Kelas Inspiratif!
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Kelas Inspiratif! Tim Penulis: Erna Hamidah Dadan Rani Nurhayati Aji Jehan Fellani Ivan Sofyan Amalia Rahisa Dewi Cicin Kuraesin Tintin Sri Suprihatin Kartika Arum Hendra Sanjaya R.R. Purnomowulan Nonny Irayanti Winy Mustikasari Trisna Kristiana Anis Widjiyanti Atin Supartini Sulistiyani Dyah Purwaningsih
Editor: Dadan Nonny Irayanti
Desain Sampul: Dadan Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak buku ini sebagian atau seluruhnya, dalam bentuk dan dengan cara apa pun, baik secara mekanis maupun elektronis, termasuk memfotokopi, merekam dan lain-lain tanpa izin tertulis dari penerbit.
Š2018, Penerbit Alfabeta, Bandung
i
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Judul Buku Penulis Penerbit
: Kelas Inspiratif! : Erna Hamidah, Dadan, Rani Nurhayati, dkk. : ALFABETA, cv Jl. Gegerkalong Hilir No. 84 Bandung Telp. (022) 2008822 Fax (022) 2020373 Website: www.cvalfabeta.com E-mail: alfabeta@yahoo.co.id Cetakan pertama : Juli 2018 ISBN : Anggota Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI)
ii
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Tentang Kelas Kreatif Kelas Kreatif adalah sebuah Virtual Learning Community (VLC), terdiri atas guru-guru, dosen, dan pemerhati pendidikan yang sebelumnya pernah mengikuti kegiatan Education Development Project (EDP) 2008-2018. Visi dari komunitas ini salah satunya adalah menyediakan sebuah sarana pengembangan profesional secara informal berbasis kolaborasi untuk guru-guru saling berbagi, berdiskusi, belajar dan berkembang bersama. Diharapkan guru-guru yang terlibat bisa menjadi lifelong learner yang melakukan refleksi terhadap praktik mengajar masing-masing kemudian melakukan ‘riset’ terhadap teori, strategi, dan metode pembelajaran yang kreatif, inovatif juga interaktif- mengimplementasikannya di kelas- dan tujuan akhirnya adalah menghasilkan sebuah kelas yang menginspirasi bagi siswa-siswinya. Ini adalah buku kedua yang diterbitkan. Buku pertama didistribusikan gratis dan dapat dibaca secara online di tautan: https://issuu.com/dadan.ckl/docs/kelas_kreatif atau di laman www.kelaskreatif.org.
Dadan www.kelaskreatif.org
iii
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Daftar Isi 1 Menginisiasi Webquest di Kelas VII (Describing People) Erna Hamidah (SMP Negeri 51 Bandung) … [1] 2 Strategi Apersepsi dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Dadan (Bandung Independent School) … [6] 3 Penggunaan Media Sosial Whatsapp untuk Mendukung Pembelajaran Listening Rani Nurhayati (SMA Negeri 2 Majalaya) … [10] 4 Modalitas Peserta Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB); Contingency or Necessity Rani Nurhayati (SMA Negeri 2 Majalaya) … [16] 5 Upaya Meningkatkan Kemampuan Pelafalan Bahasa Inggris Siswa melalui Metode Membaca Nyaring dalam Pembelajaran Teks Naratif Aji Jehan Fellani (SMPN 1 Saguling) … [22] 6 Penggunaan Kahoot! dalam pembelajaran Reading Ivan Sofyan (SMAN 1 Sukatani Purwakarta) … [25] 7 Meningkatkan Kemampuan Berbicara Bahasa Inggris melalui Penggunaan Comic Strip Berbahasa Inggris Amalia Rahisa Dewi (SMPN 45 Bandung) … [33] 8 iv
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Penggunaan Teknik Read and Run untuk Meningkatkan Motivasi Belajar dalam Pembelajaran Reading Comprehension Amalia Rahisa Dewi (SMPN 45 Bandung) … [36] 9 Pembelajaran Berbicara Menggunakan Hot Seat Game Ivan Sofyan (SMAN 1 Sukatani) … [40] 10 Is It Time to Stop, Review or Move on? Strategi untuk Mengukur Tingkat Pemahaman Siswa Cicin Kuraesin (SMAN 27 Bandung) … [43] 11 Gaya Belajar? Kenali Yuk! Tintin Sri Suprihatin (SMP Negeri 9 Bandung) … [49] 12 Two-Faced Card Membuat Diskusi Menjadi Lebih Hidup Kartika Arum (SMP Negeri 1 Padalarang) … [56] 13 Cooperative Learning melalui Strategi Numbered Head Together (NHT) Hendra Sanjaya (SMP Negeri 4 Lembang) … [60] 14 Serupa tapi Tak Sama (Analisis Perbandingan Metode Mengajar Kelas Paralel) R.R. Purnomowulan (SMP Negeri 19 Bandung) … [64] 15 Pemanfaatan Google Dokumen dalam Penilaian Formatif Dadan (Bandung Independent School) … [69] v
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
16 Learning by Doing dalam Pembelajaran Kontekstual Nonny Irayanti (Penulis Independen) … [72] 17 Pembelajaran Efektif dan Kontekstual melalui Interdiscplinary Teaching Winy Mustikasari (SMA Negeri 1 Parongpong) … [77] 18 Clear Only If Known (COIK) – Pentingnya Instruksi yang Jelas dalam Pembelajaran Bahasa Inggris Trisna Kristiana (SMP Negeri 2 Cipatat) … [80] 19 Teknik Bertanya untuk Memaksimalkan Pembelajaran Anis Widjiyanti (SMK Negeri 1 Kota Sukabumi) … [85] 20 Guessing Games sebagai Satu Alternatif Memotivasi Bertanya dan Menggambarkan Benda dalam Pembelajaran Teks Deskriptif Atin Supartini (SMA Negeri 2 Majalaya) … [91] 21 Teaching to Stimulate Critical Thinking through Video Sulistiyani Dyah Purwaningsih (Penulis Independen) … [95]
Daftar Pustaka … [100] Biodata Penulis … [108]
vi
1 Menginisiasi Webquest di Kelas VII (Describing People) Erna Hamidah SMP Negeri 51 Bandung
Pendahuluan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 dengan jelas menyebutkan bahwa salah satu prinsip pembelajaran yaitu adanya pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran, disebutkan lebih lanjut bahwa penerapan TIK secara terintegrasi, sistematis dan efektif sesuai dengan situasi kondisi merupakan salah satu prinsip penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran. Secara eksplisit, regulasi tersebut telah ‘memerintahkan’ guru Indonesia untuk mengintegrasikan TIK ke dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan di kelas. Oleh karena itu, sikap terbaik yang dapat dilakukan oleh semua praktisi pendidikan adalah menjawab tugas mulia tersebut dengan berkata ‘Let’s do it’. Menunggu kesiapan dan kemantapan diri untuk mengintegrasikan TIK ke dalam pembelajaran, hanya akan menunda terciptanya suatu pengalaman pembelajaran yang begitu berharga bagi peserta didik. Melalui learning by doing, guru akan berproses dan menemukan formula terbaik dan menentukan tahap pengintegrasian yang sesuai untuk diterapkan di kelas. Erben, dkk., (2009), mendaftarkan sembilan strategi pengintegrasian TIK ke dalam pembelajaran, terbentang dari TIK yang total digunakan guru sampai ke tahap TIK digunakan sepenuhnya oleh peserta didik. Lebih lanjut, Erben menekankan bahwa untuk mengintegrasikan TIK pada fase awal (perkenalan) tidak diperlukan penyajian materi dan keterampilan TIK yang luar biasa. Berikut adalah kontinum pengintegrasian TIK tersebut:
1
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Terdapat dua prinsip yang harus diperhatikan tatkala guru hendak mengintegrasikan TIK ke dalam pembelajarannya (Chapelle, 2003). Prinsip pertama yaitu untuk memahami level literasi TIK peserta didik yang dapat diperoleh melalui needs assessment, yang mana hasilnya akan sangat menentukan apa dan bagaimana bentuk pengintegrasian TIK yang memadai ke dalam pembelajaran pada kelas terkait. Prinsip kedua adalah bagaimana memilih materi yang sesuai dengan potensi belajar peserta didik dan juga level literasi TIK mereka. Erben, dkk. (2009) menyarankan bahwa dengan menggunakan materi pembelajaran yang kontekstual dan terarah akan membuat peserta didik dapat menerapkan pengetahuan yang mereka peroleh ke dalam tugas belajar bahasa mereka. Bagi pembelajar bahasa Inggris, ada beberapa potensi aktivitas yang dapat dilakukan: Bagi pembelajar bahasa pada tahap preproduksi (level 1), pilihlah teknologi yang menyajikan teks yang disertai gambar; bagi pembelajar bahasa pada tahap produksi awal (level 2), pilihlah teknologi yang mendorong penguasaan vocabulary, grammar, dan pemerolehan kegiatan menyimak; bagi pembelajar bahasa pada tahap fluency (level 3), gunakan teknologi yang berfungsi untuk mendorong penguasaan keterampilan berbicara, membaca, dan menulis; bagi pembelajar bahasa pada tahap emergent (level 4), untuk mendorong penguasaan materi pembelajaran yang lebih spesifik maka gunakan teknologi yang memuat semua modalitas. Suatu hari, dengan berbekal semangat menunaikan ‘perintah’ untuk men-TIK-kan pembelajaran dan mencari salah satu cara yang paling effortless dimana guru tidak 2
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
harus mempersiapkan sumber pembelajaran, maka diputuskanlah untuk menggunakan media internet yang tampaknya menyediakan segala kebutuhan/sumber belajar dan didukung pula oleh level literasi TIK peserta didik kelas VII yang memadai untuk melakukan kegiatan ini. Hari itu, dengan tujuan pembelajaran untuk mencari informasi mengenai satu teks interpersonal maka peserta didik diminta untuk berselancar di dunia maya untuk mencari dua sampai tiga sumber belajar terkait. Namun, peserta didik ternyata menghadapi kendala dalam menentukan sumber belajar mana yang sesuai, dengan waktu yang tidak sedikit, peserta didik bahkan terancam terkena paparan situs-situs yang ‘tidak jelas’ dan cenderung ’berbahaya’. Singkatnya, ada kebutuhan untuk mencari cara yang dapat memitigasi juga menanggulangi kendala-kendala tersebut. Akhirnya sampailah pada satu media berbasis internet, yaitu webquest yang dikatakan dapat mengatasi isu yang ada. Webquest merupakan format pembelajaran berbasis web yang melibatkan subjek ‘peserta didik’, objek ‘tugas atau aktivitas’, dan mediasi artefak ‘sumber belajar yang berasal dari web’ (Tahang, 2008). Webquest merupakan media yang dapat mengintegrasikan materi pembelajaran dengan teknologi (Smith-D’arezzo, 2002), menciptakan materi pembelajaran yang menarik bagi peserta didik (Castaniova, 2002; Lara & Reparaz, 2005), dan menyatukan pembelajaran yang paling efektif dalam satu kegiatan pembelajaran terpadu (Dodge, 1997). Webquest biasanya terdiri atas empat bagian yaitu introduction, task, process dan evaluation yang setiap bagiannya disertai dengan deskripsi. Laman Webquest dipersiapkan dengan baik sebelum dapat diimplementasikan di kelas. www.zunal.com adalah salah satu laman tidak berbayar yang menyediakan laman pembuatan webquest. Tampilan webquest:
3
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Beberapa kelebihan yang dimiliki Webquest antara lain: Aman. Peserta didik terhindar dari mengakses sumber belajar yang ‘berbahaya’ karena tautan-tautan sumber belajar sudah melalui proses review terlebih dahulu; Hemat waktu. Peserta didik langsung memfokuskan perhatian pada tautan sumber belajar yang disediakan tanpa harus menyisihkan waktu untuk mencari sumber terkait lainnya; Variatif. Peserta didik memperoleh beragam tautan sumber belajar dan berlevel dari yang sederhana – kompleks; Jelas. Peserta didik memperoleh instruksi tugas yang jelas dari deskripsi yang diberikan; Kooperatif. Peserta didik berkesempatan untuk bekerjasama dengan rekan peserta didik lainnya.
Implementasi di Kelas Langkah 1. Pra-kegiatan kelompok Kegiatan webquest yang dilakukan kali ini disertai dengan strategi numbered head together untuk mengoptimalkan pembelajaran kelompok yang akan dilakukan, sehingga guru harus memastikan peserta didik dapat memahami bagaimana strategi ini dilaksanakan. Langkah 2. Pembagian Kelompok Satu kelompok terdiri dari 5 orang peserta didik, dalam hal ini disesuaikan dengan jumlah tautan sumber belajar yang disediakan. Guru mempersilakan peserta didik dengan kelompoknya untuk mengakses tautan webquest untuk melihat apa dan bagaimana tahapan pembelajaran akan dilakukan. Langkah 3. Numbered head together Setiap anggota kelompok memilih nomor 1 s.d 5 untuk menentukan sumber belajar yang harus dikuasai. Setiap peserta didik yang memilih nomor yang sama dari tiap-tiap kelompok berkumpul untuk mengakses satu tautan sumber belajar (peserta didik bernomor satu bertugas mengakses tautan sumber belajar for head number one, bernomor dua agar mengakses for head number two, begitu juga dengan yang bernomor tiga, empat, dan lima), mendiskusikan dan memahami sumber belajar yang diperoleh. Setiap kelompok bernomor (1 s.d 5) harus mempresentasikan sejauh mana pemahamannya atas sumber belajar tersebut. Setelah itu, setiap anggota kelompok bernomor sama bergabung kembali ke kelompok semula. 4
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Langkah 4. Memilih misi/tugas Setiap anggota menjelaskan tentang sumber belajar yang telah ia pahami secara bergiliran. Kemudian, setiap kelompok diminta mengakses laman task pada webquest untuk menentukan jenis tugas yang akan diselesaikan, mengakses laman process dan laman evaluation untuk memastikan tahapan kegiatan dan kriteria penilaian untuk misi/tugas yang diberikan. Langkah 5. Penyelesaian misi/tugas Setiap kelompok memilih satu misi/tugas untuk diselesaikan dan setiap anggota harus mendapat peran dalam penyelesaian misi/tugas tersebut. Berhubung misi/tugas tidak dapat diselesaikan di kelas maka peserta didik diminta untuk membuat video dari tugas tersebut.
Berikut adalah laman webquest untuk http://zunal.com/ webquest.php?w=370412
kegiatan
pembelajaran
Catatan: Kegiatan pembelajaran dilakukan lebih dari satu pertemuan
5
terkait:
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
2 Strategi Apersepsi dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Dadan Bandung Independent School
Pendahuluan Transfer helps students make connections between what they already know and the new learning. It is important to remember that the connections are of value only if they are relevant to the students’ past, no the teacher’s. (Sousa. 150: 2001) Dalam perencanaan pengajaran, guru biasanya merancang kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Secara umum dapat dikatakan bahwa kegiatan pendahuluan merupakan proses penyiapan fisik dan psikis siswa untuk mengikuti pelajaran. Penulis merasa kegiatan pendahuluan penting untuk dikaji karena berdasarkan pengamatan pribadi penulis, kegiatan awal/pendahuluan memegang peranan penting dalam mempersiapkan siswa sebelum materi inti diberikan. Sedangkan, masih banyak guru yang berfokus hanya pada kegiatan inti. Beberapa guru berasumsi bahwa kegiatan pendahuluan melulu diisi dengan salam, presensi siswa, dan pertanyaan terkait materi pelajaran. Padahal, kegiatan pendahuluan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Apersepsi sebagai bagian dari kegiatan pendahuluan memiliki peranan penting dalam membangun kesiapan (readiness) siswa. Lebih jauh, dapat dikatakan bahwa apabila apersepsi disajikan secara menarik hingga membuat siswa mampu menghubungkan materi ajar dengan pengetahuan siswa mengenai kehidupan nyata, maka kelas tersebut berhasil meningkatkan motivasi belajar siswa. Thorndike dalam Mansur (12: 2015) berpendapat bahwa hukum kesiapan (law of readiness) yang merupakan salah satu hukum koneksionisme memiliki inti teori yaitu, setiap peserta didik akan merespon dengan cepat dari setiap stimulus manakala dalam dirinya sudah memiliki kesiapan baik secara fisik maupun psikis untuk menerima pelajaran. Teori ini menguatkan bahwa kegiatan apersepsi memiliki peranan penting untuk memberikan stimulus khusus di awal pembelajaran.
6
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Apersepsi dalam KBBI daring didefinisikan sebagai pengamatan secara sadar (penghayatan) tentang segala sesuatu dalam jiwanya (dirinya) sendiri yang menjadi dasar perbandingan serta landasan untuk menerima ide baru. Dalam teori Johann Friedrich Herbart, information is better received when the learner has existing knowledge that is related to, or at least compatible with, the new material and that knowledge is of significance and interest to the individual. Interest is not just a goal, but also functions as a means to achieve that goal. He developed this as a theory of apperception—namely that our perception of new experiences occurs in relation to past experience. Interest develops when already strong and vivid ideas are hospitable towards new ones, thus past associations motivate apperception of current ones. Dapat dikatakan bahwa strategi apersepsi yang diterapkan di kelas diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Hal ini berkaitan dengan zona nyaman siswa, dimana mereka akan mempelajari sebuah materi dan menghubungkannya dengan apa yang telah mereka ketahui sebelumnya. Apersepsi diharapkan mampu membentuk suasana psikologis yang menyenangkan. Oleh karena itu, guru harus mencari kegiatan apersepsi yang beragam dan menyenangkan. Perlu dicatat bahwa kegiatan apersepsi yang disajikan harus terlepas dari unsur ‘penilaian’ terhadap kemampuan/ pemahaman siswa, ataupun membandingkan satu siswa dengan siswa lainnya. Apersepsi lebih bersifat individu, bagaimana setiap siswa bisa menghubungkan apa yang telah mereka ketahui dengan apa yang akan mereka pelajari. Satu siswa dengan siswa lainnya bisa berbeda level of readiness-nya. Ada beragam strategi dalam kegiatan apersepsi. Namun, paparan strategi apresepsi dalam artikel ini difokuskan pada bagaimana siswa menghubungkan materi ajar sebelumnya dengan materi ajar yang sedang dipelajari. Strategi yang diberikan akan dibuat multimodalitas, menggunakan unsur visual, auditorial dan kinestetik. Dengan harapan melibatkan lebih banyak modalitas dalam pengajaran, kita memicu lebih banyak lagi jalur saraf yang memperkuat belajar siswa. (DePorter, 86: 2000) Sumber gambar: https://rainielianni.files.wordpress.com/2015/08/untitled1.jpg
7
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Implementasi di Kelas Berikut adalah strategi apersepsi yang dikumpulkan dari berbagai sumber. Beberapa di antaranya sudah diterapkan di kelas penulis dengan modifikasi sesuai kebutuhan, seperti materi ajar dan usia siswa. Secara umum, beberapa apersepsi di bawah ini tidak memerlukan persiapan yang lama. Akan tetapi, ada beberapa apersepsi yang memerlukan waktu untuk membuat media tertentu. Namun, hal yang perlu ditekankan adalah apersepsi tersebut dapat mendorong motivasi siswa mempelajari materi yang akan diajarkan. 1. Pertanyaan Apersepsi menggunakan pertanyaan adalah strategi yang sederhana. Guru dapat menyediakan pertanyaan yang berhubungan dengan materi pembelajaran di pertemuan sebelumnya. Kemudian guru menyebutkan nama siswa terlebih dahulu, lalu siswa yang disebutkan namanya akan menjawab pertanyaan yang disediakan. Variasi lain dari strategi ini adalah: Pertanyaan yang sudah guru sediakan dapat dijawab oleh siapa saja siswa yang bisa menjawab pertanyaan tersebut secepat mungkin dengan mengacungkan tangannya terlebih dahulu. 2. Question from my friend Strategi ini berhubungan dengan pertemuan sebelumnya, dimana siswa harus menulis satu pertanyaan dari materi yang dipelajari. Mereka menulis pertanyaan di secarik kertas (bisa ukuran 8 cm x 10 cm) serta menuliskan nama masingmasing, kemudian kertas tersebut dilipat dan dimasukan ke dalam wadah/ kotak yang disediakan guru. Di awal pertemuan berikutnya, guru akan meletakkan semua kertas pertanyaan di lantai/ atas meja, kemudian masing-masing siswa mengambil satu pertanyaan. Mereka menuliskan jawaban dari pertanyaan tersebut di kertas yang sama. Siswa yang menjawab pertanyaan harus menuliskan namanya “dijawab oleh:‌ (nama siswa). Siswa tersebut kemudian akan memberikan kertas berisi pertanyaan dan jawaban kepada siswa yang membuat pertanyaan Jawaban akan diperiksa dan dinilai. Kegiatan bisa dilanjutkan dengan diskusi singkat, terutama apabila jawaban yang yang diberikan kurang tepat. 3. Three minutes writing/ Mind map/ Sketching Dalam 3 menit siswa akan menuliskan apa saja yang mereka ingat dari pertemuan sebelumnya. Mereka bisa menuliskan pertanyaan jika mau. Guru akan memilih beberapa siswa untuk berbagi catatan mereka dengan kelas. Variasi dari kegiatan menulis ini, siswa bisa diminta untuk membuat mind map atau menggambar hal yang mereka ingat di pertemuan sebelumnya. 8
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
4. Three minutes writing Dalam 3 menit siswa akan menuliskan apa saja yang mereka ingat dari pertemuan sebelumnya. Mereka bisa menuliskan pertanyaan jika mau. Guru akan memilih beberapa siswa untuk berbagi catatan mereka dengan kelas. 5. Tiga- Dua- Satu Dalam kertas kecil siswa menuliskan 3 hal yang mereka ketahui dari materi yang dipelajari di pertemuan sebelumnya, 2 hal yang ingin mereka ketahui atau pelajari, dan 1 pertanyaan yang berkaitan dengan topik. Kertas tersebut bisa dikumpulkan kepada guru, untuk kemudian secara acak dipilih. Alternatif lain dari kegiatan ini adalah siswa dipasangkan dengan siswa lain dan mereka berdiskusi mengenai catatan masing-masing. 6. Pertanyaan untuk Guru Siswa akan menuliskan 3 buah pertanyaan dari materi yang mereka pelajari sebelumnya. Guru dapat memilih beberapa siswa untuk membacakan pertanyaan mereka. Guru bisa menjawab langsung atau meminta siswa lain untuk menjawabnya. 7. Jawaban Berpasangan Di awal kegiatan, siswa dikelompokkan secara berpasangan. Bisa dilakukan dengan berdiri jika ruang kelas memungkinkan. Guru akan membacakan pertanyaan dan siswa berdiskusi jawaban atas pertanyaan tersebut dengan pasangannya. Variasi lain: Pertanyaan bisa disajikan dalam bentuk power point. 8. Padlet Kegiatan ini menggunakan aplikasi padlet (www.padlet.com). Siswa diharapkan memiliki komputer atau laptop dan akses internet. Guru menuliskan pertanyaan di padlet dan membagikan tautan halaman tersebut. Masing-masing siswa bisa menuliskan jawaban atas pertanyaan tersebut. 9. Strategi Lainnya Banyak kegiatan lain yang bisa ditemukan di internet. Di google, guru dapat menggunakan kata kunci ‘apperception strategies’, ‘apperception activities’, ‘activating strategies for classes’, dan lain-lain. Guru hanya perlu memodifikasi sesuai kebutuhan. Selamat mencoba!
