Buku dari kritis menjadi ekonomis

Page 1



AREAL HUTAN LINDUNG


DAFTAR ISI

Dari Lahan Kritis Menjadi Lahan Ekonomis

Kopi Tak Lagi Terasa Pahit

Kopi Terus Eksis dan Ekonomis


Menyelamatkan Lahan Mendatangkan Keuntungan

Kotoran Sapi Dibuang Sayang

Bertanam Bambu di Banjaran

Sumber dan Referensi Buku Kampung Desa Warnasari. Sebuah Pengalaman Proses Rehabilitasi Lahan Bersama Masyarakat. Indonesia Power, PLN dan LPPM IPB Demonstrating and Piloting the Use of Bamboo for Land Stabilization, Soil Erosion Control and Water Catchment Rehabilitation in Citarum River Basin. Warga Peduli Lingkungan “Sang Pejuang” dari Pangalengan. Dodi Yuniarto

Teks dan Layout ; Diella Dachlan Foto: Veronica Wijaya, Diella Dachlan


Dari Lahan Kritis Menjadi Lahan Ekonomis Jika penduduk sekitar menebang hutan untuk dijadikan ladang sebagai areal garapan untuk menghidupi keluarga, bagaimana menyikapinya? Dilema itulah yang dihadapi oleh para petugas kehutanan di daerah Pengalengan. Tahun 1998, krisis ekonomi dunia juga memberikan dampak bagi Indonesia. Pada saat itu banyak perusahaan yang mengurangi jumlah pegawainya, jatuh bangkrut atau tutup sehingga mengakibatkan banyak terjadi pemutusan hubungan kerja dan pengangguran. Di desa-desa, termasuk Pengalengan, yang terjadi adalah masyarakat mulai melirik hutan sebagai sumber mata pencahariannya. Menebang kayu untuk dijual, membuka lahan hutan untuk dijadikan ladang adalah hal yang umum terjadi. “Jumlah petugas kehutanan dengan jumlah masyarakat perambah tidak sebanding” Kata Pak Rukiman (48 tahun) staf Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PMBH) “Setiap hari selalu ada tunggul-tunggul kayu baru bekas penebangan, lahan di hutan menjadi terang karena penebangan. Pada masa itu kami hanya bersepuluh bertugas mengawasi hutan, sedangkan ada puluhan masyarakat setiap harinya menebang hutan. Kalau dihitung kerugiannya dalam rupiah, mungkin bisa sampai belasan juta setiap harinya”. Akibatnya, dalam waktu dekat, hutan yang semula gelap, sekejap menjadi terang benderang. Lereng-lereng bukit yang ditanami pohon kayu keras, tergantikan oleh berbagai jenis tanaman sayuran seperti kentang, tomat, kol dan lain sebagainya. Lahan-lahan kritis baru bermunculan di Pengalengan. Di sana-sini mulai terjadi longsor. Ketika banjir semakin sering terjadi menyebabkan kerugian yang jauh lebih besar lagi, para pemerhati dan pakar lingkungan menyebutkan bahwa faktor penyebab terbesarnya adalah akibat rusaknya areal hutan lindung akibat alih fungsi lahan dari hutan menjadi ladang, serta bertambahnya lahan kritis.

5


Mengapa dapat terjadi demikian? Tanaman kayu dan tanaman keras lainnya dapat menahan tanah yang longsor terutama di lereng-lereng bukit, menyerap dan menyimpan air. Ketika hutan berganti dengan ladang sayuran, akar tanaman sayuran tidak cukup kuat menahan tanah dan menyimpan air. “Apalagi dengan pola pertanian yang menggunakan banyak pestisida dan obat-obatan kimia lainnya. Tanah jadi kehilangan kesuburannya. Tanah juga tidak tertahan oleh akar yang kuat sehingga tergerus air dan menyebabkan longsor” Cerita Daud Yusuf (35 tahun). Daud Yusuf sendiri yang hijrah ke Pengalengan tahun 1997, termasuk salah satu penggerak masyarakat untuk beralih tanam dari sayuran ke kopi. (LIHAT: Kopi Tak Lagi Terasa Pahit) Seringkali longsor yang terjadi di bantaran sungai, menyebabkan masuknya tanah dalam jumlah besar ke sungai. Lama kelamaan hal ini menyebabkan penyempitan dan pendangkalan sungai. Jadi akibat dan kerugiannya lebih banyak lagi. “Namun sulit bicara kelestarian lingkungan, fungsi hutan, erosi dan konsekuensinya pada saat ada tekanan ekonomi masyarakat”kata Daud.

Berkenalan dengan Tanaman Kopi Melihat semakin banyaknya lahan kritis dan menyadari bahwa tidak mungkin penghijauan atau penyelamatan lingkungan dilakukan tanpa menimbang faktor ekonomi masyarakat, Daud mulai mencari referensi untuk tanaman yang bernilai ekonomi tinggi, tetapi juga dapat hidup dan berproduksi di bawah naungan pohon. Daud sampai pada satu kesimpulan, yaitu tanaman kopi.

