Majalah SUARA KPU RI edisi VII

Page 1

Target Menang di MK, KPU Tak Bela Siapa-siapa

Transparansi, Dorong Partisipasi, Cegah Manipulasi

Keadilan di Sengketa Pilkada

www.kpu.or.id

@KPURI2015

KPU Republik Indonesia

EDISI VII JANUARI - FEBRUARI 2016

Menyongsong Pilkada Serentak 2017 15 Februari 2017 1


SATU

SUARA UNTUK

INDONESIA

KPU REPUBLIK INDONESIA


Daftar Isi

SUARA PAKAR : 17 Kepala Daerah Berkualitas Layak Dapat Tempat Kepemimpinan Nasional

SUARA IMAM BONJOL : 20 Target Menang di MK, KPU tak Bela Siapa-Siapa

SUARA IMAM BONJOL : 22 Pastikan Hak Pilih Terlayani, KPU Tempuh 4 Hari demi 1 TPS

SUARA REGULASI : 32 Tak Perlu Tunggu Revisi UU, KPU Siapkan Aturan Pilkada 2017

SUARA DAERAH : 44

SUARA UTAMA

Keadilan di Sengketa Pilkada Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2015 yang digelar di 8 provinsi, 222 kabupaten dan 34 kota di Indonesia telah berlangsung aman dan lancar. Namun, pesta demokrasi tersebut tetap menyisakan sekelumit persoalan, lantaran tidak semua pihak bisa menerima hasilnya dengan lapang dada.

Adu Argumen Warnai Sidang Sengketa Php Kada Kuansing

SUARA DAERAH : 46 Kpu Bali Susun Renstra 2015-2019

SUARA SOSOK : 54 11

Penarikan 34 Pegawai Jadi Momentum Penataan KPU DKI Jakarta

SUARA SOSOK : 57 Dari Tukang Ojek Jadi Anggota Kpu

SUARA PILKADA : 60 Transparansi, Dorong Partisipasi Cegah Manipulasi

SUARA SELEBRITI : 71

Persiapkan Hadapi Sengketa

Jauh-jauh hari sebelum pelaksanaan Pilkada Serentak 9 Desember 2015, Biro Hukum KPU telah melakukan persiapan menghadapi sengketa hasil pemilihan (PHP). Menurut Kepala Biro Hukum Nur Syarifah, persiapan itu dilakukan dengan menggelar Bimbingan Teknis (Bimtek) mengenai hukum beracara di Mahkamah Konstitusi (MK).

Sandy Nayoan Ingin Pilkada Serentak Dipertahankan

SERBA-SERBI KESEHATAN : 68 Psikosomatis

3

Daftar Isis.indd 76

2/23/2016 11:37:02 PM


SUARA REDAKSI

Keadilan bagi KPU di Forum Sengketa

P

emilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2015 memasuki babak baru. Begitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan pemenang, 132 daerah dari 265 provinsi/ kabupaten/kota yang melaksanakan pesta demokrasi, melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka menuding para kandidat lain telah berbuat curang dan KPU sebagai penyelenggara tidak bertindak secara adil selama tahapan pemilihan. Alhasil, 147 gugatan tercatat di kepaniteraan MK, sehingga para hakim konstitusi terpaksa menggelar sidang perselisihan hasil pemilihan (PHP) pilkada di sepanjang awal tahun. Dari jumlah perkara itu, 128 perkara di antaranya diajukan oleh pasangan calon bupati, 11 perkara diajukan oleh pasangan calon walikota, enam perkara diajukan oleh pasangan calon gubernur, dan satu perkara diajukan oleh pemantau untuk pilkada dengan calon tunggal di Kabupaten Tasikmalaya. Satu permohonan yang bukan pasangan calon kepala daerah juga diajukan dan berasal dari Kabupaten Boven Digoel, Papua. KPU menyambut sengketa pilkada ini dengan tangan terbuka. Pasalnya sidang ini tidak hanya menjadi ajang pembuktian kebenaran akan keputusan KPU, tapi juga sebagai sarana pembersihan nama baik dari tudingan-tudingan negatif berbagai pihak. Bahkan, menurut Ketua KPU, Husni Kamil Manik, sidang ini merupakan forum bagi KPU untuk mencari keadilan. Karena itu, sejak jauh hari, KPU sudah mulai bersiap untuk menghadapi sidang sengketa tersebut. Mulai dengan menggelar sejumlah bimbingan teknis tentang tatacara beracara di MK kepada KPU provinsi dan kabupaten/kota yang menggelar pilkada. Berbagai masukan diberikan, seperti penyelenggara harus menginventarisasi setiap potensi masalah yang bakal timbul dengan menata semua dokumen yang berhubungan dan mencatat kronologisnya. Hal tersebut guna memudahkan KPU untuk membuktikan kebenaran keputusannya di MK. Menjelang sidang, KPU juga terus memperkuat koordinasi dengan melakukan konsolidasi internal bersama KPU provinsi dan kabupaten/kota untuk melakukan evaluasi dan menyamakan persepsi. Akhirnya, semua kerja keras tersebut terbukti, dengan mentahnya sejumlah sangkaan yang dialamatkan kepada KPU. Dari 147 perkara yang masuk, MK memutuskan untuk tidak menerima 134 perkara. Sementara lima perkara telah ditarik kembali oleh pemohon dan satu permohonan dilanjutkan untuk menggelar penghitungan suara ulang (PSU). Sedangkan tujuh permohonan langsung dilanjutkan ke sidang pembuktian pokok perkara (tanpa sidang dismissal), karena telah memenuhi syarat formil berupa waktu penyerahan permohonan dan syarat selisih suara terpenuhi. Segala upaya yang dilakukan itu bukanlah untuk membela siapa-siapa atau untuk sengaja memenangkan satu pihak, namun sebagai usaha guna menunjukkan kredibilitas dan netralitas KPU sebagai penyelenggara pesta demokrasi di Tanah Air.

Pengarah: Husni Kamil Manik Sigit Pamungkas Ida Budhianti Arief Budiman Ferry Kurnia Rizkiyansyah Hadar Nafis Gumay Juri Ardiantoro Penanggung Jawab: Arief Rahman Hakim Pemimpin Redaksi: Robby Leo Agust Wk. Pemimpin Redaksi: Wawan K. Setiawan Redaktur Pelaksana: Sahruni HR Litbang: Arif Priyo Santoso Redaktur: Trio Jenifran Didi Suhardi Reporter: Mohammad Ismail MS Wibowo Rizky Adi Pamungkas Fotografer: Dodi Husain Desain Grafis: Satrio Mahadi Layouter: Chomar Distributor: KPU

Alamat Redaksi: Biro Teknis & HupmaswwwTelp: 021-31937223 Website: www.kpu.go.id, Twitter: @KPURI2015 Facebook: KPU Republik Indonesia

4


SUARA UTAMA

Ketua KPU RI Husni Kamil Manik membuka Konsolidasi Nasional, kepada KPU Provinsi, KPU Kab/Kota yang akan menghadapi Sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP KADA) serentak Tahun 2015.

Keadilan di Sengketa Pilkada

P

emilihan Kepala Daerah Serentak 2015 yang digelar di 8 provinsi, 222 kabupaten dan 34 kota di Indonesia telah berlangsung aman dan lancar. Namun, pesta demokrasi tersebut tetap menyisakan sekelumit persoalan, lantaran tidak semua pihak bisa menerima hasilnya dengan lapang

dada. Undang-undang memang telah memberi ruang bagi para pihak yang menolak hasil itu, untuk membuktikan kebenaran. Oleh karena itu, begitu pintu pengajuan sengketa dibuka 18-21 Desember 2015 silam, ratusan gugatan

berdatangan ke Mahkamah Konstitusi (MK), dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai pihak termohon. Sidang sengketa peselisihan hasil pemilihan (PHP) tersebut tidak hanya menjadi ajang bagi pasangan calon dalam menyampaikan keberatan atas hasil pilkada, tetapi juga menjadi sarana bagi

31937223

PURI2015 esia

5


SUARA UTAMA

Panel tiga yang dipimpin Hakim Patrialis Akbar, mendengarkan keterangan pihak Pemohon.

KPU untuk mencari keadilan. “Forum sidang di MK untuk menjadi forum pertanggungjawaban kami (KPUred). Kami komitmen dalam persidangan itu akan mengungkap kebenaran, dan kami juga ikut mencari keadilan di sana,” tegas Ketua KPU Husni Kamil Manik. Menurut dia, KPU kerap menjadi pihak yang selalu dituduh negatif. Padahal, mereka terus berupaya untuk mengedepankan netralitas dalam

6

pilkada. “Kami dituduh macammacam, padahal kami tidak memihak kepada siapapun. Karenanya perlu mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi di lapangan. Kami merasa perlu ada keadilan untuk kami,” paparnya. Pada sidang PHP tersebut ada sekitar 147 gugatan yang tercatat di kepaniteraan MK. Meski jumlah tersebut tidak sebanyak prediksi MK sebelumnya, yakni 300 gugatan, namun hal itu

tetap membuat penyelenggara pilkada harus mencurahkan perhatian demi memberikan jawaban-jawaban yang tepat dan memuaskan, sehingga bisa mematahkan sangkaan dari pemohon. “Sudah menjadi hak dan kewajiban kami untuk memberikan penjelasan apa dan bagaimana pelaksanaan tahapan waktu itu,” ucap Komisioner KPU Ida Budhiati saat ditemui beberapa waktu lalu.


Ida Budhiati

Komisioner KPU.

Keinginan pasangan calon menyelesaikan sengketa hasil pilkada melalui jalur peradilan seperti saat ini memang patut diapresiasi. Setidaknya ada peningkatan kesadaran berdemokrasi bahwa setiap persoalan sengketa kepemiluan dibawa ke ranah hukum dan tidak lagi dilakukan dengan gesekan dan ketidakpuasan yang tidak terarah. Ada beberapa hal yang menjadi objek

Dugaan pelanggaran itu apabila dijabarkan meliputi permainan politik uang (money politic), pelibatan aparatur sipil negara, ketidaknetralan penyelenggara hingga manipulasi data hasil pilkada. “Sejauh yang kami cermati 90% gugatan yang diajukan tidak berkaitan langsung dengan perselisihan hasil pilkada. Tetapi tahapan pemilihan, teknis penyelenggaraan dan pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif (TSM),� lanjut Ida. KPU pun menyikapi situasi ini dengan memperkuat koordinasi, melakukan k o n s o l i d a s i internal seluruh Kami instruksikan p e n y e l e n ggara KPU daerah harus daerah yang menjelaskan apa saja menyelenggarakan yang dikehendaki pilkada 2015. Pada 5 Januari 2016, pemohon dalam utama pemohon bertempat di Swiss saat mengajukan permohonannya. Bell Hotel Jakarta, gugatannya ke konsolidasi internal MK. Jika ditarik tersebut diselenggarakan garis besarnya, semua dengan harapan bisa memang bermuara pada menyamakan persepsi dugaan kecurangan dalam penyelenggara dalam menghadapi pelaksanaan tahapan pilkada hingga sidang sengketa di MK. hari pemungutan suara atau tidak secara “Kami instruksikan KPU daerah harus langsung membahas selisih suara yang menjelaskan apa saja yang dikehendaki menjadi domain MK. 7


SUARA UTAMA

pemohon dalam permohonannya,” kata Husni. Menurutnya, kegiatan konsolidasi selain sebagai penguatan menghadapi sidang sengketa di MK, juga sebagai ajang silaturahmi dan evaluasi hasil pilkada di tiap daerah. “Bagi kami selain untuk menjawab permohonan, alat bukti yang dikumpulkan juga berguna untuk bahan evaluasi bagi daerah daerah dan bahan pelaporan mereka,” tambah Husni. Sementara itu dalam menghadapi Pemaparan Tim kuasa Pihak Termohon dalam menghadapi sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP KADA) banyaknya jumlah serentak Tahun 2015 kepada komisioner KPU RI dan Jajaran Sekretariat KPU. permohonan yang masuk di kepaniteraan MK, dilakukan langsung dipanggil (7 daerah) pembagian pembacaan oleh kepaniteraan. Putusan permohonan melalui tiga dismissal kan, kalau formil tidak Jumlah Permohonan PHP Kada panel hakim. Setiap panel memenuhi syarat. Kalau syarat terdiri dari tiga hakim, mereka formil terpenuhi berarti otomatis mendengarkan pembacaan (dilanjutkan),” jelas Juru Bicara MK 130 Daerah 148 (Provinsi/ permohonan dari 40-50 Fajar Laksono. Permohonan kabupaten/ pemohon. Proses tersebut Tujuh permohonan yang kota) 1 1 berlangsung mulai 7-8 Januari dilanjutkan ke sidang pembuktian 2 2 dengan menggelar sidang pokok perkara antara lain Solok pendahuluan. Dilanjutkan Selatan Sumatera Barat (syarat 2%, dengan sidang jawaban selisih suara 501), Kuantan Sengingi termohon dan pihak terkait Provinsi Riau (syarat 1,5%, selisih Dari 148 permohonan pada 12-14 Januari 2016. suara 348), Bangka Barat Provinsi 5 Permohonan di tarik Adapun sidang putusan sela Kepulauan Bangka Belitung (syarat kembali oleh pemohon (dismissal) diselenggarakan 2%, selisih suara 250), Kotabaru 35 Ditolak karena melewati sebanyak lima kali, mulai Kalimantan Selatan (syarat 1,5%, batas waktu pengajuan 18, 21, 22, 25 dan 26 Januari. selisih suara 332), Muna Sulawesi (telat memasukan permohonan) Hasilnya dari 147 perkara Tenggara (syarat 2%, selisih suara 100 Ditolak karena tidak mempunyai yang dimohonkan, MK 33), Kepulauan Sula Maluku Utara legal standing mengajukan permohonan memutus tidak menerima (2%, selisih suara 169), Halmahera 134 perkara, 5 permohonan Selatan Maluku Utara (2%, selisih 8 Permohonan diterima untuk dilanjutkan dalam dicabut dan 1 permohonan suara 18), Membramo Raya sidang PHP Kada dilanjutkan untuk menggelar Provinsi Papua (2%, selisih suara penghitungan suara ulang 149) serta Teluk Bintuni Papua (PSU). Barat (2%, selisih suara 7). Beberapa perkara Guna memperkuat jajaran 1 2 3 4 5 35 100 8 yang tidak diterima menghadapi sidang pembuktian permohonannya antara lain pokok perkara, KPU menegaskan jelas Ketua MK Arief Hidayat saat disebabkan oleh syarat waktu kembali melakukan konsolidasi membacakan amar putusan. Sementara pengajuan yang melewati batas 3x24 jam internal, terutama untuk memberikan tujuh permohonan langsung dilanjutkan dari penetapan hasil (40 perkara), serta arahan menghadapi sidang pembuktian ke sidang pembuktian pokok perkara kedudukan (legal standing) lantaran nanti. “Iya, koordinasi itu pasti karena (tanpa sidang dismissal) karena telah pemohon gagal memenuhi syarat selisih kan ada pemberitahuan kepada mereka memenuhi syarat formil berupa waktu suara yang diatur dalam pasal 158 dipandang perlu untuk menyampaikan penyerahan permohonan dan syarat UU 8/2015, pasal 6 PMK 1-5/2015 (94 apa yang dilihat, didengar, diketahui,” selisih suara terpenuhi. perkara). “Menyatakan permohonan tambah Ida. “Tidak ada (sidang dismissal). Jadi, pemohon tidak dapat diterima,” (Didi)

REKAPITULASI PHP KADA 2015

8


Nur Syarifah Kepala Biro Hukum KPU

Persiapkan Hadapi Sengketa

J

auh-jauh hari sebelum pelaksanaan Pilkada Serentak 9 Desember 2015, Biro Hukum KPU telah melakukan persiapan menghadapi sengketa hasil pemilihan (PHP). Menurut Kepala Biro Hukum Nur Syarifah, persiapan itu dilakukan dengan menggelar Bimbingan Teknis (Bimtek) mengenai hukum beracara di Mahkamah Konstitusi (MK). “Bimtek mengenai hukum acara, proses beracara di MK, bagaimana jawabannya, itu lengkap di Bimtek. Itu kerjasama antara MK dan KPU. Peserta Bimtek adalah seluruh provinsi maupun kabupaten/kota yang akan menyelenggarakan pilkada,” kata Nur Syarifah. Di samping itu, sebelumnya secara internal KPU juga telah menyiapkan

diri dengan konsolidasi nasional. Dalam konsolidasi itu KPU menekankan tentang mekanisme kerja antara KPU RI, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota. Apa yang dilakukan oleh KPU ini merupakan implementasi dari UU Nomor 8 Tahun 2015 yang menyatakan bahwa KPU sebagai penanggungjawab akhir pilkada. Oleh karena itu KPU memberi pembekalan kepada seluruh KPU provinsi dan kabupaten/kota yang menggelar pilkada. “Jadi tentang misalnya bagaimana nanti kalau satu daerah berperkara, apa yang harus dilakukan bagaimana komunikasi dan koordinasi dengan kita. Itu yang datang kemudian di dalam konsolidasi nasional tadi,” kata Nur Syarifah.

“Kita beri bekal strategi untuk berperkara di MK. Bagaimana menyiapkan jawaban dan sebagainya itu jauh sebelum hari pemungutan suara,” terangnya. Ia mengungkapkan, KPU juga meminta KPU provinsi dan kabupaten/ kota untuk sejak dini mencatat identifikasi masalah. Seperti ketika ada kejadian di pemungutan suara, di situ ada kejadian PSU misalnya, lalu digugat ke MK, KPU tahu betul kejadiannya. “Karena orang yang mengguggat itu menggunakan data yang bisa jadi tidak benar. Kita harus counter di situ dan pasti hasilnya berbeda. Jadi strategi beracara bagaimana koordinasi KPU dalam PHP, dokumen apa yang diperlukan, kemudian bagaimana teknis-teknik 9


SUARA UTAMA membuat jawaban. Mereka juga harus menyelami produk hukum seperti apa, kenapa bisa, misalnya, pilkadanya serentak tetapi waktunya bisa berbedabeda dalam merekap, dan seterusnya,” paparnya. Selain konsolidasi, KPU juga melakukan koordinasi dalam bentuk pertemuan seperti rakor dan raker secara bertahap mengikuti tahapan pilkada.

efektivitas penyelengaraan Pilakada. “Bisa mengganggu tahapan. Misalnya putusannya itu sudah lewat dari tangal waktunya. Seperti yang di Kalteng, sudah H-1 kemudian diputuskan oleh PT TUN, yang jika kita laksanakan (putusannya) menurut pertimbangan KPU ini tak bisa dilaksanakan, karena tidak ada kepastian hukum. Kan kita terpaksa harus kasasi. Itu menunggu waktu lagi,

ditolak untuk mencari pasangan calon dan melakukan verifikasi lagi. Artinya bahwa itu tetap dinyatakan satu pasang, sehingga jika nanti terpilih, mekanismenya lain lagi, yakni calon yang terpidana tadi harus dicopot dari jabatannya,” papar Nur Syarifah. Pemahaman yang berbeda antar instansi penegak hukum ini mengakibatkan peraturan dilanggar.

Jadi, ada Bawaslu/Panwaslu, itu kan panwas bertindak sebagai peyelesaian sengketa juga, PT TUN, kemudian MK. Kemudian ada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang putusannya bisa juga mengubah SK kita (KPU).

Kodifikasi Hukum Pemilu Dalam pelaksanaan Pilkada 2015 terdapat beberapa lembaga peradilan yang menangani sejumlah persoalan atau sengketa yang ada. Untuk PHP penanganannya sesuai dengan UU Pilkada berada di MK sebelum terbentuknya peradilan khusus pemilu, yakni badan khusus yang menangai pemilu tetapi di dalam kerangka hukum yang lain. Sementara untuk sengketa yang lain, terdapat beberapa lembaga yang menanganinya. “Jadi, ada Bawaslu/ Panwaslu, itu kan panwas bertindak sebagai peyelesaian sengketa juga, PT TUN, kemudian MK. Kemudian ada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang putusannya bisa juga mengubah SK kita (KPU),” jelas Nur Syarifah. Menurutnya, banyaknya lembaga dalam penyelesaian masalah pemilu/ pilkada ini membuat terganggunya 10

Saksi ahli dan para saksi-saksi terkait perkara, Kabupaten Membarano Raya, Teluk Bintuni, Bangka Selatan dan Kabupaten Muna diambil sumpahnya dihadapan para Hakim Mahkamah Konstitusi.

jadi merusak keserentakannya,” kata dia. Di samping itu ada pula kasus yang beberapa peradilan itu putusannya berbeda (waktu). Imbasnya jadwal dan tahapan menjadi terganggu. “Instansiinstansi tadi putusannya beda. Ini menyulitkan. Contoh kasusnya Pilkada Simalungun, ada satu calon wakil yang dia itu, pada saat pencalonan kemudian terbukti dinyatakan melanggar undang-undang terlibat pidana.” Menurut KPU, pasangan calon itu satu paket. Jika satu pasangan calon tidak memenuhi syarat, maka di-TMSkan. “Tapi yang bersangkutan mengajukan gugatan dan mengatakan bahwa yang dipidana itu kan cawagubnya, bukan cagubnya, dan dia tetap minta disertakan dalam pilkada. Sampai tingkat kasasi memutuskan orang itu harus tetap diikutkan tetapi

Sebab yang bersangkutan jelas berstatus terpidana tapi masih menjadi calon. “Kira-kira gitu. Jadi itu sengakrutnya lembaga penyelesaian sengketa yang terjadi dengan porsi hukum sekarang. Itu masih belum di luar jalur pengadilan biasa, yang waktunya tidak bisa diperkirakan. Istilahnya sistem peradilan cepat. Kalau diperadilan biasa kan tidak ada.” “Akibatnya, sengkarut terjadi seperti di Siantar. Hakim di pengadilan biasa merasa tidak punya kewajiban untuk menyelesaikan secara cepat, jadi sampai sekarang itu Siantar belum ketauan,” paparnya. Sementara Sentra Gakumdu juga ditengarai tidak efektif, karena menurut Nur Syarifah, pidana pemilu itu terbatas waktu dan harus cepat, sehingga secara teknis tidak memungkinkan. (MS Wibowo)


Tidak Ada Hari Libur

D

alam memutus banyak ruang bagi para peserta sengketa perselisihan untuk mengajukan keberatan. hasil pemilihan “Kan harus tuntas diselesaikan (PHP) Pilkada 2015, Kepala di tiap tahapan. Seandainya pun Biro Teknis dan Hubungan tidak selesai, ada ruang untuk Partisipasi Masyarakat (Tekmas) mengajukan keberatannya, KPU Sigit Joyowardono mengajukan protesnya, secara melihat Mahkamah Konstitusi tertulis pada panwaslu, ada konsisten dengan aturan yang waktu-waktunya. Bahkan dalam ada. Sementara untuk para ketentuan itu sampai ada kasus penggugat, ia berpendapat, yang berindikasi pada tindak ketika mengajukan gugatan, pidana kan sampai pengadilan. Sigit Joyowardhono. seharusnya mereka sudah Karena MK tidak dapat memeriksa Kepala Biro Teknis dan Hupmas Sekretariat Jenderal KPU cukup yakin dan memastikan persoalan-persoalan yang ada di telah mengungkapkan keberatan-keberatan mereka ketika tiap tahapan,” papar Sigit. proses di TPS, PPK, hingga tingkat KPU kabupaten/kota atau Namun, bisa jadi, mereka yang mengajukan gugatan ke provinsi. MK karena tak puas dengan proses mekanisme penyelesaian “Karena di semua titik itu ada ruang terhadap keberatan masalah oleh penyelenggara, mulai dari tingkat TPS sampai hasil penghitungan rekap dan sebagainya. rekapitulasi hasil perolehan suara di Itu tercatat di dalam gugatan mereka tingkat provinsi. dalam formulir C2 kalau TPS, dan tingkat “Bisa jadi ada pelanggaran yang Karena di semua titik seterusnya ada,” kata Sigit. sifatnya adminsitratif atau pelanggaran Jangan kemudian, lanjut Sigit, yang sifatnya kepidanaan terjadi. itu ada ruang terhadap karena merasa tak diuntungkan hasil Barangkali juga si pasangan calon dan keberatan hasil rekapitulasi suara baru ramai-ramai saksi juga menyampaikan pengaduan itu penghitungan rekap dan mengajukan gugatan ke MK. Mereka ke Panwaslu tapi Panwaslu tidak cukup sebagainya. Itu tercatat mencari-cari ruang, situasi yang dikira segera cekatan merespons itu, ketika bisa dipersoalkan, padahal tidak punya melaporkannnya sudah melampaui di dalam gugatan bukti yang kuat. tenggat waktu yang ditentukan. Tapi mereka dalam formulir Sesuai dengan pasal 158, UU Nomor bisa saja, atau mungkin juga laporannya C2 kalau TPS, dan 8 Tahun 2015, MK hanya akan menerima itu tidak didukung dengan bukti-bukti, tingkat seterusnya ada. gugatan PHP yang memenuhi syarat termasuk data-data yang memang tidak persentase selisih suara dihadapkan pada bisa diyakini menurut Panwaslu.” jumlah penduduk. “Misalnya kabuaten/ “Tapi di MK pintu masuknya kan kota yang penduduknya sampai 250 ribu, bukan persoalan itu. MK menganggap dia terkena 2%. Kemudian dari tenggat persoalan itu harus tuntas di lapangan waktu pengajuan permohonan PHP 3x24 jam sejak hasil ketika proses sidang berjalan. MK hanya menyangkut ditetapkan tanggal berapa bahkan sejak jam berapa,” kata keberatan yang diajukan oleh pasangan yang mempengaruhi Sigit. penetapan hasil suaranya terkait dengan selisih suara, yang Mengenai ketegasan MK itu, beberapa pihak menyayangkan sesuai UU, harus memenuhi persentase itu, karena itu pintu dengan menyatakan bahwa semestinya MK tidak menjadi gerbang utamanya menurut saya,” jabar Sigit. pengadilan ‘kalkulator’ saja. Namun Sigit menyatakan bahwa Kemudian ada beberapa penggugat yang menilai KPU dalam UU dan Peraturan KPU telah disebutkan, apabila di sejumlah daerah lambat menyampaikan SK Penetapan ada masalah atau protes dan segala macam selama pilkada, sehingga guggatan mereka gugur akibat melewati batas

