SPC 06
LATAR BELAKANG Seperti yang kita ketahui Indonesia merupakan negara maritim. Enam puluh lima persen dari seluruh wilayah Indonesia ditutupi oleh laut dengan luas total perairan laut Indonesia mencapai 5,8 juta km2, terdiri dari 0,3 juta km2 perairan teritorial, dan 2,8 juta km2 perairan nusantara, ditambah dengan luas ZEEI (Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia) sebesar 2,7 juta km2 (UNCLOS, 1982). Sehingga laut mempunyai arti dan fungsi strategis bagi bangsa dan negara Indonesia. Perekonomiannya berbasis perikanan tangkap dan pemrosesan ikan laut. Dengan mata pencaharian sebagai nelayan yang pendapatannya berdasarkan seberapa banyak ia mendapatkan ikan, hal tersebut membuat nelayan berfikir secara negatif yaitu dengan cara penangkapan ikan secara besar-besaran salah satunya dengan menggunakan bom. Dengan penangkapan yang seperti itu menyebabkan pada masa yang akan datang Indonesia akan mengalami krisis ikan dan 20 tahun yang akan datang tidak dapat mengonsumsi ikan segar. Tidak hanya itu, 40% dari 81000 km lahan pesisir pantai di Indonesia terkena abrasi. Absrasi yang menyebabkan majunya garis pantai menyebabkan masyarakat yang tinggal di area pesisir resah. Perencanaan “land sea belt” digunakan untuk mengatasi beberapa masalah diatas. Land sea belt merupakan suatu langkah agar pengkikisan tanah akibat abrasi tidak semakin bertambah. Kawasan sekitar merupakan kawasan kampung nelayan yang belum tertata kerena masih belum memperhatikan sempadan pantai dan merupakan bangunan-bangunan illegal. Mayoritas warga sekitar berprofesi sebagai nelayan, petani, dan juga pedagang, serta masyarakat tersebut merupakan masyarakat yang hidup berkelompok. Dengan adanya kehidupan berkelompok dapat mempererat kualitas interaksi dan hubungan sosial. Hal tersebut menjadi latar belakang dirancangnya pemukiman yang tersusun antara beberapa sharing house, dimana nelayan dapat hidup bersama bersama komunitasnya, selain itu kawasan yang diranjang menggunakan evacuation hills atau dengan cara membuat sebuah beach walk dan juga river walk pada area sekitar sungai, hal tersebut diharapkan mampu menjadi benteng air untuk tidak masuk kedalam pemukiman warga saat terjadi banjir ataupun tsunami serta menambahkan evacuation nodes atau penyebaran titik-titik evakuasi yang dimana tempat tersebut tidak hanya dapat digunakan sebagai tempat evakuasi namun juga sebagai tempat budidaya walet. Adanya potensi bencana air rob perlu diatasi dengan mendistribusika permukaan air yang naik kedalam kanal-kanal yang dibuat sehingga tidak terjadi banjir. Dikarenakan perekonomian masyarakat pesisir pantai depok berasal dari hasil tangkap dan olahan ikan laut maka hal tersebut berdampak pada pembangunan-pembangunan warung-warung makan yang berada di pesisir pantai sehingga jika terjadi gelombang pasang warung-warung tersebut hanyut terbawa air laut, oleh karena itu perlunya relokasi area warung-warung makan ikan laut dimana hal tersebut dapat diletakkan pada area pinggiran kanal-kanal dimana hal tersebut mampu membuka potensi sungai yang ada. Tak hanya hasil tangkap ikan laut baik segar maupun olahan nampun juga hasil tani masyarakat seperti ubi-ubian, bawng merah, jagung, cabai dan lain-lainnya.
