Perencanaan Wilayah dan Kota UGM
Studio Wilayah Kabupaten Pati 1 2019
Memaknai Pati
Laporan Analisis Kabupaten Pati
Memaknai Pati Laporan Analisis Kabupaten Pati
Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga laporan Memaknai Pati ini dapat terselesaikan tepat waktu dan sesuai dengan arahan yang diberikan. Laporan ini dapat terselesaikan berkat bantuan dan dukungan baik berupa moral maupun material dari berbagai pihak. Kami juga dapat melalui proses pembelajaran yang berharga dalam penyusunan laporan ini. Di dalam kata pengantar ini, kami ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada: 1. Ibu Beti Guswantari, S.Si., M.Eng. selaku dosen pembimbing Kelompok Studio Wilayah Pati 1 yang telah memberikan bimbingan, arahan, kritik, dan saran selama proses pembelajaran; 2. Bapak Retno Widodo Dwi Pramono, S.T., M.Sc., Bapak Doddy Aditya Iskandar, S.T., M.CP., Ph.D., Bapak Rendy Bayu Aditya, S.T., M.UP., Ibu Ratna Eka Suminar, S.T., M.Sc., dan Ibu Atrida Hadianti S.T., M.Sc., Ph.D. selaku dosen pengampu mata kuliah Studio Analisis Wilayah yang telah memberikan bimbingan, arahan, kritik, dan saran selama proses pembelajaran;
3. Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) serta Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Pati yang telah memberikan saran, kritik, informasi, dan data yang kami butuhkan untuk analisis wilayah Kabupaten Pati; 4. Segenap instansi pemerintahan terkait di Kabupaten Pati yang telah membantu kami dalam proses pengumpulan data sekunder wilayah Kabupaten Pati; serta 5. Teman-teman jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota angkatan 2017 yang telah memberikan motivasi, kritik, dan saran dalam penyusunan laporan. Kami berharap laporan yang telah disusun dapat memberikan sumbangsih untuk menambah pengetahuan para pembaca. Di akhir kata, kami selalu terbuka terhadap saran dan masukan dari semua pihak karena kami menyadari laporan yang telah disusun memiliki banyak kekurangan yang bisa diperbaiki berdasarkan masukan dan saran tersebut. Tim Penulis, Kelompok Studio Wilayah Kabupaten Pati 1
Tim Penyusun Jalu Herawan 45921
Rahayu Santoso 45931
Margarettha Roselyn 45475
Nadela Fitrizqy 45479
Alfi Hilman 45924
Mutia Mesanda 45478
Galuh Purnamaningrum 45475
Danur Arkan 45915
Daftar Isi
Pendahuluan
1
Terdiri dari review dokumen RPJPD, RPJMD, dan RTRW Kabupaten Pati serta keselarasan antara dokumen tersebut.
Profil Wilayah
3
Berisi mengenai identifikasi dan evaluasi struktur serta pola ruang Kabupaten Pati lalu skenario perubahan penggunaan lahan utnuk Kabupaten Pati.
Terdiri dari latar belakang, landasan hukum, tujuan, ruang lingkup, dan metode analisis, dan sistematika penulisan.
Review Dokumen
2
Berisi tentang baik analisis maupun proyeksi yang mendeskripsikan Kabupaten Pati mengenai fisik dasar, kependudukan, ekonomi, dan sarana prasarana Kabupaten Pati.
Evaluasi Keruangan
4
Isu Strategis
5
Berisi mengenai identifikasi isu strategis serta penajaman isu strategis yang terjadi di Kabupaten Pati.
Pendahuluan
8.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Latar Belakang Wilayah Kabupaten Pati merupakan salah satu Kabupaten di Jawa Tengah yang terletak di sbelah timurlaut kota Semarang. Dengan keunikan lokasi, kondisi kependudukan, ekonomi, sosial-budaya serta kondisi alamnya membuat Kabupaten Pati banyak memiliki potensi yang harus di kembangkan. Kabupaten Pati diapit oleh Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Blora di bagian selatan, Kabupaten Jepara dan Laut Jawa di bagian Utara, Kabupaten Kudus dan Kabupaten Jepara di Barat serta Kabupaten Rembang dan Laut Jawa di bagian Timur. Kabupaten yang memiliki luas 150.366 Ha ini terletak pada ketinggian 0-100 m di atas permukaan air laut ratarata dan terbagi menjadi beberapa relief Daratan yaitu Lereng Gunung Muria yang membentang di sebelah barat bagian utara Laut Jawa, Dataran rendah yang membujur di tengah sampai utara Laut Jawa, serta pegunungan Kapur yang membujur di sebelah selatan. Kabupaten Pati memiliki suku adat yang disebut masyarakat ‘Samin’. Masyarakat Samin hidup dengan segala kenunikannya. Selain itu Kabupaten Pati banyak menyimpan potensi potensi yang akan diolah untuk memajukan Kabupaten Pati. Untuk mengolahnya dibutukan perencanaan yang baik untuk mencapai cita-cita Kabupaten Pati ‘Pati Bumi Mina Tani’ yang ingin menjadikan Kabupaten Pati maju dan sejahtera lewat hasil bumi berupa pertanian dan perikanan. Perencanaan wilayah Kabupaten Pati dibutuhkan untuk menjadikan Kabupaten Pati lebih maju lagi, untuk mencapainya ada beberapa proses yang dilewati. Survey primer dan sekunder serta kajian kajian literatur yang dilakukan adalah sebuah awal untuk melakukan perencanaan. Data-data yang telah dikumpulkan lalu dianalisa untuk digunakan sebagai dasar dari perencanan yang akan dilakukan kedepan.
Landasan Hukum 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) 3. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 837 Tahun 1980 tentang Kriteria Penetapan Hutan Lindung 4. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten, dan Kota 5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 41/ PRT/M/2007 tentang Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budidaya 6. SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan 7. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 20052025 8. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2019 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2018-2023 9. Peraturan Daerah Kabupaten Pati Nomor 5 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pati Tahun 2010-2030 10. Peraturan Daerah Kabupaten Pati Nomor 8 Tahun 2011 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Pati Tahun 2005-2025 11. Peraturan Daerah Kabupaten Pati Nomor 1 Tahun 2018 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Pati Tahun 20172022
Tujuan Penelitian 1. Mengkompilasi data primer dan sekunder yang didapatkan dari survei terkait aspek fisik, kependudukan, ekonomi, sosial budaya, serta sarana prasarana dari kondisi saat ini di Kabupaten Pati yang kemudian diolah menjadi dasar perencanaan. 2. Menganalisis Potensi Sumber Daya Alam yang dimiliki di Kabupaten Pati 3. Mengevaluasi sistem perkotaan serta pemanfaatan lahan yang terdapat di Kabupaten Pati yang kemudian direncanakan skenario pemanfaatan guna mencapai tujuan Kabupaten Pati 4. Menentukan dan menganalisis isu-isu strategis di Kabupaten Pati berdasarkan potensi dan masalah yang ditemukan 5. Menghasilkan kesimpulan terkait perencanaan Kabupaten Pati ke depan.
Pendahuluan
9.
Ruang Lingkup Lingkup Areal
Lingkup Temporal
Meliputi keseluruhan wilayah administrasi Kabupaten Pati dengan batasan wilayah:
Penyusunan laporan memakan waktu total selama kurang lebih selama enam bulan dari bulan Agustus 2019 sampai Desember 2019. Waktu tersebut meliputi pengumpulan data melalui survei lapangan dan penganalisisan datadata yang tersedia.
•
Bagian Utara:
Kabupaten Jepara dan Laut Jawa
•
Bagian Timur:
Kabupaten Rembang dan
Laut Jawa •
Bagian Selatan:
Kabupaten Grobongan dan
Kabupaten Blora •
Bagian Barat:
Kabupaten Kudus dan
Kabupaten Jepara
Lingkup Substansial Substansi laporan ini meliputi analisis fisik dasar, fisik ruang, kependudukan, ekonomi, sosial dan budaya, sarana dan prasarana, serta isu strategis dari Kabupaten Pati.
Metode Analisis Fisik Dasar
Kependudukan
Analisis Kesesuaian Lahan
Rasio Jenis Kelamin
Analisis kesesuaian lahan dilakukan guna mnegetahui tingkat kesesuaian lahan untuk aktivitas tertentu. Analisis kesesuaian lahan dilakukan dengan beberapa kriteria khusus seperti curah hujan, kelerengan, jenis tanah, kerawanan terhadap bencana, yang di overlay untuk mendapatkan hasil kesesuaian lahan untuk aktivitas tertentu. Analisis dilakukan berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/11/Um/1980.
Rasio jenis kelamin dihitung dengan membandingkan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan di Kabupaten Pati pada suatu waktu tertentu.
Daya Dukung Lingkungan Daya dukung lingkungan merupakan kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antar keduanya. Perhitungan daya dukung lingkungan dilakukan dengan memperhatikan beberapa perhitungan lain diantaranya:
Daya Dukung Air Daya dukung air dihitung berdasarkan perbandingan ketersediaan air di Kabupaten Pati dengan permintaan air di Kabupaten Pati Daya Dukung Lahan Daya dukung lahan dihitung dengan metode supplydemand yaitu dengan membandingkan ketersediaan dan kebutuhan lahan • Bila Supply > Demand, maka daya dukung lahan dinyatakan surplus • Bila Supply < Demand, maka daya dukung lahan dinyatakan defisit atau terlampaui (Permen LH No. 17 Tahun 2009)
Daya Tampung Analisis daya tampung dilakukan dengan memperhitungkan luasan wilayah dan jumlah penduduk petani maupun non petani.
Angka Ketergantungan Dependency Ratio atau Angka Ketergantungan digunakan untuk mengetahui tingkat ketergantungan penduduk suatu wilayah dengan melihat berapa banyak penduduk usia produktif yang menanggung beban penduduk usia non-produktif.
Proyeksi Penduduk Proyeksi penduduk dihitung untuk mengetahui perkiraan jumlah penduduk di tahun yang akan datang. Perhitungan proyeksi penduduk dilakukan dengan menggunakan rumus proyeksi geometri sebagai berikut:
Pt = Po(1+ r)t Keterangan: Pt
: Jumlah penduduk pada tahun t
Po
: Jumlah penduduk pada tahun awal
r
: Laju pertumbuhan penduduk
t
: Periode waktu tahun akhir dan tahun awal
10.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Laju Pertumbuhan Ekonomi Analisis pertumbuhan ekonomi ini dilakukan guna mengetahui tren produksi rill yang dihasilkan oleh Kabupaten Pati setiap tahunnya. Dilakukan dengan rumus:
r=
PDRBt − PDRBt−1 x100% PDRBt−1
Keterangan : PDRBt : Nilai PDRB tahun t PDRBt-1: Nilai PDRB tahun sebelum t atau t-1
Struktur Ekonomi Struktur Ekonomi berfungsi untuk melihat seberapa besar kontribusi sektoral terhadap perekonomian Kabupaten Pati. Dalam hal ini digunakan data PDRB Harga Konstan. Semakin tinggi kontribusi suatu sektor menunjukan bahwa semakain tinggi pula peran sektor tersebut dalam perekonomian wilayahnya.
Sektor Unggulan Karakter perekonomian suatu wilayah dapat dilihat dari kontribusi suatu sektor di wilayah yang lebih luas sehingga dapat diketahui sektor unggulan. Sektor unggulan sangat penting dilakukan untuk mengetahui sektor ekonomi apa saja yang menjadi unggulan di Kabupaten Pati dan guna memiliki daya saing yang setara bahkan melebihi terhadap skala wilayah yang lebih luas. Analisis sektor unggulan dilakukan dengan menggunakan beberapa metode perhitungan yaitu Tipologi Klassen, Location Quotientt dan Shift Share.
Tipologi Klassen Tipologi ini dilakukan merupakan sebuah tipologi yang digunakan untuk mengidentifikasi sektor ekonomi manakah yang mempunyai kontribusi besar dalam penyumbang PDRB suatu wilayah dengan laju petumbuhan yang tinggi atau dengan kata lain untuk mengetahui potensi ekonomi yang ada pada Kabupaten Pati. Location Quotient (LQ) Analisis LQ dipengaruhi oleh analisis SLQ (Static LQ) dan DLQ (Dinamis LQ), yang mana SLQ menunjukkan tingkat spesialisasi sektor dalam wilayah Kabupaten Pati sedangkan DLQ menunjukkan tingkat pertumbuhan sektor tertentu di suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah yang lebih luas dan dalam konteks ini Jawa Tengah. Selain dipengaruhi oleh SLQ dan DLQ dalam menganalisis LQ guna melihat sektor unggulan suatu wilayah juga dapat menggunakan rumus berikut:
vi / vt LQ = Vi / Vt
Keterangan :
vi: nilai produksi sektor tertentu di Kabupaten Pati vt: jumlah PDRB Kabupaten Pati Vi: nilai produksi sektor tertentu di Jawa Tengah Vt: jumlah PDRB Jawa Tengah
Shift-Share Analisis shift share merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui sektor unggulan dari suatu wilayah. Metode ini digunakan untuk mengetahui komponen-komponen yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Pati. Komponen-komponen yang menjadi indikator perhitungan dilakukannya analisis pada metode ini ialah pertumbuhan ekonomi pada tingkat nasional, pertumbuhan ekonomi pada tingkat kabupaten, tingkat pertumbuhan secara sektoral, serta tingkat kompetitif secara sektoral. Untuk membuat analisis ini, data yang dibutuhkan adalah PDRB ADHK Menurut Lapangan Usaha yang berlaku di Kabupaten Pati dari tahun 2014-2018.
Disparitas Wilayah Indeks Gini Perhitungan indeks gini didasarkan pada kurva Lorenz, yaitu sebuah kurva pengeluaran kumulatif yang membandingkan distribusi dari suatu varibel tertentu dengan distribusi seragam yang mewakili presentasi kumulatif penduduk. Perhitungan Indeks Gini menggunakan rumus :
GR = 1− ∑ fi(Yi − Yi−1 ) Keterangan: fi : Jumlah persen (%) penerima pendapatan kelas ke i Yi : Jumlah kumulatif (%) pendapatan pada kelas ke i
Nilai GR terletak antara nol sampai dengan satu. Bila GR = 0, ketimpangan pendapatan merata sempurna, artinya setiap orang menerima pendapatan yang sama dengan yang lainnya. Bila GR = 1 artinya ketimpangan pendapatan timpang sempurna atau pendapatan itu hanya diterima oleh satu orang atau satu kelompok saja.
Indeks Williamson ndeks Williamson merupakan koefisien persabaran dari rata-rata nilai sebaran dihitung berdasarkan estimasi dari nilai-nilai PDRB dan penduduk daerah-daerah yang berada pada ruang lingkup perencanaan. Angka IW berkisar antara 0 dan 1. Data yang digunakan adalah PDRB per kapita dan jumlah penduduk. Perhitungan Indeks Williamson menggunakan rumus berikut:
Wi =
2 [∑ (Yi − Y )] x fi
Y
n
Keterangan:
Wi : Nilai indeks Williamson di tahun 2014–2018 Yi : Pendapatan per kapita dari semua sektor tiap kabupaten/ kota di tahun 2014–2018 Y : Pendapatan per kapita dari semua sektor Provinsi Jawa Tengah di tahun 2014–2018 fi : Jumlah penduduk tiap kabupaten/kota di tahun 2014–2018 n : Jumlah penduduk Provinsi Jawa Tengah secara keseluruhan di tahun 2014– 2018
Pendahuluan
Sarana dan Prasarana Analisis sarana dan prasarana dilakukan dengan menghitung jumlah ketersediaan sarana prasarana dengan menghitung jumlah ketersedian sarana prasarana yang ada saat ini (kondisi eksisting) dengan jumlah kebutuhan minimum yang disesuaikan dengan jumlah penduduk dan daya tampung pada setiap sarana prasarana berlandaskan dengan SNI 03-1733-2004 Analisis ini dilakukan guna mengetahui apakah ketersediaan sarana prasarana yang ada sudah mencukupi atau bahkan belum mencukupi kebutuhan masyarakat yang ada di Kabupaten Pati baik saat ini maupun pada saat 20 tahun mendatang. Selain menganalisis ketersediaan sarana prasarana yang ada, kami juga melakukan analisis terkait dengan cara mendelinasi jangkauan masingmasing sarana prasarana sesuai dengan SNI-03-17332004
11.
Evaluasi Struktur Ruang a. Analisis Aksesibilitas Dilakukan dengan overlay peta jangkauan fasilitas dengan simpul guna mengetahui tingkat kemudahan masyarakat untuk mengakses pelayanan fasilitas yang tersedia. b. Analisis Konektivitas Dilakukan melalui Beta Index dengan rumus:
B=
e v
keterangan: e
: Jumlah jaringan penghubung
v : Jumlah simpul c. Analisis Mobilitas
Analisis terkait dengan keterjangkauan pelayanan sarana prasarana ini dilakukan untuk mengetahui apakah sarana prasarana ini dilakukan untuk mengetahui apakah sarana prasarana yang ada sudah dapat menjangkau secara keseluruhan wilayah Kabupaten Pati atau belum menjangkau secara keseluruhan.
Dilakukan melalui Detour Index dan apabila nila dari Detour Index nya mendekati 1, maka jaringan jalan penghubung antar simpul dinilai efisien.
Evaluasi Keruangan
SD : straigth distance atau jarak terdekat
Struktur Ruang Identifikasi Struktur Ruang Identifikasi struktur ruang dilakukan dengan tahaptahap sebagai berikut: 1. Agregasi Permukiman Dilakukan melalui overlay peta kawasan perdesaan dan perkotaan menurut Peraturan Kepala BPS No. 37 Tahun 2008 dengan penggunaan lahan permukiman untuk mendapatkan simpul permukiman perkotaan. Kemudian dianalisis persebarannya melalui analisis ketetanggan dengan rumus berikut:
T=
Ju Jh = 1 N P= 2p Jh A
DI =
SD RD
keterangan: RD : real distance atau jarak sebenarnya d. Analisis Interaksi Antar Simpul Dilakukan melalui metode gravity model dihitung dengan cara mengalikan atribut sosial ekonomi (dalam kasus studio Kabupaten Pati menggunakan data jumlah penduduk) dan dibagi dengan tingkat pemisah (jarak antar simpul apabila ditarik garis lurus).
Tij =
Vij × Wij Sij 2
Keterangan: Tij : Interaksi antar simpul
keterangan:
Vij : Jumlah penduduk daerah 1
T : Indeks/pola penyebaran
Wij : Jumlah penduduk daerah 2
Ju : Jarak rata-rata antara satu titik dengan titik tetangga terdekat
Sij : Jarak anatar simpul
Jh : Jarak rata-rata yang diperoleh jika semua titik memiliki pola acak (random) P : Kepadatan titik dalam tiap kilometer persegi N : Jumlah titik simpul permukiman A : Luas wilayah (km2) 2. Agregasi Fasilitas Dilakukan melalui metode skalogram dan metode sentralitas marshall. 3. Jaringan Penghubung
12.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Pola Ruang Dalam analisis pola ruang,dilakukan identifikasi dan evaluasi pola ruang. Identifikasikan fungsi-fungsi yang ada seperti hutan, perkebunan, permukiman,sungai dan sebagainya menjadi kawasan lindung dan kawasan budidaya. Sementara untuk evaluasi pola ruang, kelompok mengevaluasi pola ruang dengan variabel kesesuaian lahan dan kerawanan bencana. Variabel ini akan dioverlay dalam bentuk peta, sehingga di dapatlah peta Developability. Peta developability adalah peta yang menunjukan tingkat dapat dibangunnya suatu lahan. Setalah peta developability dioverlay dengan peta pola ruang eksisting dan rencana untuk mengetahui hasil evaluasinya. Hasil evaluasi disajikan jumlah dan luasannya dalam bentuk tabel.
Sistematika Penulisan Pendahuluan Terdiri dari latar belakang, landasan hukum, tujuan, ruang lingkup, metode analisis , dan sistematika penulisan.
Review Dokumen Rencana Terdiri dari review dokumen RPJPD, RPJMD, dan RTRW Kabupaten Pati.
Profil Kabupaten Pati Berisi tentang analisis yang mendeskripsikan Kabupaten Pati mengenai fisik dasar, kependudukan, ekonomi, sarana prasarana, dan fisik ruang Kabupaten Pati.
Evaluasi Keruangan Evaluasi kerungan terdiri dari identifkasi serta evaluasi struktur ruang dan pola ruang.
Isu-Isu Strategis Wilayah Terdiri dari identifikasi isu strategis serta penajaman isu strategis yang terjadi di Kabupaten Pati.
Review Dokumen
14.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
R eview
dokumen perencanaan Kabupaten Pati dilakukan dengan menganalisis tingkat relevansi antara RTRW Kabupaten Pati 2011-2030 terhadap RPJMD Kabupaten Pati Tahun 2017 – 2022 dan RPJP Kabupaten Pati 2005-2025. Ketika dokumen tersebut harus saling relevan, karena perwujudan tata ruang memerlukan biaya, sementara dokumen yang mendapatkan anggaran adalah RPJMD. Sehingga rencana tata ruang yang tertera dalam dokumen dalam RTRW harus diterjemahkan menjadi rencana pembangunan dalam dokumen RPJMD.
Misi 3 RPJMD terhadap RTRW
Dengan total 5 strategi arah pembangunan yang ada terdapat 2 strategi arah pembangunan secara spasial. Dari 2 strategi arah pembangunan spasial tersebut terdapat 6 strategi arah pembangunan spasial yang sesuai dan 35 strategi yang kurang sesuai dengan strategi dan arah kebijakan RTRW pada strategi RPJMD yang pertama, serta 1 strategi dan arah kebijakan yang sesuai dan 40 yang kurang sesuai dengan strategi dan arah kebijakan RTRW pada strategi RPJMD yang kedua.
Misi 4 RPJMD terhadap RTRW
Tingkat Relevansi Antara RPJMD Kabupaten Pati Tahun 2017 – 2022 terhadap RTRW Kabupaten Pati 2011-2030
Dengan total 5 strategi arah pembangunan yang ada terdapat 1 strategi arah pembangunan secara spasial. Dari 1 strategi arah pembangunan spasial tersebut semuanya sesuai dengan strategi dan arah kebijakan pada RTRW
Metode Analisis
Dengan total 9 strategi arah pembangunan yang ada terdapat 4 strategi arah pembangunan secara spasial. Dari 4 strategi arah pembangunan spasial tersebut terdapat 10 ,9 1, 6 strategi arah pembangunan spasial yang sesuai dengan strategi dan arah kebijakan RTRW
Analisis relevansi antara RTRW dengan RPJMD dilaukan dengan membandingkan strategi dan arah kebijakan pada RTRW dengan strategi pada RPJMD. RTRW Kabupaten Pati tahun 2011-2030 terdiri dari 15 kebijakan dan 41 strategi, sementara RPJMD Kabupaten Pati tahun 20172022 terdiri dari 8 misi dengan total 35 strategi. Relevansi antara kedua dokumen tersebut dapat dilihat menggunakan tabel. Tabel vertikal berisi strategi dan arah kebijakan pada RTRW, sedangkan tabel horinzontal strategi RPJMD. Strategi pada RPJMD yang bersifat spasial kemudian ditandai dengan warna biru. Jika strategi pada RPJMD relevan dengan strategi dan arah kebijakan pada RTRW serta bersifat spasial, maka sel tersebut diisi dengan angka 1, dan jika kurang relevan atau kurang bersifat spasial maka diisi dengan angka 0.
Hasil Analisis Misi 1 RPJMD terhadap RTRW
Dengan total 3 strategi arah pembangunan yang ada terdapat 1 strategi arah pembangunan secara spasial. Dari 1 strategi arah pembangunan spasial tersebut hanya terdapat 15 strategi arah pembangunan spasial yang sesuai dengan strategi dan arah kebijakan RTRW dan 26 strategi lainnya kurang sesuai dengan strategi dan arah kebijakan pada RTRW.
Misi 2 RPJMD terhadap RTRW
Dengan total 4 strategi strategi arah pembangunan yang ada terdapat 1 strategi arah pembangunan secara spasial. Dari 1 strategi arah pembangunan spasial tersebut seluruhnya kurang sesuai dengan strategi dan arah kebijakan RTRW.
Misi 5 RPJMD terhadap RTRW
Dengan total 4 strategi arah pembangunan yang ada tidak terdapat strategi arah pengembangan spasial.
Misi 6 RPJMD terhadap RTRW
Misi 7 RPJMD terhadap RTRW
Dengan total 2 strategi arah pembangunan yang ada terdapat 2 strategi arah pembangunan secara spasial. Dari 2 strategi arah pembangunan spasial tersebut terdapat 21 strategi yang sesuai dan 20 kurang sesuai RTRW untuk strategi RPJMD yang pertama serta 10 yang sesuai dan 31 yang kurang sesuai RTRW untuk strategi RPJMD yang kedua.
Misi 8 RPJMD terhadap RTRW
Dengan total 4 strategi arah pembangunan yang ada terdapat 1 strategi arah pembangunan secara spasial. Dari 1 strategi arah pembangunan spasial tersebut terdapat 10 strategi yang sesuai dan 31 strategi yang kurang sesuai dengan strategi dan arah kebijakan RTRW.
Review Dokumen
15.
Tingkat Relevansi Antara RPJMP Kabupaten Pati Tahun 2005–2025 terhadap RPJMD Kabupaten Pati 2007-2032 Pada tahap ini akan dianalisis mengenai hubungan misi RPJP dengan misi RPJM Kabupaten Pati dan keterkaitan antara arah pembangunanRPJP dengan program pembangunan yang terdapat dalam RPJM Kabupaten Pati.
Misi RPJP Kabupaten Pati Tahun 2005-2025
1. Mewujudkan SDM yang berkualitas dan berbudaya 2. Mewujudkan pertumbuhan ekonomi berbasis pertanian dan perikanan serta pemanfaatan SDA dan IPTEK dengan menjaga kelestarian lingkungan hidup yang berkelanjutan 3. Mewujudkan tata pemerintahan yang baik didukung kompetensi dan profesionalisme aparatur, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme 4.Mewujudkan prasarana dan sarana yang memadai untuk mendukung pengembangan wilayah dan pertumbuhan ekonomi yang berorientasi ekonomi kerakyatan 5. Mewujudkan iklim investasi yang kondusif bagi pengembangan dunia usaha guna mendorong daya saing daerah 6. Mewujudkan pengembangan pariwisata yang berbasis budaya lokal
Misi RPJMD Kabupaten Pati Tahun 2017 – 2022
1. Meningkatkan akhlak, budi pekerti sesuai budaya dan kearifan lokal; 2. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui peningkatan pelayanan pendidikan dan kesehatan; 3. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat sebagai upaya pengentasan kemiskinan; 4. Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang akuntabel dan mengutamakan pelayanan publik; 5. Meningkatkan pemberdayaan UMKM dan pengusaha, membuka peluang investasi, dan memperluas lapangan kerja; 6. Meningkatkan daya saing daerah dan pertumbuhan ekonomi daerah berbasis pertanian, perdagangan dan industri. 7. Meningkatkan pembangunan infrastruktur daerah, mendukung pengembangan ekonomi daerah. 8. Meningkatkan kualitas lingkungan hidup guna mendukung pembangunan yang berkelanjutan
Dari misi tersebut, dapat dilihat bahwa seluruh misi RPJMD Kabupaten Pati memiliki keterkaitan dengan RPJP Kabupaten Pati. Misi RPJMD Kabupaten Pati yang memiliki keterkaitan terkuat dengan RPJP-nya adalah misi nomor 1 pada RPJP no 2 pada RPJMD yaitu misi yang berbunyi “Mewujudkan SDM yang berkualitas dan berbudaya” , “ Meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui peningkatan pelayanan pendidikan dan kesehatan”. Setelah dikaji lebih lanjut ternyata misi tersebut sangat erat hubungannya dengan arah pembangunan periode kedua RPJP Kabupaten Pati
Profil Wilayah
Profil Wilayah
17.
Karakteristik Geografis Batas Administrasi
Iklim
Kabupaten Pati merupakan salah satu dari 35 daerah/ kabupaten/kota di Jawa Tengah bagian timur, yang terletak diantara 110°,15’ - 111°,15’ Bujur Timur dan 6°,25’- 7°,00’ Lintang Selatan.
Kabupaten Pati beriklim tropis yang memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan dengan bulan basah umumnya lebih banyak daripada bulan kering. Sedangkan rata-rata curah hujan pada tahun 2011 sebanyak + 2.734 mm dengan 132 hari hujan. Suhu udara terendah di Kabupaten Pati adalah 230C dan suhu tertinggi 390C.
Adapun batas-batas administrasi Kabupaten Pati adalah sebagai berikut. •
Utara
: Kabupaten Jepara dan Laut Jawa
•
Barat
: Kabupaten Kudus dan Kabupaten Jepara
•
Selatan : Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Blora
•
Timur : Kabupaten Rembang dan Laut Jawa
Kabupaten Pati memiliki luas wilayah sebesar 150.368 Ha yang terdiri dari 21 kecamatan, 401 desa, dan 5 kelurahan, dimana Kecamatan Sukolilo merupakan kecamatan yang memiliki luas wilayah paling besar, yaitu sebesar 15.874 Ha. Sedangkan Kecamatan Wedarijaksa merupakan kecamatan yang memiliki luas wilayah paling kecil, yaitu sebesar 4.085 Ha.
Peta Curah Hujan Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Peta Batas Administrasi Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
18.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Jenis Tanah Bagian utara Kabupaten Pati didominasi oleh jenis tanah Latosol, Aluvial, Mediteran, dan Regosol. Sedangkan di bagian selatan didominasi oleh jenis tanah Aluvial, Litosol, Mediteran, dan Grumusol.
Peta Jenis Tanah Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Peta Jenis Tanah Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Topografi
Wilayah Kabupaten Pati terletak pada ketinggian antara 0 - 1.000 m di atas permukaan air laut rata-rata dan terbagi atas 3 relief daratan, yaitu : a. Lereng Gunung Muria, yang membentang sebelah barat bagian utara Laut Jawa dan meliputi Wilayah Kecamatan Gembong, Kecamatan Tlogowungu, Kecamatan Gunungwungkal, dan Kecamatan Cluwak. b. Dataran rendah membujur di tengah sampai utara Laut Jawa, meliputi sebagian Kecamatan Dukuhseti, Tayu, Margoyoso, Wedarijaksa, Juwana, Winong, Gabus, Kayen bagian Utara, Sukolilo bagian Utara, dan Tambakromo bagian utara. c. Pegunungan Kapur yang membujur di sebelah selatan meliputi sebagian kecil wilayah Sukolilo, Kayen, Tambakromo, Winong, dan Pucakwangi.
Jika melihat peta topografi wilayah Kabupaten Pati, wilayah dengan ketinggian 0 – 100 m dpl merupakan wilayah yang terbesar yaitu meliputi wilayah seluas 100.769 Ha atau dapat dikatakan bahwa topografi wilayah Kabupaten Pati sebagian besar merupakan dataran rendah sehingga wilayah ini potensial untuk menjadi lahan pertanian Berdasarkan kelerengannya, kelerengan di Kabupaten Pati diklasifikasikan menjadi 5 kelas, yaitu 0-8%, 8-15%, 15-25%, 25-45%, dan >45%.
Profil Wilayah
19.
Kesesuaian Lahan Kesesuaian lahan merupakan suatu kondisi yang menggambarkan cocok atau tidaknya sebuah lahan dalam mendukung kegiatan manusia yang ada di atasnya. Kesesuaian lahan yang ada di Kabupaten Pati diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu kawasan lindung, budidaya, dan penyangga. Pengklasifikasian tersebut dilakukan berdasarkan ketentuan dari SK Mentan, yaitu dengan melakukan penjumlahan skor kelerengan, curah hujan, dan jenis tanah. Kelerengan
Skor
0% - 8%
20
8% - 15%
40
15% - 25%
60
25% - 40%
80
> 40%
100
Melalui penjumlahan skoring, klasifikasi peruntukkan lahan yang ada di Kabupaten Pati dapat dibagi menjadi tiga, yaitu : •
Kawasan Budidaya
•
Kawasan Penyangga
•
Kawasan Lindung
Tabel Skor Kelerengan Sumber: SK Mentan 837/KPTS/UM/1980
Jenis Tanah
Skor
Aluvial
15
Latosol
30
Mediteran
45
Grumusol
60
Litosol
75
Regosol
75
Tabel Skor Jenis Tanah Sumber: SK Mentan 837/KPTS/UM/1980
Curah Hujan
Skor
750 – 1250
10
1500 – 1750
10
1750 – 2250
20
2250 – 2750
20
2750 – 3250
30
3250 – 3500
30
3500 – 3750
40
Peta Kesesuaian Lahan Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
3750 – 4250 50 Tabel Skor Curah Hujan Sumber: SK Mentan 837/KPTS/UM/1980
Setelah dilakukan skoring, maka skor dari ketiga kriteria tersebut dijumlahkan dan dihasilkan tiga peruntukkan lahan sebagai berikut: Peruntukkan
Skor
Kawasan Budidaya
< 125
Kawasan Penyangga
125 – 174
Kawasan Lindung
> 174
Tabel Skoring Peruntukkan Lahan Sumber: SK Mentan 837/KPTS/UM/1980
20.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Analisis Neraca Sumber Daya Alam Pertanian Tanaman Pangan Pertanian Pangan merupakan sektor yang cukup unggul di Kabupaten Pati. Hal ini dapat ditinjau dari besarnya kontribusi PDRB sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan, yaitu sebesar 23%, yang merupakan sektor yang memberikan kontribusi PDRB Kabupaten Pati terbesar kedua setelah industri pengolahan. Peta lahan potensi (aktiva) pertanian pangan didapatkan dari mengoverlay beberapa peta dengan kriteria sebagai berikut. •
Kawasan budidaya
•
Guna lahan selain hutan lindung dan hutan produksi terbatas, kawasan lindung, permukiman, badan air, dan lahan terbangun
•
Kelerengan < 40%
•
Curah hujan
Neraca Fisik Perkiraan Luas Cadangan Lahan (ha)
Standar Produksi (ton/ha)
Perkiraan Cadangan Produksi (ton)
61,30
21.317,85
6,28
133.876,12
1,67
580,76
3,61
2.096,56
181.601
17,36
6.037,16
6,35
28.225,97
Kedelai
2.328
1,05
365,15
1,35
492,95
Kacang Tanah
3.433
1,58
549,47
1,32
725,29
Kacang Hijau
14.775
7,61
2.646,47
1,18
3.122,84
7
Ubi Kayu
606.871
9,30
3.234,19
39,62
128.138,73
8
Ubi Jalar
5.140
0,13
45.21
22,35
1.010,42
1.453.552
100
34.776,27
82.05
307.798,89
Jenis Tanaman
Luas Lahan Panen (ha)
Persentase Luasan (%)
1
Padi Sawah
634.099
2
Padi Ladang
9.931
3
Jagung
4 5 6
No
Total
Cadangan Lahan (ha)
34.776,27
Tabel Neraca Fisik Pertanian Pangan Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Dari tabel neraca fisik diatas, dapat dilihat bahwa sektor pertanian pangan merupakan sektor yang memiliki banyak potensi untuk terus dikembangkan di Kabupaten Pati, melihat sektor ini masih memiliki cadangan lahan sebesar 34.776,27 Ha dan cadangan produksi sebesar 307.798,89 Ton.
Neraca Moneter Perkiraaan
No
Jenis Tanaman
Cadangan
Harga (Rp/Kg)
Produksi (kg)
Hasil Pendapatan Produksi (Rp)
1
Padi Sawah
133.876.120
5.200
696.155.824.222,56
2
Jagung
38.335.969
4.000
153.343.875.988,80
3
Kedelai
492.953,62
6.300
3.105.607.851,68
4
Kacang Tanah
725.293,88
7.500
5.439.704.153,40
5
Kacang Hijau
3.122.839,49
13.200
41.221.481.313,67
6
Ubi Kayu
128.138.731
2.000
256.277.462.036,40
7
Ubi Jalar
1.010.424,52
3.000
Total
305.702.331,6
3.031.273.574,55 1.158.575.229.141,06
Tabel Neraca Moneter Pertanian Pangan Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Dengan mengkalikan cadangan produksi dengan harga jual komoditas per kg, didapatkan besaran cadangan moneter dari sektor pertanian pangan. Setelah dilakukan perhitungan, didapatkan cadangan moneter sebesar Rp 1.158.575.229.141,06.
Peta Kesesuaian Lahan Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
21.
Profil Wilayah
Analisis Neraca Sumber Daya Alam Pertanian Horikultura Sayur dan Buah Semusim Sektor pertanian hortikultura sayur dan buah semusim merupakan salah satu sektor yang menjanjikan di Kabupaten Pati, melihat kini banyak usaha agroindustri yang memproduksi komoditas hortikultura sayur dan buah semusim tengah berkembang di beberapa kecamatan di Kabupaten Pati. Peta lahan potensi (aktiva) pertanian hortikultura sayur dan buah semusim didapatkan dari mengoverlay beberapa peta dengan kriteria sebagai berikut. •
Kawasan budidaya
•
Guna lahan berupa kebun dan tegalan
•
Kelerengan berkisar antara 0 - 15%
•
Jenis tanah alluvial dan latosol
•
Curah hujan berkisar antara 750 - 2250 mm/tahun
•
Hidrogeologi aquifer produktif
•
Tidak berada di area rawan banjir, rawan longsor, dan air langka
Neraca Fisik Lahan aktiva (ha)
Lahan pasiva (ha)
Cadangan luas lahan (ha)
4177
1193,85
2983,15
Tabel Cadangan Lahan Hortikultura Sayur dan Buah Semusim Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Dari analisis tersebut terlihat bahwa lahan pertanian hortikultura untuk sayur dan buah semusim di Kabupaten Pati masih dapat ditingkatkan karena adanya cadangan lahan yang cukup besar untuk kegiatan tersebut yaitu sebesar 2983,15 Ha. Komoditas Bawang merah Sawi kacang panjang Cabe besar Cabe rawit Tomat Terong Ketimun Kangkung Bayam Belewah Melon Semangka Total
Jumlah produksi (Kw)
Cadangan luas per komoditas (Ha)
Produktivitas (Kw/Ha)
2541
270722
5081
106.5415191
541309
93
11125
186
119.6236559
22244
50
2947
100
58.94
5893
416 46 20 18 17 36 162 64 111 445 4019
11475 1309 1448 1387 1762 2978 11744 1364 9505 14152 341918
832 92 40 36 34 72 324 128 222 890 8036
27.58413462 28.45652174 72.4 77.05555556 103.6470588 82.72222222 72.49382716 21.3125 85.63063063 31.80224719 85.07539189
22944 2617 2895 2773 3523 5955 35226 2727 19005 42449
Luas lahan (Ha)
Cadangan produksi per komoditas (Kw)
709562
Tabel Cadangan Produksi Hortikultura Sayur dan Buah Semusim Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Sektor pertanian ortikultura sayur dan buah semusim di Kabupaten Pati adalah sebesar 854.373 Kuintal jika cadangan luas lahan sebesar 2983,15 Ha dapat dimanfaatkan dengan baik.
Peta Aktiva Horikultura Sayur Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Neraca Moneter Komoditas
Jumlah Produksi Cadangan Harga produksi seharusnya produksi Jual /Kg (Kw) (Kw) (Kw)
Valuasi moneter existing (Rp)
Valuasi moneter seharusnya (Rp)
Cadangan moneter (Rp)
Bawang merah
270722
947193
676471
15450
418265490000
1463412448574
1045146958574
Sawi
11125
38924
27799
2225
2475312500
8660535505
6185223005
kacang panjang
2947
10311
7364
3864
1138720800
3984115912
2845395112
Cabe besar Cabe rawit Tomat Terong Ketimun Kangkung Bayam Belewah Melon Semangka
11475 1309 1448 1387 1762 2978 11744 1364 9505 14152
40148 4580 5066 4853 6165 10419 41089 4772 33256 49515
28673 3271 3618 3466 4403 7441 29345 3408 23751 35363
22125 11689 4345 2208 2369 2455 2334 2422 5399 3629
25388437500 1530090100 629156000 306249600 417417800 731099000 2741049600 330360800 5131749500 5135760800
88828163871 5353424926 2201268679 1071495229 1460446581 2557943228 9590287037 1155854640 17954782981 17968817575
63439726371 3823334826 1572112679 765245629 1043028781 1826844228 6849237437 825493840 12823033481 12833056775
Total
341918
1196291
854373
464220894000
1624199584737
1159978690737
Tabel Neraca Moneter Hortikultura Sayur dan Buah Semusim Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Didapatkan bahwa terdapat cadangan sebesar Rp 1.159.978.690.737 pada neraca moneter dari hasil perhitungan cadangan produksi (Kw) di neraca fisik dengan standar harga sayur per kg. Melihat besarnya nilai pada neraca moneter ini, mengindikasikan bahwa jika dilakukan pengoptimalan terhadap produktivitas hortikultura sayur-sayuran di Kabupaten Pati.
22.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Pertanian Horikultura Buah Pertanian hortikultura buah merupakan sektor pertanian yang memiliki banyak potensi di Kabupaten Pati. Hal ini dapat dilihat dari unggulnya beberapa komoditas pertanian hortikultura buah di tingkat Provinsi Jawa Tengah, seperti Kabupaten Pati sebagai penghasil komoditas jeruk besar dan sukun terbesar di Jawa Tengah. Peta lahan potensi (aktiva) pertanian hortikultura buah didapatkan dari mengoverlay beberapa peta dengan kriteria sebagai berikut.
Neraca Fisik Luas Potensi Hortikultura Buah
Luas Eksisting Hortikultura Buah
Cadangan Lahan Hortikultura Buah
14.700,53 Ha
6.334,44 Ha
8.366,09
Tabel Cadangan Lahan Pertanian Hortikultura Buah Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Berdasarkan hasil perhitungan diatas, luas cadangan yang masih dapat dikembangkan sejumlah 8.366,09 Ha. Dengan kata lain Kabupaten Pati baru memanfaatkan 43,08% dari total lahan yang dapat dikembangkan.
•
Kawasan budidaya
•
Guna lahan kebun, lahan terbuka, sawah tadah hujan, dan tegalan
Cadangan Lahan Hortikultura Buah
Produktivitas Hortikultura Buah
Cadangan Produksi Hortikultura Buah
8.366,09 Ha
331,66 Ku/Ha
1.297.012,22 Ku
•
Curah hujan < 2000 mm/tahun
•
Jenis tanah alluvial, latosol, dan mediteran
Tabel Cadangan Produksi Pertanian Hortikultura Buah Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
•
Kelerengan < 15%
•
Tidak berada di area rawan longsor
Berdasarkan perhitungan dalam tabel diatas, dengan produktivitas sebesar 331,66 Ku/Ha dan luas Cadangan sebesar 8.388,09 Ha, maka potensi produksi tambahan yang dapat diproduksi adalah 1.297.012,22 Ku.
Neraca Moneter Cadangan Produksi
Harga Jual
Cadangan Moneter
1.297.012,22 Ku
(Harga Jual per Komoditas)
Rp.416,311,088,325.98
Tabel Cadangan Moneter Pertanian Hortikultura Buah Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Berdasarkan hasil perhitungan, nilai cadangan moneter hortikultura buah yang masih dapat dikembangkan yaitu sebesar Rp. 416,311,088,325.98.
Peta Aktiva Horikultura Buah Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
23.
Profil Wilayah
Perkebunan Kabupaten Pati merupakan kabupaten di Jawa Tengah yang cukup unggul dalam sektor perkebunan, dimana produksi komoditas perkebunan seperti kapuk dan tebu di Kabupaten Pati merupakan yang terbesar di Provinsi Jawa Tengah. Peta lahan potensi (aktiva) perkebunan didapatkan dari mengoverlay beberapa peta dengan kriteria sebagai berikut. •
Bukan lahan dengan fungsi hutan lindung, sawah irigasi, tambak, dan permukiman
•
Bukan merupakan badan air
•
Bukan merupakan area rawan longsor
Neraca Fisik No
Jenis Komoditas
Luas Area (ha)
Persentase Pemanfaatan
Produksi Luas Cadangan 2018 (Ton) Total (ha)
Luas Cadangan per Komoditas (ha)
Produktivitas (ton/ha)
Cadangan Produksi (ton)
1
Cengkeh
861.10
3.00%
348,350
214.91
404.54
2
Jambu Mete
19.25
0.07%
10,749
4.80
558.39
86,938.17 2,682.64
3
4,155.77
14.46%
4,605,992
1,037.16
1,108.34
1,149,523.50
391.92
1.36%
882,927
97.81
2,252.82
220,353.26
5
Kelapa Dalam Kelapa Kopyor Kopi
1,551.98
5.40%
1,227,429
387.33
790.88
306,331.08
6
Kakao
26.20
0.09%
22,239
6.54
848.82
5,550.22
7
Kapuk
11,327.53
39.41%
3,420,563
2,827.03
301.97
853,674.42
8
Karet
9.71
0.03%
13,050
2.42
1,343.98
3,256.91
9 10
Lada
2.90
0.01%
2,378
0.72
820.00
593.48
Tembakau
52.00
0.18%
865,400
12.98
16,642.31
215,979.02
Tebu
10,341.00
35.98%
49,686,679
2,580.82
4,804.82
28,739.36
100.00%
61,085,756
4
11
Total
7.172,52
7.172,52
7.172,52
12,400,370.05 15,245,252.73
Tabel Neraca Fisik Perkebunan Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Berdasarkan perhitungan dalam tabel neraca fisik, didapatkan cadangan luas lahan untuk perkebunan adalah sebesar 7.157,52 Ha dan masih ada cadangan produksi yang besar, yaitu 15.245.252,73 ton.
Neraca Moneter No
Jenis Komoditas
Harga Komoditas (Rp/ton)
Produksi 2018 (Ton)
Valuasi Moneter (Rp)
Cadangan Produksi (ton)
Cadangan Moneter (Rupiah) 8,255,735,484,146.55
1
Cengkeh
94,961,000
348,350
33,079,664,350,000
86,938.17
2
Jambu Mete
25,000,000
10,749
268,725,000,000
2,682.64
67,066,052,862.69
3
Kelapa Dalam
6,000,000
4,605,992
27,635,952,000,000
1,149,523.50
6,897,141,009,369.72
4
Kelapa Kopyor
40,000,000
882,927
35,317,080,000,000
220,353.26
8,814,130,260,437.25
5
Kopi
22,886,200
1,227,429
28,091,185,579,800
306,331.08
7,010,754,254,612.04
6
Kakao
19,572,910
22,239
435,281,945,490
5,550.22
108,633,889,539.15
7
Kapuk
5,100,000
3,420,563
17,444,871,300,000
853,674.42
4,353,739,550,799.88
8
Karet
7,350,000
13,050
95,917,500,000
3,256.91
23,938,257,048.87
9
Lada
84,084,000
2,378
199,951,752,000
593.48
49,902,222,605.34
10
Tembakau
35,000,000
865,400
30,289,000,000,000
215,979.02
7,559,265,699,723.30
11
Tebu
700,000
49,686,679
34,780,675,300,000
12,400,370.05
8,680,259,031,612.25
61,085,756
172.857.629.427.290
15,245,252.73
51,820,565,712,757.00
Total
Tabel Neraca Moneter Perkebunan Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Didapatkan bahwa terdapat cadangan sebesar Rp 179.544.377.177.909 pada neraca moneter dari hasil perhitungan cadangan produksi (Ku) di neraca fisik dengan standar harga sayur per ton nya. Melihat besarnya nilai pada neraca moneter ini, mengindikasikan bahwa jika dilakukan pengoptimalan terhadap produktivitas hortikultura sayur-sayuran di Kabupaten Pati. Peta Aktiva Perkebunan Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
24.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Perikanan Tambak Secara geografis, Kabupaten Pati terletak di pesisir utara Pulau Jawa. Oleh karena itu, sektor perikanan menjadi salah satu sektor yang bisa dikembangkan lebih jauh lagi untuk meningkatkan perekonomian masyarakat dan daerah. Selain itu, produksi perikanan tambak di Kabupaten Pati juga menempati posisi kedua di Provinsi Jawa Tengah. Peta lahan potensi (aktiva) perkebunan didapatkan dari melakukan skoring dengan metode reclassify dari beberapa kriteria berikut yang kemudian dilakukan pembobotan untuk masing-masing kriteria dengan metode weighted overlay. Kriteria dari lahan perikanan tambak sendiri adalah: • Jenis tanah • Tutupan lahan • Curah hujan • Kelerengan • Jarak dari garis pantai • Jarak dari badan air
Neraca Fisik No.
Komoditas
Produksi (kg)
Luas Lahan (ha)
Produktivitas Fisik (kg/ha)
Cadangan Lahan (ha)
Potensi Produksi Tambahan (kg)
1
Bandeng
24.575.251,05
10.228,34
2.402,66
9.607,19
23.082.841,91
2
Udang Windu
14.959.898,40
110,69
135.149,76
103,97
14.051.411,68
3
Udang Vaname
766.667,42
5,21
147.163,07
4,89
720.109,13
4
Udang Jerbung
41.020,03
0,27
150.166,40
0,26
38.528,96
5
Nila
277.212,00
61,53
4.504,99
57,80
260.377,47
40.620.048,94
10.406,05
439.386,88
9.774,11
38.153.269,16
Total
Tabel Neraca Fisik Perikanan Tambak Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Berdasarkan perhitungan dalam tabel diatas, didapatkan cadangan luas lahan untuk perikanan tambak adalah sebesar 10.406,05 Ha dan masih ada cadangan produksi sebesar 38.153.269,16 kg. Karena penghitungan cadangan lahan linier dengan luas lahan eksisting, komoditas bandeng memiliki cadangan lahan terbesar dan potensi produksi tambahan terbesar.
Neraca Moneter No.
Komoditas
Harga Perkilogram (Rp)
Valuasi Moneter (Rp)
Produktivitas Moneter (Rp/ha)
Potensi Nilai Moneter (Rp)
1
Bandeng
20.000,00
491.505.021.000
48.053.247,03
461.656.838.167
2
Udang Windu
5.000,00
74.799.492.000
675.748.786,29
70.257.058.418
3
Udang Vaname
60.000,00
46.000.045.000
8.829.784.140,85
43.206.548.098
4
Udang Jerbung
30.000,00
1.230.601.000
4.504.991.908,60
1.155.868.897
5
Nila
25.000,00
6.930.301.000
112.624.797,71
6.509.436.752
620.465.460.000
14.171.202.880,48
582.785.750.332
Total
Tabel Neraca Moneter Perikanan Tambak Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Terdapat cadangan sebesar Rp 582.785.750,332 pada neraca moneter dari hasil perhitungan cadangan produksi (Ku) di neraca fisik dengan standar harga sayur per kg nya. Komoditas bandeng memiliki valuasi moneter sekaligus potensi nilai moneter terbesar karena memiliki lahan eksisting dan cadangan lahan terbesar (sekitar 98%) walaupun hanya memiliki harga 20.000 rupiah/kg.
Peta Aktiva Perikanan Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Profil Wilayah
25.
Garam Kabupaten Pati terletak di pesisir pantai utara Laut Jawa dan mempunyai 60 km pesisir pantai yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai tambak garam dan merupakan produsen garam terbesar pertama di Jawa Tengah dan produsen garam terbesar ketiga di Indonesia. Peta lahan potensi (aktiva) perkebunan didapatkan dari melakukan skoring dengan metode reclassify dari beberapa kriteria berikut yang kemudian dilakukan pembobotan untuk masing-masing kriteria dengan metode weighted overlay. • Jenis tanah • Tutupan lahan • Curah hujan • Kelerengan • Jarak dari garis pantai • Jarak dari badan air
Neraca Fisik Produksi (Ton)
Luas Lahan (Ha)
Produktivitas (Ton/Ha/Musim)
381.704,00
2.838,11
134,49
Cadangan Lahan Potensi Produksi Garam (ha) Tambahan (ton) 14.239,07
1.915.012,52
Tabel Neraca Fisik Garam Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Dari hasil perhitungan, diketahui bahwa Kabupaten Pati masih memiliki potensi produksi garam tambahan sebesar 1.915.012,52 ton. Hal ini berarti Kabupaten Pati masih dapat mengembangkan lahan tambak garam dan meningkatkan produksi garam untuk meningkatkan pendapatan daerah.
Neraca Moneter Total Peruntukan Rata-Rata Rata-Rata Harga Penggunaan Potensi Produksi Garam Lahan Tambak Produktivitas Lahan Komoditas Produksi Garam (Rp) Lahan (Pasiva) (Rp) Garam (Aktiva) (Ton/Ha/Musim) (Rp/Ton)
2.838,11
17.077,18
134,49
Cadangan (Rp)
Rp550.000,00 Rp 209.933.577.645 Rp 1.263.190.466.010 Rp 1.053.256.888.365
Tabel Neraca Moneter Garam Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Dari tabel neraca moneter yang telah dihitung di atas, dapat diketahui bahwa Kabupaten Pati masih memiliki cadangan moneter sebesar Rp 1.053.256.888.365. Artinya, jika lahan di Kabupaten Pati yang berpotensi untuk budidaya tambak garam dimanfaatkan secara optimal maka Kabupaten Pati mampu menambah pendapatan sekitar Rp 1.053.256.888.365.
Peta Aktiva Pertambakan Garam Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
26.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Perternakan Ruminansia Peternakan sebagai salah satu subsektor dari Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan yang merupakan sektor dengan nilai PDRB terbesar kedua di Kabupaten Pati serta turut menentukan besaran kemampuan penyediaan bahan pangan. Peta lahan potensi (aktiva) peternakan ruminansia didapatkan dari mengoverlay beberapa peta dengan kriteria sebagai berikut. •
Merupakan kawasan budidaya
•
Bukan merupakan kawasan tambak, permukiman, dan kawasan peruntukkan industri
•
Bukan merupakan area rawan banjir tinggi
Neraca Fisik No
Kecamatan
A 1
Potensi Lahan
Penggunaan Lahan
Cadangan Lahan
(Ha) C
(Ha) D
(Ha) C-D
Presentase Cadangan (%) ((C-D)/C)*100
1.767,539 804,0766 630,9672 1.171,466 1.932,459 3.857,429 965,9938 940,3791 2.581,138 1.132,565 1.571,492 1.021,957 804,785 187,7259 440,1394 2.143,179 2.209,343 8.307,537 850,7361 792,8936 1.314,993 35.428,79
27.413,17 16.468,70 18.525,72 14.179,47 15.229,58 4.217,15 4.528,51 2.820,56 7.488,67 3.220,69 7.253,77 6.130,22 7.583,16 12.510,33 6.854,99 1.113,51 4.376,49 791,59 9.276,70 9.269,86 4.926,14 184.178,99
93,94 95,34 96,71 92,37 88,74 52,23 82,42 75,00 74,37 73,98 82,19 85,71 90,41 98,52 93,97 34,19 66,45 8,70 91,60 92,12 78,93 1.647,89
B Sukolilo
2 3
Kayen Tambakromo Winong Pucakwangi Jaken Batangan Juwana Jakenan Pati Gabus Margorejo Gembong Tlogowungu Wedarijaksa Trangkil Margoyoso Gunungwungkal Cluwak Tayu Dukuhseti Jumlah
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
29.180,71 17.272,78 19.156,69 15.350,94 17.162,04 8.074,58 5.494,50 3.760,94 10.069,81 4.353,25 8.825,26 7.152,18 8.387,94 12.698,06 7.295,13 3.256,69 6.585,83 9.099,13 10.127,44 10.062,75 6.241,13 219.607,75 Rata-rata
78,47
Tabel Cadangan Lahan Peternakan Ruminansia Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Dari perhitungan disamping, diketahui cadangan lahan yang tersedia sebesar 184.178,99 Ha atau masih 78,47 % dari total potensi lahan yang ada. Nilai tersebut dapat manfaatkan sebagai tambahan input pada usaha pertanian, dengan skenario pembatasan sebagai berikut: Batas Penggunaan
Besar Cadangan
Batas Aman (50% Penggunaan)
(78,47% -50%)* 219.607,75 Ha = 62.522,3264 Ha
Batas Minimum (sama dengan besaran total cadangan)
184.178,99
Makna Kebutuhan pakan ternak dapat terpenuhi dengan pilihan pakan secara aman
Ha, sama dengan total cadangan lahan
Kebutuhan ternak terpenuhi dengan pilihan pakan yang terbatas
Tabel Skenario Pembatasan Lahan Peternakan Ruminansia Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Neraca Moneter
Peta Aktiva Perternakan Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Rata-Rata Estimasi Produksi Produksi Pakan Pakan (Ton/Tahun) (Ton/Ha)
Jenis Batas Penggunaan
Luasan (Ha)
A
B
C
B*C
1
62.522,3264
4,66
291.354
2
184.178,99
4,66
858.274,093
Harga RataRata Pakan (Rp/Ton)
Cadangan Moneter
D
(B*C)*D
200,000
58.270.808,2 171.654.819
Tabel Cadangan Moneter Peternakan Ruminansia Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Diketahui bahwa Kabupaten Pati masih memiliki cadangan lahan pakan ternak pada batas aman dimana kebutuhan pakan ternak tercukupi dengan adanya pilihan seluas 62.522,3264 Ha atau senilai dengan 58.270.808,2 Milyar Rupiah. Sedangkan besar cadangan minimum dimana kebutuhan akan ternak mampu terpenuhi tetapi dengan pilihan terbatas seluas 184.178,99 Ha atau senilai 171.654.819 Milyar Rupiah.
Profil Wilayah
27.
Kebencanaan Perternakan Unggas Peternakan unggas sebagai salah satu subsektor dari Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan yang merupakan penyumbang kedua terbesar di Kabupaten Pati setelah industri pengolahan. Untuk menganalisis kesesuaian lahan peternakan, dilakukan proses reclassify yang dilanjutkan dengan pembobotan untuk masing-masing kriteria dengan metode weighted overlay. Adapun kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut. •
Jenis tanah
•
Kelerengan
•
Curah hujan
•
Tidak berada di kawasan permukiman
Neraca Fisik
Peta Kebencanaan Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3 Tabel Cadangan Lahan Peternakan Unggas Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Dari perhitungan disamping, diketahui cadangan lahan yang tersedia bersifat negatif, yaitu sebesar -82.365 Ha. Hal ini menyatakan bahwa Kabupaten Pati kekurangan lahan sebesar 82.365 Ha untuk sektor peternakan unggas.
Neraca Moneter
Tabel Cadangan Moneter Peternakan Unggas Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Dengan perhitungan tanpa mengikutsertakan kecamatan yang tidak memiliki cadangan lahan dan asumsi bahwa produksi 1 kg pakan ternak bernilai Rp 30.000, maka didapatkan cadangan moneter untuk peternakan unggas adalah sebesar Rp 450.000.000.
Berdasarkan peta kebencanaan diatas, dapat dilihat bahwa bencana kekeringan merupakan bencana yang paling krusial di Kabupaten Pati, khususnya di bagian selatan. Hal ini dikarenakan kondisi geografis Kabupaten Pati di bagian selatan yang didominasi oleh kawasan karst sehingga sulit untuk menyerap air, yang berujung pada kekeringan panjang yang terjadi setiap tahunnya. Selain kekeringan, terdapat bencana banjir yang rutin melanda Kabupaten Pati setiap tahunnya, khususnya di kawasan yang terletak di sepanjang Sungai Juwana dan Pegunungan Kendeng, serta bencana longsor yang kerap terjadi di bagian barat Kabupaten Pati yang berbatasan dengan Kabupaten Jepara dan Kudus.
28.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Kependudukan Jumlah Penduduk Kecamatan
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
Sukolilo
90377
84915
85240
86567
87476
88362
89232
90089
90924
91755
Kayen
73722
71359
70309
709988
71480
71938
72380
72806
73211
73610
Tambakromo
50037
47910
48127
48477
48772
49051
49317
49574
49815
50051
Winong
59386
49985
49399
49528
49671
49796
49906
50007
50090
50167
Puncakwangi
51709
41339
41371
41443
41564
41667
41760
41844
41913
41977
Jaken
45783
42199
42382
42331
42453
42559
42654
42739
42809
42876
Batangan
40952
40896
41040
41565
41910
42241
42563
42878
43181
43481
Juwana
90173
91374
90447
92079
92992
93876
94745
95597
96426
97249
Jakenan
44505
40241
40145
40411
40527
40628
40719
40801
40868
40932
Pati
107512
103122
103425
104494
105172
105814
106432
107028
107590
108144
Gabus
55587
51875
51984
52076
52227
52357
52474
52579
52666
52747
Margorejo
54109
55842
56327
57817
58732
59418
60542
61445
62340
63241
Gembong
41772
42143
42471
42976
43345
43701
44048
44388
44715
45038
Tlogowungu
49864
49035
49206
49692
49974
50238
50493
50734
50960
51181
Wedarijaksa
58270
57524
57874
58536
58986
59418
59836
60243
60632
61017
Trangkil
60724
59284
59658
60090
60480
60850
61205
61548
61871
62189
Margoyoso
73810
70268
70601
71322
71814
72280
72732
73169
73582
73990
Gunungwungkal
36670
35059
35132
35356
35536
35703
35861
36012
36151
36286
Cluwak
44287
42485
42501
42780
42981
43165
43340
43505
43655
43800
Tayu
68746
64507
64589
64746
64933
65094
65240
65370
65477
65578
Dukuhseti
58187
56240
56301
56741
56991
57218
57433
57633
57815
57990
Jumlah
1256182 1197602 1198529 1210025 1218016 1225594 1232912 1239989 1246691 1253299 Tabel Jumlah Penduduk per Kecamatan di Kabupaten Pati Tahun 2009–2018 Sumber: Kabupaten Pati dalam Angka
Tabel di atas menunjukkan jumlah penduduk Kabupaten Pati, baik berdasarkan kecamatannya maupun secara total. Sebagai ibu kota kabupaten, Kecamatan Pati memiliki penduduk terbanyak dengan kisaran seratus ribuan jiwa, terpaut sekitar sepuluh ribuan jiwa dari kecamatan berpenduduk terbanyak selanjutnya yaitu Kecamatan Juwana.
Jika dilihat dari data per kecamatan saja, penduduk di tiap kecamatan cenderung meningkat tiap tahunnya tanpa ada perubahan drastis pada peringkatnya. Ini menunjukkan bahwa di penduduk Kabupaten Pati cenderung tidak berpindah antarkecamatan (atau dari desa ke kota) karena pertumbuhan penduduk terjadi secara alami. Visualisasi lebih lanjut dapat dilihat pada grafik batang di bawah.
2018
2017
2016
2015
2014
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
Sukolilo
Kayen
Tambakromo
Winong
Pucakwangi
Jaken
Batangan
Juwana
Jakenan
Pati
Gabus
Margorejo
Gembong
Tlogowungu
Wedarijaksa
Trangkil
Margoyoso
Gunungwungkal
Cluwak
Tayu
Dukuhseti
Grafik Komposisi Jumlah Penduduk Kabupaten Pati menurut Kecamatan Tahun 2014–2018 Sumber: Kabupaten Pati dalam Angka dan Hasil Olah Kelompok 3
100%
29.
Profil Wilayah
Pertumbuhan Penduduk 1260000
Proyeksi Jumlah Penduduk
1256182
1250000
1253299 1246691
1240000
1239989
1230000
1232912 1225594
1220000 1218016
1210000
1210025
1200000
1197602
1190000 2009
2010
1198529 2011
2012
2013
2014
2016
2015
2017
2018
Jumlah Penduduk
Grafik Jumlah Penduduk Kabupaten Pati Tahun 2009–2018 Sumber: Kabupaten Pati dalam Angka dan Hasil Olah Kelompok 3
Berdasarkan grafik di atas dapat diambil kesimpulan bahwa jumlah penduduk Kabupaten Pati setiap tahunnya cenderung naik. Namun, terdapat penurunan jumlah penduduk Kabupaten Pati secara drastis pada tahun 2010. Hal tersebut dikarenakan adanya penyesuaian data jumlah penduduk yang diambil melalui sensus penduduk secara berkala selama 10 tahun sekali pada tahun 2010, sedangkan data jumlah penduduk yang didapatkan pada tahun 2009 merupakan hasil proyeksi yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dari sensus tahun 2000. Perbedaan sensus itulah yang menyebabkan penurunan jumlah penduduk yang tercatat di BPS.
Proyeksi jumlah penduduk dilakukan guna menentukan jumlah penduduk di masa yang akan datang. Dalam proyeksi ini digunakan asumsi yang disesuaikan dengan perkiraan kondisi ke depannya. Asumsi tersebut didasarkan pada tren pertumbuhan penduduk sebelumnya, yaitu laju pertumbuhan penduduk selama lima tahun ke belakang akan sama dengan tahuntahun berikutnya. Penggunaan tren ini dikarenakan data dan informasi yang didapat bahwa Kabupaten Pati kurang memiliki daya tarik bagi pendatang, ditambah tidak adanya program yang saat ini dijalankan untuk mendorong naiknya jumlah penduduk. Setelah dilakukan perhitungan dengan metode geometrik selama lima tahun ke belakang, didapatkan angka laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,004. Kemudian, proyeksi penduduk dapat dilakukan menggunakan metode geometrik, dengan rumus:
Pt = Po(1 + r)t Hasil dari proyeksi jumlah penduduk di Kabupaten Pati adalah sebagai berikut. Tahun
Jumlah Penduduk
2018
1.253.299
2023
1.397.363
Laju Pertumbuhan Penduduk
2028
1.557.987
Dalam laju pertumbuhan penduduk, digunakan metode geometrik untuk perhitungannya dengan rumus:
2033
1.737.074
2038
1.936.746
r=(
Tabel Proyeksi Jumlah Penduduk Kabupaten Pati Tahun 2018–2038 Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Pt ) −1 Po 1 t
1,990,000
Dikarenakan terjadinya penurunan jumlah penduduk pada tahun 2010, laju pertumbuhan penduduk pada tahun tersebut menjadi -4,6. Kemudian, pada tahun 2011–2012 laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Pati mengalami kenaikan tertinggi dengan nilai 0,95 di tahun 2012. Namun, dari tahun 2012–2018 Kabupaten Pati mengalami penurunan laju pertumbuhan penduduk setiap tahunnya. Hal ini terjadi meskipun jumlah penduduknya selalu naik tiap tahunnya. Sehingga, dapat ditarik kesimpulan bahwa kenaikan tersebut tidak terlalu signifikan dan bahkan cenderung menurun. 2 0.95
1
0.66
0.62
0.59
0.57
0.54
0.53
2013
2014
2015
2016
2017
2018
0.07
0 2010
2011
2012
-1 -2 -3 -4 -5
-4.6 Laju Pertumbuhan
1,936,746
1,890,000 1,790,000 1,737,074
1,690,000 1,590,000
1,557,987
1,490,000 1,397,363
1,390,000 1,290,000
1,253,299
1,190,000 2018
2023
2028
2032
2038
Jumlah Penduduk
Grafik Proyeksi Jumlah Penduduk Kabupaten Pati Tahun 2018–2038 Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
30.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Kepadatan Penduduk Kecamatan
Penduduk
Luas (ha)
Pertanian (ha)
Terbangun (ha)
Kep. Bruto
Kep. Neto
Kep. Fisiologis
Sukolilo
91.755
15.874
12.078
3.796
6
24
8
Kayen
73.610
9.603
7.302
2.301
8
32
10
Tambakromo
50.051
7.247
5.926
1.321
7
38
8
Winong
50.167
9.994
7.941
2.053
5
24
6
Pucakwangi
41.977
12.283
11.368
915
3
46
4
Gabus
52.747
5.551
4.183
1.368
10
39
13
Jaken
42.894
6.852
5.950
902
6
48
7
Margorejo
63.241
6.181
5.050
1.131
10
56
13
Jakenan
40.932
5.304
4.231
1.073
8
38
10
Pati
108.144
4.249
2.828
1.421
25
76
38
Juwana
97.249
5.593
4.492
1.101
17
88
22
Batangan
43.481
5.066
4.209
857
9
51
10
Gembong
45.038
6.730
5.498
1.232
7
37
8
Tlogowungu
51.181
9.446
7.943
1.503
5
34
6
Wedarijaksa
61.017
4.085
3.052
1.033
15
59
20
Trangkil
62.189
4.284
3.286
998
15
62
19
Margoyoso
73.990
5.997
4.320
1.677
12
44
17
Gunungwungkal
36.286
6.180
4.610
1.570
6
23
8
Tayu
65.578
4.759
3.493
1.266
14
52
19
Cluwak
43.800
6.931
5.174
1.757
6
25
8
Dukuhseti
57.990
8.159
6.679
1.480
7
39
9
Jumlah/Rata-Rata
1.253.299
150.368
119.613
30.755
8
41
10
Bruto
Kepadatan penduduk bruto (kotor) adalah perbandingan jumlah penduduk dengan luas lahan keseluruhan. Kecamatan yang memiliki kepadatan penduduk bruto tertinggi adalah Pati, yang merupakan ibukota kabupaten, sejumlah 25 jiwa/hektare. Selanjutnya, kecamatan-kecamatan yang berada di pesisir laut memiliki kepadatan penduduk bruto sedang, kecuali Batangan dan Dukuhseti, sejumlah 11–20 jiwa/hektare. Hal ini terjadi karena penduduk di daerah pesisir relatif lebih banyak, ditambah dengan luas tiap kecamatannya yang cenderung lebih sempit dibanding kecamatan yang bukan pesisir. Terakhir, kecamatan dengan kepadatan penduduk bruto terendah adalah Pucakwangi sejumlah 3 jiwa/hektare. Rendahnya kepadatan tersebut dikarenakan luasnya lahan yang dimiliki Kecamatan Pucakwangi ditambah sedikitnya penduduk yang tinggal di sana. Jika dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia tentang Kepadatan Penduduk (SNI 03-1733-2004), keseluruhan Kabupaten Pati tergolong rendah kepadatannya, karena kurang dari 150 jiwa/hektare.
Peta Kepadatan Penduduk Bruto di Kabupaten Pati Tahun 2018 Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Profil Wilayah
31.
Neto
Kepadatan penduduk neto (bersih) adalah perbandingan jumlah penduduk dengan luas lahan terbangun. Berdasarkan perhitungan, kecamatan yang memiliki kepadatan penduduk neto tertinggi adalah Juwana sejumlah 88 jiwa/hektare, mengalahkan Kecamatan Pati. Hal ini terjadi karena Kecamatan Juwana memiliki lahan terbangun yang lebih sedikit dengan perbedaan jumlah penduduk yang tidak terlalu besar Pati. Selanjutnya, dari kepadatan penduduk neto ini juga dapat dilihat fenomena spillover effect yang diberikan Kecamatan Pati kepada kecamatan di sekitarnya, terutama yang berada di sepanjang Jalur Pantura, di mana kecamatankecamatan tersebut ikut tinggi kepadatannya. Terakhir, kecamatan dengan kepadatan penduduk neto terendah adalah Sukolilo sejumlah 24 jiwa/hektare. Rendahnya kepadatan tersebut dikarenakan luasnya lahan terbangun yang dimiliki Kecamatan Sukolilo sehingga penduduk yang jumlahnya relatif tinggi dapat tersebar lebih merata.
Peta Kepadatan Penduduk Neto di Kabupaten Pati Tahun 2018 Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Fisiologis
Kepadatan penduduk fisiologis adalah perbandingan jumlah penduduk dengan luas pertanian. Berdasarkan perhitungan, kecamatan yang memiliki kepadatan penduduk fisiologis tertinggi adalah Pati, sejumlah 38 jiwa/hektare. Hal ini terjadi karena Kecamatan Pati merupakan pusat kegiatan di Kabupaten Pati sehingga lahan pertaniannya sudah beralih menjadi lahan terbangun, dengan lebih dari setengah luasannya merupakan lahan terbangun. Selanjutnya, kecamatan dengan kepadatan penduduk fisiologis yang terendah adalah Pucakwangi, sejumlah 4 jiwa/hektare. Rendahnya kepadatan tersebut dikarenakan luasnya lahan pertanian yang dimiliki Kecamatan Pucakwangi, terluas kedua seKabupaten Pati, ditambah dengan jumlah penduduknya yang relatif sedikit.
Peta Kepadatan Penduduk Fisiologis di Kabupaten Pati Tahun 2018 Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
2012
646297
642784
639266
635598
631784
627835
607002
2011
2013
2014
2015
2016
2017
2018
Batangan 3%
Tlogowungu 4% Gembong 4% Margorejo 5%
603907
Wedarijaksa 5%
600723
Jaken 3%
597314
Pucakwangi 3%
Trangkil 5%
593810
Winong 4%
Margoyoso 6%
Perempuan
590181
Tambakromo 4%
620529
Gunungwungkal 3%
Laki-laki
586000
Kayen 6%
615998
Sukolilo 7%
582531
Tayu Dukuhseti 5% 5%
578127
Cluwak 3%
Persebaran Penduduk 612866
Persebaran Penduduk
625183 640042
32.
Juwana 8% Gabus 4%
Pati 9%
Jakenan 3%
Grafik Sebaran Penduduk Kabupaten Pati Per Kecamatan Tahun 2018 Sumber: Kabupaten Pati dalam Angka dan Hasil Olah Kelompok 3
Berdasarkan grafik di atas, terlihat bahwa persebaran penduduk di Kabupaten Pati cenderung merata. Sebagai ibu kota kabupaten, Kecamatan Pati tentu saja menjadi kecamatan dengan persentase jumlah penduduk tertinggi, sebesar 9%. Berikutnya, Kecamatan Juwana menduduki peringkat kedua dengan persentase jumlah penduduk sebesar 8%, mengingat Juwana merupakan salah satu pusat perikanan di Kabupaten Pati juga Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan dengan persentase jumlah penduduk terendah adalah Gunungwungkal, sebesar 3%.
2009
2010
Grafik Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2009–2018 Sumber: Kabupaten Pati dalam Angka dan Hasil Olah Kelompok 3
Seperti di Indonesia pada umumnya, penduduk Kabupaten Pati selama sepuluh tahun terakhir didominasi perempuan dengan selisih rata-rata 35.000-an jiwa terhadap penduduk laki-laki. Selisih antara penduduk perempuan dan laki-laki selama sepuluh tahun terakhir juga terus meningkat, dari 15.000-an jiwa menjadi 39.000-an jiwa.
Rasio Jenis Kelamin (Sex Ratio) 0.99 0.98
0.98 0.97 0.96
0.95
0.95 0.94
0.94
0.93 2009
2010
2011
0.94
0.94
0.94
0.94
0.94
0.94
0.94
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
Sex Ratio
Grafik Sex Ratio Kabupaten Pati Tahun 2009–2018 Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Dari data penduduk berdasarkan jenis kelamin sebelumnya dapat dihitung sex ratio atau rasio jenis kelamin di Kabupaten Pati. Menurut grafik di atas, ratarata sex ratio di Kabupaten Pati dalam kurun waktu 10 tahun adalah 0,94. Artinya, dalam setiap 100 penduduk perempuan terdapat 94 laki-laki. Ini berarti jumlah lakilaki dan perempuan di Kabupaten Pati belum terlalu timpang.
Usia Jumlah Penduduk Tahun
Peta Persebaran Penduduk di Kabupaten Pati Tahun 2018 Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Tidak Produktif
Produktif
Dependency Ratio
0–14
65+
15–64
2009
334.813
73.912
856.500
47,7
2010
291.506
93.837
805.650
47,8
2011
293.382
94.398
810.749
47,8
2012
295.567
95.098
816.734
47,8
2013
287.942
99.550
830.524
46,7
2014
285.849
102.318
827.427
46,9
2015
283.784
105.405
860.600
45,2
2016
280.046
108.964
856.115
45,4
2017
277.896
112.680
850.979
45,9
2018
275.922
116.779
843.723
46,5
Tabel Jumlah Penduduk Menurut Usia Produktif Tahun 2009–2018 Sumber: Kabupaten Pati dalam Angka
33.
