikahan dengan penyelenggara Pilkada Muaro Jambi 2017, berdomisili di wilayah tempat pemungutan suara (TPS) pemilihan terakhir

K

omisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh menggelar ujian tertulis bagi calon panitia pemungutan suara (PPS) di Kabupaten Aceh Timur, Minggu (17/7). Ujian yang merupakan bagian dari tahapan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Aceh pada 2017 mendatang, diikuti 2.336 peserta. Peserta yang berasal dari 513 gampong (desa-red) itu awalnya berjumlah 2.634 orang. Namun, setelah dilakukan seleksi administrasi, jumlah peserta menyusut menjadi 2.336. Hal tersebut disampaikan oleh Koordinator Wilayah Aceh Timur, Hendra Fauzi. Ia menyebutkan ada beberapa syarat yang tidak dapat dipenuhi oleh peserta sehingga tidak dapat mengikuti ujian tertulis. “Pada saat proses seleksi administrasi, kita masih menemui adanya pendaftar yang tidak cukup batas minimum usia dan tingkat pendidikan terakhir,” ucapnya. Hendra juga menjelaskan dari jumlah peserta yang mengikuti ujian tes tulis ini, nantinya KIP akan menetapkan 1.539 orang. Dengan begitu, masing-masing gampong akan ada 3 orang petugas PPS. (*)

Juli - Agustus 2016 SUARA KPU

_suara daerah.indd 53

53

30/08/2016 20:58:28


SUARA SOSOK

Ni Wayan Widhiasthini, Komisioner KPU Provinsi Bali

DR. NI WAYAN WIDHIASTHINI, S.SOS

Nuansa Akademisi dalam Dinamika Demokrasi Bermodalkan nilai idealisme yang dimiliki, Dr. Ni Wayan Widhiasthini, S.Sos, M.Si. memilih untuk mengabdi demi kemajuan demokrasi negeri ini. Lama berkecimpung di dunia pendidikan, ia ingin memasukkan nuansa akademisi ke dalam organisasi KPU. Menurutnya, dengan adanya unsur akademis dalam lembaga, akan menjaga marwah Lembaga Tinggi Negara itu dari dinamisnya demokrasi di Indonesia.

54

W

idhi, sapaan akrabnya, mengaku tak pernah membayangkan jika ia ditakdirkan untuk menapaki jalan menjadi anggota KPU Provinsi Bali. Sebuah profesi yang selama ini lebih banyak ia amati hanya dari kejauhan. “Saya ingin menyatakan bahwa semua keraguan, kegamangan dan keresahan hati saya ketika pertama kali dinyatakan lolos lima besar seleksi anggota KPU Provinsi Bali itu, terhapus ketika saya dilantik pada 24 September 2013 di Imam Bonjol. Mengapa? Pak Husni-lah jawabannya,� ungkap Widhi.

Sebagai akademisi yang lebih banyak berkutat dengan konsep dan teori, dunianya adalah dunia yang lurus, tidak abu-abu, yang hitam ya hitam, yang putih ya putih. Tetapi di KPU, dalam pandangannya kala itu, mengorganisiasi dunia politik, dunia yang bercakrawala, penuh dinamika, berkelok, ada tanjakan yang kadang mendaki terjal, sering pula menurun tajam. Itu yang membuat dirinya merasa canggung. Namun ketika dilantik dan diambil sumpah, bahkan ia juga terpilih mewakili rekan-rekannya menandatangani pakta integritas penyelenggara pemilu. “Saya berhasil meyakinkan diri, menepis semua

SUARA KPU Juli - Agustus 2016

_suara sosok.indd 54

30/08/2016 20:59:12


ragu, dan siap mengemban amanah. Saya yakin KPU adalah tempat yang tepat untuk menampung letupan semangat keilmuwanan saya karena dipimpin orang seteduh dan setenang Pak Husni. Saya pikir beliau telah berhasil menemukan personal branding sendiri. Ketenangan, itulah brand beliau yang sangat menonjol,” ungkapnya. Usai dilantik, Widhi mengemban tugas menangani divisi sosialisasi, pendidikan pemilih dan pengembangan SDM. Sedikit demi sedikit ia mulai menyisipkan nuansa akademis dalam standar prosedur pekerjaan di lingkungan KPU. Mulai dari proses, input, output apa yang dilakukan dan dikerjakan dengan jelas. Meski ia mengaku sistem yang ada selama ini sudah cukup baik, namun ia terobsesi membuatnya lebih baik lagi. “Saya juga melihat potensi yang cukup besar sumber daya manusia di KPU. Pegawai organik yang luar biasa cerdas-cerdas. Ini sangat bagus sekali, karena dari sisi SDM siap sesungguhnya. Siapapun komisioner yang datang silih berganti tetap saja KPU bisa selalu kuat,” ungkap Widhi. Koordinator Wilayah untuk Kabupaten Klungkung dan Bangli ini mengatakan, dunia akademisi dinamikanya tidak sekencang di KPU, karena lebih statis dan terpola. Karenanya, tidak jarang, dalam sebuah kondisi, ia harus menyiapkan diri terhadap apa yang akan dihadapi. “Kita juga menghadapi dinamika eksternal KPU, dari partai politik dan mereka semua punya muara ialah kekuasaan. Seninya, kita mengelola agar tujuan mereka tercapai dan KPU sebagai penyelenggara tidak salah memfasilitasi. Itu yang paling penting, sehingga semua berjalan aman dan lancar. Saya terkadang, suka tekankan bahwa parpol memiliki tujuan yang sama dalam hal partisipasi. Parpol berpartisipasi politik, KPU partisipasi terkait tinggi-rendahnya orang menggunakan hak suaranya. Jadi idealnya kita memiliki idealisme yang sama hanya caranya yang berbeda,” ujarnya.

ADAPTASI BIROKRASI Di KPU, banyak hal baru yang ditemui perempuan kelahiran Ulakan pada 11 mei 1974 tersebut. Salah satunya ia tidak terbiasa masuk dengan pola birokrasi. Dosen PNS Kopertis Wilayah VIII dpk

“Saya juga memiliki manajemen diri, kapan waktunya dengan keluarga dan kapan waktunya bertugas mengerjakan pekerjaan.” STISPOL Wira Bhakti Denpasar itu menuturkan, sebagai komisoner di daerah ia dibiasakan mencermati apa yang ada di DIPA, menyesuaikan program kerja, dan mencermati juknis agar tidak jauh berbeda. “Dan memang saya selalu taat apa yang sudah digariskan oleh KPU RI. Apa yang sudah ada di DIPA hanya saja tinggal kita kreasikan. Pada Pemilu 2014, Bali mendapatkan for the best dalam kreasi sosialisasi dan partisipasi pemilu. Jadi apa yang sudah ada kita ikuti, tetapi kita kreasikan. Misalnya, kita memadukannya dengan pameran, di sini kreasi kita,” ungkapnya. Menurut dosen program pascasarjana magister administrasi publik Undiknas Denpasar itu, seorang komisioner harus bekerja sesuai aturan. Apalagi komisioner KPU provinsi, yang bukan regulator penyusun aturan. “Jadi KPU provinsi merealisasikan dan mengkordinasikan ke

kabupaten/kota. Artinya, harus sesuai tugas divisi masing-masing dan harus sinergi dengan divisi-divisi yang lain. Karena kita sudah merupakan satu-kesatuan dalam melakukan pekerjaan ini,” jelasnya. Sebagai perempuan yang harus mengurus rumahtangga dan membesarkan keempat anaknya, istri Dr. Nyoman Sri Subawa, MM., tersebut mengaku tidak merasa itu merupakan halangan. Bahkan menurutnya itu menjadi keunggulan tersendiri, karena ia bisa lebih konsisten dalam mengatur waktu. “Saya juga memiliki manajemen diri, kapan waktunya dengan keluarga dan kapan waktunya bertugas mengerjakan pekerjaan. Kita tidak akan sukses tanpa adanya peran keluarga. Jadi semuanya harus berjalan, sebab kita diberikan amanah yang harus bisa diselesaikan dan bertanggungjawab atas amanah tersebut,” pungkas Widhi. (Rikky) Juli - Agustus 2016 SUARA KPU

_suara sosok.indd 55

55

30/08/2016 20:59:14


S UA R A S O S O K

Mengabdi di Tanah Kelahiran Sikap yang tidak transparan dan cenderung tertutup hanya akan mengundang kecurigaan. Itulah prinsip yang selalu dipegang Komisioner KPU Provinsi Gorontalo, Verrianto Majowa. Pasalnya, sebagai mantan jurnalis Harian Republika dan Tempo, ia tahu betul betapa pentingnya keterbukaan informasi, terlebih di bidang penyelenggaraan pesta demokrasi yang sarat akan kepentingan dari berbagai pihak. VERRIANTO MAJOWA, Komisioner KPU Provinsi Gorontalo

K

arena itulah, dalam melakukan sosialisasi ataupun edukasi terhadap masyarakat, pria yang pernah menjadi majelis etik Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Gorontalo ini selalu mengedepankan transparansi informasi. Menurutnya, apabila semua informasi dibuka secara transparan tidak akan menimbulkan kecurigaan. “Misalnya, satu calon membutuhkan sesuatu kita berikan, namun yang lain ketika meminta kita juga berikan. Jadi informasi jangan pernah di satu pihak saja, artinya membuka pintu seluas-luasnya kepada pemilih dan calon,� ungkap Verry. Penulis buku Kisah Orang Gorontalo ini memberikan contoh, setiap informasi dari KPU RI, Mahkamah Agung (MA) maupun dari Mahkamah Konstitusi (MK), selalu ia update di akun media sosial miliknya. Dengan sikap transparan itu ia

56

bisa menjaga marwah lembaga dan integritas dirinya. Namun ia mengakui, semua itu bukan tanpa hambatan. Tidak jarang Verry mendapatkan berbagai macam ancaman. Bahkan, pada tahun 2009, salah satu keluarga dekatnya dimutasi tanpa alasan yang jelas, yang ia duga disebabkan karena sikap independensinya. Tapi hal itu tidak menyurutkan nyali Verry. Justru dengan kejadian tidak menyenangkan itu, ia semakin total menjaga integritasnya. Menurut Verry, seorang komisioner itu harus luwes dan rajin membaca serta mengikuti perkembangan informasi. Karena dalam UU kepemiluan dinamikanya sangat tinggi. Seorang komisioner juga perlu memahami teknologi informasi yang sudah dikembangkan KPU. Tidak bisa hanya menerima begitu saja, paling tidak dapat melakukan monitoring melalui sistem informasi yang ada. Sistem Informasi

SUARA KPU Juli - Agustus 2016

_suara sosok.indd 56

30/08/2016 20:59:15


Daftar Pemilih (Sidalih), Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng), Sistem Informasi Pencalonan (Silon) dan sistem informasi lainnya perlu diketahui. Tidak perlu detail, tapi memahami alur kerja sistem tersebut. “Jadi kalau tidak mengikuti perkembangan informasi akan ketinggalan. Komisioner juga harus pandai menempatkan diri di kesekretariatan KPU dan tidak bisa semenamena dengan sekretariat. Contohnya, komisioner KPU itu bekerja penuh waktu, sedangkan sekretariat tidak. Ketika kita bekerja sampai jam 6 sore atau tanpa batas di sekretariat mestinya harus diberikan apresiasi. Saya tidak pernah memakai sopir di kantor, karena ketika bekerja sampai malam seharusnya sopir itu diberikan juga apresiasi,” kata Verry.