9
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
3 Penggunaan Sosial Media Whatsapp untuk Mendukung Pembelajaran Listening Siswa Rani Nurhayati SMAN 2 Majalaya
Pendahuluan Penggunaan teknologi komunikasi dan informasi atau Information and Communication Technology (ICT) mempunyai peranan penting dalam pembelajaran bahasa, terutama pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing ─ penggunaan ICT bisa memfasilitasi dan mendukung pembelajaran serta menambah ketertarikan siswa untuk terlibat dalam proses pembelajaran bahasa Inggris yang menyenangkan, tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Selaras dengan hal tersebut, Ernest (2015) menyatakan bahwa Information and communication technology (ICT) are being increasingly used to give learners access to information, promote interaction and communication, enhance and maximize the potential of language teaching in a pedagogically sound way that is introduced and supported in a sustainable way and in a range of pedagogical approaches that promote lifelong learning. Penggunaan ICT dalam proses pembelajaran terus mengalami perkembangan yang signifikan. Penggunaan perangkat computer, laptop, dan notebook dengan aplikasi berbasis web memperudah akses untuk mendapatkan materi pembelajaran bahasa yang kaya dan variatif, sampai pada perkembangan terkini dengan perangkat tangan/ gawai berbasis komputer atau computer-based hand-held. Penggunaan gawai/perangkat bergerak dalam pembelajaran bahasa atau Mobile-Assisted Language Learning (MALL) menjadi salah satu alternatif yang menarik untuk dikembangkan oleh guru Bahasa Inggris dalam proses pembelajaran bahasa di kelas. MALL refers to language learning that is facilitated or mediated through, or enhanced by the use of mobile devices. (Palalas & Ally, 2016) MALL adalah pembelajaran bahasa yang difasilitasi oleh penggunaan perangkat gawai seperti kamus saku elektronik, personal digital assistants (PDAs), telepon genggam atau mobile phones, MP3 player, ultra-portable tablet PCs, dan sebagainya. Penggunaan telepon genggam dengan semua aplikasi didalamnya termasuk kamus bahasa
10
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Inggris digital atau media sosial seperti whatsapp, facebook, instagram, twitter, dan lainnya berkembang sangat pesat dan menjadi hal yang populer di masyarakat. Whatsapp menjadi aplikasi pengirim pesan atau messenger yang paling digemari dan banyak memiliki pengguna. Hal ini menyebabkan whatsapp menjadi populer di masyarakat, tidak terkecuali di kalangan guru dan siswa. Whatsapp memungkinkan guru dan siswa membuat komunitas sendiri yang mereka inginkan, saling berbagi pesan, pesan suara, gambar, video dan file lainnya dengan sangat mudah. Whatsapp, as a relatively new tool in education, has similar positive characteristics as previous technological tools that are implemented, but it seems that Whatsapp has some up to date features that encourage teacher and students to use it in order to enhance understanding (Bouhnik dan Deshen, 2014:22 dalam Sayan, 2016). Senada dengan Bouhnik dan Deshen diatas, whatsapp dengan segala manfaat dan keunggulannya bisa dikembangkan sebagai media pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan berbahasa, seperti reading skill (keterampilan membaca), listening skill (keterampilan mendengarkan), speaking skill (keterampilan berbicara), dan writing skill (keterampilan menulis). Selama ini, keterampilan mendengarkan kurang mendapat porsi yang memadai dalam pembelajaran bahasa Inggris di lapangan (Mukminatien, 2016: 6.3). Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya: (1) Kurangnya pengetahuan guru tentang perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran mendengarkan yang mengakibatkan keterampilan ini dianggap sulit oleh guru maupun siswa. (2) Kurangnya alokasi waktu pembelajaran di kelas, terutama untuk tingkat SMA/SMK, terdapat pengurangan jam pembelajaran yang cukup signifikan, dalam kurikulum KTSP, Bahasa Inggris mendapat alokasi waktu 4 jam seminggu tetapi dalam Kurikulum 2013, berkurang menjadi 2 jam seminggu. (3) Tidak terdapat materi mendengarkan yang terstruktur dengan jelas dalam buku panduan untuk siswa maupun untuk guru yang diterbitkan oleh Kemendikbud. Sementara keterampilan mendengarkan ini menjadi keterampilan yang diuji dalam Ujian Nasional Bahasa Inggris tingkat SMA/SMK. (4) Masih banyak sekolah yang mempunyai kendala dalam hal fasilitas/ less-facilitated schools untuk pembelajaran mendengarkan di kelas seperti perangkat audio, speaker, tape, in focus dan alat pendukung lainnya yang belum cukup tersedia atau memadai. Maka dari itu, pembelajaran mendengarkan menjadi hal penting untuk dibahas, dan guru menjadi tertantang untuk mencari solusi terhadap kendala yang dihadapi dalam pembelajaran mendengarkan dengan cara yang inovatif dan kreatif, salah satunya adalah dengan cara menggunakan media sosial populer di masyarakat; whatsapp. 11
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Implementasi di Kelas Karena adanya keterbatasan waktu di kelas dan/atau kurang memadainya fasilitas sekolah untuk pembelajaran mendengarkan, guru perlu menemukan media pembelajaran lain yang tak mengenal batasan waktu atau tempat, salah satu media alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan whatsapp. Berikut adalah langkah-langkah yang dapat dilakukan: 1. Memahami terlebih dahulu tujuan pembelajaran mendengarkan. Pembelajaran mendengarkan bertujuan untuk menghasilkan siswa yang dapat menggunakan strategi mendengarkan dan memaksimalkan pemahaman mereka terhadap teks lisan, mengidentifikasi informasi relevan dan tidak relevan, dan mampu memahami teks secara keseluruhan. Ketika siswa mendengarkan, mereka tidak pasif menerima dan mencatat isi teks lisan, akan tetapi mereka secara aktif terlibat menginterpretasikan apa yang mereka dengar, menggunakan background knowledge dan linguistic knowledge untuk memahami informasi yang terkandung dalam teks lisan, seperti yang diungkapkan Vandergrift ‘Although listening might apparently be seen as a passive process, it is actually a complex and active process of interpretation of what listeners hear and what they already know’ (Vandergrift, 1999 in Rahimi and Soleymani, 2015). 2. Mulai membentuk kelompok atau komunitas whatsapp yang terdiri atas guru dan siswa. Memaparkan bagaimana teknis pelaksanaan pembelajaran mendengarkan melalui whatsapp, termasuk strategi pembelajaran mendengarkan yang bisa siswa gunakan ketika diberikan materi atau tugas mendengarkan di grup atau whatsapp group (WaG). Mukminatien, dkk. (2016: 6.17) memaparkan strategi mendengarkan berdasarkan cara bagaimana siswa memproses input teks lisan yang diberikan: Top-down strategies, strategi yang sifatnya berbasis pada pendengar (listener based); pendengar menghubungkan antara teks yang didengar dengan background knowledge yang dimiliki tentang topik, konteks atau situasi, jenis teks, dan bahasa yang digunakan. Background knowledge yang dimiliki siswa akan memberikan berbagai petunjuk yang membantu siswa menginterpretasi apa yang mereka dengar dan mengantisipasi yang akan disajikan berikutnya dalam teks lisan tersebut. Strategi top-down digunakan dalam mendengarkan untuk menemukan gagasan utama, membuat prediksi, kesimpulan logis, dan ringkasan. Bottom-up strategies adalah strategi yang sifatnya text-based, yaitu pendengar bertumpu pada penggunaan bahasa yang terkandung dalam teks lisan seperti kombinasi dari bunyi, kata, dan tata bahasa yang menciptakan makna. Strategi bottom-up ini digunakan ketika 12
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
mendengarkan untuk memperoleh informasi rinci, mengidentifikasi turunan kata, dan pola urutan kata. Perlu ditekankan kepada siswa, bahwa penggunaan strategi mendengarkan ini bisa digunakan secara fleksibel dan interaktif. Pemahaman siswa terhadap teks akan meningkat dan rasa percaya diri mereka pun akan meningkat, jika mereka menggunakan top-down dan bottom-up strategies secara bersamaan untuk mencari makna teks lisan tersebut. 3. Menyusun dan mengembangkan materi dan latihan mendengarkan. Materi mendengarkan yang jelas dan terstruktur tidak tersedia di dalam buku paket siswa ataupun buku panduan guru dari Kemendikbud, jadi kita harus menyusun dan mengembangkan sendiri sesuai dengan kompetensi dasar Bahasa Inggris yang telah ditentukan dalam Permendikbud no. 21 tahun 2016 tentang standar isi kurikulum 2013. Sebagai panduan taktisnya, kita bisa melihat kisi-kisi soal ujian nasional dan soal-soal ujian nasional tahun sebelumnya dengan tetap mempertimbangkan keterampilan mikro dan makro dari keterampilan mendengarkan yang harus dikuasai siswa. Keterampilan mikro mendengarkan adalah keterampilan mendengarkan yang berkaitan dengan pemahaman pada tingkat kalimat. Berikut adalah daftar keterampilan mikro mendengarkan yang dikutip Nurmukminatien (2016: 6.16) dari Richards (1983): Mengingat berbagai rangkaian kata dalam memori jangka pendek; membedakan bunyi dalam bahasa Inggris; mengenali stress patterns bahasa Inggris, penekanan kata dan posisi yang tanpa penekanan, struktur irama, kontur intonasi, dan perannya dalam memberikan isyarat infromasi; mengenali bentuk pendek (reduced forms) berbagai kata; membedakan kata, mengenali kata dasar, memahami pola kata, dan mengetahui pentingnya pola kata tersebut; memproses percakapan yang disampaikan dengan kecepatan berbeda; memproses percakapan yang berisi jeda, kesalahan, koreksi, dan aspek unjuk kerja pembicara lainnya; mengenali jenis kata (kata benda, kata kerja, dsb), sistem (misalnya tense, agreement, pluralization), patterns, rules dan elliptical forms; mengenali unsur kalimat dan membedakan antara unsur utama dan pendukung; mengenali bahwa suatu maksud tertentu dapat disampaikan dengan kalimat yang berbeda-beda. Keterampilan makro mendengarkan adalah keterampilan mendengarkan yang berkaitan dengan pemahaman pada tingkat wacana (discourse) seperti: Mengenali cohesive devices dalam wacana percakapan lisan; mengenali fungsi komunikasi wacana menurut situasi, pembicara, dan tujuannya; menyimpulkan situasi, pembicara, dan tujuan wacana percakapan lisan menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki; dapat memprediksi, menyimpulkan keterkaitan dan hubungan berbagai peristiwa, menyimpulkan sebab akibat, dan 13
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
mengenali gagasan utama, gagasan pendukung, infromasi baru, informasi yang diberikan, generalisasi, dan pemberian contoh dari peristiwa dan gagasan yang didengar; membedakan antara arti harfiah dan tersirat; menggunakan wajah, kinesic, bahasa tubuh, dan petunjuk non-verbal lainnya untuk memahami makna; mengembangkan dan menggunakan berbagai strategi listening, seperti menentukan kata kunci, menebak arti kata dari konteks, meminta bantuan, dan menunjukkan pemahaman atau ketidakpahaman. 4. Perhatikan jenis teks lisan juga bagian-bagian dari teks lisan yang relevan dengan tujuan yang sudah direncanakan dan abaikan bagian yang tidak sesuai. Jenis teks lisan menurut Brown dan Lee (2015): Monolog- Teks lisan yang direncakan/dilatih/diucapkan dari teks tertulis atau catatan; teks lisan yang diucapkan secara spontan/tanpa persiapan/ tanpa rencana. Dialog- Teks lisan yang berbentuk interpersonal/ sosial/ percakapan; teks lisan yang berbentuk transaksional/ informasional/ faktual. 5. Mulai memasuki tahap pre-listening, guru mengaktifkan schemata siswa (schemata-activating process) yang membantu siswa untuk menyiapkan listening. Guru melakukan review kosa kata atau menunjukkan gambar-gambar di WaG yang dapat menghubungkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki siswa. Hal ini sangat penting agar siswa dapat memperoleh gambaran tentang topik yang akan didengarkan dan konteks percakapan atau teks lisan, jika hal ini tidak dilakukan, siswa akan mengalami kesulitan dalam proses mendengarkan tersebut. 6. Memonitor siswa ketika kegiatan while-listening berlangsung. Guru memposting materi atau tugas mendengarkan di WaG lengkap dengan petunjuk pengerjaan dan batas waktu pengerjaan tugas mendengarkan. Misalnya, siswa diberikan waktu seminggu untuk menyelesaikan tugas mendengarkan dari mulai tugas tersebut di-post di WaG. Hal ini dilakukan untuk memudahkan proses evaluasi pencapaian siswa nantinya. 7. Check pemahaman siswa pada tahap post-listening, guru mereview tata bahasa dan kosa kata, kesulitan yang siswa hadapi dalam proses mendengarkan (kecepatan ucapan, panjang, kompleksitas wacana da nisi dari teks lisan yang diberikan) dan kendala teknis lain yang mungkin muncul seperti ketika siswa gagal mengunduh file yang di post di WaG.
14
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
8. Melakukan refleksi mengenai proses mendengarkan melalui media whatsapp, masalah teknis yang muncul, kesulitan teks lisan yang dihadapi siswa, dan lain sebagianya. Guru bisa melakukan kegiatan refleksi ini di kelas, agar siswa dapat mengungkapkan apa yang mereka rasakan dan inginkan ke depannya. Proses pembelajaran mendengarkan menggunakan whatsapp dapat kita jadikan alternatif pembelajaran di tengah terbatasnya waktu pembelajaran yang tersedia di kelas dan kurang memadainya fasilitas pembelajaran mendengarkan di sekolah. Walaupun akan terjadi kendala seperti terganggunya waktu pribadi atau waktu luang guru dan siswa, akan tetapi penulis yakin media pembelajaran ini akan berhasil dengan baik untuk meningkatkan kemampuan mendengarkan siswa, hal ini akan berpengaruh terhadap nilai ujian nasional Bahasa Inggris siswa. It’s worth to try, isn’t it?
15
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
4 Modalitas Peserta Program Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) Contingency or Necessity Rani Nurhayati SMAN 2 Majalaya
Pendahuluan Berangkat dari visi Kemdikbud pada tahun 2025 untuk ‘menghasilkan insan Indonesia cerdas dan kompetitif (insan kamil/insan paripurna)’, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) melakukan upaya penguatan peran siswa, guru, tenaga kependidikan, orang tua, dan aparatur institusi pendidikan dalam ekosistem pendidikan. Salah satu upaya penguatan yang dilakukan oleh Dirjen GTK dalam hal ini adalah dengan digulirkannya program Guru Pembelajar (GP) sebagai konsekuensi dari jabatan guru sebagai profesi yang memerlukan sistem pembinaan dan pengembangan keprofesian berkelanjutan. Pada tahun 2016, program GP berubah namanya menjadi “Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB)”. Program PKB merupakan salah satu faktor penentu utama dari peningkatan kinerja guru dan tenaga kependidikan serta peningkatan prestasi peserta didik. Seperti yang dinyatakan oleh Widiatmoko (2016), pengalaman negara-negara lain menunjukkan bahwa partisipasi guru dan tenaga kependidikan dalam program pengembangan kompetensi yang searah dengan kondisi pembelajaran dapat meningkatkan kualitas guru dan tenaga kependidikan secara signifikan. Menghadapi program PKB ini, modalitas GTK khususnya guru bisa berbeda-beda. Modalitas adalah keterangan yang menyatakan sikap pembicara terhadap hal yang dibicarakan, yakni mengenai perbuatan, keadaan, dan peristiwa atau sikap terhadap lawan bicaranya. Sikap ini dapat berupa pernyataan, kemungkinan, keinginan, harapan, permintaan, dan keizinan (Chaer, 1994: 162). Selaras dengan definisi yang tertera dalam kamus Merriam Webster: Modality means containing provisions as to the mode of procedure or the manner of taking effect — used of a contract or legacy. Jadi, modalitas peserta program PKB ini berhubungan dengan sikap guru terhadap program PKB.
16
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Modalitas guru menjadi sebuah sikap yang dapat mengikuti kebijakan pemerintah yang akan dilakukan di masa yang akan datang menyangkut konsekuensi atau rewards bagi peserta PKB. Guru hanya menganggap kalau konsekuensi dari program PKB adalah sesuatu yang “mungkin� terjadi atau tidak terjadi di masa depan. Adanya sikap contingency ini, membuat mereka bersikap datar-datar saja, acuh, dan tidak peduli. Program PKB belum menjadi suatu kebutuhan atau necessity bagi sebagian guru. Mereka belum merasa pembelajaran ini memang apa yang harus mereka lakukan sebagai tugas yang melekat pada profesi mereka sebagai guru. Pembelajaran ini merupakan hal yang harus dilakukan untuk terus meningkatkan kompetensi sebagai seorang guru. Jadi, modalitas peserta PKB terhadap program PKB itu; apakah harus menganggapnya sebagai sebuah contingency, hingga mereka bersikap acuh dan kurang serius mengerjakan program PKB ini, atau menganggapnya sebagai suatu kebutuhan (necessity), dan membuat guru bersemangat untuk melakukan pembelajarannya?
Implementasi di Kelas Guru memiliki tugas, fungsi, dan peran yang penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Supaya dapat melaksanakan tugas, fungsi, dan peran tersebut, guru perlu meningkatkan profesionalismenya secara berkelanjutan. Seperti tertuang dalam Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 14, Tahun 2005, tentang guru dan dosen yang mengamanatkan adanya pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagai aktualisasi dari profesi pendidik. Sebagai langkah mengaktualisasikan guru professional, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengembangkan program GP pada tahun 2016 dan melanjutkannya dengan program PKB pada tahun 2017. Ada beberapa perbedaan dan persamaan dalam hal teknis implementasi kedua program pengembangan keprofesian berkelanjutan ini. Dalam program GP, kegiatan pembelajarannya dilakukan di pusat belajar (PB) sedangkan dalam program PKB, kegiatan pembelajarannya dilaksanakan berbasis komunitas guru dan tenaga kependidikan (komunitas GTK) seperti Pusat Kegiatan Gugus/Kelompok Kerja Guru (KKG)/Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)/Musyawarah Guru Bimbingan Konseling (MGBK)/Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS)/Kelompok Kerja Pengawas Sekolah (KKPS). 17
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Perbedaan teknis lainnya adalah dalam hal perekrutan peserta program, dalam program GP, melalui proses top-down, peserta langsung ditentukan oleh Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK) masing-masing mata pelajaran, sedangkan dalam program PKB, melalui proses bottom-up, peserta diajukan oleh komunitas GTK. Misalnya, MGMP mata pelajaran ke P4TK yang berkaitan. Sedangkan persamaannya adalah kedua program tersebut mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan kompetensi guru yang ditunjukkan dengan kenaikkan capaian nilai UKG. Moda pembelajaran yang dilakukan masih sama, yakni tatap muka, pembelajaran dalam jaringan (daring), dan pembelajaran kombinasi antara tatap muka dengan pembelajaran dalam jaringan (daring kombinasi). Modalitas guru peserta program pengembangan keprofesian ini bervariasi, ada yang gembira atau excited, ada yang biasa-biasa saja dan banyak yang cuek atau acuh tak acuh. Berdasarkan pengamatan penulis yang juga berperan sebagai Instruktur Nasional program GP dan program PKB, modalitas guru yang terpanggil menjadi peserta pengembangan keprofesian berkelanjutan ini bisa diklasifikasikan menjadi: 1. Peserta aktif. Peserta yang antusias mau mengikuti program PKB dengan baik. Mereka mempunyai semangat untuk terlibat dalam proses pembelajaran guna meningkatkan kompetensi profesionalnya sebagai pendidik. Mereka rela untuk tidur larut malam demi menyelesaikan tugas-tugas yang harus dikerjakan dalam modul yang sedang mereka pelajari ditengah-tengah kesibukannya melaksanakan tugas pokok di sekolahnya masing-masing, seperti harus merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing, dan melatih peserta didik. Banyak peserta yang jatuh sakit ataupun merasa stress karena waktu istirahat mereka berkurang, tetapi mereka tidak mau menyia-nyiakan kesempatan yang telah diberikan, karena tidak semua guru terpanggil menjadi peserta. Sebagai contoh, untuk Program Peningkatan Kompetensi Guru Pembelajar, yang dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember, tahun 2016, hanya diikuti oleh 427.189 orang guru atau 15.82% dari 2.699.516 orang guru di Indonesia. Begitupun dalam pelaksanaan program PKB pada bulan September sampai Oktober, tahun 2017, juga tidak bisa melibatkan semua guru. Komunitas MGMP guru Bahasa Inggris SMA Kabupaten Bandung contohnya, hanya bisa memfasilitasi 20 orang guru Bahasa Inggris saja dari lebih 200-an orang guru Bahasa Inggris yang ada di Kabupaten Bandung. 2. Peserta pasif. 18
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Peserta yang banyak mengungkapkan keluhan dan keberatan, kemudian cenderung apatis terhadap program pengembangan keprofesian berkelanjutan ini. Peserta merasa program PKB ini akan menjadi sebuah tambahan pekerjaan saja. Guru yang sudah mempunyai tugas utama untuk menjadi fasilitator belajar di kelas sebenarnya sudah memiliki tugas yang bejibun seperti yang disebutkan dalam Peraturan Pemerintah, Nomor 74, Tahun 2008, tentang Guru, Pasal 52, ayat (1), kewajiban guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada pelaksanaan tugas. Dengan adanya program PKB ini, tugas guru akan bertambah untuk melakukan program pembelajaran baik secara daring, daring kombinasi ataupun tatap muka. Waktu pelaksanaan program GP pada tahun 2016, dari 21 orang peserta di kelas yang diampu oleh penulis, hanya 13 peserta yang mau mengikuti program GP sampai akhir. Peserta yang tidak hadir tersebut bukanlah tidak mengetahui informasi tentang panggilan menjadi peserta, tetapi modalitas mereka untuk meningkatkan kompetensi professional mereka kurang. Data perbandingan rerata hasil UKG tahun 2015 dengan tahun 2016 dapat memberikan gambaran mengenai hasil fasilitasi yang diberikan kepada guru dalam Program Peningkatan Kompetensi Guru Pembelajar.
Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa program fasilitasi yang diselenggarakan oleh Ditjen GTK dalam bentuk Program Peningkatan Kompetensi Guru Pembelajar memberikan dampak signifikan yang ditunjukkan dengan kenaikan hasil UKG melalui tes akhir pada tahun 2016. Hal ini membuktikan bahwa program pengembangan keprofesian berkelanjutan ini, mempunyai dampak yang signifikan untuk meningkatkan kompetensi guru. Dengan mendapat hasil UKG yang bagus, guru diharapkan akan tampil lebih percaya diri sebagai tenaga profesional sebagaimana ditetapkan dalam Undangundang Sistem Pendidikan Nasional bab IX, pasal 39, ayat 2: “Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses 19
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidikan pada perguruan tinggi.� Sebagai tenaga profesional, dari awal guru harus mempunyai kesadaran dalam dirinya sendiri bahwa menjadi tenaga profesional itu harus mau mengembangkan profesionalitasnya, improving the knowledge, skill and disposition of individual staff member organised, collective enterprise arising from a strong, school-wide professional community and focused coherent and sustained staff and student learning. Karena itu, kesadaran untuk memanfaatkan kesempatan untuk ikut terlibat secara aktif dalam pengembangan keprofesionalannya sebagai pendidik adalah sebuah keperluan, keniscayaan, suatu kebutuhan atau a necessity. Modalitas peserta PKB terhadap program PKB ini jangan sampai menganggap program PKB hanya sebagai contingency yang bisa diartikan sebagai sebuah kondisi yang mungkin akan terjadi baik kondisi itu diinginkan ataupun tidak diinginkan. An event that may occur but that is not likely or intended; a possibility.A possibility t hat must be prepared for; a future emergency.The condition of being dependent on ch ance; uncertainty.Something incidental to something else. (http://www.thefreedictionary.com/contingency). Sehingga, guru menunjukkan sikap yang apatis dan tidak mau mengikuti program pembelajaran yang harus mereka lakukan dengan baik. Guru harus memiliki kesadaran diri atau self awareness; knowing and understanding what is happening and exist around you (Merriam-Webster Dictionary), bahwa program PKB itu adalah sebuah necessity atau sebuah kebutuhan dirinya sendiri untuk senantiasa meningkatkan kompetensi dan kemampuannya secara terus menerus. �Professional development can be defined as a career-long process, the act or process of creating or making profession more advanced (Merriam-Webster Dictionary). Hal ini selaras dengan Dirjen GTK yang menyatakan bahwa Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) adalah pengembangan kompetensi guru yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, bertahap, dan berkelanjutan untuk meningkatkan profesionalitasnya. Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan harus dilakukan berdasarkan kebutuhan guru yang bersangkutan. Kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan untuk mencapai dan/atau meningkatkan kompetensinya di atas standar kompetensi profesi guru. Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan dapat dilakukan melalui pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan karya inovatif. 20
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
PKB ini nantinya juga berimplikasi pada perolehan rewards, something given to someone who has done something good, misalnya peningkatan tunjangan profesi atau perolehan angka kredit untuk kenaikan pangkat/jabatan fungsional guru atau berimplikasi pada pemberian punishment seperti pengurangan atau penundaan tunjangan profesi guru. Namun, guru yang professional tidak akan memandang rewards atau punishment-nya tetapi senantiasa memandang pengembangan keprofesian berkelanjutan itu adalah sebuah kebutuhan atau necessity pribadi sehingga akan terpacu untuk terus mengembangkan kompetensi profesionalnya demi meningkatkan kualitas pembelajaran untuk generasi emas Indonesia.
21
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
5 Upaya Meningkatkan Kemampuan Pelafalan Bahasa Inggris Siswa melalui Metode Membaca Nyaring dalam Pembelajaran Teks Naratif Aji Jehan Fellani SMPN 1 Saguling
Pendahuluan Lafal menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “cara seseorang atau sekelompok orang dalam suatu masyarakat bahasa mengucapkan bunyi bahasa�. Bahasa Inggris merupakan bahasa asing yang pelafalannya seringkali menyulitkan siswa karena penulisan dan pengucapannya terkadang tidak sama. Penulis mencoba menggunakan metode membaca nyaring untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam melafalkan kata-kata dalam bahasa Inggris. Membaca nyaring merupakan kegiatan membaca dengan menyuarakan tulisan yang dibaca dengan intonasi dan ucapan yang tepat. Tujuan dari kegiatan membaca nyaring adalah agar pembaca dan pendengar dapat menangkap informasi yang ingin disampaikan oleh penulis. Dengan membaca nyaring, siswa juga akan bisa merasakan hal yang ada dalam tulisan tersebut lebih dalam. Metode membaca nyaring juga memberikan manfaat, di antaranya; dapat membangkitkan imajinasi, meningkatkan kreativitas, dan meningkatkan kemampuan membaca dengan intonasi yang jelas. Kepercayaan diri para siswa juga akan meningkat dalam melafalkan kata-kata dalam bahasa Inggris setelah belajar menggunakan metode membaca nyaring ini. Teks yang digunakan penulis adalah teks dongeng (narrative text). Teks dongeng sangat tepat digunakan di dalam kelas karena teks tersebut bertujuan untuk menghibur pembacanya. Para siswa akan terhibur dengan isi bacaan yang terdapat dalam teks. Pada dasarnya, teks dongeng adalah perpaduan unsur hiburan dan pendidikan. Di dalam teks dongeng juga terdapat pesan moral dan nasihat yang bisa menumbuhkan karakter baik pada peserta didik.
22
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Implementasi di Kelas 1. Guru menyiapkan sumber bacaan. Sumber bacaan bisa diambil dari internet atau buku-buku di perpustakaan. Teks yang dipilih hendaknya jangan terlalu panjang. Teks yang dipilih juga harus teks yang menarik dan yang akan membuat para siswa menyukai ceritanya. Penulis menggunakan teks dengan judul: Lion and His Fear. Cerita ini dipilih karena terdapat unsur-unsur humor yang menghibur tapi sarat akan pesan moral. 2. Guru membuat salinan dari teks bacaan tersebut, yang nantinya akan dibagikan kepada siswa. 3. Guru menuliskan beberapa kata kunci yang terdapat dalam teks tersebut di papan tulis lalu mendiskusikan maknanya bersama siswa. 4. Siswa mendengarkan guru membaca seluruh cerita dengan intonasi dan ekspresi wajah yang sesuai dengan jalan cerita. Guru berhenti pada beberapa bagian yang penting lalu mendiskusikan hal tersebut bersama siswa. 5. Setelah mendengar seluruh cerita dibacakan, beberapa siswa membaca teks tersebut dengan nyaring secara bergantian. Pilihlah siswa yang memiliki kemampuan pelafalan yang baik di kelas tersebut agar siswa yang lain dapat mencontohnya. Apabila ada kata yang kurang tepat pelafalannya, guru memperbaiki pelafalan siswa tersebut dan meminta siswa tersebut mengulangi pelafalannya. 6. Setelah itu, siswa mengerjakan lembar kerja yang di dalamnya berisi pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan cerita yang telah mereka baca dan dengar. Setelah itu, guru mendiskusikan jawaban-jawaban dari pertanyaan tersebut bersama siswa. 7. Guru memberikan tugas yang harus dibuat oleh para siswa dalam bentuk video. Tugas ini dapat dikerjakan secara berkelompok. Anggota setiap kelompok maksimal tiga orang. Di dalam video tersebut, para siswa harus membaca dengan nyaring secara bergantian cerita yang telah dibaca pada hari itu. Mereka boleh 23
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
berkreasi dengan menambahkan unsur-unsur lain tetapi mereka tidak boleh mengganti jalan cerita. 8. Hasil kreasi siswa yang menggabungkan membaca nyaring dan mendongeng dengan wayang buatan mereka. 9. Guru memberikan umpan balik dari video yang telah dibuat oleh para siswa tersebut khususnya tentang pelafalan mereka. 10. Beberapa kata yang mendapat penekanan intonasi dan harus dibaca dengan ekspresi tertentu ternyata mampu diingat oleh siswa lebih lama. Hal ini terbukti ketika siswa sedang mempelajari kata yang sama tetapi muncul di teks yang lain di pertemuan berikutnya. Banyak siswa yang masih mengingat makna kata tersebut dengan baik. Hal ini membuktikan bahwa membaca nyaring mampu membantu siswa dalam meningkatkan kosa kata dalam bahasa Inggris.