Profil Wilayah
Rasio Ketergantungan (Dependency Ratio) 48.0 47.5
47.7
47.8
47.8
Piramida Penduduk
47.8
70-74 60-64
47.0
46.9
46.5
50-54
46.7
46.5
46.0
30-34
45.9
45.5 45.0 2009
2010
2011
2012
2014 2013 Dependency Ratio
45.2 2015
20-24
45.4 2016
40-44
2017
2018
Grafik Dependency Ratio Kabupaten Pati Tahun 2009–2018 Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Dari data dan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa angka dependency ratio di Kabupaten Pati selama kurun waktu sepuluh tahun menunjukkan rata-rata sebesar 47%, yang berarti setiap 100 orang produktif harus menanggung 47 orang tidak produktif. Dalam kurun waktu sepuluh tahun tersebut juga sempat terjadi penurunan dependency ratio pada tahun 2013–2015, yang berarti semakin sedikit penduduk usia tidak produktif yang harus ditanggung oleh penduduk usia produktif. Akan tetapi, pada tahun 2016–2018 angka dependency ratio kembali meningkat.
10-14 0-4 1500.00
1000.00
500.00 Persentase Laki-Laki
0.00
500.00
1000.00
1500.00
Persentase Perempuan
Grafik Piramida Penduduk Kabupaten Pati Tahun 2018 Sumber: Kabupaten Pati dalam Angka dan Hasil Olah Kelompok 3
Sebagaimana terjadi di Indonesia pada umumnya, Piramida Penduduk Kabupaten Pati berbentuk stasioner. Jumlah penduduk muda di Kabupaten Pati lebih banyak dibanding dengan jumlah penduduk tua. Hal tersebut dikarenakan angka kelahiran yang tinggi dan angka kematian yang rendah mengakibatkan banyaknya jumlah penduduk muda.
34.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Distribusi Penduduk Peraturan Kepala BPS Nomor 37 Tahun 2010 menjelaskan tentang klasifikasi perdesaan dan perkotaan di Indonesia. Berdasarkan klasifikasi tersebut, didapatlah peta sebaran desa menurut klasifikasi perdesaan-perkotaan di Kabupaten Pati.
Peta Sebaran Desa Menurut Klasifikasi Perkotaan dan Perdesaan di Kabupaten Pati Tahun 2018 Sumber: Peraturan BPS No. 37 Tahun 2010 dan Hasil Olah Kelompok 3
Dari klasifikasi di atas, didapat distribusi penduduk berdasarkan perdesaan-perkotaannya. Penduduk Kabupaten Pati mayoritas tinggal di perdesaan dengan proporsi 2/3 dari total jumlah penduduk. Sisanya sebesar 1/3 tinggal di perkotaan. Hal tersebut mengindikasikan kecenderungan penduduk Kabupaten Pati untuk tinggal di perdesaan, sejalan dengan slogan “Bumi Mina Tani” yang mengedepankan masyarakat agraris.
Perbandingan dengan Provinsi dan Kabupaten Lain No
Kecamatan
Penduduk
Persentase
1
Brebes
1.802.829
5,23%
2
Kota Semarang
1.786.114
5,18%
3
Cilacap
1.719.504
4,99%
4
Banyumas
1.679.124
4,87%
5
Tegal
1.437.225
4,17%
6
Grobogan
1.371.610
3,98%
7
Pemalang
1.299.724
3,77%
8
Magelang
1.279.625
3,71%
9
Pati
1.253.299
3,63%
10
Jepara
1.240.600
3,60%
11
Kebumen
1.195.092
3,46%
12
Klaten
1.171.411
3,40%
13
Demak
1.151.796
3,34%
14
Semarang
1.040.629
3,02%
15
Boyolali
979.799
2,84%
16
Kendal
964.106
2,80%
17
Wonogiri
957.106
2,77%
18
Purbalingga
925.193
2,68%
19
Banjarnegara
918.219
2,66%
20
Pekalongan
891.892
2,59%
21
Sragen
887.889
2,57%
22
Sukoharjo
885.205
2,57%
23
Karanganyar
879.078
2,55%
24
Blora
862.110
2,50%
25
Kudus
861.430
2,50%
26
Wonosobo
787.384
2,28%
27
Temanggung
765.594
2,22%
28
Batang
762.377
2,21%
29
Purworejo
716.477
2,08%
30
Rembang
633.584
1,84%
31
Kota Surakarta
517.887
1,50%
32
Kota Pekalongan
304.477
0,88%
33
Kota Tegal
249.003
0,72%
34
Kota Salatiga
191.571
0,56%
35
Kota Magelang
121.872
0,35%
34.490.835
100,00%
Total
Jumlah Penduduk Tiap Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2018 Sumber: Provinsi Jawa Tengah Dalam Angka dan Hasil Olah Kelompok 3
Dengan jumlah penduduk sebanyak 1.253.299 jiwa, Kabupaten Pati menjadi rumah bagi 3,63% penduduk Provinsi Jawa Tengah dan menempati peringkat kesembilan penduduk terbanyak. Jika dibandingkan dengan kabupaten di sekelilingnya, yaitu Blora, Demak, Grobogan, Kudus, Jepara, dan Rembang, Kabupaten Pati menempati peringkat kedua terbanyak di bawah Kabupaten Grobogan.
Profil Wilayah
35.
Distribusi Penduduk Tingkat Pendidikan Status Belum Sekolah
2014
Rata-Rata Lama Sekolah 2015
2016
2017
2018
261.252 265.187 282.935 288.730 302.296
Tidak 175.015 174.837 161.032 165.410 160.513 Tamat SD Tamat SD 395.783 398.109 393.266 385.767 386.835 SMP
208.189 205.106 208.761 208.199 212.369
SMA
177.786 178.339 186.938 189.048 195.460
D2
5.343
5.066
4.911
4.690
4.600
D3
10.745
10.775
11.327
11.619
12.033
S1
25.195
26.499
29.25
31.310
34.082
S2
1.204
1.277
1.435
1.545
1.654
S3
105
91
88
89
79
Tabel Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kabupaten Pati Tahun 2014–2018 Sumber: Disdukcapil Kabupaten Pati D2 0.35%
D3 1%
S1 3%
S2 0.13%
S3 0.01%
7.08 6.71
6.08
6.11
6.15
2010
2011
2012
6.27
6.25
2013
2014
2015
7.18
6.83
2016
2017
2018
Rata-Rata Lama Sekolah (MYS)
Grafik Rata-Rata Lama Sekolah (RLS)di Kab. Pati Tahun 2010–2018 Sumber: Disdukcapil Kabupaten Pati dan Hasil Olah Kelompok 3
Rata-rata lama sekolah penduduk dewasa di Kabupaten Pati pada tahun 2018 adalah 7,18 tahun. Angka ini masih lebih rendah dari tetapan standar untuk lama sekolah wajib, yaitu 12 tahun. Di sisi lain, selama sembilan tahun terakhir terjadi peningkatan pendidikan yang terlihat dari tren kenaikan angka rata-rata lama sekolah.
Angka Harapan Lama Sekolah 12.5
Belum Sekolah 23%
SLTA 15%
7.4 7.2 7 6.8 6.6 6.4 6.2 6 5.8 5.6 5.4
12
11.79
11.5 11
12.29
12.3
2017
2018
11.92
11.24 10.63
10.77
10.93
10.9
10.5 10
SLTP 16%
Tidak Tamat SD 12%
9.5 2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Angka Harapan Lama Sekolah (EYS)
Grafik Harapan Lama Sekolah (HLS) di Kab. Pati Tahun 2010–2018 Sumber: Disdukcapil Kabupaten Pati dan Hasil Olah Kelompok 3
Tamat SD 30%
Grafik Persentase Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kab. Pati Tahun 2014–2018 Sumber: Disdukcapil Kabupaten Pati dan Hasil Olah Kelompok 3
Dari tabel dan diagram di atas dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan di Kabupaten Pati didominasi oleh Tamat SD dengan persentase 30%. Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan pengetahuan formal di Kabupaten Pati masih rendah, yang berdampak pada kualitas sumber daya manusia (SDM).
Angka Partisipasi Sekolah (APS) Pati
Jawa Tengah
Kelompok Umur
2016
2017
2016
2017
7–12
99,57
99,47
99,58
99,62
13–15
95,64
95,98
95,41
95,48
16–18
68,63
63,29
67,95
68,48
Tabel Perbandingan APS Kab. Pati dan Prov. Jateng Tahun 2016–2017 Sumber: BPS Prov. Jateng
Dari data di atas terlihat bahwa APS Kabupaten Pati sudah cukup tinggi untuk umur 7–12 (SD) dan 13–15 (SMP). Akan tetapi, APS untuk umur SD masih lebih rendah jika dibandingkan dengan APS Prov. Jateng. Terlebih lagi, APS untuk umur 16–18 (SMA) pada tahun 2017 jauh lebih rendah dari APS provinsi.
Untuk anak-anak usia sekolah (7–18 tahun) di Kabupaten Pati, harapan lama sekolah bagi mereka pada tahun 2018 adalah 12,3 tahun. Angka ini sudah lebih tinggi dari tetapan standar untuk lama sekolah wajib, yaitu 12 tahun. Selama sembilan tahun terakhir juga terjadi peningkatan HLS terus-menerus yang menandakan adanya fokus Kabupaten Pati untuk memperbaiki kualitas SDM-nya di generasi yang akan datang.
36.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Perkawinan Angka Kawin dan Cerai Status
2014
2015
2016
2017
2018
Belum Kawin
503.060 488.128 484.035 492.445 492.647
Kawin
684.321 699.638 716.428 713.412 729.280
Cerai Hidup
12.934
14.079
16.149
17.163
18.791
Cerai Mati
60.302
63.441
63.338
63.388
68.184
Dari tabel di samping dapat dilihat bahwa angka kawin dan cerai hidup di Kabupaten Pati selalu meningkat selama lima tahun terakhir. Selain karena penyebab alami dari bertambahnya usia penduduk, meningkatnya angka kawin disebabkan maraknya pernikahan dini di Kabupaten Pati oleh penduduk yang terdesak keadaan ekonominya.
Tabel Status Perkawinan Penduduk Kabupaten Pati Tahun 2014–2018 Sumber: Disdukcapil Kabupaten Pati
Kesehatan Angka Kesakitan Penyakit
Polio HIV
AIDS
2010
4
0
0
2011
6
28
2012
8
20
2013
5
2014
Syphilis Malaria
DBD
547
77
1019
15
10
261
331
49
459
248
303
29
72
10
226
569
7
59
97
25
118
280
2015
3
37
64
9
56
923
2016
5
50
129
0
39
1403
2017
7
0
0
0
39
357
Tabel Angka Kesakitan di Kabupaten Pati Tahun 2010–2017 Sumber: Disdukcapil Kabupaten Pati
Dilihat dari tabel di samping, Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi permasalahan serius di Kabupaten Pati dengan paling sedikit 280 kasus per tahunnya pada periode 2010–2018. Jumlah orang yang mengalami DBD meningkat drastis pada tahun 2010 ke 2011 serta 2015-2016. Di sisi lain, Kabupaten Pati berhasil mengendalikan penyakit HIV, AIDS, dan Syphilis, yang pada tahun 2017 tidak terjadi kasus ketiga penyakit tersebut.
37.
Profil Wilayah
Penduduk Menurut Jenis Pekerjaan Jenis Pekerjaan
2016
2017
2018
Jenis Pekerjaan
2016
2017
2018
PNS
12.306
12.057
11.895
Pastor
3
3
4
TNI
880
892
889
Wartawan
38
38
42
Kepolisian RI
1.650
1.678
1.697
Ustadz Mubaligh
263
246
247
Perdagangan
8.564
8.317
8.346
Juru Masak
83
81
83
Petani Perkebunan
179.670
175.490
178.115
Promotor Acara
1
1
0
Peternak
484
461
464
Anggota DPR RI
1
1
0
Nelayan Perikanan
7.713
8.019
8.472
Angota DPRD Kab/Kota
23
21
20
Industri
584
560
553
Anggota DPD
0
1
0
Konstruksi
208
206
199
Bupati
2
1
1
Transportasi
671
649
654
Wakil Bupati
1
1
0
Karyawan Swasta
74.302
76.458
79.662
Walikota
2
0
0
Karyawan BUMN
1.676
1.718
1.773
Dosen
205
219
229
Karyawan BUMD
451
446
471
Guru
9.938
10.144
10.556
Karyawan Honorer
1.748
1.751
1.842
Pilot
1
1
1
Buruh Harian Lepas
23.930
23.703
24.141
Pengacara
38
42
44
Buruh Tani Perkebunan
56.622
54.841
55.800
Notaris
18
19
18
Buruh Nelayan Perikanan
1.636
1.644
1.688
Arsitek
24
25
25
Buruh Peternakan
202
186
191
Akuntan
7
7
6
Pembantu Rumah Tangga
1.397
1.296
1.290
Konsultan
29
29
29
Tukang Cukur
103
93
95
Dokter
265
284
303
Tukang Listrik
169
162
162
Bidan
910
949
1.003
Tukang Batu
5.029
4.955
4.980
Perawat
996
1.057
1.131
Tukang Kayu
3.888
3.803
3.828
Apoteker
78
78
88
Tukang Sol Sepatu
36
35
37
Psikiater Psikolog
5
5
5
Tukang Las Pandai Besi
466
449
445
Penyiar Radio
13
11
11
Tukang Jahit
1.797
1.788
1.780
Pelaut
264
244
301
Tukang Gigi
11
7
8
Peneliti
48
44
41
Penata Rias
139
139
144
Sopir
7.183
7.100
7.152
Penata Busana
11
13
13
Pialang
22
21
19
Penata Rambut
90
88
89
Paranormal
67
55
57
Mekanik
962
958
957
Pedagang
21.402
20.865
21.088
Seniman
377
368
374
Perangkat Desa
3.677
3.669
2.905
Tabib
30
25
24
Kepala Desa
331
321
316
Paraji
26
21
21
Biarawati
51
49
50
Perancang Busana
8
7
7
Wiraswasta
218.983
220.350
228.453
Penterjemah
2
1
2
Lainnya
23
20
19
Total
653.018
649.469
665.544
Imam Mesjid
27
24
27
Pendeta
158
159
162
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah tenaga kerja di Kabupaten Pati dari tahun 2016–2018 mengalami kenaikan, tetapi pada tahun 2017 sempat terjadi penurunan. Jenis pekerjaan dengan jumlah tenaga kerjapaling besar adalah wiraswasta, diikuti petani perkebunan, karyawan swasta, buruh tani perkebunan, dan buruh harian lepas. Keadaan ini jumlah tenaga kerja menurut lapangan kerja yang mayoritas juga bekerja pada sektor pertanian.
Lainnya 11.76%
Wiraswasta 34.33%
Petani Perkebunan 26.76%
Karyawan Swasta 11.97%
Grafik Persentase Penduduk Usia Kerja Menurut Jenis Pekerjaan di Kabupaten Pati Tahun 2018 Sumber: Kabupaten Pati dalam Angka dan Hasil Olah Kelompok 3
38.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
191192 105392
84758 13118
50000
110066
102154
148415
121690
93137
100755
100000
91227
150000
140024
178428
200000
198608
250000
168313
Penduduk Menurut Lapangan Pekerjaan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
0 Pertanian
Industri Pengolahan
Perdagangan
2016
2017
Jasa Kemasyarakatan
Lainnya
Tahun
TPAK
2009
69,33
2010
68,88
2011
72,35
2012
70,94
2013
71,2
2014
68,91
2015
67,83
2016
2018
Grafik Jumlah Penduduk Usia Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan di Kabupaten Pati Tahun 2016–2018 Sumber: Kabupaten Pati dalam Angka dan Hasil Olah Kelompok 3
Berdasarkan grafik di atas diketahui bahwa pada tahun 2016–2018, jumlah penduduk usia kerja menurut lapangan pekerjaan di Kabupaten Pati mengalami fluktuasi pada semua lapangan kerja, kecuali lapangan kerja lainnya. Hal ini dikarenakan bertambahnya jenis pekerjaan yang belum dapat dikelompokkan ke jenis lapangan pekerjaan utama sehingga dikategorikan lapangan pekerjaan lainnya.
2017
66,83
2018
66,25
Tabel Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja di Kabupaten Pati Tahun 2009–2018 Sumber: Kabupaten Pati dalam Angka dan Hasil Olah Kelompok 3
Dari tabel diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Kabupaten Pati dari tahun ke tahun tinggi menurut klasifikasi BPS karena di atas 64,13%. Akan tetapi, jika dilihat trennya dalam periode 2009–2018 terjadi penurunan angka TPAK di Kabupaten Pati. Adanya gap pada tahun 2016 disebabkan ketiadaan data dari BPS.
Tingkat Pengangguran Terbuka
17%
27%
18% 14% 24%
Tahun
TPAK
2009
7,69
2010
6,22
2011
11,17
2012
11,98
2013
7,29
Grafik Persentase Penduduk Usia Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan di Kabupaten Pati Tahun 2018 Sumber: Kabupaten Pati dalam Angka dan Hasil Olah Kelompok 3
2014
6,37
2015
4,43
Menurut grafik di atas juga dapat diketahui bahwa mayoritas penduduk Kabupaten Pati bekerja pada lapangan pekerja pertanian. Banyaknya penduduk yang bekerja pada sektor pertanian dikarenakan Kabupaten Pati memiliki area sawah yang masih luas dan sebagian besar penduduk Kabupaten Pati merupakan penduduk pedesaan yang bermata pencaharian pada sektor pertanian.
2016
Pertanian
Industri Pengolahan
Perdagangan
Jasa Kemasyarakatan
Lainnya
2017
3,83
2018
3,61
Tabel Tingkat Pengangguran Terbuka di Kabupaten Pati Tahun 2009–2018 Sumber: Kabupaten Pati dalam Angka dan Hasil Olah Kelompok 3
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang merupakan persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja di Kabupaten Pati cenderung menurun dari 2009–2018. Jika dibandingkan dengan angka TPAK, maka dapat disimpulkan bahwa jumlah angkatan kerja di Kabupaten Pati mencapai puncaknya pada periode 2011–2012. Hal ini terjadi karena angka TPAK dan TPT sama-sama tinggi di periode tersebut.
39.
Profil Wilayah
Angka Kelahiran Kecamatan
2014
2015
2016
2017
2018
16000
Sukolilo
857
364
965
522
835
14000
Kayen
763
312
894
469
723
12000
Tambakromo
550
276
588
351
535
Winong
571
255
640
385
600
Pucakwangi
397
161
503
254
424
Jaken
449
158
498
262
396
Batangan
452
188
492
255
462
Juwana
1075
360
1067
521
984
Jakenan
425
179
537
233
444
Pati
1,081
421
1187
562
989
Gabus
600
277
744
381
575
Margorejo
630
266
693
345
558
Gembong
464
199
568
280
437
Tlogowungu
514
210
624
294
493
Wedarijaksa
635
238
719
367
657
Margoyoso
762
307
848
425
699
Gunungwungkal
350
129
375
160
319
Cluwak
427
182
509
225
395
Tayu
639
257
788
375
624
Dukuhseti
618
242
683
360
593
Trangkil
656
248
703
357
646
Jumlah
10761
5229
12373
7383
12388
14625 12915
12388
10000 8000
7383
6000
5229
4000 2000 0 2014
2015
2016
2017
2018
Grafik Angka Kelahiran Kabupaten Pati Tahun 2014–2018 Sumber: Disdukcapil Kabupaten Pati dan Hasil Olah Kelompok 3
Dari tabel di samping dapat dilihat bahwa angka kelahiran paling tinggi tiap tahunnya cenderung terdapat di Kecamatan Pati, di mana pada tahun 2014 angka kelahirannya mencapai 1.081 jiwa dan pada 2018 mencapai 989 jiwa. Sedangkan angka kelahiran terendah terdapat di Kecamatan Gunungwungkal, di mana pada tahun 2014 memiliki angka kelahiran sebesar 350 jiwa dan pada tahun 2018 sebesar 319 jiwa. Angka kelahiran Kabupaten Pati dari tahun 2014–2018 cenderung bersifat fluktuatif dengan siklus naik-turun tiap tahunnya. Pada tahun 2015, terjadi penurunan angka kelahiran yang drastis. Kemungkinan disebabkan oleh bencana banjir bandang pada tahun 2014 yang sangat mengganggu kehidupan warga Pati.
Angka Kematian Angka Kematian Total Kecamatan
2014
2015
2016
2017
2018
Sukolilo
103
159
219
144
153
Kayen
99
132
106
268
275
Tambakromo
22
47
65
197
306
Winong
69
189
78
233
245
Pucakwangi
1
41
68
148
237
Jaken
14
25
3
158
221
Batangan
78
108
170
247
237
Juwana
62
327
592
618
741
Jakenan
123
199
181
188
234
Pati
70
152
359
580
759
Gabus
4
43
195
259
339
Margorejo
147
209
373
307
333
Gembong
53
125
220
272
334
Tlogowungu
55
162
269
173
282
Wedarijaksa
30
100
106
258
277
Margoyoso
177
272
310
347
434
Gunungwungkal
0
0
16
160
285
Cluwak
94
102
106
154
249
Tayu
28
10
122
286
533
Dukuhseti
105
122
191
290
344
Trangkil
121
144
182
296
338
Jumlah
1455
2668
3931
5583
7156
8000 7000
7156
6000 5583
5000 4000 3931
3000 2668
2000 1000
1455
0 2014
2015
2016
2017
2018
Grafik Angka Kematian Kabupaten Pati Tahun 2014–2018 Sumber: Disdukcapil Kabupaten Pati dan Hasil Olah Kelompok 3
Berdasarkan tabel di samping Kecamatan Margoyoso menduduki angka kematian tertinggi tiap tahunnya di Kabupaten Pati, dimana pada tahun 2014 angka kematiannya mencapai 177 jiwa dan pada tahun 2018 mencapai 434 jiwa. Sedangkan di kecamatan lain, angka kematian cenderung fluktuatif. Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa angka kematian di Kabupaten Pati secara keseluruhan dari tahun 2014– 2018 cenderung meningkat. Angka kematian yang besar dan cenderung meningkat kemungkinan disebabkan oleh permasalahan kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan setempat, maupun bencana alam seperti kekeringan dan banjir yang rutin melanda Kabupaten Pati tiap tahunnya.
40.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Angka Kematian Ibu
Migrasi Penduduk
22
10000
21
20
9000
20
8389
8000 7000
18
5000 4000
15
14
7512
7238
6315 6253
6000
17
16
8579 8650 7868
5014 4064
3000 2000
12
1000 0
11
10 2014
2015
2016
2017
2018
Grafik Angka Kematian Ibu Kabupaten Pati Tahun 2014–2018 Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Pati dan Hasil Olah Kelompok 3
Angka Kematian Ibu (AKI) adalah jumlah Kematian Ibu karena sebab-sebab yang berhubungan dengan kehamilan per 100.000 kelahiran hidup di wilayah tertentu. Kematian ibu biasanya terjadi karena tidak mempunyai akses pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas, terutama pelayanan kegawat daruratan tepat waktu yang dilatar belakangi oleh terlambat mengenal tanda bahaya dan mengambil keputusan, terlambat mencapai fasilitas kesehatan, terlambat mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan. Dari grafik diatas, terdapat peningkatan Angka Kematian Ibu (AKI) pada tahun 2014 ke 2015 yaitu dari sebanyak 17 orang menuju 21 orang. Setelah itu, Angka Kematian Ibu (AKI) cenderung terus menurun tiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa telah ada upaya-upaya yang telah dilakukan dalam rangka untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) di Kabupaten Pati, seperti peningkatan kemampuan nakes khususnya bidan dalam rangka memenuhi Asuhan Persalinan Normal (APN), pencabutan/pembekuan ijin praktik, evaluasi kegiatan pelayanan melalui pertemuan rutin, dan lain-lain.
Angka Kematian Bayi 11 10.8 10.5 10.21 10
9.87
9.5 9.32 9 8.76 8.5 8 2014
2015
2016
2017
2018
Grafik Angka Kematian Bayi Kabupaten Pati Tahun 2014–2018 Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Pati dan Hasil Olah Kelompok 3
Angka Kematian Bayi (Infant Mortality Rate) adalah banyaknya kematian bayi umur <1 tahun per 1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun. Angka Kematian Bayi (AKB) di Kabupaten Pati cenderung fluktuatif dengan tren meningkat dari tahun 2014— 2018. Dibandingkan dengan target dari Kemenkes RI tahun 2017 yaitu sebesar 17/1000 kelahiran, AKB di Kabupaten Pati sudah cukup baik karena masih di bawah target nasional.
2014
2015
2016
Migrasi Masuk
2017
2018
Migrasi Keluar
Grafik Migrasi Masuk dan Keluar Kabupaten Pati Tahun 2014–2018 Sumber: Kabupaten Pati dalam Angka dan Hasil Olah Kelompok 3
Jumlah migrasi masuk dan migrasi keluar di Kabupaten Pati cenderung meningkat dari tahun 2014 hingga 2016, kemudian turun pada tahun 2017 dan kembali meningkat pada tahun 2018. Migrasi masuk dan migrasi keluar yang terjadi di Kabupaten Pati tiap tahunnya cenderung seimbang sehingga tidak terdapat perbedaan jumlah yang drastis antara jumlah penduduk yang datang dari Kabupaten Pati maupun keluar dari Kabupaten Pati.
Indeks Pembangunan Manusia Tahun
Indeks Pembangunan Manusia Indonesia
Prov. Jateng
Kab. Pati
2014
68,9
68,78
66,99
2015
69,55
69,49
68,51
2016
70,18
69,98
69,03
2017
70,81
70,52
70,12
2018
71,38
71,12
71,38
Tabel Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pati Tahun 2014–2018 Sumber: BPS Indonesia, Prov. Jateng, dan Kabupaten Pati
Dalam metode baru, IPM dihitung berdasarkan angka harapan hidup saat baru lahir, rata-rata lama sekolah, angka harapan lama sekolah, dan pengeluaran per kapita. IPM Kabupaten Pati pada tahun 2018 naik dari tahuntahun sebelumnya dan dapat diklasifikasikan sebagai tinggi yaitu terletak diantara 70 ≤ 70,71<80 sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh BPS. Kabupaten Pati juga menduduki peringkat ke-3 diantara Kabupaten sekitarnya dan IPM Kabupaten Pati lebih tinggi dibandingkan IPM Jawa Tengah.
41.
Profil Wilayah
Analisis Ekonomi Laju Pertumbuhan Ekonomi Tahun
PDRB ADHK Tahun 2010 (ribu rupiah)
2010
18.782.546.640
Laju (%) 6 5,8 5,6
2011
19.893.325.240
5,58
2012
21.072.328.700
5,59
2013
22.314.753.780
5,57
2014
23.365.213.990
4,49
2015
24.770.000.000
5,67
4,4
2016
26.130.000.000
5,56
4
2017
27.609.000.000
5,66
2018
29.195.000.000
5,75
5,58
5,75
5,59
5,4
5,66
5,67
5,57
5,56
5,2 5 4,8 4,6 4,49
4,2 2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
Grafik Laju Pertumbuhan Ekonomi Sumber: BPS Kabupaten Pati, Hasil Olah Data Kelompok 3
5,47 Tabel Laju Pertumbuhan Ekonomi Sumber: BPS Kabupaten Pati, Hasil Olah Data Kelompok 3
Dari tabel dan grafik di atas, laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Pati cenderung stagnan dan mengalami penurunan pada tahun 2014, namun meningkat kembali pada tahun 2015. Laju pertumbuhan ekonomi dihitung menggunakan jumlah PDRB atas dasar harga konstan tahun 2010.
Struktur Ekonomi Struktur ekonomi berfungsi untuk melihat seberapa besar kontribusi sektoral terhadap perekonomian suatu wilayah. Dalam hal ini digunakan data PDRB Harga Konstan dan jika dilihat berdasarkan grafik di atas, maka didapati ekonomi wilayah di Kabupaten Pati didominasi pergerakannya oleh tiga sektor sektor dominan, yaitu sektor industri pengolahan, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan, serta sektor perdagangan besar dan eceran. Sebagaimana diketahui bahwa 70% luas lahan di Kabupaten Pati berupa lahan pertanian hal tersebut menyokong produksi di sektor pertanian serta lokasi Kabupaten Pati yang berada di sepanjang Pantai Utara dimana masyarakat Kabupaten Pati di bagian utara mayoritas bermatapencaharian sebagai nelayan, sehingga selain pertanian, sektor perikanan merupakan salah satu sektor unggulan Kabupaten Pati. Hal ini sesuai dengan slogan “Bumi Mina Tani” yang melekat pada Kabupaten Pati. Selain itu juga sektor pertanian menyerap jumlah pekerja paling banyak di Kabupaten Pati dengan angka mencapai 178.428 jiwa atau 28.43% penduduk Kabupaten Pati berprofesi dalam sektor pertanian.
100,00% 90,00% 80,00% 70,00%
7,76%
7,78%
7,87%
8,02%
8,05%
60,00%
14,98%
14,77%
14,86%
15,08%
15,32%
24,97%
25,36%
25,00%
24,24%
23,71%
27,31%
26,97%
26,77%
26,58%
26,25%
2014
2015
2016
2017
2018
50,00% 40,00% 30,00% 20,00% 10,00% 0,00%
Industri Pengolahan
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Perdagangan dan Reparasi Kendaraan
Konstruksi
Jasa Pendidikan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Pemerintahan, Pertahanan, dan Jamsos
Transportasi dan Pergudangan
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Jasa Lainnya
Pertambangan dan Penggalian
Real Estate
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa Perusahaan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah
Grafik Struktur Ekonomi Sumber: BPS Kabupaten Pati
42.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Kemudian, sektor lainnya yang merupakan sektor unggulan Kabupaten Pati adalah industri pengolahan di bidang pangan, dimana industri pengolahan di Kabupaten Pati biasanya memanfaatkan hasil pertanian dan perikanan yang ada di Kabupaten Pati untuk dijadikan produk yang memiliki nilai tambah lebih. Terdapat dua sektor dalam industri pengolahan yaitu berupa makanan dan minuman dengan adanya beberapa pabrik besar yang bergerak di bidang pangan, seperti PT. Garuda Food dan PT. Dua Kelinci serta industri pengolahan dalam sektor tapioka yang hanya terletak di Kecamatan Margoyoso.
Dari tahun 2016-2018, dapat dilihat bahwa persentase sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan cenderung terus menurun sedangkan persentasi sektor industri pengolahan terus meningkat. Hal ini dikarenakan di mulai terjadi alih fungsi lahan pertanian sehingga kegiatan perekonomian di Kabupaten Pati perlahan mengalami pergeseran dari sektor primer menjadi sektor tersier dan sekunder.
Hubungan Penggunaan Lahan dengan Struktur Ekonomi Penggunaan Lahan
Luas (ha) 2014
2015
2016
2017
2018
Lahan Sawah
59.280
59.270
59.270
59.299
59.299
Irigasi
36.668
36.484
36.563
36.563
36.825
Tadah Hujan
22.612
22.767
22.717
22.717
22.405
Pasang Surut
0
0
0
0
19
Rawa Lebak
19
19
19
19
50
Lahan Bukan Sawah
55.219
60.917
60.314
60.314
60.314
Tegal
28.146
28.749
31.096
31.096
13.408
0
0
1.363
1.363
1.363
Perkebunan
2.313
2.313
2.313
2.313
2.313
Hutan Rakyat
1.244
536
436
436
436
Padang Rumput
0
0
0
0
0
Hutan Negara
0
0
9.741
9.741
9.429
Sementara Tidak Diusahakan
0
0
0
0
0
Lainnya (Tambak, Kolam, Empang, Hutan Negara)
23.516
29.319
15.365
15.365
15.365
Lahan Bukan Pertanian (Jalan, Permukiman, Perkantoran, Sungai, dll)
36.210
30.181
30.755
30.755
30.755
Ladang
Penggunaan Lahan di Kabupaten Pati Sumber: BPS Kabupaten Pati
Penggunaan lahan di Kabupaten Pati selama lima tahun terakhir menunjukkan bahwa jumlah luasan lahan sawah selalu lebih kecil jika dibandingkan dengan lahan bukan sawah dan lahan bukan pertanian. Hal ini dikarenakan seiring berjalannya waktu, kegiatan perekonomian Kabupaten Pati mulai bergeser dari sektor primer menjadi sektor sekunder, dimana jika dilihat dari struktur perekonomian Kabupaten Pati, sektor industri pengolahan merupakan sektor yang paling memberikan kontribusi dalam pertumbuhan ekonomi Kabuaten Pati.
43.
Profil Wilayah
Analisis Ketimpangan Wilayah Indeks Gini Berdasarkan data yang tersedia, diketahui bahwa angka Gini Ratio Kabupaten Pati tahun 2011-2015 mengalami kenaikan dan angka pada tahun 2015 angka Gini Ratio adalah sebesar 0,35. Hal ini berarti termasuk kategori tingkat ketimpangan sedang karena sudah menyentuh angka 0,35. Gambaran ini mencerminkan bahwa pendapatan yang diterima masyarakat dari berbagai kelompok pendapatan mempunyai perbedaan yang sedikit nyata. Diketahui dari Analisis Kemiskinan dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Pati yang dipublikasikan oleh BPS, perkembangan kelompok pendapatan di Kabupaten Pati selama tahun 2011-2015 memang cenderung mengalami kenaikan. Hal ini cukup mengkhawatirkan, karena perbedaan pendapatan yang diterima masyarakat semakin melebar dari tahun ke tahun.
0,5 0,45 0,4 0,35 0,3
0,35 0,3
0,29
0,25
0,31
0,29
0,2 0,15 0,1 0,05 0 2011
2012
2013
2014
2015
Grafik Indeks Gini Kabupaten Pati 2011-2015 Sumber: Susenas 2011-2015 dan BPS
Indeks Williamson Kesenjangan antar wilayah kabupaten/kota di Jawa Tengah yang diukur dengan Indeks Williamson menunjukkan bahwa pada kurun waktu tahun 20142018 kesenjangan antar wilayah menyempit. Indeks Williamson Provinsi Jawa Tengah yang bernilai 0,97261 pada tahun 2018, menunjukkan bahwa kesenjangan pembangunan antar wilayah di kabupaten/kota Jawa Tengah termasuk kategori sangat tinggi karena sudah mendekati angka 1. Kesenjangan wilayah di sini, disebabkan karena ketidakmerataan penyebaran penduduk, sumber-sumber ekonomi, infrastruktur, serta sarana sosial yang mendukung kehidupan masyarakat seperti sarana pendidikan dan kesehatan. Jika dilihat dari pendapatan per kapita tiap kabupaten/ kota di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2018, Kabupaten Pati menempati urutan ke-13 dengan pendapatan per kapita sebesar Rp 23.294.287,09. Untuk urutan pertama ditempati oleh Kabupaten Kudus dengan pendapatan per kapita sebesar Rp 82.476.944,35 dan urutan terakhir ditempati oleh Kota Pemalang dengan pendapatan per kapita sebesar Rp 13.300.282,71. Perbedaan yang cukup besar pada pendapatan per kapita antar kabupaten/ kota di Provinsi Jawa Tengah menjadi faktor terjadinya kesenjangan yang sangat tinggi di Provinsi Jawa Tengah.
0,36386
0,3639 0,3637
0,36374
0,3635
0,36345 0,36315
0,3633 0,3631 0,3629
0,363
0,3627 0,3625 2014
2015
2016
2017
2018
Indeks Williamson Eks-Karesidenan Pati 2014-2018 Sumber: BPS Kabupaten Pati, Hasil Olah Data Kelompok 3
Apabila melihat dari Indeks Williamson di EksKarasidenan Pati (Grobogan, Blora, Rembang, Pati, Kudus, dan Jepara) maka nilai Indeks Williamson lebih rendah yaitu senilai 0,36315 pada tahun 2018. Hal ini menunjukkan bahwa kesenjangan antar kabupaten di Eks-Karasidenan Pati cukup rendah. 0,05
0,049
0,048 0,046 0,044
0,043
0,045 0,042
0,044
0,042 0,973
0,04 2011
0,9728
0,97271
0,9726
0,97261
0,97263 0,97266
0,97263
0,9724 0,9722 0,972 2014
2015
2016
2017
2018
Indeks Williamson Provinsi Jawa Tengah 2014-2018 Sumber: BPS Kabupaten Pati, Hasil Olah Data Kelompok 3
2012
2013
2014
2015
Indeks Williamson Kabupaten Pati 2011-2015 Sumber: BPS Kabupaten Pati, diolah oleh Abid Susilo (2017)
Kemudian, untuk tingkat kesenjangan antar kecamatan di Kabupaten Pati berdasarkan data yang tersedia yaitu pada tahun 2011-2015 diketahui Indeks Williamson berkisar antara 0,043-0,049. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesenjangan antarkecamatan di Kabupaten Pati rendah karena mendekati angka 0. Tingkat kesenjangan yang rendah ini memiliki dua kemungkinan yaitu antara meratanya kemiskinan atau meratanya kesejahteraan.
44.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Analisis Sektor Unggulan Analisis LQ Analisis LQ dipengaruhi oleh analisis SLQ (Static LQ) dan DLQ (Dynamic LQ), yang mana SLQ menunjukkan tingkat spesialisasi sektor dalam wilayah Kabupaten Pati sedangkan DLQ menunjukkan tingkat pertumbuhan sektor tertentu di suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah yang lebih luas dan dalam konteks ini Jawa Tengah. Sektor
Tahun
Rata-Rata
Keterangan
1,83
1,81
Basis
0,80
0,84
0,84
Non-basis
0,76
0,76
0,76
0,76
Non-basis
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
Non-basis
0,88
0,88
0.89
0.89
0.89
0.89
Non-basis
Konstruksi
0.77
0.76
0.77
0.77
0.76
0.77
Non-basis
Perdagangan Besar dan Eceran
1.03
1.03
1.03
1.04
1.05
1.03
Basis
Transportasi dan Pergudangan
0.93
0.92
0.94
0.64
0.65
0.64
Non-basis
Penyediaan Akomodasi dan Makanan Minuman
1.14
1.14
1.16
1.17
1.17
1.15
Basis
Informasi dan Komunikasi
0.63
0.63
0.63
0.64
0.65
0.64
Non-basis
Jasa Keuangan dan Asuransi
0.92
0.90
0.88
0.90
0.92
0.90
Non-basis
Real Estate
0.61
0.60
0.60
0.60
0.59
0.60
Non-basis
Jasa Perusahaan
0.63
0.63
0.62
0.63
0.63
0.63
Non-basis
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib
1.26
1.26
1.20
1.27
1.26
1.27
Basis
Jasa Pendidikan
1.09
1.09
1.08
1.09
1.09
1.09
Basis
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
1.16
1.16
1.15
1.16
1.16
1.16
Basis
Jasa Lainnya
1.20
1.20
1.19
1.19
1.18
1.20
Basis
2014
2015
2016
2017
2018
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
1,77
1,79
1,82
1,83
Pertambangan dan Penggalian
0,90
0,88
0,77
Industri Pengolahan
0,76
0,76
Pengadaan Listrik dan Gas
0,99
Pengadaan Air dan Pengolahan Sampah
Tabel LQ Per-sektor PDRB Kabupaten Pati Sumber: BPS Kabupaten Pati, Hasil Olah Data Kelompok 3
Hasil analisis LQ, sebagaimana tertera dalam tabel di atas, menunjukan terdapat tujuh sektor basis yaitu sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan (1.81), sektor perdagangan besar dan eceran (1.03), sektor penyediaan akomodasi dan makanan minuman (1.15), sektor administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (1.27), sektor jasa pendidikan (1.09), sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (1.16), serta sektor jasa lainnya (1.2).
Angka lebih dari 1 menunjukan bahwa ketujuh sektor tersebut merupakan basis atau sumber pertumbuhan Kabupaten Pati, memiliki keunggulan, dan hasil dari sektor tersebut tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan di dalam wilayah namun juga dapat dijual ke wilayah lainnya. Dengan banyaknya sektor yang menjadi sektor basis di Kabuapaten Pati merupakan sebuah potensi yang harus dioptimalkan keadaannya guna menaikkan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Pati.
Profil Wilayah
45.
Analisis Shift Share 2018
Sektor
Nij
Mij
Cij
Dij
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
36808.09
-18638.20
5444.24
23614.13
Pertambangan dan Penggalian
2900.79
-1561.91
2853.34
4192.22
Industri Pengolahan
40765.06
-7417.43
900.15
34247.77
Pengadaan Listrik dan Gas
169.87
1.42
-8.38
162.91
Pengadaan Air dan Pengolahan Sampah
97.33
-7.98
8.64
97.98
Konstruksi
12496.60
1768.84
119.39
14384.83
Perdagangan Besar dan Eceran
23785.13
1712.13
7684.61
33181.87
Transportasi dan Pergudangan
5029.25
2106.20
560.77
7696.23
Penyediaan Akomodasi dan Makanan Minuman
5930.71
3183.46
511.71
9625.88
Informasi dan Komunikasi
4896.29
6508.77
1478.56
12883.63
Jasa Keuangan dan Asuransi
3896.87
-1274.96
1670.65
4292.56
Real Estate
1759.90
86.43
-116.38
1729.95
Jasa Perusahaan
377.44
295.60
53.41
726.46
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib
5086.37
-846.08
-281.97
3958.32
Jasa Pendidikan
6547.96
3000.96
220.24
9769.17
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
1574.34
1030.56
240.64
2845.55
Jasa Lainnya
3148.41
2444.00
269.78
5862.20
155270.43
-7608.20
12467.13
169271.63
Total
Tabel Shift-Share Sektor PDRB Kabupaten Pati Sumber: BPS Kabupaten Pati, Hasil Olah Data Kelompok 3
Analisis shift share merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui sektor unggulan dari suatu wilayah. Untuk membuat analisis ini, data yang dibutuhkan adalah PDRB ADHK Menurut Lapangan Usaha yang berlaku di Kabupaten Pati tahun 2018.
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan analisis shift share, didapatkan bahwa Dij terbesar di Kabupaten Pati diduduki oleh sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan, industri pengolahan, serta perdagangan besar dan kecil, dimana Dij menunjukkan seberapa besar dampak suatu sektor terhadap pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Hal ini sesuai dengan struktur ekonomi Kabupaten Pati, dimana ketiga sektor tersebut juga termasuk dalam sektor unggulan Kabupaten Pati.
46.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Analisis Tipologi Klassen Rij
Rin
Kij
Kin
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
3,92
1,39
24,66
14,86
2,82
1,66
I
Maju dan tumbuh dengan pesat
Pertambangan dan Penggalian
6,15
7,57
1,82
2,42
0,81
0,75
IV
Tertinggal
Industri Pengolahan
5,07
4,82
26,78
34,91
1,05
0,77
II
Maju namun tertekan
Pengadaan Listrik dan Gas
5,74
4,82
0,11
0,09
1,19
1,22
I
Potensial
Pengadaan Air dan Pengolahan Sampah
4,59
3,73
0,06
0,06
1,23
1,01
II
Maju namun tertekan
Konstruksi
6,21
6,02
7,88
10,37
1,03
0,76
III
Potensial
Perdagangan Besar dan Eceran
6,23
5,25
15,00
13,48
1,19
1,11
I
Maju dan tumbuh dengan pesat
Transportasi dan Pergudangan
8,03
7,14
3,13
3,10
1,12
1,01
I
Maju dan tumbuh dengan pesat
Penyediaan Akomodasi dan Makanan Minuman
7,95
7,06
3,65
3,07
1,13
1,19
I
Maju dan tumbuh dengan pesat
Informasi dan Komunikasi
13,63
11,3
2,77
3,19
1,21
0,87
III
Potensial
Jasa Keuangan dan Asuransi
6,04
5,85
2,47
2,89
1,03
0,85
III
Potensial
Real Estate
6,39
6,73
1,13
1,67
0,95
0,68
IV
Tertinggal
Jasa Perusahaan
9,34
9,06
0,24
0,36
1,03
0,67
III
Potensial
Adm. Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib
3,51
3,09
3,28
2,83
1,14
1,16
I
Maju dan tumbuh dengan pesat
Jasa Pendidikan
8,34
7,80
4,22
4,30
1,07
0,98
III
Potensial
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
9,27
9,05
1,01
0,85
1,02
1,19
I
Maju dan tumbuh dengan pesat
Jasa Lainnya
7,92
7,76
2,03
1,52
1,02
1,34
I
Maju dan tumbuh dengan pesat
Sektor
Rij/Rin Kij/Kin Kuadran
Kategori
Tabel Tipologi Klassen Sektor PDRB Kabupaten Pati Sumber: BPS Kabupaten Pati, Hasil Olah Data Kelompok 3
Berdasarkan Analisis Tipologi Klasses, Kabupaten Pati memiliki 7 produk unggulan yaitu sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan; pengadaan listrik dan gas; perdagangan besar dan eceran; transportasi dan pergudangan; penyediaan akomodasi makan dan minum; administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib; Jasa kesehatan dan kegiatan sosial; dan jasa lainnya. Hal ini terjadi karena pengaruh jumlah lahan di Kabupaten Pati yang banyak memiliki lahan pertanian sehingga sektor pertaniannya menjadi sektor unggulan. Selain itu, banyaknya perdagangan di Kabupaten Pati membuat perdagangan di Kabupaten Pati menjadi salah satu sektor unggulan.
Profil Wilayah
47.
Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rp450.000.000
PAD Kabupaten Pati
Rp428.374.750 Rp384.041.847
Rp400.000.000 Rp350.000.000 Rp300.000.000
Rp321.970.329
Rp250.000.000 Rp200.000.000 2016
2017
2018
PAD Kabupaten Pati 2016-2018 Sumber: BPS Kabupaten Pati
Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Pati mengalami penurunan 0.89% pada tahun 2018. Bupati Kabupaten Pati, Haryanto, mengatakan, penurunan terjadi karena target daerah yang berasal dari yang terdiri dari hibah Pemerintah dan keuangan Pemerintah Provinsi belum dialokasikan (Pasfmpati.com). Dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Pati didapati bahwa Pendapatan Asli Daerah Lain-Lain yang Sah menyumbang nilai terbanyak dengan total Rp 265.575.864.694,00 yang berasal dari pendapatan badan layanan umum daerah, penerimaan bunga deposito, dsb. Pendapatan yang berasal dari retribusi daerah tergolong kecil dengan hanya menyumbang Rp 2.022.418.296,00 hal tersebut dapat dikarenakan tidak adanya pemasukan kecil dari berbagai sektor dikarenakan belum adanya kebijakan lebih lanjut. Sebagai contohnya dalam sektor pariwisata belum adanya retribusi destinasi wisata yang di perdakan sehingga uang yang ditarik oleh masyarakat di sana tidak masuk ke dalam pendapatan daerah.
Realisasi
Hasil Pajak Daerah
IDR
82.553.070.563,00
Pajak Hotel
IDR
1.026.081.368,00
Pajak Restoran
IDR
5.440.467.879,00
Pajak Hiburan
IDR
530.968.145,00
Pajak Reklame
IDR
1.210.374.422,00
Pajak Penerangan Jalan
IDR
42.128.342.576,00
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
IDR
287.362.732,00
Pajak Parkir
IDR
221.388.360,00
Pajak Air Tanah
IDR
872.036.122,00
Pajak Sarang Burung Walet
IDR
20.947.875,00
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
IDR
20.402.579.687,00
Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
IDR
10.412.521.397,00
Hasil Retribusi Daerah
IDR
2.022.418.296,00
Retribusi Jasa Umum
IDR
7.814.226.403,00
Retribusi Jasa Usaha
IDR
10.583.035.924,00
Retribusi Perizinan Tertentu
IDR
1.283.102.969,00
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan
IDR
16.232.546.385,00
BUMD
IDR
16.232.546.385,00
Lain – lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah
IDR
265.575.864.694,00
Hasil Penjualan Aset Daerah yang Tidak Dipisahkan
IDR
713.661.814,00
Penerimaan Jasa Giro
IDR
7.032.066.987,00
Penerimaan Bunga Deposito
IDR
15.789.611.771,00
Tuntutan Ganti Kerugian Daerah (TGR)
IDR
19.200.000,00
Pendapatan DendaKeterlambatan Pelaksanaan Pekerjaan
IDR
926.020.769,00
Hasil Pajak Daerah
IDR
82.553.070.563,00
Pendapatan Denda Pajak
IDR
188.815.260,00
Pendapatan Denda Retribusi
IDR
503.823.500,00
Pendapatan Hasil Eksekusi Atas Jaminan
-
Pendapatan Dari Pengembalian
IDR
1.382.286.110,00
Pendapatan Dari Angsuran/ Cicilan Penjualan
IDR
118.250.000,00
Hasil dari Pemanfaatan Kekayaan Daerah
IDR
24.505.000,00
Pendapatan Badan Layanan Umum Daerah
IDR 212.898.526.105,00
Hasil dari pengelolaan dana bergulir
IDR
15.522.033,00
Lain-lain PAD yang Sah Lainnya
IDR
25.956.075.345,00
Pendapatan Denda Atas Pelanggaran Perda
IDR
7.500.000,00
Rincian PAD Kabupaten Pati Tahun 2018 Sumber: BPS Kabupaten Pati
48.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Struktur Ketenagakerjaan Berdasarkan data di atas, sektor pertanian mendominasi lapangan pekerjaan Kabupaten Pati dengan 28,43% tenaga kerja di Pati bekerja di sektor tersebut. Selanjutnya diikuti perdagangan, industri pengolahan, dan jasa kemasyarakatan. Sebagaimana dengan sektor pertanian yang menyumbang PDRB tertinggi juga dapat dikarenakan oleh banyaknya tenaga kerja yang bekerja dalam sektor tersebut serta masih banyaknya lahan pertanian yang berada di Kabupaten Pati atau sekitar 70% dari luas lahan keseluruhan.
Pekerja (jiwa)
Lapangan Usaha Pertanian
Persentase (%)
178.428
28,43
Industri Pengolahan
93.137
14,84
Perdagangan
121.690
19,39
Jasa Kemasyarakatan
43.118
6,87
Lainnya
191.192
30,47
Total
627.565
100,00
Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Pati Tahun 2018 Sumber: BPS Kabupaten Pati
Produktivitas Sektoral Pertanian
Perkebunan Jumlah Produksi (ku)
Jenis Produksi Pertanian
Jenis Produksi Perkebunan
Jumlah Produksi (ku)
2016
2017
2018
Padi
666.344
637.377
644.030
Kelapa
585.873
6.088.626
4.605.993
Jagung
168.376
164.480
181.601
Kelapa kopyor
883.967
883.967
882.928
Kedelai
2.529
4.970
2.328
Kopi
1.187.335
1.187.342
1.227.428
Kacang Tanah
2.496
2.907
3.433
Kapuk
4.360.760
4.390.790
3.420.563
Kacang Hijau
9.296
10.522
14.775
Cengkeh
303.415
303.376
348.343
Ubi Kayu
699.099
701.920
606.871
Tebu
59.860.400
49.770.870
49.686.681
Ubi Jalar
2.513
1.959
5.140
10.038
559.500
865.400
Kacang Hijau; 9 .2 9 6
Padi; 6 6 6 .3 4 4
Tembakau
2017
2018
Jumlah Produksi Perkebunan Kabupaten Pati Sumber: Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Pati
Kacang Kedelai; 2 .5 2 9 Tanah; 2 .4 9 6 Jagung; 1 6 8 .3 7 6
2016
Ubi Kayu; 6 9 9 .0 9 9
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa komoditas perkebunan yang unggul selama tiga tahun terakhir di Kabupaten Pati adalah tanaman tebu, kelapa, kapuk, dan kopi. Komoditas perkebunan yang menjadi komoditas unggulan di Kabupaten Pati adalah tebu. Produksi tebu di Kabupaten Pati merupakan yang terbesar di Provinsi Jawa Tengah.
Industri Pengolahan Ubi Jalar; 2 .5 1 3
Jumlah Produksi Pertanian Kabupaten Pati Sumber: Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Pati
Kabupaten Pati dengan luas wilayah 150.368 Ha terdiri dari 59.299 Ha lahan sawah. Luas lahan persawahan tersebut 62% menggunakan sistem irigasi. Sesuai dengan slogan Pati Bumi Mina Tani yang diberikan untuk Kabupaten Pati mengingat banyaknya komoditas pertaniannya dengan tanaman pangan yang menjadi komoditas unggulannya adalah padi, ketela pohon, jagung, dan kacang hijau. Tiga kecamatan produksi padi terbesar yaitu Sukolilo, Kayen, dan Jakenan.
Jenis industri yang paling dominan di Kabupaten adalah industri makanan dan minuman serta logam. Industri Makanan Olahan di Kabupaten Pati bervariasi dan tersebar di berbagai kecamatan di Kabupaten Pati serta industri ini yang paling banyak menyerap tenaga kerja, yaitu sebanyak 18.018 pekerja. Industri makanan yang berskala nasional di Kabupaten Pati yaitu PT. Garuda Food dan Dua Kelinci. Industri logam yang paling terkenal dan penjualannya sudah merambah pasar dunia adalah kuningan. Daerah penghasil kuningan di kabupaten ini adalah Kecamatan Juwana.
49.
Profil Wilayah
Perikanan Media Produksi Ikan
Jumlah Produksi (kg)
Ikan Laut
22.805.443
Ikan Budidaya Tambak
692.225.661
Ikan Laut Basah
23.409
Ikan Waduk
19.792
Ikan Sungai
96.032
Ikan Air Tawar
515.350
Jumlah Produksi Perikanan Menurut Media Produksi Ikan Tahun 2018 Sumber: BPS Kabupaten Pati
Nilai terbesar produksi perikanan adalah ikan budidaya tambak dengan jenis ikan produksi terbesar adalah bandeng. Potensi hasil perikanan di Kabupaten Pati sudah tersebar hingga ke luar wilayah kabupaten, salah satunya ikan bandeng yang pemasarannya mencapai wilayah Semarang. Terdapat TPI yang tersebar di 4 wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Batangan, Juwana, Tayu dan Dukuhseti. TPI Bajomulyo di Kecamatan Juwana merupakan TPI dengan nilai lelang terbesar. Produksi perikanan Kabupaten Pati per-komoditas mengalami fluktuasi yang cukup ekstrem. Namun, secara keseluruhan terjadi penurunan produksi ikan di Kabupaten Pati.
Jenis Produksi Perikanan
Jumlah Produksi (kg) 2016
2017
2018
Layang
30.320.400,0
17.455.011,0
12.048.100,0
Kembung
52.200,0
120.618,0
45.200,0
Selar
781.400,0
45.927,0
19.800,0
Tembang
711.700,0
814.074,0
520.600,0
Tongkol
166.200,0
40.925,0
5.800,0
Lemuru
8.342.700,0
3.505.928,0
29.200,0
Tenggiri
56.000,0
36.136,0
29.200,0
Petek
23.000,0
-
-
Teri
6.800,0
3.077,0
2.300,0
Udang
9.200,0
7.203,0
10.800,0
Layur
-
-
900,0
Pari
158.900,0
51.747,0
51.300,0
Manyung
300.900,0
112.694,0
140.800,0
Mremang
283.900,0
95.588,0
106.700,0
Bambangan
70.500,0
5.816,0
9.000,0
Cucut
55.300,0
43.275,0
42.600,0
Cumi-cumi
121.500,0
75.282,0
72.300,0
Kuro
47.800,0
28.123,0
21.500,0
Belanak
4.700,0
14.089,0
36.400,0
Kerapu
23.000,0
23.704,0
34.500,0
Tiga Waja
82.100,0
77.876,0
72.300,0
Beloso
30.000,0
24.937,0
30.900,0
Rajungan
10.700,0
4.343,0
2.300,0
1.780.900,0
566.672,0
426.200,0
26.900,0
14.762,0
700,0
Mata Besar
1.562.800,0
475.043,0
426.200,0
Kakap Putih
14.300,0
5.115,0
8.300,0
Kuniran
2.160.500,0
630.493,0
589.300,0
Kapasan
964.200,0
413.308,0
398.800,0
Lain-lain
6.258.000,0
2.042.521,0
4.080.800,0
54.786.500,0 26.734.287,0
23.409.000,0
Ekor Kuning Bawal
Total
Jumlah Produksi Perikanan Kabupaten Pati 2018 Sumber: BPS Kabupaten Pati
50.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Fasilitas Perkembangan Ekonomi Pasar
Tahun 2012
2013
2014
2015
Grosir Tradisional
2
2
5
5
Daerah
14
14
14
14
Pasar Pembangunan
0
0
0
0
Pasar Desa
69
0
0
65
Pasar Modern
0
0
0
4
Pasar
Tingkat Kemiskinan 190.000 185.000 180.000 175.000 170.000 165.000 160.000 155.000 150.000 145.000 140.000
184.100 172.400
175.100 162.000
2009
2010
2011
2012
157.900
2013
Jumlah Penduduk Miskin Kabupaten Pati 2009-2013 Sumber: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Tahun 2016
2017
2018
Grosir Tradisional
3
3
2
Daerah
14
14
7
Pasar Pembangunan
0
0
0
Pasar Desa
65
65
65
Pasar Modern
4
4
14
Jumlah Pasar Per-kategori Kabupaten Pati Sumber: BPS Kabupaten Pati
Perkembangan fasilitas ekonomi di Kabupaten Pati setiap tahunnya ada beberapa yang meningkat ada beberapa yang menurun jumlahnya. Pasar grosir tradisional mengalami peningkatan di tahun 20132014 tetapi menurun di tahun tahun berikutnya. Pasar daerah menurun drastis di tahun 2017-2018 karena adanya perubanhan minat masyarakat yang dahulunya memilih pasar tradisional/pasar desa menjadi ke pasar modern. Fenomena ini jelas terlihat dari peningkatan jumlah pasar modern tahun 2017-2018 dari 4 menjadi 14 pasar modern.
180,0 160,0 140,0 120,0 100,0 80,0 60,0 40,0 20,0 0,0
168,7 123,9 102,5
97,4
86,5 60,0
Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Grobogan Blora Rembang Pati Kudus Jepara
Jumlah Penduduk Miskin Kabupaten Pati dan Sekitarnya 2018 (dalam ribuan jiwa) Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Per tahun 2013, jumlah penduduk miskin di Kabupaten Pati selalu menurun setiap tahunnya. Tercatat pada tahun 2013 terdapat 157.900 penduduk yang tergolong miskin hal tersebut menurun secara signifikan dari tahun 2012 yaitu sebanyak 162.000 penduduk. Jika dikomparasi dengan wilayah sekitar yang saling berbatasan dengan wilayahnya, Kabupaten Pati berada di peringkat kedua terbanyak penduduk miskin sebanyak 123,9 ribu jiwa. Kabupaten Grobogan memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak yaitu sebanyak 168,7 ribu jiwa.
Profil Wilayah
51.
Analisis Sarana Sarana Pendidikan Jumlah Penduduk
Kecamatan Sukolilo
91.755
Kayen
73.610
Tambakromo
50.051
Winong
50.167
Puncakwangi
41.977
Jaken
42.876
Batangan
43.481
Juwana
97.249
Jakenan
40.932
Pati
108.144
Gabus
52.747
Margorejo
63.241
Gembong
45.038
Tlogowungu
51.181
Wedarijaksa
61.017
Trangkil
62.189
Margoyoso
73.990
Gunungwungkal
36.286
Cluwak
43.800
Tayu
65.578
Dukuhseti
57.990
Total
1.253.299
SNI 57 46 31 31 26 27 27 61 26 68 33 40 28 32 38 39 46 23 27 41 36 783
SD 1600 Eksisting 40 38 32 40 27 26 23 44 27 61 37 30 23 31 27 29 32 21 28 36 26 678
Ket -17 -8 1 9 1 -4 -17 1 -7 4 -10 -5 -11 -10 -14 -2 1 -5 -10 -105
SNI 19 15 10 10 9 9 9 20 9 23 11 13 9 11 13 13 15 8 9 14 12 261
SMP 4800 Eksisting 8 8 5 3 4 3 2 7 2 12 3 4 2 2 4 2 3 2 2 5 4 87
Ket -11 -7 -5 -7 -5 -6 -7 -13 -7 -11 -8 -9 -7 -9 -9 -11 -12 -6 -7 -9 -8 -174
SMA/SMK 4800 SNI Eksisting Ket 19 3 -16 15 7 -8 10 0 -10 10 1 -9 9 1 -8 9 0 -9 9 2 -7 20 5 -15 9 2 -7 23 19 -4 11 3 -8 13 5 -8 9 3 -6 11 1 -10 13 0 -13 13 0 -13 15 5 -10 8 1 -7 9 1 -8 14 6 -8 12 6 -6 261 71 -190
Tabel Sarana Pendidikan Kabupaten Pati Sumber: Kabupaten Pati Dalam Angka 2019 dan Hasil Olah Kelompok 3
Sarana pendidikan pada Kabupaten Pati terdiri dari TK, Sekolah Dasar (SD&MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP&MTs), dan Sekolah Menengah Atas (SMA, SMK, MA). Pada tabel di atas menunjukkan jumlah sarana pendidikan yaitu SD, SMP dan SMA yang ada di tiap kecamatan di Kabupaten Pati. Terlepas dari sarana pendidikan umum, terdapat juga sarana pendidikan berbasis agama berupa MI, MTs, dan MA dengan masing-masing jumlahnya 208 MI, 137 MTs, dan 64 MA. Pada tahun 2019, berdasarkan data diatas tercatat jumlah sarana pendidikan : • SD 886 unit (678 unit SD dan 208 Madrasah Ibdtidaiyah) • SLTP 224 unit (87 unit SMP dan 137 Madrasah Tsanawiyah) • SLTA 135 unit (71 unit SMA/SMK dan 64 Madrasah Aliyah)
SD Sederajat
SMP Sederajat
23%
39% 61%
SMA/SMK Sederajat
47% 53%
77%
SD
SMA/SMK Madrasah Aliyah Madrasah Ibtidaiyah SMP Madrasah Tsanawiyah Diagram Persentase antar Sarana Pendidikan Umum dan Berbasis Keagamaan Sumber: Kabupaten Pati Dalam Angka 2019 dan Hasil Olah Kelompok 3
52.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Sarana Kesehatan Jumlah Penduduk Pendukung (jiwa)
Jumlah Eksisting
Kebutuhan Seharusnya
(-)
Apotek
30.000
84
42
0
Rumah Sakit
120.000
10
10
0
Poliklinik
30.000
47
42
0
120.000
29
10
0
Puskesmas Pembantu
30.000
52
42
0
Posyandu
1.250
1.608
1.003
0
Sarana Kesehatan
Puskesmas
Jumlah Penduduk
1.253.299
Tabel Sarana Kesehatan Kabupaten Pati Sumber: Kabupaten Pati Dalam Angka 2019 dan Hasil Olah Kelompok 3
Kabupaten Pati memiliki sarana kesehatan antara lain rumah sakit, puskesmas, puskesmas pembantu, poliklinik, posyandu, dan apotek. Terdapat juga sarana kesehatan lain seperti puskesmas keliling, polindes, dan pos kesehatan desa. Jika dianalisis dengan standar menurut SNI 03-1733-2004, diketahui bahwa sarana kesehatan di Kabupaten Pati sudah mencukupi. Tetapi, jika dianalisis menurut sebaran sarana kesehatan (rumah sakit dan puskesmas) menurut kecamatan di Kabupaten Pati, maka terdapat kabupaten yang masih kekurangan sarana kesehatan rumah sakit. Kecamatan Peta Sebaran dan Jangkauan Sarana Pendidikan Sumber: Dinas PUTR Kabupaten Pati dan Hasil Olah Kelompok 3
Berdasarkan data sarana pendidikan tersebut kemudian dianalisis standar jumlah minimum penyediaan sarana pendidikan menurut SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa sarana pendidikan di Kabupaten Pati pada tingkat SD sudah mencukupi sedangkan untuk SMP dan SMA belum mencukupi. Hal ini dapat diketahui bahwa tingkat penyediaan sarana pendidikan di Kabupaten Pati belum memenuhi standar nasional secara kuantitas.
Jumlah Penduduk
Sarana Kesehatan Puskesmas
Rumah Sakit
Eksisting
(-)
Sukolilo
91.755
1
0
-1
1
2
0
Kayen
73.610
1
1
0
1
1
0
Tambakromo
50.051
0
0
0
0
1
0
Winong
50.167
0
0
0
0
2
0
Puncakwangi
41.977
0
0
0
0
2
0
Jaken
42.876
0
0
0
0
1
0
Batangan
43.481
0
0
0
0
1
0
Juwana
97.249
1
1
0
1
1
0
Jakenan
40.932
0
0
0
0
1
0
Pati
108.144
1
4
0
1
2
0
Gabus
52.747
0
0
0
0
2
0
Margorejo
63.241
1
1
0
1
1
0
Gembong
45.038
0
0
0
0
1
0
Tlogowungu
51.181
0
0
0
0
1
0
Wedarijaksa
61.017
1
0
-1
1
2
0
Trangkil
62.189
1
1
0
1
1
0
Margoyoso
73.990
1
1
0
1
2
0
Gunungwungkal
36.286
0
0
0
0
1
0
Cluwak
43.800
0
0
0
0
1
0
Tayu
65.578
1
1
0
1
2
0
Dukuhseti
57.990
0
0
0
0
1
0
1.253.299
10
10
-2
10
29
0
Total
SNI
Eksisting
(-)
SNI
Tabel Sarana Kesehatan Tiap Kecamatan di Kabupaten Pati Sumber: Kabupaten Pati Dalam Angka 2019 dan Hasil Olah Kelompok 3
Profil Wilayah
53.
Dari tabel tersebut, dapat diketahui bahwa pasar grosir tradisional hampir tersebar di setiap kecamatan, dimana fungsi pasar ini adalah untuk menyediakan kebutuhan sehari-hari masyarakat setempat. Kemudian, pasar grosir modern hanya terletak di dua kecamatan, yaitu Pucakwangi dan Pati. Pasar daerah, yang berfungsi untuk melayani kebutuhan wilayah Kabupaten Pati, masih hanya tersebar di beberapa kecamatan saja yang dianggap memiliki lokasi yang strategis di Kabupaten Pati. Selain pasar yang menjual kebutuhan masyarakat, terdapat pasar burung yang menjual burung hias yang terdapat di Kecamatan Pati. Untuk kedepannya, perlu dilakukan penambahan sarana niaga berupa pasar di kecamatankecamatan yang belum terlayani.
Peta Sebaran dan Jangkauan Sarana Kesehatan Sumber: Dinas PUTR Kabupaten Pati dan Hasil Olah Kelompok 3
Sarana Perniagaan Pasar Grosir Tradisional
Pasar Grosir Modern
Pasar Daerah
Pasar Burung
Sukolilo
3
0
1
0
Kayen
0
0
0
0
Tambakromo
0
0
1
0
Winong
1
0
0
0
Pucakwangi
1
1
0
0
Jaken
0
0
0
0
Batangan
1
0
0
0
Juwana
2
0
0
0
Jakenan
0
0
1
0
Pati
1
1
1
1
Gabus
2
0
0
0
Margorejo
0
0
0
0
Gembong
0
0
0
0
Tlogowungu
1
0
0
0
Wedarijaksa
0
0
1
0
Trangkil
0
0
0
0
Margoyoso
1
0
0
0
Gunungwungkal
0
0
0
0
Cluwak
0
0
0
0
Tayu
1
0
1
0
Kecamatan
Dukuhseti
0
0
0
0
Total
14
2
6
1
Tabel Sarana Perniagaan Kabupaten Pati Sumber: Dinas PUTR Kabupaten Pati
Peta Sebaran Sarana Perniagaan Kabupaten Pati Sumber: Dinas PUTR Kabupaten Pati dan Hasil Olah Kelompok 3
54.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Sarana Transportasi No.
Sarana
Klasifikasi
Sarana Peribadatan Radius Pelayanan
Tempat Ibadah
Jumlah
1
Terminal Kabupaten Pati
Terminal Tipe B
3000 m
Masjid
1.143
2
Terminal Juwana
Terminal Tipe C
1500 m
Musholla/Langgar
4.656
3
Terminal Tayu
Terminal Tipe C
1500 m
Gereja Kristen
192
4
Terminal Kayen
Subterminal
750 m
Gereja Katolik
7
5
Terminal Gunungwungkal
Subterminal
750 m
Vihara
37
6
Halte Gemeces
Halte
200 m
Pura
1
7
Halte Puri
Halte
200 m
8
Halte KSH
Halte
200 m
9
Halte RSUD Suwondo
Halte
200 m
Tabel Sarana Transportasi Kabupaten Pati Sumber: Dinas PUTR Kabupaten Pati, Google Maps 2019, Hasil Olah Kelompok 3
Dari peta dan tabel tersebut, sarana transportasi di Kabupaten Pati berada di jalan arteri dan kolektor. Sarana transportasi di Kabupaten Pati tersebar kurang merata karena terletak di perkotaan kabupaten (terminal B dan halte-halte), dua perkotaan kecamatan yang termasuk dalam PPK (terminal), dan dua perkotaan kecamatan yang termasuk dalam PPL (subterminal). Radius pelayanan sarana transportasi di Kabupaten Pati baru melayani Kecamatan Pati, Kecamatan Margorejo, Kecamatan Juwana, Kecamatan Tayu, sebagian kecil Kecamatan Gunungwungkal, dan sebagian kecil Kecamatan Kayen.
Tabel Sarana Kesehatan Kabupaten Pati Sumber: Kabupaten Pati Dalam Angka 2019
Kabupaten Pati memiliki sarana peribadatan yang lengkap dari Masjid, Musholla, Gereja Kristen, Gereja Katolik, Vihara, dan Pura. Mayoritas penduduk Kabupaten Pati sebanyak 96% dari jumlah penduduk adalah penduduk beragama Islam. Oleh sebab itu, jumlah sarana peribadatan yang paling banyak adalah Masjid dan Musholla. Sarana peribadatan yang ada di Kabupaten Pati dinilai sudah mencukupi.
Peta Sarana Peribadatan Kabupaten Pati Sumber: Dinas PUTR Kabupaten Pati dan Hasil Olah Kelompok 3
Peta Sarana Transportasi Kabupaten Pati Sumber: Dinas PUTR Kabupaten Pati dan Hasil Olah Kelompok 3
Profil Wilayah
Sarana Pariwisata Jenis Alam Budaya/Sejarah Buatan Alun-alun Total
55.
Sarana Ruang Terbuka Jumlah 16 11 7 4 38
Tabel Sarana Ruang Terbuka Kabupaten Pati Sumber: Dinas PUTR Kabupaten Pati, Dinas Pariwisata Kabupaten Pati
Alun-alun di Kabupaten Pati terletak di kawasan perkotaan kabupaten dan kecamatan-kecamatan yang diklasifikasikan sebagai PPK yaitu Kecamatan Juwana dan Tayu. Selain itu, terdapat juga alun-alun di Kecamatan Kayen. Kecenderungan alun-alun terletak di jalan arteri dan kolektor menjadikan keempat alun-alun tersebut menjadi open public space yang mudah dijangkau warga lokal maupun wisatawan yang ingin beristirahat sejenak.
Jika melihat standar dari SNI 03-1733-2004, seharusnya setiap RT harus memiliki paling tidak taman bermain untuk anak-anak dan setiap RW harus memiliki ruang terbuka yang bisa digunakan paling tidak untuk berolahraga. Akan tetapi sebenarnya wilayah Kabupaten Pati selain Kecamatan Pati tidak memiliki densitas bangunan yang tinggi dan mayoritas penduduk tinggal di daerah pedesaan. Selain itu Kabupaten Pati memiliki banyak daerah pertanian dan perkebunan yang pada dasarnya juga merupakan ruang terbuka hijau alami.
Peta Sebaran Sarana Ruang Terbuka Kabupaten Pati Sumber: Dinas PUTR Kabupaten Pati dan Hasil Olah Kelompok 3
Peta Sebaran Sarana Pariwisata Kabupaten Pati Sumber: Dinas PUTR Kabupaten Pati dan Hasil Olah Kelompok 3
Wisata alam di Kabupaten Pati kebanyakan terletak di daerah Kayen-Sukolilo yang merupakan daerah Karst dan daerah Gembong-Tlogowungu yang berada di kaki Gunung Muria. Oleh karena itu, wisata di kedua daerah tersebut merupakan wisata air terjun dan agrowisata. Selain itu, terdapat juga wisata alam berupa pantai yang terdapat di Kecamatan Tayu. Wisata buatan terdapat di kawasan perkotaan Kabupaten Pati berupa kolam renang dan wisata komersial seperti bioskop dan pusat perbelanjaan. Wisata budaya/sejarah cukup tersebar dengan mayoritas berupa makam para pemuka agama Islam dan kampung budaya.
Dapat di lihat dari peta diatas bahwa untuk ruang terbuka terbangun di Kabupaten Pati tergolong sedikit dan tidak merata. Ruang terbuka berupa taman kebanyakan terpusat di Kecamatan Pati. Sementara alun-alun hanya berada di Kecamatan yang tergolong besar.
56.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Analisis Prasarana Jaringan Jalan Berdasarkan Hierarki
Berdasarkan Kondisi, Perkerasam dan Stasus
Berdasarkan olahan data shapefile yang didapat dari Dinas PUTR, terdapat 4.993,35 km jalan di Kabupaten Pati. Dari total panjang tersebut, sebanyak 3.972,06 km atau sekitar 4/5-nya merupakan Jalan Lingkungan Primer. Kabupaten Pati juga dilintasi 35,28 km Jalan Arteri Primer yang merupakan bagian dari Jalan Nasional Rute 1 penghubung kota Jakarta—Surabaya.
Berdasarkan data yang didapat dari Badan Pusat Statistik, terdapat 988,14 km jalan dengan perkerasan aspal dan beton serta 92,65 km jalan dengan perkerasan kerikil, tanah, dan lainnya. Keseluruhan jalan dengan perkerasan aspal dan beton. Berdasarkan data yang didapat dari Badan Pusat Statistik, terdapat 988,14 km jalan dengan perkerasan aspal dan beton serta 92,65 km jalan dengan perkerasan kerikil, tanah, dan lainnya. Keseluruhan jalan dengan perkerasan aspal dan beton tercatat dalam kondisi baik, sementara jalan dengan perkerasan kerikil, tanah, dan lainnya dikategorikan rusak berat. Perbedaan total panjang jalan dari Badan Pusat Statistik dan olahan data shapefile Dinas PUTR yang signifikan terjadi karena data dari Badan Pusat Statistik tidak turut menyertakan panjang Jalan Lingkungan Primer dan Sekunder, yang mana pengelolaannya bukan kewenangan langsung pemerintah.
No. 1 2 3 4 5
Hierarki Arteri Primer Kolektor Primer Lokal Primer Lokal Sekunder Lingkungan Primer
6
Lingkungan Sekunder Total
Panjang (km) 35.28 118.43 640.69 58.24 3972.06 168.65 4993.35
Tabel Panjang Jalan menurut Hierarki di Kabupaten Pati Tahun 2018 Sumber: Dinas PUTR Kabupaten Pati dan Hasil Olah Kelompok 3
Status dan Panjang Jalan (km) No.