Penegakan hukum untuk komisioner lebih ketat. Di KPU itu integritas dijunjung tinggi, independensi selalu jadi garda terdepan dalam menentukan sebuah hasil,”

MANTAN JURNALIS Mengawali profesinya sebagai jurnalis, pengagum Jalaluddin Rumi ini, tidak pernah mengira bahwa dirinya akan menjadi salah satu elemen dalam menyukseskan penyelenggaraan demokrasi di tanah kelahirannya. Selama ini, Verry lebih banyak menghabiskan waktunya dalam menggeluti dunia jurnalistik. Sejak menimba ilmu di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado, ia telah aktif mendedikasikan diri untuk menjadi seorang penulis. “Saya lahir di Gorontalo, sekolah sampai SMA di sana. Lalu lanjut kuliah di Manado, sampai semester III saya sudah menjadi wartawan profesional di Manado. Jadi, saya kuliah sambil kerja. Yang unik, waktu itu saya kuliah bukan di jurusan komunikasi melainkan jurusan kelautan dan perikanan,” ujar anggota divisi humas, data informasi dan hubungan antar lembaga itu. Harian Cahaya Siang Manado merupakan wadah pertamanya mengawali karir hingga mengantarkannya menjadi staf redaksi majalah Inovasi Unsrat pada tahun 1990. Berlanjut menjadi wartawan dan redaktur di Manado Post pada tahun 1991. Pada tahun 1998, Verry beralih menjadi koresponden Tempo, setelah tiga tahun menjadi penulis di Harian Republika. Pada saat itu pula dirinya ikut bergabung di Aliansi Jurnalistik

Verrianto Majowa, Komisioner KPU Provinsi Gorontalo

Indonesia (AJI). Tanpa meninggalkan statusnya sebagai koresponden Tempo, Verry bersama beberapa rekannya bertekad hijrah ke Gorontalo pada tahun 2005. Di kampung kelahirannya tersebut, ia mendirikan Koran Gorontalo, dan menjadi pemimpin redaksi di media tersebut. Pada tahun 2008, ia ditugaskan Tempo untuk meliput penyelenggaraan di Pilkada Ternate, Maluku Utara. Usai menjalani liputan, ia kembali ke Manado. Di sana, salah satu temannya menginformasikan tentang adanya seleksi komisioner KPU untuk Provinsi Gorontalo. Akhirnya ia mendaftar untuk ikut seleksi tersebut. Waktu mengikuti seleksi wawancara, ia kembali ditugaskan untuk melakukan liputan di Ternate. “Saat itu saya harus memilih di antara dua pilihan ini, pertaruhan saya di sini. Kalau di Gorontalo saya bisa handle beritanya, tapi ini harus ke Ternate,” ujarnya. Akhirnya, dengan segala pertimbangan dan risiko, ia ikut seleksi, meskipun tidak ada garansi bahwa akan terpilih. Setelah menyampaikan kepada redakturnya soal pilihannya ini, Verry fokus menjalani tahap demi tahap seleksi. Hingga akhirnya, dia lolos masuk ke lima besar. Editor Roundtable in Sulawesi ini mengatakan, pada dasarnya profesi sebelumnya dengan jabatan yang sekarang diembannya tidak jauh berbeda, yakni, sama-sama mengabdi kepada masyarakat. “Kalau di KPU yang kena pasal-pasalnya sanksinya jelas, dan penegakan hukum untuk komisioner lebih ketat. Di KPU itu integritas dijunjung tinggi, independensi selalu jadi garda terdepan dalam menentukan sebuah hasil,” tegas Verry. (Rikky) Juli - Agustus 2016 SUARA KPU

_suara sosok.indd 57

57

30/08/2016 20:59:19


S UA R A S O S O K

Jaga Amanah, Kawal Demokrasi NKRI

JURI ARDIANTORO, M. SI, PH.D, KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM (KPU) RI

S

ejak berada di bangku kuliah, Juri Ardiantoro, M. Si, telah mengenal dunia demokrasi dan berupaya konsisten dengan dinamikanya. Kurang lebih sudah 13 tahun ia bergelut di bidang tersebut, sehingga ia menyakini agenda utama terwujudnya demokrasi adalah membuat sistem pemerintahan itu

bakti KPU periode 2012-2017 yang tersisa sekitar 8 bulan hingga April 2017. Mendapat amanah, Juri yakin jabatan yang diperoleh itu bukan tujuan perjuangannya. “Jabatan itu hanya akibat saja dari perjuangan tentang nilai-nilai, tentang kebaikan, tentang kehidupan yang lebih bermakna. Jadi, ketika saya saat ini sampai pada keadaan seperti

“Secara internal saya memohon kepada komisioner lainnya dan sekretariat jenderal untuk melanjutkan pekerjaan seperti sebelumnya di bawah almarhum,” menjadi lebih bermanfaat untuk rakyat, bukan saja terhadap kehidupan politik, tetapi juga kesejahteraan ekonomi. Sepeninggal almarhum Husni Kamil Manik, para komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI memilih Juri Ardiantoro, sebagai ketua definitif yang baru. Juri terpilih melalui musyawarah mufakat dalam rapat pleno tertutup di KPU pada Senin (18/7), dengan masa 58

SUARA KPU Juli - Agustus 2016

sekarang, jika ini sebagai keberhasilan, ya anggap saja bonus buat saya,” tutur pria kelahiran Brebes, 6 April tersebut. Menurut dia, jabatan adalah sebuah amanah yang harus dijaga kehormatannya. “Karena amanah, maka harus sungguh-sungguh diemban dan dijaga kehormatan marwah dari amanah itu. Termasuk kehormatan lembaga yang kami pimpin, yakni KPU RI, dalam

mengawal demokrasi di NKRI,” tegas Juri. Juri berharap dapat menjaga kekompakan yang telah berjalan selama 4 tahun di bawah alm. Husni Kamil Manik. “Secara internal saya memohon kepada komisioner lainnya dan sekretariat jenderal untuk melanjutkan pekerjaan seperti sebelumnya di bawah almarhum,” ujarnya setelah resmi terpilih menjadi ketua KPU RI. Juri menjelaskan, ada tiga agenda yang menjadi prioritas dalam agenda KPU RI. Pertama, memelihara, menjaga dan memperkuat kekompakan antara komisioner maupun dengan setjen, dari tingkat pusat hingga daerah. Karena ini modal yang sangat penting. Kedua, menjaga dan merawat profesionalisme dan integritas seluruh jajaran KPU dari pusat sampai daerah, termasuk memperkuat dan mempertegas ca-ra pandang KPU untuk menjadi penyelenggara pemilu yang akuntabel dan terbuka. Ketiga, mempersiapakan dan melaksanakan tahapan Pilkada Serentak 2017 dan mempersiapakan agenda Pilkada Serentak 2018 dan Pemilu


Serentak Nasional 2019. Harapan yang paling utama adalah menjaga integritas, mengasah dan memperkuat profesionalisme, sehingga penyelengara di daerah mampu melaksanakan pilkada dengan kualitas yang memadai. Dan mampu mewujudkan proses penyelenggaraan dengan hasil pemilu yang memiliki legitimasi yang kuat. Sementara elemen-elemen lain untuk menjadi penyelenggara pilkada yang berkualitas adalah faktor ikutan atas integritas dan profesionalime tersebut. MENGENAL DEMOKRASI Mantan ketua KPU Provinsi DKI Jakarta ini memperoleh gelar sarjananya dari jurusan pendidikan sejarah di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Jakarta (sekarang bernama Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Ia kemudian melanjutkan pendidikan magisternya di jurusan Sosiologi FISIP Universitas Indonesia (UI). Juri lalu menyelesaikan studi doktoralnya di bidang Sosiologi di Universiti Malaysia, Kuala Lumpur, 2006-2015. Saat masih jadi mahasiswa, Juri cukup aktif dalam organisasi kemahasiswaan. Dia tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa

Islam Indonesia (PMII) dan menjadi salah satu pendiri serta sempat menjadi Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP). “Saya mengenal dan akhirnya tumbuh kesadaran akan kehidupan yang demokratis itu sejak di bangku kuliah,” kata Juri. Dengan membaca buku dan sumber-sumber bacaan lainnnya serta aktif di kelompok-kelompok diskusi menjadi awal pengenalan dirinya akan nilai-nilai, kesadaran akan kehidupan demokrasi, dan perjuangan demokrasi. Ketertarikannya kian waktu semakin tumbuh, seiring dengan bergabungnya dengan gerakan aktivis sosial lainnya. “Dalam kelompok-kelompok diskusi inilah kami membangun kesadaran kritis dan melakukan berbagai advokasi utnuk merespon sistem sosial politik yang jauh dari demokratis pada saat itu,” kenang Juri. Menurut Juri, sejak reformasi, Indonesia mengalami kemajuan yang sangat signifikan dalam pencapaian sistem demokrasi. Memang masih banyak ketidakpuasan, ketimpangan di sana sini, dan kerapuhan dalam bangunan sistem demokrasi ini. Tetapi, harus disadari, untuk membangun demokrasi memang butuh waktu dan kesabaran. “Yang penting adalah kita mampu menjaga dan merawat

semangat membangun demokrasi, menutup celah-celah dan kelemahan yang berpotensi merusak dan menghambat, apalagi yang akan membalikkan proses demokrasi ini. Secara simultan, agenda utamanya adalah membuat demokrasi ini lebih bermanfaat bagi kesejahteraan ekonomi rakyat,” ungkap Juri. Aktif dalam organisasi sosial, bukan berarti Juri tidak peduli terhadap karirnya. Ia memulai karirnya sebagai guru SMA di Lab School Jakarta pada periode 1999-2000. Setelah menjadi dosen di FISIP Universitas Bung Karno (UBK), ia kemudian pindah mengajar di UNJ. Juri punya karir panjang di KPU DKI. Terpilih sebagai anggota KPU Provinsi DKI Jakarta pada 2003, di tahun 2005, dia didapuk menjadi plt ketua KPU Provinsi DKI Jakarta. Dua tahun setelahnya, yakni 2007, Juri terpilih menjadi ketua KPU Provinsi DKI Jakarta yang definitif hingga akhir masa baktinya pada 2008. Pada periode 2008-2013, Juri kembali terpilih lagi menjadi komisioner dan menjadi ketua. Pada periode 2012-2017, Juri terpilih untuk menjadi komisioner KPU RI. (Rikky)

“Yang penting adalah kita mampu menjaga dan merawat semangat membangun demokrasi, menutup celah-celah dan kelemahan yang berpotensi merusak dan menghambat”

Juli - Agustus 2016 SUARA KPU

_suara sosok.indd 59

59

30/08/2016 20:59:20


SUARA PILKADA

JALAN BERLIKU FINALISASI REGULASI “KPU harus berjalan pada tahapan pilkada yang sudah ditetapkan.� Itulah sepenggal kalimat yang disampaikan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Juri Ardiantoro mempertegas kesiapan KPU yang sempat diragukan sejumlah pihak, karena belum tersedianya perangkat aturan untuk menjalankan tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2017.