11


SUARA UTAMA waktu yang ditentukan, 3x24 jam. Sigit mengatakan, jelas penetapan yang dimaksud adalah ketika hasil itu diketok saat pleno rekapitulasi hasil perolehan suara. Ada pula penggugat yang beralasan bahwa mereka mengira 3x24 jam itu tidak termasuk hari sabtu dan minggu. Namun ditegaskan Sigit, tahapan pemilu itu bukan dihitung berdasarkan hari kerja Senin-Jumat, melainkan seluruh hari dan tanggal yang ada. Makanya, ketika tahapan yang direncanakan jatuh pada hari libur, Sabtu atau Minggu, harus tetap dihitung dan dilaksanakan. “Pemilu sejak zaman LPU, Orde Baru jaman dulu sampai sekarang tidak ada istilah hari libur. Makanya, di dalam Peraturan KPU jelas dikatakan mengenai jadwal tahapan itu antisipasi hari adalah hari kalender, bukan hari kerja. Jadi Sabtu dan Minggu pun juga dalam rangka proses pemilu ataupun pilkada tetap dihitung. Karena kalau tidak demikian, etape kegiatan Pilkada 2015 kemarin tidak bisa diawali di bulan April atau Mei,” jelas Sigit. “Kalau itu (Sabtu dan Minggu) tahapan libur, proses persiapan pelaksanaan tidak tuntas, butuh waktu yang sangat panjang setahun pun bisa saja kurang. Kan ada tahapan persiapan, pelaksanaan, penyelesaian,” imbuhnya. Jadi, lanjutnya, barangkali masyarakat baik partai politik, pasangan, atau masyarakat luas itu tidak memahami bahwa KPU ketika melaksanakan proses pemilu, termasuk pilkada tidak tunduk pada ketentuanketentuan yang berlaku secara umum di instansi bahwa hari kerja adalah hari Senin-Jumat, tapi Senin-Minggu. “Contohnya kemarin ketika pemungutan suara tanggal 9 desember, tanggal kemudian direkap di provinsi kan menjelang cuti libur tahunan Natal dan tahun baru. Kalau mungkin di daerah tertentu kan sudah pada ngilang orang-orangnya, tapi kita nggak bisa, kita tetap jalan,” terangnya. (MS Wibowo)

12

Ray Rangkuti

Direktur Lingkar Madani


Kodifikasi Tunggu Pemilu Serentak Nasional

K

onstruksi kerangka hukum pemilu yang kurang kokoh dan terpisah-pisah menimbulkan berbagai masalah dalam praktik penyelenggaraan pemilu di Indonesia. Sebagaimana diketahui, penyelenggaraan pemilu nasional di Indonesia diatur dalam tiga undang-undang, yakni UU Penyelenggara Pemilu, UU Pemilu DPR, DPD, dan DPRD, serta UU Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Selain itu, untuk pemilihan kepala daerah (Pilkada) diatur dalam UU Nomor 15 Tahun 2015 o UU No 8 Tahun 2015 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan walikota. Pilkada sebelumnya diatur oleh UU Pemerintahan Daerah dan kemudian dipisahkan pada 2014 setelah beberapa kali perubahan. Semua UU tersebut mengalami banyak uji materi dan perubahan secara terpisah pada setiap siklus pemilihan akan dimulai. Ditambah lagi adanya tumpang tindih dan kontradiksi antarketentuan UU, inkonsistensi hukuman dan persyaratan, serta kekosongan hukum, yang menyebabkan ketidakpastian penyelenggaraan. Demi mengatasi masalah tersebut, muncul wacana menyatukan berbagai UU itu dalam satu UU Pemilu. Hal ini diperkuat dengan putusan MK No 14/PUU-XI/2013 pada 23 Januari 2014 yang menyatakan, pemisahan pemilu presiden dan pemilu legislatif tidak konstitusional dan memerintahkan pelaksanaan pemilu serentak pada 2019. Menanggapi hal itu, Direktur Lingkar Madani (LIMA) Ray Rangkuti menyatakan setuju terhadap kodifikasi hukum pemilu. Namun, menurut Ray, alangkah baiknya siklus pemilu, termasuk pilkada, distabilkan terlebih dahulu, hingga terlaksananya pemilu yang benar-benar serentak secara nasional. “Jadi kita belum bisa melihat betul bagaimana pelaksanaan pemilu serentak nasional itu karena sekarang masih separuhseparuh. Ada Pilkada Srentak 2015, 2017 dan seterusnya,” kata Ray, di sela-sela acara Mimbar Anti Korupsi di UIN Jakarta, Ciputat, Selasa (16/2). “Untuk perbincangan (kodifikasi hukum pemilu) oke-oke saja. Tapi kita godok saja sambil menunggu apakah praktik pilkada langsung ini berjalan seperti yang kita bayangkan atau tidak,” tambahnya. Ia mengatakan, bagaimana pun juga, kodifikasi tersebut membutuhkan praktik, sehingga jangan sampai praktik pilkada serentak belum terlaksana utuh secara nasional, dalam arti masih terbagi beberapa gelombang, kemudian kita sudah

menghadapi persoalan baru, yaitu melaksanakan UU hasil kodifikasi. Pilkada 2015 Sudah On the Track Ray Rangkuti menilai pelaksanaan pilkada serentak 2015 berjalan dengan baik. Adanya beberapa daerah yang harus melaksanakan pilkada susulan dari jadwal ditetapkan ,yakni 9 Desember 2015, menurut Ray, masih dalam batas wajar. Meski demikian, ia berharap hal itu tidak terjadi pada pelaksanaan Pilkada 2017 mendatang.

Kalau kita lihat pilkada langsung serentak 2015 itu sudah on the track. Sempat ada krisis di beberapa daerah yang harus melaksanakan pilkada susulan itu biasa. 2017 kita harap tidak terjadi lagi

“Kalau kita lihat pilkada langsung serentak 2015 itu sudah on the track. Sempat ada krisis di beberapa daerah yang harus melaksanakan pilkada susulan itu biasa. 2017 kita harap tidak terjadi lagi,” kata Ray. Bicara tentang sengketa perselisihan hasil pilkada (PHP), Ray menyayangkan Mahkamah Konstitusi (MK) yang hanya menguji dengan syarat selisih suara. Sesuai dengan UU Nomor 8 Tahun 2015, pasangan calon hanya dapat mengajukan gugatan ke MK jika selisih perolehan suara dengan pasangan lawannya berkisar 0,5 persen hingga dua persen. Menurut Ray, hal itu dapat memicu maraknya kecurangan di pilkada berikutnya. “Kalau MK tidak berwenang mengadili sengketa soal tahapan, kemungkinan akan banyak pelanggaran yang terjadi. Yang saya maksud sengketa di tahapan seperti politik uang, kemudian yang dikenal dengan terstruktur, sistematis dan masif (TSM),” kata Ray. “Kalau ini marak, KPU di daerahnya sudah tidak takut. Melanggar saja, paling nanti di DKPP. Tapi tahapan kan tetap 13


SUARA UTAMA

terjadi, tidak bisa dihentikan dan apapun keputusan KPU kabupaten/kota itu yang benar,” ujar Ray. Ia berpendapat, mestinya MK juga mengakomodir gugatan seputar pelanggaran seperti adanya politik uang, penyalanggunaan kekuasaan dengan menggerakkan birokrasi oleh calon incumbent, dan seterusnya. “Itu melanggar. Tapi tidak akan menggugurkan dia sebagai calon. Kalau dulu kan 14

digugurkan oleh MK melalui sidang, jadi dia (calon sekarang) tenang-tenang saja,” ujar Ray. “Jika pelanggaran marak, kalau konteksnya kodifikasi, ya kita tunggu (sampai) penyelenggaraan pilkada yang serentak nasional (seluruhnya) dan apa efek MK hanya menguji tentang selisih suara,” pungkas Ray. (BOW)


WAWANCARA

Terapkan Asas Fleksibilitas tanpa Kesampingkan Kepastian Hukum Khairul Fahmi, SH, MH

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas

Sebetulnya kalau dibilang konsisten, MK tidak konsisten juga dengan undang-undang pilkada. Soal penentuan besaran selisih suara yang diatur pada pasal 158 misalnya itukan mestinya diformulasikan berdasarkan hasil penetapan hasil penghitungan suara secara keseluruhan. Tetapi MK melalui peraturan MK nomor 1 Tahun 2015 jo peraturan MK nomor 5 Tahun 2015 tentang Pedoman Beracara Dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota sudah melakukan penyempitan makna terhadap pasal 158 tersebut. Persentase perbedaan perolehan suara dihitung antara pemohon dengan pasangan calon peraih suara terbanyak. Seharusnya dihitung dari hasil penetapan perolehan suara sesuai perintah undang-undang pilkada.

Dalam putusan dismissal perselisihan hasil pemilihan (PHP) pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah tahun 2015, Mahkamah Konstitusi (MK) konsisten dengan waktu pengajuan dan selisih suara, bagaimana pendapat Anda terhadap sikap MK tersebut? Menurut saya MK terlalu ketat, bahkan ekstrim dalam memahami pasal 156, 157 dan 158 Undang Undang Nomor 1 Tahun 2015 jo Undang Undang Nomor 8 Tahun 2015. Mestinya MK tetap memberi ruang untuk melanjutkan permohonan pemohon pada tahap persidangan jika terdapat bukti permulaan yang kuat dan signifikan bahwa terjadi pelanggaran serius pada proses pemilihan. Dalam proses persidangan hakim diperbolehkan mengesampingkan pasal 158 yang menetapkan batasan selisih suara sebagai dasar pengajuan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan suara demi mewujudkan keadilan. Fleksibilitas tetap harus dibuka, tetapi bukan berarti mengesampingkan kepastian hukum. Bukankah MK mesti taat dan patuh pada aturan pilkada dalam memeriksa, menyidangkan dan memutus sengketa perselisihan hasil pemilihan (PHP) kepala daerah dan wakil kepala daerah?

Penanganan sengketa hasil pilkada ini bukan kewenangan MK, hanya kewenangan transisional, apakah itu dapat dijadikan alasan untuk membedakan model penanganan sengketa pileg dan pilpres dengan pilkada? Meskipun penanganan sengketa pilkada kewenangan transisional tidak dapat menjadi alasan untuk tidak memberikan keadilan kepada pemohon keadilan. Hakim memiliki kewajiban untuk menegakkan hukum dan keadilan tanpa melihat bahwa sengketa yang sedang ditangani itu adalah kewenangan penuh atau kewenangan transisional. Para pemohon datang ke MK dengan membawa sejumlah barang bukti. Lantas untuk apa MK meminta para pemohon melengkapi permohonan dengan sejumlah alat bukti, sementara pada persidangan awal alat bukti itu tidak diperiksa. Mestinya dalam putusan dismissal itu alat bukti yang telah diserahkan harus diperiksa dan dijadikan pertimbangan dalam putusan dismissal. Kalau MK masuk ke ranah pelanggaran dalam memeriksa dan memutus sengketa, apakah itu dibenarkan karena sudah ada lembaga lain yang berwenangan menanganinya? Betul sudah ada Panwaslu dan Bawaslu yang bertugas mengawasi dan menangani pelanggaran-pelanggaran yang terjadi pada proses pilkada. Tetapi dalam situasi dan kondisi 15


WAWANCARA dimana penyelenggara pemilu dan pengawas pemilu dalam keadaan ‘tersandera’ dan jaminan keamanan tidak ada, mau tidak mau mereka akan menetapkan hasil penghitungan suara meskipun itu salah. Kondisi itu bisa saja terjadi di daerah-daerah yang selama ini rawan dalam penyelenggaraan pilkada. Level keamanan di setiap daerah tidak sama. Hal-hal seperti itu harus diperhitungkan. Disitulah perlunya MK tidak saklek dengan syarat selisih suara sehingga kesalahan yang terjadi di lapangan dapat dikoreksi. UU Pilkada sudah mengamanatkan pembentukan badan peradilan khusus untuk menangani perselisihan hasil pemilihan paling lambat 2027, bagaimana idealnya format lembaga tersebut? Kita tidak perlu membentuk lembaga baru. Cukup mentransformasikan Bawaslu dan jajarannya menjadi lembaga peradilan khusus. Infrastruktur Bawaslu sudah ada dan cukup kuat. Sekarang mereka sudah permanen sampai ke tingkat provinsi. Lembaga itu saja yang ditranformasikan dan diperkuat untuk menangani semua sengketa baik sengketa tata usaha negara, sengketa hasil maupun pelanggaran-pelanggaran administrasi yang terjadi pada proses pemilihan. Kewenangannya dalam pengawasan dihapus saja. Untuk pengawasan sudah saatnya kita percayakan kepada masyarakat.

Khairul Fahmi,SH,MH Nama Khairul Fahmi, SH, MH Jenis Kelamin Laki-laki Tempat/Tanggal Lahir Lubuk Aur, 30 November 1981 Pekerjaan Dosen Hukum Tata Negara Universitas Andalas Padang

Riwayat Pendidikan 1. Fakultas Hukum Universitas Andalas, 2004; 2. Program Pascasarjana Universitas Andalas, 2010;

Riwayat Pekerjaan/Jabatan 1. 2. 3. 4.

Staf Pengajar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Andalas, 2011; Advokat sekaligus Ketua Badan Pengurus PBHI Wilayah Sumatera Barat, 2008-2011; Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Agam, 2007-2008; Anggota Tim Perumus Kebijakan Gubernur Sumatera Barat Tentang Adat Basansi Syara’ –Syara’ Basandi Kitabullah, 2008;

Keterangan lainnya 1. Kursus Hak Asasi Manusia (HAM) untuk Pengacara, ELSAM, 2009; 2. Training Civic Education for Future Indonesian Leaders (CEFIL) USC-SATUNAMA, Yogyakarta, 2005; 3. Pelatihan Penalaran Hukum Bagi Pendamping Hukum Masyarakat, HUMA, 2009; 4. Human Rights Intermediate Training For Members Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Yogyakarta, 2004;

Konkritnya seperti apa? Peradilan khusus itu ada di tingkat provinsi dan di tingkat pusat. Peradilan di tingkat provinsi menerima pengaduan dan menangani sengketa di luar sengketa hasil. Para pemohon yang tidak puas dengan keputusan peradilan khusus di tingkat provinsi dapat banding ke peradilan khusus di tingkat pusat. Keputusan peradilan khusus di tingkat pusat bersifat final dan mengikat untuk sengketa di luar hasil pemilihan. Sementara sengketa hasil pemilihan, pengajuan permohonannya langsung disampaikan ke peradilan khusus di tingkat pusat. Persidangan untuk mendengar permohonan pemohon, jawaban termohon, keterangan pihak, keterangan saksi dan saksi ahli digelar di peradilan khusus tingkat pusat. Pemohon 16

yang tidak puas dengan keputusan peradilan khusus tingkat pusat dapat banding ke Mahkamah Konstitusi (MK). Jadi MK tetap pemutus akhir sengketa hasil pemilihan. Bedanya di MK nanti tidak perlu lagi menghadirkan bukti dan saksi. Proses itu cukup di peradilan khusus tingkat pusat. MK hanya membaca dan memeriksa kesahihan putusan yang diputuskan oleh peradilan khusus tingkat pusat.


SUARA PAKAR

Kepala Daerah Berkualitas Layak Dapat Tempat Kepemimpinan Nasional

M

embentuk demokrasi menuntut beragam syarat. Banyak persyaratan yang dibutuhkan agar sebuah negara dan pemerintahannya dapat dinyatakan demokratis. Salah satu tidak terpenuhi, maka belum layak disebut rezim yang demokratis. Satu hal syarat yang perlu dilakukan menjadi negara demokratis yakni terselenggaranya pemilihan umum, baik itu memilih presiden dan wakilnya, legislator, kepala daerah, secara langsung. Pemilihan umum secara langsung dinilai demokratis karena melibatkan partisipasi publik atau masyarakat dalam menentukan masa depan di tangan pemimpinnya. Bangsa Indonesia telah menuju kehidupan pemerintahan demokratis. Sejak bergulirnya reformasi tahun 1998, berbagai aspek demokrasi coba telah diterapkan Pemerintah Indonesia. Seperti disinggung di atas; terselenggaranya pemilihan umum langsung yang salah satunya pemilihan kepala daerah (pilkada).

Peneliti Politik Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes menilai, sejauh ini pelaksanaan pilkada yang digelar pemerintah, terutama Komisi Pemilihan Umum (KPU), sudah cukup baik. Ia mengibaratkan, secara skala angka, pelaksanaan proses pilkada mendapatkan nilai 8. “Saya berani menyebutkan nilai itu untuk pelaksanaan pilkada sejauh ini,� pungkas Arya, melalui sambungan telepon, Kamis (18/2). Penilaian itu, menurut Arya, berdasarkan beberapa hal yaitu, persiapan yang terus semakin baik dilakukan KPU, figur kandidat calon kepala daerah dan dana kampanye yang bisa diakses masyarakat, proses perhitungan suara secara terbuka, diberikannya kesempatan besar bagi pemantau pilkada, serta masyarakat yang langsung dapat mengetahui hasil perolehan suara pilkada. Selain menyinggung pelaksanaan pilkada, tak ketinggalan Arya menyoroti pula sisi kualitas hasil pilkada dan para 17


SUARA PAKAR daerah tunggal pada proses pilkada, seperti yang terjadi di Pilkada Kota Surabaya dan Tasikmalaya, menurut Arya lebih disebabkan karena partai politik lebih mencari sisi aman bermain politik. Partai politik merasa calon kepala daerah yang maju amat kuat dan dipastikan menang. Arya mengatakan, faktor ini juga sebagai bukti bahwa masyarakat menaruh kepercayaan besar pada kepala daerah petahana maupun calon baru atas prestasi kerjanya. Disamping rasa tidak percaya diri partai politik mengusung calon lain seperti dijelaskan sebelumnya. “Tapi ada juga bagian skenario menghambat kepala daerah petanana berkualitas maju pada pilkada,” tuturnya. Proses kemenangan kepala daerah pada pilkada, menurut Arya, juga bukan pemimpin daerah secara politik. Arya karena pengaruh mesin partai politik beranggapan, kinerja pemimpin daerah yang bekerja efektif. Faktor individu petahana menjadi faktor memengaruhi calon kepala daerah yang maju pilkada proses terpilih pada pertarungan pilkada Ditunjang strategi adalah penyebab terbesar dipilih oleh selanjutnya, bila memang kembali masyarakat. kampanye calon kepala mencalonkan diri. Masyarakat menilai mana sosok yang Pasalnya, semakin hari masyarakat daerah yang jitu. Figur pantas memimpin daerahnya karena menjadi lebih cerdas menilai sosok calon kepala daerah yang kesukaan pada kepribadian, figur, pemimpin daerahnya. Adanya kepala kuat biasanya didukung dan visi misinya. Arya menegaskan, daerah petahana yang tumbang pada masyarakat yang memilih pada pilkada strategi kampanye yang pilkada, bagi Arya, menunjukkan rasa amat berbeda psikologisnya saat situasi tidak puas masyarakat terhadap kinerja baik, namun ada juga yang pemilihan legislatif yang memang kepala daerahnya. kalah karena lawannya dimobilisir oleh partai politik karena “Pada akhirnya muncul harapan lebih baik. calon legislator amat banyak. pada calon-calon baru kepala daerah “Ditunjang strategi kampanye calon yang ada,” ujarnya. kepala daerah yang jitu. Figur calon Hal ini pula, lanjut Arya, yang kepala daerah yang kuat biasanya melahirkan banyaknya kepala daerah didukung strategi kampanye yang baik, baru berkualitas karena kurang baiknya namun ada juga yang kalah karena kinerja pemimpin sebelumnya. Kondisi ini tentu saja lawannya lebih baik,” lugas Arya. membawa suasana baru bagi pentas kepemimpinan politik Keseluruhan proses pilkada yang telah terlaksana dalam nasional masa mendatang, Arya menerangkan. penilaian Arya, tetap diperlukan sisi perbaikan agar semakin “Orang-orang terbaik, kepala-kepala daerah yang cakap, sempurna. Sisi-sisi tersebut antara lain, ujarnya, partisipasi layak dapat tempat secara nasional,” imbuhnya. masyarakat mengenai adanya permainan politik uang pada Sehingga nantinya kepemimpinan politik nasional tidak pilkada harus semakin ditingkatkan dan dilibatkannya hanya berasal dari pusat, namun dalam pandangan Arya, masyarakat oleh partai politik dalam menentukan calon muncul pula dari daerah. Situasi seperti ini telah mulai kepala daerah. ditunjukkan, paparnya, pada karir politik Presiden Joko “Karena yang menentukan para wakil rakyat dari partai Widodo dan beberapa daerah sudah menemukan sosok politik itu masyarakat konstituennya, namun saat ini begitu kepala daerah ideal yang dapat menjadi contoh ke wilayah pelaksanaan pilkada masyarakat ditinggalkan,” ucap Arya. lain. Begitu juga halnya menyangkut adanya calon kepala 18


KOMISI PEMILIHAN UMUM

TERIMA KASIH ATAS KERJASAMA SELURUH JAJARAN KPU, KPU PROVINSI, KPU KABUPATEN/KOTA DAN SEMUA PIHAK YANG TURUT MENDUKUNG PENYELENGGARAAN PEMILUKADA SERENTAK 9 DESEMBER 2015.