Keadaan
Jalan Nasional
Jalan Provinsi
Jalan Kabupaten
Total Panjang (km)
Perkerasan Jalan a.
Aspal
17,3
92,43
837,38
947,11
b.
Beton
17,8
23,23
0
41,03
c.
Kerikil
0
0
0
0
d.
Tanah
0
0
0
0
e.
Lainnya
0
0
0
0
TOTAL
988,14
Kondisi Jalan a.
Baik
b.
Sedang
c,.
Rusak
d.
Rusak Berat
35,1
115,66
837,38
988,14
0
0
0
0
0
0
0
0
18,9
73,75
0
92,65
TOTAL
1080,79
Tabel Panjang Jalan menurut Kondisi, Perkerasan, dan Status di Kabupaten Pati Tahun 2018 Sumber: Dinas PUTR Kabupaten Pati dan Hasil Olah Kelompok 3
Peta Jaringan Jalan Kabupaten Pati Sumber: Dinas PUTR Kabupaten Pati dan Hasil Olah Kelompok 3
Profil Wilayah
57.
Jaringan Air Bersih Data Prasarana Air Bersih No
Prasarana Air Bersih
Cakupan Pelayanan PDAM
Jumlah (jiwa)
Persentase (%)
1
Sumur gali terlindung
542.979
43,32%
2
Sumur gali dengan pompa
290.530
23,18%
3
Terminal air
7.262
0,58%
4
Mata air terlindung
10.465
0,83%
5
Penampungan air hujan
4.945
0,39%
6
Perpipaan/PDAM
207.707
16,57%
7
Sumur bor dengan pompa
189.411
15,11%
1.253.299
100,00%
Total
Tabel Prasarana Air Bersih Kabupaten Pati Tahun 2017 Sumber: Profil Kesehatan Kab. Pati 2018
Dari tabel di atas, terlihat bahwa mayoritas penduduk di Kabupaten Pati mendapatkan air bersih dari sumur galian. Jaringan perpipaan PDAM baru dapat menjangkau kurang dari seperlima penduduk. Kondisi ini akan menambah risiko kekurangan air di kala kekeringan bagi mayoritas penduduk, terutama di dataran tinggi yang air tanahnya langka.
Data Prasarana Air Bersih Topografi Kabupaten Pati yang diapit dua dataran tinggi cukup membantu dalam menyalurkan air dengan baik ke dataran rendah di bagian tengah. Sebanyak 53,6 ribu hektare atau lebih dari sepertiga lahan di Kabupaten Pati tergolong akuifer produktif sedang dengan penyebaran luas yang memudahkan pengambilan air tanah. Akan tetapi, cekungan ini juga menyebabkan kedua dataran tinggi tersebut tergolong daerah air tanah langka karena air yang turun di sana akan langsung mengalir ke dataran di bawahnya. Sebanyak 38,4 ribu hektare lahan di Kabupaten Pati tergolong akuifer produktif kecil atau daerah air tanah langka yang menyulitkan pengambilan air tanah.
Kondisi Hidrologis Topografi Kabupaten Pati yang diapit dua dataran tinggi cukup membantu dalam menyalurkan air dengan baik ke dataran rendah di bagian tengah. Sebanyak 53,6 ribu hektare atau lebih dari sepertiga lahan di Kabupaten Pati tergolong akuifer produktif sedang dengan penyebaran luas yang memudahkan pengambilan air tanah. Akan tetapi, cekungan ini juga menyebabkan kedua dataran tinggi tersebut tergolong daerah air tanah langka karena air yang turun di sana akan langsung mengalir ke dataran di bawahnya. Sebanyak 38,4 ribu hektare lahan di Kabupaten Pati tergolong akuifer produktif kecil atau daerah air tanah langka yang menyulitkan pengambilan air tanah.
Peta Cakupan Pelayanan PDAM Kabupaten Pati Tahun 2018 Sumber: Dinas PUTR Kabupaten Pati, Peta Infrastruktur Kabupaten Pati, dan Hasil Olah Kelompok 3
Menurut olahan data shapefile yang didapat dari Dinas PUTR, pelayanan PDAM di Kabupaten Pati saat ini baru mencakup 29,7 ribu hektare lahan atau sekitar seperlima dari total luas wilayah. Pelayanan tersebut mencakup tiga belas kecamatan, namun tidak ada sama sekali kecamatan yang seluruh wilayahnya terlayani. Hanya Kecamatan Juwana yang hampir terlayani seluruhnya, dan bahkan Kecamatan Pati sebagai ibu kota Kabupaten bagian utara wilayahnya belum terlayani PDAM. Menurut data yang didapat dari Peta Infrastruktur Kabupaten Pati yang diterbitkan Kementerian Pekerjaan Umum, terdapat lima belas unit produksi air minum di Kabupaten Pati. Tiap unit produksi tersebut tersebar di tiga belas kecamatan yang sudah dilayani PDAM ditambah dua kecamatan yang belum dilayani, yaitu Dukuhseti dan Margoyoso. Mayoritas unit produksi berkapasitas kecil, yaitu 0—20 liter/detik, dengan kapasitas terbesar dimiliki unit produksi yang terletak di Kecamatan Wedarijaksa, yaitu 50—100 liter/detik. Jika dilakukan overlay antara peta cakupan pelayanan PDAM dengan peta hidrogeologi, maka dapat dilihat bahwa cukup luas daerah dengan kondisi hidrogeologi akuifer produktif kecil atau daerah air tanah langka yang tidak terjangkau oleh pelayanan PDAM.
58.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Selain penyediaan sarana pengangkutan dan pewadahan sampah yang mumpuni, jika dilihat dari peta jaringan sampah, sudah semua kecamatan di Kabupaten Pati telah terlayani pengangkutan sampahnya.
Peta Overlay Cakupan Pelayanan PDAM dan Hidrogeologi Kabupaten Pati Tahun 2018 Sumber: Dinas PUTR Kabupaten Pati, Peta Infrastruktur Kabupaten Pati, dan Hasil Olah Kelompok 3 Peta Sarana dan Jaringan Persampahan Kabupaten Pati Sumber: Dinas PUTR Kabupaten Pati dan Hasil Olah Kelompok 3
Jaringan Persampahan Sarana
Tahun 2014
2015
2016
2017
2018
Truk sampah
7
7
8
8
9
Truk container
10
10
10
11
12
Container
61
67
77
82
88
Gerobak sampah
14
14
14
14
39
TPS
38
38
38
38
38
TPA
3
3
3
3
3
Tabel Sarana Persampahan Kabupaten Pati Sumber: Kabupaten Pati Dalam Angka dan Hasil Olah Kelompok 3
Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa dari tahun ke tahun terdapat peningkatan sarana pengangkutan sampah yang ada di Kabupaten Pati. Dari aspek kapasitas pewadahan sampah, berdasarkan SNI, jumlah unit TPS yang ada di Kabupaten Pati adalah sebear 10 unit, sedangkan saat ini jumlah TPS yang ada di Kabupaten Pati sudah melebihi standarnya, yaitu sebesar 38 unit. Kemudian, jika ditinjau dari jumlah TPA, berdasarkan SNI, jumlah unit TPA yang seharusnya ada di Kabupaten Pati adalah sebesar 3 unit, sedangkan saat ini sudah ada 3 TPA yang tersebar di Desa Sukoharjo, Jempok, dan Plojosenar.
Jaringan Sanitasi Pengelolaan sanitasi khususnya dalam pengelolaan air limbah domestik di Kabupaten Pati pada saat ini belum tersedia sarana instalasi pengolahan air limbah (IPAL) domestik, khususnya untuk air limbah rumah tangga (grey water) dan air limpasan dibuang langsung ke sistem drainase. Sedangkan untuk limbah black water seperti limbah dari kamar mandi (tinja) menggunakan pengolahan setempat (on site system). Di Kabupaten Pati, masyarakat yang mempunyai sarana pembuangan air limbah selain tinja sebesar 70,43% sedangkan yang tidak mempunyai sarana tersebut adalah 29,15%. Khusus untuk pengelolaan limbah black water sudah dibangun biogas untuk pemanfaatan tinja sebanyak 7 unit di lingkungan pondok pesantren yang tersebar di kecamatan Margoyoso, Trangkil, Tayu dan Wedarijaksa.
Profil Wilayah
Jaringan Drainase Kelompok Fungsi Pembuangan/ daur ulang
Teknologi yang Digunakan Saluran induk Sungai
59.
Jaringan Listrik Jenis Data Sekunder
(Perkiraan) Nilai Data
Panjang
59.703 km
Panjang
1.138.043 km
Jumlah
93 buah
Pengaliran
Saluran sekunder
Panjang
558.202 km
Penampungan awal
Saluran tersier
Panjang
1.078.440 km
User interface
Kamar mandi
Jumlah
157.186 rumah
Di Kabupaten Pati, terdapat 2 gardu induk dan 2 jenis jaringan distirbusi listrik SUTET sebesar 500 kV dan 150 kV. Jumlah pelanggan listrik di Kabupaten Pati adalah sebanyak 398.740.
Tabel Prasarana Drainase Kabupaten Pati Sumber: Diagram Sistem Sanitasi, 2012 dalam Strategi Sanitasi Kabupaten Pati
Tabel tersebut merupakan tabel sistem pengelolaan drainase yang ada di Kabupaten Pati. Diketahui dalam dokumen Strategi Sanitasi Kabupaten Pati isu-isu strategis dalam pengelolaan drainase antara lain yaitu banyaknya drainase yang tersumbat, baik oleh sedimentasi maupun akibat penumpukan limbah rumah tangga dan sampah dikarenakan banyak kios-kios pedagang yang dibangun di atas drainase, masih terdapat banyak rumah tangga yang belum memiliki saluran drainase, dan isu-isu strategis lainnya.
Jaringan Irigasi Pengairan irigasi di Kabupaten Pati bergantung kepada sungai-sungai yang ada. Namun, jika musim kemarau tiba sungai-sungai tersebut seringkali menjadi surut bahkan sampai mengalami kekeringan. Dengan begitu jaringan irigasinya menjadi tidak jalan. Daerah irigasi yang dilayani oleh bangunan bendung yang ada di Kabupaten Pati berjumlah 440 saluran irigasi dan sejumlah area tadah hujan yang tersebar merata di 21 kecamatan. Area irigasi yang ada di Kabupaten Pati terdiri dari: 1. Sawah irigasi teknis: 26.374,605 Ha 2. Sawah irigasi semi-teknis: 7.699,068 Ha 3. Sawah irigasi sederhana: 5.482,382 Ha 4. Sawah irigasi desa: 1.003,780 Ha 5. Sawah tadah hujan: 18.222,529 Ha
Peta Sarana dan Jaringan Listrik Kabupaten Pati Sumber: Dinas PUTR Kabupaten Pati dan Hasil Olah Kelompok 3
60.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Jaringan Telekomunikasi Kecamatan
Jumlah BTS
Kecamatan
Jumlah BTS
Batangan
12
Margoyoso
16
Cluwak
9
Pati
52
Dukuhseti
12
Pucakwangi
8
Gabus
17
Sukolilo
11
Gembong
8
Tambakromo
8
Gunungwungkal
8
Tayu
17
Jaken
7
Tlogowungu
7
Jakenan
12
Trangkil
13
Juwana
26
Wedarijaksa
12
Kayen
9
Winong
8
Margorejo
14
Proyeksi Kebutuhan Sarana dan Prasarana Berdasarkan proyeksi jumlah penduduk perkecamatan untuk 20 tahun yang akan datang yautu pada tahun 2037 maka dapat dilihat kebutuhan terhadap sarana dan prasarana Kabupaten Pati tahun 2038 sebagai berikut:
Sarana Kesehatan Sarana Kesehatan Kecamatan
Tabel Jumlah BTS di Kabupaten Pati Sumber: Dinas PUTR Kabupaten Pati dan Hasil Olah Kelompok 3
Berdasarkan tabel jumlah persebaran BTS (Base Transceiver Station) di atas dan peta jangkauan sinyal BTS, dapat dilihat bahwa persebaran Menara BTS masih tidak merata. Kecamatan Jaken dan Tlogowungu merupakan kecamatan dengan jumlah BTS tersedikit, yaitu tujuh. Sementara itu Kecamatan Pati merupakan kecamatan dengan jumlah BTS terbanyak, yaitu 52. Akan tetapi jika melihat jangkauan sinyal, sebenarnya seluruh wilayah Kabupaten Pati sudah terpenuhi dengan baik dengan kebanyakan wilayah mendapatkan sinyal yang baik.
Jumlah Penduduk 2038
120.000 Rumah Sakit
Puskesmas
SNI
Eksisting
(-)
SNI
Eksisting
(-)
Sukolilo
111.069
1
0
-1
1
2
0
Kayen
82.784
1
1
0
1
1
0
Tambakromo
55.511
0
0
-0
0
1
0
Winong
52.201
0
0
-0
0
2
0
Puncakwangi
43.670
0
0
-0
0
2
0
Jaken
44.611
0
0
-0
0
1
0
Batangan
50.376
0
0
-0
0
1
0
Juwana
116.317
1
1
0
1
1
0
Jakenan
42.593
0
0
-0
0
1
0
Pati
120.896
1
4
0
1
2
0
Gabus
54.879
0
0
-0
0
2
0
Margorejo
85.015
1
1
0
1
1
0
Gembong
52.498
0
0
-0
0
1
0
Tlogowungu
56.308
0
0
-0
0
1
0
Wedarijaksa
69.865
1
0
-1
1
2
0
Trangkil
69.522
1
1
0
1
1
0
Margoyoso
83.374
1
1
0
1
2
0
Gunungwungkal
39.448
0
0
-0
0
1
0
Cluwak
47.235
0
0
-0
0
1
0
Tayu
68.223
1
1
0
1
2
0
Dukuhseti
62.164
1
0
-1
1
1
0
1.408.559
10
10
-3
12
29
0
Total
Tabel Proyeksi Sarana Kesehatan Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Peta Sebaran dan Jangkauan BTS Kabupaten Pati Sumber: Dinas PUTR Kabupaten Pati dan Hasil Olah Kelompok 3
Profil Wilayah
Sarana Perniagaan
Kebutuhan Air Bersih Kebutuhan
Sarana Kesehatan Kecamatan
Jumlah Penduduk 2038
80.000
Rumah Tangga
Pasar Tradisional SNI
Eksisting
Kurang
Sukolilo
111.069
1
3
0
Kayen
82.784
1
0
-1
Tambakromo
55.511
1
0
-1
Winong
52.201
1
1
Puncakwangi
43.670
1
1
Jaken
44.611
1
0
-1
Batangan
50.376
1
1
Juwana
116.317
1
2
Jakenan
42.593
1
0
-1
Pati
120.896
2
1
-1
Gabus
54.879
1
2
0
Margorejo
85.015
1
0
-1
Gembong
52.498
1
0
-1
Tlogowungu
56.308
1
1
0
Wedarijaksa
69.865
1
0
-1
Trangkil
69.522
1
0
-1
Margoyoso
83.374
1
1
-0
Gunungwungkal
39.448
0
0
-0
Cluwak
47.235
1
0
-1
Tayu
68.223
1
1
0
Dukuhseti Total
61.
Kebutuhan Air 183.112.540 L/hari
= 1.408.558 x 130 L/hari Jumlah Penduduk x 30 L/hari
42.256.740 L/hari
= 1.408.558 x 30 L/hari
Total Domestik
Jumlah Kebutuhan Rumah Tangga + Keran Umum
225.369.280 L/Hari
0
Non Domestik
Total Domestik x 10%
22.536.928 L/Hari
0
Total Kebutuhan Air
Domestik + Non Domestik
247.906.208 L/Hari
0
Kehilangan Air
Total Domestik x 30%
67.610.784 L/Hari
0
Total Kebutuhan Harian Rata-rata
Kebutuhan + Kehilangan
315.516.992 L/Hari
Total Kebutuhan Harian Maksimal
Total Kebutuhan Harian Rata-rata x 1,2
378.620.390 L/Hari
62.164
1
0
-1
1.408.559
21
14
-11
Tabel Proyeksi Sarana Perniagaan Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Keran Umum
Perhitungan Jumlah Penduduk x 130 L/hari
Kebutuhan Debit PDAM Kebutuhan Pada Jam Puncak
0,0125 L/detik Kebutuhan Debit PDAM x 2
0,025 L/detik
Tabel Proyeksi Kebutuhan Air Bersih Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Produksi Air Limbah Kebutuhan
Perhitungan
Konsumsi Air Bersih Domestik Rumah Tangga
Jumlah Penduduk x 130 L/hari
Konsumsi Air Bersih Domestik Kran Umum
Jumlah Penduduk x 30 L/hari
Hasil Perhitungan 183.112.540 L/hari
= 1.408.558 x 130 L/hari 42.256.740 L/hari
= 1.408.558 x 30 L/hari
Total Konsumsi Air Bersih Domestik
Jumlah Kebutuhan Rumah Tangga + Keran Umum
225.369.280 L/hari
Produksi Air Limbah Domestik
Total Domestik x 80%
180.295.424 L/hari
Produksi Air Limbah Non-Domestik
Total Domestik x 10%
22.536.928 L/Hari
Total Produksi Air Limbah
Produksi Air Limbah Domestik + Non-Domestik
202.832.352 L/hari
Tabel Proyeksi Produksi Air LimbahKabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
62.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Sarana Pendidikan Kecamatan
Jumlah Penduduk 2038
Sukolilo
111.069
Kayen
82.784
Tambakromo
55.511
Winong
52.201
Puncakwangi
43.670
Jaken
44.611
Batangan
50.376
Juwana
116.317
Jakenan
42.593
Pati
120.896
Gabus
54.879
Margorejo
85.015
Gembong
52.498
Tlogowungu
56.308
Wedarijaksa
69.865
Trangkil
69.522
Margoyoso
83.374
Gunungwungkal
39.448
Cluwak
47.235
Tayu
68.223
Dukuhseti
62.164
Total
1.408.559
SNI 69 52 35 33 27 28 31 73 27 76 34 53 33 35 44 43 52 25 30 43 39 880
SD 1600 Eksisting 40 38 32 40 27 26 23 44 27 61 37 30 23 31 27 29 32 21 28 36 26 678
Ket -29 -14 -3 0 -0 -2 -8 -29 0 -15 0 -23 -10 -4 -17 -14 -20 -4 -2 -7 -13 -212
SNI 23 17 12 11 9 9 10 24 9 25 11 18 11 12 15 14 17 8 10 14 13 293
SMP 4800 Eksisting 8 8 5 3 4 3 2 7 2 12 3 4 2 2 4 2 3 2 2 5 4 87
Tabel Proyeksi Sarana Pendidikan Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Ket -15 -9 -7 -8 -5 -6 -8 -17 -7 -13 -8 -14 -9 -10 -11 -12 -14 -6 -8 -9 -9 -206
SMA/SMK 4800 SNI Eksisting 23 3 17 7 12 0 11 1 9 1 9 0 10 2 24 5 9 2 25 19 11 3 18 5 11 3 12 1 15 0 14 0 17 5 8 1 10 1 14 6 13 6 293 71
Ket -20 -10 -12 -10 -8 -9 -8 -19 -7 -6 -8 -13 -8 -11 -15 -14 -12 -7 -9 -8 -7 -222
Evaluasi Keruangan
64.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Struktur Ruang Rencana struktur ruang merupakan salah satu komponen utama dalam substansi RTRW Kabupaten. Definisi dari Struktur ruang, berdasarkan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007, adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Dengan begitu komponen utama dari struktur ruang yaitu agregasi permukiman dan perkotaan, agregasi fasilitas, dan jaringan penghubung. Untuk mengevaluasi struktur ruang suatu wilayah diperlukan identifikasi struktur ruang melalui ketiga komponen tersebut.
Identifikasi Struktur Ruang Agregasi Permukiman Agregasi permukiman diperlukan untuk mengetahui pola persebaran permukiman di wilayah kasus, yaitu Kabupaten Pati. Simpul-simpul permukiman ditentukan dengan melihat aglomerasi permukiman yang tersebar di Kabupaten Pati. Langkah yang pertama yaitu mengklasifikasikan wilayah perkotaan dan perdesaan dari Kabupaten Pati berdasarkan Pertauran Kepala BPS No. 37 Tahun 2010 dan digambarkan menjadi peta seperti di samping.
Peta Persebaran Penduduk di Kabupaten Pati Tahun 2018 Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Peta Kawasan Perkotaan dan Perdesaan Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Setelah mendapatkan wilayah perkotaan dan perdesaan kemudian dioverlay dengan peta persebaran guna lahan permukiman yang kemudian peta hasil overlay tersebut menjadi peta simpul permukiman perkotaan.
Peta Simpul Permukiman Perkotaan Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Evaluasi Keruangan Garis O-D
Jarak (km)
Garis O-D
65.
Jarak (km)
O-P
Kayen-Sukolilo
8,96470
D-E
Margoyoso-Trangkil
6,48011
P-O
Sukolilo-Kayen
8,96470
E-D
Trangkil-Margoyoso
6,48011
N-O
Gabus-Kayen
6,24157
J-K
Pati-Tlogowungu
5,81238
O-N
Kayen-Gabus
6,24157
K-J
Tlogowungu-Pati
5,81238
J-N
Pati-Gabus
8,85414
D-C
Margoyoso-Tayu
6,95001
N-J
Gabus-Pati
8,85414
C-D
Tayu-Margoyoso
6,95001
F-J
Wedarijaksa-Pati
8,51340
B-C
Dukuhseti-Tayu
7,29340
J-F
Pati-Wedarijaksa
8,51340
C-B
Tayu-Dukuhseti
7,29340
K-L
Tlogowungu-Gembong
7,71163
A-B
Cluwak-Dukuhseti
12,55567
L-K
Gembong-Tlogowungu
7,71163
B-A
Dukuhseti-Cluwak
12,55567
G-F
Juwana-Wedarijaksa
9,20055
J-M
Pati-Winong
9,19593
F-G
Wedarijaksa-Juwana
9,20055
M-J
Winong-Pati
9,19593
G-H
Juwana-Batangan
8,63343
O-Q
Kayen-Tambakromo
2,32354
H-G
Batangan-Juwana
8,63343
Q-O
Tambakromo-Kayen
2,32354
H-I
Batangan-Jaken
7,10180
J-R
Pati-Margorejo
4,02902
I-H
Jaken-Batangan
7,10180
R-J
Margorejo-Pati
4,02902
E-F
Trangkil-Wedarijaksa
2,61961
F-E
Wedarijaksa-Trangkil
2,61961
Tabel Jarak Antar Simpul Permukiman Perkotaan Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Setelah mengetahui simpul-simpul permukiman, analisis dilanjutkan dengan menghitung indeks ketetanggaan atau pola penyebaran. Analisis ketetanggan berfungsi untuk menunjukan pola persebaran permukiman perkotaan yang ada dalam suatu wilayah yang telah diwakili oleh simpul-simpul perkotaan tersebut. Indeks tersebut menurut Bintarto dan Suprapto (1991) dibagi menjadi 3, yaitu: No
Rata-rata
Pola Persebaran
1
0 – 0,7
Bergerombol
2
0,71 – 1,4
Acak
1,41 – 2,15
Tersebar Merata
3
Tabel Indeks Pola Persebaran Permukiman Sumber: Bintarto dan Suprapto, 1991
Perhitungan dilakukan melalui rumus:
Sebagaimana tertera di atas, didapatkan hasilnya bernilai 1,15109 yang mengartikan bahwa pola persebaran permukiman di Kabupaten Pati memiliki karakteristik acak.
66.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Agregasi Permukiman Identifikasi agregasi fasilitas merupakan tahap untuk mengetahui bagaimana persebaran fasilitas pada setiap simpul perkotaan, dimana identifikasi ini berguna untuk melihat sejauh mana wilayah permukiman di Kabupaten Pati dapat terlayani dari fasilitas kemudian lalu di overlay dengan peta simpul layanan permukiman. Untuk mengidentifikasi bagaimana kinerja masing-masing simpul perkotaan dalam melayani masyarakatnya, dilakukan analisis agregasi fasilitas dengan dua metode, yaitu metode skalogram dan sentralitas marshall.
A. Metode Skalogram Metode Skalogram merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk menganalisis hirarki dari simpul pusat pelayanan. Metode ini fokus melihat kepada bagaimana kelengkapan jenis fasilitas pada suatu simpul, dimana jika semakin lengkap fasilitas pada daerah tersebut maka akan semakin tinggi pula hirarkinya pada sistem pelayanan perkotaan. Adapun langkah-langkah yang dilakukan yaitu: 1. Mendata Persebaran Fasilitas pada simpul-simpul permukiman yang telah ditentukan. Pendidikan Kecamatan
Ekonomi
Kesehatan
Transportasi
SD
SMP
SMA
Pasar
Puskesmas
Rumah Sakit
Terminal
Sukolilo
2
1
2
2
1
0
0
Kayen
0
4
5
0
1
0
0
Margorejo
4
1
4
0
1
1
1
Winong
2
1
0
0
1
0
0
Jaken
0
0
0
0
1
0
0
Batangan
1
0
1
0
1
0
0
Juwana
20
4
3
2
1
0
1
Pati
60
14
20
4
0
4
1
Gabus
6
2
1
1
1
0
0
Gembong
2
1
1
0
1
0
0
Tlogowungu
4
1
0
0
1
0
0
Wedarijaksa
7
1
0
1
1
0
0
Trangkil
9
0
0
0
1
0
0
Margoyoso
14
3
3
1
1
0
0
Cluwak
4
0
0
0
0
0
0
Tayu
12
3
3
2
1
0
1
Dukuhseti
2
1
1
0
0
0
0
Total
149
37
44
13
14
5
4
Tabel Data Persebaran Fasilitas Pada Simpul Perkotaan Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
2. Skoring pada setiap simpul-simpul permukiman Cara memberikan skor pada metode ini adalah dengan memberikan nilai 1 pada fasilitas yang dimiliki dan memberikan nilai 0 jika tidak memiliki fasilitas tersebut. Pendidikan Kecamatan
Ekonomi
Kesehatan
Transportasi Total
SD
SMP
SMA
Pasar
Puskesmas
Rumah Sakit
Terminal
Sukolilo
1
1
1
1
1
0
0
5
Kayen
0
1
1
0
1
0
0
3
Margorejo
1
1
1
0
1
1
1
6
Winong
1
1
0
0
1
0
0
3
Jaken
0
0
0
0
1
0
0
1
Batangan
1
0
1
0
1
0
0
3
Juwana
1
1
1
1
1
0
1
6
Pati
1
1
1
1
0
1
1
6
Gabus
1
1
1
1
1
0
0
5
Gembong
1
1
1
0
1
0
0
4
Evaluasi Keruangan
Pendidikan Kecamatan
Ekonomi
Kesehatan
Transportasi Total
SD
SMP
SMA
Pasar
Puskesmas
Rumah Sakit
Terminal
Tlogowungu
1
1
0
0
1
0
0
3
Wedarijaksa
1
1
0
1
1
0
0
4
Trangkil
1
0
0
0
1
0
0
2
Margoyoso
1
1
1
1
1
0
0
5
Cluwak
1
0
0
0
0
0
0
1
Tayu
1
1
1
1
1
0
1
6
Dukuhseti
1
1
1
0
0
0
0
3
Total
15
13
11
7
14
2
4
66
Tabel Skoring Metode Skalogram Simpul Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
3. Lakukan Orde Perhitungan Penentuan jumlah hirarki dilakukan dengan rumus: n=jumlah simpul
Kemudian hitung range /interval kelas dengan rumus:
Orde
Interval
I
1-2
II
2-3
III
3-4
IV
4-5
V
5-6
Tabel Interval Orde Simpul Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Sehingga didapatkan tabel di bawah dan di samping berikut: Simpul
Orde
Sukolilo
I
Kayen
III
Margorejo
I
Winong
III
Jaken
V
Batangan
III
Juwana
I
Pati
I
Gabus
I
Gembong
II
Tlogowungu
III
Wedarijaksa
II
Trangkil
IV
Margoyoso
I
Cluwak
V
Tayu
I
Dukuhseti
III
Tabel Hasil Identifikasi Orde Simpul Permukiman Perkotaan Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Peta Hierarki Skalogram Simpul Perkotaan Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
67.
68.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
B. Metode Sentralitas Marshall Selain metode skalogram, dilakukan analisis agregasi fasilitas dengan metode sentralitas marshall untuk menentukan hierarki struktur ruang dari masing-masing simpul perkotaan. Jika dibandingkan dengan metode skalogram, metode marshall lebih mempertimbangkan distribusi dan seberapa besar kontribusi fasilitas pelayanan yang terdapat di masing-masing simpul perkotaan. Berikut adalah data persebaran fasilitas umum dan fasilitas sosial eksisting pada simpul-simpul perkotaan di Kabupaten Pati. Pendidikan Kecamatan
Ekonomi
Kesehatan
Transportasi
SD
SMP
SMA
Pasar
Puskesmas
Rumah Sakit
Terminal
Sukolilo
2
1
2
2
1
0
0
Kayen
0
4
5
0
1
0
0
Margorejo
4
1
4
0
1
1
1
Winong
2
1
0
0
1
0
0
Jaken
0
0
0
0
1
0
0
Batangan
1
0
1
0
1
0
0
Juwana
20
4
3
2
1
0
1
Pati
60
14
20
4
0
4
1
Gabus
6
2
1
1
1
0
0
Gembong
2
1
1
0
1
0
0
Tlogowungu
4
1
0
0
1
0
0
Wedarijaksa
7
1
0
1
1
0
0
Trangkil
9
0
0
0
1
0
0
Margoyoso
14
3
3
1
1
0
0
Cluwak
4
0
0
0
0
0
0
Tayu
12
3
3
2
1
0
1
Dukuhseti
2
1
1
0
0
0
0
Total
149
37
44
13
14
5
4
Tabel Data Persebaran Fasilitas Pada Simpul Perkotaan Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Setelah mendata fasilitas-fasilitas yang tersebar di masing-masing simpul, dilakukan analisis terkait bobot fasilitas dengan menggunakan rumus :
Keterangan: C = bobot fasilitas t = nilai sentralitas gabungan (100) T = total jumlah fasilitas Kemudian, penentuan orde / hierarki pada pusat-pusat pelayanan dilakukan dengan menggunakan rumus :
Setelah itu, dilakukan penentuan range / interval kelas dengan rumus berikut :
Dengan begitu didapatkan interval sebagai berikut: Orde
Interval
I
208.04 - 259.37
II
156.7 - 208.03
III
105.36 - 156.69
IV
54.02 - 105.35
V
2.68 - 54.01
Tabel Interval Orde Simpul Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
69.
Evaluasi Keruangan
Untuk mengetahui seberapa besar kontribusi fasilitas pelayanan yang ada di masing-masing simpul, dilakukan perkalian antara jumlah unit fasilitas dengan bobot fasilitasnya masing-masing sehingga diperoleh tabel seperti berikut: Pendidikan
Ekonomi
Kesehatan
Transportasi
Kecamatan
SD (0,67)
SMP (2,7)
SMA (2,27)
Pasar (7,69)
Puskesmas (7,14)
Rumah Sakit (20)
Sukolilo
1,34
2,70
4,55
15,38
7,14
0
0
31,12
V
Kayen
0
10,81
11,36
0
7,14
0
0
29,32
V
Margorejo
2,68
2,70
9,09
0
7,14
20
25
66,62
IV
Winong
1,34
2,70
0
0
7,14
0
0
11,19
V
Terminal (25)
Total
Hierarki
Jaken
0
0
0
0
7,14
0
0
7,14
V
Batangan
0,67
0
2,27
0
7,14
0
0
10,09
V
Juwana
13,42
10,81
6,82
15,38
7,14
0
1
78,58
IV
Pati
40,27
37,84
45,45
30,77
0
80
25
259,33
I
Gabus
4,03
5,41
2,27
7,69
7,14
0
0
26,54
V
Gembong
1,34
2,70
2,27
0
7,14
0
0
13,46
V
Tlogowungu
2,68
2,70
0
0
7,14
0
0
12,53
V
Wedarijaksa
4,70
2,70
0
7,69
7,14
0
0
22,24
V
Trangkil
6,04
0
0
0
7,14
0
0
13,18
V
Margoyoso
9,40
8,11
6,82
7,69
7,14
0
0
38,16
V
Cluwak
2,68
0
0
0
0
0
0
2,68
V
Tayu
8,05
8,11
6,82
15,38
7,14
0
25
70,51
IV
Dukuhseti
1,34
2,70
2,27
0
0
0
0
6,32
V
Total
100
100
100
100
100
100
100
700
Tabel Skoring Metode Marshal Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Dari tabel diatas, diperoleh penggolongan simpul-simpul berdasarkan hierarki nya sebagai berikut. Orde
Simpul
I
Pati
II
-
III
-
IV
Margorejo, Juwana, Tayu
V
Sukolilo, Kayen, Winong, Jaken, Batangan, Gabus, Gembong, Tlogowungu, Wedarijaksa, Trangkil, Margoyoso, Cluwak, Dukuhseti Tabel Hasil Identifikasi Orde Simpul Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Peta Hierarki Marshall Simpul Perkotaan Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
70.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Jaringan Penghubung
Klasifikasi Simpul Perkotaan
Identifikasi jaringan penghubung antar simpul dilakukan melalui overlay antara jaringan penghubung yang ada di Kabupaten Pati seperti jaringan jalan, jaringan kereta api, dan sebagainya dengan simpul permukiman perkotaan yang sebelumnya telah ditentukan. Hal tersebut guna mengetahui jaringan penghubung apa saja yang bisa dilalui guna mengantarkan barang dan atau jasa dari satu simpul ke simpul lain serta dapat dijadikan sebagai salah satu indikator mengenai seberapa besar pelayanan yang mampu diberikan oleh tiap simpulnya. Dalam hal ini Simpul Margorejo, Pati, Juwana, dan Batangan merupakan simpul yang dilalui oleh jaringan jalan dengan hirarki tertinggi yaitu jalan arteri.
Setelah mengidentifikasi simpul-simpul permukiman perkotaan kemudian simpul-simpul tersebut diklasifikasikan menjadi sistem perkotaan. Pengklasifikasian simpul mengacu kepada Permen ATR No. 1 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten, dan Kota. Dimana sistem perkotaan terdiri dari Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), dan Pusat Kegiatan Lokal (PKL) dengan fasilitas dan infrastruktur minimal yang tersedia. Suatu simpul perkotaan juga dapat dijadikan sebagai simpul promosi dalam artian simpul tersebut direncanakan menjadi sistem perkotaan dengan hierarki yang lebih tinggi. Pemberian promosi bergantung kepada rencana daerah karena pusat kegiatan promosi tidak tertuang dalam dasar hukum yang lebih tinggi.
Tabel Klasifikasi Sistem Perkotaan Sumber: Hasil Rencana Materi Teknis RTRW Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2029
Peta Jaringan Penghubung Antar Simpul Perkotaan Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Evaluasi Keruangan
71.
Dalam pengklasifikasian fungsi simpul, Kelompok Pati 1 menggunakan fasilitas yang terdapat dalam delineasi kawasan perkotaan di setiap simpul bukan hanya wilayah simpul permukiman perkotaan dengan argumen jika hanya menggunakan kawasan simpul permukiman perkotaan akan ada beberapa fasilitas penting yang tidak masuk ke dalam indikator klasifikasi. Dimana fasilitas tersebut juga dapat memberikan layanan bagi desa atau kecamatan di sekitarnya yang ketersediaan fasilitasnya tidak lengkap. Hal tersebut dikarenakan adanya ketidakakuratan data yang diperoleh sehingga lingkup kawasan permukimannya masih relatif kecil dan fasilitas penunjang kawasan permukimannya berada di luar simpul permukiman perkotaan.
Tabel Identifikasi Struktur Ruang Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Identifikasi struktur ruang saat ini berdasarkan tabel di atas atau fasilitas yang terletak di dalam simpul-simpul tersebut. Simpul Pati merupakan simpul yang memiliki hierarki tertinggi yaitu sebagai PKL sedangkan simpul Margoyoso berada di hierarki bawahnya, yaitu PKLp. Hal tersebut dikarenakan banyak fasilitas berskala regional yang terletak di Margoyoso seperti instansi pemerintahan skala regional. Malahan dalam RTRW Kabupaten Pati, simpul margoyoso digabung dengan simpul pati menjadi satu karena banyak fasilitas penunjang kegiatan skala ibukota kabupaten yang terletak di simpul margoyoso.
Peta Struktur Ruang Saat Ini Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
72.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Simpul
Fungsi
Peran
Sukolilo
PPL
Merupakan pusat permukiman yang berfungsi melayani kegiatan skala antar desa yang ditandai dengan adanya Pasar Kecamatan, SMP, SMA/SMK, Puskesmas, Kepolisisan Sektor (Polsek), dan dilewati oleh jalan lokal serta lingkungan, jalan kolektor
Kayen
PPK
Merupakan pusat permukiman yang berfungsi melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa yang ditandai dengan adanya SMA/SMK, Rumah sakit tipe C, dan dilewati, Jalan lokal dan jalan Kolektor
Margorejo
PPL
Merupakan pusat permukiman yang berfungsi melayani kegiatan skala antar desa yang ditandai dengan adanya pasar kecamatan, SMP, SMA/SMK,Rumah sakit tipe C, dan Puskesmas, Kepolisisan Sektor (Polsek), serta dilewati oleh jalan lokal serta lingkungan, Jalan Kolektor, Jalan arteri
Winong
PPL
Merupakan pusat permukiman yang berfungsi melayani kegiatan skala antar desa yang ditandai dengan adanya pasar kecamatan, SMP, Puskesmas, Kepolisisan Sektor (Polsek), dan dilewati oleh jalan lokal serta lingkungan ,Jalan Kolektor
Jaken
PPL
Merupakan pusat permukiman yang berfungsi melayani kegiatan skala antar desa yang ditandai dengan adanya pasar kecamatan, SMP, Puskesmas, Kepolisisan Sektor (Polsek), dan dilewati oleh jalan lokal serta lingkungan ,Jalan Kolektor
Batangan
PPL
Merupakan pusat permukiman yang berfungsi melayani kegiatan skala antar desa yang ditandai dengan adanya pasar kecamatan, Puskesmas, SMA/SMK, Kepolisisan Sektor (Polsek), dan dilewati oleh jalan lokal serta lingkungan, Jalan Kolektor, Jalan arteri
PPK
Merupakan pusat permukiman yang melayani kegiatan skala kecamatan dan beberapa kawasan di sekitarnya karena memiliki terminal tipe C, pasar kecamatan,SMP, SMA, Puskesmas, Kepolisisan Sektor (Polsek). Namun, kecamatan ini juga memiliki pelabuhan ikan, dan sarana perdagangan berskala kabupaten. dan dilewati Jalan Lokal, jalan kolektor, Jalan arteri
Pati
PKL
Merupakan pusat permukiman yang berfungsi melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa kegiatan yang ditandai dengan adanya Terminal tipe B,perdagangan dan jasa skala regional,perguruan tinggi,rumah sakit tipe B, pasar induk wilayah dan dilewati jalan lokal, jalan kolektor dan jalan arteri
Gabus
PPL
Merupakan pusat permukiman yang berfungsi melayani kegiatan skala antar desa yang ditandai dengan adanya pasar kecamatan, SMP, SMA/SMK, Puskesmas, Kepolisisan Sektor (Polsek), dan dilewati oleh jalan lokal serta lingkungan, jalan kolektor
Gembong
PPL
Merupakan pusat permukiman yang melayani skala antardesa yang ditandai dengan adanya pasar kecamatan, puskesmas, SMA/SMK, dan SMP. Kecamatan ini juga dilewati oleh jalan lokal.
Tlogowungu
PPL
Merupakan pusat permukiman yang melayani skala antardesa yang ditandai dengan adanya pasar kecamatan, puskesmas, dan SMP. Kecamatan ini juga dilewati oleh jalan lokal.
Wedarijaksa
PPL
Merupakan pusat permukiman yang melayani skala antardesa yang ditandai dengan adanya pasar kecamatan, puskesmas, dan SMP. Kecamatan ini juga dilewati oleh jalan kolektor.
Trangkil
PPL
Merupakan pusat permukiman yang melayani skala antardesa yang ditandai dengan adanya pasar kecamatan, puskesmas, dan SMP. Kecamatan ini juga dilewati oleh jalan kolektor.
Margoyoso
PPL
Merupakan pusat permukiman yang melayani skala antardesa yang ditandai dengan adanya pasar kecamatan, puskesmas, SMA/SMK, dan SMP. Namun, kecamatan ini juga memiliki Rumah Sakit Tipe C sebagai pelayanan skala antarkecamatan.
Cluwak
PPL
Merupakan pusat permukiman yang melayani skala antardesa yang ditandai dengan adanya pasar kecamatan, SMP, Puskesmas, dan dilalui jalan kolektor.
Tayu
PPK
Merupakan pusat permukiman yang melayani kegiatan skala kecamatan dan beberapa kawasan di sekitarnya karena memiliki terminal tipe C, pasar kecamatan, SMA, Puskesmas. Namun, kecamatan ini memiliki pelabuhan ikan skala kabupaten
Dukuhseti
PPL
Merupakan pusat permukiman yang melayani skala antardesa yang ditandai dengan adanya pasar kecamatan, SMA/SMK, SMP, Puskesmas, dan dilewati jalan lokal.
Juwana
Tabel Identifikasi Sistem Perkotaan Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Evaluasi Keruangan
73.
Evaluasi Struktur Ruang Analisis Aksesibilitas
Analisis Mobilitas
Analisis aksesibilitas dilakukan guna mengetahui tingkat kemudahan masyarakat untuk mengakses pelayanan fasilitas yang tersedia. Berdasarkan peta overlay antara jangkauan fasilitas dengan kawasan permukiman mengindikasikan semakin gelap maka semakin tinggi tingkat keterjangkauannya.
Analisis mobilitas merupakan analisis struktur ruang dengan menggunakan Detour Index. Pengukuran dilakukan dengan membandingkan jarak lurus (asumsi tanpa hambatan) dengan jarak sebenarnya yang mana kondisi topografi wilayah diperhatikan sebagai salah satu indikator. Analisis ini berfungsi untuk mengukur tingkat efisiensi jaringan terhadap jarak antar simpul permukiman perkotaan di wilayah. Apabila nila dari Detour Index nya mendekati 1, maka jaringan jalan penghubung antar simpul dinilai efisien. Perhitungan rumus Detour Index: Perhitungan Rumus Detour Index:
No
Detour Index
Keterangan
1
0 – 0,3
Tidak Baik
2
0,31 – 0,6
Sedang
3
0,61 – 1,00
Baik
Tabel Klasifikasi Detour Index
Dari hasil analisis diatas dapat disimpulkan bahwa secara umum efisiensi akses antar simpul kegiatan tergolong baik dengan nila rata-rata sebesar 0,81. Namun masih terdapat beberapa akses yang memiliki nilai efisiensi sedang seperti pada jalan yang menghubungkan simpul Cluwak dengan Dukuhseti, Tayu dengan Gembong, dan sebagainya. Hal tersebut dikarenakan kelerengan pada akses tersebut beragam, sehingga jalan yang dibangun sedikit berkelok-kelok menyesuaikan kondisi geografis daerah yang dilaluinya. Peta Aksesibilitas Simpul Perkotaan Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Analisis Konektivitas Tingkat konektivitas antar simpul permukiman perkotaan di Kabupaten Pati dapat diketahui melalui perhitungan model beta (b) indeks dengan mem bandingkan antara jumlah jaringan (e) dengan jumlah simpul permukiman perkotaan (v) sebagai berikut:
Dari perhitungan tersebut maka diketahui bahwa nilai beta indeks adalah 1,94. Dengan terdapat 17 simpul yang tersebar di hampir diseluruh setiap kecamatan di Kabupaten Pati dan terdapat 33 jaringan penghubung berupa jalan arteri, jalan kolektor, serta jalan lokal yang dapat menghantarkan barang atau jasa antar satu simpul dengan simpul lainnya secara baik dengan asumsi kondisi jalan tersebut baik. Maka nilai beta indeks tersebut menunjukan bahwa tingkat konektivitas sangat baik pada struktur ruang Kabupaten Pati.
74.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati Keterangan Cluwak-Dukuhseti Cluwak-Tayu Dukuhseti-Tayu Cluwak-Margoyoso Tayu-Margoyoso Margoyoso-Trangkil Trangkil-Wedarijaksa Tayu-Wedarijaksa Trangkil-Tlogowungu Wedarijaksa-Tlogowungu Trangkil-Juwana Wedarijaksa-Juwana Tayu-Juwana Margoyoso-Juwana Tlogowungu-Gembong Pati-Gembong Gembong-Margorejo Wedarijaksa-Pati Pati-Tlogowungu Tlogowungu-Margorejo Pati-Margorejo Trangkil-Gembong Wedarijaksa-Gembong Margoyoso-Gembong Tayu-Gembong Cluwak-Gembong Gabus-Margorejo Pati-Gabus Pati-Winong Juwana-Pati Juwana-Tlogowungu Kayen-Sukolilo Gabus-Sukolilo Winong-Kayen Winong-Gabus Jaken-Winong Juwanan-Winong Juwana-Batangan Wedarijaksa-Winong Batangan-Winong Batangan-Jaken Juwana-Jaken Trangkil-Pati Tayu-Tlogowungu Pati-Sukolilo Sukolilo-Margorejo Winong-Margorejo Gabus-Kayen
Straight Distance 12,5557 14,2297 7,29339 17,4688 6,96001 6,48011 2,61961 15,9079 7,48113 6,99748 11,3285 9,20055 22,4956 16,5791 7,71163 11,8613 9,86494 8,5134 5,81238 6,77145 4,02902 14,0268 14,3697 16,512 21,7994 21,9034 8,75011 8,85414 9,19592 12,2419 14,7083 9,00348 18,5435 15,203 5,70489 14,1402 10,9926 8,63343 14,365 17,4661 7,1018 10,3953 10,4726 18,9565 23,7864 20,4306 11,3447 9,65362
Real Distance 20,9397 16,5257 7,8041 24,88209 8,35639 6,5811 2,90294 17,84044 11,3821 8,61327 12,8425 10,6893 24,0289 19,42361 9,6091 13,8545 12,698 8,68046 6,68641 8,63376 4,44649 21,12531 18,22237 27,70642 36,06227 52,58797 14,20219 9,7557 11,918 12,6728 19,35921 9,42827 21,12027 17,5763 5,8843 16,4081 14,7135 9,16719 25,4028 26,6026 10,1945 14,8844 11,5834 26,45371 25,91527 27,13017 20,08649 11,692
Tabel Hasil Perhitungan Detour Index Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Detour Index 0,60 0,86 0,93 0,70 0,83 0,98 0,90 0,89 0,66 0,81 0,88 0,86 0,94 0,85 0,80 0,85 0,67 0,98 0,80 0,78 0,91 0,66 0,79 0,60 0,60 0,42 0,61 0,90 0,77 0,97 0,74 0,96 0,92 0,88 0,97 0,86 0,75 0,94 0,57 0,66 0,70 0,70 0,90 0,72 0,92 0,75 0,56 0,83
Efisiensi Sedang Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Sedang Sedang Sedang Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Sedang Baik
75.
Evaluasi Keruangan
Analisis Interaksi Dalam hal ini, tingkat interaksi yang terjadi antar dua lokasi (simpul) dapat diukur dengan menggunakan Metode Gravity Model. Gravity Model dihitung dengan cara mengalikan atribut sosial ekonomi (dalam kasus studio Kabupaten Pati menggunakan data jumlah penduduk) dan dibagi dengan tingkat pemisah (jarak antar simpul apabila ditarik garis lurus).
Rumus Model Gravitasi ini adalah (Relly, 1929):
Titik Simpul
Kecamatan
Jarak (km)
Jumlah Penduduk 1
Jumlah Penduduk 2
Besar Interaksi
Urutan
A-B
Cluwak-Dukuhseti
12,55570
43800
57990
16.111.848,09
32
A-C
Cluwak-Tayu
14,22970
43800
65578
14.185.373,97
37
A-D
Cluwak-Margoyoso
17,46880
43800
73990
10.619.913,82
44
A-L
Cluwak-Gembong
21,90340
43800
45038
4.111.782,54
48
B-C
Dukuhseti-Tayu
7,29339
57990
65578
71.491.169,51
10
C-D
Tayu-Margoyoso
6,95001
65578
73990
100.452.404,27
5
C-F
Tayu-Wedarijaksa
15,90790
65578
61017
15.811.872,87
34
C-G
Tayu-Juwana
22,49560
65578
97249
12.602.251,70
40
C-K
Tayu-Tlogowungu
18,95650
65578
51181
9.340.080,60
45
C-L
Tayu-Gembong
21,79940
65578
45038
6.215.100,89
47
D-E
MargoyosoTrangkil
6,48011
73990
62189
109.577.615,24
4
D-G
Margoyoso-Juwana
16,57910
73990
97249
26.177.988,31
28
D-L
MargoyosoGembong
16,51200
73990
45038
12.222.295,06
41
E-F
TrangkilWedarijaksa
2,61961
62189
61017
552.956.726,19
1
E-G
Trangkil-Juwana
11,32850
62189
97249
47.125.275,23
19
E-J
Trangkil-Pati
10,47260
62189
108144
61.320.681,17
16
E-K
TrangkilTlogowungu
7,48113
62189
51181
56.870.616,65
17
E-L
Trangkil-Gembong
14,02680
62189
45038
14.235.589,65
36
F-G
WedarijaksaJuwana
9,20055
61017
97249
70.098.450,09
13
F-J
Wedarijaksa-Pati
8,51340
61017
108144
91.043.134,59
6
F-K
WedarijaksaTlogowungu
6,99748
61017
51181
63.778.791,59
15
F-L
WedarijaksaGembong
14,36970
61017
45038
13.308.666,58
39
F-M
WedarijaksaWinong
14,36500
61017
50167
14.833.981,10
35
G-H
Juwana-Batangan
8,63343
97249
43481
56.730.671,44
18
G-I
Juwana-Jaken
10,39530
97249
42894
38.601.807,19
24
G-J
Juwana-Pati
12,24190
97249
108144
70.176.211,38
12
G-K
JuwanaTlogowungu
14,70830
97249
51181
23.007.474,66
29
G-M
Juwanan-Winong
10,99260
97249
50167
40.374.060,08
22
H-I
Batangan-Jaken
7,10180
43481
42894
36.979.343,43
25
H-M
Batangan-Winong
17,46610
43481
50167
7.150.324,80
46
I-M
Jaken-Winong
14,14020
42894
50167
10.762.262,33
43
J-K
Pati-Tlogowungu
5,81238
108144
51181
163.833.683,90
3
J-L
Pati-Gembong
11,86130
108144
45038
34.619.193,40
26
J-M
Pati-Winong
9,19592
108144
50167
64.154.952,99
14
76.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Titik Simpul
Kecamatan
Jarak (km)
Jumlah Penduduk 1
Jumlah Penduduk 2
Besar Interaksi
Urutan
J-N
Pati-Gabus
8,85414
108144
52747
72.762.468,42
9
J-P
Pati-Sukolilo
23,78640
108144
91755
17.537.784,65
31
J-Q
Pati-Margorejo
4,02902
108144
63241
421.310.527,56
2
K-L
TlogowunguGembong
7,71163
51181
45038
38.761.046,62
23
K-Q
TlogowunguMargorejo
6,77145
51181
63241
70.590.156,33
11
L-Q
GembongMargorejo
9,86494
45038
63241
29.267.722,52
27
M-N
Winong-Gabus
5,70489
50167
52747
81.305.765,88
8
M-O
Winong-Kayen
15,20300
50167
73610
15.977.041,29
33
M-Q
Winong-Margorejo
11,34470
50167
50167
19.554.658,24
30
N-O
Gabus-Kayen
9,65362
52747
73610
41.663.349,59
21
N-P
Gabus-Sukolilo
18,54350
52747
91755
14.074.860,09
38
N-Q
Gabus-Margorejo
8,75011
52747
63241
43.568.184,92
20
O-P
Kayen-Sukolilo
9,00348
73610
91755
83.319.326,15
7
P-R
Sukolilo-Margorejo
20,43060
91755
50167
11.027.717,40
42
Tabel Interaksi Antar Simpul Kegiatan Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Dari hasil perhitungan Gravity Model, interaksi yang paling tinggi terjadi di Kabupaten Pati yaitu interaksi antara simpul perkotaan Kecamatan Trangkil dan Kecamatan Wedariyaksa. Hal ini dipengaruhi oleh faktor jumlah penduduk (sosial-ekonomi) dan faktor geografis (jarak). Dapat dilihat bahwa jumlah penduduk di Kecamatan Kayen cukup banyak dan jarak antara simpul perkotaan Kecamatan Trangkil dan Kecamatan Wedariyaksa tidak begitu jauh. Kemudian, untuk interaksi yang paling rendah terjadi di Kabupaten Pati adalah interaksi antara Kecamatan Cluwak dan Gembong.
Evaluasi Keruangan
77.
Perbandingan Kondisi Struktur Ruang Saat Ini dengan Rencana Dalam RTRW yang telah diformalkan menjadi Perda Kabupaten Pati No. 5 Tahun 2011, ditetapkan bahwa rencana struktur ruang terdiri dari rencana sistem perkotaan wilayah dan rencana sistem jaringan prasarana wilayah. Rencana sistem perkotaan yang meliputi PKL, PKLp, dan PPK yang digambarkan melalui peta di samping. Simpul perkotaan yang berkedudukan sebagai PKL meliputi Kawasan Perkotaan Pati, Kawasan Perkotaan Juwana, dan Kawasan Perkotaan Tayu. Sedangkan PPK yang akan dipromosikan menjadi PKLp meliputi Ibukota Kecamatan Kayen. Pengembangan pusat pelayanan baru tersebut diharapkannya dapat menjadi simpul distribusi dan pemasaran yang bekerja sama antar wilayahnya melalui kerja sama JAKATINATA (Jakenan, Kayen, Pati, Juwana, dan Tayu). Sedangkan simpul lainnya berfungsi sebagai PPK. Dalam hal ini, suatu daerah dapat menetapkan simpul promosi sebagai upaya untuk menjadikan simpul tersebut sebagai hierarki yang lebih tinggi. Penetapan sebagai simpul promosi merupakan rencana suatu daerah walaupun tidak tertera dalam perundangundangan yang lebih tinggi.
Peta Rencana Struktur Ruang Kabupaten Pati Sumber: RTRW Kabupaten Pati Tahun 2011-2030
Proses evaluasi struktur ruang dilakukan dengan tujuan untuk melihat apakah rencana yang telah dibuat sudah tercapai atau malah melenceng dari yang telah ditetapkan. Dengan begitu dibuat perbandingan antara kondisi struktur ruang saat ini dan struktur ruang rencana sebagai berikut: No
Aspek
Kondisi Saat Ini
Rencana
1
Jumlah Simpul
17
20
2
Jumlah Jaringan
33
22
3
Kinerja - Beta Index
- 1,94
- 1,1
Tabel Perbandingan Kondisi Saat Ini dan Rencana Struktur Ruang Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Dari evaluasi yang dilakukan, jumlah simpul rencana lebih banyak daripada jumlah eksistingnya namun tidak diimbangi dengan jaringan yang menghubungi dari satu simpul ke simpul lain. Terhitung terdapat 22 rencana jaringan yang menghubungkan antar simpul hal tersebut jauh lebih sedikit dibandingkan jumlah jaringan penghubung eksistingnya. Hal tersebut diindikasikan adanya pertumbuhan infrastruktur yang cepat atau bahkan tidak tepatnya perhitungan jumlah simpul rencana struktur ruang. Sedangkan tipe jaringan jalan yang dijadikan rencana jaringan penghubung adalah kolektor primer dan lokal primer. Dalam rencana struktur ruang di Kabupaten Pati juga tercantum akan membangun jalan tol yang merupakan tol yang menghubungkan Semarang dengan Demak.
78.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Sejumlah 17 dari 20 simpul perkotaan telah teridentifikasi menjadi simpul perkotaan di Kabupaten Pati dan 3 lainnya belum muncul sebagai simpul, dengan rincian berikut: Simpul
Kecamatan
Struktur Eksisting
Struktur RTRW
Keterangan
A
Cluwak
PPL
PPK
Belum sesuai (lebih rendah)
B
Dukuhseti
PPL
PPK
Belum sesuai (lebih rendah)
C
Tayu
PKLp
PKL
Belum sesuai (lebih rendah)
D
Margoyoso
PPL
PPK
Belum sesuai (lebih rendah)
E
Trangkil
PPL
PPK
Belum sesuai (lebih rendah)
F
Wedarijaksa
PPL
PPK
Belum sesuai (lebih rendah)
G
Juwana
PKLp
PKL
Belum sesuai (lebih rendah)
H
Batangan
PPL
PPK
Belum sesuai (lebih rendah)
I
Jaken
PPL
PPK
Belum sesuai (lebih rendah)
J
Pati
PKL
PKL
Sesuai
K
Tlogowungu
PPL
PPK
Belum sesuai (lebih rendah)
L
Gembong
PPL
PPK
Belum sesuai (lebih rendah)
M
Winong
PPL
PPK
Belum sesuai (lebih rendah)
N
Gabus
PPL
PPK
Belum sesuai (lebih rendah)
O
Kayen
PKLp
PKLp
Sesuai Belum sesuai (lebih rendah)
P
Sukolilo
Q
Margorejo
PPL
PPK
PKLp
-
-
Jakenan
-
PPK
Belum sesuai (tidak termasuk dalam simpul perkotaan eksisting)
-
Pucakwangi
-
PPK
Belum sesuai (tidak termasuk dalam simpul perkotaan eksisting)
-
Tambakromo
-
PPK
Belum sesuai (tidak termasuk dalam simpul perkotaan eksisting)
-
Gunungwungkal
-
PPK
Belum sesuai (tidak termasuk dalam simpul perkotaan eksisting)
Belum sesuai (tidak tercantum dalam RTRW)
Tabel Kesesuaian Kondisi Saat Ini dengan Rencana Struktur Ruang Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Terdapat simpul potensial yang muncul dalam proses pengidentifikasian strutkrur ruang namun belum tertera dalam rencana struktur ruang di Perda Kabupaten Pati No. 5 Tahun 2011. Hal tersebut dapat dikarenakan dalam perumusan RTRW Kabupaten Pati, simpul Margorejo digabungkan dengan simpul Pati atau bahkan proses perkembangan daerah yang lebih cepat serta terjadi diluar dugaan pada proses perencanaan RTRW Kabupaten Pati. Selain itu juga terdapat rencana yang pada kondisi saat ini belum muncul sebagai simpul. Hal tersesbut bisa dikarenakan fasilitas pelayanan belum sepenuhnya tersedia dalam jangkauan simpul permukiman perkotaan. Sehingga pada saat proses identifikasi, titik-titik tersebut belum memenuhi indikator sistem perkotaan tertentu.
Evaluasi Keruangan
79.
Pola Pemanfaatan Ruang Sebelum melakukan evaluasi pola ruang, diperlukan identifikasi terlebih dahulu. Dan dalam prosesn pengevaluasian tersebut kelompok Pati 1 menggunakan kerangka berpikir sebagaimana tertera dalam gambar di bawah. Kami mengevaluasi pola ruang dengan menganalisis pola ruang saat ini dengan tingkat kemampuan pengembangan lahan (developability).
Dalam mengidentifikasi guna lahan, kami mengelompokkan atribut shapefile guna lahan ke dalam pengelompokan guna lahan berdasarkan RTRW: badan air, hutan, permukiman, pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, dan pertanian tanaman tahunan. Setelah itu, guna lahan tersebut dikelompokkan menjadi pola ruang saat ini yang terdiri dari kawasan lindung dan budidaya. Dalam mengidentifikasi tingkat kemampuan pengembangan lahan, kami menggunakan tingkat kerawanan bencana dan kesesuaian lahan yang terdiri dari beberapa variabel.
Kerangka Berpikir Pertanian LP2B Audit BPN (shp)
Penggunaan Lahan (shp)
Sangat Direkomendasikan, Direkomendasikan LP2B
Danau, Sungai, Permukiman, Industri, Sawah, Kebun, dll.
Rawan Bencana Banjir (shp)
Rawan Bencana Kekeringan (shp)
Rawan Bencana Longsor (shp)
Curah Hujan (shp)
Merge
Jenis Tanah (shp)
Kelerengan (shp)
Scoring
Union dan Klasifikasi Area Rawan Bencana
Union dan Klasifikasi
Penggunaan Lahan Saat Ini
Kesesuaian Lahan Lindung, Penyangga, dan Budidaya
Developability Lahan Pengelompokan berdasarkan Guna Lahan dalam RTRW
Menentukan Developability Lahan
Rendah, Sedang, Tinggi
Evaluasi Pola Ruang
Identifikasi Guna Lahan
Keterangan
Badan Air, Hutan, LP2B, Permukiman, Perikanan, Pertanian Pangan, Hortikultura, Perkebunan
Input Aliran Input
Proses
Pengelompokan berdasarkan Pola Ruang dalam RTRW
Aliran Output
Output Identifikasi Pola Ruang
Intersect
Lindung & Budidaya
Evaluasi Pola Ruang
Identifikasi Pola Ruang
Sesuai, Sesuai Bersyarat, Tidak Sesuai
Diagram Kerangka Berpikir Evaluasi Pola ruang Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
80.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Identifikasi Pola Ruang Analisis Penggunaan Lahan Identifikasi pola ruang dimulai dari identifikasi guna lahan yang didapat dari tutupan lahan. Tutupan lahan yang ada kemudian diklasifikasikan berdasarkan aktivitas manusia yang ada di dalamnya. Pembagian guna lahan yang ada di Kabupaten Pati dibagi menjadi 18 jenis penggunaan lahan mulai dari danau, embung, empang, hutan lindung, industri, kebun, lapangan, makam, permikikaman, hingga tambak. Nantinya jenis penggunaan lahan tersebut disesuaikan dengan nomenklatur yang tertera di RTRW. Sehingga pembagian penggunaan lahan terbagi menjadi 9 jenis yaitu badan air, hutan, pertanian pangan berkelanjutan, industri, permukiman, perikanan, pertanian horikultura, pertanian pangan, dan perkebunan.
Penggunaan Lahan
Luas (Ha)
(%)
Danau
172.16
0.11
Embung
27.76
0.02
Empang
314.56
0.20
Hutan Lindung
1178.32
0.75
Hutan Produksi Terbatas
1850.88
1.18
Hutan Produksi Tetap
19072.60
12.15
Industri
160.40
0.10
Kebun
20387.60
12.99
Kolam
43.71
0.03
Lahan Terbuka
73.32
0.05
Lapangan
21.33
0.01
Makam
19.60
0.01
Permukiman
19103.10
12.17
Sawah Irigasi
58898.90
37.52
Sawah Tadah Hujan
6702.88
4.27
Sungai
1427.54
0.91
Tegalan
14865.00
9.47
Tambak
12641.40
8.05
Jumlah
156961.05
100
Tabel Luas Penggunaan Lahan Kabupaten Pati Sumber: PUPR Kabupaten Pati
Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Evaluasi Keruangan
81.
Hasil dari pengklasifikasian jenis penggunaan lahan berdasarkan nomenklatur yang tertera di RTRW kemudian teridentifikasi sebagai penggunaan lahan. Tujuan pengklasifikasian berdasarkan nomenklatur yang ada adalah supaya nantinya pada saat evaluasi pola ruang saat ini tidak sulit mencocokan antara kondisi saat ini dengan kaidah yang ada. No.
Jenis Penggunaan Lahan
Luas (Ha)
Persentase
1
Badan Air
1,622.33
1.03
2
Hutan
22,097.65
14.08
3
Pertanian Pangan Berkelanjutan
41,293.42
26.31
4
Industri
159,97
0,10
5
Permukiman
19,232.43
12.25
6
Perikanan
12.889,52
8,21
7
Pertanian Hortikultura
14.037,86
8,94
8
Pertanian Pangan
25.067,26
16,39
9
Perkebunan
20,067.49
12,78
156,971.09
100
Jumlah
Tabel Penggunaan Lahan Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Peta Identifikasi Penggunaan Lahan Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Analisis Pola Ruang Dari peta penggunaan lahan saat ini, maka dihasilkan peta pola ruang yang terdiri dari kawasan lindung dan kawasan budidaya yang mana kawasan budidaya mendominasi kawasan peruntukkan di Kabupaten Pati. Luas dari kawasan lindung di Kabupaten Pati adalah sebesar 65,013.41 Ha dan kawasan budidaya adalah sebesar 91,957.56 Ha.
Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
82.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Evaluasi Pola Ruang Analisis Kesesuaian Lahan
Analisis Rawan Bencana
Analisis kesesuaian lahan dilakukan sesuai dengan SK Menteri Pertanian No. 837/KPTS/UM/11/1980. Setelah dilakukan skoring berdasarkan tabel di atas, diperoleh luas untuk masing-masing peruntukan sebagai berikut: 1. Kawasan Lindung : 30.067,80 ha 2. Kawasan Penyangga : 28.131,80 ha 3. Kawasan Budidaya : 126.125,19 ha Kawasan Lindung di Kabupaten Pati terletak di kawasan Gunung Muria, begitu juga dengan kawasan penyangga. Selain itu, kawasan penyangga juga terletak di kawasan pegunungan Karst di sebelah selatan Kabupaten Pati. Persebaran kawasan menurut peruntukannya berdasarkan skoring lahan di Kabupaten Pati digambarkan melalui peta di samping.
Peta Rawan Bencana Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Terdapat 3 ancaman bencana yang ada pada Kabupaten Pati, di antaranya adalah Kekeringan, Banjir, dan Longsor. Bencana yang ada mendominasi pada bagian selatan Kabupaten Pati dengan Kekeringan sebagai bencana yang paling luas daerah ancamannya.
Peta Kesesuaian Lahan Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Evaluasi Keruangan
83.
Analisis Developability Analisis Developability digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan pembangunan dari sebuah lahan. Peta ini didapatkan melalui overlay antara peta rawan bencana dan peta kesesuaian lahan. Untuk kategori non-developable merupakan kawasan lindung yang mana kawasan tersebut tidak boleh terbangun apapun sesuai dengan fungsinya. Sedangkan developable dengan tingkat kecocokan rendah dan sedang merupakan lahan dengan gabungan antara rawan bencana dengan fungsi sebagai budidaya atau penyangga yang mengartikan bahwa lahan tersebut dapat dibangun walaupun rawan bencana sehingga aktivitas lahan di dalamnya rentan terganggu karena bencana tersebut. Dan yang terakhir merupakan developable tingkat tinggi yang berarti lahan tersebut bukan merupakan lahan rawan bencana dan juga berfungsi sebagai entah lahan budidaya atau lahan penyangga.
Peta Tingkat Developability Lahan Kabupate Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
84.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Evaluasi Pola Ruang Saat Ini Penggunaan Lahan Sesuai
Sesuai Bersyarat
Tidak Sesuai
0,00
1.622,33
0,00
0,00
22.097,65
0,00
22.097,65
0,00
0,00
Pertanian Pangan Berkelanjutan
0,00
41.293,42
41.293,42
0,00
0,00
Industri
0,00
159,97
31,57
106,48
21,92
Permukiman
0,00
19.072,46
4.770,74
12.802,52
1.499,19
Perikanan
0,00
12.889,52
462,51
5.749,37
6.677,65
Pertanian Hortikultura
0,00
14.037,86
3.094,91
7.650,43
3.292,52
Pertanian Pangan
0,00
25.730,26
5.602,97
17.413,34
2.713,95
Perkebunan
0,00
20.067,49
6.184,88
10.270,25
3.612,36
Total Luas Lahan
23.719,99
133.250,97
85.160,99
53.992,39
17.817,59
Persentase
15,11%
84,89%
54,25%
34,40%
11,35%
Guna Lahan Lahan Tidak Terbangun
Lahan Terbangun
Tidak Terbangun
Terbangun
Badan Air
1.622,33
Hutan
Tabel Luas Evaluasi Pola Ruang Saat Ini Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Berdasarkan gambar peta dan tabel yang tertera, didapati bahwa mayoritas penggunaan lahan yang ada di Kabupaten Pati sudah sesuai, dengan persentase 54,25%. Hal tersebut jika ditinjau dari analisis kebencanaan, analisis developability, serta analisis kesesuaian lahannya. Dan dalam hal ini, penggunaan lahan sebagai pertanian pangan berkelanjutan mendominasi penggunaan lahan di Kabupaten Pati yang mana selaras dengan sumber daya alam yang ada. Selanjutnya, terdapat lebih dari sepertiga lahan yang penggunaannya sesuai bersyarat. Sesuai bersyarat yang dimaksud adalah lahan tersebut dapat dibangun tetapi terdapat hal-hal yang harus diperhatikan. Misalkan fungsi lahan tersebut adalah peruntukan kawasan lahan budidaya namun rawan akan bencana banjir, oleh karena itu terdapat hal-hal yang harus diperhatikan agar daya dukung dan daya tampung lahan tersebut dapat digunakan secara optimal dan terjaga dengan baik. Sebanyak 11,35% dari penggunana lahan saat ini tidak sesuai dengan keaadan seharusnya dan didominasi oleh penggunaan lahan perikanan. Jika ditinjau dari analisis kebencanaannya, hal tersebut dapat dikarenakan wilayah penggunaan lahan perikanan berada di pinggir laut yang mana rawan akan bencana banjir dan longsor. Tetapi sudah sejatinya penggunana lahan perikanan berada dekat dengan laut sebagai kegiatan proses distribusi dari hasil penangkapan ikan laut yang kemudian disalurkan ke tempat pemasaran lain dan juga letak TPU yang berdekatan dengan laut. Dan jika ditinjau dari analisis kesesuaian lahannya, biasanya lahan tersebut berfungsi sebagai kawasan lindung.
Peta Evaluasi Pola Ruang Saat Ini Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Evaluasi Keruangan
85.
Evaluasi Pola Ruang Rencana Guna Lahan
Lahan Terbangun
Sesuai
Sesuai Bersyarat
Tidak Sesuai
Tak Terbangun
Terbangun
80.20
0.00
80.20
0.00
0.00
Sempadan Sungai
25,998.90
0.00
25,998.90
0.00
0.00
Sempadan Pantai
339.59
0.00
339.59
0.00
0.00
Danau Lahan Tak Terbangun
Penggunaan Lahan
Hutan
3,934.71
0.00
3,934.71
0.00
0.00
Perikanan
0.00
7,444.83
568.28
2,339.61
4,536.94
Industri
0.00
1,131.89
0.01
996.47
135.42
Permukiman Perdesaan
0.00
15,197.20
4,869.03
9,576.70
751.47
Permukiman Perkotaan
0.00
5,132.54
1,341.64
3,148.50
642.41
Pertanian Hortikultura
0.00
46,196.48
28,589.37
13,217.94
4,389.16
Pertanian Lahan Basah
0.00
51,276.68
7,636.76
37,423.20
6,216.72
Total
30,353.40
126,379.61
73,358.48
66,702.42
16,672.11
Persentase
19.37%
80.63%
46.80%
42.56%
10.64%
Tabel Luas Evaluasi Pola Ruang Rencana Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Jika ditinjau dari peta pola ruang yang disesuaikan dengan RTRW Kabupaten Pati, mayoritas penggunaan lahannya digolongkan sesuai. Dari total luas lahan sebesar 156.733 Ha, terdapat 73.358 Ha lahan yang sesuai antara guna lahan dengan kebencanaannya, kesesuaian lahannya, serta tingkat developability-nya. Walau begitu, di tengah pusat Kabupaten Pati penggunaan lahan rencananya bersifat sesuai bersyarat. Hal tersebut dikarenakan lahan tersebut rawan akan bencana kekeringan ataupun banjir. Oleh karena itu syarat yang berikan adalah bagaimana penggunaan lahan yang ada dapat mengantisipasi terjadinya baik kekeringan maupun banjir sehingga tidak menggangu kegiatan yang terdapat di lahan tersebut. Jika dibandingkan dengan peta pola ruang saat ini, total luasan lahan yang digolongkan sesuai pada peta pola ruang RTRW lebih besar sehingga dapat dikatakan bahwa rencana pola ruang Kabupaten Pati dapat diklasifikasikan sebagai pola ruang yang baik.
Peta Evaluasi Pola Ruang Rencana Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
86.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Daya Dukung Wilayah Analisis daya dukung wilayah digunakan untuk mengetahui perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan lahan bagi penduduk yang hidup dalam suatu wilayah. Analisis ini berpedoman pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17 Tahun 2009 tentang Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup dalam Penataan Ruang Wilayah. Perhitungan daya dukung lahan terdapat dua pendekatan yaitu pendekatan daya dukung permukiman (bangunan) untuk perkotaan dan pendekatan daya dukung lahan pertanian untuk perdesaan.
Daya Dukung Lahan Permukiman Ltb
= LB + Ltp = 19.263,498 + 32.377,42 = 51.640,918
DDLB =
α × Lx 70% × 150.368 = = 2,0382 LTb 51.640,918
Keterangan : DDLB : Daya dukung lahan untuk bangunan Lw : Luas Wilayah (Ha) α : Koefisien luas lahan terbangun maksimal 70 % LTb : Luas lahan terbangun (Ha) LB : Luas lahan bangunan (Ha) Ltp :Luas lahan infrastruktur seperti jalan, sungai, drainase, dll Ha) Dari hasil perhitungan tersebut didapat bahwa, DDLB sebesar 2,03825 yang dimana jika besar DDLB diantara 1-3, dimana hal ini menunjukan bahwa daya dukung lahan permukimannya sedang bersyarat. Kategori sedang dimaksudkan untuk kepentingan konservasi permukiman dengan syarta tertentu, agar dalam upaya optimalisasinya tidak melampaui daya dukung lahan permukiman.
Daya Dukung Lahan Pertanian Penentuan daya dukung lahan pertanian dilakukan dengan membandingkan ketersediaan dan kebutuhan lahan. Ketersediaan lahan ditentukan berdasarkan data total produksi dari setiap komoditas di Kabupaten Pati.
Analisis Ketersediaan Lahan
Keterangan: SL : Ketersediaan lahan (ha) Pi : Produksi actual tiap jenis komoditi (satuan tergantung kepada jenis komoditas) Hi : Harga satuan tiap jenis komoditas ( Rp/Satuan) ditingkat produsen Hb : Harga satuan beras (Rp/Kg) di tingkat produsen Ptvb : Produktivitas beras (Kg/Ha)
Analisis Kebutuhan Lahan Luas lahan yang dibutuhkan untuk kebutuhan hidup layak per penduduk merupakan kebutuhan hidup layak per penduduk dibagi produktivitas beras lokal. Menurut Pemen LH No. 17 Tahun 2009, untuk kebutuhan hidup layak per penduduk diasumsikan sebesar 1 ton setara beras/kapita/tahun. Seperti yang telah diketahui di atas, produktivitas beras di Kabupaten Pati adalah 6.367,12771 kg/ha/tahun. Perhitungan kebutuhan lahan untuk hidup layak adalah sebagai berikut : DL
= N x KHLL
= 1.253.299 x 0,1570566895382722
= 196.838,991941627
Keterangan : DL
: Total kebutuhan lahan setara beras (ha)
N
: Jumlah penduduk (orang)
KHLL : Luas lahan yang dibutuhkan untuk kebutuhan hidup layak per penduduk
Dari perhitungan diatas didapat bahwa SL < DL. Hal ini menadakan bahwa daya dukung lahannya defisit atau terlampaui yang berarti ketersediaan lahan setempat sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan akan produksi hayati di wilayah produksi.