P

ersoalan perangkat aturan sejatinya sudah berawal dari molornya penetapan revisi UU 8/2015 tentang pilkada di DPR, yang berimbas pada kecukupan waktu bagi KPU untuk mengharmonisasikan peraturan. Praktis KPU hanya punya tenggat dua bulan untuk melakukan uji publik dilanjutkan dengan pembahasan bersama DPR juga pemerintah.

60

SUARA KPU Juli - Agustus 2016

_suara pilkada.indd 60

30/08/2016 21:00:29


Juli - Agustus 2016 SUARA KPU

_suara pilkada.indd 61

61

30/08/2016 21:00:29


S UA R A PI L K A DA

Uji publik sudah dilakukan sebanyak dua kali, 7 Juni serta 18 Juli 2016. Namun untuk konsultasi KPU dengan DPR serta pemerintah, hingga awal Agustus belum terlaksana. “Sudah diajukan ke DPR pekan kemarin, bahkan Kamis (28/7) kita surati lagi DPR dan pemerintah agar disegerakan,” ujar Komisioner Sigit Pamungkas. Kondisi ini jelas disayangkan, mengingat KPU belum juga memiliki perangkat aturan teknis penyelenggaraan pilkada. Padahal banyak hal baru di UU 10/2016 yang perlu dijabarkan lebih jauh di dalam Peraturan KPU (PKPU) dan harus sudah tersedia sebelum tahapan dimulai. “Ini harus sudah disahkan sebelum tahap penyerahan dukungan perseorangan 3 Agustus 2016. Kalau tidak akan menyulitkan KPU dan calon ketika sampai waktu yang ditentukan tidak ada rujukan yang baru,” tutur Sigit. Total ada lima PKPU yang sudah disampaikan ke DPR untuk segera dilakukan rapat dengar pendapat (RDP). Kelima PKPU itu antara lain tahapan, pencalonan, pemutakhiran data pemilih, kampanye dan dana kampanye. “Tapi setidaknya tiga PKPU pertama yang penting yang harus disahkan segera. Ketiganya harus sudah disahkan sebelum tahap penyerahan dukungan itu,” kata Sigit. Permasalahan aturan memang sempat muncul dan membuat KPU gelisah. Bagaimana tidak, hingga dua hari sebelum tahapan pencalonan dimulai, PKPU yang akan digunakan untuk pelaksanaan teknis jajaran

Sigit Pamungkas, Komisioner KPU

62

SUARA KPU Juli - Agustus 2016

_suara pilkada.indd 62

30/08/2016 21:00:30


di daerah belum juga dibahas dengan pemerintah dan DPR. Alhasil kondisi ini membuat KPU harus segera bersikap untuk mengesahkan peraturan yang memang dibutuhkan untuk tahapan yang akan berjalan. “Ya memang ada dua kepentingan yang segera didiskusikan. Di satu sisi, KPU harus jalan pada tahapan pilkada yang sudah ditetapkan, sementara di saat yang sama untuk menjalankan tahapan itu diperlukan dasar hukum pelaksanaannya yang dalam bentuk PKPU sebagai turunan atau pengaturan teknis UU10/2016,” tutur Ketua KPU RI Juri. Sebetulnya sebelum UU tentang pilkada mengalami revisi, KPU sudah memiliki sebuah aturan yang sudah

disahkan yakni PKPU 3/2016 tentang jadwal program dan tahapan. Namun usai UU pilkada mengalami perubahan, KPU pun dituntut untuk menyesuaikannya kembali dengan UU yang baru. Menurut Juri, penetapan tiga PKPU yakni tentang tahapan dan jadwal, pencalonan serta aturan daerah khusus tetap mengacu pada UU 10/2016 tentang pilkada. Ketiganya segera dikonsultasikan dengan DPR dan pemerintah meskipun sudah disahkan oleh Kementerian Hukum dan Ham. “Jadi apabila dalam RDP ada masukan pendapat dan rekomendasi yang menjadi sebab perubahan maka PKPU itu akan diubah. Yang penting adalah tahapan ini ada dasar hukumnya,” lanjut Juri.

14 PKPU PILKADA 2015

“Ada dua kepentingan yang segera didiskusikan. Di satu sisi, KPU harus jalan pada tahapan pilkada yang sudah ditetapkan, sementara di saat yang sama untuk menjalankan tahapan itu diperlukan dasar hukum pelaksanaannya yang dalam bentuk PKPU sebagai turunan atau pengaturan teknis UU10/2016,”

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik di Lingkungan KPU Tahapan Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Tata Kerja KPU, KPU Provinsi, Kabupaten/Kota hingga PPK dan PPS Pemutakhiran Data dan Daftar Pemilih Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat Dalam Pilkada Norma Standar dan Prosedur Kebutuhan Pengadaan Perlengkapan Pemilihan Kampanye Dana Kampanye Pencalonan Pemungutan dan Penghitungan Suara Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Perubahan atas Pencalonan Pengelolaan Perlengkapan Pemungutan Suara Pemilihan Calon Tunggal

Juli - Agustus 2016 SUARA KPU

_suara pilkada.indd 63

63

30/08/2016 21:00:30


S UA R A PI L K A DA

“Kami sudah komunikasi dengan DPR dan pemerintah, Bawaslu dan DKPP bagaimana mencari jalan keluarnya. Karena kan biar masing-masing kepentingannya jalan,”

Juri Ardiantoro, Ketua KPU RI

64

Sebelumnya banyak suara yang menyebut tindakan KPU yang mengesahkan peraturan tanpa didahului pembahasan dengan pemerintah serta DPR berpotensi melanggar UU. Khususnya pasal 9A UU 10/2016 yang meminta KPU untuk melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan DPR serta pemerintah sebelum menetapkan PKPU. “Tapi kami sudah komunikasi dengan DPR dan pemerintah, Bawaslu dan DKPP bagaimana mencari jalan keluarnya. Karena kan biar masingmasing kepentingannya jalan,” ucap Juri. Selain tiga PKPU tersebut dalam pengajuan yang sudah dilakukan ke DPR, KPU juga meminta pembahasan untuk dua PKPU lainnya yakni kampanye dan dana kampanye. Dua PKPU ini juga sangat penting untuk mempersiapkan tahapan pelaksanaan kampanye yang akan dilakukan setelah tahapan pencalonan selesai. “Tapi yang penting tahapan ada dasar hukumnya,” tambah Juri. Sebagai perbandingan di Pilkada 2015 lalu KPU

SUARA KPU Juli - Agustus 2016

mengesahkan 14 PKPU, antara lain PKPU 1/2015 tentang pengelolaan dan pelayanan informasi publik di lingkungan KPU, PKPU 2/2015 tentang tahapan program dan jadwal penyelenggaraan pemilihan, PKPU 3/2015 tentang tata kerja KPU, KPU provinsi, kabupaten/kota hingga PPK dan PPS, PKPU 4/2015 tentang pemutakhiran data dan daftar pemilih, PKPU 5/2015 tentang sosialisasi dan partisipasi masyarakat dalam pilkada, PKPU 6/2015 tentang norma standar dan prosedur kebutuhan pengadaan perlengkapan pemilihan, PKPU 7/2015 kampanye, PKPU 8/2015 tentang dana kampanye, PKPU 9/2015 tentang pencalonan, PKPU 10/2015 tentang pemungutan dan penghitungan suara, PKPU 11/2015 tentang rekapitulasi hasil penghitungan suara, PKPU 12/2015 tentang perubahan atas pencalonan, PKPU 13/2015 tentang pengelolaan perlengkapan pemungutan suara, PKPU 14/2015 tentang pemilihan calon tunggal. Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu


“Akhirnya KPU terganggu kemandiriannya dalam membuat aturan. Padahal makna konsultasi tidak boleh melanggar,”

dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menganggap pengesahan yang dilakukan KPU adalah pilihan rasional mengingat tahapan pilkada yang sudah berjalan segera membutuhkan pengaturan yang pasti. “Tahapan tidak bisa tanpa dilalui aturan,” ujar Titi. Titi juga meminta agar semangat konsultasi dikembalikan pada khittahnya, bahwa proses tersebut adalah untuk menyerap aspirasi dewan dan pemerintah tanpa menghambat kerja KPU. “Seingat saya antara KPU dan DPR sempat melakukan pertemuan beberapa kali untuk membahas PKPU ini dan itu sudah dirasa cukup untuk mewakili aspirasi dewan. Ketika mereka sudah pernah melakukan pertemuan kan tidak perlu semua diakomodir,” kata TIti. Titi juga mengatakan, aturan yang mewajibkan penyelenggara pemilihan melakukan konsultasi kini mulai menampakkan sisi negatifnya. Menurutnya, ada dilema saat UU 10/2016 pasal 9A menyuruh penyelenggara pemilihan dalam menjalankan tugasnya, wajib berkonsultasi, sementara di pasal lain yakni 193A mereka juga diancam pidana apabila tidak melakanakan tahapan pilkada sesuai jadwal yang sudah ditetapkan. “Ini juga jadi bukti KPU kehilangan kewenangan. Menurut saya apa yang dilakukan KPU adalah menyelamatkan tahapan pilkada,” ungkap Titi. Titi pun mengatakan tidak mungkin apabila KPU harus mengundur jadwal penerimaan syarat dukungan calon perseorangan, sebab dengan begitu mereka secara tidak langsung akan merugikan bakal calon perseorangan. “Benar kan, akhirnya KPU terganggu kemandiriannya dalam membuat aturan. Padahal makna konsultasi tidak boleh melanggar,” lugasnya. (Didi) Titi Anggraini Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini Juli - Agustus 2016 SUARA KPU

_suara pilkada.indd 65

65 30/08/2016 21:00:31


PEMILU ON TWITTER

66

SUARA KPU Juli - Agustus 2016

pemilu on twitter.indd 66

30/08/2016 21:00:55


Juli - Agustus 2016 SUARA KPU

pemilu on twitter.indd 67

67

30/08/2016 21:00:56


REFLEKSI

Catatan 15 Tahun KPU:

Menjaga Kemandirian, Memupuk Profesionalitas Marwanto S.Sos, M.Si, Komisioner KPU Kabupaten Kulonprogo DIY. RUMAH : Maesan III, Rt. 009 / Rw. 005 Wahyuharjo, Lendah, Kulonprogo 55633, KANTOR : KPU Kab. Kulonprogo, Jln KH Wahid Hasyim Bendungan Wates Kulonprogo DIY 55611

Penyelenggara pemilu di Indonesia sudah ada sejak dibentuk Panitia Pemilihan Indonesia (PPI) pada 4 April 1953 untuk menyelenggarakan Pemilu 1955. Di masa Orde Baru, berdasar UU No 15 tahun 1969, presiden membentuk Lembaga Pemilihan Umum (LPU) sebagai penyelenggara pemilu. Di awal reformasi, berdasar Keputusan Presiden No 16 tahun 1999 dibentuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menyelenggarakan Pemilu 1999. Namun pembentukan KPU yang mandiri baru dilakukan di era Presiden Gus Dur, dengan Kepres Nomor 10 tahun 2001 tertanggal 5 Juni 2001. Kedudukan KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu yang independen diatur UU No 22 tahun 2007 yang telah diubah UU No 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu. Setelah 15 tahun mengelola demokrasi elektoral di Indonesia, sejumlah prestasi maupun catatan hitam pernah ditorehkan KPU. KPU periode pertama (20012007) anggotanya berasal dari