Komisi Pemilihan Umum 19 Jl. Imam Bonjol Nomor 29, Jakarta Pusat


NJOL O B M A IMA SUAR

Target Menang di MK, KPU tak Bela Siapa-Siapa

Panitera Mahkamah Konstitusi sedang menunjukan berkas kepada para Hakim, terkait perkara sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Tahun 2015 Kabupaten Teluk Bintuni

20


(dam/FOTO:dosen/us)

21

SUARA IMAM BONJOL

K

etua Komisi Pemilihan Umum, Husni Kamil Manik mengingatkan KPU provinsi dan kabupaten/kota yang menyelesaikan sengketa perselisihan hasil Pilkada 2015 untuk fokus dalam pengumpulan bukti dan syarat-syarat administrasi yang dibutuhkan di dalam persidangan. “Saya berharap bapak/ibu telah mencatat hal-hal yang telah disampaikan tadi (dalam rapat koordinasi-red) Kita menargetkan sehingga tidak menyebabkan kita menang semua (di terlupakannya dokumentasi, dan setiap daerah yang ber tidak lengkapnya bukti-bukti atau administrasi yang dibutuhkan sengketa-red), dengan dalam persidangan,” tegas Husni. catatan, kita (KPU) tidak Hal itu disampaikannya pada membela siapa-siapa, saat penutupan “Rapat Kordinasi tetapi kita fokus untuk Pengelolaan Dokumen Hasil Pilkada dan Periapan Sengketa mempertanggungjawabkan Perselisihan Hasil Pemilihan di kerja kita. Mahkamah Konstitusi” di Ruang Sidang Utama, Gedung KPU, Rabu (23/12) dengan peserta dari seluruh daerah yang melaksanakan Pilkada 2015 Husni mengharapkan kepada seluruh daerah yang akan bersengketa untuk bersungguh-sungguh dengan target kemenangan di setiap daerah. Meski demikian ia mengingatkan, bahwa kemenangan yang akan diperjuangkan bukan karena KPU mendukung siapa-siapa, melainkan karena niat tulus untuk mempertanggungjawabkan kerja yang telah dilakukan. “Kita menargetkan kita menang semua (di setiap daerah yang ber sengketa-red), dengan catatan, kita (KPU) tidak membela siapa-siapa, tetapi kita fokus untuk mempertanggungjawabkan kerja kita,” tegas Husni. Sedangkan Komisioner KPU RI, Hadar Nafiz Gumay mengingatkan kepada seluruh daerah yang belum melengkapi informasi terkait pilkada di daerahnya ke dalam aplikasi untuk segera melengkapi. Sebab menurutnya dengan sudah lengkapnya data tersebut dapat meningkatkan kepercayaan dan memudahkan kerja KPU dalam penyebaran Informasi. “Saya hanya mengingatkan bahwa masih terdapat data di beberapa daerah yang belum terkumpul. Data-data ini sangat penting, dengan lengkapnya data tersebut tentu nanti tidak ada lagi pertanyaanpertanyaan yang datang ke kita, karena semua sudah terkumpul dalam satu bank data, selain itu mereka akan memberikan penghargaan dan kepercayaan kepada kita (KPU),” ujar Hadar.


L BONJO M A A IM SUAR

Pastikan Hak Pilih Terlayani, KPU Tempuh 4 Hari demi 1 TPS Anggota KPU RI Hadar Nafis Gumay, Arief Budiman dan Ferry Kurnia Rizkiyansyah dalam rangka memberikan pemaparan Bimbingan Teknis kepada anggota KPU Provinsi, KPU Kab/Kota se Kalimantan Tengah untuk Persiapan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Susulan Provinsi Kalimantan Tengah.

K

omisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan persiapan pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Susulan Kalimantan Tengah (Kalteng). Untuk melayani hak pilih masyarakat dalam Pilgub yang sempat tertunda itu, petugas KPU rela melakukan perjalanan dua hari melewati 12 jeram dengan perahu kecil untuk mendistribusikan logistik pemungutan suara 27 Januari mendatang, Jumat (22/1). “Di Kecamatan Uut Murung Kabupaten Murung Raya, kita waktu pilpres dan pileg di daerah itu kita melewati sampai 12 riam (jeram). Jalur itu kami lewati untuk memenuhi kebutuhan satu TPS dengan jumlah pemilih sekitar 200 orang,” Kata Komisioner KPU Murung Raya saat mengikuti Bimbingan Teknis Pemantapan dan Konsolidasi Persiapan Pilgub Susulan Kalteng Tahun 2015. Untuk mencapai TPS, petugas KPU Murung Raya harus menempuh empat hari perjalanan, 2 hari perjalan darat dari Kabupaten Murung Raya ke Kecamatan Uut Murung. Kemudian perjalanan dilanjutkan menggunakan klotok (perahu tradisional bermotor tunggal) selama 2 hari dan melewati 12 riam (jeram). Upaya tersebut, tutur Anggota KPU RI, Arief Budiman merupakan hal wajib dilakukan KPU untuk memastikan bahwa hak pilih masyarakat dapat terakomodir walau jumlah pemilih yang relatif kecil. Ia mengatakan bahwa satu suara rakyat sangat dihargai oleh KPU. “Di situ hanya ada satu TPS saja dengan jumlah pemilih sekitar 200 orang. Nah ini, betapa seriusnya KPU menyelenggarakan pemilu. Hanya untuk satu TPS, kita arungi perjalanan empat hari. Kami sangat menghargai satu suara dari pemilih, dari seluruh proses pemilihan ini, jadi ini penting,” tutur Arief saat memberikan arahannya dalam Bimtek itu. Untuk memastikan distribusi pra dan pasca-pemungutan suara berjalan lancar, Arief meminta KPU Provinsi Kalteng dan 22

KPU kabupaten/kota se-Kalteng melakukan komunikasi dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan pihak terkait lain guna memantau cuaca mulai 22 Januari hingga 2 Februari mendatang, sehingga KPU bisa melakukan antisipasi cuaca yang pada bulan Januari-Februari telah masuk musim penghujan. “Selain itu, koordinasi juga dengan TNI/Polri terutama untuk daerah-daerah yang tidak bisa menggunakan alat transportasi reguler,” pesan Arief. Harus Teliti Dengan semakin pahamnya masyarakat mengenai haknya dalam pemilihan dan terbukanya ruang untuk menggugat KPU dalam menyelenggarakan pemilihan, Anggota KPU RI, Hadar Nafis Gumay mewanti-wanti anggota KPPS agar teliti menjalankan seluruh aturan yang telah disusun oleh KPU. “Kita perlu pastikan pertama, ini sering diremehkan, petugas kita di depan (pintu masuk TPS) itu tidak mengecek jari. Jadi kalau masuk orang yang sudah memilih, dan akan kedua kalinya memilih, itu kan bisa diulang juga (proses pemungutan suara). Semua rapih, tapi begitu ada berita ada yang harus diulang, jadi terkesan semuanya berantakan,” pesan Hadar. Oleh sebab itu, Hadar meminta seluruh jajarannya untuk teliti demi menghindari persepsi negatif mengenai penyelenggara pemilu yang tidak profesional. “Walaupun itu cuma satu atau dua TPS yang kita lengah, kemudian harus diulang sehingga persepsi orang tentang yang kita laksanakan menjadi tidak baik. Kita tidak ingin itu. Nah kita ingin semua proses kita berjalan dengan baik, sehingga kepercayaan terhadap yang kita lakukan menjadi tinggi,” lanjut dia. (wwn/ris/red. FOTO KPU/rap/Hupmas)


PHP Pilkada

Komisioner KPU RI usai mengikuti persidangan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota serentak Tahun 2015 di Mahkamah Konstitusi (MK).

H

ari terakhir sidang pembacaan putusan dismissal Perselisihan Hasil Pilkada 2015 (PHP kada) Selasa, (26/1), majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggugurkan 25 perkara. Dengan begitu, 134 permohonan telah dinyatakan gugur sepanjang lima hari gelaran sidang di Gedung Mahkamah Konstitusi. Sidang pembacaan putusan disimisal telah

memberi putusan terhadap 140 dari 147 perkara yang masuk. 35 perkara tidak dapat diterima karena tidak memenuhi syarat tenggat waktu pengajuan permohonan. Sementara 99 perkara perkara tidak dapat diterima karena pemohon dianggap tidak memiliki legal standing untuk mengajukan permohonan, satu perkara diberi putusan sela untuk melaksanakan penghitungan surat suara ulang dan lima perkara diterima pencabutannya. Dengan begitu tersisa tujuh perkara yang tidak diputus dalam sidang pembacaan putusan dismissal. Fajar Laksono, Juru Bicara MK mengatakan ketujuh perkara tersebut akan memasuki sidang tahap lanjutan yang akan dimulai pada senin (1/2). Agenda lanjutan sidang PHP kada ialah mendengarkan keterangan saksi/ ahli dari pemohon/termohon, pihak terkait dan Bawaslu.

KPU Lakukan Hitung Suara Ulang di Hasel

K

omisi Pemilihan Umum (KPU) RI menginstruksikan KPU Provinsi Maluku Utara untuk melakukan penghitungan surat suara ulang di Kecamatan Bacan, Halmahera Selatan. Hal itu dilakukan atas putusan sela Mahkamah Konstitusi (MK) pada perkara Nomor 1/ PHP.BUP-XIV/2016, Jumat, (22/1) di Gedung Mahkamah Konstitusi. Komisioner KPU RI, Ida Budiati, mengatakan, KPU menghormati putusan tersebut dan akan segera melakukan penghitungan surat suara ulang sebagaimana disebutkan dalam amar putusan MK. “Perintah MK diminta untuk penghitungan suara ulang, berbasis TPS dengan membuka surat suara, tentu KPU menghormati dan akan segera melaksanakan,� ujar Ida usai pembacaan putusan tersebut. Pelaksanaan penghitungan surat suara ulang dijadwalkan dilaksanakan dalam tenggang waktu 14 hari sejak putusan MK dibacakan. Ida mengatakan Provinsi Maluku Utara akan

segera mengirim surat undangan kepada para pihak dan berkoordinasi dengan pihak keamanan untuk melaksanakan penghitungan suara ulang ini. Perintah MK ini bukan merupakan putusan akhir. MK menyatakan berwenang untuk mengadili perkara ini dan memerintahkan KPU untuk melakukan penghitungan surat suara ulang sebelum nantinya menjatuhkan putusan akhir. Ida yang juga merupakan anggota DKPP RI tidak berspekulasi dengan adanya perintah MK ini dan mengajak semua pihak untuk mengikuti alur yang telah ada. “Kita bisa lihat bersama ya, bagaimana kondisi logistik pemilu yang ada di dalam kotak suara,� jelas Ida. Sebelumnya KPU Provinsi Maluku Utara telah memberhentikan sementara dan mengambil alih tugas KPU Kabupaten Halmahera Selatan dalam melaksanakan tahapan pilkada. KPU Provinsi Maluku Utara juga melaporkan KPU Kabupaten Halmahera Selatan ke sidang kode etik ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI.

23

SUARA IMAM BONJOL

MK Gugurkan 134 Perkara


L BONJO M A A IM SUAR

Menangkan Kasasi, Provinsi Kalteng Gelar Pilkada Susulan

P

emilihan kepala daerah dan wakilnya di Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) akhirnya bisa terlaksana pada Rabu, 27 Januari 2016. Pilkada tersebut seharusnya dilaksanakan serentak bersama daerah lainnya pada Rabu, 9 Desember 2015. Namun terpaksa tertunda karena menunggu putusan tetap dari pengadilan. Pilkada Kalteng akhirnya dapat dilaksanakan setelah keluar putusan Mahkamah Agung (MA). Putusan tersebut membuat Komisi Pemilihan Umum (KPU) memenangkan kasasi terkait pencalonan peserta pilkada. Putusan MA Nomor 676K/TUN/PILKADA/2015 tanggal 23 Desember 2015 tersebut membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 29/G/PILKADA/2015/ PT.TUN.JKT tanggal 8 Desember 2015. Akibat putusan MA ini, Pilgub Kalteng hanya diikuti dua pasangan calon (paslon), yaitu pasangan calon nomor urut 1 Sugianto dan Habib Said Ismail dan pasangan calon nomor urut 2 Willy M Yoseph dan Wahyudi K Anwar. Berdasarkan putusan MA tersebut, KPU Provinsi Kalteng menetapkan hari pemungutan suara pada tanggal 27 Januari 2016 dengan menerbitkan Keputusan Nomor 007/KPU Prov020/Div.004/I/2016 tentang tahapan, program dan jadwal penyelenggaraan pemilihan gubernur dan wakil gubernur Kalteng. Ketua KPU RI Husni Kamil Manik berkesempatan meninjau langsung pelaksanaan pilkada yang mempunyai Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebesar 1.958.377 pemilih yang tersebar di 6.294 24

Tempat Pemungutan Suara (TPS) di 14 kabupaten/kota. Husni mulai memantau dari TPS 15 Jekan raya. Di sana tampak Walikota Palangka Raya HM. Riban Satia turut menggunakan hak pilihnya. Kemudian di TPS 57 dan 59 Pahandut di Pelabuhan Rambang. Selanjutnya di TPS 08 Kalampangan, Sabangan, yang secara swadaya petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) menyediakan makanan dan minuman bagi pemilih yang datang ke TPS. Husni sempat berdialog dengan petugas KPPS dan memastikan tidak ada yang menghambat proses pemungutan suara di TPS, seperti ketersediaan surat suara, formulir, dan pemasangan DPT di papan pengumuman di TPS. “Fenomena kota yang angka partisipasi hanya 50 persen itu kita harapkan tidak terjadi di Palangkaraya. Kalau pada Pileg dan Pilpres 2014 bisa 75 persen, saya yakin kita bisa di angka itu atau bertambah. Saya juga melihat masyarakat berswadaya dan memperlihatkan pilkada ini pestanya masyarakat,” papar Husni. Husni juga mengharapkan, siapapun yang tidak terpilih bisa menerima hasilnya. Tetapi KPU sebagai penyelenggara pilkada, siap dengan segala situasi, termasuk apabila ada gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK). Bahkan pengadilan itu bisa dijadikan forum pertanggungjawaban KPU sebagai penyelenggara pilkada. (Arf )


nomor urut 3 memperoleh 6.203 suara. Perolehan suara tersebut didapat dari 170 TPS dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebesar 86,25 persen pada hari Minggu 17 Januari 2016 jam 08.00 WIT. Berdasarkan data tersebut, masyarakat Fakfak yang telah menggunakan hak pilihnya sebanyak 26.425 atau 60,42 persen dan yang tidak menggunakan hak pilihnya sebanyak 17.308 atau 39,58 persen. Suara sah terdapat 23.035 suara, suara tidak sah 3.390. Pemilihan di Kabupaten Fakfak ini memiliki DPT sebesar 50.707 pemilih dari 17 distrik yang tersebar di 222 Tempat Pemungutan Suara (TPS). (Arf/red. FOTO KPU/Hupmas)

Suasana Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Penghitungan Suara Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati ditingkat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Kabupaten Fakfak.

P

emilihan kepala daerah dan wakilnya di Kabupaten Fakfak yang dilaksanakan pada Sabtu (16 Januari 2016), berjalan dengan baik, aman, dan lancar. Hal tersebut disampaikan Komisioner KPU RI Hadar Nafis Gumay berdasarkan informasi dari Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Papua Barat Amus Atkana, Minggu (17/1). Pilkada tersebut sedianya dilaksanakan serentak bersama daerah lainnya pada tanggal 9 Desember 2015. Namun pada akhirnya lima daerah terpaksa tertunda karena menunggu putusan tetap dari pengadilan, salah satunya Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat. Namun, Mahkamah Agung akhirnya mengabulkan permohonan kasasi KPU Papua Barat dengan amar putusan nomor 695K/TUN/PILKADA/2015, sehingga membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Makassar Nomor 20/G/Pilkada/2015/PT.TUN.MKS Tanggal 8 Desember 2015. Berdasarkan putusan MA tersebut, KPU Papua Barat menetapkan perubahan Keputusan KPU Kabupaten Fakfak tentang Tahapan, Program dan Jadwal Pilkada Kabupaten Fakfak, serta melaksanakan pemungutan suara pada tanggal 16 Januari 2016. Semenjak Komisioner KPU Kabupaten Fakfak diberhentikan, KPU Papua yang memegang kendali sementara pelaksanaan pilkada. Sebelumnya, KPU Papua Barat juga telah mengeluarkan Keputusan Nomor 66 Tahun 2015, yang membatalkan Keputusan KPU Kabupaten Fakfak Nomor 5 Tahun 2015, sehingga pasangan calon (paslon) yang berhak mengikuti pemilihan hanya dua pasangan calon. Kedua paslon tersebut adalah paslon nomor urut 1, Drs. Muhammad Uswanas, M.Si.- Ir. Abraham Sopaheulakan, M.Si., dan paslon nomor urut 3, Ivan Ismail Madu, S.Sos- Drs. Fransiscus Hombore, M.Si. Berdasarkan informasi yang diterima Komisioner KPU RI, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, perolehan sementara hasil rekapitulasi pilkada susulan Kabupaten Fakfak 16 Januari 2016, paslon nomor urut 1 memperoleh 16.832 suara dan paslon 25

SUARA IMAM BONJOL

Pilkada Susulan di Fakfak Aman


L BONJO M A A IM SUAR

Kurang Efektif,

Peradilan Pemilu Perlu Kembali Ditata

A

nggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Hadar Nafis Gumay, mengatakan perlu adanya penataan ruang bagi peradilan pemilu untuk membuat semua proses menjadi lebih efektif. Hal tersebut disampaikannya di sela-sela pelaksanaan sidang perselisihan hasil pilkada (PHP kada), di Gedung Mahkamah Konstitusi, Selasa (12/1). “Kita terlalu banyak ruang, elemen yang berperan di dalam penyelesaian persoalan electoral justice kita yang perlu di tata lagi (dari segi waktu dan kewenangan),” ungkap Hadar. Pernyataan tersebut terkait dengan banyaknya perkara yang diajukan yang seharusnya dapat diselesaikan sebelum dan di luar Mahkamah Konstitusi. Anggota KPU Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu ini menilai akan lebih efektif apabila semua perkara diselesaikan pada tempatnya, oleh pihak, pada tingkatan dan dalam waktu

Konstruksi yang terlihat didalam peraturan perundang-undangan, bahwa ada proses tertentu yang harus selesai pada masa tertentu, oleh pihak tertentu, di tingkatan tertentu. Hadar Nafis Gumay

Anggota Komisi Pemilihan Umum

yang telah diatur dalam undang-undang. “Konstruksi yang terlihat didalam peraturan perundangundangan, bahwa ada proses tertentu yang harus selesai pada masa tertentu, oleh pihak tertentu, di tingkatan tertentu,” papar Hadar. “Tidak mungkin semua ditumpuk dan diselesaikan belakangan seperti sekarang diharapkan diselesaikan di sini (di MK),” imbuhnya. Pendapat senada disampaikan oleh Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra. Guru besar Ilmu Hukum Universitas Indonesia ini mempertimbangkan perbandingan banyaknya perkara yang masuk dengan jumlah hakim konstitusi serta pendeknya waktu penyelesaian perkara di MK. “Di MK kan waktunya terbatas, sekarang saja yang mohon

26

140 lebih dan hakimnya hanya sembilan orang,” ujar Yusril. Ketika disinggung tentang kemungkinan adanya perubahan undang-undang terkait penyelesaian sengketa pemilu untuk Pilkada 2017 mendatang, mantan menteri Hukum dan HAM ini berpendapat sebaiknya sengketa proses pemilu diselesaikan di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN). “Sebenarnya ini mungkin MK terakhir (menerima sengketa pilkada). Baiknya ini diselesaikan di pengadilan tinggi TUN saja. Jadi, ramainya di daerah-daerah bersangkutan. Kalau mau kasasi ke Mahkamah Agung silahkan,” jelas Yusril.


Pemilu tak Bermakna jika Hasilnya tak Terpercaya

P

emilihan kepala daerah (Pilkada) serentak memang telah terselenggara pada 9 Desember 2015. Namun setelah itu, KPU masih terus disibukkan dengan rekapitulasi dan sengketa perselisihan hasil pilkada (PHP) di Mahkamah Konstitusi (MK). Untuk itu, KPU menggelar rapat koordinasi pengelolaan data dan persiapan sengketa PHP di Ruang Sidang Utama Lantai 2 KPU RI, Minggu (20/12). Rakor ini diikuti oleh perwakilan 264 daerah yang telah menggelar pilkada pada tanggal 9 Desember 2015. Kegiatan selama tiga hari ini dibagi menjadi tiga gelombang, yaitu tanggal 20 Desember 2015 sebanyak 88 daerah, tanggal 21 Desember 2015 sebanyak 88 daerah, dan tanggal 23 Desember 2015 sebanyak 88 daerah. Peserta terdiri dari komisioner divisi teknis, komisioner divisi hukum, dan kabag/kasubbag teknis dan hupmas sekretariat KPU provinsi dan kabupaten/ kota. Ketua KPU RI Husni Kamil Manik menyampaikan tujuan rakor ini untuk memastikan persiapan KPU dalam menghadapi sengketa di MK. Untuk itu, KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota diharapkan membawa dokumen pilkada seperti formulir rekapitulasi berjenjang, dan catatan-catatan khusus yang ditorehkan oleh saksi dan panwas. Sesuai aturan UU, lanjut Husni, persyaratan perselisihan hasil pilkada itu mempertimbangkan interval hasil perolehan suara di masing-masing calon dalam perhitungannya. Tetapi, KPU juga harus menyadari bahwa perselisihan itu tidak selalu fokus pada selisih hasil perolehan suara, perselisihan bisa juga dihasilkan oleh faktor-faktor lain dalam tahapan pilkada maupun di luar tahapan pilkada. “Kita perlu menginventarisir permasalahan-permasalahan dari tiap-tiap daerah dalam persiapan menghadapi sengketa di MK. Kita juga harus mempelajari proses gugatan di sebelumnya. Misal soal daftar pemilih, politik uang, kampanye, dan pencalonan, semua harus kita antisipasi,” tutur Husni yang juga didampingi oleh Komisioner KPU RI Hadar Nafis Gumay dan Juri Ardiantoro, serta Kepala Biro

Teknis dan Hupmas Sigit Joyowardono. Husni juga menegaskan KPU akan terus mendorong perwujudan transparansi dalam proses pilkada, salah satunya dengan menyediakan berbagai aplikasi sistem informasi. KPU telah mendapatkan apresiasi pada penyelenggaraan Pemilu 2014 mengenai transparansi, baik proses manual maupun publikasi, bahkan forum-forum internasional juga mengapresiasi itu. “Terbaru, kita telah meluncurkan sistem aplikasi layanan informasi publik E-PPID, sehingga publik bisa meminta informasi dan dokumen secara online. Pada hari Kamis 15 Desember 2015 yang lalu, KPU berhasil meraih penghargaan dari Presiden RI mengenai keterbukaan informasi publik pada peringkat ke II, di atas KPK diperingkat III dan di bawah PPATK diperingkat I. Hal ini keberhasilan dan kebanggaan kita bersama. Mari kita tingkatkan kualitas pelayanan, semakin hari semakin transparan,” tutur Husni. Sementara itu, Komisioner KPU RI Hadar Nafis Gumay mengharapkan seluruh bahan dan dokumen yang dipersiapkan harus lengkap secara keseluruhan. KPU provinsi dan kabupaten/kota telah menjalankan tugasnya dengan baik dalam penyelenggaraan pilkada, selanjutnya perangkatperangkat pendukung pilkada juga harus dikumpulkan dengan baik. Mengenai transparansi dalam penyelenggaraan pilkada, Hadar menjelaskan tujuan transparansi adalah untuk memberikan akses kepada masyarakat luas agar dapat mengetahui apa saja yang dilakukan oleh KPU. KPU sudah menyediakan aplikasi-aplikasi khusus, karena informasi itu harus disediakan secara cepat. Bahkan dalam penyelenggaraan pilkada kemarin, proses scan dan uploading C1 telah dilakukan dalam waktu singkat, bahkan ada daerah yang pada hari pertama pilkada, uploading C1 telah mencapai 100 persen. (arf/red. FOTO KPU/dosen/Hupmas)

27

SUARA IMAM BONJOL

Komisioner Ida Budhiati dan Tim Kuasa Termohon Ali Nurdin Patner dalam pemaparannya dihadapan KPU Provinsi, KPU Kab/Kota dalam Persiapan menghadapi sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota serentak Tahun 2015 di Mahkamah Konstitusi (MK).