Daya Dukung Air Ketersediaan Air
SA = 10 × C × R × A SA = 1.377.205.475m3 / tahun Keterangan : SA: Ketersediaan air (m3/tahun) C: Koefisien limpasan tertimbang = 0,335 R: Rata-rata curah hujan (mm/tahun) = 2.734 mm/tahun A: Luas wilayah (Ha) = 150.368 ha
Evaluasi Keruangan
Kebutuhan Air
DA = N × KLHA DA = 2.005.278.400m3 / tahun Keterangan : DA
: Total kebutuhan air (m3/tahun)
N
: Jumlah penduduk (jiwa) = 1.253.299 jiwa
KLHA : Kebutuhan air untuk hidup layak (1.600 m3/ kapita/tahun) Setelah dilakukan perhitungan ketersediaan dan kebutuhan air, maka dapat dihitung daya dukung air dengan rumus berikut. DDA = SA / DA DDA = 1.377.205.475 / 2.005.278.400 DDA = 0,687 Nilai DDA 0,687 (nilai kurang dari 1) berarti air yang tersedia belum dapat mencukupi kebutuhan air di Kabupaten Pati. Hal ini berkaitan dengan fakta bahwa Kabupaten Pati rawan akan bencana kekeringan sehingga masyarakat sulit mendapatkan air terutama saat musim kemarau.
Daya Dukung Lingkungan Menggambarkan kemampuan lingkungan untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. DDL = (30 % x DDA) + (30% x DDLB) + (40% x DDLp) = (30% x 0,68679) + (30% x 2,03825) + (40% x 0,34590)
= 0,20603 +0,611475 + 0,13836 = 0,955865 Karena DDL < 1, menunjukkan bahwa secara keseluruhan, daya dukung lingkungan di Kabupaten Pati tergolong rendah.
87.
88.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Business as Usual Aspek Fisik
Skenario Guna Lahan Pertimbangan Penentuan Skenario Penyusunan skenario perubahan penggunaan lahan dapat dijadikan cerminan untuk memahami dinamika konversi lahan yang terjadi di Kabupaten Pati serta dampaknya terhadap daya dukung, daya tampung, serta ketersediaan sumber daya alam yang ada untuk melayani kebutuhan Kabupaten Pati. Di era pembangunan secara masif yang saat ini terjadi, tentunya fenomena konversi lahan semakin tidak terkontrol maka dari itu dibutuhkan skenario perubahan penggunaan lahan yang berfungsi untuk mengendalikan fenomena tersebut. Hal yang dapat terjadi jika fenomena tersebut tidak dikendalikan yaitu nilai dari daya dukung dan daya tampung dari suatu daerah dapat berkurang sehingga wilayah tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat di dalamnya. Kabupaten Pati tentunya perlu untuk mempunyai skenario perubahan penggunaan lahan agar tetap relevan di masa depan. Skenario yang kami tawarkan yaitu Business as Usual, Agropolitan, dan Minapolitan dengan pertimbangan sebagai berikut:
Kabupaten Pati merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang dikenal akan kekayaan pada sektor pertaniannya. Hal ini dapat dilihat dari masih ada sebesar 70% dari total luas lahan di Kabupaten Pati yang merupakan lahan sawah. Tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan pembangunan terus terjadi guna meningkatkan perekonomian Kabupaten Pati. Hal ini ditunjukkan dengan semakin masifnya perubahan guna lahan dari sawah menjadi lahan terbangun guna memenuhi mekanisme pasar yang ada, seperti semakin maraknya pengembangan sektor industri pengolahan yang ada di Kabupaten Pati, di mana hal ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan struktur perekonomian Kabupaten Pati yang mulanya merupakan sektor primer menjadi sektor sekunder. Keadaan tersebut juga diiringi dengan pertambahan guna lahan permukiman karena semakin besarnya pertumbuhan penduduk dan akan semakin besar angka migrasi ke Kabupaten Pati.
Aspek Legalitas Berdasarkan RPJPD Kabupaten Pati Tahun 2005-2025 dan RPJMD Kabupaten Pati Tahun 2017-2022, tercantum bahwa visi dan misi Kabupaten Pati salah satunya adalah mewujudkan “Pati Bumi Mina Tani Sejahtera”. Hal ini sejalan dengan kondisi saat ini di Kabupaten Pati, di mana lahannya masih didominasi oleh lahan sawah yang merupakan salah satu wujud bahwa Kabupaten Pati masih memprioritaskan sektor pertanian untuk meningkatkan perekonomian Kabupaten Pati dengan mengoptimalkan segala Sumber Daya Alam yang dimiliki. Walaupun saat ini terjadi pembangunan yang cukup masif di Kabupaten Pati, seperti semakin meningkatnya kegiatan di sektor industri pengolahan serta pembangunan infrastruktur seperti pembangunan jalan tol dan perbaikan jalan guna memfasilitasi kegiatan tersebut, tetapi pemerintah setempat masih gencar dalam mengembangkan program yang dapat menunjang sektor pertanian dan perikanan dengan pengembangan kawasan agropolitan dan minapolitan.
Aspek Ekonomi Jika ditinjau dari struktur perekonomian Kabupaten Pati, saat ini sektor industri pengolahan menduduki peringkat pertama dalam memberi kontribusi PDRB terbesar terhadap Kabupaten Pati yang diikuti oleh sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan yang menduduki peringkat kedua. Hal ini dikarenakan produktivitas yang dihasilkan oleh sektor industri pengolahan lebih tinggi jika dibandingkan dengan sektor pertanian, yang juga didukung dengan penggunaan teknologi modern yang lebih masif. Kabupaten Pati merupakan salah satu wilayah yang memiliki lokasi strategis karena dilewati jalur Pantura sehingga menarik minat banyak investor. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun pemerintah masih memprioritaskan sektor pertanian guna meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakatnya, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa sektor industri pengolahan merupakan salah satu sektor yang memiliki prospek yang besar untuk terus dikembangkan ke depannya karena memiliki nilai ekonomi yang lebih besar pula.
Evaluasi Keruangan
89.
Agropolitan
Minapolitan
Aspek Fisik
Aspek Fisik
80% dari luas wilayah secara keseluruhannya Kabupaten Pati berupa lahan pertanian, hal tersebut sangat mendukung skenario perubahan penggunaan lahan agropolitan tanpa harus berbuat banyak untuk mewujudkan skenario agropolitan tersebut.
Visi Kabupaten Pati adalah Bumi Mina Tani Sejahtera. Mina dalam visi kabupaten menggambarkan potensi wilayah perikanan laut dan darat yang potensial. Kabupaten terletak di pesisir utara Pulau Jawa. Oleh karena itu sektor perikanan menjadi salah satu sektor yang bisa dikembangkan lebih jauh lagi untuk meningkatkan per perekonomian masyarakat dan daerah. Kabupaten Pati merupakan kabupaten dengan produksi perikanan terbanyak kedua di Jawa Tengah dengan produksi sebesar 42.036,87 ton. Selain itu, produksi perikanan tambak di Kabupaten Pati juga menempati posisi kedua di Provinsi Jawa Tengah.
Aspek Legalitas Skenario ini mengutamakan konsep agropolitan yang diusung oleh Kabupaten Pati sebagaimana tertuang dalam visi Kabupaten Pati jangka Panjang 2005 – 2025 yaitu “Bumi Mina Tani”. Konsep utama dari skenario ini yaitu memanfaatkan sumber daya pertanian yang melimpah di Kabupaten Pati, sehingga ke depannya dapat meningkatkan keunggulan sektor pertanian guna memajukan perekonomian Kabupaten Pati namun tetap menjaga kelestarian alamnya. Skenario ini juga ditujukan untuk mengatasi permasalahan kesenjangan pembangunan antara perdesaan dan perkotaan. Hubungan antara perkotaan dan perdesaan (urban-rural linkage) sangatlah erat, di mana perdesaan memproduksi bahan baku untuk nantinya dikirim ke kota untuk baik diolah maupun langsung dipasarkan. Ketidaksiapan perdesaan untuk memproduksi bahan baku yang sesuai dengan permintaan di kota dapat mengakibatkan terjadinya migrasi penduduk di desa ke kota atau urbanisasi.
Aspek Ekonomi Skenario ini dapat memantik percepatan pembangunan perdesaan sehingga pembangunan tidak bertumpu di pusat. Dengan perluasan kawasan pertanian, diharapkan programprogram terkait sektor pertanian semakin dikembangkan, yang juga dengan teknologi serta sarana prasarana pertanian yang memadai, sehingga dapat meningkatkan produktivitas komoditas pertanian. Hal tersebut dikarenakan masyarakat di Kabupaten Pati masih menggunakan cara bertani yang konvensional sehingga masih bergantung kepada alam. Adanya bantuan teknologi juga diharapkan dapat membantu meningkatkan daya saing Kabupaten Pati dengan wilayah sekitarnya. Selain itu, berdasarkan perhitungan NSDA, Sektor Pertanian yang terdiri dari Pertanian Tanaman Pangan, Hortikultura Buah, Hortikultura Sayur, dan Perkebunan merupakan salah satu subsektor penyumbang kontribusi terbesar terhadap PDRB Kabupaten Pati. Hal tersebut merujuk bahwa dengan difokuskannya pengembangan wilayah Kabupaten Pati ke arah Agropolitan dapat membantu meningkatkan perekonomian Kabupaten Pati secara keseluruhan.
Aspek Legalitas Sama seperti skenario agropolitan, minapolitan merupakan salah satu upaya pemerintah dalam menjunjung visi Kabupaten Pati jangka panjang tahun 2005 – 2025, yaitu “Bumi Mina Tani”. Penerapan skenario minapolitan bertujuan untuk mendorong percepatan pengembangan wilayah kawasan minapolitan atau wilayah dengan kegiatan perikanan industrialisasi perikanan sebagai kegiatan utama serta untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakatnya. Atau secara spasial, arah perkembangan Kabupaten Pati akan difokuskan ke daerah pesisir.
Aspek Ekonomi Ciri kawasan minapolitan adalah sebagian besar masyarakat memperoleh pendapatan dari kegiatan minabisnis atau yang didominasi oleh kegiatan perikanan (industri pengolahan, perdagangan). Jadi pada Kawasan Minapolitan sebagian besar masyarakatnya menggantungkan hidupnya dari kegiatan perikanan, seperti pembenihan, pembudidayaan, pengolahan, perdagangan (pakan, benih, ikan konsumsi, sarana prasarana perikanan, dll), pariwisata dan lain-lain. Arahan pengembangan fungsi didasarkan pada potensi serta dominasi kegiatan Kawasan Minapolitan, baik yang sedang berkembang maupun yang akan berkembang di masa yang mendatang.
90.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Kerangka Berpikir Analisis Highest and Best Use Dalam proses pengerjaan skenario perubahan penggunaan lahan dilakukan melalui analisis highest and best use dengan langkah-langkah sebagaimana tertera dalam bagan kerangka berpikir berikut. Erase Aktiva NSDA dengan Guna Lahan Tetap
Aktiva NSDA (shp) Buah, Garam, Kebun, Ikan, Pertanian, Peternakan, Sayur
Klasifikasi dengan Pemeringkatan NSDA
Penentuan Guna Lahan Bebas
Penggunaan Lahan (shp), diambil lahan selain NSDA
Guna Lahan Tetap (shp)
Badan Air, Hutan, Industri, Permukiman, Pertanian, dll
Badan Air, Hutan, Industri, LP2B, Permukiman
Erase Permukiman RTRW dengan Saat Ini dan LP2B
Permukiman RTRW (shp)
Permukiman Saat Ini (shp)
LP2B (shp)
Klasifikasi Guna Lahan Bebas
Guna Lahan Bebas (shp)
Penentuan Guna Lahan Tetap Perhitungan dan Penentuan Lahan Tambahan Permukiman
Lahan Potensial Permukiman
Penambahan Permukiman dengan Hexagon Tessellation
Business as Usual dengan peringkat: Sayur Buah Kebun Garam Perikanan Peternakan Pertanian Pangan
Agropolitan dengan peringkat: Sayur Buah Kebun Peternakan Pertanian Pangan Perikanan Garam
Minapolitan dengan peringkat: Perikanan Garam Sayur Buah Kebun Peternakan Pertanian Pangan
Guna Lahan Bebas Business as Usual
Guna Lahan Bebas Agropolitan
Guna Lahan Bebas Minapolitan
Lahan Permukiman Tambahan Merge dan Klasifikasi
Luas tiap segmen 1 hektare dan penambahannya memusat
Proyeksi Kebutuhan Lahan Permukiman (Tabel)
Jumlah Penduduk per Kecamatan (Tabel)
Intersect Keterangan
Input
Proyeksi Penduduk 2038 (Tabel)
Skenario Guna Lahan Business as Usual
Aliran Input
Proses Luas Kecamatan (Tabel)
Kebutuhan Lahan per jiwa (Tabel)
Klasifikasi Skenario Guna Lahan
Hasil Analisis Highest and Best Use
Dari tabel di samping dapat dilihat bahwa alokasi lahan terbesar untuk masing-masing skenario disesuaikan dengan kebutuhan guna lahan dari masing-masing skenario tersebut, di mana untuk skenario Business as Usual (BAU), guna lahan permukiman memiliki luasan lahan paling besar karena semakin besarnya pertumbuhan penduduk dan angka migrasi di Kabupaten Pati. Kemudian, pada skenario agropolitan, guna lahan yang memiliki luasan terbesar yaitu guna lahan yang berkaitan dengan sektor pertanian, seperti pertanian pangan, LP2B, perkebunan, dan hortikultura. Pada skenario minapolitan, luas lahan terbesar dialokasikan pada guna lahan perikanan dan tambak garam.
BAU Luas (ha)
Hortikultura Sayur Hortikultura Buah
Guna Lahan
Guna Lahan Bebas
Berdasarkan pertimbangan yang telah dijelaskan dalam kerangka berpikir dan argumen yang telah diberikan sebelumnya, didapatkan luas untuk setiap penggunaan lahan dalam ketiga skenario tersebut pada tabel di samping.
Skenario
Guna Lahan Tetap
Hasil Perhitungan
Skenario Guna Lahan Minapolitan
Badan Air, Hutan, Industri, Pertanian Pangan Berkelanjutan, Perikanan, Permukiman, Pertanian Hortikultura, Pertanian Pangan, Pertambangan, Peternakan
Aliran Output
Output
Skenario Guna Lahan Agropolitan
Perkebunan
Agro %
Luas (ha)
1.042
1%
5.181
3%
Mina %
Luas (ha)
%
4.071
3%
3.796
2%
9.858
6%
7.307
5%
17.718 11% 10.679
7%
9.296
6%
0%
2.461
2%
Tambang Garam
3.008
Perikanan
10.261
Peternakan
28.492 18% 32.373 21% 28.029 18%
Pertanian Pangan
5.095
LP2B
41.026
Badan Air
1.597
Hutan
2%
117
7% 10.280
29%
5.326
7% 16.865 11%
30%
41.293 1%
1.622
4.950
29%
41.293 1%
1.622
1%
22.048 14% 22.098 14% 22.098 14%
Permukiman 21.357 14% 19.072 12% 19.072 12% Industri Total
126
0%
160
0%
160
0%
156.950 100% 156.950 100% 156.950 100%
Tabel Luas Penggunaan Lahan Menurut Skenario Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Evaluasi Keruangan
Visualisasi Skenario Guna Lahan: Business as Usual
Dalam skenario guna lahaingn business as usual, guna lahan yang menjadi prioritas adalah permukiman. Hal tersebut didasari pada anggapan bahwa dalam keadaan normal, jumlah penduduk akan terus mengalami peningkatan dan dibutuhkan lahan untuk menampung tambahan jumlah penduduk tersebut. Skenario business as usual menggunakan asumsi kebutuhan luas lahan tiap penduduk di Kabupaten Pati tetap sama antara saat ini dan masa depan. Luas lahan permukiman tambahan didapat dari mengalikan tambahan jumlah penduduk tiap kecamatan hasil proyeksi dengan kebutuhan luas lahan tiap penduduk saat ini. Kemudian, dilakukan penambahan lahan permukiman pada peta dengan menaruh heksagon sesuai luas lahan tambahan. Untuk lahan yang berkaitan dengan sumber daya alam digunakan asumsi bahwa persentase luasan tetap sama antara saat ini dan masa depan.
Visualisasi Skenario Guna Lahan: Agropolitan
Peta Skenario Penggunaan Lahan Business as Usual Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Dalam skenario guna lahan agropolitan, guna lahan yang menjadi prioritas adalah lahan yang berkaitan dengan sumber daya pertanian. Lahan tersebut berupa perkebunan, pertanian hortikultura (buah dan sayur), dan pertanian pangan. Skenario agropolitan menggunakan asumsi peringkat sumber daya pertanian yang diprioritaskan berdasarkan (i) keberlanjutan sektor dan (ii) produktivitas moneter. Keberlanjutan sektor yang dimaksud adalah suatu sektor tidak dibolehkan menghilang dari guna lahan di masa depan meskipun seharusnya dialihfungsikan lahannya menjadi sektor lain karena produktivitas moneternya kalah. Dengan demikian, peringkat sektor prioritas yang dihasilkan berturut-turut adalah hortikultura sayur, hortikultura buah, perkebunan, peternakan, dan pertanian pangan. Kemudian, lahan sumber daya sektor perikanan dan garam diperingkatkan berdasarkan produktivitas moneternya secara langsung. Untuk lahan permukiman digunakan asumsi bahwa kebutuhan lahan tiap penduduk di Kabupaten Pati di masa depan akan mengecil. Hal ini dikarenakan penggunaan lahan tiap penduduk saat ini, yaitu 159 m 2, sudah jauh di atas 9 m2 yang ditetapkan sebagai SNI sehingga masih bisa diperkecil. Dengan demikian, luas lahan permukiman di masa depan tetap sama dengan luas saat ini. Peta Skenario Penggunaan Lahan Agropolitan Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
91.
92.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Visualisasi Skenario Guna Lahan: Agropolitan
Dalam skenario guna lahan minapolitan, guna lahan yang menjadi prioritas adalah lahan yang berkaitan dengan sumber daya perikanan. Lahan tersebut berupa perikanan budidaya dan pertambangan garam. Skenario minapolitan menggunakan asumsi peringkat sumber daya perikanan yang diprioritaskan berdasarkan (i) keberlanjutan sektor dan (ii) produktivitas moneter. Keberlanjutan sektor yang dimaksud adalah suatu sektor tidak dibolehkan menghilang dari guna lahan di masa depan meskipun seharusnya dialihfungsikan lahannya menjadi sektor lain karena produktivitas moneternya kalah. Dengan demikian, sektor yang diprioritaskan adalah pertambangan garam baru kemudian perikanan budidaya. Lalu, lahan sumber daya pertanian diperingkatkan berdasarkan asumsi yang sama. Sama seperti pada skenario agropolitan, lahan permukiman digunakan asumsi bahwa kebutuhan lahan tiap penduduk di Kabupaten Pati di masa depan akan mengecil.
Peta Skenario Penggunaan Lahan Minapolitan Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Pemilihan Skenario Kategori
Weight
BAU TV
Agro
PUV
TV
Mina
PUV
TV
PUV
Aspek Legalitas Kesesuaian RTRW
0,2
70
14
Kesesuaian Kondisi
0,17
70
11,9
90
18
85
17
85 14,45
80
13,6
9,1
65
8,45
13,6
Aspek Produktivitas Kontribusi Ekonomi
0,13
85 11,05
70
Aspek Finansial Biaya Perawatan
0,16
60
9,6
80
12,8
85
Kerusakan Lingkungan
0,15
70
10,5
90
13,5
85 12,75
Aspek Fisik Kondisi Sosial
0,09
55
4,95
75
6,75
70
6,3
Alihfungsi Lahan
0,05
60
3
90
4,5
85
4,25
Intensitas Pergerakan
0,05
85
4,25
80
4
75
3,75
Total
1
69.25
83.1
*TV = Trans Value, PUV = Partial Utility Value Tabel Utility Value Analysis Skenario Guna Lahan Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
79.7
Dari tabel di samping dapat dilihat kalau agropolitan menjadi skenario pilihan karena memiliki utility value terbesar di antara ketiganya. Skenario agropolitan unggul dalam aspek legalitas, finansial, dan fisik. Keunggulan agropolitan dalam aspek legalitas dikarenakan pengembangannya akan sesuai dengan yang sudah dirumuskan dalam RTRW dan cocok dengan kondisi yang ada saat ini. Lahan di Kabupaten Pati yang saat ini sekitar 80%-nya digunakan untuk pertanian akan dengan mudah mendukung skenario agropolitan. Selanjutnya, keunggulan dalam aspek finansial dikarenakan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dari skenario agropolitan akan relatif minim dibanding lainnya. Terakhir, keunggulan dalam aspek fisik dikarenakan alihfungsi lahan yang terjadi apabila dipilih skenario agropolitan akan minim karena sudah banyak lahan pertanian yang ada di Kabupaten Pati.
Isu Strategis
94.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Identifikasi Isu Strategis Dalam pemilihan isu strategis, kami menggunakan pohon potensi dan pohon masalah sebagai tema besar dalam pemilihan berbagai isu yang nantinya kami bahas. Pertama kami menganalisis berbagai potensi dan masalah di kabupaten pati kemudian dibuat dalam bentuk pohon potensi dan masalah. Kemudian dari pohon potensi dan masalah kami menentukan tema yang menurut kami cocok untuk dijadikan bahasan isu strategis.
Kemudian dari berbagai tema yang sudah kami pilih kami melakukan pembobotan menurut kriteria yang sesuai dengan tujuan perencanaan kabupaten pati yaitu “Bumi Mina Tani Sejahtera” kemudian didapati lah 8 isu yang menurut hasil analisis kami memiliki urgensi yang paling tinggi yang kemudian kami bahas lebih lanjut.
Analisis Potensi Percepatan Pertumbuhan Ekonomi
Kondisi Geografis yang Menguntungkan
Variasi Sumber Daya Alam
Tingkat Ketersediaan Tenaga Kerja Tinggi
Letak Strategis Pengembangan Industri
Angka Usia Produktif Tinggi
Fenomena Bonus Demografi
Cadangan NSDA
Pengembangan Agropolitan
Pengembangan Minapolitan
Dilewati oleh Jalur Pantura
Potensi di Kabupaten Pati banyak dipengaruhi oleh kondisi fisik Kabupaten Pati yang memiliki cadangan sumber daya alam yang cukup banyak. Hal ini membuat cadangan NSDA di Kabupaten Pati sangat berlimpah terutama pada sektor pertanian dan juga perikanan baik laut maupun tambak. Hal tersebut membuat Kabupaten Pati memiliki potensi sebagai Agropolitan dan Minapolitan. Selain itu, melintangnya Jalur Pantura di Kabupaten Pati yang membuat aksesibilitan di kabupaten ini menjadi bagus juga dapat dimaksimalkan lagi sebagai salah satu keunggulan Kabupaten Pati untuk mengembangkan industri di kabupaten tersebut.
Dekat Dengan Bahan Baku
Selain aspek spasial, aspek kependudukan di Kabupaten Pati juga menyimpan potensi untuk dimaksimalkan untuk menyokong kebutuhan tenaga kerja. Kondisi geografis yang bagus dan tenaga kerja yang berkualitas akan mempercepat pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Pati. Saat ini Kabupaten Pati sedang mengalami Bonus Demografi yang harus di manfaatkan sebaik-baiknya agar dapat meningkatkan kondisi ekonomi Kabupaten Pati.
Isu Strategis
95.
Analisis Masalah Kesenjangan Wilayah
Ketidakmerataan sarana
Ketimpangan Kualitas SDM
Prasarana Belum Memadai
Ketimpangan Pendapatan Antardaerah
Rata-Rata Lama Sekolah Rendah
Pernikahan Dini
Kerja Langsung
Angka Kemiskinan Tinggi
Tingkat Produktivitas Manusia Rendah
Perbedaan Tingkat Developability Lahan
Tingkat Produktivitas Lahan Berbeda-beda
Perbedaan Kondisi Geografis
Masalah di Kabupaten Pati, baik spasial maupun non-spasial berawal dari kurangnya kesadaran pihak-pihak terkait dalam menyikapi perbedaan kondisi geografis di Kabupaten Pati. Kabupaten Pati setidaknya memiliki 4 (empat) bentang lahan: pegunungan, pegunungan karst, dataran, dan pesisir pantai. Tiap-tiap bentang lahan memiliki karakteristik dan potensi pengembangan yang berbeda. Hal tersebut memicu efek domino sehingga menyebabkan masalah-masalah non-spasial seperti kemiskinan dan kualitas SDM yang rendah di beberapa daerah dan masalah spasial seperti ketidak merataan sarana dan prasarana. Oleh karena itu, terjadi kesenjangan wilayah yang sangat terlihat antara Kabupaten Pati bagian utara dengan bagian selatan. Setelah menentukan pohon potensi dan masalah, kami berdiskusi untuk memilih tema-tema isu strategis yang menurut kami cocok untuk dibahas. Didapati isu-isu sebagai berikut: a. Bonus demografi b. Rendahnya kualitas SDM c. Letak strategis Kabupaten Pati untuk pengembangan industri d. Tingginya tingkat rawan bencana e. Kesenjangan geografis antara Kabupaten Pati bagian utara dengan selatan f. Ketidakmerataan sarana dan prasarana g. Belum optimalnya pariwisata h. Pengembangan agropolitan i. Pengembangan minapolitan Dari kesembilan tema isu tersebut kemudian dikerucutkan kembali menjadi delapan tema isu strategis berdasarkan urgensi dan kriteris dari isu strategis sendiri.
96.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Perumusan Isu Strategis Kriteria Isu Strategi Dalam perumusan isu strategis dibutuhkan kriteria secara aktual dan problematik yang didasari oleh tujuan pembangunan Kabupaten Pati dalam RPJP Kabupaten Pati, yaitu “Bumi Mina Tani Sejahtera”. Dengan begitu, kemudian dapat diketahui kriteria isu strategis serta bobot untuk masing-masing kriteria sebagai berikut: No
Kriteria
Bobot
1
Memiliki pengaruh yang besar atau signifikan terhadap pencapaian tujuan
30
2
Kemudahan untuk ditangani dari segi pembiayaan
15
3 4 5
Kemudahan untuk ditangani dari segi ketersediaan dan kualitas SDM Dampak yang ditimbulkan terhadap pembangunan masyarakat dan publik Dampak yang ditimbulkan terhadap peningkatan ekonomi dan pembangunan daerah
10 20 25
Tabel Kriteria Isu Strategis Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Setelah itu kemudian masing-masing tema isu strategis diberi nilai sesuai dengan kriteria yang telah disusun. No
Nilai Skala Kriteria
Isu Strategis
1
2
3
4
5
Total Skor
Peringkat
1
Bonus demografi untuk tenaga kerja
15
12
5
18
24
74
6
2
Rendahnya kualitas SDM
20
12
5
20
22
79
4
3
Letak strategis Kabupaten pengembangan industri
15
8
6
10
20
59
8
4
Tingginya tingkat rawan bencana
25
5
5
18
23
76
5
5
Kesenjangan geografis Kabupaten Pati bagian utara dan selatan
25
8
5
15
10
63
7
6
Ketidakmerataan sarana dan prasarana
25
5
5
20
25
80
3
7
Pengembangan Agropolitan
30
12
8
20
15
85
1
8
Pengembangan Minapolitan
30
10
8
20
15
83
2
9
Belum optimalnya pariwisata
10
5
6
8
20
49
9
Pati
untuk
Tabel Penialain Isu Strategis Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Berdasarkan tabel penilaian di atas, maka dapat diketahui pengerucutan isu strategis menjadi delapan sebagai berikut: a. Bonus demografi b. Rendahnya kualitas SDM c. Letak strategis Kabupaten Pati untuk pengembangan industri d. Tingginya tingkat rawan bencana e. Kesenjangan geografis antara Kabupaten Pati bagian utara dengan selatan f. Ketidakmerataan sarana dan prasarana g. Pengembangan agropolitan h. Pengembangan minapolitan
Isu Strategis
97.
Rahayu Santoso Putri | 45931
Kesiapan Kabupaten Pati Dalam Pengembangan Kawasan Agropolitan Sebagai Upaya Memberantas Ketimpangan Perkotaan dan Perdesaan
Latar Belakang Terdapat hubungan antara perkotaan dan perdesaan dimana perdesaan berperan untuk memproduksi barang yang berasal dari sektor primer (sektor pertanian) untuk kemudian dipasarkan di perkotaan. Namun ketidakmampuan perdesaan dalam memproduksi barang tersebut dapat menimbulkan gap antara perdesaan dan perkotaan sehingga masyarakat desa berlomba-lomba untuk bermigrasi ke perkotaan dengan alasan untuk meningkatkan kualitas hidup yang mengakibatkan tertinggalnya kawasan perdesaan dibandingkan kawasan perkotaan karena kehilangan sumber daya manusia. Gap antara perdesaan dan perkotaan juga ditambah dengan pendekatan pembangunan yang sangat berorientasi terhadap pertumbuhan ekonomi sehingga lebih mengedepankan percepatan pembangunan perkotaan. Padahal desan dan kota sama-sama memiliki peran penting dalam pengembangan ekonomi suatu wilayah. Kabupaten Pati dengan visi misi jangka panjangnya, 2005-2025, yaitu “Bumi Mina Tani Sejahtera” mempunyai makna memanfaatkan potensi sumber daya alam dan keragaman hayati yang terkandung dalam wilayah Kabupaten Pati semaksimal mungkin dengan tetap menjaga kelestarian alamnya. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh keberadaan sumber daya alam
yang melimpah membuat Kabupaten Pati merupakan daerah prospektif bagi pengembangan investasi pada bidang pertanian. Namun daya saing terhadap wilayah sekitar akan potensi sumber daya alam sangatlah tinggi oleh karena itu dibutuhkan peningkatan kemampuan teknis baik dari masyarakatnya maupun peningkatan pengelolaan serta inovasi baru dari pemerintah. Berdasarkan masalah tersebut, Friedmann dan Douglas (1975) menawarkan konsep kawasan agropolitan sebagai solusi atas permasalahan kesenjangan antara perdesaan dan perkotaan. Sesuai dengan karakteristik masyarakat di Kabupaten Pati yang berbasis agraris, pemanfaatan sumber daya alam yang didukung dengan pengembangan kekuatan pasar berbasis pertanian serta kemudahan pendistribusian hasil produksi tersebut dapat membantu mewujudkan kawasan agropolitan agar nantinya desa-desa yang tertinggal dapat memanfaatkan kondisi fisik dasarnya untuk terus maju serta memiliki ekonomi utama berupa agribisnis. Sebelum menerapkan konsep tersebut, perlu ditinjau kesiapan suatu wilayah agar nantinya penerapan konsep yang ada tidak salah sasaran dan diharapkan dapat membawa perubahan ke arah yang lebih baik.
98.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Kerangka Berpikir Pertanian Horkikultura Pertanian Pangan Ketimpangan Daerah Perkotaan dan Perdesaan
Potensi SDA yang melimpah Pengembangan Kawasan Agropolitan
Perikanan
Perternakan
Kesiapan Kabupaten Pati
Fisik Dasar
Kependudukan
Penggunaan Lahan
Tanaman Perkebunan
Sarana dan Prasarana
Komoditas Unggulan
Hasil dan Temuan
Input Proses
Analisis SWOT
Output Kesimpulan dan Rekomendasi
Metode Penelitian Metode Kesesuaian Lahan
Metode Overlay Peta
Metode kesesuaian lahan digunakan dalam melihat kondisi lahan mana yang cocok digunakan untuk kegiatan tertentu. Dalam hal ini, indicator dan klasifikasi kesesuaian lahan mengikuti SK Mentan No. 837/Kpts/ Um/11/1980 tentang kesesuaian lahan.
Metode ini digunakan pada saat melihat potensi sumber daya alam yang ada di Kabupaten Pati melalui proses tumpeng tindih beberapa peta sesuai dengan kriteria kesesuaian lahan suatu sub-kategori mulai dari tanaman pangan hingga perikanan.
Metode LQ
Metode SWOT
Metode LQ digunakan untuk melihat komoditas basis atau unggulan dari sektor pertanian di Kabupaten Pati. Hal tersebut bertujuan untuk melihat kesiapan produksi dari Kabupaten Pati karena untuk menjadi kawasan agropolitan mengartikan bahwa Kabupaten Pati mempunyai potensi sumber daya alam yang dapat memproduksi secara masif untuk dapat memenuhi kebutuhan baik Kabupaten Pati maupun wilayah lainnya melalui kegiatan ekspor.
Metode SWOT digunakan untuk melihat prospek pengembangan kawasan agropolitan di Kabupaten Pati berdasarkan faktor internal yang dimiliki seperti kekuatan dan juga kelemanah serta faktor eksternal yang dihadapi seperti peluang dan juga ancaman dari berbagai aspek. Penjabaran SWOT ini kemudian menggunakan metode IFAS dan EFAS guna melihat posisi pengembangan kawasan agropolitan di Kabupaten Pati dalam kuadran SWOT.
Isu Strategis
99.
Review Literatur
Review Dokumen
Friedmann dan Douglass (1975) dalam teorinya menyebutkan bahwa konsep agropolitan dirasa cocok untuk diterapkan pada negara-negara di Asia karena kebanyakan negara di Asia masih berbasis agraris sebagaimana yang terjadi di Indonesia. Menurut Sutawi (2002) sistem agribisnis mencakup 5 sub-sistem, yaitu: 1) sub sistem agribisnis hulu, yaitu industri yang menghasilkan barang-barang modal bagi pertanian; 2) sub sistem usaha tani (on farm agribusiness), yaitu kegiatan yang menggunakan barang modal dan sumber daya alam untuk menghasilkan komoditas primer; 3) Sub sistem pengolahan (down stream agrobusiness), yaitu industri yang mengolah komoditas primer menjadi produk olahan baik menjadi produk antara maupun produk akhir; 4) Sub sistem pemasaran, yaitu kegiatankegiatan untuk memperlancar pemasaran komoditas pertanian baik segar maupun olahan; 5) Sub sistem jasa yang menyediakan jasa bagi sub sistem agribisnis hulu, sub sistem usaha tani dan sub sistem agribisnis hilir.
Menurut Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Tata Ruang, pengertian dari kawasan agropolitan sendiri didefinisikan sebagai kawasan yang terdiri dari satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam yang ditujukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan berupa sistem permukiman dan sistem agribisnis. Dalam penerapan konsep agropolitan dihadapkan kepada beberapa persyaratan berdasarkan pedoman umum pengembangan kawasan agropolitan yang dikeluarkan oleh Kementrian Pertanian melalui Peraturan Menteri Pertanian No. 50 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian:
Dalam penerapannya, menurut Basuki (2012), pengembangan kawasan agropolitan didasari oleh beberapa hal, yaitu:
Aspek Manajemen a. Tersusunnya Master Plan dan Rencana pengembangan kawasan pertanian di daerah b. Adanya kerja sama lintas sectoral pengembangan kawasan pertanian di daerah
Aksi dalam
a. Kondisi fisik dasar
c. Adanya alokasi anggaran non APBN Kementan yang mendukung pengembangan kawasan pertanian secara berkelanjutan (multy years)
b. Tata guna dan kesesuaian lahan
Aspek Teknis
c. Komoditas unggulan d. Kesesuaian agribisnis e. Kependudukan f. Ekonomi g. Fungsi kawasan serta sarana dan prasarana
a. Meningkatnya produksi, produktivitas, dan mutu komoditas unggulan yang dikembangkan b. Meningkatnya aktivitas pasca panen dan kualitas produk c. Meningkatnya aktivitas pengolahan dan nilai tambah produk d. Meningkatnya jaringan pemasaran komoditas e. Meningkatnya pendapatan pelaku usaha komoditas f. Meningkatnya penyerapan kesempatan berusaha
tenaga
kerja
dan
g. Meningkatnya aksesibilitas terhadap sumber pembiayaan, pasar input dan output, teknologi dan informasi.
100.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Hasil Temuan Kondisi sistem agribisnis saat ini di Kabupaten Pati masih terfokus pada on-farm sistem dimana para petani menggunakan sumber daya alam yang ada untuk menghasilkan komoditas primer dan biasanya langsung dijual segar tanpa adanya proses pengolahan dahulu. Nilai jual komoditas segar lebih murah dibandingkan yang sudah diolah. Oleh karena itu perencanaan kawasan agropolitan dapat ditekankan pada pengembangan subsistem agribisnis selain on-farm agar dapat meningkatkan nilai jual produksi serta pendapatan bagi para petani dan daerah itu sendiri.
Berdasarkan tinjauan teori dan peraturan yang telah dilakukan lalu dirumuskan variabel persyaratan pengembangan kawasan agropolitan. Kemudian variabel tersebut diuji keakuratannya sesuai dengan data dan kondisi yang ada. Variabel tersebut adalah sebagai berikut: a. Kondisi fisik dasar b. Lapangan kerja penduduk c. Kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Wilayah d. Sarana dan Prasarana penunjang
Kondisi Fisik Dasar Kabupaten Pati Kesiapan fisik dasar wilayah dalam penerapan konsep agropolitan salah satunya dapat dinilai berdasarkan kesesuaian lahan terhadap penggunaan lahannya. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui nilai daya dukung lahan terhadap penggunaan lahannya. Sesuai dengan SK Mentan No. 837 tahun 1980 tentang kesesuaian lahan. Berdasarkan analisis kesesuaian lahan tersebut lalu diperoleh bahwa kondisi fisik di Kabupaten Pati terdiri dari kawasan lindung, penyangga, dan budidaya.
Peta Kesesuaian Lahan Rencana Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Yang kemudian peta kesesuaian lahan tersebut dioverlay dengan kriteria penggunaan lahan untuk pertanian, perternakan, dan perikanan guna mengetahui seberapa besar potensi sumber daya alam yang dimiliki oleh Kabupaten Pati jika lahannya dimanfaatkan untuk kegiatan agropolitan. Yang dimaksud dengan penggunaan lahan untuk pertanian meliputi pertanian tanaman pangan, tanaman horikultura, dan perkebunan. Dan diketahui bahwa Kabupaten Pati memiliki potensi sumber daya alam yang besar.
Peta Aktiva Pertanian Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Isu Strategis
Peta Aktiva Perikanan Rencana Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Peta Aktiva Perternakan Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Berdasarkan penggunaan lahannya diketahui sudah banyak penggunaan lahan untuk kegiatan agropolitan seperti pertanian, perikanan, dan perternakan tetapi belum secara maksimal. Jika potensi yang ada dimanfaatkan secara maksimal, hal tersebut dapat membantu meningkatkan perekonomian daerah terbukti berdasarkan perhitungan NSDA yang telah dilakukan. Dari sub-kategori pertanian tanaman pangan saja jika cadangan yang ada dimaksimalkan secara optimal maka dapat membantu meningkatkan kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Pati sebesar 0,04% belum lagi ditambah dengan sub-kategori lainnya.
Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
101.
102.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
191192 105392
13118
84758
110066
148415
121690
140024
50000
102154
100000
93137
100755
150000
91227
200000
178428
250000
198608
Lokasi dari Kabupaten Pati yang berada di sepanjang Pantai Utara serta 70% luas lahan di Kabupaten Pati berupa lahan pertanian membuat banyak masyarakatnya bergantung kepada sektor primer dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya serta membangun karakteristik masyarakatnya berbasis agraris. Hal tersebut dapat dibuktikan melalui jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian menurut lapangan kerja.
168313
Penduduk Berdasarkan Lapangan Kerja
0 Pertanian
Industri Pengolahan 2016
Perdagangan 2017
Jasa Kemasyarakatan
Lainnya
2018
Grafik Jumlah Penduduk Usia Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan di Kabupaten Pati Tahun 2016–2018 Sumber: Kabupaten Pati dalam Angka dan Hasil Olah Kelompok 3
Kontribusi Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Wilayah Berdasarkan data yang didapat dari laporan PDRB Kabupaten Pati, struktur ekonomi di Kabupaten Pati didominasi oleh sektor industri pengolahan, pertanian, dan perdagangan walaupun mengalami fluktuatif dari tahun ke tahun. Dengan pengelolaan potensi sumber daya alam yang maksimal, dapat turut serta meningkatkan perekonomian Kabupaten Pati melalui peningkatan kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Pati. 100,00% 90,00% 80,00% 70,00%
7,76%
7,78%
7,87%
8,02%
8,05%
60,00%
14,98%
14,77%
14,86%
15,08%
15,32%
24,97%
25,36%
25,00%
24,24%
23,71%
27,31%
26,97%
26,77%
26,58%
26,25%
2014
2015
2016
2017
2018
Sektor pertanian meliputi sub-kategori tanaman pangan, tanaman horkultura, tanaman perkebunan, perternakan, jasa pertanian dan perburuan, kehutanan dan penebangan kayu, dan perikanan. Berdasarkan hasil studi pengembangan kawasan agropolitan yang dikaji oleh Bappeda Kabupaten Pati, komoditas unggulan di Kabupaten Pati meliputi jeruk besar, kelapa kopyor, kapuk, dan tebu. Terlepas dari keempat komoditas unggulan tersebut, komoditas kacang tanah juga mempunyai skala usaha yang besar hingga internasional dengan adanya Kacang Dua Kelinci serta Kacang Garuda di Kabupaten Pati. Maka dari itu, hasil produksi kelima komoditas tersebut dari tahun ke tahunnya sebagai berikut:
50,00% 40,00% 30,00% 20,00% 10,00% 0,00%
Industri Pengolahan
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Perdagangan dan Reparasi Kendaraan
Konstruksi
Jasa Pendidikan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Pemerintahan, Pertahanan, dan Jamsos
Transportasi dan Pergudangan
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Jasa Lainnya
Pertambangan dan Penggalian
Real Estate
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa Perusahaan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah
Grafik Struktur Ekonomi Sumber: BPS Kabupaten Pati
Grafik Jumlah Produksi Komoditas Unggulan (ku) Sumber: BPS Kabupaten Pati dan Hasil Olah Penulis
Isu Strategis
Komoditas
Hasil produksi (ku)
Luas Panen (ha)
Produktivitas (ku/ha)
Perkiraan Valuasi Moneter (Rupiah)
Kontribusi Terhadap PDRB Kab. Pati (%)
Kontribusi Terhadap PDRB Sektor Pertanian (%)
Jeruk Besar
99.578
193,94*
513
11.924.875.761
0,00000041
0,00000172
Kelapa Kopyor
105.951,36**
391,92
270
35.317.080.000.000
0.0012
0.0051
Kapuk
34.205, 63
11.605
2.9
17.444.871.300.000
0.0006
0.0025
Tebu
496.866
10.341
48
546.553.469.000.000
0.0187
0.0789
103.
Kacang Tanah 34.330 2.603 13,18 25.747.500.000 0,00000008 0.00000372 *Asumsi bahwa jeruk besar di Kabupaten Pati setahun panen dua kali dengan data luas tanam dari BPS seluas 96,97 ha **Asumsi berat rata-rata 1 butir kelapa kopyor adalah 1,2 kg berdasarkan litbang.pertanian.go.id Tabel Jumlah Produksi Komoditas Unggulan Sumber: Hasil Olah Penulis
Sebagai komoditas unggulan mengartikan bahwa produksi komoditas-komoditas tersebut mampu memenuhi kebutuhan wilayah Kabupaten Pati dan wilayah sekitarnya melalui proses ekspor barang. Dengan produksi yang selalu meningkat serta banyak diharapkan ketersediaan komoditas tersebut selalu melebihi kebutuhan yang ada agar dapat diekspor dan dapat meningkatkan nilai konsumsi terhadap komoditas tersebut maupun komoditas lainnya.
Komoditas Kelapa kopyor dan jeruk besar merupakan komoditas unik karena hanya diproduksi di Kabupaten Pati serta dalam pemasarannya pun dijual dalam bentuk buah segar tanpa pengolahan terlebih dahulu. Hal tersebut berbeda dengan komoditas tebu, kapuk, dan kacang tanah dimana biasa dijual berupa gula tebu, minyak atsiri, serta kacang kemasan. Dengan adanya pengolahan sebelum dijual memberikan nilai tambah terhadap penjualan karena harga jual yang diberikan lebih mahal dibandingkan penjualan dalam bentuk buah segar.
Terdapat Sarana dan Prasarana Penunjang Kehadiran sarana dan prasarana penunjang kegiatan agrobisnis sangatlah krusial karena jika tidak adanya sarana dan prasarana yang baik dapat menghambat kegiatan yang ada serta dapat merugikan Kabupaten Pati itu sendiri karena tidak optimalnya pengelolaan potensi sumber daya alam yang ada. Dalam hal ini, sarana dan prasarana penunjang meliputi irigasi untuk pengairan lahan pertanian, jaringan jalan untuk proses distribusi, serta pasar untuk proses pemasaran. Selain sarana dan prasarana tersebut, dibutuhkan juga sarana perindustrian guna membantu mengolah produk panen agar nilai tambah jualnya lebih tinggi.
Irigasi Penggunaan lahan pertanian di Kabupaten Pati terbagi menjadi lahan sawah irigasi, sawah tadah hujan, pasang surut, dan rawa lebak. Penyebaran irigasi dilakukan melalui bangunan seperti bendungaan dari mata air berupa sungai yang ada. Sebagai contohnya terdapat empat mata air yang terdapat di Kecamatan Sukolilo dan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari serta masyarakat memanfaatkan melalui jaringan pipa yang kemudian didistribusikan ke masing-masing rumah langsung mengalirkan menuju sawah penduduk dan terdapat pintu air yang berguna untuk mengatur debit air yang masuk.
Namun permasalahan yang hadir yaitu adanya kekeringan. Karena penduduk masih bergantung kepada irigasi, saat kemarau tiba kemungkinan terjadi kekeringan semakin tinggi dan dapat berdampak terhadap gagal panen. Oleh karena itu diharuskannya pengoptimalan bangunan bendungan serta embung-embung yang berfungsi sebagai wadah air sementara sebelum ke sawah penduduk. Daerah irigasi yang dilayani oleh bangunan bendung yang ada di Kabupaten Pati berjumlah 440 saluran irigasi dan sejumlah area tadah hujan yang tersebar merata di 21 kecamatan. Area irigasi yang ada di Kabupaten Pati terdiri dari: • Sawah irigasi teknis: 26.374,605 Ha • Sawah irigasi semi-teknis: 7.699,068 Ha • Sawah irigasi sederhana: 5.482,382 Ha • Sawah irigasi desa: 1.003,780 Ha • Sawah tadah hujan: 18.222,529 Ha
104.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Jaringan Jalan Adanya kawasan agropolitan yang saling terintegrasi berarti adanya proses distribusi dari satu titik ke titik lain. Harga dari suatu komoditas bergantung dengan proses distribusi tersebut. Sedangkan proses distribusi tersebut dapat berjalan lancar jika jaringan jalan yang menghubungkan satu ke titik lainnya dalam kondisi baik. Indikator dari baik adalah berdasarkan tingkat aksesibilitas, konektivitas, serta mobilitasnya. Dan termasuk kesesuaian lebar jalan karena terdapat beberapa titik dimana petani merasa kesulitan mengangkut hasil panen karena jalan yang sulit dilewati kendaraan bermotor.
Pasar Grosir Tradisional
Pasar Grosir Modern
Pasar Daerah
Sukolilo
3
0
1
Kayen
0
0
0
Kecamatan
Tambakromo
0
0
1
Winong
1
0
0
Pucakwangi
1
1
0
Jaken
0
0
0
Batangan
1
0
0
Juwana
2
0
0
Jakenan
0
0
1
Pati
1
1
1
Gabus
2
0
0
Sarana Pasar
Margorejo
0
0
0
Sarana pasar juga tidak kalah penting perannya dalam konsep agropolitan. Sarana pasar berfungsi sebagai medium pemasaran hasil panen, dan untuk memenuhi kebutuhan tersebut Kabupaten Pati telah memiliki total 14 Pasar Grosir Tradisional, 2 Pasar Grosir Modern, dan 6 Pasar Daerah dan telah menjangkau wilayah Kabupaten Pati secara keseluruhan.
Gembong
0
0
0
Tlogowungu
1
0
0
Wedarijaksa
0
0
1
Trangkil
0
0
0
Margoyoso
1
0
0
Gunungwungkal
0
0
0
Cluwak
0
0
0
Tayu
1
0
1
Dukuhseti
0
0
0
Total
14
2
6
Tabel Sarana Perniagaan Kabupaten Pati Sumber: Dinas PUTR Kabupaten Pati Sarana Kesehatan Kecamatan
Peta Persebaran Sarana Pasar Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Jumlah Penduduk 2038
80.000 Pasar Tradisional SNI
Eksisting
Sukolilo
111.069
1
3
0
Kayen
82.784
1
0
-1
Tambakromo
55.511
1
0
-1
Winong
52.201
1
1
0
Puncakwangi
43.670
1
1
0
Jaken
44.611
1
0
-1
Batangan
50.376
1
1
0
Juwana
116.317
1
2
0
Jakenan
42.593
1
0
-1
Pati
120.896
2
1
-1
Gabus
54.879
1
2
0
Margorejo
85.015
1
0
-1
Gembong
52.498
1
0
-1
Tlogowungu
56.308
1
1
0
Wedarijaksa
69.865
1
0
-1
Trangkil
69.522
1
0
-1
Margoyoso
83.374
1
1
-0
Gunungwungkal
39.448
0
0
-0
Cluwak
47.235
1
0
-1
Tayu
68.223
1
1
0
Dukuhseti
62.164
1
0
-1
1.408.559
21
14
-11
Total
Kurang
Tabel Proyeksi Sarana Perniagaan Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Isu Strategis
105.
Agar penerapan kawasan agropolitan tidak mengalami hambatan dalam proses pemasarannya, diperlukan perhitungan proyeksi kebutuhan sarana perniagaan khususnya pasar tradisional. Berdasarkan Peraturan Bupati Pati No. 4 Tahun 2018 Tentang Pengembangan Kawasan Agropolitan di Kabupaten Pati, lokasi pengembangan kawasan agropolitan dibagi menjadi dua Kota Tani Utama yang meliputi Kota Tani Utama Gembong dan Kota Tani Utama Kayen. Kota tani utama tersebut berfungsi sebagai pusat pemasaran produk yang diterima dari kota tani. Dimana kota tani pun menghimpun beberapa KSP (Kawasan Sentra Produksi) dari masing-masing komoditas dengan alur sebagaimana tertera di samping.
Analisis SWOT Guna memperkirakan prospek penerapan konsep agropolitan di Kabupaten Pati, maka dilakukan analisis SWOT melalui perumusan faktor kekuatan sebagai faktor internal yang mendorong keberhasilan mencapai tujuan, factor kelemahan sebagai kondisi yang menghamat keberhasilan tujuan, factor peluang sebagai kondisi eksternal yang dapat mendorong terjadinya tujuran, serta factor ancaman sebagai kondisi eksternal yang menghamat keberhasilan tercapainya tujuan suatu wilayah.
Perumusan factor tersebut kemudian diberi bobot kemudian ditelaah melalui proses IFAS (Internal Strategic Factors Analysis Summary) dan EFAS (External Strategic Factors Analysis Summary) guna mengetahui posisi kedudukan dalam kuadran SWOT yang befungsi untuk menentukan kebijakan selanjutnya dalam pengembangan konsep agropolitan.
Matriks SWOT Kekuatan Terdapat berbagai jenis komoditas yang dapat dikembangkan serta adanya komoditas unggulan Tersedianya sarana dan pasarana penunjang seperti pasar sebagai medium pemasaran serta embrio pengembangan kegiatan agribisnis Kondisi fisik dasar yang mendukung untuk kegiatan berbasis agraris serta luas lahan aktiva sumber daya alam yang melimpah
Peluang Permintaan pasar dalam dan luar negeri akan komoditas tertentu
Kelemahan Harga turun pada saat panen serta masih terfokus pada sistem budidaya on-farm
Ancaman Daya saing Kabupaten Pati terhadap wilayah di sekitarnya masih rendah
Dukungan serta kemauan pemerintah dalam mengelola sumber daya yang kemudian tertuang dalam tujuan jangka panjang Kabupaten Pati.
Kelompok usaha tani belum berjalan maksimal sehingga p e n g e l o l a a n masih dilakukan perseorangan
Kesamaan produk pertanian dengan wilayah yang b e r d e k a t a n . Contohnya Kabupaten Kudus
Masih banyak infrastruktur yang terbatas dan kurang sesuai sehingga menghambat kegiatan produksi hingga pemasarn
Produksi bergantung kepada musim sehingga pada saat musim kemarau dapat mengakibatkan gagal panen bahkan hingga tidak bertani
Tabel Matriks SWOT Sumber: Hasil Olah Penulis
106.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Matriks IFAS No 1 2 3 4
1 2 3
Faktor Internal Adanya komoditas Unggulan Tersedia pasar Potensi sumber daya alam Adanya sarana dan prasarana Total kekuatan
Skor Kekuatan
Bobot
Skor x bobot
0,3
4
1,2
0,1
3
0,3
0,3
5
1,5
0,3
3
0,9
1 Kelemahan
Harga turun saat 0,4 panen Pengelolaan 0,2 kelompok tani Infrastruktur yang 0,4 terbatas Total kelemahan 1 Selisih total kekuatan dan kelemahan
3,9 3
1,2
2
0,4
4
1,6 3,2 0,7
Peta Persebaran Sarana Pasar Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Matriks EFAS No 1 2 3 4
1 2 3
Faktor Internal Skala usaha penjualan Tersedia pasar Potensi sumber daya alam Sarana dan prasarana memadai Total kekuatan
Skor Kekuatan
Bobot
Skor x bobot
0,3
4
1,2
0,1
3
0,3
0,3
5
1,5
0,3
3
0,9
1 Kelemahan
Harga turun saat 0,4 panen Pengelolaan 0,2 kelompok tani Infrastruktur yang 0,4 terbatas Total kelemahan 1 Selisih total kekuatan dan kelemahan
3,9 3
1,2
2
0,4
3
1,2
Peta Persebaran Sarana Pasar Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
2,8 1,1
Isu Strategis
107.
Analisis Matriks IFAS dan EFAS Berdasarkan penilaian dari baik matriks IFAS maupun EFAS, maka dihitung nilai dari keduanya sehingga diketahui posisinya dalam kuadran SWOT sebagai berikut:
X = Potensi + Masalah X = 3,9 + (−3,2) X = 0,7
Y = Peluang + Ancaman Y = 3,5 + (−3,75) Y = −0,25
Gambar Matriks Strategi Analisis IFAS dan EFAS Sumber: Buku Penelitian Metode Survei
Setelah dicocokan dengan kuadran SWOT tersebut lalu diketahui bahwa pengembangan kawasan agropolitan berada di kuadran ke-2 yaitu kuadran pertumbuhan yang terdiri dari dua ruang, yaitu: a. Ruang C dengan agresif maintenance strategy yaitu melaksanakan pengembangan secara aktif dan agresif b. Ruang D dengan selective maintenance strategy yaitu pemilihan hal-hal yang dianggap penting
Berdasarkan dari data tersebut kemudian dapat diketahui strategi selanjutnya apa yang harus dilakukan untuk menguatkan prospek pengembangan kawasan agropolitan. Selain itu yang dapat diketahui pula adalah posisi prospek pengembangan kawasan agropolitan apakah sudah siap ataupun belum untuk perwujudannya.
Kesimpulan Komoditas unggulan yang dimiliki oleh Kabupaten Pati yaitu jeruk besar, kelapa kopyor, kapuk, tebu, dan kacang tanah dengan skala penjualan lokal hingga internasional. Kelima komoditas unggulan ini mempunyai nilai produksi yang tinggi sehingga dapat memenuhi kebutuhan Kabupaten Pati hingga luar wilayahnya.
Dan diharapkan dapat membantu meningkatkan nilai konsumsi komoditas baik komoditas tersebut maupun komoditas yang lain. Secara garis besar dan berdasarkan analisis yang telah dilakukan, Kabupaten Pati sudah siap dalam penerapan konsep agropolitan sebagai upaya penanggulangan kesenjangan antara kawasan perdesaan dan perkotaan sebagaimana tertera dalam tabel berikut:
No
Indikator
Kesiapan
1
Kondisi fisik dasar Kabupaten Pati memungkinkan untuk pengembangan konsep agropolitan
Siap
2
3
4
Sebagian besar masyarakat setempat bekerja dalam sektor pertanian Sektor pertanian memiliki kontribusi banyak terhadap perekonomian Kabupaten Pati
Terdapat sarana dan prasarana penunjang kegiatan agrobisnis
Siap
Siap
Siap dengan catatan
Bukti Peta aktiva sumber daya pertanian tanaman pangan, pertanian horikultura, perkebunan, perternakan, dan perikanan. Serta 70% penggunaan lahan saat ini merupakan lahan pertanian. Jumlah penduduk berdasarkan lapangan kerja dan karakteristik penduduk yang bersifat agraris. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB serta komoditas unggulan yang terdapat di Kabupaten Pati. Tersedianya sarana dan prasarana penunjang seperti jaringan irigasi, jaringan jalan, dan pasar. Namun masih butuh pembangunan lebih lanjut guna membenahi sarana dan prasarana saat ini agar kegiatan agribisnis dapat optimal.
Tabel Kesiapan Pengembangan Kawasan Agropolitan di Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Penulis
108.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Rekomendasi Konsep agropolitan tidak dapat hanya diwujudkan oleh satu pihak, dibutuhkan partisipasi dari berbagai pihak. Dalam hal ini pemerintah tidak hanya berperan sebagai perancang dan fasilitator, tetapi juga harus membantu memberdayakan masyarakatnya untuk dapat berinovasi baik dari proses produksi maupun hingga proses pemasaran. Serta pengadaan dan perencanaannya pun harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat dengan mendengarkan langsung kebutuhan dari mereka agar perencanaan yang ada tidak salah sasaran. Eksternal
Peluang
Ancaman
Sebelum penerapan, dibutuhkan pelatihan dengan pendekatan yang menarik tidak hanya berupa pemaparan materi tetapi bisa berupa diskusi grup melalui pemetaan bersama-sama, praktek secara langsung, ataupun lainnya. Hal tersebut bertujuan agar masyarakat tertarik serta merasa dilibatkan secara langsung dan meningkatkan rasa kepemilikan akan adanya penerapan konsep tersebut. Selain itu, pemertajaman strategi dapat dilakukan sebagai berikut sesuai dengan matriks analisis pengembangan kawasan agropolitan: Internal
S Meningkatkan produksi serta memunculkan komoditas unggulan baru yang memiliki skala penjualan dalam dan luar negeri melalui Adanya kelompok tani yang dapat menghimpun petani agar dapat berkoodrniasi dengan asosisasi lain yang saling menguntungkan Kesadaran dan partisipasi pemerintah dalam mengoptimalkan pengelolaan potensi sumber daya alam yang ada melalui kebijakan serta tujuan Kabupaten Pati jangka panjang Sarana dan prasarana yang memadai serta strategi dan inovasi membantu meningkatkan daya saing dengan wilayah sekitar yang memiliki komoditas unggulan yang sama Dengan sumber daya alam yang melimpah dibutuhkannya peningkatan pengelolaan sumber daya tersebut agar daya saing wilayahnya semakin tinggi dan tidak kalah
W Meningkatkan strategi pengelolaan pemasaran agar harga jual tidak turun pada saat panen raya Pengelolaan sistem kelompok tani sebagai asosiasi kelembangaan guna mempermudah kegiatan agribisnis Dibutuhkannya pendekatan secara partisipatory serta partisipasi masyarakat langsung dalam merencanakan kawasan agropolitan agar perencanaan tidak salah sasaran Diperlukannya perbaikan serta pemenuhan kebutuhan sarana prasarana penunjang agar tidak menghampat keberlangsungan kegiatan agribisnis Pengelolaan akan sumber daya yang baik dapat mencegah harga turun secara drastis pada saat musim panen
Tabel Strategi Pengembangan Kawasan Agopolitan Berdasarkan Analisis SWOT Sumber: Hasil Olah Penulis
Isu Strategis
109.
Daftar Pustaka Pemerintah Kabupaten Pati. Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Agropolitan Kabupaten Pati. Kabupaten Pati: Bappeda Kabupaten Pati, 2004. Suryanto, Bambang Trihartanto dan Wiwandari Handayani. “Pengembangan Kawasan Agropolitan di Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta”. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol. 25, No. 3 (Desember 2014): 243-261. Diakses melalui http://journals.itb.ac.id/index.php/jpwk/article/download/1290/824 Kementrian Pertanian. Pedoman Umum Pengembangan Kawasan Agropolitan. Jakarta: Kementrian Pertanian, 2012. Basuki, Agus Tri. “Pengembangan Kawasan Agropolitan”. Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 13, No. 1 (April 2012): hlm.53-71. Diakses melalui https://media.neliti.com/media/publications/78395-ID-pengembangankawasan-agropolitan.pdf
110.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Galuh Purnamaningrum | 46385
Pengembangan Kawasan Minapolitan Kabupaten Pati
Latar Belakang Kabupaten Pati merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang memiliki potensi perikanan yang besar terutama di Kecamatan Juwana. Potensi ini akan menjadi sesuatu yang menguntungkan apabila dikelola dengan baik. Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep.32/Men/2010 tentang Penetapan Kawasan Minapolitan dan Surat Keputusan Bupati Pati Nomor : 532/1867/2010 tentang Penetapan Kecamatan Juwana sebagai kawasan minapolitan di Kabupaten Pati, maka kawasan yang dipilih sebagai area pengembangan kawasan Minapolitan adalah kecamatan Juwana Berdasarkan Peraturan Menteri No. 12 Tahun 2010 tentang Minapolitan, definisi Minapolitan adalah konsepsi pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan berbasis kawasan berdasarkan prinsip-prinsip terintegrasi,
efisiensi, berkualitas dan percepatan. Kawasan Minapolitan adalah suatu bagian wilayah yang mempunyai fungi utama ekonomi yang terdiri dari sentra produksi, pengolahan, pemasaran komoditas perikanan, pelayanan jasa, dan/atau kegiatan pendukung lainnya. Dengan potensi perikanannya yang besar dibutuhkan perencanaan kawasan Minapolitan yang matang karena akan sangat berdampak tidak hanya bagi Kecamatan Juwana namun juga akan meluas ke seluruh Kabupaten apabila tidak direncanakan dengan baik. Dengan potensi yang besar dan perencanaan minapolitan yang matang, diharapkan Kabupaten Pati dapat menngkatkan produksi, produktivitas komoditas perikanan budidaya dan tangkap serta produk olahan hasil perikanan yang terintegrasi.
Isu Strategis
Pemilihan Lokasi
Kerangka Berpikir
Pemilihan lokasi kawasan Minapolitan Kabupaten Pati jatuh kepada Kecamatan Juwana. Kecamatan Juwana dipilih karena menjadi salah satu kecamatan yang memberikan kontribusi perekonomian yang cukup besar. Secara geografis, wilayah kecamatan Juwana dibatasi oleh :
Isu Strategis
Studi Literatur
Kondisi Eksisting
Analisis SWOT
•
Utara
: Laut Jawa
•
Timur
: Kecamatan Batangan
•
Selatan
: Kecamatan Jakenan
•
Barat : Kecamatan Wedarijaksa
Pati
dan
Kecamatan
Kecamatan Juwana yang memiliki ketinggian 1-5 m diatas permukaan air laut dinilai tidak memiliki masalah dalam hal aksesibilitas antara Kecamatan Juwana dengan kecamatan lain di Kabupaten Pati maupun di Kabupaten sekitarnya. Selain itu, alasan mengapa Kecamatan Juwana dipilih sebagai lokasi pengembangan kawasan Minapolitan adalah penggunaan lahannya. Sebanyak 55,04% lahan di Kecamatan Juwana adalah tambak.
Kesimpulan dan Saran
Pembahasan Kondisi Administratif Kabupaten Pati memiliki tujuh kecamatan pesisir yaitu Kecamatan Dukuhseti, Kecamatan Tayu, Kecamatan Margoyoso, Kecamatan Trangkil, Kecamatan Wedarijaksa, Kecamatan Juwana, dan Kecamatan Batangan yang memiliki total luas 37.943 Ha yang menempati sekitar 25% luas Kabupaten.
Luas Wilayah Kecamatan Pesisir Kabupaten Pati Kecamatan Dukuhseti Tayu Margoyoso Trangkil Wedarijaksa Juwana Batangan Jumlah Luas Kabupaten Pati
111.
Luas (Ha) 8.159 4.759 5.997
Persentase (%) 5,43 3,16 3,99
4.284 4.085 5.593 5.066 37.943 150.368
2,85 2,72 3,72 3,37 25,23 100
Tabel Luas WIlayah Kecamatan Pesisir Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Penulis
Batas Wilayah Kabupaten Pati Utara : Laut Jawa Timur : Kabupaten Rembang dan Laut Jawa Selatan : Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Blora Barat : Kabupaten Kudus dan Kabupaten Jepara
Diagram Penggunaan Lahan Kecamatan Juwana Sumber: Hasil Olah Penulis
112.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Kondisi Masyarakat Kecamatan Juwana
Kondisi Perikanan
Kecamatan Juwana memiliki 97,249 penduduk yang terdiri dari 48,025 penduduk laki laki dan 49,224 penduduk perempuan. Kecamatan Juwana memiliki kepadatan penduduk sebanyak 869 jiwa/km2. Meskipun Kecamatan Juwana berada di daerah pesisir Kabupaten Pati, hal tersebut tidak mempengaruhi keadaan pendidikan dan kesehatan Kecamatan Juwana. Hal ini dapat dilihat dari data dari BPS Kabupaten Pati yang menyatakan bahwa di Kecamatn Juwana sekolah sudah terdistribusi ke seluruh desa. Kecamatan Juwana memiliki sarana pendidikan yang cukup lengkap mulai dari TK, SD, SMP, dan SMA. Selain sarana pendidikan, Kecamatan Juwana juga memiliki sarana kesehatan yang cukup lengkap, dengan mamiliki rumah sakit dan juga sarana kesehatan lainnya.
Kecamatan Juwana merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Pati yang memiliki produksi perikanan yang cukup besar dalam satu tahun serta memiliki sarana yang mendukung kegiatan di bidang perikanan.
Tabel Produksi ikan di TPI Kecamatan Juwana selama satu tahun 2018 Sumber: Hasil Olah Penulis
Tabel Jenis dan Jumlah Sarana Keseahatan Kecamatan Juwana Sumber: Hasil Olah Penulis
Tabel Jumlah Sekolah Kecamatan Juwana Sumber: Hasil Olah Penulis Tabel Sarana Pendukung Kecamatan Juwana Sumber: Hasil Olah Penulis
Isu Strategis
113.
Hasil dan Temuan
Strategi
Analisis SWOT Kawasan Minapolitan Kabupaten Pati
Strategi SO (Streght-Opportunity)
Strenght (Kekuatan)
Strategi untuk menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang yang bisa dilakukan adalah :
•
Sarana yang memadai guna mendukung kegiatan perikanan yang ada di Kabupaten Pati
•
Produksi ikan dengan jumlah banyak dan menjadi salah satu kecamatan dengan produksi ikan tertinggi di Kabupaten Pati
Weakness •
•
Strategi ST (Strength-Thread)
Karena air yang bermuara di laut berasal dari sungai, maka kualitas sungai juga akan mempengaruhi kualitas laut di Kabupaten Pati. Banyaknya sampah seperti sampah plastik membuat kualitas air laut juga menurun. Selain itu, penebangan hutan bakau yang selanjutnya dijadikan tambak udang maupun bandeng menyebabkan terjadinya abrasi di sekitar wilayah pesisir
Strategi yang bisa dilakukan untuk menggunakan kekuatan supaya mengatasi ancaman adalah :
Belum terbentuknya sistem kelembagaan yang baik untuk mengatur kegiatan perikanan dan pengolahan hasil laut di Kecamatan Juwana yang dapat membantu majunya kawasan Minapolitan Bandeng Juwana telah memiliki nama yang besar baik di Jawa tengah maupun Pulau Jawa pada umumnya. Branding ‘Bandeng Juwana’ bisa mengangkat nama Kecamatan Juwana sehingga bisa menarik banyak investor untuk berinvestasi di Kecamatan Juwana sebagai Kawasan Minapolitan
Thread •
•
b. Mengambil pasar luar Pulau Jawa untuk mengenalkan masyarakat lebih lanjut tentang perikanan di Kecamatan Juwana terutama Bandeng
Menurunnya kualitas lingkungan di daerah pesisir
Opportunity •
a. Meningkatkan produksi perikanan baik ikan dalam keadaan yang fresh maupun hasil ikan olehan berupa ikan presto, asap, maupun yang lainnya
Impor ikan dari China saat ini banyak dilakukan karena hasil laut yang berkurang. Hal ini disebabkan oleh menurunnya kualitas lingkungan yang mengakibatkan menurunnya jumlah ikan yang ada di area pesisir. Untuk mendapatkan ikan dalam jumlah yang banyak nelayan harus pergi ke tengah laut dan hal tersebut akan mamakan lebih banyak waktu, tenaga dan sangat beresiko. Karena keadaan tersebut, banyak tempat pengolahan ikan yang memilih untuk impor ikan dari China karena harganya yang relatif murah untuk mencukupi kebutuhan pabrik. Tidak banyak anak muda yang memilih perikanan sebagai lapangan pekerjaan, sehingga jumlah nelayan semakin lama berkurang
a. Memperbanyak produksi ikan dengan tidak hanya mengandalkan perikanan tangkap akan tetapi juga menggunakan perikanan tambak. Dengan cara tersebut diharapkan jumlah ikan dapat memenuhi kebutuhan pabrik untuk diolah supaya tidak ada lagi impor ikan dari China b. Mengenalkan kepada anak muda bahwa perikanan merupakan salah satu produk unggulan Kabupaten Pati yang bisa menghasilkan jika dikelola dengan baik Strategi WO (Weakness-Opportunity) Strategi yang bisa digunakan untuk meminimalkan kelemahan dengan memanfaatkan peluang adalah : a. Memperbaiki kondisi lingkungan terutama daerah pinggiran pantai karena jika lingkungan sekitar pantainya tidak tercemar, akan banyak ikan yang ada sehingga nelayan tidak perlu mencari ikan sampai ke tengah laut. b. Untuk mengelola kegiatan perikanan baik perikanan yang dijual langsung maupun pengolahan ikan perlu dibuat organisasi yang mengelola segala kegiatan perikanan sehingga branding ‘Bandeng Juwana’ bisa lebih besar dan bisa menarik banyak investor untuk memajukan Kecamatan Juwana dan Kabupaten Pati Strategi WT (Weakness-Thread) Strategi yang digunakan untuk meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman adalah : 1. Memperbaiki kualitas lingkungan di daerah pesisir dan menjaga hutan bakau untuk menghindari abrasi yang akan merusak lingkungan dan juga merusak properti msyarakat 2. Mengajarkan pentingnya organisasi kepada masyarakat untuk mengatur segala kegiatan perikanan di Kecamatan Juwana 3. Membatasi atau bahkan memberhrntikan kegiatan impor ikan dari China dan fokus dengan kegiatan perikanan yang bersumber di Kecamatan Juwana
114.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Kesimpulan dan Saran
Daftar Pustaka
Kesimpulan
Laporan Antara Penyusunan Masterplan Kawasan Minapolitan Kabupaten Pati
Pengembangan Kawasan Minapolitan Kecamatan Juwana menjadi salah satu fokus pembangunan di Kabupaten. banyaknya produksi dan tersedianya sarana yang mendukung menjadi salah satu alasan mengapa Kecamatan Juwana dipilih sebagai lokasi pengembangan Kawasan Minpaolitan. Seiring dengan pekembangan kawasan, terjadi penurunan kualitas lingkungan hidup di sekitar pesisir. Memperhatikan kajian mengenai SWOT dari Kawasan Minapolitan menjadi penting untuk menjadikan Kawasan Minapolitan lebih maju
Saran Pengoptimalan segala sarana dan prasarana yang ada di Kawasan Minapolitan Kecamatan Juwana akan menjadikan pengembangan kawasan tersebut menjadi lebih baik. Kondisi lingkungan juga harus diperhatikan untuk menunjang keberlangsungan kegiatan perikanan di Kecamatan Juwana. Selain itu, pencarian anak-anak muda yang berminat akan perikanna juga harus digencarkan. Hal ini karena anak muda banyak memiliki ide ide yang akan memajukan Kawasan Minapolitan Kecamatan Juwana.
BPS Kabupaten Pati
Isu Strategis
115.
Margarettha Roselyn | 45475
Pengaruh Pembangunan Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Pengentasan Disparitas Kabupaten Pati
Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu wilayah. Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dapat diukur dengan melihat nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Perbedaan PDRB tiap wilayah menunjukan adanya perbedaan laju pembangunan tiap wilayah bahkan menunjukkan adanya kesenjangan antar wilayah. Perbedaan ini dapat disebabkan karena persebaran sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) yang tidak merata serta perbedaan pengembangan dan pembangunan infrastruktur di tiap wilayah. Menurut Yoshino dan Nakahugashu (2000), infrastruktur memberikan dampak terhadap perekonomian baik secara langsung maupun tidak langsung. Dampak langsung yaitu meningkatnya output dengan bertambahnya infrastruktur sedangkan untuk dampak tidak langsung adalah dapat mendorong kenaikan aktivitas ekonomi. Salah satu teori yang dapat menjelaskan bagaimana infastruktur turut mempengaruhi pertumbuhan ekonomi ialah teori pertumbuhan Neoklasik atau lebih dikenal dengan teori model pertumbuhan Solow (Solow growth model). Pada teori ini menunjukan bagaimana persediaan
modal, pertumbuhan angkatan kerja, dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian serta bagaimana pengaruhnya terhadap output barang dan jasa di suatu wilayah secara keseluruhan (Mankiw, 2003). Persediaan modal dalam hal ini dapat berupa barang modal, mesin atau alat produksi, infrastruktur, investasi, dan fasilitas pengangkutan. Infrastruktur dinilai penting karena sebagai pendukung kegiatan perekonomian dalam proses produksi untuk menghasilkan output hingga mobilitas penduduk maupun arus perputaran barang dan jasa. Infrastruktur juga menjadi salah satu faktor utama pertimbangan investor untuk melakukan investasi dimana dari investasi tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Di sisi lain, menurut Demuger (2001) menyatakan bahwa kondisi infrastruktur berpengaruh signifikan dalam mempengaruhi disparitas pertumbuhan regional. Disparitas atau ketimpangan merupakan suatu kondisi dimana dalam satu wilayah terdapat daerah maju dan daerah tertinggal (Sjafrizal, 2012). Terjadinya disparitas antar wilayah ini membawa implikasi terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat antar wilayah.
116.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Banyak yang relatif menyepakati bahwa infastruktur dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang akan mengurangi kemiskinan baik secara langsung maupun tidak sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini karena infrastruktur akan menciptakan lapangan kerja tambahan dan kegiatan ekonomi, mengurangi biaya produksi melalui peningkatan transportasi dan konektivitas, meningkatkan kapasitas produksi secara keseluruhan, menyedaiakn koneksi yang lebih baik ke pasar dan fasilitas ekonomi lainnya, dan meningkatkan akses ke fasilitas kunci (Kurniawan, 2015). Di Kabupaten Pati, bidang infrastruktur terus menjadi perhatian pemerintah daerah. Tidak hanya disampaikan dalam RPJP maupun RPJM, isu infrastruktur bahkan telah diakomodir dalam misi Bupati Kabupaten Pati terpilih melalui misi ke tujuh yaitu, "Meningkatkan pembangunan infrastruktur daerah, mendukung pengembangan ekonomi daerah". Berdasarkan hal tersebut, melalui analisis isu strategis “Pengaruh Pembangunan Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Pengentasan Disparitas Pertumbuhan Regional Kabupaten Pati” ini akan diketahui apakah infrastruktur berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dan pengentasan disparitas pertumbuhan regional di Kabupaten Pati.
