ANALISIS JEJAK ARSITEKTUR KOLONIAL RUMAH DASWATI SEBAGAI WUJUD KONSERVASI BANGUNAN BERSEJARAH LAMPUNG Desi Rismayanti*, Venessa Cristy2 Jurusan Teknologi Infrasatruktur dan Kewilayahan, Institut Teknologi Sumatera *Email: desirismayanti699@gmail.com
ABSTRAK
Provinsi Lampung merupakan bagian dari jajahan pada masa Kolonial Belanda pada tahun 1682 dengan penyerahan pengawasan perdagangan ke VOC oleh Sultan Haji yang saat itu Lampung masih menjadi bagian kekuasaan dari kesultanan Banten. Salah satu bangunan yang sudah berdiri sejak zaman kolonial yaitu rumah Daerah Swatantra Tingkat (Daswati) I yang sudah berdiri sejak sekitar tahun 1930-an dan merupakan saksi bisu pemisahan provinsi Lampung dengan Sumatera Selatan. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetaui tentang sejarah rumah Daswati, juga untuk memahami tipologi dari bangunan, terlebih lagi untuk menginformasikan kepada masyarakat bahwasannya ada sebuah bangunan bersejarah di Bandar Lampung. Penelitian ini dilakukan dengan tiga cara yaitu observasi langsung, wawancara maupun dengan menggunakan kuisioner. Saat observasi langsung ditemukannya tipologi bangunan yang sering digunakan orang saat zaman kolonial juga diketahuinya kepemilikan rumah Daswati ini bukan milik pemerintah Indonesia tetapi dimiliki oleh investor Cina, juga adanya kertertarikan masyarakat dalam mempertahankan dan sadar akan konservasi bangunan bersejarah ini. Kata kunci: sejarah Rumah Daswati, tipologi, konservasi. Pendahuluan Perkembangan arsitektur kolonial di Indonesia sudah terjadi sejak masa penjajahan. Sebagai fenomena historis, gaya hidup dan budaya Indische sangat erat hubungannya dengan faktor politik kolonial. Situasi pemerintahan kolonial mengharuskan penguasa bergaya hidup, berbudaya serta membangun gedung dan rumah tinggalnya (landhuizen) menggunakan ciri yang berbeda dengan rumah pribumi. Kebanyakan bangunan-bangunan itu berfungsi selain sebagai tempat tinggal pejabat sipil dan militer, juga bangunan fasilitas sosial, dan perkantoran administrasi (Soekiman, 2014:9-10) Bandar Lampung adalah kota yang termasuk mengikuti jejak desain kolonial pada masa penjajahan, salah satunya adalah Rumah Daswati. Falsafah Lampung Sai (orang Lampung) “NemuiNyimah� yang begitu mudah melebur dengan budaya baru menjadi faktor dipilihnya Lampung sebagai tempat kolonisasi atau transmigrasi oleh Pemerintah
Hindia-Belanda. Rumah Daswati ini adalah salah satu peninggalan arsitektur kolonial. Rumah ini termasuk dalam arsitektur indische, karena rumah ini memiliki desain dengan ciri yang menggabungkan 2 ciri khas dari masing-masing teori. Rumah ini dulunya adalah kantor Front Nasional (FN), yakni organisasi masa yang dibentuk oleh Soekarno untuk membangun Republik Indonesia pascaperang kemerdekaan. Rumah Daswati atau kepanjangan dari Daerah Swatantra Tingkat (Daswati) I Lampung ini dulunya milik Kapten Achmad Ibrahim yang pada tahun 1963 mulai dijadikan sekretariat oleh tim pembentukan Provinsi Lampung. Di sinilah digodog berbagai upaya untuk menjadikan Lampung berdiri sendiri terpisah dari Provinsi Sumatera Bagian Selatan. Bahkan hingga melobi Presiden Soekarno di istana, dilakukan oleh tim ini. Hingga setahun kemudian, tepatnya 18 Maret 1964 secara resmi Lampung berdiri dan memiliki gubrernur. Kini, rumah ini dimiliki oleh seorang pengusaha dan rumah ini dibiarkan terbengkalai tanpa terurus. Padahal rumah ini berada tepat di pusat kota, tepatnya di Jalan Tulang Bawang, Enggal,
Bandar Lampung. Ada isu rumah bersejarah ini akan dihancurkan dan dibangun ruko. Bila itu terjadi, tentu sangat disayangkan. Karena rumah ini adalah rahim ibu dari anak bernama provinsi Lampung. Lokasi penelitian di Jl. Tulang Bawang No.12 , Enggal, Kota Bandar Lampung.