78 refleksi.indd 78

akademisi dengan pemikiran brilian, semisal Prof. Dr. Nazarudin Sjamsudin M.A., Prof. Ramlan Surbakti, Ph.D., Dr. Muji Sutrisno, Dr. Imam Prasodjo, dan Chusnul Mar’yah Ph.D. Secara umum KPU periode ini sukses menyelenggarakan Pemilu 2004, namun akhir tragis justru dialami oleh komisioner dan sejumlah personil sekretariat yang diputus pengadilan masuk penjara karena kasus korupsi. KPU periode kedua (2007-2012), yang menyelenggarakan Pemilu 2009, diketuai Prof Dr. Abdul Hafiz Anshari, M.A. Tidak ada kasus hukum yang menjerat komisioner KPU sampai pascamenjabat. Tapi, publik akan mengenang Pemilu 2009 dengan “kasus DPT” (daftar pemilih tetap), karena banyak pemilih yang tidak bisa menggunakan hak pilihnya. Kredibilitas KPU dipertanyakan dalam mengelola pemilu. KPU periode ketiga (2012-2017), berhasil menyelenggarakan Pemilu 2014 dengan baik. Juga telah dan sedang menyelenggarakan pilkada serentak. Belajar dari periode sebelumnya, ada dua “pekerjaan rumah” yang perlu diperbaiki oleh KPU pimpinan Husni Kamil Manik yang kemudian estafetnya dilanjutkan Juri Ardiantoro, yakni kemandirian dan profesionalitas. Aspek kemandirian selalu menjadi isu seksi untuk ditiupkan ke arah KPU. Hal ini selain karena posisi KPU yang strategis, dua periode sebelumnya ada komisioner KPU yang pindah haluan ke partai politik, yakni Anas Urbaningrum dan Andi Nurpati. Keduanya masuk Partai Demokrat, partai penguasa waktu itu. Kasus Anas dan Andi seakan mengkonfirmasi kecurigaan publik tentang independensi KPU. Hemat saya, ada dua ancaman terhadap independensi lembaga KPU. Pertama,

ancaman dari dalam, yakni sikap partisan, baik dari komisioner maupun sekretariat. Data menunjukkan, penyelenggara pemilu yang dipecat DKPP sejak 2012 sebanyak 358 – jumlah tersebut seluruhnya memang penyelenggara di daerah, meski komisioner KPU RI juga pernah diadukan di sidang DKPP. Kedua, ancaman dari luar, yakni regulasi yang mengatur keberadaan KPU. Kita masih ingat, revisi UU No 22 tahun 2007 menjadi UU No 15 tahun 2011 membolehkan orang partai politik masuk menjadi penyelenggara pemilu. Untung klausul tersebut dibatalkan putusan Mahkamah Konstitusi sehingga penyelenggara pemilu tetap bebas dari unsur partai politik. Kekuatan luar untuk mencampuri kemandirian KPU selalu muncul. Terakhir di revisi UU Pilkada, Pasal 9 menyebutkan: “Menyusun dan menetapkan Peraturan KPU dan pedoman teknis untuk setiap tahapan Pemilihan setelah berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah dalam forum rapat dengar pendapat yang keputusannya bersifat mengikat”. Klausul ini sebenarnya bukan hal baru, tapi adanya tambahan “…yang keputusannya bersifat mengikat” adalah hasil revisi yang membelenggu kemandirian KPU. Tentang aspek profesionalitas, belajar dari Pemilu 2009 yang gagal mengelola DPT, KPU periode ketiga membuat sistem informasi daftar pemilih (Sidalih). Tidak hanya pengelolaan DPT yang transparan, semua tahap pemilu dibuat transparan sehingga ada Silon, Silog, SITAP, SIPP, SIMPAW, dan lain-lain. Bahkan unggah form C-1 (hasil penghitungan TPS) di website KPU pada Pemilu 2014 merupakan prestasi internasional karena hal tersebut baru diterapkan di Indonesia. Transparansi, yang merupakan salah satu wujud profesionalitas penyelenggaraan pemilu, menjadi syarat mutlak kredibilitas hasil pemilu di samping kemandirian. Dua agenda, yakni menjaga kemandirian dan memupuk profesionalitas, kiranya masih perlu terus diupayakan dan ditingkatkan, sehingga amanah UUD 1945 bahwa KPU sebagai penyelenggara pemilu bersifat nasional, tetap, dan mandiri akan benar-benar kokoh.

SUARA KPU Juli - Agustus 2016

30/08/2016 21:10:53


KPU MENJAWAB

Tanya Kepada Tim KPU Yth, Di dalam buku Data dan Infografik Pemilu 2014 halaman 133 terdapat tabel perbandingan persentase perolehan suara calon legislatif perempuan DPR RI terpilih Pemilu 2009 dan Pemilu 2014. Mengapa hanya terdapat 20 daerah pemilihan di tabel itu? Apakah ada pertimbangan tertentu? Bagaimana cara mendapatkan data untuk daerah pemilihan yang lain? Mohon bantuan, dan sembari menunggu kabar dari Tim KPU, saya haturkan ribuan terima kasih. Sincerely yours, Ella

Jawab Selamat siang, berkaitan dengan pertanyaan Saudari dapat kami jelaskan bahwa pada tabel perbandingan persentase perolehan suara calon legislatif perempuan DPR RI terpilih Pemilu 2009 dan 2014, menggunakan basis data daerah pemilihan pada Pemilu 2009 yang terdapat calon legislatif sumber : rumahpemilu.com perempuan terpilh kemudian dibandingkan dengan Pemilu 2014 dengan daerah pemilihan yang sama. Ini merupakan 20 daerah pemilihan dengan kenaikan persentase calon legislatif terpilih terbesar. Untuk informasi terkait calon legislatif terpilih DPR RI 2014 untuk dapil secara lengkap dapat Saudari akses melalui link http://www.kpu.go.id/index.php/pages/detail/2016/387/ Anggota-DPRDPD-Periode-2014-2019/NzE0. Sedangkan untuk Pemilu 2009 kami lampirkan bersama email ini. Akan tetapi, data-data tersebut belum secara spesifik mengklasifikasikan calon legislatif berdasarkan jenis kelamin. Terima kasih dan semoga membantu.​ PPID KPU RI

Tanya

Jawaban

Selamat siang, Saya Arimbi Annisa Putri Mahasiswi S1 dari Universitas Al Azhar Indonesia jurusan Ilmu Komunikasi (Humas) yang sedang melakukan penelitian tentang pemilhan umum untuk Gubernur DKI Jakarta 2017 yang akan datang. Penelitian yang saya lakukan adalah penelitian untuk pemilih pemula dalam minat memilih kepala daerah DKI Jakarta. Penelitian tersebut menggunakan metode probability sampling, yaitu penelitian yang membutuhkan Informasi untuk dijadikan data-data dan lampiran dalam penelitian (skripsi). Sebelumnya, saya sudah mengajukan permohonan melalui e-PPID pada tanggal 14 Juni 2016 untuk meminta daftar nama dan jumlah pemilih pemula yang berusia 17 - 22 tahun. Namun belum ada jawaban dari pihak KPU mengenai permohonan yang saya ajukan. Adakah persayaratan lainnya dari pihak KPU untuk bisa mempermudah saya mendapatkan Informasi yang saya butuhkan untuk penelitian (skripsi) saya? Terimakasih atas perhatiannya. Best Regards, Arimbi Annisa Putri

Selamat siang, permohonan informasi Saudari tetap tidak kami temukan dalam daftar permohonan informasi di Bulan Juni. Kemungkinan terjadi masalah pada aplikasi kami atau ada tahapan permohonan yang belum diselesaikan sehingga permohonan informasi Saudari tidak masuk. Untuk data berupa nama pemilih pada Pileg, Pilpres, atau Pilkada 2015 dapat Saudari akses melalui link data.kpu.go.id. Namun tidak ada pengkategorian berdasarkan usia. Terima kasih dan semoga bermanfaat. PPID KPU RI

AYO, BERSUARA DALAM DEMOKRASI ! Rubrik “KPU Menjawab” disediakan untuk menampung segala bentuk pertanyaan tentang perkembangan demokrasi di Indonesia. Mohon disertai foto penulis dan biodata lengkap. Tulisan ditujukan ke email : info@kpu.go.id. Diutamakan materi pertanyaan yang berkaitan dengan pelayanan KPU di berbagai daerah

Juli - Agustus 2016 SUARA KPU

_kpu menjawab.indd 69

69

30/08/2016 21:01:34


SERBA SERBI

Wisata Hiu Paus di Gorontalo Oleh Verrianto Madjowa

Beberapa waktu belakangan ribuan orang memadati pantai Botubarani, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo setiap hari. Mereka ingin menyaksikan langsung hiu paus (Rhincodon typus) di perairan Botubarani. Pengunjung berasal dari berbagai daerah yang memanfaatkan libur panjang Idul Fitri 1437 H. Sejak awal April 2016, hiu paus (Whale Shark) yang berkumpul di perairan Botubarani, cukup mudah disaksikan dengan berperahu selama beberapa menit dari lepas pantai. Kawasan ini merupakan habitat baru dari hiu paus yang merupakan jenis hiu terbesar yang ada di dunia, dengan ukuran panjang tubuhnya dapat mencapai 20 meter. Dengan tubuhnya yang besar dan gerakan yang lamban, hiu paus berenang dari kedalaman perairan, secara horizontal dan mendekati permukaan. Dari celah insang tampak air mengalir. Tak lama, posisinya menjadi vertikal. Pemandangan seperti ini dapat kita saksikan dari bawah laut saat mengamati pergerakan hiu paus yang sedang diberi makanan. Hiu paus, mendekati badan perahu, di antara semasema, setelah makanannya berupa limbah udang ditebar. Mulutnya yang besar dibuka di permukaan dan secara responsif melahap pakan yang diberikan. Posisi berenang secara vertikal berlangsung dalam beberapa menit, kemudian, hiu paus ini turun di bawah permukaan dan kembali pada posisi horizontal. Berenang, mendekat lagi ke perahu yang lain. Karena sifatnya yang jinak dan nampak bersahabat hiu paus sering mendekati para penyelam maupun yang sedang snorkeling. Mungkin hiu paus ini mengira ada yang memberinya makanan. Sejarah munculnya hiu paus ini, tidak lepas dari keberadaan nelayan setempat dan perusahaan PT Sinar Ponula Deheto yang mengolah udang vaname (litopenaeus vannamei). Oli, 38 tahun, nelayan di Desa Botubarani yang juga bekerja di perusahaan tersebut, bersama Arfan bertugas membuang kepala dan kulit udang yang dihasilkan perusahaan. Limbah udang vaname inilah yang diyakini menarik hiu paus untuk berdatangan.