Teknologi
Infrastruktur
Infrastruktur Ekonomi
Infrastruktur Sosial
Jalan
Pendidikan
Listrik
Kesehatan
Air Bersih
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kabupaten Pati Tahun 2005-2025 Dalam dokumen RPJP Kabupaten Pati, dirumuskan visi pembangunan daerah Kabupaten Pati Tahun 20052025 yaitu “Pati Bumi Mina Tani Sejahtera”. Pengertian visi tersebut yang terkandung dalam kata Sejahtera adalah kondisi kemakmuran masyarakat Kabupaten Pati yang terpenuhi kebutuhan ekonomi (materiil), sosial maupun spiritual, dengan salah satunya ditandai oleh tersedianya infrastruktur yang memadai. Dari visi tersebut kemudian dirumuskan misi untuk mencapainya. Salah satu misi yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan melalui tersedianya infrastruktur yang memadai adalah misi ke empat yaitu “Mewujudkan prasarana dan sarana yang memadai untuk mendukung pengembangan wilayah dan pertumbuhan ekonomi yang berorientasi ekonomi kerakyatan”.
Pada dokumen RPJM Kabupaten Pati Bab IV mengenai Analisis Isu-isu dijelaskan bahwa payung besar isu strategis Kabupaten Pati salah satunya adalah isu sarana prasarana dan pengembangan wilayah. Isu tersebut terkait dengan sarana prasarana wilayah untuk pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Produktivias Output Ekonomi
Modal
Tinjauan Dokumen
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kabupaten Pati Tahun 2017-2022
Kerangka Berpikir
Tenaga Kerja
Tinjauan Pustaka
Isu bidang infrastruktur dan pengembangan wilayah ini mencakup (1) ketersediaan kualitas dan kuantitas infrastruktur dasar wilayah: transportasi, sanitasi, jalan, jembatan, irigasi; (2) infrastruktur penunjang kegiatan ekonomi; (3) isu penataan ruang pendukung pertumbuhan wilayah; (4) isu pemenuhan universal access 100-0-100; (5) isu sarana publik yang sehat; (6) isu penyediaan perumahan. Selain itu, isu infrastruktur dan pengembangan wilayah juga telah diakomodir dalam misi Bupati terpilih melalui misi ke tujuh yaitu "Meningkatkan pembangunan infrastruktur daerah, mendukung pengembangan ekonomi daerah".
Tinjauan Teori Pertumbuhan Ekonomi
Pengentasan Disparitas
Gambar 1 Kerangka Berpikir Sumber: Analisis Penulis
Konsep Pembangunan Ekonomi
dan
Pertumbuhan
Menurut Todaro (2000), pembangunan paling tidak harus memenuhi tiga komponen dasar yang dijadikan sebagai basis konseptual dan pedoman praktis dalam memahaminya. Komponen dasar tersebut yaitu kecukupan makanan (sustenance), memenuhi kebutuhan pokok, meningkatkan rasa harga diri atau jati diri (self-esteem), serta kebebasan (freedom) untuk memilih. Todaro bersama
Isu Strategis
dengan Smith (2006) juga memberikan pengertian bahwa pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi nasional, di samping tetap mengejar pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Secara garis besar, pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai serangkaian usaha dalam perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga pembangunan infrastruktur akan semakin berkembang, taraf pendidikan semakin tinggi, dan teknologi semakin meningkat (Syahputri, 2013). Melalui pembangunan ekonomi, maka dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah. Pertumbuhan ekonomi ditandai dengan adanya peningkatan output yang dihasilkan. Persentase peningkatan output harus lebih besar dibandingkan dengan persentase peningkatan penduduk. Todaro dan Smith (2006) menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses peningkatan kapasitas produksi dalam suatu perekonomian secara terus menerus atau berkesinambungan sepanjang waktu sehingga menghasilkan tingkat pendapatan dan output nasional yang semakin lama semakin besar. Ada tiga komponen utama dalam menentukan pertumbuhan ekonomi setiap bangsa, yaitu:
1. Akumulasi modal, meliputi semua bentuk investasi
baru yang ditanamkan seperti tanah, peralatan fisik, serta sumber daya manusia melalui perbaikan di bidang kesehatan, pendidikan, dan keterampilan.
2. Pertumbuhan jumlah penduduk, yang pada akhirnya menyebabkan pertumbuhan angkatan kerja.
3. Kemajuan teknologi, yang diartikan sebagai cara untuk menyelesaikan pekerjaan.
Akumulasi modal diperoleh bila sebagian dari pendapatan yang diterima saat ini ditabung dan diinvestasikan kembali dengan tujuan meningkatkan output dan pendapatan di masa yang akan datang. Pengadaan pabrik-pabrik, mesin-mesin, peralatan dan bahan baku akan meningkatkan stock modal (capital stock) dan tingkat output yang ingin dicapai. Investasi produktif yang bersifat langsung tersebut harus ditopang oleh berbagai investasi penunjang yang disebut dengan investasi infrastruktur sosial dan ekonomi. Pengadaan infrastruktur ini meliputi pembangunan jalan, penyediaan energi listrik, penyediaan sarana air bersih, perbaikan sanitasi, pembangunan fasilitas komunikasi, dan sebagainya. Keseluruhan dari adanya penyediaan infrastruktur ini sangat dibutuhkan dalam menunjang dan mengintegrasikan aktivitas-aktivitas ekonomi dalam suatu negara.
Teori Petumbuhan Solow Teori pertumbuhan Solow atau disebut juga teori pertumbuhan Neoklasik dikembangkan oleh Robert M. Solow dan T.W. Swan (1956). Teori ini dirancang untuk menunjukan bagaimana persediaan modal, pertumbuhan
117.
angkatan kerja, dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian serta bagaimana pengaruhnya terhadap output barang dan jasa di suatu negara secara keseluruhan (Mankiw, 2003). Teori pertumbuhan Neo Klasik pada umumnya didasarkan pada fungsi produksi yang telah dikembangkan oleh Charles Cobb dan Paul Douglas yang sekarang di kenal dengan sebutan fungsi produksi Cobb-Douglas. Fungsi tersebut bisa dituliskan dengan cara berikut (Situmorang, 2011):
Qt = At . K t a . Lt b dimana, Qt = Tingkat produksi At = Tingkat teknologi Kt = Jumlah stok barang Lt = Jumlah tenaga kerja α = Pertambahan output oleh pertambahan satu unit modal β = Pertambahan output oleh pertambahan satu unit tenaga kerja
Infrastruktur Menurut Kwik Kian Gie (2002), infrastruktur merupakan roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Gerak laju dan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa tidak bisa terlepas dari ketersediaan infrastruktur baik infrastruktur ekonomi maupun infrastruktur sosial. Keberadaan infrastruktur yang memadai akan mendorong terjadinya peningkatan produktivitas bagi faktor-faktor produksi sehingga output yang dihasilkan dapat meningkat. Sebaliknya apabila infrastruktur itu diabaikan maka akan menurunkan produktivitasnya yang berimplikasi pada penurunan pertumbuhan nasional karena output yang dihasilkan menurun. Todaro dalam Hidayatika (2007) menjelaskan bahwa infrastruktur merupakan salah satu faktor yang menentukan pembangunan ekonomi. World Bank (1994) membagi infrastruktur menjadi beberapa komponen yaitu: 1. Infrastruktur ekonomi, merupakan infrastruktur fisik yang diperlukan untuk menunjang aktivitas ekonomi yang meliputi public utilities (tenaga listrik, telekomunikasi, air, sanitasi, gas), pekerjaan umum (jalan, bendungan, kanal, irigasi, drainase) dan sektor transportasi (jalan, rel, pelabuhan, bandara, dan sebagainya). 2. Infrastruktur sosial, meliputi pendidikan, kesehatan, perumahan dan rekreasi.
118.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Metodologi Analisis Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam analisis ini adalah data sekunder yang time series dari tahun 2010-2018. data yang digunakan data Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Pati, infrastruktur jalan, air bersih, listrik, rumah sakit dan pendidikan. Data yang dikumpulkan merupakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Pati.
*Panjang jalan mencakup panjang jalan dengan kondisi baik dan sedang ** Sarana kesehatan mencakup rumah sakit, puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas keliling, polindes, dan pos kesehatan desa *** Saran pendidikan mencakup TK, RA, SD, MI, SMP, MTs, SMA, SMK, dan MA
Hasil Analisis
Metode Analisis dan Pengolahan Data
Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Pati
Metode analisis yang digunakan adalah analisis kuantitatif dan deskriptif. Analisis kuantitatif digunakan untuk mengkaji keterkaitan antara pembangunan infrastruktur dengan pertumbuhan ekonomi. Analisis ini menggunakan metode regresi berganda. Variabel yang terikat dalam penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi yang akan dianalisis dengan teknik Multiple Regression Analysis. Dengan teknik tersebut diharapkan dapat diketahui pengaruh pembangunan infrastruktur yang terdiri dari panjang jalan (km), jumlah pelanggan lsitrik (satuan), air bersih (m³), jumlah sarana kesehatan (unit), dan jumlah sarana pendidikan (satuan) terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Pati. Pengolahan data menggunakan Microsoft Excel 2013 dan IBM SPSS Statistics 25.
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk mengukur keberhasilan suatu bangsa atau negara dalam melakukan pembangunan ekonomi. Dalam mengukur pertumbuhan ekonomi dapat digunakan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)Nilai PDRB yang dilihat yaitu nilai PDRB atas dasar harga konstan, karena PDRB atas dasar harga konstan menggambarkan pertumbuhan riil barang dan jasa dalam suatu periode tertentu serta tidak memperhitungkan tingkat perkembangan inflasi yang ada.
Pada analisis ini, model persamaan matematika yang digunakan adalah sebagai berikut:
Yt = a 0 + a 1 At + a 2 Bt + a 3Ct + a 4 Dt + a 5 Et dimana : Yt = Nilai PDRB Kabupaten Pati tahun-t A = panjang jalan* (km) B = jumlah pelanggan listrik (satuan) C = jumlah air bersih yang tersalurkan ( m³) D = jumlah sarana kesehatan** (unit) E = jumlah sarana pendidikan*** (unit) α0 = konstanta (intercept) α1 – α5 = koefisien regresi
30.000.000.000.000,00
25.000.000.000.000,00
5.000.000.000.000,00
29.195.000.000.000,00
27.609.000.000.000,00
26.130.000.000.000,00
23.365.213.990.000,00
22.314.753.780.000,00
21.072.328.700.000,00
10.000.000.000.000,00
19.893.325.240.000,00
15.000.000.000.000,00
24.770.000.000.000,00
20.000.000.000.000,00
18.782.546.640.000,00
Model dan Variabel Analisis
PDRB ADHK Kabupaten Pati Tahun 2010-2018 35.000.000.000.000,00
Rupiah
Analisis kuantitatif lainnya adalah analisis SWOT (Strength-Weakness-Opportunity-Threat). Adapun analisis SWOT dilakukan dengan menganalisis keempat faktor SWOT dan memberikan penilaian dalam bentuk tabel kepada dua kelompok besar yaitu faktor internal (IFAS/ Internal Factor Analysis Summary) yang terdiri dari kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) serta faktor eksternal (EFAS/External Factor Analysis Summary) yang terdiri dari peluang (opportunity) dan ancaman (threat) untuk mengetahui posisi obyek analisis (pembangunan infrastruktur) terhadap kuadran SWOT. Analisis deskriptif digunakan dengan bantuan grafik dan diagram untuk memaparkan kondisi infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Pati.
Berdasarkan data dari BPS Kabupaten Pati, nilai PDRB atas dasar harga konstan selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal tersebut terlihat pada Gambar 2, dari tahun 2010 hingga tahun 2018 mengalami peningkatan sebesar Rp 10.412.453 juta rupiah. Nilai PDRB Kabupaten Pati pada tahun 2010 adalah sebesar Rp. 18.782.546 juta sedangkan tahun 2018 sebesar Rp. 29.195.000 juta.
0,00 2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
Tahun
Gambar 2 PDRB Kabupaten Pati atas dasar harga konstan 2010 Tahun 2010-2018 Sumber : BPS Kabupaten Pati (diolah)
Kondisi Disparitas di Kabupaten Pati Tingkat disparitas/ketimpangan di suatu wilayah dapat dilihat dari indeks Williamson. Berdasarkan data yang ditemukan, diketahui bahwa indeks Williamson di Kabupaten Pati berkisar antara 0,043-0,049. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesenjangan antarkecamatan di Kabupaten Pati rendah karena mendekati angka 0. Tingkat kesenjangan yang rendah ini memiliki dua
Isu Strategis
kemungkinan yaitu antara meratanya kemiskinan atau meratanya kesejahteraan. Indeks Williamson Kabupaten Pati Tahun 2011-2015 0,05
0,049
0,048
0,046
terjadi penurunan jumlah panjang jalan pada tahun 2015. Jika panjang jalan tersebut dirinci menurut jenis kondisi jalan, dari seluruh jalan yang ada di Kabupaten Pati pada tahun 2011, sudah 91,42% jalan dalam kondisi baik dan sisanya dalam kondisi buruk. Hal tersebut merupakan suatu yang baik karena dengan kondisi jalan yang baik dapat meningkatkan efisiensi dalam mobilitas kegiatan ekonomi. Jika dilihat dari hierarki jalan, terdapat 4.993,35 km jalan di Kabupaten Pati. Dari total panjang tersebut, sebanyak 3.972,06 km atau sekitar 4/5-nya merupakan Jalan Lingkungan Primer. Kabupaten Pati juga dilintasi 35,28 km Jalan Arteri Primer yang merupakan bagian dari Jalan Nasional Rute 1 penghubung Jakarta—Surabaya.
0,045 0,044
0,044
119.
0,043 0,042
0,042
0,04
0,038 2011
2012
2013
2014
2015
No.
Hierarki
Panjang (km)
1
Arteri Primer
35,28
2
Kolektor Primer
118,43
3
Lokal Primer
640,69
4
Lokal Sekunder
58,24
Infrastruktur Jalan
5
Lingkungan Primer
Jalan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sektor transportasi terutama trasnportasi darat. Transportasi darat merupakan sarana pengangkutan barang dan jasa yang penting untuk memperlancar kegiatan perekonomian. Pembangunan yang terus meningkat akan menjadi tuntutan bagi pembangunan jalan sehingga dapat melancarkan arus faktor produksi, memudahkan mobilitas penduduk dan melancarkan lalu lintas barang antar daerah. Adanya pembangunan jalan di suatu daerah merupakan upaya untuk memeratakan pembangunan daerah.
6
Lingkungan Sekunder
Gambar 3 Indeks Williamson Kabupaten Pati tahun 2011-2015 Sumber : BPS dan diolah oleh Abid Susilo (2017)
Perkembangan Infrastruktur di Kabupaten Pati
Total
3.972,06 168,65 4.993,35
Tabel 1 Panjang jalan berdasarkan hirearki jalan di Kabupaten Pati Sumber : Dinas PUTR Kabupaten Pati (diolah)
Di Kabupaten Pati, imfrastruktur jalan berperan sangat besar dalam menyalurkan produksi hasil pertanian, perikanan, maupun industri antar daerah di dalam kabupaten maupun ke daerah di luar Kabupaten Pati. Selain itu, infrastruktur jalan juga sangat diperlukan dalam melayani kebutuhan masyarakat terutama dalam menggerakkan perekonomian. Panjang Jalan Menurut Kondisi Jalan di Kabupaten Pati Tahun 2010-2018 1200,00
1000,00
Panjang Jalan (km)
800,00
600,00
400,00
200,00
0,00
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
Rusak Berat
65,38
348,33
338,04
338,04
260,16
147,81
132,45
119,32
92,65
Rusak
186,91
80,81
77,44
77,14
61,60
108,38
113,37
102,52
Sedang
342,41
169,10
152,91
152,07
156,48
178,90
170,61
156,49
0,00
Baik
359,43
355,88
385,74
386,87
475,87
390,24
569,30
607,39
988,14
0,00
Gambar 4 Panjang jalan berdasarkan kondisi jalan di Kabupaten Pati tahun 2010-2018 Sumber : Kabupaten Pati Dalam Angka (diolah)
Panjang jalan di Kabupaten Pati pada tahun 2018 adalah 1080,79 km. Jika dibandingkan dengan tahun 2010, terjadi peningkatan panjang jalan sebesar 126,66 km. Jumlah panjang jalan cenderung meningkat, tetapi
Gambar 5 Peta Jaringan Jalan Kabupaten Pati Sumber : Dinas PUTR Kabupaten Pati (diolah)
Infrastruktur Listrik Energi listrik merupakan salah satu energi yang sangat diperlukan sebagai salah satu pendukung produksi dan
120.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
kehidupan sehari-hari. Energi listrik memegang peranan penting dalam upaya mendukung pembangunan nasional. Selain untuk kebutuhan sehari-hari energi listrik juga sangat dibutuhkan untuk menunjang kegiatan ekonomi yang ada di Kabupaten. Infrastruktur listrik di Kabupaten Pati sebagian besar diproduksi oleh PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN). Setiap tahunnya, kebutuhan listrik di Kabupaten meningkat, hal tersebut dibuktikan dengan peningkatan jumlah pelanggan listrik di Kabupaten Pati tahun 2010-2018. Daya Yang Terpasang
Total Pelanggan
Tahun
≤450 watt
900 watt
1300 watt
>1300 watt
2010
219.472
45.351
5.682
3.394
273.899
2011
224.233
55.099
10.787
8.410
298.529
2012
241.587
54.403
8.510
6.473
310.973
2013
220.987
45.901
7.906
6.632
281.426
2014
241.197
49.618
7.291
6.997
305.103
2015
252.814
52.125
9.123
10.648
324.710
2016
238.850
57.319
12.829
12.729
321.727
2017
228.133
50.503
11.210
28.302
318.148
2018
284.947
78.894
18.395
16.504
398.740
Menurut tabel tersebut diketahui bahwa jumlah volume air bersih yang disalurkan oleh PDAM cenderung meningkat setiap tahunnya. Peningkatan jumlah air bersih yang disalurkan disebabkan karena peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan kegiatan perekonomian yang ada di Kabupaten Pati. Kemudian menurut olahan data shapefile yang didapat dari Dinas PUTR, pelayanan PDAM di Kabupaten Pati saat ini baru mencakup 29,7 ribu hektare lahan atau sekitar seperlima dari total luas wilayah. Pelayanan tersebut mencakup tiga belas kecamatan, namun tidak ada sama sekali kecamatan yang seluruh wilayahnya terlayani. Hanya Kecamatan Juwana yang hampir terlayani seluruhnya, dan bahkan Kecamatan Pati sebagai ibu kota Kabupaten bagian utara wilayahnya belum terlayani PDAM.
Tabel 2 Jumlah Pelanggan Listrik di Kabupaten Pati Tahun 2010-2018 Sumber : Kabupaten Pati Dalam Angka (diolah)
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah pelanggan listrik cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Peningkatan jumlah pelanggan tertinggi terjadi pada tahun 2017-2018 mencapai 80.592 pelanggan. Peningkatan tersebut sejalan dengan penambahan jumlah penduduk dan perkembambangan kegiatan ekonomi di Kabupaten Pati. Infrastruktur Air Bersih Air bersih merupakan suatu kebutuhan pokok yang dapat menunjang keberlangsungan kehidupan manusia. Terpenuhinya kebutuhan akan air bersih akan meningkatkan produktivitas seseorang, dengan begitu pengembangan infrastruktur air bersih harus dilakukan di setiap daerah agar kebutuhan masyarakat terhadap air bersih dapat terpenuhi. Pengembangan infrastruktur yang di gunakan dalam penelitian ini adalah ketersediaan air bersih yang di produksi dan dikelola oleh PDAM di Kabupaten Pati. Dengan terus meningkatnya jumlah penduduk di Kabupaten Pati menjadikan akses ketersediaan air bersih harus terus ditingkatkan. Volume Air Bersih yang Disalurkan oleh PDAM di Kabupaten Pati Tahun 2010-2018 8.000.000
4.000.000
5.822.972
5.512.930
5.287.385 2013
6.847.128
2012
6.362.350
6.443.872
5.913.819
5.000.000
5.744.274
Volume air (m3)
6.000.000
6.439.934
7.000.000
3.000.000
2.000.000
1.000.000
0 2010
2011
2014
2015
2016
2017
2018
Tahun
Gambar 6 Jumlah Volume Air di Kabupaten Pati Tahun 2010-2018 Sumber : Kabupaten Pati Dalam Angka (diolah)
Gambar 7 Peta Cakupan Layanan PDAM Kabupaten Pati Sumber : Dinas PUTR Kabupaten Pati (diolah)
Infrastruktur Kesehatan Di Kabupaten Pati terdapat sarana infrastruktur kesehatan yang berupa rumah sakit, puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas keliling, polindes, dan sarana kesehatan lainnya. Jumlah sarana kesehatan di Kabupaten Pati cenderung fluktuatif dan paling dipengaruhi oleh jumlah pos kesehatan desa dan polindes. Secara kuantitas, jumlah sarana kesehatan di Kabupaten Pati sudah memenuhi standar tetapi jika menurut jangkauan pelayanan maka sarana kesehatan belum menjangkau seluruh daerah. Sarana kesehatan seperti rumah sakit hanya terletak di kawasan perkotaan Pati dan di beberapa kecamatan di
Isu Strategis
utara Kabupaten Pati sehingga penduduk daerah timur dan selatan Kabupaten Pati akan cukup jauh untuk menjangkau rumah sakit.
121.
pertumbuhan ekonomi. Hal ini akan meningkatkan pula perekonomian daerah. Jumlah Sarana Pendidikan di Kabupaten Pati Tahun 2010-2018
Jumlah Sarana Kesehatan di Kabupaten Pati Tahun 2010-2018
2500
600
500
2000
1500
Jumlah (unit)
Jumlah (unit)
400
300
200
1000
100
500 0
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
Pos Kesehatan Desa
194
194
194
229
229
231
231
231
231
Polindes
219
219
115
225
174
175
175
175
175
Puskesmas Keliling
29
29
29
29
29
29
38
38
38
Puskesmas Pembantu
50
50
50
50
50
50
50
50
50
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
Puskesmas
29
29
29
29
29
29
29
29
29
MA
43
57
58
57
61
63
63
64
64
Rumah Sakit
8
9
9
8
8
8
10
10
10
SMK
26
30
28
36
40
43
45
46
46
SMA
27
27
26
29
26
26
25
27
25
MTs
130
131
133
135
137
136
136
137
137
SMP
74
79
79
83
84
84
87
87
87
MI
197
198
200
199
201
207
207
206
208
SD
688
675
677
674
678
676
679
678
678
RA
201
205
210
220
210
217
216
218
219
TK
461
464
462
471
469
510
518
514
514
0
Gambar 8 Jumlah Sarana Kesehatan di Kabupaten Pati Tahun 2010-2018 Sumber : Kabupaten Pati Dalam Angka (diolah)
Gambar 10 Jumlah Sarana Pendidikan di Kabupaten Pati Tahun 2010-2018 Sumber : Kabupaten Pati Dalam Angka (diolah)
Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa jumlah sarana pendidikan di Kabupaten Pati meningkat dari tahun ke tahun. Walaupun jumlah sarana pendidikan di Kabupaten Pati sudah cukup banyak, ternyata belum mencukupi standar yang ada baik dari segi kuantitas ataupun jangkauan pelayanan. Terkait segi kuantitas, hal ini dapat dilihat dari tabel analisis kebutuhan sarana pendidikan menurut SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaa. Ditemukan bahwa pada tahun 2018, Kabupaten Pati belum memenuhi kebutuhan sarana pendidikan untuk TK, SMP, dan SMA jika menurut SNI. Masih terdapat banyak kecamatan di Kabupaten yang kekurangan sarana pendidikan. Sarana Pendidikan
Jumlah Penduduk
TK
1.250
RA SD
1.600
RA SMP MTs Gambar 9 Sebaran Jangkauan Sarana Kesehatan di Kabupaten Pati Sumber : Dinas PUTR Kabupaten Pati (diolah)
Infrastruktur Pendidikan Sekolah merupakan infrastruktur pendidikan yang menyediakan layanan pendidikan bagi masyarakat. Sekolah berperan penting dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu bersaing. Semakin tinggi kualitas seseorang maka akan semakin tinggi pula tingkat kesejahteraannya. Pendidikan tidak hanya melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas saja, tetapi juga menciptakan iklim yang sehat dan kondusif bagi
Jumlah Penduduk Pendukung
1.253.299
4.800
SMA SMK MA
Jumlah Eksisting 514 219 678 208 87 137
Kebutuhan
(-)
733
1.003
-270
886
783
0
224
261
-37
135
261
-126
25 4.800
46 64
Tabel 3 Analisis Kebutuhan Sarana Pendidikan di Kabupaten Pati Sumber : Kabupaten Pati Dalam Angka 2019 dan Analisis Penulis
Kemudian, dari segi kualitas dapat dilihat dari sebaran sarana pendidikan di Kabupaten Pati yang belum dapat menjangkau keseluruhan daerah permukiman di Kabupaten Pati. Beberapa penduduk masih harus menjangkau sarana pendidikan dengan jarak yang cukup jauh.
122.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa plot data mendekati garis diagonal sehingga asumsi normalitas terpenuhi.
• Uji Homoskedastisitas ANOVA Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Regression
7,775
5
1,555
20,689
.016b
Residual
0,225
3
0,075
Total
8,000
8
Model
1
a. Dependent Variable: Zscore(PDRB) b. Predictors: (Constant), Zscore(Pendidikan), Zscore(Air), Zscore(Kesehatan), Zscore(Listrik), Zscore(Jalan)
Untuk menguji masalah heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan uji-F. Dari pengujian diperoleh nilai F yaitu 20,689. Hasil dari nilai F ini kemudian dibandingkan dengan F-tabel. Diketahui bahwa nilai F-tabel yaitu F(4,3)0,5 = 9,01 sehingga F-signifikan > F-tabel, maka asumsi homoskedastisitas terpenuhi.
• Uji Multikolinearitas Coefficients
Model
Gambar 11 Sebaran Jangkauan Sarana Pendidikan di Kabupaten Pati Sumber : Dinas PUTR Kabupaten Pati (diolah)
Analisis ini digunakan untuk menjelaskan pengaruh infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Pati dengan menggunakan data time series. Dalam pengujian ini menggunakan beberapa variabel bebas (independent variable) yaitu panjang jalan, jumlah pelanggan listrik, jumlah volume air bersih yang disalurkan, jumlah sarana kesehatan, dan jumlah sarana pendidikan. Untuk variabel terikat (dependent varible) yang dianalis adalah nilai PDRB ADHK Kabupaten Pati. Pengujian Asumsi Klasik Analisis ini menggunakan Multiple Regression Analysis (analisis regresi berganda). Untuk mendapatkan analisis regresi berganda yang baik maka model peresamaan harus memenuhi minimal 4 asumsi klasik yaitu normalitas, homoskedastisitas, non-multikolinearitas, dan non-autokorelasi.
B
Std. Error
-1,414E16
0,091
Zscore(Jalan)
0,218
0,234
Zscore(Listrik)
0,118
0,232
Zscore(Air)
0,047
Zscore(Kesehatan) Zscore(Pendidikan)
(Constant)
Analisis Model Persamaan 1
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t
Sig.
Beta
Collinearity Statistics Tolerance
VIF
-0,000
1,000
0,218
0,932
0,420
0,172
5,827
0,118
0,509
0,646
0,174
5,741
0,147
0,047
0,322
0,768
0,433
2,309
-0,023
0,119
-0,023
-0,195
0,858
0,658
1,519
0,767
0,154
0,767
4,986
0,016
0,397
2,520
a. Dependent Variable: Zscore(PDRB)
Untuk menguji aidanya multikolinearitas dapat dilihat melalui nilai matriks korelasi antar variabel. Suatu data dapat dikatakan terbebas dari multikolinearitas jika nilai VIF antar variabel bebas <10. Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai masing-masing VIF antar variabel bebas tidak lebih besar dari 10 yang berarti model yang digunakan terbebas dari masalah multikolinearitas atau tidak ada hubungan linear antar peubah bebasnya sehingga asumsi non-multikolinearitas terpenuhi.
• Uji Autokorelasi
• Uji Normalitas
Model Summary Model
R
R Square
1
.986a
0,972
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Durbin-Watson
0,925
0,274
1,814
a. Predictors: (Constant), Zscore(Pendidikan), Zscore(Air), Zscore(Kesehatan), Zscore(Listrik), Zscore(Jalan) b. Dependent Variable: Zscore(PDRB)
Uji autokorelasi dapat dilihat dari nilai DurbinWatson statistik. Dari hasil yang didapat nilai DurbinWatson diperoleh sebesar 1,814 atau tidak lebih dari 2
Isu Strategis
sehingga dapat dikatakan bahwa model tersebut bebas dari masalah auto korelasi sehingga asumsi non-autokorelasi terpenuhi.
123.
Analisis SWOT Analisis Faktor Internal No.
Faktor Internal
Skor Bobot
Total
Kekuatan (Strength)
Uji Kriteria Statistik
1
Posisi geografis Kabupaten Pati
0,03
80
2,4
2
Potensi Sumber Daya Alam
0,2
95
19
3
Kebijakan pemerintah daerah dalam pembangunan infrastruktur
0,05
85
4,25
4
Kemampuan keuangan daerah dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur
0,08
90
7,2
a. Predictors: (Constant), Zscore(Pendidikan), Zscore(Air), Zscore(Kesehatan), Zscore(Listrik), Zscore(Jalan)
5
Potensi pertumbuhan ekonomi
0,15
90
b. Dependent Variable: Zscore(PDRB)
Kelemahan (Weakness)
• Uji Koefisien Determinasi (R Square) Model Summary Model
R
1
.986a
Adjusted R Square R Square 0,972
Std. Error of the Estimate
0,925
0,274
Nilai koefisien determinasi (R Square) digunakan untuk menjelaskan seberapa besar variabel-variabel bebas dalam model yang dapat menjelaskan variabel terikat dalam penelitian ini. Pada analisis ini, nilai R Square yang muncul adalah sebesar 0.972, sehingga dapat dikatakan bahwa sebesar 97,2 persen perubahan pada variabel terikat (Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Pati) dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas yang terdapat di dalam model dan sisanya sebesar 2,8 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar model.
• Uji F-statistik Uji ini digunakan untuk menguji signifikasi variabel bebas dalam memengaruhi variabel terikat yang digunakan dalam penelitian secara bersama-sama. Berdasarkan hasil pengujian didapatkan nilai F-statistik (20,689) lebih besar dari F-tabel (9,01) sehingga dapat disimpulkan bahwa model persamaan regresi berganda tersebut signifikan. Dengan demikian persamaan tersebut dapat menjadi alat prediksi dan estimasi.
• Uji t-statistik Coefficients
1
Model
t
Sig.
(Constant)
-0,000
1,000
Zscore(Jalan)
0,932
0,420
Zscore(Listrik)
0,509
0,646
Zscore(Air)
0,322
0,768
Zscore(Kesehatan)
-0,195
0,858
Zscore(Pendidikan)
4,986
0,016
a. Dependent Variable: Zscore(PDRB)
Uji t-statistik dilakukan dengan membandingkan nilai t tiap varibel bebas dengan nilai t-tabel yaitu t(3, 0.025) = 3,183. Diketahui hanya variabel sarana pendidikan yang memiliki nilai t-statistik yang lebih besar dari t-tabel sehingga variabel sarana pendidikan merupakan variabel yang paling berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Pati.
Total Kekuatan (Strength)
13,5 46,35
1
Kualitas Sumber Daya Manusia
0,08
85
6,8
2
Rawan Bencana
0,05
70
3,5
3
Kabupaten Pati bagian utara yang lebih berkembang
0,06
75
4,5
4
Pola permukiman yang menyebar (sprawl)
0,2
80
16
5
Kondisi infrastruktur yang masih belum mencukupi dari segi kuantitas maupun kualitas
0,1
70
7
Total Kelemahan (Weakness)
37,8
Selisih Total Kekuatan - Kelemahan
8,55
Analisis Faktor Eksternal No.
Faktor Eksternal
Skor Bobot
Total
Peluang (Opportunity) 1
Adanya dana alokasi khusus (DAK) fisik yang cukup besar
0,2
95
19
2
Peran swasta dalam pembangunan infrastruktur
0,15
90
13,5
3
Perkembangan teknologi pembangunan
0,08
85
6,8
4
Kondisi sosial politik
0,05
85
4,25
5
Kebijakan pembangunan dari nasional
0,1
80
8
Total Peluang (Opportunity)
51,55
Ancaman (Threat) 1
Otonomi daerah yang luas
0,1
70
7
2
Adanya ego daerah
0,03
50
1,5
3
Ketidakstabilan ekonomi makro
0,06
60
3,6
4
Isu degradasi lingkungan
0,15
80
12
5
Globalisasi ekonomi
0,08
75
6
Total Ancaman (Threat)
30,1
Selisih Total Peluang-Ancaman
21,45
Analisis SWOT terhadap pembangunan infrastruktur di Kabupaten Pati dilakukan dengan menggunakan metode analisis SWOT kuantitatif. Dari hasil analisis didapatkan titik kuadran SWOT adalah (51.55,21.45) yang berarti berada di kuadran I pada kuadran SWOT. Dari hal tersebut maka dibutuhkan strategi yang progresif dalam pembangunan infrastruktur di Kabupaten Pati. Strategi yang dapat dilakukan dalam pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan pertumbu
124.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
han ekonomi dan mencegah disparitas antar wilayah di Kabupaten Pati antara lain sebagai berikut : 1. Pembangunan infrastruktur yang mencukupi kebutuhan penduduk 2. Pemerataan pembangunan infrastruktur 3. Optimalisasi alokasi APBD untuk pembangunan infrastruktur 4. Penguatan kegiatan promosi potensi SDA untuk menarik investasi 5. Optimalisasi pemanfaatan teknologi pembangunan infrastruktur 6. Penguatan kualitas SDM 7. Membangun kemitraan dengan pihak swasta
Kesimpulan PDRB Kabupaten Pati selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Pati mengalami pertumbuhan ekonomi. Selain itu, infrastruktur yang ada di Kabupaten Pati juga mengalami perkembangan dari segi kuantitas maupun kualitas. Berdasarkan hasil Multiple Regression Analysis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa infrastruktur berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Pati. Setiap infrastruktur masing-masing mempunyai besar signifikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Pati dan infrastruktur yang berpengaruh paling berpengaruh signifikan berdasarkan analisis tersebut adalah sarana pendidikan. Dari hal ini juga dapat disimpulkan bahwa infrastruktur dapat berpengaruh dalam pengentasan disparitas antar daerah. Hal ini dikarenakan jika tiap daerah memiliki infrastruktur yang memadai dan merata, maka akan meningkatkan produktivitas ekonomi daerah tersebut dan mengurangi disparitas antar daerah. Sedangkan dari analisis SWOT didapatkan bahwa hasil analisis terdapat di kuadran I pada kuadran SWOT. Hal tersebut dapat menyimpulkan bahwa isu strategis “Pengaruh Pembangunan Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Pengentasan Disparitas Pertumbuhan Regional Kabupaten Pati” ini merupakan isu yang kuat, berpeluang, dan berkemungkinan untuk terus melakukan ekspansi dan memperbesar pertumbuban serta kemajuan secara maksimal. Oleh sebab itu diperlukan strategi-strategi yang progresif dalam menyikapi isu tersebut.
Rekomendasi Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan yang telah didapatkan, maka penulis memberikan beberapa rekomendasi yang dapat dijadikan pertimbangan bagi Pemerintah Kabupaten Pati antara lain yakni :
1. Memberikan perhatian lebih terhadap pembangunan infrastruktur dengan pengalokasian dana APBD maupun sumber dana lain secara tepat agar infrastruktur
dapat dinikmati oleh seluruh kalangan masyarakat di Kabupaten Pati.
2. Mencukupi kebutuhan infrastruktur terutama sarana
pendidikan karena sarana pendidikan merupakan variabel yang paling berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Pati dan masih banyak terdapat kekurangan sarana pendidikan terutama SMP dan SMA di beberapa kecamatan. Pembangunan sarana pendidikan sebaiknya tidak hanya dilakukan di sekitar pusat perkotaan tetapi bisa merata ke seluruh daerah Kabupaten Pati terutama di Kabupaten Pati bagian selatan.
3. Pemerataan pembangunan dan peningkatan kualitas
infrastruktur di seluruh daerah Kabupaten Pati bahkan hingga ke perbatasan kabupaten, salah satunya adalah infrastruktur jalan. Infrastruktur jalan penting terutama untuk menunjang perekonomian masyarakat karena jalan berguna untuk mengangkut hasil-hasil pertanian dan perikanan di Kabupaten Pati.
4. Mengoptimalkan maupun membangun infrastruktur
lain yang dapat meningkatkan perekonomian Kabupaten Pati seperti pembangunan waduk untuk mengatasi kekeringan karena Kabupaten Pati rawan bencana kekeringan, pengoptimalan pelabuhan Juwana agar tidak hanya untuk pelabuhan ikan tetapi juga dapat menjadi sarana transportasi untuk orang dan barang, ataupun penambahan sarana transportasi seperti stasiun kereta api untuk meningkatkan arus lalu lintas logistik dan perdagangan hasil-hasil pertanian dan perikanan di Kabupaten Pati.
Daftar Pustaka Andriani, Evanti. 2013. Analisis Peran Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Barat. Skripsi Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Badan Pusat Statistik, 2011-2019. Kabupaten Pati dalam Angka. BPS Kabupaten Pati. Nuraliyah. 2011. Peran Pengembangan Infrastruktur Dalam Pengentasan Kemiskinan di Indonesia : Jawa dan Luar Jawa. Tesis Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor Nurhidayanti C, Desty. 2014. Pengaruh Infrastruktur Terhadap Petumbuhan Ekonomi di Kota Sukabumi. Jurnal Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Solow, Robert M., Growth Theory (1987), An Exposition. Oxford: Oxford University Press. Winanda, Ade Ayu. 2016. Analisis Pengaruh Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kota Bandar Lampung. Skripsi Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Universitas Lampung. Bandar Lampung World Bank. 1994. World Development Report: Infrastructure For Development. Oxford University Press, New York.
Isu Strategis
125.
Nadela Fitrizqy | 45479
Pengentasan Kemiskinan melalui Pembangunan Sumber Daya Manusia di Kabupaten Pati
Latar Belakang Pembangunan adalah upaya secara sadar dari manusia untuk memanfaatkan lingkungan dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan adanya pembangunan, kehidupan dan kesejahteraan manusia dapat meningkat. Pembangunan wilayah tidak hanya melulu soal pembangunan fisik, seperti infrastruktur, tetapi juga pembangunan manusia yang hidup di dalamnya. Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompeten dan berkualitas sangat dibutuhkan dalam upaya mendukung produktivitas suatu wilayah dalam mencapai tujuan serta visi dan misi yang telah ditetapkan. Secara empiris, terdapat beberapa wilayah yang relatif sukses dalam pertumbuhan ekonominya namun gagal dalam mendorong pembangunan SDM nya. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui keberhasilan suatu wilayah dalam membangun SDM nya adalah dengan menghitung Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di wilayah tersebut. IPM merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia (masyarakat/ penduduk) dan dapat menentukan peringkat atau level
pembangunan di wilayah tersebut. IPM mengukur tiga dimensi pokok pembangunan manusia yang dinilai mencerminkan status kemampuan dasar penduduk, yang ditinjau dari dimensi kesehatan, pendidikan, dan pengeluaran per kapita. Selain IPM, persebaran sarana dan prasarana di bidang kesehatan dan pendidikan juga memegang peran penting dalam pemerataan pembangunan manusia di suatu wilayah. Hal ini dikarenakan asumsi bahwa dengan penyediaan sarana dan prasarana pendidikan serta kesehatan yang layak dan memadai dapat turut meningkatkan IPM suatu wilayah, dimana pendidikan dan kesehatan merupakan salah dua dari tiga dimensi yang digunakan untuk menghitung IPM. Adanya fasilitas pendidikan yang memadai juga turut dapat meningkatkan kompetensi masyarakat di dunia kerja, sehingga dapat meningkatkan produktivitas wilayah dalam meningkatkan perekonomiannya serta mengurangi angka kemiskinan.
126.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Metode Metode Pengumpulan Data Penelitian ini berbentuk penelitian yang bersifat deskriptif dan data-data yang diambil berbentuk data sekunder. Datadata dari publikasi badan resmi akan diolah untuk menjelaskan gambaran terkait kualitas sumber daya manusia yang ada di wilayah amatan dan faktor apa saja yang mempengaruhinya.
Ruang Lingkup Data yang digunakan dalam penilitian ini berupa data sekunder dan meliputi seluruh ruang administratif serta seluruh populasi yang menjadi sampel di Kabupaten Pati. Selain itu, digunakan pula data terkait IPM dari beberapa kabupaten yang ada di sekitar Kabupaten Pati untuk membandingkan kualitas SDM Kabupaten Pati dengan kabupaten sekitarnya.
Pengukuran Kualitas Sumber Daya Manusia Untuk mengukur seberapa berhasil Kabupaten Pati dalam membangun kualitas SDM nya, digunakan sebuah indikator terukur, yaitu dengan menganalisis Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Pati. IPM dapat menjelaskan menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.
Pengukuran Pengaruh Kualitas SDM terhadap Tingkat Kemiskinan Analisis regresi linear diperlukan untuk menghitung seberapa besar pengaruh IPM yang menentukan tingkat pembangunan sumber daya manusia, terhadap tingkat kemiskinan. Untuk menilai suatu daerah adalah tinggi atau rendah tingkat kemampuan pembangunan sumber daya manusianya, kualitas pembangunan sumber daya manusia yang dinyatakan dengan persentase jumlah penduduk miskin dapat digunakan sebagai variabel dependen dan nilai IPM digunakan sebagai variabel independen. Semakin tinggi nilai IPM berarti semakin tinggi tingkat pembangunan sumber daya manusia daerah tersebut dalam mengatasi permasalahan kemiskinan.
Kerangka Berpikir
Isu Strategis
Review Dokumen dan Literatur Urgensi Peningkatan Kualitas SDM di Kab. Pati Setelah dilakukan analisis SWOT isu di Kabupaten Pati, dilakukan proses pembobotan isu serta konsultasi publik, ditarik kesimpulan bahwa payung besar isu strategis Kabupaten Pati meliputi : 1. Isu sarana prasarana wilayah dan kerja sama antar daerah; 2. Isu pembangunan lingkungan hidup yang berkelanjutan dan ketahanan bencana; 3. Isu Pembangunan Kualitas Sumber Daya Manusia, Kemiskinan dan kesejahteraan sosial; 4. Isu Penguatan ekonomi dan daya saing daerah;
4. Menekan laju pertumbuhan penduduk dengan meningkatkan pelaksanaan gerakan keluarga berencana, serta meningkatkan keseimbangan kepadatan dan penyebaran penduduk antara lain melalui transmigrasi dan industri di pedesaan Dari beberapa uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pengembangan kualitas sumber daya manusia merupakan salah satu poin penting yang harus diperhatikan oleh pemerintah guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan mengurangi angka kemiskinan yang ada di suatu wilayah.
Analisis dan Pembahasan Analisis Variabel IPM Kabupaten Pati Variabel
Kab. Pati
5. Isu tata kelola pemerintahan yang bersih, profesional dan akuntabel dengan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi
AHH
75,93
75,71
74,3
75,29
74,39
RLS
7,18
7,43
7,05
7,48
6,95
HLS
12,3
12,71
12,7
12,86
12,05
Dari kelima isu strategis di atas, isu terkait pembangunan kualitas SDM merupakan salah satu isu yang perlu ditindaklanjuti lagi di Kabupaten Pati untuk kedepannya.
Pengeluaran Per Kapita
10.190
10.170
11.257
10.001
10.190
70,71
71,38
71,28
71,26
69,46
Keterkaitan Kualitas SDM dengan Tingkat Kemiskinan Debraj, 1998 dalam Budianto, 2008, mendifinisikan kemiskinan sebagai kekurangan pendapatan, konsumsi, atau secara umum kurangnya kepemilikan aksessibilitas terhadap barang dan jasa pada seseorang. Kemiskinan dinotasikan dengan pendekatan garis kemiskinan, sebagai batas minimal seseorang untuk mampu memenuhi kebutuhan ekonominya pada saat tertentu. Pengembangan kualitas sumber daya manusia sendiri adalah upaya pengembangan manusia yang menyangkut pengembangan aktifitas dalam bidang pendidikan, latihan, kesehatan dan gizi. Pengertian ini memusatkan pada pemerataan dalam meningkatkan kemampuan manusia dan pada pemanfaatan kemampuan tersebut. (Sein, 2009). Menurut Mulyadi (2003), kebijaksanaan dalam peningkatan kualitas hidup antara lain meliputi : 1. Pembangunan pendidikan akan pemperhatikan arah pembangunan ekonomi di masa yang akan datang. 2. Pembangunan kesehatan mendapat perhatian dengan menanamkan budaya hidup sehat serta memperluas cakupan pelayanan kesehatan terutama pada penduduk terpencil 3. Untuk penduduk miskin, peningkatan kualitas dilakukan dengan memberikan keterampilan praktis, menumbuhkan sikap produktif serta mendorong semangat untuk melepaskan diri dari kemiskinan
127.
IPM
Kab. Jepara Kab. Kendal Kab. Demak Kab. Rembang
Tabel Perbandingan Nilai IPM Kab. Pati dan Sekitarnya Sumber: Hasil Olah Kelompok 3, 2019
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa IPM Kabupaten Pati masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan kabupaten di sekitarnya walaupun berdasarkan pengelompokkan IPM, Kabupaten Pati memiliki IPM yang tergolong tinggi, yaitu > 70. IPM Kabupaten Pati menduduki peringkat kedua terendah setelah Kabupaten Rembang dengan angka 70,71.
Angka Harapan Hidup (AHH) Angka Harapan Hidup didefinisikan sebagai ratarata perkiraan banyak tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang sejak lahir dan mencerminkan derajat kesehatan suatu masyarakat. Jika ditinjau dari Angka Harapan Hidup (AHH), Kabupaten Pati memiliki AHH tertinggi dengan angka 75,93. Hal ini juga didukung dengan julukan “Kota Pensiunan” yang sempat disematkan pada Kabupaten Pati, mengingat banyaknya pensiunan yang lahir dan dibesarkan di Pati menghabiskan masa tuanya di Pati. Hal ini juga didukung dengan piramida penduduk Kabupaten Pati, dimana tidak terdapat perbedaan yang terlalu signifikan antara jumlah penduduk muda dan tua yang ada di Kabupaten Pati. Salah satu faktor yang membuat banyaknya pensiunan yang memilih untuk tinggal di Kabupaten Pati adalah kondisi geografis wilayah yang masih didominasi oleh lahan sawah, sehingga menciptakan atmosfer yang kental akan perdesaan dan perkampungan.
128.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati PIRAMIDA PENDUDUK KABUPATEN PATI TAHUN 2018 70-74 60-64 50-54
Kelompok Umur
2016
7-12 13-15 16-18
99,57 95,64 68,63
40-44
Pati
2017
2016
99,47 95,98 63,29
99,58 95,41 67,95
Jateng
2017 99,62 95,48 68,48
Angka Partisipasi Sekolah Kab. Pati dan Prov. Jawa Tengah Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
30-34 20-24 10-14
Jika dilihat dari Angka Partisipasi Sekolah (APS) berdasarkan kelompok umur, pada kelompok umur 7-12 dan 13-15 Kabupaten Pati memiliki persentasi APS yang cukup tinggi dengan persentase >95%, dimana dapat diasumsikan bahwa kebanyakan penduduk di Kabupaten Pati yang berada di kelompok umur tersebut menempuh sedang menempuh pendidikan di jenjang SD dan SMP. Tetapi, pada kelompok umur 16-18, terdapat perbedaan persentase yang cukup jauh dengan kelompok umur yang berada di bawahnya, yaitu berkisar di angka 60%. Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi penduduk usia 16-18 yang seharusnya sedang menempuh jenjang pendidikan SMA di Kabupaten Pati masih rendah, sehingga berpengaruh pada angka HLS Kabupaten Pati yang lebih rendah jika dibandingkan dengan Kabupaten Jepara, Kendal, dan Demak.
0-4 1500.00
1000.00
500.00
0.00
Persentase Laki-Laki
500.00
1000.00
1500.00
Persentase Perempuan
Piramida Penduduk Kab. Pati Tahun 2018 Sumber: Kabupaten Pati dalam Angka 2019
Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Kabupaten Pati 2018
SLTA 15%
D2 0%
D3 S1 1% 3%
S2 0%
S3 0% Belum Sekolah 23%
SLTP 16%
Belum Sekolah
Tidak Tamat SD
Tidak Tamat SD 12%
Tamat SD 30% Tamat SD SLTP
SLTA
D2
D3
S1
S2
S3
Diagram Persentase Peunduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Sumber: Kabupaten Pati dalam Angka 2019
Rata-rata Lama Sekolah (RLS) didefinisikan sebagai jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk dalam menjalani pendidikan formal, dimana cakupan penduduk yang dihitung dalam penghitungan rata-rata lama sekolah adalah penduduk berusia 25 tahun ke atas Angka RLS di Kabupaten Pati masih tergolong rendah jika dibandingkan Kabupaten Jepara dan Demak dengan angka 7,18 tahun. Jika ditinjau dari tabel status pendidikan penduduk Kabupaten Pati, 30% dari total penduduk Kabupaten Pati hanya menamatkan jenjang pendidikan SD. Angka RLS di Kabupaten Pati juga mencermikan profesi yang ditekuni oleh penduduk Kabupaten Pati, dimana masih banyak penduduk yang bekerja di sektor informal, seperti petani dan buruh.
Harapan Lama Sekolah (HLS) Angka Harapan Lama Sekolah didefinisikan lamanya sekolah (dalam tahun) yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa mendatang, dimana Angka HLS dihitung untuk penduduk berusia 7 tahun ke atas. Angka HLS didapatkan dengan membagi jumlah penduduk usia i yang bersekolah pada tahun t dengan jumlah penduduk usia i pada tahun t. Walaupun angka HLS Kabupaten Pati sudah tergolong tinggi karena telah memenuhi syarat belajar 12 tahun dengan angka HLS 12,3.
Pengeluaran per Kapita Salah satu komponen penting untuk menilai perkembangan tingkat kesejahteraan ekonomi penduduk adalah pola pengeluaran konsumsi masyarakat. Pengeluaran konsumsi masyarakat merupakan pembelanjaan yang dilakukan oleh rumah tangga terhadap barang-barang akhir dan jasa-jasa dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Jika dilihat dari pengeluaran per kapita nya, Kabupaten Pati memiliki angka pengeluaran per kapita yang cukup tinggi jika dibangingkan dengan kabupaten di sekitarnya, yaitu sebesar Rp 10.190.000 per tahun nya, walaupun masih cukup jauh jika dibandingkan dengan Kabupaten Kendal yang pendapatan per kapita nya sebesar Rp 11.257.000 per tahun nya. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengeluaran per kapita suatu wilayah, yaitu tingkat pendapatan, pendidikan, kebutuhan, kebiasaan masyarakat, harga barang maupun mode. Variabel
Kab. Pati
Kab. Jepara
Kab. Kendal
Kab. Demak
Kab. Rembang
AHH
75,93
75,71
74,3
75,29
74,39
RLS
7,18
7,43
7,05
7,48
6,95
HLS
12,3
12,71
12,7
12,86
12,05
Pengeluaran Per Kapita
10.190
10.170
11.257
10.001
10.190
IPM
70,71
71,38
71,28
71,26
69,46
Tabel Pengeluaran Per Kapita Kab. Pati dan Sekitarnya Sumber: Kabupaten Pati dalam Angka 2019
Isu Strategis
Analisis Faktor Pendukung Kualitas SDM Sarana dan Prasarana Pendidikan Jumlah Sarana dan Prasarana Pendidikan
Tabel Jumlah Sarana Pendidikan Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Jika ditinjau dari jumlah fasilitas pendidikan yang ada saat ini, dapat dilihat bahwa SD merupakan fasilitas pendidikan yang persebarannya paling merata jika dibandingkan dengan SMP dan SMA. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah kebutuhan fasilitas pendidikan SD yang lebih rendah jika dibandingkan dengan SMP dan SMA. Hal ini juga didukung dengan data terkait Rata-rata Lama Sekolah di Kabupaten Pati yang menunjukkan angka 7,18 tahun dan juga dominansi penduduk di Kabupaten Pati yang merupakan lulusan SD.Dari ketiga jenjang pendidikan yang ada, SMA merupakan fasilitas pendidikan yang memiliki kebutuhan paling besar, dimana saat ini baru hanya terdapat 71 SMA, sehingga membutuhkan sebanyak 190 SMA lagi untuk memenuhi kebutuhan 261 SMA berdasarkan SNI. Jika dikaitkan dengan data penduduk berdasarkan jenjang terakhir yang ditamatkan, hanya sekitar 15% penduduk di Kabupaten Pati yang merupakan lulusan SMA sederajat, dimana salah satu faktor penyebabnya adalah kurang memadai dan meratanya fasilitas pendidikan tingkat SMA sederajat di Kabupaten Pati saat ini.
Peta Persebaran Sarana dan Prasarana Pendidikan Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Persebaran Sarana dan Prasarana Pendidikan Jika ditinjau dari persebaran dan jangkauan fasilitas pendidikan yang ada di Kabupaten Pati, dapat dilihat bahwa cakupan pelayanan fasilitas pendidikan yang cakupan layanannya sudah termasuk dalam kategori “baik” terpusat di pusat kota, yaitu di Kecamatan Pati dan sekitarnya, seperti Kecamatan Margorejo dan Juwana. Selain itu, kecamatan yang terletak di bagian utara yang berbatasan dengan Laut Jawa seperti Tayu, Margoyoso, dan Dukuhseti, cakupan pelayanan untuk fasilitas pendidikannya juga sudah tergolong baik. Tetapi, beberapa kecamatan yang berada di pinggiran kota, seperti Kecamatan Tambakromo dan Jaken yang terletak di bagian selatan Kabupaten Pati serta Kecamatan Trangkil, Tlogowungu, dan Wungkal yang terletak di bagian utara cakupan pelayanannya masih kurang baik karena kurangnya variasi fasilitas pendidikan dari jenjang SD – SMA.
Peta Jangkauan Pelayanan Sarana dan Prasarana Pendidikan Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
129.
130.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Sarana dan Prasarana Kesehatan Jumlah Sarana dan Prasarana Kesehatan
Tabel Jumlah Sarana Kesehatan Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Ditinjau dari jumlah fasilitas kesehatan yang ada saat ini di Kabupaten Pati, semua fasilitas kesehatan sudah memenuhi kebutuhan wilayah. Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Pati sudah cukup berhasil dalam melayani penduduknya dari aspek pemenuhan fasilitas kesehatan dari segi kuantitas, sehingga dapat dikatakan bahwa akses penduduk pada fasilitas kesehatan di Kabupaten Pati sudah baik. Terpenuhinya jumlah fasilitas kesehatan di Kabupaten Pati berkaitan erat dengan Angka Harapan Hidup (AHH) Kabupaten Pati yang paling besar dibandingkan kabupaten Pati di sekitarnya, yaitu dengan angka 75,93 tahun.
Peta Persebaran Sarana Kesehatan Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Persebaran Sarana dan Prasarana Kesehatan Berdasarkan peta persebaran dan jangkauan sarana dan prasarana kesehatan di Kabupaten Pati saat ini, dapat dilihat bahwa daerah yang cakupan pelayanan sarana dan prasarana kesehatannya tergolong baik ada di pusat kota, tepatnya di Kecamatan Pati dan Margorejo. Hal ini dikarenakan terpenuhinya sarana dan prasarana kesehatan di kecamatan ini dari aspek kuantitas yang beragam, mulai dari Rumah Sakit yang skala pelayanannya cukup luas hingga yang sarana dan prasarana kesehatan yang skala pelayanannya lebih rendah seperti puskesmas, sehingga akses masyarakat yang tinggal di pusat kota lebih mudah terhadap sarana dan prasarana kesehatan. Walaupun rumah sakit terpusat di pusat kota, tetapi di setiap kecamatan telah tersedia sarana dan prasarana kesehatan berupa puskesmas yang skala pelayanannya setingkat kecamatan, sehingga masyarakat yang tinggal di pinggiran kota dapat tetap mengakses sarana dan prasarana kesehatan terdekat dari tempat tinggalnya pada masingmasing kecamatan tersebut.
Peta Jangkauan Pelayanan Sarana Kesehatan Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Isu Strategis
131.
Ketenagakerjaan Jumlah Tenaga Kerja menurut Lapangan Usaha
Jumlah Tenaga Kerja menurut Jenjang Pendidikan yang Ditamatkan Pendidikan
Jumlah Tenaga Kerja menurut Lapangan Kerja Sumber: Kabupaten Pati dalam Angka 2019
Sektor pertanian yang merupakan sektor ekonomi primer masih menjadi lapangan usaha yang dijadikan sebagai pencaharian utama oleh kebanyakan masyarakat di Kabupaten Pati. Hal ini dibuktikan dengan masih tingginya persentase guna lahan sawah di Kabupaten Pati, yang mencapai 70% dari total luasan lahan di kabupaten ini. Selain itu, hal ini juga didukung dengan fakta bahwa latar belakang pendidikan Kabupaten Pati 30% nya adalah lulusan SD yang turut mempengaruhi kompetensi masyarakat dalam bersaing di dunia kerja. Hal ini menyebabkan masih banyaknya penduduk di Kabupaten Pati yang bekerja di sektor primer, seperti pertanian dibandingkan bekerja di sektor sekunder seperti industri pengolahan.
Perkotaan
Perdesaan
Jumlah
Tdk/Blm Pernah Sekolah
11077
16899
27976
Tdk/Blm Tamat SD
34913
62887
97800
SD SLTP SLTA Umum SLTA Kejuruan Diploma Universitas Jumlah
45682 42331 44578 24307 3537 20758 227183
137827 81546 56745 14196 5520 20604 396224
183509 123877 101323 38503 9057 41362 623407
Tabel Jumlah Tenaga Kerja menurut Jenjang Pendidikan Sumber: Profil Ketenagakerjaan Kabupaten Pati 2017
Dominansi penduduk di Kabupaten Pati merupakan lulusan SD, dimana 75% dari penduduk yang merupakan lulusan SD ini bekerja di perdesaan. Hal ini dibuktikan dengan dominansi penduduk Kabupaten Pati yang mata pencahariannya adalah sebagai petani, sehingga menjadi salah satu penyebab besarnya alokasi jumlah tenaga kerja yang merupakan lulusan SD di perdesaan. Berbanding terbalik dengan penduduk yang merupakan lulusan SLTA Kejuruan / SMK, dimana 63% dari total penduduk yang merupakan lulusan SMK bekerja di perkotaan. Salah satu penyebab hal ini terjadi adalah karena perkotaan lebih didominasi oleh sektor ekonomi sekunder dan tersier. Hal ini juga berkaitan dengan penyerapan tenaga kerja di sektor industri pengolahan dan instansi pemerintahan yang lokasinya berada di daerah perkotaan, dimana biasanya sektor ini mempunyai pertimbangan bahwa lulusan SMK dianggap sudah memiliki kompetensi di bidang tertentu dan siap bersaing di dunia kerja.
132.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Keterkaitan Kualitas SDM dengan Tingkat Kemiskinan Pada dasarnya perspektif kemiskinan sangat luas, tidak hanya mencakup dimensi ekonomi, tetapi juga meliputi dimensi sosio-kultural. Karena terbatasnya kemampuan yang dimiliki, baik skill, pendidikan maupun faktor produksi, kelompok ini kalah bersaing dalam memperebutkan pasar kerja, akibatnya banyak di antara mereka yang menjadi pengangguran, sehingga berujung pada kemiskinan. Salah satu strategi untuk mengatasi permasalahan terkait kemiskinan, dibutuhkan strategi yang salah satunya adalah dengan meningkatkan kualitas SDM daerah, sehingga dapat meningkatkan daya saing daerah yang berpengaruh langsung terhadap pembangunan ekonomi suatu daerah. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh kualitas SDM yang dalam kasus ini dinyatakan dalam nilai IPM terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten Pati. dilakukan analisis linear sederhana dengan IPM sebagai variabel independen dan persentase jumlah penduduk miskin sebagai variabel dependen.
Korelasi R
Tabel Korelasi IPM dengan Persentase Jumlah Penduduk Miskin Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Setelah dilakukan pengolahan sampel data IPM dan persentase jumlah penduduk miskin di Kabupaten Pati selama 10 tahun terakhir, didapatkan koefisien determinasi (R square) adalah sebesar 0,85 yang berarti kemampuan IPM dalam menjelaskan varians dari tingkat kemiskinan adalah sebesar 85%. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara kualitas SDM yang dinyatakan dalam nilai IPM dengan tingkat kemiskinan yang dinyatakan dengan persentase jumlah penduduk miskin.
Pemodelan Regresi Linear Sederhana
Tabel Pemodelan Regresi Linear IPM dengan Tingkat Kemiskinan Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Setelah dilakukan analisis regresi menggunakan SPSS, didapatkan model regresi linear seperti berikut : Y = 60,645 – 0,712 X1
Dari pemodelan regresi linear diatas, didapatkan kesimpulan bahwa jika nilai IPM bernilai nol atau konstan, maka persentase jumlah penduduk miskin di Kabupaten Pati adalah sebesar 60,645% dan jika nilai IPM meningkat sebesar 1 satuan, maka persentase jumlah penduduk miskin di Kabupaten Pati akan berkurang sebesar 0,712%.
Isu Strategis
133.
Grafik IPM dan Persentase Jumlah Penduduk Miskin Tahun 2016 - 2018 Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Setelah dilakukan analisis regresi linear dengan menggunakan variabel nilai IPM dan persentase jumlah penduduk miskin di Kabupaten Pati, terbukti bahwa keduanya memiliki keterikatan yang kuat. Hal ini sesuai dengan grafik IPM dan persentase jumlah penduduk di Kabupaten Pati pada tahun 2016 - 2018, dimana peningkatan IPM berjalan seiringan dengan menurunnya persentase jumlah penduduk miskin.
Identifikasi matriks SWOT Dengan meninjau kembali hasil dan temuan yang didapatkan, dilakukan identifikasi strategi SWOT dengan menggunakan pendekatan kualitatif matriks SWOT yang dikembangkan oleh Kearns. Matriks ini menampilkan 8 kotak, dengan dua kotak paling atas adalah kotak faktor eksternal (Opportunity dan Threat), sedangkan dua kotak sebelah kiri adalah faktor internal (Strength dan Weakness). Empat kotak lainnya merupakan strategi yang dihasilkan setelah mengkaitkan faktor internal dengan faktor eksternal yang ada di Kabupaten Pati.
134.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Kesimpulan
Daftar Pustaka
Dengan menggunakan IPM sebagai tolak ukur keberhasilan Kabupaten Pati terkait pembangunan kualitas SDM nya, dapat disimpulkan bahwa Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan angka Harapan Lama Sekolah (HLS) merupakan variabel yang angkanya lebih rendah jika dibandingkan dengan kabupaten lainnya yang berada di sekitar Kabupaten Pati. Hal ini berpengaruh pada nilai IPM Kabupaten Pati yang lebih rendah jika dibandingkan dengan kabupaten di sekitarnya, sehingga diperlukan peningkatan kualitas pendidikan dan pengoptimalan fasilitas pendidikan di Kabupaten Pati.
•
BPS Kabupaten Pati 2019. Kabupaten Pati dalam Angka 2019
•
BPS Kabupaten Pati 2018. Kabupaten Pati dalam Angka 2018
•
BPS Kabupaten Pati 2017. Kabupaten Pati dalam Angka 2017
•
Pemerintah Kabupaten Pati. 2018. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Pati Tahun 2017 - 2022
•
Pudjianto, Hary dan Supadi. 2011. Disparitas Kualitas Sumber Daya Manusia di 35 Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Tengah
•
Abu Kosim, M. Syirod Saleh, Taufiq. 2010. Analisis Kualitas Sumber Daya Manusia dan Tingkat Kemiskinan di Kabupaten Ogan Komering Ilir
Jika dikaitkan dengan kemiskinan, peningkatan kualitas SDM yang dinyatakan dalam nilai IPM memiliki korelasi yang kuat dengan persentase jumlah penduduk miskin di Kabupaten Pati, sehingga perlu perhatian lebih dari pemerintah guna meningkatkan kualitas SDM di Kabupaten Pati sehingga dapat meningkatkan kompetensi dan skill masyarakat di dunia kerja serta meningkatkan daya saing daerah.
Rekomendasi Setelah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan kualitas SDM di Kabupaten Pati, terdapat beberapa rekomendasi yang sekiranya dapat dijadikan pertimbangan untuk meningkatkan daya saing daerah seperti berikut. •
Pemerataan fasilitas serta kualitas pendidikan yang berada di luar pusat kota, khususnya pada jenjang pendidikan menengah seperti SMP, SMA, dan SMK guna meningkatkan angka Rata-rata Lama Sekolah di Kabupaten Pati
•
Mengadakan pelatihan atau workshop di kecamatankecamatan yang masih minim akses terhadap fasilitas pendidikan nya guna meningkatkan keterampilan dan skill masyarakat pada bidang tertentu dan meningkatkan kompetensi masyarakat untuk bersaing di dunia kerja
•
Meningkatkan sosialisasi pada masyarakat yang bekerja di sektor pertanian dan perikanan terkait penggunaan teknologi modern sehingga dapat turut meningkatkan mutu dan kuantitas komoditas di sektor tersebut
•
Perlunya pengitegrasian sektor pertanian dan industri pengolahan sebagai sektor unggulan yang memiliki kontribusi besar dalam perekonomian Kabupaten Pati dengan mengembangkan agroindustri, yaitu industri yang berbasis komoditas pertanian setempat, sehingga dapat tetap mempertahankan SDM yang bekerja di sektor pertanian dalam menyongsong era revolusi industri 4.0
Isu Strategis
135.
Mutia Mesanda | 45478
Ancaman Kekeringan Terhadap Ketahanan Pangan Kabupaten Pati
Latar Belakang Kekeringan merupakan suatu peristiwa dimana langkanya keberadaan air di suatu daerah pada waktu tertentu. Biasanya kekeringan ini disebabkan karena suatu wilayah tidak mengalami hujan atau kemarau dalam kurun waktu yang cukup lama atau curah hujan di bawah normal, sehingga kandungan air di dalam tanah berkurang atau bahkan tidak ada atau dapat dikatakan sebagai penyimpangan iklim, selain itu kekeringan dapat terjadi karena adanya gangguan keseimbangan hidrologi. Salah satu lahan yang selalu mendapat ancaman serius dari bencana kekeringan ini adalah lahan persawahan. Kekeringan di area persawahan ini menyebabkan menurunnya produksi padi di beberapa wilayah karena kurangnya pasokan air untuk mengairi area persawahan. Kabupaten Pati merupakan salah satu Kabupaten yang berada di Jawa Tengah yang memiliki lahan persawahan yang cukup luas dimana sekitar 80% dari luas wilayah keseluruhannya merupakan lahan pertanian dan 40% diantaranya berupa lahan sawah. Keadaan geografis yang ada sangat mendukung untuk adanya kegiatan pertanian. Namun, Kabupaten Pati merupakan salah satu dari empat kabupaten di provinsi Jawa Tengah yang terdampak kekeringan. Setiap tahun di musim kemarau, persawahan Kabupaten Pati mengalami kekeringan karena sebagian besar sawahnya menggunakan pengairan tadah hujan dan hanya sebagian kecil berpengairan teknis. Dengan adanya ancaman kekeringan, mengakibatkan naik atau turunnya produksi padi di Kabupaten Pati setiap tahun.
Dilihat berdasarkan kontribusi sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan terhadap PDRB pada tahun 2018 atas dasar harga konstan 2010 dapat mencapai 23%. Sektor Pertanian ini merupakan sektor penyumbang kontribusi terbesar kedua terhadap PDRB Kabupaten Pati. Pertanian Tanaman Pangan merupakan sub-sektor dari sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan jika dilihat berdasarkan lapangan usahanya. Seperti dijelaskan sebelumnya, dalam sub-sektor ini meliputi komoditas padi sawah, padi ladang, jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, dan kacang hijau. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki bagi setiap orang. Ketidakcukupan pangan berpotensi mengganggu stabilitas sosial. Apabila pangan tersedia sesuai dengan kebutuhan dan terjangkau oleh daya beli masyarakat, maka dukungan terhadap stabilitas nasional di bidang ekonomi dan politik akan terwujud (Witoro dkk, 2006). Penduduk Kabupaten Pati sangat membutuhkan sumber pangan, oleh karena itu apabila terjadi kekeringan yang menggangu sektor pangan maka hal tersebut sangat mengganggu perekonomian dan keberlangsungan Kabupaten Pati. Dan juga apabila kekeringan yang berkepanjangan benar-benar terjadi akan mengakibatkan kerawanan pangan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan untuk memperoleh pangan yang cukup
136.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Kerangka Berpikir
Isu Strategis
Landasan Hukum • Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana • Peraturan Menteri dalam Negeri No. 33 tahun 2006 tentang Pedoman Umum Mitigasi Bencana • Peraturan Daerah Kabupaten Pati Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pati Tahun 2010-2030 • Undang-undang Republik Indonesia No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Landasan Teori • Pengertian Kekeringan : Kekeringan merupakan peristiwa langkanya keberadaan air di suatu daerah pada waktu tertentu dan diakibatkan oleh beberapa peristiwa tertentu. Dari perspektif kebencanaan kekeringan didefinisikan sebagai kekurangan curah hujan dalam periode waktu tertentu (umum-nya dalam satu musim atau lebih) yang menyebabkan kekurangan air untuk berbagai kebutuhan (UN-ISDR, 2009) Kementrial Pertanian dkk (2015) menyatakan bahwa menurunnya ketersediaan air dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak maksimal, sehingga memiliki potensi penurunan produksi pertanian pada musim kering yang sedang berjalan, baik karena menurunnya produktivitas maupun terjadinya puso.
137.
Kekeringan akibat ulah manusia:
Kekeringan Hidrotopografi yaitu Kekeringan yang berkaitan dengan perubahan tinggi muka air sungai antara musim hujan dan musim kering dan topografi lahan akibat ulah manusia
• Pengertian Ketahanan Pangan World Food Summit pada tahun 1996 mendefinisikan ketahanan pangan terjadi apabila semua orang secara terus menerus, baik secara fisik, sosial, dan ekonomi mempunyai akses untuk pangan yang memadai/cukup, bergizi dan aman, yang memenuhi kebutuhan pangan mereka dan pilihan makanan untuk hidup aktif dan sehat (Safa’at, S 2013). Beberapa ahli sepakat bahwa ketahanan pangan minimal mengandung dua unsur pokok , yaitu ketersediaan pangan dan aksesesabilitas masyarakat terhadap pangan tersebut.
Metode Penelitian • Metode Pengumupulan Data
Dalam pengkajian isu strategis Kabupaten Pati, metode pengumpulan data dilakukan dengan pengumpulan data sekunder yang didapatkan dari berbagai sumber, diantaranya data dari instansi terkait, seperti Dinas PUPR, Bappeda, BPS, BPBD, BNPB, serta dari berbagai literatur online, artikel, dan berita terkait dengan pengkajian isu yang dilakukan.
• Metode Analisis Data • Klasisfikasi Kekeringan : Berdasarkan penyebab dan dampak yang ditimbulkan, kekeringan diklasifikasikan sebagai kekeringan yang terjadi secara alamiah dan kekeringan akibat ulah manusia. Kekeringan alamiah dibedakan dalam 4 jenis kekeringan, yaitu : a. Kekeringan Meteorogis Kekeringan yang berkaitan dengan tingkat curah hujan di bawah normal dalam satu musim di suatu kawasan. Pengukuran kekeringan meteorologis merupakan indikasi pertama adanya kekeringan.
b. Kekeringan Hidrologis
Kekeringan yang berkaitan dengan kekurangan pasokan air permukaan dan air tanah. Kekeringan ini diukur berdasarkan elevasi muka air sungai, waduk, danau dan elevasi muka air tanah. Ada tenggang waktu mulai berkurangnya hujan sampai menurunya elevasi air sungai, waduk, danau dan elevasi muka air tanah.
c. Kekeringan Agronomis
Kekeringan yang berhubungan dengan berkurangnya lengas tanah (kandungan air dalam tanah), sehingga mampu memenuhi kebutuhan tanaman tertentu pada periode waktu tertentu pada wilayah yang luas. Kekeringan pertanian ini terjadi setelah gejala kekeringan meteorologis
d. Kekeringan Sosial Ekonomi
Kekeringan yang berkaitan dengan kondisi dimana pasakon komoditi ekonomi kurang dari kebutuhan normal akibat terjadinya kekeringan meteorologi, hidrologi dan agronomi (pertanian)
Metode penulisan dilakukan dengan cara deskriptif kualitatif, yaitu metode yang mengungkapkan kejadian, fakta, keadaan, fenomena, atau variable yang sebenarnya terjadi. Metode ini di awali dengan pengumpulan data, membandingkan antara satu data dengan data yang lain, melakukan analisis terhadap data tersebut, kemudian menarik kesimpulan dan memberikan rekomendasi dari hasil analisis.
1. Metode Hubungan Sebab Akibat
Metode ini bertujuan untuk mengetahui hubungan sebab akibat terhadap faktor-faktor yang berpengaruh terhadap bencana kekeringan di Kabupaten Pati serta resiko dan dampak yang ditimbulkan.
2. Metode Overlay
Metode overlay merupakan metode analisis keruangan yang dipergunakan dengan proses tumpang tindih antara dua atau lebih faktor yang berkaitan terhadap analisis isu rawan kekeringan Kabupaten Pati yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana tingkat kerawanan kekeringan dan dampak yang ditimbulkan.
3. Analisis SWOT
Metode ini digunakan dalam perencanaan strategis dengan mengkaji faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal(peluang dan ancaman) yang menghasilkan strategi perencanaan. Strategi tersebut didapatkan dari matriks keterkaitan SWOT.
138.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Review Literatur
b.Kondisi Fisik
• RPJMD Kabupaten Pati Tahun 2017 – 2022
1. Jenis tanah
Dalam RPJMD Kabupaten Pati Tahun 2017 – 2022 , salah satu isu strategis yang terdapat di Kabupaten pati adalah mengenai pembangunan lingkungan hidup yang berkelanjutan dan ketahanan bencana. Salah satu strategi untuk mengatasi isu tersebut tertuang dalam strategi dan arah kebijakan di Misi 8 RPJMD Kabupaten Kabupaten Pati Tahun 2017-2022 yaitu Meningkatkan kualitas lingkungan hidup guna mendukung pembangunan yang berkelanjutan, dengan strategi sebagai berikut :
Bagian utara Kabupaten Pati didominasi oleh jenis tanah Red Yellow, Latosol, Aluvial, Hidromer dan Regosol. Sedangkan di bagian selatan didominasi oleh jenis tanah Aluvial, Hidromer, dan Gromosol.