L BONJO M A A IM SUAR

KPU Tetapkan Hari Rabu 15 Februari 2017 Pilkada Serentak 28


U

ndang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2015 sudah mengatur limitasi bulan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada). Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menghimpun informasi dari internal dan eksternal, serta dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengenai hari dan tanggal pelaksanaan pilkada. Sebagaimana pilihan tanggal pilkada di Indonesia, selain cenderung angka kecil, namun juga harus menghindari kemungkinan dimanfaatkan untuk keuntungan nomor urut

(arf)

29

SUARA IMAM BONJOL

KPU RI Launching Penetapan Hari dan Tanggal Pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota serentak Tahun 2017.

pasangan calon. Pada akhirnya keputusan mengerucut pada dua alternatif, yaitu tanggal 8 dan 15 Februari 2017. Sementara menyangkut pelaksanaan pada hari Rabu, KPU merasa itu hari yang efektif untuk pelaksanaan pemungutan suara. Hal tersebut disampaikan Ketua KPU RI Husni Kamil Manik saat konferensi pers launching hari dan tanggal pelaksanaan pilkada serentak 2017, Senin (15/2) di Hotel Aryaduta Jakarta. Husni juga menyampaikan bahwa KPU telah melaunching hari dan tanggal tersebut secara tertutup kepada internal, agar KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota dapat memberi masukan. Mereka menyampaikan bahwa tanggal 8 Februari 2017 itu terlalu dekat dengan hari perayaan keagamaan pada tanggal 5 Februari 2017, sehingga dikhawatirkan menjadi kurang efektif apabila dilaksanakan tanggal 8 Februari 2017. “Untuk itu, KPU memutuskan pelaksanaan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota serentak tahun 2017 pada hari Rabu tanggal 15 Februari 2017,” papar Husni yang didampingi Komisioner KPU RI lainnya, Sekjen KPU RI, dan Ketua Bawaslu RI. Total daerah yang akan menyelenggarakan pilkada berjumlah 101 daerah, yang terdiri dari 7 provinsi, 19 kota, dan 76 kabupaten. Daerah tersebut yang akhir masa jabatan kepala daerahnya berakhir bulan Juli 2016 sampai dengan Desember 2017. Tujuh provinsi yang menyelenggarakan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur yaitu, Provinsi Aceh, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Banten, Gorontalo, Sulawesi Barar, dan Papua Barat. Khusus untuk Provinsi Aceh, selain menggelar pilkada di provinsi, juga akan menyelenggarakan pilkada di 20 kabupaten/ kota, dan hal ini penyelenggaraan terbanyak di 2017 dalam satu provinsi. “KPU juga telah berkoordinasi dengan Bawaslu dan DKPP dalam hal evaluasi dan perencanaan. KPU juga telah melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR RI, konsolidasi internal, rapat pimpinan dengan KPU seluruh indonesia, dan hari ini kami melakukan evaluasi penyelenggaraan pilkada 2015. Hal ini dilakukan untuk membahas hal-hal yang perlu dilengkapi dalam revisi UU pilkada,” ujar Husni. Husni juga mengungkapkan bahwa KPU akan melakukan penyempurnaan terhadap 10 Peraturan KPU yang merupakan penjabaran UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang pilkada. KPU juga berencana menambah satu jenis peraturan yang akan mengatur kekhususan di beberapa provinsi, yaitu Aceh, DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Papua, dan Papua Barat. Kekhususan itu disesuaikan dengan UU keistimewaan di masing-masing daerah tersebut. Misalnya di DKI Jakarta, calon terpilih harus memenuhi 50 persen plus 1, kemudian di Aceh harus bisa baca Al Quran, di Papua calonnya harus orang asli Papua, dan hal ini yang berbeda dengan UU Nomor 8 Tahun 2015. Untuk itu, KPU akan menerbitkan 11 paket peraturan sebagai pedoman pilkada 2017.


L BONJO M A A IM SUAR

KPU Gelar Rapat Implementasi Dana Hibah Pilkada 2015 30


(rap/red. FOTO KPU/ris/Hupmas)

31

SUARA IMAM BONJOL

K

omisi Pemilihan Umum (KPU) RI menggelar rapat implementasi, rekonsiliasi, evaluasi, dan simulasi pelaksanaan dana hibah Pilkada Serentak 2015, Selasa (26/1). Tujuannya memastikan tahapan pilkada yang dimulai dari awal 2015 hingga pertengahan 2016 dapat berjalan lancar

tanpa ada kendala ketersediaan anggaran tersisa yang berasal dari naskah perjanjian hibah daerah. Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Pelaksanaan Anggaran 04 Direktorat Jenderal (Dirjen) Perbendaharaan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Heri Utomo, yang hadir sebagai narasumber mengatakan mekanisme mengenai hibah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 191/ PMK.05/2011 tentang Mekanisme Pengelolaan Hibah, dan PMK Nomor 257/PMK.02/2014 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2015. Selain dua PMK tersebut ada juga Peraturan Direktorat Jenderal (Perdirjen) Perbendaharaan Nomor PER-81/PB/2011 tentang Tata Cara Pengesahan Hibah Langsung Bentuk Uang Dan Penyampaian Memo Pencatatan Hibah Langsung Bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga. Heri mencontohkan, jika KPU menandatangani NPHD dengan pemerintah daerah sebesar Rp1 miliar, yang akan digunakan untuk membiayai tahapan pilkada hingga Maret 2016 dengan tiga tahap pencairan. Yakni pada Juni 2015 sebesar Rp300 juta, November Rp600 juta, sedangkan sisa anggaran sebesar 100 juta akan dicairkan pada Januari 2016, maka KPU perlu melakukan revisi rencana penggunaan dana pada tahun 2015 sebesar Rp900 juta. “Jika dari angka Rp900 juta itu realisasi belanjanya hanya Rp850 juta, maka Rp50 juta sisa uang tadi itu bisa disatukan untuk revisi tahun berikutnya. Jadi sisa uang 50 juta tadi bisa kita revisi bersamaan dengan sisa NPHD yang sifatnya multiyears (tahun jamak) yang akan dikucurkan pada Januari 2016. Jadi di Tahun 2016 akan ada revisi on top sebesar 150 juta,” papar Heri. Mengenai jumlah anggaran yang direncanakan dengan realisasi yang berbeda, Heri mengatakan, KPU tidak perlu melakukan revisi sebagai antisipasi keterlambatan. “Itu tidak perlu, kalau direvisi saya yakin akan telat lagi. Yang jelas kita punya dasar,” jelas dia. Acara yang digelar Biro Keuangan Sekretariat Jenderal KPU itu diikuti oleh 135 satuan kerja KPU yang melaksanakan tahapan Pilkada 2015. Sesuai jadwal, rapat tersebut akan dibagi menjadi dua gelombang, pertama pada hari Selasa (26 Januari) dan Rabu (27 Januari). Sedangkan pada Kamis dan Jumat (28 dan 29 Januari) akan digelar rapat kedua yang diikuti oleh 137 satker. Kepala Biro Keuangan Sekretariat Jenderal KPU RI, Nanang Priyatna mengimbau peserta rapat untuk mendokumentasikan dan mencatat seluruh kelengkapan dokumen terkait NPHD, sehingga jika akan dilakukan pemeriksaan, KPU telah memiliki dokumen untuk mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran pilkada. “Dokumen-dokumen perlu diadministrasikan, dicatat dan didokumentasikan dengan baik supaya saat diminta oleh pemeriksa semua sudah ada dokumennya. Jadi catatan kita sama, antara pusat dengan bapak/ibu dan kelengkapan dokumennya tersedia sehingga bisa dibuktikan,” kata Nanang.


SUARA REGULASI

Tak Perlu Tunggu Revisi UU, KPU Siapkan Aturan Pilkada 2017

K

omisi Pemilihan Umum (KPU) mulai mempersiapkan perangkat aturan guna pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak gelombang kedua 2017. Seperti pada gelaran sebelumnya, perangkat aturan ini nantinya akan digunakan untuk teknis penyelenggara yang diharapkan bisa menjadi pedoman agar pelaksanaan pilkada bisa semakin lebih baik. Saat ini perangkat aturan yang sudah disusun adalah satu draft peraturan KPU (PKPU) tentang tahapan, jadwal dan program. Prosesnya masih 32

terus dimatangkan di internal KPU. “Iya, PKPU itu nanti apa yang kami mau jalankan khususnya untuk mempersiapkan pelaksanaan pilkada tahun 2017,” ujar Komisioner Hadar Nafis Gumay saat ditemui beberapa waktu lalu. Meski penyusunan draft dibayangi rencana revisi Undang-Undang (UU) 8/2015 tentang pilkada, namun KPU tidak khawatir karena UU yang ada saat ini masih bisa digunakan sebagai acuan sebelum ada perubahan. “Sebetulnya tidak tergantung pada perubahan, meskipun kami juga mengharapkan ada perubahan yang dibutuhkan.

Tetapi untuk memulai bekerja kami tidak perlu menunggu itu,” tutur Hadar. Seperti diketahui, DPR bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah memulai pembahasan mengenai rencana revisi undang-undang pilkada yang akan digunakan untuk pelaksanaan gelombang kedua 2017. Setidaknya ada 12 poin usulan revisi yang dibahas meliputi aturan mengenai daftar pemilih, penyediaan alat peraga apakah oleh KPU atau pasangan calon, aturan penyebaran undangan kepada pemilih, rekrutmen penyelenggara pilkada, netralitas PNS, politik uang,


dan pemberian ruang yang lebih luas kepada warga sebagai pemilih. Selain itu, dibahas juga aturan terkait petahana yang mencalonkan diri kembali, norma bagi pasangan calon tunggal, evaluasi soal jadwal pilkada serentak dan penyempurnaan aturan soal peradilan pilkada. Hal senada disampaikan Komisioner KPU Ida Budhiati yang menganggap penyusunan draft PKPU pilkada 2017 tidak perlu menunggu selesainya proses revisi UU pilkada. Kalaupun setelah draft tersebut jadi, kemudian ada dinamika yang membuat substansi UU mengalami perubahan, maka pihaknya bisa menyesuaikan. “Iya itu yang dipertimbangkan. Tapi apakah harus menunggu nah itu kan

kemudian hari. “Yang nyata perlu dilengkapi dalam pengaturan itu sistem pemilu di antaranya mengatur tentang bagaimana prosedur mekanisme pencalonan, terkait syarat calon perseorangan (menindaklanjuti putusan MK) serta pencalonan pasangan tunggal yang di PKPU menurut kami pengaturannya harus level UU,� jelas Ida. Sebagai gambaran, KPU pada pilkada 2015 lalu membuat 11 PKPU untuk petunjuk pelaksanaan pemilhan. PKPU itu terdiri atas PKPU 1/2015 tentang pelayanan dan pengelolaan

PKPU 6/2015 tentang norma, standar, prosedur, kebutuhan pengadaan dan pendistrbusian perlengkapan pilkada, PKPU 7/2015 tentang kampanye

informasi publik di KPU, PKPU 2/2015 tentang tahapan, program dan jadwal pilkada, PKPU 3/2015 tentang tata kerja KPU, PPK, PPS dan KPPS pilkada, PKPU 4/2015 tentang pemutakhiran data dan daftar pemilih pilkada. PKPU 5/2015 tentang sosialisasi dan partisipasi masyarakat dalam pilkada,

pilkada, PKPU 8/2015 tentang dana kampanye pilkada, PKPU 9/2015 tentang pencalonan pilkada, PKPU 10/2015 tentang pemungutan dan penghitungan suara pilkada serta PKPU 11/2015 tentang rekapitulasi hasil penghitungan suara dan penetapan hasil pilkada.

Hadar Hafis Gumay

Anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia

Yang nyata perlu dilengkapi dalam pengaturan itu sistem pemilu di antaranya mengatur tentang bagaimana prosedur mekanisme pencalonan, terkait syarat calon perseorangan (menindaklanjuti putusan MK) serta pencalonan pasangan tunggal yang di PKPU menurut kami pengaturannya harus level UU.

masih akan kami bahas kembali,� kata Ida. Ida mengatakan, memang banyak pihak yang mengusulkan agar UU pilkada diubah atau lebih tepatnya disempurnakan. Sejumlah kekurangan bisa dilengkapi dan diperkuat agar celah dalam pengaturan tidak terjadi di

33


SUARA REGULASI

Adapun satu PKPU merupakan penyesuaian dari direvisinya UU pilkada khususnya pasal tentang pencalonan. Yakni PKPU 12/2015 tentang perubahan PKPU 9 tentang pencalonan. Ketua KPU Husni Kamil Manik menjelaskan hasil rapat pimpinan nasional (rapimnas) KPU di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, menghasilkan sejumlah masukan dan evaluasi pilkada 2015. Evaluasi itu mencakup sejumlah pengaturan di dalam UU 8/2015 yang menurut dia perlu ada penyempuraan. “Baik itu pengaturan tahapannya, mulai dari rangkaian awal sampai akhir maupun yang non tahapan,” kata Husni. Pada tahapan yakni pada kegiatan pemutakhiran data pemilih (mutarlih), pencalonan, kampanye, sampai penetapan hasil. “Masing-masing ada catatan itu,” lanjutnya. Sementara pada non tahapan, menurut mantan anggota KPU Sumatera Barat tersebut, yang paling disoroti adalah soal perilaku politik uang. “Itu yang sudah semakin meresahkan,” tambah Husni. Kodifikasi Mudahkan Pemilu Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay berkomentar terkait usulan kodifikasi undang-undang (UU) kepemiluan agar disatukan dalam satu kitab. Menurut mantan Direktur Eksekutif Centre for Electoral Reform (Cetro) tersebut, kodifikasi jelas akan mempermudah kerja semua pihak, baik penyelenggara, penegak hukum, pemerintah serta masyarakat. “Oia jelas karena kita tidak akan ketemu lagi perbenturan antar UU, kemudian untuk memahaminya lebih gampang, karena itu sudah satu UU dan otomatis pembuatan satu UU, dia akan sinkron dengan UU yang lain,” jelas Hadar. Hadar melanjutkan, dengan adanya kodifikasi konten yang ada akan berada dalam satu sistem. Yakni sistem pemilunya sendiri, sistem pencalonannya sendiri, sistem pemungutan suaranya, 34


35


SUARA REGULASI

daerah pemilihan, rekapnya sampai penyelesaian sengketanya itu juga sendiri. Menurut Hadar model seperti itu dibangun sebagai upaya untuk lebih memperlancar dan menghindari percabangan yang cenderung menyulitkan bahkan membuat tahapan berjalan tidak jelas. “Tapi kalau ini dibangun dalam satu sistem, di dalam satu UU nanti dia dalam membuat selalu berpikir komprehensif, jadi tidak akan rumit,” kata Hadar. Lebih jauh Hadar berharap agar kodifikasi ini bisa dilakukan sejak dini menuju pemilu 2019. Terlebih di pemilu itu baik pileg maupun pilpresnya akan diserentakkan. “Itu pun satu isu yang saya kira menuntut pengaturan komprehensif, jangan dipisahpisahkan. Itu harus segera dituntaskan pemahaman, dituangkanlah di dalam UU pemilu yang qualified ini,” lugasnya. Di kesempatan lain, sejumlah pihak mendesak agar undang-undang 36

(UU) kepemiluan yang mengatur pelaksanaan pemilu legislatif, presiden maupun kepala daerah segera digabungkan dalam satu kitab. Tujuannya agar pelaksanaan pemilupemilu tersebut bisa diselenggarakan dengan baik dan mengurangi hambatan dari ketidaksinkronan pengaturan di dalamnya. Hal itu disampaikan Deputi Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Sunanto, peneliti Indonesian Parliamentary Center (IPC) Erik Kurniawan, peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Heroik M Pratama serta Kordinator Aliansi Masyarakat Sipil untuk Perempuan dan Politik (Ansipol) Yuda Irlang Kusumaningsih. Menurut Sunanto, UU yang mengatur pemilu di Indonesia saat ini memang masih terpisah satu dengan yang lain. Kondisi ini yang kerap menyulitkan penyelenggara maupun pemilih dalam memaknai pemilu

yang diikutinya. “Makanya kita ingin menyatukan UU itu, namun tetap dengan semangat pemilu dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka,” ujarnya. Sunanto mengatakan melalui kodifikasi UU kepemiluan, upaya untuk meminimalisir kondisi itu bisa dilakukan. Apalagi upaya menyatukan UU pemilu telah diinisiasi oleh keputusan MK mengenai penyelenggaraan Pileg dan Pilpres 2019. “Makanya DPR dan presiden juga harus segera menindaklanjuti dengan membahas revisi UU itu pada 2016 sebagai landasan formal Pemilu 2019,” kata dia. Sunanto mendesakan agar kodifikasi segera dibahas oleh DPR dan pemerintah, sehingga pada prosesnya penggabungan menghilangkan ketidaksinkronan penerapan UU tersebut. “Termasuk penyelesaian sengketanya. Belajar dari pemilu sebelumnya kan banyak


Sunanto

Deputi Nasional JPPR

ketidaksinkronan putusan,” tambahnya. Sementara Erik Kurniawan berharap pembahasan rancangan kodifikasi UU kepemiluan yang sudah masuk Prolegnas 2016 diharapkan bisa selesai lebih cepat. Mengingat pelaksanaan tahapan pemilu 2019 akan dimulai 2 tahun sebelumnya. “Kami berharap April 2017 sudah selesai, makanya harus dari sekarang dimulai (pembahasannya),” katanya. Erik mengatakan dengan adanya kodifikasi diharapkan partai (peserta pemilu) dan wakil rakyat juga bisa lebih dekat dengan masyarakat. Mengingat di dalam usulan tersebut, dibahas juga mengenai keserentakan secara nasional dan lokal. Pasalnya pemilu nasional akan menggabungkan pileg dengan pilpres sedangkan lokal akan menggabungkan pemilu DPRD serta pemilihan kepala daerah. “Jadi partai secara tidak langsung dipaksa untuk terus bekerja melayani masyarakat, tidak ada ruang untuk berpikir balik modal,” tuturnya. Pandangan yang sama disampaikan Heroik M Pratama. Ia menjelaskan, dengan belum digabungnya UU kepemiluan akan menyebabkan kompleksitas dalam berbagai hal. Seperti pengaturan pemilu, penyelenggaraan pemilu serta pemerintahan hasil pemilu.

Erik Kurniawan Peneliti IPC

Heroik mengatakan usulan mengkodifikasikan UU kepemiluan akan menyederhanakan aturan yang ada. Sekaligus menyempurnakan halhal yang belum diatur dalam satu UU. “Misalnya di pileg ada hitung di tingkat desa, di pilpres dan pilkada kan tidak ada. Ini jadi persoalan tersendiri,” tuturnya. Heroik menambahkan penyempurnaan sistem pemilu bisa diperinci dengan penataan waktu dan jadwal pelaksanaan pemilu yang jelas, syarat kepesertaan serta pembagian dapil. “Selain

itu juga memastikan metode pencalonan, pemberian suara serta penetapan calon terpilih,” lugasnya. Sementara itu Yuda Irlang Kusumaningsih menekankan kodifikasi UU kepemiluan untuk kepentingan perempuan. Dia menganggap angka keterpilihan perempuan di pelaksanaan pemilu masih cukup kecil. Akan menghkawatirkan apabila desakan kembali ke sistem kepemiluan sistem tertutup kembali dijalankan. “Bagi perempuan sistem tertutup akan mematikan potensi kontestasi politik perempuan,” kata Yuda. Yuda mengatakan kodifikasi juga harus segera dituntaskan. Pasalnya bagi perempuan sendiri butuh untuk

Heroik M. Pratama

Peneliti Perludem

mendapatkan pengetahuan lebih dulu apabila ada perubahan sistem aturan. Yuda menambahkan, penting dalam kodifikasi nanti, aturan mengenai syarat 30% perempuan tetap dipertahankan. Agar peluang untuk kaum hawa bisa terpilih dan diusung tetap terjaga. “Makanya kodifikasi harus lebih awal, khususnya bagi perempuan karena mereka lebih sulit bersaing,” tutur Yuda. (Didi)

37


KAMUS PEMILU

Kamus Pemilu Edisi 7 Periodic List adalah sistem pendaftaran pemilih hanya untuk pemilu tertentu saja. Pendaftaran pemilih dilakukan setiap kali hendak menyelenggarakan pemilihan umum sebagaimana diterapkan selama enam kali pemilihan umum pada era orde baru.

Swinging Voters

adalah pemilih yang tidak atau belum

Continuous Register adalah sistem pendaftaran pemilih untuk pemilu yang berkelanjutan. Daftar pemilih pada pemilu sebelumnya dimutakhirkan untuk digunakan pada pemilu berikutnya. Civic Registry adalah pendaftaran pemilih berdasarkan pencatatan kependudukan untuk mendata nama, alamat, kewarganegaraan, umur dan nomor identitas. Penyelenggara pemilu menggunakan data potensial pemilih yang diserahkan oleh pemerintah sebagai bahan dasar pemutakhiran data pemilih. Voluntary Registration adalah pendaftaran sukarela. Prinsip yang dianut adalah memilih itu hak dan pemilih dapat memilih untuk mendaftar atau tidak dalam daftar pemilih. Mandatory Registration adalah pendaftaran bersifat wajih. Prinsip yang dianut adalah memilih itu kewajiban setiap warga Negara yang telah memenuhi syarat karena itu pemilih wajib mendaftar atau didaftar dalam daftar pemilih. Stelsel Aktif adalah penyelenggara pemilu hanya memiliki kewajiban mengumumkan daftar pemilih sementara (DPS) yang tersedia kepada warga di tempat-tempat yang strategis dengan tujuan untuk mendapatkan tanggapan dari masyarakat. Stelsel Pasif adalah penyelenggara pemilu aktif mendatangi kediaman warga masyarakat untuk meminta mereka mengecek dirinya dan setiap anggota keluarganya yang berhak memilih sudah masuk dalam daftar pemilih. Ghost Voters adalah daftar pemilih masih mengandung data pemilih yang tidak akurat seperti nama pemilih yang sudah meninggal, pemilih yang sudah lama pindah domisili, warga Negara yang belum berhak memilih, pemilih terdaftar di dua atau lebih daerah dan pemilih yang bekerja sebagai anggota TNI/POLRI masih belum dihapus dari daftar pemilih tetap (DPT).

38

mengidentifikasi diri dengan partai politik tertentu serta pemilih yang berubah pilihan setiap pemilu. Invalid Votes adalah pemilih terdaftar yang menggunakan hak pilihnya di tempat pemungutan suara, tetapi pilihannya dinyatakan tidak sah karena terdapat kesalahan dalam penandaan surat suara. Nonvoters adalah pemilih yang terdaftar dalam daftar pemilih tetap, tetapi pemilih tersebut tidak menggunakan hak pilih pada hari pemungutan suara. Pilihan Rasional (Rational Choice) adalah kegiatan perilaku memilih sebagai produk kalkulasi antara untung dan rugi. Ini disebabkan karena pemilih tidak hanya mempertimbangkan ongkos memilih dan kemungkinan suaranya dapat mempengaruhi hasil yang diharapkan, tetapi juga perbedaanb dari alternatif-alternatif berupa pilihan yang ada. Pemilih di dalam pendekatan ini diasumsikan memiliki motivasi, prinsip, pendidikan, pengetahuan dan informasi yang cukup. Pilihan Publik (Public Choice) adalah perwujudan dari seluruh pilihan rasional individu yang dikumpulkan.


www.kpu.go.id

KOMISI PEMILIHAN UMUM

SELAMAT UNTUK SELURUH KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH TERPILIH DALAM PEMILUKADA SERENTAK 2015

Komisi Pemilihan Umum 39 Jl. Imam Bonjol Nomor 29, Jakarta Pusat


SUARA GALERI

MAHKAMAH KONSTITUSI Kegiatan Persidangan Perkara Sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota serentak Tahun 2015 di Mahkamah Konstitusi (MK).

40


RAPAT PIMPINAN DI BANJARMASIN Rapat Pimpinan KPU dengan KPU/KIP Provinsi Seluruh Indonesia Evaluasi Pelaksanaan Pilkada Serentak Tahun 2015 dan Persiapan Pelaksanaan Pilkada Serentak Tahun 2017

41


SUARA GALERI

ACARA PEMBUKAAN RAPAT PIMPINAN NASIONAL Komisi Pemilihan Umum se Indonesia dan ramah tamah pejabat Gubernur Kalimantan Selatan bersama peserta rapat pimpinan nasional Komisi Pemilihan Umum se Indonesia tahun 2016, (Banjarmasin, 02 Februari 2016).

KPU RI MENERIMA PENGHARGAAN MURI Komisi Pemilihan Umum menerima MURI kriteria penyelenggara pemilihan kepala daerah serentak pertama.

42


KPU PUSAT MENINJAU PILKADA Ketua Komisi Pemilihan Umum pusat Husni Kamil Manik sedang meninjau pelaksanaa pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur di Kalimantan Tengah.

PLENO PENGHITUNGAN SUARA Pilkada Kabupaten Fakfak tahun 2016 tingkat distrik Wartutin (18 Januari 2016).

43


SUARA DAERAH

ADU ARGUMEN WARNAI SIDANG SENGKETA PHP KADA KUANSING KEDUANYA BERBEDA PENDAPAT DALAM BEBERAPA POIN PENTING SEPERTI KEABSAHAN PASANGAN CALON YANG MENDAFTAR KE KPU KUANTAN SINGINGI DENGAN MENGGUNAKAN PARTAI POLITIK YANG SEDANG BERSENGKETA. TAPI KEDUA SAKSI AHLI SEPAKAT UNTUK MENGHORMATI APAPUN KEPUTUSAN MAJELIS HAKIM.