adalah penjaga rumah, masyarakat sekitar, dan mahasiswa yang dianggap dapat mewakili.
Hasil Dan Pembahasan Atap Gaya Neo Klasik yang populeh pada tahun 1800-an pada bentuk atap yang terlihat adalah atap perisai atau limasan dan atap pelana yang ada di paviliun. Atap perisai yang ada cenderung memiliki ketinggian yang cukup tinggi, ketinggian atap ini merupakan penyesuaian pada iklim tropis. Material penutup atap berupa genteng tanah liat. Warna atap bangunan adalah warna cokelat kemerahan.
Gambar 1 Lokasi Rumah Daswati. Sumber: google Earth edit penulis
Gambar 3. atap limasan bangunan utama. Sumber: dokumen pribadi, 2019.
Gambar 2. Rumah Daswati. (Sumber : dokumen pribadi)
Metode Penelitian Pendekatan penelitian yang akan digunakan yaitu studi tentang sejarah, tipologi dengan observasi langsung, dan wawancara. Studi tentang sejarah digunakan unuk menganalisis sejarah datangnya kolonial ke Lampung sampai rumah Daswati dibangun agar bisa mengetahui gaya kolonial pada rumah ini, penelitian tipologi digunakan untuk menganalisis karakter, jenis, gaya bangunan, sementara wawancara digunakan untuk menganalisis persepsi masyarakat terhadap bangunan bersejarah Rumah Daswati ini. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis kualitatif yang secara garis besar digunakan untuk mendapatkan data dan informasi selengkapnya mengenai kondisi fisik dan non fisik Rumah Daswati. Sampel yang digunakan adalah bangunan rumah Daswati, sementara respondennya
Gambar 4. atap pelana pada paviliun rumah Sumber: dokumen pribadi, 2019.
Pada bagian atap bangunan utama ditemukan hiasan puncak atap (Nok Acroterie). Dahulu, yang menghias atap rumah petani terbuat dari daun alang-alang (Stroo),kemudian dalam rumah bergaya Indis dibentuk dengan semen.
Gambar 5. Nok Acroterie. Sumber: Pindo Tutuko, Ciri Khas Arsitektur Rumah Belanda
ruangan yang berada di dalam. Pemilihan pintu kaca ini pada fasade sebagai salah satu upaya adaptasi dengan iklim Hindia Belanda. Pintu dengan susunan kaca secara vertikal mempermudah masuknya cahaya ke dalam ruangan sehingga ruangan tersebut terang. Jenis pintu keduapun masih asli yaitu pintu krepyak atau pintu jalusi berwarna cokelat luntur.
Gambar 8. pintu jenis pertama. Gambar 6. Nok Acroterie pada rumah Daswati. Sumber: Dokumen pribadi, 2019
Plafon
Rumah ini menggunakan plafon dengan bahan tripleks dan kayu dengan pola ornamen grid finishing cat putih dengan ukuran 130x130 cm dan dengan menggunakan papan kayu dengan warna cokelat plitur berukuran 20x400 cm (Gambar ) dengan tinggi 3 meter yang mengakibatkan udara panas tidak langsung menembus ke dalam ruangan. Hal ini merupakan penyesuaian dari iklim tropis yang ada di Indonesia khususnya Lmapung. Bidang datar yang merupakan ciri dari rumah kolonial Belanda diterapkan juga di rumah ini.