24
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
6 Penggunaan Kahoot! dalam Pembelajaran Reading IVAN SOFYAN SMAN 1 Sukatani Purwakarta
Pendahuluan Pada abad 21, teknologi berkembang sangat pesat. Berbagai macam aplikasi yang mendukung pembelajaran lahir di era ini seiring dengan penggunaan internet yang sudah semakin membumi. Hal ini adalah keuntungan besar bagi dunia pendidikan. Dengan teknologi yang tepat guna akan mampu mendukung kecepatan siswa dalam menerima pembelajaraan serta membawa suasana belajar yang lebih kreatif dan inovatif. Tugas Guru pada akhirnya adalah menyesuaikan diri dalam memanfaatkan teknologi di kelas sesuai dengan tujuan pembelajarannya. Salah satu teknologi pembelajaran yang menggunakan media adalah Kahoot!.. Kahoot! menurut beberapa ahli sangat tepat untuk membantu siswa meningkatkan partisipasinya dalam pembelajaran. Kahoot! adalah permainan berbasis platform pembelajaran gratis, sebagai teknologi pendidikan. Kahoot diluncurkan pada Agustus, 2013, di Norwegia. Permainan ini terus berkembang hingga penggunanya melebihi 50 juta orang dari 180 negara. Permainan ini dirancang untuk dapat diakses di ruang kelas dan lingkungan belajar lainnya. Permainan ini dapat dibuat dan dimainkan oleh siapa saja tanpa batas usia dan subjek. Kahoot! adalah sebuah webtool untuk membuat kuis, diskusi, maupun survei. Ini merupakan pembelajaran online berbasis permainan, menggunakan bahasa, perangkat, maupun sistem operasional apapun. Kahoot! sangat mudah dioperasikaan dalam pembelajaran dengan kondisi guru harus menyiapkan sendiri butir soalnya, tidak mengopinya begitu saja. Untuk dapat menggunakan Kahoot!, siswa harus memiliki akun dengan mendaftarkan diri sebagai siswa pada laman ‘‘https://getkahoot.com/’’. Pendaftaran dapat dilakukan melalui Handphone maupun laptop. Siswa bisa melihat simbol yang menunjukan pilihan jawaban pada perangkat mereka. Pertanyaa ada pada perangkat guru yang bisa ditampilkan di layar LCD. Kahoot! bisa dimainkan secara perorangan maupun berkelompok. Ketika siswa memainkannya secara berkelompok, mereka bisa bergantian mengambil peran 25
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
sebagai pemimpin. Mereka akan berubah dari seorang pembelajar menjadi seorang pemimpin, seperti yang dikemukakan oleh Nelson (1994). Kahoot! memberikan guru sebuah metode baru untuk menilai pengetahuan siswa dan mendorong mereka untuk berpartisipasi di kelas.
Manfaat Ada banyak manfaat dalam menggunakan aplikasi ini. Diantaranya bagi guru: 1) Dapat merancang survey, kuis, bahan diskusi secara otomatis yang mungkin dapat diguunakan kembali di masa depan; 2).guru dapat mengatur waktu menjawab pertanyaan dengan baik untuk tiap nomernya karena bisa dibatasi secara otomatis; 3) guru dapat mendapatkan umpan balik dan menilai pengetahuan siswa secara langsung dalam tahap refleksi pembelajaran, Kahoot! biasanya digunakan untuk penilaian formatif, untuk memantau setiap kemajuan siswa terhadap tujuan pembelajaran, mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan, dan untuk mengidentifikasi daerah-daerah di mana siswa akan mendapat manfaat lebih dari satu pengajaran ke pengajaran lainnya, serta bisa me-review dari pengetahuan dasar untuk subjek tersebut; 4) Kahoot! membuat guru menyimpan bank soal untuk digunakan sewaktu-waktu. Bagi siswa: 1) Siswa dapat menggunakan handphone untuk mengaksesnya, sehingga dimungkinkan untuk bermain secara individual; 2) jika mereka bermain secara kelompok, keuntungannya mereka dapat belajar memimpin rekan-rekannya dan menjadi pembelajar yang baik; 3) lewat permainan ini, suasana belajar menjadi lebih menyenangkan sekaligus menantang; 4) membiasakan siswa berpikir kritis karena mereka dituntut untuk menganalisis pertanyaan dan jawaban secara cepat dan tepat; 5) tampilan Kahoot! yang menarik serta dapat diiringi musik sesuai usia mereka bisa menjadi daya tarik siswa untuk lebih termotivasi dalam belajar.
Implementasi di Kelas Peralatan yang harus dipersiapkan dalam memainkan Kahoot! – Kuis ini adalah: 1. Laptop utama, digunakan untuk membuka soal dan kontrol guru. 2. Proyektor, digunakan untuk menampilkan tampilan soal pada laptop ke layar agar mampu dilihat banyak siswa. 3. Perangkat siswa bisa berupa laptop, ponsel cerdas atau tablet, digunakan untuk menjawab soal pilihan. 4. Jaringan internet.
26
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Dalam mengimplementasikan Kahoot!, penulis menempatkannya di akhir pembelajaran membaca sebagai evaluasi dari proses membaca pemahaman yang telah dipresentasikan sebelumnya. Teknik pembelajaran membaca penulis sendiri, menggunakan three phase techniques (3Ps). Lima belas menit sebelum kegiatan pembelajaran berakhir, siswa dibagi ke dalam kelompok yang terdiri atas 4 orang. Guru telah menyiapkan soal pilihan ganda yang berhubungan dengan teks. Untuk memulai permainan Kahoot!, berikut langkah-langkahnya:
Pertama Langkah pertama, masuk pada laman https://getkahot.com dan klik Sign in pada menu di kanan atas, lalu kita akan diarahkan pada laman Sign in.
Kedua Langkah kedua adalah masuk menggunakan account yang telah dibuat dengan memasukkan email dan password-nya.
27
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Ketiga Langkah berikutnya adalah klik pada menu My Kahoot pada menu disebelah kiri atas.
Kempat Langkah keempat yaitu tampilan laman berikutnya, berupa daftar kuis yang telah dibuat, lalu pilih mana Kuis yang akan dimainkan dengan cara klik tombol Play. Kelima Langkah kelima, kita akan diarahkan pada pilihan cara bermain, yaitu Classic atau Team Mode. Bermain cara Classic dipilih jika masing-masing siswa mempunyai perangkat untuk mengakses Kuis. Namun, jika tidak semua siswa memiliki perangkat, maka sebaiknya dibuat menjadi beberapa kelompok menyesuaikan dengan jumlah perangkat yang tersedia dan pilih menu Team Mode.
28
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Jika memilih Classic, akan muncul satu nama siswa sedangkan untuk pilihan Team Mode, silakan masukkan nama-nama siswa dalam satu kelompok tersebut. Keenam Setelah memilih Classic atau Team Mode, langkah keenam adalah muncul nomor PIN yang akan digunakan siswa untuk mengakses kuis ini.
Ketujuh Melalui perangkat masing-masing, mengakses https://kahoot.it dan masukkan permainan kuis ini. 29
siswa diarahkan untuk nomor PIN untuk mengakses
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Kedelapan Saat ini kita sudah siap memulai memainkan kuis dengan jumlah soal yang telah dibuat. Tampilan laptop milik guru untuk mengontrol jalannya kuis, sedangkan pada perangkat siswa hanya akan muncul pilihan jawaban. Pilihan jawaban siswa otomatis akan berganti menyesuaikan dengan soal nomor berapa yang sedang ditampilkan.
Kesembilan Setiap satu soal yang dijawab oleh siswa akan langsung muncul analisis berapa siswa yang memilih masing-masing pilihan jawaban. Pada sesi ini juga dapat digunakan untuk langsung membahas jawaban soal tersebut. Pembahasan soal dapat dilakukan dengan menanyakan alasan siswa yang memilih jawaban tidak tepat. Tentu ini akan menjadi diskusi yang menarik, dan siswa secara tidak langsung akan belajar mengemukakan pendapatnya sesuai dengan pola pikirnya. Guru pun dapat mengetahui sejauh mana perkembangan pola pikir siswanya. Terbayang bagaimana asyiknya pembelajaran dikelas? Jika sudah, maka lanjutkan pada soal nomor berikunya dengan memilih tombol Next pada pojok kanan atas.
30
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Kesepuluh Langkah berikutnya, sebelum lanjut pada soal yang akan dituju akan ditampilkan nilai sementara masing-masing siswa pada soal yang telah dikerjakan sesuai peringkat.
Kesebelas Ulangi langkah-langkat tersebut hingga akhir soal. Pada akhir sesi akan muncul nama siswa dengan nilai tertinggi. Nilai ini berdasarkan skor benar dan skor kecepatan dalam menjawab. Untuk analisis pilihan gandanya bisa diklik menu Get Result. 31
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Kedua belas Langkah berikutnya untuk analisis butir soal pilihan gandanya silahkan klik Save Result, lalu pilih Direct Download dan klik save to my computer. File yang didownload berupa Excel analisis butir soalnya. Ketiga belas Selanjutnya, pada perangkat siswa akan muncul survei kepuasan menggunakan Kahoot!. Terdapat pilihan rating bintang, lalu tanda jempol untuk kepuasan pembelajaran dan rekomendasi menggunakan Kahoot!, terakhir pilihan emoticon untuk terus menggunakan Kahoot!. Seluruh langkah telah kita lalui, saatnya penerapan pada siswa untuk menjadikan pembelajaran lebih menarik, kreatif, dan tentunya meningkatkan partisipasi siswa.
Variasi Kegiatan 1. Kahoot! Bisa digunakan untuk Pre-Test dan Post-Test; 2. penggunaan Kahoot! tidak hanya untuk reading, keterampilan lain pun bisa menggunakan media ini; 3. alih-alih menggunakan cara konvensional untuk melatih soal Ujian Nasional, penggunaan Kahoot! akan lebh menarik; 4. Kahoot! bisa digunakan untuk ulangan tertulis yang ramah lingkungan, tidak perlu banyak menggunakan kertas, dan lebih cepat dalam proses penghitungan skor yang siswa dapatkan.
32
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
7 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA BAHASA INGGRIS MELALUI PENGGUNAAN COMIC STRIP BERBAHASA INGGRIS Amalia Rahisa Dewi SMP Negeri 45 Bandung
Pendahuluan Dalam pembelajaran Bahasa Inggris kurikulum 13, kemampuan berbicara merupakan salah satu kompetensi dasar keterampilan berbahasa yang harus dimiliki oleh siswa. Keterampilan berbicara diajarkan dalam teks transaksional, interpersonal, dan fungsional teks. Permasalahan yang umumnya terjadi dalam pembelajaran speaking di kelas adalah pelafalan (pronunciation), tata bahasa atau grammar, kurangnya kosakata atau tidak tepatnya pemilihan kosakata, dan kefasihan (fluency). Untuk mengatasi permasalahan di atas, guru harus mampu menciptakan suasana kelas yang menyenangkan dan menciptakan kelas speaking yang bersifat studentcentered (Nur Mukminatien dan Yusnita, 2016). Selain itu, guru juga dituntut untuk selalu berinovasi dalam pengajaran speaking di dalam kelas, agar menghasilkan kelas speaking yang menyenangkan bagi para siswanya. Sejalan dengan hal tersebut, maka penulis mencoba menggunakan media comic strip berbahasa Inggris agar siswa lebih termotivasi untuk belajar speaking dan kelas speaking akan menjadi lebih menyenangkan untuk mereka. Komik dipilih sebagai salah satu media karena pada umumnya, remaja sangat suka dengan komik. Komik memiliki beberapa karakter yang bisa dimainkan oleh siswa dengan lebih mudah karena ada visualisasinya melalui gambar. Seperti yang dikatakan oleh Walt Disney dalam Maria dan Ari ‘elemen-elemen dalam komik menyediakan penceritaan tingkat menengah dan hiburan visual yang dapat memberikan kegembiraan dan informasi kepada siapa saja tanpa memandang usia di seluruh dunia’. Sementara itu, Sudjana (2002:64) dalam Maria dan Ari menyatakan bahwa komik adalah sejenis kartun (cerita bergambar) yang mengekspresikan karakter dan membentuk sebuah cerita. Komik terdiri atas serangkaian cerita yang diceritakan secara singkat dan menarik, lengkap dengan gerakan-gerakan.
33
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Implementasi di Kelas
Sumber gambar: English will easy Pembelajaran speaking dengan menggunakan media comic strip ini dilakukan secara berkelompok beranggotakan 4 atau 5 orang. Sebelum kelas speaking dimulai, guru harus mempersiapkan beberapa comic strip seperti contoh di atas dengan jumlah yang disesuaikan dengan banyaknya kelompok di dalam kelas. Pemilihan comic strip disesuaikan dengan tema atau topik pembelajaran yang akan diajarkan. Ada beberapa cara dalam menyajikan comic strip di dalam kelas, diantaranya sebagai berikut: 1. Dengan memberikan potongan-potongan comic strip secara acak kemudian siswa menyusunnya sesuai dengan alur cerita yang benar. 2. Dengan memberikan comic strip yang tersusun dengan bagian percakapan yang dikosongkan. Siapkan kalimat-kalimat atau ungkapan-ungkapannya secara terpisah. Siswa kemudian mengisikannya ke dalam comic strip yang sesuai. 3. Dengan memberikan comic strip yang berisi sebagian percakapan dan siswa melengkapi sebagian percakapan dengan kalimat atau ungkapan sendiri yang sesuai dengan percakapan sebelumnya atau berkesinambungan. 4. Dengan memberikan daftar kosakata yang berhubungan dengan cerita yang ada di comic strip yang diberikan, Comic strip disajikan dengan kolom dialog yang kosong. Kemudian, siswa yang mengisikannya ke dalam kolom dialog. 5. Dengan memberikan sebuah masalah atau situasi dan siswa membuat comic strip berdasarkan situasi yang diberikan. Untuk lebih memotivasi siswa, guru sebaiknya menyiapkan stiker-stiker poin sebagai reward yang akan diberikan kepada kelompok yang berhak mendapatkannya. Sepuluh poin untuk yang paling cepat selesai dalam menyusun comic strip dan sepuluh poin untuk penampilan yang terbaik saat menampilkan karakter yang terdapat didalam comic strip-nya atau yang dapat melengkapi percakapan comic strip dengan cepat dan tepat. 34
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Berikut ini adalah langkah-langkah pelaksanaan di menggunakan potongan-potongan comic strip secara acak :
dalam
kelas
yang
Langkah 1 – Pembagian kelompok Siswa dibagi delapan sampai dengan sepuluh kelompok disesuaikan dengan jumlah siswa di dalam kelas. Satu kelompok terdiri atas 4 atau 5 orang. Setiap kelompok akan mendapat satu set potongan-potongan comic strips. Sebelum comic strips dibagikan, guru menjelaskan kompetesi dasar yang akan dicapai dalam pembelajaran tersebut dan tujuan pembelajaran yang harus dimiliki siswa setelah pembelajaran selesai. Guru menjelaskan langkah-langkah kegiatan yang dilakukan dalam pembelajaran yang menggunakan media comic strips. Setelah yakin semua siswa memahami langkah-langkah kegiatannya dengan baik, selanjutnya guru membagikan satu set comic strips kepada setiap kelompok. Langkah 2 – Menyusun potongan-potongan comic strips Setiap kelompok menyusun potongan-potongan comic strips sesuai dengan alur cerita yang benar. Kelompok yang paling cepat menyusun comic strips dengan benar maka kelompok tersebut berhak mendapat bonus 10 poin Langkah 3 – Membaca percakapan yang ada didalam comic strips secara berkelompok Kelompok yang telah selesai menyusun comic strips dengan benar kemudian membaca percakapan dengan mengikuti guru sebagai model, berlatih pelafalan (pronunciation) dengan penekanan dan intonasi yang sesuai. Langkah 4 - Menampilkan karakter sesuai dengan cerita yang terdapat didalam comic strips Setelah siswa berlatih percakapan yang ada di dalam comic strips, siswa menampilkan percakapan tersebut sesuai dengan karakter yang mereka pilih secara bergantian. Langkah 5 – Pemberian reward Reward berupa stiker poin yang diberikan kepada kelompok yang paling cepat selesai menyusun comic strips dengan benar dan penampilan terbaik dalam menampilkan karakter yang sesuai dengan cerita didalam comic strips-nya. 35
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
8 Penggunaan Teknik Read and Run untuk Meningkatkan Motivasi Belajar dalam Pembelajaran Reading Comprehension Amalia Rahisa Dewi SMP Negeri 45 Bandung
Pendahuluan Salah satu agenda penting dari Kurikulum 13 adalah menekankan pada penguatan budaya literasi. Oleh karena itu, peningkatan kemampuan membaca pemahaman (reading comprehension) menjadi sorotan utama, selain keterampilan berbahasa lainnya. Pembelajaran membaca pemahaman (reading comprehension) menurut Djojosuroto (dalam M. Rifan Fajrin, 2016) membaca yang dimaksudkan adalah memahami makna atau pesan penulis melalui teks yang ditulisnya. Kecermatan dan ketepatan dalam memahami pesan komunikasi sangat penting, agar dapat dicapai pemahaman terhadap pesan komunikasi sebagaimana yang dikehendaki penulis. Sementara itu, Tampubolon (dalam Asnawi, 2008:2) menyebutkan bahwa membaca, terutama membaca pemahaman bukanlah sebuah kegiatan yang pasif. Sebenarnya, pada peringkat yang lebih tinggi, membaca itu bukan sekedar memahami lambanglambang tertulis, melainkan memahami, menerima, menolak, membandingkan, dan meyakini pendapat-pendapat yang ada dalam bacaan. Membaca pemahaman inilah yang dibina dan dikembangkan secara bertahap di sekolah. Permasalahan yang umumnya ditemukan didalam kelas membaca adalah masih adanya penerapan metode konvensional seperti: Guru : ”Buka halaman 30 di buku paket, silakan baca, setelah itu jawab pertanyaannya dalam waktunya 15 menit”. Siswa : “Sudah, Bu”. Guru : “Iya, Adi. Bacakan jawaban pertanyaan No. 1”. Pada kegiatan pembelajaran membaca pemahaman (reading comprehension) di atas, guru masih menerapkan metode konvensional. Dalam pembelajaran tersebut, terkadang guru tidak memperhatikan siswanya saat kegiatan membaca senyap berlangsung. Hal ini membuat tidak semua siswa membaca dengan baik bacaannya, beberapa dari mereka bukan membaca tetapi mengobrol dengan temannya. Pada 36
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
saat membahas jawaban dari pertanyaan bacaan, siswa yang tidak mengikuti kegiatan membaca, dengan mudahnya menyalin jawaban temannya yang sudah mengerjakan. Hal ini akan berdampak kegiatan pembelajaran membaca menjadi tidak menarik, dan siswa kurang termotivasi untuk membaca dengan sungguhsungguh untuk memahami isinya. Untuk mengatasi permasalahan di atas maka guru harus mulai mengubah metode pengajaran konvensionalnya dengan metode atau teknik yang lebih menarik. Metode tersebut harus dapat meningkatkan motivasi siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran reading comprehension. Upaya penulis untuk menciptakan pembelajaran yang menarik dalam kelas membaca pemahaman adalah dengan menggunakan teknik Read and Run. Teknik ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran membaca pemahaman sehingga semua siswa terlibat aktif dalam mencari informasi yang terdapat di dalam bacaan. Selain itu, siswa yang memiliki kecenderungan kinestetik akan terakomodir dalam kegiatan ini karena mereka dapat bergerak aktif. Dalam teknik ini, siswa juga tidak hanya meningkatkan keterampilan membaca tetapi juga meningkatkan keterampilan speaking dan listening.
Implementasi di Kelas Teknik Read and Run ini dilakukan secara berkelompok. Sebelum kelas membaca dimulai, sebaiknya guru menyiapkan teks yang disesuaikan dengan topik yang akan dipelajari. Teks lebih baik bervariasi, setiap kelompok mendapatkan teks yang berbeda. Siapkan pula pertanyaan yang berkaitan dengan pemahaman bacaan yang dibagikan. Buatlah daftar pertanyaan yang menarik dengan gambar dan warna warni yang terang sehingga menarik bagi siswa dan ditempelkan disekitar kelas. Siapkan stop watch untuk menghitung waktu yang digunakan dalam menyelesaikan tugas menjawab pertanyaan dan meningkatkan semangat kompetisi siswa sehingga diharapkan semua siswa terlibat aktif. Siapkan bintang atau stiker reward untuk kelompok yang paling cepat selesai menjawab pertanyaan dan kartu warna merah untuk yang melakukan pelanggaran. Prosedur teknik Read and Run adalah sebagai berikut: 1. Setiap kelompok memilih satu orang sebagai sekretaris yang bertugas untuk mencatat jawaban hasil dari diskusi kelompoknya. 37
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
2. Setiap anggota mendapatkan tugas menyampaikan pertanyaan yang ditempel disekitar kelas secara lisan dan bergantian kecuali sekretaris yang tetap diam ditempat. 3. Pertanyaan tidak boleh ditulis, wajib dihapalkan saja, bila lupa maka boleh kembali lagi untuk melihat pertanyaan untuk disampaikan kepada kelompoknya. 4. Anggota kelompok yang lain membantu mencari jawaban dan sekretaris menuliskan hasilnya. 5. Bila ada kelompok yang melanggar, maka mendapat hukuman berupa kartu merah yang akan mengurangi poin sebanyak 5 poin untuk kelompoknya. 6. Bagi kelompok yang telah selesai menjawab semua pertanyaan, hasilnya diserahkan kepada guru dan guru mencatatkan waktunya di atas kertas tersebut. 10 poin diberikan untuk kelompok yang tercepat menjawab pertanyaan. 7. Setelah semua kelompok menyerahkan hasil diskusi kelompoknya. Guru membahas setiap jawaban secara klasikal, setiap jawaban yang kurang tepat mendapatkan minus 1 poin. Hal ini untuk menghindari siswa menjawab pertanyaan asal cepat selesai, tanpa memahami benar-benar isi bacaannya. Langkah-langkah penerapan teknik Read and Run di dalam kelas sebagai berikut: Langkah 1- Pembagian kelompok Sebelum pembagian kelompok dilakukan, guru menjelaskan kompetesi dasar yang akan dicapai dalam pembelajaran tersebut dan tujuan pembelajaran yang harus dimiliki siswa setelah pembelajaran selesai. Guru menjelaskan prosedur yang harus diikuti dalam pembelajaran membaca dengan teknik Read and Run. Setelah yakin semua siswa memahami prosedur dengan baik, selanjutnya siswa dibagi 8 sampai dengan 10 kelompok disesuaikan dengan jumlah siswa di dalam kelas. Setiap kelompok mendapat satu teks bacaan. Langkah 2 – Pre reading activity Guru memberikan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan bacaan secara lisan.
Langkah 3 – Whilst reading activity Guru memberikan teks kepada setiap kelompok dan memberikan aba-aba waktu dimulainya melakukan kegiatan membaca sesuai dengan prosedur yang telah dijelaskan diawal.
38
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Langkah 4 – Post reading activity Guru dan siswa bersama-sama membahas hasil dari kerja dari masingmasing kelompok. Setiap jawaban yang kurang tepat diberi minus 1 poin, yang benar 2 poin. Kelompok yang mendapat total poin terbanyak sebagai pemenangnya. Guru bisa memberikan bonus poin sebagai reward bagi kelompok yang menjadi pemenang.
39
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
9 Pembelajaran Berbicara Menggunakan Hot Seat Game IVAN SOFYAN SMAN 1 Sukatani
Pendahuluan Berbicara adalah "proses membangun dan berbagi makna melalui penggunaan simbol verbal dan non-verbal, dalam berbagai konteks" (Chaney, 1998: hlm. 13). Berbicara adalah bagian penting dari pembelajaran dan pengajaran bahasa kedua. Meskipun penting, selama bertahun-tahun, pembelajaran berbicara kurang dieksplorasi dan guru Bahasa Inggris terus mengajarkan berbicara hanya sebagai pengulangan latihan atau menghafal dialog. Namun, dunia saat ini mengharuskan pengajaran berbicara harus meningkatkan keterampilan komunikasi siswa. Hanya dengan cara itu, siswa dapat mengekspresikan diri dan belajar bagaimana mengikuti aturan sosial dan budaya yang sesuai dalam setiap keadaan komunikatif. Apa itu Mengajar Berbicara? yang dimaksud dengan "mengajar berbicara" adalah mengajar siswa ESL untuk menghasilkan bunyi ujaran bahasa Inggris dan pola suara, menggunakan kata dan kalimat stres, pola intonasi dan ritme bahasa kedua, memilih kata dan kalimat yang tepat sesuai dengan pengaturan sosial, audiens, situasi, dan subjek yang tepat, mengatur pikiran mereka dalam urutan yang bermakna dan logis, menggunakan bahasa sebagai sarana untuk mengekspresikan nilai dan penilaian, menggunakan bahasa dengan cepat dan penuh percaya diri dengan beberapa jeda yang tidak wajar, yang disebut sebagai kelancaran (Nunan, 2003). Cara Mengajar Berbicara Sekarang banyak guru linguistik dan ESL sepakat bahwa siswa belajar berbicara dalam bahasa kedua dengan "berinteraksi". Pembelajaran bahasa komunikatif dan pembelajaran kolaboratif sangat cocok untuk tujuan ini. Pengajaran bahasa komunikatif didasarkan pada situasi kehidupan nyata yang membutuhkan komunikasi. Dengan menggunakan metode ini di kelas ESL, siswa akan memiliki kesempatan berkomunikasi satu sama lain dalam bahasa target. Singkatnya, guru ESL harus menciptakan lingkungan kelas di mana siswa memiliki komunikasi kehidupan nyata, kegiatan otentik, dan tugas bermakna yang mempromosikan 40
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
bahasa lisan. Ini dapat terjadi ketika siswa berkolaborasi dalam kelompok untuk mencapai tujuan atau menyelesaikan tugas. Mengajar berbicara adalah bagian yang sangat penting dari pembelajaran bahasa kedua. Kemampuan untuk berkomunikasi dalam bahasa kedua dengan jelas dan efisien berkontribusi terhadap keberhasilan pelajar di sekolah dan sukses di kemudian hari, di setiap fase kehidupan. Oleh karena itu, penting bahwa guru bahasa sangat memperhatikan pengajaran berbicara. Daripada mengarahkan siswa ke hafalan murni, menyediakan lingkungan yang kaya di mana komunikasi yang berarti terjadi seperti yang diinginkan. Dengan tujuan ini, berbagai kegiatan berbicara seperti role play, simulation, find someone who, information gap, story telling, story completion, brainstorming, interview, board game, playing cards, debate, reporting, dan lain-lain dapat berkontribusi banyak bagi siswa dalam mengembangkan keterampilan interaksi dasar yang diperlukan untuk kehidupan. Kegiatan ini membuat siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran dan pada saat yang sama membuat pembelajaran mereka lebih bermakna dan menyenangkan bagi mereka. Untuk mengajari pembelajar bahasa kedua cara berbicara dengan sebaik mungkin, beberapa usaha bisa dilakukan. Misalnya, dengan mengadaptasi permainan Quiz di televisi seperti yang akan penulis sajikan yaitu “Hot Seat Game“. Permainan ini akan merangsang anak untuk menyampaikan apa yang dia ketahui dengan menggunankan bahasa target tanpa takut melakukan kesalahan.