1. Peningkatan indeks kualitas air melalui peningkatan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah dan limbah domestic penguatann fungsi pengawasan lingkungan 2. Peningkatan luasan tutupan lahan melalui perluasan dan pengelolaan ruang terbuka hijau. 3. Peningkatan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana melalui Desa Tangguh Bencana 4. Peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam menanggulangi bencana melalui penguatan kelembagaan
• Peraturan Daerah Kabupaten Pati Nomor 5 Tahun 2011
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pati Tahun 2010-2030 Di dalam RTRW Kabupaten Pati disebutkan bahwa kawasan yang termasuk rawan kekeringan meliputi beberapa kecamatan, sukolilo, kayen , tambakromo, winong, pucukwangi, jaken, batangan, Gabus.
Hasil dan Temuan
Peta Jenis Tanah Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
2.Iklim
Kabupaten Pati beriklim tropis yang memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan dengan bulan basah umumnya lebih banyak daripada bulan kering. Sedangkan rata-rata curah hujan pada tahun 2011 sebanyak + 2.734 mm dengan 132 hari hujan. Suhu udara terendah di Kabupaten Pati adalah 230C dan suhu tertinggi 390C.
a. Gambaran Umum Kabupaten Pati terletak pada bagian timur laut Provinsi Jawa Tengah dengan luas total sebesar 150.368 km2 yang kemudian terdiri dari 21 kecamatan, 492 desa, dan 14 kelurahan, yang dimana terletak pada ketinggian antara 0-1000 meter di atas permukaan air dan terbagi atas tiga relief daratan, yaitu Lereng Gunung Muria, Daratan rendah, dan Pegunungan Kapur. Dalam kata lain, sebagian besar wilayah Kabupaten Pati berupa daratan rendah sehingga berpotensi baik untuk dijadikan sebagai lahan pertanian maupun sebagai tadah hujan. Kondisi geografis Kabupaten Pati yang mendukung adanya pengoptimalan sumber daya pertanian, Sebagaimana diketahui bahwa 80% luas lahan di Kabupaten Pati berupa lahan pertanian dengan 40% diantaranya merupakan lahan sawah. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan merupakan sektor penyumbang terbesar kedua terhadap PDRB Kabupaten Pati sebesar 23%. Hal tersebut menyokong produksi di sektor pertanian yang sesuai dengan slogan “Bumi Mina Tani” yang melekat pada Kabupaten Pati. Sektor pertanian juga menyerap jumlah pekerja paling banyak di Kabupaten Pati dengan angka mencapai 178.428 jiwa atau 28.43% penduduk Kabupaten Pati berprofesi dalam sektor pertanian.
Peta Curah Hujan Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Isu Strategis
3. Topogrofi dan morfologi
Wilayah Kabupaten Pati terletak pada ketinggian antara 0 1.000 m di atas permukaan air laut rata-rata dan terbagi atas 3 relief daratan, yaitu : a. Lereng Gunung Muria, yang membentang sebelah barat bagian utara Laut Jawa dan meliputi Wilayah Kecamatan Gembong, Kecamatan Tlogowungu, Kecamatan Gunungwungkal, dan Kecamatan Cluwak. b. Dataran rendah membujur di tengah sampai utara Laut Jawa, meliputi sebagian Kecamatan Dukuhseti, Tayu, Margoyoso, Wedarijaksa, Juwana, Winong, Gabus, Kayen bagian Utara, Sukolilo bagian Utara, dan Tambakromo bagian utara. c. Pegunungan Kapur yang membujur di sebelah selatan meliputi sebagian kecil wilayah Sukolilo, Kayen, Tambakromo, Winong, dan Pucakwangi.
139.
c. Kekeringan di Kabupaten Pati Penyimpangan iklim, menyebabkan produksi uap air dan awan di sebagian Indonesia bervariasi dari kondisi sangat tinggi ke rendah atau sebaliknya. Ini semua menyebabkan penyimpangan iklim terhadap kondisi normalnya. Jumlah uap air dan awan yang rendah akan berpengaruh terhadap curah hujan, apabila curah hujan dan intensitas hujan rendah akan menyebabkan kekeringan. Berdasarkan Peta Indeks Risiko bencana Kekeringan oleh BNPB (badan Nasional penanggulangan Bencana) diketahui bahwa sebagian daerah Provinsi Jawa Tengah mempunyai resiko tinggi tehadap bencana kekeringan. Provinsi Jawa Tengah memiliki pola hujan monsun. Pola hujan monsun tersebut memiliki kaitan erat terhadap El Nino Southern Oscillation(ENSO).ENSO dapat menyebabkan musim hujan datang lebih lambat dan kemarau datang lebih awal (Kirono dan Partridge, 2002). Durasi kemarau yang semakin lama akan mempengaruhi kekeringan dan menimbulkan dampak lebih besar (Nugroho, 2001) Kabupaten Pati merupakan salah satu dari empat kabupaten di provinsi Jawa Tengah yang terdampak kekeringan. Setiap tahun di musim kemarau, persawahan Kabupaten Pati mengalami kekeringan karena sebagian besar sawahnya menggunakan pengairan tadah hujan dan hanya sebagian kecil berpengairan teknis. Kekeringan melanda Kabupaten Pati setiap tahunnya semakin mengkhawatirkan dan meluas. Data yang diterima dari BPBD setempat menyebutkan bahwa di tahun 2019 di Kabupaten Pati, warga terdampak kekeringan mencapai 5.333 jiwa dan yang mengalami kekeringan mencapai 134 desa di 17 kecamatan. Kekeringan terparah di antaranya di Desa Sendangsuko, Sarimulyo, Bumiharjo, beberapa desa di Kecamatan Winong, Tanjung Sekar, Tlogowayu, Pasuruan dan Kretek.
Peta Kelerengan Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Jika melihat peta topografi wilayah Kabupaten Pati, wilayah dengan ketinggian 0 – 100 m dpl merupakan wilayah yang terbesar yaitu meliputi wilayah seluas 100.769 Ha atau dapat dikatakan bahwa topografi wilayah Kabupaten Pati sebagian besar merupakan dataran rendah sehingga wilayah ini potensial untuk menjadi lahan pertanian.
4. Hidrologi
Kabupaten Pati memiliki sungai-sungai yang cukup besar jumlahnya. Di Kabupaten Pati terdapat 93 buah sungai/ kali yang tersebar merata di seluruh wilayah. Pada umumnya sungai-sungai di kabupaten ini berpola kipas atau pohon, dengan muara sungai pada umumnya ke Laut Jawa. Sungai di Kabupaten Pati pada umumnya berfungsi dalam pengairan atau irigasi. Sayangnya, pada musim kemarau, kebanyakan dari sungai-sungai yang ada mengalami kekeringan sedangkan pada musim penghujan, beberapa sungai justru meluap. Ada beberapa sungai yang memiliki sumber mata air, akan tetapi banyak juga yang tidak, yaitu bersumber dari aliran drainase kota saja. Mata air di Kabupaten Pati pada umumnya bersumber dari mata air Gunung Muria, khususnya sungaisungai yang terdapat pada wilayah Utara Kabupaten Pati.
Peta Rawan Bencana Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Bencana yang terdapat di Kabupaten Pati antara lain yai tu kekeringan, longsor, banjir, abrasi. Dapat dilihat dari peta diatas bahwa Kabupaten Pati di dominasi oleh rawan bencana kekeringan, yang mana bencana kekeringan menyebar pada 17 kecematan di Kabupaten Pati
140.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Tabel Luas Lahan Kekeringan di Kabupaten Pati Kecematan
Luas (Ha)
Kecematan Dukuhseti
5900.535417
Kecematan Sukolilo
15825.740639
Kecematan Kayen
10332.794869
Kecematan Tambakromo
7894.794869
Kecematan Winong
9094.016599
Kecematan Pucakwangi
11992.543579
Kecematan Gabus
5620.485262
Kecematan Jaken
6901.068278
Kecematan Margorejo
7012.184861
Kecematan Jakenan
5435.03184
Kecematan Pati
5433.460932
Kecematan Juwana
6235.22984
Kecematan Batangan
5703.749193
Kecematan Gembong
3873.658799
Kecematan Tlogowungu
2651.848723
Kecematan Wedarijaksa
3691.562447
Kecematan Trangkil
692.856402
Total
113391.55 ha
Peta Rawan Kekeringan Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Sumber: Hasil Olah Penulis
Berdasarkan tabel diatas, Luas Lahan yang terkena kekeringan di Kabupaten Pati yaitu sebesar 113391.55 ha yang tersebar pada seluruh kecematan di Kabupaten Pati
Tabel Kondisi Lahan Pertanian Sawah Kabupaten Pati tahun 2012-2018 Keterangan
Tahun 2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
-
59290
-
59270
59299
59299
59299
Luas Panen Padi Sawah(Ha)
97204
101999
89208
106049
111094
105112
101004
Produksi Padi Sawah (Ton)
565819
576909
484466
631899
652675
620206
634099
5,66
5,43
5,96
5,87
5,90
6,28
Luas Lahan Sawah(Ha)
Produktivitas Padi Sawah (ton/Ha)
5,82
Sumber: Hasil Olah Penulis
Dari tabel disamping dapat dilihat bahwa luas lahan panen padi sawah mengalami penurunan dati tahun 2016 hingga 2018, hal ini di karenakan ancaman kekeringan menyebar pada penggunaan lahan sawah irigasi . Melalui analisis daerah rawan kekeringan dengan penggunaan lahan yang terdapat di Kabupaten Pati, diketahui bahwa faktor menurunnya produktivitas padi di Kabupaten pati disebabkan oleh penggunaan lahan sawah irigasi pada daerah rawan kekeringan yang tersebar di Kabupaten Pati yang luas. Analisis dilakukan dengan melakukan overlay anatara peta kekeringan dengan peta penggunaan lahan Kabupaten Pati. Berikut merupakan peta hasil analisis tersebut :
Isu Strategis
141.
Tabel Luas Penggunaan Lahan di Daerah Rawan Kekeringan Penggunaan Lahan
Luas (Ha)
Danau
122,371
Embung
25,975
Empang
312,608
Hutan Produksi Terbatas
531,576
Hutan Produksi Tetap
15996
Industri
128,4
Kebun
9001,08
Kolam
42,1497
Lahan terbuka
67,6529
Lapangan
16,87
Makam
18,4923
Permukiman
13271,6
Sawah Irigasi
53061,7
Sawah Tadah Hujan
2111,71
Sungai
1000,74
Tambak
8094,21
Tegalan
9448,7
Total
113225,9
Peta Penggunaan Lahan Daerah Rawan Kekeringan Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Sumber: Hasil Olah Penulis
Berdasarkan hasil overlay tersebut, diketahui bahwa total lahan seluas 113225,9 Ha merupakan lahan rawan bencana kekeringan, dengan guna lahan sawah irigasi termasuk salah satu penggunaan lahan yang tercakup paling tinggi, yaitu seluas 53061,7 Ha atau 47% dari total luas lahan dengan kerawanan kekeringan. Hal ini menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap menurunnya produktivitas pertanian padi di Kabupaten Pati, sehingga diperlukan tindak lanjut dalam melakukan pencegahan terkait bencana kekeringan di Kabupaten Pati, karena jika tidak akan berdampak pada semakin menurunnya produktivitas pertanian di Kabupaten Pati dan dalam jangka panjang dapat berpengaruh terhadap ketahanan pangan Kabupaten Pati yang dapat mengganggu kesejahteraan masyarakat
Tabel Data Terdampak Kekeringan Kabupaten Pati 2017-2019 Tahun 2017 2018 2019
Terdampak Jiwa 149.130 8.600 5333
KK 4.502 2.584 1.962
Sumber: bpd Indonesia, solopos.com
Dampak terjadinya kekeringan di Kabupaten Pati antara lain: 1) produksi tanaman turun/rendah/puso bahkan menyebabkan tanaman mati sehingga merugikan petani 2) Karena produksi rendah secara riil mengalami kerugian material maupun finansial yang besar dan bila terjadi secara luas, akan mengancam ketahanan pangan nasional 3) menyebabkan terganggunya hidrologis lingkungan yang berakibat terjadinya kekurangan air pada musim kemarau.
Ada beberapa faktor penyebab kekeringan di Kabupaten Pati 1) adanya penyimpangan iklim 2) adanya gangguan keseimbangan hidrologi
142.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Kekeringan perlu dikelola dengan pertimbanganpertimbangan sebagai berikut: 1. Terus meningkatnya luas sawah yang terkena kekeringan sehingga berdampak pada penurunan produksi sampai gagal panen 2. Terjadinya kekeringan pada tahun yang sama saat terjadi anomali iklim maupun kondisi iklim normal 3. Periode ulang anomali iklim cenderung acak sehingga sulit untuk dilakukan adaptasi 4. Kekeringan berulang pada tahun yang sama di lokasi yang sama 5. Dampak anomali iklim bervariasi antara wilayah 6. Kekeringan hanya dapat diturunkan besarannya dan tidak dapat dihilangkan. Dengan pertimbangan tersebut sehingga diperlukan pengelolaan terencana dengan semua pemangku kepentingan. Dampak kekeringan akibat musim kemarau panjang yang menimpa wilayah Kabupaten Pati, saat ini semakin meluas. Tidak hanya warga, areal persawahan saat ini juga kering kerontang. karena terjadinya perubahan iklim terhadap sektor pertanian adalah bergesernya awal musim kemarau yang menyebabkan berubahnya pola tanam karena adanya kekeringan. Dinas Pertanian mendata, total ada 3.937 hektare lahan yang mengalami kerusakan akibat kekeringan. Dari luasan itu, 479 hektare mengalami rusak ringan, 463 hektare rusak sedang, 1.138 hektare rusak berat dan 1.857 hektare mengalami puso (tidak mengeluarkan hasil). Kebutuhan air untuk tanaman padi sampai panen, misalnya, antara 450-700 liter per meter persegi. Jika takaran ini tak terpenuhi maka gagal panen akan terjadi. Riset yang lain menunjukkan untuk menghasilkan 1 kilogram beras, tanaman padi memerlukan air sebanyak 2.500 liter. Dan kini ketersediaan air di tahan makin menipis, berkisar antara 20-6- % (kurang sampai sedang) di Pulau Jawa. Selama musim kemarau ini, tanaman padi di lahan pertanian itu tidak mendapatkan suplai air irigasi. Salah seorang petani di Kabupaten Pati mengakui tanaman padi miliknya yang berusia sekitar 60 hari mengalami puso akibat tidak mendapatkan pasokan air irigasi. Luas lahan tanaman padi milik salah seorang petani yang mengalami puso yaitu seluas 5.000 m2. Akibat puso, petani tersebut mengaku, mengalami kerugian hingga Rp4 juta lebih serta potensi penghasilan hingga belasan juta juga gagal diperoleh. Badan Penanggulangan Bencana Daerag (BPBD) Jawa Tengah telah mendistribusikan ratusan tangki air bersih untuk membantu desa-desa dilanda kekeringan namun masih tidak bisa teratasi. Pihaknya juga melibatkan BBWS Pemali-Juwana untuk membuatkan sumur bor di lima titik guna membantu warga mendapatkan sumber air bersih. Beberapa titik ada yang berhasil memunculkan air bersih. Tapi ada juga yang gagal mengingat resapan tanahnya sudah tidak ada airnya. Untuk menyiasati kekeringan yang terjadi saat ini, banyak warga memilih mencari sumber mata air ke sejumlah tempat. Bahkan beberapa warga yang memakai air waduk untuk kebutuhan rumah tangganya. saat ini mencari sumber mata air ke ladang sawah terdekat.
Daya Dukung Air Daya dukung air di Kabupaten Pati dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: DDA=SA/DA Keterangan : DDA: Daya Dukung Air SA: Ketersediaan air (m3/tahun) DA: Total kebutuhan air (m3/tahun) Berdasarkan rumus tersebut, maka perlu dicari jumlah ketersediaan air dan total kebutuhan air terlebih dulu.
Ketersediaan Air :
SA=10 x C x R x A Keterangan : SA: Ketersediaan air (m3/tahun) C: Koefisien limpasan tertimbang = 0,335 R: Rata-rata curah hujan (mm/tahun) = 2.734 mm/tahun A: Luas wilayah (Ha) = 150.368 ha SA=10 x 0,335 x 2.734 x 150.368 SA=1.377.205.475 m3/tahun
Kebutuhan Air :
DA=N x KLHA Keterangan : DA: Total kebutuhan air (m3/tahun) N: Jumlah penduduk (jiwa) = 1.253.299 jiwa KLHA: Kebutuhan air untuk hidup layak (1.600 m3/kapita/ tahun) DA=1.253.299 x 1.600 DA=2.005.278.400 m3/tahun
Daya Dukung Air : DDA=1.377.205.475/2.005.278.400 DA=0,687 Nilai DDA 0,687 (nilai kurang dari 1) berarti air yang tersedia belum dapat mencukupi kebutuhan air di Kabupaten Pati. Hal ini berkaitan dengan fakta bahwa Kabupaten Pati rawan akan bencana kekeringan sehingga masyarakat sulit mendapatkan air terutama saat musim kemarau.
Isu Strategis
143.
d. Pertanian dan Tanaman Pangan di Kabupaten Pati Pertanian merupakan Sektor I, yang dimana sektor penyumbang kontribusi terbesar kedua terhadap PDRB Kabupaten Pati setelah Sektor Industri Pengolahan. Hal tersebut selaras dengan kondisi geografis Kabupaten Pati serta visi jangka panjangnya karena 80% dari luas secara keseluruhan Kabupaten Pati merupakan lahan pertanian dan 40% diantaranya berupa lahan sawah. Pertanian Tanaman Pangan merupakan sub-sektor dari sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan jika dilihat berdasarkan lapangan usahanya. Seperti dijelaskan sebelumnya, dalam sub-sektor ini meliputi komoditas padi sawah, padi ladang, jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, dan kacang hijau. Sedangkan guna lahan yang digunakan untuk kegiatan pertanian terbagi menjadi dua yaitu lahan sawah irigasi dan non-irigasi dengan luas masing-masing sebagai berikut:
Luas (ha) 20%
40%
Dari tahun 2014-2018 jika dilihat berdasarkan kontribusi sektor terhadap PDRB ADHK Kabupaten Pati, pergerakannya didominasi oleh tiga sektor dominan yaitu sektor industri pengolahan, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan, serta sektor perdagangan besar dan eceran. Hal tersebut selaras dengan persenan jumlah sebaran mata pencaharian masyarakat di Kabupaten Pati. Dapat diketahui bahwa mayoritas penduduk Kabupaten Pati bekerja pada lapangan pekerja pertanian. Banyaknya penduduk yang bekerjan pada lapangan kerja pertanian dikarenakan Kabupaten Pati memiliki area sawah yang masih luas dan sebagian besar penduduk Kabupaten Pati merupakan penduduk pedesaan yang bermata pencaharian pada sektor pertanian. Tingkat produktivitas tenaga kerja dapat dilihat melalui tingkat partisipasi angkatan kerja dengan asumsi bahwa seluruh masyarakat angkatan kerja aktif berkontribusi dalam pekerjaan yaitu mencapai 67.83% pada tahun 2015. Sedangkan dependency ratio di Kabupaten Pati mencapai 47% dimana 100 orang produktif harus menanggung 47 orang tidak produktif.
Tabel Jumlah Produksi Tanaman Pangan di Kabupaten Pati 2019
40% Lahan Sawah Lahan Pertanian Bukan Sawah Bukan Lahan Pertanian Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
No 1 2
Jenis Lahan Sawah Irigasi Sawah Non-Irigasi Total
Luas (ha) 36.825 22.474 59.299
Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
No
Jenis Tanaman
Produksi Kab. Pati (ton)
Produksi Prov. Jawa Tengah (ton)
1
Padi Sawah
634.099
951.243
2
Padi Ladang
9.931
34.277
3
Jagung
181.601
341.490
4
Kedelai
2.328
16.619
5
Kacang Tanah
3.433
8.660
6
Kacang Hijau
14.775
12.506
7
Ubi Kayu
606.871
255.645
8
Ubi Jalar
5.140
15.205
Total
1.458.178
1.623.143
Sumber: Hasil Olah Penulis
Pada tabel tersebut diketahui bahwa total produksi tanaman pangan di Kabupaten Pati 2019 yaitu sebesar 1.458.178 ton dengan produksi paling tinggi terdapat pada padi sawah dengan total produksi sebesar 634.099 ton Peta Lahan Pertanian Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
144.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Tabel Produktivitas Pertanian Kabupaten Pati Sektor Padi Sawah Padi Ladang Jagung Kedelai Kacang Tanah Kacang Hijau Ubi Kayu Ubi Jalar
2012 5,82 4,439 5,932 1,096 1,481 1,175 37,213 15,543
2013 5,656 3,68 5,418 1,249 1,272 1,207 43,027 12,463
2014 5,43 3,761 6,091 1,261 1,577 1,128 41,673 15,157
2015 5,96 4,1224 6,7953 1,307 1,555 1,1083 43,55 9,743
2016 5,874 4,1321 6,9319 0,777 1,5969 1,269 43,8939 17,451
2017 5,9 3,906 6,2819 1,4343 1,6267 1,1551 43,277 13,236
2018 6,278 3,6112 6,3476 1,3464 1,3188 1,719 39,6155 22,251
Sumber: Hasil Olah Penulis
Dari Tabel diatas dapat diketahui bahwa produktivitas pertanian Kabupaten Pati bersifat fluktuatif, yaitu dimana terjadi penurunan dan peningkatan tiap tahunnya Salah satu dari akibat penurunan yang terjadi dikarenakan adanya ancaman kekeringan yang melanda Kabupaten Pati
Sumber: Hasil Olah Penulis
Dari Grafik diatas diketahui bahwa produktifitas padi sawah dari tahun 2012 mengalami penurunan hingga 2014,namun dari 2014 ke 2015 mengalami kenaikan. Pada tahun 2015 mengalami penurunan lagi hingga 2017, dan dari tahun 2017 produktivitas padi sawah sebanyak 5,9 meningkat menjadi 6,278 pada tahun 2018. Sedangkan Padi Ladang mengalami penurunan dari tahun 2015 sebesar 4,1224 menjadi 3,611 di tahun 2018
Tabel Kontribusi Sektor Pertanian Terhadap PDRB tahun 2018 Sub-sektor PDRB Tanaman Bahan Pangan Tanaman Perkebunan Perternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan
PDRB ADHK 2010 Menurut Lapangan Usaha (Milyar Rupiah) 545,44 7664,97 31,95 18,31
Kontribusi Terhadap PDRB (persen) 1,87 26,25 0,11 0,06
Perikanan
2349,71
8,05
Total Sektor Pertanian, Perkebunan, dan Perikanan
6920,95
23,71
Sumber: Hasil Olah Penulis
Sub-sektor Pertanian Tanaman Pangan dalam kontribusi terhadap PDRB Kabupaten Pati masih rendah, hal ini dikarenakan beberapa factor yaitu salah satunya adalah karena ancaman rawan kekeringan yang melanda Kabupaten Pati . Adanya kekurangan cadangan produksi dalam komoditas pertanian tanaman pangan menunjukan bahwa dalam produksinya masih kurang optimal. Oleh karena itu, diperlukannya bantuan berupa teknologi atau inovasi dalam bidang pertanian tanaman pangan guna membantu menaikkan produktivitas produksi tanaman pangan.
Isu Strategis
145.
e. Pengaruh Kekeringan Terhadap Ketahanan Pangan Kabupaten Pati Ketersediaan air akan sangat menentukan ketahanan pangan dan energi di masa depan. Menurut data, saat ini potensi air di Indonesia adalah 3,9 triliun meter kubik per tahun sedangkan yang bisa dimanfaatkan baru sekitar 691 miliar meter kubik, dengan rician; 81 persennya digunakan untuk mengairi lahan pertanian dan sembilan belas persen sisanya, digunakan untuk kebutuhan air baku, domestik, dan industri. Beberapa literatur lainnya menunjukkan bahwa air adalah salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas pertanian sawah. Pengaruh air dapat dilihat dari pemberlakuan sistem irigasi pada tanah persawahan. Maka dari itu apabila ketersediaan air tidak mencukupi, akan menyebabkan kekeringan. Keterkaitan sistem pengairan dengan produktivitas pertanian dikemukakan oleh Subagyono, dkk (2001) dalam Taufik (2014), pengelolaan air merupakan salah satu kunci keberhasilan peningkatan produksi padi. Perbaikan atau penambahan sistem pengairan dapat menaikkan indeks tanam yang hanya sekali dalam setahun menjadi dua kali atau lebih. Sawah ladang yang biasanya bergantung pada musim penghujan, bisa ditanami di musim yang lain dengan sistem pengairan yang baik. Beberapa literatur lainnya menunjukkan bahwa air adalah salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas pertanian sawah. Pengaruh air dapat dilihat dari pemberlakuan sistem irigasi pada tanah persawahan. Maka dari itu apabila ketersediaan air tidak mencukupi, akan menyebabkan kekeringan.
Sumber: infoplus.id
Sumber : jatengidntimes.com
Salah satu dampak akibat dari terjadinya bencana kekeringan adalah pada sektor pertanian, oleh karena itu apabila terjadi kekeringan yang menggangu sektor pangan maka hal tersebut sangat mengganggu perekonomian dan keberlangsungan Kabupaten Pati. Pengelolaan air merupakan salah satu kunci keberhasilan peningkatan produksi padi. Perbaikan atau penambahan sistem pengairan dapat menaikkan indeks tanam yang hanya sekali dalam setahun menjadi dua kali atau lebih. Sawah ladang yang biasanya bergantung pada musim penghujan, bisa ditanami di musim yang lain dengan sistem pengairan yang baik. Beberapa literatur lainnya menunjukkan bahwa air adalah salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas pertanian sawah. Pengaruh air dapat dilihat dari pemberlakuan sistem irigasi pada tanah persawahan Apabila kekeringan tersebut terjadi dalam jangka waktu yang lama, maka dapat mengancam kelangsungan hidup manusia. Kekeringan dapat berdampak buruk bagi petani padi karena kekurangan air dalam pemasok pertumbuhannya, sehingga terjadi pengurangan produksi dan penurunan kualitas padi itu sendiri, apabila intensitas kekeringan dikategorikan kritis akan berdampak gagal panen. Maka dari itu kekeringan dapat memberikan ancaman kepada produktivitas pertanian di Kabupaten Pati. Jika produktivitas pertanian menurun maka ketahanan pangan tidak terpenuhi dan perekonomian Kabupaten Pati mengalami penurunan.
Sumber: bisnistempo.com
Sumber : jatengidntimes.com
146.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Pengaruh Kekeringan Terhadap Ketahanan Pangan Perkembangan Wilayah Kabupaten Pati
Isu Strategis
147.
f. Konsep Penanggulangan Ancaman Kekeringan Konsep umum untuk menangani kekeringan dibagi menjadi 3 (tiga) tahapan yaitu penanganan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Ketiga konsep penanganan tersebut perlu didetailkan untuk memperjelas implementasi di lapangan. Konsep ini identik dengan mekanisme perencanaan pembangunan secara umum. Kemudian untuk menunjang keberlanjutan penanganan kekeringan di Jawa Tengah maka diperlukan upaya penerapan teknologi yang tepat guna dan ramah lingkungan. Upaya tersebut lebih menekankan pada penanganan jangka menengah dan jangka panjang.
a. Metode Penanggulangan jangka pendek Kondisi yang dirasakan masyarakat adalah : • timbulnya kekurangan air bersih untuk keperluan rumah tangga • timbulnya kesulitan ekonomi bagi keluarga miskin yang usaha taninya mengalami puso akibat kekeringan • timbulnya wabah penyakit akibat kekeringan, seperti: diare, campak, pneumonia, kulit dan cacar • Menurunnya kualitas gizi balita di wilayah kekeringan
Alternatif penanggulangan kekeringan Untuk mengatasi kondisi yang disebutkan di atas, maka alternative penanggulangannya adalah sebagai berikut: • Memenuhi dengan segera kebutuhan air bersih bagi masyarakat untuk keperluan rumah tangga dengan droping air bersih • Memberi bantuan pangan/sembako untuk masyarakat miskin yang usahataninya puso • Membantu menanggulangi penyakit menular akibat kekeriingan • Membantu peningkatan gizi balita di wilayah kekeringan • Karena program-progran tersebut tidak dapat direncanakan sebelumnya, maka diperlukan pos dana tak tersangka (ben cana) yang memadai.
b. Metode Penanggulangan Jangka Menengah Dalam konteks jangka menengah, permasalahan yang timbul akibat bencana alam kekeringan adalah: • Kuantitas sumber air kurang untuk menyuplai air bersih bagi masyarakat di musim kemarau • Sarana dan prasarana penyedia air bersih, sehingga layanan air bersih bagi masyarakat kurang optimal
Alternatif penanggulangan Untuk mengatasi kondisi yang disebutkan di atas, maka alternative penanggulangannya adalah sebagai berikut : • Meningkatkan ketersediaan sumber air : Pembangunan sumur gali, sumur air tanah dalam, penampungan air hujan (PAH), Terminal air di wilayah desa rawan kekeringan, embung. • Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana air bersih • Melaksanakan kegiatan penelitian dalam rangka mencari potensi sumbersumber air
c. Metode Penanggulangan Jangka Panjang Dalam konteks jangka panjang, kondisi yang timbul adalah: • Menurunnya debit sumber mata air • Kualitas lingkungan hidup sekitar sumber mata air dan waduk yang rusak • Wilayah kawasan hutan rusak akibat penjarahan hutan • Kawasan lahan kritis makin meluas
Alternatif penanggulangan kekeringan jangka Panjang Untuk menanggulangi kondisi di atas perlu beberapa langkah yaitu: • Reboisasi di wilayah sekitar sumber mata air • Reboisasi kawasan sabuk hijau sekitar waduk • Rehabilitasi lahan dan konservasi tanah lahan kritis • Pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM) • Pembangunan demplot sumur resapan di wilayah rawan kekeringan • Pembangunan/pengembangan sistem IPA mini
148.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Analisis SWOT Strategi pengembangan permasalahan yang didapat dari matriks keterkaitan SWOT hasil titik pertemuan antara faktor internal (strength dan weakness) dan faktor eksternal(opportunity dan threat) sebagai berikut :
Kesimpulan •
• •
Kondisi geografis Kabupaten Pati yang mendukung adanya pengoptimalan sumber daya pertanian, Sebagaimana diketahui bahwa 80% luas lahan di Kabupaten Pati berupa lahan pertanian dengan 40% diantaranya merupakan lahan sawah. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan merupakan sektor penyumbang terbesar kedua terhadap PDRB Kabupaten Pati sebesar 23%. Hal tersebut menyokong produksi di sektor pertanian yang sesuai dengan slogan “Bumi Mina Tani” yang melekat pada Kabupaten Pati. Sektor pertanian juga menyerap jumlah pekerja paling banyak di Kabupaten Pati dengan angka mencapai 178.428 jiwa atau 28.43% penduduk Kabupaten Pati berprofesi dalam sektor pertanian. Kekeringan tersebut dapat memberikan ancaman kepada produktivitas pertanian di Kabupaten Pati. Jika produktivitas pertanian menurun maka ketahanan pangan tidak terpenuhi dan perekonomian Kabupaten Pati mengalami penurunan. Kabupaten Pati merupakan salah satu daerah yang rawan terjadi kekeringan. Kekeringan di Kabupaten Pati sangat berdampak terhadap kekeringan pertanian. Kekeringan ini disebabkan karena suatu wilayah tidak mengalami hujan atau kemarau dalam kurun waktu yang cukup lama atau curah hujan di bawah normal, sehingga kandungan air di dalam tanahberkurang atau bahkan tidak ada atau dapat dikatakan sebagai penyimpangan iklim, selain itu kekeringan dapat terjadi karena adanya gangguan keseimbangan hidrologi.
Isu Strategis
149.
Rekomendasi
:
Melihat adanya ancaman kekeringan di Kabupaten Pati beserta kerugian yang ditimbulkan, diperlukan pengembangan mitigasi bencana alam untuk meningkatkan ketangguhan Kabupaten Pati kaitannya dengan kapasitas wilayah untuk siap menghadapi bencana, meminimalisisr dampak buruk dan mempercepat proses pemulihannya. Dibutuhkan peran dan komitmen semua pihak untuk menyelesaikan permasalahan bencana kekeringan tersebut, dalam hal ini pemerintah juga berperan membantu membedayakan masyarakatnya untuk dapat mengatasi bencana kekeringan tersebut serta berinovasi agar bencana kekeringan tersebut tidak menggangu ketahanan pangan Kabupaten Pati. Untuk mengatasi ancaman kekeringan yang ada di Kabupaten Pati,guna untuk meningkatkan produktivitas serta perekonomian Kabupaten Pati Maka dari itu perlu adanya strategi-strategi untuk mencegah ancaman kekeringan tersebut yaitu seperti : 1. Membangun/rehabilitasi/ pemeliharaan jaringan irigasi 2. Meningkatkan cara pengelolaan tanah 3. Mengupayakan sumber air menggunakan informasi hidrologi dan hidrogeologi 4. Melakukan penghijauan untuk mengurangi run off air 5. menambah volume air yang meresap ke tanah, Membuat bendung dan atau embung untuk menampung air pada musim penghujan 6. Membangun demplot sumur resapan di wilayah rawan kekeringan 7. Membangun infrastruktur berketahanan bencana 8. Memberikan pelatihan dan penyuluhan kepada masyarakat terhadap pengelolaan hasil pertanian 9. Melakukan perbaikan dan pemeliharaan infrastruktur yang memiliki ketahanan terhadap bencana dengan pengembangan teknologi
Daftar Pustaka • RTRW Kabupaten Pati 2010-2030 • RPJMD Kabupaten Pati Tahun 2017 – 2022 • Kabupaten Pati Dalam Angka 2019 • BPS Kabupaten Pati • BPBD Jawa Tengah • Seminar Nasional Mitigasi dan Ketahanan Bencana 26 Juli
2011, UNISSULA Semarang ISBN 978-602-8420-85-3
150.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Danur Arkan Mawiryawan | 45915
Kesiapan Sarana dan Prasarana Kabupaten Pati dalam Menghadapi Bonus Demografi Latar Belakang Penduduk adalah salah satu faktor pembentuk berdirinya suatu negara, tanpa penduduk maka suatu wilayah teritorial tidak dapat berdiri kokoh sebagai suatu negara. Penduduk yang memiliki taraf hidup yang baik akan mendorong Kemajuan suatu negara. Semakin banyak penduduk suatu negara maka akan semakin besar peluang negara tersebut untuk berkembang. Akan tetapi jika pertumbuhan penduduk yang pesat ini tidak didukung dengan baik dan negara tersebut tidak siap akan pertumbuhan penduduk maka akan mendatangkan masalah besar pada negara tersebut. Indonesia berada di peringkat ke-4 terbesar keempat setelah China, India, Amerika Serikat. Dari data BPS tahun 2010, Indonesia memiliki populasi sebesar 237.641.326 jiwa yang tersebar secara tidak merata di indonesia. Pertumbuhan penduduk dapat dipandang sebagai faktor pendukung pembangunan sebab dengan pertambahan penduduk, berarti juga pertambahan tenaga kerja yang dapat meningkatkan produksi dan memperluas pasar. Sedangkan disatu pihak pertumbuhan penduduk merupakan salah satu faktor penghambat (Sukirno, 2001). Pertumbuhan penduduk Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat, akan tetapi jika perkembangan tersebut tidak diimbangi dengan pertumbuhan ekonomi pula maka akan menimbulkan masalah besar, yaitu jumlah pengangguran yang besar pula. Saat ini Indonesia sedang mengalami bonus demografi. Bonus demografi adalah suatu kondisi dimana komposisi jumlah penduduk yang berusia produktif lebih
besar dibandingkan dengan jumlah penduduk usia tidak produktif. Penduduk usia produktif adalah penduduk yang memiliki usia 15-64. Bonus demografi adalah sebuah kesempatan yang sangar jarang terjadi dalam sebuah periode demografi suatu negara. Bonus demografi harus dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dalam memacu pertumbuhan ekonomi suatu negara. Kabupaten Pati juga tidak luput dari bonus demografi, diperkirkan penduduk Kabupaten Pati akan terus mengalami peningkatan pada 2010 – 2035. Akan tetapi dari hasil analisis evaluasi sarana dan prasarana eksisting yang studio wilayah Pati 1 lakukan, masih banyak sarana dan prasarana yang kurang baik kapasitas dan kualitasnya. Hal ini menjadi masalah dikarenakan tanpa sarana dan prasarana yang baik dan mencukupi maka sektor ekonomi akan sulit berkembang dikarenakan pembangunan dan distribusi yang sulit dan mahal. Prasarana jalan misalnya, menurut bank dunia, infrastruktur jaringan jalan merupakan pondasi dari perkembangan suatu daerah. Jaringan jalan yang baik bisa menghubungkan produsen dengan pasar, pekerja dengan tempat mereka berkerja, murid dengan sekolahnya, dan masih banyak lagi. Hal diatas lah yang melatar belakangi kajian ini untuk melihat apakah sarana dan prasarana Kabupaten Pati sudah siap dalam menghadapi bonus demografi Kabupaten Pati pada 2038 nanti yang tidak hanya berasal dari dalam Kabupaten Pati tapi juga dari luar Kabupaten Pati yang berkerja di dalamnya.
Isu Strategis
151.
Kerangka Berpikir
Metode Penelitian Pengumpulan Data Proses pengumpulan data dalam suatu penelitian merupakan hal yang penting. Hasil pengumpulan data nantinya akan di gunakan pada proses analisis, oleh karena itu dalam pengumpulan data haruslah mencari data seakurat mungkin agar nantinya hasil analisis akan sesuai dan relevan dengan dunia nyata. Pada kajian isu strategi ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah pengumpulan data sekunder yang di dapatkan dari berbagai sumber terpercaya seperti Dinas PUPR, Bappeda, BPS, serta dari berbagai literatur online seperti berita, jurnal, dan artikel terkait.
Analisis Data Metode Overlay
Merupakan metode analisis spasial yang digunakan dengan proses tumpeng tindih antara dua atau lebih factor yang berkaitan terhadap analisis kesiapan sarana dan prasarana kabupaten pati yang digunakan untuk mengetahui kesiapan rencana infrastruktur jaringan jalan.
Metode Skoring
Metode skoring digunkan untuk mengetahui kesiapan sarana Kabupaten Pati untuk menghadapi bonus demografi. Statistik deskriptif yang digunakan adalah kategori Skala Likert (1= Buruk, 2 = Sedang, 3 = Baik) kemudian mencari persentase kesiapan Kabupaten Pati. Setelah itu menginterpretasi skor kesiapan dan digunakan sebagai acuan untuk mengetahui sejauh mana kesiapan Kabupaten Pati dalam menghadapi bonus demografi
Metode SWOT
Metode ini digunakan untuk merencanakan strategi dengan mengkaji faktor internal (Kekuatan dan Kelemahan) dan eksternal (Peluang dan Ancaman) yang akan menghasilkan strategi perencanaan. Strategi tersebut didapatkan dari matriks SWOT
152.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Kajian Literatur Teori
Regulasi
Teori Aksesibilitas Kartono
RPJMD Kabupaten Pati 2017-2022
Adanya aksesibilitas ini diharapkan dapat mengatasi beberapa hambatan mobilitas, baik berhubungan dengan mobilitas fisik, misalnya mengakses jalan raya, pertokoan, gedung perkantoran, sekolah, pusat kebudayaan, lokasi industri dan rekreasi baik aktivitas non fisik seperti kesempatan untuk bekerja, memperoleh pendidikan, mengakses informasi, mendapat perlindungan dan jaminan hukum
Teori Ekonomi Klasik Dipelopori oleh Adam Smith yang berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi disebabkan karena faktor kemajuan teknologi dan perkembangan jumlah penduduk. Teori ini digunakan karena teori ini sesuai dengan kondisi Kabupaten Pati saat ini yang sedang mengalami bonus demografi akan tetapi dengan infrastruktur jalan yang kurang memadai.
Dalam RPJMD Kabupaten Pati Tahun 2017-2022, salah satu aspek yang difokuskan untuk meningkatkan daya saing adalah fasilitas wilayah dan infrastrutur yang berisi fasilitas perhubungan, penunjang, dan juga air bersih. Sarana dan prasarana juga menjadi salah satu isu strategis dalam RPJMD. Kesimpulannya isu strategis bidang infrastruktur dan pengembangan wilayah yaitu isu daya dukung sarana prasarana wilayah untuk pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Perincian secara lebih detail terkait dengan isu strategis bidang infrastruktur dan pengembangan wilayah diuraikan sebagai berikut: 1) Ketersediaan kualitas dan kuantitas infrastruktur dasar wilayah: transportasi, sanitasi, jalan, jembatan, irigasi; 2) Infrastruktur penunjang kegiatan ekonomi; 3) Isu penataan ruang pendukung pertumbuhan wilayah; 4) Isu pemenuhan universal access 100-0-100; 5) Isu sarana publik yang sehat; 6) Isu penyediaan perumahan;
Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2014 Bab II Pasal 5 Kebijakan nasional perkembangan kependudukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 diarahkan untuk: a. menjamin tercapainya kondisi bonus demografi; b. meningkatkan kualitas penduduk untuk memanfaatkan bonus demografi;
Pembahasan Sarana Dalam menghadapi Bonus Demografi, diperlukan adanya pemenuhan sarana yang mencukupi. Dalam melakukan identifikasi kesiapapan pada sarana di Kabupaten Pati, tidak semua sarana dilakukan penilaian. Hal ini dilakukan karena terbatasnya data sarana yang ada pada setiap kecamatan. Adapun sarana yang dilakuakan skoring likert adalah sebagai berikut: 1. Transportasi 2. Niaga 3. Kesehatan 4. Pendidikan Selain karena keterbatasan data, sarana-sarana tersebut dipilih dikarenakan kaitannya yang erat dengan kependudukan dan juga merupakan sarana dasar yang vital perannya dalam berjalannya suatu daerah. Selain itu sarana -sarana tersebut memiliki data yang bersifat kuantitatif dan mudah diolah dan analisis dengan metode skoring likert.
153.
Isu Strategis
Transportasi Kecamatan
Kecamatan Terminal Subterminal
Halte
Skor
Grosir Tradisional
Skor
Sukolilo
3
3
Sukolilo
0
0
0
1
Kayen
0
1
Kayen
0
1
0
2
Tambakromo
0
1
Tambakromo
0
0
0
1
Winong
1
2
Winong
0
0
0
1
Pucakwangi
1
2
Pucakwangi
0
0
0
1
Jaken
0
1
Jaken
0
0
0
1
Batangan
1
2
Batangan
0
0
0
1
Juwana
2
3
Juwana
1
0
0
2
Jakenan
0
1
Jakenan
0
0
0
1
Pati
1
2
Pati
1
0
3
3
Gabus
2
3
Gabus
0
0
0
1
Margorejo
0
1
0
1
Margorejo
0
0
1
2
Gembong
Gembong
0
0
0
1
Tlogowungu
1
2
Tlogowungu
0
0
0
1
Wedarijaksa
0
1
Wedarijaksa
0
0
0
1
Trangkil
0
1
Trangkil
0
0
0
1
Margoyoso
1
2
Margoyoso
0
0
0
1
Gunungwungkal
0
1
Gunungwungkal
0
1
0
2
Cluwak
0
1
Cluwak
0
0
0
1
Tayu
1
2
Tayu
1
0
0
2
Dukuhseti
0
1
Dukuhseti
0
0
0
1
Tabel Jumlah dan Skoring Sarana Transportasi di Kecamatan Kabupaten Pati Sumber: Analisis Penulis
Sarana transportasi di Kabupaten Pati berada di jalan arteri dan kolektor. Sarana transportasi di Kabupaten Pati tersebar kurang merata karena terletak di perkotaan kabupaten (terminal B dan halte-halte), dua perkotaan kecamatan yang termasuk dalam PPK (terminal), dan dua perkotaan kecamatan yang termasuk dalam PPL (subterminal). Radius pelayanan sarana transportasi di Kabupaten Pati baru melayani Kecamatan Pati, Kecamatan Margorejo, Kecamatan Juwana, Kecamatan Tayu, sebagian kecil Kecamatan Gunungwungkal, dan sebagian kecil Kecamatan Kayen.
Niaga Sarana perniagaan yang dimaksud dalam kasus ini adalah pasar, dimana fungsi pasar ini adalah untuk menyediakan kebutuhan sehari-hari masyarakat setempat. Sarana perniagaan yang adaa di Kabupaten Pati diantaranya adalah pasar grosit tradisional, pasar grosir modern, pasar daerah, dan pasar burung. Kemudian, pasar grosir modern hanya terletak di dua kecamatan, yaitu Pucakwangi dan Pati. Pasar daerah, yang berfungsi untuk melayani kebutuhan wilayah Kabupaten Pati, masih hanya tersebar di beberapa kecamatan saja yang dianggap memiliki lokasi yang strategis di Kabupaten Pati. Selain pasar yang menjual kebutuhan masyarakat, terdapat pasar burung yang menjual burung hias yang terdapat di Kecamatan Pati. Untuk kedepannya, perlu dilakukan penambahan sarana niaga berupa pasar di kecamatan-kecamatan yang belum terlayani.
Grosir Modern
Skor
Pasar Daerah
Skor
Pasar Burung
Skor
0
1
1
2
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
1
2
0
1
0
1
0
1
0
1
1
2
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
1
2
0
1
1
2
1
2
1
2
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
1
2
0
1
0
1
0
1
0
1
0 0 0 0 0
1 1 1 1 1
0 0 0 1 0
1 1 1 2 1
0 0 0 0 0
1 1 1 1 1
Tabel Jumlah dan Skoring Sarana Niaga di Kecamatan Kabupaten Pati Sumber: Analisis Penulis
154.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Kesehatan Kecamatan
Rumah Sakit
Puskesmas
Poliklinik
Puskesmas Pembantu
Kekurangan
Skor
Kekurangan
Skor Kekurangan
Skor Kekurangan
Skor
Sukolilo
-1
2
0
3
-3
1
0
3
Kayen
0
3
0
3
0
3
0
3
Tambakromo
0
3
0
3
-1
2
0
3
Winong
0
3
0
3
0
3
0
3
Puncakwangi
0
3
0
3
0
3
0
3
Jaken
0
3
0
3
0
3
0
3
Batangan
0
3
0
3
0
3
0
3
Juwana
0
3
0
3
0
3
-1
2
Jakenan
0
3
0
3
0
3
0
3
Pati
0
3
0
3
0
3
-1
2
Gabus
0
3
0
3
0
3
0
3
Margorejo
0
3
0
3
0
3
0
3
Gembong
0
3
0
3
-1
2
0
3
Tlogowungu
0
3
0
3
-1
2
0
3
Wedarijaksa
-1
2
0
3
-1
2
0
3
Trangkil
0
3
0
3
0
3
0
3
Margoyoso
0
3
0
3
-1
2
0
3
Gunungwungkal
0
3
0
3
0
3
0
3
Cluwak
0
3
0
3
-1
2
0
3
Tayu
0
3
0
3
-1
2
0
3
Dukuhseti
0
3
0
3
0
3
0
3
Posyandu Kekurangan -3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Skor 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Apotek Kekurangan 0 0 -1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 0 0 0 0 0 0
Skor 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3
Tabel Kekurangan dan Skoring Sarana Kesehatan di Kecamatan Kabupaten Pati Sumber: Analisis Penulis
Kabupaten Pati memiliki sarana kesehatan antara lain rumah sakit, puskesmas, puskesmas pembantu, poliklinik, posyandu, dan apotek. Terdapat juga sarana kesehatan lain seperti puskesmas keliling, polindes, dan pos kesehatan desa. Jika dianalisis dari persebaran sarana kesehatan per kecamatan, diketahui bahwa terdapat beberapa kecamatan yang kekurangan beberapa sarana kesehatan (dianalisis dengan standar jumlah penduduk pendukung menurut SNI-03-1733-2004) kecuali puskesmas. Tetapi jika dianalisis secara jumlah keseluruhan sarana kesehatan sekabupaten, maka jumlah sarana di Kabupaten Pati sudah mencukupi. Kemudian jika dilihat dari keterjangkauan sarana kesehatan yaitu keterjangkauan rumah sakit dan puskesmas, maka sarana kesehatan rumah sakit dan puskesmas belum mampu untuk menjangkau seluruh wilayah Kabupaten Pati. Tetapi hal tersebut dapat atasi dengan banyaknya sarana kesehatan lain terutama pos kesehatan dan polindes yang cukup banyak tersebar di tiap kecamatan.
Isu Strategis
155.
Pendidikan Kecamatan
SD
SMP
SMA/SMK
Eksisting
Kekurangan
Skor
Eksisting
Kekurangan
Skor
Eksisting
Kekurangan
Skor
Sukolilo
40
-17
1
8
-11
1
3
-16
1
Kayen
38
-8
1
8
-7
1
7
-8
1
Tambakromo
32
1
3
5
-5
1
0
-10
1
Winong
40
9
3
3
-7
1
1
-9
1
Puncakwangi
27
1
3
4
-5
1
1
-8
1
Jaken
26
-1
1
3
-6
1
0
-9
1
Batangan
23
-4
1
2
-7
1
2
-7
1
Juwana
44
-17
1
7
-13
1
5
-15
1
Jakenan
27
1
3
2
-7
1
2
-7
1
Pati
61
-7
1
12
-11
1
19
-4
1
Gabus
37
4
3
3
-8
1
3
-8
1
Margorejo
30
-10
1
4
-9
1
5
-8
1
Gembong
23
-5
1
2
-7
1
3
-6
1
Tlogowungu
31
-1
1
2
-9
1
1
-10
1
Wedarijaksa
27
-11
1
4
-9
1
0
-13
1
Trangkil
29
-10
1
2
-11
1
0
-13
1
Margoyoso
32
-14
1
3
-12
1
5
-10
1
Gunungwungkal
21
-2
1
2
-6
1
1
-7
1
Cluwak
28
1
3
2
-7
1
1
-8
1
Tayu
36
-5
1
5
-9
1
6
-8
1
Dukuhseti
26
-10
1
4
-8
1
6
-6
1
Tabel Jumlah dan Skoring Sarana Pendidikan di Kecamatan Kabupaten Pati Sumber: Analisis Penulis
Terlepas dari sarana pendidikan negeri, terdapat juga sarana pendidikan berbasis agama berupa Mi, Mts, dan Ma dengan masing-masing jumlahnya 208 sekolah, 137 sekolah, dan 64 sekolah.
Pada tahun 2019, berdasarkan data diatas tercatat jumlah sarana Pendidikan : •
SD 886 unit (678 unit SD dan 208 Madrasah Ibdtidaiyah) Mencukupi
•
SLTP 224 unit (87 unit SMP dan 137 Madrasah Tsanawiyah) Belum Mencukupi
•
SLTA 135 unit (71 unit SMA/SMK dan 64 Madrasah Aliyah) Belum Mencukupi
Berdasarkan analisis standar minimum di Kabupaten Pati, sarana pendidikan di tingkat SD sudah mencukupi sedangkan SMP dan SMA belum mencukupi. Hal ini dapat diketahui bahwa tingkat Pendidikan di Kabupaten Pati belum memenuhi standar Nasional secara kuantitas. Pengadaan sarana pendidikan merupakan hal penting dalam kesiapan untuk menghadapi bonus demografi. hal ini berkaigan dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia agar daya saingnya bisa meningkat dan tentunya akan meningkatkan IPM di Kabupaten Pati
156.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Analisis Kesiapan Kecamatan
Pendidikan
Kesehatan
Niaga
Transportasi
Total
%
Keterangan
Sukolilo
3
13
7
1
24
61.5
Cukup
Kayen
3
18
4
2
27
69.2
Siap
Tambakromo
5
16
5
1
27
69.2
Siap
Winong
5
18
5
1
29
74.4
Siap
Pucakwangi
5
18
6
1
30
76.9
Siap
Jaken
3
18
4
1
26
66.7
Cukup
Batangan
3
18
5
1
27
69.2
Siap
Juwana
3
17
6
2
28
71.8
Siap
Jakenan
5
18
5
1
29
74.4
Siap
Pati
3
17
8
3
31
79.5
Siap
Gabus
5
18
6
1
30
76.9
Siap
Margorejo
3
18
4
2
27
69.2
Siap
Gembong
3
16
4
1
24
61.5
Cukup
Tlogowungu
3
17
5
1
26
66.7
Cukup
Wedarijaksa
3
16
5
1
25
64.1
Cukup
Trangkil
3
18
4
1
26
66.7
Cukup
Margoyoso
3
17
5
1
26
66.7
Cukup
Gunungwungkal
3
18
4
2
27
69.2
Siap
Cluwak
5
17
4
1
27
69.2
Siap
Tayu
3
17
6
2
28
71.8
Siap
Dukuhseti
3
18
4
1
26
66.7
Cukup
Tabel Skoring Sarana di Kecamatan Kabupaten Pati Sumber: Analisis Penulis
Dari hasil analisis sarana dengan menggunakan skoring Likert, kesiapan Kabupaten Pati dalam menghadapi bonus demografi dari segi sarana secara garis besar tergolong cukup siap, akan tetapi dengan beberapa catatan. Hal ini dikarenakan sarana sosial seperti kesehatan dan sarana niaga sudah sangat memadai dan tersebar dengan merata di seluruh Kabupaten Pati sehingga pada skring likert bisa mendapat skor yang cukup tinggi. Akan tetapi untuk sarana Pendidikan masih terdapat kekurangan sarana, terutama pada tingkat SMP/Sederajat dan SMA/Sederajat. Hal ini Sesuai dengan angka lama sekolah di pati yang rendah. Kebanyakan siswa yang bersekolah hanya lulus hingga jenjang SMP/Sederajat dan tidak melanjutkan ke jenjang SMA/Sederajat dikarenakan para siswa tersebut merupakan masyarakat pra-sejahtera dan memilih untuk mencari penghasilan untuk berkerja. Alasan lain kenapa mereka tidak melanjutkan SMA adalah untuk menikah bagi siswi perempuan dikarenakan mereka berpikir akan lebih baik jika menikah dan ditanggung biaya hidupnya oleh sang suami. Sarana Transportasi juga terbilang sangat kurang dengan hanya menjangkau enam kecamatan dari total 21 kecamatan di Kabupaten Pati. Dapat dilihat pada peta disamping bahwa radius pelayanan sarana transportasi di Kabupaten Pati baru melayani Kecamatan Pati, Kecamatan Margorejo, Kecamatan Juwana, Kecamatan Tayu, sebagian kecil Kecamatan Gunungwungkal, dan sebagian kecil Kecamatan Kayen. Maka diperukan penambahan
Isu Strategis
Prasarana
No.
Jalan
Pada prasarana jalan, analisis dilakukan dengan melakukan overlay antara eksisting jaringan jalan dengan rencana permukiman. setelah dilakukan overlay, didapati bahwa ternyata jaringan jalan saat ini sudah dapat menjangkau semua daerah seperti yang dapat dilihat pada peta berikut:
Perkerasan
Status dan Panjang Jalan (km)
157.
Total Panjang
Jalan
Jalan
Jalan
(km)
Nasional Provinsi Kabupaten a.
Aspal
17,3
92,43
837,38
947,11
b.
Beton
17,8
23,23
0
41,03
c.
Kerikil
0
0
0
0
d.
Tanah
0
0
0
0
e.
Lainnya
0
0
0
0 988,14
TOTAL
Berdasarkan tabel data yang didapat dari Badan Pusat Statistik, terdapat 988,14 km jalan dengan perkerasan aspal dan beton serta 92,65 km jalan dengan perkerasan kerikil, tanah, dan lainnya. Keseluruhan jalan dengan perkerasan aspal dan beton tercatat dalam kondisi baik, sementara jalan dengan perkerasan kerikil, tanah, dan lainnya dikategorikan rusak berat. Perbedaan total panjang jalan dari Badan Pusat Statistik dan olahan data shapefile Dinas PUTR yang signifikan terjadi karena data dari Badan Pusat Statistik tidak turut menyertakan panjang Jalan Lingkungan Primer dan Sekunder, yang mana pengelolaannya bukan kewenangan langsung pemerintah. Akan tetapi dari informasi yang saya dapatkan dari wawancara langsung bersama Bekti Winarno dari Bappeda, beliau mengatakan yang pati butuhkan saat ini adalah perbaikan jalan yang berada di utara dan selatan Kabupaten Pati. Beliau mengatakan bahwa kondisi jalan lokal dan lingkungan pada daerah tersebut membutuhkan pelebaran serta perbaikan kondisi agar truk pembawa barang bisa lewat dengan lancar. Beliau menambahkan hal tersebut akan membuat Kabupaten Pati berkembang secara ekonomi, terutama pada daerah utara dan selatan kabupaten pati. Dapat diambil kesimpulan bahwa Panjang jaringan jalan Kabupaten Pati sebenarnya sudah cukup siap dalam menghadapi bonus demografi, akan tetapi untuk kualitas dan kapasitasnya masih perlu dibenahi lagi agar bekerja lebih optimal lagi Dari peta diatas, Dapat dilihat bahwa seluruh jaringan jalan eksisting sudah dapat mengcover bahkan hingga rencana permukiman yang ada. Hal ini membuktikan bahwa jaringan jalan pati sudah dapat menjangkau seluruh daerah dan mengakomodir seluruh aktivitas. Akan tetapi dari data perkerasan dan kondisi jalan masih ada jalan yang memiliki kategori rusak berat seperti pada di bawah ini: No. Keadaan Status dan Panjang Jalan (km) Jalan
Jalan
Jalan
Nasional Provinsi
Kabupaten
Total Panjang (km)
1.
Baik
35,1
115,66
837,38
988,14
2.
Sedang
0
0
0
0
3.
Rusak
0
0
0
0
4.
Rusak Berat
18,9
73,75
0
92,65
TOTAL
1080,79
Air Bersih No
Prasarana Air Bersih
Jumlah
Persentase
(jiwa)
(%)
1
Sumur gali terlindung
542.979
43,32%
2
Sumur gali dengan
290.53
23,18%
pompa 3
Terminal air
7.262
0,58%
4
Mata air terlindung
10.465
0,83%
5
Penampungan air hujan
4.945
0,39%
6
Perpipaan/PDAM
207.707
16,57%
7
Sumur bor dengan
189.411
15,11%
pompa Total
1.253.299 100,00%
158.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Dari tabel tersebut, terlihat bahwa sebanyak 66,5% pendududk di Kabupaten Pati mendapatkan air bersih dari sumur galian. Sementara itu Jaringan perpipaan PDAM baru dapat menjangkau kurang dari seperlima penduduk. Hal ini menjadi masalah dikarenakan penggunaan sumur gali berarti tidak ada kontrol akan seberapa banyak air yang diambil dan dapat menyebabkan air tanah berkurang bahkan habis. Padahal menurut perhitungan Nilai DDA (Daya Dukung Air), didapati nilai sebesar 0,687 atau kurang dari satu. Hal ini berarti air yang tersedia belum dapat mencukupi kebutuhan air di Kabupaten Pati. Hal ini berkaitan dengan fakta bahwa Kabupaten Pati rawan akan bencana kekeringan dan akan menambah risiko kekurangan air di kala kekeringan bagi mayoritas penduduk, terutama di dataran tinggi yang air tanahnya langka.
Menurut data yang didapat dari Peta Infrastruktur Kabupaten Pati yang diterbitkan Kementerian Pekerjaan Umum, terdapat lima belas unit produksi air minum di Kabupaten Pati. Tiap unit produksi tersebut tersebar di tiga belas kecamatan yang sudah dilayani PDAM ditambah dua kecamatan yang belum dilayani, yaitu Dukuhseti dan Margoyoso. Mayoritas unit produksi berkapasitas kecil, yaitu 0—20 liter/detik, dengan kapasitas terbesar dimiliki unit produksi yang terletak di Kecamatan Wedarijaksa, yaitu 50—100 liter/detik. Dari bukti-bukti diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada sektor prasarana air bersih, Kabupaten Pati belum siap dalam menghadapi Bonus Demografi. jika pada komposisi penduduk saat ini saja masih mengalami kekurangan air bersih dan mengambil tanah dari sumur gali maka dapat dikatakan bahwa dimasa depan dengan penduduk lebih banyak akan menyebabkan masalah yang besar jika prasana air bersih tidak ditambah lagi sebarannya.
SWOT Analisis Swot dilakukan dengan melihat potensi dan masalah yang berasal dari internal dan eksternal. Untuk internal ditunjukan dengan Strength dan Weakness sementara eksternal ditunjukan dengan Opportunity dan Threat. Nantinya analisis SWOT ini nantinya akan di gunakan untuk membuat 4 bentuk strategi yaitu strategi SO, WO, ST, dan WT. Berikut adalah analisis SWOT yang penulis buat:
Kemudian untuk sebaran jaringan PDAM di Kabupaten Pati, Menurut olahan data shapefile yang didapat dari Dinas PUTR, pelayanan PDAM di Kabupaten Pati saat ini baru mencakup 29,7 ribu hektare lahan atau sekitar seperlima dari total luas wilayah. Pelayanan tersebut mencakup tiga belas kecamatan, namun tidak ada sama sekali kecamatan yang seluruh wilayahnya terlayani. Hanya Kecamatan Juwana yang hampir terlayani seluruhnya, dan bahkan Kecamatan Pati sebagai ibu kota Kabupaten bagian utara wilayahnya belum terlayani PDAM.
Strength
Opportunity
1. Sarana Kesehatan dan Niaga yang tergolong baik dan tersebar merata 2. Jaringan jalan yang memenuhi memberikan konektivitas yang baik 3. Lokasi Kabupaten Pati yang strategis untuk industri
1. Adanya rencana pembuatan jalan tol Demak-Tuban yang melewati Kabupaten Pati 2. Menaikan kerjasama antar daerah 3. Adanya sarana serta industri yang baik meningkatkan potensi Pati untuk naik hierarkinya
Weakness
Threat
1. Ketidak merataan sarana dan prasarana memicu ketimpangan 2. Masyarakat masih menggunakan sumur gali sebagai sumber utama air bersih 3. Masih kurangnya sarana Pendidikan jenjang SMP dan SMA
1. Konektivitas yang baik antar kabupaten berarti persaingan yang lebih ketat pula 2. Ancaman kerusakan sarana dan prasarana dikarenakan bencana alam pada daerah rawan bencana
Isu Strategis
159.
Strategi dan Rekomendasi Strategi Opportunity Strategi SO
Strength
1. Peningkatan sarana dan prasarana untuk mengakomodir peningkatan penduduk 2. Membuat kerjasama industri dengan kabupaten lain
Strategi WO
Weakness
1. Melakukan pemerataan sarana dan prasarana di seluruh Kabupaten Pati 2. Menambah sarana Pendidikan jenjang SMP dan SMA 3. Menambah jaringan PDAM di Kabupaten Pati
Threats Strategi ST
1. Meningkatkan sarana niaga agar kabupaten Pati tetap relevan 2. Melakukan perawatan berkala pada sarana dan prasarana di kawasan yang rawan bencana
Strategi WT
1. Perbaikan Lembaga dan penaikan taraf IPM agar kabupaten Pati tetap bisa bersaing dengan kabupaten lain 2. Pengoptimalan kebijakan yang mendorong industri Kabupaten Pati
Rekomendari
Dari analisis SWOT yang sudah dilakukan dan membuat Strategi seperti diatas, dibuatlah rekomendasi yang sifatnya lebih spesifik. berikut adalah rekomendasi yang penulis buat: 1)Menambah kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana sesuai dengan analisis yang sudah penulis lakukan 2)Membuat kerjasana industri antar wilayah seperti kabupaten luar menyediakan bahan baku dan kabupaten pati menngolah dan sebaliknya 3)Melakukan perawatan berkala di kawasan rawan longsor seperti pada Kecamatan Gunungwungkal dan Sukolilo 4)Membuat kebijakan yang meningkatkan angka IPM di Kabupaten Pati terutama pada sektor pendidikan seperti pmemberikan insentif bagi anak yang bersekokah 5)Membuat kebijakan yang mendorong kemajuan industri di Kabupaten Pati seperti memberikan pajak yang lebih kecil dengan catatan menaikan kapasitas produksi agar menyerap lebih banyak tenaga kerja
Kesimpulan
Dengan melakukan analisis kesiapan dengan metode skoring pada sarana dan deskriptif kualitatif pada prasarana, dapat disimpulkan bahwa bahwa untuk sarana di Kabupaten Pati sudah tergolong siap. akan tetapi dengan catatan. Hal ini dikarenakan sarana sosial seperti kesehatan dan sarana niaga sudah sangat memadai dan tersebar dengan merata di seluruh Kabupaten Pati sehingga pada skring likert bisa mendapat skor yang cukup tinggi. Akan tetapi untuk sarana Pendidikan masih terdapat kekurangan sarana, terutama pada tingkat SMP/Sederajat dan SMA/Sederajat. Sarana Transportasi juga terbilang sangat kurang dengan hanya menjangkau enam kecamatan dari total 21 kecamatan di Kabupaten Pati. Dapat dilihat pada peta disamping bahwa radius pelayanan sarana transportasi di Kabupaten Pati baru melayani Kecamatan Pati, Kecamatan Margorejo, Kecamatan Juwana, Kecamatan Tayu, sebagian kecil Kecamatan Gunungwungkal, dan sebagian kecil Kecamatan Kayen. Sementara untuk Prasarana di pati hanyalah tergolong cukup. Hal ini dikarenakan pada prasarana jalan meskipun sudah menjangkau seluruh kawasan di Kabupaten Pati, akan tetapi masih banyak kondisi jalan yang tergolong buruk berdasarkan data BPS dan wawancara yang penulis lakukan. kemudia untuk prasarana Air bersih mayoritas masyarakat Pati masih mengambil air bersih dari sumur gali. Hal ini menjadi masalah dikarenakan penggunaan sumur gali berarti tidak ada kontrol akan seberapa banyak air yang diambil dan dapat menyebabkan air tanah berkurang bahkan habis. Kemudian untuk sebaran jaringan PDAM di Kabupaten Pati, Menurut olahan data shapefile yang didapat dari Dinas PUTR, pelayanan PDAM di Kabupaten Pati saat ini baru mencakup 29,7 ribu hektare lahan atau sekitar seperlima dari total luas wilayah. Pelayanan tersebut mencakup tiga belas kecamatan, namun tidak ada sama sekali kecamatan yang seluruh wilayahnya terlayani. Hanya Kecamatan Juwana yang hampir terlayani seluruhnya, dan bahkan Kecamatan Pati sebagai ibu kota Kabupaten bagian utara wilayahnya belum terlayani PDAM.
160.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Muhammad Alfi Hilman | 45924
Pengaruh Perbedaan Kondisi Geografis terhadap Perekonomian Penduduk Pati Bagian Utara dan Selatan
Latar Belakang Pati merupakan salah satu kabupaten terluas di Provinsi Jawa Tengah dengan total wilayah 1.503,68 km2. Wilayah yang luas tersebut memiliki bentang alam yang beragam. Di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Pati Tahun 2011–2030, bentang alam Kabupaten Pati diklasifikasikan menjadi tiga relief daratan, yaitu Lereng Gunung Muria di bagian utara–barat laut, dataran rendah di bagian tengah, dan Pegunungan Kapur di bagian selatan. Keragaman bentang alam tersebut telah menjadi berkah bagi Kabupaten Pati. Wilayah pesisirnya memberikan tempat untuk penangkapan dan budidaya ikan, terutama bandeng yang terkenal se-Jawa Tengah, dengan Kecamatan Juwana sebagai pusatnya. Wilayah datarannya sangat cocok untuk dijadikan lahan pertanian dan perkebunan, dengan Kabupaten Pati menjadi produsen kapuk dan tebu terbesar di Jawa Tengah menurut data Badan Pusat Statistik tahun 2018. Signifikansi dari kedua sektor tersebutlah yang kemudian dituangkan menjadi slogan Kabupaten Pati, yaitu "Bumi Mina Tani".
Di sisi lain, perbedaan kondisi geografis tersebut juga menyebabkan ketimpangan antardaerah di dalam Kabupaten Pati. Bagian utara Kabupaten Pati, terutama daerah Lereng Gunung Muria yang subur dan tidak rawan bencana, dinilai lebih baik secara ekonomi dan infrastruktur daripada bagian selatan di dataran rendah dan pegunungan kapur yang rawan banjir dan kekeringan. Kecamatan di bagian selatan seperti Sukolilo dan Kayen juga memiliki jumlah penduduk miskin yang relatif lebih banyak dibanding kecamatan di bagian utara. Berawal dari isu tersebut, pembahasan ini akan mencoba mencari faktor geografis apa saja yang mempengaruhi ketimpangan antara Pati bagian utara dan selatan. Ketimpangan yang akan dibahas dibatasi pada ketimpangan secara ekonomi. Hubungan antara perbedaan kondisi geografis dan perekonomian penduduk tersebut akan digunakan sebagai bahan evaluasi dan rekomendasi untuk Kabupaten Pati agar ke depannya ketimpangan tersebut dapat diminimalisasi.
Isu Strategis
161.
Landasan Teori Teori Weber tentang Lokasi Industri
Teori Sutami tentang Pembangunan Wilayah
Alfred Weber (1909) merumuskan teori bahwa firma akan memilih lokasi yang dapat memperkecil biaya total pengangkutan. Weber membuat sebuah model yang dapat menjelaskan hubungan antara penempatan sebuah firma dan lokasi pasar, sumber daya, tenaga kerja serta biaya pengangkutan di antara ketiganya. Untuk menyederhanakan model tersebut, Weber menggunakan beberapa asumsi:
Sutami (1970) mengemukakan bahwa pembangunan infrastruktur yang intensif untuk mendukung pemanfaatan potensi sumber daya alam akan mampu mempercepat pengembangan wilayah. Dengan demikian, perkembangan wilayah tergantung pada sumber daya alam yang terdapat di dalamnya.
1. Model terletak di wilayah yang terisolasi (tidak ada pengaruh eksternal); 2. Ruang di dalamnya isotropik (biaya pengangkutan hanya dipengaruhi jarak); 3. Pasar terletak di beberapa pusat kegiatan tertentu; 4. Terjadi persaingan sempurna; 5. Ukuran firma kecil (menghindari disrupsi dari monopoli dan oligopoli); serta 6. Pembeli dan penjual memiliki pengetahuan sempurna. Penyelesaian model lokasi Weber terdiri dari tiga tahap, yaitu (i) mencari lokasi dengan biaya pengangkutan sumber daya minimum, (ii) menyesuaikan lokasi tersebut dengan mempertimbangkan biaya tenaga kerja, (iii) dan menyesuaikan lokasi tersebut dengan mempertimbangkan lokasi pasar. Model lokasi Weber berbentuk segitiga yang di dalamnya terletak lokasi optimum. w(M)
M
d(M)
P d(S2) d(S1)
S1
S2
Dalam buku Ilmu Wilayah: Implikasi dan Penerapannya dalam Pembangunan di Indonesia (1977), Sutami berpendapat bahwa perencanaan wilayah harus memasukkan berbagai komoditas yang ada di dalam wilayah tersebut, baik itu komoditas ekonomi maupun nonekonomi. Untuk mengetahui besaran komoditas ekonomi tersebut, dilakukan inventarisasi berbagai sumber daya alam dan manusia yang ada di dalam wilayah serta mengaitkannya dengan di mana sumber-sumber daya tersebut didapatkan. Sutami menggunakan perbandingan ketidakmerataan pembangunan antara di dalam dan luar Pulau Jawa yang terjadi di Indonesia sebagai ilustrasi pentingnya pembangunan infrastruktur untuk mendukung pemanfaatan potensi sumber daya. Pada tahun 1977, Pulau Jawa (disebut wilayah A) dihuni oleh 63% penduduk Indonesia, sisanya berada di luar Pulau Jawa (wilayah B). Ketimpangan penduduk ini menimbulkan siklus di mana pembangunan infrastruktur hanya akan terfokus di wilayah A karena mayoritas penduduk tinggal di sana, sehingga masyarakat dari wilayah B semakin terdorong untuk pindah ke wilayah A karena lebih maju. Akibatnya, wilayah B semakin kekurangan tenaga manusia sehingga tingkat produktivitasnya menurun. Banyaknya penduduk di wilayah A semakin mendorong batas daya dukung dan tampungnya, membuat lahannya semakin rentan dan menambah kerugian yang ditimbulkan bila terjadi bencana di dalamnya.
w(S2) Produktivitas daerah luar Jawa rendah
w(S1)
P : Lokasi Industri (Production) M : Lokasi Pasar (Market) S1 : Lokasi Barang Baku 1 (Supply 1) S2 : Lokasi Barang Baku 2 (Supply 2) w : Berat (weight) d : Jarak (distance) Diagram Model Lokasi Industri Weber Sumber: Transport Geography.org
Pembangunan Infrastruktur terfokus di Jawa
Daerah luar Jawa menjadi tertinggal
Penduduk Indonesia mayoritas di Jawa
Daerah luar Jawa kekurangan SDM
Masyarakat luar terdorong pindah ke Jawa
Diagram Kondisi Pembangunan Wilayah Indonesia pada 1970-an Sumber: Sutami (1977) dan Hasil Olah Penulis
162.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Tinjauan Pustaka Korelasi Produktivitas Pertanian dengan Degradasi Lahan
Strategi Pengembangan Kawasan Strategis di Kabupaten Pati
Di Eropa bagian selatan, perubahan iklim telah mempengaruhi produktivitas lahan dan distribusi geografis dari tanaman pangan akibat kurangnya air dan gelombang panas yang semakin sering terjadi (Olesen dan Bindi, 2002). Terlebih lagi, kemarau yang semakin berkepanjangan dan iklim yang semakin kering berkemungkinan mendorong berkurangnya area irigasi di wilayah yang pertaniannya berebut air dengan industri dan permukiman (Rodriguez Diaz et al., 2007).
Dalam Pasal 9 Ayat (1) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pati Tahun 2011–2030, strategi pengarahan dan pengendalian perkembangan kawasan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Pati dirinci sebagai berikut: 1. Menetapkan fungsi PKL Perkotaan Pati–Juwana; 2. Menyusun ketentuan pengendalian ruang koridor Kawasan Perkotaan Pati–Juwana; 3. Mengembangkan pusat-pusat aktivitas ekonomi untuk merangsang perkembangan kota; 4. Memantapkan peran Kawasan Ibu Kota Kecamatan Jaken dan Kawasan Ibu Kota Kecamatan Kayen sebagai pusat pelayanan baru yang mampu menjadi simpul dan distribusi komoditas pertanian bagi sekitarnya; dan 5. Mengembangkan kawasan pelabuhan Juwana dan Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Dukuhseti sebagai pusat pengembangan pesisir.