Gambar 7. Pola plafon Rumah Daswati.
Pintu Pintu jenis pertama berupa pintu kayu yang dipadu dengan kaca. Bentuk pintu yang berdaun ganda namun tidak berlapis dua yang sesuai dengan perkembangan arsitektur abad ke-20. Ciri yang menonjol pada pintu, yaitu penggunaan material kaca yang disusun secara vertikal. Pada pintu terdiri dari kaca bening. Susunan kaca yang terdapat pada daun pintu ini memberikan dampak langsung pada
Gambar 9. pintu jenis kedua. Sumber: dokumen pribadi, 2019
Jendela Terdapat pula pengaruh gaya Vernakuler Belanda di Indonesia dengan ciri penyebaran bukaan yang banyak dan simetris. Bangunan rumah Daswati memiliki 2 jenis jendela. Material jendela pada fasade didominasi oleh kaca dan kayu. Jendela jenis ini merupakan ciri khas arsitektur Indische Empire Style dengan unsur vertikalitas, yang dihasilkan dari percampuran arsitektur Barat (Belanda) dan arsitektur Timur (tradisonal) yang banyak diterapkan pada perkembangan arsitektur awal abad ke-20. Warna yang digunakan pada material jendela senada dengan warna material pintu yaitu warna putih. Material yang digunakan pada jendela adalah kayu merbau dicat warna putih dan belum pernah diganti dari bangunan ini didirikan sekitar tahun 1930-an sampai dengan sekarang.
jarang digunakan (Handinoto, 2010). Menurut Hadinoto (2010) Fasade simetris merupakan ciri khas dari arsitektur bangunan kolonial Belanda pada tahun 1800-1900an. Sirkulasi masuk ke bangunan melalui pintu pada fasade depan kiri bangunan yang diapit jendela ganda di kanan dan kirinya, sedangkan fasade sebelah kanan yang juga dengan pintu dan jendela di sekeliling fasade adalah kamar tidur yang memiliki pintu yang dapat menembus ke ruang tengah.
Gambar 10. Jendela Rumah Daswati. Sumber: Dokumen pribadi, 2019
Lantai Pada masa Hindia Belanda terjadi pada masa VOC hingga masa Hindia Belanda pada abad ke-19. bangunan-bangunan bergaya Eropa semakin bertambah banyak. Selain menggunakan gaya arsitektur Eropa bercampur budaya setempat, elemen bangunan seperti ubin beberapa di antaranya menggunakan ubin dari Eropa yang pada bangunan ini. Lantai dengan ukuran 20x20cm pada bangunan masih asli tanpa adanya perubahan atau pun penambahan untuk finishing. Ubin jenis ini biasa dipakai pada bangunan rumah tinggal Belanda yang diwariskan di Indonesia.
Gambar 12. Fasade simetris bangunan
Organisasi Ruang
Gambar 13. Denah Rumah Daswati
Gambar 11. Lantai rumah Daswati. Sumber: dokumen pribadi, 2019
Analisis Fasade Bangunan Fasade simetris ini merupakan ciri dari Indische Empire Style kolonial Belanda pada tahun 1890-1915. Pada bangunan ini tidak ditemukan adanya kolom doric maupun ionic yang juga merupakan ciri dari Indische Empire karena pada masa peralihan (1890-1915) pemakaian kolom sudah
Ciri khas dalam rumah tinggal belnda adalah denah yang simetris dan sempit agar memudahkan dalam sikulasi udara yang merupakan penyesuaian iklim tropis di Indonesia. Denahnya memisahkan ruang kanan dan kiri yang simetris dan ini merupakan ciri dari Arsitektur Indische Empire Style. Persepsi Masyarakat Dari wawancara dan penyebaran kuisioner yang telah dilakukan, penulis ingin mengetahui bagaimana pengetahuan akan bangunan bersejarah Rumah Daswati dan kepedulian masyarakat untuk mendukung konservasi bangunan ini. Persepsi masyarakat atau dalam riset ini adalah penjaga rumah, pedagang sekitar dan mahasiswa Lampung.