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
01
SPC 06
Kabupaten Bantul merupakan salah satu kabupaten dari lima kabupaten/kota di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak di bagian Selatan. Batas Kabupaten Bantul di sebelah timur yaitu Kabupaten Gunungkidul, di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo, di sebelah Utara berbatasan dengan Kota Yogyakarta, dan di sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia. Secara administrasi Kabupaten Bantul merupakan satu dari lima Kabupaten/kota di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, sedangkan secara geografis Kabupaten Bantul berada pada antara 07° 44’ 04” - 08° 00’ 27” Lintang Selatan dan 110° 12’ 34” - 110° 31’ 08” Bujur Timur. Luas Wilayah Kabupaten Bantul adalah 50,685 km² terdiri dari 17 Kecamatan, 75 Desa, dan 933 Dusun. Kabupaten Bantul mempunyai pantai yang membujur dari Timur ke Barat mulai dari Pantai Parangtritis sampai muara Sungai Progo. Daerah ini mempunyai beberapa wilayah pengembangan dalam pembagunan wilayah, masing-masing titik pengembangan mempunyai ciri keanekaragaman dan keberagaman potensi sosial ekonomi. Potensi inilah yang merupakan faktor penentu arah pengembangan wilayah. Kawasan Depok masuk dalam wilayah administrasi Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul. Pantai Depok berjarak ±16 km sebelah Selatan Kota Bantul. Di pantai Depok terdapat muara Sungai Opak yang mempunyai panjang 40 km. Saat ini lahan disekitar muara sungai serang sudah dimanfaatkan untuk Laguna. Aksesibiltas menuju Kawasan dapat ditempuh melalui Jalan Parangtritis. Kondisi jalan dengan lebar 6 meter dan sudah terdapat sarana transportasi umum. Akan tetapi akses untuk menuju ke Kampung Nelayan, Depok, Bantul kondisi jalan yang memiliki lebar 4 meter akan menimbulkan kemacetan jalan saat musim liburan. Moda transportasi yang digunakan oleh para wisatawan dalam mengunjungi obyek -obyek wisata di Kawasan Kampung Nelayan, Depok, Bantul adalah kendaraan pribadi yang berupa kendaraan roda empat maupun roda dua. Bagi wisatawan yang akan berkunjung ke Kampung Nelayan, Depok, Bantul tidak terlalu sulit. Dari Jogjakarta bisa ditempuh dengan kendaraan pribadi selama kurang lebih 1 (satu) jam perjalanan. Jalan menuju lokasi sudah beraspal dan mulus sehingga menambah kenyamanan bagi pengunjung. Beberapa daya tarik yang kini tengah dibangun pemda DIY diantaranya Laguna yang berada di sebelah barat Kampung Nelayan, Depok, Bantul. Jalan menuju Objek Wisata Kampung Nelayan, Depok, Bantulmelewati Jalan Raya Yogya-Parangtritis yang merupakan jalan Propinsi dengan kecepatan kendaraan relatif sedang. Penanda masuk ke kawasan Objek Wisata Kampung Nelayan, Depok, Bantul ditunjukkan dengan penunjuk jalan.
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
02
SPC 06
Aksesibiltas menuju Kawasan dapat ditempuh melalui Jalan Parangtritis. Kondisi jalan dengan lebar 6 meter dan sudah terdapat sarana transportasi umum. Akan tetapi akses untuk menuju ke Pantai Depok kondisi jalan yang memiliki lebar 4 meter akan menimbulkan kemacetan jalan saat musim liburan. Mata pencaharian masyarakat sekitar pantai yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan, petani dan pedagang. Masyarakat yang tinggal di area Pantai Depok memang sangat menggantungkan nasibnya pada alam sekitar.
1. JALAN Jalanan pada area tersebut sedah diaspal. Lebar jalan yang tersedia untuk mengakses wilayah tersebut sekitar 4 meter, sehingga kendaraan roda empat bahkan bus pariwisata dapat mengakses jalan tersebut. 2. AIR BERSIH Air bersih di sekitar pantai menggunakan sumber air dari PDAM, karena air tanah di daerah tersebut tidak jernih dan tidak layak untuk dikonsumsi.
Kondisi lingkungan sekitar area Kampung Nelayan, Depok, Bantul memang sedikit memprihatinkan, pasalnya kurangnya kepekaan masyarakat sekitar terhadap kebersihan ligkungan membuat limbah-limbah ikan, dibuang sembarangan dan menimbulkan bau yang sangat menyengat. Serta pengunjung yang datang dan membawa bekal yang bungkus makanannya berupa plastik dan membuangnya pada area pesisir pantai membuat keindahan Pantai Depok tersebut berkurang.