6


Dari referensi yang dibacanya dan melalui diskusi serta konsultasi yang dilakukannya, Daud sampai pada kesimpulan bahwa kopi sifatnya multiguna dan cocok dikembangkan di daerah yang memiliki permasalahan spesifik seperti di Pengalengan. Kopi dapat ditanam dibawah tegakan dan keteduhan kayu, hingga memungkinkan ditanam di hutan. Usia produktif kopi dapat mencapai 20 tahun dengan panen pertama setelah masa tanam dapat dilakukan setelah dua tahun. Dalam satu tahun, panen raya bisa berlangsung selama empat bulan. Proses perawatan kopi tidak serumit merawat tanaman sayur dan hasil panennya bisa bertahan lama. Tentu saja ide itu belum lantas serta merta diterima. Ketika Daud menyampaikan ide ini, awalnya Pak Rukiman raguragu untuk meminta ijin atasannya. Kedua, tidak ada jaminan akan berhasil karena masyarakat sudah sangat terbiasa menanam tanaman sayuran dan bukan kopi. Lalu kekhawatiran lainnya adalah tanaman kopi membutuhkan dua hingga tiga tahun sebelum mulai panen. Apa yang dapat dilakukan petani selama masa itu? Meskipun masih sarat dengan keraguan, Pak Rukiman akhirnya menerima ide penanaman kopi dengan persyaratan bahwa kopi akan ditanam di lahan-lahan bekas penebangan kayu. Sebagai uji coba, kopi pun ditanam dengan cara tumpang sari, dengan cara menanam cabai, kol, terong dan tanaman lainnya di bawah pohon kopi tersebut. Hal ini juga baik bagi tanaman kopi itu karena dengan tanaman lain yang ditanam bersamaan, petani akan rajin menyiangi rumput dan member pupuk, yang juga baik bagi pertumbuhan kopi. Meskipun terkesan ideal dan menjanjikan, namun baik para inisiator dan petugas hutan kembali terhenyak ketika dari 98 petani yang diajak untuk ikut dalam program uji coba kopi, hanya 3 orang yang bersedia menanam kopi, yaitu Yu Heriyudin, Enjang Suriyana dan Asep Suparman. Bibit kopi didatangkan dari Aceh Tengah. Pak Nana Hibarna, penduduk asli Pengalengan bertugas di Aceh selama 27 tahun, mendengar adanya inisiatif ini dan membantu mengirimkan biji kopi dari Takengon di Dataran Tinggi Gayo. Bibit kopi itu dikenal dengan nama “Ateng” (Aceh Tengah). 7


Selain itu ditanam juga jenis bibit kopi yang lain seperti Timtim . Jenis kopi di Pengalengan ini adalah jenis Arabica yang cocok ditanam di ketinggian 800 hingga 1.500 di atas permukaan laut. Kata Daud. Permintaan pasar terhadap jenis kopi ini lebih besar, sehingga diharapkan bisa meningkatkan penghasilan petani di sini Penanaman kopi dimulai pada akhir tahun 1999. Pak Rukiman mengaku dirinya mendapat teguran yang cukup keras dari atasannya saat itu yang kuatir penanaman kopi di areal hutan ini menjadi tambahan masalah bagi masalah perambahan dan pembukaan ladang hutan saat itu. Namun setelah beberapa waktu, mulai terlihat tidak adanya tunggultunggul baru bekas kayu ditebang, bahkan para petani mulai ikut menjaga hutan, baru atasan saya mulai mengerti dan bisa menerima. Kata Pak Rukiman.

Ekonomi dan Konservasi Sekaligus Yang mengembirakan adalah Perum Perhutani mengijinkan sebagian kawasan hutannya untuk ditanami kopi dan memberikan hak pengelolaan lahan dengan sistem Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Sistem ini juga mengatur tentang status lahan yang tetap menjadi milik negara, pola kerja sama, hak dan tanggung jawab serta pembagian hasil. Keuntungan lain yang didapatkan adalah, kalau dulu Perum Perhutani mengerahkan petugas keamanan untuk mengamankan perambahan kawasan hutan, dengan adanya kerjasama ini, maka masyarakat ikut membantu mengamankan hutan dan merasa bertanggungjawab terhadap pengamanan hutan. Sejauh ini, Perhutani KPH Bandung Selatan telah menyediakan lahan seluas kurang lebih hampir mencapai 3 juta hektar untuk digarap petani. Panen kopi perdana tahun 2003 disambut dengan sukacita. Meski hasil panen belum banyak, masyarakat sudah bisa merasakan nilai ekonomi yang lebih baik dibanding panen sayuran. Tahun yang sama Gubernur Jawa Barat mengeluarkan Keputusan Gubernur no 522/224/binprod/20 Mei 2003 yang melarang tanaman sayuran dan tumpang sari ditanam di kemiringan lahan 40 persen. Hal ini untuk membantu konservasi lahan dan mencegah erosi.