70

Oli yang mulai membuang limbah udang sejak Mei 2013 itu, tak pernah menyangka hiu paus menjadi daya tarik dan atraksi utama wisata di Botubarani saat ini. Ketika mulai membuang limbah udang, menurut Oli, ada seekor hiu paus yang melintas. Lama ke lamaan, setiap kali membuang limbah udang, hiu paus ini akan mendekat dan berenang di sekitar perahu, dan nampaknya semakin jinak. Biasanya, terlihat ada empat ekor hiu paus selalu muncul saat limbah udang ini ditebar di laut. Pada bulan Mei 2016, terdapat 14 individu hiu paus yang terpantau di perairan Botubarani. Pada bulan Juni, keberadaan hiu paus ini berkurang seiring dengan berkurangnya pasokan limbah udang dari pabrik. Pada bulan Juli, setelah lebaran Idul Fitri, terpantau enam ekor hiu paus. Jumlah ini tidak sebanding dengan 30-an perahu bercadik (sema-sema) yang ditumpangi tiga sampai empat orang yang ingin menyaksikan langsung. Antusias orang yang ingin melihat langsung hiu paus tak juga surut. Ribuan wisatawan lokal, dalam negeri dan luar negeri sudah datang ke lokasi ini. Dengan jumlah lebih dari 10 perahu di lokasi tersebut, terlihat seperti pasar apung. Hiu paus memiliki karakteristik biologi reproduksi secara ovovivivar, dengan telur disimpan di dalam rahim sang induk yang berkembang menjadi embrio dan saat melahirkan anakannya sudah dapat hidup bebas. Di dalam rahim betina terdapat 300 embrio. Anakan hiu paus rata-rata memiliki panjang 51 centimeter. Di Indonesia, keberadaan hiu paus, selain di Teluk Cendrawasih dilaporkan di Aceh, Pangandaran, Madura, Probolinggo, Nusa Tenggara Timur, Kepulauan Banggai, Sulawesi Tengah dan di Sulawesi Utara. Di berbagai daerah, nama lokalnya: Hiu paus, hiu bodoh, hiu geger lintang, hiu totol, hiu bintang, dan hiu bingkoh. Hiu Paus sudah lama bermigrasi di Teluk Tomini. Banyak cerita nelayan, hiu paus muncul ketika bulan gelap, diduga ini berhubungan dengan saat musim ikan nike. Bagi nelayan di Gorontalo, pada malam

SUARA KPU Mei Maret - Juni - April 2016 2016

_serba serbi.indd 70

30/08/2016 21:01:56


bulan gelap, di sejumlah tempat di perairan Gorontalo ada kelimpahan ikan nike. Ikan kecil dengan ukuran 1,5 centi meter itu disukai hiu paus. Spesies ini muncul saat nelayan menangkap dan mengumpulkan ikan nike. Makanan utama hiu paus berupa plankton dan ikan teri. Beranekaragam makanan hiu paus, seperti copepod, cacing panah, larva kepiting, moluska, krustasea, telur karang dan telur ikan. Selain itu, cumi-cumi kecil dan ikan kecil. Di Botubarani, hiu paus muncul ke permukaan ketika limbah udang ditebar. Kebiasaan memberi makan ini membuat ketergantungan pada hiu paus yang sejak tahun 2013 telah dilindungi penuh seluruh bagian tubuh dan siklus hidupnya itu. Dengan tidak terkontrolnya pengunjung yang ingin melihat langsung dan kebiasaan memberi makan hiu paus dalam jumlah banyak, bisa berdampak negatif terhadap perilaku hiu paus. Hasil penelitian di Oslob-Cebu, Filipina pada 2012 lalu, pemberian makan menyebabkan hiu paus mengasosiasikan manusia dengan sumber makanan sehingga mereka akan cenderung berenang mendekati manusia. Ini yang terjadi di Botubarani. Hiu paus mendekati perahu dari lokasi pemberian makan. Mulutnya yang besar langsung dibuka di dekat perahu. Hiu paus yang menjadi atraksi di Botubarani hidup secara alami di perairan. Hiu paus ini tidak dikurung atau terjerat jaring ikan. Sumber makanan berupa limbah kulit dan kepala udang vaname yang membuat betah di perairan Botubarani dan sekitarnya. Bila pasokan kulit dan kepala udang ini berkurang, jumlah hiu paus yang muncul juga berkurang. Pemerintah Indonesia telah menetapkan hiu paus sebagai jenis ikan yang dilindungi secara penuh melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18/ KEPMEN-KP/2013 tentang Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan Hiu paus. Keberadaan hiu paus di perairan ini dapat menjadi ikon baru bagi Provinsi Gorontalo sebagai ekowisata. Namun demikian wisata berbasis hiu paus yang tidak terkontrol dan tidak bertanggung jawab, akan mengancam kehidupan spesies tersebut. Verrianto Madjowa, Komisioner KPU Provinsi Gorontalo. Alumni Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Unsrat Manado. Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (ISKINDO).

Maret Mei- -April Juni 2016 SUARA KPU

_serba serbi.indd 71

71

30/08/2016 21:01:57


SUARA SELEBRITY

Ci tra Kiran a

MIMPI LIBURAN KE EROPA Artis cantik Citra Kirana memiliki keinginan terpendam bisa menjejakkan kaki di Benua Biru Eropa. Dara kelahiran 23 April 1994 tersebut mengungkapkan harapannya bisa berkunjung ke negeri Ratu Elisabeth suatu saat nanti. Ditemui di Jakarta beberapa waktu lalu, Ciki, begitu biasa disapa, mengungkapkan keinginannya tersebut. Meskipun untuk saat ini di tengah kesibukannya syuting akan cukup sulit baginya untuk meluangkan waktu untuk berlibur. Apalagi jika harus berkunjung ke tempat yang jauh dan membutuhkan waktu perjalanan yang panjang. “Susah banget jadwal liburnya, standby terus. Libur kemarin cukup lama ya sudah ke Singapura saja,” ujar Ciki. Harapannya kelak, bisa berlibur ke

72

Inggris dengan keluarga dan sanak saudara. Menurut dia keluarga besarnya memang senang dengan aktivitas jalan-jalan bersama. Hobi ini jadi lebih asyik karena bisa bersenang-senang sekaligus mempererat silaturrahmi. “Pinginnya sih bisa ke London (Inggris), jalan-jalan ke Eropa bareng keluarga. Cuma belum tahu kapannya,” kata dia. Kini untuk mengombinasikan hari-harinya agar tidak suntuk, selepas syuting perempuan yang telah membintangi enam judul sinetron tersebut kerap menyempatkan diri untuk

berkumpul dengan teman-temannya. Walaupun kegiatan ini hanya bisa dilakukan selepas menyelesaikan syuting. “Ya aku masih bisa makan dengan temanku. Sinetron kan selesai jam 9 malam, masih bisa lah jalan-jalan sebentar,” lugasnya. Seperti saat dirinya datang menemui satu artis idolanya, Selena Gomez yang datang ke Jakarta beberapa waktu lalu. Ciki mengaku memang mengagumi pelantun Cruella de Vil tersebut sejak lama dan beruntung diberi kesempatan bisa berbincang dan foto bersama dengan idolanya tersebut. “Aku memang tunggu banget dia ke Indonesia, sampai izin seharian dari lokasi syuting demi sama Selena. Aku cuma ucapin happy birthday ke dia,” ungkapnya.

SUARA KPU Juli - Agustus 2016

_suara selebriti.indd 72

30/08/2016 21:02:29


Raline Shah Gemari Lomba Panjat Pinang

D

alam perayaan Hari Kemerdekaan 17 Agustus, sudah lazim masyarakat Indonesia menyelenggarakan berbagai macam perlombaan. Aneka lomba permainan rakyat itu diikuti anak-anak hingga orang dewasa. Tak ketinggalan, para artis papan atas negeri ini ternyata juga menyukai kegiatan tahunan ini. Salah satunya aktris cantik Raline Shah. Bahkan finalis Puteri Indonesia 2008 ini sangat menggemari lomba menangkap belut dan panjat pinang. Perempuan berdarah Melayu, Tionghoa dan Pakistan ini mengisahkan, pada masa kecilnya di Medan, ia selalu mengikuti lomba 17-an tersebut. “Aku suka yang main belut. Mindahin belut dari satu ember ke ember lain. Itu favorit aku. Menurut aku yang paling seru itu,” kata aktris yang lahir di Jakarta, pada 4 Maret 1985 tersebut. Tak hanya itu saja, Raline mengaku juga gemar mengikuti lomba panjat pinang. Namun, untuk lomba yang satu ini ia tidak pernah menang. “Aku sering panjat pinang. Kalah sih, nggak pernah menang,” ujar aktris yang juga membin-tangi film 5cm itu. Meski demikian, ada nilai filosofis yang ia ambil dari perlombaan panjat pinang, yakni kerja sama dan semangat yang tinggi. “Ada makna mendalam pada lomba itu, yakni semangat untuk meraih sesuatu, seperti saat pejuang Indonesia dulu meraih kemer-dekaan. Semangatnya di lomba ini besar sekali,” kata bintang film Surga yang Tak Dirindukan ini. (BOW)

Kehilangan Banyak Teman Seniman Sujiwo Tejo

S

eniman Sujiwo Tejo menyebut pada era pemerintahan saat ini, banyak seniman yang masuk ke dalam lingkaran kekuasaan. Karena itulah ia merasa banyak kehilangan teman. “Tidak banyak lagi yang kritis, karena semuanya pada mendukung pemerintah. Ini akan menjadi zaman yang kurang menarik untuk dialog, lantaran kebanyakan yang di dalam daripada di luar (pemerintahan-red),” kata Sujiwo pada acara Kenduri Cinta di Pelataran Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (13/8) malam. Menurut pria dengan ciri khas rambut panjang dan topi koboi itu, kondisi tersebut berbeda dengan masa pemerintahan sebelumnya, di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kala itu, kalangan seniman lebih menyebar, tidak ada yang mayoritas dalam menjadi oposisi atau pendukung pemerintah. “Saya lebih suka jaman Pak SBY karena seniman tersebar, terutama untuk kesenian. Sekarang hampir seluruh seniman gabung ke Pak Jokowi ini. Sekarang susah membentuk orang kritis, sehingga aku merasa kehilangan banyak teman seniman,” ujarnya. Ia menuturkan, saat ini ada semacam tren, seniman seakan dianggap tidak gaul jika tidak bergabung di sana. “Kayak ketinggalan jaman. Itu bahayanya,” kata Tejo. Ia juga memberi tanggapan seputar kepemimpinan. Tejo menceritakan, sejak kecil ia diajarkan bahwa jabatan itu adalah amanah yang juga berati beban. Namun kian kemari, ia melihat orang menilai jabatan sebagai rezeki. (bow) Juli - Agustus 2016 SUARA KPU

_suara selebriti.indd 73

73

30/08/2016 21:02:30


REFLEKSI

Catatan 15 Tahun KPU:

Menjaga Kemandirian, Memupuk Profesionalitas Marwanto S.Sos, M.Si, Komisioner KPU Kabupaten Kulonprogo DIY. RUMAH : Maesan III, Rt. 009 / Rw. 005 Wahyuharjo, Lendah, Kulonprogo 55633, KANTOR : KPU Kab. Kulonprogo, Jln KH Wahid Hasyim Bendungan Wates Kulonprogo DIY 55611