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
03
SPC 06
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
04
SPC 06
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
05
SPC 06
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
06
SPC 06
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
07
SPC 06
DEPOKTHE WATERSCAPE VILLAGE SHIFTING BALANCE OF NATURE
0804
SPC 06
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
09
SPC 06
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
10
SPC 06 SPC 15
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
11
SPC 15 SPC 07
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
12
SPC 15 SPC 07
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
13
SPC 15 SPC 07
Indonesia terdapat 28 wilayah pesisir rawan tsunami, seperti wilayah pantai-pantai Aceh, Sumatera Utara bagian barat, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung Selatan, Banten barat dan selatan, Jawa Tengah bagian selatan, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Maluku Selatan, Biak-Yapen, Fak-Fak, dan Balikpapan. Dengan demikian diperlukannya tempat evakuasi tsunami sementara yang tersebar pada seluruh area kawasan rancangan. Selain dapat difungsikan sebagai tempat evakuasi sementara tentunya hal tersebut dapat dimanfaatkan dengan aktifitas lainnya yang difungsikan ketika tidak ada bencana, sarang walet merupakan salah satu hal yang sedang disoroti beberapa tahun belakangan. Sarangnya yang memiliki nilai jual tinggi dan hal tersebut banyak dijumpai pada area tersebut. Dengan menambahkannya budidaya burung walet pada tempa evakuasi sementara ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas ekonomi masyarakat sekitar kawasan perancangan. Sehingga selain menjadi nelayan petani dan pedangan pembudidaya walet pun bisa menjadi salah satu sumber pendapatan masyarakat.
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
01
SPC 15 SPC 07
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
15
SPC 06
KAJIAN TEORI OPEN DESIGN Open design adalah metode perancangan yang didasari oleh beberapa ide dari para kontributor dimana rancangan terbuka dengan ide-ide baru yang berkembang dan dapat berubah seiring dengan perkembangan waktu. Open design berorientasi pada proses desain dimana proses tersebut terbuka akan masuknya ide-ide baru yang tidak terbatas dan proses desain terus berkembang tidak pernah terhenti. Michel Bauwens membedakan tiga dimensi yang berbeda dalam open design yaitu satu, input mengacu pada kontributor yang secara sukarela berpartisipasi; terkadang mereka bahkan berkotribusi tanpa izin karena tidak ada hak cipta yang terlibart dalam model aktivisme semacam itu , sebuah desian akan dimodivikasi secara bebas (peer produksi). Dua, sisi proses mengacu pada prinsip inklusif; yang bersifat modular daripada pekerjaan fungsional. Dalam prosesnya, ada juga validasi kualitas komunal (peer goverence). Tiga, sisi output dapat menciptakan ruang terbuka; meskipun dengan linsensi, sehingga nilainya tidak tersedia untuk semua. Output terbuka seperti itu pada akhirnya akan membuka lapisan batu yang terbuka dan bahan gratis yang bisa digunakan untuk pengolahan lebih lanjut (Bauwens, n.d). WATERFRONT LANSCAPE THEORY Waterfront lanscape merupakan daerah yang merupakan pertemuan air dan darat. Area waterfront adalah area lanscape yang memiliki daya tarik. Hal ini terbukti kota-kota lama selalu ada di area water front. Water front lanscape saat ini menjadi area dengan nilai yang tinggi karena area waterfornt mempunyai banyak keuntungan. Proyek waterfront lanscape yang berhasil dapat membawa manfaat seperti memperbaiki lingkungan waterfront, membangun kembali penampilan kota menjadi lebih baik, meningkatkan pendapatan, menawarkan kesempatan kerja dan mempercepat investasi baru (Hou, D 2009). CIRCULAR ECONOMY Dalam ekonomi lingkaran, kegiatan ekonomi membangun dan membangun kembali sistem kesehatan secara keseluruhan. Konsep ini mengakui pentingnya ekonomi yang perlu bekerja secara efektif di semua skala - untuk bisnis besar dan kecil, untuk organisasi dan individu, secara global dan lokal. Transisi ke ekonomi lingkaran tidak hanya sejumlah penyesuaian yang bertujuan untuk mengurangi dampak negatif dari ekonomi linier. Sebaliknya, ini mewakili pergeseran sistemik yang membangun ketahanan jangka panjang, menghasilkan peluang bisnis dan ekonomi, dan memberikan manfaat lingkungan dan kemasyarakatan.