dipilihnya. Penulis ingin menemukan kata kunci pertanyaan sebagai berikut : (Pedagang dan mahasiswa) 1. Apakah Anda tahu tentang Rumah bersejarah Daswati? 2. Apa sejarah yang diketahui? 3. Isu sekarang tentang bangunan ini? 4. Pendapat Anda tentang bangunan sejarah yang tidak terurus. Setuju/tidak jika dikonservasi? Mengapa? (Penjaga rumah) 1. Sejak kapan rumah ini berdiri? 2. Sejak kapan rumah ini jadi milik pribadi? 3. Apa sejarah yang diketahui? 4. Isu sekarang tentang bangunan ini? 5. Pendapat Anda tentang bangunan sejarah yang tidak terurus. Setuju/tidak jika dikonservasi? Mengapa? Persepsi Pedagang dan Mahasiswa Pertanyaan nomor 1 dimaksudkan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengetahuan tentang keberadaaan rumah yang menjadi saksi didirikannya Provinsi Lampung. Pertanyaan ini juga ditujukan untuk membuat rasa ingin tahu tentang bangunanbangunan sejarah yang penting. Dari pertanyaan ini didapatkan hasil : Dari sampel sebanyak 5 orang pedagang sekitar yang menjawab tahu hanya 1 orang artinya hanya 20% saja, sisanya menjawab tidak tahu 80%. Dari kuisioner yang disebar, Sebagai sampel 25 responden dari mahasiswa Lampung, 3 orang menjawab tahu artinya hanya 10,7% dan sisanya tidak tahu 89,3%. Pertanyaan nomor 2 dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan tentang bangunan ini. Dari sampel sebanyak 5 orang pedagang sekitar yang menjawab tahu hanya 1 orang artinya hanya 20% saja, sisanya menjawab tidak tahu 80%. Dari kuisioner yang disebar, Sebagai sampel 25 responden dari mahasiswa Lampung, 6 orang menjawab tahu artinya hanya 24%, sisanya 76% tidak tahu. Pertanyaan nomor 3 dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan mendalam tentang bangunan ini. Dari sampel sebanyak 5 orang pedagang sekitar yang menjawab tahu menjawab tahu hanya 1 orang artinya hanya 20% saja, sisanya menjawab tidak tahu 80%. Dari kuisioner yang disebar, Sebagai sampel 25 responden dari
mahasiswa Lampung, hanya 4 orang artinya hanya 16% saja, sisanya menjawab tidak tahu 84%. Pertanyaan nomor 4 dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar kepedulian masyarakat lampung terhadap pentingnya bangunan bersejarah untuk tetap bisa dilestarikan dan dampak dari itu. Dari sampel sebanyak 5 orang pedagang sekitar yang menjawab setuju 100%. Dari kuisioner yang disebar, Sebagai sampel 25 responden dari mahasiswa Lampung, juga menjawab setuju 100%. Dengan alasan rata-rata adalah kepentingan sejarah dan kelanjutan ilmu pengetahuan akan provinsi sendiri agar jangan sampai punah.
Dari penjaga rumah Penjaga rumah terdiri dari 3 orang tua yang mengetahui seluk beluk dari rumah ini, namun sayang pengetahuannya hanya terbatas, karena penjaga asli yang mengetahui tentang sejarah ini sudah wafat. Dari 5 pertanyaan tersebut adanya respon yang cukup menjawab, ini membuktikan adanya kepedulian tentang bangunan bersejarah oleh masyarakat. Selanjutnya pada pertanyaan nomor 5, para penjaga rumah setuju jika bangunan ini dikoservasi dengan alasan yang sama yaitu kepentingan sejarah dan kelanjutan ilmu pengetahuan akan provinsi sendiri agar jangan sampai punah.