Pak Rukiman

Pak Nana Hibarna

Pada tahun 2004, untuk pertamakalinya pula masyarakat melakukan panen raya. Bila dihitung, setiap hektar lahan kopi menghasilkan minimal 2,5 ton kopi per musim produksi. Seiring dengan keberhasilan budidaya kopi dan permintaan pasar yang semakin besar, Perum Perhutani KPH Bandung Selatan menjanjikan menambah luas garapan petani sebesar 7.000 hektar dan Unit III Jawa Barat Banten sebesar 20.000 hektar yang tersebar di beberapa kabupaten seperti kabupaten Garut, Sukabumi, Bandung Barat, Cianjur dan kabupaten lain yangg iklim dan ketinggiannya dianggap cocok.


KOPI

Terus Eksis dan Ekonomis

Kini di Pengalengan, ada sekitar 5 pabrik pengolahan kopi. Salah satunya adalah Java Coffee Preanger. Menurut Pak Rudi, Kepala Seksi Pengolahan Java Coffee Preanger, pengambilan biji kopi dilakukan dari 10 Kabupaten di seputar Bandung. Satu kali panen di daerah pengalengan dan sekitarnya bisa mencapai 600-700 ton dalam bentuk biji kopi. Sedangkan dalam bentuk gelondongan atau biji kopi basah, bisa mencapai 3,000 ton. “Walaupun terdengar cukup besar, tapi untuk ekspor, kami tetap harus mengirimkan ke Medan untuk dikumpulkan dan di-cap sebelum dikirim ke luar negeri, karena tetap produksi di Pengalengan ini tergolong masih kecil dibanding dengan Aceh atau Sulawesi” Katanya. Meskipun tak jarang, ada pula pembeli yang langsung membeli biji kopi dari pabrik pengolahan ini. Pabrik pengolahan kopi di Pengalengan ini relatif baru, yaitu sekitar tahun 2005, tak lama dari panen pertama kopi di Pengalengan yaitu pada tahun 2004. Harga 1 kilogram kopi yang sudah di-roasting adalah Rp 80,000. Biji kopi dapat dijual dalam bentuk green bean, atau yang sudah di-roasting.

11


Indonesia merupakan negeri penghasil kopi terbesar ke empat di dunia. Satu-satunya kopi dari Luwak hanya ada di Indonesia dan harganya sangat mahal baik dalam bentuk biji maupun sudah siap diminum dan dijual di gerai kopi Kata Pak Rudi. Yang unik dari biji kopi luwak karena kopi itu berasal dari proses pencernaan Luwak yang dikeluarkan dalam bentuk kotoran. Namun, tentu saja untuk dijual sudah melewati proses pengolahan. Harga biji Kopi Luwak per kilogram mencapai antara Rp 500,000 Rp 1,000,000 per kilogramnya. Pak Rudi mengaku sangat optimis dengan biji kopi. Penikmat kopi semakin banyak di dunia ini. Minum kopi menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat, terutama di perkotaan. Hal ini tentu akan mempengaruhi bisnis kopi ini untuk terus eksis. Katanya.

12


Kopi Tak Lagi Terasa Pahit Bagi Daud Yusuf (35 tahun), kini kopi tidak hanya merupakan minuman yang nikmat diseruput, melainkan juga pengingat akan proses panjang sebuah kegigihan. Tanaman kopi yang terlihat ditanam di daerah perbukitan yang menghampar di Pengalengan tak luput dari cerita awal keterlibatannya dalam memperkenalkan kopi di Pengalengan.