Implementasi di Kelas Sebelum mengadakan permainan ini, guru harus menyiapkan daftar kosa kata yang akan disajikan. Daftar kosa kata ini tentu saja harus relevan dengan topik atau tujuan pembelajaran yang sedang dituju. Prosedur 1. Pertama, pisahkan kelas menjadi tim yang berbeda (dua yang terbaik, tetapi jika memiliki kelas besar, nomor apa pun dapat digunakan). 2. Minta siswa untuk duduk menghadap papan. 3. Kemudian ambil kursi kosong ─ satu untuk setiap tim ─ dan letakkan di depan kelas, menghadap anggota tim. Kursi-kursi ini adalah 'kursi panas' (Hot Seat).
41
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
4. Kemudian mintalah satu anggota dari setiap tim untuk datang dan duduk di kursi itu, sehingga mereka menghadapi rekan satu tim mereka dan kembali ke papan. 5. Siapkan daftar kosa kata yang ingin kita gunakan dalam permainan ini. 6. Ambil kata pertama dari daftar itu dan tuliskan dengan jelas di papan tulis. 7. Tujuan dari permainan ini adalah untuk para siswa dalam tim untuk menggambarkan kata itu, menggunakan sinonim, antonim, definisi, dan lain-lain. 8. Kepada rekan setim mereka yang berada di kursi panas ─ orang itu tidak bisa melihat kata itu! 9. Siswa di kursi panas mendengarkan rekan satu tim mereka dan mencoba menebak kata. 10. Siswa di kursi panas pertama yang mengatakan kata itu memenangkan satu poin untuk tim mereka. 11. Kemudian, ubah siswa dengan anggota baru dari masing-masing tim mengambil tempat mereka di kursi panas tim mereka. 12. Kemudian tulis kata berikutnya. Ini adalah aktivitas yang sangat hidup dan dapat disesuaikan untuk berbagai ukuran kelas. Jika kita memiliki terlalu banyak tim, mungkin beberapa tim harus menunggu untuk bermain. Atau jika ukuran tim besar, kita dapat membatasi berapa banyak anggota tim yang mendeskripsikan. Selamat bersenang-senang!
42
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
10 Is it time to stop, review or move on? Strategi untuk Mengukur Tingkat Pemahaman Siswa Cicin Kuraesin SMA Negeri 27 Bandung
Pendahuluan Indikator pencapaian adalah sebuah instrumen yang dipakai untuk mengetahui sejauh mana siswa telah berhasil meraih tujuan pembelajaran yang ditargetkan. Layaknya sebuah indikator, ia akan diuji pada akhirnya sebagai bahan evaluasi dan refleksi bagi guru serta proses KBM itu sendiri. Sering kali guru terjebak dan tergesa-gesa dalam proses pengujian. Sehingga mencukupkannya lewat proses ulangan harian, ulangan unit, ulangan tengah semester, atau pun akhir semester. Tes sumatif acapkali menjadi solusi dalam keterbatasan waktu pertemuan dan luasnya cakupan materi. Siswa akhirnya terjebak dalam kebiasaan belajar SKS (sistem kebut semalam). Cara mengukur kemampuan siswa seperti itu seolah dimaklumi karena dalam beberapa keadaan, proses tersebut terkadang sesulit ‘mind reading’ bagi siswa-siswi yang tidak begitu aktif atau ekpresif. Perlu di ingat, bahwa siswa di sekolah dalam sehari mempelajari lebih dari satu pelajaran. Terlebih jika mata pelajaran yang di dapat hari itu adalah mata pelajaran yang jamnya sedikit atau jarang mereka temui setiap minggunya. Maka, kepentingan guru untuk memastikan siswa memahami apa yang disampaikan menjadi sangat krusial. Pemahaman siswa perlu secepatnya diperiksa sebelum mereka move on ke pelajaran lain atau ke pembahasan berikutnya. Data yang di dapat bisa menjadi sebuah kesimpulan sederhana apakah pembahasan yang sedang berjalan perlu di hentikan, di ulang, atau dapat dilanjutkan. Tidak berdasarkan tes sumatif saja, alternatif tes formatif pun diperlukan untuk mendapatkan umpan balik. Itulah mengapa guru diharapkan secara teratur memeriksa pemahaman siswa baik di awal, tengah, maupun akhir. Proses tersebut harus benar-benar dialokasikan, baik secara waktu ataupun perlengkapan yang diperlukan. Itulah pentingnya sebuah perencanaan pengecekkan kemampuan siswa.
43
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Observasi adalah langkah pertama sebelum perencanaan. Beberapa strategi berbasis game dapat diterapkan. Beberapa melalui kegiatan klasikal. Penekannya tidak sekedar menyenangkan tapi lebih pada pengecekan secara menyeluruh, sehingga guru dapat mengambil langkah yang bijak dalam pembelajaran berikutnya. Tentu strategi yang dipilih harus memiliki tingkat penerapan yang tinggi, mengingat waktu, jumlah siswa, jumlah kelas yang diajar, dan jenis kelas (tradisional/ melek teknologi). Hal itu dimaksudkan agar ia tidak kemudian menyulitkan guru saat memeriksanya. It should be as simple as dipping a stick to check the oil in your car (Finley:2014). Jangan lupa untuk menyediakan “imbalan� atau “hukuman� bagi siswa yang bersangkutan.
Implementasi di Kelas Pada bagian ini, penulis akan memaparkan beberapa strategi yang pernah dipakai dan dapat diterapkan di sekolah dimana penulis mengajar. Strategi-strategi tersebut dapat dikelompokkan sesuai peruntukkannya, apakah sesuai waktu atau kuantitas siswa yang terlibat. Sesuai waktu maksudnya adalah proses pengecekkan dikelompokkan berdasarkan penempatan waktu pemakaiannya apakah di awal pertemuan, di tengah pertemuan/ pembahasan sebuah materi dalam beberapa pertemuan, atau di akhir pertemuan/ di akhir sebuah bahasan atau unit yang di bahas di beberapa pertemuan. Sedangkan sesuai kuantitas siswa maksudnya adalah dilakukan secara perseorangan, berpasangan, kelompok atau whole class (kelas secara umum). Penulis tidak menyertakan strategi yang berbasis teknologi dikarenakan beberapa keterbatasan fasilitas di tempatnya bertugas. Berikut beberapa diantaranya. A. 1. a. b. c.
Strategi pengecekkan untuk perseorangan. Color card (Kartu Warna) Merah : "Stop, Aku butuh bantuan/ Aku tidak mengerti." Hijau : "Lanjutkan! Aku mengerti." Kuning : "Aku kebingungan."
Strategi ini dapat diterapkan di tengah pembelajaran. Berikan jeda setiap satu poin pembahasan dan tanyakan respon siswa terhadap materi yang tengah di bahas. 44
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
2. Hand signal (Penanda dengan Tangan) Jika sebelumnya kertas warna memerlukan persiapan alat, untuk hand signal tidak memerlukan peralatan apapun, cukup lima jari yang kita miliki. Siswa menunjukkan berapapun jumlah jari mereka sesuai pemahaman yang dimiliki, lima jari seandainya mereka sangat mengerti dan satu jari untuk tidak mengerti. Strategi ini dapat digunakan di awal, tengah atau akhir pembelajaran. 3. a. b. c.
3-2-1 3 : Tiga hal yang aku mengerti 2 : Dua hal yang menarik perhatian dan ingin diketahui lebih lanjut 1 : Satu pertanyaan yang masih belum dipahami
Strategi ini membantu siswa untuk merefleksikan proses KBM yang telah mereka jalani dan membantu guru untuk memahami kecenderungan siswa. Cara ini dapat diterapkan di awal, tengah, atau akhir pembelajaran. 4. Ticket out the door (Tiket Keluar Kelas) Strategi ini mungkin adalah strategi yang paling sederhana dan paling tua di antara strategi-strategi yang lain. Dimana siswa diberikan pertanyaan secara klasikal dan siswa yang bisa menjawab boleh istirahat atau pulang terlebih dahulu. Jawaban bisa tertulis atau lisan. Strategi ini di sebut “dipeuncil� di daerah tempat penulis mengajar. Walaupun jawaban diberikan secara individu, kegiatan ini dapat di modifikasi dengan membolehkan orang yang dapat menjawab untuk mengajak teman sebangku, sejumlah teman atau satu barisannya untuk istirahat atau pulang terlebih dahulu. 5. 60 second paper (Kertas 60 Detik/ 1 menit) Dengan waktu yang sangat terbatas siswa diminta untuk menjelaskan hal-hal yang telah mereka pahami dan yang belum mereka pahami. Tepat digunakan di awal atau di akhir pembelajaran. 6.
Summarize (Membuat ringkasan)
B. Strategi pengecekkan untuk berpasangan. 1. Think-pair-share Strategi ini mengharuskan siswa untuk menjawab pertanyaan secara perseorangan, kemudian membandingkan jawaban dan mendiskusikannya dengan pasangannya lalu menyampaikan hasil diskusi kepada teman-temannya. C. 1.
Strategi pengecekkan untuk kelompok. Jeopardy 45
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Jeopardy sebenarnya adalah nama sebuah game show yang sangat terkenal di Amerika. Dalam permainan tersebut peserta disediakan sebuah papan berisi teka teki. Setiap teka teki dikelompokkan berdasarkan kategori soal dan nilai. Jawaban teka-teki harus diawali dengan kata tanya.
Sumber : https://www.pftq.com/jeopardy/ Misalnya, untuk kategori ke-3 yaitu kategori pie nilai 100, teka teki yang diberikan adalah, it is a combination of sugar, flour, egg and apple, maka jawaban yang benar adalah, what is apple pie?. Untuk penerapannya di kelas, penulis menerapkan bentuk yang lebih sederhana, di mana siswa tidak perlu menjawab dalam bentuk pertanyaan tapi cukup dalam bentuk jawaban biasa. Yang menjadikannya menarik, permainan ini juga menguji keberanian memilih nilai (berkisar dari 100 sampai 500) untuk setiap kategori (kategori dapat dibuat sesuai kebutuhan materi yang ingin di ulas, misalnya kategori vocabularies of the day, it’s a good story, what if, what’s your response, dll ). Bagi kelas menjadi dua atau beberapa tim, lalu minta mereka untuk memilih kategori dan nilai yang diinginkan. Untuk mempertajam kompetisi, siswa hanya diberikan waktu sepuluh detik masing-masing untuk memilih pertanyaan dan menjawab pertanyaan. 2. Tic-tac-toe Strategi ini lebih cocok diterapkan dikelas yang lebih kecil dengan jumlah siswa yang tidak terlalu banyak. Seperti permainan tic- tac- toe pada umumnya, guru menyediakan papan permainan, bisa memakai papan tulis biasa yang telah digambar sejumlah kotak yang di beri angka. setiap tim berusaha untuk membentuk tiga tanda X atau O paralel, atas, bawah atau samping, dengan menjawab pertanyaan di balik angka-angka tersebut, sedangkan tim lain berusaha menjegal tim lawan.
46
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Sumber:https://medium.com/@alialaa/tic-tac-toe-with-javascript-es2015-buildingthe-tic-tac-toe-board-f914a93d317 3.
Race at board/ run to the board (berlomba menuju papan)
Sumber: dokumentasi ETW Kelas dibagi menjadi dua tim. Setiap tim diposisikan berbaris ke belakang. Satu perwakilan dari tiap grup berusaha menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru dengan cara berlari memilih jawaban yang telah disedikan di papan tulis (untuk menghindari cedera saat memilih jawaban, sediakan alat pemukul lalat atau alat scan kartu tol sebagai alat bantu peserta) atau dengan cara siswa menuliskan jawabannya di papan tulis jika jawaban tidak disediakan oleh guru. Jika tidak ada peserta yang berhasil menjawab pertanyaan, maka pertanyaan dilemparkan ke seluruh kelas. D. Strategi pengecekkan untuk seluruh kelas. Selain beberapa strategi perseorangan, berpasangan, dan berkelompok yang telah dibahas di atas, dua strategi sederhana berikut ini dapat membantu guru untuk mengetahui pemahaman siswa di kelas secara umum. 1. Misconception check Tampilkan sebuah contoh yang salah dari materi yang sedang dibahas. Dapat berupa pancingan (‘seolah’ guru tidak sadar sedang membuat kesalahan), 47
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
kemudian di lihat apakah ada siswa yang menyadari kesalahan tersebut dan mengkoreksinya. Atau siswa diberitahu dulu sebelumnya bahwa akan ditampilkan beberapa konsep salah dan beberapa yang benar, kemudian mereka diberikan kesempatan untuk berpendapat, setuju atau tidak setuju terhadap apa yang ditampilkan di depan dan siswa harus menjelaskan mengapa mereka setuju atau tidak. 2. Pair Checking and Teaching (Pengajaran Teman Sebaya) Tarik seorang siswa atau beberapa siswa, minta siswa yang bersangkutan untuk menjelaskan materi yang telah dibahas. Cara ini dapat dipakai untuk mengecek pemahaman perseorangan, kelompok, atau kelas secara keseluruhan. Jika siswa mampu menjelaskan, maka pembahasan dianggap sudah tuntas, dan siswa memahami pembelaaran. Jika masih ada yang belum paham, maka siswa yang sudah mengerti diberi tugas sebagai tutor sebaya bagi siswa yang masih belum mengerti. Kegiatan tutor sebaya dapat dilakukan di luar jam pelajaran. Strategi ini diterapkan karena seringkali siswa lebih mengerti bahasa sebaya dibandingkan dengan bahasa guru. Perlu dipastikan tutor yang menjelaskan harus memiliki pemahaman yang sesuai dengan maksud dan konten materi yang dibahas oleh guru. Untuk menambah keseruan di kelas, guru dapat menyediakan beberapa door prizes bagi pemenang. Hadiah dapat berupa barang sederhana, diskon beberapa soal latihan, bebas pekerjaan rumah, keluar kelas lebih awal, bebas piket selama satu minggu, dan lain-lain.
48
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
11 Gaya Belajar? Kenali Yuk! Tintin Sri Suprihatin SMP Negeri 9 Bandung
Pendahuluan Dalam proses pembelajaran, seorang guru haruslah memperhatikan karakteristik peserta didiknya agar dapat memberikan pelayanan yang memuaskan. Karakteristik peserta didik memiliki cakupan luas yang meliputi aspek fisik, intelektual, sosial-emosional, moral, dan latar belakang sosial-budaya. Sebagaimana diuraikan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Thun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Salah satu karakteristik peserta didik yang perlu dikenali guru adalah gaya belajar peserta didik. Kemampuan setiap anak dalam memahami dan menyerap materi pelajaran sudah pasti tidak sama dan berbeda tingkatannya. Ada yang cepat, sedang, dan ada pula yang sangat lambat. Oleh karena itu, sebagai guru kita harus paham betul gaya belajar apa yang sesuai dengan peserta didik, sehingga mereka dapat menerima dan memahami sebuah informasi dan menyimpannya di memori otak mereka. Hamzah (2008) menyatakan bahwa “Ada beberapa tipe gaya belajar yang bisa kita cermati dan mungkin kita ikuti apabila memang kita merasa cocok dengan gaya itu, diantaranya: gaya belaja visual, gaya belajar auditorial, dan gaya belajar kinestetik�. Gaya belajar tertentu juga memengaruhi prestasi dan kemampuan anak pada bidang tertentu. Misalnya, anak dengan gaya belajar visual senang dan pandai dalam matematika, anak dengan gaya belajar auditori pandai dalam bercerita, anak dengan gaya belajar kinestetik pandai dalam olahraga, dan sebagainya. Mengetahui gaya belajar yang efektif sangatlah penting untuk dapat menyelesaikan atau mengatur tugas dengan baik. Gaya belajar yang baik bagi seseorang tidak dapat ditentukan oleh orang lain. Namun, berasal dari pemahaman terhadap diri sendiri. Apabila seseorang memiliki indera pengelihatan yang tajam dan minat terhadap warna, bentuk, dan model.
49
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Berdasarkan hasil penelitian oleh Dunn dan Dunn yang dilangsungkan sejak 1979 ─ mengungkapkan bahwa tiga perlima gaya belajar bersifat genetis, dan sisanya bisa dikembangkan memalui pengalaman. Gaya belajar seorang anak adalah kombinasi dari bagaimana ia menyerap, lalu mengatur, dan mengolah informasi, dan ini merupakan modal belajar yang harus ia temukan dan kembangkan. Namun, tentunya bagi peserta didik sangatlah sulit untuk menyadari dan mengetahui gaya belajarnya. Tugas kita adalah membantu menemukan gaya belajar yang mereka miliki. Bila gaya belajar peseta didik sudah dikenali, maka guru akan menjadi efektif dalam menentukan strategi atau metode pembelajaran, sehingga dengan demikian peserta didik akan belajar dengan lebih mudah dan menyenangkan. Tidak masalah bila nantinya kita menemukan gaya belajar peserta didik yang berbeda-beda. Karena tidak bisa dipungkiri lagi bahwa setiap orang adalah individu yang unik dan berbeda. Demikian pula halnya dengan gaya belajar peserta didik. Meskipun mereka bersekolah di sekolah yang sama, di kelas yang sama, atau bahkan duduk bersampingan, bisa saja mereka mempunyai gaya belajar yang berbeda dan bermacam-macam. Dari banyak gaya belajar yang ada, artikel ini akan mengulas gaya belajar Visual, Auditorial, dan Kinestetik. Sehingga pada akhirnya, artikel ini dapat membantu pembaca baik itu peserta didik, guru, bahkan orang tua untuk dapat mengidentifikasi kecenderungan gaya belajar peserta didik dengan tepat, baik secara individual maupun klasikal dalam satu kelas.
Implementasi di Kelas Jika guru ingin mengetahui sejauh mana peserta didik menguasai suatu materi sebelum pembelajaran dimulai, guru bisa melakukan pre-test, atau bisa juga melakukan tanya jawab sehingga guru mempunyai gambaran berapa persen penguasaan materi tersebut, sehingga fokus pembelajaran bisa disesuaikan. Demikian halnya dengan gaya belajar peserta didik. Akan lebih mudah bagi guru dan orang tua untuk mengetahui gaya belajar apa yang dimiliki peserta didik, sehingga dapat menentukan metoda, teknik dan pendekatan yang sesuai bagi mereka.
50
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
1. a.
b.
Observasi mendetail dapat dilakukan oleh guru di kelas. Gunakan metode ceramah, catat peserta didik yang kuat bertahan lama dalam menyimak. Klasifikasikan mereka kedalam dua kelompok: kelompok A yang suka mendengarkan dan kelompok B yang tidak suka mendengarkan. Dengan demikian, kita bisa mengetahui bahwa peserta didik yang berada di kelompok A adalah mereka yang mempunyai gaya belajar Auditorial. Putar film, tunjukan gambar atau poster, atau mungkin tunjukan peta atau diagram. Lakukan hal yang sama, membagi mereka kedalam kelompok A, yang menunjukkan antusiasme dalam mengikuti pelajaran, sementara kelompok B adalah peserta didik yang kurang antusias. Dengan demikian, kita bisa mengetahui bahwa peserta didik yang berada di kelompok A adalah mereka yang mempunyai gaya belajar Visual.
Gambar 1. Belajar melalui gambar c. Setelah itu, cobalah dengan metode praktik, para peserta didik dengan gaya belajar Kinestetik tentunya akan bersemangat mengikuti proses pembelajaran. Catat mereka dan pisahkan kedalam kelompok A, yang menyukai praktik, dan kelompok B, yang tidak menyukai.
Gambar 2. Praktik membuat kalimat di papan tulis 51
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Dengan melakukan observasi ini beberapa kali, kita dapat mengetahui kecenderungan gaya belajar apa yang dimiliki peserta didik. Bila guru kesulitan melakukan observasi bersamaan dengan berlangsungnya pembelajaran, MGMP sekolah bisa diikutsertakan. Dengan demikian, hasil observasi dapat lebih tepat dan objektif. 2. Berikan tugas untuk membuat atau melakukan sesuatu. Cara ini juga dapat dlakukan orang tua di rumah. Misalnya, berikan tugas menghias kipas, peserta didik dengan gaya belajar visual akan mencari contoh kipas hias yang sudah ada dan akan mulai membuat dengan meniru kipas tersebut. Peserta didik dengan gaya belajar auditorial akan mendengarkan atau membaca instruksi mengenai cara menghias kipas tersebut. Sementra peserta didik dengan gaya belajar kinestetik akan langsung menghias kipas tersebut.
Gambar 3. Menghias Kipas Variasi kegiatan dapat disesuaikan dengan materi pembelajaran. Misalnya, dalam pelajaran Bahasa Inggris, ada praktik membuat kartu ucapan. Membuat miniatur bangunan dalam pelajaran prakarya, dan lain sebagainya. 3. Mengisi angket untuk menentukan gaya belajar. Contoh angket sederhana. (Dengan peserta didik sebagai pengisi angket)
52
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Pilihlah jawaban yang menurutmu paling tepat 1. Pada saat belajar untuk ulangan, kamu akan ‌. A. membaca catatan, membaca judul dan sub-judul, melihat diagram dan ilustrasi B. meminta seseorang untuk memberi anda pertanyaan, atau menghafal dalam hati sendirian C. membuat catatan pada kartu dan atau membuat diagram 2. Apa yang kamu lakukan pada saat mendengarkan lagu? A. berkhayal (melihat benda-benda yang sesuai dengan lirik lagu yang kamu dengarkan) B. berdendang mengikuti alunan musik tersebut. C. menggerakan anggota tubuh, mengetukan tangan atau kaki mengikuti irama musik tersebut 3. A. B. C.
Pada saat kamu menghadapi masalah, kamu akan ‌. membuat daftar atau langkah-langkah pemecahan masalah, kemudian mengeceknya setelah langkah itu dilakukan menelpon teman untuk membicarakan masalah yang kamu hadapi melakukan semua langkah pemecahan masalah yang kamu pikirkan
4. A. B. C.
Kamu senang membaca ‌. buku petualangan dengan banyak gambar didalamnya cerita misteri yang penuh percakapan didalamnya buku yang memberikan pengetahuan yang dapat memecahkan masalahmu
5.
Untuk mengetahui cara mengoperasikan alat elektronik yang baru kamu beli, kamu akan ‌. menonton video tutorial mengenai cara kerja alat tersebut bertanya kemudian mendengarkan seseorang menjelaskan cara mengoperasikan alat tersebut mencoba-coba sendiri cara mengoperasikan alat tersebut
A. B. C.
6. Kamu harus membeli sesuatu di sebuah pusat pembelajaan, tetapi kamu tidak tahu persis letak tokonya. Kamu akan ‌. A. melihat sekeliling, kemudian menemukan denah toko pada pusat pembelajaan tersebut B. bertanya pada satpam atau penjaga toko yang kamu temui C. teralihakan perhatian kepada benda yang menurutmu menarik, baru setelah itu berkeliling mencari toko yang dimaksud.
53
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
7. A. B. C.
Jenis restoran yang tidak kamu sukai. restoran yang lampunya terlalu terang restoran yang musiknya terlalu keras restoran yang kursinya tidak nyaman
8. A. B. C.
Kamu lebih menyukai pelajaran ‌. menggambar musik olah raga
9. Ketika kamu menghadiri sebuah pesta tanpa ada satu orang pun yang kamu kenal sebelumnya, keesokan harinya kamu akan ingat ‌. A. muka orang-orang, tapi tidak namanya B. nama orang-orang, tapi tidak mukanya C. kejadian dalam pesta tersebut 10. A. B. C.
Pada saat menyampaikan satu cerita, kamu akan ‌. menuliskannya menceritakannya secara lisan memerankannya
11. A. B. C.
Konsentrasi kamu akan terganggu jika ‌. banyak orang hilir mudik didepanmu temanmu mamainkan lagu kesukaannya terlalu keras merasa lapar atau memikirkan hal lain
12. A. B. C.
Kalau kamu marah kamu akan ‌. cemberut, atau memperlihatkan mimic muka tidak suka berteriak membanting pintu
Cara mengetahui hasil angket: Hitung berapa banyak pilihan jawaban A, B, dan C. Apabila skor A yang menonjol, ini berarti kamu mempunyai kecenderungan gaya belajar Visual. Kamu cenderung belajar dengan cara melihat sesuatu. Apabila skor B yang menonjol, ini berarti kamu mempunyai kecenderungan gaya belajar Auditorial. Kamu cenderung belajar dengan cara mendengar. Apabila skor C yang menonjol, ini berarti kamu mempunyai kecenderungan belajar kinestetik. Kamu cenderung belajar melalui aktifitas fisik dan melibatkan diri langsung.