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
17
SPC 06 Menurut John Habraken Open Building adalah pendekatan perancangan untuk menciptakan lingkungan yang besar pada kebutuhan penggunanya dan dapat terus berkembang seiring dengan waktu. Open building mengutamakan fleksibilitas, personalisasi dan kedinamisan. Open building berarti bahwa buit environment bukan sudah selesai perkembangan, namun buit environment dapat berkembang kedepannya yang berarti konsep konstruksinya belum selesai. Output hasil dari Open Building merupakan produk yang dapat didesain berkelanjutan yang bertrasnformasi sedikit demi sedikit. Open Building juga berarti output berupa built environment dianggap sebagai organisme yang selalu berkembang. Selain itu pada open building sistem-sistemnya diganti pada syarat sistem-sistem yang ada dasarnya sama namun bisa berubah fungsinya sesuai dnegan perkembangan kebutuhan. Built environment juga terbuka dalam berpartisipasi pengembangannya. Open Building dibagi menjadi beberapa level of control yaitu support level, Allocation level and infill level. Level ini dibagi berdasarkan jangka waktu bertahan. Support level dapat bertahan 150 tahun sedangkan Allocation Space sampai 25 tahun dan infill bisa sampai 20 tahun (Kendall, 2014). Tiap level of control harus diidentifikasikan dnegan jelas juga bagian mana yang dapat diintervensi. Kontribusi aktor-aktor bersifat terbuka dimana tiap aktor dapat ikut berperan saat pengambilan keputusan design. URBAN LANSCAPE Lanskap urban pada dasarnya terbentuk dari ruang terbuka dan hijau di dalam perkotaan. Namun, itu tidak sepenuhnya independen dari bangunan sekitarnya dan struktur. Secara keseluruhan, mereka membentuk karakter dan identitas kota, dan rasa tempat. Syarat berkontribusi pada lanskap kota dengan cara estetika dan fungsi. Ini juga mendukung urban ekologi. Ini dinamis dan terus berkembang. Menurut von Borcke (2003) itu bukan add-on tetapi membentuk dasar untuk membuat tempat. Elemen lansekap kota berfungsi sebagai pemisah dan / atau agen penghubung antara penggunaan lahan yang berbeda. Mereka dapat membentuk buffer zona antara penggunaan yang bertentangan (misalnya antara kawasan industri dan perumahan) selagi bisa memfasilitasi pergerakan warga di seluruh kota (misalnya jalur hijau). Mereka memiliki fleksibilitas untuk melayani beberapa penggunaan dan untuk kelompok pengguna yang berbeda di komunitas (Anonim, 2009). Pemandangan kota juga berkontribusi pada lanskap kota dalam hal kualitas visual. Dalam padat membangun lingkungan, menciptakan rasa keterbukaan dan tempat-tempat yang lebih menarik untuk hidup. Urban lansekap membantu menyeimbangkan skala manusia di pusat kota di mana efek vertikal bangunan dan struktur mendominasi. Ini melembutkan “kekerasan” bangunan dan struktur. Dirancang dengan baik dan lanskap perkotaan yang dikelola dapat meningkatkan kualitas hidup warga dengan banyak cara lain.
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
18
SPC 06
RUMAH VERNAKULAR DI PESISIR PANTAI Mentayani (2012), menuliskan berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik arsitektur vernakular antara lain : 1. Diciptakan masyarakat tanpa bantuan tenaga ahli / arsitek profesional melainkan dengan tenaga ahli lokal /setempat. 2. Diyakini mampu beradaptasi terhadap kondisi fisik, sosial, budaya dan lingkungan setempat. 3. Dibangun dengan memanfaatkan sumber daya fisik, sosial, budaya, religi, teknologi dan material setempat, 4. Memiliki tipologi bangunan awal dalam wujud hunian dan lainnya yang berkembang di dalam masyarakat tradisional, 5. Dibangun untuk mewadahi kebutuhan khusus, mengakomodasi nilainilai budaya masyarakat, ekonomi dan cara hidup masyarakat setempat. 6. Fungsi, makna dan tampilan arsitektur vernakular sangat dipengaruhi oleh aspek struktur sosial, sistem kepercayaan dan pola perilaku masyarakatnya. Rumah vernakular pesisir pantai di Indonesia mayoritas merupakan rumah panggung. Dimana rumah-rumah tersebut sangat memperhatikan lingkungan-lingkungan sekitar dengan cara membangun rumah yang dapat merespon alam. Menjadikanya sebagai rumah panggung supaya rumah tersebut tetap aman ketika banjir sedang datang atau banjir.