Sejak pindah ke desa Kubangsari, Pengalengan tahun 1997, Daud memperhatikan bahwa perambahan hutan semakin marak karena adanya krisis ekonomi nasional. Dengan perkenalannya dengan petugas-petugas lapangan di Perhutani, Daud pun mendengar keluhan tentang kerugian akibat perambahan hutan. “Dari pencurian kayu, rekan-rekan petugas Perhutani menaksir kerugian dapat mencapai Rp 18 juta perhari”. Jumlah petugas pengamanan hutan tidak sebanding dengan jumlah perambah. Lahan hutan dirambah karena masyarakat selain mengambil kayu, juga akan menggunakan lahan itu untuk bertani, menanam sayuran. “Pengalengan ini adalah basis pertanian hortikultura yang relatif pertanian jangka pendek. Tanaman seperti tomat, wortel dan kentang tidak membutuhkan hutan, karena membutuhkan lahan yang terang” Kata Daud menjelaskan pengamatan dan analisanya saat itu. Selain masalah legalitas lahan, beberapa hal ditemukan Daud selama mencermati lingkungannya, diantaranya, budidaya sayuran yang dilakukan petani selama ini bersifat bongkar pasang atau selalu mengulang pola tanam-panen dalam waktu relatif singkat. Dengan demikian, selain benih, obat-obatan dan pupuk menjadi lebih sering digunakan. Padahal, penggunaan zat kimia yang berkelanjutan akan merusak hara lingkungan dan menjadikannya tandus. Larikan tanam ke arah bawah atau pemotongan kontur lahan juga mempercepat erosi unsur hara. Daud juga mengemukakan bahwa menanam sayur di kawasan hutan kurang baik hasilnya, karena sayuran membutuhkan sinar matahari secara langsung. Akibatnya, banyak petani menebangi pohon agar tanaman sayurnya tersinari matahari. Selain rentan terhadap berbagai hama dan penyakit akibat perubahan iklim, hasil produksi sayuran harus segera dipasarkan karena sifatnya yang cepat busuk. Lebih dari itu, pengolahan tanah yang intensif akan mempengaruhi konservasi lingkungan yang selama ini dilakukan Perhutani. xx


Dari hasil pengamatannya, Daud mulai mencari referensi, baik literatur maupun melalui diskusi-diskusi dengan orang-orang yang ditemuinya. Dari berbagai referensi tersebut, Daud sampai pada kesimpulan bahwa kopi merupakan tanaman yang sepertinya cocok untuk dikembangkan di Pengalengan. Namun merubah kebiasaan masyarakat yang sudah turun temurun dari petani sayur menjadi petani kopi jelas bukan perkara mudah. Teman dan kerabat saya sendiri menyebut saya gila ujar pria kelahiran Tasikmalaya itu mengenang. Pengetahuan tentang kopi juga ia dapatkan dari Ade Wahyar, dosen IPB yang dikenal sebagai dokter kopi di Indonesia. Untuk memperdalam pengetahuannya tentang kopi, Daud juga sampai ikut pelatihan dan studi banding hingga ke Bali dan Sulawesi. Daud juga mulai aktif sebagai fasilitator pendamping masyarakat. Pada tahun 1997-1999, kami hanya dapat membuat kajian partisipatif masyarakat (Participatory Rural Appraisal-PRA). Ini untuk menggali apa yang menjadi harapan masyarakat dan pemerintah . Menurut kesimpulan Daud, harus adanya sinergi antara pemerintah dalam hal ini Perhutani dan masyarakat untuk melestarikan hutan, sekaligus ada nilai ekonomi yang dapat dikembangkan dari upaya bersama itu. Sebagai langkah awal, Daud mencoba masuk melalui kelompok tani yang ada di daerahnya. Tak jarang ia harus turun langsung melakukan pendekatan dari pintu ke pintu, dari keluarga satu ke keluarga lain. D a la m s e ti a p p e r te m u a n D a u d s e la lu menyampaikan panjang lebar tentang manfaat dan keuntungan budidaya kopi. Hasilnya? Dari 98 orang yang tergabung dalam kelompok tani, hanya tiga orang yang memberi respon jelasnya tertawa geli mengenang kejadian itu Mengapa harus tanam kopi?, seperti orang gila saja, demikian kata orang-orang yang saya temui dan ajak untuk mulai menanam kopi. Saya bilang kita kan belum tahu bakal berhasil atau tidak, kenapa tidak kita coba saja dulu ? Cerita Daud mengenang masa-masa awal penanaman kopi. Lahan pekarangan di belakang rumah Daud yang luasnya kurang dari seperempat hektar itu juga ia jadikan lahan percontohan budidaya kopi. Meskipun hanya sedikit petani yang ikut serta dalam penanaman kopi perdana pada akhir tahun 1999, panen pertama kopi terjadi pada tahun 2003 dengan hasil kopi sebanyak 41 ton. Dewan Pengawas Perhutani ikut juga hadir dalam panen xx raya itu.