Dalam paper-nya yang diterbitkan pada 2010, Salvati menyimpulkan bahwa ada hubungan yang rumit antara produktivitas pertanian dan kerentanan lahan terhadap degradasi di Italia bagian selatan. Dalam jangka pendek, upaya peningkatan produktivitas lahan malah akan menambah kerentanan lahan terhadap degradasi. Keadaan tersebut disebabkan beberapa hal, mulai dari mekanisasi pertanian dan distribusi irigasi hingga manajemen air dan peternakan yang tidak berkelanjutan. Untuk memitigasi degradasi lahan yang mungkin terjadi akibat kegiatan pertanian, Salvati merekomendasikan tindakan in situ dan kebijakan regional. Tindakan in situ terdiri dari cara biologis dan teknis, seperti rotasi tanaman, teknik pembajakan alternatif, dan diversifikasi metode irigasi yang akan mengurangi permasalahan salinisasi tanah. Lebih lanjut lagi, peningkatan kemampuan teknis melalui pelatihan terhadap petani juga penting untuk memotivasi konservasi lahan. Kebijakan regional terdiri dari pemberian insentif bagi petani untuk memelihara lahan dan penalti bagi praktik penggarapan tanah yang tidak berkelanjutan. Upaya Peningkatan Produktivitas Lahan
Perubahan Iklim
Kemarau Berkepanjangan
Mekanisasi Pertanian
Berkurangnya Pasokan Air
Manajemen Air Unsustainable
Meningkatnya Kerentanan Lahan terhadap Degradasi
Tindakan In Situ
Rotasi Tanaman
Pembajakan Alternatif
Kebijakan Regional
Diversifikasi Irigasi
Insentif
Penalti
Diagram Korelasi Produktivitas Pertanian dengan Degradasi Lahan Sumber: Salvati (2010) dan Hasil Olah Penulis
Dilihat dari sisi spasial, strategi di atas sudah cukup mengakomodasi keseluruhan wilayah Pati dengan pengembangan di pusat (Perkotaan Pati–Juwana), utara (PPI Dukuhseti), dan selatan (Kecamatan Jaken dan Kayen).
Pembagian Wilayah Pati Utara–Selatan & Faktor Kontributor Disparitas Sugianto dan Marjuki (2016) dalam analisisnya mendefinisikan pembagian wilayah Pati Utara dan Selatan dengan didasari pada posisi dari Jalan Nasional Rute 1 atau Jalan Pantai Utara Jawa (Pantura) yang membelah Kabupaten Pati. Berdasarkan definisi tersebut, ke-21 kecamatan di Kabupaten Pati dibagi menjadi dua belas kecamatan di Utara dan sembilan kecamatan di Selatan. Wilayah Pati Utara meliputi Kecamatan Margorejo, Pati, Juwana, Gembong, Tlogowungu, Gunungwungkal, Trangkil, Wedarijaksa, Margoyoso, Tayu, Dukuhseti, dan Cluwak. Sedangkan wilayah Pati Selatan meliputi Kecamatan Batangan, Jaken, Jakenan, Pucakwangi, Tambakromo, Winong, Kayen, dan Sukolilo. Hasil analisis Sugianto dan Marjuki menunjukkan bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi disparitas Pati Utara–Selatan, yaitu (1) faktor sumberdaya pembangunan, (2) pengaruh tingkat kemiskinan, (3) pendapatan asli daerah, dan (4) status desa swasembada. No
Faktor 1
Faktor 2
1
Jumlah Bank
Luas Lahan Sawah
2
Jumlah SPBU
Jarak ke Kota Pati
3
Jumlah Faskes
Jumlah Pasar
4
Jumlah SMA dan SMK
Jumlah KK Miskin
5
Jumlah Penduduk Produktif
Jumlah Petani
Faktor 3
Faktor 4
Status Pendapatan Desa Asli Daerah Swasembada
Tabel Faktor Disparitas Pati Utara dan Selatan Sumber: Sugianto dan Marjuki (2016)
Isu Strategis
163.
Metode Analisis Pengumpulan Data
Pengolahan Data
Dalam analisis ini, data yang digunakan dibedakan menjadi dua berdasarkan sumbernya, yaitu data primer dan sekunder. Data primer berupa foto yang diambil penulis juga yang bersumber dari internet. Data sekunder diperoleh dengan metode studi pustaka dari berbagai literatur, seperti buku, dokumen, dan peraturan perundang-undangan yang didapat dari instansi yang dikunjungi, baik langsung saat survei maupun daring melalui lamannya masing-masing.
Pengolahan data dalam analisis ini terbagi dalam dua tahap, yaitu analisis kondisi geografis dan analisis perekonomian penduduk. Analisis kondisi geografis diawali dengan menentukan kesesuaian lahan di Kabupaten Pati. Proses tersebut dilakukan dengan meng-overlay shapefile curah hujan, jenis tanah, dan kelerengan kemudian menggolongkan lahan ke dalam kawasan budidaya, lindung, dan penyangga berdasarkan penilaian yang tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 837/Kpts/ Um/11/1980. Di sisi lain, dilakukan overlay antara shapefile kerawanan bencana banjir, kekeringan, dan longsor untuk mengetahui daerah rawan bencana di Kabupaten Pati. Hasil kesesuaian lahan dan daerah rawan bencana tersebut kemudian dianalisis bersama dengan kondisi hidrogeologi untuk mengetahui kondisi geografis di Kabupaten Pati yang berpengaruh terhadap perekonomian penduduk.
Variabel Analisis
Variabel yang digunakan dalam analisis ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu spasial dan ekonomi. 1. Variabel Spasial a. Kesesuaian Lahan Curah Hujan, Jenis Tanah, Topografi b. Kerawanan Bencana Rawan Banjir, Rawan Kekeringan, Rawan Longsor c. Hidrogeologi d. Penggunaan Lahan 2. Variabel Ekonomi a. Produktivitas Moneter Sumber Daya Alam b. Jumlah Penduduk menurut Sektor Pekerjaan per Kecamatan c. Jumlah Penduduk Miskin per Kecamatan
Analisis perekonomian penduduk dilakukan dengan menggabungkan perhitungan nilai ekonomi lahan dan analisis kondisi ekonomi penduduk. Nilai ekonomi lahan diketahui dari perkalian produktivitas moneter sumber daya alam dan industri dengan penggunaan lahan. Kondisi ekonomi penduduk dapat dilihat dari pekerjaan penduduk per sektor dan jumlah keluarga sejahtera di tiap kecamatan.
Kerangka Berpikir Identifikasi Penggunaan Lahan (shp)
Keterangan
Topografi (shp)
Input Aliran Input
Curah Hujan (shp)
Penilaian
Kesesuaian Lahan
Output
Jenis Tanah (shp) Hidrogeologi (shp)
Analisis Kualitatif
Rawan Banjir (shp) Rawan Kering (shp)
Nilai Ekonomi Lahan
Proses Aliran Output
Kondisi Geografis
Produktivitas Moneter SDA dan Industri Perekonomian Penduduk
Analisis Kualitatif Penduduk menurut Sektor Pekerjaan per Kecamatan
Analisis Kualitatif Union
Rawan Longsor (shp)
Kerawanan Bencana
Kondisi Ekonomi Penduduk SWOT Analysis
Keluarga menurut Tahapan Sejahtera per Kecamatan
Kesimpulan & Rekomendasi
Analisis Kondisi Geografis
Analisis Pengaruh Kondisi Geografis terhadap Perekonomian Penduduk
Analisis Perekonomian Penduduk
164.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Pembahasan Analisis Kondisi Geografis
Pembagian Wilayah Pati Utara dan Selatan
Dalam analisis ini digunakan pembagian wilayah Pati Utara dan Selatan yang sebelumnya digunakan oleh Sugianto dan Marjuki (2016). Pembagiannya didasari pada posisi dari Jalan Nasional Rute 1 (Pantura) yang membelah Kabupaten Pati. Kecamatan yang berada di utara atau dilewati jalan tersebut dikategorikan sebagai Pati Utara, sementara kecamatan sisanya dikategorikan sebagai Pati Selatan. Pengecualian dari aturan tersebut adalah Kecamatan Batangan karena sekitar setengah dari wilayahnya berada di selatan Jalan Pantura. 1. Pati Utara meliputi Kecamatan Margorejo, Pati, Juwana, Gembong, Tlogowungu, Gunungwungkal, Trangkil, Wedarijaksa, Margoyoso, Tayu, Dukuhseti, dan Cluwak. Topografinya berupa Lereng Gunung Muria, dataran rendah, dan kawasan pesisir Laut Jawa. Total luas wilayahnya sebesar 77.482,06 hektare 2. Pati Selatan meliputi Kecamatan Batangan, Jaken, Jakenan, Pucakwangi, Tambakromo, Winong, Kayen, dan Sukolilo. Topografinya berupa daerah pesisir di Kecamatan Batangan, dataran rendah di bagian utara, dan Pegunungan Kapur di bagian selatan. Total luas wilayahnya sebesar 79.488,97 hektare. Peta Pembagian Wilayah Pati Utara dan Selatan Sumber: Hasil Olah Penulis
Curah Hujan
Dari peta di samping dapat dilihat bahwa Pati Utara memiliki curah hujan yang lebih tinggi secara ratarata dibanding Pati Selatan. Hal tersebut disebabkan daerah Lereng Gunung Muria mendapat 2.250–4.250 mm hujan per tahunnya yang tergolong tinggi, meskipun dataran rendah dan pesisirnya tetap tergolong rendah dan sangat rendah curah hujannya. Di sisi lain, keseluruhan Pati Selatan lebih rendah rata-rata curah hujannya. Mayoritas Pati Selatan mendapat 1.250–2.250 mm hujan per tahunnya yang tergolong rendah. Terlebih lagi, Kecamatan Batangan dan Jakenan hanya mendapat 750–1.250 mm hujan per tahunnya yang tergolong sangat rendah. Keadaan ini tentu membuat Pati Selatan sangat rentan kekeringan karena kurang mendapat hujan yang cukup selama musim penghujan untuk ditampung sebagai cadangan di kala musim kemarau. No
Curah Hujan (mm/tahun)
Kategori
Luas Utara (ha)
Luas Selatan (ha)
1
750–1250
Sangat Rendah
9.295,47
10.675,05
2
1250–2250
Rendah
40.035,34
68.813,94
3
2250–2750
Sedang
17.191,62
0
4
2750–3250
Tinggi
6.310,35
0
5
3250–4250
Sangat Tinggi
4.649,29
0
Tabel Curah Hujan menurut Pembagian Wilayah di Kabupaten Pati Tahun 2018 Sumber: Hasil Olah Penulis
Peta Curah Hujan Kabupaten Pati Tahun 2018 Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Isu Strategis
Jenis Tanah
Kabupaten Pati didominasi dua jenis tanah, yaitu Aluvial dan Latosol. Tanah Aluvial terletak di dataran rendah bagian tengah Kabupaten Pati, sementara Latosol terletak di Lereng Gunung Muria. Tanah Latosol, yang seluruhnya terletak di Pati Utara seluas 45.743,81 hektare, merupakan tanah vulkanik yang subur dan cocok untuk ditanami karet, kelapa, kopi, padi, dan palawija Tanah Aluvial, yang mendominasi Pati Selatan seluas 55.303,92 hektare, merupakan tanah hasil endapan sungai yang subur dan cocok untuk ditanami buahbuahan, kelapa, padi, palawija, padi, tebu, dan tembakau. Akan tetapi, kesuburan tanah Aluvial sangat bergantung pada sumber bahan hara dari aliran sungai. No Jenis Tanah
Kepekaan Erosi
Luas Utara (ha)
Luas Selatan (ha)
1
Aluvial
Tidak Peka
22.176,59
55.303,92
2
Latosol
Agak Peka
45.743,81
0
3
Mediteran
Kurang Peka
6.195,47
10.366,42
4
Grumusol
Peka
6.310,35
5.474,41
5
Regosol
Sangat Peka
3.366,19
0
6
Litosol
Sangat Peka
0
8.344,24
Tabel Jenis Tanah menurut Pembagian Wilayah di Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Penulis
Peta Jenis Tanah Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Kelerengan
Mayoritas wilayah Kabupaten Pati tergolong datar dengan kelerengan 0–8%. Dataran ini terhampar di sepanjang pesisir Laut Jawa dan Daerah Aliran Sungai Juwana. Pati Selatan memiliki daerah dengan kelerengan yang cukup tinggi, berkisar 8–25%, di bagian selatannya. Daerah tersebut merupakan Pegunungan Kapur yang agak terjal, namun masih bisa digunakan untuk budidaya tanaman dan permukiman. Daerah dengan kelerengan tertinggi di Kabupaten Pati adalah Lereng Gunung Muria di Pati Utara, dengan kisaran kelerengan lebih dari 25%. Daerah ini, meskipun subur, terlalu terjal untuk budidaya mayoritas tanaman dan lebih cocok untuk dijadikan kawasan lindung. No
Kelerengan (%)
Klasifikasi
Luas Utara (ha)
Luas Selatan (ha)
1
0–8
Datar
58.573,22
63.599,90
2
8–15
Landai
8.896,71
9.205,38
3
15–25
Agak Curam
4.974,22
6.683,72
4
25–45
Curam
3.067,27
0
5
>45
Sangat Curam
1.970,64
0
Tabel Kelerengan menurut Pembagian Wilayah di Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Penulis Peta Topografi Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
165.
166.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Kesesuaian Lahan
Dari data curah hujan, jenis tanah, dan kelerengan sebelumnya dapat diketahui kesesuaian lahan di Kabupaten Pati melalui metode penilaian dengan skor yang sudah ditetapkan oleh Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 837/Kpts/Um/11/1980. Hasil penilaian menunjukkan bahwa Pati Utara memiliki luas lahan budidaya yang lebih banyak dibanding Pati Selatan, meskipun total luas wilayahnya lebih kecil. Hal ini terjadi karena Pati Selatan memiliki lebih banyak tanah yang peka terhadap erosi, sehingga skornya lebih tinggi dalam penilaian. Akan tetapi, Pati Utara juga memiliki lebih banyak lahan lindung yang sangat membatasi pemanfaatan lahan. Ini terjadi karena di Pati Utara terdapat Lereng Gunung Muria yang terjal, sehingga skornya lebih tinggi dalam penilaian. No Kesesuaian
Luas Utara (ha)
Luas Selatan (ha)
1
Lindung
2.972,40
95,41
2
Penyangga
11.191,53
16.829,65
3
Budidaya
63.318,12
62.563,94
Tabel Kesesuaian Lahan menurut Pembagian Wilayah di Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Penulis
Peta Kesesuaian Lahan Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Kerawanan Bencana
Dari peta di samping dapat dilihat bahwa Kabupaten Pati sangat rawan terhadap bencana. Dari total 150.368 ha, hanya 32.547,67 ha atau sekitar 1/5 saja daerah yang tidak rawan terkena bencana banjir, kekeringan, banjir, maupun longsor. Lebih lanjut lagi, hampir seluruh daerah yang tidak rawan tersebut berada di Pati Utara dan hanya sekitar 700 ha yang berada di Pati Selatan. Hal tersebut menunjukkan bahwa Pati Selatan sangat rentan terhadap bencana, terutama kekeringan. Baik di Pati Utara dan Selatan juga terdapat daerah yang rentan terhadap dua bencana sekaligus. Wilayah pesisir utara Pati dan di sepanjang Daerah Aliran Sungai serta Muara Sungai Juwana rentan terhadap banjir dan kekeringan. Sebagian wilayah Pegunungan Kapur di Kecamatan Kayen dan Sukolilo juga rentan terhadap kekeringan dan longsor. No
Kerawanan Bencana
Luas Utara (ha)
Luas Selatan (ha)
1
Tidak Rawan
31.847,38
700,29
2
Hanya Banjir
4.696,61
0
3
Hanya Kekeringan
27.294,32
69.354,04
4
Hanya Longsor
6.474,97
0
5
Banjir & Kekeringan
7.162,09
7.433,63
6
Kekeringan & Longsor
6,68
2.001,05
Tabel Kerawanan Bencana menurut Pembagian Wilayah di Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Penulis
Peta Kerawanan Bencana Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Isu Strategis
167.
Hidrogeologi
Peta hidrogeologi di samping menunjukkan bahwa mayoritas daerah di Kabupaten Pati memiliki akuifer produktif sedang dengan penyebaran setempat di bawah permukaannya. Daerah dengan produksi akuifer tinggi dan penyebarannya luas terletak di Pati Utara, dekat dengan pusat-pusat kota Margoyoso, Pati, dan Tayu. Daerah inilah yang menjadi pusat produksi PDAM Kabupaten Pati. Dataran rendah di bagian tengah Kabupaten Pati cenderung memiliki akuifer dengan produksi sedang dan penyebaran setempat. Hal yang perlu menjadi perhatian adalah baik di Pati Utara dan Selatan terdapat Daerah Air Tanah Langka, yang utamanya terletak di Lereng Gunung Muria dan Pegunungan Kapur bagian timur. Wilayah di sepanjang Pegunungan Kapur juga rata-rata memiliki akuifer yang produksinya kecil dan penyebarannya setempat, meningkatkan risiko kekeringan di musim kemarau. No
Produksi Akuifer dan Penyebaran
Luas Utara (ha)
Luas Selatan (ha)
1
Tinggi, Luas
8.485,63
0
2
Sedang, Luas
11.191,53
31.412,69
3
Sedang, Setempat
44.906,74
19.973,95
4
Kecil, Setempat
1.858,08
15.864,15
5
Daerah Air Tanah Langka
8.488,27
12.238,16
Tabel Hidrogeologi menurut Pembagian Wilayah di Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Penulis
Kesimpulan Kondisi Geografis
Dari analisis kondisi geografis di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. 1. Pati Utara memiliki rata-rata curah hujan yang lebih tinggi daripada Pati Selatan. 2. Baik Pati Utara maupun Selatan sama-sama memiliki tanah yang subur. Akan tetapi, kesuburan tanah Pati Selatan sangat bergantung pada aliran air Sungai Juwana. Apabila debit air Sungai Juwana kurang, kesuburan tanah di Pati Selatan terancam. 3. Pati Utara memiliki lebih banyak daerah terjal yang menyulitkan pembangunan dan lebih cocok untuk dijadikan kawasan lindung.
Peta Hidrogeologi Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
4. Pati Selatan memiliki kawasan budidaya yang lebih sedikit dibanding Pati Utara meskipun memiliki total wilayah yang lebih luas. Hal tersebut dikarenakan lebih banyak daerah Pati Selatan yang menjadi kawasan penyangga. 5. Hampir keseluruhan wilayah Pati Selatan rentan terhadap kekeringan. Selain kekeringan, beberapa bagian Pati Selatan juga rentan terhadap banjir (di dataran rendah dan pesisir) serta longsor (di Pegunungan Kapur). 6. Kekeringan di Pati Selatan juga diperparah dengan banyaknya daerah yang memiliki akuifer produksi kecil berpenyebaran setempat. Terlebih lagi, lebih dari seperdelapan wilayah Pati Selatan merupakan Daerah Air Tanah Langka.
168.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Analisis Perekonomian Penduduk Identifikasi Penggunaan Lahan
Hasil identifikasi penggunaan lahan yang tergambar pada peta dan tabel di bawah menunjukkan bahwa terdapat perbedaan penggunaan lahan yang cukup signifikan antara Pati Utara dan Selatan. Penggunaan lahan permukiman, industri, perikanan, dan perkebunan lebih banyak dilakukan di Pati Utara, sementara penggunaan lahan hutan, pertanian pangan, dan pertanian hortikultura lebih banyak dilakukan di Pati Selatan. Keadaan ini sejalan dengan strategi pengembangan wilayah Kabupaten Pati yang memfokuskan Pati Utara untuk aktivitas perkotaan, industri, dan minapolitan serta Pati Selatan untuk aktivitas agropolitan. Ketimpangan lain yang dapat terlihat adalah Pati Selatan memiliki jauh lebih sedikit badan air, sekitar 250an hektare, dibanding Pati Utara, padahal Pati Selatan membutuhkan lebih banyak air untuk pengairan irigasi. No
Penggunaan Lahan
Luas Utara (ha) Luas Selatan (ha)
1
Badan Air
933,77
688,57
2
Hutan
8.678,63
13.419,04
3
Permukiman
11.653,44
7.419,09
4
Industri
142,46
17,50
5
Pertanian Pangan
25.259,24
41.764,50
6
Pertanian Hortikultura
6.880,13
7.157,71
7
Perikanan
10.233,35
2.656,17
8
Perkebunan
13.701,06
6.366,42
Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Tabel Penggunaan Lahan menurut Pembagian Wilayah di Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Penulis
Produktivitas Moneter Lahan SDA dan Industri
Hasil perhitungan neraca sumber daya alam (NSDA) yang telah dilakukan Kelompok Pati 1 sebelumnya dapat menunjukkan produktivitas moneter dari berbagai sektor SDA yang ada di Kabupaten Pati. Perkebunan menjadi SDA yang paling produktif dari segi moneter, menyumbang sekitar 25 miliar rupiah per hektarenya. Terdapat hal yang perlu digarisbawahi dari perhitungan produktivitas moneter SDA di samping, yaitu nilai sektor pertanian pangan yang menempati urutan kelima dari tujuh sektor yang dihitung. Pertanian pangan merupakan sektor yang paling banyak penggunaan lahannya di Kabupaten Pati, namun keuntungan moneternya lebih sedikit dibanding sektor lainnya yang penggunaan lahannya lebih sedikit. Ini menunjukkan bahwa penggunaan lahan di Kabupaten Pati masih belum optimal jika dilihat dari segi financial feasibility. Akan tetapi, tetap tidak dapat dipungkiri bahwa pertanian pangan merupakan sektor dasar yang produksinya harus ditingkatkan, atau setidaknya dipertahankan, mengingat komoditasnya yang sangat diperlukan bagi masyarakat luas. Hasil perhitungan di samping juga menunjukkan bahwa produktivitas moneter sektor industri menjadi yang tertinggi di Kabupaten Pati dengan nilai 47,7 miliar rupiah per hektarenya.
Produktivitas Moneter (Rp/ha)
No
Sektor
1
Pertanian Pangan
2
Perkebunan
3
Hortikultura Buah
49.756.441,00
4
Hortikultura Sayur
481.478.972,70
5
Perikanan Budidaya
14.171.202.880,48
6
Garam
73.969.500,00
7
Peternakan
186.496.857,50
76.763.242,35 25.032.258.840,39
Tabel Produktivitas Moneter SDA menurut Sektornya di Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Kelompok 3
Komponen
Nilai
PDRB Industri Pengolahan (Rupiah)
7.644.970.000.000,00
Luas Lahan Industri (hektare) Produktivitas Moneter (Rp/ha)
159,96 47.793.010.752,69
Tabel Perhitungan Produktivitas Moneter Industri di Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Penulis
169.
Isu Strategis
Nilai Ekonomi Lahan Penggunaan Lahan
Sektor
Badan Air Hutan
-
Permukiman
Multiplier Luasan*
Luas (ha) Utara
Selatan
Nilai Ekonomi Lahan (Rp)
Produktivitas Moneter (Rp/ha)
Utara
Selatan
-
-
-
1
933,77
688,57
1
8.678,63
13.419,04
1
11.653,44
7.419,09
142,46
17,50
47.793.010.752,69
6.808.592.311.828,22
836.377.688.172,08
Industri
Industri
1
Pertanian Pangan
Pertanian Pangan
0,58
18.637,84
28.370,32
76.763.242,35
1.430.701.061.502,95
2.177.798.064.432,20
Peternakan
0,35
11.135,37
16.950,14
186.496.857,50
2.076.710.973.913,15
3.161.147.538.831,15
Hortikultura Buah
0,06
1.990,93
3.030,58
49.756.441,00
99.061.694.989,93
150.790.667.186,48
Hortikultura Sayur
0,01
375,23
571,17
481.478.972,70
180.665.533.739,00
275.007.169.752,90
Garam
0,21
2.149,00
557,80
73.969.500,00
158.960.714.393,25
41.259.869.031,15
Perikanan
0,79
8.084,35
2.098,37
14.171.202.880,48
114.564.914.407.598,00
29.736.487.924.485,20
Perkebunan
1
13.701,06
6.366,42
25.032.258.840,39
342.968.480.307.714,00
159.365.873.326.636,00
79.489,00 10.983.117.185,89
468.288.087.005.679,00
195.744.742.248.527,00
Pertanian Hortikultura
Perikanan Perkebunan
Total/Rata-Rata
77.482,08
*Perbandingan luasan produksi tiap sektor terhadap total produksi seluruh sektor yang berada di penggunaan lahan yang sama. - Untuk pertanian pangan, peternakan, hortikultura buah, dan hortikultura sayur digunakan total produksi keempat sektor tersebut karena sektor peternakan menggunakan lahan pertanian pangan dan pertanian hortikultura. - Untuk garam dan perikanan digunakan total produksi kedua sektor tersebut karena keduanya menggunakan lahan perikanan. Tabel Perhitungan Nilai Ekonomi Lahan menurut Sektornya di Kabupaten Pati Sumber: Hasil Olah Penulis
Nilai ekonomi lahan didapatkan dari perkalian produktivitas moneter lahan dengan luasannya. Dari perhitungan tersebut terlihat bahwa nilai ekonomi lahan di Pati Utara jauh lebih besar hampir 2,5 kali lipat dibanding Pati Selatan. Lahan di Pati Utara lebih bernilai dibanding Pati Selatan meskipun luasan totalnya lebih kecil, yang berarti utilisasi ekonomi lahannya lebih besar. Kecilnya nilai ekonomi lahan di Pati Selatan disebabkan oleh faktor-faktor berikut.
Penduduk menurut Lapangan Pekerjaan
Dari tabel di samping dapat dilihat bahwa sektor pertanian mendominasi lapangan pekerjaan di Kabupaten Pati. Pertanian menyerap lebih dari seperempat tenaga kerja di Pati Utara dan lebih dari sepertiga tenaga kerja di Pati Selatan. Pati Utara memiliki hampir seratus ribu tenaga kerja lebih banyak dibanding Pati Selatan. Dengan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian dan lainnya yang relatif seimbang di kedua wilayah, tambahan tenaga kerja tersebut menduduki lapangan pekerjaan industri pengolahan, perdagangan, dan jasa kemasyarakatan yang memang terdapat lebih banyak di Pati Utara. Perbedaan proporsi penyerapan lapangan pekerjaan serta ketimpangan jumlah tenaga kerja di Pati Utara dan Selatan menunjukkan secara sekilas bahwa kondisi ekonomi penduduk Pati Utara lebih baik dibanding Pati Selatan. Ini terjadi karena apabila ditelaah secara ceteris paribus, pekerjaan di sektor yang lebih lanjut tingkatannya (ekstraksi -> pengolahan -> jasa) akan bernilai ekonomi lebih tinggi dan lebih resilient dibanding sektor yang lebih rendah.
1. Pati Selatan memiliki lebih banyak hutan, yang mana termasuk kawasan lindung dan penyangga sehingga pemanfaatannya tidak akan bisa semaksimal kawasan budidaya lainnya. 2. Lebih dari sepertiga Pati Selatan merupakan lahan pertanian pangan yang produktivitas moneternya tidak terlalu tinggi. 3. Pati Selatan memiliki lahan industri yang jauh lebih sedikit dibanding Pati Utara. No
Lapangan Pekerjaan
Utara (jiwa)
Selatan (jiwa)
1
Pertanian
119.029
125.701
2
Industri Pengolahan
62.556
17.659
3
Perdagangan
50.680
16.346
4
Jasa Kemasyarakatan
22.419
10.273
5
Lainnya
125.606
116.275
380.290
286.254
Total
Tabel Jumlah Tenaga Kerja menurut Lapangan Pekerjaan dan Pembagian Wilayah di Kabupaten Pati Tahun 2018 Sumber: Disdukcapil Kabupaten Pati dan Hasil Olah Penulis
Pertanian 31%
Lainnya 33%
Perdagangan 13%
Lainnya 41%
Pertanian 44%
Industri Pengolahan 17%
Proporsi Lapangan Pekerjaan di Pati Utara Tahun 2018 Sumber: Hasil Olah Penulis
Proporsi Lapangan Pekerjaan di Pati Selatan Tahun 2018 Sumber: Hasil Olah Penulis
170.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Kesejahteraan Keluarga
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) membuat lima kategori keluarga berdasarkan tahapan kesejahteraannya. Kelima tahapan kesejahteraan tersebut adalah: 1. Prasejahtera, yaitu keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasar; 2. Sejahtera I, yaitu keluarga yang kebutuhan dasarnya terpenuhi tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan psikologis; 3. Sejahtera II, yaitu keluarga yang kebutuhan dasar dan psikologisnya terpenuhi tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangan; 4. Sejahtera III, yaitu keluarga yang kebutuhan dasar, psikologis, dan pengembangannya terpenuhi tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan aktualisasi diri; dan 5. Sejahtera III Plus, yaitu keluarga yang seluruh kebutuhannya terpenuhi, mulai dari dasar, psikologis, pengembangan, hingga aktualisasi diri. Dari tabel persebaran keluarga menurut tahapan kesejahteraan di samping, dapat dilihat bahwa jumlah keluarga yang tergolong prasejahtera lebih banyak terdapat di Pati Utara. Akan tetapi, apabila dilihat dari grafik di samping, Pati Selatan memiliki proporsi keluarga prasejahtera yang lebih besar dibanding Pati Utara meskipun jumlahnya lebih sedikit. Pati Utara juga memiliki jumlah dan proporsi keluarga menengah (Sejahtera II dan III) yang lebih banyak dibanding Pati Selatan.
Kesimpulan Analisis Perekonomian Penduduk
Dari analisis perekonomian penduduk di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. 1. Penggunaan lahan Pati Utara difokuskan untuk aktivitas perkotaan, seperti industri dan permukiman, sementara Pati Selatan difokuskan untuk pengembangan agropolitan, seperti pertanian pangan dan hortikultura. 2. Penggunaan lahan di Kabupaten Pati masih belum optimal apabila dilihat dari segi financial feasibility. Guna lahan pertanian pangan masih mendominasi, padahal produktivitas moneternya tidak terlalu besar. 3. Utilisasi ekonomi lahan Pati Selatan lebih rendah dibanding Pati Utara karena nilai ekonomi lahannya jauh lebih rendah meskipun wilayahnya lebih besar.
No
Tahapan Sejahtera
Utara (KK)
Selatan (KK)
1
Prasejahtera
47.551
44.153
2
Sejahtera I
24.547
19.533
3
Sejahtera II
21.360
11.933
4
Sejahtera III
6.017
2.699
5
Sejahtera III Plus
8.192
2.617
6
Tidak Ranking
1.698
1.371
109.365
82.306
Total
Tabel Persebaran Keluarga menurut Tahapan Keluarga Sejahtera dan Pembagian Wilayah di Kabupaten Pati Tahun 2018 Sumber: Disdukcapil Kabupaten Pati dan Hasil Olah Penulis
Sejahtera III Plus 7% Sejahtera III 6%
Tidak Ranking 2%
Sejahtera III Plus 3% Sejahtera III 3%
Tidak Ranking 2%
Sejahtera II 14%
Prasejahtera 54%
Prasejahtera 43%
Sejahtera II 20%
Sejahtera I 24% Sejahtera I 22%
Proporsi Tahapan Keluarga di Pati Utara Tahun 2018 Sumber: Hasil Olah Penulis
Proporsi Tahapan Keluarga di Pati Selatan Tahun 2018 Sumber: Hasil Olah Penulis
4. Terdapat selisih jumlah tenaga kerja yang signifikan antara Pati Utara dan Pati Selatan. Pati Utara memiliki hampir seratus ribu lebih banyak tenaga kerja. 5. Penyerapan tenaga kerja baik di Pati Utara maupun Pati Selatan sama-sama didominasi sektor pertanian. Akan tetapi, di Pati Selatan proporsi sektor pertanian jauh lebih banyak, hampir setengahnya. 6. Terdapat ketimpangan kesejahteraan keluarga antara Pati Utara dan Selatan yang dapat dilihat dari proporsi keluarga prasejahtera yang lebih banyak di Pati Selatan.
Isu Strategis
171.
Analisis Pengaruh Kondisi Geografis terhadap Perekonomian Penduduk Diagram Masalah dari Hasil Analisis Rata-Rata Curah Hujan Pati Selatan lebih sedikit
Pengembangan Pati Selatan Difokuskan untuk Agropolitan
Kesuburan Pati Selatan Sangat Bergantung pada Aliran Sungai Juwana
Guna Lahan Pertanian Mendominasi meskipun Bernilai Ekonomi Rendah
Kesesuaian Kawasan Budidaya di Pati Selatan Lebih Sedikit
Perbedaan Kondisi Geografis yang Tidak Menguntungkan Perekonomian Penduduk Pati Selatan
Utilisasi Ekonomi Lahan Pati Selatan Lebih Rendah
Hampir Seluruh Pati Selatan Rentan terhadap Kekeringan
Hampir Setengah dari Tenaga Kerja Pati Selatan Diserap Sektor Pertanian
Pati Selatan Memiliki Lebih Banyak Daerah Air Tanah Langka
Lebih dari Setengah Keluarga di Pati Selatan Tergolong Prasejahtera
Penyebab (Geografis)
Inti Utama
Akibat (Ekonomi)
SWOT Analysis Perbedaan Kondisi Geografis • Memberikan keragaman sumber daya alam
• Menyebabkan adanya ketimpangan antardaerah
• Memberikan keragaman bentang alam
• Mempersulit penerapan suatu kebijakan secara merata (seperti infrastruktur)
• Memberikan banyak ruang bagi daerahnya untuk melakukan spesialisasi sektor
Strength Opportunity • Menjadikan Kabupaten Pati sebagai wilayah yang lengkap sumber dayanya untuk melayani wilayah lain (all-rounder) • Memperkuat posisi ekonomi Kabupaten Pati di antara kabupaten sekitarnya • Menarik industri dari luar wilayah karena terdapat beragam sumber daya Dari SWOT analysis di atas dapat dibentuk strategi sebagai berikut. 1. Kabupaten Pati harus dapat mengembangkan kedua sektor unggulan dari sumber daya alamnya, yaitu perikanan dan pertanian, dengan lebih giat dan perlakuan yang setara.
• Menjebak daerah dalam satu sektor tertentu yang tidak menguntungkan
Weakness Threat • Mempersulit spesialisasi terhadap satu sektor tertentu di antara wilayah lain di sekitarnya • Mempersulit pengembangan industri karena harus bersaing dengan Kabupaten Kudus • Membuat Kabupaten Pati sangat bergantung terhadap pengelolaan sumber daya di luar wilayah 2. Kabupaten Pati harus bisa menjual posisi geografisnya yang lebih dekat dengan sumber daya bagi industri sebagai keunggulannya dari Kabupaten Kudus. 3. Kabupaten Pati harus bekerja sama dengan wilayah sekitarnya untuk mengelola sumber daya yang dimiliki bersama agar bencana terkait dapat diminimalisasi.
172.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Penutup Kesimpulan
Hasil analisis menunjukkan bahwa kondisi perekonomian penduduk Pati Utara dan Selatan saat ini dipengaruhi perbedaan kondisi geografis di antara keduanya. Kondisi geografis Pati Utara yang lebih cocok untuk pembangunan, subur, dan tahan bencana membuat banyak penggunaan lahannya yang bernilai ekonomi lebih tinggi, seperti industri, perikanan, dan perkebunan. Nilai ekonomi lahan Pati Utara mencapai 468,2 triliun menurut perhitungan yang telah dilakukan dalam analisis sebelumnya. Di sisi lain, kondisi geografis Pati Selatan yang lebih banyak kawasan penyangga dan rawan bencana membuat banyak penggunaan lahannya yang bernilai ekonomi relatif lebih rendah, seperti pertanian pangan dan hortikultura. Nilai ekonomi lahan Pati Selatan mencapai 195,7 triliun menurut perhitungan yang telah dilakukan dalam analisis sebelumnya. Akibat dari kondisi geografis, nilai ekonomi lahan, dan penggunaan lahan tersebut, perekonomian penduduk Pati Utara cenderung lebih baik dibanding Pati Selatan. Tenaga kerja di Pati Utara, selain lebih banyak jumlahnya, juga bekerja di sektor yang bernilai ekonomi lebih tinggi dan lebih resilient dibanding tenaga kerja di Pati Selatan yang hampir setengahnya bekerja di sektor pertanian. Kesejahteraan keluarga juga terdampak, dengan lebih dari setengah keluarga di Pati Selatan yang tergolong prasejahtera.
Padang Rumput di Lereng Gunung Muria, Pati Utara Sumber: Dokumentasi Penulis
Rekomendasi
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, penulis memberikan beberapa rekomendasi untuk dipertimbangkan bagi Pemerintah Kabupaten Pati: 1. Pati Selatan perlu digenjot dengan investasi agar nantinya ada lebih banyak penggunaan lahan yang bernilai ekonomi lebih tinggi dan berdampak positif secara langsung bagi perekonomian penduduk di sana. Contoh penggunaan lahan tersebut adalah industri, yang bisa ditempatkan di Jalan Pati–Kayen–Sukolilo, dan perkebunan, yang bisa ditempatkan di daerah perbukitan kapur. 2. Perencanaan Pati Selatan ke depannya perlu memperhatikan aspek-aspek kerentanan yang dialami di sana, seperti kerawanan bencana dan hidrogeologi. Daerah Aliran Sungai Juwana perlu direncanakan dengan infrastruktur irigasi yang sekaligus dapat memitigasi bencana kekeringan dan banjir, seperti pembuatan bendung kecil dan embung. 3. Pengembangan minapolitan di Kabupaten Pati bisa diperluas, tidak hanya terpusat di Kecamatan Juwana, ke kecamatan pesisir lainnya seperti Batangan, Margoyoso, dan Dukuhseti agar lebih resilient. 4. Diperlukan diversifikasi lapangan kerja di Pati Selatan agar perekonomian penduduk lebih tahan dari guncangan, seperti kekeringan atau turunnya harga komoditas panen, yang mungkin terjadi.
Perkebunan di Perbukitan Kapur, Pati Selatan Sumber: Dokumentasi Penulis
Isu Strategis
173.
Referensi Badan Pusat Statistik Kabupaten Pati. (2019). Kabupaten Pati dalam Angka 2019. Dipetik 21 November 2019, dari BPS Kabupaten Pati: https://patikab.bps.go.id/publication/2019/08/16/8b050d98d8a8d3a7a96f1c81/ kabupaten-pati-dalam-angka-2019.html Kementerian Pertanian. (1980). Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 837/Kpts/Um/11/1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung. Jakarta: Kementerian Pertanian. Pemerintah Kabupaten Pati. (2011). Peraturan Daerah Kabupaten Pati Nomor 5 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pati Tahun 2010—2030. Pati: Sekretariat Daerah Kabupaten Pati Rodrigue, Jean-Paul. (2017). The Geography of Transport Systems. New York: Routledge. Salvati, Luca. "Exploring the Relationship between Agricultural Productivity and Land Degradation in a Dry Region of Southern Europe". New Medit 1 (2010): 35–40. Sugianto dan Marjuki. (2016). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Disparitas Wilayah Pati Utara dan Wilayah Pati Selatan di Kabupaten Pati. Dipetik 21 November 2019, dari Slideshare: https://www. slideshare.net/bramantiyomarjuki/faktor-faktor-disparitas-antar-wilayah-kabupaten-pati. Sutami. (1977). Ilmu Wilayah: Implikasi dan Penerapannya dalam Pembangunan di Indonesia. Jakarta: NA
174.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Jalu Risang Herawan | 45921
Analisis Daya Tarik Investasi Industri Pengolahan Kabupaten Pati
Latar Belakang Kabupaten Pati merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang memiliki industri pengolahan yang cukup berpengaruh dalam struktur PDRB-nya. Dari tahun 2014-2018, sektor ini menjadi sektor penyumbang terbesar dalam struktur PDRB kabupaten, yaitu sekitar 26% dari total PDRB Kabupaten Pati tiap tahunnya. Dalam analisis ekonomi Kabupaten Pati, sektor Industri Pengolahan merupakan sektor basis perekonomian daerah. Menurut laman resmi Pemerintah Kabupaten Pati, kegiatan industri yang berkembang di Kabupaten Pati meliputi industri kuningan di Kecamatan Juwana, industri tapioka di Kecamatan Margoyoso dan Trangkil, Pabrik Gula Trangkil di Kecamatan Trangkil, dan industri makanan berskala nasional yaitu PT. Garuda Food dan PT. Dua Kelinci. Perkembangan sektor industri di Kabupaten Pati dipengaruhi oleh keberadaan sumber daya, akses distribusi, dan pangsa pasar. Kabupaten Pati merupakan salah satu kabupaten dengan keberadaan bahan baku yang memadai, baik berasal dari lokal maupun dari wilayah di luar Kabupaten Pati. Kabupaten Pati dilintasi oleh Jalur Pantura sebagai salah satu jalur utama distribusi barang di Pulau Jawa. Kabupaten Pati juga memiliki bentang alam yang unik yang terdiri
dari bentang alam pegunungan kapur, pesisir, gunung, dan dataran. Kabupaten pati juga akan dilewati oleh ruas jalan tol Demak—Tuban yang pasti akan berpengaruh terhadap daya saing Kabupaten Pati sebagai kawasan industri. Selain itu, Kabupaten Pati secara geografis cukup dekat dengan Perkotaan Semarang sebagai salah satu PKN dan Kawasan Industri Kendal sebagai PSN sehingga dapat memacu perkembangan industri pengolahan di Kabupaten Pati sebagai penyuplai dan penyangga kedua kawasan tersebut. Keberadaan industri-industri pengolahan yang sudah ada serta keuntungan spasial dari Kabupaten Pati ini didukung dengan dokumen rencana pembangunan kabupaten yang akan mengembangkan SWP I (Kecamatan Pati dan Margorejo) serta SWP IV (Kecamatan Juwana dan Batangan) sebagai kawasan pengembangan industri pengolahan di Kabupaten Pati. Selain itu, pembangunan ruas jalan tol secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap perekonomian Kabupaten Pati. Oleh karena itu, pendalaman isu tentang daya tarik investasi di Kabupate Pati dalam sektor industri pengolahan di Kabupaten Pati sangat diperlukan untuk memaksimalkan potensi ini di masa yang akan datang.
Isu Strategis
175.
Kerangka Berpikir Daya Tarik Investasi Industri Pengolahan Kabupaten Pati
Kajian Teori dan Regulasi
Kondisi Saat Ini dan Rencana Pemerintah
Image Marketing Attraction Marketing Infrastructure Marketing People Marketing
Analisis Daya Tarik Investasi
Analisis SWOT
Kesimpulan dan Rekomendasi
Kajian Literatur Kajian Teori Teori Lokasi Industri Weber
Teori Lokasi Industri Weber adalah teori lokasi industri yang dikemukakan oleh Alfred Weber pada tahun 1909. Teori Lokasi Weber merupakan teori yang berorientasi biaya transfer/pengangkutan (transfer-oriented firm). Biaya pengangkutan di teori ini didefinisikan sebagai biaya pengangkutan barang mentah dari lokasi ekstraksi sumber daya menuju pabrik pengolahan (procurement cost) dan biaya pengangkutan barang jadi/setengah jadi dari pabrik pengolahan menuju pasar (distribution cost). Barang mentah dan barang jadi/setengah jadi memiliki dimensi yang berbeda dan berat yang berbeda akibat proses pengolahan sehingga biaya yang diperlukan untuk mengangkut kedua jenis barang tersebut berbeda pula. Lokasi pabrik pengolahan dibangun di tapak dengan biaya pengangkutan total terendah. Teori Lokasi Industri Weber digunakan dengan asumsi bahwa masukan dan keluaran proses pengolahan hanya terdiri dari dan menghasilkan satu barang, faktor proporsi yang konstan, dan harga yang sudah ditetapkan.
Teori Lokasi Industri Losch
Teori Lokasi Industri Losch dikemukakan oleh ekonom Jerman, August Losch pada tahun 1954. Teori ini berorientasi pada segi permintaan (demand-oriented firm). Losch berpendapat bahwa lokasi pabrik pengolahan terbaik terletak di lokasi dengan potensi profit terbesar di lokasi yang mampu menjaring lebih banyak konsumen. Teori Lokasi Industri Losch bertendensi untuk meletakkan pabrik pengolahan mendekati konsumen. Peletakan pabrik yang mendekati konsumen akan memunculkan pabrik-pabrik baru di lokasi yang belum terlayani oleh pabrik lama. Pabrik-pabrik ini pada suatu kondisi akan membuat kebutuhan wilayah terpenuhi dengan kondisi fiskal pabrik yang relatif baik karena setiap pabrik memiliki pasarnya sendiri. Lebih lanjut lagi, wilayah yang telah terlayani seluruhnya akan mempercepat perkembangan kota menjadi metropolitan. Namun, teori ini juga memiliki asumsi bahwa produsen dan konsumen sama-sama mendapatkan keuntungan sehingga transaksi mampu berjalan secara kontinu dan wilayah telah terlayani secara menyeluruh sehingga tidak ada “pemain baru” yang memasuki wilayah.
176.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Aglomerasi Ekonomi
Teori Investasi
Skala ekonomi merupakan manfaat biaya yang diperoleh dalam pelayanan pabrik dalam luasan wilayah tertentu, yaitu menurunnya biaya produksi per unit dari suatu perusahaan yang terjadi bersamaan dengan meningkatnya jumlah produksi (output). Skala ekonomi berhubungan dengan eksternalitas lokal (daerah), namun paling sering berhubungan dengan hal-hal seperti spesialisasi lokal yang lebih besar dan pembagian kerja, atau pengurangan biaya melalui pembelian grosir (Dube dkk, 2016).
Kajian Regulasi
Aglomerasi ekonomi berkaitan dengan konsentrasi keruangan dari penduduk dan kegiatan ekonomi (Malmberk dan Maskell, 2001). Aglomerasi ekonomi terjadi sebagai akibat dari spesialisasi sektor ekonomi yang terjadi sebagai hasil dari keunggulan kompetitif yang berasal dari memusatnya tenaga kerja terampil, pembagian input, dan limpahan teknologi (technology spillovers). Aglomerasi ekonomi memainkan peran penting dalam meningkatkan keunggulan kompetitif daerah. Aglomerasi ekonomi dapat dibagi menjadi tiga kategori (Hoover, 1937; Gleaser, 1992; Rosenthal, 2004), yaitu skala ekonomi, lokalisasi ekonomi, dan urbanisasi ekonomi.
Lokalisasi ekonomi berhubungan dengan konsentrasi dari aktivitas dalam sektor industri tertentu. Lokalisasi ekonomi merupakan eksternalitas positif yang berasal dari memusatnya aktivitas industri dalam sektor yang sama (Dube dkk, 2016). Eksternalitas positif yang dimaksud adalah berbagi tenaga kerja yang sama, berkurangnya waktu dan biaya pengiriman dari penyedia barang mentah, berbagi infrastruktur dan fasilitas, dan limpahan teknologi. Urbanisasi ekonomi terjadi ketika produktivitas dalam suatu wilayah mengalami peningkatan. Jacobs (1969) mengemukakan bahwa kota-kota besar memiliki kemungkinan mengalami urbanisasi ekonomi melalui penemuan, pertukaran informasi dan limpahan teknologi. Urbanisasi ekonomi terjadi sebagai akibat dari akses keuangan, informasi dan teknologi, serta meratanya infrastruktur publik. Akses fasilitas yang baik akan menjadi katalis dalam penemuan hal-hal baru serta pengembangannya. Oleh karena itu, wilayah dengan fasilitas yang lengkap memiliki kemungkinan lebih besar mengalami urbanisasi ekonomi dibandingkan wilayahwilayah lainnya.
Investasi adalah menempatkan uang menjadi suatu barang atau jasa dengan tujuan untuk memperoleh laba. Kuncoro (2004:291) berpendapat bahwa ada 4 (empat) praktek strategi untuk menarik investasi dan industri ke suatu daerah, yaitu: (1) Image Marketing, yaitu kepercayaan, ide, dan ekspresi yang dimiliki orang terhadap suatu daerah; (2) Attraction Marketing, yaitu daya tarik yang menjadi alasan penting investor dan modal datang ke suatu tempat; (3) Infrastructure Marketing, yaitu prasarana pendukung yang menjadi alasan utama dalam memasarkan daerah; (4) People Marketing, yaitu sikap masyarakat dan pemerintah terhadap investasi.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian Dalam Pasal 2 undang-undang ini, disebutkan bahwa asasasas perindustrian adalah kepentingan nasional, demokrasi ekonomi, kepastian berusaha, pemerataan persebaran, persaingan usaha yang sehat, dan keterkaitan industri. Oleh karena itu, adanya peraturan daerah yang meningkatkan kepastian hukum bagi para pelaku usaha serta persebaran lokasi industri pengolahan yang saling berkaitan menjadi penting untuk menjadi acuan pemerintah daerah dalam mengembangkan kawasan industri.
Peraturan Pemerintah Nomor 142 Tahun 2015 tentang Kawasan Industri PP Nomor 142 Tahun 2015 tentang Kawasan Industri menjelaskan tentang pembagian wewenang antara pemerintah pusat dengan daerah, dokumen-dokumen dan lembaga yang terkait dalam pengurusan IUKI (Izin Usaha Kawasan Industri), hak serta kewajiban pemerintah dan pengusaha, serta sanksi bagi pelanggar.
Permenperin Nomor 35 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri Ruang lingkup pedoman teknis ini meliputi aspek perencanaan, aspek pembangunan, dan aspek pengelolaan. Dokumen ini penulis jadikan referensi utama dalam menghitung kebutuhan air dalam luasan kawasan industri tertentu.
Perda Kabupaten Pati Nomor 6 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal Perda ini merupakan salah satu produk hukum daerah yang menunjukkan keseriusan pemerintah daerah dalam memberikan kepastian hukum bagi para penanam modal. Perda ini menjelaskan tentang hak, kewajiban, serta wewenang pemerintah kabupaten dan penanam modal dan alur pengajuan serta verifikasi kegiatan penanaman modal.
177.
Isu Strategis
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pati Tahun 2010-2030 Dalam dokumen RTRW Kabupaten Pati Tahun 20102030, luas area total rencana kawasan peruntukan industri adalah 1.498 Ha yang berada di Kecamatan Margorejo, Kecamatan Pati, Kecamatan Batangan, Kecamatan Juwana, Kecamatan Tayu, Kecamatan Trangkil, Kecamatan Margoyoso, Kecamatan Tambakromo, Kecamatan Kayen, dan Kecamatan Sukolilo, sedangkan saat ini penggunaan lahan untuk industri hanya seluas 159,96 Ha. Penambahan guna lahan peruntukan industri seluas 1.338,04 ini harus dimaksimalkan oleh Pemerintah Kabupaten Pati dan masyarakat.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Pati Tahun 2017-2022 Dalam RPJMD Kabupaten Pati tahun 2017-2022, sektor industri pengolahan menjadi salah satu prioritas dalam pembangunan Kabupaten Pati. Beberapa program juga bertujuan untuk meningkatkan pendapatan di sektor ini. Program-program yang berhubungan dengan sektor industri pengolahan utamanya berupa pembangunan fasilitas pendukung dan penambahan kuantitas industri di bidang pengolahan hasil pertanian, perikanan, maupun manufaktur.
Metode Penelitian
Pembahasan Overview Kondisi Sektor Industri Pengolahan Kabupaten Pati Jumlah Pabrik dan Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan Berdasarkan data dari BPS Kabupaten Pati, industri pengolahan di Kabupaten Pati didominasi oleh industri makanan dan minuman yang kebanyakan merupakan industri rumah tangga. Namun, ada dua perusahaan makanan dan minuman berskala nasional yang berada di Kabupaten Pati, yaitu PT. Garuda Food dan PT. Dua Kelinci. Selain itu, terdapat juga industri kuningan yang memusat di Kecamatan Juwana, industri tapioka di Kecamatan Margoyoso, Pabrik Gula Trangkil di Kecamatan Trangkil, dan industri-industri lainnya. Pabrik Pengolahan Berdasarkan Jenis Komoditas 140 120 100 80 60 40 20 0
118
4 Makanan & Minuman
Tembakau
14
4
Tekstil
Kertas & Percetakan
5
4
10
24
Kimia & Karet/Barang Galian Bukan Kuningan Barang dari dari Logam Kimia Karet/Plastik
9 Industri Lainnya
Pabrik Pengolahan Berdasarkan Jenis Komoditas Kabupaten Pati Sumber: BPS Kabupaten Pati
Pengumpulan data dalam analisis ini dilakukan melalui survei sekunder dari dinas-dinas terkait di daerah saat mengunjungi Kabupaten Pati. Selain itu, penulis juga mengumpulkan data-data dari internet untuk melengkapi kelengkapan data sebelum diolah dan dianalisis.
Sektor industri pengolahan di Kabupaten Pati menyerap 14,84 persen atau sebanyak 93.137 pekerja dari total 627.565 tenaga kerja di Kabupaten Pati pada tahun 2018. Tenaga kerja di sektor ini masih kalah jumlahnya dengan tenaga kerja sektor pertanian sebesar 178.428 jiwa dan sektor perdagangan sebesar 19,39%. Hal ini disebabkan banyaknya lahan pertanian di Kabupaten Pati, sekitar 70% dari luas lahan keseluruhan.
Metode Pengolahan Data
Kontribusi Sektor Industri Terhadap Perekonomian Kabupaten Pati
Metode Pengumpulan Data
Pengolahan data berupa shapefile dari laman Google Map diolah menggunakan ArcGIS untuk dielaborasikan dengan shapefile yang diperoleh dari Pemkab Pati untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Selain itu, datadata numerik diolah ke dalam bentuk grafik dan tabel agar lebih mudah dibaca dan diinterpretasi.
Metode Analisis Data Analisis data menggunakan analisis kualitatif-deskriptif. Data-data yang telah diolah dikelompokkan dalam empat (4) kriteria daya tarik investasi yang dijadikan framework analisis. Variabel-variabel tersebut akan dianalisis apakah berpengaruh positif atau negatif terhadap daya tarik investasi industri pengolahan di Kabupaten Pati secara keseluruhan.
100,00% 90,00% 80,00% 70,00%
7,76%
7,78%
7,87%
8,02%
8,05%
60,00%
14,98%
14,77%
14,86%
15,08%
15,32%
24,97%
25,36%
25,00%
24,24%
23,71%
27,31%
26,97%
26,77%
26,58%
26,25%
2014
2015
2016
2017
2018
50,00% 40,00% 30,00% 20,00% 10,00% 0,00% Industri Pengolahan
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Perdagangan dan Reparasi Kendaraan
Konstruksi
Jasa Pendidikan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Pemerintahan, Pertahanan, dan Jamsos
Transportasi dan Pergudangan
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Jasa Lainnya
Pertambangan dan Penggalian
Real Estate
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa Perusahaan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah
Kontribusi Sektoral PDRB Kabupaten Pati 2014-2018 Sumber: BPS Kabupaten Pati
178.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Sektor industri pengolahan di Kabupaten Pati merupakan sektor yang berpengaruh besar terhadap perekonomian Kabupaten Pati melalui Analisis Shift-share. Selain itu, sektor industri pengolahan selalu menjadi penyumbang PDRB terbesar Kabupaten Pati dari tahun 2014-2018. Walaupun nominal pendapatan dari PDRB sektor ini selalu meningkat, namun persentase kontribusi dalam PDRB Kabupaten Pati selalu menurun. Oleh karena itu, perlu ada intervensi dari stakeholder yang terlibat untuk menyelaraskan pertumbuhan nominal pendapatan dari sektor industri pengolahan dengan sektor-sektor lainnya.
Sebaran Lahan Peruntukan Industri dan Lokasi Industri Pengolahan
Peta Sebaran Industri Berdasarkan Komoditas Produksi Kabupaten Pati Sumber: Google Maps, Survei Primer Studio
Industri pengolahan di Kabupaten Pati didominasi oleh industri pengolahan makanan dan minuman. Letak lokasi industri pengolahan di Kabupaten Pati cenderung linier dengan jalan arteri atau jalan kolektor. Namun, ada juga beberapa industri pengolahan yang terletak mendekati sumber daya, seperti pabrik pengolahan kopi di Kecamatan Gembong.
Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Pati Saat Ini Sumber: Dinas PUTR Kabupaten Pati
Penggunaan lahan industri di Kabupaten Pati seluas 159,96 Ha yang tersebar di Kecamatan Margorejo, Pati, Gunungwungkal, Tayu, Dukuhseti, Trangkil, Jakenan, Pucakwangi, dan Juwana.
Persebaran industri pengolahan di Kabupaten Pati membentuk kluster-kluster sesuai komoditas produksinya, seperti industri kuningan yang terpusat di Kecamatan Juwana, industri tapioka di Kecamatan Margoyoso dan Trangkil, dan industri tahu di Kecamatan Sukolilo dan Kayen. Klusterisasi industri ini berperan penting dalam pengembangan industri pengolahan di Kabupaten Pati karena membuat pembangunan fasilitas dan sarana pendukung menjadi lebih efektif dan efisien.
179.
Isu Strategis
Analisis Daya Tarik Investasi Industri Pengolahan Kabupaten Pati Image Marketing Tujuan Perencanaan dan Visi Pembangunan Kabupaten Pati Tujuan perencanaan Kabupaten Pati dalam RTRW adalah “terwujudnya Kabupaten Pati sebagai Bumi Mina Tani, berbasis keunggulan pertanian dan industri yang berkelanjutan”, sedangkan visi Kabupaten Pati yang tertuang dalam RPJP Kabupaten Pati tahun 2005-2025 adalah “Bumi Mina Tani Sejahtera”. Selain itu, dalam RPJMD Kabupaten Pati tahun 2017-2022, salah satu misi pembangunan Kabupaten Pati adalah “meningkatkan daya saing daerah dan pertumbuhan ekonomi daerah berbasis pertanian, perdagangan dan industri”. Hal ini memperlihatkan keseriusan Pemerintah Kabupaten Pati untuk menggarap sektor industri pengolahan dalam rangka meningkatkan daya saing daerah dan pertumbuhan ekonomi daerah menuju masyarakat yang sejahtera. Promosi Investasi Pada tanggal 5 November 2019, Pemerintah Kabupaten Pati yang diwakili oleh Wakil Bupati Pati dan beberapa Kepala OPD menghadiri acara Central Java Investment Business Forum (CJIBF) dan Central Java Investment Business Expo (CJIBE) 2019 yang diselenggarakan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Dalam acara tersebut, Pemerintah Kabupaten Pati berhasil memperoleh LoI (Letter of Intent) atau pernyataan kepeminatan dari PT Handal Sukses Karya, PMA dari Korea yang berminat mendirikan pabrik sepatu di Kecamatan Batangan, dengan nilai investasi sejumlah 2 triliun rupiah. Sebelum itu, telah diadakan juga Pati Business Forum yang berhasil mendapatkan tanda tangan LoI dari 5 perusahaan sebesar 1,26 triliun tupiah. Hal ini menunjukkan keseriusan usaha dari Pemerintah Kabupaten Pati untuk mengoptimalkan potensi Kabupaten Pati dalam sektor industri pengolahan. Peraturan Daerah Mengenai Penanaman Modal Untuk memperjelas dan memberikan kepastian hukum kepada calon investor, Pemerintah Kabupaten Pati menerbitkan Perda Kabupaten Pati Nomor 6 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan secara lengkap mengenai kewenangan pemerintah daerah, kebijakan penyelenggaraan penanaman modal, insentif penanaman modal, hak dan kewajiban penanaman modal, ketenagakerjaan, peran serta masyarakat, dan penyelesaian sengketa. Adanya perda yang mengatur tentang penanaman modal ini menjadi poin plus dan menambah daya tarik Kabupaten Pati bagi para investor untuk menanamkan dana dan investasi.
Attraction Marketing Upah Minimum Kabupaten Pati Upah minimum Kabupaten Pati berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 560/58 Tahun 2019 tentang Upah Minimum pada 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2020 sebesar Rp 1.891.000. Nominal UMK di Kabupaten Pati merupakan UMK terkecil ke-10 di Provinsi Jawa Tengah. Rikalovic (2013) menjelaskan bahwa nominal UMK yang relatif kecil merupakan salah satu hal yang meningkatkan minat investor untuk berinvestasi di provinsi/daerah. Oleh karena itu, Kabupaten Pati memiliki daya tarik lebih dalam segi upah minimum dibandingkan mayoritas kabupaten/kota di Jawa Tengah. 2.715.000
Kota Semarang
2.432.000
Kabupaten Demak
2.261.775
Kabupaten Kendal
2.229.880
Kabupaten Semarang
2.218.451
Kabupaten Kudus Kabupaten Cilacap
2.158.327
Kota Pekalongan
2.072.000
Kabupaten Batang
2.061.700
Kabupaten Magelang
2.042.000
Kabupaten Jepara
2.040.000
Kota Salatiga
2.034.915
Kabupaten Pekalongan
2.018.161
Kabupaten Karanganyar Kota Surakarta
1.989.000 1.956.200
Kabupaten Klaten
1.947.821
Kabupaten Boyolali
1.942.500
Kabupaten Purbalingga
1.940.800
Kabupaten Sukoharjo
1.938.000
Kota Tegal
1.925.000
Kabupaten Banyumas
1.900.000
Kabupaten Tegal
1.896.000
Kabupaten Pati
1.891.000
Kabupaten Pemalang
1.865.000
Kabupaten Wonosobo
1.859.000
Kota Magelang
1.853.000
Kabupaten Purworejo
1.845.000
Kabupaten Kebumen
1.835.000
Kabupaten Blora
1.834.000
Kabupaten Grobogan
1.830.000
Kabupaten Temanggung
1.825.200
Kabupaten Sragen
1.815.914
Kabupaten Brebes
1.807.614
Kabupaten Rembang
1.802.000
Kabupaten Wonogiri
1.797.000
Kabupaten Banjarnegara
1.748.000
Besaran Upah Minimum Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2020 Sumber: Keputusan Gubernur Nomor 560/58 Tahun 2019
180.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Tingkat Pendidikan Penduduk Status Pendidikan
2014
Kerawanan Bencana dan Ketersediaan Air
2015
2016
2017
2018
Belum Sekolah
261.252 265.187
282.935
288.733
302.296
Tidak Tamat SD
175.015 174.837
161.032
165.410
160.513
Tamat SD
395.783 398.109
393.266
385.767
386.835
SLTP
208.189 205.106
208.761
208.199
212.369
SLTA
177.786 178.339
186.938
189.048
195.460
D2
5.343
5.066
4.911
4.690
4.600
D3
10.745
10.775
11.327
11.619
12.033
S1
25.195
26.499
29.25
31.310
34.082
S2
1.204
1.277
1.435
1.545
1.654
105
91
88
89
79
S3
Tingkat Pendidikan Penduduk Kabupaten Pati Sumber: Disdukcapil Kabupaten Pati
Rikalovic (2013) menyebutkan bahwa kualitas pendidikan merupakan hal terpenting dalam pemilihan lokasi pembangunan industri pengolahan. Namun, dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa Tingkat Pendidikan Kabupaten Pati didominasi oleh Tamat SD, yaitu dengan presentase 30%, sehingga dapat menunjukkan bahwa kualitas SDM di Kabupaten Pati masih rendah. Oleh karena itu, hal ini dapat menghambat dan menurunkan tingkat daya tarik investasi industri pengolahan di Kabupaten Pati.
Ketersediaan Sarana Pendidikan Kejuruan Arsitektur
Peta Kerawanan Bencana Kabupaten Pati Sumber: Dinas PUTR Kabupaten Pati
2
Busana
9
Hospitality
2
Keuangan
19
Pertambangan
1
Perikanan
2
Agro
4
Medika
7
Komputer
16
Jurnalistik
8
Otomotif
19
Manufaktur
13 0
5
10
15
20
Kompetensi Keahlian di SMK Kabupaten Pati Sumber: DPMPTSP Jawa Tengah, 2019
Kompetensi keahlian yang ditawarkan di SMK-SMK Kabupaten Pati didominasi oleh bidang keuangan, otomotif, komputer, dan manufaktur. Hal ini menjadi nilai tambah tersendiri bagi Kabupaten Pati karena memiliki tenaga kerja lulusan SMK dengan keahlian yang dibutuhkan untuk pengembangan sektor industri pengolahan. Namun, perlu juga peningkatan kualitas mutu pendidikan kejuruan karena menurut wawancara dengan Dinas Tenaga Kerja keahlian tenaga kerja di Kabupaten Pati masih kurang.
Sebagian besar kecamatan di Kabupaten Pati merupakan kecamatan rawan bencana, terutama kekeringan. Di sisi lain, pabrik pengolahan membutuhkan suplai air bersih sebanyak 0,55-0,75 l/detik/Ha menurut standar sesuai Permenperin Nomor 35 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri. Apabila dihitung, maka kebutuhan air untuk sektor industri pengolahan di Kabupaten Pati sebesar 832,9 l/detik – 1.123,5 l/detik atau 26.266.334,4 m3/ tahun - 35.430.696 m3/tahun. Saat ini, kebutuhan air untuk rumah tangga di Kabupaten Pati sebesar 2.005.278.400 m3/tahun dengan ketersediaan air menurut perhitungan kelompok hanya sebesar 1.377.205.475 m3/tahun sehingga Daya Dukung Air (DDA) Kabupaten Pati sebesar 0,687. Nilai DDA yang lebih kecil dari 1 menunjukkan bahwa air yang tersedia belum dapat mencukupi kebutuhan air di Kabupaten Pati. Apabila seluruh lahan peruntukan industri benar-benar dibangun, maka kondisi kekurangan air di Kabupaten Pati sangat mungkin terjadi. Oleh karena itu, hal ini menurunkan daya tarik Kabupaten Pati bagi para investor karena kekurangan suplai air sangat mungkin terjadi pada musim kemarau sehingga mengganggu proses pengolahan di pabrik.
181.
Isu Strategis
Rencana Pola Ruang Kabupaten Pati Saat ini, penggunaan lahan industri di Kabupaten Pati “hanya” seluas 159,96 Ha. Dalam dokumen RTRW Kabupaten Pati Tahun 2010-2030, luas area total rencana kawasan peruntukan industri adalah 1.498 Ha yang berada di Kecamatan Margorejo, Kecamatan Pati, Kecamatan Batangan, Kecamatan Juwana, Kecamatan Tayu, Kecamatan Trangkil, Kecamatan Margoyoso, Kecamatan Tambakromo, Kecamatan Kayen, dan Kecamatan Sukolilo.
Infrastructure Marketing Kondisi dan Kelas Jalan Status dan Panjang Jalan (km) Keadaan
Jalan Nasional
Jalan Provinsi
Jalan Kabupaten
Total Panjang (km)
Perkerasan Jalan Aspal
17,3
92,43
837,38
947,11
Beton
17,8
23,23
0
41,03
Kerikil
0
0
0
0
Tanah
0
0
0
0
Lainnya
0
0
0
0
Total
988,14
Kondisi Jalan Baik
35,1
115,66
837,38
988,14
Sedang
0
0
0
0
Rusak
0
0
0
0
18,9
73,75
0
92,65
Rusak Berat
Total
1.080,79
Status dan Kondisi Jalan Kabupaten Pati Sumber: BPS Kabupaten Pati, Dinas PUTR Kabupaten Pati
Berdasarkan data yang didapat dari Badan Pusat Statistik, terdapat 988,14 km jalan dengan perkerasan aspal dan beton serta 92,65 km jalan dengan perkerasan kerikil, tanah, dan lainnya. Keseluruhan jalan dengan perkerasan aspal dan beton tercatat dalam kondisi baik, sementara jalan dengan perkerasan kerikil, tanah, dan lainnya dikategorikan rusak berat. Kondisi jalan di Kabupaten Pati memungkinkan sirkulasi kegiatan industri pengolahan berjalan dengan baik selama regulasi lalu lintas di Kabupaten Pati masih berjalan dengan baik dan benar.
Peta Rencana Pola Ruang Kabupaten Pati Sumber: RTRW Kabupaten Pati 2010-2030
Dari peta di atas, kecenderungan peletakan kawasan industri berada di koridor Jalur Pantura yang melintasi Kabupaten Pati. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan biaya pengangkutan menuju pasar/konsumen. Namun, ada juga industri pengolahan yang terletak mendekati sumber daya dan tenaga kerja seperti di Kecamatan Kayen dan Sukolilo. Dalam RPJMD Kabupaten Pati Tahun 2017-2022, Pemerintah Kabupaten Pati fokus mengembangkan SWP I (Kecamatan Pati dan Margorejo) serta SWP IV (Kecamatan Juwana dan Batangan) sebagai kawasan pengembangan industri pengolahan di Kabupaten Pati. Kecamatan Pati dan Margorejo merupakan kecamatan dengan spesialisasi industri makanan kemasan, sedangkan Kecamatan Juwana merupakan sentra pengrajin logam kuningan yang telah menembus pasar internasional (Antara, 2019).
182.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Kabupaten Pati dilintasi oleh Jalur Pantura di bagian tengah kabupaten, melintasi Kecamatan Margorejo, Kecamatan Pati, Kecamatan Juwana, dan Kecamatan Batangan. Keberadaan Jalur Pantura di Kabupaten Pati ini menjadi peluang untuk menggenjot sektor industri pengolahan dan menarik investor di Kabupaten Pati. Hal ini disebabkan karena Jalur Pantura merupakan jalur distribusi nasional di Pulau Jawa.
Rencana Pembangunan Jalan Tol Demak—Tuban
People Marketing Sikap Masyarakat Terhadap Investasi dan Pembangunan Pabrik Masyarakat Kabupaten Pati sampai saat ini masih menolak dengan tegas pembangunan pabrik semen di Kecamatan Tambakromo dan Kayen. Menurut situs-situs berita kredibel seperti Detik, VoA, dan Tempo, masyarakat di Kabupaten Pati melakukan penolakan pembangunan pabrik semen ini sejak tahun 2014 sampai 2018. Hal-hal ini dapat menurunkan daya tarik investasi di Kabupaten Pati apabila penolakan masyarakat terhadap pembangunan pabrik semen ini masih berlanjut atau malah merambat ke penolakan pabrik-pabrik dengan komoditas produksi lainnya. Kemudahan Perizinan Investasi Menurut berita daring dari Tribunnews, Bupati Pati selalu berusaha untuk mempermudah izin investasi untuk menarik para investor. Selain itu, hal ini bertujuan juga untuk memperbanyak lapangan pekerjaan bagi penduduk Kabupaten Pati. Bahkan, penambahan luas peruntukan lahan industri melalui revisi RTRW masuk dalam Prolegda Kabupaten Pati tahun 2019. Hal ini tentu akan menarik para investor untuk lebih mempertimbangkan Kabupaten Pati sebagai letak pabrik pengolahannya.
Peta Trase Jalan Tol Demak-Tuban Sumber: Dinas PUTR Kabupaten Pati
Rencana pembangunan jalan tol Demak-Tuban di Kabupaten Pati sepanjang 38,94 km dan melewati Kecamatan Margorejo, Kecamatan Pati, Kecamatan Jakenan, Kecamatan Juwana, dan Kecamatan Batangan. Pembangunan jalan tol Demak—Tuban melewati rute Kudus—Pati—Rembang—Tuban dan dilakukan secara bertahap mulai tahun 2020 menurut Menteri PUPR Republik Indonesia yang dimuat dalam situs bisnis.com. Penelitian Anas dkk. (2017) menunjukkan bahwa biaya transportasi sesudah beroperasinya jalan tol menurun sebesar 1,1% dari total biaya produksi. Selain itu, pembangunan jalan tol juga meningkatkan jumlah industri dari 722 industri pada tahun 2009 menjadi 940 industri pada tahun 2014. Oleh karena itu, pembangunan jalan tol di Kabupaten Pati akan menarik investor untuk membangun industri pengolahan sesuai prosedur dan ketentuan keruangan dan lingkungan.
Isu Strategis
183.
Analisis SWOT Identifikasi SWOT Strength:
• Ketersediaan sarana pendidikan kejuruan yang sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan untuk sektor industri pengolahan • UMK yang relatif rendah dibandingkan kabupaten/kota di Jawa Tengah • Letak Kabupaten Pati yang dilalui Jalur Pantura • Komitmen Pemerintah Daerah dalam menggenjot pertumbuhan sektor industri pengolahan di Kabupaten Pati • Persebaran industri pengolahan di Kabupaten Pati yang sudah cenderung mengkluster sesuai komoditas produksinya
Opportunity:
• Rencana Pola Ruang Kabupaten Pati yang mengakomodasi pembangunan kawasan industri baru yang cukup luas, sekitar 1000 Ha • Rencana pembangunan Jalan Tol Demak—Tuban yang melewati Kabupaten Pati
Threat: Weakness:
• Tingkat pendidikan penduduk yang masih rendah • Sikap masyarakat yang cenderung antipati terhadap pembangunan pabrik baru • Kabupaten Pati termasuk dalam kabupaten rawan kekeringan
• Keberadaan Kawasan Industri Kendal sebagai Proyek Strategis Nasional yang mungkin akan mendatangkan backwash effect di Kabupaten Pati • Persaingan dalam menggaet investor dengan kabupaten-kabupaten di sekitar Kabupaten Pati • Pengolahan limbah industri yang tidak sesuai standar dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan • Kemungkinan terjadi kekurangan suplai air bersih untuk proses produksi/pengolahan pabrik saat musim kemarau
Strategi-strategi Meningkatkan kualitas pendidikan penduduk Meningkatkan kualitas tenaga kerja Kabupaten Pati Mengadakan pertemuan intensif antara pemerintah, calon investor, dan warga yang akan terdampak pembangunan kawasan industri Melakukan kerja sama antar-kabupaten tentang penyediaan air regional Melakukan kajian inter-regional dalam menyikapi pembangunan Kawasan Industri Kendal Melakukan pengembangan kawasan industri secara mengkluster berdasarkan komoditas produksi
Kesimpulan dan Rekomendasi Kesimpulan
Melalui analisis daya tarik investasi industri yang telah dilakukan penulis, Kabupaten Pati memiliki daya tarik yang cukup kuat bagi para investor karena memiliki banyak nilai positif dalam indikator-indikator yang telah dirumuskan oleh penulis. Kabupaten Pati memiliki pemerintah daerah dan regulasi yang menyambut positif dan berusaha untuk mendatangkan investor, UMK yang relatif rendah, ketersediaan sarana pendidikan kejuruan yang sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan untuk sektor industri pengolahan, kondisi dan kelas jalan yang baik, dan rencana pembangunan Jalan Tol Demak—Tuban yang akan melewati Kabupaten Pati. Namun, ada beberapa hal di Kabupaten Pati yang menghambat atau menurunkan daya tarik industri pengolahan yaitu tingkat pendidikan penduduk yang rendah, kondisi kabupaten yang rawan bencana kekeringan sehingga rawan kekurangan air bersih, dan sikap masyarakat yang cenderung antipati terhadap pembangunan pabrik baru di Kabupaten Pati. • • • • • •
Tingkat Pendidikan Penduduk yang Rendah Rawan Bencana Kekeringan Sikap Masyarakat yang Antipati Terhadap Pembangunan Pabrik Baru
• • • • •
Menurunkan daya tarik
Tujuan pembangunan dan visi Kabupaten Pati Pemerintah yang gencar melakukan promosi investasi Kepastian hukum bagi para investor yang terjamin dalam Perda Kabupaten Pati No. 6 Tahun 2016 tentang Penanaman Modal UMK yang relatif rendah Ketersediaan sarana pendidikan kejuruan dengan kompetensi keahlian sesuai bidang industri pengolahan Kondisi dan kelas jalan yang baik Rencana pembangunan Jalan Tol Demak— Tuban Kemudahan Perizinan Investasi Meningkatkan daya tarik
184.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Rekomendasi Untuk memaksimalkan daya tarik investasi industri pengolahan di Kabupaten Pati, maka penulis memiliki beberapa rekomendasi sebagai berikut.