Penyelenggara pemilu di Indonesia sudah ada sejak dibentuk Panitia Pemilihan Indonesia (PPI) pada 4 April 1953 untuk menyelenggarakan Pemilu 1955. Di masa Orde Baru, berdasar UU No 15 tahun 1969, presiden membentuk Lembaga Pemilihan Umum (LPU) sebagai penyelenggara pemilu. Di awal reformasi, berdasar Keputusan Presiden No 16 tahun 1999 dibentuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menyelenggarakan Pemilu 1999. Namun pembentukan KPU yang mandiri baru dilakukan di era Presiden Gus Dur, dengan Kepres Nomor 10 tahun 2001 tertanggal 5 Juni 2001. Kedudukan KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu yang independen diatur UU No 22 tahun 2007 yang telah diubah UU No 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu. Setelah 15 tahun mengelola demokrasi elektoral di Indonesia, sejumlah prestasi maupun catatan hitam pernah ditorehkan KPU. KPU periode pertama (20012007) anggotanya berasal dari

78 78

akademisi dengan pemikiran brilian, semisal Prof. Dr. Nazarudin Sjamsudin M.A., Prof. Ramlan Surbakti, Ph.D., Dr. Muji Sutrisno, Dr. Imam Prasodjo, dan Chusnul Mar’yah Ph.D. Secara umum KPU periode ini sukses menyelenggarakan Pemilu 2004, namun akhir tragis justru dialami oleh komisioner dan sejumlah personil sekretariat yang diputus pengadilan masuk penjara karena kasus korupsi. KPU periode kedua (2007-2012), yang menyelenggarakan Pemilu 2009, diketuai Prof Dr. Abdul Hafiz Anshari, M.A. Tidak ada kasus hukum yang menjerat komisioner KPU sampai pascamenjabat. Tapi, publik akan mengenang Pemilu 2009 dengan “kasus DPT” (daftar pemilih tetap), karena banyak pemilih yang tidak bisa menggunakan hak pilihnya. Kredibilitas KPU dipertanyakan dalam mengelola pemilu. KPU periode ketiga (2012-2017), berhasil menyelenggarakan Pemilu 2014 dengan baik. Juga telah dan sedang menyelenggarakan pilkada serentak. Belajar dari periode sebelumnya, ada dua “pekerjaan rumah” yang perlu diperbaiki oleh KPU pimpinan Husni Kamil Manik yang kemudian estafetnya dilanjutkan Juri Ardiantoro, yakni kemandirian dan profesionalitas. Aspek kemandirian selalu menjadi isu seksi untuk ditiupkan ke arah KPU. Hal ini selain karena posisi KPU yang strategis, dua periode sebelumnya ada komisioner KPU yang pindah haluan ke partai politik, yakni Anas Urbaningrum dan Andi Nurpati. Keduanya masuk Partai Demokrat, partai penguasa waktu itu. Kasus Anas dan Andi seakan mengkonfirmasi kecurigaan publik tentang independensi KPU. Hemat saya, ada dua ancaman terhadap independensi lembaga KPU. Pertama,

ancaman dari dalam, yakni sikap partisan, baik dari komisioner maupun sekretariat. Data menunjukkan, penyelenggara pemilu yang dipecat DKPP sejak 2012 sebanyak 358 – jumlah tersebut seluruhnya memang penyelenggara di daerah, meski komisioner KPU RI juga pernah diadukan di sidang DKPP. Kedua, ancaman dari luar, yakni regulasi yang mengatur keberadaan KPU. Kita masih ingat, revisi UU No 22 tahun 2007 menjadi UU No 15 tahun 2011 membolehkan orang partai politik masuk menjadi penyelenggara pemilu. Untung klausul tersebut dibatalkan putusan Mahkamah Konstitusi sehingga penyelenggara pemilu tetap bebas dari unsur partai politik. Kekuatan luar untuk mencampuri kemandirian KPU selalu muncul. Terakhir di revisi UU Pilkada, Pasal 9 menyebutkan: “Menyusun dan menetapkan Peraturan KPU dan pedoman teknis untuk setiap tahapan Pemilihan setelah berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah dalam forum rapat dengar pendapat yang keputusannya bersifat mengikat”. Klausul ini sebenarnya bukan hal baru, tapi adanya tambahan “…yang keputusannya bersifat mengikat” adalah hasil revisi yang membelenggu kemandirian KPU. Tentang aspek profesionalitas, belajar dari Pemilu 2009 yang gagal mengelola DPT, KPU periode ketiga membuat sistem informasi daftar pemilih (Sidalih). Tidak hanya pengelolaan DPT yang transparan, semua tahap pemilu dibuat transparan sehingga ada Silon, Silog, SITAP, SIPP, SIMPAW, dan lain-lain. Bahkan unggah form C-1 (hasil penghitungan TPS) di website KPU pada Pemilu 2014 merupakan prestasi internasional karena hal tersebut baru diterapkan di Indonesia. Transparansi, yang merupakan salah satu wujud profesionalitas penyelenggaraan pemilu, menjadi syarat mutlak kredibilitas hasil pemilu di samping kemandirian. Dua agenda, yakni menjaga kemandirian dan memupuk profesionalitas, kiranya masih perlu terus diupayakan dan ditingkatkan, sehingga amanah UUD 1945 bahwa KPU sebagai penyelenggara pemilu bersifat nasional, tetap, dan mandiri akan benar-benar kokoh.

SUARA KPU Juli - Agustus 2016 SUARA KPU Juli - Agustus 2016

refleksi.indd 78

30/08/2016 21:14:34


SUARA PUSTAKA

Terampil dalam Partisipasi Pemilu

D

i negara demokrasi mesti selalu ada partisipasi masyarakat dari seluruh stakeholder pemilu, mulai dari penyelenggara, peserta, dan yang paling penting adalah pemilih dan komunitasnya. Di tengah menurunnya tren partisipasi pemilih dari pemilu ke pemilu, maka upaya peningkatan perlu segera dilakukan, salah satunya dengan menerbitkan buku berjudul ‘Membangun Kompetensi Dasar Kepemiluan untuk Komunitas’. Bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, penerbitan buku modul ini diperuntukkan guna membantu para pegiat pemilu untuk meningkatkan partisipasi pemilih pada pemilu selanjutnya. Partisipasi dalam pemilu bukan hanya diartikan dengan kedatangan masyarakat ke tempat pemungutan suara (TPS). Namun lebih kepada keikutsertaan mereka dalam seluruh tahapan pemilu. Mulai dari perencanaan anggaran, penerbitan peraturan, pembentukan badan adhoc, sosialisasi, pencalonan, kampanye, pemungutan suara, rekapitulasi penghitungan suara, perselisihan hasil pemilu dan evaluasi pelaksanaan. Sebagai bagian pembelajaran bagi partisipasi pemilih dalam pemilu, modul ini

mencoba membeberkan satu persatu nilai penting partisipasi dan peluang partisipasi yang dapat dilakukan pemilih. Nilai penting itu dimulai dari turut memastikan peran penyelenggara pemilu berjalan sesuai dengan peraturan perundangan, memastikan tahapan pemilu berjalan dengan jujur dan adil, serta proses penegakan hukum dapat melindungi dan memulihkan hak pilih warga negara. Dalam modul ini seluruh materi disampaikan untuk memberikan kerangka yang utuh mengenai demokrasi dan partisipasi. Pada bagian akhir, materi dalam modul ini mencoba untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan dalam berpartisipasi di setiap proses penyelenggaraan pemilu. Modul ini dimaksudkan untuk digunakan oleh fasilitator pegiat pemilu yang mempunyai pengalaman mengelola berbagai macam pelatihan. Fasilitator harus memahami isi materi dengan membaca tips dan trik serta membaca bahan bacaan pada sesi-sesi dalam modul ini. Sejumlah sesi dalam buku ini membutuhkan kemampuan teknis dan matematis untuk mengoperasionalkannya. Fasiltator dapat mengundang narasumber untuk membantu melengkapi jika diperlukan. Kompetensi yang dibutuhkan untuk mengoperasionalkan modul ini adalah, pertama, memahami metode pendidikan orang dewasa. Kedua, memahami prisip dasar partisipasi dalam pemilu. ketiga, memahami prinsip dasar pemilu yang jujur, adil dan tidak diskriminatif. Keempat, memahami lembaga penyelenggara pemilu di Indonesia. Kelima, memahami tahapan pemilu, dan keenam, memahami penegakan hukum pemilu. Buku modul pelatihan ini diharapkan dapat menjadi pedoman untuk menyelenggarakan materi pelatihan para pemerhati pemilu. Selain itu agar peserta dapat menerima dengan baik serta dapat menguasai materi pelatihan dan dapat diterapkan oleh

peserta di masing-masing komunitasnya. Namun sayangnya, metode dalam pelatihan yang berisi arahan, komunikasi tatap muka yang cenderung searah, kemudian ada sesi tanya jawab, bisa menjadi kurang efektif dalam membangun semangat peserta sosialisasi. Karenanya, diperlukan pembicara dengan kepiawaian komunikasi untuk menjadi komunikator satu arah. Waktu penyelenggaran selama tiga hari, juga dirasa kurang efisien mengingat kekurangan anggaran yang dimiliki KPU dan keterbatasan waktu para penyelenggara pemilu dalam mensosialisasikan pemilu di daerah masing-masing. Media yang ada di dalam modul kegiatan pelatihan ini bukan hanya sebagai pelengkap tetapi merupakan bagian yang terintegrasi dan memiliki fungsi dalam membantu keberhasilan penyampaikan pesan. Media yang digunakan itu adalah LCD proyektor, notebook, dan diskusi kelompok yang diharapkan fasilitator dapat lebih memahami kemampuan penerimaan materi dari setiap peserta, sehingga dapat menyesuaikan penyampaian materi kepada para peserta dan metode pembelajaran partisipasi aktif dari para peserta.

Judul Buku : Seri Modul Pelatihan “Membangun Kompetensi Dasar Kepemiluan untuk Komunitas� Tim Penyusun Erik Kurniawan, Arie Muhammad Haikal Penerbit Komisi Pemilihan Umum (KPU)Republik Indonesia Tahun Terbit 2016 Jumlah Halaman 120 Halaman

Juli - Agustus 2016 SUARA KPU

_suara pustaka.indd 75

75

30/08/2016 21:03:00


SUARA PUBLIK

Calon Perseorangan vs Calon Partai Politik

P

otensi persaingan antara kandidat partai politik (parpol) dan perseorangan yang bertarung dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada Februari tahun depan diperkirakan bakal sengit. Inkonsistensi mekanisme seleksi pemimpin daerah oleh parpol, membuka alternatif baru bagi masyarakat untuk maju melalui jalur perseorangan. Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam judicial review terhadap UU Nomor 32 Tahun 2004, membolehkan hal itu, sehingga menimbulkan optimisme baru dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia.

Melihat realitas sosial yang ada, keberadaan calon perseorangan dalam pilkada memang sudah tidak dapat dihindarkan. Namun, tentu tidak sedikit pro kontra yang mengiringi calon dari jalur perseorangan ini. Sebagian masyarakat masih percaya ada calon dari jalur parpol yang bisa menjadi pemimpin daerah yang baik. Tetapi sebagian lainnya percaya calon dari jalur perseorangan dapat membuat perubahan di daerah tanpa bergantung kepada partai politik. Baik dari calon perseorangan ataupun calon dari parpol memiliki dinamika yang berbeda tetapi berujung pada kepentingan yang sama, yakni membawa masyarakat di daerah untuk sejahtera.