54
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Setelah peserta didik mengisi angket dan mengetahui kecenderungan gaya belajar masing-masing, guru dapat mendata kecenderungan gaya belajar apa yang paling banyak ditemukan di kelas tersebut, sebagai modal untuk memilih strategi apa yang tepat digunakan dalam kelas. Hasil ini juga dapat disampaikan pada orang tua peserta didik agar bersama-sama dapat memaksimalkan hasil belajar peserta didik. Dengan menempuh tiga cara di atas, sekarang baik peserta didik, guru maupun orang tua dapat mengidentifikasi gaya belajar peserta didik, sehingga pemilihan strategi bisa tepat. Guru bahkan dapat memetakan peserta didik sesuai dengan gaya belajarnya. Untuk siswa dengan gaya belajar visual, mereka bisa memilih atau kita tempatkan di barisan bangku yang paling depan, variasi kegiatan dalam proses pembelajaran bisa ditambah dengan lebih banyak menampilakan gambar, atau bahkan memutarkan film. Ketika di rumah, orang tua tidak usah khawatir bila mendapati anaknya mengerjakan tugas sambil mendengarkan musik, karena bisa jadi gaya belajar mereka adalah gaya Auditorial. Lebih baik lagi jika orang tua membantu anak yang memiliki gaya belajar ini dengan latihan tanya jawab seputar materi yang sedang diplejarinya. Guru seringkali kesal bila mendapati peserta didik yang tidak mau diam, selalu keluar dari bangku ketika proses pembelajaran. Hal ini seharusnya bisa dimaklumi ketika kita mempunyai data bahwa peserta didik tersebut cenderung mempunyai gaya belajar Kinestetik.
55
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
12 Two Faced Card Membuat Diskusi Menjadi Lebih Hidup Kartika Arum SMP Negeri 1 Padalarang
Pendahuluan Sebenarnya pembuatan media pembelajaran berupa kartu yang mempunyai dua sisi ini, awalnya berdasarkan dari pengamatan di beberapa kelas di mana banyak peserta didik yang sering keliru dalam menggunakan format kata kerja (Verb), maupun kata bantu (Auxiliary Verb) dalam pola kalimat Simple Present Tense. Mereka sering keliru atau mungkin tidak sadar akan adanya aturan yang berbeda, contohnya: Ali goes to school every day, tetapi mereka menyatakan Ali go to school. Sementara itu, Simple Present merupakan unsur kebahasaan yang dominan untuk memahami banyak Kompetensi Dasar (KD) di Kelas VII. Tentunya di level ini, peserta didik harus diberi pondasi yang kuat supaya dapat memahami materi di tingkat selanjutnya. Berdasarkan hal inilah, penulis ingin membantu peserta didik supaya selalu mengingat dan tentunya memahami aturan yang berbeda dalam Simple Present Tense ini, maka dibuatlah kartu dengan dua sisi. Yang terdiri dari kartu berisi kata kerja contohnya di satu sisi tertulis go tetapi di sisi lainnya goes, juga ada kartu berisi kata bantu di satu sisi do dan di sisi lainnya does. Kegiatannya dirancang sederhana yaitu menyusun kalimat. Dampak dari penggunaan media pembelajaran sederhana berupa kartu dua sisi ini ternyata luar biasa.
56
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Implementasi di Kelas
Seperti sudah diuraikan sebelumnya, penggunaan kartu dua sisi ini bertujuan untuk membantu peserta didik dalam memahami pola kalimat Simple Present Tense yang ternyata berdampak luar biasa karena selain paham, dengan adanya alat bantu atau media pembelajaran ini, peserta didik lebih hidup dalam berdiskusi dan semua antusias dalam mengikuti proses pembelajaran. Dalam pelaksanaannya, setiap kelas berbeda skenario kegiatannya, diantaranya ada yang langsung dengan permainan setiap peserta didik diberi satu kartu kemudian mereka harus menyusun kalimat yang dipampang di sebuah “Pocket Chart”. Berikut adalah pemaparan dengan skenario yang merupakan paling efektif. 1. Peserta didik dibagi dalam kelompok kecil, yaitu 1 kelompok terdiri atas 4 orang jadi ada 10 kelompok dalam 1 kelas. 2. Guru menjelaskan bahwa setiap kelompok akan menerima 2 (dua) set kartu yang terdiri dari kartu berwarna kuning yang berisi subjek (I, You, We, They, dll.) dan kartu berwarna merah yang berisi kata kerja tanpa tambahan dan di sisi sebaliknya kata kerja dengan tambahan s/es. Diberikan salah satu contoh kalimat, misalnya “I get up” tapi kalau subjeknya di rubah jadi Sinta maka berubah menjadi “Sinta gets up”. 3. Peserta didik dalam kelompoknya mendiskusikan dan menyusun kartu menjadi dua kalimat lalu menuliskan dalam kertas kelompok. 57
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
4. Peserta didik bertukar kartu dengan kelompok lain dengan mengacak kartu terlebih dahulu, sehingga setiap kelompok mendapat tugas untuk mendiskusikan, menyusun dan menuliskan 4 ( empat ) kalimat positif. 5. Kelompok mengumpulkan hasil kerjanya dan langsung dikoreksi oleh guru. 6. Guru menjelaskan lagi tentang aturan kalimat positif dalam Simple Present. 7. Mengulang kegiatan diatas untuk mengetahui hasilnya setelah dijelaskan aturan. 8. Peserta didik bekerja dalam kelompok besar dan berlomba: Tim putra (20 orang) melawan Tim Putri (20 orang) 9. Masing-masing tim mendapat 10 set kartu (terdiri dari 20 kartu untuk 10 kalimat). 10. Masing-masing tim duduk dalam 2 (dua) lingkaran. 11. Secara estafet setelah aba-aba mulai “Go�, kartu dibagikan kepada anggota tim sehingga masing-masing anggota mendapat 1 kartu. 12. Masing-masing anggota mencari, mendiskusikan dan menyusun kartu menjadi kalimat. 13. Guru mengoreksi hasil kerja tim dan mengumumkan pemenang. Semua tahapan ini dilakukan untuk kalimat negative dan kalimat tanya. Banyak temuan yang penulis dapatkan selama mengamati kegiatan ini. 1. Pada kegiatan kelompok kecil semua kelompok teramati berdiskusi, tentunya dengan kualitas diskusi yang berbeda karena pembagian kelompoknya tidak heterogen dari low sampai high achiever, tetapi berdasarkan posisi tempat duduk yaitu dua bangku yang berdekatan menjadi satu kelompok. Ada satu kelompok yang terdiri dari 1 high achiever, 1 medium dan 2 low, teramati high dengan prior knowledge yang dia miliki membimbing teman-temannya, kemudian low mencoba untuk menyusun kalimat, ketika masih terjadi kesalahan pada pemilihan kata kerja, peserta didik yang medium mengoreksi. Lain cerita pada kelompok yang terdiri dari 1 medium dan 3 low, diskusinya terbatas pada pemilihan kata kerja dengan mengatakan, “Kata aku mah yang ini� tanpa menjelaskan sebabnya. Karena ada 10 (sepuluh) kelompok maka ada 10 diskusi yang beragam kualitasnya. 2. Pada saat pertukaran kartu dengan kelompok lain teramati semua kelompok antusias untuk segera bertukar dan mendiskusikan kalimat yang akan disusun. 3. Penilaian yang dilakukan langsung pada setiap sesi membangkitkan semangat semua kelompok untuk berdiskusi dan menyusun kalimat dengan benar. 58
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
4. Setiap sesi kedua adalah sesi penjelasan oleh guru, karena ingin benar dalam pengerjaan kalimatnya maka setiap individu mendengarkan dengan seksama. 5. Hasil pada setiap sesi kedua relative lebih baik dibandingkan sesi satu. 6. Pada kegiatan tim besar di mana dilombakan antara tim putra dan putri ada reaksi yang berbeda, ternyata tim putra bereaksi cepat dan berhasil menyusun kalimat dengan benar sebanyak 9 dari 10 kalimat. Sementara tim putri agak lambat dan berhasil menyusun 7 kalimat dengan benar dari 10 kalimat. 7. Pada saat kegiatan tim besar, masing-masing peserta didik menerima satu kartu dan hal ini memberikan rasa tanggung jawab yang besar pada individu dan bersikap proaktif terhadap kartu dan terhadap proses yang dijalani oleh kelompok.
59
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
13 Cooperative Learning Melalui Strategi Numbered Head Together (NHT) Hendra Sanjaya SMPN 4 Lembang
Pendahuluan Salah satu aspek yang penting dalam pengajaran adalah memastikan siswa menerima, memproses, menyimpan, dan memahaminya. Ada beberapa cara untuk mengetahui hal tersebut, kita bisa melakukan kolaborasi antara dua siswa atau lebih, hal ini melibatkan mereka tentang pelajaran dan memantau pemahaman siswa, disini akan terlihat mana siswa yang membutuhkan dukungan tambahan dan mana siswa yang tidak mengerti. Menggunakan pasangan kolaboratif, terutama bila menggunakan Numberred head together (NHT) dapat memberikan guru dan siswa cara untuk memeriksa pemahaman. Berbicara tentang apa yang mereka pelajari, memungkinkan siswa untuk mencerminkan, memproses, berlatih, memperjelas, dan menyimpan informasi baru. Pertama mulailah dengan memasangkan siswa yang berkolaborasi dengan baik bersama dan meningkatkan keterlibatan aktif. Ketika membuat pasangan, telah ditemukan bahwa pasangan kemampuan yang paling efektif adalah tinggi-menengah, menengah-tengah dan menengah-rendah. Gunakan pasangan kolaboratif secara konsisten dan pervasif, terutama selama pengajaran kelompok besar. Selama penelitian berlangsung, siswa menjadi aktif terlibat dalam proses pembelajaran. Saat Anda mengajar, periksa pemahaman dengan menghentikan sebentar pelajaran Anda beberapa kali dan menggunakan pasangan kolaboratif. Strategi ini akan membuat siswa Anda mengatakan atau melakukan sesuatu dengan informasi yang baru saja mereka pelajari. Rendahnya minat baca teks naratif baik yang berbahasa daerah, bahasa Indonesia, apalagi berbahasa Inggris merupakan kunci permasalahan selama ini. Hal ini dibuktikan dalam sebuah mini riset yang dilakukan pada satu kelas dimana terdapat temuan yaitu hampir seluruh siswa tidak begitu mengetahui cerita-cerita lain selain Cinderella, Putri Salju atau legenda Tangkuban Perahu.
60
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Sebenarnya teks naratif adalah teks yang seharusnya digemari siswa karena berupa cerita-cerita baik fabel, cerita rakyat, cerita dewa-dewi dan sebagainya. Apalagi apabila melihat menfaat dari teks naratif ini seperti yang dilaporkan oleh Collie dan Slater (1987) dalam penelitiannya : 1. Budaya. Saat siswa membaca sebuah karya sastra pada waktu yang bersamaan, siswa akan menemukan informasi mengenai kebiasaan, kepercayaan, adat istiadat dari sebuah masyarakat yang diangkat dalam teks tersebut. Dengan demikian, siswa diharapkan dapat membandingkan budayanya dengan budaya yang mereka temukan. 2. Keterlibatan diri. Proses yang terjadi saat siswa membaca sebuah cerita pendek ataupun novel adalah keterlibatan dirinya kedalam “dunia� yang tengah mereka jelajahi lewat bacaan tersebut. Hal ini dikarenakan siswa melibatkan pula perasaan, pikiran dan emosinya saat membaca baris demi baris teks. 3. Kekayaan bahasa. Penggunaan kata-kata maupun kalimat dalam sebuah karya sastra akan lebih mudah diingat oleh pembaca. Hal ini dikarenakan bahasa yang ditemui adalah bahasa yang sering digunakan oleh penutur asli. Oleh karenanya, pembaca pun mendapatkan gambaran dalam keadaaan apa katakata atau kalimat tersebut digunakan. Tujuan dari artikel ini diharapkan menjadi masukan yang berarti dalam pengembangan pendekatan pembelajaran disekolah, untuk meningkatkan keterampilan guru dalam mengadaptasi keragaman metode dan media pembelajaran yang tepat untuk mengajarkan teks naratif, untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa, untuk mencari solusi akan permasalahan dalam pengajaran. Sehingga, guru dapat mengaktifkan dan memotivasi siswa agar pengajaran menjadi lebih bermakna dan hasil belajar menjadi lebih baik. Teknik-teknik yang akan diterapkan termasuk kedalam pendekatan pembelajaran kooperatif dengan alasan sebagai berikut: a. Johnson (1995) yang mengatakan dampak positif dari Cooperative Learning, sebagai berikut: “The students who learn cooperatively tend to be more highly motivated to learn because of increased self-esteem, the proacademic attitudes of groupmates, appropriate attributions for success and failure and greater on task behavior. They also score higher on test of achievement and problem solving.�
61
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Ini menunjukkan bahwa teknik-teknik yang termasuk ke dalam Cooperative learning dapat meningkatkan motivasi siswa untuk belajar sehingga tumbuh rasa percaya dirinya untuk melaksanakan semua tugas dan berkeinginan kuat untuk mengejar prestasi. Dalam hal ini, paska penerapan teknik-teknik tersebut diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan keaktifan siswa terutama melalui kegiatan gemar baca yang mana hal ini sudah mulai diterapkan dengan adanya literasi sekolah. b. Roger and Johnson ( 1997) yang lebih menjelaskan dinamika yang terjadi pada saat siswa di kelompokkan dengan mengatakan: “ in a cooperative learning situation, interaction is characterized by positive goal interdependence which requires acceptance by a group that they “sink or swim together� Keberhasilan ini dilaksanakan melalui kegiatan belajar berkelompok yang diharapkan dapat berpengaruh pada prestasi siswa saat mereka belajar secara individual.
Implementasi di Kelas Berikut tahapan implementasi di kelas: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Buatlah kelompok beranggotakan 5 - 6 orang siswa yang heterogen. Tiap anggota kelompok diberi nomor 1 - 5 Berikan persoalan (problem) materi bahan ajar Bekerja kelompok untuk mufakat Presentasi kelompok menurut siswa dengan nomor tertentu Kuis individual Buat skor perkembangan siswa Umumkan hasil kuis
62
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Pada tahapan ini siswa dibentuk ke dalam kelompok yang berjumlah 5-6 orang dengan menggunakan teknik Cooperative Learning yang mengelompokkan siswa secara heterogen dengan tujuan agar siswa yang lebih pandai bisa menjadi tutor sebaya bagi kawannya. Numberred Head Together dimana siswa diberi lembaran cerita Three little pig yang
memiliki beberpa rumpang yang harus diisi oleh siswa secara berkelompok. Setelah itu setiap kelompok mendapatkan sejumlah pertanyaan yang didasarkan pada cerita Three little pig. Kemudian siswa diminta menjawab pertanyaan-pertanyaan, Pada tatap muka selanjutnya siswa diminta untuk menuliskan cerita Three little pig sesuai dengan pemahaman dan menggunakan kalimat sendiri. Terakhir siswa diminta menuliskan kesan dan pesan baik mengenai isi cerita maupun pelaksanaan teknik Numberred Head Together.
63
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
14 Serupa tapi Tak Sama (Suatu Analisis Perbandingan Metode Mengajar Kelas Paralel) R.R. Purnomowulan SMPN 19 Bandung
Pendahuluan Pernahkah Anda membayangkan mengajar satu mata pelajaran yang sama dalam 7 (tujuh) kelas atau 7 (tujuh) rombongan belajar sekaligus dalam satu minggu? Bapak/ Ibu guru yang mengajar dengan jumlah jam banyak pasti pernah mengalaminya. Mengajar berkali-kali dengan materi yang sama akan menyebabkan tingkat kejenuhan tinggi di pihak pengajar. Kejenuhan mengajar pasti akan berdampak pada siswa. Guru harus menjelaskan materi yang sama berulang-ulang di tujuh kelas dalam beberapa minggu. What a boring life! Meski setiap individu memiliki keunikan yang berbeda-beda, penerimaan siswa baru di sekolah-sekolah di Indonesia masih menggunakan prinsip homogenitas. Serupa dalam kemampuan dan standar awal pengetahuan. Siswa memiliki rentang nilai yang hampir sama (diambil dari nilai ujian nasional/ujian sekolah yang telah distandardisasikan) dan hampir seluruh lulusan dari sekolah dasar/ menengah pertama/ madrasah hampir tidak ada siswa yang meloncat dari Taman KanakKanak langsung ke Sekolah Menengah Pertama tanpa melalui Sekolah Dasar, kecuali bila siswa tersebut betul-betul jenius. Katakanlah sekarang Anda harus mengajar 7 (tujuh) kelas dengan materi yang sama, dengan siswa yang memiliki pengetahuan seragam. Bagaimana cara Anda menyiasati kejenuhan mengajar? Tulisan berikut membahas cara mengolah materi pelajaran dengan tahapan kreativitas, implementasi, dan evaluasi. Katakanlah kita harus mengajar 7 (tujuh) rombongan belajar atau 7 (tujuh) kelas dengan materi ajar yang sama dengan waktu dan tahun pelajaran yang sama. Bagilah tujuh kelas tersebut dengan standardisasi kemampuan belajar (Anda dapat membaginya berdasarkan hasil pre-test dan post-pest atau pengamatan terhadap keaktifan kelas). Kelompokkan kelas berdasarkan kemampuan kelas (low achiever class; middle achiever class, atau high achiever class). Anda mungkin akan mendapatkan 2 kelas tingkat keaktifan rendah; 3 kelas dengan keaktifan sedang; 64
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
dan 2 kelas dengan keaktifan tinggi. (Gebhard dalam Nation & Macalister, 2010:1519). Pertama-tama, tentu kreativitas tidak dapat dilepaskan disini. Di tengah-tengah kesibukan mengajar dan tendensi untuk menyelesaikan materi pelajaran sebelum akhir semester tentu akan membuat kreativitas sedikit menurun. Kreativitas kadang membutuhkan waktu senggang, pikiran yang tenang, dan kondisi yang memungkinkan atau bahkan kreativitas dapat timbul di saat-saat waktu hampir mencapai titik akhir (deadline). Hal ini seluruhnya tergantung kemampuan Bapak/ Ibu mengkondisikannya. Tulislah dalam buku catatan kecil atau buku tulis biasa bila ide-ide kreativitas itu muncul tiba-tiba, ingat ya Bapak/ Ibu, dalam sebuah buku dan diletakkan di tempat tertentu! karena bila Anda menulisnya dimanamana (misalnya dalam secarik kertas kecil) dan Anda meletakkannya dimana saja, walhasil, bila diperlukan, Anda lupa mengingat dimana meletakkannya! (Richards dalam Gebhard, 2009:9). Kedua, implementasi/ perwujudan kreativitas. Implementasi membutuhkan pemikiran yang tepat dengan apa yang harus dilakukan di kelas sesuai dengan kemampuan kelas. Seorang guru yang baik tentu akan sadar bahwa tidak semua kelas sama dalam hal menyerap kemampuan materi pelajaran. Kelas dengan keaktifan rendah tentu tidak mungkin diberi materi setingkat materi kelas tingkat dengan keaktifan tinggi meskipun acuan kompetensi serupa di semua kelas. (Branston & Stafford, 2003;Ur, 2009; Tomlinson, 1998). Terakhir, evaluasi. Evaluasi diperlukan untuk memperbaiki kekurangankekurangan yang terjadi waktu implementasi. Evaluasi dapat berwujud refleksi diri dan kemudian akan dipergunakan untuk kelas yang sama ataupun kelas yang berbeda. Refleksi pun dapat digunakan untuk tahun berikut atau semester berikut dengan melihat situasi dan kondisi siswa maupun kelas (Oxford, 1989:193-196; Joyce & Feez, 2012:147-166).
Implementasi di Kelas Setiap strategi di dalam pengajaran tentu harus dilakukan dengan siswa sebagai pusat kegiatan. Usahakan guru hanyalah sebagai fasilitator! Kelas kecil (5-10 siswa) tentu memungkinkan guru memberi perhatian optimal pada siswa. Namun kelas besar (dengan maksimum 30-40 siswa) perlu pengkondisian tertentu. Guru dapat meminta siswa yang telah menguasai materi untuk menjadi mentor teman sebayanya. Tentu seluruhnya di bawah koordinasi guru.
65
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Pemerintah Indonesia telah menyediakan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang dapat Bapak/ Ibu gunakan ketika menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan melaksanakan strategi kegiatan pembelajaran. 1. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Berikut beberapa bagian dari RPP untuk satu kali pertemuan yang ditujukan untuk siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelas 8 Semester 2: a. Kompetensi Inti 1) Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya. 2) Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri. 3) Mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret. b. Tujuan Pembelajaran Setelah mengikuti serangkaian kegiatan pembelajaran, Peserta didik dapat menulis pesan pendek agar orang lain melaksanakan apa yang diinginkan. KD INDIKATOR 3.7 Membanding-kan 3.7.1 Peserta didik fungsi sosial, struktur dapat menyebutkan teks, dan unsur fungsi sosial teks kebahasaan beberapa teks pendek pesan pendek dengan 3.7.2 Peserta didik memberi dan meminta dapat menulis teks informasi terkait, sesuai pesan pendek dengan konteks penggunaannya
2. Strategi Kegiatan Pembelajaran RPP menuntun guru melaksanakan strategi pembelajaran. Strategi kegiatan pembelajaran tentu tergantung bagaimana siswa menerima sepenuhnya materi yang telah dipersiapkan oleh guru. Guru tentu telah memahami cara siswa merespon materi pelajaran yang diberikan. Ada kelas yang lambat menerima materi pelajaran, sedang, atau sangat cepat menyerap dan mempraktekkan materi pelajaran. Silahkan kelompokkan kelas berdasarkan kemampuan kelas (low achiever class; middle achiever class, atau high achiever class). (Ur,2009). Misalkan Anda harus mengajar 7 (tujuh) kelas paralel, Anda mungkin akan mendapatkan 2 kelas tingkat keaktifan rendah; 3 kelas dengan keaktifan sedang; dan 2 kelas dengan keaktifan tinggi. Namun, pembagian tingkat keaktifan kelas ini dapat 66
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
berubah-ubah sejalan dengan meningkatnya keaktifan kelas. Berikut strategi yang dapat dilakukan di tiga tingkat keaktifan: a. Kelas dengan keaktifan rendah/ Low Achiever Class Kelas dengan keaktifan rendah cenderung diam dengan motivasi rendah. Guru harus membangkitkan motivasi siswa terus menerus. Awal dari kegiatan cenderung bersifat ‘book minded’ atau hanya berfokus pada buku. Siswa dapat diberikan tugas-tugas terstruktur dari buku paket yang dimiliki masing-masing siswa.
(When English Rings the Bell, 2017:208) Siswa mengobservasi pesan pendek yang tertera dalam buku paket “When English Rings the Bell�. Siswa berpasangan menganalisis bentuk pesan pendek dan mendiskusikannya dengan guru. b. Kelas dengan keaktifan sedang/ Middle Achiever Class Siswa-siswa di kelas dengan keaktifan sedang mulai mengenali perkembangan teknologi dan berusaha menggunakan teknologi untuk berkomunikasi. Berikut adalah contoh penugasan siswa untuk memberi dan menerima pesan pendek dengan menggunakan aplikasi WhatsApp yang ada di telepon pintar masingmasing siswa. 67
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Terlihat di gambar diatas siswa telah mulai dapat mengimplementasikan penggunaan pesan pendek melalui aplikasi WhatsApp meskipun masih terbatas dalam penyempurnaan gramatika dalam bahasa Inggris. c. Kelas dengan keaktifan tinggi/ High Achiever Class Materi pelajaran di kelas dengan keaktifan tinggi memadukan teknologi dengan kemampuan berinteraksi secara global (Suherdi, 2012:88). Kurikulum 2013, menurut Permendikbud, menekankan adanya tantangan eksternal, antara lain terkait dengan arus globalisasi dan berbagai isu yang terkait dengan masalah lingkungan hidup, kemajuan teknologi dan informasi, kebangkitan industri kreatif, budaya, dan perkembangan di tingkat internasional (Permendikbud No 59 Tahun 2014). Materi yang dikembangkan untuk kelas keaktifan tinggi ini dapat berupa publikasi luas. Siswa di kelas dengan keaktifan tinggi dapat merancang suatu karya tulis yang akan dipublikasikan baik secara individu maupun kelompok. Genre teks dapat beraneka dari mulai naratif teks, deskriptif, atau recount teks.
68
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
15 Pemanfaatan Google Dokumen dalam Penilaian Formatif Dadan Bandung Independent School
Pendahuluan Dalam pembelajaran terdapat 3 jenis penilaian (assessment) yang biasanya dilakukan oleh guru, yang pertama dilakukan di awal proses pembelajaran (preassessment), selama proses pembelajaran berlangsung (formative assessment) dan di akhir pembelajaran/ unit pembelajaran (Summative Assessment). Ketiganya memiliki fokus yang berbeda namun semuanya berperan signifikan bagi efektivitas pembelajaran dan tercaipainya tujuan pembelajaran. Artikel ini difokuskan pada strategi yang bisa dilakukan oleh guru dalam mengembangkan penilaian formatif. Regier (2012) mengungkapkan bahwa penilaian formatif bertujuan untuk mengumpulkan informasi mengenai perkembangan belajar siswa dan guru dapat melakukan perubahan terhadap instruksi pembelajaran seuai dengan temuan pada tahapan ini. Ada banyak strategi yang bisa digunakan oleh guru untuk penilaian formatif. Beberapa di antaranya adalah: self-assessment, peer-assessment, exit card, brainstorming, discussions dan lain-lain. Informasi yang diperoleh melalui penggunaan strategi tersebut dapat digunakan oleh guru (dan siswa) untuk mengukur apa yang sudah diketahui oleh siswa dan memberikan umpan balik mengenai apa saja yang harus dilakukan oleh siswa untuk menyesuaikan dengan target akhir pembelajaran. Pada tahapan ini guru dapat mengindentifikasi keahlian (skills) yang perlu dikembangkan/ ditingkatkan dari masing-masing siswa. Salah satu strategi penilaian formatif yang akan disampaikan dalam artikel ini adalah strategi yang memanfaatkan googledoc- dihubungkan dengan keahlian menulis (Writing). Siswa mendapat tugas untuk menulis sebuah ulasan dari film yang sudah mereka tonton.