44

S

idang sengketa perselisihan hasil pemilihan (PHP) kepala daerah Kabupaten Kuantan Singingi yang digelar di Mahkamah Konstitusi (MK) Senin (1/2), diwarnai adu argumen antara para saksi yang dihadirkan kedua pihak, pemohon dan termohon. Suasana sidang sempat memanas ketika para saksi saling tuding dan saling bantah. Ketua sidang beberapa kali terpaksa memberi peringatan kepada kedua kubu untuk mengecilkan suara. Sidang diawali dengan mendengarkan keterangan saksi ahli dari pihak pemohon yang disampaikan Prof. Saldi Isra. Sementara pihak terkait disampaikan Igusti Putu Artha. Keduanya berbeda pendapat dalam beberapa poin penting seperti keabsahan pasangan calon yang mendaftar ke KPU Kuantan Singingi dengan menggunakan partai politik yang sedang bersengketa. Tapi kedua saksi ahli sepakat untuk menghormati apapun keputusan majelis hakim yang memimpin jalannya sidang. Setelah dirasa cukup mendengarkan keterangan saksi para pihak, majelis hakim mengetok palu diakhir sidang PHP Kada Kabupaten Kuantan Singingi tepat pukul 20.30 WIB. Anggota KPU Provinsi Riau Divisi Hukum dan Pengawasan Ilham, SH, LLM menginformasikan bahwa sidang kembali akan digelar hari rabu (3/02) pukul 14.00 WIB dengan agenda penyerahan kesimpulan. Setelah itu tinggal menunggu putusan hakim sekitar awal maret. (hupmas/myd)

| SUARA KPU | Januari - Februari 2016

Suara Daerah.indd 44

3/8/2016 2:16:06 AM


DI BANTEN, TIGA PASLON

S

AJUKAN PHP KADA KE MK

etelah dilaksanakannya pleno penetapan hasil rekapitulasi penghitungan suara dalam pilkada serentak tahun 2015, tercatat tiga pasangan calon dari Pilkada Tanggerang Selatan dan Pandeglang Provinsi Banten, mendaftarkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Ketiga pasangan calon tersebut adalah Mohamad Ikhsan Modjo – Li Claudia Chandra dan Drs. H. Arsid, M.Si – dr. Elvier Ariadiannie Soedarto Putri, MARS. Keduanya adalah paslon dalam Pilwalkot Tangsel 2015 yang mendaftarkan gugatan pada hari Senin (04/01) pukul 08.00 WIB. Paslon ketiga yang mengajukan PHP kada adalah Drs. Aap Aptadi - Drs. H. Dodo Djuanda yang mendaftarkan gugatan pada hari Senin (04/01) pukul 08.00 WIB dan merupakan salah satu paslon dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Pandeglang tahun 2015. Berdasarkan permohonannya, Mohamad Ikhsan Modjo – Li Claudia Chandra menilai bahwa Pilkada Tangsel merupakan pemilihan yang dipenuhi banyak pelanggaran dan tindak kecurangan yang dapat dikualifikasi sebagai terstruktur, sistematis dan masif.

Sementara itu paslon Drs. H. Arsid, M.Si – dr. Elvier Ariadiannie Soedarto Putri, MARS di Tangerang Selatan, dalam pokok permohonannya menyampaikan keberatan dan meminta pembatalan hasil rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di tingkat kota dalam Pilkada Tangsel. Lantaran telah terjadi sejumlah pelanggaran terhadap proses pemilihan yang berpengaruh terhadap hasil pilkada secara signifikan. Sementara paslon Drs. Aap Aptadi Drs. H. Dodo Djuanda menyampaikan pokok permohonan bahwa mereka sa-ngat keberatan atas hasil penghitungan Pilkada Pandeglang karena dinilai telah terjadi pelanggaran-pelanggaran dan penyimpangan-penyimpangan yang juga dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif. Menanggapi hal ini, Ketua KPU Provinsi Banten, Agus Supriyatna, telah melakukan konsultasi ke KPU RI dan telah menginstruksikan KPU Tangsel dan Pandeglang terkait adanya PHP di Mahkamah Konstitusi. “Berdasarkan arahan KPU RI bahwa KPU kabupaten/kota yang ada gugatan di Mahkamah Konstitusi untuk melakukan deteksi dini potensi masalah, sekaligus menyusun draf kronologis penyelenggaraan

pilkada dari seluruh penyelenggara pemilu” terang Agus. Ia juga meminta kepada KPU Tangsel dan Pandeglang untuk menyiapkan alat bukti untuk memperkuat jawaban termohon, termasuk penyiapan saksi untuk bersidang di Mahkamah Konstitusi. Dengan adanya gugatan ini otomatis KPU Tangsel dan Pandeglang harus menunda kegiatan penetapan pasangan calon terpilih sampai dikeluarkannya keputusan oleh Mahkamah Konstitusi terhadap perkara perselisihan hasil pemilihan di kedua daerah tersebut. Dikutip dari laman Mahkamah Konstitusi, proses persidangan PHP akan dilakukan secara panel. Untuk perkara Pilkada Tangsel akan dipimpin oleh Panel hakim Patrialis Akbar, Wahiduddin Adams, dan Suhartoyo dengan jadwal sidang pendahuluan pada hari Kamis tanggal 7 januari 2016 pukul 19.00 WIB. Sedangkan perkara Pilkada Pandeglang juga akan dipimpin Panel Hakim Patrialis Akbar, Wahiduddin Adams, dan Suhartoyo dengan jadwal sidang pendahuluan pada hari Kamis tanggal 7 Januari 2016 pukul 16.00 WIB. *** SUARA KPU | Januari - Februari 2016 |

Suara Daerah.indd 45

45

3/8/2016 2:16:06 AM


SUARA DAERAH

KPU BALI SUSUN RENSTRA 2015-2019

K

PU Provinsi Bali menggelar rapat persiapan penyusunan rencana strategis (renstra) satuan kerja 2015-2019 yang diikuti komisioner dan sekretariat KPU kabupaten/kota se-Bali, Rabu (20/1). Penyusunan renstra tesebut sebagai upaya penerapan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (SAKIP) di KPU

46

provinsi dan kabupaten/kota se-Bali. Rapat yang dibuka Ketua KPU Bali Dewa Raka Sandi itu menghadirkan narasumber dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pengembangan Perwakilan (BPKP) Provinsi Bali. Raka Sandi mengatakan untuk ke depannya, kualitas perencanaan harus lebih ditingkatkan lagi dengan tetap mengacu

| SUARA KPU | Januari - Februari 2016

Suara Daerah.indd 46

3/8/2016 2:16:07 AM


DALAM RANGKA REFORMASI PENERTIBAN APARATUR NEGARA MENJADI LEBIH BERINTEGRITAS, SEGALA SESUATU YANG TELAH DITETAPKAN DALAM RENCANA KERJA AKAN DITUANGKAN DALAM SEBUAH PERJANJIAN KINERJA. INI MERUPAKAN BENTUK TANGGUNGJAWAB ATAS APA YANG TELAH DISETUJUI DAN DITETAPKAN

pada renstra KPU RI. Karena menurutnya baik tidaknya pelaksanaan pemilu sangat dipengaruhi oleh matangnya perencanaan yang kita susun sejak awal. Sekretaris KPU Bali Putu Arya Gunawan juga menyampaikan arahannya kepada

seluruh sekretaris dan jajaran sekretariat KPU se-Bali. Ia menghimbau seluruh jajaran agar penyusunan renstra tetap diselaraskan dengan renstra yang telah didapat dari KPU RI. “Dalam rangka reformasi penertiban

aparatur negara menjadi lebih berintegritas, segala sesuatu yang telah ditetapkan dalam rencana kerja akan dituangkan dalam sebuah perjanjian kinerja. Ini merupakan bentuk tanggungjawab atas apa yang telah disetujui dan ditetapkan,” terangnya.

SUARA KPU | Januari - Februari 2016 |

Suara Daerah.indd 47

47

3/8/2016 2:16:08 AM


SUARA DAERAH

KPU LOMBOK TIMUR

TANDATANGANI PAKTA INTEGRITAS

A

da nuansa berbeda pada pelaksanaan upacara bendera di KPU Kab. Lombok Timur, Senin (25/1). Pasalnya, seluruh komisioner, sekretaris, kasubag dan staf penyelenggara pemilu tersebut menandatangani pakta integritas dan perjanjian kinerja. Isi perjanjian kinerja itu adalah pernyataan kesanggupan untuk mewujudkan target kinerja yang telah ditetapkan dalam dokumen perencanaan. Serta bersedia bertanggungjawab atas keberhasilan dan kegagalan pencapaian target tersebut. Ketua KPU Lombok Timur Muh. Saleh, S.IP., M.H. mengatakan pakta integritas yang ditandatangani jangan hanya sekedar untuk memenuhi kewajiban. Tetapi yang paling penting agar hal-hal yang tertuang dalam perjanjian tersebut dapat dimanifestasikan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari agar memiliki makna dan dapat dipertanggung-jawabkan secara nyata. Saleh juga mengapresiasi inovasi yang telah dilakukan jajaran sekretariat, yakni adanya buku laporan kerja. Dia pun berharap agar

48

para staf sekretariat mengisi laporan tersebut setiap hari. Pihaknya juga akan memberikan supervisi yang diperlukan, serta akan melakukan evaluasi terhadap capaian kinerja sekretariat dalam mendukung kinerja kelembagaan secara keseluruhan. “Buku laporan kegiatan kerja staf itu adalah sebuah progres yang menarik sehingga nanti sekretaris bisa melihat kinerja staf nya seperti apa. Kita bisa mengoreksi atau mengukur diri sendiri apakah kita sudah memberikan kemampuan yang terbaik,” ungkap Saleh. Sementara itu, Sekretaris KPU Kab. Lombok Timur Nurhadi Muis mengatakan penandatanganan pakta integritas dan perjanjian kinerja sengaja dirancang dalam sebuah upacara bendera, agar seluruh jajaran sekretariat memiliki komitmen dan tanggung jawab yang tinggi untuk memberikan kinerja terbaiknya bagi lembaga. “Di sisi lain, kami juga berharap dengan momentum ini, komisioner tetap memantau dan mengingatkan jajaran sekretariat agar pencapaian kinerja dapat lebih optimal,” kata Nurhadi. ***

| SUARA KPU | Januari - Februari 2016

Suara Daerah.indd 48

3/8/2016 2:16:08 AM


VISIT KE SEKOLAH,

D

KPU BANYUMAS PAPARKAN SISTEM PEMILU

engan keanekaragaman suku, agama, dan bahasa serta bentangan wilayah Indonesia yang luas, sistem yang dinilai cocok dalam model pemilihan kepemimpinan nasional adalah pemilihan umum (pemilu). Pasalnya pemilu meru-pakan salah satu mekanisme per-gantian kepemimpinan secara damai. Para pendiri Bangsa Indonesia telah menyadari hal itu, sehingga sejak tahun 1955 sampai 2014 bangsa ini sudah dapat menyelenggarakan 11 kali pemilu. Itu merupakan prestasi karena Indonesia memiliki tradisi menyelenggarakan pemilu secara periodik. Demikian salah satu petikan materi yang disampaikan oleh Unggul Warsiadi, Ketua KPU Kabupaten Banyumas, dalam acara KPU Visit di SMA Negeri Ajibarang, Jumat (12/2). Kegiatan ini berlangsung di aula sekolah dan diikuti oleh 270 siswa kelas XI. Unggul menambahkan, negara yang tidak memiliki tradisi pemilu secara periodik cenderung akan gagal dalam menyelesaikan konflik pergantian kepemimpinan nasional. “Lihatlah apa yang terjadi di negara semacam Irak, Mesir dan yang paling parah Suriah,” paparnya. Komisioner yang juga dosen di Fakultas Hukum Unsoed ini menjelaskan penyelenggaraan pemilu telah diatur dalam batang tubuh pasal 22 huruf E UUD 1945 hasil amandemen ketiga. Pada aturan tersebut dinyatakan pemilu diselenggarakan secara langsung, umum, bebas dan rahasia selama lima tahun sekali untuk memilih presiden dan wakil presiden, serta anggota DPR, DPD, dan DPRD. “Di pasal itu juga disebutkan pemilu dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri,” ujar komisioner yang telah

menjabat selam dua periode tersebut. Sementara itu, Anggota KPU Kabupaten Banyumas Ikhda Aniroh yang juga menjadi nara-sumber menjelaskan bahwa Jawa tengah dan Banyumas baru akan menyelenggarakan pilkada pada Juni 2018 mendatang. Karena itu, ia mengajak para siswa yang sudah menginjak usia 17 tahun untuk ikut berpartisipasi dalam pesta demokrasi itu. “Tentu yang berhak adalah mereka yang memiliki syarat, seperti memiliki KTP Banyumas atau telah berdomisili di wilayah Banyumas untuk pilkada kabu-paten,” tandas komisioner yang membidangi teknis pemilu ini. Kegiatan ini merupakan rangkaian kegiatan KPU Visit yang dilakukan KPU Banyumas di awal tahun 2016. Sebelumnya, KPU Banyumas telah menyambangi dan bertatap muka dengan

para siswa di SMA Negeri Patikraja. Menurut rencana kegiatan ini akan terus menerus diadakan di sekolah menengah atas di Kabupaten Banyumas. Menurut salah seorang siswa, Mia Arfianti, ia mengaku senang dapat menimba pengetahuan dan pengalaman tentang kepemiluan langsung dari KPU. Siswa kelas XI IIS-1 ini berharap agar KPU terus menerus melakukan kegiatan serupa agar informasi tentang kepemiluan dapat tersampaikan kepada generasi muda seperti dirinya. Senada dengan Mia, Satria Yudha Pamungkas juga mengaku menjadi semakin tahu tentang peranan dan kinerja KPU. “Terima kasih sekali kepada anggota KPU yang telah datang ke SMA kami,” kata siswa kelas XI IIS-2 ini. (sphe/red. FOTO KPU Banyumas)

SUARA KPU | Januari - Februari 2016 |

Suara Daerah.indd 49

49

3/8/2016 2:16:08 AM


SUARA DAERAH

KPU DIY EVALUASI PILKADA SERENTAK UNTUK 2017 Usai penyelenggaraan pesta demokrasi 2015, KPU Daerah Istimewa Yogyakarta mengadakan evaluasi pilkada serentak yang berlangsung di Kabupaten Bantul, Gunungkidul, dan Sleman. Kegiatan yang digelar di Ruang Rapat Lantai 2 KPU DIY pada Kamis (28/1) lalu, tak hanya mengundang KPU kabupaten yang mengadakan pilkada 2015, namun juga menghadirkan KPU Kota Yogyakarta dan KPU Kabupaten Kulon Progo yang akan melaksanakan pilkada di Februari 2017. Ketua KPU DIY, Hamdan Kurniawan, mengatakan, evaluasi dilakukan untuk mengetahui kendala-kendala apa yang ditemui saat pelaksanaan pilkada di ketiga kabupaten. Sekaligus juga mengumpulkan saran dan rekomendasi atas permasalahan yang terjadi tersebut. “Dengan begitu, hasil evaluasi tersebut bisa menjadi masukan bagi KPU Kota Yogyakarta dan KPU Kabupaten Kulon Progo, untuk dapat melaksanakan pilkada yang lebih baik di tahun 2017,� paparnya. Evaluasi tersebut dilakukan secara berkelompok. Kelompok dibagi berdasarkan divisi yang diampu oleh masing-masing komisoner serta evaluasi dari sisi sekretariat KPU. Terdapat 6 (enam) kelompok, yakni Divisi Perencanaan, Divisi Teknis, Divisi Hukum, Divisi Sosialisasi, Divisi Logistik, serta kelompok Sekretariat KPU. Setiap divisi mengevaluasi pelaksanaan pilkada 2015 pertahapan, sesuai dengan tahapan-tahapan yang dibidangi oleh divisi bersangkutan. Hasil evaluasi yang dipaparkan dalam kegiatan tersebut, dikompilasi oleh KPU DIY guna dipelajari dan ditindaklanjuti, sebagai bahan persiapan pelaksanaan pilkada 2017 yang tahapannya akan dimulai di tahun 2016 ini. (*aw.Foto: m2)

50

| SUARA KPU | Januari - Februari 2016

Suara Daerah.indd 50

3/8/2016 2:16:10 AM


SUARA KPU | Januari - Februari 2016 |

Suara Daerah.indd 51

51

3/8/2016 2:16:12 AM


SUARA DAERAH

TAK ADA SENGKETA,

KPU SIJUNJUNG SUKSES GELAR PILKADA Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Sijunjung mendapat apresiasi karena dinilai sukses menggelar pilkada serentak dengan baik di Provinsi Sumatera Barat. KPU Sijunjung tidak ada sengketa, mulai dari tahapan persiapan sampai pelaksanaaan. “Dari data pelaksanaan pilkada, dapat dikatakan bahwa KPU Sijunjung adalah KPU kabupaten/kota yang baik dan

52

sukses dalam melaksanakan Pilkada 2015. Lembaga ini tidak punya sengketa, baik dengan peserta maupun dengan sesama penyelenggara lainnya,� kata Ketua Program Studi Magister Tata Kelola Pemilu Universitas Andalas, Dr, Aidinil Zetra, S,IP, MA pada acara workshop evaluasi Pilkada 2015 di Kabupaten Sijunjung, Sabtu-Minggu (30-31/1) di Hotel Bumi Minang, Padang.

| SUARA KPU | Januari - Februari 2016

Suara Daerah.indd 52

3/8/2016 2:16:12 AM


Selain itu, kata Aidinil, KPU Sijunjung juga punya acara sosialisasi yang kreatif, berupa palanta demokrasi. “Banyak pihak berkomentar positif bahwa palanta adalah acara yang merakyat, egaliter, membumi dan jauh dari konsep formalitas. Sasaran sosialisasi juga langsung menggena ke akar rumput masyarakat itu. Tidak bersifat elitis, tetapi populis,” kata Aidinil. Sementara Ketua KPU Provinsi Sumbar, Amnasmen, SH mengatakan, KPU Sijunjung adalah lembaga yang dijalankan komisioner yang kompak, solid dan dinamis. “Kami bisa katakan, KPU Sijunjung adalah KPU Kabupaten yang solid. Prinsip collective collogial benar-benar adalah dalam jiwa dan nafas mereka. Kami bangga dengan semua capaian dan kerja KPU Sijunjung,” kata Amnasmen. Acara workshop yang dimoderatori Kordiv, Sosialisasi KPU Sijunjung, Lindo Karsyah menghadirikan ketua partai politik se-Kabupaten Sijunjung, akademisi, mahasiswa, lembaga swadaya masyarakat (LSM), media massa dan panitia pemilihan kecamatan (PPK) dan panitia pemungutan suara (PPS) serta petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP). (*)

K

DUA TOKOH JEPARA KONSULTASI PENCALONAN KE KPU

omisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Jepara menerima dua rombongan yang samasama ingin konsultasi terkait pencalonan pada Pilkada Kabupaten Jepara 2017 mendatang, Rabu (10/2). Rombongan pertama yang datang ke Kantor KPU Jepara di Jalan Yos Sudarso Nomor 22 sekitar pukul 10.15 WIB adalah Kolonel Inf. Dwi Surjatmodjo. Kepada komisioner KPU Jepara dan sejumlah wartawan, ia menyampaikan maksud kedatangannya ingin berkonsultasi terkait pencalonan bupati pada Pilkada 2017. Dwi yang masih aktif sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) ini mengatakan dirinya merasa terpanggil untuk turut berkompetisi dalam pemilihan Bupati Jepara. “Sebagai putra daerah saya terpanggil untuk memberikan kontribusi pada kemajuan daerah,” tukasnya. Sementara rombongan kedua yang datang adalah M. Sholahuddin, yang diantar oleh Sugiyanto, seorang pensiunan PNS di Pemerintah Kabupaten Jepara. Seperti Dwi, Sholahuddin menyatakan juga menyatakan ingin maju dalam Pilbup Jepara 2017 nanti. Pria yang lahir 29 tahun silam ini menyampaikan bahwa dirinya juga merasa terpanggil juga untuk membenahi Jepara. “Saya lahir di Jepara, kecil di Malaysia, kemudian SD sampai SMP di Jepara, SMA di Semarang, dan kuliah di Malaysia. Saat ini saya pulang ke Jepara untuk memperbaiki Jepara,” paparnya. Ketua KPU Kabupaten Jepara, M. Haidar Fitri menyampaikan apresiasi positif atas kedatangan dua tamunya yang ingin konsultasi terkait pencalonan bupati. Dalam kesempatan itu ia memaparkan berbagai peraturan terbaru terkait syarat-syarat pencalonan dan syarat calon yang mesti dipenuhi oleh pasangan calon bupati dan wakil bupati. SUARA KPU | Januari - Februari 2016 |

Suara Daerah.indd 53

53

3/8/2016 2:16:13 AM


SUARA SOSOK

Ketua KPU DKI Jakarta 2013-2018, Drs. Sumarano, M.Si :

PENARIKAN 34 PEGAWAI

JADI MOMENTUM PENATAAN KPU DKI JAKARTA Sejak 2015, KPU DKI telah mulai menyusun tim untuk menginventarisasi setiap masalah di setiap tahapan. Khusus untuk DKI Jakarta, salah satu masalah yang jadi perhatian khusus ialah daftar pemilih.