Menurut saya, calon perseorangan lebih kecil kemungkinannya untuk korupsi daripada calon dari parpol. Karena ketika jadi pemimpin di daerah lebih memiliki ruang yang luas dalam menentukan kebijakan ataupun memutuskan program. Berbeda dengan calon dari parpol, yang ketika menjadi pemimpin di daerah, ruang geraknya lebih sempit. Sebab, akan muncul kepentingan kelompok (parpol pendukung) saat ia memutuskan program atau membuat sebuah kebijakan, bukan hanya mengakomodasi kebutuhan masyarakat, tetapi juga harus mengutamakan kepentingan parpol. Akiatnya, program dan kebijakan yang disusun nantinya bukan karena kebutuhan masyarakat, tetapi kepentingan dari parpol pendukung.

Sulkani Afandi Wirausahawan Ciledug - Kota Tangerang

76

SUARA KPU Juli - Agustus 2016

suara publik.indd 76

30/08/2016 21:03:34


Waseh, Karyawan Swasta Angke - Pesing, Jakarta Barat Saya lebih setuju kalau calon pemimpin di daerah itu dari partai politik, bukan dari perseorangan. Karena jika dari parpol, maka daerah itu akan menjadi meriah. Akan ada kampanye partai yang biasanya dihadiri juru kampanye dan dibungkus dengan hiburan rakyat. Belum lagi kampanye yang dilakukan akan ada dua sisi. Sisi pertama itu dari si calon pribadi, sedangkan sisi keduanya itu dari parpol pendukungnya. Dan ini pasti akan memunculkan dampak maraknya hiburan rakyat serta adanya pembelajaran politik bagi masyarakat. Karena di setiap pemilihan kepala daerah itu, masyarakat dari berbagai generasi akan berkumpul untuk berperan serta aktif. Kalau dari perseorangan, cenderung lebih kepada pertemuan-pertemuan yang normatif saja. Dan mungkin dampaknya ke masyarakat tidak seperti calon dari parpol.

Calon perseorangan atau calon dari partai politik sama saja kalau menurut saya. Kedua-duanya tidak ada yang lebih baik ataupun lebih buruk, yang penting masyarakat itu dapat menikmati pesta demokrasi di daerahnya. Dan nantinya pesta demokrasi tersebut dapat menghasilkan pemimpin yang memang dapat melayani kebutuhan masyarakat di daerah tersebut. Jangan sampai malah nanti pemimpinnya malah jadi seperti raja di daerah yang meminta dilayani oleh masyarakat. Jadi menurut saya, lebih penting kualitas calon pemimpin yang maju dalam pemilihan di daerah tersebut. Karena mau maju dari perseorangan atau parpol, tetapi jika kualitas calonnya rendah, maka akan memunculkan bahaya bagi masyarakat yang akan dipimpinnya.

Bahrul Anwar, Wirausahawan di Pamekasan, Madura Saat ini calon perseorangan itu memang sedikit masih sulit. Tapi trennya sudah mulai naik. Tingginya rasa tidak percaya masyarakat terhadap partai politik, tentu menjadi peluang besar bagi calon perseorangan untuk bermunculan. Karena itu, selama partai politik belum bisa memperbaiki citra mereka sebagai lembaga, tentu masyarakat akan mencari calon perseorangan yang diharapkan tidak memiliki kepentingan-kepentingan politik.

Hilman Fauzi, Wiraswasta di Tangerang Aturan soal calon calon perseorangan itu harus lebih ketat. Jika merujuk ke kasus di Jakarta, itu kan dia kayak nyuri start kampanye. Dia sudah deklarasi maju lewat jalur perseorangan dan dapat dukungan banyak 1 juta KTP terus dengan seenaknya pindah. Ya emang sih itu dinamika politik. Cuma harusnya ada regulasi kalau yang sudah deklarasi perseorangan di awal, komit dengan ha itu. Sebenarnya calon perseorangan itu perlu ada sebagai alternatif mereka yang dari jalur politik. Tapi kenapa ya setiap calon perseorangan biasanya itu dikit dukungan dan kemungkinan gak menang? Jadi kesannya adanya regulasi calon perseorangan itu cuma formalitas aja gitu. Ujungujungnya yang dominan ya yang berpartai.

Ema Fitriani, Scriptwriter Juli Mei - Agustus - Juni2016 2016 SUARA KPU

suara publik.indd 77

77

30/08/2016 21:03:35


REFLEKSI

Catatan 15 Tahun KPU:

Menjaga Kemandirian, Memupuk Profesionalitas Marwanto S.Sos, M.Si, Komisioner KPU Kabupaten Kulonprogo DIY. RUMAH : Maesan III, Rt. 009 / Rw. 005 Wahyuharjo, Lendah, Kulonprogo 55633, KANTOR : KPU Kab. Kulonprogo, Jln KH Wahid Hasyim Bendungan Wates Kulonprogo DIY 55611

Penyelenggara pemilu di Indonesia sudah ada sejak dibentuk Panitia Pemilihan Indonesia (PPI) pada 4 April 1953 untuk menyelenggarakan Pemilu 1955. Di masa Orde Baru, berdasar UU No 15 tahun 1969, presiden membentuk Lembaga Pemilihan Umum (LPU) sebagai penyelenggara pemilu. Di awal reformasi, berdasar Keputusan Presiden No 16 tahun 1999 dibentuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menyelenggarakan Pemilu 1999. Namun pembentukan KPU yang mandiri baru dilakukan di era Presiden Gus Dur, dengan Kepres Nomor 10 tahun 2001 tertanggal 5 Juni 2001. Kedudukan KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu yang independen diatur UU No 22 tahun 2007 yang telah diubah UU No 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu. Setelah 15 tahun mengelola demokrasi elektoral di Indonesia, sejumlah prestasi maupun catatan hitam pernah ditorehkan KPU. KPU periode pertama (20012007) anggotanya berasal dari

78 refleksi.indd 78

akademisi dengan pemikiran brilian, semisal Prof. Dr. Nazarudin Sjamsudin M.A., Prof. Ramlan Surbakti, Ph.D., Dr. Muji Sutrisno, Dr. Imam Prasodjo, dan Chusnul Mar’yah Ph.D. Secara umum KPU periode ini sukses menyelenggarakan Pemilu 2004, namun akhir tragis justru dialami oleh komisioner dan sejumlah personil sekretariat yang diputus pengadilan masuk penjara karena kasus korupsi. KPU periode kedua (2007-2012), yang menyelenggarakan Pemilu 2009, diketuai Prof Dr. Abdul Hafiz Anshari, M.A. Tidak ada kasus hukum yang menjerat komisioner KPU sampai pascamenjabat. Tapi, publik akan mengenang Pemilu 2009 dengan “kasus DPT” (daftar pemilih tetap), karena banyak pemilih yang tidak bisa menggunakan hak pilihnya. Kredibilitas KPU dipertanyakan dalam mengelola pemilu. KPU periode ketiga (2012-2017), berhasil menyelenggarakan Pemilu 2014 dengan baik. Juga telah dan sedang menyelenggarakan pilkada serentak. Belajar dari periode sebelumnya, ada dua “pekerjaan rumah” yang perlu diperbaiki oleh KPU pimpinan Husni Kamil Manik yang kemudian estafetnya dilanjutkan Juri Ardiantoro, yakni kemandirian dan profesionalitas. Aspek kemandirian selalu menjadi isu seksi untuk ditiupkan ke arah KPU. Hal ini selain karena posisi KPU yang strategis, dua periode sebelumnya ada komisioner KPU yang pindah haluan ke partai politik, yakni Anas Urbaningrum dan Andi Nurpati. Keduanya masuk Partai Demokrat, partai penguasa waktu itu. Kasus Anas dan Andi seakan mengkonfirmasi kecurigaan publik tentang independensi KPU. Hemat saya, ada dua ancaman terhadap independensi lembaga KPU. Pertama,

ancaman dari dalam, yakni sikap partisan, baik dari komisioner maupun sekretariat. Data menunjukkan, penyelenggara pemilu yang dipecat DKPP sejak 2012 sebanyak 358 – jumlah tersebut seluruhnya memang penyelenggara di daerah, meski komisioner KPU RI juga pernah diadukan di sidang DKPP. Kedua, ancaman dari luar, yakni regulasi yang mengatur keberadaan KPU. Kita masih ingat, revisi UU No 22 tahun 2007 menjadi UU No 15 tahun 2011 membolehkan orang partai politik masuk menjadi penyelenggara pemilu. Untung klausul tersebut dibatalkan putusan Mahkamah Konstitusi sehingga penyelenggara pemilu tetap bebas dari unsur partai politik. Kekuatan luar untuk mencampuri kemandirian KPU selalu muncul. Terakhir di revisi UU Pilkada, Pasal 9 menyebutkan: “Menyusun dan menetapkan Peraturan KPU dan pedoman teknis untuk setiap tahapan Pemilihan setelah berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah dalam forum rapat dengar pendapat yang keputusannya bersifat mengikat”. Klausul ini sebenarnya bukan hal baru, tapi adanya tambahan “…yang keputusannya bersifat mengikat” adalah hasil revisi yang membelenggu kemandirian KPU. Tentang aspek profesionalitas, belajar dari Pemilu 2009 yang gagal mengelola DPT, KPU periode ketiga membuat sistem informasi daftar pemilih (Sidalih). Tidak hanya pengelolaan DPT yang transparan, semua tahap pemilu dibuat transparan sehingga ada Silon, Silog, SITAP, SIPP, SIMPAW, dan lain-lain. Bahkan unggah form C-1 (hasil penghitungan TPS) di website KPU pada Pemilu 2014 merupakan prestasi internasional karena hal tersebut baru diterapkan di Indonesia. Transparansi, yang merupakan salah satu wujud profesionalitas penyelenggaraan pemilu, menjadi syarat mutlak kredibilitas hasil pemilu di samping kemandirian. Dua agenda, yakni menjaga kemandirian dan memupuk profesionalitas, kiranya masih perlu terus diupayakan dan ditingkatkan, sehingga amanah UUD 1945 bahwa KPU sebagai penyelenggara pemilu bersifat nasional, tetap, dan mandiri akan benar-benar kokoh.