69
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Implementasi di Kelas Pada tahapan awal, masing-masing siswa sudah diberikan informasi mengenai ‘kriteria sukses’ dari kegiatan menulis ini. Mereka mempelajarinya dan ada sesi diskusi dengan guru memastikan mereka benar-benar faham dengan ekspektasi dari kriteria sukses tersebut- sehingga bisa dimunculkan dalam tulisan mereka. Siswa diberikan waktu untuk menulis draft 1 teks ulasan film. Pada saat menulis, mereka harus memperhatikan poin-poin apa saja yang ada di dalam kriteria sukses.
Pada tahapan selanjutnya, setelah teks selesai, siswa akan mengisi kolom ‘self assessment’. Kemudian guru akan menugaskan siswa lain untuk melakukan pemeriksaan silang dan siswa tersebut akan mengisi kolom ‘peer assessment’ dan memberikan komentar di googledoc siswa yang diperiksa.
70
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Guru mengisi kolom ‘teacher’ dan memberikan komentar terhadap tulisan siswa. Berikut tampilan akhir dari tahap penilaian formatif di masing-masing halaman siswa:
Setelah tabel lengkap dan siswa mendapatkan komentar tulis dari teman dan guru, siswa tersebut akan memperbaiki tulisannya dan diserahkan kepada guru untuk mendapat penilaian akhir. 71
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
16 Learning by Doing dalam Pembelajaran Kontekstual Nonny Irayanti Penulis Independen
Pendahuluan Sebuah pepatah mengatakan, “pengalaman adalah guru terbaik�. Seorang siswa yang melalui proses pembelajaran dengan mengalaminya sendiri akan memperoleh pemahaman yang lebih baik daripada siswa lain yang hanya belajar dari membaca buku saja. Siswa yang mengoptimalkan segenap panca indranya dalam proses belajar tentu akan lebih mudah mencerap materi pelajaran daripada siswa yang belajar secara pasif. Dan tentu saja, siswa yang belajar praktek akan jauh lebih baik dari siswa yang hanya belajar sebatas teori. Sebagai contoh, pada anak-anak usia dini. Kemampuan berfikir mereka baru ada pada level konkret. Maka menjadi lebih baik jika anak mengenal kucing secara langsung, dengan menggunakan matanya untuk melihat kucing, telinga untuk mendengar suara kucing, dan tangannya untuk mengelus-elus bulu kucing sebagai indra perabanya. Apa yang diproses di otaknya akan berbeda dengan anak yang mengenal kucing hanya melalui media, terlebih ketika yang dikenalkan berupa animasi, bukan gambar kucing yang asli. Pada siswa yang lebih besar, siswa mulai mampu berfikir konkret dan abstrak. Maka metode pembelajaran dapat diberikan dengan memberikan teori untuk santapan akalnya sekaligus praktek untuk mewujudkan teori menjadi realitas. Sebagai contoh, siswa yang mempelajari rangkaian listrik secara langsung. Siswa tersebut mempraktikan membuat rangkaian lampu-lampu baik seri maupun parallel. Tingkat pemahaman yang diperolehnya tentu akan berbeda dengan siswa lain yang hanya diberikan sejumlah teori, disertai dengan contoh-contoh soal mengenai rangkaian seri dan parallel. Walaupun siswa yang belajar teori mampu memecahkan berbagai soal latihan tentang rangkaian listrik tetapi ketika dihadapkan pada persoalan yang sama dalam kehidupan sehari-hari, ia belum tentu dapat memecahkannya. Sedangkan yang belajar praktik langsung, ia mengalami proses pembuatan rangkaian listrik, sehingga setidaknya ia telah memiliki informasi untuk menyelesaikan masalah rangkaian listrik yang dihadapinya dalam kehidupan nyata. 72
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Hal ini sejalan dengan apa yang dijelaskan oleh Edgar Dale (1946). Dale menggambarkan sebuah piramida mengenai pembelajaran. Piramida ini kemudian dikenal dengan Cone of Experience.
Piramida ini memperlihatkan aktivitas-aktivitas pembelajaran dengan porsinya dan sebesar apa siswa mengingat proses pembelajaran yang diperolehnya. Posisi puncak adalah aktivitas pembelajaran dengan porsi terkecil. Artinya dengan melakukan aktivitas ini, siswa cenderung sedikit mengingat apa yang dipelajarinya. Sebaliknya, piramida yang terbawah adalah aktivitas pembelajaran yang mana siswa cenderung lebih banyak mengingat proses pembelajaran, sehingga menjadi memori untuk membentuk pemahaman yang komprehensif. Dalam piramida di atas, jelas terlihat bahwa secara umum siswa cenderung mengingat 10% dari apa yang mereka baca dan 20 % dari apa yang mereka dengar. Dalam dua aktivitas ini siswa diharapkan mampu untuk mengenal istilah dengan menyebutkan definisinya, menggambarkan, membuat list, dan menjelaskannya. 73
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Kemudian secara umum siswa dapat mengingat sebesar 30% dari apa yang mereka lihat, semisal melihat gambar dan menyaksikan video. Lalu sebesar 50% dari apa yang mereka dengar dan lihat secara langsung. Aktivitasnya adalah menghadiri pameran atau situs-situs, menyaksikan sebuah demo seperti demo percobaan ilmiah misalnya. Pada tahapan ini, diharapkan siswa mampu untuk mendemonstrasikan apa yang dia peroleh dari proses belajarnya, mengaplikasikan serta mempraktikan hal yang dipelajarinya. Sementara itu siswa secara umum akan mengingat 70% dari apa yang mereka katakan dan mereka tulis. Aktivitas yang dilakukan diantaranya adalah partisipasinya dalam sebuah workshop atau merancang beberapa kolaborasi pembelajaran. Yang paling tinggi adalah siswa yang belajar dengan apa yang mereka laksanakan. Secara umum yang diingatnya adalah 90%. Aktivitas yang dilakukannya bisa berupa menstimulasi, menjadi bagian atau mengalami proses pembelajaran; merancang atau memberikan persentasi dalam proses belajar yang telah siswa tersebut lalui. Siswa diharapkan akan mampu menganalisa, mendefinisikan, berkreasi dan mengevaluasi apa yang dia lakukan dalam proses pembelajaran, lebih jauh terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapinya dalam kehidupan nyata. Hal ini berkaitan erat dengan pembelajaran kontekstual. Johnson (2002) mendefinisikan pembelajaran kontekstual (Contestual Teaching and Learning (CTL) sebagai proses pendidikan yang bertujuan untuk membantu siswa melihat makna dalam materi pembelajaran dengan menghubungkan subjek akademik dengan konteks kehidupan sehari-hari mereka yaitu dengan konteks situasi pribadi, sosial, dan budaya mereka. Untuk mencapai tujuan ini, sistem ini mencakup delapan komponen berikut: membuat koneksi yang berarti, melakukan pekerjaan yang signifikan, mengatur diri sendiri, berkolaborasi, berpikir kritis dan kreatif, membina individu, mencapai standar tinggi, menggunakan penilaian otentik. Sementara itu, menurut Departemen Pendidikan Nasional (2003:5) pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiri), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), refleksi (reflection) dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment).� 74
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Dari dua definisi tersebut dapat kita tarik kesimpulan bahwa pendekatan kontekstual adalah mengkaitkan apa yang dipelajari siswa di bangku sekolah dengan realisasinya dalam kehidupan sehari-hari. Proses yang terjadi dalam pendekatan kontekstual ini adalah bagaimana siswa dapat menemukan dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan baru sesuai dengan pengetahuan yang mereka miliki. Dengan demikian siswa memperoleh pemahaman yang utuh atas apa yang dipelajarinya dan lebih memaknai pengetahuannya. Lebih jauh, siswa dapat mengaplikasikan ilmu yang dipelajarinya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Sehingga mereka mampu memecahkan persoalan-persoalan kehidupan yang mereka hadapi dalam dunia nyata.
Implementasi di kelas Menerapkan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran Bahasa Inggris berarti bagaimana agar siswa mengkaitkan ilmu yang diperolehnya dalam hal ini Bahasa Inggris, dengan kehidupan mereka sehari-hari. Dalam pembelajaran ini, materi yang diajarkan adalah procedure text. Kegiatan yang dekat dengan kehidupan mereka sehari-hari salah satunya adalah memasak. Karena mempelajari Bahasa adalah mempelajari budaya, sehingga resep masakan yang dipilih adalah resep masakan barat. Maka pembelajaran kontektual dalam tulisan ini adalah belajar Bahasa Inggris sambil memasak. Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Siswa dibekali teks prosedur berupa teks masakan. Resep yang diambil adalah resep sederhana membuat pancake
https://www.jamieoliver.com/recipes/eggs-recipes/easy-pancakes/
75
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
2. Siswa membaca, menganalisa dan mencatat kosa kata Bahasa inggris yang digunakan dalam kegiatan memasak 3. Siswa menyaksikan video mengenai tayangan cara memasak pancake, kemudian merangkumnya menjadi sebuah teks prosedur.
https://www.youtube.com/watch?v=idMwGlFxy3w
4. Setelah memperoleh beberapa informasi dan kosakata mengenai memasak pancake, siswa diminta untuk berkelompok mencari resep sederhana untuk kemudian dipresentasikan di hadapan kelas. 5. Saatnya presentasi. Siswa bekerjasama untuk membuat masakan dari resep yang telah mereka dapatkan. Presentasi dilaksanakan dihadapan kelas dengan menggunakan Bahasa inggris, layaknya seorang chef dalam acara memasak. Disisi lain ada siswa yang berperan untuk membuat video dari presentasi tersebut. 6. Hasil akhirnya berupa video hasil presentasi atas apa yang mereka dapatkan dalam pelajaran memasak dalam Bahasa Inggris. Demikianlah, semoga dengan menjalani proses pembelajaran dari mulai membaca, mencatat, menyaksikan, mencari hingga mempraktekkannya, diharapkan siswa mengetahui dan memahami mengenai teks prosedur, mengenal dan menghapal kosa kata, khususnya dalam hal memasak. Lebih jauh, siswa mampu mengingat proses pembelajaran dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
76
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
17 PEMBELAJARAN EFEKTIF DAN KONTEKSTUAL MELALUI INTERDISCIPLINARY TEACHING Winy Mustikasari SMAN 1 Parongpong
Pendahuluan Inti dari Kurikulum 2013 adalah adanya upaya penyederhanaan, dan tematik integratif. Kurikulum 2013 disiapkan untuk mencetak generasi yang siap di dalam menghadapi masa depan. Karena itu, Kurikulum 2013 disusun untuk mengantisipasi perkembangan masa depan (Afidah dalam tautannya yang dapat diakses pada laman Nurulafidah23.blogspot.com). Oleh sebab itu, SMAN 1 Parongpong yang sejak dari tahun 2016 melaksanakan Kurikulum 2013, berupaya untuk mengimplementasikan hal tersebut dengan menyesuaikan kebutuhan siswa.juga agar dapat dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari dan menunjang karir mereka setelah lulus dari SMA nantinya. Maka dari itu, untuk menunjang pelaksanaannya dibutuhkan pembelajaran yang efektif dan kontekstual. Pembelajaran efektif adalah proses belajar mengajar yang bukan saja berfokus kepada hasil yang dicapai peserta didik, namun bagaimana proses pembelajaran yang efektif mampu memberikan pemahaman yang baik, kecerdasan, ketekunan, kesempatan dan mutu serta dapat memberikan perubahan perilaku dan mengaplikasikannya dalam kehidupan mereka (www.proprofs.com). Sedangkan yang dimaksud dengan pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari hari. (Departemen Pendidikan Nasional, 2003:5). Untuk mewujudkan pembelajaran yang efektif dan kontekstual, maka di SMAN 1 Parongpong dilaksanakan interdisciplinary teaching. Interdisciplinary teaching is a method, or set of methods, used to teach a unit across different curricular disciplines. For example, the seventh grade Language Arts, Science and Social Studies teacher might work together to form an interdisciplinary unit on rivers (www.wikipedia.org). Sederhananya, interdisciplinary teaching adalah pembelajaran terpadu mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga peserta didik mendapatkan pengalaman yang bermakna dan dapat dilaksanakan dalam kehidupan sehari hari.
77
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Implementasi di Kelas
Dalam pelaksanaan interdisciplinary teaching , penulis berkolaborasi dengan guru Biologi dan ekonomi. Siswa kelas XI IPA melakukan proyek Biologi mengenai teknologi pengolahan pangan dari bahan khas Parongpong. Daerah Paronpong yang terkenal dengan tanaman sayuran, dimanfaatkan para siswa untuk diolah menjadi produk makanan. Mereka bersama sama, dibimbing guru Biologi membuat makanan seperti cheese stick yang berbahan dasar wortel, kurma tomat, pie labu dan masih banyak lagi produk pangan yang dihasilkan dari proyek ini. Bentuk tagihan untuk penilaian adalah berbentuk laporan dan produk. Setelah produk jadi, pembelajaran selanjutnya adalah menentukan harga jual produk, karena produk akan dipasarkan di lingkungan sekolah sebagai sampling, sebelum dipasarkan di masyarakat luas. Disinilah peran guru Ekonomi untuk membimbing siswa bagaimana menentukan harga yang terjangkau, sekaligus mendatangkan keuntungan. Setelah melihat hasil sampling penjualan di lingkungan sekolah, ternyata responnya sangat baik, maka inilah waktunya untuk memasarkan produk lebih luas lagi. Disinilah diperlukan sebuah iklan yang menarik sehingga membuat orang ingin membeli.Tidak dapat dipungkiri bahwa media sosial adalah sarana terbaik untuk memasarkan suatu produk. Bersama guru TIK dan pembina ekstrakurikuler design grafis, siswa belajar bagaimana membuat visualisasi produk yang menarik untuk ditawarkan di media sosial. Untuk membuat iklan, tentu saja tidak hanya membutuhkan gambar atau photo produk, tetapi tentu saja membutuhkan caption atau penjelasan tentang produk tersebut. Disinilah peran guru bahasa baik Bahasa Indonesia mau Bahasa Inggris untuk membimbing bagaimana membuat penjelasan tentang sebuah produk yang mudah dipahami dan menarik orang untuk membeli produk tersebut.
78
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Kesimpulan Interdisciplinary teaching memberikan manfaat bagi guru dan siswa, diantaranya :
1. Siswa dapat mengetahui hubungan hubungan yang bermakna karena materi pembelajaran dapat lebih berperan sebagai sarana atau alat dan bukan sebagai tujuan akhir. 2. Pembelajaran bisa menjadi utuh sebagai siswa mendapatkan pengertian tentang proses dan materi yang tidak terpecah pecah. 3. Adanya pemaduan antara mata pelajaran satu dengan yang lain, dengan begitu maka penguasaan konsep semakin baik. 4. Membantu siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari hari dalam jangka panjang.
79
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
18 Clear Only If Known (COIK) – Pentingnya Instruksi yang Jelas dalam Pembelajaran Bahasa Inggris Trisna Kristiana SMP Negeri 2 Cipatat
Pendahuluan Pernahkan anda kebingungan memahami petunjuk mengoperasikan alat elektronik? Mendapati diri anda salah arah meskipun sudah bertanya? Mungkin sebagian dari kita pernah mengalami hal ini. Ketika anda merasa sudah mengikuti petunjuk dengan benar tetapi masih juga tidak bisa mengoperasikan suatu alat elektronik atau tidak bisa menemukan tempat yang anda cari, bisa jadi petunjuk yang anda ikuti tidak jelas, bukan salah, tetapi tidak tersampaikan dengan jelas. Ketika bertukar informasi, bisa jadi kita pintar, berpendidikan, mengetahui banyak hal tetapi kita tidak bisa menyampaikan informasi tersebut dengan jelas, maka informasi yang ingin kita sampaikan ada kalanya tidak dapat diterima oleh lawan bicara kita. Penting bagi kita untuk yakin bahwa lawan bicara memahami apa yang kita sampaikan, agar tidak terjadi miskomunikasi. Pengertian instruksi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah arahan, perintah, atau petunjuk dalam melaksanakan suatu pekerjaan atau tugas. Selain berupa penyampaian arahan atau perintah, instruksi juga merupakan penyampaian pengertian dan pengetahuan kepada orang lain sehingga orang lain tersebut memiliki kecakapan sesuai dengan yang diinstruksikan agar tujuan yang dikehendaki dapat tercapai. Ketika guru menjelaskan sesuatu bisa berupa konten materi atau pemberian tugas haruslah diperhatikan betul bahwa hal yang disampaikannya sudah jelas. Guru seringkali mendapati peserta didiknya diam, tidak mengerjakan tugas yang diberikan karena ternyata mereka tidak tahu apa yang guru sampaikan dan tidak mengerti apa yang harus mereka perbuat. Karena sama halnya dengan petunjuk arah yang tidak jelas, instruksi guru yang tidak jelas juga bisa menyebabkan peserta didik ‘tersesat’ dalam pembelajaran.
80
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Hal ini sering sekali dihadapi oleh guru bahasa, dimana peserta didik tidak pernah menggunakan bahasa tersebut dalam kesehariannya. Dalam artikel ini penulis memfokuskan topik ke dalam pembelajaran Bahasa Inggris. Karena bahasa ini asing, bagi sebagian besar peserta didik, terutama di sekolah tempat penulis mengajar, peserta didik tidak biasa menerima, mendengar, ataupun memberi instruksi dalam bahasa tersebut. Clear Only If Known (COIK), jelas hanya jika tahu. Maka haruslah guru yakin bahwa peserta didik tahu apa yang harus mereka lakukan sebelum mengerjakan sesuatu. Ketika guru yakin bahwa peserta didik memahami apa yang guru maksud, tetapi ternyata tidak, sementara guru melanjutkan proses pembelajaran tanpa menyadari hal ini terjadi, inilah apa yang dikenal dengan COIK fallacy. Tentu saja kita ingin menghindari hal tersebut bukan?
Implementasi di Kelas Ketika peserta didik tidak tahu apa yang harus dilakukan, padahal guru sudah menyampaikan instruksi, baik berupa konten materi ataupun pengerjaan tugas, alangkah baiknya guru bertanya pada diri sendiri apakah instruksi yang diberikan sudah cukup jelas? Berapa orang peserta didik yang kebingungan dengan apa yang harus mereka lakukan? Jika cukup banyak, saatnya guru memperbaiki cara untuk menyampaikan instruksinya. Berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan guru ketika memberikan instruksi di kelas untuk meminimalisir terjadinya COIK fallacy menurut Hines, Cruickshank, dan Kennedy dalam jurnalnya: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
penggunaan contoh yang sesuai ketika menjelaskan; mengulas kembali materi yang disampaikan; sekali-kali bertanya untuk mengetahui pemahaman peserta didik; menjawab pertanyaan dengan tepat; mengulang sesuatu ketika peserta didik tidak mengerti; mengajar langkah demi langkah; menyediakan contoh yang cukup mengenai cara mengerjakan tugas; menyediakan waktu yang cukup untuk berlatih; menyampaikan materi sesuai dengan kecepatan menangkap peserta didik; menjelaskan materi kemudian memberikan jeda sehingga peserta didik mempunyai waktu untuk memikirkannya; 11. menyampaikan tujuan pembelajaran atau hal yang ingin dicapai setelah peserta didik menerima materi tersebut; dan 12. menyampaikan materi secara logis.(Hines, Cruickshank and Kennedy, 1985: 87-99). 81
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Selain memperhatikan sikap-sikap yang bisa guru terapkan dalam pembelajaran, guru bisa menggunakan gestur untuk memperjelas instruksi yang dimaksud. Gestur sebenarnya merupakan gerak refleks seseorang ketika bertutur. Seringkali ketika mengajar, guru menggeleng-gelengkan kepala, tersenyum, mengangkat tangan, mengangguk, dan lain sebagainya. Hal ini juga bisa dikatakan sebagai bahasa tubuh karena dengan melakukan gerakan-gerakan ini guru memberikan pesan dan mempengaruhi orang lain yang melihat kita. Meski guru tidak mengatakan apa-apa, dari postur dan gestur peserta didik dapat menilai, memahami, dan menuruti guru. Gestur sangatlah sederhana, tapi bagi peserta didik yang mempelajari Bahasa Inggris sebagai bahasa asing tentu saja sangat membantu. Contoh gestur yang bisa guru terapkan di kelas antara lain: 1. ketika guru Bahasa Inggris menginginkan peserta didiknya untuk maju ke depan, dengan mengatakan ‘Please come forward’ tetapi tidak ada seorang pun yang menuruti instruksi tersebut guru bisa memberikan gerakan tangan seperti mengajak dan mendekati kita;
2. ketika peserta didik manjawab atau berbicara tapi kurang keras ataupun kurang jelas, kemudian guru berkata ‘Pardon, me?’, akan lebih jelas bila menyertakan gestur meletakan tangan di belakang telinga dengan telapak tangan mengarah ke depan;
82
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Sumber gambar: https://goo.gl/images/7x6shg
3. ketika peserta didik ribut, terlalu menggebu-gebu ketika mengemukakan pendapatnya, guru bisa mengucapkan ‘Please be quite’, atau ‘Please calm down’ sambil menunjukan gestur meletakan kedua lengan ke depan dengan telapak mengarah ke bawah dan menggerakan kedua lengan turun naik; dan lain sebagainya.
Dalam pelaksanaan pemberian instruksi, ada hal-hal teknis yang perlu diperhatikan. Guru tentu tidak dapat memberikan instruksi jika suasana kelas sedang tidak kondusif, ribut, dan lain-lain. Berikut adalah diantaranya: 1. posisi guru hendaknya terlihat oleh semua peserta didik. Hal ini melibatkan dua indera, pendengaran dan penglihatan. Semakin banyak indera yang dilibatkan, semakin jelas instruksi yang tersampaikan. Maka pemberian instruksi akan lebih baik dilakukan ketika peserta didik berada dalam posisi duduk dan guru dalam posisi berdiri. Jika sama-sama berdiri, berdirilah di tempat yang lebih tinggi. 2. mulailah memberikan instruksi ketika peserta didik dalam keadaan tenang dan tertib; tidak jarang kita mendapati suasana kelas yang gaduh, kondisikan terlebih dahulu suasana kelas. 3. gunakan suara yang jelas dan lantang; 83
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
4. instruksi tidak boleh terlalu panjang, karena bisa berbelit-belit dan membingungkan, tapi juga jangan terlalu singkat sehingga instruksi yang diberikan tidak lengkap; 5. berilah kesempatan peserta didik untuk bertanya; dan 6. jangan sungkan untuk mengulang instruksi tersebut bila dirasa sangat penting.
84
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
19 Teknik Bertanya untuk Memaksimalkan Pembelajaran Anis Widjiyati SMKN 1 Kota Sukabumi
Pendahuluan Bertanya adalah hal yang alamiah bagi guru. Seringkali guru akan membuka kelas dengan bertanya kabar para anak didiknya, tentang pekerjaan rumah mereka, menggali apa saja yang telah mereka fahami dan belum fahami. Seperti halnya sesuatu yang alamiah lainnya, bertanya sering dilakukan tanpa menyelami hakikat dan tujuannya. Pertanyaan mengalir begitu saja. Dari jawaban siswa, guru mendapatkan feedback dan gambaran pengetahuan yang siswa miliki dan membangun pengetahuan dan konsep berdasarkan konstruksi yang telah ada. Tulisan ini berisi tentang hakikat, tujuan dan statregi bertanya dalam proses pembelajaran untuk mendapatkan manfaat pedagogis maksimal. Secara Bahasa bertanya adalah kalimat yang menggunaka struktur interogatif atau bermakna interogatif (Cotton, 1988). Secara spesifik, Cotton menjabarkan bahwa pertanyaan adalah salah satu petunjuk dan stimulus yang menunjukkan pengetahuann yang dimiliki dan mengarahkan apa yang harus dipelajari dan bagaimana mempelajarinya. FUNGSI BERTANYA DALAM PEMBELAJARAN Pembelajarn yang diberikan guru haruslah berdampak luas melewati dinding kelas. Dengan memberikan pertanyaan, guru memberikan contoh bagaimana belajar dan menggali pengetahuan dan pemahaman dalam kehidupan nyata yang dihadapai siswa hingga mereka dewasa. Dengan mengajukan pertanyaan yang berkualitas, guru memberi alat bagi siswa untuk menjadi seorang pembelajar sepanjang hayat yang kritis. Pertanyaan yang effektif haruslah direncanakan dengan baik. Baik pertanyaannya, urutan pertanyaan dan juga teknik bertanya yang akan digunakan. Oleh karena itu bertanya sebaiknya dipertimbangkan saat merencanakan pembelajaran. Para ahli mermuskan banyak tujuan dari bertanya di kelas. Diantaranya : Menumbuhkan minat dan motivasi belajar, meringkas materi pembelajaran, mengevaluasi pemahaman, mengembangkan cara berpikir kritis dan rasa ingin 85
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
tahu, menilai keberhasilan pembelajaran, mendorong siswa untuk mencari pengetahuan dengan jalannya sendiri, diagnosa kesulitan belajar. JENIS DAN FUNGSI PERTANYAAN DALAM PEMBELAJARAN Pertanyaan, berdasarkan jawaban yang diinginkan, dapat dibagi menjadi closedended question dan open-ended question. Secara umum closed-ended question adalah pertanyaan yang memancing jawaban berupa YA atau TIDAK, atau kata dan frasa yang pendek. Contoh pertanyaan closed-ended question: Apakah BPUPKI terlibat langsung dalam upaya kemerdekaan Indonesia? Ada berapa provinsi di Indonesia pada tahun 2018? Open-ended question adalah pertanyaan dengan kemungkinan variasi jawaban yang banyak, bahkan sampai tak terhingga. Sering kali pula pertanyaan ini berupa perintah melakukan diskusi, membuat refleksi penilaian dan bahkan kreasi. Contoh pertanyaan open-ended: Kalimat manakah yang paling menarik di paragraph 3? Bagaimana caranya membuat gambar kupu-kupu agar tampak berbeda? Open-ended question adalah pertanyaan yang unggul dalam menggali dan merangsang kemapuan siswa dalam bernalar. Pertanyaan open-ended memberikan rasa percaya diri pada peserta didik karena guru percaya mereka memiliki gagasan luar biasa, mampu berpikir sendiri, dan memberi kontribusi dalam pembelajaran. Hasil yang diharapkan adalah tumbuhnya rasa percaya diri, motivasi tinggi untuk terlibat dalam diskusi dan rasa tanggung jawab dalam proses pemerolehan pengetahuan dan keterampilan (Denton, 2013). Di antara fungsi dari pertanyaan open-ended adalah menggali pemahaman peserta didik, meningkatkatkan konsentrasi dan menarik minat belajar. Pertanyaan yang menuntut siswa untuk menjelaskan, menganalisis dan mengevaluasi akan mengembangkan cara berpikir kritis yang merupakan salah satu kecakapan abad ke 21. Selain itu, pertanyaan open-ended mendorong peserta didik untuk bekerja sama (collaborative), terutama jika pertanyaan tersebut adalah bagian dari sebuah diskusi. Peserta didik akan belajar mendengar dan menghargai pendapat orang lain karena ia pun ingin pendapatnya didengar.