M

emasuki awal tahun 2016, suhu politik di DKI Jakarta mulai menghangat. Pasalnya, warga Ibukota Negara ini akan segera menggelar pesta demokrasi dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur (Pilgub) pada 2017 mendatang. KPU DKI Jakarta selaku penyelenggara, telah melakukan beberapa prapersiapan. Mulai dari penataan kesekretariatan hingga terkait sarana dan prasarana. “Prinsipnya kami melakukan persiapan dalam bentuk penyusunan anggaran sejak jauh hari, sudah ditetapkan masuk dalam APBD DKI 2016. Berikutnya menunggu KPU RI. Nanti jadwalnya serentak,” ungkap Ketua KPU DKI Sumarno, ketika dihubungi saat akan melakukan perjalanan ke Banjarmasin, untuk mengikuti Rapimnas KPU, Selasa (2/2). Ditariknya 34 pejabat KPU DKI oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI, kata Sumarno, sempat mempengaruhi suasana kerja di KPU DKI. Karena mereka yang ditarik adalah orang-orang lama, yang notabene sudah cukup berpengalaman. Namun demikian, hal ini tidak berpengaruh terhadap penyelenggaraan Pilkada 2017

54

karena belum masuk tahapan. Sumarno menerangkan, penarikan itu karena Pemprov DKI ingin ada penyegaran pegawai. Pemprov pun telah menyiapkan nama-nama baru untuk menduduki jabatan tersebut. Namun, KPU DKI justru menjadikan penarikan pegawai oleh Pemprov DKI ini sebagai momentum untuk memandirikan personel-personelnya. KPU DKI langsung berkoordinasi dengan KPU RI. “Kami meresponnya (penarikan ini) sangat cepat. Langsung berkoordinasi dengan KPU RI. Sekjen KPU dan Ketua KPU RI merespon melalui rapat koordinasi kemudian dilakukan seleksi, langsung diputuskan sebagai momentum untuk pengisian pegawai-pegawai organik,” kata pria yang menjadi anggota KPU DKI sejak 2008 ini. “Ini momentum yang baik. Jadi tidak mengganggu,” imbuh Ketua KPU DKI masa jabatan 2013-2018 ini. Ia mengungkapkan bahwa memang target KPU ke depan seluruh pegawai di sekretariat merupakan unsur organik. Artinya, tidak lagi mengandalkan tenaga pinjaman dari pemerintah daerah. Ia juga menyatakan, Pemprov DKI tak mengalami masalah berarti dengan

pengisian pegawai ini, meski mereka telah menyiapkan orang-orang baru. “Prinsipnya mereka (pemprov) kalau dibutuhkan itu menyiapkan SDM, tapi kalau KPU sendiri sudah mampu ya tidak masalah. Kalau misalnya KPU minta atau butuh personel yang mungkin dari sisi persyaratannya belum ada di KPU, ya mereka menyediakan,” jelasnya. Menuju Pilgub DKI 2017 Sumarno mengatakan, pihaknya terus mengikuti dinamika yang terjadi sepanjang pelaksanaan Pilkada serentak 2015 lalu. Ini sangat penting sebagai semacam pilot project penyelenggaraan serentak secara nasional. Selain itu, ia dan rekan-rekan di KPU DKI terus memantau isu dan masalah yang berkembang, sehingga hal itu bisa diantisipasi dan dicari solusinya sedini mungkin. Sejak 2015, KPU DKI telah mulai menyusun tim untuk menginventarisasi setiap masalah di setiap tahapan. Khusus untuk DKI Jakarta, salah satu masalah yang jadi perhatian khusus ialah daftar pemilih. Masalah ini selalu muncul karena mobilitas penduduk DKI cukup tinggi. “Daftar pemilih menjadi perhatian

| SUARA KPU | Januari - Februari 2016

Suara Daerah.indd 54

3/8/2016 2:16:13 AM


khusus kami. Misalnya penghuni apartemen, itu ribuan orang, dan KPU tidak punya akses untuk mendata mereka. Tapi jelang pemungutan mereka turun minta jadi pemilih. Itu bukan perkara mudah. Kemudian rumah-rumah mewah yang kami sulit masuk, ketika petugas datang diusir satpam atau disambut gongongoan anjing. Tapi jelang pemungutan suara mereka datang padahal tidak terdaftar, itu tantangan berat,” paparnya. Aktif di Kepemiluan Sejak 2007 Keterlibatan Sumarno di kepemiluan mulai ketia ia menjadi anggota Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Jakarta Utara 2007. Intensitasnya makin meningkat saat menjabat Anggota KPU DKI periode 2008-2013. Sebelum terpilih kembali dan dipercaya sebagai Ketua KPU DKI periode 2013-2018, ia bersama rekan-rekan KPU DKI, sukses menggelar Pilkada DKI 2012 dengan aman dan kondusif. Pengalaman ini menjadi bekal berharga bagi KPU DKI menghadapi Pilkada 2017. Mengingat kontestasi kepemimpinan Ibukota selalu berlangsung dengan persaingan sangat ketat. Heterogenitas warga, dinamika, dan isu sara yang kerap mengemuka menjadikan Pilkada DKI memiliki potensi konflik cukup tinggi. Sumarno menuturkan, setiap penyelenggaraan pemilu selalu penuh tekanan dan tantangan. Terlebih pilkada di Ibukota, karena semua mata mengawasi. Itu

ANEHNYA ADA YANG PERCAYA DAN MEMBAYAR SAMPAI RP150 JUTA. SAYA TAHUNYA KETIKA KORBAN KONFIRMASI. “PAK SUDAH SAMPAI TITIPAN SAYA?”

disebabkan Jakarta merupakan barometer penyelenggaraan pilkada di Indonesia. “Saya sering ingatkan ke kawan-kawan, Jakarta seperti rumah kaca. Semua orang bisa melihat apa saja yang kita lakukan. Kita mau melakukan apa, ngumpet di mana, akan ketahuan. Makanya tak boleh sembarangan,” kata Sumarno. “Alhamdulillah putaran pertama dan kedua selesai tidak ada gugatan sama sekali. Mereka menganggap KPU memang betulbetul netral tidak berpihak dan semua tahapan itu mereka terlibat,” imbuhnya. Dosen Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta ini mengungkapkan beberapa kunci sukses KPU DKI menyelenggarakan Pilkada 2012. Pertama, yang paling ditekankan adalah integritas penyelenggara. Ini faktor sangat penting yang tidak bisa dibeli karena akan berdampak pada yang lainnya. Kedua, netralitas. “Kami tidak mau main-main dengan itu. Tahun 2012 itu ada petugas TPS, yang waktu itu pengurus RT di Jakarta Barat, ikut memojokkan dan mendukung calon tertentu. Saya dapat informasi, langsung telepon ketua KPU Jakarta Barat untuk cek kebenarannya. Betul. Saya bilang berhentikan, maka diberhentikan juga dia saat itu. Ini menjadi

sock therapy juga buat kawan-kawan,” cerita Sumarno. Ketiga, profesionalitas. Pemahaman regulasi sangat penting ditekankan pada penyelenggara untuk kemudian mengantisipasi berbagai persoalan. “Kami juga diuntungkan tidak jauh dengan KPU RI, sehingga setiap ada persoalan kami langsung bisa konsultasi.” Di samping itu, personel KPU harus pandai menempatakan diri dan pandai membangun pola interaksi komunikasi. “Kita tidak harus membatasi bergaul dengan siapa, tapi harus tahu sebatas mana yang boleh mana yang tidak, mana yang patut mana yang tidak,” kata Sumarno. Keempat, transparansi. Semua peserta pemilu bisa melihat proses dari awal. “Kami melibatkan mereka sejak bicara pendaftaran pemilih. Memang ribet, panjang perdabatannya. Tapi lebih baik panjang perdebatan ketika proses sedang berlangsung daripada diputuskan begitu saja kemudian mereka menggugat setelahnya.” Selanjutnya yang sangat penting, komunikasi dengan steakholder, termasuk peserta pemilu. “Kami berkunjung ke semua peserta pemilu, masukan dari mereka apa, bertanya apa yang mereka ragukan,” terangnya. Bicara soal tekanan dan

Ketua KPU DKI Jakarta Sumarno (kiri)

SUARA KPU | Januari - Februari 2016 |

Suara Daerah.indd 55

55

3/8/2016 2:16:13 AM


SUARA SOSOK

ancaman sudah pasti ada. “Kalau acaman, didemo, dituding-tuding itu biasa. Justru itu semacam jadi sambalnya,” ungkapnya. Pencatutan Nama Kejadian di Pemilu Legislatif 2014, ada orang yang mengaku disuruh Sumarno dan menyebut dirinya memiliki hubungan dekat dengan Komisioner KPU RI Juri Ardiantoro. Orang tersebut mendatangi beberapa calon legislatif dan mengatakan, ia bersama Sumarno dan Juri bisa membantu dalam pemilu dengan imbalan sejumlah uang. “Anehnya ada yang percaya dan membayar sampai Rp150 juta. Saya tahunya ketika korban konfirmasi. “Pak sudah sampai titipan saya?” Lah, saya bilang, “titipan apa? Bukannya Bapak menyuruh orang ini menitipkan ini?” Saya bilang, nggak ada. “Masa sih?” kata dia. “Saya awalnya juga nggak percaya tapi dia meyakinkan betul.” Terus langsung saya bilang, mari kita temukan orangnya. Setelah saya cek ternyata sudah beberapa orang yang kena. Langsung saya laporkan ke Polda. Pelakunya memang pernah di sini, KPU DKI, dulu,” kisah Sumarno. Pernah pula, orang datang ke ruangan Sumarno, mengatakan bahwa ia mempunyai perusahan besar dengan pendapat sekian. Ia maju sebagai calon anggota dewan sekadar kehormatan demi keluarga. Ia minta dibantu agar lolos dan mengaku telah

56

mengalokasikan uang sejumlah Rp1 miliar. “Kalau kita tidak memegang integritas, ya lewat. Tapi kemudian ingat Yang di Sana melihat, makanya kita bersyukur juga kantor KPU ini berseberangan dengan masjid. Setiap ada adzan kita datang ke masjid. Itu memperkuat. Karena memang soal integritas itu soal bagaimana stabilitas kejiwaan atau kerohanian kita. Kalau itu tidak ada keyakinan bahwa sesungguhnya Yang di Atas itu Maha Mengetahui dan Maha Mengawasi ya sudah lewat itu,” kata Sumarno. Jawab Putusan DKPP dengan Menulis Buku Salah satu niat awal Sumarno menjadi penyelenggara pemilu ialah ingin menjadikan kegiatan ini sebagai semacam laboratorium ilmu politik. Sebelumnya, ia mengenal politik hanya dari buku dan media. Dengan terjun langsung sebagai penyelenggara pemilu, saya berinteraksi baik langsung maupun tidak langsung dengan dunia politik. Sementara kalau terjun di parpol rasaya ini nggak cocok, bukan habitat saya,” ujarnya. Dari sini ia belajar banyak dan menambah bobot pelajaran ketika mengajar di kampus. Obsesi lain yang ingin ia capai dari sini ialah menulis banyak buku tentang kehidupan politik, demokrasi, dan pemilu. Saat ini, ia tengah menulis buku

berkaitan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2014 lalu, dimana KPU DKI mendapat peringatan dari DKPP karena membuka kotak suara untuk kebutuhan persidangan di MK. Merasa tak bersalah, Sumarno berusaha menjawab hal itu melalui tulisan di bukunya. “Semoga (terbit) sebelum Pilkada 2017, termasuk buku tentang Pilkada 2012,” ucapnya. Di samping akademisi, aktivitas Sumarno sebelumnya sebagai peneliti di Habibie Center. Tak beda dunia kampus, selaku peneliti ia sekadar mengamati politik dari jauh, menganalisa berdasarkan datadata dan informasi lapangan. “Begitu di KPU kita merasakan itu. Bagaimana orang berburu kekuasaan itu kita ikut merasakan denyut nadinya. Bagaimana orang-orang itu melakukan lobi-lobi untuk mendapatkan kekuasaan. Misalnya melobi suara partai dipindahkan, mereka melobi dengan berbagai cara. Walaupun kadangkadang yang mereka lobi itu bukan otoritas KPU. Mereka menganggap KPU adalah sosok sakti yang bisa mengubah segalanya. Padahal tidak. KPU ini hanya administratur pemilu saja.” “Termasuk saya dulu juga orang yang sering mengkritisi kerja KPU. Pas terjun langsung ternyata tak semudah yang kami bayangkan,” kata pria yang meraih gelar master Ilmu Politik di Universitas Indonesia pada 2001 ini. (MSWibowo)

| SUARA KPU | Januari - Februari 2016

Suara Daerah.indd 56

3/8/2016 2:16:13 AM


Anggota KPU Provinsi Papua Barat, Abdul Halim Shidiq :

DARI TUKANG OJEK

JADI ANGGOTA KPU SHIDIQ MENYADARI BETUL PENTINGNYA SOSIALISASI KEPADA SEMUA ELEMEN MASYARAKAT DAN PARA PEMANGKU KEPENTINGAN MENGENAI PILKADA 2015 INI. HAL ITU JUGA PERLU DALAM MEMINIMALISASI KONFLIK.

D

alam sebuah pidato di Stanford University pada 2005, miliarder asal Amerika, Steve Jobs, mengungkapkan sebuah teori yang terkenal dengan sebutan “connecting the dots”. Ia mengatakan, “Anda tidak mungkin menghubungkan titik-titik pengalaman ke masa depan. Anda hanya bisa melakukannya dengan merenungkan apa yang telah terjadi. Jadi, Anda harus percaya bahwa titik-titik pengalaman itu bagaimana pun akan terangkai di masa mendatang”. Teori Steve Jobs inilah yang diyakini Abdul Halim Shidiq, dalam memahami kisah hidupnya, hingga diamanati jabatan sebagai anggota KPU Provinsi Papua Barat divisi logistik periode 2015-2020. Berawal ketika bangkrut dalam membuka usaha di Banyuwangi, Jawa Timur, Shidiq memutuskan merantau ke tanah Papua. “Kebetulan beberapa tetangga di Banyuwangi banyak yang merantau ke sana. Saya ditanya, mau ke Nabire atau Manokwari? Saya tanya yang ibukota provinsi pemekaran yang mana? Manokwari. Ya sudah saya turun di sana saja,” kisah ayah tiga anak ini. Suka duka di perantauan pun ia rasakan. Untuk melanjutkan kehidupan, berbagai profesi dan usaha ia jalani. Mulai dari menjadi tukang ojek hingga berjualan makanan. “Di sana ya bekerja apa saja. Saya sempat jadi tukang ojek. Saya ngojek itu tiga tahun, Mas. Jualan bakso, nasi goreng, semua saya jalani,” ungkap Shidiq. Kaitannya dengan teori connecting the dots Steve Jobs, bukan berarti Shidiq sama sekali tak punya latar belakang pengalaman di dunia kepemiluan. Sewaktu di Banyuwangi, ia sempat didaulat orang-orang di kampungnya untuk menjadi ketua TPS di Desa Tegalsari. “Itu titik pertama. Titik kedua saya merantau di Papua,” ujarnya. Hobi Shidiq yang suka membaca koran, membawanya sampai pada titik ketiga. Saat itu ia sudah ikut PNPM di Manokwari tahun 2009. Dari sebuah koran lokal ia membaca tentang pendaftaran anggota Panwaslu Manokwari. “Di koran itu disebutkan butuh tiga anggota Panwaslu tapi hanya ada satu SUARA KPU | Januari - Februari 2016 |

Suara Daerah.indd 57

57

3/8/2016 2:16:21 AM


SUARA SOSOK

orang yang mendaftar,” kata Shidiq. Akhirnya ia mendaftar dan lolos menjadi anggota Panwaslu Kabupaten Manokwari. Ia pun terlibat dalam penyelenggaraan Pemilu Legislatif serta Pemilihan Presidan dan Wakil Presiden tahun 2009 sampai Pilkada 2010. Pada 2011 karena dinamika yang ada, ia berhenti sebagai anggota Panwaslu sehingga tidak turut dalam penyelenggaraan pemilihan gubernur. Setelah itu Shidiq berulang kali mengikuti tes sebagai penyelenggara pemilu, mulai di KPU Kabupaten, Panwaslu Kabupaten, hingga Bawaslu Provinsi. Namun ia selalu gagal. Shidiq mengaku punya sebuah hobi aneh, yakni ia selalu menuliskan setiap detail kegagalan dalam mengikuti tes tersebut pada dinding tripleks kamarnya. Ia pun ingat betul, bahwa lolosnya sebagai anggota KPU Papua Barat saat ini setelah melewati tes yang keenam kali. Tak Seheboh Pemberitaan

pada ditundanya pelaksanaan pilkada di Kabupaten Fakfak. “Tuhan berkehendak lain, karena adanya sengketa pencalonan sampai berlanjut kasasi di MA, sehingga pilkada di Fakfak harus dimundurkan,” ungkap Shidiq. Ia mengatakan, sempat ada sejumlah aksi demonstrasi, namun hingga hari H, tidak ada keributan dan konflik yang memakan korban. “Tidak seheboh sebagaimana di media. Ya walaupun kita tahu kemarin ada demo dan segala macamnya, tapi pas sampai hari H nya aman terkendali tidak ada baku pukul atau keributan yang berarti. Tidak ada keributan atau korban fisik,” paparnya. Meski demikian, ada beberapa komisioner KPU dan Panwaslu yang dinonaktifkan karena terkait dengan sengketa pencalonan. “Di Kabupaten Kaimana ada tiga orang yang dinon-aktifkan tetap oleh DKPP terkait sengketa,” ujarnya. Mengenai Perselisihan Hasil Pilkada (PHP), ada beberapa daerah yang

mau membengkak. “Di pegunungan Asmat, itu paling ekstrim. Suhunya ekstrim, harus pakai heli. Ya memang susah tapi alatnya kan ada. Cuma imbasnya di anggaran.” Hal tersebut tidak menjadi masalah selama tahapan pilkada berjalan sesuai rencana. Namun lain cerita apabila ada sengketa, yang bisa saja sampai berlarutlarut prosesnya. “Sengketa pencalonan itu kan harus selesai dulu kemudian dicetak surat suaranya. Karena sengketa berlarut-larut, maka pencetakan surat suara itu jadi terlambat, kemudian berhadapan dengan kondisi geografis yang sulit itu, yang harus menyewa helikopter. Jalur laut jalur udara. Tapi terjangkau, hanya membengkak di anggaran,” papar Shidiq. Ia juga berterimakasih atas dukungan pemda, yang selama ini ia rasakan cukup baik. Dinamika UU Pilkada Hambat Sosialisasi Shidiq menyadari betul pentingnya

“UNTUK FAKFAK, JUGA ADA GUGATAN KE MK TAPI BUKAN DARI PASANGAN CALON, MELAINKAN ORANG YANG DULU PERNAH MENCALONKAN DIRI, WAKTU SENGKETA PENCALONAN TAPI SUDAH TMS. JADI ARTINYA SEKARANG INI YANG LAGI DI MK, YANG MENGGUGAT (DARI KABUPATEN FAKFAK) DI MK ITU BUKAN PESERTA PEMILU, JADI TIDAK PUNYA LEGAL STANDING,” Setelah resmi dilantik bersama anggota KPU Papua Barat lainnya pada 25 Februari 2015, Shidiq dan rekan-rekan sesama komisioner langsung tancap gas dalam pelaksanaan pilkada untuk 9 kabupaten/ kota. Meski tidak menggelar pemilihan gubernur, tapi KPU Provinsi Papua Barat sempat mengambil alih tugas penyelenggara di dua daerah otonomi baru (DOB) yang belum memiliki KPU, yakni kabupaten Manokwari Selatan dan Pegunungan Arfak. “Ketika mereka (KPU kabupaten) sudah terbentuk, kita serahkan, eh ada masalah di Kaimana dan Fakfak, itu kita ambil alih. Kalau Kaimana satu bulan selesai. Fakfak sampai sekarang belum,” terang Shidiq saat dihubungi Minggu (7/2). Pada Pilkada 2015, KPU Papua Barat mengusung motto ‘9 menuju 9’ sebagai semangat menyelenggarakan pilkada di 9 kabupaten/kota pada tanggal 9 Desember. Namun dalam prosesnya, terjadi banyak dinamika, salah satunya terkait dengan sengketa pencalonan, yang berimbas

58

mengajukan gugatan ke MK, seperti Kabupaten Manokwari Selatan, Raja Ampat dan Teluk Bintuni. Dari semua gugatan PHP itu, hanya dari Kabupaten Teluk Bintuni yang memenuhi syarat selisih suara di atas 2%. Selain itu, untuk Kabupaten Fak-fak yang harus menggelar pilkada susulan akibat berlarut-larutnya sengketa pencalonan, KPU (hingga berita ini ditulis) masih menunggu hasilnya. “Untuk Fakfak, juga ada gugatan ke MK tapi bukan dari pasangan calon, melainkan orang yang dulu pernah mencalonkan diri, waktu sengketa pencalonan tapi sudah TMS. Jadi artinya sekarang ini yang lagi di MK, yang menggugat (dari Kabupaten Fakfak) di MK itu bukan peserta pemilu, jadi tidak punya legal standing,” terang Shidiq. Mafhum diketahui, salah satu tantangan berat penyelenggara pemilu di Papua adalah kondisi geografis yang sulit. Namun hal itu dapat disiasati karena memang tersedia alat, misal untuk pengiriman logistik. Hanya saja imbasnya ada di penganggaran yang mau tak

sosialisasi kepada semua elemen masyarakat dan para pemangku kepentingan mengenai Pilkada 2015 ini. Hal itu juga perlu dalam meminimalisasi konflik. Sebab, menurutnya, kontruksi hukum pilkada kali ini jauh berbeda dengan 2010. “Salah satu contohnya pada saat sengketa pencalonan itu rata-rata mereka menganggap kontruksi hukum Pilkada 2015 sama dengan 2010. Kan aturannya beda banget. Kalau pada 2010 itu pilkada seperti rezim pemda, jadi pemda bisa bermain. Nah sekarang di UU NO 8 2015 tanggungjawab akhir pilkada itu di KPU RI. Jadi garis hirarki-nya itu jelas,” papar Shidiq. Menurutnya, kontruksi hukum Pilkada 2015 dari awalnya dapat dikatakan rewet. “Dari pilkada yang dipilih oleh DPRD, ganti dengan Perppu, dan seterusnya, jadi sosialisasi kurang maksimal. Jadi bertumpuk-tumpuk. Belum nanti PKPU nya berubah-ubah. Itu kan main Surat Edaran terus. Termasuk soal pencalonan. Kalau di Papua, kendalanya di internet. Kalau

| SUARA KPU | Januari - Februari 2016

Suara Daerah.indd 58

3/8/2016 2:16:21 AM


“SAYA YAKIN DI 2017, BELAJAR DARI PILKADA 2015 SAAT KITA (KPU PROVINSI) JUGA BERGELUT LANGSUNG DI BEBERAPA KABUPATEN. JADI SECARA PRIBADI, SAYA OPTIMIS MENATAP PILKADA 2017,” kendala jaringan atau mereka yang tidak friendly dengan internet kan informasinya terputus, sehingga sosialisasi kurang bisa maksimal.” Shidiq menilai kontruksi hukum Pilkada saat ini sama sekali baru dan terkesan tumpang tindih, yang pada akhirnya tidak sempat tersosialisasikan dengan baik. Hal yang paling berbeda dengan pilkada kali, menurut Shidiq, ada pada kewenangan Panwaslu, yang dapat dikatakan saat ini seperti dari no body menjadi super body. “Panwaslu dulu itu tidak bisa membatalkan keputusan KPU di 2010. Sekarang, Panwaslu diberi kuasa peradilan. Di samping mengawasi, mereka juga diberi hak untuk mengadili. Jadi semi peradilan, bisa membatalkan keputusan

KPU. Banyak orang tidak tahu, yang paling fatal di situ. Jadi keputusan kita juga sempat dimentahkan oleh Panwaslu,” kata dia. “Alurnya begini, sengketa pencalonan itu ke Panwaslu, kalau tidak terima bisa ke PTUN, tidak puas ke PT TUN, kalau tidak puas juga bisa ke MA. Nah kontruksi hukum pilkada inilah yang beda dengan kontruksi hukum Pilkada 2010 apalagi kontruksi hukum pilkada 2015,” tambahnya. Gelar Workshop Pemilu bagi Jurnalis Namun semua itu menjadi pelajaran berharga bagi para penyelenggara pemilu. Khusus di Papua yang akan menggelar Pilgub pada 2017, Shidiq ingin menggelar workshop kepemiluan pada para jurnalis. “Jurnalis ini bisa dikatakan sebagai penyambung lidah, dalam hal kepemiluan

ya penyambung lidah penyelenggara pemilu. Bagaimana mungkin menjadi penyambung lidah kita kalau mereka tidak mengetahui UU Kepemiluan, sistemnya, dan seterusnya. Ketika menjelaskan ke masyarakat kalau mereka salah tafsir kan bahaya kan bisa menimbulkan konflik. Jadi sebelum sosialisasi kita perlu mengadakan workshop kepemiluan pada jurnalis di media lokal Papua Barat. Jadi agar kalau nanti nulis berita tidak bias,” papar Sidiq. “Saya yakin di 2017, belajar dari pilkada 2015 saat kita (KPU Provinsi) juga bergelut langsung di beberapa kabupaten. Jadi secara pribadi, saya optimis menatap Pilkada 2017,” imbuhnya. (Bow)

Ketua KPU Provinsi Papua Barat (tiga dari kiri) saat memimpin Rapat Pleno Anggota KPU Prov Papua

SUARA KPU | Januari - Februari 2016 |

Suara Daerah.indd 59

59

3/8/2016 2:16:21 AM


K

2

Daftar Isis.


SUARA PILKADA

TRANSPARANSI, DORONG PARTISIPASI CEGAH MANIPULASI

Hasil hitung form C1 dari https://pilkada2015.kpu.go.id

H

andphone ketua KPU Pasaman, Provinsi Sumatera Barat, Jajang Fadli tak henti berdering setelah pemungutan dan penghitungan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah di daerah itu usai digelar. Setiap pergerakan hasil scan atau pemindaian salinan formulir C1 dan hasil hitung C1 di portal sistem informasi penghitungan suara (situng) KPU untuk Kabupaten Pasaman bergerak agak lambat, masyarakat langsung menelpon para komisioner di daerah tersebut. Mereka

ingin mengetahui detail cara kerja KPU dalam memindai salinan C1 tersebut. Jajang Fadli di tengah-tengah kesibukannya melakukan monitoring ke sejumlah TPS di Kabupaten Pasaman berupaya merespon secara maksimal setiap keluhan dan pertanyaan masyarakat. Dia menjelaskan bahwa tidak semua salinan C1 dapat langsung dipindai dan ditampilkan di portal dalam bentuk hasil scan maupun dalam format hasil hitung C1. Petugas terlebih dulu harus memastikan datadata yang terdapat dalam salinan C1 telah sinkron satu sama lain. “Kalau ada data yang

tidak sinkron kita konfirmasi lagi ke KPPS,� ujarnya. Cara masyarakat merespons pergerakan suara pada portal situng itu bermacammacam. Ada yang bertanya kepada KPU di daerah dengan nada curiga. Adapula yang bertanya dengan nada emosional, mencakmencak dan menuding KPU sengaja memperlambat. Namun tak sedikitpula yang mengapresiasi dengan keterbukaan informasi hasil penghitungan suara tersebut. “Itu tantangan bagi kami penyelenggara di lapangan untuk mengkomunikasikan mekanisme transparansi pemilihan kepada SUARA KPU | Januari - Februari 2016 |

Suara Daerah.indd 61

61

3/8/2016 3:51:52 AM


SUARA PILKADA

MASYARAKAT TIDAK PERLU LAGI REPOT-REPOT MEMBUAT TABULASI PEROLEHAN SUARA KARENA SUDAH TERSEDIA DI SISTEM YANG KITA SEDIAKAN. BEDA DENGAN PILEG DAN PILPRES, MASYARAKAT MASIH HARUS MELAKUKAN TABULASI SENDIRI.

publik,” ujar Jajang Fadli. Beragam respon masyarakat tersebut, kata Jajang, menjadi cambuk bagi KPU untuk menuntaskan proses pemindaian dan entri C1 dalam waktu singkat. “Tidak sampai tiga hari, kami telah berhasil memindai dan mengentri hasil hitung C1 hingga 100 persen. Pada proses rekap di tingkat kabupaten tidak ada lagi komplain dari saksi masing-masing pasangan calon terhadap perolehan suara. Dalam waktu tiga jam, rekapitulasi penghitungan suara di tingkat kabupaten selesai dilaksanakan,” ujarnya. Keterbukaan KPU pada pilkada 2015 tidak sebatas menampilkan scan C1 dan hasil hitung C1 pada portal pilkada. Tetapi pimpinan KPU di daerah juga membuka ruang komunikasi dengan publik. “Kami membuka diri dengan publik. Siapapun

yang ingin tahu proses penghitungan dan rekapitulasi, proses pemindaian dan entri data hasil hitung C1, kami sampaikan secara terbuka. Kami percaya dengan cara ini masyarakat akan memiliki kepercayaan yang tinggi pula terhadap proses dan hasil pemilihan,” ujarnya. Sementara di Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan, masyarakat merespon keterbukaan KPU itu dengan cara berbeda. Masyarakat menyampaikan apresiasinya secara langsung ke KPU melalui sejumlah pertemuan tatap muka. Apresiasi dan dukungan terhadap KPU juga disampaikan publik secara massif melalui media sosial. “Masyarakat dan tim pasangan calon semua mengapresiasi keterbukaan itu. Jika ada yang memojokkan KPU, masyarakat sendiri yang langsung melakukan counter opini,” terang Ketua KPU Kabupaten Gowa Zainal Ruma.