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
19
SPC 06
2038
SHIFTING DEPOK THE WATERSCAPE BALANCE VILLAGE OF NATURE
SPC 06
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
21
SPC 06
SHIFTINGDEPOK THE BALANCE WATERSCAPE OF NATURE VILLAGE
1722
SPC 06 SPC 15
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
23
SPC 06 SPC 15
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
24
SPC 06 SPC 15
2509
SHIFTING DEPOK THE WATERSCAPE BALANCE VILLAGE OF NATURE
SPC 06 SPC 15
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
26
SPC 06 SPC 15
2710
SHIFTING DEPOK THE WATERSCAPE BALANCE VILLAGE OF NATURE
SPC 06 SPC 15
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
28
SPC 06 SPC 15
SHIFTINGDEPOK THE BALANCE WATERSCAPE OF NATURE VILLAGE
1129
SPC 06 SPC 15
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
30
SPC 06 SPC 15
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
31
SPC 06 SPC 15
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
32
SPC 06 SPC 15
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
33
SPC 06 SPC 15
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
34
SPC 06 SPC 15
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
35
SPC 06 SPC 15
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
36
SPC 06 SPC 15
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
37
SPC 06 SPC 15
DEPOKTHE WATERSCAPE VILLAGE SHIFTING BALANCE OF NATURE
3801
SPC 06 SPC 15
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
39
SPC 06 SPC 15
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
40
SPC 06 SPC 15
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
41
SPC 06 SPC 15
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
42
SPC 06 SPC 15
4326
SHIFTING DEPOK THE WATERSCAPE BALANCE VILLAGE OF NATURE
SPC 06 SPC 15
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
44
SPC 06 SPC 15
4528
SHIFTING DEPOK THE WATERSCAPE BALANCE VILLAGE OF NATURE
SPC 06 SPC 15
DEPOKTHE WATERSCAPE VILLAGE SHIFTING BALANCE OF NATURE
4629
SPC 06 SPC 15
4730
SHIFTING DEPOK THE WATERSCAPE BALANCE VILLAGE OF NATURE
SPC 06 SPC 15
DEPOKTHE WATERSCAPE VILLAGE SHIFTING BALANCE OF NATURE
4831
SPC 06 SPC 15
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
49
SPC 06 SPC 15
DEPOKTHE WATERSCAPE VILLAGE SHIFTING BALANCE OF NATURE
5033
SPC 06 SPC 15 SPC 26
SHIFTINGDEPOK THE BALANCE WATERSCAPE OF NATURE VILLAGE
0151
SPC 15 SPC 07 SPC 26
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
52
SPC 15 SPC 07 SPC 26
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
53
SPC 15 SPC 07 SPC 26
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
54
SPC 15 SPC 07 SPC 26
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
55
SPC 15 SPC 07 SPC 26
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
56
SPC 15 SPC 07 SPC 26 SPC 08
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
57
SPC 15 SPC 07 SPC 26 SPC 08
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
58
SPC 15 SPC 07 SPC 26 SPC 08
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
59
SPC 15 SPC 07 SPC 26 SPC 08
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
60
SPC 15 SPC 07 SPC 26 SPC 08
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
61
SPC 15 SPC 07 SPC 26 SPC 08
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
01 62
SPC 15 SPC 07 SPC 26 SPC 08
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
63
SPC 15 SPC 07 SPC 26 SPC 08
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
64
SPC 15 SPC 07 SPC 26 SPC 08
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
65
SPC 15 SPC 07 SPC 26 SPC 08
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
66
SPC 15 SPC 07 SPC 26 SPC 08
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
67
SPC 15 SPC 07 SPC 26 SPC 08
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
68
SPC 15 SPC 07 SPC 26 SPC 08
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
69
SPC 15 SPC 07 SPC 26 SPC 08
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
70
SPC 06 SPC 15 SPC 07 SPC 26 SPC 08
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
71
SPC 06 SPC 15 SPC 07 SPC 26 SPC 08
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
72
SPC 06 SPC 15 SPC 07 SPC 26 SPC 08
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
73
SPC 06 SPC 15 SPC 07 SPC 26 SPC 08
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
74
SPC 07 SPC 26 SPC 08
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
75
SPC 06 SPC 15 SPC 07 SPC 26
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
76
SPC 06 SPC 15 SPC 07 SPC 26
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
77
SPC 07 SPC 26 SPC 08
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
78
SPC 07 SPC 26 SPC 08
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
79
SPC 07 SPC 26 SPC 08
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
80
SPC 07 SPC 26 SPC 08
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
81
SPC 07 SPC 26 SPC 08
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
82
SPC 07 SPC 26 SPC 08
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
83
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
84
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
85
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
86
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
87
DEPOK WATERSCAPE VILLAGE
88