86
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Pertanyaan open-ended dan closed-ended tidak berhubungan dengan tingkat kesulitan. Pertanyaan yang closed-ended bisa saja sulit jika menanyakan detail yang kurang banyak diketahui, seperti: Tanggal berapakah terjadinya Perang Padri? Sebaliknya, pertanyaan open-ended bisa sangat mudah. Misalnya: Apa pendapatmu tentang lukisan yang ada di papan tulis? Ada juga pertanyaan yang secara struktur Bahasa closed-ended, namun memiliki efek pertanyaan open-ended (grammatically closed, conceptually open). Contoh : Is it ever right to lie?
Implementasi di Kelas Steve Darn (2007) berpendapat bahwa setiap pertanyaan harus direncanakan agar talking time guru dapat minimal dan menghasilkan respon yang diharapkan. Pada bagian ini akan dibahas mengenai bagaimana menyiapkan dan mengajukan pertanyaan untuk mengoptimalkan pembelajaran. 1. Perencanaan Rencanakan dengan baik pertanyaan yang diajukan. tanpa perencanaan, pertanyaan hanya akan menjadi sekumpulan diskusi yang tak ada keterkaitan satu sama lain sehingga konstruksi pengetahuan yang ingin dibangun tidak tercapai. Walaupun demikian pertanyaan yg berdiri sendiri pun sebenarnya akan memberikan efek yang baik bagi peserta didik (Willen, 1991). Bloom taxonomy dapat dijadikan acuan oleh guru untuk memandu pertanyaannya. Susunlah pertanyaan yang runut menggali pengetahuan, pemahaman, penerapan, penalaran, penilaian dan penciptaan. Dalam merencanakan pertanyaan hendaknya memperhatikan hal-hal berikut: 1. Tentukan tujuan dalam mengajukan pertanyaan. Tujuan yang jelas akan menjadi pemandu yang mengarah pada respon yang diharapkan. Mengajukan pertanyaan yang bertujuan memberikan rasa percaya diri bagi guru atas langkah pembelajaran yang diambilnya. Tujuan pertanyaan sebaiknya sejalan dan mengarah pada tujuan pembelajaran agar waktu yang digunakan menjadi efektif. 2. Pilihlah isi pertanyaan yang akan diajukan. Dengan demikian pertanyaan dapat efektif mendukung tujuan pembelajaran. 87
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
3. 4. 5. 6.
7. 8. 9. 10.
11. 12. 13. 14.
15.
Tulis pertanyaan dalam rencana skenario pembelajaran. Gunakan kalimat yang jelas dan mudah dimengerti siswa. Pertanyaan tidak mengandung unsur jawaban. Minimalkan penggunaan pertanyaan closed-ended dan gunakan lebih banyak open-ended question untuk merangsang peserta didik menyatakan pendapat, menerangkan dengan bebas, dan melakukan diskusi. Tanyakanlah hal yang penting dan hindari bertanya hal-hal sepele. Pastikan talking time guru minimal sehingga peserta didik tetap mendapat kesempatan sebesar-besarnya untuk berpendapat dan berdiskusi Dalam mengajukan pertanyaan: Ajukan pertanyaan dengan merata, namun perhatikan kemampuan peserta didik. Pertanyaan haruslah cukup menggugah rasa ingin tahu dan mengeksplorasi kemampuan siswa namu tidak menibulkan rasa malu atau mengurangi motivasi peserta didik. Seimbangkan pertanyaan yang diajukan untuk selush peserta didik di kelas dan pertanyaan individual. Pastikan siswa mengerti pertanyaan yang diajukan. Parafrasa jika diperlukan. Beri waktu yang cukup untuk siswa berpikir dan menjawab. Bersiaplah mengantisipasi jawaban siswa dan berikan feedback yang membangun. Penelitian menujukkan bahwa waktu yang diberikan guru menetukan partisipasi dan kualitas jawaban (Arslan, 2006) Tahan diri untuk mendominasi pembelajaran. Berikan kesempatan sebesarbesarnya bagi peserta didik untuk berbicara dan mengungkapkan pendapat.
Berikut beberapa teknik yang bisa digunakan dalam mengajukan pertanyaan selain secara langsung menanyakannya:
a. Pair and Share Guru mengajukan pertanyaan. Peserta didik membagikan jawaban kepada orang yang berada paling dekat b. Random Selection Tulis pertanyaan dalam stik kertas. Ambil satu per satu dan ajukan pertanyaan dengan meminta peserta didik membacanya. c.
Hot Seat Ajukan pertanyaan secara individual. Jika peserta didik kesulitan menjawab, ia besa menggunakan bantuan teman dengan cara yang ditentukan guru, contoh: phone a friend. 88
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
d. Mini Socratic Seminar Bagi kelas menjadi beberapa kelompok. Masing masing diberi pertanyaan untuk didiskusikan dalam kelompok kecil sebelum dibawa ke diskusi kelas. e.
Quick Whiteboard Bagi kelas dalam kelompok. Siapkan papan kecil untuk menulis jawaban. Ajukan pertanyaan yang telah disiapkan dengan cepat. Peserta didik menjawab dengan menunjukkan denga cepat jawaban yang telah ditulis di papan kecil.
PERTANYAAN DARI SISWA Banyak ahli pendidikan sepakat bahwa guru sebaiknya membatasi Teacher Talking Time (TTT) atau waktu bebicara guru. Semakin banyak guru berbicara, semakin sedikit kesempatan peserta didik untuk berbicara, bertanya, dan mengemukakan pendapat. Kurangi TTT dengan cara: 1. Rencanakan pembelajaran dengan seksama termasuk pertanyaan yang akan diajukan. 2. Manfaatkan open-ended question. Dengan demikian denga pertanyaan yang lebih singkat siswa berbicara lebih banyak. 3. Maksimalkan diskusi kelas dimana peserta didik akan saling bertanya dan mengurangi frekuensi TTT. 4. Pancing peserta untuk bertanya.
89
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
https://medium.com/@spencerideas/helping-students-ask-better-questions-bycreating-a-culture-of-inquiry-d1c4b0324a6f Memancing dan melatih siswa untuk bertanya adalah usaha mulia seorang guru untuk menyiapkan peserta didiknya menjadi pembelajar sepanjang hayat yang kritis dan bisa menghargai orang lain. Dengan kemampuan mengajukan pertanyaan yang baik, peserta memiliki kendali atas pengetahuan yang ingin diketahuinya. Peserta didik akan lebih bersemangat mencari jawaban dari pertanyaan yang mereka ajukan sendiri. Berikut beberapa cara yang bisa diaplikasikan di kelas untuk menggugah atau memaksa peserta didik untuk bertanya. Berikut beberapa aktifitas yang bisa dilakukan untuk memancing siswa bertanya dari yang terbimbing sampai akfitas mandiri: 1. Memilih Pertanyaan Guru menyiapkan dalam kotak. Peserta didik memilih pertanyaan yang mana yang akan diajukan dan didikusikan dalam kelompok atau kelas. 2. Ini Jawabannya; Apa Pertanyaannya? Guru menyiapkan jawaban yang diinginkan dan menempelnya di dinding, papan tulis, mading atau berupa QR code. Siswa membuat pertanyaan yang mengarah pada jawaban tersebut. Diskusi dapat menjadi kegiatan selanjutnya (follow up) 3. Kotak Pertanyaan Peserta didik menulis pertanyaan tentang hal yang ingin diketahuinya dalam kertas atau kartu lalu dimasukkan dalam kotak. Secara bergilir, peserta didik mengambil pertanyaan secara acak dan kemudian menjawab atau mendikusikannya 4. Wawancara Peserta mendapat tugas, baik secara individu ataupun kelompok, untuk melakukan waawancara kepada orang tertentu tentang topik yang juga telah ditentukan. Guru membimbing peserta didik dala menyususn daftar pertanyaan sebelum melakukan wawancara.
90
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
20 Guessing Games sebagai satu alternatif memotivasi bertanya dan menggambarkan benda dalam pembelajaran Descriptive text di kelas X Atin Supartini SMA Negeri 2 Majalaya
Pendahuluan Sebagai pendidik mungkin kita mengalami kesulitan dalam memotivasi siswa untuk dapat berbicara menggunakan bahasa target terutama Bahasa Inggris, itu juga hal yang terjadi pada diri saya pribadi. Tujuan dari pengajaran bahasa Inggris berfokus pada komunikasi secara lisan tanpa meninggalkan keahlian yang lain seperti, reading, writing dan listening. Speaking adalah suatu keahlian yang seharusnya dikuasai oleh para siswa agar mereka mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris secara lancar. Speaking adalah kegiatan yang biasanya dilakukan dengan orang lain. Dan ada baiknya jika para siswa berbicara dengan temannya dengan menggunakan bahasa Inggris secara lancar. Akan tetapi, permasalahan timbul karena siswa masih mengalami kesulitan dalam penguasaan kosakata bahasa Inggris, terutama untuk bisa ‘Speaking English’. Untuk mengatasi masalah-masalah pembelajaran tersebut, hal yang mungkin dilakukan adalah melatih siswa untuk berani berbicara dalam bahasa Inggris dengan menggunakan media yang sederhana. Yaitu permainan. Pertimbangan itu diambil untuk membantu siswa berbicara dalam bahasa Inggris dengan baik dan lancar, tanpa malu serta takut jika berbuat salah, karena dengan permainan yang sederhana diharapkan siswa-siswa mampu berbicara, bertanya dan menjawab dalam bahasa Inggris dengan berani. Permainan ini sendiri diharapkan menyenangkan serta menciptakan situasi kelas yang kondusif, sehingga diharapkan dengan melalui permainan ini semua siswa turut ambil bagian dalam pengajaran ‘Speaking’. Permainan yang digunakan sebagai media dalam pengajaran ‘Speaking’ ini diharapkan merupakan suatu cara yang efektif bagi siswa. Permainan dapat membuat kegiatan ‘Speaking’ lebih efektif dan menyenangkan. Dalam hal ini penulis lebih berfokus pada permainan tebak kata. Dengan menggunakan permaian tebak kata/’guessing games’ ini siswa-siswa diharapkan mampu 91
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
menyampaikan ide mereka secara bebas karena mereka melakukan hal ini bersama sama dengan teman-teman satu kelas mereka. Dalam pembelajaran speaking ini, telah terjadi interaksi antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa. Hal ini dapat terlihat saat siswa menjawab pertanyaan dan adanya aktifitas permainan tebak kata. Siswa akan lebih tertarik dengan teknik pembelajaran guessing game karena menambah minat dan ketertarikan siswa dalam belajar bahasa inggris yang terlihat dalam observasi yang telah dilakukan oleh peneliti. Dilihat dari ketertarikan siswa dalam belajar speaking dengan menggunakan media guessing games, dirasa perlu untuk diteruskan cara pengajaran speaking ability dengan guessing games ini, mengingat antusias siswa juga ketertarikan mereka dengan teknik pengajaran yang baru. penerapan guessing games ini berimbas positif bagi pengajaran speaking di kelas, karena sebagian besar siswa ikut terlibat secara aktif di dalamnya, hal ini tampak dalam dokumentasi yang ada. Dari penerapan teknik guessing games ini bisa dilihat bahwa guru bahasa Inggris terbantu dengan teknik ini disamping itu dari hasil pengamatan juga bisa dilihat bahwa para siswapun antusias untuk mengikuti pelajaran bahasa Inggris di kelas utamanya pelajaran speaking. Penerapan guessing games bagi pengajaran speaking ini sangat diperlukan bagi siswa, mengingat speaking ability dibutuhkan untuk berkomunikas saat belajar bahasa Inggris terutama di dalam kelas. Pada kenyataannya keterampilan inilah yang dibutuhkan para siswa dalam era globalisasi ini. Suatu keterampilan akan dikuasai dengan baik jika dibelajarkan dan dilatihkan secara terus menerus, jadi tidak berhenti saat diajarkan di kelas tertentu. Pembelajaran keterampilan berbicara (Speaking) yang baik dan kontinu sangat dibutuhkan mengingat pentingnya dengan keterampilan berbahasa lainnya. Keterampilan berbicara (Speaking) merupakan salah satu aspek bebahasa yang dikaji pada kegiatan ini. Keterampilan berbicara (Speaking) setidaknya mampu menjadi penunjang dan sebagai ukuran bagi individu dalam mempelajari suatu bahasa serta bersifat primer dalam menjalin komunikasi antar individu.
Implementasi di Kelas Guessing Games ini di lakukan secara berkelompok dimana setiap kelompok harus menyusun 5 sampai dengan 10 tebakan, saat tebakan dibacakan oleh kelompok yang tampil kelompok lain harus menebak, dan bila kurang mengerti meraka harus menanyakan dalam bahasa target tentang benda yang harus ditebak dan bila mereka berhasil menjawab benar maka akan mendapat poin 100. 92
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Skor perolehan masing-masing group dalam permainan Guessing Games pada pembelajaran Report dan Descriptive text (Foto: dokumen pribadi)
PEROLEHAN SCORE Pada tahapan pelaksanaan dari Guessing Games ini penulis mencoba memaparkan pelaksanaan yang mungkin bisa diterapkan di kelas pembaca. 1. Tahap pertama, siswa berkelompok atau dikelompokkan yang berjumlah 5 orang. 2. Selanjutnya, siswa di persilahkan untuk menyusun 10 tebakan, meski pada KD di kelas X terkait dengan bangunan bersejarah, namun penulis mengembangkan tema yang lebih luas yaitu benda, binatang, tanaman atau tokoh terkenal. Dan yang akan ditampilkan hanya 5 tebakan yang 5 tebakan lainnya sebagai cadangan. 3. Setelah semua kelompok siswa selesai maka mereka tampil di depan untuk mengungkapkan tebakan mereka setiap siswa yang tampil membacakan tebakannya satu orang satu tebakan. Siswa bebas menggunakan kamus dalam kegiatan ini. 4. Kelompok yang lain menyimak dan mengajukan pertanyaan untuk memperjelas tebakan, siswa yang mau bertanya hendaknya mngangkat tangan sambil menyebutkan nama dan dari kelompok mana sehingga guru dapat menilai keaktifan siswa dengan memberikan tanda checklist di nama siswa di buku nilai, siswa boleh mengajukan pertanyaan sebanyak mungkin, minimal satu kelompok satu pertanyaan. Pertanyaan yang diajukan adalah pertanyaan yang membutuhkan jawaban yes atau no atau it could be dari pembaca tebakan yang bisa dibantu oleh teman satu kelompok. Contoh pertanyaannya “Is it an animal?” “Does it eat grass?”, “Can it fly?” dan seterusnya. Setiap tebakan dikasih 2 menit namun saat banyak pertanyaan dari kelompok lain maka waktu menyesuaikan, saat 2 menit tidak tertebak maka nilai milik kelompok yang tampil. 93
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
5. Selanjutnya siswa menebak, kesempatan satu kelompok menebak adalah 3 kali tebakan untuk satu tebakan yang dibacakan kelompok yang tampil, bila berhasil mendapat nilai 100 point bila salah bernilai 0 namun kelompok yang menjawab salah lebih dari tiga kali dan salah akan mendapat pengurangan nilai 50 point. 6. Setelah seluruh kelompok tampil, maka kita akan mendapat 3 pemenang. Jangan lupa untuk memberi reward permen atau snack bagi pemenang, hal itu dilakukan untuk menambah semangat siswa. Demikian urutan dari pelaksanaan Guessing Games yang dilakukan penulis di kelas penulis. Tebakan ini bisa menambah kosa kata terutama adjective. Guessing Games yang penulis laksanakan membuat siswa antusias dalam bertanya karena mereka tahu ada penilaian terhadap keaktifan mereka, pertanyaan yang merela produksi bisa diulang pada tebakan selanjutnya. Memang Guessing Games ini menurut penulis menarik untuk diterapkan namun penulis masih mengalami kesulitan terkait dengan waktu karena waktu yang dibutuhkan lebih dari 1 x 2 JP sementara jam pelajaran bahasa Inggris hanya 2 jam pelajaran dalam seminggu pada kurikulum 13. Selanjutnya guru harus tegas dan member arahan yang jelas bagi siswa untuk menghinfari salah persepsi dan kacaunya permainan.
94
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
21 Teaching to Stimulate Students’ Critical Thinking through Video Sulistiyani Dyah P Penulis Independen
Pendahuluan Berfikir kritis atau dikenal sebagai Critical Thinking adalah salah satu ketrampilan atau skill penting yang harus dimiliki dan dikembangkan pada peserta didik mengingat ketrampilan ini sangat mendasar dan berguna di segala aspek kehidupan. Secara keilmuan, berfikir kritis merupakan proses aktif yang memerlukan skill yang terasah untuk mengkonsep, menerapkan, menganalisa, mensintesa dan atau mengevaluasi informasi yang dikumpulkan melalui observasi, wawancara, pengalaman, komunikasi dan sebagainya. Dalam mengajar berfikir kritis, guru tidak memerlukan banyak waktu untuk menyusun perencanaan pembelajaran. Pembelajaran ini tidak mengharuskan adanya peralatan khusus ataupun nara sumber tertentu mrlaainkan guru harus memiliki dan mampu menumbuhkan semangat keingintahuan yang tinggi pada siswa. Berpikir kritis adalah aktivitas terampil yang bisa dilakukan dengan lebih baik atau sebaliknya, dan pemikiran kritis yang baik akan memenuhi beragam standar intelektual, seperti kejelasan, relevansi, kecukupan, koherensi, dan lain-lain (Fisher, 2009:13). Berpikir secara umum dianggap sebagai proses kognitif, tindakan mental untuk memperoleh pengetahuan. Penekanan dalam ketrampilan berpikir menegaskan penalaran (reasoning) sebagai fokus utama kognitif. Berpikir kritis adalah cara berpikir seseorang mengenai suatu masalah dimana pemikir meningkatkan kualitas pemikirannya dengan menangani secara terampil struktur-struktur yang melekat dalam pemikiran dan menerapkan standar-standard intelektual padanya (Nitko, A.J & Brookhart, 2007) Video menjadi salah satu media yang dapat dimanfaatkan untuk menstimulasi critical thinking. Mengapa demikian? Menonton video secara aktif memerlukan panca indera penglihatan dan pendengaran yang dimaksimalkan untuk memahami 95
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
serta menyerap informasi tentang apa yang dilihatnya. Penonton video adalah kegiatan menarik dan bagus untuk pembelajaran. Namun demikian, peenggunaan video janganlah berhenti sampai di situ. Respon setelah menonton video sangat membantu mengembangkan cara perpikir dan menganalisa suatu masalah. Latihan yang rutin dan intens akan meningkatkan kemampuan berfifkir dari waktu ke waktu. Di sinilah peran guru dalam menstimulasi apa yang ada dalam benak fikiran anak didiknya untuk diungkapkan, dianalisa ataupun dibahas secara bersama dalam satu sesi pembelajaran sangat dibutuhkan. Strategi -strategi sederhana dapat dimanfaatkan untuk menstimulasi pikiran anak untuk berfikir lebih jauh, lebih dalam dan analitis. Menurut Lee Waranabee, tetdapat beberapa strategi sederhana yang dapat diterapkan salam pengajaran critical thinking, diantaranya adalah : 1. Awali dengan pertanyaan atau kalimat; 2. Berikan informasi dasar tentang materi yang akan dibahas; 3. Mandaatkan peer group. Strategi tersebut dibenarkan dan diperkuat oleh teori yang mengatakan bahwa critical thinking melibatkan adanya refleksi dan analisa ide. Indikator keterampilan berpiki kritis menurut Ennis (1985) yang dikembangkan meliputi: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Memfokuskan Pertanyaan Bertanya dan Menjawab Pertanyaan Mengidentifikasi Asumsi – asumsi Menganalisis Argumen Mendefinisikan Istilah dan Mempertimbangkan Suatu Definissi Mempertimbangkan Sumber Apakah Dapat Dipercaya atau Tidak Membuat dan Menentukan Hasil Pertimbangan Mengobservasi dan Mempertimbangkan Laporan Observasi Menentukan Suatu Tindakan Menginduksi dan Mempertimbangkan Hasil Induksi Berinteraksi dengan Orang Lain
Indikator atau aspek yang dinilai pada keterampilan berpikir kritis siswa yang digunakan dalam pengamatan lembar aktivitas siswa yaitu sebagai berikut: 1. Merumuskan pertanyaan 2. Mengidentifikasi kriteria untuk mempertimbangkan jawaban 96
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Berpendapat sesuai dengan sumber yang tepat Mampu memberikan alasan yang tepat dalam menyanggah Menjawab pertanyaan klarifikasi dan pertanyaan yang menantang Menyimpulkan materi yang dibahas Mendefinisikan masalah Memutuskan hal-hal yang akan dilakukan Mampu berstrategi logika Mampu bekerja sama dengan siswa lain
Kriteria-kriteria penilaian di atas dapat dibuat dalam suatu kolom sesuai kebutuhan pada tingkat pembelajaran. Guru memiliki peran yang sangat penting untuk mengevaluasi tingkat perkembangan berfikir kritis peserta didiknya melalui checklist ataupun uraian yang dibuatnya.
Implementasi di Kelas Untuk menstimulasi siswa bekerja secara maksimal dalam mengikuti materi melalui video, guru dapat melakukan strategi berikut ini : Langkah 1. Pembagian Kelompok. Guru membagi kelass dalam grup diskusi antara 4 sampai 5 siswa. Grup dapat disesuaikan dengan jumlah keseluruhan siswa dalam kelas. Setiap kelompok fiberikan pengetahuan dasaar tentang tema yang berkaitan dengan video yang akan diputar. Tugas atau informasi ini dapat diberikan beeberapa hari sebelumnya dengan tujuan siswa diberi kesempatan untuk mencari informasi dasar tersebut melalui internet atau buku- buku. Langkah 2. Pemutaran Video. Pemutaran video dapat dilakukan di lab khusus bahasa ataupun di dalam kelas. Semua siswa bertanggungjawab untuk memahami isi yang ada dalam video tersebut baik secara individu maupun kelompok. Paparan, alur cerita, madalah, pesan moral yang ditampilkan dapat menjadi bahan diskusi dan pencarian problem solving. Sebagai alternatif diskusi, guru sengaja membagi beberaoa kelompok menjadi yang pro dan beberapa kelompok kontra terhadap isi video. Langkah 3. Berikan pertanyaan sehubungan dengan tema. Setelah selesai menyaksikan pemutaran video bersama-dama, guru dapat memancing siswa dengan satu pertanyaan ataupun kalimat yang memberikan open 97
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
ended discussion. Siswa dapat bekerja dalam kelompok dan mendiskusikan pertanyaan pancingan yang diberikan oleh guru. Langkah 4. Memonitor Kegiatan Siswa Dalam memonitor siswa, guru dapat melihat aktivitas masing-masing kelompok. Di sini, guru perlu memiliki catatan khusus dari masing-masing kelompok tentang cara kerja mereka dan ide-ide yang diberikan. Langkah 5. Diskusikan dalam kelas Kelas menjadi tempat untuk siswa mengungkapkan ide atau gagasannya secara lebih luas. Keberanian mengungkapkan ide atau gagasan menjadi satu latihan tersendiri untuk melatih mental siswa. Saat diskusi berlangsung, guru juga dapat memberikan catatan-catatan penting mengenai kelompok maupun personal siswa. Apakah komentar, kritikan, ide atau gagadannya mrmenuhi ktiteria-kriteria penilaian berfikir kritis yang sudah dibahas pada bagian kajian teoti di atas. Masing-masing poin penilaian ini tidak harus diambil semuanya, bergantung pada tingkat pendidikan dan kemampuan siswa. Pada tahap awal diskusi, penilaian sederhana yang mrngacu pada kritetia-kriteria tersebut diambil secukupnya, krmuafian dapat ditingkatkan pada proses belajar mengajar berikutnya secara bertahap. Langkah 6. Guru Mengajak Siswa Menyimpulkan Hasil Diskusi. Kegiatan ini merupakan refleksi bagi siswa untuk membuat kesimpulan, dan membandingkan hasil diskusi dengan kelompok lain. Strategi ini bertujuan untuk memberikan wawasan atau sudut pandang lain dari kelompok yang berbeda. Langkah 7. Guru Memberikan Masukan Kritikan, saran serta penilaian guru sangat membantu siswa baik secara kelompok maupun individu untuk mengadakan perbaikan selanjutnya. Catatan-catatan penting dari guru dapat dijadikan sebagai acuan perbaikan pada diskusi materi berikutnya. Variasi Stategi Pengajaran Critical Thinking pada anak usia dini dapat menggunakan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Beri anak kesempatan untuk bermain. Selama bermain, anak-anak akan belajar banyak hal seperti trntang sebab akibat. Misalnya saja apa yang terjadi ketika anak menuangkan air ke dalam botol lalu memindahkannya ke dalam gelas. Mengapa bola bisa mengapung dan sebagainya. Biarlah anak-anak mengamatinya melalui saat-saat bermainnya. Permainan semacam ini tentunya sudah dipersiapkan guru sesuai materi pembelajarannya. Di sinilah 98
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
guru memiliki peran penting serta kreatif agar anak-anak tetap tertarik mengikuti proses belajar mereka melalui kegiatan bermain. 2. Berhenti dan tunggu. Berilah waktu jeda untuk anak-anak berfikir atas apa yang mereka amati. Pancinglah bila anak kesulitan mengungkapkan. 3. Jangan mencampuri atau membantu mereka cepat-cepat. Menghadapi anak memerlukan kesabaran yang lebih tinggi dibandingkan mengajar anak usia SMP, SMA ataupun Mahasiswa. Melihat anak yang tidak sabar mengerjakan tugasnya ataupun tidak segera selesai melakukan aktifitasnya adalah tantangan tersrndiri. Biarkanlah anak-anak menyelesaikan tugasnya secara mandiri meskipun pendidik sebenarnya bisa membantunya. Dengan demikian, anak-anak belajar bertanggung jawab, mandiri, mengembangkan berfikir kritis, menguji kesabaran dan kedisiplinan anak. Pemanfaatan video pada tahap menstimulasi berfikir kritis pada anak dapat diintegrasikan dengan proses bermain. Sebelum menonton video, anak-anak diperkenalkan juga dengan pemahaman materi yang akan disampaikan. Sebagai contoh mengenalkan anak pada makanan sehat, anak-anak berhadapan langsung untuk melihat dan merasakan makanan sehat yang dibawa dari rumah. Tahapan selanjutnya, anak diajak bereksplorasi pada makanan – makanan lain yang mungkin belum mereka lihat ataupun mengeksplore manfaat makanan sehat dalam tayangan video yang diputar dan disaksikan bersama-sama. Dari penjelasan di atas, dapat diambil satu poin penting berkaitan dengan pengajaran berfikir kritis. Critical thinking ini dapat dirintis dan diajarkan di jenjang usia dini hingga pendidikan tinggi. Penerapan strategi harus disesuaikan pada tingkat umur dan tingkat kebutuhan. Kesemuanya itu bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk dapat berfikir lebih jeli, tertata, mendalam, logis dan analitis.