Kesimpulan Dari analisis yang dilakukan dapat disimpulkan yaitu terdapat pengaruh gaya desain kolonial Belanda pada desain rumah Daerah Swatantra Tingkat I (Daswati) serta adaptasi dengan iklim tropis di Lampung. Bangunan ini merupakan bangunan kolonial yang dibangun pada era arsitektur Peralihan (1890-1915) dan Arsitektur Kolonial Modern (1915-1940). Gaya desain kolonial diwujudkan pada fisik bangunan dengan penyederhanaan bentuk yang merupakan rumah sederhana milik kompeni dengan status tingkat rendah yaitu bukan dari kalangan pejabat. Warisan arsitektural bangsa yang merupakan pencampuran dari berbagai budaya, dan gaya serta penyesuaian dengan iklim tropis pada bangunan kolonial telah teruji dan tetap bertahan hingga saat ini, seperti pada bangunan Rumah Daswati yang tidak ada renovasi sama sekali dari dibangunnya
rumah ini. Saat ini, banyak bangunan kolonial yang mulai rusak, tidak dipelihara dengan baik, dipugar atau diganti menjadi bangunan baru karena masyarakat lebih memilih trend arsitektur modern . Berdasarkan studi persepsi dari masyarakat Lampung yaitu adanya ketidakpedulian karena ketidaktahuan masyarakat sekitar tentang bangunan bersejarahpun kian membuat bangunan bersejarah jadi terbangkalai seperti contoh pada rumah ini. Namun, setelah diberi tahu dan diceritakan kisahnya, banyak pula masyarakat yang simpati dengan setujunya jika bangunan bersejarah ini dikonservasi dengan alasan pengetahuan sejarah provinsi Lampung dan cikal bakal warisan turuntemurun ke generasi selanjutnya agar fakta sejarah yang sebenarnya tidak punah. Daftar Pustaka Analisis Spirit of Place Kawasan Pasar Teluk Bandar Lampung Sebagai Wujud Konservasi Kawasan Kota Tua, 2016. (https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q= &esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact =8&ved=2ahUKEwiflomV_MfkAhXMLo8K HYQZBbkQFjAAegQIARAB&url=http%3A %2F%2Fartikel.ubl.ac.id%2Findex.php%2FL IT%2Farticle%2Fview%2F967&usg=AOvVa w2r-dRJargpLt1zfiwcBi6v) Handinoto, Soehargo, Paulus, H. (1996). Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Malang. Yogyakarta : Penerbit Andi dan Universitas Kristen Petra Surabaya. Tipologi Façade Rumah Tinggal Kolonial Belanda (di Kayutangan – Malang, 2008. https://www.google.com/search?q=tipologi+f asad+rumah+tinggakl+kolonial+di+kaytanga n&ie=utf-8&oe=utf-8&client=firefox-b-ab#) Veronica A. Kumurur. 2015. Pengaruh Gaya Arsitektur Kolonial Belanda pada Bangunan Bersejarah di Kawasan Manado Kota Lama. (http://fportfolio.petra.ac.id/user_files/81005/KOTA%20MALANG.pdf) Dr. Aman. 2014. Indonesia: Dari Kolonialisme Sampai Nasionalisme. Yogyakarta: Pujangga Press. (http://staffnew.uny.ac.id/upload/132303695/p enelitian/BUKU%20INDONESIA%20DARI% 20KOLONIALISME%20SAMPAI%20NASIO NALISME.pdf)
Handinoto & Soehargo, P.H. (1996). Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Malang. Surabaya: Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Kristen PETRA. M.Silaban.1997-1998. Sejarah Daerah Lampung. Bandar Lampung : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kantor Wilayah Provinsi Lampung. (http://repositori.kemdikbud.go.id/7644/1/SEJ ARAH%20DAERAH%20LAMPUNG.pdf)