Membangun Sarana Pendidikan dan Program Subsidi Biaya Pendidikan Pembangunan sarana pendidikan, terutama pendidikan kejuruan dibangun di daerah yang belum terjangkau secara spasial maupun mengalami kekurangan jumlah menurut standar jumlah penduduk. Kekurangan/Mencukupi (-/+)
Kecamatan SD
SMP
SMA/SMK
Sukolilo
-17
-11
-16
Kayen
-8
-7
-8
Tambakromo
1
-5
-10
Winong
9
-7
-9
Pucakwangi
1
-5
-8
Jaken
-1
-6
-9
Batangan
-4
-7
-7
Juwana
-17
-13
-15
Jakenan
1
-7
-7
Pati
-7
-11
-4
Gabus
4
-8
-8
Margorejo
-10
-9
-8
Gembong
-5
-7
-6
Tlogowungu
-1
-9
-10
Wedarijaksa
-11
-9
-13
Trangkil
-10
-11
-13
Margoyoso
-14
-12
-10
Gunungwungkal
-2
-6
-7
Cluwak
1
-7
-8
Tayu
-5
-9
-8
Dukuhseti
19
-8
-6
Total
-105
-174
-190
Kebutuhan Sarana Pendidikan Menurut Jumlah Penduduk Sumber: BPS Kabupaten Pati
Peta Jangkauan Pelayanan Pendidikan Kabupaten Pati Sumber: Dinas PUTR Kabupaten Pati, Analisis Studio
Pembangunan sarana pendidikan di kawasan pegunungan karst seperti Kecamatan Kayen dan Sukolilo selayaknya menjadi perhatian lebih pemerintah daerah karena analisis pelayanan menggunakan jumlah penduduk maupun jangkauan pelayanan menunjukkan bahwa kedua kecamatan tersebut mengalami kekurangan sarana pendidikan. Selain itu, program subsidi biaya pendidikan, terutama biaya pendidikan SMA/SMK dapat menjadi stimulus para warga untuk menyekolahkan anak-anaknya sehingga tingkat pendidikan penduduk kabupaten dapat meningkat.
Isu Strategis
Membangun Balai Latihan Kerja (BLK) Pembangunan Balai Latihan Kerja sebaiknya diprioritaskan di kecamatan dengan jumlah penduduk yang tinggi. Namun, setiap kecamatan pada akhirnya harus memiliki setidaknya 1 (satu) BLK.
185.
Melakukan Kerja Sama Antar-kabupaten Kerja sama antar-kabupaten bertujuan untuk menyediakan air bersih dalam rangka pemenuhan pengelolaan industri pengolahan di Kabupaten Pati. Selain itu, kerja sama antar kabupaten ini bertujuan juga untuk memperoleh mufakat tentang sektor-sektor unggulan yang akan dikembangkan oleh kabupaten-kabupaten terkait agar terjadi persaingan yang sehat. Selain itu, kerja sama antar-kabupaten ini juga dapat berupa penelitian tentang kemungkinan-kemungkinan eksternalitas dari pembangunan Kawasan Industri Kendal terhadap kabupaten-kabupaten di sekitarnya yang dapat dilakukan oleh Balitbang tiap-tiap kabupaten. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan kemungkinan terburuk yang dapat terjadi, seperti backwash effect.
Melakukan Klusterisasi Industri Pengembangan kawasan industri berdasarkan komoditas produksinya akan mempermudah pemerintah maupun para investor/pelaku usaha. Dari sisi pemerintah, penyediaan fasilitas pendukung kegiatan industri pengolahan menjadi lebih efektif dan efisien. Selain itu, pengawasan pengelolaan limbah industri pengolahan dapat menjadi lebih mudah dan mengurangi potensi tercemar dengan limbah lainnya. Dari sisi investor/pelaku usaha, klusterisasi industri dapat mengurangi biaya pengiriman sumber daya dan dapat menjadi sarana untuk bertukar teknologi sehingga perusahaan-perusahaan tersebut memiliki daya saing yang lebih tinggi lagi.
Peta Jumlah Penduduk Perkecamatan Kabupaten Pati Sumber: BPS Kabupaten Pati, Analisis Studio
Berdasarkan peta jumlah penduduk perkecamatan, maka pembangunan BLK dimulai di Kecamatan Pati, lalu kecamatan-kecamatan lain dengan tingkat jumlah penduduk di bawahnya sehingga lama-kelamaan tiap kecamatan memiliki setidaknya 1 (satu) BLK. BLK sangat berguna dalam meningkatkan daya saing tenaga kerja lokal dalam bersaing dengan tenaga kerja dari kabupaten lain yang mungkin dapat menyerbu lapangan pekerjaan sektor industri pengolahan di Kabupaten Pati.
Musyawarah dan Diseminasi antara Pemerintah, Calon Investor, dan Warga Yang Akan Terdampak Pembangunan Industri Pengolahan Musyawarah dan diseminasi penting untuk dilakukan ketiga pihak tersebut agar terjadi mufakat berupa kesepahaman tentang pembangunan kawasan industri berupa ganti untung, tenaga kerja, dan kompensasi-kompensasi lain yang berhak didapatkan warga.
186.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Daftar Pustaka Anwar, C. (2019, Juni 29). Bupati Haryanto Janjikan Kemudahan Perizinan Investasi di Pati. Diambil kembali dari Murianews: https://www.murianews. com/2019/06/29/167244/bupati-har yanto-janjikankemudahan-perizinan-investasi-di-pati.html Badan Pusat Statistik Kabupaten Pati. (2019). Kabupaten Pati dalam Angka 2015-2019. Diambil kembali dari BPS Kabupaten Pati. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Jawa Tengah. (t.thn.). Statistik Potensi Tenaga Kerja SMK Kabupaten Pati. Diambil kembali dari DPMPTSP Provinsi Jawa Tengah: http://web.dpmptsp. jatengprov.go.id/statistik_potensi_smk/kabupaten_pati Kuncoro, M. (2004). Otonomi dan Pembangunan Daerah (Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluang). Jakarta: Erlangga. Legros, D., Brunelle, C., & Dube, J. (2016). Location Theories and Business Location Decision: A Micro-Spatial Investigation of a Nonmetropolitan Area in Canada. The Review of Regional Studies, 143-170. Diambil kembali dari ResearchGate: https://www.researchgate.net/ publication/304583864 Menteri Perindustrian Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 35/M-IND/PER/3/2010 Tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri. Jakarta’: Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. Mustofa, A. (2019, November 21). Wabup Saiful Arifin Sukses Promosi Potensi Investasi Pati di Cina. Diambil kembali dari JawaPos: https://radarkudus.jawapos.com/ read/2019/11/21/166815/wabup-saiful-arifin-suksespromosi-potensi-investasi-pati-di-cina Patinews. (2019, November 6). CJIBF 2019, Pati Raup Investasi 2 Triliun Lebih. Diambil kembali dari patinews. com: https://www.patinews.com/cjibf-2019-pati-raupinvestasi-2-triliun-lebih/amp/ Pemerintah Kabupaten Pati. (2011). Peraturan Daerah Kabupaten Pati Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pati 2010-2030. Kabupaten Pati: Sekretariat Kabupaten Pati. Pemerintah Kabupaten Pati. (2016). Peraturan Daerah Kabupaten Pati Nomor 6 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal. Kabupaten Pati: Sekretariat Kabupaten Pati. Pemerintah Kabupaten Pati. (2018). Peraturan Daerah Kabupaten Pati Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Pati Tahun 2017-2022. Kabupaten Pati: Sekretariat Kabupaten Pati. Pemerintah Republik Indonesia. (2014). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian. Jakarta: Sekretariat Negara.
Pemerintah Republik Indonesia. (2015). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 142 Tahun 2015 tentang Kawasan Industri. Jakarta: Sekretariat Negara. Rosenthal, Stuart S. & William C. Strange. (2004). “Evidence on the Nature and Source of Agglomeration Economies,” in Vernon J. Henderson and Jacques-François Thisse (eds). Handbook of Urban and Regional Economics. Elsevier: North Holland, 2119–2172 Solopos.com. (2018, Juli 30). Warga Pati Pajang Spanduk Tolak Pabrik Semen. Diambil kembali dari Solopos.com: https://www.solopos.com/warga-pati-pajang-spanduktolak-pabrik-semen-930966 Sucahyo, N. (2014, September 17). Warga Rembang dan Pati Tolak Pendirian Pabrik Semen di Jawa Tengah. Diambil kembali dari VoA Indonesia: https://www.voaindonesia. com/a/warga-rembang-dan-pati-tolak-pendirian-pabriksemen-di-jawa-tengah/2452772.html Syaefudin, A. (2017, Desember 13). Tolak Pabrik Semen di Pati, Massa JMPPK Geruduk Kantor Bupati. Diambil kembali dari DetikNews: https://news.detik.com/beritajawa-tengah/d-3767396/tolak-pabrik-semen-di-patimassa-jmppk-geruduk-kantor-bupati
Lampiran
Lampiran
187.
188.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Misi 1 RPJMD Kabupaten Kabupaten Pati Tahun 20172022: Meningkatkan akhlak, budi pekerti sesuai budaya dan kearifan lokal Strategi : 1. Pendidikan karakter dan akhlak yang dilandasi oleh nilai-nilai kearifan local 2. Peningkatan kenyaman lingkungan 3. Pelestarian Seni , nilai budaya, warisan budaya.
RTRW Kabupaten Pati Tahun 2010-2030
No Kebijakan
1
2
3
4
5
1
2
3
“Membagi ruang wilayah pembangunan Daerah sesuai dengan karakteristik perkembangan dan permasalahan yang dihadapi”
0
1
0
“Mengembangkan pusat pelayanan baru yang mampu menjadi simpul distribusi dan pemasaran untuk beberapa Kecamatan “
0
0
0
Mengoptimalkan peran Ibukota Kecamatan
0
0
0
“Mengembangkan sistem interaksi antar ruang wilayah terutama untuk meningkatkan intensitas kegiatan perekonomian daerah”
0
1
0
“Meningkatkan ruas jalan yang menghubungkan Gunungwungkal - Tayu”
0
1
0
Meningkatkan ruas jalan yang menghubungkan Gunungwungkal - Tayu
0
1
0
“Meningkatkan ruas Jalan Pati - Gembong - Dawe (Kudus)”
0
1
0
“Meningkatkan ruas Jalan Jaken - Jakenan - Winong - Tambakromo - Kayen”
0
1
0
“Peningkatan kualitas perlindungan di kawasan lindung sesuai dengan sifat perlindungannya”
“Menentukan deliniasi kawasan lindung berdasarkan sifat perlindungannya”
0
0
0
“Menetapkan luas dan lokasi kawasan masing-masing kawasan lindung”
0
0
0
“peningkatan kualitas perlindungan kawasan lereng Gunung Muria dan lahan-lahan yang memiliki tingkat kemiringan diatas 40% (empat puluh persen) melalui kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dalam rangka mengurangi bahaya banjir dan longsor”
“Melakukan penghijauan lereng Gunung Muria di Kecamatan Cluwak, Kecamatan Gembong, Kecamatan Tlogowungu, dan Kecamatan Gunungwungkal”
0
1
0
Melakukan penghijauan lahan-lahan rawan longsor dan erosi di Kecamatan Cluwak, Kecamatan Gembong, Kecamatan Tlogowungu, Kecamatan Gunungwungkal, Kecamatan Sukolilo, Kecamatan Kayen, Kecamatan Tambakromo, Kecamatan Winong, dan Kecamatan Pucakwangi.
0
1
0
“Meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap manfaat perlindungan kawasan lindung”
0
0
0
“Memindahkan secara bertahap permukiman di kawasan rawan bencana longsor”
0
0
0
“Mengembangkan pertanian yang diikuti penanaman tanaman keras pada lahan-lahan kawasan lindung yang dimiliki masyarakat.”
0
0
0
Penetapan hirarki sistem perkotaan dan kawasan layanannya, dalam rangka menciptakan hubungan Kota-Desa; dan
“Pengembangan prasarana wilayah yang mampu mendorong pertumbuhan wilayah dan distribusi produk ekonomi lokal”
Pengurangan kegiatan budidaya pada lahan-lahan di kawasan lindung.
Strategi
Strategi RPJMD Kabupaten Kabupaten Pati Tahun 2017-2022
Lampiran
6
7
8
9
10
11
Pengendalian alih fungsi lahan pertanian produktif dalam rangka mendukung program ketahanan pangan nasional
Pengoptimalan pengembangan kawasan pesisir
Pengembangan komoditas pertanian, perikanan, dan jasa pemasaran
Pengendalian perkembangan kegiatan budi daya agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan
“Pengarahkan perkembangan kegiatan terbangun pada lahan-lahan yang bukan merupakan sawah beririgasi teknis”
0
0
0
“Memberikan insentif bagi pemilik lahan pertanian produktif yang tidak dapat dikonversi dengan prasarana dan sarana yang mendukung peningkatan produktivitas dan nilai tambah pertanian”
0
0
0
“Menetapkan kawasan pengembangan budidaya perikanan tambak sesuai dengan karakteristik masing-masing kawasan”
0
0
0
“Melakukan penanaman tanaman mangrove pada lahan-lahan tepi pantai untuk melestarikan kelangsungan tambak, pantai dan habitat perikanan”
0
0
0
“Mengembangkan kawasan pengolahan ikan air tawar atau/dan air laut di sentra-sentra pelestariannya”
0
0
0
“Mengembangkan outlet komoditas hasil laut, perikanan,dan buah-buahan di Kecamatan Pati, Kecamatan Juwana, Kecamatan Dukuhseti, dan Kecamatan Batangan;”
0
0
0
“Memantapkan industrialisasi perikanan di Kecamatan Juwana.”
0
0
0
“Membatasi perkembangan kegiatan budidaya terbangun di kawasan rawan bencana untuk meminimalkan potensi kejadian bencana dan potensi kerugian akibat bencana”
0
0
0
“Mengembangkan perkotaan dengan mengoptimalkan pemanfaaatan ruang secara efisien dan kompak”
0
1
0
“Mengembangkan ruang terbuka hijau dengan luas paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas kawasan perkotaan”
0
1
0
“Membatasi perkembangan kawasan terbangun di kawasan perkotaan untuk mempertahankan tingkat pelayanan prasarana dan sarana kawasan perkotaan serta mempertahankan fungsi kawasan perdesaan di sekitarnya”
0
1
0
0
0
0
“Menetapkan fungsi regional Kawasan Perkotaan Pati – Juwana”
0
1
0
“Menyusun ketentuan pengendalian ruang koridor Kawasan Perkotaan Pati – Juwana”
0
1
0
“Mengembangkan dan penyebaran pusat-pusat aktivitas ekonomi untuk merangsang perkembangan kota”
0
1
0
“Memantapkan peran kawasan Ibukota Kecamatan Jaken dan Kawasan Ibukota Kecamatan Kayen sebagai pusat pelayanan baru yang mampu menjadi simpul dan distribusi komoditas pertanian bagi wilayah disekitarnya”
0
0
0
“Mengembangkan kawasan pelabuhan Juwana dan Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Dukuhseti sebagai pusat pengembangan pesisir”
0
0
0
“Pengembangan dan peningkatan pengelolaan hutan bersama masyarakat”
Pengarahan dan pengendalian perkembangan kawasan pertumbuhan ekonomi
189.
190.
12
13
14
15
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
“Pengelolaan kawasan strategis perlindungan kebudayaan lokal”
Pengembangan Kawasan Pertanian (agropolitan)
Penanganan Kawasan Rawan Masalah Lingkungan
Pembudidayaan dan perlindungan kawasan Kars
“Membuka akses lokasi yang ditempati kelompok masyarakat yang memiliki kearifan budaya lokal spesifik melalui pembangunan prasarana”
0
0
0
“Meningkatkan kualitas sumber daya manusia kelompok masyarakat yang memiliki kearifan budaya lokal spesifik tanpa meninggalkan keunikan budaya dan adat istiadat”
0
0
1
“Memberikan akses informasi baik yang bersifat lokal, nasional, maupun internasional”
0
0
1
“Mengembangkan kawasan agropolitan di lereng Gunung Muria dan wilayah bagian selatan”
0
0
0
Mengembangkan industrialisasi pertanian
0
0
0
Membangun fasilitas Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL)
0
1
0
“Menyadarkan masyarakat tentang dampak pencemaran bagi lingkungan”
0
0
0
“Membentuk kelompok-kelompok unit usaha industri tapioka di Kecamatan Margoyoso dan Kecamatan Trangkil sehingga memudahkan dalam pembangunan, pemeliharaan dan pengelolaan Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL)”
0
0
1
Meningkatkan perlindungan Kawasan Kars lindung
0
0
0
“Mengoptimalkan pembudidayaan kawasan Kars budidaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat denganmempertimbangkan daya dukung lingkungan”
0
0
0
Lampiran
191.
MISI 2 RPJMD Kabupaten Kabupaten Pati Tahun 20172022: Meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui peningkatan pelayanan pendidikan dan kesehatan Strategi : 1. Komunikasi, Informasi, Edukasi Masyarakat untuk kesehatan promotif, Preventif, yaitu Perilaku Hidup Bersih dan Sehat serta Keluarga Berencana 2. Penyelenggaraan Layanan Pendidikan (formal dan nonformal) yang berkualitas untuk Semua 3. Penerapan perencanaan dan penganggaran yang responsif gender di semua PD 4. Peningkatan peran lembaga perempuan dalam pembangunan gender
No
RTRW Kabupaten Pati Tahun 2010-2030 Kebijakan
1
2
3
4
Penetapan hirarki sistem perkotaan dan kawasan layanannya, dalam rangka menciptakan hubungan Kota-Desa; dan
“Pengembangan prasarana wilayah yang mampu mendorong pertumbuhan wilayah dan distribusi produk ekonomi lokal”
“Peningkatan kualitas perlindungan di kawasan lindung sesuai dengan sifat perlindungannya” “peningkatan kualitas perlindungan kawasan lereng Gunung Muria dan lahan-lahan yang memiliki tingkat kemiringan diatas 40% (empat puluh persen) melalui kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dalam rangka mengurangi bahaya banjir dan longsor”
Strategi RPJMD Kabupaten Kabupaten Pati Tahun 2017-2022
Strategi
1
2
3
4
“Membagi ruang wilayah pembangunan Daerah sesuai dengan karakteristik perkembangan danpermasalahan yang dihadapi”
0
0
0
0
“Mengembangkan pusat pelayanan baru yang mampu menjadi simpul distribusi dan pemasaran untuk beberapa Kecamatan “
0
0
0
0
Mengoptimalkan peran Ibukota Kecamatan
0
0
0
0
“Mengembangkan sistem interaksi antar ruang wilayah terutama untuk meningkatkan intensitas kegiatan perekonomian daerah”
0
0
0
0
“Meningkatkan ruas jalan yang menghubungkan Gunungwungkal - Tayu”
0
0
0
0
Meningkatkan ruas jalan yang menghubungkan Gunungwungkal - Tayu
0
0
0
0
“Meningkatkan ruas Jalan Pati - Gembong Dawe (Kudus)”
0
0
0
0
“Meningkatkan ruas Jalan Jaken - Jakenan - Winong - Tambakromo - Kayen”
0
0
0
0
“Menentukan deliniasi kawasan lindung berdasarkan sifat perlindungannya”
0
0
0
0
“Menetapkan luas dan lokasi kawasan masing-masing kawasan lindung”
0
0
0
0
“Melakukan penghijauan lereng Gunung Muria di Kecamatan Cluwak, Kecamatan Gembong, Kecamatan Tlogowungu, dan Kecamatan Gunungwungkal”
0
0
0
0
Melakukan penghijauan lahan-lahan rawan longsor dan erosi di Kecamatan Cluwak, Kecamatan Gembong, Kecamatan Tlogowungu, Kecamatan Gunungwungkal, Kecamatan Sukolilo, Kecamatan Kayen, Kecamatan Tambakromo, Kecamatan Winong, dan Kecamatan Pucakwangi.
0
0
0
0
192.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati “Meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap manfaat perlindungan kawasan lindung”
5
6
7
8
9
10
11
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
“Pengarahkan perkembangan kegiatan terbangun pada lahan-lahan yang bukan merupakan sawah beririgasi teknis”
0
0
0
0
“Memberikan insentif bagi pemilik lahan pertanian produktif yang tidak dapat dikonversi dengan prasarana dan sarana yang mendukung peningkatan produktivitas dan nilai tambah pertanian”
0
0
0
0
“Menetapkan kawasan pengembangan budidaya perikanan tambak sesuai dengan karakteristik masing-masing kawasan”
0
0
0
0
“Melakukan penanaman tanaman mangrove pada lahan-lahan tepi pantai untuk melestarikan kelangsungan tambak, pantai dan habitat perikanan”
0
0
0
0
“Mengembangkan kawasan pengolahan ikan air tawar atau/dan air laut di sentra-sentra pelestariannya”
0
0
0
0
“Mengembangkan outlet komoditas hasil laut, perikanan,dan buah-buahan di Kecamatan Pati, Kecamatan Juwana, Kecamatan Dukuhseti, dan Kecamatan Batangan;”
0
0
0
0
“Memantapkan industrialisasi perikanan di Kecamatan Juwana.”
0
0
0
0
“Membatasi perkembangan kegiatan budidaya terbangun di kawasan rawan bencana untuk meminimalkan potensi kejadian bencana dan potensi kerugian akibat bencana”
0
0
0
0
“Mengembangkan perkotaan dengan mengoptimalkan pemanfaaatan ruang secara efisien dan kompak”
0
0
0
0
“Mengembangkan ruang terbuka hijau dengan luas paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas kawasan perkotaan”
0
0
0
0
“Membatasi perkembangan kawasan terbangun dikawasan perkotaan untuk mempertahankan tingkat p layanan prasarana dan sarana kawasan perkotaan serta mempertahankan fungsi kawasan perdesaan di sekitarnya”
0
0
0
0
0
0
0
0
“Menetapkan fungsi regional Kawasan Perkotaan Pati – Juwana”
0
0
0
0
“Menyusun ketentuan pengendalian ruang koridor Kawasan Perkotaan Pati – Juwana”
0
0
0
0
“Mengembangkan dan penyebaran pusat-pusat aktivitas ekonomi untuk merangsang perkembangan kota”
0
0
0
0
“Memantapkan peran kawasan Ibukota Kecamatan Jaken dan Kawasan Ibukota Kecamatan Kayen sebagai pusat pelayanan baru yang mampu menjadi simpul dan distribusi komoditas pertanian bagi wilayah disekitarnya”
0
0
0
0
“Mengembangkan kawasan pelabuhan Juwana dan Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Dukuhseti sebagai pusat pengembangan pesisir”
0
0
0
0
Pengurangan kegiatan budidaya “Memindahkan secara bertahap permukiman di kawasan rawan pada lahan-lahan di bencana longsor” kawasan lindung. “Mengembangkan pertanian yang diikuti penanaman tanaman keras pada lahan-lahan kawasan lindung yang dimiliki mayarakat.” Pengendalian alih fungsi lahan pertanian produktif dalam rangka mendukung program ketahanan pangan nasional
Pengoptimalan pengembangan kawasan pesisir
Pengembangan komoditas pertanian, perikanan, dan jasa pemasaran
Pengendalian perkembangan kegiatan budi daya agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan
“Pengembangan dan peningkatan pengelolaan hutan bersama masyarakat”
Pengarahan dan pengendalian perkembangan kawasan pertumbuhan ekonomi
193.
Lampiran
12
13
14
15
“Pengelolaan kawasan strategis perlindungan kebudayaan lokal”
Pengembangan Kawasan Pertanian (agropolitan)
Penanganan Kawasan Rawan Masalah Lingkungan
Pembudidayaan dan perlindungan kawasan Kars
“Membuka akses lokasi yang ditempati kelompok masyarakat yang memiliki kearifan budaya lokal spesifik melalui pembangunan prasarana”
0
0
0
0
“Meningkatkan kualitas sumber daya manusia kelompok masyarakat yang memiliki kearifan budaya lokal spesifik tanpa meninggalkan keunikan budaya dan adat istiadat”
0
0
0
0
“Memberikan akses informasi baik yang bersifat lokal, nasional, maupun internasional”
0
0
0
0
“Mengembangkan kawasan agropolitan di lereng Gunung Muria dan wilayah bagian selatan”
0
0
0
0
Mengembangkan industrialisasi pertanian
0
0
0
0
Membangun fasilitas Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL)
0
0
0
0
“Menyadarkan masyarakat tentang dampak pencemaran bagi lingkungan”
0
0
0
0
“Membentuk kelompok-kelompok unit usaha industri tapioka di Kecamatan Margoyoso dan Kecamatan Trangkil sehingga memudahkan dalam pembangunan, pemeliharaan dan pengelolaan Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL)”
0
0
0
0
Meningkatkan perlindungan Kawasan Kars lindung
0
0
0
0
“Mengoptimalkan pembudidayaan kawasan Kars budidaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan mempertimbangkan daya dukung lingkungan”
0
0
0
0
194.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
MISI 2 RPJMD Kabupaten Kabupaten Pati Tahun 20172022: Meningkatkan pemberdayaan masyarkat sebagai upaya pengentasan kemiskinan Strategi : 1. Perluasan kesempatan kerja dan produktivitas melalui pengembangan kerjasama antara pemerintah dengan dunia usaha dan organisasi masyarakat untuk 2. Peningkatan kapasitas masyarakat desa terutama ketahanan ekonomi melalui penguatan lembaga ekonomi perdesaan dan kelompok masyarakat 3. Peningkatan ketersediaan infrastruktur dan sarana dasar bagi masyarakat miskin dan rentan 4. Peningkatan kualitas lingkungan sehat perumahan Pengembangan perlindungan dan pemberdayaan PMKS melalui pelatihan vokasi dan peningkatan kesempatan kerja. RTRW Kabupaten Pati Tahun 2010-2030
No Kebijakan
1
2
3
4
Strategi RPJMD Kabupaten Kabupaten Pati Tahun 2017-2022
Strategi
1
2
3
4
5
“Membagi ruang wilayah pembangunan Daerah sesuai dengan karakteristik perkembangan dan permasalahan yang dihadapi”
0
0
0
0
0
“Mengembangkan pusat pelayanan baru yang mampu menjadi simpul distribusi dan pemasaran untuk beberapa Kecamatan “
0
0
0
0
0
Mengoptimalkan peran Ibukota Kecamatan
0
0
0
0
0
“Mengembangkan sistem interaksi antar ruang wilayah terutama untuk meningkatkan intensitas kegiatan perekonomian daerah”
0
0
0
0
0
“Pengembangan prasarana wilayah yang mampu mendorong pertumbuhan wilayah dan distribusi produk ekonomi lokal”
“Meningkatkan ruas jalan yang menghubungkan Gunungwungkal - Tayu”
0
0
1
0
0
Meningkatkan ruas jalan yang menghubungkan Gunungwungkal - Tayu
0
0
1
0
0
“Meningkatkan ruas Jalan Pati - Gembong - Dawe (Kudus)”
0
0
1
0
0
“Meningkatkan ruas Jalan Jaken - Jakenan - Winong Tambakromo - Kayen”
0
0
1
0
0
“Peningkatan kualitas perlindungan di kawasan lindung sesuai dengan sifat perlindungannya”
“Menentukan deliniasi kawasan lindung berdasarkan sifatperlindungannya”
0
0
0
0
0
“Menetapkan luas dan lokasi kawasan masing-masing kawasan lindung”
0
0
0
0
0
“peningkatan kualitas perlindungan kawasan lereng Gunung Muria dan lahan-lahan yang memiliki tingkat kemiringan diatas 40% (empat puluh persen) melalui kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dalam rangka mengurangi bahaya banjir dan longsor”
“Melakukan penghijauan lereng Gunung Muria di KecamatanCluwak, Kecamatan Gembong, Kecamatan Tlogowungu, dan Kecamatan Gunungwungkal”
0
0
0
0
0
Melakukan penghijauan lahan-lahan rawan longsor dan erosi di Kecamatan Cluwak, Kecamatan Gembong, Kecamatan Tlogowungu, Kecamatan Gunungwungkal, Kecamatan Sukolilo, Kecamatan Kayen, Kecamatan Tambakromo, Kecamatan Winong, dan Kecamatan Pucakwangi.
0
0
0
0
0
Penetapan hirarki sistem perkotaan dan kawasan layanannya, dalam rangka menciptakan hubungan Kota-Desa; dan
Lampiran
5
6
7
8
9
10
11
Pengurangan kegiatan budidaya pada lahan-lahan di kawasan lindung. Pengendalian alih fungsi lahan pertanian produktif dalam rangka mendukung program ketahanan pangan nasional
Pengoptimalan pengembangan kawasan pesisir
“Meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap manfaat perlindungan kawasan lindung”
0
0
0
0
0
“Memindahkan secara bertahap permukiman di kawasan rawan bencana longsor”
0
0
0
0
0
“Mengembangkan pertanian yang diikuti penanaman tanaman keras pada lahan-lahan kawasan lindung yang dimiliki masyarakat.”
0
0
0
0
0
“Pengarahkan perkembangan kegiatan terbangun pada lahan-lahan yang bukan merupakan sawah beririgasi teknis”
0
0
0
0
0
“Memberikan insentif bagi pemilik lahan pertanian produktif yang tidak dapat dikonversi dengan prasarana dan sarana yang mendukung peningkatan produktivitas dan nilai tambah pertanian”
0
0
0
0
0
“Menetapkan kawasan pengembangan budidaya perikanan tambak sesuai dengan karakteristik masing-masing kawasan”
0
0
0
0
0
“Melakukan penanaman tanaman mangrove pada lahan-lahantepi pantai untuk melestarikan kelangsungan tambak, pantai dan habitat perikanan”
0
0
0
0
0
“Mengembangkan kawasan pengolahan ikan air tawar atau/dan air laut di sentra-sentra pelestariannya”
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
“Membatasi perkembangan kegiatan budidaya terbangun di kawasan rawan bencana untuk meminimalkan potensi kejadian bencana dan potensi kerugian akibat bencana”
0
0
0
0
0
“Mengembangkan perkotaan dengan mengoptimalkan pemanfaaatan ruang secara efisien dan kompak”
0
0
0
0
0
“Mengembangkan ruang terbuka hijau dengan luas paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas kawasan perkotaan”
0
0
0
0
0
“Membatasi perkembangan kawasan terbangun di kawasan perkotaan untuk mempertahankan tingkat pelayanan prasarana dan sarana kawasan perkotaan serta mempertahankan fungsi kawasan perdesaan di sekitarnya”
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
“Menetapkan fungsi regional Kawasan Perkotaan Pati – Juwana”
0
0
0
0
0
“Menyusun ketentuan pengendalian ruang koridor Kawasan Perkotaan Pati – Juwana”
0
0
0
0
0
“Mengembangkan dan penyebaran pusat-pusat aktivitas ekonomi untuk merangsang perkembangan kota”
0
0
0
0
0
“Memantapkan peran kawasan Ibukota Kecamatan Jaken dan Kawasan Ibukota Kecamatan Kayen sebagai pusat pelayanan baru yang mampu menjadi simpul dan distribusi komoditas pertanian bagi wilayah disekitarnya”
0
0
0
0
0
“Mengembangkan kawasan pelabuhan Juwana dan Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Dukuhseti sebagai pusat pengembangan pesisir”
0
0
0
0
0
“Mengembangkan outlet komoditas hasil laut, periPengembangan ko- kanan,dan buah-buahan di Kecamatan Pati, Kecamatan moditas pertanian, Juwana, Kecamatan Dukuhseti, dan Kecamatan Batangan;” perikanan, dan jasa “Memantapkan industrialisasi perikanan di Kecamatan pemasaran Juwana.”
Pengendalian perkembangan kegiatan budi daya agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan
“Pengembangan dan peningkatan pengelolaan hutan bersama masyarakat”
Pengarahan dan pengendalian perkembangan kawasan pertumbuhan ekonomi
195.
196.
12
13
14
15
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
“Pengelolaan kawasan strategis perlindungan kebudayaan lokal”
Pengembangan Kawasan Pertanian (agropolitan)
Penanganan Kawasan Rawan Masalah Lingkungan
Pembudidayaan dan perlindungan kawasan Kars
“Membuka akses lokasi yang ditempati kelompok masyarakat yang memiliki kearifan budaya lokal spesifik melalui pembangunan prasarana”
0
0
1
0
0
“Meningkatkan kualitas sumber daya manusia kelompok masyarakat yang memiliki kearifan budaya lokal spesifik tanpa meninggalkan keunikan budaya dan adat istiadat”
0
0
0
0
0
“Memberikan akses informasi baik yang bersifat lokal, nasional, maupun internasional”
0
0
0
0
0
“Mengembangkan kawasan agropolitan di lereng Gunung Muria dan wilayah bagian selatan”
0
0
0
0
0
Mengembangkan industrialisasi pertanian
0
0
0
0
0
Membangun fasilitas Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL)
0
0
1
0
0
“Menyadarkan masyarakat tentang dampak pencemaran bagi lingkungan”
0
0
0
0
0
“Membentuk kelompok-kelompok unit usaha industri tapioka di Kecamatan Margoyoso dan Kecamatan Trangkil sehingga memudahkan dalam pembangunan, pemeliharaan dan pengelolaan Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL)”
0
0
0
0
0
Meningkatkan perlindungan Kawasan Kars lindung
0
0
0
0
0
“Mengoptimalkan pembudidayaan kawasan Kars budidaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan mempertimbangkan daya dukung lingkungan”
0
0
0
1
0
Lampiran
197.
MISI 4 RPJMD Kabupaten Kabupaten Pati Tahun 20172022 : Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang akuntabel dan mengutamakan pelayanan publik Strategi : 1. Perencanaan dan penganggaran berbasis data, ketersediaan data yang akurat dan terintegrasi berbasis TIK 2. Peningkatan pelayanan publik melalui penguatan kapasitas dan profesionalitas aparatur, pengembangan TIK dan inovasi daerah 3. Harmonisasi regulasi yang berbasis kajian kelitbangan 4. Pengembangan dan penguatan sistem pengawasan yang efektif dan transparan, dan penerapan SPIP 5. Peningkatan Kemampuan Fiskal dan Kinerja Keuangan Daerah melalui efisiensi anggaran, pengelolaan sumber-sumber pendapatan, dan penataan aset daerah
No
RTRW Kabupaten Pati Tahun 2010-2030 Kebijakan
1
Strategi
“Membagi ruang wilayah pembangunan Daerah sesuai dengan karakteristik perkembangan dan Penetapan hirarki sistem permasalahan yang dihadapi” perkotaan dan kawasan “Mengembangkan pusat pelayanan baru yang mampu menjadi simpul distribusi dan pemasalayanannya, dalam ran untuk beberapa Kecamatan “ rangka menciptakan hubungan Kota-Desa; Mengoptimalkan peran Ibukota Kecamatan dan “Mengembangkan sistem interaksi antar ruang
wilayah terutama untuk meningkatkan intensitas kegiatan perekonomian daerah”
2
“Meningkatkan ruas jalan yang menghubungkan “Pengembangan prasara- Gunungwungkal - Tayu” Meningkatkan ruas jalan yang menghubungkan na wilayah yang Gunungwungkal - Tayu mampu mendorong pertumbuhan wilayah “Meningkatkan ruas Jalan Pati - Gembong dan distribusi produk Dawe (Kudus)” ekonomi lokal” “Meningkatkan ruas Jalan Jaken - Jakenan - Winong -Tambakromo - Kayen”
3
4
Strategi RPJMD Kabupaten Kabupaten Pati Tahun 2017-2022 1
2
3
4
5
1
0
0
1
1
0
0
0
1
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
“Peningkatan kualitas perlindungan di kawasan lindung sesuai dengan sifat perlindungannya”
“Menentukan deliniasi kawasan lindung berdasarkan sifat perlindungannya”
1
0
0
0
0
“Menetapkan luas dan lokasi kawasan masing-masing kawasan lindung”
1
0
0
0
0
“peningkatan kualitas perlindungan kawasan lereng Gunung Muria dan lahan-lahan yang memiliki tingkat kemiringan diatas 40% (empat puluh persen) melalui kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dalam rangka mengurangi bahaya banjir dan longsor”
“Melakukan penghijauan lereng Gunung Muria di Kecamatan Cluwak, Kecamatan Gembong, Kecamatan Tlogowungu, dan Kecamatan Gunungwungkal”
1
0
0
0
0
Melakukan penghijauan lahan-lahan rawan longsor dan erosi di Kecamatan Cluwak, Kecamatan Gembong, Kecamatan Tlogowungu, Kecamatan Gunungwungkal, Kecamatan Sukolilo, Kecamatan Kayen, Kecamatan Tambakromo, Kecamatan Winong, dan Kecamatan Pucakwangi.
1
0
0
0
0
198.
5
6
7
8
9
10
11
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Pengurangan kegiatan budidaya pada lahan-lahan di kawasan lindung. Pengendalian alih fungsi lahan pertanian produktif dalam rangka mendukung program ketahanan pangan nasional
Pengoptimalan pengembangan kawasan pesisir
“Meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap manfaat perlindungan kawasan lindung”
1
0
0
0
0
“Memindahkan secara bertahap permukiman di kawasan rawan bencana longsor”
1
0
0
0
0
“Mengembangkan pertanian yang diikuti penanaman tanaman keras pada lahan-lahan kawasan lindung yang dimiliki masyarakat.”
1
0
0
0
0
“Pengarahkan perkembangan kegiatan terbangun pada lahan-lahan yang bukan merupakan sawah beririgasi teknis”
1
0
0
0
0
“Memberikan insentif bagi pemilik lahan pertanian produktif yang tidak dapat dikonversi dengan prasarana dan sarana yang mendukung peningkatan produktivitas dan nilai tambah pertanian”
1
0
0
0
0
“Menetapkan kawasan pengembangan budidaya perikanan tambak sesuai dengan karakteristik masing-masing kawasan”
1
0
0
0
0
“Melakukan penanaman tanaman mangrove pada lahan-lahan tepi pantai untuk melestarikan kelangsungan tambak, pantai dan habitat perikanan”
1
0
0
0
0
“Mengembangkan kawasan pengolahan ikan air tawar atau/dan air laut di sentra-sentra pelestariannya”
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
Pengembangan ko- “Mengembangkan outlet komoditas hasil laut, perikanan,dan moditas pertanian, buah-buahan di Kecamatan Pati, Kecamatan Juwana, perikanan, dan jasa Kecamatan Dukuhseti, dan Kecamatan Batangan;” pemasaran “Memantapkan industrialisasi perikanan di Kecamatan Juwana.”
Pengendalian perkembangan kegiatan budi daya agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan
1
0
0
0
0
“Membatasi perkembangan kegiatan budidaya terbangun di kawasan rawan bencana untuk meminimalkan potensi kejadian bencana dan potensi kerugian akibat bencana”
1
0
0
0
0
“Mengembangkan perkotaan dengan mengoptimalkan pemanfaaatan ruang secara efisien dan kompak”
1
1
0
0
0
“Mengembangkan ruang terbuka hijau dengan luas paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas kawasan perkotaan”
1
0
0
0
0
“Membatasi perkembangan kawasan terbangun di kawasan perkotaan untuk mempertahankan tingkat pelayanan prasarana dan sarana kawasan perkotaan serta mempertahankan fungsi kawasan perdesaan di sekitarnya”
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
“Menetapkan fungsi regional Kawasan Perkotaan Pati – Juwana”
1
0
0
0
0
“Menyusun ketentuan pengendalian ruang koridor Kawasan Perkotaan Pati – Juwana”
1
0
0
0
0
“Mengembangkan dan penyebaran pusat-pusat aktivitas ekonomi untuk merangsang perkembangan kota”
1
0
0
0
0
“Memantapkan peran kawasan Ibukota Kecamatan Jaken dan Kawasan Ibukota Kecamatan Kayen sebagai pusat pelayanan baru yang mampu menjadi simpul dan distribusi komoditas pertanian bagi wilayah disekitarnya”
1
0
0
0
0
“Mengembangkan kawasan pelabuhan Juwana dan Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Dukuhseti sebagai pusa pengembangan pesisir”
1
0
0
0
0
“Pengembangan dan peningkatan pengelolaan hutan bersama masyarakat”
Pengarahan dan pengendalian perkembangan kawasan pertumbuhan ekonomi
Lampiran
12
13
14
15
“Pengelolaan kawasan strategis perlindungan kebudayaan lokal”
“Membuka akses lokasi yang ditempati kelompok masyarakat yang memiliki kearifan budaya lokal spesifik melalui pembangunan prasarana”
1
0
0
0
0
“Meningkatkan kualitas sumber daya manusia kelompok masyarakat yang memiliki kearifan budaya lokal spesifik tanpa meninggalkan keunikan budaya dan adat istiadat”
1
0
0
0
0
“Memberikan akses informasi baik yang bersifat lokal, nasional, maupun internasional”
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
Membangun fasilitas Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL)
1
0
0
0
0
“Menyadarkan masyarakat tentang dampak pencemaran bagi lingkungan”
1
0
0
0
0
“Membentuk kelompok-kelompok unit usaha industri tapioka di Kecamatan Margoyoso dan Kecamatan Trangkil sehingga memudahkan dalam pembangunan, pemeliharaan dan pengelolaan Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL)”
1
0
0
0
0
Meningkatkan perlindungan Kawasan Kars lindung
1
0
0
0
0
“Mengoptimalkan pembudidayaan kawasan Kars budidaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan mempertimbangkan daya dukung lingkungan”
1
0
0
0
0
“Mengembangkan kawasan agropolitan di lereng Pengembangan Kawasan Gunung Muria dan wilayah bagian selatan” Pertanian (agropolitan) Mengembangkan industrialisasi pertanian
Penanganan Kawasan Rawan Masalah Lingkungan
Pembudidayaan dan perlindungan kawasan Kars
199.
200.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
MISI 5 RPJMD Kabupaten Kabupaten Pati Tahun 2017-2022: Meningkatkan pemberdayaan UMKM dan pengusaha, membuka peluang investasi, dan memperluas lapangan kerja Strategi: 1. Peningkatan produktivitas tenaga kerja melalui upaya peningkatan kualitas dan kapasitas tenaga kerja 2. Kemitraan dengan pihak ketiga untuk mencarikan pasar produk usaha mikro 3. Pengembangan kewirausahaan berbasis Teknologi informasi sebagai bagian dari smart city 4. Peningkatan manajemen koperasi RTRW Kabupaten Pati Tahun 2010-2030
No Kebijakan
1
2
3
4
1
2
3
4
“Membagi ruang wilayah pembangunan Daerah sesuai dengan karakteristik perkembangan dan permasalahan yang dihadapi”
0
0
0
0
“Mengembangkan pusat pelayanan baru yang mampu menjadi simpul distribusi dan pemasaran untuk beberapa Kecamatan “
0
0
0
0
Mengoptimalkan peran Ibukota Kecamatan
0
0
0
0
“Mengembangkan sistem interaksi antar ruang wilayah terutama untuk meningkatkan intensitas kegiatan perekonomian daerah”
0
0
0
0
“Meningkatkan ruas jalan yang menghubungkan Gunungwungkal - Tayu”
0
0
0
0
Meningkatkan ruas jalan yang menghubungkan Gunungwungkal - Tayu
0
0
0
0
“Meningkatkan ruas Jalan Pati - Gembong - Dawe (Kudus)”
0
0
0
0
“Meningkatkan ruas Jalan Jaken - Jakenan - Winong Tambakromo - Kayen”
0
0
0
0
“Peningkatan kualitas perlindungan di kawasan lindung sesuai dengan sifat perlindungannya”
“Menentukan deliniasi kawasan lindung berdasarkan sifat perlindungannya”
0
0
0
0
“Menetapkan luas dan lokasi kawasan masing-masing kawasan lindung”
0
0
0
0
“peningkatan kualitas perlindungan kawasan lereng Gunung Muria dan lahan-lahan yang memiliki tingkat kemiringan diatas 40% (empat puluh persen) melalui kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dalam rangka mengurangi bahaya banjir dan longsor”
“Melakukan penghijauan lereng Gunung Muria di KecamataCluwak, Kecamatan Gembong, Kecamatan Tlogowungu, dan Kecamatan Gunungwungkal”
0
0
0
0
Melakukan penghijauan lahan-lahan rawan longsor dan erosi di Kecamatan Cluwak, Kecamatan Gembong, Kecamatan Tlogowungu, Kecamatan Gunungwungkal, Kecamatan Sukolilo, Kecamatan Kayen, Kecamatan Tambakromo, Kecamatan Winong, dan Kecamatan Pucakwangi.
0
0
0
0
Penetapan hirarki sistem perkotaan dan kawasan layanannya, dalam rangka menciptakan hubungan Kota-Desa; dan
“Pengembangan prasarana wilayah yang mampu mendorong pertumbuhan wilayah dan distribusi produk ekonomi lokal”
Strategi
Strategi RPJMD Kabupaten Kabupaten Pati Tahun 2017-2022
201.
Lampiran
5
6
7
8
9
10
11
Pengurangan kegiatan budidaya pada lahan-lahan di kawasan lindung.
Pengendalian alih fungsi lahan pertanian produktif dalam rangka mendukung program ketahanan pangan nasional
Pengoptimalan pengembangan kawasan pesisir
Pengembangan komoditas pertanian, perikanan, dan jasa pemasaran
Pengendalian perkembangan kegiatan budi daya agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan
“Meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap manfaat perlindungan kawasan lindung”
0
0
0
0
“Memindahkan secara bertahap permukiman di kawasan rawan bencana longsor”
0
0
0
0
“Mengembangkan pertanian yang diikuti penanaman tanaman keras pada lahan-lahan kawasan lindung yang dimiliki masyarakat.”
0
0
0
0
“Pengarahkan perkembangan kegiatan terbangun pada lahan-lahan yang bukan merupakan sawah beririgasi teknis”
0
0
0
0
“Memberikan insentif bagi pemilik lahan pertanian produktif yang tidak dapat dikonversi dengan prasarana dan sarana yang mendukung peningkatan produktivitas dan nilai tambah pertanian”
0
0
0
0
“Menetapkan kawasan pengembangan budidaya perikanan tambak sesuai dengan karakteristik masing-masing kawasan”
0
0
0
0
“Melakukan penanaman tanaman mangrove pada lahan-lahan tepi pantai untuk melestarikan kelangsungan tambak, pantai dan habitat perikanan”
0
0
0
0
“Mengembangkan kawasan pengolahan ikan air tawar atau/dan air laut di sentra-sentra pelestariannya”
0
0
0
0
“Mengembangkan outlet komoditas hasil laut, perikanan,dan buah-buahan di Kecamatan Pati, Kecamatan Juwana, Kecamatan Dukuhseti, dan Kecamatan Batangan;”
0
0
0
0
“Memantapkan industrialisasi perikanan di Kecamatan Juwana.”
0
0
0
0
“Membatasi perkembangan kegiatan budidaya terbangun di kawasan rawan bencana untuk meminimalkan potensi kejadian bencana dan potensi kerugian akibat bencana”
0
0
0
0
“Mengembangkan perkotaan dengan mengoptimalkan pemanfaaatan ruang secara efisien dan kompak”
0
0
0
0
“Mengembangkan ruang terbuka hijau dengan luas paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas kawasan perkotaan”
0
0
0
0
“Membatasi perkembangan kawasan terbangun di kawasan perkotaan untuk mempertahankan tingkat pelayanan prasarana dan sarana kawasan perkotaan serta mempertahankan fungsi kawasan perdesaan di sekitarnya”
0
0
0
0
0
0
0
0
“Menetapkan fungsi regional Kawasan Perkotaan Pati – Juwana”
0
0
0
0
“Menyusun ketentuan pengendalian ruang koridor Kawasan Perkotaan Pati – Juwana”
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
“Pengembangan dan peningkatan pengelolaan hutan bersama masyarakat”
“Mengembangkan dan penyebaran pusat-pusat aktivitas Pengarahan dan penekonomi untuk merangsang perkembangan kota” gendalian perkembangan kawasan pertumbu- “Memantapkan peran kawasan Ibukota Kecamatan Jaken dan Kawasan Ibukota Kecamatan Kayen sebagai pusat han ekonomi pelayanan baru yang mampu menjadi simpul dan distribusi komoditas pertanian bagi wilayah disekitarnya” “Mengembangkan kawasan pelabuhan Juwana dan Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Dukuhseti sebagai pusat pengembangan pesisir”
202.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati “Membuka akses lokasi yang ditempati kelompok masyarakat yang memiliki kearifan budaya lokal spesifik melalui pembangunan prasarana”
12
13
14
15
0
0
0
0
0
0
1
0
“Memberikan akses informasi baik yang bersifat lokal, nasional, maupun internasional”
0
0
0
0
“Mengembangkan kawasan agropolitan di lereng Gunung Muria dan wilayah bagian selatan”
0
0
0
0
Mengembangkan industrialisasi pertanian
0
0
0
0
Membangun fasilitas Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL)
0
0
0
0
“Menyadarkan masyarakat tentang dampak pencemaran bagi lingkungan”
0
0
0
0
“Membentuk kelompok-kelompok unit usaha industri tapioka di Kecamatan Margoyoso dan Kecamatan Trangkil sehingga memudahkan dalam pembangunan, pemeliharaan dan pengelolaan Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL)”
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
“Pengelolaan kawasan “Meningkatkan kualitas sumber daya manusia kelompok strategis perlindungan masyarakat yang memiliki kearifan budaya lokal spesifik kebudayaan lokal” tanpa meninggalkan keunikan budaya dan adat istiadat”
Pengembangan Kawasan Pertanian (agropolitan)
Penanganan Kawasan Rawan Masalah Lingkungan
Meningkatkan perlindungan Kawasan Kars lindung Pembudidayaan dan perlindungan kawasan “Mengoptimalkan pembudidayaan kawasan Kars budidaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan Kars mempertimbangkan daya dukung lingkungan”
Lampiran
203.
MISI 6 RPJMD Kabupaten Kabupaten Pati Tahun 20172022: Meningkatkan daya saing daerah dan pertumbuhan ekonomi daerah berbasis pertanian, perdagangan dan industri Strategi: 1. Peningkatan produksi dan pemasaran hasil pertanian, perikanan, peternakan dan perkebunan melalui peningkatan kapasitas sumber daya manusia, penerapan teknologi ramah lingkungan, kerjasama pemasaran dengan daerah lain serta pemanfaatan teknologi informasi. 2. Peningkatan kapasita pedagang lokal melalui perlindungan pasar tradisional, peningkatan manajemen pasar daerah, dan pemanfaatan teknologi informasi 3. Peningkatan produksi industri melalui penerapan teknologi industri ramah lingkungan, dan pengembangan sentra industri potensial 4. Peningkatan kepastian investasi dan kondusivitas usaha dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan 5. Peningkatan promosi dan kerjasama investasi 6. Peningkatan keragaman sumber pangan masyarakat serta Pemerataan distribusi sumber pangan daerah selaras dengan upaya penanggulangan kemiskinan daerah 7. Peningkatan produktivitas komoditas unggulan pertanian dan perikanan melalui intensifikasi, dan penguatan kelembagaan 8. Perluasan pasar dan pengembangan komoditas industri pengolahan pertanian, perikanan dan industri kreatif melalui peningkatan kapasitas pelaku industry 9. Pengembangan destinasi wisata unggulan melalui peningkatan sarana prasarana, penguatan kapasitas pelaku, dan promosi wisata No 1
2
RTRW Kabupaten Pati Tahun 2010-2030
Strategi RPJMD Kabupaten Kabupaten Pati Tahun 2017-2022
Kebijakan
Strategi
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Penetapan hirarki sistem perkotaan dan kawasan layanannya, dalam rangka menciptakan hubungan Kota-Desa; dan
“Membagi ruang wilayah pembangunan Daerah sesuai dengan karakteristik perkembangan dan permasalahan yang dihadapi”
0
0
0
0
0
0
0
0
0
“Mengembangkan pusat pelayanan baru yang mampu menjadi simpul distribusi dan pemasaran untuk beberapa Kecamatan “
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Mengoptimalkan peran Ibukota Kecamatan
0
0
0
0
0
0
0
0
0
“Mengembangkan sistem interaksi antar ruang wilayah terutama untuk meningkatkan intensitas kegiatan perekonomian daerah”
0
0
0
0
0
0
0
1
0
“Pengembangan prasarana wilayah yang mampu mendorong pertumbuhan wilayah dan distribusi produk ekonomi lokal”
“Meningkatkan ruas jalan yang menghubungkan Gunungwungkal - Tayu”
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Meningkatkan ruas jalan yang menghubungkan Gunungwungkal - Tayu
0
0
0
0
0
0
0
0
0
“Meningkatkan ruas Jalan Pati - Gembong - Dawe (Kudus)”
0
0
0
0
0
0
0
0
0
“Meningkatkan ruas Jalan Jaken - Jakenan - Winong - Tambakromo - Kayen”
0
0
0
0
0
0
0
0
0
204.
3
4
5
6
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati “Peningkatan kualitas perlindungan di kawasan lindung sesuai dengan sifat perlindungannya”
“Menentukan deliniasi kawasan lindung berdasarkan sifat perlindungannya”
0
0
0
0
0
0
0
0
0
“Menetapkan luas dan lokasi kawasan masing-masing kawasan lindung”
0
0
0
0
0
0
0
0
0
“peningkatan kualitas perlindungan kawasan lereng Gunung Muria dan lahan-lahan yang memiliki tingkat kemiringan diatas 40% (empat puluh persen) melalui kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dalam rangka mengurangi bahaya banjir dan longsor”
“Melakukan penghijauan lereng Gunung Muria di Kecamatan Cluwak, Kecamatan Gembong, Kecamatan Tlogowungu, dan Kecamatan Gunungwungkal”
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Melakukan penghijauan lahan-lahan rawan longsor dan erosi di Kecamatan Cluwak, Kecamatan Gembong, Kecamatan Tlogowungu, Kecamatan Gunungwungkal, Kecamatan Sukolilo, Kecamatan Kayen, Kecamatan Tambakromo, Kecamatan Winong, dan Kecamatan Pucakwangi.
0
0
0
0
0
0
0
0
0
“Meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap manfaat perlindungan kawasan lindung”
0
0
0
0
0
0
0
0
0
“Memindahkan secara bertahap permukiman di kawasan rawan bencana longsor”
0
0
0
0
0
0
0
0
0
“Mengembangkan pertanian yang diikuti penanaman tanaman keras pada lahan-lahan kawasan lindung yang dimiliki masyarakat.”
1
0
0
0
0
0
1
0
0
“Pengarahkan perkembangan kegiatan terbangun pada lahan-lahan yang bukan merupakan sawah beririgasi teknis”
1
0
0
0
0
0
1
0
0
“Memberikan insentif bagi pemilik lahan pertanian produktif yang tidak dapat dikonversi dengan prasarana dan sarana yang mendukung peningkatan produktivitas dan nilai tambah pertanian”
1
0
0
0
0
0
1
0
0
Pengurangan kegiatan budidaya pada lahan-lahan di kawasan lindung.
Pengendalian alih fungsi lahan pertanian produktif dalam rangka mendukung program ketahanan pangan nasional
Lampiran
7
8
9
Pengoptimalan pengembangan kawasan pesisir
Pengembangan komoditas pertanian, perikanan, dan jasa pemasaran
“Menetapkan kawasan pengembangan budidaya perikanan tambak sesuai dengan karakteristik masing-masing kawasan”
1
0
0
0
0
0
1
0
0
“Melakukan penanaman tanaman mangrove pada lahan-lahan tepi pantai untuk melestarikan kelangsungan tambak, pantai dan habitat perikanan”
1
0
0
0
0
0
1
0
0
“Mengembangkan kawasan pengolahan ikan air tawar atau/dan air laut di sentra-sentra pelestariannya”
1
0
0
0
0
0
1
0
0
“Mengembangkan outlet komoditas hasil laut, perikanan,dan buah-buahan di Kecamatan Pati, Kecamatan Juwana, Kecamatan Dukuhseti, dan Kecamatan Batangan;”
1
0
0
0
0
0
1
0
0
“Memantapkan industrialisasi perikanan di Kecamatan Juwana.”
1
0
1
0
0
0
1
0
0
“Membatasi perkembangan kegiatan budidaya terbangun di kawasan rawan bencana untuk meminimalkan potensi kejadian bencana dan potensi kerugian akibat bencana”
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
“Mengembangkan perkotaan dengan mengoptimalkan pemanfaaatan ruang secara efisien dan Pengendalian perkem- kompak” bangan kegiatan “Mengembangkan ruang terbuka hijau budi daya agar tidak dengan luas paling melampaui daya sedikit 30% (tiga puluh persen) dari dukung dan daya tampung lingkungan luas kawasan perkotaan” “Membatasi perkembangan kawasan terbangun di kawasan perkotaan untuk mempertahankan tingkat pelayanan prasarana dan sarana kawasan perkotaan serta mempertahankan fungsi kawasan perdesaan di sekitarnya”
10
“Pengembangan dan peningkatan pengelolaan hutan bersama masyarakat”
205.
206.
11
12
13
14
15
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
Pengarahan dan pengendalian perkembangan kawasan pertumbuhan ekonomi
“Menetapkan fungsi regional Kawasan Perkotaan Pati – Juwana”
0
0
0
0
0
0
0
0
0
“Menyusun ketentuan pengendalian ruang koridor Kawasan Perkotaan Pati – Juwana”
0
0
0
0
0
0
0
0
0
“Mengembangkan dan penyebaran pusat-pusat aktivitas ekonomi untuk merangsang perkembangan kota”
0
0
0
0
0
0
0
1
0
“Memantapkan peran kawasan Ibukota Kecamatan Jaken dan Kawasan Ibukota Kecamatan Kayen sebagai pusat pelayanan baru yang mampu menjadi simpul dan distribusi komoditas pertanian bagi wilayah disekitarnya”
0
0
0
0
0
0
0
0
0
“Mengembangkan kawasan pelabuhan Juwana dan Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Dukuhseti sebagai pusat pengembangan pesisir”
0
0
0
0
0
0
0
0
0
“Membuka akses lokasi yang ditempati kelompok masyarakat yang memiliki kearifan budaya lokal spesifik melalui pembangunan prasarana”
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
“Memberikan akses informasi baik yang bersifat lokal, nasional, maupun internasional”
0
0
0
0
0
0
0
0
1
“Mengembangkan kawasan agropolitan di lereng Gunung Muria dan wilayah bagian selatan”
1
0
0
0
0
0
1
0
1
Mengembangkan industrialisasi pertanian
1
0
1
0
0
0
1
0
0
Membangun fasilitas Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL)
0
0
0
0
0
0
0
0
0
“Menyadarkan masyarakat tentang dampak pencemaran bagi lingkungan”
0
0
0
0
0
0
0
0
0
“Membentuk kelompok-kelompok unit usaha industri tapioka di Kecamatan Margoyoso dan Kecamatan Trangkil sehingga memudahkan dalam pembangunan, pemeliharaan dan pengelolaan Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL)”
0
1
0
0
0
0
0
0
1
Meningkatkan perlindungan Kawasan Kars lindung
0
0
0
0
0
0
0
0
0
“Mengoptimalkan pembudidayaan kawasan Kars budidaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan mempertimbangkan daya dukung lingkungan”
0
0
0
0
0
0
0
0
1
“Pengelolaan kawasan strategis “Meningkatkan kualitas sumber daya maperlindungan nusia kelompok masyarakat yang memiliki kebudayaan lokal” kearifan budaya lokal spesifik tanpa meninggalkan keunikan budaya dan adat istiadat”
Pengembangan Kawasan Pertanian (agropolitan)
Penanganan Kawasan Rawan Masalah Lingkungan
Pembudidayaan dan perlindungan kawasan Kars
Lampiran
207.
Misi 7 RPJMD Kabupaten Kabupaten Pati Tahun 20172022: Meningkatkan pembangunan infrastruktur daerah, mendukung pengembangan ekonomi daerah Strategi: 1. Pengembangan infrastruktur yang mendukung kegiatan ekonomi melalui pembangunan, pemeliharaan dan peningkatan infrastruktur wilayah dengan tetap memperhatikan daya dukung lingkungan serta kerawanan bencana 2. Peningkatan konektivitas wilayah melalui pembangunan dan peningkatan jalan dan jembatan, pengendalian dan pengamanan lalulintas dengan tetap memperhatikan daya dukung lingkungan serta kerawanan bencana.
RTRW Kabupaten Pati Tahun 2010-2030
No Kebijakan
1
2
3
4
Strategi
1
2
“Membagi ruang wilayah pembangunan Daerah sesuai dengan karakteristik perkembangan dan permasalahan yang dihadapi”
0
1
1
1
0
0
1
1
Penetapan hirarki sistem perko- “Mengembangkan pusat pelayanan baru yang mampu menjadi simpul taan dan kawasan layanannya, distribusi dan pemasaran untuk beberapa Kecamatan “ dalam rangka menciptakan Mengoptimalkan peran Ibukota Kecamatan hubungan Kota-Desa; dan “Mengembangkan sistem interaksi antar ruang wilayah terutama untuk meningkatkan intensitas kegiatan perekonomian daerah” “Pengembangan prasarana wilayah yang mampu mendorong pertumbuhan wilayah dan distribusi produk ekonomi lokal”
“Meningkatkan ruas jalan yang menghubungkan Gunungwungkal - Tayu”
1
1
Meningkatkan ruas jalan yang menghubungkan Gunungwungkal - Tayu
1
1
“Meningkatkan ruas Jalan Pati - Gembong - Dawe (Kudus)”
1
1
“Meningkatkan ruas Jalan Jaken - Jakenan - Winong - Tambakromo Kayen”
1
1
“Peningkatan kualitas perlindungan di kawasan lindung sesuai dengan sifat perlindungannya”
“Menentukan deliniasi kawasan lindung berdasarkan sifat perlindungannya”
0
1
“Menetapkan luas dan lokasi kawasan masing-masing kawasan lindung”
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
“peningkatan kualitas perlindungan kawasan lereng Gunung Muria dan lahan-lahan yang memiliki tingkat kemiringan “Melakukan penghijauan lereng Gunung Muria di Kecamatan Cluwak, diatas 40% (empat puluh pers- Kecamatan Gembong, Kecamatan Tlogowungu, dan Kecamatan Gunungen) melalui kegiatan rehabilitasi wungkal” hutan dan lahan dalam rangka mengurangi bahaya banjir dan longsor” Melakukan penghijauan lahan-lahan rawan longsor dan erosi di Kecamatan Cluwak, Kecamatan Gembong, Kecamatan Tlogowungu, Kecamatan Gunungwungkal, Kecamatan Sukolilo, Kecamatan Kayen, Kecamatan Tambakromo, Kecamatan Winong, dan Kecamatan Pucakwangi.
5
Strategi RPJMD Kabupaten Kabupaten Pati Tahun 2017-2022
Pengurangan kegiatan budidaya “Meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap manfaat perlindungan pada lahan-lahan di kawasan kawasan lindung” lindung. “Memindahkan secara bertahap permukiman di kawasan rawan bencana longsor” “Mengembangkan pertanian yang diikuti penanaman tanaman keras pada lahan-lahan kawasan lindung yang dimiliki masyarakat.”
208.
6
7
8
9
10
11
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati Pengendalian alih fungsi lahan pertanian produktif dalam rangka mendukung program ketahanan pangan nasional
Pengoptimalan pengembangan kawasan pesisir
Pengembangan komoditas pertanian, perikanan, dan jasa pemasaran
“Pengarahkan perkembangan kegiatan terbangun pada lahan-lahan yang bukan merupakan sawah beririgasi teknis”
0
0
“Memberikan insentif bagi pemilik lahan pertanian produktif yang tidak dapat dikonversi dengan prasarana dan sarana yang mendukung peningkatan produktivitas dan nilai tambah pertanian”
0
0
“Menetapkan kawasan pengembangan budidaya perikanan tambak sesuai dengan karakteristik masing-masing kawasan”
0
0
“Melakukan penanaman tanaman mangrove pada lahan-lahan tepi pantai untuk melestarikan kelangsungan tambak, pantai dan habitat perikanan”
0
0
“Mengembangkan kawasan pengolahan ikan air tawar atau/dan air laut di sentra-sentra pelestariannya”
1
0
“Mengembangkan outlet komoditas hasil laut, perikanan,dan buah-buahan di Kecamatan Pati, Kecamatan Juwana, Kecamatan Dukuhseti, dan Kecamatan Batangan;”
1
0
“Memantapkan industrialisasi perikanan di Kecamatan Juwana.”
1
0
“Membatasi perkembangan kegiatan budidaya terbangun di kawasan rawan bencana untuk meminimalkan potensi kejadian bencana dan potensi kerugian akibat bencana”
1
0
1
0
1
0
1
1
0
0
“Menetapkan fungsi regional Kawasan Perkotaan Pati – Juwana”
0
0
“Menyusun ketentuan pengendalian ruang koridor Kawasan Perkotaan Pati – Juwana”
1
“Mengembangkan dan penyebaran pusat-pusat aktivitas ekonomi untuk merangsang perkembangan kota”
1
0
“Memantapkan peran kawasan Ibukota Kecamatan Jaken dan Kawasan Ibukota Kecamatan Kayen sebagai pusat pelayanan baru yang mampu menjadi simpul dan distribusi komoditas pertanian bagi wilayah disekitarnya”
1
0
“Mengembangkan kawasan pelabuhan Juwana dan Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Dukuhseti sebagai pusat pengembangan pesisir”
1
0
“Mengembangkan perkotaan dengan mengoptimalkan pemanfaaatan ruang Pengendalian perkembangan secara efisien dan kompak” kegiatan budi daya agar tidak melampaui daya dukung dan “Mengembangkan ruang terbuka hijau dengan luas paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas kawasan perkotaan” daya tampung lingkungan “Membatasi perkembangan kawasan terbangun di kawasan perkotaan untuk mempertahankan tingkat pelayanan prasarana dan sarana kawasan perkotaan serta mempertahankan fungsi kawasan perdesaan di sekitarnya” “Pengembangan dan peningkatan pengelolaan hutan bersama masyarakat”
Pengarahan dan pengendalian perkembangan kawasan pertumbuhan ekonomi
209.
Lampiran
12
13
14
15
“Pengelolaan kawasan strategis perlindungan kebudayaan lokal”
Pengembangan Kawasan Pertanian (agropolitan)
Penanganan Kawasan Rawan Masalah Lingkungan
Pembudidayaan dan perlindungan kawasan Kars
“Membuka akses lokasi yang ditempati kelompok masyarakat yang memiliki kearifan budaya lokal spesifik melalui pembangunan prasarana”
1
0
“Meningkatkan kualitas sumber daya manusia kelompok masyarakat yang memiliki kearifan budaya lokal spesifik tanpa meninggalkan keunikan budaya dan adat istiadat”
0
0
“Memberikan akses informasi baik yang bersifat lokal, nasional, maupun internasional”
0
0
“Mengembangkan kawasan agropolitan di lereng Gunung Muria dan wilayah bagian selatan”
1
0
Mengembangkan industrialisasi pertanian
1
0
Membangun fasilitas Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL)
1
0
“Menyadarkan masyarakat tentang dampak pencemaran bagi lingkungan”
0
0
“Membentuk kelompok-kelompok unit usaha industri tapioka di Kecamatan Margoyoso dan Kecamatan Trangkil sehingga memudahkan dalam pembangunan, pemeliharaan dan pengelolaan Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL)”
0
0
Meningkatkan perlindungan Kawasan Kars lindung
0
0
“Mengoptimalkan pembudidayaan kawasan Kars budidaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan mempertimbangkan daya dukung lingkungan”
0
0
210.
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati
MISI 8 RPJMD Kabupaten Kabupaten Pati Tahun 20172022: Meningkatkan kualitas lingkungan hidup guna mendukung pembangunan yang berkelanjutan Strategi: 1. Peningkatan indeks kualitas air melalui peningkatan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah dan limbah domestic penguatann fungsi pengawasan lingkungan 2. Peningkatan luasan tutupan lahan melalui perluasan dan pengelolaan ruang terbuka hijau. 3. Peningkatan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana melalui Desa Tangguh Bencana; 4. Peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam menanggulangi bencana melalui penguatan kelembagaan RTRW Kabupaten Pati Tahun 2010-2030
No Kebijakan
1
2
3
4
5
1
2
3
4
“Membagi ruang wilayah pembangunan Daerah sesuai dengan karakteristik perkembangan dan permasalahan yang dihadapi”
0
0
1
1
“Mengembangkan pusat pelayanan baru yang mampu menjadi simpul distribusi dan pemasaran untuk beberapa Kecamatan “
0
0
0
1
Mengoptimalkan peran Ibukota Kecamatan
0
0
0
1
“Mengembangkan sistem interaksi antar ruang wilayah terutama untuk meningkatkan intensitas kegiatan perekonomian daerah”
0
0
0
0
“Meningkatkan ruas jalan yang menghubungkan Gunungwungkal - Tayu”
0
0
0
0
Meningkatkan ruas jalan yang menghubungkan Gunungwungkal - Tayu
0
0
0
0
“Meningkatkan ruas Jalan Pati - Gembong - Dawe (Kudus)”
0
0
0
0
“Meningkatkan ruas Jalan Jaken - Jakenan - Winong Tambakromo - Kayen”
0
0
0
0
“Peningkatan kualitas perlindungan di kawasan lindung sesuai dengan sifat perlindungannya”
“Menentukan deliniasi kawasan lindung berdasarkan sifat perlindungannya”
0
1
0
0
“Menetapkan luas dan lokasi kawasan masing-masing kawasan lindung”
0
1
0
0
“peningkatan kualitas perlindungan kawasan lereng Gunung Muria dan lahan-lahan yang memiliki tingkat kemiringan diatas 40% (empat puluh persen) melalui kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dalam rangka mengurangi bahaya banjir dan longsor”
“Melakukan penghijauan lereng Gunung Muria di Kecamatan Cluwak, Kecamatan Gembong, Kecamatan Tlogowungu, dan Kecamatan Gunungwungkal”
0
1
1
0
Melakukan penghijauan lahan-lahan rawan longsor dan erosi di Kecamatan Cluwak, Kecamatan Gembong, Kecamatan Tlogowungu, Kecamatan Gunungwungkal, Kecamatan Sukolilo, Kecamatan Kayen, Kecamatan Tambakromo, Kecamatan Winong, dan Kecamatan Pucakwangi.
0
1
1
0
“Meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap manfaat perlindungan kawasan lindung”
1
0
1
0
“Memindahkan secara bertahap permukiman di kawasan rawan bencana longsor”
0
0
1
0
“Mengembangkan pertanian yang diikuti penanaman tanaman keras pada lahan-lahan kawasan lindung yang dimiliki masyarakat.”
0
0
1
0
Penetapan hirarki sistem perkotaan dan kawasan layanannya, dalam rangka menciptakan hubungan Kota-Desa; dan
“Pengembangan prasarana wilayah yang mampu mendorong pertumbuhan wilayah dan distribusi produk ekonomi lokal”
Pengurangan kegiatan budidaya pada lahan-lahan di kawasan lindung.
Strategi
Strategi RPJMD Kabupaten Kabupaten Pati Tahun 2017-2022
211.
Lampiran
6
7
8
9
10
11
12
Pengendalian alih fungsi lahan pertanian produktif dalam rangka mendukung program ketahanan pangan nasional
Pengoptimalan pengembangan kawasan pesisir
Pengembangan komoditas pertanian, perikanan, dan jasa pemasaran
Pengendalian perkembangan kegiatan budi daya agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan
“Pengarahkan perkembangan kegiatan terbangun pada lahan-lahan yang bukan merupakan sawah beririgasi teknis”
1
1
1
0
“Memberikan insentif bagi pemilik lahan pertanian produktif yang tidak dapat dikonversi dengan prasarana dan sarana yang mendukung peningkatan produktivitas dan nilai tambah pertanian”
0
0
0
0
“Menetapkan kawasan pengembangan budidaya perikanan tambak sesuai dengan karakteristik masing-masing kawasan”
0
0
0
0
“Melakukan penanaman tanaman mangrove pada lahan-lahan tepi pantai untuk melestarikan kelangsungan tambak, pantai dan habitat perikanan”
0
0
0
0
“Mengembangkan kawasan pengolahan ikan air tawar atau/dan air laut di sentra-sentra pelestariannya”
0
0
0
0
“Mengembangkan outlet komoditas hasil laut, perikanan,dan buah-buahan di Kecamatan Pati, Kecamatan Juwana, Kecamatan Dukuhseti, dan Kecamatan Batangan;”
0
0
0
0
“Memantapkan industrialisasi perikanan di Kecamatan Juwana.”
0
0
0
0
“Membatasi perkembangan kegiatan budidaya terbangun di kawasan rawan bencana untuk meminimalkan potensi kejadian bencana dan potensi kerugian akibat bencana”
0
0
0
0
“Mengembangkan perkotaan dengan mengoptimalkan pemanfaaatan ruang secara efisien dan kompak”
0
1
0
0
“Mengembangkan ruang terbuka hijau dengan luas paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas kawasan perkotaan”
0
1
0
0
“Membatasi perkembangan kawasan terbangun di kawasan perkotaan untuk mempertahankan tingkat pelayanan prasarana dan sarana kawasan perkotaan serta mempertahankan fungsi kawasan perdesaan di sekitarnya”
0
1
0
0
0
0
0
0
“Menetapkan fungsi regional Kawasan Perkotaan Pati – Juwana”
0
0
0
0
“Menyusun ketentuan pengendalian ruang koridor Kawasan Perkotaan Pati – Juwana”
0
0
0
0
“Mengembangkan dan penyebaran pusat-pusat aktivitas ekonomi untuk merangsang perkembangan kota”
0
0
0
0
“Memantapkan peran kawasan Ibukota Kecamatan Jaken dan Kawasan Ibukota Kecamatan Kayen sebagai pusat pelayanan baru yang mampu menjadi simpul dan distribusi komoditas pertanian bagi wilayah disekitarnya”
0
0
0
0
“Mengembangkan kawasan pelabuhan Juwana dan Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Dukuhseti sebagai pusat pengembangan pesisir”
0
0
0
0
“Membuka akses lokasi yang ditempati kelompok masyarakat yang memiliki kearifan budaya lokal spesifik melalui pembangunan prasarana”
0
0
0
0
“Meningkatkan kualitas sumber daya manusia kelompok masyarakat yang memiliki kearifan budaya lokal spesifik tanpa meninggalkan keunikan budaya dan adat istiadat”
0
0
0
“Memberikan akses informasi baik yang bersifat lokal, nasional, maupun internasional”
0
0
0
“Pengembangan dan peningkatan pengelolaan hutan bersama masyarakat”
Pengarahan dan pengendalian perkembangan kawasan pertumbuhan ekonomi
“Pengelolaan kawasan strategis perlindungan kebudayaan lokal”
0
212.
13
14
15
Laporan Studio Analisis Wilayah Kabupaten Pati “Mengembangkan kawasan agropolitan di lereng Pengembangan Kawasan Pertanian Gunung Muria dan wilayah bagian selatan” (agropolitan) Mengembangkan industrialisasi pertanian
Penanganan Kawasan Rawan Masalah Lingkungan
Pembudidayaan dan perlindungan kawasan Kars
0
0
0
1
0
0
0
0
Membangun fasilitas Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL)
1
0
0
0
“Menyadarkan masyarakat tentang dampak pencemaran bagi lingkungan”
1
0
1
1
“Membentuk kelompok-kelompok unit usaha industri tapioka di Kecamatan Margoyoso dan Kecamatan Trangkil sehingga memudahkan dalam pembangunan, pemeliharaan dan pengelolaan Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL)”
1
0
0
0
Meningkatkan perlindungan Kawasan Kars lindung
0
0
1
1
“Mengoptimalkan pembudidayaan kawasan Kars budidaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan mempertimbangkan daya dukung lingkungan”
0
0
1
1
Lampiran
Studio Wilayah Kabupaten Pati 1 Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Gadjah Mada 2019
213.