Di Provinsi Sulawesi Utara, menurut pengakuan Komisioner KPU Sulawesi Utara Fachruddin, masyarakat puas dengan publikasi hasil pilkada. Tidak ada respon negatif yang disampaikan warga kepada KPU terkait pelaksanaan transparansi. “Sejak awal kita sudah sosialisasikan kepada semua tim sukses dan masyarakat. Mereka kita dorong untuk mendokumentasikan hasil penghitungan suara di TPS dalam bentuk foto. Jadi mereka bisa sandingkan antar hasil yang difoto dengan hasil scan yang tampil di portal situng,” ujarnya. Dinamika pilkada yang terjadi di Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan dan Provinsi Sulawesi Utara adalah sebagian bukti bahwa masyarakat memiliki kepedulian terhadap proses pemilihan. Portal situng pilkada yang telah disempurnakan KPU membuat publik

Pemilih dari berbagai umur antusias menyaksikan proses penghitungan suara di TPS 12 Tangerang Selatan.

62

| SUARA KPU | Januari - Februari 2016

Suara Daerah.indd 62

3/8/2016 3:51:58 AM


“KEDEPAN YANG HARUS TERUS KITA SEMPURNAKAN ADALAH KUALITAS KERJA TEMAN-TEMAN DI KPPS. KITA UPAYAKAN AGAR NANTI DALAM PENGISIAN FORMULIR C1, TINGKAT KESALAHANNYA BISA NOL PERSEN. DENGAN DEMIKIAN HASIL PENGHITUNGAN PEROLEHAN SUARA DI TPS PERSIS SAMA DENGAN REKAP DI ATASNYA” Komisioner KPU RI

Ferry Kurnia Rizkiyansyah

berpartisipasi secara aktif mengawasi detik per detik pergerakan hasil scan dan hasil hitung C1 di portal. Sedikit saja pergerakan datanya melambat dibanding pada jam-jam sebelumnya, mereka langsung merespon. Mereka ingin suara yang diberikannya di tempat pemungutan suara terjaga otentisitasnya dan terhindar dari potensi distorsi. Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah serentak tahun 2015 yang melibatkan 269 daerah dikelola dengan manajemen yang mengedepankan asas transparansi dan akuntabilitas. Situng sebagai sebuah terobosan KPU yang telah digunakan sejak pemilu legislatif dan pemilu Presiden dan Wakil Presiden memberi ruang kepada masyarakat untuk dapat mengakses informasi hasil penghitungan suara di setiap tingkatan dengan mudah, murah dan cepat. Keterbukaan tersebut telah melahirkan partisipasi yang luas di tengah-tengah masyarakat. Masyarakat secara sukarela, aktif dan kritis mengawasi pergerakan hasil penghitungan suara yang ditampilkan di portal situng. Situng pilkada, kata Komisioner KPU RI yang membidangi Data, Informasi, Humas dan Hubungan Antar Lembaga Ferry Kurnia Rizkiyansyah telah mengalami banyak penyempurnaan dibanding situng yang digunakan pada pemilu legislatif dan pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Sejumlah menu tambahan disediakan untuk memberikan layanan informasi yang lebih lengkap dan detail kepada publik. Salah satunya hasil hitung C1 yang menyediakan rekapitulasi perolehan suara masing-masing caleg hingga level TPS. Selain informasi perolehan suara, masyarakat dapat memperoleh informasi jumlah pemilih, pengguna hak pilih, partisipasi, suara sah, suara tidak sah dan partisipasi penyandang disabilitas. “Masyarakat tidak perlu lagi repot-repot membuat tabulasi perolehan suara karena sudah tersedia di sistem yang kita sediakan. Beda dengan pileg dan

pilpres, masyarakat masih harus melakukan tabulasi sendiri,” ujarnya. Selain mengakses informasi hasil penghitungan suara dengan mudah, masyarakat juga dapat membanding hasil penghitungan suara dalam formulir C1 dengan hasil rekap di atasnya seperti rekap kecamatan, kabupaten/kota dan provinsi. Jika terdapat perbedaan hasil penghitungan suara di TPS dengan rekap di atasnya, masyarakat dapat melakukan penelusuran pada tingkatan mana dan bagian apa yang mengalami koreksi. Penyelenggara juga dengan mudah dapat menunjukkan dan menjelaskan koreksi yang dilakukan oleh petugas di setiap tingkatan. “Kita akan lakukan penyandingan data di setiap tingkatan untuk mengetahui proses koreksi hasil penghitungan dan rekapitulasi yang terjadi di setiap daerah. Data itu penting sebagai bahan evaluasi kita terhadap kinerja penyelenggara di lapangan. Kalau koreksi hasil lebih dominan di kecamatan berarti kinerja teman-teman di kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) perlu diperbaiki. Begitu juga kalau koreksi lebih banyak terjadi kabupaten/kota berarti kinerja teman-teman di panitia pemilihan kecamatan (PPK) dalam melakukan rekapitulasi perlu ditingkatkan,” ujarnya. Hasil kegiatan situng pilkada kabupaten/ kota terdapat 118 daerah yang sudah lengkap 100 persen dokumentasi scan C1, hasil hitung C1, scan DAA, scan DA1, scan DB1 dan excel DB1, sementara 139 daerah lainnya belum lengkap secara keseluruhan. Dokumentasi data scan C1 dan hasil hitung C1 sudah lengkap 100 persen untuk 208 kabupaten/kota. Untuk hasil hitung C1 sudah lengkap 100 persen untuk 237 kabupaten/kota, sisanya 20 kabupaten/ kota belum lengkap. “Kita akan menggali dan mendalami apa yang menjadi kendala yang dihadapi petugas di lapangan sehingga masih ada daerah yang belum sanggup melakukan pemindaian salinan C1 secara

komplit,” ujar Ferry. Meskipun masih ada daerah yang dokumentasinya belum lengkap 100 persen, tetapi praktik transparansi hasil pemilihan mengalami kemajuan yang sangat besar. KPU kini memiliki bank data hasil penghitungan dan rekapitulasi suara secara digital. Ini dapat digunakan sebagai bahan kajian dan riset untuk memperbaiki sistem transparansi dan akuntabilitas penghitungan suara secara terus menerus. “Publik yang membutuhkan data terkait pilkada tidak perlu lagi mendatangi kantor KPU, tetapi sudah dapat mengaksesnya lewat portal pilkada 2015,” ujar Ferry. Kecepatan daerah dalam melakukan pemindaian dan entri hasil hitung C1 juga sudah cukup baik. Jika pileg dan pilpres, pengiriman dan penayangan hasil scan C1 membutuhkan waktu tujuh hari, pada pilkada 2015 pengiriman dan penayangannya lebih cepat. Operator situng di daerah rata-rata sudah menuntaskan pemindaian pada hari ketiga sesudah pemungutan dan penghitungan suara di TPS, bahkan di sejumlah daerah hanya dalam hitungan jam scan C1 dan entri data C1 sudah rampung. “Ada beberapa daerah yang pada malam hari sesudah pemungutan suara sudah mendapatkan informasi penghitungan suara 100 persen di portal situng,” terang Ferry. Meningkatnya kecepatan pengiriman dan penayangan hasil pemilihan menunjukkan kinerja penyelenggara pemilu di daerah makin membaik. Mereka sudah sangat adaptif dengan aplikasi situng dan cara kerja situng. “Kedepan yang harus terus kita sempurnakan adalah kualitas kerja teman-teman di KPPS. Kita upayakan agar nanti dalam pengisian formulir C1, tingkat kesalahannya bisa nol persen. Dengan demikian hasil penghitungan perolehan suara di TPS persis sama dengan rekap di atasnya,” ujar Ferry. *

SUARA KPU | Januari - Februari 2016 |

Suara Daerah.indd 63

63

3/8/2016 3:51:58 AM


SUARA PILKADA

Deputi Koordinator Nasional JPPR, Sunanto :

TRANSPARANSI EFEKTIF

JIKA PEMILIH SADAR DAN AKTIF

H

asil penghitungan suara pilkada 2015 dapat diakses oleh publik tak lama setelah pemungutan dan penghitungan suara selesai dilaksanakan di tempat pemungutan suara. Akses publik yang cepat, mudah dan murah terhadap perolehan suara masing-masing kandidat dapat terfasilitasi melalui aplikasi sistem informasi penghitungan suara (situng). Aplikasi ini telah digunakan oleh KPU sejak pemilu legislatif dan pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014. Pada pilkada 2015, aplikasi situng dikembangkan dan disempurnakan untuk memenuhi kebutuhan informasi publik terhadap hasil penghitungan suara di setiap tingkatan. Bagaimana respons masyarakat sipil terhadap keterbukaan informasi hasil penghitungan suara pilkada 2015, berikut wawancara Majalah Suara KPU dengan Deputi Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Sunanto.

Bagaimana Anda melihat aktivitas transparansi pilkada 2015 yang diformulasikan KPU melalui sistem informasi penghitungan suara (situng)? Secara umum sudah bagus. Situng sudah sangat membantu kita untuk mendapatkan informasi hasil penghitungan suara pilkada di setiap daerah, tetapi kadang-kadang masih ngadat juga, sementara publik berharap prosesnya cepat. Bagaimana kecepatan upload data lebih ditingkatkan. KPU juga harus siap dengan perkembangan teknologi informasi yang terus berkembang dan semakin canggih. Kemampuan sumberdaya manusianya juga terus ditingkatkan. KPU kan harus bersaing dengan para hacker. Apakah transparansi yang dilakukan KPU sudah cukup memenuhi kebutuhan informasi publik? Secara nasional sudah, tapi apakah masyarakat tahu bahwa KPU menyediakan informasi hasil penghitungan suara. Saya kira publik tidak banyak yang tahu soal itu, apalagi di daerah. Hanya mereka yang berkepentingan saja yang tahu seperti pasangan calon, partai politik dan tim sukses. Masyarakat juga tidak merasa berkepentingan untuk mengakses data itu. Ini masalahnya. Bagaimana mendorong masyarakat itu agar merasa berkepentingan dengan data-data tersebut. Artinya keterbukaan itu tidak efektif mendorong partisipasi jika tidak diiringi dengan upaya penumbuhan kesadaran politik masyarakat? Kalau masyarakat tidak peduli, jadinya kan sia-sia. Memang ada kelompok masyarakat yang mengakses

64

| SUARA KPU | Januari - Februari 2016

Suara Daerah.indd 64

3/8/2016 3:52:00 AM


harus dihidupkan kembali. Selama inikan terbengkalai. Ormas itu menjadi corong KPU untuk mengkomunikasikan pemilu dengan masyarakat. Memang ormas yang dijadikan mitra harus tetap diseleksi karena ada juga ormas-ormas yang berafiliasi dengan partai politik.

Pencoblosan Pilkada di Pasaman

dan menjadikan data-data itu sebagai bahan kajian. Tetapi yang diinginkan bukan sebatas itu. Paling penting adalah memahamkan masyarakat bahwa dengan memberi akses data kepada masyarakat secara luas, tidak ada lagi permainan yang dapat dilakukan. Inikan penting agar kepercayaan publik terhadap proses dan hasil pemilu semakin meningkat. Sekarang itu belum terwujud. Publik masih saja curiga dengan penyelenggara. Masih saja mengira ada permainan di penyelenggara, padahal sudah tidak ada. Menurut Anda bagaimana agar pola piker masyarakat seperti itu dapat berubah dan mereka dapat memanfaatkan keterbukaan informasi itu secara efektif? Makanya harus ada pendidikan pemilih yang bersifat massif. Masyarakat akan berpartisipasi pada setiap tahapan pemilihan jika mereka merasa memiliki kepentingan dengan proses itu. Diperlukan edukasi untuk mendorong kepedulian dan rasa tanggung jawab masyarakat. Ke depan kita berharap yang berpartisipasi itu jangan hanya kelompok kecil masyarakat saja, tetapi masyarakat secara luas. Anda melihat ada masalah dengan pendidikan pemilih pada pilkada 2015? Ya. Untuk pilkada saya melihat kegiatan pendidikan pemilih sangat minim. Kalau dibanding pileg dan pilpres jauh menurun. Padahal pendidikan pemilih ini sangat penting. Bagaimana mungkin mendorong

mereka berpartisipasi, sementara mereka tidak diberi edukasi yang memadai. Saya melihat untuk pilkada anggaran Negara tersedot untuk membiayai kebutuhan kampanye pasangan calon. Ke depan kebijakan ini harus diubah. Pasangan calon biarkanya membiayai diri sendiri. Faktanya kan tidak efektif juga untuk mendorong adanya kesamarataan dan keadilan kampanye antar pasangan calon. Maksud Anda, anggaran Negara yang digunakan untuk membiayai kampanye pasangan calon sebaiknya dialihkan untuk pendidikan pemilih? Ya sebaiknya begitu. Jika sosialisasi dan pendidikan pemilih hanya mengandalkan alat peraga, bahan dan media massa tidak akan efektif untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi. Akan lebih efektif jika KPU memperbanyak pertemuan dengan komunitas-komunitas masyarakat. Melakukan dialog, diskusi dan sharing informasi. Hal seperti itu kan sudah dilakukan pada pileg 2014, seharusnya program itu dilanjutkan. Model pendidikan pemilih seperti yang mesti diformulasikan oleh KPU? Gagasan relawan demokrasi itu dapat diteruskan. KPU juga perlu membentuk duta-duta pemilu di setiap daerah. Secara teori, model dialog itu lebih efektif untuk meningkatkan kesadaran pemilih. Penyelenggaran tidak mungkin mengcover semuanya. Kerja sama dengan ormas juga

Seringkali program pendidikan pemilih terkendala anggaran sehingga programnya tidak berkelanjutan? Makanya polanya harus diubah. Pendidikan pemilih itu jangan by project. KPU perlu memperkuat kerja sama dengan nongoverment organization (NGO) yang memang bergerak di bidang kepemiluan serta perguruan tinggi (PT). Desainnya kerja sama bukan desain program. Jadi relasi antara KPU dengan para mitranya itu bersifat jangka panjang. Kalaupun tidak ada pembiayaan dari KPU, mereka akan tetap bergerak melakukan pendidikan pemilih karena memang aktivitas di situ.

Calon Pemilih Penyandang Tuna Netra Mendapatkan Penjelasan Seputar Aktivitas Kepemiluan di TPS oleh Anggota KPPS Kota Sleman.

Seorang pemilih memotret form C1 plano paska aktivitas penghitungan suara di TPS 12 Tangerang Selatan.

SUARA KPU | Januari - Februari 2016 |

Suara Daerah.indd 65

65

3/8/2016 3:52:05 AM


golput bukan s o l u s i o y

A h i l i m e M G nk www. k pu. g o. i d

H

P

And ! @KPURI 2015

KPURepubl i kI ndones i a


PEMILU ON TWITTER

SUARA KPU | Januari - Februari 2016 |

Suara Daerah.indd 67

67

3/8/2016 2:16:34 AM


PEMILU ON TWITTER

68 | SUARA KPU | Januari - Februari 2016

Suara Daerah.indd 68

3/8/2016 2:16:35 AM


KPU MENJAWAB

Assalamualaikum, wr. Wb. Bolehkah saya minta contoh semua formulir, seperti model c, c1 & lampirannya, model c2, model c3, model c4, model c5, model c7, model a.tb2, dll. Untuk kami pelajari agar nantinya kami sebagai kpps yang baru lebih siap. Dan kalau berkenan saya juga minta aplikasi untuk pengisian data (yang menurut informasi akan dipakai dalam pilkada 2015) Terima kasih. (anomanonfire@gmail.com)

Selamat siang, permohonan informasi Saudara telah kami terima dan diagendakan dengan formulir permohonan informasi No. 195/PPID/Form/XI/2015 tanggal 24 November 2015. Terkait dengan informasi yang Saudara minta, Saudara dapat mengeceknya melalui PKPU No. 11 Tahun 2015 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara dan Penetapan Hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota. PKPU dimaksud dapat didownload melalui kpu.go.id pada bagian JDIH. Sedangkan untuk aplikasi penghitungan akan disosialisasikan lebih lanjut oleh KPU kabupaten/kota. Terima kasih. (humas_kpu@yahoo.co.id)

Mohan maaf atas kelancangan saya, bolehkah saya tahu berapakah nominal honor kpps untuk pilkada 2015 ini? Apakah benar kabar yang beredar jika honor kpps akan dinaikkan 2x lipat? Mohon penjelasannya. Terima kasih (anomanonfire@gmail.com)

Selamat siang, untuk informasi mengenai honor KPPS ditentukan dari masing-masing APBD daerah sehingga Saudara dapat menanyakan hal dimaksud kepada KPU provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP kabupaten/ kota tempat Saudara tinggal. Terima kasih. (humas_kpu@yahoo.co.id)

Menindaklanjuti rencana penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang akan dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2015 di beberapa lokasi baik tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota. Mohon info daerah mana saja yang akan menyelenggarakan Pilkada serentak 2015 ? Dan apakah pada daerah yang menyelenggarakan tersebut, hari pemilihan menjadi hari libur nasional. Mohon disertakan dokumen pendukung (jika ada). Atas bantuan dan kerja samanya, kami sampaikan terima kasih. Salam. (Irwan.Yulianto@ptbpi.co.id)

Selamat siang, permohonan informasi Saudara telah diterima dan diagendakan dengan formulir permohonan informasi No. 196/PPID/Form/XI/2015 tanggal 24 November 2015. Untuk daerah yang menyelenggarakan pilkada serentak beserta informasi lainnya dapat Saudara lihat melalui infopilkada.kpu. go.id. Untuk hari libur, sampai saat ini keputusan presiden tentang penetapan hari libur pada hari pelaksanaan pilkada serentak belum keluar. Terima kasih (humas_kpu@yahoo.co.id)

SUARA KPU | Januari - Februari 2016 |

KPU Menjawab.indd 69

69

3/8/2016 2:12:23 AM


SERBA-SERBI

KESEHATAN

PSIKOSOMATIS dr. Siti Aminah Lubis

SAYA KENAPA YA DOK? Pernahkah Anda merasa sakit namun ketika diperiksakan, dokter tidak menemukan ada yang salah dengan kesehatan? Misalnya, perut Anda sangat mules dan berkali-kali buang air besar. Namun dokter mengatakan tidak ada yang salah dengan organ pencernaan. Contoh lain, ketika Anda merasa sekujur kulit sangat gatal tetapi tidak ada sedikitpun masalah dengan kulit. Jika pernah mengalami hal yang serupa, mungkin Anda terserang psikosomatis! Kali ini saya akan coba menjelaskan dengan bahasa sederhana yang mudah dimengerti oleh para awam tentang psikosomatis. Psikosomatis itu merupakan suatu keadaan saat Anda merasakan beraneka ragam keluhan sakit pada tubuh, tetapi ketika dicheck up ke dokter hasilnya normal semua. Nah malah semakin bingung kan? Kenapa ya saya ini? Itulah psikosomatis. Psikosomatis berasal dari kata psycho (jiwa) dan soma (tubuh, jasad). Dari asal katanya saja, sudah dapat dilihat bahwa psikosomatis berkaitan erat dengan jiwa dan jasad. Gangguan psikosomatis atau somatisasi adalah gangguan psikis yang menyebabkan gangguan fisik. Dengan kata lain, psikosomatis adalah penyakit fisik yang disebabkan oleh program pikiran negatif dan/atau masalah emosi seperti stress, depresi, kecewa, kecemasan, rasa berdosa, dan emosi negatif lainnya. Gangguan ini tidak hanya terjadi pada orang dewasa, anakanak pun bisa mengalaminya. Gejala Psikosomatis Gejalanya dapat bermacam-macam.