99
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
DAFTAR PUSTAKA Artikel 1 Castoniova, J. (2002). Discovery learning for the 21st century: Article manuscript. Action Research Exchange, 1(1). Chapelle, C. A. (2003). English Language Learning and Technology. Amsterdam: John Benjamin Publishing Company. Dodge, B. (1997). Some Toughts about Webquest. (Online). Tersedia: https://edweb.sdsu.edu/courses/edtecs96/about-webquests-html. Erben, T., Ban, R., & Castaneda, M. (2009). Teaching English Language Learners through Technology. New York: Routledge. Lara, S., & Repáraz, C. (2005). Effectiveness of cooperative learning: WebQuest as a tool to produce scientific videos. Tersedia: http://www.formatex.org/micte2005/294.pdf Peraturan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan No. 22 Tahun 2016. (2016). Standar Proses pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Jakarta. Smith-D’Arezzo, W. (2002). Integrating literacy methods with technology assignments in a preservice teacher education course. Reading Online, 6(2). Retrieved from http://www.readingOnline.org/articles/art_index. asp?HRE F=smith/index.html Tahang, L. (2008). Kerangka Teoritis Pembelajaran Berbasis Web. Tersedia: https://www.slideshare.net/tahangpette/strategi-pembelajaran-iv
Artikel 2 Anonym. Johann Friedrich Herbart. Diunduh pada 19 Mei 2018. [Online]. Tersedia:http://www.newworldencyclopedia.org/entry/Johann_Friedrich_Herbart. DePorter, B., Reardon, M., and Nourie, S. S. (2000). Quantum Teaching: Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-ruang Kelas. Bandung: Mizan . Mansur, H.R. (2015). Menciptakan Pembelajaran Efektif Melalui Apersepsi. Diunduh pada 19 Mei 2018. [Online]. Tersedia: http://www.lpmpsulsel.net /v2/attachments/327_Menciptakan%20pembelajaran%20efektif%20melalu i%20apersepsi.pdf Sousa, D. A. (2001). How the Brain Learns: A Classroom Teacher’s Guide. California: Corwin Press, Inc.
100
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Artikel 3 Brown, H. D. dan H. Lee. (2015). Teaching by Principles. Edisi keempat. Englewood Cliffts, N. J. Prentice hall. Nurmukminatien, dkk. (2016). Language Teaching Methods. -: Universitas Terbuka Palalas, A. & Ally, M. (2016). The International Handbook of Mobile-Assisted Language Learning. China Central Radio & TV University Press, Co. Ltd. ISBN 978-7-304-07464-7. Rahimi, M. & Soleymani, E. (2015). The Impact of Mobile Learning on Listening Anxiety and Listening Comprehension. English Language Teaching; Vol. 8, No. 10; 2015 ISSN 1916-4742 E-ISSN 1916-4750. Sayan, H. (2016). Affecting Higher Students Learning Activity by Using Whatsapp. European Journal of Research and Reflection in Educational Sciences Vol. 4 No. 3, 2016 ISSN 2056-5852.
Artikel 4 Chaer, A. (1999). Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta. Contingency - definition of contingency by The Free Dictionary Dirjen GTK. (2016). Kumpulan Materi Instruktur Nasional Guru Pembelajar. Dirjen GTK.. (2017). Pedoman Umum Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan. Kemdikbud. Merriam-Webster Dictionary Widiatmoko, dkk. (2016). Modul Kompetensi Guru Bahasa Inggris Kelompok F. Dirjen GTK Kemdikbud. http://www.thefreedictionary.com/contingency Diunduh 18 Mei 2018. Tersedia. http://www.kompasiana.com/ianmursito/profesionalisme-guru-sebagai-indikator-keberhasilandalam-peningkatan-prestasi-belajar-siswa_576207d964afbdf5038b457e Diunduh 18 Mei 2018. Tersedia. https://www.google.co.id/search?q=self+awareness&oq=self+awareness&so urceid=chrome&ie=UTF-8
101
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Artikel 5 Brown, H. D. (2001). Teaching by Principles. New York: Longman. Faisal, M. (2017). Pengaruh Penerapan Metode Reading Aloud terhadap Keterampilan Membaca Peserta Didik Kelas II MI Madani Alauddin Paopao. Skripsi. Makassar: UIN Alaudin. Kemendikbud. (2017). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Diunduh pada 20 Mei 2018. [Online]. Tersedia di https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/lafal. Novianti, R. R. (2015). Developing Students’ Speaking Ability through GenreBased Teaching. Saarbrucken: Lambert.
Artikel 6 (Kahoot, cara lain Menikmati Pembelajaran) https://.smkn2kuripan.sch.id >artikel (Menggapai Impian Belajar sambil Bermain di “Kahoot!”). Tersedia: silvirachman17.blogspot.com>2017/01 (Tekno Guru : Yuk Buat Kuis, Survey, dan Diskusi Menarikdi Kahoot!). Tersedia. www.ahza.net>2016/09>tekno –guru Solis, A. (2009). Pedagogical content knowledge. Diunduh pada 30 Agustus 2013. [Online]. Tersedia: www.indra.org/IDRSNewsletter.
Artikel 7 Mukminatien, N. dan Febrianti, Y. (2016). LanguageTeaching Methods: The Teaching of Speaking. Universitas Terbuka. Johana, M. dan Wijayanti, A. Komik Sebagai Media Pengajaran Bahasa Yang Komunikatif Bagi Siswa SMP. Lembaran Ilmu Kependidikan Jilid 36, No. 1, Juni 2007. Diunduh pada 11 Juni 2018. [Online]. Tersdia: https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/LIK/article/ viewFile/523/480. Damayanti, T. Using Comic Strips in Speaking Class. Diunduh pada 11 Juni 2018. [Online. ] Tersedia: https://learnenglishwithdemi.wordpress.com/ 2015/02/27/.
Artikel 8 Hastuti, S.D. http://eprints.ums.ac.id/19998/2/BAB_I.pdf. Diunduh tanggal 14 Juni 2018. Fajrin, R.M. https://www.rifanfajrin.com/2016/02/membaca-pemahaman.html Diunduh tanggal 14 Juni 2018.
102
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Artikel 9 Chaney, A.L., dan T.L.B. (1998). Teaching Oral Communication in Grades K-8. Boston: Allyn&Bacon. Nunan, D. (2003). Practical English Language Teaching. NY:McGraw-Hill. https://www.teachingenglish.org.uk/article/hot-seat-0, Callum Robertson http://iteslj.org/Techniques/Kayi-TeachingSpeaking.html
Artikel 10 ___ (2017). 7 REVIEW GAMES THAT WON’T WASTE YOUR TIME. Diunduh pada 25 Juni 2018. [Online]. Tersedia:https://teach4theheart.com/7review-gamesthat-wont-waste-your-time/. Briggs, S. (2014). 21 Ways to Check for Student Understanding. Diunduh pada 25 Juni 2018. [Online]. Tersedia: https://www.opencolleges.edu.au /informed/features/21-ways-to-check-forstudent-understanding/. Cox, J. ( --- ). Fun Review Activities, Classroom Games to Do Now. Diunduh pada 25 Juni 2018. [Online]. Di http://www.teachhub.com/fun-review-activities- classroomgames-do-now Wrobleski, S. ( --- ). Top 12 Ways to Rev Up Classroom Review Strategies. Diunduh pada 25 Juni 2018 [Online]. Di http://www.teachhub.com/top-12waysrev-classroom-review-strategies Derrell, T. (2015). Formative vs. Summative Assessment: What's the Difference?. Diunduh pada 7 Juli 2018. [Online]. Di https://www.aiuniv.edu/blog/2015/ june/formative-vs-summative Finley, T. (2014). Dipsticks: Efficient Ways to Check for Understanding. Diunduh pada 5 Juli 2018. [Online]. Di https://www.edutopia.org/blog/dipsticks-to- check-forunderstanding-todd-finley The Writers at Teacher Pop. (2016). 8 Ways to Check for Student Understanding. Diunduh pada 5 Juli 2018 [Online]. Di https://www.teachforamerica.org/ teacherpop/8-ways-check-studentunderstanding
Artikel 11 Ahmadi, A., (2001), Psikologi Belajar, PT. Rineka Cipta: Jakarta. Hamzah, (2008). Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran, Jakarta: PT Bumi Aksara. Hermawanto, I. (2017). 3 Cara Mengetahui Gaya Belajar Peserta Didik. Diunduh pada 28 Juni 2018 [Online] di www.irvanhermanto.blogspot.com. Nuniek. (2013), Pengaruh Gaya Belajar Siswa terahad Prestasi Belajar Matematika Siswa. Jurmal Psikologi Universitas Ahmad Dahlan 2 (1) Juli. Santrock, J. (2007), Psikologi Pendidikan, Kencana: Jakarta. Susilo, M., (2006). Gaya Belajar Menjadikan Makin Pintar, Yogyakarta: Pinus.
103
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Artikel 12 Permendikbud No. 24 Tahun 2016 tentang Lampiran Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Sanjaya, Wina 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana. Sudjana, Nana. 2009. Teknologi Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Pengertian Media Pembelajaran. Belajarpsikologi.com
Diunduh
15
Juli
2018.
(Online)
di
www.
Artikel 13 9 ways to check student understanding. Diunduh 1 juli 2018. Tersedia: http://achievenowpd.com/tips-checking-student-understanding/. Achyar. (1998). Pembelajaran Kooperative Sebagai Salah Satu Strategi Pengajaran IPA. Buletin P3G.
Briggs, Saga, 21 ways to check student understanding. Tersedia: https://www. opencolleges.edu.au/informed/features/21-ways-to-check-for-studentunderstanding/. Collie, J. & Slater, S. (1987). Literature in the Language Classroom: A Resource Book of Ideas and Activities. New York: Cambridge University Press. Destafney, M. (1995). Cooperative Learning. http://edtech.kennesa.edu/intech/cooperativelearning.htm. Johnson, R. (1995). Cooperative Learning. http://www.leee.org/organizations /eab/precollege/cleansummit/presentation/CLHKs.pdf . Kagan, S. (1992). Cooperative Learning. San Juan Capistrano: Kagan Cooperative Learning. Moody, H.L.B. (1971). The Teaching of Literature. London: Longman Group, Ltd. Musthafa, B. (1994). ‘Literature Response: A Way of Integrating Reading Writing Activities. Reading Improvement’ A journal Devoted to the Teaching of Reading. Vol. 31/1 (spring, 1994). Nita, I. (2008). Penelitian Tindakan Kelas Bagi Guru: Tentang Upaya Meningkatkan Pemahaman Siswa Dalam Mempelajari Teks Naratif Melalui Model – Model Pembelajaran Cooperative Learning. Roger and David, W. J. (1997). Two Heads Learn Better Than One. Minnesota: Context Institute.
104
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Artikel 14 Branston, G & Stafford, R. (2003). the Media Student’s Book, 3rd edition. London: Routledge. Gebhart, J. G. (2009). Teaching English as a foreign and second language. Michigan: The University of Michigan Press. Joyce, H. S. & Feez, S. (2012). Text-based language literacy education: Programming and methodology. Australia: Phoenix Education Pty Ltd. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia (2017). When English Rings a Bell. Jakarta: Kemendikbud Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. (2017). Permendikbud No. 59 Tahun 2014. Jakarta: Kemendikbud. Nation, I.S.P & Macalister, J. (2010). Language Curriculum Design. London: Routledge Oxford, R. L. (1989). Language learning strategies: What every teacher should know. USA: Heinle and Heinle Publisher.
Parangkuan, V. (2018). Misteri Surat Perpisahan. Tersedia: http://bobo.grid.id/ read/08677200/misteri-surat-perpisahan. 8 Mei 2018 pukul 13.00. Richards, J. C. (2002). Curriculum development in language teaching. Cambridge: Cambridge University Press. Suherdi, D. (2012). Towards the 21st century English teacher education: an Indonesian perspective. Bandung: Celtics Press. Tomlinson, B. (1998). Materials Development in Language Teaching. Cambridge:Cambridge University Press. Ur, P .(2009). A Course in language teaching. Practice and theory. Great Britain: Cambridge University Press.
Artikel 15 Regier, N. (2012). Book Two: 60 Formative Assessment Strategies. __: Regier Educational Resources.
Artikel 16 https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-pembelajaran-kontekstual-contextualteaching-and-learning-ctl/10749 http://nrdndini.blogspot.com/2015/12/piramida-pembelajaran-edgar-dale-1946.html https://www.jamieoliver.com/recipes/eggs-recipes/easy-pancakes/ https://www.youtube.com/watch?v=idMwGlFxy3w
105
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Artikel 17 Ashana, C. K. (2007). Contextual Teaching and Learning. Diunduh pada tanggal 14 Juli 2018. [Online]. Tersedia: http://www.dictio.co.id. Pemuda, D. (2004). Hakikat Pembelajaran Efektif. Diunduh pada tanggal 15 Juli 2018. Tersedia: www.proprofs.com. [Online]. Jacobs, H.H. (1989). Interdisciplinary curriculum : Design and implementation. ASCD. Alexandria,Va. Diunduh pada tanggal 14 Juli 2018. Tersedia: https://en.wikipedia.org
Artikel 18 Harsanto, R. (2007). Pengelolaan Kelas yang Dinamis. Jogjakarta: Kanisius. Hines, C. dan Kennedy. (1985). Teacher Clarity and Its Relationship to Student Achievement and Satisfaction. American Educational Research Journal 22: 8799. Seivert, K. Manajemen Pembelajaran dan Instruksi Pendidikan (Manajemen Mutu Psikologi Pendidikan Para Pendidik), judul asli Educational Psikology, terj Yunus Anas, Jogjakarta: IRCiSoD, 2010.
Artikel 19 Cotton, K. (1988). Clasroom Quetioning. Diunduh pada tanggal 13 Juli 2018. Tersedia: http://www.learner.org/workshops/socialstudies/pdf/session6/-6. ClassroomQuestioning.pdf. Darn, S. (2007). Teacher Talking Time. Diunduh pada tanggal 13 Juli 2018. Tersedia: https://www.teachingenglish.org.uk/article/teacher-talking-time. Paula, D. (2013). Power of Our Words, Massachusets, Center for Responsive Schools Inc. Willen, W.W. (1991). Questioning Skills for Teachers. National Education Assotiation of USA, 3rd edition. http://changingminds.org/techniques/questioning/open_closed_questions.htm
Artikel 20 Hadfield, J. (1999). Beginners Communication Games. Addison Wesley Longman Ltd. Harlow. England. Harmer, J. (1983). The Practice of English Language Teaching (1st Edition). New York. Longman Inc. Herpratiwi. (2009). Teori Belajar dan Pembelajaran. Bandar Lampung: Universitas Lampung. Setiyadi, A. B. (2006). Teaching English as a Foreign Language. Yogyakarta: Graha Ilmu.
106
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Artikel 21 Atkinson, D. (1997). A Critical Approach to Critical Thinking. TESOL Quarterly, 31 (1) 71-94. Brookfield, S. (1987). Developing Critical Thinking: Challenging Adults to Eksplore Altetnative Ways of Thinking and Acting. San Fransisco:JosseyBasts. Brown, H.D. and Lee, H. (2015). Teaching by Principles – An Interactive Approach to Language Pedagogy White Plains. NY: Pearson Longman. Carmichael, M. et all. Assessing the Impact of Video on Students Engangement, Critical Thinking and Learning. Video Sage Publishing. Martinelli, M. (2018). 10 Tips for Teaching Kids to be Awesome Critical Thinkers. Diunduh pada tanggal 10 Juli 2018. Tersedia: iteslj.org.
107
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
BIODATA PENULIS Erna Hamidah adalah seorang guru Bahasa Inggris di SMP Negeri 51 Kota Bandung. Pada tahun 2002, penulis menyelesaikan pendidikan S1 di IAIN SGD Bandung. Penulis berkesempatan menjadi salah satu penulis buku berjudul Kelas Kreatif jilid 1 (2018). Hubungi penulis di hamidaherna@gmail.com Dadan adalah seorang pengajar BIPA (Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing). Penulis tertarik mendalami konsep motivasi belajar dan strategi pengajaran kreatif. Salah satu tulisan mengenai konsep ini masuk dalam buku kumpulan artikel Kelas Kreatif (ISBN: 9786022894063) yang diterbitkan pada tahun 2018. Alamat korespondensi bisdadan@gmail.com
Rani Nurhayati adalah seorang guru Bahasa Inggris di SMAN 2 Majalaya. Penulis merupakan lulusan sarjana Pendidikan Bahasa Inggris UPI. Pada saat ini, penulis sedang menempuh studi Magister Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Terbuka. Selain sebagai seorang guru, penulis juga adalah seorang Instruktur Kabupaten untuk Kurikulum 13 dan Instruktur Nasional Program Keprofesian Berkelanjutan (PKB). Penulis pernah menyusun modul pembelajaran untuk digunakan sendiri secara lokal di tempat penulis mengajar seperti: English-zone-forx.com for class X, Let’s Have a Fun English! For class XI and Compact English for class XII. Penulis sangat suka hiking dan travelling bersama keluarga tercinta yaitu Yanyan, S. T. (suami) dan ketiga anaknya: Naufal Makin Tawakkal, Kafa Billahi Syahida, dan Archimedes Insan Langit. Penulis bisa dihubungi melalui email r4n1nur@ymail.com. Penulis yang merupakan lulusan Sarjana Pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia adalah seorang guru Bahasa Inggris di SMPN 1 Saguling, Kabupaten Bandung Barat, sejak tahun 2009 sampai sekarang. Sebelum mengajar di SMPN 1 Saguling, penulis bekerja di salah satu bimbingan belajar terkemuka di Kota Bandung. Di bimbingan belajar tersebut, penulis menjadi penyusun kurikulum dan soal untuk mata pelajaran Bahasa Inggris sampai tahun 2009. Penulis memiliki hobi bermain basket. Penulis juga tergabung dalam tim basket Pemda Kabupaten Bandung Barat. Bersama tim basket Pemda Kabupaten Bandung Barat, penulis mendapatkan medali perunggu pada ajang Porpemda Provinsi Jawa Barat pada tahun 2017. Penulis dapat dihubungi melalui alamat surel: ajifellani@gmail.com.
108
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Ivan Sofyan, adalah seorang guru Bahasa Inggris di SMAN 1 Sukatani, Purwakarta yang menggemari tulis menulis sejak di bangku sekolah dasar. Namun, mulai serius menulis dalam setahun terakhir. Artikel tentang pendidikan karya penulis pernah beberapa kali dimuat di surat kabar Jawa Barat. Ia pun pernah menulis buku antologi artikel dan puisi bersama rekanrekannya di komunitas penggiat literasi. Ia menamatkan sarjananya di UPI Bandung Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris dan Magister di Unindra Jakarta di jurusan yang sama. Selain menulis, Ia gemar berenang dan bernyanyi. Ia saat ini berdomisili di Purwakarta. Email ivanfathan77@gmail.com. Amalia Rahisa Dewi adalah seorang guru Bahasa Inggris di SMP Negeri 45 Bandung ─ pendidikan S1 jurusan pendidikan Bahasa Inggris IKIP Bandung. Hobi penulis adalah menyanyi dan membaca novel. Alamat korespondensi (dewirahisa@gmail.com).
Cicin Kuraesin adalah seorang guru Bahasa Inggris di SMAN 27 Bandung. Sebelumnya pernah mengajar di SMAN Tanjungsari Sumedang dan beberapa lembaga pendidikan lainnya. Penulis menyelesaikan pendidikannya di UPI pada tahun 2003. Penulis pernah terlibat dalam ETW (Workshop Guru Bahasa Inggris SMP, SMA dan SMK di Tanjungsari dan sekitarnya), iGLOW Camp for Girls, dan REF 1.0 sebagai EO. Tulisannya pernah dimuat di prosiding dan diterbitkan di jurnal SYNTAX STBA Sebelas April Sumedang serta dalam buku Kelas Kreatif 1. Travelling adalah hobi penulis. Penulis dapat dihubungi melalui e-mail: Cin_tea@yahoo.com.
109
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Tintin Sri Suprihatin adalah seorang guru Bahasa Inggris di SMP Negeri 9 Bandung. Tahun 2005, (Miss Tina) panggilan akrab wanita berzodiak Sagitarius ini, mulai mengabdikan dirinya sebagai guru di SMP Al Azhar YPWKS Cilegon, yang kemudian pindah tugas ke SMP Negeri 51 Bandung sejak tahun 2009 sampai dengan tahun 2016. Aktif sebagai penulis di ‘Kelas Kreatif’, wanita ini senang bertukar pikiran dan berbagi pengalaman tentang pembelajaran, destinasi wisata ataupun resep makanan melalui surel di alamat tina.dhiel@gmail.com
Kartika Arum adalah seorang guru Bahasa Inggris di SMP Negeri 1 Padalarang, pernah ditempatkan di SMPN 2 Kertasari. Pendidikan terakhir di STKIP Pasundan Cimahi, Jurusan Bahasa Inggris. Pernah menjadi kontributor pada buku antologi Kelas Kreatif. Mempunyai hobi yang tidak spesifik. Silakan berkorespondensi di arumkass@gmail.com
Hendra Sanjaya adalah seorang guru Bahasa Inggris di SMPN 4 Lembang, penulis menempuh pendidikannya di STBA Akademi Bahasa Asing Bandung. Karya yang pernah diterbitkan adalah climate change yang di terbitkan oleh QITEP dan ASN, serta Education Development Project. Hobi penulis adalah traveling, kuliner, dan menonton bersama keluarga. Email: Ndra.san@icloud.com
110
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Penulis merupakan pengajar mata pelajaran Bahasa Inggris di SMPN 19 Bandung, lulus dari dua pendidikan magister, yaitu Universitas Indonesia (UI) program studi Ilmu Komunikasi dan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), program studi pendidikan Bahasa Inggris). Tulisan terbarunya terdapat di “Kelas Kreatif: Indonesia-English Compatibility in Writing Descriptive Text for Early Grade’ dan “The content analysis of the English textbooks for young learners: My First Vocabeelary” diterbitkan oleh Atma Jaya Catholic University of Indonesia 2013, dalam the tenth International Conference on English Studies (CONEST 10). Hobi membaca dan melakukan perjalanan. E-mail: dearwulanhas@gmail.com
Penulis adalah guru mata pelajaran Bahasa Inggris di SMAN 1 Parongpong sejak tahun 2009. S1 lulusan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) program studi Pendidikan Bahasa Inggris. Selain sebagai guru mata pelajaran, penulis juga mempunyai tugas tambahan di sekolahnya sebagai Tim Pengembang Sekolah bidang EDP dan Staf Bimbingan Karir. Tulisan terbarunya dapat dilihat di antalogi Kelas Kreatif: Upaya Meningkatkan Minat Siswa dalam Memahami Struktur Generik Teks Naratif melalui Permainan Memburu Harta Karun (Permainan yang Diadopsi dari “Pokemon Go“. Alamat email : mustikasari.winy@gmail.com Trisna Kristiana menyelesaikan studi S1-nya di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris UPI pada tahun 2004. Setelah sebelumnya mengajar di SMA Al-Azhar Syifa Budi Jakarta dan SD Al-Azhar Syifa Budi Cilegon, sejak tahun 2009 sampai dengan sekarang, penulis bertugas di SMP Negeri 2 Cipatat, Kabupaten Bandung Barat dan diberikan kesempatan untuk mengaktualisasikan diri sebagai Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum. Email: kristianatrisna@gmail.com
111
Buku Seri Pembelajaran Kreatif
Penulis adalah guru Bahasa Inggris di SMKN 1 Kota Sukabumi. Ia adalah lulusan Universitas Pendidikan Indonesia jurusan Pendidikan Bahasa Inggris dan saat ini sedang menempuh pendidikan Postgraduate Diploma bidang Applied Linguistics di Singapura. Selain sebagai guru, ia menjabat sebagai Kepala Perpustakaan di sekolahnya. Karya yang pernah diterbitkan adalah: Kelas Kreatif Raising Awareness Of Bullying Through Game “Crumpling Ijah�
Atin Supartini adalah guru mata pelajaran Bahasa Inggris di SMAN 2 Majalaya dari 2008-sekarang. Penulis lulus dari STKIP Bale Bandung di tahun 2002. Penulis pernah ikut dalam TPDP (Teacher Professional Developing Program) ke Adelaide South Australia di tahun 2015. Penulis menulis di buku Kelas Kreatif.
Sulistiyani Dyah Purwaningsih memiliki passion dalam dunia pendidikan. Pengalaman mengajar sejak tahun 2001 dari tingkat jenjang pendidikan yang berbeda serta pada tempat mengajar yang berbeda pula di wilayah Nusantara. Kini penulis aktif di Yayasan Kartika Jaya Cab.XVIII Jayakarta yang bergerak dalam bidang pendidikan pada anak usia dini hingga Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan. Buku yang pernah terbit antara lain Mari Berolahraga Lari, Lancar Berbahasa Inggris (2007), Antologi dalam Kelas Kreatif (2018). Penulis merupakan alumni dari Program Magister Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Masukan serta kritikan sangat diharapkan bagi pengembangan tulisan. Jangan ragu untuk mengirimkannya di rumahpensilku@gmail.com.
112