SUARA KPU Juli - Agustus 2016

30/08/2016 21:03:53


REFLEKSI

Catatan 15 Tahun KPU:

Menjaga Kemandirian, Memupuk Profesionalitas Marwanto S.Sos, M.Si, Komisioner KPU Kabupaten Kulonprogo DIY. RUMAH : Maesan III, Rt. 009 / Rw. 005 Wahyuharjo, Lendah, Kulonprogo 55633, KANTOR : KPU Kab. Kulonprogo, Jln KH Wahid Hasyim Bendungan Wates Kulonprogo DIY 55611

Penyelenggara pemilu di Indonesia sudah ada sejak dibentuk Panitia Pemilihan Indonesia (PPI) pada 4 April 1953 untuk menyelenggarakan Pemilu 1955. Di masa Orde Baru, berdasar UU No 15 tahun 1969, presiden membentuk Lembaga Pemilihan Umum (LPU) sebagai penyelenggara pemilu. Di awal reformasi, berdasar Keputusan Presiden No 16 tahun 1999 dibentuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menyelenggarakan Pemilu 1999. Namun pembentukan KPU yang mandiri baru dilakukan di era Presiden Gus Dur, dengan Kepres Nomor 10 tahun 2001 tertanggal 5 Juni 2001. Kedudukan KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu yang independen diatur UU No 22 tahun 2007 yang telah diubah UU No 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu. Setelah 15 tahun mengelola demokrasi elektoral di Indonesia, sejumlah prestasi maupun catatan hitam pernah ditorehkan KPU. KPU periode pertama (20012007) anggotanya berasal dari

7878

akademisi dengan pemikiran brilian, semisal Prof. Dr. Nazarudin Sjamsudin M.A., Prof. Ramlan Surbakti, Ph.D., Dr. Muji Sutrisno, Dr. Imam Prasodjo, dan Chusnul Mar’yah Ph.D. Secara umum KPU periode ini sukses menyelenggarakan Pemilu 2004, namun akhir tragis justru dialami oleh komisioner dan sejumlah personil sekretariat yang diputus pengadilan masuk penjara karena kasus korupsi. KPU periode kedua (2007-2012), yang menyelenggarakan Pemilu 2009, diketuai Prof Dr. Abdul Hafiz Anshari, M.A. Tidak ada kasus hukum yang menjerat komisioner KPU sampai pascamenjabat. Tapi, publik akan mengenang Pemilu 2009 dengan “kasus DPT” (daftar pemilih tetap), karena banyak pemilih yang tidak bisa menggunakan hak pilihnya. Kredibilitas KPU dipertanyakan dalam mengelola pemilu. KPU periode ketiga (2012-2017), berhasil menyelenggarakan Pemilu 2014 dengan baik. Juga telah dan sedang menyelenggarakan pilkada serentak. Belajar dari periode sebelumnya, ada dua “pekerjaan rumah” yang perlu diperbaiki oleh KPU pimpinan Husni Kamil Manik yang kemudian estafetnya dilanjutkan Juri Ardiantoro, yakni kemandirian dan profesionalitas. Aspek kemandirian selalu menjadi isu seksi untuk ditiupkan ke arah KPU. Hal ini selain karena posisi KPU yang strategis, dua periode sebelumnya ada komisioner KPU yang pindah haluan ke partai politik, yakni Anas Urbaningrum dan Andi Nurpati. Keduanya masuk Partai Demokrat, partai penguasa waktu itu. Kasus Anas dan Andi seakan mengkonfirmasi kecurigaan publik tentang independensi KPU. Hemat saya, ada dua ancaman terhadap independensi lembaga KPU. Pertama,

ancaman dari dalam, yakni sikap partisan, baik dari komisioner maupun sekretariat. Data menunjukkan, penyelenggara pemilu yang dipecat DKPP sejak 2012 sebanyak 358 – jumlah tersebut seluruhnya memang penyelenggara di daerah, meski komisioner KPU RI juga pernah diadukan di sidang DKPP. Kedua, ancaman dari luar, yakni regulasi yang mengatur keberadaan KPU. Kita masih ingat, revisi UU No 22 tahun 2007 menjadi UU No 15 tahun 2011 membolehkan orang partai politik masuk menjadi penyelenggara pemilu. Untung klausul tersebut dibatalkan putusan Mahkamah Konstitusi sehingga penyelenggara pemilu tetap bebas dari unsur partai politik. Kekuatan luar untuk mencampuri kemandirian KPU selalu muncul. Terakhir di revisi UU Pilkada, Pasal 9 menyebutkan: “Menyusun dan menetapkan Peraturan KPU dan pedoman teknis untuk setiap tahapan Pemilihan setelah berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah dalam forum rapat dengar pendapat yang keputusannya bersifat mengikat”. Klausul ini sebenarnya bukan hal baru, tapi adanya tambahan “…yang keputusannya bersifat mengikat” adalah hasil revisi yang membelenggu kemandirian KPU. Tentang aspek profesionalitas, belajar dari Pemilu 2009 yang gagal mengelola DPT, KPU periode ketiga membuat sistem informasi daftar pemilih (Sidalih). Tidak hanya pengelolaan DPT yang transparan, semua tahap pemilu dibuat transparan sehingga ada Silon, Silog, SITAP, SIPP, SIMPAW, dan lain-lain. Bahkan unggah form C-1 (hasil penghitungan TPS) di website KPU pada Pemilu 2014 merupakan prestasi internasional karena hal tersebut baru diterapkan di Indonesia. Transparansi, yang merupakan salah satu wujud profesionalitas penyelenggaraan pemilu, menjadi syarat mutlak kredibilitas hasil pemilu di samping kemandirian. Dua agenda, yakni menjaga kemandirian dan memupuk profesionalitas, kiranya masih perlu terus diupayakan dan ditingkatkan, sehingga amanah UUD 1945 bahwa KPU sebagai penyelenggara pemilu bersifat nasional, tetap, dan mandiri akan benar-benar kokoh.

SUARA SUARAKPU KPU Juli Juli- Agustus - Agustus2016 2016

refleksi.indd 78

30/08/2016 21:17:35


REFLEKSI

Catatan 15 Tahun KPU:

Menjaga Kemandirian, Memupuk Profesionalitas Marwanto S.Sos, M.Si, Komisioner KPU Kabupaten Kulonprogo DIY. RUMAH : Maesan III, Rt. 009 / Rw. 005 Wahyuharjo, Lendah, Kulonprogo 55633, KANTOR : KPU Kab. Kulonprogo, Jln KH Wahid Hasyim Bendungan Wates Kulonprogo DIY 55611

Penyelenggara pemilu di Indonesia sudah ada sejak dibentuk Panitia Pemilihan Indonesia (PPI) pada 4 April 1953 untuk menyelenggarakan Pemilu 1955. Di masa Orde Baru, berdasar UU No 15 tahun 1969, presiden membentuk Lembaga Pemilihan Umum (LPU) sebagai penyelenggara pemilu. Di awal reformasi, berdasar Keputusan Presiden No 16 tahun 1999 dibentuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menyelenggarakan Pemilu 1999. Namun pembentukan KPU yang mandiri baru dilakukan di era Presiden Gus Dur, dengan Kepres Nomor 10 tahun 2001 tertanggal 5 Juni 2001. Kedudukan KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu yang independen diatur UU No 22 tahun 2007 yang telah diubah UU No 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu. Setelah 15 tahun mengelola demokrasi elektoral di Indonesia, sejumlah prestasi maupun catatan hitam pernah ditorehkan KPU. KPU periode pertama (20012007) anggotanya berasal dari

78 refleksi.indd 78

akademisi dengan pemikiran brilian, semisal Prof. Dr. Nazarudin Sjamsudin M.A., Prof. Ramlan Surbakti, Ph.D., Dr. Muji Sutrisno, Dr. Imam Prasodjo, dan Chusnul Mar’yah Ph.D. Secara umum KPU periode ini sukses menyelenggarakan Pemilu 2004, namun akhir tragis justru dialami oleh komisioner dan sejumlah personil sekretariat yang diputus pengadilan masuk penjara karena kasus korupsi. KPU periode kedua (2007-2012), yang menyelenggarakan Pemilu 2009, diketuai Prof Dr. Abdul Hafiz Anshari, M.A. Tidak ada kasus hukum yang menjerat komisioner KPU sampai pascamenjabat. Tapi, publik akan mengenang Pemilu 2009 dengan “kasus DPT” (daftar pemilih tetap), karena banyak pemilih yang tidak bisa menggunakan hak pilihnya. Kredibilitas KPU dipertanyakan dalam mengelola pemilu. KPU periode ketiga (2012-2017), berhasil menyelenggarakan Pemilu 2014 dengan baik. Juga telah dan sedang menyelenggarakan pilkada serentak. Belajar dari periode sebelumnya, ada dua “pekerjaan rumah” yang perlu diperbaiki oleh KPU pimpinan Husni Kamil Manik yang kemudian estafetnya dilanjutkan Juri Ardiantoro, yakni kemandirian dan profesionalitas. Aspek kemandirian selalu menjadi isu seksi untuk ditiupkan ke arah KPU. Hal ini selain karena posisi KPU yang strategis, dua periode sebelumnya ada komisioner KPU yang pindah haluan ke partai politik, yakni Anas Urbaningrum dan Andi Nurpati. Keduanya masuk Partai Demokrat, partai penguasa waktu itu. Kasus Anas dan Andi seakan mengkonfirmasi kecurigaan publik tentang independensi KPU. Hemat saya, ada dua ancaman terhadap independensi lembaga KPU. Pertama,

ancaman dari dalam, yakni sikap partisan, baik dari komisioner maupun sekretariat. Data menunjukkan, penyelenggara pemilu yang dipecat DKPP sejak 2012 sebanyak 358 – jumlah tersebut seluruhnya memang penyelenggara di daerah, meski komisioner KPU RI juga pernah diadukan di sidang DKPP. Kedua, ancaman dari luar, yakni regulasi yang mengatur keberadaan KPU. Kita masih ingat, revisi UU No 22 tahun 2007 menjadi UU No 15 tahun 2011 membolehkan orang partai politik masuk menjadi penyelenggara pemilu. Untung klausul tersebut dibatalkan putusan Mahkamah Konstitusi sehingga penyelenggara pemilu tetap bebas dari unsur partai politik. Kekuatan luar untuk mencampuri kemandirian KPU selalu muncul. Terakhir di revisi UU Pilkada, Pasal 9 menyebutkan: “Menyusun dan menetapkan Peraturan KPU dan pedoman teknis untuk setiap tahapan Pemilihan setelah berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah dalam forum rapat dengar pendapat yang keputusannya bersifat mengikat”. Klausul ini sebenarnya bukan hal baru, tapi adanya tambahan “…yang keputusannya bersifat mengikat” adalah hasil revisi yang membelenggu kemandirian KPU. Tentang aspek profesionalitas, belajar dari Pemilu 2009 yang gagal mengelola DPT, KPU periode ketiga membuat sistem informasi daftar pemilih (Sidalih). Tidak hanya pengelolaan DPT yang transparan, semua tahap pemilu dibuat transparan sehingga ada Silon, Silog, SITAP, SIPP, SIMPAW, dan lain-lain. Bahkan unggah form C-1 (hasil penghitungan TPS) di website KPU pada Pemilu 2014 merupakan prestasi internasional karena hal tersebut baru diterapkan di Indonesia. Transparansi, yang merupakan salah satu wujud profesionalitas penyelenggaraan pemilu, menjadi syarat mutlak kredibilitas hasil pemilu di samping kemandirian. Dua agenda, yakni menjaga kemandirian dan memupuk profesionalitas, kiranya masih perlu terus diupayakan dan ditingkatkan, sehingga amanah UUD 1945 bahwa KPU sebagai penyelenggara pemilu bersifat nasional, tetap, dan mandiri akan benar-benar kokoh.

SUARA KPU Juli - Agustus 2016

30/08/2016 21:18:52


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.