Sejak itu, luas tanaman kopi di Pengalengan yang dikelola bersama oleh Perhutani dan masyarakat melalui program PHBM ini terus bertambah. Hingga akhir tahun 2008, luas areal tanaman kopi di Kabupaten Bandung mencapai 4.404,5 hektar dan tersebar di 24 kecamatan (Pikiran Rakyat, 24 Mei 2009). Dalam program PHBM ini kegiatannya juga meliputi sosialisasi masyarakat, pendampingan, termasuk juga mengatur hak dan kewajiban masyarakat serta bagi hasil. Sekarang pabrik kopi tumbuh di Pengalengan. Dari tidak adanya pabrik pengolahan kopi, kini ada 5 pabrik kopi. Tanaman kopi pun tidak hanya ditanam di kawasan perhutani, tapi juga di lahan masyarakat dan PLN. Jika setiap hektar dapat ditanami kopi sebanyak 2,000 hingga 2,500 batang kopi, maka jika panen dapat menghasilkan sekitar 5 ton kopi gelondongan. Harga jual kopi gelondongan ratarata adalah sekitar Rp 3.000,00/kg. Sedangkan harga kopi gabah Rp 9.000,00/ kg dan kopi beras Rp 18.000,00/kg. Petani juga bisa memperoleh tambahan pendapatan dari pekerjaan sambilan lain, karena masih banyak waktu luang dimiliki, misalnya beternak, menjadi tukang ojek, usaha pupuk organik dan lain sebagainya. Daud kini mulai bisa bernafas lega. Kegilaannya berbuah manis. Sekitar 3.000 kepala keluarga yang tersebar di Bandung Selatan memetik manfaat menanam kopi dengan lahan garapan setengah hingga satu hektar per orang. Kegigihannya berbuah manis. Tahun 2004 Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) binaannya menjadi juara III dan pada tahun 2006 menduduki peringkat I dalam ajang penghargaan konservasi dan reboisasi tingkat nasional. Daud pun dinobatkan menjadi Tenaga Pendamping Masyarakat (TPM) terbaik di lingkungan Perhutani Jawa Barat dan Banten tahun 2007. Bahkan, lokasi lahan di Kubang Sari seluas 54,51 ha kini dijadikan sebagai lahan percontohan. “Sekarang banyak orang yang datang ke sini baik untuk berkunjung atau studi banding, dari petani hingga menteri. Ini adalah mutiara kecil yang harus kita kembangkan. Kopinya bagus, hutannya mulai bagus kembali dan masyarakat secara ekonomis juga terbantu.” Kata Daud tidak berusaha menutup kegembiraannya. Jerih payah Daud Yusuf, dapat mengubah pahitnya kopi menjadi manis.


xx


Menyelamatkan Lahan, Mendatangkan Keuntungan Siapapun yang berkunjung ke Danau Cileunca dan Cipanunjang di daerah Pengalengan Jawa Barat, akan setuju jika daerah ini memiliki pesona alam yang memikat dengan udara yang sejuk dan hamparan perbukitan. Danau yang cukup luas ini, selain indah dan cocok untuk tempat berwisata, airnya pun dimanfaatkan sebagai pembangkit tenaga listrik. Meski dikelilingi oleh lereng-lereng bukit dan pemandangan yang indah, namun jika dicermati lebih dalam, lereng-lereng bukit yang sebagian besar ditanami sayuran ini sesungguhnya tidaklah terlalu ramah bagi lingkungan, termasuk xx bagi kedua danau yang ada di sana.


Mengapa demikian? kegiatan menanam dan usaha tani sayuran dan hortikultura di lereng-lereng bukit ini sedikit banyak menyumbang dan mendorong terjadinya erosi dan sedimentasi pada Danau Cileunca dan Cipanunjang. Sayuran ini meski menghasilkan bagi masyarakat, ternyata cara pengolahannya yang kurang baik malah mengakibatkan berkurangnya debit air di danau tersebut. Danaunya jadi dangkal. Kata Pak Pak Edi Mulyadi Kepala Desa Margaluyu. Disini sering terjadi longsor, karena tanahnya erosi . Kualitas air danau ini pun diperburuk oleh kotoran ternak sapi yang selama bertahun-tahun dibuang langsung ke danau. Selain itu penanaman sayuran di lereng bukit dan penggunaan obat-obatan kimia dalam jangka waktu panjang mengakibatkan terkikisnya tanah, sehingga terjadi erosi dan longsor yang juga masuk ke dalam danau. (banyak pertanian yang dilakukan di seputar danau). Debit air danau di musim kemarau semakin berkurang lagi karena penyedotan air untuk menyiram tanaman sayuran. Jika rata-rata satu hektar tanaman kentang membutuhkan sekitar 25,000 liter setiap harinya, maka debit air yang berkurang ini juga dapat mempengaruhi pasokan listrik yang tenaga pembangkitnya menggunakan tenaga air. Hal ini-lah yang dialami oleh PLTA Plengan di Pengalengan. Masyarakat di sekitar sini sudah turun temurun bertanam sayuran Kata Didin Rosidin, Fasilitator Lapangan di Desa Warnasari. Ketika ada pendekatan ke masyarakat untuk beralih tanam dari sayuran ke tanaman keras, seringkali malah penolakan yang terjadi karena alas an ekonomi . Didin menjelaskan bahwa sayuran relatif cepat berproduksi dan menghasilkan, sementara tanaman keras lama berproduksi atau malah tidak ada nilai ekonominya bagi masyarakat. Hal ini yang mungkin dapat menjelaskan mengapa kegiatan penghijauan yang dilakukan oleh Indonesia Power sebelumnya tidak terlalu berhasil. Tanamannya diganti lagi dengan tanaman sayuran Cerita Didin. Namun, untungnya PT Indonesia Power tidak berhenti sampai di situ. Melalui program Corporate Social Responsibility (CSR), PT Indonesia Power melakukan kegiatan pendampingan dan penanaman tumpang sari di beberapa desa seperti desa Warnasari, Pulosari, Sukaluyu, Margamekar dan Margaluyu di kawasan seputaran danau Cileunca dan Cipanunjang. Kawasan Pengalengan juga termasuk di dalam hulu DAS Sungai Citarum.