70

Misalnya ketika emosi sedang tidak baik, emosi negatif sedang melanda pikiran, tubuh akan melepaskan hormon adrenalin, kita akan merasa sakit kepala, mudah pingsan, banyak berkeringat, jantung berdebardebar, sesak nafas, gangguan pada lambung, diare, mudah gatal-gatal dan sebagainya. Psikosomatis dapat terjadi secara cepat setelah tertimpa hal buruk seperti bencana alam atau korban tindakan kriminal. Namun psikosomatis juga dapat terjadi karena permasalahan yang telah tertumpuk lama seperti permasalahan keluarga, permasalahan pekerjaan dan lain-lain. Gejala Psikomatis yang biasanya muncul? Perhatikan 4 tanda berikut ini: 1. Sakit Perut Kehilangan nafsu makan, mual, diare ataupun muntah menjadi ciri-ciri yang umum diderita penderita psikosomatis. Kebanyakan mengalami rasa sakit pada perut bagian atas, tetapi jika diperiksakan ke dokter, tidak ditemukan masalah serius. 2. Sakit kepala Saat seseorang mengalami kecemasan, biasanya akan berdampak pada sisi emosional dan fisik. Hal ini mengakibatkan sakit kepala yang berulang-ulang. 3. Kepanikan Seseorang yang mengalami kecemasan dan kepanikan akan mengalami berbagai gejala psikosomatis yang kompleks, misalnya kesulitan bernafas, jantung berdegup kencang, nyeri dada, pusing dan berkeringat. Orang dengan gangguan panik ini dapat berpotensi mengalami agoraphobia, yaitu

ketakutan ke tempat ramai karena tidak nyaman dengan serangan kepanikan. 4. Kelelahan Tekanan yang kuat akan membuat seseorang mengalami kelelahan yang luar biasa. Ini akan mengakibatkan seseorang sulit konsentrasi, mudah mengantuk dan pelupa. Sumber Psikosomatis Stress menjadi kata kunci yang memicu masalah psikosomatik, karena si individu tidak bisa menahan beban mental yang dialaminya secara psikologis, berimbas kepada tubuhnya. Kekhawatiran yang sering muncul adalah gangguan produktivitas seharihari, ketegangan otot, jantung berdebardebar, kegemukan yang tidak wajar. Dampak serius yang dapat ditimbulkan dari psikosomatis adalah infeksi hingga kemunculan kanker. Beda psikosomatis dengan penyakit biasa? Keluhan penyakit bisa berlangsung lama dan berulang-ulang serta bergantiganti atau berpindah-pindah tempat, dan memang bisa dirasa sangat mengganggu sehingga wajar jika Anda bolak-balik memeriksakan diri ke dokter. Orang yang mengalami psikosomatis mungkin akan sulit membedakan apakah penyakit yang diderita itu psikosomatis atau disebabkan gangguan organis biasa, apalagi jika masalah emosi atau pikiran penyebab sakit itu tidak disadari,

| SUARA KPU | Januari - Februari 2016

Suara Seleb.indd 70

3/8/2016 2:17:20 AM


namun gejalanya terus berlangsung. Mereka tidak mengadaada, atau pasien dari hypochondriac yang membayangkan dirinya menjadi sakit padahal mereka tidak sakit. Mereka adalah korban dari fenomena psikosomatis yang aneh yang merupakan akibat langsung dari gangguan pikiran dan emosi. Lalu, bagaimana cara penyembuhannya? Penderita psikosomatis biasanya merasa kecewa lantaran tidak mendapatkan penjelasan secara medis tentang penyakit yang dirasakan. Hal yang dilakukan selanjutnya adalah mengambil inisiatif untuk berpindah-pindah dokter. Namun ketika hal itu dilakukan, hasilnya akan cenderung sama. Karena si pasien jarang yang mengutarakan konflik dan problemnya kepada dokter. Tapi sebenarnya, penyakit psikosomatis bermula dari masalah kejiwaan, sehingga yang dibutuhkan utama bukanlah obat-obatan klinis. Obat-obatan sesuai gejala fisik maupun psikis hanya merupakan pengobatan pendukung sementara. Salah satu hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi psikosomatis adalah dengan menjalani treatment hipnoterapi. Dengan metode tersebut, kita akan diarahkan untuk mensugesti diri kita dengan hal-hal positif. Hypnotheraphy akan membantu kita untuk melupakan kesedihan dan kekecewaan masa lalu sehingga tidak menjadi bibit penyakit. Tapi yang jauh lebih penting, psikosomatis akan bisa sembuh dengan ibadah dan pola hidup yang baik. Tidak hanya dengan obatobatan, karena psikosomatis tidak hanya soal sakit jasmaniah. Dengan ibadah yang baik, seseorang akan memperkuat mental dan psikisnya, dan mendapat ketenangan. Ibadah adalah amalan yang diniatkan untuk berbakti kepada Yang Maha Kuasa. Serta harus dilengkapi dengan olah raga, pola makan dan tidur yang baik serta penyaluran hobi agar bahagia. Dari guru penyembuhan tersebut kita belajar bahwa sesungguhnya p e n y a k i t

bukanlah musuh kita. Sesungguhnya penyakit adalah sahabat baik yang selalu setia datang untuk mengingatkan kita bahwa ada cara berpikir kita yang salah, ada cara hidup kita yang salah, ada pola makan kita yang salah, ada pola kerja dan istirahat kita yang salah. Ternyata melalui penelitiannya Prof. Masaru Emoto pernah menulis efek pikiran terhadap tubuh sebagai mana yang pernah disharing oleh Mama Nina seorang sahabat facebooker dari Malaysia sebagai berikut: Dalam Buku “The Healing dan Discovering the Power of the Water� (By: Dr. Masaru Emoto) disimpulkan bahwa : 1. Marah selama 5 menit akan menyebabkan sistem imun tubuh kita menjadi lemah selama 6 jam. 2. Dendam dan menyimpan kepahitan akan menyebabkan imun tubuh kita mati. Dari situlah bermula segala penyakit, seperti stress, kolesterol, hipertensi, serangan jantung, rhematik, arthtritis, stroke (perdarahan/ penyumbatan pembuluh darah). 3. Jika kita sering membiarkan diri kita stress, maka kita sering mengalami gangguan pencernaan. 4. Jika kita sering merasa khawatir, maka kita mudah terkena penyakit nyeri bahu atau pinggang 5. Jika kita mudah tersinggung, maka kita akan cenderung terkena penyakit Insomnia (susah tidur). 6. Jika kita sering mengalami kebingungan, maka kita akan terkena gangguan tulang belakang bagian bawah. 7. Jika kita sering membiarkan diri kita merasa takut yang berlebihan, maka kita akan mudah terkena penyakit ginjal. 8. Jika kita suka negative thinking, maka kita akan mudah terkena dyspepsia (penyakit sulit mencerna). 9. Jika kita mudah emosi dan cenderung pemarah, maka kita rentan terhadap penyakit hepatitis. 10. Jika kita sering merasa sombong (tidak pernah peduli) terhadap lingkungan, maka kita akan berpotensi mengalami penurunan kekebalan tubuh. 12. Jika kita sering menganggap mudah/sepele semua persoalan, maka hal ini boleh mengakibatkan penyakit diabetes. 13. Jika kita sering merasa kesepian, maka kita boleh terkena penyakit demensia senelis (berkurangnya memori dan kontrol fungsi tubuh). 14. Jika kita sering bersedih dan merasa selalu rendah diri, maka kita boleh terkena penyakit leukemia (kanser darah putih). Yuk mari kita praktekkan, hindari semua itu. Semoga para sahabat penyakit yang ada di tubuh kita segera pergi seiring dengan usaha kita untuk selalu bersyukur dan berserah diri. Ingatlah akan ada lebih banyak kebahagiaan yang bisa kita ciptakan jika kita sehat. Hidup bersyukur penuh berkah

SUARA KPU | Januari - Februari 2016 |

Suara Seleb.indd 71

71

3/8/2016 2:17:20 AM


SUARA SELEBRITY

Lewat Film Ingatkan Masyarakat Bahaya Korupsi

A

ncaman dan Bahaya laten tindak pidana korupsi di negeri ini perlu terus disebarluaskan kepada masyarakat. Banyak cara untuk melakukannya, salah satunya lewat sinema seperti yang dilakukan artis sekaligus penyanyi Ratna Listy. Baru-baru ini Ibu dari Swara Reiki January dan Swara Keisyah Alma Nova tersebut terlibat dalam penggarapan syuting film berjudul “Pacarku Anak Koruptor”. Ratna mengaku tertarik mengikuti film bergenre drama keluarga itu lantaran ingin menyosialisasikan bahaya korupsi kepada masyarakat dan berkontribusi bagi kebaikan bangsa. Bahkan lebih jauh perempuan yang merintis karir sebagai pemenang bintang radio dan tv se-Jawa Timur itu, ingin terlibat karena sarat akan pesan moral dan kritik sosial. “Yakni betapa korupsi harus dilawan, meski dilakukan oleh ayah (suami) sendiri,” ujar Ratna saat berbincang beberapa waktu lalu. Dalam film tersebut, perempuan kelahiran Madiun 2 Agustus 1973 tersebut berperan sebagai istri dari seorang koruptor kelas kakap (yang diperankan oleh Ray Sahetapy). Anak satu-satunya (diperankan Sabda Ahessa) yang telah tumbuh dewasa justru berseberangan karena tumbuh dan bergaul dengan para aktivis anti korupsi yang telah mengetahui rekam jejak sang ayah. “Dia pacaran dengan seorang demonstran (diperankan Jessica Milla) yang selalu mengganggu usaha ayahnya,” tutur Ratna.

72

| SUARA KPU | Januari - Februari 2016

Suara Seleb.indd 72

3/8/2016 2:17:21 AM


P

emilihan kepala daerah serentak 2015 yang berlangsung aman, lancar dan sukses, mendapat apresiasi dari sejumlah pihak. Terlebih dari masyarakat yang bertindak sebagai pemilih, mereka memberikan apresiasi terhadap kinerja penyelenggara yang dinilai cukup bagus.

AN O Y A N Y SAND

AK T N E R E S ILKADA

INGIN P

N A K N A H A DIPERT

Tak terkecuali artis sekaligus aktor kawakan Sandy Nayoan. Pria kelahiran Jakarta, 18 Oktober 1970 itu menyampaikan apresiasinya kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang telah berhasil menyelenggarakan pesta demokrasi hingga peralihan kekuasaan di daerah dengan aman dan lancar. “Intinya KPU sudah melakukan pekerjaan yang signifikan untuk mengakomodir suara rakyat,” ucap Sandy saat ditemui di Jakarta beberapa waktu lalu. Sandy mengatakan pelaksanaan pilkada secara langsung dan serentak patut dipertahankan di masa akan datang. “Ini suatu pemilihan yang memang kedaulatan rakyat. Rakyat harus memilih, menentukan siapa calon-calon pemimpinnya di daerah masing-masing,” lanjutnya. Kalaupun ada suara-suara yang menyebut pilkada berjalan dengan sejumlah kekurangan, maka menurut aktor yang sempat bermain di film Tutur Tinular itu adalah hal yang wajar. “Kalau mungkin ada kekurangan di beberapa sisi ya itu proses saja dan bisa lebih dibenahi lagi,” tuturnya. Meski demikian, Sandy berpesan untuk pelaksanaan pilkada selanjutnya, evaluasi terhadap pilkada 2015 tetap harus dilakukan. Termasuk penyelenggara yang diharapkan bisa lebih solid dalam bekerja. “Ke depan (pilkada 2017), ini harus lebih solid lagi,” pungkasnya. (didi)

Pevita Pearce

A

Ditantang Berdialog Puitis

ktris Pevita Pearce merasa mendapat tantangan baru saat diberi kesempatan berperan dalam film Aach... Aku Jatuh Cinta. Pasalnya, dalam film yang disutradarai Garin Nugroho itu, artis cantik berusia 23 tahun tersebut dituntut melakukan dialog dengan mengedepankan percakapan puitis yang penuh kiasan. Kendati demikian, ia berhasil melewatinya dengan baik. Karena menurutnya, ia memang seorang yang suka menulis dan membaca puisi. “Aku memang suka berpuisi, tapi untuk menginterpretasikan puisi yang ditulis indah oleh Mas Garin ini challenge-nya,” kata Pevita pada jumpa pers tentang film tersebut di Plaza Indonesia, Jakarta, Jumat (29/1). (bowo) SUARA KPU | Januari - Februari 2016 |

Suara Seleb.indd 73

73

3/8/2016 2:17:21 AM


Poster 1.indd 76

2/20/2016 8:23:26 AM


SUARA PUSTAKA

MERANGKUM SEJARAH PESTA

DEMOKRASI 2014

P Judul Buku Data dan Infografik Pemilu Anggota DPR RI & DPD RI 2014 Tebal 162 halaman Penerbit KPU

Judul Buku Data dan Infografik Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014 Tebal 152 halaman Penerbit KPU

elaksanaan pemilihan umum legislatif dan pemilihan umum presiden (pileg dan pilpres) 2014 yang berlangsung aman dan sukses menyisakan banyak cerita dan peristiwa. Fakta serta data dari pesta demokrasi lima tahunan tersebut laik menjadi bagian sejarah besar Bangsa Indonesia. Buku Data dan Infografik Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014 serta Pemilu Anggota DPR RI & DPD RI 2014 menyajikan rangkuman peristiwa, fakta dan data yang terjadi sepanjang tahun kepemiluan tersebut ke dalam sebuah tulisan. Semua dikemas menarik, lengkap dengan analisa serta dipandu dengan tabel dan bagan yang memudahkan pembaca menerima asupan informasi yang disajikan. Buku Data dan Infografik Pilpres 2014 memiliki tebal 152 halaman, memaparkan berbagai hal, mulai dari profil pasangan calon, visi misi hingga regulasi pada pesta demokrasi kala itu. Dalam buku itu ditampilkan pula infografik mengenai data pemilih, persentase perolehan suara, peta persebaran perolehan suara dan perolehan suara capres maupun capres. Di halaman akhir dipaparkan juga pelaksanaan pilres di luar negeri hingga peta persebaran perolehan suara masing-masing pasangan calon. Sementara itu Buku Data dan Infografik Pileg 2014 menjabarkan berbagai hal mulai dari profil 12 partai politik nasional ditambah 3 partai lokal, tahapan pemilu anggota DPR dan DPD, perolehan suara partai dan persebarannya di setiap daerah. Dengan tebal 162 halaman, buku ini juga secara khusus mengklasifikasi sejumlah hal yang berkaitan dengan pelaksanaan pileg 2014 seperti caleg terpilih berdasarkan usia, agama, pendidikan, pekerjaan, domisili dan jenis kelamin. Diungkap juga caleg dengan perolehan suara terbanyak, terendah, tertua, termuda. Menyikapi aturan 30% keterwakilan perempuan di pileg lalu, disampaikan juga berapa jumlah caleg perempuan yang lolos ke Senayan. Lengkap dengan persentase perolehan suara, jumlah kursi hingg tiga caleg perempuan yang menempati urutan tertinggi perolehan suara nasional. Meski diterbitkan hampir dua tahun paska pileg dan pilpres diselenggarakan, namun tidak mengurangi nilai dari data dan informasi yang disampaikan. Bahkan jika ingin memperdalam literatur dan bekal untuk pelaksanaan pemilu selanjutnya, buku ini patut untuk dibaca. Dian

SUARA KPU | Januari - Februari 2016 |

Suara Pustaka.indd 75

75

3/8/2016 2:18:03 AM


SUARA PUBLIK

Apa Kata Mereka

P

Tentang Pilkada ?

emilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) 2015 telah terlaksana 9 Desember lalu. Berbagai dinamika terjadi sejak awal proses pelaksanaan pesta demokrasi di tiap-tiap daerah di seluruh Indoneisa berlangsung. Mulai dari perdebatan terkait UU Pilkada, hingga perisapan dan tahapan Pilkada. Secara keseluruhan, Pilkada serentak 9 Desember 2015 berjalan dengan aman dan lancar. Meski ada beberapa kendala, seperti sengketa pencalonan yang berlarut-larut hingga menyebabkan diundurnya pemilihan, tapi jumlahnya tidak signifikan dan masih tergolong wajar. Tercatat dari 269 daerah yang menyelenggarakan pilkada, hanya 5 yang sempat harus ditunda yakni Kalimantan Tengah, Fakfak, Pematangsiantar, Simalungun, dan Manado. Kemudian pada sengketa hasil perolehan penghitungan suara Pilakada di Mahkamah Konstitusi (MK), hanya 7 gugatan yang lolos dan memenuhi syarat formal. Meski sebelumnya MK telah menerima total 147 gugatan. Dari 140 gugatan yang tidak memenuhi syarat formal, 5 di antaranya ditarik kembali oleh pemohon, 1 gugatan diperintahkan MK untuk melakukan hitung surat suara ulang, dan 35 gugatan ditolak karena dianggap tidak

memenuhi syarat tenggat waktu. Sedangkan 96 gugatan tidak diterima karena tidak penuhi syarat akibat persoalan selisih suara dan 3 gugatan tidak diterima karena salah objek. Sehingga tersisa 7 gugatan yang lolos memenuhi syarat formal. Pada bulan Februari 2016 ini, para kepala daerah telah dilantik dan mulai menjalankan tugasnya untuk masa jabatan 2015-2020. Kini rakyat menanti realisasi janji para pemimpin daerahnya yang digembar-gemborkan pada masa kampanye. Sistem dan pelaksanan pilkada serentak 2015 memang berbeda dengan pilkada sebelum-sebelumnya. Mulai dari kontruksi hukum hingga pada tataran pelaksanaan dan sebagainya. Meski partisipasi masyarakat di beberapa daerah belum sesuai dengan harapan, namun masyarakat dari berbagai daerah menyambut dengan penuh antusias. Hal ini tampak dari semangat masyarakat mengikuti program-program sosialisasi yang diselenggarakan KPU hingga hastag atau tanda pagar (tagar) Pilkada2015 pada 9 Desember lalu menjadi tranding topik dunia. Bagaimana tanggapan Anda terkait dengan pelaksanaan Pilkada Serentak 9 Desember 2015 lalu?

Kualitas pemilihan kepala daerah harus terus semakin diperbaiki. Sistim pilkada yang telah berlangsung sekarang, saat memasuki era reformasi ini, telah cukup baik. Tetapi bukan artinya berpuas diri karena masih banyak juga ditemukan kecurangan pada pilkada yang berlangsung di beberapa daerah. Menilai itu, ke depan perlu dibuat jaring-jaring sistem penangkal kecurangan pilkada lebih kuat lagi (termasuk pilpres dan pileg). Saya berharap, semakin banyak pemimpin Indonesia berkualitas yang lahir karena sistem pemilihannya semakin baik. Ais Hatala, Direktur Eksekutif Indonesia Lingkungan Hidup Watch (ILW)

76

| SUARA KPU | Januari - Februari 2016

Suara Publik.indd 76

3/8/2016 2:36:47 AM


sumber foto : aktual.com

Menurut saya, jangan selalu menyalahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada penyelenggaraan pilpres, pileg dan pilkada, bila dirasa sedikit kacau. Walaupun KPU juga tidak sepenuhnya sempurna dalam menyelenggarakan pesta demokrasi di Indonesia, namun juga unsur pemerintah pusat dan daerah perlu terlibat dalam mengatur terlaksananya pilpres, pileg dan pilkada yang mekanismenya baik. Segala pesta demokrasi yang berlangsung di Indonesia merupakan tanggung jawab semua, termasuk masyarakat, agar terlaksana baik dan sesuai harapan.

Mulai dari pilpres, pileg dan pilkada ternyata belum menumbuhkan kesadaran berpolitik yang baik dari kalangan pasangan calon, tim sukses, hingga masyarakat pendukung. Cara berpikir mereka masih harus selalu menang, tidak siap untuk kalah. Kalau pasangan calon kalah, maka banyak terjadi konflik. Kondisi seperti ini akan membuat masa depan politik Indonesia terus suram. Penyadaran dan pendidikan terhadap makna pesta demokrasi, menurut saya, harus terus disosialisasikan oleh pemerintah ke lapisan akar rumput.

Angelia Sompie, Karyawati Perusahaan Properti

Saya merasa kecewa kalau ada temuan yang menunjukkan adanya bagi-bagi uang dalam pilpres, pileg maupun pilkada dari tim sukses pasangan calon. Mereka seharusnya meyakinkan masyarakat dengan visi dan misi calonnya agar dapat dipilih. Bukan mencari kemenangan melalui cara yang curang, seperti bagi-bagi uang. Kondisi seperti ini akan membodohi masyarakat terus. Ke depannya, KPU perlu membuat aturan pengawasan lebih ketat terhadap potensi adanya politik uang. Hanifah Syahidah Staf Pengajar

Ajeng Kusuma Wardani Ketua Sekolah Rakyat Rumah Senja

Bagi saya, pemilihan umum (pemilu) langsung merupakan sebuah ajang demokrasi untuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan ketatanegaraan Indonesia yang lebih baik. Masyarakat dapat secara langsung mengenali calon wakil rakyat dan pemimpinnya, bisa memilah mana yang bagus dan tidak, sehingga tidak salah memilih. Terutama pemilih muda, para mahasiswa dan mahasiswi, menurutku wajib mensukseskan dan terlibat dalam pesta demokrasi Pemilu karena sebagai pembelajaran politik awal. Generasi muda bagiku jangan buta politik dan hukum karena masa depan Bangsa Indonesia di tangan pemuda. Elisa Yuliana, Mahasiswi

SUARA KPU | Januari - Februari 2016 |

Suara Publik.indd 77

77

3/8/2016 2:36:48 AM


REFLEKSI

Konsistensi MK di Sidang Sengketa Pilkada 2015 Kabag Advokasi dan Penyelesaian Sengketa Hukum Sekretariat Jendral KPU-RI, Andi Krisna

P

ilkada serentak yang telah dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2015 telah berjalan dengan baik, lancar, aman, kondusif, efisien dan berkualitas, walaupun terdapat banyak dinamika dalam setiap tahapan pelaksanaannya. Harapan yang diinginkan dalam proses demokrasi tersebut tentunya dapat mewujudkan suatu demokrasi yang penuh kedamaian dan bertanggungjawab, sehingga akan terpilih pemimpin daerah yang kredibel dan kapabel. Tentu pada akhirnya pemimpin tersebut dapat membawa kesejahteraan bagi masyarakatnya. Dalam perjalanannya proses demokrasi pada pilkada serentak tahap pertama ini sangatlah dinamis, seperti dalam proses pendaftaran pencalonan. Banyak kejadian yang belum diakomodasi di dalam undang-undang, di antaranya jika terdapat dua kepengurusan parpol yang ganda, paslon tunggal, dan lain sebagainya. Kemudian proses kampanye, pemungutan dan penghitungan suara sampai dengan rekapitulasi penghitungan suara. Dengan pergerakan yang dapat menimbulkan suatu perubahan tentunya akan berimplikasi kepada munculnya pelanggaran dalam pelaksanaan tahapan pilkada. Pelanggaran terhadap pelaksanaan tahapan pastinya harus diselesaikan oleh lembaga-lembaga yang telah ditunjuk, seperti termaktub di Undang-Undang Nomor 1 tahun 2015 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015. Pada UU itu dijabarkan, pelanggaran kode etik diselesaikan oleh DKPP, pelanggaran administrasi oleh KPU provinsi/KPU kabupaten/kota, penyelesaian sengketa oleh Bawaslu provinsi/ Panwaslu kabupaten/kota, tindak pidana pemilihan oleh Kepolisian/PN/PT, sengketa tata usaha negara oleh PTTUN/MA serta perselisihan hasil pemilihan oleh MK. Jika dilihat dari penanganan pelanggaran tersebut dapat dibagi dua jenis, yakni pelanggaran non penetapan perolehan suara (tahapan pencalonan, dana kampanye, kampanye) dan pelanggaran penetapan perolehan suara. Dalam pelaksanaannya penanganan pelanggaran non penetapan perolehan suara telah telaksana dengan baik berdasarkan tahapan waktu yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundangundangan. Namun hal tersebut tidak sejalan dengan penanganan pelanggaran penetapan perolehan suara, lantaran terdapat uji materi terhadap pasal 157 ayat (8) Undang-Undang 8 Tahun 2015 sepanjang kata yang berbunyi “hari” pada UU Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota bertentangan dengan UUD 1945. Akhirnya MK mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian (Putusan MK No. 105/PUU-XII/2015), antara lain untuk pasal 157 ayat (8) yang semula MK memutus perkara

78

PHP paling lama 45 hari sejak diterimanya permohonan menjadi paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja. Pertimbangan kata “hari” menjadi “hari kerja” karena MK akan diprediksi menangani banyak perkara, sehingga diperlukan kecermatan dan ketelitian dalam penanganannya agar sesuai dengan asas peradilan, yakni sederhana, cepat dan biaya ringan. Waktu 45 hari kalender dipandang tidaklah cukup menangani pekara, sehingga perlu diubah hari menjadi hari kerja. Dikabulkannya perubahan hari tersebut dinilai sangat menarik dan menjadi pusat perhatian. Pasalnya, pada penangganan perkara perselisihan hasil penetapan perolehan suara di Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden Tahun 2014, MK mempertimbangkan aspek yang mempengaruhi terjadinya hasil perolehan suara, sehingga kita mengenal istilah pelanggaran bersifat TSM (terstruktur, sistematis dan massif) dan hal itu diterapkan dalam penanganan PHPU di 2014. Dengan putusan MK tersebut, tentunya membuat kita berpikir terhadap aplikasi penerapannya. Apakah MK dalam penanganan perkara perselisihan hasil pemilihan akan menerapkan istilah pelanggaran bersifat TSM, sehingga akan mempengaruhi perolehan suara? Atau MK secara murni akan melihat perbandingan perolehan suara antara penyelenggara dengan pemohon, berdasarkan fakta dan bukti dalam bentuk formulir pemungutan dan penghitungan suara serta rekapitulasi penghitungan suara? Selain itu yang membuat kita semua merasa was-was, apakah MK juga akan melaksanakan secara konsisten amanat Pasal 158 UU Nomor 8 Tahun 2015 terkait pengajuan permohonan bagi peserta pemilihan ke MK? Pada Pilkada Serentak 2015 ternyata jumlah permohonan yang terdaftar di Buku Registrasi Permohonan Perkara (BRPK) pada tanggal 4 Januari 2016 sebanyak 147 permohonan di 132 daerah. Dari jumlah gugatan itu, telah diputuskan 134 permohonan tidak diterima (35 permohonan tidak memenuhi tenggang waktu, 94 permohonan tidak memiliki legal standing, dan lima perkara error in objecto), lima permohonan dicabut oleh pemohon, satu permohonan dilakukan putusan sela dan tujuh permohonan dilanjutkan ke sidang pemeriksaan. Berdasarkan hasil tersebut, MK dinilai telah konsisten melaksanakan aturan perundangan dan tidak mengacu pola sistem TSM karena pola tersebut sudah diakomodir dalam penanganan pelanggaran di luar PHP sesuai amanat UU 8/2015. Putusan tersebut juga menegaskan efektifitas proses penanganan perkara dan efisien dalam hal waktu pelaksanaanya. Dengan pola yang sudah diterapkan itu, kita berharap lembaga peradilan tertinggi ini akan tetap konsisten dalam memutuskan perkara PHP di pilkada selanjutnya. *

| SUARA KPU | Januari - Februari 2016

Refleksi.indd 78

3/8/2016 2:41:44 AM


Poster 1.indd 76

2/20/2016 8:37:47 AM


Poster 5.indd 67

2/23/2016 11:09:51 PM


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.