18


masyarakat, adanya pola pembimbingan yang intensif dari pendamping atau dinas terkait mengenai teknik bertani yang efektif, pembagian hasil yang jelas dan menguntungkan dan lain sebagainya.

Program ini bernama Langkah Aksi PLN Peduli Bersama Masyarakat Dalam Menangani Lahan Kritis . Bekerjasama dengan Lembaga Pengabdian Masyarakat Institut Pertanian Bogor (LPPM IPB), PLN dan dibantu oleh fasilitator lapangan, maka dibuatlah kegiatan pengkajian terhadap kondisi atau karakteristik lokal dengan pendekatan berbasis masyarakat setempat. Sehingga dapat terpetakan potensi, kendala dan harapan-harapan masyarakat. Selain mendapatkan gambaran dan pemetaan kondisi dari situasi setempat, hal ini juga mulai menjadi sinkronisasi antara PT Indonesia Power dengan masyarakat untuk mulai memelihara kualitas da n k u a n ti ta s da n a u da n s a m a - s a m a menguntungkan Didin memaparkan. Proses pengkajian dan pemetaan ini dilakukan pada bulan Juni 2007.

Tahapan akhir dari pelaksanaan pengkajian desa ini adalah membuat rencana desa secara partisipatif, antara masyarakat, PT Indonesia Power dan LPPM IPB dibantu oleh para fasilitator lapangan. Yang penting petani dan PLN sama-sama diuntungkan. Pada tahun 2008 dimulai penanaman tumpang sari antara tanaman kopi dengan tanaman lainnya. Cerita Pak Edi Mulyadi Kepala Desa Margaluyu. Dari tanam hingga panen sekarang, petani sudah mulai merasakan hasilnya. Kalau di kampung kami, k o p i d i ta n a m 2 . 5 ta h u n s u da h b i s a dipanen.sedangkan tomat, kol, cabe dan terong yang ditanam tumpangsari dengan kopi bisa dipanen sekitar 3-4 bulan Kata Pak Agus petani dari desa Margaluyu.

Dari pengkajian dan penggalian bersama masyarakat pun didapat pula informasi sejarah desa itu, misalnya di desa Warnasari. Masyarakat menceritakan bahwa tahun 1930-1980 lahan hutan masihlah sangat baik, ketersediaan air cukup dan tidak ada masalah dengan kekeringan. Sektor peternakan mulai berkembang dan mencapai puncaknya di desa Warnasari dan di Pengalengan pada umumnya yaitu periode 1960-1980. Sedangkan kegiatan pertanian terus meningkat sejak tahun 1960 hingga sekarang. Kekeringan di danau mulai terjadi pada tahun 1965, dan longsor terjadi pada tahun 1985 yang sempat membuat beberapa ruas jalan terputus. Permasalahan lingkungan yang mengakibatkan kerugian semakin sering terjadi pada dua dasa warsa terakhir ini.

Sekarang ini belum ada kendala berarti . Belum ada hama, panennya bagus, masyarakatnya mulai ngerti. Mudah-mudahan ke depannya bisa bagus terus begini Kata Pak Agus berharap. Pada bulan Mei 2010 ini, petani di seputar Danau Cileunca dan Cipanunjang menyambut gembira panen raya. Bersamaan dengan panennya sayuran, biji kopi sudah banyak yang berwarna kemerahan, tanda siap dipetik.

Dari pemetaan ini pun didapatlah informasi bahwa masyarakat menginginkan adanya kerjasama yang jelas dan adil antara PT Indonesia Power dan 19


Sekilas Tentang Indonesia Power Indonesia Power adalah salah satu anak perusahaan PT PLN (Persero) yang didirikan pada tanggal 3 Oktober 1995. Sejak 3 Oktober 2000 berganti nama dari PT PLN Pembangkitan Jawa Bali I menjadi Indonesia Power. Hal ini sebagai penegasan atas tujuan perusahaan yang menjadi perusahaan pembangkitan tenaga listrik independen yang berorientasi bisnis murni. I n do n e s i a Po we r m e r u p a ka n p e r u s a h a a n pembangkitan tenaga listrik terbesar di Indonesia yang mensuplai sekitar 44 % kebutuhan listrik di Pulau Jawa dan Bali. Untuk mengelola 133 mesin pembangkit dengan total kapasitas terpasang sekitar 8.887 MW, Indonesia Power memiliki 8 unit bisnis pembangkitan yang tersebar di berbagai lokasi di Jawa dan Bali, serta satu unit Bisnis Jasa Pemeliharaan. Program Langkah Aksi PLN Peduli Bersama Masyarakat dalam Menangani Lahan Kritis di Kawasan DAS Citarum yang berlokasi di Situ Cileunca dan Situ Cipanunjang Pengalengan Jawa Barat ini merupakan salah satu kegiatan PLN Peduli Lingkungan dan Masyarakat di dalam memulihkan lahan kritis.

20


KOTORAN SAPI DIBUANG SAYANG Ayo ikut saya ke kandang Ajak Pak Agus, petani pupuk kandang di desa Wanasari, dengan ramah. Di belakang rumahnya terdapat kandang sapi. Ada 4 ekor sapi di dalam kandang. Dulunya saya buang disini kotoran sapinya, tinggal dialirkan ke selokan ini langsung ke danau itu . Pak Agus menjelaskan Satu ekor sapi menghasilkan 15 kilogram kotoran setiap harinya. Jadi kalau di kandang saya saja sudah ada 60 kilogram kotoran setiap harinya Padahal ada ratusan kandang sapi di daerah Pengalengan. Bertahuntahun kotoran sapi itu langsung dibuang ke danau. Tak heran jika dalam waktu singkat, terjadi pencemaran kualitas air danau dan juga pendangkalan. 21


Saya mulai usaha pupuk sejak tahun 2007, setelah bertemu dengan Pak Didin Rosidin. Saya ikut pelatihan pembuatan kompos. Termasuk juga pembuatan pupuk kompos dari cangkang kopi. Cerita Pak Agus. Pak Agus mulai mengumpulkan kotoran sapi dari kandangnya, juga kandang-kandang sapi milik tetangganya. Sekitar 40 kg kotoran sapi harganya Rp 3,000. Dari pelatihan itu pula, pak Agus mengetahui bahwa dalam pembuatan pupuk kandang juga dibutuhkan proses fermentasi sebelum pupuk dapat digunakan. Fermentasi kotoran sekitar beberapa minggu dengan menggunakan campuran urea dan kapur. 1 ton pupuk kandang hanya membutuhkan sekitar 2 kg urea. Usaha saya ini pelan-pelan saja. Tapi Alhamdulillah, sekarang ada 12 pekerja di sini dan saya sudah kontrak dengan pabrik 100 ton per bulan Kata Pak Agus. Sekarang Pak Agus tidak lagi membuang kotoran sapi dari kandangnya langsung ke danau. Kotoran sapi kalau dibuang sayang, karena kalau diolah sedikit saja, sudah bisa jadi penghasilan yang lumayan . Air danau pun tidak lagi tercemar oleh kotoran sapi.

xx


Bertanam Bambu di Banjaran

Desa Mekarjaya , kecamatan Banjaran dapat dicapai melalui jalan dari Bale Endah menuju ke Pengalengan, Kabupaten Bandung. Memasuki Kampung Pasirbungur, salah satu dusun di Desa Mekarjaya, terlihat bukit-bukit tandus dengan warna tanah kemerahan yang menjadi warna dominan. “Bukit-bukit ini dulunya hutan, seperti itu” Kata Pak Aep Petani di Pasirbungur yang sudah tinggal sejak tahun 1950-an, menunjuk hutan lindung milik Perhutani yang berbatasan dengan Kampung Pasirbungur. “Lihat sekarang, yang rimbun hanya di puncak bukit itu, itu juga hanya sedikit” katanya. Menunjuk daerah rimbun di atas bukit yang sangat kontras dengan lahan kosong di sekelilingnya. Perkenalan warga Pasirbungur dengan bambu adalah ketika Pak Sunardhi Yogantara atau yang sering dikenal sebagai Pak Yoga, ketua Warga Peduli Lingkungan, sebuah organisas komunitas yang bergerak di bidang lingkungan. Dari hasil pemetaan, diketahui bahwa luas lahan kritis di Desa Mekarjaya ini mencapai 25 hektar . Penanaman bambu ini setelah melakukan kajian dan pemetaan partisipatif bersama masyarakat. Selain sebagai penahan erosi, menstabilkan lahan dan menyimpan air, bambu juga dikenal memiliki nilai ekonomis tinggi yang dapat diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat desa.

23


Program penanaman bambu ini dilakukan pada tahun 2009 sebagai Pilot Demonstration Activities (PDA) yang didanai oleh Asian Development Bank (ADB). Kegiatan dilakukan di 3 dusun di desa Mekarsari yaitu kampong Pasir Bungur, Pasir Salam dan Pasir Pendeuy. Bambu ditanam di daerah tangkapan air di sub-DAS Cisangkuy. Lahan kritis seluas 4 hektar yang digunakan untuk kegiatan ini adalah lahan carik atau lahan milik desa. Persiapan program termasuk pendampingan dan pelatihan masyarakat dilakukan sejak Maret 2009. Pelatihan masyarakat ini pun dilakukan di lapangan sehingga disebut juga sebagai “Sekolah Lapang”. Pada periode April hingga Oktober 2009, ada sekitar 6250 bambu yang ditanam di desa Mekarsari dan juga sekitar 17,000 rumpun vetiver. Dalam pemilihan jenis bambu dan penanamannya, kegiatan ini dibantu oleh Prof.Dr.Elizabeth Wijaya, ahli bambu dari Institut Pertanian Bogor (IPB). Awalnya ada sekitar 6 jenis bambu yang dikembangkan, yaitu 1.Bambu Gombong (Gigantochloa Pseudoarundinacea). 2. Bambu Tali (Gigantochloa Apus) 3. Bambu Ater/Buluh (Gigantochloa Atter) 4. Bambu Haur Hijau/Ampel (Bambusa Vulgaris Schard) 5. Bambu Haur Kuning dan 6. Bambu Pringandani.

xx


Tapi kini ada 4 jenis bambu lagi yang juga d i ta n a m d i da e r a h i n i . P e n du du k menamakannya Bambu Hitam, Biung, Temen dan Tamiang. Kegunaan bambu ini macam-macam. Kata Pak Enjang Caryana atau Pak Enjang, petani sekaligus kordinator kelompok petani. Misalnya bambu Tamiang itu bisa dibuat untuk suling nantinya, bambu Temen dan Gembong untuk bangunan, sedangkan bambu Tali untuk dibuat anyaman Penanaman bambu dilakukan dengan jarak tanam sekitar 5 -6 meter. Untuk perawatannya pun tidak sulit. Kami juga membuat nursery untuk bermacammacam jenis bambu ini Kata Dian, fasilitator WPL yang hari itu mendampingi ke lapangan. Kami juga membuat kolam tampung air. Sumber airnya menggunakan selang dari mata air di atas sana itu. Tujuannya untuk menyimpan air, terutama untuk musim kering

25

Dian juga menunjukkan tanaman vetiver(akar wangi) yang sedang disiram. Tanaman vetiver ini bagus untuk stabilisasi tanah, seperti yang Anda lihat, tanah disini tandus dan tidak stabil. Kita berharap vetiver ini cepat tumbuh sehingga akarnya dapat menahan erosi tanah yang menyebabkan longsor Jelas Dian.


Selain kegiatan fasilitasi masyarakat dan kegiatan pelatihan kerajinan bambu yang akan dilakukan di bulan Mei 2010 ini, kegiatan rutin masyarakat Pasir Bungur adalah menyiangi tanaman hama dan membersihkan lahan. Kami sebut Rabuan karena kegiatannya itu hampir setiap hari Rabu dan gotong royong Kata Pak Enjang. Ada sekitar 110 KK di Pasir Bungur ini yang terlibat di dalam program penanaman bambu. Pelatihan Bambu, Budidaya, Manajemen Pengelolaan Rumpun & Konservasi, Pengawetan, Furniture & Konstruksi. Pelatihan dilaksanakan di Pasirbungur 17-20 Mei 2010. Sebanyak 63 peserta pelatihan terdiri dari anggota kelompok pembudidaya, unsur Karang Taruna Desa, LMDH Mekarjaya, perwakilan SMK Cibaribis, BPD dan LKM Desa Mekarjaya serta perwakilan PKK Desa.

Foto: WPL

26


Meskipun hari itu hari Kamis, terlihat sekitar 10 petani sibuk membersihkan lahan. Dengan nyanyian bersahut-sahutan dan harumnya wangi ubi dan penganan tradisional yang disiapkan di saung bambu untuk disajikan ketika istirahat, sungguh menambah semangat pagi hari. Tanaman bambu yang masih berusia beberapa bulan itu masih belum dapat menutupi lahan-lahan gundul yang mudah dilihat di Desa Mekarsari. Demikian juga dengan tanaman vetiver yang terlihat berjajar di tepi-tepi tanggul tanah yang miring. Kami tahu bahwa bambu butuh waktu sekitar 34 tahun untuk tumbuh dan besar Kata Pak Enjang. selama masa itu, kami akan terus bertani sawah dan bertanam palawija untuk mencukupi kebutuhan keluarga . Pak Enjang menunjukkan ke salah satu rimbunnya hutan bambu yang terdapat di dekat kampungnya. Biasanya di dekat pohon bambu ada sumber air. Di sungai kecil itu rimbun dengan bambu. Kami berharap semoga air terus mengalir ke kampong ini dan lahan kritis akan hijau lagi Kata Pak Enjang menutup perbincangan.


xx







Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.